8 KAJIAN TEORI -...
-
Upload
truonghuong -
Category
Documents
-
view
225 -
download
0
Transcript of 8 KAJIAN TEORI -...
8
BAB II
KAJIAN TEORI
2.1 Kepemimpinan
2.1.1 Pengertian Kepemimpinan
Dalam suatu organisasi, peranan pemimpin dalam mencapai tujuan organisasi
cukup besar. Hal ini disebabkan karena pemimpinlah yang mengorganisasikan
seluruh kegiatan pencapaian tujuan organisasi. Dalam hal ini kemampuan
kepemimpinan seorang pemimpin dalam organisasi sangat menentukan kebijakan-
kebijakan yang akan diambil di dalam suatu organisasi.
Kepemimpinan telah didefinisikan dalam kaitannya dengan ciri-ciri
individual, perilaku, pengaruh terhadap orang lain, pola interaksi, hubungan peran,
tempatnya pada suatu posisi administratif, serta persepsi orang lain mengenai
keabsahan dari pengaruh.
Pengertian kepemimpinan dan manajemen seringkali disamakan oleh para
ahli, namun ada pula yang membedakan pengertian keduanya. Menurut Kotter (dalam
Robbins, 2006:51), berpendapat bahwa kepemimpinan berbeda dari manajemen.
Manajemen berkaitan dengan hal-hal untuk mengatasi kerumitan. Manajemen yang
baik dapat menghasilkan tata tertib dan konsistensi dengan menyusun rencana-
rencana formal, merancang struktur organisasi yang ketat dan memantau hasil lewat
pembandingan terhadap rencana yang telah ditetapkan sebelumnya. Kepemimpinan,
sebaliknya, berkaitan dengan hal-hal untuk mengatasi perubahan. Pemimpin
8
9
menetapkan arah dengan mengembangkan suatu visi terhadap masa depan, kemudian
mengkomunikasikannya kepada setiap orang dan mengilhami orang-orang tersebut
dalam menghadapi segala rintangan. Kotter menganggap, baik kepemimpinan yang
kuat maupun manajemen yang kuat merupakan faktor penting bagi optimalisasi
efektifitas organisasi.
Kepemimpinan menurut Ralph M. Stogdill (dalam Wahjosumidjo 1994:23)
didefinisikan sebagai sarana pencapaian tujuan yang dimaksudkan dalam hubungan
ini pemimpin merupakan seseorang yang memiliki suatu program dan yang
berperilaku secera bersama-sama dengan anggota-anggota kelompok dengan
mempergunakan cara atau gaya tertentu, sehingga kepemimpinan mempunyai
peranan sebagai kekuatan dinamik yang mendorong, memotivasi dan
mengkoordinasikan organisasi dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Siagian (1999:77) merumuskan kepemimpinan sebagai suatu kegiatan untuk
mempengaruhi perilaku orang-orang agar bekerja bersama-sama menuju suatu tujuan
tertentu yang mereka inginkan bersama. Dengan kata lain, kepemimpinan adalah
kemampuan mempengaruhi kelompok untuk mencapai tujuan kelompok tersebut.
Kepemimpinan adalah kemampuan untuk mempengaruhi suatu kelompok
untuk pencapaian tujuan. Bentuk pengaruh tersebut dapat secara formal seperti
tingkat manajerial pada suatu organisasi. Karena posisi manajemen terdiri atas
tingkatan yang biasanya menggambarkan otoritas, seorang individu bisa
mengasumsikan suatu peran kepemimpinan sebagai akibat dari posisi yang ia pegang
pada organisasi tersebut (Robbins, 2002:163). Hal tersebut diperkuat dengan
10
pernyataan Mas’ud (2004), yang menyatakan bahwa Kepemimpinan adalah proses
yang digunakan oleh pemimpin untuk mengarahkan organisasi dan pemberian contoh
perilaku terhadap para pengikut (anak buah).
Dari berbagai pendapat yang diuraikan diatas, dapat dijelaskan bahwa konsep
kepemimpinan melibatkan suatu proses mempengaruhi orang lain dan pelibatan orang
lain terhadap suatu proses dan atau keputusan akan suatu kebijakan yang akan
diambil, sehingga keputusan tersebut dapat dijalankan sesuai dengan keinginan
pemimpin.
2.1.2 Fungsi Kepemimpinan
Secara operasional dapat dibedakan 5 pokok fungsi kepemimpinan, yaitu
(Nawawi, 2003:74):
1. Fungsi Instruktif
Fungsi ini berlanggsung dan bersifat komunikasi satu arah. Dengan fungsi ini
seorang pemimpin berperan sebagai pengambil keputusan dan memberikan
perintah kepada bawahannya. Agar fungsi ini dapat dijalankan dengan baik,
maka perintah yang disampaikan harus jelas baik isi perintah maupun dari
segi bahasa harus sesuai dengan tingkat kemampuan orang yang menerima.
2. Fungsi Konsultatif
Dalam fungsi ini, seorang pimpinan merupakan wadah bagi bawahannya
untuk membicarakan masalah-masalah yang ada pada suatu organisasi /
instansi. Pimpinan dianggap sebagai orang yang mampu menyelesaikan suatu
11
masalah. Sehingganya diharapkan dengan menjalankan fungsi ini, keputusan-
keputusan pimpinan akan mendapat dukungan dan lebih mudah
menginstruksikannya sehingga kepemimpinan dapat berlangsung secara
efektif. Dalam menjalankan fungsi ini seorang kepala sekolah diharapkan
mampu mengarahkan dan memberikan kesempatan kepada guru dan staf
sekolah untuk menyampaikan saran dan pendapat agar apa yang diperintahkan
dapat dijalankan dengan baik.
3. Fungsi Partisipasi
Pemimpin merupakan seseorang yang mempunyai pengaruh dalam suatu
organisasi / instansi. Dalam melaksanakan suatu kegiatan, partisipasi dari
seorang pemimpin adalah hal yang sangat penting karena dapat memberikan
motivasi atau semangat kerja bagi para bawahaannya. Agar fungsi ini dapat
dijalankan dengan baik, maka kepala sekolah harus ikut serta dalam proses
pelaksanaan tugas yang telah diberikan. Sehingga guru dan staf sekolah lebih
termotivasi untuk menyelesaikan tugas yang telah diberikan dengan baik.
4. Fungsi Delegasi
Dalam menyelesaikan tugas, seorang pemimpin tentunya tidak dapat
menyelesaikan tugasnya sendiri, hal ini disebabkan karena banyaknya tugas
yang harus diselesaikan. Untuk itu pemimpin hendaknya dapat memberikan
pelimpahan wewenang, memberikan kepercayaan kepada bawahaannya yang
dianggap mampu untuk menyelesaikan tugas yang diberikan, agar dapat
berjalan secara efektif dan efisien. Agar fungsi ini dapat dijalankan dengan
12
baik, maka kepala sekolah harus bersedia memberikan tanggung
jawab/kepercayaan kepada wakil kepala sekolah yang memiliki kemampuan
dan kemauan untuk menjalankan tugas yang diberikan.
5. Fungsi Pengendalian
Fungsi ini menjelaskan peran seorang pemimpin sebagai pengendali
merupakan pemimpin yang mampu mengatur aktifitas anggotanya secara
terarah dan dalam kondisi yang efektif. Seorang pemimpin diharapkan dapat
menyelesaikan segala masalah dan kesalahan yang di lakukan. Fungsi
pengendalian di lakukan dengan cara mencegah anggota berpikir dan berbuat
sesuatu yang dapat merugikan organisasi atau instansi. Untuk menjalankan
fungsi ini, kepala sekolah berperan sebagai motivator bagi guru dan staf
sekolah dalam pelaksanaan tugas dan pekerjaan baik individu maupun kolektif
dengan senantiasa memberikan pengarahan dan dorongan dalam melakukan
perkerjaan tersebut.
Menurut Darwito (dalam Alimuddin, 2002:35), membagi tiga jenis fungsi
Pemimpin yaitu:
1. Fungsi Interpersonal (The Interpersonal Roles)
Fungsi ini dapat ditingkatkan melalui jabatan formal yang dimiliki oleh seorang
pemimpin dan antara pemimpin dengan orang lain. Fungsi interpersonal terbagi
menjadi 3 (tiga), yaitu :
13
a. Sebagai Simbol Organisasi (Figurehead). Kegiatan yang dilakukan dalam
menjalankan fungsi sebagai simbol organisasi umumnya bersifat resmi,
seperti menjamu makan siang pelanggan.
b. Sebagai Pemimpin (Leader). Seorang pemimpin menjalankan fungsinya
dengan menggunakan pengaruhnya untuk memotivasi dan mendorong
karyawannya untuk mencapai tujuan organisasi.
c. Sebagai Penghubung (Liaison). Seorang pemimpin juga berfungsi sebagai
penghubung dengan orang diluar lingkungannya, disamping ia juga harus
dapat berfungsi sebagai penghubung antara manajer dalam berbagai level
dengan bawahannya.
2. Fungsi Informasional (The Informational Roles)
Seringkali pemimpin harus menghabiskan banyak waktu dalam urusan menerima
dan menyebarkan informasi. Fungsi Informasional terbagi atas:.
a. Sebagai Pengawas (Monitor). Untuk mendapatkan informasi yang valid,
pemimpin harus melakukan pengamatan dan pemeriksaan secara kontinyu
terhadap lingkungannya, yakni terhadap bawahan, atasan, dan selalu menjalin
hubungan dengan pihak luar.
b. Sebagai Penyebar (Disseminator). Pemimpin juga harus mampu menyebarkan
informasi kepada pihak-pihak yang memerlukannya.
c. Sebagai Juru Bicara (Spokesperson). Sebagai juru bicara, pemimpin berfungsi
untuk menyediakan informasi bagi pihak luar.
3. Fungsi Pembuat Keputusan (The Decisional Roles)
14
Ada empat fungsi pemimpin yang berkaitan dengan keputusan, yaitu:
a. Sebagai Pengusaha (Entrepreneurial). Pemimpin harus mampu memprakarsai
pengembangan proyek dan menyusun sumber daya yang diperlukan. Oleh
karena itu pemimpin harus memiliki sikap proaktif.
b. Sebagai Penghalau Gangguan (Disturbance Handler). Pemimpin sebagai
penghalau gangguan harus bersikap reaktif terhadap masalah dan tekanan
situasi.
c. Sebagai Pembagi Sumber Dana (Resource Allocator). Disini pemimpin harus
dapat memutuskan kemana saja sumber dana akan didistribusikan ke bagian-
bagian dari organisasinya. Sumber dana ini mencakup uang, waktu,
perbekalan, tenaga kerja dan reputasi.
d. Sebagai Pelaku Negosiasi (Negotiator). Seorang pemimpin harus mampu
melakukan negosiasi pada setiap tingkatan, baik dengan bawahan, atasan
maupun pihak luar.
2.1.3 Gaya Kepemimpinan
Locander et al. (dalam Mariam, 2009:56) menjelaskan bahwa kepemimpinan
mengandung makna pemimpin mempengaruhi yang dipimpin tapi hubungan antara
pemimpin dengan yang dipimpin bersifat saling menguntungkan kedua belah pihak.
Lok (2001) memandang kepemimpinan sebagai sebuah proses mempengaruhi
aktivitas suatu organisasi dalam upaya menetapkan dan mencapai tujuan.
15
Tiga implikasi penting yang terkandung dalam proses mengarahkan dan
mempengaruhi aktifitas-aktifitas dalam hal ini yaitu:
1. Kepemimpinan itu melibatkan orang lain baik itu bawahan maupun pengikut.
2. Kepeminpinan melibatkan pendistribusian kekuasaan antara pemimpin dan
anggota kelompok secara seimbang, karena anggota kelompok bukanlah tanpa
daya.
3. Adanya kemampuan untuk menggunakan bentuk kekuasaan yang berbeda
untuk mempengaruhi tingkah laku pengikutnya melalui berbagai cara.
Terdapat perbedaan pandangan dalam penyusunan batasan-batasan dalam
perumusan gaya Kepemimpinan, seperti yang diungkapkan (Mariam, 2009:26),
menyatakan bahwa gaya kepemimpinan merupakan norma perilaku yang
dipergunakan oleh seseorang pada saat mencoba mempengaruhi perilaku orang lain
atau bawahan. Pemimpin tidak dapat menggunakan gaya kepemimpinan yang sama
dalam memimpin bawahannya, namun harus disesuaikan dengan karakter-karakter
tingkat kemampuan dalam tugas setiap bawahannya. Menurut House (dalam
Darwito,2008:41), menyatakan bahwa Perilaku pemimpin memberikan motivasi
sampai tingkat (1) mengurangi halangan jalan yang mengganggu pencapaian tujuan,
(2) memberikan panduan dan dukungan yang dibutuhkan oleh para karyawan, dan (3)
mengaitkan penghargaan yang berarti terhadap pencapaian tujuan.
Mariam (2009) membatasi gaya kepemimpinan dalam 2 hal yakni konsep
transaksional (transactiona leadership) dan transformasional (transformational
leadership), yang dapat diuraikan dengan (Mariam, 2009:27):
16
1. Kepemimpinan Transformasional
Kepemimpinan transformasional (transformational leadership)
berdasarkan prinsip pengembangan bawahan (follower development). Pemimpin
transformasional mengevaluasi kemampuan dan potensi masing-masing bawahan
untuk menjalankan suatu tugas/pekerjaan, sekaligus melihat kemungkinan untuk
memperluas tanggung jawab dan kewenangan bawahan di masa mendatang.
Humphreys (2002) menegaskan bahwa hubungan antara atasan dengan
bawahan dalam konteks kepemimpinan transformasional lebih dari sekedar
pertukaran “komoditas” (pertukaran imbalan secara ekonomis), tapi sudah
menyentuh sistem nilai (value system). Pemimpin transformasional mampu
menyatukan seluruh bawahannya dan mampu mengubah keyakinan, sikap, dan
tujuan pribadi masing-masing bawahan demi mencapai tujuan, bahkan melampaui
tujuan yang ditetapkan.
2. Kepemimpinan Transaksional
Kepemimpinan transaksional (transactional leadership) mendasarkan diri
pada prinsip transaksi atau pertukaran antara pemimpin dengan bawahan.
Pemimpin memberikan imbalan atau penghargaan tertentu (misalnya, bonus)
kepada bawahan jika bawahan mampu memenuhi harapan pemimpin (misalnya,
kinerja karyawan tinggi). Di sisi lain, bawahan berupaya memenuhi harapan
pemimpin disamping untuk memperoleh imbalan atau penghargaan, juga untuk
menghindarkan diri dari sanksi atau hukuman.
17
Waldman et.al. (dalam Mariam, 2009:34) mengemukakan bahwa
kepemimpinan transaksional “beroperasi” pada sistem atau budaya yang sudah
ada (existing) dan tujuannya adalah memperkuat strategi, sistem, atau budaya
yang sudah ada, bukan bermaksud untuk mengubahnya. Oleh sebab itu,
pemimpin transaksional selain berusaha memuaskan kebutuhan bawahan untuk
“membeli” performa, juga memusatkan perhatian pada penyimpangan, kesalahan,
atau kekeliruan bawahan dan berupaya melakukan tindakan korektif.
Terdapat 5 (lima) gaya Kepemimpinan yang digunakan sebagai instrumen
dalam penelitian ini yakni (Robert; dan Kinicki, Angelo, 2005:67):
1. Gaya Direktif
Dimana pemimpin memberitahukan kepada bawahan apa yang diharapkan
dari mereka, memberitahukan jadwal kerja yang harus diselesaikan dan standar kerja,
serta memberikan bimbingan secara spesifik tentang cara-cara menyelesaikan tugas
tersebut, termasuk di dalamnya aspek perencanaan, organisasi, koordinasi dan
pengawasan.
Karakteristik pribadi bawahan mempengaruhi gaya kepemimpinan yang
efektif. Jika bawahan merasa mempunyai kemampuan yang tidak baik,
kepemimpinan instrumental (direktif) akan lebih sesuai. Sebaliknya apabila bawahan
merasa mempunyai kemampuan yang baik, gaya direktif akan dirasakan berlebihan,
bawahan akan cenderung memusuhi (Mamduh, 1997)
2. Gaya Supportif
18
Gaya kepemimpinan yang menunjukkan keramahan seorang pemimpin,
mudah ditemui daan menunjukkan sikap memperhatikan bawahannya (Yukl
1989:251). Mamduh (1997) menyatakan jika manajer ingin meningkatkan kesatuan
dan kekompakan kelompok digunakan gaya kepemimpinan supportif. Jika bawahan
tidak memperoleh kepuasan sosial dari kelompok gaya kepemimpinan supportif
menjadi begitu penting.
Kepemimpinan gaya supportif, menggambarkan situasi dimana pegawai yang
memiliki kebutuhan tinggi untuk berkembang mengerjakan tugas-tugas yang mudah,
sederhana, dan rutin. Individu seperti ini mengharapkan pekerjaan sebagai sumber
pemuasan kebutuhan, tetapi kebutuhan mereka tidak terpenuhi. Reaksi yang mungkin
timbul adalah perasaan kecewa dan frustasi (Darwito, 2008:43).
3. Gaya Partisipatif
Gaya kepemimpinan dimana mengharapkan saran-saran dan ide mereka
sebelum mengambil suatu keputusan (Yukl 1989:277). Apabila bawahan merasa
mempunyai kemampuan yang baik, gaya kepemimpinan direktif akan dirasa
berlebihan, bawahan akan cenderung memusuhi, sehingga gaya kepemimpinan
partisipatif lebih sesuai. Jika bawahan mempunyai locus of control yang tinggi, ia
merasa jalan hidupnya lebih banyak dikendalikan oleh dirinya bukan oleh faktor luar
seperti takdir, gaya kepemimpinan yang partisipatif lebih sesuai (Mamduh dalam
Darwito, 2008:42)
19
4. Gaya Orientasi Prestasi
Gaya kepemimpinan dimana pemimpin menetapkan tujuan yang menantang
dan mengharapkan bawahan untuk berprestasi semaksimal mungkin serta terus
menerus mencari pengembangan prestasi dalam pencapaian tujuan tersebut. Dalam
gaya kepemimpinan ini, tingkah laku individu didorong oleh need for achievement
atau kebutuhan untuk berprestasi (Yukl:1989).
Darwito (2008:44) menambahkan Kepemimpinan yang berorientasi kepada
prestasi (achievement) dihipotesakan akan meningkatkan usaha dan kepuasan bila
pekerjaan tersebut tidak tersetruktur (misalnya kompleks dan tidak diulang-ulang)
dengan meningkatkan rasa percaya diri dan harapan akan menyelesaikan sebuah
tugas dan tujuan yang menantang. Kepuasan kerja lebih tinggi diperoleh apabila telah
melaksanakan prestasi kerja yang baik.
5. Gaya Pengasuh
Dalam kepemimpinan gaya pengasuh, sikap yang mungkin tepat adalah
campur tangan minim dari pimpinan. Dimana pemimpin hanya memantau kinerja
tetapi tidak mengawasi pegawai secara aktif. Tidak dibutuhkan banyak interaksi
antara pimpinan dengan pegawai sepanjang kinerja pegawai tidak menurun. Pimpinan
merasa lebih tepat untuk tidak campur tangan dengan tugas-tugas pegawai (Griffin,
1980 dalam Yukl, 1989).
20
2.2 Konsep Kinerja
2.2.1 Pengertian Kinerja
Kinerja menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah sesuatu yang hendak
dicapai, prestasi yang diperlihatkan dan kemampuan kerja. Kinerja dipergunakan
manajemen untuk melakukan penilaian secara periodik mengenai efektivitas
operasional suatu oganisasi dan karyawan berdasarkan sasaran, standar dan kriteria
yang telah ditetapkan sebelumnya. Dengan kinerja, organisasi dan manajemen dapat
mengetahui sejauh mana keberhasilan dan kegagalan karyawannya dalam
menjalankan amanah yang diterima.
Membahas mengenai masalah kinerja tentu tidak terlepas dari proses, hasil
dan daya guna. Dalam hal ini kinerja (prestasi kerja) merupakan hasil kerja secara
kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan
tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Banyak faktor
yang mempengaruhi keberhasilan kinerja, seperti lingkungan kerja, kelengkapan
kerja, budaya kerja, motivasi, kemampuan pegawai, struktur organisasi,
kepemimpinan dan sebagainya. Sehubungan dengan hal tersebut, untuk mengkaji
kinerja tidak lepas dari beberapa teori yang berhubungan dengan kinerja sebagaimana
diuraikan berikut ini.
Menurut Rue dan Byars yang disunting Hamid dan Malian (2004:45)
mengemukakan bahwa : “ kinerja dapat didefinisikan sebagai pencapaian hasil atau
”the degree of accomplishment” tingkat pencapaian organisasi. Selanjutnya, hasil
kerja seseorang dapat dinilai dengan standar yang telah ditentukan, sehingga akan
21
dapat diketahui sejauhmana tingkat kinerjanya dengan membandingkan antara hasil
yang dicapai dengan standar yang ada.”
Sementara itu kinerja menurut Prawirosentono (1999:2): “ Kinerja merupakan
hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang dalam suatu
organisasi, sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing dalam
rangka upaya mencapai tujuan berkaitan kuat terhadap tujuantujuan strategik
organisasi.”
Menurut Robbins (2006:218) adalah sebagai fungsi dari interaksi antara
kemampuan (ability), motivasi (motivation) dan keinginan (obsetion). Selanjutnya
Robbins (1998: 21) memberikan arti kinerja adalah tingkat pencapaian tujuan. Dalam
konteks penelitian yang akan dilakukan, maka pengertian analisis kinerja merupakan
proses pengumpulan informasi tentang bagaimana tingkat kemampuan pencapaian
hasil kerja yang dilakukan oleh pegawai staf Aministrasi Fakultas Tarbiyah IAIN
SULTAN AMAI Gorontalo dalam melaksanakan tugas-tugasnya sesuai dengan
program yang dijalankan institusi sehingga tujuan organisasi tersebut akan tercapai.
Tercapainya tujuan lembaga merupakan salah satu wujud dari keberhasilan
sebuah lembaga dalam menjalankan tugas dan fungsinya. Tetapi keberhasilan
tersebut tidak dapat dilihat begitu saja, diperlukan penilaian terhadap kinerja lembaga
tersebut. Penilaian terhadap kinerja juga sering disebut dengan pengukuran kinerja,
dimana pengukuran tersebut dilakukan dengan menggunakan variabel-variabel yang
bergantung pada kompleksitas faktor-faktor yang membentuk kinerja tersebut.
22
2.2.2 Pengukuran Kinerja
Keban (1995) dalam Pernama (2000:14), mengatakan “ bahwa cakupan dan
cara mengukur indikator kinerja sangat menentukan apakah suatu lembaga publik
dapat dikatakan berhasil atau tidak berhasil kinerjanya. Lebih lanjut Keban
menjelaskan bahwa ketepatan pengukuran seperti cara atau metode pengumpulan data
untuk mengukur kinerja juga sangat menentukan penilaian akhir kinerja.”
Definisi pengukuran kinerja juga telah dikemukan oleh beberapa ahli seperti
Mahmudi (2005:7), mengatakan bahwa : “pengukuran kinerja merupakan suatu
proses penilaian pekerjaan terhadap pencapaian tujuan dan sasaran yang telah
ditentukan, termasuk informasi mengenai efisiensi penggunaan sumber daya dalam
menghasilkan barang dan jasa, kualitas barang dan jasa, perbandingan hasil kerja
kegiatan dengan target dan efektifitas tindakan dalam mencapai tujuan” Dalam hal
ini, Mahmudi (2005:7) menjelaskan bahwa dalam pengukuran kinerja perlu
ditentukan apakah yang menjadi tujuan penilaian tersebut, apakah pengukuran kinerja
tersebut untuk menilai hasil kerja (performance outcomes) ataukah menilai perilaku
personal (personality). Oleh karena itu pengukuran kinerja minimal mencakup tiga
variabel yang harus menjadi pertimbangan yaitu, perilaku (proses), output (produk
langsung suatu program) dan outcomes (dampak program).
Definisi-definisi pengukuran kinerja yang telah dikemukakan tersebut
menggambarkan dengan jelas bahwa yang dimaksud dengan pengukuran kinerja yaitu
sebuah proses kegiatan penilaian terhadap kinerja dengan variabel tertentu yang
sesuai dengan faktor-faktor yang membentuk kinerja tersebut untuk melihat apakah
23
tujuan dari lembaga tersebut telah tercapai dengan baik atau belum. Tentunya
pegawai sebagai pelaku utama dalam menjalankan kegiatan lembaga tersebut perlu
juga dilakukan penilaian terhadap kinerjanya. Hal ini sejalan dengan pendapat yang
dikemukakan oleh Dharma (2005:15), bahwa penilaian/pengukuran kinerja pegawai
merupakan suatu kegiatan yang amat penting karena dapat digunakan sebagai ukuran
keberhasilan pegawai dalam menunjang keberhasilan lembaga dalam mencapai misi
sebuah lembaga. Lebih lanjut Dharma (2005:15) mengatakan bahwa pengukuran
kinerja pegawai:
1. Pengembangan, yaitu sebuah manfaat yang dapat digunakan untuk menentukan
siapa saja pegawai yang perlu ditraining dan dapat pula membantu mengevaluasi
hasil training. Selain itu juga dapat membantu pelaksanaan conseling antara
atasan dan bawahan sehingga dapat dicapai usaha-usaha pemecahan masalah
yang dihadapi pegawai.
2. Pemberian reward, yaitu dapat digunakan untuk memotivasi pegawai,
mengembangkan inisiatif, rasa tanggungjawab sehingga akan mendorong mereka
untuk meningkatkan kinerjanya.
3. Perencanaan sumber daya manusia yang dapat bermanfaat bagi pengembangan
keahlian dan ketrampilan serta perencanaan sumber daya manusia.
4. Kompensasi yang dapat bermanfaat untuk memberikan informasi yang
digunakan untuk menentukan apa yang harus diberikan kepada pegawai yang
tinggi atau yang rendah dan bagaimana prinsip pemberian kompensasi yang adil.
24
5. Komunikasi, dimana evaluasi yang dilakukan terhadap kinerja pegawai
merupakan dasar untuk komunikasi berkelanjutan antar atasan dan bawahan
menyangkut kinerja pegawai.”
Dessler (2000) dalam Keban (2004:196) juga mengatakan bahwa pengukuran
kinerja pegawai merupakan upaya sistimatis untuk membandingkan apa yang dicapai
seseorang dibandingkan dengan standar yang ada, dengan tujuan untuk mendorong
kinerja seseorang agar dapat berada di atas rata-rata. Begitu luasnya dampak yang
akan diperoleh dari dilakukannya penilaian terhadap kinerja pegawai, dan ini
tentunya menganjurkan kepada setiap lembaga atau organisasi pemerintah untuk
melakukan penilaian terhadap kinerja pegawainya.
2.2.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja Pegawai
Menurut Keban (2004:192) di Indonesia masih selalu dikaitkan dengan
pelaksanaan pekerjaan (sebagaimana yang tercantum dalam surat Edaran BKN
Nomor 02/SE/1980, tertanggal 11 Pebruari 1980) yang lebih menekankan penilaian
kinerja pada 7 unsur yaitu kesetiaan, prestasi, ketaatan, tangungjawab, kejujuran,
kerjasama dan prakarsa.
Menurut Swanson (dalam Keban, 2004:194) mengemukakan bahwa: “kinerja
pegawai secara individu dapat dilihat dari apakah misi dan tujuan pegawai sesuai
dengan misi lembaga, apakah pegawai menghadapi hambatan dalam bekerja dan
mencapai hasil, apakah pegawai mempunyai kemampuan mental, fisik, emosi dalam
bekerja, dan apakah mereka memiliki motivasi yang tinggi, pengetahuan, ketrampilan
25
dan pengalaman dalam bekerja” Sedangkan menurut Schuler dan Dowling (dalam
Keban, 2000:195) “kinerja seorang pegawai/ karyawan dapat dilihat dari: (1)
kuantitas kerja, (2) kualitas kerja, (3) kerjasama, (4) pengetahuan tentang kerja, (5)
kemandirian kerja, (6) kehadiran dan ketepatan waktu, (7) pengetahuan tentang
kebijakan dan tujuan organisasi, (8) inisiatif dan penyampaian ide-ide yang sehat, (9)
kemampuan supervisi dan teknik”.
Lebih lanjut Schuler dan Dowling (dalam Yazid, 2009:21), menjelaskan
indikator pengukuran diatas tergolong penilaian umum yang dapat digunakan kepada
setiap pegawai kecuali kemampuan melakukan supervisi. Menurut Dharma (2005:
101), menyatakan bahwa indikator yang digunakan untuk melakukan pengukuran
terhadap kinerja pegawai adalah (1) pemahaman pengetahuan, (2) keahlian, (3)
kepegawaian, (4) perilaku yang diperlukan untuk melaksanakan suatu pekerjaan
dengan baik.
2.3 Penelitian Terdahulu
No Nama Judul Hasil
1. Frecilia NandaMelvani (2012)
Pengaruh Gaya Kepemimpinandan Efektivitas Komunikasiterhadap Kinerja PegawaiBadan Promosi Dan PerizinanPenanaman Modal Daerah(Bp3md) Provinsi SumateraSelatan
Hipotesis pertama penelitian iniyang menyatakan bahwa Gayakepemimpinan berpengaruhsignifikan dan positif secaraparsial terhadap kinerja BP3MDProvinsi Sumatera Selatan dapatditerima. Berdasarkan hasilpengujian empiris variabel gayakepemimpinan memiliki nilaikoefisien sebesar 0.658 dengannilai t hitung 2.206 serta nilai
26
signifikansi 0.031.
2. Ricky Randhita(2009)
Pengaruh gaya kepemimpinanterhadap Kinerja pegawai dalamorganisasi Pemerintahankelurahan (kasus kelurahanciparigi, kecamatan bogor utara, kotabogor)
Penerapan gaya kepemimpinankonsultatif dan gayakepemimpinan partisipatif Lurahberpengaruh menghasilkankinerja pegawai tinggi. Disamping itu, pada kegiatan-kegiatan tertentu dan padapegawai-pegawai dengankarakteristik tertentu penerapangaya kepemimpinan direktif dangaya kepemimpinan delegatifjuga mampu menghasilkankinerja pegawai tinggi.
3. Yuniako (2008) Pengaruh Gaya KepemimpinanPartisipatif terhadap KinerjaPegawai melalui Motivasi kerja
variabel Gaya KepemimpinanPartisipatif (X) berpengaruhsecara signifikan terhadapMotivasi Kerja (Z) secaralangsung. Variabel MotivasiKerja (Z) mempunyai nilai t sig(0,001<0,005), sehingga dapatdisimpulkan bahwa variabelMotivasi Kerja (Z) berpengaruhsecara signifikan terhadapKinerja Pegawai (Z) secaralangsung.
4. Catur Retno
Wulandari (2006)
Pengaruh Gaya Kepemimpinandan Motivasi terhadap KinerjaKaryawan pada PT. ValburyAsia Futures Surabaya
Hasil penelitian menunjukkanbahwa Gaya Kepemimpinan danmotivasi kerja pegawai memilikipengaruh secara simultasn danparsial terdahap Kinerja Pegawaidengan masing masing nilai:hitung (62,663) > F tabel (3,19) atausignifikan (0,000) < (0,05),serta t hitung gaya kepemimpinan(x1) (7,656) > t tabel (2,000) atausignifikan (0,000) < (0,05),
27
dan nilai t hitung motivasi (x2)(7,142) > t tabel (2,000) atausignifikan (0,000) < (0,05).
Berdasarkan hasil dari penelitian-penelitian terdahulu diatas, maka dapat
dijelaskan bahwa sebagaian besar penelitian-penelitian yang telah dilakukan yang
berhubungan dengan Gaya Kepemimpinan dan Kinerja Pegawai, dimana kedua
variabel tersebut memiliki korelasi dan pengaruh yang signifikan antar variabel,
sehingga dapat digunakan sebagai acuan dalam penyusunan penelitian ini, selain itu
dapat pula mendukung hipotesis yang telah dirumuskan sebelumnya.
Untuk dapat mendukung penelitian yang dibuat maka peneliti mengambil satu
penelitian yang dianggap mendukung hasil penelitian ini, yang menggunakan metode
dan analisis penelitian yang sama. berdasarkan hasil penelitian diatas yang dapat
dijadikan acuan dalam penelitian ini adalah penelitian dari Randhita (2009) dengan
judul “Pengaruh gaya kepemimpinan terhadap Kinerja pegawai dalam organisasi
Pemerintahan kelurahan (kasus kelurahan ciparigi, kecamatan bogor utara, kota
bogor)”, dimana penelitian tersebut menggunakan analisis kuantitatif mengginakan
metode regresi sederhana dimana hasil pengujiannya uji F menjelaskan bahwa
variabel X (Gaya Kepemimpinan) memiliki pengaruh secara simultan (bersama-
sama) terhadap Kinerja Pegawai. Selain itu indikator-indikator yang dugunakan pada
penelitian tersebut hampir sama (delegatif dan direktif) dengan penelitian ini. Untuk
28
selanjutnya penelitian ini dalam pengujiannya lebih didukung oleh penelitian
Randhita (2009).
2.4 Kerangka Berpikir
Kepemimpinan adalah usaha suatu program pada saat terjadinya interaksi
melalui komunikasi dengan gaya tertentu yang memotivasi seseorang atau kelompok
dengaan pengaruh yang tidak memaksa untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Gaya kepemimpinan ditentukan oleh pemimpin itu sendiri, sehingga jika gaya
kepemimpinan yang diterapkan baik dan dapat memberikan arahan yang baik kepada
bawahan, maka akan timbul kepercayaan dan menciptakan motivasi kerja dalam diri
pegawai, sehingga semangat kerja pegawai meningkat yang juga mempengaruhi
kinerja pegawai kearah yang lebih baik (Fahmi, 2009:6).
Adapun batasan-batasan yang digunakan sebagai instrumen gaya
kepemimpinan dalam penelitian ini adalah (Kreitner, Kinicki, dan Angelo 2005:65):
1. Pemimpin Pengarah (Leader Directiveness)
2. Pemimpin Pendukung (Leader Supportiveness)
3. Pemimpin Peranserta (Participative Leadership)
4. Kepemimpinan Berorientasi Prestasi (Achievement-Oriented Leadership); dan
5. Gaya Pengasuh.
Menurut Darwito (2008:12), gaya kepemimpinan sangat baik
diimplementasikan untuk melakukan pembinaan-pembinaan pada pegawai dalam
upaya meningkatkan kinerja pegawai. Setiap pimpinan berkewajiban memberikan
29
perhatian yang sungguh-sungguh untuk membina, menggerakkan, mengarahkan
semua potensi karyawan dilingkungannya agar terwujud volume dan beban kerja
yang terarah pada tujuan (M. Thoha, 2001). Pimpinan perlu melakukan pembinaan
yang sungguh-sungguh terhadap karyawan agar dapat menimbulkan kepuasan dan
komitmen organisasi sehinga pada akhirnya dapat meningkatkan kinerja pegawai
yang tinggi (Darwito,2008: 18).
Lebih lanjut Menurut Ostroff (1992) dalam Darwito (2008:25), menambahkan
gaya dan sikap kepemimpinan adalah salah satu yang mempengaruhi kepuasan kerja,
dapat pula mempengaruhi komitmen organisasi dan kinerja karyawan. Tinggi
rendahnya kepuasan, komitmen dan kinerja tergantung dengan baik tidaknya gaya
dan sikap para atasan.
Menurut Alimuddin (2002), dalam organisasi formal kinerja karyawan secara
individual atau kelompok tergantung pada usaha mereka dan arah serta kompetensi
dan motivasi untuk menunjukkan performansi sesuai yang diharapkan untuk
mencapai sasaran berdasarkan posisi mereka di dalam sistem.
Kinerja karyawan mengacu pada mutu pekerjaan yang dilakukan oleh karyawan
didalam implementasi mereka melayani program sosial. Memfokuskan pada asumsi mutu
bahwa perilaku beberapa orang yang lain lebih pandai daripada yang lainnya dan dapat
diidentifikasi, digambarkan, dan terukur (Darwito, 2008:32).
Menurut Keban, (2000:195), menyatakan bahwa kinerja seorang pegawai/
karyawan dapat dilihat dari 9 elemen, dimana elemen-elemen tersebut digunakan
sebagai batasan instrumen dalam penelitian ini, yakni: (1) kuantitas kerja, (2) kualitas
30
kerja, (3) kerjasama, (4) pengetahuan tentang kerja, (5) kemandirian kerja, (6)
kehadiran dan ketepatan waktu, (7) pengetahuan tentang kebijakan dan tujuan
organisasi, (8) inisiatif dan penyampaian ide-ide yang sehat, (9) kemampuan
supervisi dan teknik.
Berdasarkan penjelasan diatas dapat dijelaskan bahwa Gaya Kepemimpinan
yang diterapkan pada suatu organisasi berhubungan erat dengan kinerja pegawai yang
terlibat dalam organisasi tersebut. Sehingga penulis menyusun kerangka pemikiran
dalam penelitian ini yang tergambar pada halaman berikut.
Gambar 3.1 Kerangka Pemikiran
KINERJA PEGAWAI ( Y ):
1. Kuantitas Kerja2. Kualitas Kerja3. Kerjasama4. Pengetahuan Kerja5. Kemandirian Kerja6. Kehadiran dan Ketepatan
waktu7. Pengetahuan Kebijakan
dan Tujuan Organisasi8. Inisiatif dan Ide Kerja9. Kemampuan teknik dan
Supervisi
(Keban, 2000:195)
GAYA KEPEMIMPINAN ( X ) :
a. Pemimpin Pengarah
(Leader Directiveness)
b. Pemimpin Pendukung
(Leader Supportiveness)
c. Pemimpin Peran-serta
(Participative Leadership)
d. Kepemimpinan Berorientasi
Prestasi (Achievement-
Oriented Leadership); dan
e. Gaya Pengasuh.
(Kreitner, et.al 2005:65)
31
2.5 Hipotesis Penelitian
Hipotesis adalah suatu perumusan sementara mengenai suatu hal yang dibuat
untuk menjelaskan hal itu dan juga dapat menuntun atau mengarakan penyelidikan
selanjutnya (Husein, 2003). Adapun yang menjadi hipotesis dalam penelitian ini
adalah: ”Terdapat pengaruh yang signifikan antara Gaya Kepemimpinan terhadap
Kinerja pegawai pada Staf Fakultas Tarbiyah IAIN SULTAN AMAI Gorontalo.”