8-10

16
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bakso Bakso tersedia dalam beragam jenis masakan. Bakso yang digunakan harus bebas dari sentuhan bahan-bahan kimia berbahaya. Meskipun bakso sangat memasyarakat, nyatanya pengetahuan masyarakat mengenai bakso yang aman dan baik untuk dikonsumsi masih kurang. Bakso yang mengandung boraks atau formalin masih banyak beredar dan tetap dikonsumsi. Asupan boraks sangat merugikan kesehatan. Bakso merupakan produk gel dari protein daging, baik daging sapi, ayam, ikan maupun udang. Selain protein hewani, aneka daging itu juga mengandung zat-zat gizi lainnya, termasuk asam amino esensial yang penting bagi tubuh. Karena itu, bakso mestinya dapat menjadi pemenuh kebutuhan masyarakat akan protein (Cahyadi, 2006). Bakso adalah jenis bola daging yang paling lazim dalam masakan Indonesia. Bakso umumnya dibuat dari campuran daging sapi giling dan tepung tapioka, akan tetapi ada juga bakso yang terbuat dari daging ayam, ikan, atau udang. Dalam penyajiannya, bakso umumnya disajikan panas-panas dengan kuah kaldu sapi bening, dicampur mi, bihun, taoge, tahu, terkadang telur, ditaburi bawang goreng dan seledri. Bakso sangat populer dan dapat ditemukan di seluruh Indonesia, dari gerobak pedagang kaki lima hingga restoran. Berbagai jenis bakso sekarang banyak di tawarkan dalam bentuk makanan beku yang dijual di pasar Universitas Sumatera Utara

description

l,lllmml,l

Transcript of 8-10

  • BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1 Bakso

    Bakso tersedia dalam beragam jenis masakan. Bakso yang digunakan

    harus bebas dari sentuhan bahan-bahan kimia berbahaya. Meskipun bakso sangat

    memasyarakat, nyatanya pengetahuan masyarakat mengenai bakso yang aman dan

    baik untuk dikonsumsi masih kurang. Bakso yang mengandung boraks atau

    formalin masih banyak beredar dan tetap dikonsumsi. Asupan boraks sangat

    merugikan kesehatan. Bakso merupakan produk gel dari protein daging, baik

    daging sapi, ayam, ikan maupun udang. Selain protein hewani, aneka daging itu

    juga mengandung zat-zat gizi lainnya, termasuk asam amino esensial yang penting

    bagi tubuh. Karena itu, bakso mestinya dapat menjadi pemenuh kebutuhan

    masyarakat akan protein (Cahyadi, 2006).

    Bakso adalah jenis bola daging yang paling lazim dalam masakan

    Indonesia. Bakso umumnya dibuat dari campuran daging sapi giling dan tepung

    tapioka, akan tetapi ada juga bakso yang terbuat dari daging ayam, ikan, atau

    udang. Dalam penyajiannya, bakso umumnya disajikan panas-panas dengan kuah

    kaldu sapi bening, dicampur mi, bihun, taoge, tahu, terkadang telur, ditaburi

    bawang goreng dan seledri. Bakso sangat populer dan dapat ditemukan di seluruh

    Indonesia, dari gerobak pedagang kaki lima hingga restoran. Berbagai jenis bakso

    sekarang banyak di tawarkan dalam bentuk makanan beku yang dijual di pasar

    Universitas Sumatera Utara

  • swalayan dan mall-mall. Irisan bakso dapat juga dijadikan pelengkap jenis

    makanan lain seperti mi goreng, nasi goreng, atau cap cai (Anonim, 2011).

    Dalam pembuatan bakso perlu ditambahkan tepung tapioca dan bumbu

    lainnya. Selain itu, sering pula ditambahkan pengenyal. Pengenyal yang aman dan

    diperbolehkan adalah Sodium Tripoli Fosfat (STF). Selain sebagai pengenyal,

    Sodium Tripoli Fosfat juga berfungsi sebagai pengemulsi sehingga adonan dapat

    bercampur dengan lebih rata. Namun demikian, kebanyakan bakso yang berharga

    murah tidak menggunakan STF sebagai pengenyal, melainkan memilih

    menggunakan obat bakso. Perlu diingat bahwa obat bakso mengandung boraks,

    yang sebenarnya merupakan pengawet mayat. Ciri-ciri bakso yang mengandung

    boraks sebagai pengenyal dan pengawet adalah lebih kenyal jika dibandingkan

    dengan bakso yang menggunakan STF sebagai pengenyal. Itu sebabnya bakso

    yang mengandung boraks bila digigit akan kembali kebentuk semula (Yuliarti,

    2007).

    2.1.1 Cara Pembuatan Bakso

    Bakso merupakan makanan yang sangat populer di kalangan masyarakat.

    Hampir di setiap tempat dapat dijumpai produk ini. Di pasar-pasar, di pinggir

    jalan, di pondokan, pedagang keliling sampai di pasar swalayan. Bakso yang biasa

    kita kenal dikelompokkan menjadi bakso daging, bakso urat, dan bakso aci. Bakso

    daging dibuat dari daging yang sedikit mengandung urat, misalnya daging bagian

    paha, dengan penambahan tepung yang lebih sedikit. Bakso urat terbuat dari

    daging yang mengandung jaringan ikat atau urat, misalnya daging iga. Bakso aci

    Universitas Sumatera Utara

  • adalah bakso yang penambahan tepungnya lebih banyak dibanding dengan jumlah

    daging yang digunakan (Tristar, 2010).

    Pembuatan bakso terdiri dari tahap pemotongan daging, penggilingan

    daging (bisa dengan menggunakan mesin penggiling daging), penghalusan daging

    giling sekaligus pencampuran dengan bahan pembantu dan bumbu, pencampuran

    dengan tepung tapioka (bisa dengan menggunakan mesin blender industri),

    pembentukan bola-bola bakso (bisa secara manual maupun secara otomatis

    memakai Mesin Pencetak Bakso), dan perebusan. Perebusan bakso dilakukan

    dalam dua tahap agar permukaan bakso yang dihasilkan tidak pecah akibat

    perubahan suhu yang terlalu cepat. Tahap pertama, bakso dipanaskan dalam panci

    berisi air hangat sekitar 60C sampai 80C, sampai bakso mengeras dan terapung.

    Tahap kedua, bakso direbus sampai matang dalam air mendidih (Tristar, 2010).

    Bahan-bahan yang digunakan adalah daging sapi 1 kg, tepung tapioka 300

    gram dan es batu 200 gr, Sodium Tripoli Fosfat (STF) 2 gr, Lada halus 2 gr,

    Monosodium glutamat (MSG) 5 gr dan garam 18 gr. Proses pembuatannya adalah

    daging dipotong-potong 10x5x5 cm. Daging digiling dengan menggunakan mesin

    penggiling daging. Daging gilingan dimasukkan ke dalam Blender Industri

    bersama dengan sebagaian dari es, STF, garam, lada halus dan MSG. Campuran

    tersebut dihaluskan selama 5 menit. Tepung tapioka dan sisa es ditambahkan ke

    dalam blender industri, dan semua campuran dihaluskan sampai halus. Setelah

    halus, adonan bakso dibulat-bulatkan dengan menggunakan tangan dan diambil

    dengan sendok. Ukuran daging disesuaikan dengan selera, bisa besar, kecil, atau

    sedang. Bisa juga menggunakan mesin pencetak bakso. Bola-bola daging yang

    Universitas Sumatera Utara

  • terbentuk langsung dimasukkan ke dalam air hangat (air hangat ini belum

    mendidih atau sekitar suhu 60-80C). Bila sudah terapung dalam air, bola-bola

    bakso ini diangkat. Bila akan dikonsumsi langsung, bakso tersebut didinginkan

    sebentar, lalu direbus lagi sampai matang (sekitar 10 menit). Bila akan disimpan,

    dapat disimpan di mesin pendingin untuk jangka waktu sebentar. Apabila ingin

    disimpan dalam jangka waktu yang lebih lama, bisa dikemas dengan

    menggunakan mesin pengemas vakum. Lalu disimpan dalam freezer, dan direbus

    kembali jika akan dikonsumsi (Tristar, 2010).

    2.1.2 Pengawet dalam Kehidupan Sehari-hari

    Pemakaian bahan pengawet dari satu sisi merupakan hal yang

    menguntungkan karena dengan bahan pengawet bahan pangan dapat dibebaskan

    dari kehidupan mikroba, baik yang bersifat patogen yang dapat menyebabkan

    keracunan atau gangguan kesehatan lainnya maupun nonpatogen yang dapat

    menyebabkan kerusakan bahan pangan, misalnya pembusukan. Namun, dari sisi

    yang lain, bahan pengawet pada dasarnya adalah senyawa kimia yang merupakan

    bahan asing yang masuk bersama bahan pangan umtuk dikonsumsi. Apabila dosis

    pemakaian bahan pangan tidak diatur dan diawasi, kemungkinan besar akan

    menimbulkan kerugian bagi pemakainya, baik yang bersifat langsung misalnya

    apabila bahan pengawet yang digunakan bersifat karsiogenik (beracun). Dalam

    kehidupan modern seperti sekarang ini banyak dijumpai pemakaian bahan

    pengawet secara luas. Kebanyakan bahan pengawet memiliki ciri sebagai senyawa

    kimia yang relatif sederhana jika dibandingkan dengan senyawa kimia lainnya

    (Cahyadi, 2006).

    Universitas Sumatera Utara

  • Banyak masyarakat yang tertarik pada bahan pangan tertentu seperti bahan

    pangan dalam kaleng, botol atau dalam bentuk kemasan lainnya dari hasil

    produksi industri bahan pangan. Masyarakat tentunya ingin mengetahui apa yang

    terdapat dalam bahan pangan yang dikemas secara menarik yang kemungkinan

    besar tidak dijumpai pada bahan pangan yang disiapkan atau dimasak sendiri.

    Sebagai contoh, bahan pangan keluaran pabrik pada umumnya menggunakan

    bahan tambahan pangan termasuk didalamnya adalah bahan pengawet secara

    sengaja yang ditambahkan agar bahan pangan yang dihasilkan dapat

    dipertahankan kualitasnya dan memiliki unsur penyimpan lebih lama sehingga

    memperluas jangkauan distribusinya (Cahyadi, 2006).

    Bahan pengawet dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu bahan pengawet

    alami dan bahan pengawet sintetis. Zat pengawet alami adalah pengawet yang

    berasal dari alam, contohnya adalah garam dan gula. Sedangkan zat pengawet

    sintetis adalah bahan pengawet yang berasal dari bahan kimia, contohnya adalah

    asam benzoat dan garamnya (Na dan K), asam propionat dan garamnya (Na dan

    Ca), asam sorbat dan garamnya (Na, K, dan Ca), natrium nitrat dan belerang

    dioksida. Selain pengawet yang aman untuk dikonsumsi, juga terdapat pengawet

    yang tidak boleh dipergunakan untuk mengawetkan makanan, diantaranya

    formalin dan boraks (Cahyadi, 2006).

    2.2 Boraks

    Natrium Tetraborat (Na2B4O7.10H2O) adalah campuran garam mineral

    dengan konsentrasi yang cukup tinggi, yang merupakan bentuk tidak murni dari

    boraks. Boraks berasal dari bahasa Arab yaitu Bouraq, merupakan kristal lunak

    Universitas Sumatera Utara

  • yang mengandung unsur boron dan mudah larut dalam air. Boraks berbentuk

    serbuk kristal putih, tidak berbau, tidak larut dalam alkohol dan memiliki PH : 9,5

    (Rahmawati, 2010).

    Borat diturunkan dari ketiga asam borat yaitu asam ortoborat (H3BO3),

    asam piroborat (H2B4O7), dan asam metaborat (HBO2). Asam ortoborat adalah zat

    padat kristalin putih, yang sedikit larut dalam air dingin, tetapi lebih larut dalam

    air panas. Garam-garam dari asam ini sangat sedikit yang diketahui dengan pasti.

    Asam ortoborat yang dipanaskan pada 1000C, akan diubah menjadi asam

    metaborat. Pada 1400C dihasilkan asam piroborat. Kebanyakan garam ini

    diturunkan dari asam metaborat dan piroborat. Hal ini disebabkan oleh lemahnya

    asam borat, garam-garam yang larut terhidrolisis dalam larutan, dan karenanya

    bereaksi basa (Vogel, 1985). BO33- + 3 H2O H3BO3 + 3 OH- B4O72- + 7 H2O 4 H3BO3 + 2 OH- BO2- + 2 H2O H3BO3 + OH-

    Kelarutan Borat dari logam-logam alkali mudah larut dalam air. Borat dari

    logam-logam lainnya umumnya sangat sedikit larut dalam air, tetapi cukup larut

    dalam asam-asam dan dalam larutan ammonium klorida (Vogel, 1985).

    Asam borat (H3BO3) merupakan senyawa boron yang dikenal juga dengan

    nama boraks. Di Jawa Barat dikenal juga dengan nama bleng, di Jawa Tengah dan

    Jawa Timur dikenal dengan nama pijer (Cahyadi, 2006). Bleng adalah bentuk

    tidak murni dari boraks, sementara asam borat murni buatan industri farmasi lebih

    dikenal dengan nama boraks. Dalam bentuk tidak murni, sebenarnya boraks sudah

    Universitas Sumatera Utara

  • diproduksi sejak tahun 1700 di Indonesia, dalam bentuk air bleng. Bleng biasanya

    dihasilkan dari ladang garam atau kawah lumpur seperti di daerah Bledug Kuwu,

    Jawa Tengah (Anonim, 2011).

    Komposisi dan bentuk asam borat mengandung 99,0 % dan 100,5 %

    H3BO3. Mempunyai bobot molekul 61,83 dengan B = 17,50%; H = 4,88%; O =

    77,62% berbentuk serbuk hablur kristal transparan atau granul putih tak berwarna

    dan tak berbau serta agak manis (Departemen kesehatan, 1995).

    Senyawa asam borat ini mempunyai sifat sifat kimia sebagai berikut :

    1. Jarak lebur sekitar 1710C.

    2. Larut dalam 18 bagian air dingin, 4 bagian air mendidih, 5 bagian gliserol

    85%, dan tak larut dalam eter.

    3. Kelarutan dalam air bertambah dengan penambahan asam klorida, asam

    sitrat, atau asam tartrat.

    4. Mudah menguap dengan pemanasan dan kehilangan satu molekul airnya

    pada suhu 1000C yang secara perlahan berubah menjadi asam metaborat

    (HBO3).

    Asam borat merupakan asam lemah dan garam alkalinya bersifat basa.

    Satu gram asam borat larut sempurna dalam 30 bagian air, menghasilkan larutan

    yang jernih dan tak berwarna. Asam borat tidak bercampur dengan alkali karbonat

    dan hidroksida (Cahyadi, 2006).

    Pada dasarnya asam dapat menurunkan kadar pH pada makanan, sehingga

    dapat menghambat bakteri pembusuk. Asam dapat dibagi menjadi 3 golongan

    yaitu, asam alami yang pada umumnya adalah asam organik misalnya asam tartrat

    Universitas Sumatera Utara

  • dan asam dari buah-buahan misalnya asam sitrat. Asam yang dihasilkan dari

    proses fermentasi misalnya asam laktat dan asam asetat. Asam-asam sintetik

    misalnya asam malat, asam fosfat dan asam adifat (Winarno, 1980).

    2.2.1 Pengaruh Boraks Terhadap Kesehatan

    Boraks atau yang sering disebut asam borat, natrium tetraborat atau

    sodium borat, sebenarnya merupakan pembersih, fungisida, herbisida dan

    insektisida yang bersifat toksik atau beracun untuk manusia (Yuliarti, 2007).

    Boraks dipakai sebagai pengawet kayu, anti septik kayu dan pengontrol kecoa

    (Keswan, 2011). Pemerintah telah melarang penggunaan boraks sebagai bahan

    makanan dari Juli 1979, dan dimantapkan melalui SK Menteri Kesehatan RI No

    733/Menkes/Per/IX/1988 (Anonim, 2011).

    Mengkonsumsi makanan yang mengandung boraks tidak langsung

    berakibat buruk terhadap kesehatan tetapi boraks akan menumpuk sedikit demi

    sedikit karena diserap dalam tubuh konsumen secara kumulatif. Seringnya

    mengkonsumsi makanan berboraks akan menyebabkan gangguan otak, hati, dan

    ginjal. Dalam jumlah banyak, boraks menyebabkan demam, anuria (tidak

    terbentuknya urin), koma, merangsang sistem saraf pusat, menimbulkan depresi,

    apatis, sianosis, tekanan darah turun, kerusakan ginjal, pingsan, hingga kematian

    (Anonim, 2011).

    Efek farmakologi dan toksisitas senyawa boron atau asam borat

    merupakan bakterisida lemah. Larutan jenuhnya tidak membunuh Staphylococcus

    aureus. Oleh karena toksisitas lemah, sehingga dapat digunakan sebagai bahan

    pengawet pangan. Walaupun demikian, pemakaian berulang atau absorpsi

    Universitas Sumatera Utara

  • berlebihan dapat mengakibatkan toksik (keracunan). Gejala dapat berupa mual,

    muntah, diare, suhu tubuh menurun, lemah, sakit kepala, rash erythematous,

    bahkan dapat menimbulkan syok. Kematian pada orang dewasa dapat terjadi

    dalam dosis 15 25 gram, sedangkan pada anak dosis 5 6 gram. Asam borat

    juga bersifat teratogenik pada anak ayam. Absorpsinya melalui saluran cerna,

    sedangkan ekskresinya yang utama melalui ginjal. Jumlah yang relatif besar ada

    pada otak, hati, dan ginjal sehingga perubahan patologisnya dapat dideteksi

    melalui otak dan ginjal. Dilihat dari efek farmakologi dan toksisitasnya, maka

    asam borat dilarang digunakan dalam pangan (Cahyadi, 2006).

    Dalam kondisi toksik yang kronis karena mengalami kontak dalam jumlah

    sedikit demi sedikit namun dalam jangka panjang akan mengakibatkan tanda-

    tanda merah pada kulit dan gagal ginjal. Boraks juga dapat mengakibatkan iritasi

    pada kulit, mata atau saluran respirasi, mengganggu kesuburan dan janin. Maka,

    hendaknya berhati-hati dan berupaya mengenali makanan yang ditambahkan

    pengawet ini. Sedapat mungkin harus menghindarinya demi kesehatan (Yuliarti,

    2007).

    2.2.2 Identifikasi Boraks

    Ada beberapa metode yang dipakai untuk pengujian identifikasi boraks,

    diantaranya adalah asam sulfat pekat dan alkohol, uji kertas kunyit, asam sulfat

    pekat, larutan perak nitrat, dan larutan barium klorida (Vogel, 1979).

    1. Asam sulfat pekat dan alkohol

    Pengujian ini sering disebut uji nyala api. Penggunaan metanol atau etanol

    (yang pertama lebih disukai karena lebih mudah menguap) dalam sebuah cawan

    Universitas Sumatera Utara

  • porselen kecil, dan alkohol ini dinyalakan maka alkohol akan terbakar dengan

    nyala yang pinggirannya hijau yang disebabkan oleh pembentukan metal borat

    B(OCH3)3 atau etil borat B(OC2H5)3. Kedua ester ini beracun. Modifikasi yang

    berikut dari uji ini, yang tergantung pada sifat boron triflorida, BF3, yang lebih

    mudah menguap, dapat dipakai dengan adanya senyawa tembaga dan barium, zat-

    zat ini tidak membentuk senyawa-senyawa yang mudah menguap pada kondisi-

    kondisi eksperimen yang disebut dibawah. Campurlah dengan seksama borat

    dengan kalsium florida yang telah dijadikan bubuk dan sedikit asam sulfat pekat,

    dan bawa sedikit dari pasta yang terjadi tersebut di atas cincin kawat platinum,

    atau pada ujung batang kaca, sampai dekat sekali ketepian dasar nyala Bunsen

    tanpa benar-benar menyentuhnya. Boron triflorida yang mudah menguap

    terbentuk dan mewarnai nyala menjadi hijau (Vogel, 1979).

    H3BO3 + 3CH3OH B(OCH3)3 + 3H2O

    Na2B4O7 + 6CaF2 + 7H2SO4 4BF3 + 6CaSO4 +2Na+ + SO42- + 7H2O

    2. Uji kertas kunyit

    Jika sehelai kertas kunyit (turmeric) dicelupkan kedalam larutan suatu

    borat yang diasamkan dengan asam klorida encer, lalu dikeringkan pada suhu

    1000 C, kertas ini menjadi coklat kemerahan. Kertas dikeringkan paling sederhana

    dengan melilitkannya sekeliling sisi luar dekat tepi mulut suatu tabung uji yang

    mengandung air, dan mendidihkan air itu selama 2-3 menit. Setelah kertas

    dibasahi dengan larutan natrium hidroksida encer, kertas menjadi hitam kebiruan

    atau hitam-kehijauan. Kromat, klorat, nitrit, iodida, dan zat-zat pengoksid lain

    mengganggu, karena aksinya yang memutihkan kunyit itu (Vogel, 1979).

    Universitas Sumatera Utara

  • 3. Asam sulfat pekat

    Tidak terjadi sesuatu kerja yang dapat dilihat dalam keadaan dingin,

    meskipun asam ortoborat, H3BO3, dibebaskan. Namun, ketika dipanaskan, asap

    putih asam borat dilepaskan. Jika asam klorida pekat ditambahkan kepada larutan

    boraks yang pekat, asam borat akan mengendap (Vogel, 1979).

    Na2B4O7 + H2SO4 + 5H2O 4H3BO3 +2Na+ + SO42-

    Na2B4O7 + 2HCl + 5H2O 4H3BO3 +2Na+ + 2Cl-

    4. Larutan perak nitrat

    Endapan putih perak metaborat, AgBO2, dari larutan boraks yang cukup

    pekat, yang larut baik dalam larutan ammonia encer maupun dalam asam asetat.

    Dengan mendidihkan endapan dengan air, endapan dihidrolisis sempurna, dan

    diperoleh endapan coklat perak oksida dihasilkan langsung dalam larutan-larutan

    yang sangat encer (Vogel, 1979).

    B4O72- + 4Ag+ + H2O 4AgBO2 + 2H+

    2AgBO2 + 3H2O Ag2O + 2H3BO3

    5. Larutan barium klorida

    Endapan putih barium metaborat, Ba(BO2)2, dari larutan-larutan yang

    cukup pekat, endapan larut dalam reagensia berlebihan, dalam asam-asam encer

    dan dalam larutan garam-garam ammonium. Larutan kalsium dan strontium

    klorida bertindak serupa (Vogel, 1979).

    B4O72- + 2Ba2+ + H2O 2Ba(BO2)2 + 2H3BO3

    Universitas Sumatera Utara

  • 2.3 Kasus Boraks dalam Makanan

    Saat ini, kasus keracunan makanan bukan hal yang asing. Berdasarkan

    hasil investigasi dan pengujian laboratorium yang dilakukan Balai Besar

    Pengawasan Obat dan Makanan (POM) di Jakarta, ditemukan sejumlah produk

    makanan seperti ikan asin, mi basah, tahu, dan bakso yang memakai boraks dan

    formalin sebagai pengawet. Produk makanan yang berformalin dan boraks tidak

    hanya ditemukan di sejumlah pasar tradisional, tetapi sering pula ditemukan di

    berbagai supermarket di berbagai wilayah di tanah air. Padahal perlu kita ketahui

    bahwa sebenarnya formalin dan boraks bukanlah bahan pengawet untuk makanan.

    Penggunaan formalin umumnya adalah untuk pengawet mayat disamping

    pengawet berbagai jenis bahan industri nonmakanan sehingga penggunaannya

    untuk pengawet makanan sangat membahayakan konsumen. Sedangkan boraks

    umumnya digunakan untuk pembersih dan insektisida yang bersifat toksik atau

    beracun untuk manusia. Adanya bahan aditif dan pengawet berbahaya dalam

    makanan ini sebenarnya sudah lama menjadi rahasia umum. Akan tetapi, masalah

    klasik tersebut seringkali muncul menjadi pembicaraan hangat dengan kembali

    ditemukannya sebagai pengawet tersebut pada berbagai jenis bahan makanan yang

    dikonsumsi sehari-hari (Yuliarti, 2007).

    Pangan yang paling banyak mengandung boraks adalah mie basah, bakso,

    makanan ringan dan kerupuk. Lebih dari 99% sampel mie kering tidak

    mengandung boraks. Data hasil pemeriksaan boraks pada beberapa bahan pangan

    dapat dilihat pada Tabel 1 (Badan POM, 2004)

    Universitas Sumatera Utara

  • Tabel 1. Kandungan Boraks Berdasarkan Jenis Pangan

    Jenis Pangan Jumlah Sampel

    yang dianalisa

    Memenuhi Syarat Tidak Memenuhi

    Syarat

    Mie basah 117 81 (69%) 36 (31%)

    Bakso 77 60 (78%) 17 (22%)

    Makanan ringan 61 53 (87%) 8 (13%)

    Kerupuk 410 361 (88%) 49 (12%)

    Mie kering 315 314 (>99%) 1 (

  • oksalat dan kurkumin 1% dalam metanol. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

    80% dari sampel yang diperiksa ternyata mengandung boraks. Data hasil

    pemeriksaan boraks didalam sampel bakso dapat dilihat pada Tabel 2 (Silalahi

    dkk, 2010).

    Tabel 2. Hasil Pemeriksaan Boraks di dalam Sampel Bakso di Medan

    Nomor Lokasi Pengambilan Sampel Hasil

    1 A -

    2 B +

    3 C +

    4 D +

    5 E +

    6 F +

    7 G -

    8 H +

    9 I +

    10 J +

    Keterangan: - = tidak terdeteksi boraks (negatif); + = positif terdeteksi boraks.

    Kode sampel berdasarkan daerah pengambilan sampel: Jl. Gatot Subroto (A), Jl.

    Iskandar Muda (B), Kampung Lalang (C), Padang Bulan (D), Kampung Keling

    (E), Jl. Pancing (F), Setiabudi (G), Jl. Dr. Mansur (USU) (H), Brayan (I), dan

    daerah Amplas (J).

    Kasus yang terjadi selama ini dikarenakan sejumlah produsen nakal

    menggunakan pengawet yang ditujukan untuk tekstil, plastik, bahkan pengawet

    mayat. Hal ini disebabkan oleh relatif murahnya pengawet yang tidak ditujukan

    untuk makanan jika dibandingkan dengan pengawet makanan. Disamping itu,

    ketidaktahuan produsen maupun konsumen tentang bahaya penggunaan pengawet

    nonmakanan sebagai pengawet makanan mengakibatkan kasus ini makin sering

    Universitas Sumatera Utara

  • terjadi. Selain boraks, ada beberapa jenis pengawet lain yang sebenarnya bukan

    bahan tambahan makanan, tetapi digunakan untuk mengawetkan makanan

    sehingga penggunaannya membahayakan bagi konsumen diantaranya formalin,

    asam salisilat dan garamnya, dietilpilokarbonat, dulsin, kalium klorat,

    kloramfenikol, minyak nabati yang dibrominasi, nitrofurazon, dan kalium atau

    prottasium bromat. Diantara bahan-bahan tersebut yang paling sering digunakan

    di masyarakat adalah formalin dan boraks (Yuliarti, 2007).

    Boraks merupakan senyawa yang bisa memperbaiki tekstur makanan

    sehingga menghasilkan tekstur yang bagus misalnya bakso, kerupuk bahkan mie

    basah yang berada di pasaran. Kerupuk yang mengandung boraks kalau digoreng

    akan mengembang dan empuk, teksturnya bagus dan renyah. Padahal, gelas pyrex

    yang terkenal kuat bisa memiliki performa seperti itu karena dibuat dengan

    campuran boraks. Kemungkinan besar daya pengawet boraks disebabkan oleh

    senyawa aktif asam borat (Rahmawati, 2010).

    Boraks digunakan atau ditambahkan ke dalam pangan atau bahan pangan

    sebagai pengenyal ataupun sebagai pengawet. Dari berbagai penelitian yang telah

    dilakukan diperoleh data bahwa senyawa asam borat ini didapati pada lontong

    agar teksturnya menjadi bagus dan kebanyakan pada bakso (Cahyadi, 2006).

    Ciri dari bakso yang mengandung boraks adalah Bakso yang

    menggunakan boraks, bila digigit akan kembali ke bentuk semula. Selain

    membuat kenyal, boraks juga digunakan agar bakso lebih tahan lama. Ciri lainnya

    adalah warnanya yang tampak lebih putih. Hal itu berbeda dari bakso yang baik,

    biasanya berwarna abu-abu segar merata di semua bagian, baik dipinggir maupun

    Universitas Sumatera Utara

  • tengah. Bila bakso berwarna abu-abu tua, itu tandanya bakso dibuat dengan

    penambahan boraks yang berlebihan. Bakso memiliki sifat keasaman rendah dan

    pH yang tinggi, sehingga makanan favorit berbagai kalangan itu tidak bertahan

    lama. Terlebih lagi, bakso memiliki kadar air yang tinggi, sehingga bakteri mudah

    berkembang, karena itu penyimpanannya harus lebih baik. Saat ini, banyak

    penyimpangan yang dilakukan produsen nakal agar baksonya bertahan lama.

    Mereka mencelupkan bakso ke larutan formalin ataupun boraks, agar baksonya

    lebih tahan lama. Padahal, itu sangat berbahaya bagi kesehatan (Cahyadi, 2006).

    Universitas Sumatera Utara