82308513

49
PERUBAHAN TEKANAN INTRAOKULER SEBELUM DAN PERUBAHAN TEKANAN INTRAOKULER SEBELUM DAN PERUBAHAN TEKANAN INTRAOKULER SEBELUM DAN PERUBAHAN TEKANAN INTRAOKULER SEBELUM DAN SESUDAH INJEKSI BEVACIZUMAB SESUDAH INJEKSI BEVACIZUMAB SESUDAH INJEKSI BEVACIZUMAB SESUDAH INJEKSI BEVACIZUMAB INTRAVITREAL INTRAVITREAL INTRAVITREAL INTRAVITREAL PADA PENDERITA RETINOPATI DIABETIKA PADA PENDERITA RETINOPATI DIABETIKA PADA PENDERITA RETINOPATI DIABETIKA PADA PENDERITA RETINOPATI DIABETIKA SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Derajat Sarjana Kedokteran Univeritas Gadjah Mada Disusun oleh : Prakoso Adhi Wibowo 05 /187423/ KU/ 11499 Fakultas Kedokteran Fakultas Kedokteran Fakultas Kedokteran Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada Universitas Gadjah Mada Universitas Gadjah Mada Universitas Gadjah Mada Yogyakarta Yogyakarta Yogyakarta Yogyakarta 2008 2008 2008 2008

description

82308513

Transcript of 82308513

Page 1: 82308513

PERUBAHAN TEKANAN INTRAOKULER SEBELUM DAN PERUBAHAN TEKANAN INTRAOKULER SEBELUM DAN PERUBAHAN TEKANAN INTRAOKULER SEBELUM DAN PERUBAHAN TEKANAN INTRAOKULER SEBELUM DAN SESUDAH INJEKSI BEVACIZUMAB SESUDAH INJEKSI BEVACIZUMAB SESUDAH INJEKSI BEVACIZUMAB SESUDAH INJEKSI BEVACIZUMAB INTRAVITREAL INTRAVITREAL INTRAVITREAL INTRAVITREAL

PADA PENDERITA RETINOPATI DIABETIKAPADA PENDERITA RETINOPATI DIABETIKAPADA PENDERITA RETINOPATI DIABETIKAPADA PENDERITA RETINOPATI DIABETIKA

SKRIPSI

Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Derajat Sarjana Kedokteran

Univeritas Gadjah Mada

Disusun oleh : Prakoso Adhi Wibowo 05 /187423/ KU/ 11499

Fakultas Kedokteran Fakultas Kedokteran Fakultas Kedokteran Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah MadaUniversitas Gadjah MadaUniversitas Gadjah MadaUniversitas Gadjah Mada

Yogyakarta Yogyakarta Yogyakarta Yogyakarta 2008200820082008

Page 2: 82308513
Page 3: 82308513

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini

tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh

gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan sepanjang

pengetahuan saya juga tidak terdapat karya yang pernah

ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang

secara tertulis diacu dalam naskah ini disebutkan dalam

daftar pustaka.

Yogyakarta, Desember 2008

Prakoso Adhi Wibowo

Page 4: 82308513

PRAKATA

Alhamdulilah, segala puji syukur penulis panjatkan

kehadirat Allah SWT atas berkah, rahmat, karunia, dan

hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya

tulis ini yang berjudul “PERUBAHAN TEKANAN INTRAOKULER

SEBELUM DAN SESUDAH INJEKSI BEVACIZUMAB INTRAVITREAL PADA

PENDERITA RETINOPATI DIABETIKA” disusun untuk memenuhi

sebagian syarat memperoleh Derajat Sarjana Kedokteran

Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Penulis mengharapkan

bahwa hasil penelitian ini dapat memberikan kontribusi

dalam terapi retinopati diabetika dikemudian hari.

Penulis menyadari bahwa selesainya karya tulis ini

tidak lepas dari dukungan moral dan material dari banyak

pihak. Pada kesempatan ini penulis hendak meyampaikan

penghargaan dan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya

kepada :

1. Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada

atas kesempatan yang diberikan

2. Direktur RS Dr. Yap Yogyakarta yang memberikan ijin

dan berbagai fasilitas penelitian

3. dr, Angela Nurini Agni, Sp.M, M.Kes selaku dosen

pembimbing materi yang telah membimbing dalam

menyusun materi skripsi ini

Page 5: 82308513

4. dr. Hartono, Sp.M (K) selaku dosen pembimbing

Metodologi

5. dr. Retno Ekantini, Sp.M, M.Kes selaku dosen penguji

yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk menguji

karya tulis ini

6. Pasien dan perawat RS Mata dr. Yap Yogyakarta yang

telah membantu terlaksananya penelitian ini

7. Ayahanda dr.H.Muhrodji,Sp.A dan ibunda Siti

Maryanti,Amd tercinta yang selalu memberikan

dorongan semangat dan nasehat serta doa restu yang

diberikan terus menerus kepada penulis

8. Mbak Lia dan Mas Izik yang selalu memberikan semangat

luar biasa kepada penulis

9. Dila, reiza yang telah bahu membahu bekerjasama

dengan penulis untuk menyelesaikan karya ini.

10.Sahabat penulis, Whisnu, Rio, Chandra, Ega, dan

Indri. Terima kasih atas persahabatan yang hebat ini.

11.Teman- teman kelompok 19 yang unik dan penuh dengan

intrik, terima kasih kalian telah menjadi bagian yang

tak terlupakan

12.Teman dekat penulis, yang selalu merindukan penulis.

13.Teman teman angkatan 2005, dan pihak – pihak yang

tidak dapat disebutkan satu persatu.

Page 6: 82308513

Sebagai karya tulis, tentu skripsi memliki banyak

kekurangan dan kesalahan. Oleh karena itu, penulis sangat

mengharapkan segala saran dan kritik untuk perbaikan di

kemudian hari. Semoga karya tulis ini dapat bermanfaat bagi

rekan- rekan pada khususnya dan semua pihak yang

berkepentingan bagi pegembangan ilmu kedokteran serta

berguna bagi nusa dan bangsa. Amin.

Yogyakarta, Desember 2008

Penulis

Page 7: 82308513

DAFTAR ISI HALAMAN

HALAMAN JUDUL I LEMBAR PENGESAHAN II PERNYATAAN III PRAKATA IV DAFTAR ISI VII DAFTAR TABEL DAN GAMBAR VIII INTISARI IX ABSTRACT X BAB I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang 1 I.2 Perumusan Masalah 5 I.3 Tujuan Penelitian 5 I.4 Manfaat Penelitian 5 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA II.1 Humor Akuos 6 II.2 Tekanan Intraokuler 7 II.3 Retinopati Diabetika 12 II.4 Bevacizumab 16 II.5 Kerangka Teori 18 II.6 Landasan Teori 19 II.7 Hipotesis 19 BAB III. METODE PENELITIAN III.1 Desain Penelitian 20

III.2 Populasi Penelitian 20 III.3 Teknik Pengambilan Sampel 21

III.4 Besar Sampel 21 III.5 Variabel yang diukur 22 III.6 Definisi Operasional 22 III.7 Sarana & Instrumen 22 III.8 Jalan Penelitian 23 III.9 Analisis Data 24 III.10 Kerangka Penelitian 25 BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV.1 Deskripsi Data 26 IV.2 Perubahan TIO 28

IV.3 Pengaruh Sejumlah Faktor 31 BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN 35 DAFTAR PUSTAKA 36

Page 8: 82308513

DAFTAR TABEL DAN GAMBAR

HALAMAN

Tabel 1. Karakteristik pasien 26 Tabel 2. Distribusi rerata tekanan intraokuler 28

pre injeksi dan post injeksi

Tabel 3. Pengaruh karakteristik pasien terhadap 31 rerata selisih (perubahan) tekanan intraokuler

Grafik 1. Distribusi pasien menurut umur 27

Page 9: 82308513

INTISARIINTISARIINTISARIINTISARI Latar BelakangLatar BelakangLatar BelakangLatar Belakang: Retinopati diabetika merupakan salah satu penyebab kebutaan yang utama pada usia kerja. Berbagai pendekatan terapi telah dilakukan untuk mengontrol progresi penyakit ini. Bevacizumab intravitreal sebagai anti-VEGF memiliki prospek yang menjajikan dalam penanganan retinopati diabetika. Tetapi pemberian penyuntikan obat intravitreal dapat menyebabkan kenaikan tekanan intraokuler. Tujuan:Tujuan:Tujuan:Tujuan: Mengetahui perubahan tekanan intraokular sebelum dan sesudah injeksi bevacizumab intravitreal pada penderita retinopati diabetika. Metode:Metode:Metode:Metode: 41 pasien retinopati diabetika menjalani terapi injeksi bevacizumab intravitreal. Seluruh pasien mendapatkan dosis tunggal sebesar 1,25mg. Tekanan intraokuler diukur sebelum mendapatkan injeksi dan segera setelah injeksi dilakukan (maksimal 5menit). Dilakukan analisis statistik. Hasil:Hasil:Hasil:Hasil: Rerata tekanan intraokuler sebelum dilakukan injeksi sebesar 16,27±1,68mmHg dan sesaat setelah injeksi diperoleh rerata tekanan intraokuler sebesar 20,22±4,23 mmHg. Kenaikan sebesar 3,96±2,55mmHg tersebut secara klinis maupun secara statistik tidak menunjukan perubahan yang signifikan. Kesimpulan:Kesimpulan:Kesimpulan:Kesimpulan: Injeksi bevacizumab intravitreal sebesar 1,25mg tidak menimbulkan kenaikan tekanan intraokuler yang signifikan pada pasien dengan retinopati diabetika Kata kunci:Kata kunci:Kata kunci:Kata kunci: Tekanan intraokuler – Retinopati Diabetika – Vascular Endothelial Growth Factor – Bevacizumab

Page 10: 82308513

ABSTRACTABSTRACTABSTRACTABSTRACT Background:Background:Background:Background: Diabetic retinopati is one of leading cause of blindness in working age population. Many approaches in diabetic retinopathy treatments have been performed to control disease progession. Bevacizumab intravitreal as an anti-VEGF has promising chance in intervention of diabetic retinopathy.Altough this injection could increase the intraocular pressure. Objective:Objective:Objective:Objective: To determine changes of intraocular pressure before and after intravitreal injection of bevacizumab on diabetic retinopathy patients. Method:Method:Method:Method: 41 people with diabetic retinopathy underwent an intravitreal injection of bevacizumab. All of those people had single dose injection in the amount of 1,25mg. Intraocular pressure was measured before and just after bevacizumab injection (max 5 minutes). Statistical analysis was performed. Result:Result:Result:Result: Mean of intraocular pressure before injection was 16,27±1,68mmHg and after injection performed, the mean was 20,22±4,23 mmHg. The mean difference was 3,96±2,55mmHg. This difference was not showed significant changes clinically or statistically. Conclusion:Conclusion:Conclusion:Conclusion: Intravitreal injection of 1,25mg bevacizumab has no significant raised on patient with diabetic retinopathy. KKKKeywordeywordeywordeyword:::: Intraocular Pressure – Diabtic Retinopathy – Vascular Endothelial Growth Factor – Bevacizumab

Page 11: 82308513

BAB IBAB IBAB IBAB I

PENDAHULUANPENDAHULUANPENDAHULUANPENDAHULUAN

I. 1. LATAR BELAKANGI. 1. LATAR BELAKANGI. 1. LATAR BELAKANGI. 1. LATAR BELAKANG

Retinopati diabetika merupakan salah satu penyebab

utama kebutaan pada usia antara 30 tahun hingga 69 tahun

(Vishnawath & Gravin, 2003). Sebagian besar kebutaan di

Amreika Serikat, Inggris dan negara- negara barat lainya

disebabkan retinopati diabetika (Malley, 1990; Benson et

al., 1987). Di Negara berkembang, retinopati diabetika

merupakan penyebab utama kebutaan pada usia kerja dan

merupakan 12% dari kasus kebutaan baru setiap tahun

(Centers for Disease Control and Prevention, 1996).

Prevalensi retinopati diabetika yang didapat dari

penelitian di Indonesia berkisar antara 7,8% hingga 28,9%.

Prevalensi retinopati diabetika di DIY sekitar 8%, dan 0,2%

hingga 0,5% penduduk DIY menderita retinopati diabetika

(Agni & Sudarto, 2005).

Pada retinopati diabetik, terjadi mikroangiopati

pada pembuluh-pembuluh darah retina. Mikroangiopati

ditandai dengan penyumbatan vasa-vasa, baik sementara

atau menetap, yang menimbulkan daerah-daerah iskemik atau

infark pada retina. Keadaan iskemi ini selain karena

Page 12: 82308513

penyumbatan vasa, juga disebabkan dinamika aliran darah

yang berubah (Guyton and Hall, 1997).

Pada stadium yang lebih berat, yaitu retinopati

diabetika proliferatif, terjadi pembentukan pembuluh

darah baru yang diinduksi oleh iskemia retina. Pembentukan

pembuluh darah baru ini sangat dipengaruhi oleh adanya

faktor angiogenesis. Faktor angiogenesis yang dimaksud

adalah factor pertumbuhan endothel vascular atau Vascular

Endothelial Growth Factor (VEGF) yang kadarnya meningkat

pada keadaan iskemia retina (Aiello et al., 1994; Leung et

al., 1989 cit Aiello, 2004). Pembuluh darah baru yang

tumbuh ke dalam vitreus dapat menyebabkan perdarahan

vitreus dan ablasio retina yang mengakibatkan hilangnya

penglihatan.

Kondisi yang berpotensi terhadap hilangnya

penglihatan pada retinopati diabetika antara lain adalah :

(1.) sekuel dari pembentukan pembuluh darah baru yang

diinduksi iskemia; (2.) edema makula diabetika; dan (3.)

perubahan makula karena iskemia (AAO, 2004).

Penelitian- penelitian yang telah dilakukan

melaporkan bahwa fotokoagulasi panretina dapat mengurangi

50% hilangnya penglihatan yang berat pada Non Proliferatif

Diabetic Retinopati berat dan memperbaiki visus (Diabetic

Retinopathy Study, 1997). Fotokoagulasi laser juga

Page 13: 82308513

dilaporkan menyebabkan resolusi neovaskuler parsial pada

33% pasien. Disamping resolusi dari neovaskuler, 35%

pasien mengalami perbaikan visus hingga tiga tingkat (Wei

et al., 2004). Penelitian lain melaporkan bahwa

fotokoagulasi panretina menggunakan argon efektif

meningkatkan visus pada 23% pasien dan pada 61% pasien

(ETDRS, 1985).

Treatment fotokoagulasi ini tidak menjamin kualitas

lapang pandangan penderita retinopati diabetika. Seperti

kita ketahui prinsip dari terapi laser ini adalah

mematikan jaringan hidup di retina agar jaringan tersebut

tidak menghasilkan VEGF, sehingga neovaskularisasi dapat

dikendalikan (Aiello et al.,2004). Dengan matinya

sebagian jaringan di retina maka lapang pandangan

penderita retinopati diabetika otomatis berkurang dengan

banyaknya bintik buta yang muncul. Semakin banyak bintik

buta yang timbul semakin buruk pula lapang padangannya

(Diabetic Retinopathy Study, 1987).

Dewasa ini digunakan terapi baru yaitu bevacizumab

yang diberikan secara injeksi intravitreal. Bevacizumab

merupakan terapi farmakologis yang merupakan suatu

antibodi monoklonal yang melekat pada reseptor VEGF yaitu

VEGFR-1 dan VEGFR-2 (Manzano et al., 2006). Penggunaannya

Page 14: 82308513

secara sistemik dapat memperbaiki visus dan mengurangi

edema makula secara signifikan (Michels et al.,2005).

Bevacizumab diberikan 1,25 mg secara intravitreal,

dan karena bilik mata sangat rentan terhadap kenaikan

tekanan intraokuler (TIO), maka salah satu efek sebuah

injeksi pada mata adalah meningkatnya TIO. Meningkatnya

TIO yang tidak terkontrol akan mengganggu fungsi

fisiologis mata (Spaide & Fisher., 2006).

Dilaporkan penelitian dengan injeksi obat

intravitreal meningkat hingga 30mmHg pada 122 pasien

(Falkenstein, et al.,2007). Dalam penelitian lain juga

dilaporkan bahwa injeksi bevacizumab intravitreal

menyebabkan peningkatan pada 87% kasus dengan nilai yang

cukup tinggi (Bakri, et al., 2007).

Tekanan yang meningkat diatas 20 mmHg sampai 30mmHg

dapat menyebabkan hilangnya penglihatan bila dibiarkan

dalam jangka waktu yang lama (Minckler, et al., 1992).

Berdasarkan kenyataan diatas, menunjukan adanya

kenaikan tekanan intraokuler setelah pemberian obat tetes

mata ataupun injeksi intravitreal, tetapi seberapa tinggi

kenaikan TIO setelah injeksi bevacizumab intravitreal,

dan apakah kenaikan tersebut akan bermakna secara klinis,

masih jarang diteliti.

Page 15: 82308513

I. 2. PERUMUSAN MASALAHI. 2. PERUMUSAN MASALAHI. 2. PERUMUSAN MASALAHI. 2. PERUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang diatas bahwa bilik mata

sangat rentan terhadap kenaikan volume maka dapat

dirumuskan masalah sebagai berikut : apakah terjadi

kenaikan TIO sesaat setelah injeksi bevacizumab

intravitreal dan apakah kenaikan itu akan bermakna secara

klinis.

I. 3. TUJUANI. 3. TUJUANI. 3. TUJUANI. 3. TUJUAN

Penelitan ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana

perubahan tekanan intraokular sebelum dan sesudah injeksi

bevacizumab intravitreal pada penderita retinopati

diabetika.

I. 4. MANFAAT PENELITIANI. 4. MANFAAT PENELITIANI. 4. MANFAAT PENELITIANI. 4. MANFAAT PENELITIAN

Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah:

1. Hasil dari penelitian ini dapat memberikan wawasan

mengenai TIO dan perubahannya selama terapi

bevacizumab berlangsung dan sesudahnya.

2. Dengan diketahuinya perubahan TIO sebagai efek

terapi, maka dapat diketahui perlu tidaknya

penggunaan obat penurun tekanan inrtaokuler

setelah injeksi bevacizumab intravitreal.

Page 16: 82308513

BAB IIBAB IIBAB IIBAB II

TINJAUAN PUSTAKATINJAUAN PUSTAKATINJAUAN PUSTAKATINJAUAN PUSTAKA

IIIII. I. I. I. 1.1.1.1. HumorHumorHumorHumor AkuosAkuosAkuosAkuos

a. Fisiologi Humor Akuos

Humor akuos diproduksi oleh korpus siliare, berkumpul

di dalam kamera okuli posterior menuju kamera okuli

anterior melalui pupil. Humor akuos masuk kedalam vena -

vena episkleral menuju aliran darah sistemik (Kauffman,

1986).

Terdapat 3 teori utama yang berhubungan dengan

pembentukan humor akuos yaitu: difusi, ultrafiltrasi dan

sekresi aktif. Difusi merupakan proses pasif cairan serta

zat yang terkandung didalamnya melintasi membran sel

akibat perbedaan gradien konsentrasi. Ultrafiltrasi

merupakan proses pasif air serta zat yang larut melintasi

membran sel. Akibat perbedaan tekanan hidrostatik antara

darah dan korpus siliare. Proses ultrafiltrasi ini

dipengaruhi oleh keadaan tekanan intraokuler (TIO)

terhadap aliran darah didalam badan silier dan

permeabilitas mikrovasanya. Apabila TIO meningkat, maka

aliran darah ke badan silier berkurang, sehingga produksi

akuos humor menjadi berkurang. Teori ketiga pembentukan

akuos humor adalah sekresi aktif, yaitu adanya sekresi

Page 17: 82308513

glanduler (Kaufmann, 1986). Pada sekresi aktif, produksi

humor akuos tidak dipengaruhi oleh perubahan TIO. Sekresi

aktif terjadi karena proses aktif ion Na+ didalam sel

epitel pigmen badan silier. Proses aktif ini dibantu oleh

enzim sodium potasium activated adenosin triphosphatase

dan anhidrase karbonat (Kaufman, 1986 ; Kolker &

Hetherington, 1976).

b. Pengeluaran Humor Akuos

Humor akuos yang terbentuk akan mengalir dari kamera

okuli posterior melalui pupil ke kamera okuli anterior, dan

setelah itu dikeluarkan melalui dua jalur , yaitu jalur

direk dan indirek. Pengeluaran humor akuos sebagian besar,

yaitu 80% dari total outflow, terjadi langsung melalui

trabekular meshwork kanalis Schlemm lalu sistem vena, dan

secara tidak langsung melalui jalur uveosklera yaitu 20%

dari total outflow, melaui permukaan interstitial m.

siliaris dan koroid.

II. II. II. II. 2. Tekanan Intraokuler2. Tekanan Intraokuler2. Tekanan Intraokuler2. Tekanan Intraokuler

Tekanan intraokuler merupakan keseimbangan antara

pembentukan akuos humor (inflow), outflow dan tekanan vena

episklera. Tekanan intraokuler normal adalah 10-20mmHg

(Epstein, 1986) dengan rerata 15,4mmHg (Kolker &

Hetheringson, 1976; Oka, 1985), dengan amplitudo

bervariasi antara 3-6 mmHg dengan angka tertinggi dicapai

Page 18: 82308513

waktu bangun pagi dan terendah pada malam hari. Amplitudo

lebih dari 10mmHg merupakan keadaan patologis. Pada

glaukoma rata- rata variasi TIO 10mmHg, sedangkan pada

hipertensi okuler 8mmHg. Penyebab pasti dari variasi

diurnal TIO tidak jelas, diperkirakan adanya hubungan

antara adenokortikoid dengan variasi diurnal TIO, dengan

adanya kenaikan kortisol plasma yang paralel dengan TIO,

dengan puncaknya 3-4 jam lebih awal.

Secara umum besarnya TIO dipengaruhi oleh beberapa

faktor antara lain tekanan darah, tekanan vena episklera,

proses senilitas pada mata, pengerasan dan pembesaran

lensa, lensa yang mencembung akan mendorong iris kedepan

sehingga terjadi penyempitan sudut bilik mata depan yang

menghambat aliran akuos humor dan menyebabkan peningkatan

TIO. Pada lansia terjadi perubahan kekakuan sklera

sehingga akan menurunkan rigiditas sklera dan menyebabkan

peningkatan TIO.

Faktor- faktor yang mempengaruhi tekanan intraokular

secara umum dibagi menjadi :

a. Faktor lokal, meliputi :

1. Kekakuan sklera mempengaruhi TIO. Makin kaku

sklera makin tinggi TIO. Proses senilitas pada mata

akan meningkatkan kekakuan sklera (Kolker &

Hetherington, 2000; Budiardjo, 2002). Pada usia

Page 19: 82308513

tua lensa mata akan mengalami pengerasan, dimana

lensa tersebut mencembung ke depan sehingga

mendorong iris ke depan dan menyebabkan sudut bilik

mata depan menyempit. Akibat selanjutnya, aliran

humor akuos ke jaringan trabekula terhambat.

2. Perubahan isi bola mata. Tumor intraokuler atau

katarak traumatika dapat menaikan TIO. Pada

perubahan isi bola mata yang lambat akan terjadi

kompensasi pengeluaran humor akuos, menyebabkan

TIO tetap normal.

3. Penekanan bola mata dari luar yang mendadak akan

meninggikan TIO dengan rerata kenaikan 5mmHg.

Namun sebaliknya pada penekanan bola mata yang

berlangsung lama dapat menurunkan TIO oleh karena

volume dan tekanan badan kaca berkurang, misal

dengan penekanan secara manual atau dengan

menggunakan balon Honan atau dengan BTMMS

(Budhiastra & Suhendro, 1998).

4. Hambatan pengeluaran akuos humor pada sudut kamera

okuli anterior dan pupil oleh faktor lokal lainya

yang biasa meningkatkan TIO.

b. Faktor umum, meliputi :

1. Peninggian tekanan darah yang mendadak dapat

menyebabkan sedikit kenaikan TIO dan akan normal

Page 20: 82308513

kembali dengan cepat. Hal ini disebabkan oleh

mekanisme kompensasi produksi akuos humor dan

penurunan aliran ke badan silier (Kolker &

Hetherington, 2000; Budiardjo, 2002). Perubahahan

tekanan darah karena perubahan mikrovasa. Outflow

yang berkurang atau adanya arteriosklerosis akan

menyebabkan kenaikan TIO. Kenaikan TIO karena

arteriosklerosis lebih tinggi dibanding karena

outflow yang bertambah.

2. Perubahan- perubahan tekanan pada vena episklera

yang berhubungan dengan bendungan dalam sistem

vena orbita dapat menyebabkan kenaikan TIO (Macri,

1991; Seal, 2002). Bendungan pembuluh darah

intraokular pada koroid misalnya, karena batuk,

mual dan muntah bisa menyebabkan naiknya TIO yang

besar secara cepat, kadang- kadang bisa mencapai

35mmHg (Kolker & Hetherington, 2000; Budiardjo,

2002).

3. Perubahan mikrovasa akibat vasokonstriksi atau

vasodilatasi mengakibatkan penurunan atau

kenaikan TIO. Hal ini karena pada vasokonstriksi

aliran darah ke mikrovasa berkurang, dan pada

vasodilatasi terjadi kenaikan permeabilitas

dinding mikrovasa.

Page 21: 82308513

4. Perubahan pH darah. Di dalam percobaan penurunan pH

darah berakibat penurunan TIO, kenaikan pH darah

menikan TIO.

5. Obat-obatan yang mempengaruhi TIO, meliputi :

a. Adrenalin. Efek vasokonstriktor pada dosis

kecil adrenalin akan meningkatkan TIO, dan efek

vasodilator pada dosis besar menurunkan TIO

(Lewis & Philips, 1996; Stur et al., 1996; Seal,

1997). Atropin menyebabkan vasodilatasi

sehingga menyebabkan turunya TIO, sedangkan

mata glaukoma atropin meningkatkan TIO oleh

karena tertutupnya sudut filtrasi.

b. Obat- obat penghambat anhidrase karbonat dan

penghambat beta adrenergik akan menghambat

produksi akuos humor sehingga menurunkan TIO

(Hanever, 1978 ; Fridenwall, 1995). Namun

demikian, pemberian acetazolamid prabedah

katarak masih diragukan perananya di dalam

menurunkan TIO (Jaffe, 1993; Husin, 1998).

c. Pemberian gliserol per oral dan pemberian urea

atau manitol per infus menurunkan TIO karena

meninggikan tekanan osmotik plasma (Kolker &

Hetherington, 2000; Budiardjo, 2002). Perubahan

tekanan osmotik darah berakibat perubahan TIO

Page 22: 82308513

meskipun hanya sementara, karena adanya

mekanisme kompensasi transport aktif dari Na+

dan Cl- antara lumen mikrovasa dengan jaringan

disekitarnya.

d. Obat- obat lainya seperti, amil nitrit

menyebabkan turunya tekanan darah sistemik

sehingga menurunkan TIO; histamin mengakibatkan

turunya TIO; dan eserin menyebabkan kenaikan

permeabilitas mikrovasa sehingga juga

menyebabkan penurunan TIO

II. II. II. II. 3. Retinopati Diabetika3. Retinopati Diabetika3. Retinopati Diabetika3. Retinopati Diabetika

Komplikasi Diabetes Melitus(DM) dapat terjadi

dibeberapa alat tubuh yaitu dijaringan saraf, di sistem

kardiovaskuler, di jaringan mata/ otot. Ujud penyulit

umumnya degenerasi jaringan. Khusus di jaringan mata dapat

terjadi di lensa menjadi katarak dan di retina sebagai

retinopati diabetik (RD). RD akan menyebabkan kebutaan,

yang sampai sekarang masih sulit pengobatanya. Prevalensi

DM di Indonesia sebesar 2,3%- 6,1% dengan insidensi RD

sebesar 22,5%- 65% dari penderita DM. Prevalensi RD

berhubungan dengan lamanya menderita DM. Setelah 10 tahun

menderita DM hampir semua tipe I DM dan lebih dari 60% tipe

II DM menderita retinopati. RD dapat menyebabkan penurunan

visus dan kebutaan (Adam, 1984).

Page 23: 82308513

Retinopati diabetika adalah komplikasi vaskuler pada

retina karena DM (Benson, 1987). Vaghan dan Asbury (2000)

menyatakan bahwa RD adalah mikroangiopati progresif

dengan karakteristik gangguan dan oklusi pembuluh darah

kecil pada retina. Doyle dan Kemp (1998) mendefinisikan

retinopati sebagai suatu keadaan laju dari DM yang ditandai

dengan degenerasi alamiah pada retina. Beberapa ahli lain

mendefinisikan RD sebagai penyulit vaskuler menahun dari

penyakit DM dengan gambaran mikroangiopati retina yang

diduga sebagai gangguan metabolik yaitu kurang insulin dan

hiperglikemia (Michelson, 1980)

Berdasarkan patogenesisnya, retinopati diabetika

dibagi menjadi 2 jenis besar yaitu retinopati diabetika non

proliferatif (NPDR) dan retinopati diabetika proliferatif

(PDR) (Malley, 1990; Kanski et al., 2003). Gambaran klinis

dari NPDR antara lain adalah mikroaneurisme yang merupakan

tanda pertama dari retinopati diabetika dan biasanya

terletak pada lapisan inti dalam retina. Selain itu

terdapat eksudat keras, edema retina dan perdarahan.

Perdarahan dapat terjadi intraretina dengan gambaran red

dot blot atau pada lapisan serabut saraf retina dengan

gambaran flame. Pembentukan pembuluh darah baru atau

neovaskularisasi merupakan tanda utama terjadinya

retinopati diabetika proliferatif. Neovaskularisasi

Page 24: 82308513

dapat terjadi pada diskus optikus (New Vessel of the Optic

Disc, NVD) atau pada daerah lain di retina (New Vessel

Elsewhere, NVE) (Kanski et al., 2003)

Retinopati diabetika saat ini diterapi dengan

berbagai jenis modalitas terapi seperti pengendalian

faktor sistemik, fotokoagulasi laser, dan terapi

farmakologi. Pengendalian faktor- faktor sistemik yang

berpengaruh terhadap progesifitas RD terbukti mempunyai

efek besar terhadap perkembangan komplikasu mikrovaskuler

dari RD (Aiello et al., 2001). Diabetes Control and

Complications Trial dan United Kingdom Prospective Study

menunjukan bahwa pengendalian faktor- faktor sistemik

seperti pengendalian glukosa darah, tekanan darah, dan

lemak darah (DCCT, 1993; UKPDS, 1998). Ketika

fotokoagulasi mengancam penglihatan, fotokoagulasi laser

digunakan untuk mencegah hilangnya penglihatan (Yam &

Kwok, 2007)

Fotokoagulasi laser digunakan sebagai terapi RD dan

edema makula diabetika. Terdapat beberapa jenis

fotokoagulasi laser yang digunakan dalam terapi RD ini.

Fotokoagulasi panretinal diindikasikan untuk terapi PDR

risiko tinggi (ETDRS, 1985; ETDRS, 1987). Tujuan dari

terapi ini adalah mencegah kebocoran vaskuler dengan

membakar kapiler yang mengalami kebocoran vaskuler atau

Page 25: 82308513

dengan membakar area retina yang mengalami iskemia

sehingga mengurangi faktor angiogenesis. Fotokoagulasi

panretina dilakukan dengan membakar retina secara cukup

luas di polus posterior dengan tidak melukai retina sentral

(Aiello, 2005), seluas 45 derajat hingga 60 derajat

(Visnawath et al., 2003). Wei et al. (2004), mendapatkan

hasil bahwa 67% mata pasien dengan PDR mengalami resolusi

komplit, sedangkan 33% mata pasien mengalami resolusi

parsial, dan terdapat perdarahan pada 9% pasien. Study

ETDRS menyimpulkan bahwa fotokoagulasi laser dapat

mengurangi risiko hilangnya penglihatan hingga 50% pada

pasien RD.

Penelitian- penelitian diatas memang menunjukan

bahwa fotokoagulasi laser ini berhasil dalam mencegegah

proliferasi pembuluh darah baru, mengurangi edema makula

dan mengurangi risiko penurunan penglihatan, namun

tindakan ini menyebabkan berkurangnya penglihatan

perifer, penglihatan warna, dan penglihatan malam (AAO,

2004; Aiello et al., 1998) karena tembakan menyebar pada

polus posterior retina perifer akan menghancurkan banyak

sel batang yang peka cahaya. Efek samping lain dari terapi

fotokoagulasi laser antara lain silau, ablasi retina

eksudatif, efusi sliokoroid, kenaikan tekanan

Page 26: 82308513

intraokular, glaukoma sudut tertutup, dan fibrosis

subretinal.

II. II. II. II. 4. Bevacizumab4. Bevacizumab4. Bevacizumab4. Bevacizumab

Bevacizumab (Avastin) merupakan obat baru yang

didesain untuk menghambat angiogenesis atau pembentukan

pembuluh darah baru. FAD (Food and Drug Administration) di

Amerika membuktikan bevacizumab sebagai terapi pada

kanker kolon maupun rektum. Bevacizumab bukan merupakan

kemoterapi, tetapi dapat diberikan sebagai kombinasi

dengan kemoterapi. Kemoterapi langsung menyerang tumor

secara langsung, sedangkan bevacizumab menyerang pembuluh

darah-pembuluh darah yang berada di sekitar tumor

(Genentech, Inc., 2004).

Pada retinopati diabetika proliferatif juga terdapat

pembentukan pembuluh darah baru yang berkembang dari

sirkulasi retina. Bila tidak ditangani, proses tersebut

akan mengakibatkan prognosis yang buruk pada penglihatan.

Pembuluh darah baru dapat meluas hingga cavitas vitreus

pada mata dan dapat menyebabkan perdarahan vitreus. Hal ini

mengakibatkan hilangnya penglihatan dan dapat menyebabkan

tractional retinal detachments akibat adanya jaringan

fibrosa kontraktil. Terlambatnya penanganan pada penyakit

ini dapat mengakibatkan pembentukan pembuluh darah baru

dalam stroma iris dan mungkin meluas dengan adanya fibrosis

Page 27: 82308513

ke dalam struktur yang melakukan drainase sudut bilik depan

mata (Frank,2004).

Bevacizumab berikatan dengan Vascular Endothelial

Growth Factor (VEGF) dan mencegah interaksi VEGF dengan

reseptornya (Flt-1 dan KDR) pada permukaan sel

endothelial. Interaksi VEGF dengan reseptornya

mengakibatkan sel endothelial berproliferasi dan

membentuk pembuluh darah baru (angiogenesis). Bevacizumab

berikatan dengan VEGF dengan afinitas tinggi sehingga

meminimalisir jumlah sirkulasi VEGF untuk dapat berikatan

degan reseptornya dan mengaktifkan proses angiogenesis

(Genentech BioOncology, 2004; Muehlbauer, 2003).

Pada studi preklinik, 8 non-human primates yang

menjalani laser karena okluisi vena retina untuk membuat

iskemi retina, secara random menerima terapi dengan

injeksi bevacizumab intravitreal atau control monoclonal

antibody. Neovaskularisasi iris tidak terjadi pada

delapan mata yang menerima terapi bevacizumab, tetapi

terjadi pada 5/8 control treated eyes (p<0,05).

Bevacizumab secara spesifik menghambat VEGF yang dapat

mengakibatkan proliferasi sel kapiler endothel in vitro

(Tolentino, et al.1996).

Penggunaan bevacizumab secara sistemik mampu

memperbaiki visus dan mengurangi penebalan retina

Page 28: 82308513

(Michels et al., 2005; Rosenfeld et al., 2005). Terdapat

laporan mengenai efek samping sistemik bevacizumab berupa

hipertensi (Rosiak dan Sadowski, 2005). Salah satu cara

untuk mengurangi efek samping ini dengan mengurangi dosis

bevacizumab dengan cara menginjeksikan obat dosis rendah

lengsung ke bola mata.

II. 5. KERANGKA TEORIII. 5. KERANGKA TEORIII. 5. KERANGKA TEORIII. 5. KERANGKA TEORI

Obat - obatan

Inflamasi

Tekanan darah

TEKANAN TEKANAN TEKANAN TEKANAN INTRAOKULARINTRAOKULARINTRAOKULARINTRAOKULAR

Outflow

Sudut iridokorneal tertutup

Kelainan trabekulum

Kenaikan volume

Massa

Injeksi intravitreal

Page 29: 82308513

II. II. II. II. 6. LANDASAN TEORI6. LANDASAN TEORI6. LANDASAN TEORI6. LANDASAN TEORI

Besar tekanan intra okular ditentukan terutama oleh

tahanan aliran keluar akuos dari ruang anterior ke dalam

kanalis Schlemm. Tahanan aliran keluar ini dihasilkan dari

tautan trabekula yang dilewati, dimana cairan tersaring

pada jalan dari sudut lateral ruang anterior ke dinding

kanalis Schlemm. Dengan tekanan kurang dari 15mmHg pada

mata normal, jumlah cairan yang meninggalkan melalui

kanalis Schlemm rata-rata 2,5um/menit dan begitu juga

dengan jumlah aliran masuk cairan dari badan siliaris. Oleh

karena itu secara normal tekanan menetap pada tingkat

sekitar 15mmHg

Injeksi obat intravitreal jelas mengakibatkan

peningkatan TIO, namun jika kondisi homeostasis seseorang

masih baik maka kenaikan TIO ini dapat segera diturunkan,

yaitu dengan cara mengurangi produksi humor akuos dan

mempercepat aliran ke vena akueus

II. 7. HIPOTESISII. 7. HIPOTESISII. 7. HIPOTESISII. 7. HIPOTESIS

Terdapat kenaikan Tekanan Intraokuler setelah

injeksi bevacizumab intravitreal pada pasien dengan

retinopati diabetika

Page 30: 82308513

BAB IIIBAB IIIBAB IIIBAB III

METODE PENELITIANMETODE PENELITIANMETODE PENELITIANMETODE PENELITIAN

III.III.III.III. 1. Desain penelitian1. Desain penelitian1. Desain penelitian1. Desain penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian one-

group pretest - posttest design, dengan

menggunakan data sekunder yang diambil dari data

rekam medis pasien di RS Mata dr.YAP Yogyakarta.

III. III. III. III. 2. 2. 2. 2. Populasi PenelitianPopulasi PenelitianPopulasi PenelitianPopulasi Penelitian

Populasi yang ditargetkan adalah seluruh

pasien yang mendapatkan injeksi Bevacizumab

1,25mg intravitreal di RS Mata dr.Yap Yogyakarta

periode Mei - September 2007.

Kriteria inklusi :

1. Pasien dengan diagnosis retinopati diabetika

yang mendapat injeksi bevacizumab 1,25 mg

intravitreal.

Kriteria ekslusi :

1.Pasien dengan data rekam medis yang tidak

lengkap

2.Pasien yang menderita penyakit mata selain

retinopati diabetika dan memiliki TIO yang

sangat tinggi

Page 31: 82308513

III. 3. III. 3. III. 3. III. 3. Teknik Pengambilan SampelTeknik Pengambilan SampelTeknik Pengambilan SampelTeknik Pengambilan Sampel

Dalam penelitian ini kita memilih pasien yang

berkunjung di RS Mata dr.Yap Yogyakarta, berumur

18tahun keatas dan menderita Retinopati Diabetik yang

diinjeksi bevacizumab periode Mei – September 2007.

teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah

consecutive sampling

III. 4. III. 4. III. 4. III. 4. Besar SampelBesar SampelBesar SampelBesar Sampel

Besar sampel yang dipergunakan adalah dengan

rumus uji hipotesis terhadap rerata :

n = 2 SD(z1-α /2 + z1-β)

(µo -µa)

N = jumlah sampel

Z1- α = 1,960 (α = 0,05)

Z1- β = 0,842 (Power 80%)

SD = Standar Deviasi = 2,4 mmHg

µo - µa = selisisih rerata TIO sebelum dan

sesudah injeksi yang dianggap bermakana ≥ 5mmHg

Dari hasil perhitungan diatas diperoleh jumlah

sample 46. diperkirakan sample DO 10% jadi jumlah

sample 50.

Page 32: 82308513

III. 5.III. 5.III. 5.III. 5. Variabel yang diukurVariabel yang diukurVariabel yang diukurVariabel yang diukur

Variabel yang digunakan dalam penelitian ini

adalah:

Variabel terikat: TIO sebelum dan sesudah injeksi

dalam mmHg

Variabel bebas : Injeksi bevacizumab intravitreal

III.6.III.6.III.6.III.6. Definisi OperasionalDefinisi OperasionalDefinisi OperasionalDefinisi Operasional

1. TIO awal adalah tekanan intraokuler yang diukur

pada mata penderita retinopati diabetika yang

diukur dengan tonometri non kontak sebelum

pemberian injeksi bevacizumab intravitreal

2. TIO akhir adalah tekanan intraokuler yang diukur

sesaat setelah injeksi bevacizumab intravitreal

3. Injeksi bevacizumab 1,25 mg intravitreal : injeksi

bevacizumab sebanyak 1,25 mg ke dalam cavitas

vitreus dengan menggunakan jarum 30 G, dimasukkan

melalui inferotemporal pars plana 3,0 – 3,5 mm

posterior dari limbus ( Jorge et al., 2006)

III. 7III. 7III. 7III. 7. . . . Sarana dan Instrumen PenelitianSarana dan Instrumen PenelitianSarana dan Instrumen PenelitianSarana dan Instrumen Penelitian

Penelitian ini menggunakan data rekam medis

pasien yang menjalani injeksi bevacizumab

intravitreal di RS Mata dr. Yap Yogyakarta.

Page 33: 82308513

Alat yang digunakan dalam penelitian Adalah :

Tonometer non-kontak dengan menggunakan alat

yaitu CT-80 non contact tonometry.

III.III.III.III. 8888. Jalan Penelitian. Jalan Penelitian. Jalan Penelitian. Jalan Penelitian

a. Perekrutan subjek

Pasien yang datang ke RS Mata dr.Yap

terdiagnosis retinopati diabetik akan diberi

penjelasan tentang adanya penelitian ini. Kemudian

pasien tersebut akan ditanyai apakah bersedia

untuk ikut serta sebagai subyek. Untuk memperjelas

informasi, kandidat akan diberikan selebaran

mengenai garis besar penelitian ini yang ditulis

dalam bahasa yang bisa dimengerti khalayak umum.

Setelah itu apabila tertarik, pasien akan dimintai

persetujuannya dengan menandatangani surat

persetujan yang menyatakan bahwa pasien telah

dijelaskan dan paham mengenai penelitian ini dan

bersedia mengikutinya.

Subyek berhak menarik diri dari penelitian

kapan saja dan keterlibatan subyek dalam

penelitian ini mutlak bersifat sukarela, oleh

karena itu subyek juga tidak mendapat kompensasi

apapun dalam bentuk materi.

Page 34: 82308513

b. Pelaksanaan penelitian

Mula- mula sebelum injeksi intravitreal

pasien dengan RD diukur tekanan intraokularnya

dengan menggunakan CT-80 atau tonometri non kontak

oleh perawat setempat. Lalu setelah injeksi,

kurang lebih 5menit dilakukan kita kembali

mengukur tekanan intraoukular pasien. Setelah

didapat hasilnya lalu data kita catat pada status

pasien dan kita analasis setelah mencapai target

jumlah yang kita inginkan.

III.III.III.III. 9999. Analisis Data. Analisis Data. Analisis Data. Analisis Data

Data hasil rerata pengukuran TIO pre injeksi dan TIO

post injeksi dibandingkan dengan menggunakan student

’t-test.

Page 35: 82308513

III. 10. Kerangka PenelitianIII. 10. Kerangka PenelitianIII. 10. Kerangka PenelitianIII. 10. Kerangka Penelitian

Retinopati Diabetika

Pemeriksaan TIO dengan tonometri

Injeksi bevacizumab intravitreal 1,25mg

Pemeriksaan TIO sesaat setelah injeksi

Perbedaan rerata TIO sebelum dan segera setelah

injeksi

Dihitung menggunakan Paired T-test

Kriteria inklusi Kriteria ekslusi

Page 36: 82308513

BAB IVBAB IVBAB IVBAB IV

HASIL DAN PEMBAHASANHASIL DAN PEMBAHASANHASIL DAN PEMBAHASANHASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini dilakukan terhadap 41 mata penderita

retinopati diabetika yang memenuhi kriteria penelitian.

Sampel adalah penderita yang akan dilakukan injeksi obat

bevacizumab intravitreal di RS Mata dr.Yap Yogyakarta dari

bulan Mei 2007 sampai dengan bulan september 2007.

Penderita retinopati diabetika yang diperiksa dan

memenuhi kriteria, sehingga diikutsertakan dalam

penelitian ini berjumlah 41 orang.

Dari hasil penelitian tersebut data yang diperoleh

dikumpulkan dan dicatat dalam tabel, kemudian data

dianalisis secara statitisk.

IV.1. Deskripsi DataIV.1. Deskripsi DataIV.1. Deskripsi DataIV.1. Deskripsi Data

Tabel 1. Karakteristik pasien

Karakteristik Jumlah Prosentase

Jenis Kelamin -Lakilaki - Perempuan

23 18

56,1%

43,9%

Lateralisasi - Mata Kanan - Mata Kiri

19

22

46,3% 53,7%

CSME 14 30,4%

Non-CSME 27 58,7%

Page 37: 82308513

Dari tabel diatas dapat kita lihat bahwa pasien laki –

laki (56,1%) lebih banyak dibandingkan dengan pasien

wanita (43,9%). Mata yang mendapatkan injeksi lebih banyak

pada mata kiri (53,7%) dibanding dengan mata kanan (46,3%).

Sedangkan pasien retinopati diabetik tanpa CSME (53,7%)

lebih banyak dibanding dengan pasien dengan CSME (30,4%).

Grafik 1. Distribusi pasien menurut umur

40 50 60

Umur

0%

5%

10%

15%

20%

Percent

Dari grafik diatas terlihat bahwa distribusi umur

terbanyak adalah pada usia 50 tahun sedangkan yang paling

sedikit pada usia 45 tahun.

Page 38: 82308513

IV.2.Perubahan tekanan intraokulerIV.2.Perubahan tekanan intraokulerIV.2.Perubahan tekanan intraokulerIV.2.Perubahan tekanan intraokuler

Tabel 2.Distribusi rerata tekanan intraokuler pre injeksi

dan post injeksi

Tabel diatas menunjukan rerata tekanan intraokuler

mean(±SD) sebelum dan setelah injeksi bevacizumab 1,25 mg

intravitreal. Pada saat pre injeksi rerata tekanan

intraokuler adalah 16,27 ±1,689, sedangkan setelah

bevacizumab di injeksikan (post injeksi) rerata tekanan

intraokuler adalah 20,22 ±4,234. Setelah dilakukan t’test

terhadap rerata tekanan intraokuler sebelum dan sesudah

injeksi didapatkan hasil yang tidak signifikan p=0,18 (p >

0,05). Dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan

yang signifikan terhadap rerata tekanan intraokuler pada

saat sebelum (TIO pre injeksi) dan sesudah (TIO post

injeksi) disuntikan bevacizumab intravitreal.

Dari perhitungan awal penelitian diasumsikan bahwa

perubahan kenaikan TIO pre injeksi dengan TIO post injeksi

yang dianggap bermakna jika terdapat perbedaan ≥ 5mmHg.

Hasil penelitian ini menunjukan perbedaaan rerata

Injeksi bevacizumab

intravitreal Nilai p Pre injeksi Post injeksi

Rerata TIO(±SD) 16,27±1,68 20,22±4,23 0,18 (dalam mmHg)

Page 39: 82308513

kenaikan TIO pre injeksi dengan TIO post injeksi sebesar

3,96mmHg. Hasil diatas membuktikan bahwa kenaikan

tersebut tidak bermakna secara klinis, sehingga dapat

disimpulkan bahwa injeksi bevacizumab intravitreal tidak

menimbulkan kenaikan TIO yang bermakna secara klinis. Hal

ini sejalan dengan hipotesis penulis yang menyatakan

adanya kenaikan tekanan intraokuler setelah injeksi

bevacizumab intravitreal pada pasien retinopati

diabetika, namun kenaikan tersebut tidak bermakna secara

klinis, sehingga obat penurun TIO tidak diperlukan.

Dari penelitian yang dilakukan oleh Prasad (2000)

dilaporkan bahwa rerata TIO pada onset maturitas diabetes

adalah 19,26mmHg yang mana lebih tinggi dibanding dengan

rerata pada populasi bukan penderita diabetes (orang

normal) yaitu sebesar 16,1mmHg. Dalam penelitian ini juga

dilaporkan bahwa rerata TIO pada mata diabetik tanpa

retinopati adalah 19,99mmHg, namun pada pasien retinopati

diabetik proliferatif didapatkan rerata TIO yang lebih

rendah yaitu 15,98mmHg. Penelitian ini juga melaporkan

bahwa penderita retinopati diabetik proliferatif memiliki

TIO yang rendah.

Ozkiris dan Erkilic (2005) pada penelitiannya

menemukan adanya peningkatan TIO yang signifikan secara

statistik pada 1,3,6 bulan setelah injeksi obat

Page 40: 82308513

intravitreal. Adanya peningkatan TIO setelah injeksi

intravitreal dilakukan oleh dkk Jonas dkk (2005), dalam

penelitianya menemukan adanya peningkatan TIO pada 1

minggu setelah injeksi dan berangsur – angsur turun seperti

semula setelah 8 – 9 bulan berikutnya. Penelitian yang

melibatkan 528 mata yang menerima injeksi tersebut

menyimpulkan 53,2% mengalami kenaikan TIO, 45% pasien

meningkat 5mmHg dan 14,2% pasien mengalami peningkatan

10mmHg.

Dalam penelitian lain dilaporkan bahwa dari 104

pasien yang mendapatkan injeksi bevacizumab intravitreal

(0,5mg) diukur TIOnya pada saat sebelum injeksi (pre

injeksi), lalu 2,5, dan 30 menit setelah injeksi. Hasilnya

diperoleh rerata 14mmHg saat preinjeksi, 36mmHg pada 2

menit, 25,7mmHg pada 3 menit, dan 15,5mmHg pada 30 menit

setelah injeksi. Dari hasil tersebut bisa disimpulkan

bahwa pasien yang mendapatkan injeksi bevacizumab

intravitreal mengalami perubahan (kenaikan) TIO

sementara, dan akan kembali dalam kisaran normal dalam 30

menit (Hollands, 2007)

Dari data umur, jenis kelamin, lateralisasi, serta

ada tidaknya CSME dilakukan uji statistik yang melihat

pengaruh terhadap rerata selisih TIO menggunakan regresi

inier multivariat. Hasil yang didapatkan ternyata

Page 41: 82308513

memiliki nilai p > 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa

faktor umur, jenis kelamin, lateralisasi, serta ada

tidaknya CSME tidak berpengaruh terhadap perubahan

(kenaikan) TIO pasien dengan retinopati diabetika. Hasil

ini mungkin dikarenakan jumlah sampel yang kurang.

IV.IV.IV.IV.3 Pengaruh sejumlah faktor3 Pengaruh sejumlah faktor3 Pengaruh sejumlah faktor3 Pengaruh sejumlah faktor

Tabel 3. Pengaruh karakteristik pasien terhadap rerata

selisih (perubahan) TIO

Sejumlah faktor diatas diuji secara statistik dengan

menggunakan independen t-test untuk mengetahui pengaruh

terhadap perubahan (kenaikan) TIO. Dari hasil diatas dapat

disimpulkan bahwa terdapat perubahan (kenaikan) TIO pada

laki - laki sebesar 5,65 ±4,51 dan wanita sebesar 4,16

±3,73. Dari data diatas juga dapat kita lihat nilai p

Karakteristik

Rerata Selisih TIO

Nilai p

Jenis Kelamin - Laki-laki - Perempuan

5,65±4,51

4,16±3,73

0,29

Lateralisasi - Mata Kanan - Mata Kiri

4,47±4,47 5,36±4,12

0,28

CSME 5,16±3,63

0,34 Non-CSME 4,88±4,36

Page 42: 82308513

selisih didapatkan p = 0,28 (p>0,05), sehingga dapat

disimpulkan bahwa jenis kelamin pasien tidak berpengaruh

terhadap kenaikan tekanan intraokuler.

Dari data yang didapatkan, pasien yang dinjeksi

bevacizumab dengan lateralisasi OD sejumlah 19 mata

sedangkan jumlah lateralisasi OS berjumlah 22 mata.

Setelah itu kita uji hubungan lateralisasi terhadap rerata

selisih TIO, dan didapatkan perubahan kenaikan TIO pada OD

dengan rerata 4,47±4,47; sedangkan pada OS dengan rerata

5,36±4,12; serta nilai p = 0,28 (p>0,05). Sehinggga dapat

disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara lateralisasi

dengan perubahan kenaikan TIO, namun perubahan tersebut

tidak bermakna secara klinis. Dengan kata lain

lateralisasi tidak berpengaruh terhadap perubahan

kenaikan TIO.

Tabel 3 menunjukan bahwa pasien retinopati diabetika

dengan CSME mengalami perubahan (kenaikan) TIO dengan

rerata sebesar 5,16±3,63; sedangkan pasien retinopati

diabetika tanpa CSME mengalami perubahan (kenaikan) TIO

dengan rerata sebesar 4,88±4,36. dari tabel diatas dapat

kita lihat nilai p adalah 0,34 (p>0,05) sehingga perubahan

tersebut tidak bermakna secara klinis, sehingga dapat kita

simpulkan bahwa perubahan (kenaikan) TIO tidak

dipengaruhi oleh ada tidaknya CSME.

Page 43: 82308513

Sebuah studi kontrol mengenai hubungan antara umur

dengan kenaikan TIO melaporkan bahwa wanita memiliki

rerata TIO yang lebih tinggi dibandingkan dengan pria,

namun pada penelitian lainnya gagal membandingkan

hubungan antara keduanya.

Dalam sebuah penelitian dilaporkan bahawa TIO

meningkat sejalan dengan bertambahnya usia. Usia lebih

dari 40 tahun memiliki faktor risiko yang lebih tinggi

terkena hipertensi okuler.

Faktor – faktor yang mungkin dapat mempengaruhi yang

tidak dapat dijelaskan oleh analisis diatas antara lain

tekanan darah, diabetes melitus, glaukoma, katarak dan

proses inflamasi (Netland et al., 2001). Seperti pada

penelitian yang dilakukan oleh West et al.(1988) bahwa

kenaikan TIO disebabkan oleh banyak faktor, tetapi

penurunan fasilitasi aliran keluar merupakan penyebab

paling pokok. Adanya peradangan menimbulkan flare dan sel

akan menghambat aliran humor akuos dan mengakibatkan

peningkatan TIO pasca bedah.

Pada kondisi glaukoma, katarak, penderita diabetes

melitus kadar Transforming Growth Factor β (TGF β) pada

humor akuos meningkat. Telah diketahui bahwa TGF β bekerja

pada proses proliferasi, migrasi, diferensiasi, apoptosis

sel dan akumulasi matriks ekstra seluler pada anyaman

Page 44: 82308513

trabekulum (Ralph et al., 1987). Penumpukan matriks ekrta

sel pada lapisan kribiformis menyebabkan peningkatan

resistensi aliran keluar humor akuos yang pada akhirnya

akan mengakibatkan peningkatan TIO.

Hal diatas telah dibuktikan oleh banyak

penelitian. Seperti pada penelitian yang dilakukan oleh

Tripathi dkk (1994) yang hasilnya adalah TGF β pada humor

akuos mata glaukomatous lebih tinggi dibandingkan mata

normal. Kadar TGF β tidak dipengaruhi oleh umur dan

konsentrasi protein dalam humor akuos. Dari hasil

penelitian yang lain didapatkan bahwa kadar TGF β pada

humor akuos mata normal berbeda pada masing – masing

populasi.

Page 45: 82308513

BAB VBAB VBAB VBAB V

KESIMPULAN DAN SARANKESIMPULAN DAN SARANKESIMPULAN DAN SARANKESIMPULAN DAN SARAN

Pengukuran tekanan intraokuler dilakukan sebelum

injeksi dan didapatkan rerata 16,27mmHg dan sesaat setelah

injeksi diukur kembali dan diperoleh rerata 20,22mmHg

dengan nlai p=0,18(p>0,05). Peningkatan tekanan

intraokuler dengan rerata sebesar 3,39mmHg diperoleh dari

selisih rerata pre injeksi dan post injeksi. Kenaikan

tersebut tidak bermakna secara statistik maupun secara

klinis.

Sejumlah faktor yang tidak terdapat dalam data

tersebut bisa mengganggu hasil penelitian, maka dari itu

disarankan agar pada penelitian selanjutnya data – data

yang mencakup faktor tersebut harus dicari lalu diuji

secara statistik. Perlu juga diperhatikan jumlah

kelengkapan data pasien, agar hasil yang di dapatkan tidak

bias dan dapat mewakili populasi dalam masyarakat.

Dalam penelitian ini jeda waktu pemberian injeksi

tidak di perhitungkan, sehingga perkiraan waktu penurunan

TIO tidak bisa diukur secara tepat. Sebaiknya dalam

penelitian selanjutnya perlu dicantumkan data jeda waktu

pemberian injeksi yang merupakan salah satu faktor yang

mempengaruhi penurunan TIO.

Page 46: 82308513

DAFTAR PUSTAKADAFTAR PUSTAKADAFTAR PUSTAKADAFTAR PUSTAKA

Adam, J.M.H., Sampelan, M.J. 1984. Retinopati Diabetika pada Penderita Diabetes Melitus, dalam : Kumpulan Makalah Kongres Nasional V PERDAMI. Yogyakarta.

Agni, A.N., Sudarto, A.N. 2005. Perbedaan Prevalensi Retinopati Diabetika di Perkotaan dan Pedesaan Propinsi DIY. Bagian Ilmu Penyakit Mata. Yogyakarta: FK UGM.

Aiello, L.P., Avery, R.L., Arrigg, P.G. 1994. Vascular Endothelial Growth Factor In Ocular Fluid of Patients with Diabetic Retinopathy and Other Retinal Disorders. N Engl J Med. 331:1480-7. Cit Aiello, L.P. 2005. Angiogenic Pathways In Diabetic Retinopathy.

Aiello, L.P. 2005. Angiogenic Pathways in Diabetic Retinopathy. N Engl J Med. 353 (8): 839-841.

Aiello, L.P., Cahill, M.T., Wong, J.S.2001. Systemic Considerations in The Management of Diabetic Retinopathy. N Engl J Med. 353(8): 839-841.

American academic of Ophthalmology Staff, 2003-2004. Basic and Clinical Science Course, Section 12. Retina and Vitreus: Aquired Disease Affecting the Makula. San Fransisco: The Foundation of the American Academy of Ophthalmology.

Bakri, S.J., et al.2007. Immediate intraocular pressure changes following intravitreal injections of triamcinolone, pegaptanib, and bevacizumab.USA : Mayoclinic, Department of Ophthalmology.

Benson, W.E., Tasman, W., Duane, T.D. 1987. Diabetic Retinopathy. Dalam: Duane, Visnawath, K., Mc Gravin, D.D.M., 2003. Diabetic Retinopathy: Clinical Findings and Management. Community Eye Health Vol 16 No. 46.

Budhiastra, P., dan Suhendro, G. 1998. Pemakaian Bantal Tekan Mata Modifikasi Sidarta Sebelum Ekstraksi Katarak di RSUP DR Soetomo Surabaya, dalam Kumpulan Makalah Kongres Nasional VI PERDAMI, hal. 505-17. Semarang.

Budihardjo. 2002. Glaukoma Dalam Ilmu Penyakit Mata. Yogyakarta: Laboratorium Ilmu Penyakit Mata FK UGM.

Centers for Disease Control and Prevention, 1996. Blindness Caused By Diabetes: Massachusetts, 1987-1994. MMWR.45:937-941.

Diabetes Control and Complications Trial Research Group. 1993. The Effect of Intensive Treatment of Diabetes on the Development and Progression of Long- Term

Page 47: 82308513

Complications in Insulin-dependent Diabetes Melitus. N Eng J Med. 329: 977-986.

Diabetic Retinopathy Study (DRS) Research Group 1997. Indications for Photocoagulation in Diabetic Retinopathy. DRS report No. 14. Int Ophthalmol Clin.27:239-253.

Early Treatment Diabetic Retinopathy Study Research Group 1985. Photocoagulation for Diabetic Macular Edema: Early Treatment Diabetic Retinopathy Study Report No. 1. Arch Ophtslmol. 103: 1796-774.

Early Treatment Diabetic Retinopathy Study Research Group. 1987. Treatment Techniques and Clinical Guidelines for Photocoagulation of Diabetic Macular Edema: Early Treatment Diabetic Retinopathy Study Report No. 2. Ophthalmology. 94:761-774.

Epstein. 1986. Chandler & Grant’s Glaucoma, 3rd ed. Philadelphia: Lea & Febiger.

Falkenstein, et al.2007. Changes of intraocular pressure after intravitreal injection of bevacizumab.USA : University of California.

Friedenwald, J.S., & Becker, B. 1995. Aqueus Himor Dynamics. Arch. Ophthalmol, 54: 799-815.

Genentech BioOncology. 2004. Avastin™ (bevacizumab) full prescribing information. South San Francisco, CA: Genentech, Inc. Retrieved September 8, 2004, from http://www.gene. com/gene/products/information/pdf/avastinprescribing. pdf

Genentech, Inc. 2004. Starting therapy with bevacizumab: Information patients, families and caregivers need to know [Brochure]. South San Francisco, CA: Author. Available at http://www.avastin.com/avastin/resources/startingTherapyWithAvastin. pdf

Guyton, A.C., Hall, J.E. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC.

Hanever, W.H. 1978. Ocular Pharmacology, 4th.ed. London: The C.V. Mosby Company.

Husin, S. 1998. Pengaruh Alat Honan dan Carbonic Anhydrase Inhibitor Pada Tekanan Bola Mata, dalam Kumpulan Makalah Kongres Nasional VI PERDAMI, hal. 489-493. Semarang.

Hollands, H., Wong, J., Bruen, R., Campbell, R.J., Sharma, S., Galle, J.2007. Short-Term Intraocular Pressure Changes After Injection of Intravitreal Bevacizumab. Can J Ophthalmol. 42:807-11.

Page 48: 82308513

Jaffe, N.S. 1993. Cataract Surgery and Its Complications. St Louis: The C.V. Mosby Company.

Jonas, J.B., Akkoyun, I., Kreissig, I., Degenring, R.P.,2005. Diffuse Diabetic Macular Edema by IVTA: a Comparative Non Randomised Study. Br J. Ophthalmol. 89:321-326.

Kanski, J.J., 2003. Clinical Ophthalmology. Philadelphia: Elsevier Science.

Kauffman, P.L. 1986. Aqueus Humor Dinamics, dalam T.D. Duane and E.A. Jaeger (eds): Clinical Ophthalmology, vol. III, rev.ed., chap.45. Philadelphia: Harper & Row Publisher.

Kolker, A.E., & Hetherington, J.J. 1976. Becker-Shaefer’s Diagnosis and Theraphy of the Glaucoma, 4th ed. Toronto: The CV Mosby Company.

Leung, D.W., Cachianes, G., Kuang, W.J., Goeddel, D.V., ferrara, N. 1989. Vascular Endothelial Growth Factor is a Secreted Angiogenic Mitogen. Science. 246:1306-9. Cit Aiello, L.P., 2005. Angiogenic Pahways in Diabetic Retinopathy. N Engl J Med. 353-8.

Lewis, R.L., Philips, C.D. 1996. Medical Therapy of Glaucoma dalam T.D. Duane & E.A. Jaeger (eds): Clinical Ophthalmology, Vol. III. Rev. ed., Chap.56. Calcuta: Harper & Row Publisher.

Macri, F.J. 1991. Vascular Pressure Relationships and the Intraocular Pressure. Arch. Ophthalmol. 65:571-4.

Manzano, R.P.A., Peyman, G.A., Khan, P., Kivilcim, M., 2006. Testing Intravitreal Toxicity of Bevacizumab (Avastin). Retina. 26:257-261.

Michaelson, I.C., Benezra, P. 1980. Textbook of the Fundus of The Eye, 3rd ed. London: Chronic Livingstone.

Michels, S., Rosenfeld, P.J., Puliafito, C.A. 2005. Systemic Bevacizumab (Avastin) Therapy for Neovascular Age-Related Macular Degeneration: Twelve Week Results of an Uncontrolled Open-Label Clinical Study.

Minckler, D.S., et al.1992. Glaukoma. Philadelphia, J.B. Lippincott.

Muehlbauer, P.M. (2003). Anti-angiogenesis in cancer therapy. Seminars in Oncology Nursing, 19(3), 180–192.

Netland, P et al.2001. Travoprost Compared with Latanoprost and Timolol in Patients with Open Angle Glaucoma or Ocular Hypertension. American J. of Ophthalmol. 132:472-484.

O’Malley, P.1990. Retina and Intraokular Tumors. In : Vughan, D., Asbury, T., Tabbara, K.F., F.A. : General

Page 49: 82308513

Ophthalmology. Pp: 165-170, 12th edition. Connecticut: Lange.

Oka, P.N. 1985. Dinamika Akuos Humor dan Tekanan Intraokuler, dalam J. Kadi, E.A. Gumansalangi dan W. Soewono (eds): Naskah Lengkap Diskusi Ilmiah Perdami X Glaukoma, hal. 1-3. Surabaya: Perdami.

Ozkiris,A., Erkilic, K.,2005. Complications of IVTA. Can J Ophthalmol, 40:63-68.

Prasad, V., N., Arora, V.,K.,1989. The intraocular pressure and diabetes-A correlative study. Dept. of Ophthalmology, B.R.D. Medical College, Gorakhpur - 273 013, India.

Ralph, A., Bradshaw, Steve, P.,1987. Ocogenes and GF Elsevier Science Publisher Amsterdam. New York: Oxford.

Rosenfeld, P.J., Fung, A.E., Puliafito, C.A. 2005. OCT Finding After an Intravitreal Injection of Bevacizumab for Macular Edema from Central Retinal Vein Occlusion. Ophthal surg Lasers Imaging. 36:336-339.

Rosiak, J., Sadowski, L.2004. Hipertension Associated with Bevacizumab.CJON. 407-411.

Seal, G.N. 2002. Textbook of Ophthalmology, 1st ed. Calcuta: Current Book International.

Spaide, R.F., Fisher, Y.L. 2006. Intravitreal Bevacizumab (Avastin) Treatment of Proliferative Diabetic Retinopathy Complicated with Vitreous Hemorrhage. Retina. 26:275-278.

Stur, M., Grabner, G., Spitzy, W.H., Schreiner, J., & Haddad, R. 1996. Effect of Timolol on Aqueus Humor Protein Concentration in Human Eye. Arch. Ophthalmol. 104: 899-900.

T.D., Jaeger, E.A. (editors). Clinical Ophthalmology, vol III, Chap 30, pp 1-24. Philadelphia:P Harper and Row Publisher.

UK Prospective Disease Prevalence Research Group, 1998. Intensive Blood-Glucose Control with Conventional Treatment and Risk of Complications in Patients with Type 2 Diabetes. UKDPS 33. Lancet 352:837-853.

Viswanath, K., Mc Gravin, D.D.M., 2003. Diabetic Retinopathy: Clinical Findings And Management.Community Eye Health Vol 16 No. 46.

Wei, Z.Y., Hu, S.X., Tang, N., Wu, J., Wang, J. 2004. Effect of Argon Laser Fotokoagulation on Diabetic Retinopathy. Ci Yi Jun Yi Da Xue Bao. 12:1313-1315.

Yam, J.C.S., Kwok, A.K.H. 2007. Update on the Treatment of Diabetic Retinopathy. Hongkong Med J. 13:46-60.