8-10
-
Upload
farel-isbister-stewart-gurning -
Category
Documents
-
view
224 -
download
8
description
Transcript of 8-10
-
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Bakso
Bakso tersedia dalam beragam jenis masakan. Bakso yang digunakan
harus bebas dari sentuhan bahan-bahan kimia berbahaya. Meskipun bakso sangat
memasyarakat, nyatanya pengetahuan masyarakat mengenai bakso yang aman dan
baik untuk dikonsumsi masih kurang. Bakso yang mengandung boraks atau
formalin masih banyak beredar dan tetap dikonsumsi. Asupan boraks sangat
merugikan kesehatan. Bakso merupakan produk gel dari protein daging, baik
daging sapi, ayam, ikan maupun udang. Selain protein hewani, aneka daging itu
juga mengandung zat-zat gizi lainnya, termasuk asam amino esensial yang penting
bagi tubuh. Karena itu, bakso mestinya dapat menjadi pemenuh kebutuhan
masyarakat akan protein (Cahyadi, 2006).
Bakso adalah jenis bola daging yang paling lazim dalam masakan
Indonesia. Bakso umumnya dibuat dari campuran daging sapi giling dan tepung
tapioka, akan tetapi ada juga bakso yang terbuat dari daging ayam, ikan, atau
udang. Dalam penyajiannya, bakso umumnya disajikan panas-panas dengan kuah
kaldu sapi bening, dicampur mi, bihun, taoge, tahu, terkadang telur, ditaburi
bawang goreng dan seledri. Bakso sangat populer dan dapat ditemukan di seluruh
Indonesia, dari gerobak pedagang kaki lima hingga restoran. Berbagai jenis bakso
sekarang banyak di tawarkan dalam bentuk makanan beku yang dijual di pasar
Universitas Sumatera Utara
-
swalayan dan mall-mall. Irisan bakso dapat juga dijadikan pelengkap jenis
makanan lain seperti mi goreng, nasi goreng, atau cap cai (Anonim, 2011).
Dalam pembuatan bakso perlu ditambahkan tepung tapioca dan bumbu
lainnya. Selain itu, sering pula ditambahkan pengenyal. Pengenyal yang aman dan
diperbolehkan adalah Sodium Tripoli Fosfat (STF). Selain sebagai pengenyal,
Sodium Tripoli Fosfat juga berfungsi sebagai pengemulsi sehingga adonan dapat
bercampur dengan lebih rata. Namun demikian, kebanyakan bakso yang berharga
murah tidak menggunakan STF sebagai pengenyal, melainkan memilih
menggunakan obat bakso. Perlu diingat bahwa obat bakso mengandung boraks,
yang sebenarnya merupakan pengawet mayat. Ciri-ciri bakso yang mengandung
boraks sebagai pengenyal dan pengawet adalah lebih kenyal jika dibandingkan
dengan bakso yang menggunakan STF sebagai pengenyal. Itu sebabnya bakso
yang mengandung boraks bila digigit akan kembali kebentuk semula (Yuliarti,
2007).
2.1.1 Cara Pembuatan Bakso
Bakso merupakan makanan yang sangat populer di kalangan masyarakat.
Hampir di setiap tempat dapat dijumpai produk ini. Di pasar-pasar, di pinggir
jalan, di pondokan, pedagang keliling sampai di pasar swalayan. Bakso yang biasa
kita kenal dikelompokkan menjadi bakso daging, bakso urat, dan bakso aci. Bakso
daging dibuat dari daging yang sedikit mengandung urat, misalnya daging bagian
paha, dengan penambahan tepung yang lebih sedikit. Bakso urat terbuat dari
daging yang mengandung jaringan ikat atau urat, misalnya daging iga. Bakso aci
Universitas Sumatera Utara
-
adalah bakso yang penambahan tepungnya lebih banyak dibanding dengan jumlah
daging yang digunakan (Tristar, 2010).
Pembuatan bakso terdiri dari tahap pemotongan daging, penggilingan
daging (bisa dengan menggunakan mesin penggiling daging), penghalusan daging
giling sekaligus pencampuran dengan bahan pembantu dan bumbu, pencampuran
dengan tepung tapioka (bisa dengan menggunakan mesin blender industri),
pembentukan bola-bola bakso (bisa secara manual maupun secara otomatis
memakai Mesin Pencetak Bakso), dan perebusan. Perebusan bakso dilakukan
dalam dua tahap agar permukaan bakso yang dihasilkan tidak pecah akibat
perubahan suhu yang terlalu cepat. Tahap pertama, bakso dipanaskan dalam panci
berisi air hangat sekitar 60C sampai 80C, sampai bakso mengeras dan terapung.
Tahap kedua, bakso direbus sampai matang dalam air mendidih (Tristar, 2010).
Bahan-bahan yang digunakan adalah daging sapi 1 kg, tepung tapioka 300
gram dan es batu 200 gr, Sodium Tripoli Fosfat (STF) 2 gr, Lada halus 2 gr,
Monosodium glutamat (MSG) 5 gr dan garam 18 gr. Proses pembuatannya adalah
daging dipotong-potong 10x5x5 cm. Daging digiling dengan menggunakan mesin
penggiling daging. Daging gilingan dimasukkan ke dalam Blender Industri
bersama dengan sebagaian dari es, STF, garam, lada halus dan MSG. Campuran
tersebut dihaluskan selama 5 menit. Tepung tapioka dan sisa es ditambahkan ke
dalam blender industri, dan semua campuran dihaluskan sampai halus. Setelah
halus, adonan bakso dibulat-bulatkan dengan menggunakan tangan dan diambil
dengan sendok. Ukuran daging disesuaikan dengan selera, bisa besar, kecil, atau
sedang. Bisa juga menggunakan mesin pencetak bakso. Bola-bola daging yang
Universitas Sumatera Utara
-
terbentuk langsung dimasukkan ke dalam air hangat (air hangat ini belum
mendidih atau sekitar suhu 60-80C). Bila sudah terapung dalam air, bola-bola
bakso ini diangkat. Bila akan dikonsumsi langsung, bakso tersebut didinginkan
sebentar, lalu direbus lagi sampai matang (sekitar 10 menit). Bila akan disimpan,
dapat disimpan di mesin pendingin untuk jangka waktu sebentar. Apabila ingin
disimpan dalam jangka waktu yang lebih lama, bisa dikemas dengan
menggunakan mesin pengemas vakum. Lalu disimpan dalam freezer, dan direbus
kembali jika akan dikonsumsi (Tristar, 2010).
2.1.2 Pengawet dalam Kehidupan Sehari-hari
Pemakaian bahan pengawet dari satu sisi merupakan hal yang
menguntungkan karena dengan bahan pengawet bahan pangan dapat dibebaskan
dari kehidupan mikroba, baik yang bersifat patogen yang dapat menyebabkan
keracunan atau gangguan kesehatan lainnya maupun nonpatogen yang dapat
menyebabkan kerusakan bahan pangan, misalnya pembusukan. Namun, dari sisi
yang lain, bahan pengawet pada dasarnya adalah senyawa kimia yang merupakan
bahan asing yang masuk bersama bahan pangan umtuk dikonsumsi. Apabila dosis
pemakaian bahan pangan tidak diatur dan diawasi, kemungkinan besar akan
menimbulkan kerugian bagi pemakainya, baik yang bersifat langsung misalnya
apabila bahan pengawet yang digunakan bersifat karsiogenik (beracun). Dalam
kehidupan modern seperti sekarang ini banyak dijumpai pemakaian bahan
pengawet secara luas. Kebanyakan bahan pengawet memiliki ciri sebagai senyawa
kimia yang relatif sederhana jika dibandingkan dengan senyawa kimia lainnya
(Cahyadi, 2006).
Universitas Sumatera Utara
-
Banyak masyarakat yang tertarik pada bahan pangan tertentu seperti bahan
pangan dalam kaleng, botol atau dalam bentuk kemasan lainnya dari hasil
produksi industri bahan pangan. Masyarakat tentunya ingin mengetahui apa yang
terdapat dalam bahan pangan yang dikemas secara menarik yang kemungkinan
besar tidak dijumpai pada bahan pangan yang disiapkan atau dimasak sendiri.
Sebagai contoh, bahan pangan keluaran pabrik pada umumnya menggunakan
bahan tambahan pangan termasuk didalamnya adalah bahan pengawet secara
sengaja yang ditambahkan agar bahan pangan yang dihasilkan dapat
dipertahankan kualitasnya dan memiliki unsur penyimpan lebih lama sehingga
memperluas jangkauan distribusinya (Cahyadi, 2006).
Bahan pengawet dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu bahan pengawet
alami dan bahan pengawet sintetis. Zat pengawet alami adalah pengawet yang
berasal dari alam, contohnya adalah garam dan gula. Sedangkan zat pengawet
sintetis adalah bahan pengawet yang berasal dari bahan kimia, contohnya adalah
asam benzoat dan garamnya (Na dan K), asam propionat dan garamnya (Na dan
Ca), asam sorbat dan garamnya (Na, K, dan Ca), natrium nitrat dan belerang
dioksida. Selain pengawet yang aman untuk dikonsumsi, juga terdapat pengawet
yang tidak boleh dipergunakan untuk mengawetkan makanan, diantaranya
formalin dan boraks (Cahyadi, 2006).
2.2 Boraks
Natrium Tetraborat (Na2B4O7.10H2O) adalah campuran garam mineral
dengan konsentrasi yang cukup tinggi, yang merupakan bentuk tidak murni dari
boraks. Boraks berasal dari bahasa Arab yaitu Bouraq, merupakan kristal lunak
Universitas Sumatera Utara
-
yang mengandung unsur boron dan mudah larut dalam air. Boraks berbentuk
serbuk kristal putih, tidak berbau, tidak larut dalam alkohol dan memiliki PH : 9,5
(Rahmawati, 2010).
Borat diturunkan dari ketiga asam borat yaitu asam ortoborat (H3BO3),
asam piroborat (H2B4O7), dan asam metaborat (HBO2). Asam ortoborat adalah zat
padat kristalin putih, yang sedikit larut dalam air dingin, tetapi lebih larut dalam
air panas. Garam-garam dari asam ini sangat sedikit yang diketahui dengan pasti.
Asam ortoborat yang dipanaskan pada 1000C, akan diubah menjadi asam
metaborat. Pada 1400C dihasilkan asam piroborat. Kebanyakan garam ini
diturunkan dari asam metaborat dan piroborat. Hal ini disebabkan oleh lemahnya
asam borat, garam-garam yang larut terhidrolisis dalam larutan, dan karenanya
bereaksi basa (Vogel, 1985). BO33- + 3 H2O H3BO3 + 3 OH- B4O72- + 7 H2O 4 H3BO3 + 2 OH- BO2- + 2 H2O H3BO3 + OH-
Kelarutan Borat dari logam-logam alkali mudah larut dalam air. Borat dari
logam-logam lainnya umumnya sangat sedikit larut dalam air, tetapi cukup larut
dalam asam-asam dan dalam larutan ammonium klorida (Vogel, 1985).
Asam borat (H3BO3) merupakan senyawa boron yang dikenal juga dengan
nama boraks. Di Jawa Barat dikenal juga dengan nama bleng, di Jawa Tengah dan
Jawa Timur dikenal dengan nama pijer (Cahyadi, 2006). Bleng adalah bentuk
tidak murni dari boraks, sementara asam borat murni buatan industri farmasi lebih
dikenal dengan nama boraks. Dalam bentuk tidak murni, sebenarnya boraks sudah
Universitas Sumatera Utara
-
diproduksi sejak tahun 1700 di Indonesia, dalam bentuk air bleng. Bleng biasanya
dihasilkan dari ladang garam atau kawah lumpur seperti di daerah Bledug Kuwu,
Jawa Tengah (Anonim, 2011).
Komposisi dan bentuk asam borat mengandung 99,0 % dan 100,5 %
H3BO3. Mempunyai bobot molekul 61,83 dengan B = 17,50%; H = 4,88%; O =
77,62% berbentuk serbuk hablur kristal transparan atau granul putih tak berwarna
dan tak berbau serta agak manis (Departemen kesehatan, 1995).
Senyawa asam borat ini mempunyai sifat sifat kimia sebagai berikut :
1. Jarak lebur sekitar 1710C.
2. Larut dalam 18 bagian air dingin, 4 bagian air mendidih, 5 bagian gliserol
85%, dan tak larut dalam eter.
3. Kelarutan dalam air bertambah dengan penambahan asam klorida, asam
sitrat, atau asam tartrat.
4. Mudah menguap dengan pemanasan dan kehilangan satu molekul airnya
pada suhu 1000C yang secara perlahan berubah menjadi asam metaborat
(HBO3).
Asam borat merupakan asam lemah dan garam alkalinya bersifat basa.
Satu gram asam borat larut sempurna dalam 30 bagian air, menghasilkan larutan
yang jernih dan tak berwarna. Asam borat tidak bercampur dengan alkali karbonat
dan hidroksida (Cahyadi, 2006).
Pada dasarnya asam dapat menurunkan kadar pH pada makanan, sehingga
dapat menghambat bakteri pembusuk. Asam dapat dibagi menjadi 3 golongan
yaitu, asam alami yang pada umumnya adalah asam organik misalnya asam tartrat
Universitas Sumatera Utara
-
dan asam dari buah-buahan misalnya asam sitrat. Asam yang dihasilkan dari
proses fermentasi misalnya asam laktat dan asam asetat. Asam-asam sintetik
misalnya asam malat, asam fosfat dan asam adifat (Winarno, 1980).
2.2.1 Pengaruh Boraks Terhadap Kesehatan
Boraks atau yang sering disebut asam borat, natrium tetraborat atau
sodium borat, sebenarnya merupakan pembersih, fungisida, herbisida dan
insektisida yang bersifat toksik atau beracun untuk manusia (Yuliarti, 2007).
Boraks dipakai sebagai pengawet kayu, anti septik kayu dan pengontrol kecoa
(Keswan, 2011). Pemerintah telah melarang penggunaan boraks sebagai bahan
makanan dari Juli 1979, dan dimantapkan melalui SK Menteri Kesehatan RI No
733/Menkes/Per/IX/1988 (Anonim, 2011).
Mengkonsumsi makanan yang mengandung boraks tidak langsung
berakibat buruk terhadap kesehatan tetapi boraks akan menumpuk sedikit demi
sedikit karena diserap dalam tubuh konsumen secara kumulatif. Seringnya
mengkonsumsi makanan berboraks akan menyebabkan gangguan otak, hati, dan
ginjal. Dalam jumlah banyak, boraks menyebabkan demam, anuria (tidak
terbentuknya urin), koma, merangsang sistem saraf pusat, menimbulkan depresi,
apatis, sianosis, tekanan darah turun, kerusakan ginjal, pingsan, hingga kematian
(Anonim, 2011).
Efek farmakologi dan toksisitas senyawa boron atau asam borat
merupakan bakterisida lemah. Larutan jenuhnya tidak membunuh Staphylococcus
aureus. Oleh karena toksisitas lemah, sehingga dapat digunakan sebagai bahan
pengawet pangan. Walaupun demikian, pemakaian berulang atau absorpsi
Universitas Sumatera Utara
-
berlebihan dapat mengakibatkan toksik (keracunan). Gejala dapat berupa mual,
muntah, diare, suhu tubuh menurun, lemah, sakit kepala, rash erythematous,
bahkan dapat menimbulkan syok. Kematian pada orang dewasa dapat terjadi
dalam dosis 15 25 gram, sedangkan pada anak dosis 5 6 gram. Asam borat
juga bersifat teratogenik pada anak ayam. Absorpsinya melalui saluran cerna,
sedangkan ekskresinya yang utama melalui ginjal. Jumlah yang relatif besar ada
pada otak, hati, dan ginjal sehingga perubahan patologisnya dapat dideteksi
melalui otak dan ginjal. Dilihat dari efek farmakologi dan toksisitasnya, maka
asam borat dilarang digunakan dalam pangan (Cahyadi, 2006).
Dalam kondisi toksik yang kronis karena mengalami kontak dalam jumlah
sedikit demi sedikit namun dalam jangka panjang akan mengakibatkan tanda-
tanda merah pada kulit dan gagal ginjal. Boraks juga dapat mengakibatkan iritasi
pada kulit, mata atau saluran respirasi, mengganggu kesuburan dan janin. Maka,
hendaknya berhati-hati dan berupaya mengenali makanan yang ditambahkan
pengawet ini. Sedapat mungkin harus menghindarinya demi kesehatan (Yuliarti,
2007).
2.2.2 Identifikasi Boraks
Ada beberapa metode yang dipakai untuk pengujian identifikasi boraks,
diantaranya adalah asam sulfat pekat dan alkohol, uji kertas kunyit, asam sulfat
pekat, larutan perak nitrat, dan larutan barium klorida (Vogel, 1979).
1. Asam sulfat pekat dan alkohol
Pengujian ini sering disebut uji nyala api. Penggunaan metanol atau etanol
(yang pertama lebih disukai karena lebih mudah menguap) dalam sebuah cawan
Universitas Sumatera Utara
-
porselen kecil, dan alkohol ini dinyalakan maka alkohol akan terbakar dengan
nyala yang pinggirannya hijau yang disebabkan oleh pembentukan metal borat
B(OCH3)3 atau etil borat B(OC2H5)3. Kedua ester ini beracun. Modifikasi yang
berikut dari uji ini, yang tergantung pada sifat boron triflorida, BF3, yang lebih
mudah menguap, dapat dipakai dengan adanya senyawa tembaga dan barium, zat-
zat ini tidak membentuk senyawa-senyawa yang mudah menguap pada kondisi-
kondisi eksperimen yang disebut dibawah. Campurlah dengan seksama borat
dengan kalsium florida yang telah dijadikan bubuk dan sedikit asam sulfat pekat,
dan bawa sedikit dari pasta yang terjadi tersebut di atas cincin kawat platinum,
atau pada ujung batang kaca, sampai dekat sekali ketepian dasar nyala Bunsen
tanpa benar-benar menyentuhnya. Boron triflorida yang mudah menguap
terbentuk dan mewarnai nyala menjadi hijau (Vogel, 1979).
H3BO3 + 3CH3OH B(OCH3)3 + 3H2O
Na2B4O7 + 6CaF2 + 7H2SO4 4BF3 + 6CaSO4 +2Na+ + SO42- + 7H2O
2. Uji kertas kunyit
Jika sehelai kertas kunyit (turmeric) dicelupkan kedalam larutan suatu
borat yang diasamkan dengan asam klorida encer, lalu dikeringkan pada suhu
1000 C, kertas ini menjadi coklat kemerahan. Kertas dikeringkan paling sederhana
dengan melilitkannya sekeliling sisi luar dekat tepi mulut suatu tabung uji yang
mengandung air, dan mendidihkan air itu selama 2-3 menit. Setelah kertas
dibasahi dengan larutan natrium hidroksida encer, kertas menjadi hitam kebiruan
atau hitam-kehijauan. Kromat, klorat, nitrit, iodida, dan zat-zat pengoksid lain
mengganggu, karena aksinya yang memutihkan kunyit itu (Vogel, 1979).
Universitas Sumatera Utara
-
3. Asam sulfat pekat
Tidak terjadi sesuatu kerja yang dapat dilihat dalam keadaan dingin,
meskipun asam ortoborat, H3BO3, dibebaskan. Namun, ketika dipanaskan, asap
putih asam borat dilepaskan. Jika asam klorida pekat ditambahkan kepada larutan
boraks yang pekat, asam borat akan mengendap (Vogel, 1979).
Na2B4O7 + H2SO4 + 5H2O 4H3BO3 +2Na+ + SO42-
Na2B4O7 + 2HCl + 5H2O 4H3BO3 +2Na+ + 2Cl-
4. Larutan perak nitrat
Endapan putih perak metaborat, AgBO2, dari larutan boraks yang cukup
pekat, yang larut baik dalam larutan ammonia encer maupun dalam asam asetat.
Dengan mendidihkan endapan dengan air, endapan dihidrolisis sempurna, dan
diperoleh endapan coklat perak oksida dihasilkan langsung dalam larutan-larutan
yang sangat encer (Vogel, 1979).
B4O72- + 4Ag+ + H2O 4AgBO2 + 2H+
2AgBO2 + 3H2O Ag2O + 2H3BO3
5. Larutan barium klorida
Endapan putih barium metaborat, Ba(BO2)2, dari larutan-larutan yang
cukup pekat, endapan larut dalam reagensia berlebihan, dalam asam-asam encer
dan dalam larutan garam-garam ammonium. Larutan kalsium dan strontium
klorida bertindak serupa (Vogel, 1979).
B4O72- + 2Ba2+ + H2O 2Ba(BO2)2 + 2H3BO3
Universitas Sumatera Utara
-
2.3 Kasus Boraks dalam Makanan
Saat ini, kasus keracunan makanan bukan hal yang asing. Berdasarkan
hasil investigasi dan pengujian laboratorium yang dilakukan Balai Besar
Pengawasan Obat dan Makanan (POM) di Jakarta, ditemukan sejumlah produk
makanan seperti ikan asin, mi basah, tahu, dan bakso yang memakai boraks dan
formalin sebagai pengawet. Produk makanan yang berformalin dan boraks tidak
hanya ditemukan di sejumlah pasar tradisional, tetapi sering pula ditemukan di
berbagai supermarket di berbagai wilayah di tanah air. Padahal perlu kita ketahui
bahwa sebenarnya formalin dan boraks bukanlah bahan pengawet untuk makanan.
Penggunaan formalin umumnya adalah untuk pengawet mayat disamping
pengawet berbagai jenis bahan industri nonmakanan sehingga penggunaannya
untuk pengawet makanan sangat membahayakan konsumen. Sedangkan boraks
umumnya digunakan untuk pembersih dan insektisida yang bersifat toksik atau
beracun untuk manusia. Adanya bahan aditif dan pengawet berbahaya dalam
makanan ini sebenarnya sudah lama menjadi rahasia umum. Akan tetapi, masalah
klasik tersebut seringkali muncul menjadi pembicaraan hangat dengan kembali
ditemukannya sebagai pengawet tersebut pada berbagai jenis bahan makanan yang
dikonsumsi sehari-hari (Yuliarti, 2007).
Pangan yang paling banyak mengandung boraks adalah mie basah, bakso,
makanan ringan dan kerupuk. Lebih dari 99% sampel mie kering tidak
mengandung boraks. Data hasil pemeriksaan boraks pada beberapa bahan pangan
dapat dilihat pada Tabel 1 (Badan POM, 2004)
Universitas Sumatera Utara
-
Tabel 1. Kandungan Boraks Berdasarkan Jenis Pangan
Jenis Pangan Jumlah Sampel
yang dianalisa
Memenuhi Syarat Tidak Memenuhi
Syarat
Mie basah 117 81 (69%) 36 (31%)
Bakso 77 60 (78%) 17 (22%)
Makanan ringan 61 53 (87%) 8 (13%)
Kerupuk 410 361 (88%) 49 (12%)
Mie kering 315 314 (>99%) 1 (
-
oksalat dan kurkumin 1% dalam metanol. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
80% dari sampel yang diperiksa ternyata mengandung boraks. Data hasil
pemeriksaan boraks didalam sampel bakso dapat dilihat pada Tabel 2 (Silalahi
dkk, 2010).
Tabel 2. Hasil Pemeriksaan Boraks di dalam Sampel Bakso di Medan
Nomor Lokasi Pengambilan Sampel Hasil
1 A -
2 B +
3 C +
4 D +
5 E +
6 F +
7 G -
8 H +
9 I +
10 J +
Keterangan: - = tidak terdeteksi boraks (negatif); + = positif terdeteksi boraks.
Kode sampel berdasarkan daerah pengambilan sampel: Jl. Gatot Subroto (A), Jl.
Iskandar Muda (B), Kampung Lalang (C), Padang Bulan (D), Kampung Keling
(E), Jl. Pancing (F), Setiabudi (G), Jl. Dr. Mansur (USU) (H), Brayan (I), dan
daerah Amplas (J).
Kasus yang terjadi selama ini dikarenakan sejumlah produsen nakal
menggunakan pengawet yang ditujukan untuk tekstil, plastik, bahkan pengawet
mayat. Hal ini disebabkan oleh relatif murahnya pengawet yang tidak ditujukan
untuk makanan jika dibandingkan dengan pengawet makanan. Disamping itu,
ketidaktahuan produsen maupun konsumen tentang bahaya penggunaan pengawet
nonmakanan sebagai pengawet makanan mengakibatkan kasus ini makin sering
Universitas Sumatera Utara
-
terjadi. Selain boraks, ada beberapa jenis pengawet lain yang sebenarnya bukan
bahan tambahan makanan, tetapi digunakan untuk mengawetkan makanan
sehingga penggunaannya membahayakan bagi konsumen diantaranya formalin,
asam salisilat dan garamnya, dietilpilokarbonat, dulsin, kalium klorat,
kloramfenikol, minyak nabati yang dibrominasi, nitrofurazon, dan kalium atau
prottasium bromat. Diantara bahan-bahan tersebut yang paling sering digunakan
di masyarakat adalah formalin dan boraks (Yuliarti, 2007).
Boraks merupakan senyawa yang bisa memperbaiki tekstur makanan
sehingga menghasilkan tekstur yang bagus misalnya bakso, kerupuk bahkan mie
basah yang berada di pasaran. Kerupuk yang mengandung boraks kalau digoreng
akan mengembang dan empuk, teksturnya bagus dan renyah. Padahal, gelas pyrex
yang terkenal kuat bisa memiliki performa seperti itu karena dibuat dengan
campuran boraks. Kemungkinan besar daya pengawet boraks disebabkan oleh
senyawa aktif asam borat (Rahmawati, 2010).
Boraks digunakan atau ditambahkan ke dalam pangan atau bahan pangan
sebagai pengenyal ataupun sebagai pengawet. Dari berbagai penelitian yang telah
dilakukan diperoleh data bahwa senyawa asam borat ini didapati pada lontong
agar teksturnya menjadi bagus dan kebanyakan pada bakso (Cahyadi, 2006).
Ciri dari bakso yang mengandung boraks adalah Bakso yang
menggunakan boraks, bila digigit akan kembali ke bentuk semula. Selain
membuat kenyal, boraks juga digunakan agar bakso lebih tahan lama. Ciri lainnya
adalah warnanya yang tampak lebih putih. Hal itu berbeda dari bakso yang baik,
biasanya berwarna abu-abu segar merata di semua bagian, baik dipinggir maupun
Universitas Sumatera Utara
-
tengah. Bila bakso berwarna abu-abu tua, itu tandanya bakso dibuat dengan
penambahan boraks yang berlebihan. Bakso memiliki sifat keasaman rendah dan
pH yang tinggi, sehingga makanan favorit berbagai kalangan itu tidak bertahan
lama. Terlebih lagi, bakso memiliki kadar air yang tinggi, sehingga bakteri mudah
berkembang, karena itu penyimpanannya harus lebih baik. Saat ini, banyak
penyimpangan yang dilakukan produsen nakal agar baksonya bertahan lama.
Mereka mencelupkan bakso ke larutan formalin ataupun boraks, agar baksonya
lebih tahan lama. Padahal, itu sangat berbahaya bagi kesehatan (Cahyadi, 2006).
Universitas Sumatera Utara