7E
Transcript of 7E
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Teori Konstruktivisme
1. Pengertian Konstruktivisme
Kontruksi berarti bersifat membangun, dalam konteks filsafat pendidikan, konstruktivisme
adalah suatu upaya membangun tata susunan hidup yang berbudaya modern. Konstruktivisme
merupakan landasan berfikir (filosofi) pembelajaran konstektual yaitu bahwa pengetahuan
dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang
terbatas. Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep, atau kaidah yang siap untuk
diambil dan diingat. Manusia harus mengkontruksi pengetahuan itu dan memberi makna melalui
pengalaman nyata.
Menurut Tran Vui, konstruktivisme adalah suatu filsafat belajar yang dibangun atas
pengalaman-pengalaman sendiri. Sedangkan teori konstruktivisme adalah sebuah teori yang
memberikan kebebasan terhadap manusia yang ingin belajar atau mencari kebutuhanya tersebut
dengan bantuan fasilitas orang lain.
Dari keterangan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa teori ini memberikan keaktifan
terhadap manusia untuk belajar menemukan sendiri kompetensi, pengetahuan atau teknologi, dan
hal lain yang diperlukan guna mengembangkan dirinya sendiri.
Gagasan konstruktivisme pertama kali diperkenalkan oleh Pieget. Sebagaiman yang
dikemukakan oleh Dahar (1989: 159) bahwa:
Berdasarkan penilaianya tentang bagaimana anak-anak memperoleh pengetahuanya, Piaget sampai pada kesimpulan bahwa pengetahuan itu dibangun dalam pikiran anak. Penelitian inilah yang menyebabkan dia dikenal sebagai kostruktivisme pertama.
Menurut pandangan konstruktivisme keberhasilan belajar tergantung bukan hanya pada
lingkungan atau kondisi belajar, tetapi juga pada pengetahuan awal siswa. Belajar melihat
pembentukan “makna” oleh siswa dari apa yang mereka lakukan, lihat, dan dengar. Makna yang
dibangun tergantung pada pengetahuan yang sudah ada pada siswa. Penerapan dari
konstruktivisme di sekolah adalah pengetahuan itu tidak dapat dipindahkan secara utuh dari
pikiran guru kepada siswa, namun secara aktif dibangun sendiri oleh siswa dengan bantuan guru
melalui pengalaman yang nyata.
Piaget dan para konsstruktivisme yang lain pada umumnya berpendapat bahwa dalam
mengajar, seharusnya memperhatikan pengetahuan yang telah diperoleh siswa sebelumnya.
Dengan demikian “mengajar bukan sebagai proses dimana gagasan dipindahkan pada siswa
melainkan sebagai proses untuk membangaun gagasan siswa yang sudah ada yang mungkin
“salah” (Dahar, 1989: 167). Dengan menggunaka konstruktivisme secara tidak langsung siswa
akan berperan aktif dalam pembelajaran. Sehingga peran guru berubah dari sumber dan pemberi
informasi menjadi fasilitator belajar siswa.
2. Tujuan kostruktivisme
Terdapat beberapa tujuan teori konstruktivisme antara lain sebagai berikut:
1. Membangun kemampuan siswa untuk mengajukan pertanyaan dan mencari sendiri
pertanyaanya.
2. Membantu siswa untuk mengembangkan pengertian dan pemahaman konsep secara lengkap
3. Mengembangkan kemampuan siswa untuk menjadi pemikir yang mandiri. Lebih menekankan
pada proses belajara bagaimana belajar itu.
B. Model Pembelajaran
Model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau polah yang digunakan sebagai
pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas atau pembelajaran dalam tutorial dan untuk
menentukan perangkat-perangkat pembelajaran termasuk di dalamnya buku-buku, film,
computer dan lain-lain Trianto (2007: 5).
Menurut Trianto (2007: 5) mengemukakan maksud dari model pembelajaran adalah
“kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan
pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu dan berfungsi sebagai pedoman bagi
para perancang pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan aktivitas belajar
mengajar”.
Berdasarkan definisi tentang model pembelajaran yang dikemukakan para ahli di atas,
maka dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran merupakan bentuk pembelajaran
berdasarkan teori-teori yang disusun secara sistematis dalam mengorganisasikan pembelajaran
untuk mencapai tujuan belajar tertentu.
Ahmad Sudrajat (2008: 23) menyatakan bahwa istilah model pembelajaran mempunyai
ciri khusus yang tidak dimiliki oleh strategi atau prosedur tertentu. Cirri-ciri khusus tersebut
antara lain:
1. Rasional teoritik yang logis yang disusun oleh para pencipta atau pengembangnya.
2. Landasan pemikiran tentang apa dan bagaimana siswa belajar.
3. Tingkah laku mengajar yang diperlukanagar model tersebut dapat dilaksanakandengan berhasil.
4. Lingkungan belajar yang duperlukanagar tujuan pembelajaran dapat tercapai
Dalam pengajaran suatu pokok bahasan (materi) harus dipilih model pembelajaran yang
paling sesuai dengan tujuan yang akan dicapai. Oleh karena itu dalam memilih model
pembelajaran harus memilik pertimbangan-pertimbangan. Misalnya meteri pelajaran, tingkat
perkembangan kognitif siswa, dan sarana atau fasilitas yang tersedia, sehingga tujuan
pembelajaran yang telah ditetapkan dapat dicapai.
C. Model Pembelajaran Learning Cycle
1. Pengertian Model Pembelajaran Learning Cycle
Learning cycle adalah suatu model pembelajaran yangberpusat pada siswa (student
centere) yangmerupakanrangkaian tahap-tahap kegiatan yang diorganisasi sedemikian
rupasehingga siswa dapat menguasai kompetensi yang harus dicapai dalam pembelajaran dengan
berperan aktif (Fajaroh, 2010: 23). Model pembelajaran learning cycle dikembangkan dari teori
perkembangan kognitif Piaget yang berbasis konstruktivisme. Piaget menyatakan bahwa belajar
merupakan pengembangan aspek kognitif yang meliputi struktur, isi, dan fungsi. Struktur adalah
organisasi-organisasi mental tingkat tinggi yang dimiliki individu untuk memecahkan masalah-
masalah. Isi adalah perilaku khas individu dalam merespon masalah yang dihadapi. Sedangkan
fungsi merupakan proses perkembangan intelektual yang mencakup adaptasi dan organisasi.
Adaptasi terdiri dari asimilasi dan akomodasi. Dalam asimilasi individu berinteraksi dengan data
yang ada di lingkungan untuk diproses dalam struktur mentalnya. Dalam proses ini struktur
mental individu dapat diubah sehingga terjadilah akomodasi.
Modelbelajar ini menyarankan agar proses pembelajaran dapat melibatkansiswa dalam
kegiatan belajar yang aktif sehingga proses asimilasi,akomodasi dan organisasi dalam struktur
kognitif siswa tercapai. Bilaterjadi proses konstruksi pengetahuan dengan baik maka siswa
akandapat meningkatkan pemahamannya terhadap materi yang dipelajari.Implementasi learning
cycle dalam pembelajaran menempatkan gurusebagai fasilitator yang mengelola berlangsungnya
fase-fase tersebutmulai dari perencanaan (terutama perangkat pembelajaran),
pelaksanaan(terutama pemberian pertanyaan-pertanyaan arahan dan prosespembimbingan), dan
evaluasi (Fajaroh, 2007: 24).
2. Sejarah dan Perkembangan Model Pembelajran Learnign Cycle
Learning cycle merupakan strategi pengajaran yang secara formal diterpakan pertama kali
di program sains sekolah dasar yaitu Science Curriculum Improvement Study (SCIS). Namun
beberapa study menunjukkan bahwa penerapan teknik pengajaran ini telah menyebar luas di
berbagai tingkat kelas, termasuk di universitas. Learning cycle dikembangkan lebih dari 32 tahun
yang lalu, pada awalnya oleh RobertKarplus dan Their (Lawson, 1994: 136) dalam Science
Curriculum Improvement Study (SCIS).
a) Model Pembelajaran Learning Cycle 3E
Karplus dan Their (Lawson, 1994: 136) dalam Science Curriculum Improvement Study
(SCIS)mengemukakan bahwa terdapat tiga tahapan dalam siklus belajar yaitu exploration,
invention dan discovery. Ketiga tahapantersebut terus mengalami perkembangan hingga Lawson
(1994: 136) mengemukakan bahwa ada tahapan dalam siklus belajar yaitu eksplorasi
(exploration), menjelaskan (explanation), dan memperluas (elaboration/extention), yang dikenal
dengan learning cycle 3E. Ketiga tahapan dalam learning cycle tersebut adalah sebagai berikut :
1) Eksplorasi (exploration)
Pada tahap eksplorasi pembelajar diberi kesempatan untukmemanfaatkan panca inderanya
semaksimal mungkin dalamberinteraksi dengan lingkungan. Dari kegiatan ini diharapkanmuncul
ketidak seimbangan dalam struktur mentalnya yang ditandai dengan munculnya
pertanyaanpertanyaanyang mengarah berkembangnya daya nalar tingkat tinggiyang diawali
dengan kata-kata seperti mengapa dan bagaimana (Dasna, 2005: 64). Munculnya pertanyaan
tersebut sekaligus menjadiindikator kesiapan siswa menuju fase berikutnya.
2) Menjelaskan (explanation)
Pada fase ini diharapkan terjadi proses menuju keseimbangan antarakonsep-konsep yang telah
dimiliki pembelajar dengan konsepkonsepbaru yang dipelajari melalui kegiatan yang
membutuhkandaya nalar seperti menelaah sumber pustaka dan berdiskusi. Padatahap ini
pembelajar mengenal istilah-istilah yang berkaitan dengan konsep-konsep baru yang sedang
dipelajari.
3) Memperluas (elaboration/extention)
Pembelajar diajak menerapkan pemahaman konsepnya melaluikegiatan seperti problem solving.
Penerapan konsep dapat meningkatkan pemahaman konsep dan motivasi belajar.
b) Model Pembelajaran Learning Cycle 5E
Learning cycle tiga fase kini sudah dikembangkan menjadi limafase (learning cycle 5E).
Menurut Lorsbach dalam The Learning Cycle as a Tool for Planning Science Instruction,
Learning Cycle terdiri dari limafase yaitu: (1) fase to engage (fase mengundang), (2) fase to
explore (fasemenggali), (3) fase to explain (fase menjelaskan), (4) fase to extend (fasepenerapan
konsep), dan (5) fase to evaluate (fase evaluasi). Kelima fasetersebut dapat dijabarkan sebagai
berikut (Dasna, 2006: 79).
1) Engagement
Kegiatan pada fase ini bertujuan untuk mendapatkan perhatian siswa,mendorong kemampuan
berpikirnya, dan membantu merekamengakses pengetahuan awal yang telah dimilikinya. Hal
pentingyang perlu dicapai oleh pengajar pada fase ini adalah timbulnya rasaingin tahu siswa
tentang tema atau topik yang akan dipelajari. Keadaan tersebut dapat dicapai dengan mengajukan
pertanyaanpertanyaankepada siswa tentang fakta atau fenomena yangberhubungan dengan materi
yang akan dipelajari. Jawaban siswadigunakan untuk mengetahui hal-hal apa saja yang telah
diketahuioleh mereka. Pada fase ini pula siswa diajak membuat prediksiprediksitentang
fenomena yang akan dipelajari dan dibuktikandalam fase eksplorasi (Dasna, 2006: 79).
2) Exploration
Fase eksplorasi siswa diberi kesempatan untuk bekerja baik secaramandiri maupun secara
berkelompok tanpa instruksi atau pengarahansecara langsung dari guru.Siswa bekerja
memanipulasi suatu obyek,melakukan percobaan (secara ilmiah), melakukan
pengamatan,mengumpulkan data, sampai pada membuat kesimpulan daripercobaan yang
dilakukan. Dalam kegiatan ini guru sebaiknyaberperan sebagai fasilitator membantu siswa agar
bekerja padalingkup permasalahan (hipotesis yang dibuat sebelumnya). Kegiataneksplorasi
memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengujidugaan dan hipotesis yang telah mereka
tetapkan. Mereka dapatmencoba beberapa alternatif pemecahan, mendiskusikannya denganteman
sekelompoknya, mencatat hasil pengamatan danmengemukakan ide dan mengambil keputusan
memecahkannya (Dasna, 2006: 81). Kegiatan pada fase ini sampai pada tahappresentasi atau
komunikasi hasil yang diperoleh dari percobaan ataumenelaah bacaan. Dari komunikasi tersebut
diharapkan diketahuiseberapa tingkat pemahaman siswa terhadap masalah yang dipecahkan
(Dasna, 2006: 82).
3) Explaination
Kegiatan belajar pada fase penjelasan ini bertujuan untukmelengkapi, menyempurnakan, dan
mengembangkan konsep yang diperoleh siswa. Guru mendorong siswa untuk menjelaskan
konsep yang dipahaminya dengan kata-katanya sendiri, menunjukkancontoh-contoh yang
berhubungan dengan konsep untuk melengkapipenjelasannya. Pada kegiatan ini sangat penting
adanya diskusi antaranggota kelompok untuk mengkritisi penjelasan konsep dari siswa yang satu
dengan yang lainnya. Pada kegiatan yang berhubungan dengan percobaan, guru dapat
memperdalam hubungan antarvariabel atau kesimpulan yang diperoleh siswa. Hal ini
diperlukanagar siswa dapat meningkatkan pemahaman konsep yang barudiperolehnya.
4) Extend
Kegiatan belajar pada fase ini mengarahkan siswa menerapkankonsep-konsep yang telah
dipahami dan keterampilan yang dimilikipada situasi baru. Guru dapat mengarahkan siswa untuk
memperolehpenjelasan alternatif dengan menggunakan data atau fakta yangmereka eksplorasi
dalam situasi yang baru. Guru dapat memulaidengan mengajukan masalah baru yang
memerlukan pengujian lewatekplorasi dengan melakukan percobaan, pengamatan,
pengumpulandata, analisis data sampai membuat kesimpulan.
5) Evaluation
Kegiatan belajar pada fase evaluasi, guru mengamati perubahan padasiswa sebagai akibat dari
proses belajar pada fase ini guru dapatmengajukan pertanyaan terbuka yang dapat dijawab
denganmenggunakan lembar observasi, fakta atau data dari penjelasan darisebelumnya yang
dapat diterima. Kegiatan pada fase evaluasiberhubungan dengan penilaian kelas yang dilakukan
guru meliputipenilaian proses dan evaluasi penguasaan konsep yang diperolehsiswa.
c) Model Pembelajaran Learning Cycle 7E
Model pembelajaran learning cycle ini terus mengalami perkembangan hingga Eisenkraft
(2003) mengembangkan learning cycle menjadi 7 tahapan. Perubahan yang terjadi pada tahapan
learning cycle 5E menjadilearning cycle 7E terjadi pada fase Engage menjadi 2 tahapan yaitu
Elicitdan Engage, sedangkan pada tahapan Elaborate dan Evaluate menjadi 3tahapan yaitu
menjadi Elaborate, Evaluate dan Extend.
Tabel 1. Perbandingan Model learning cycle 5E dan learning cycle 7E
Perbandingan Learning Cycle 5EDan Learning Cycle 7ELearning
Cycle 5E Learning Learning Cycle 7EElicit
Engagement Engagement
Exploration Exploration
Explaination Explaination
Extend Extend
Evaluation Evaluation
Elaboration
Menurut Eisenkraft dalam Rizaldi (2012: 26) tahapan-tahapan model
pembelajaranLearning Cycle 7E dapat dijelaskan sebagai berikut:
1) Elicit
Guru berusaha menimbulkan atau mendatangkan pengetahuan awalsiswa. Pada fase ini guru
dapat mengetahui sampai dimanapengetahuan awal siswa terhadap pelajaran yang akan
dipelajaridengan memberikan pertanyaan-pertanyaan yang merangsangpengetahuan awal siswa
agar timbul respon dari pemikiran siswaserta menimbulkan kepenasaran tentang jawaban dari
pertanyaanpertanyaanyang diajukan oleh guru. Fase ini dimulai denganpertanyaan mendasar
yang berhubungan dengan pelajaran yang akan dipelajari dengan mengambil contoh yang mudah
yang diketahuisiswa seperti kejadian dalam kehidupan sehari-hari.
2) Engagment
Fase digunakan untuk memfokuskan perhatian siswa, merangsang kemampuan berfikir siswa
serta membangkitkan minat dan motivasisiswa terhadap konsep yang akan diajarkan. Fase ini
dapat dilakukandengan demonstrasi, diskusi, membaca, atau aktivitas lainyang digunakan untuk
membuka pengetahuan siswa dan mengembangkan rasa keigintahuan siswa.
3) Exploration
Fase ini siswa memperoleh pengetahuan dengan pengalaman langsung yang berhubungan
dengan konsep yang akan dipelajari. Siswa diberi kesempatan untuk bekerja dalam kelompok-
kelompok kecil tanpa pengajaran langsung dari guru. Pada fase ini siswa diberi kesempatan
untuk mengamati data, merekam data, mengisolasivariabel, merancang dan merencanakan
eksperimen, membuatgrafik, menafsirkan hasil, mengembangkan hipotesis serta mengatur
temuan mereka. Guru merangkai pertanyaan, memberi masukan, dan menilai pemahaman.
4) Explaination
Fase ini siswa diperkenalkan pada konsep, hukum dan teori baru, siswa menyimpulkan dan
mengemukakan hasil dari temuannya padafase explore. Guru mengenalkan siswa pada beberapa
kosa kata ilmiah, dan memberikan pertanyaan untuk merangsang siswa agar menggunakan istilah
ilmiah untuk menjelaskan hasil eksplorasi.
5) Elaboration
Fase yang bertujuan untuk membawa siswa menerapkan symbol-simbol, definisi-defiisi, konsep-
konsep, dan keterampilan keterampilan pada permasalahan-permasalahan yang berkaitan dengan
contoh dari pelajaran yang dipelajari.
6) Evaluation
Fase evaluasi model pembelajaran Learning Cycle 7E terdiri dari evaluasi Formatif dan evaluasi
sumatif. Evaluasi formatif tidak boleh dibatasi pada siklus-siklus tertentu saja, sebaiknya guru
selalu menilai semua kegiatan siswa.
7) Extend
Pada tahap ini bertujuan untuk berfikir, mencari menemukan danmenjelaskan contoh penerapan
konsep yang telah dipelajari bahkan kegiatan ini dapat merangsang siswa untuk mencari
hubungankonsep yang mereka pelajari dengan konsep lain yang sudah atau belum mereka
pelajari. Ketujuh tahapan di atas adalah hal-hal yang harus dilakukan guru dan siswa untuk
menerapkan Learning Cycle 7E pada pembelajaran dikelas. Guru dan siswa mempunyai peran
masing-masing dalam setiap kegiatan pembelajaran yang dilakukan dengan menggunakan
tahapandari siklus belajar.
Ketujuh tahapan di atas adalah hal-hal yang harus dilakukan guru dan siswa untuk
menerapkan Learning Cycle 7E pada pembelajaran di kelas. Guru dan siswa mempunyai peran
masing-masing dalam setiap kegiatan pembelajaran yang dilakukan dengan menggunakan
tahapan dari siklus belajar.
3. Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajaran Learning Cycle
a) Kelebihan
Kelebihan dari model pembelajaran learning cycle (Lorbach, 2008: 24) antara lain sebagai
berikut.
1) Merangsang siswa untuk mengingat materi pelajaran yang telah mereka dapatkan sebelumnya.
2) Memberikan motivasi kepada siswa untuk menjadi lebih efektif dan menambah rasa keingin
tahuan siswa.
3) Melatih siswa belajar melakukan konsep melalui kegiatan eksperimen.
4) Melati siswa untuk menyampaikan secara lisan konsep yang telah mereka pelajari.
5) Memberikan kesempatan kepada siswa untuk berfikir, mencari, menemukan, dan menjelaskan
contoh penerapan konsep yang telah mereka pelajari.
6) Guru dan siswa menjalankan tahapan-tahapan pembelajaran yang saling mengisi satu sama lain.
7) Guru dapat menerapkan model ini dengan metode yang berbeda-beda.
b) Kekurangan
Dibalik kelebihan-kelebihan di atas, model pembelajaran learning cycle memiliki beberapa
kelemahan (Fajaroh dalam Herdiansya, 2010: 25) sebagai berikut.
1) Efektifitas guru rendah jika guru tidak menguasai materi dan langka-langka pembelajaran.
2) Menuntut kesungguhan dan kreatifitas guru dalam merangsang dan melaksanakan proses
pembelajaran.
3) Memerlukan waktu dan tenaga yang lebih banyak untuk menyusun rencana dan pelaksanaan
pembelajaran.
D. Pemahaman Konsep
Menurut Sudjana (1990: 24) pemahaman konsep adalah tingkat kemapuan yang
mengharapkan siswa mampu memahami arti dari konsep, situasi, serta fakta yang diketahuinya.
Dalam hal ini siswa tidak hanya hafal secata verbalitas, tetapi memahami konsep dari masalah
atau fakta yang ditanyakan. Menurut Bloom dalam Sudjana (1990: 24) kemampuan ini dapat
dibagi menjadi 3 tipe pemahaman yaitu:
1. Menerjemahkan(translation)
Terdapat beberapa kemampuan dalam proses menerjemahkan (translation) antara lain:
a) Menerjemahkan suatu abstraksi kepada abstraksi yang lain. Kemampuan ini meliputi
kemampuan menerjemahkan suatu masalah menggunakan bahasa sendiri, menerjemahkan suatu
uraian panjang menjadi laporan singkat, dan menerjemahkan suatu prinsip umum dengan
memberikan suatu ilustrasi atau contoh.
b) Menerjemahkan suatu bentuk simbolik ke suatu bentuk lain atau sebalinya. Kemampuan ini
meliputi: kemampuan menerjemahkan hubungan yang diterjemahkan dalam bentuk symbol,
peta, tabel, diagram, grafik, formula dan persamaan matematis ke dalam bahasa verbal atau
sebaliknya, menerjemahkan suatu konsep ke dalam suatu tampilan visual, dan mampu
menyiapkan tampilan grafik dari fenomena fisika atau data hasil observasi.
c) Menerjemahkan suatu bentuk perkataan ke dalam bentuk yang lain yang meliputi kemampuan
untuk menerjemahkan pernyataan metafora, simbolisme, atau iron ke dalam bahasa pengantar di
kelas.
2. Menafsirkan (interpretation)
Menafsirkan adalah kemampuan untuk mengenal dan memahami ide, grafik, atau
gambar-gambar lainya. Menurut Bloom dalam Sudjana (1990: 24) terdapat beberapa
kemampuan dalam proses penafsiran diantaranya mampu memahami dan menginterprestasikan
sebagai bacaan secara dalam dan jelas, membedakan pembenaran atau penyangkalan suatu
kesimpulan yang digambarkan oleh suatu data, mampu menafsirkan data social dan mampu
membuat batasan yang tepat ketika menafsirkan suatu data.
3. Mengekspresikan (extrapolation)
Pemahaman extrapolasi merupakan kemampuan untuk meramalkan kecenderungan yang
ada menurut data tertentu dan implikasi yang sejalan dengan kondisi yang digambarkan.
Pemahaman extrapolasi berkaitan dengan kemampuan siswa dalam menerapkan bentuk
perhitungan matematis untuk menyelesaikan soal.
http://suardimaswatu.blogspot.com/2013/03/skripsi-model-pembelajaran-learning.html
Model Pembelajaran LC ( Learning Cycle)
Model Pembelajaran LC ( Learning Cycle)
Slavin (2005:187) mengatakan bahwa pada dasarnya para siswa memasuki kelas dengan pengetahuan, ketrampilan dan motivasi yang berbeda-beda dari rumah. Ketika guru memberikan suatu materi pelajaran dalam kelas, siswa dalam menerima pelajaran tersebut ada yang cepat dan ada yang lambat. Untuk mengatasi masalah perbedaan kecepatan siswa dalam menerima materi dalam kelas dapat digunakan model pembelajaran Leaning Cycle.
LC (Learning Cycle) ,yaitu suatu model pembelajaran yang berpusat pada pebelajar (student centered). LC (Learning Cycle) patut dikedepankan, karena sesuai dengan teori belajar Piaget (Renner et al, 1988), teori belajar yang berbasis konstruktivisme. Piaget menyatakan bahwa belajar merupakan pengembangan aspek kognitif yang meliputi: struktur, isi, dan fungsi. Struktur intelektual adalah organisasi-organisasi mental tingkat tinggi yang dimiliki individu untuk memecahkan masalah-masalah. Isi adalah perilaku khas individu dalam merespon masalah yang dihadapi. Sedangkan fungsi merupakan proses perkembangan intelektual yang mencakup adaptasi dan organisasi (Arifin, 1995). Ciri khas model pembelajaran LC(Learning Cycle) ini adalah setiap siswa secara individual belajar materi pembelajaran yang sudah dipersiapkan guru yang kemudian hasil belajar
individual dibawa ke kelompok-kelompok untuk didiskusikan oleh anggota kelompok, dan semua anggota kelompok bertanggung jawab atas keseluruhan jawaban sebagai tanggung jawab bersama. Kelebihan model pembelajaran LC (Learning Cycle) meningkatkan motivasi belajar karena pebelajar dilibatkan secara aktif dalam proses pembelajaran., dapat memberikan kondisi belajar yang menyenangkan, meningkatkan ketrampilan sosial dan aktivitas siswa, membantu siswa dalam memahami dan menguasai konsep-konsep fisika yang telah dipelajari melalui kegiatan atau belajar secara berkelompok, sehingga dapat meningkatkan hasil belajar fisika siswa. Sehingga, Model pembelajaran LC (Learning Cycle) ini cocok diterapkan dalam pembelajaran fisika karena dapat mengatasi kesulitan belajar siswa secara individu untuk memahami konsep karena lebih banyak digunakan untuk pemecahan masalah.
Menurut Piaget (1989) model pembelajaran LC (Learning Cycle (5 E)) pada dasarnya memiliki lima fase yaitu:1. Engagement (Undangan)Bertujuan mempersiapkan diri pebelajar agar terkondisi dalam menempuh fase berikutnya dengan jalan mengeksplorasi pengetahuan awal dan ide-ide mereka serta untuk mengetahui kemungkinan terjadinya miskonsepsi pada pembelajaran sebelumnya. Dalam fase engagement ini minat dan keingintahuan (curiosity) pebelajar tentang topik yang akan diajarkan berusaha dibangkitkan. Pada fase ini pula pebelajar diajak membuat prediksi-prediksi tentang fenomena yang akan dipelajari dan dibuktikan dalam tahap eksplorasi.2. Exploration (Eksplorasi)Siswa diberi kesempatan untuk bekerja sama dalam kelompok-kelompok kecil tanpa pengajaran langsung dari guru untuk menguji prediksi, melakukan dan mencatat pengamatan serta ide-ide melalui kegiatan-kegiatan seperti praktikum dan telaah literatur.3. Explanation (Penjelasan)Guru mendorong siswa untuk menjelaskan konsep dengan kalimat mereka sendiri, meminta bukti dan klarifikasi dari penjelasan mereka, dan mengarahkan kegiatan diskusi. Pada tahap ini pebelajar menemukan istilah-istilah dari konsep yang dipelajari.4. Elaboration (Pengembangan)Siswa mengembangkan konsep dan ketrampilan dalam situasi baru melalui kegiatan-kegiatan seperti praktikum lanjutan dan problem solving. 5. Evaluation (Evaluasi)Pengajar menilai apakah pembelajaran sudah berlangsung baik dengan jalan memberikan tes untuk mengukur kemampuan siswa setelah menerima materi pelajaran.
Gambar 1. Langkah-langkah Daur Belajar (Sumber: Johnston, 2001)
Berdasarkan tahapan-tahapan dalam metode pembelajaran bersiklus seperti dipaparkan di atas, diharapkan siswa tidak hanya mendengar keterangan guru tetapi dapat berperan aktif untuk menggali dan memperkaya pemahaman mereka terhadap konsep-konsep yang dipelajari. Berdasarkan uraian di atas, LC dapat dimplementasikan dalam pembelajaran bidang-bidang sain maupun sosial.LC (Learning Cycle) ,yaitu suatu model pembelajaran yang berpusat pada pebelajar (student centered). LC (Learning Cycle) patut dikedepankan, karena sesuai dengan teori belajar Piaget (Renner et al, 1988), teori belajar yang berbasis konstruktivisme. LC melalui kegiatan dalam tiap fase mewadahi pebelajar untuk secara aktif membangun konsep-konsepnya sendiri dengan cara berinteraksi dengan lingkungan fisik maupun sosial.
Implementasi LC dalam pembelajaran sesuai dengan pandangan kontruktivis yaitu:1. Siswa belajar secara aktif. Siswa mempelajari materi secara bermakna dengan bekerja dan berpikir.Pengetahuan di konstruksi dari pengalaman siswa.2. Informasi baru dikaitkan dengan skema yang telah dimiliki siswa. Informasi baru yang dimiliki siswa berasal dari interpretasi individu3. Orientasi pembelajaran adalah investigasi dan penemuan yang merupakan pemecahan masalah.(Hudojo,2001)
Dengan demikian proses pembelajaran bukan lagi sekedar transfer pengetahuan dari guru ke siswa, seperti dalam falsafah behaviorisme, tetapi merupakan proses pemerolehan konsep yang berorientasi pada keterlibatan siswa secara aktif dan langsung. Proses pembelajaran demikian akan lebih bermakna dan menjadikan skema dalam diri pebelajar menjadi pengetahuan fungsional yang setiap saat dapat diorganisasi oleh pebelajar untuk menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapi. Hasil-hasil penelitian di perguruan tinggi dan sekolah menengah tentang implementasi LC dalam pembelajaran sain menunjukkan keberhasilan model ini dalam meningkatkan kualitas proses dan hasil belajar siswa (Budiasih dan Widarti, 2004; Fajaroh dan Dasna, 2004).
Model pembelajaran LC (Learning Cycle) ini memiliki unsur-unsur sebagai berikut:1. SintakmatikLangkah-langkah model pembelajaran LC (Learning Cycle) yakni pada table 2.1 sebagai berikut :
2. Sistem sosialSistem sosial yang berlaku dan berlangsung dalam model Learning Cycle bersifat demokratis. Setiap siswa diberi kebebasan untuk mengemukakan pendapat berupa jawaban dan pertanyaan sehingga tercipta suasana belajar yang aktif. Siswa juga dituntut bekerja sama dengan teman sehingga terjalin interaksi antar siswa. Maka dari itulah didalam suatu kelompok siswa dituntut untuk membuat hubungan yang baik antar anggota kelompok sehingga sikap untuk menghargai sesama dan saling membantu sangatlah diperlukan.
3. Prinsip reaksiGuru berperan sebagai penasehat, konsultan, dan pemberi kritik terhadap kinerja siswa. Guru berupaya menciptakan kegiatan pembelajaran yang dapat membangkitkan motivasi siswa untuk belajar secara aktif dan juga guru berupaya menciptakan kegiatan pembelajaran yaang menuntut terjadi interaksi antara siswa dengan siswa yang lain maupun antara siswa dengan guru.Didalam penerapan model pembelajaran ini, guru melakukan pengendalian terhadap aktivitas pebelajar pada setiap kelompok, antara lain dengan memberikan penjelasan materi atau bacaan yang terkait dengan tugas-tugas kelompok.
4. Sistem pendukungSistem pendukung pembelajaran adalah segala sarana yang dapat digunakan untuk melaksanakan kegiatan pembelajaran. Sarana pendukung yang diperlukan untuk melaksanakan model pembelajaran ini adalah, buku paket fisika SMP kelas VII sebagai referensi siswa untuk
mengaitkan informasi dalam lembar tugas dengan konsep fisika, LKS, papan tulis, alat tulis dan kartu permainan (cards game)
5. Dampak instruksionalDampak instruksional dari model pembelajaran ini antara lain: pemahaman terhadap konsep, kemampuan menerapkan konsep fisika dalam memecahkan masalah, kemampuan merespon, bertanya menjawab pertanyaan, memperhatikan penjelasan guru dan menilai fenomena fisika yang terjadi, serta kemampuan bersosialisasi.
6. Dampak pengiringDampak pengiring dari model pembelajaran ini antara lain : kemampuan bersikap jujur, kemampuan menghargai pendapat orang lain, kemampuan memandang masalah dari berbagai perspektif, kemampuan berpikir divergen atau berpikir kreatif, memiliki rasa percaya diri, memiliki motivasi belajar, memiliki keterampilan hidup bergotong royong, diskusi dengan kelompok, dan bekerja sama dengan teman satu kelompok.Model LC (Learning Cycle) ini mempunyai kelebihan sebagai berikut:1. Meningkatkan motivasi belajar karena pebelajar dilibatkan secara aktif dalam proses pembelajaran.2. Siswa dapat menerima pengalaman dan dimengerti orang lain;3. Siswa mampu mengembangkan potensi individu yang berhasil dan berguna, kreatif, bertanggung jawab, mengaktualisasikan dan mengoptimalkan dirinya terhadap perubahan yang terjadi 4. Pembelajaran menjadi lebih bermaknahttp://learningmodels.blogspot.com/2011/04/2.html
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN AKTIF TIPE THE LEARNING CYCLE UNTUK MENINGKATKAN MATEMATIKA KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS
SISWA PADA MATERI LOGIKA
(PTK pada Siswa Kelas X Semester Gasal SMA Negeri 2 Boyolali )
A. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Pentingnya kemampuan berpikir kritis adalah supaya manusia dapat memecahkan masalah yang di hadapi lebih mudah dan dengan kemampuan berpikir kritis manusia dapat bersaing dalam mengisi pasar kerja. Trilling and Hood, 1999; Galbreath (1999) mengemukakan bahwa pada abad pengetahuan modal intelektual, yaitu kecakapan berpikir merupakan kebutuhan utama sebagai tenaga kerja.Degeng (2003) mengharapkan lulusan sekolah menengah sampai perguruan tinggi di Indonesia, di samping memiliki kecakapan vokasional (vocational skill) juga harus memiliki kecakapan berpikir (thinking skill) sehingga bangsa ini tidak menjadi bangsa “buruh”.
Kecakapan berpikir merupakan kemampuan yang harus dipelajari di sekolah. Hal ini mendukung John Dewey (1916, dalam Johnson 2002) sejak awal mengharapkan agar siswa di sekolah diajarkan cara berpikir. Kurikulum 2004 (Kurikulum Berbasis Kompetensi) mengharapkan agar siswa menguasai kecakapan hidup (life skill) yang salah satunya adalah kecakapan berpikir (thinking skill) yang harus diajarkan melalui semua mata pelajaran
Dari uraian di atas tampak bahwa kecakapan berpikir merupakan hal yang sangat penting yang diperlukan oleh setiap orang untuk hidupnya.Oleh karena itu kecakapan berpikir sangat penting dipelajari siswa si sekolah.Pendidikan berpikir di sekolah saat ini khususnya di SMA belum ditangani dengan baik. Guru hanya berupaya meningkatkan kemampuan kognitif siswa. Akibatnya kecakapan berpikir lulusan SMA masih relatif rendah. Hal ini didukung oleh hasil penelitian Rofi’udin (2000) mengemukakan bahwa terjadi keluhan tentang rendahnya kecakapan berpikir kritis- kreatif lulusan sekolah dasar sampai perguruan tinggi di Indonesia, karena pendidikan berpikir belum ditangani dengan baik. Arnyana (2005) menemukan bahwa guru matematika SMA di Singaraja belum secara sadar merencanakan untuk melatih kecakapan berpikir siswa.
Kemampuan berpikir yang diperlukan setiap orang adalah kemampuan berpikir tingkat tinggi.Johnson (2002); Krulik and Rudnick (1996) menyebutkan bahwa berpikir tingkat tinggi terdiri dari berpikir kritis dan berpikir kreatif. Berpikir kritis adalah aktivitas mental dalam hal memecahkan masalah, mengambil keputusan, menganalisis asumsi, mengevaluasi, memberi rasional, dan melakukan penyelidikan.Sedangkan berpikir kreatif adalah aktivitas mental yang menghasilkan ide-ide yang orisinil, berdaya cipta, dan mampu menerapkan ide-ide. Ennis (1985; 1993) dan Marzano, et al. (1988) mengemukakan bahwa berpikir kritis mencakup kemampuan: (1) merumuskan masalah, (2) memberikan argumen, (3) mengemukakan pertanyaan dan memberikan jawaban, (4) menentukan sumber informasi, (5) melakukan deduksi, (6) melakukan induksi, (7) melakukan evaluasi, (8) memberikan definisi, (9) mengambil keputusan serta melaksanakan, dan (10) berkomunikasi. Bila dicernati apa yang dikemukakan oleh Ennis dan Marzano bahwa berpikir kritis itu tidak lain merupakan kemampuan memecahkan masalah melalui suatu investigasi sehingga mengasilkan kesimpulan atau keputusan yang sangat rasional. Berpikir kritis yang dimaksud dalam penelitian ini adalah proses terorganisasi dalam memecahkan masalah yang melibatkan aktivitas mental yang mencakup kemampuan: merumuskan masalah, memberikan argumen, melakukan deduksi dan induksi, melakukan evaluasi, dan mengambil keputusan.
Untuk mengajarkan kecakapan berpikir kritis di SMA N 2 Boyolali khususnya dalam mata pelajaran matematika sangat perlu di cari model maupun strategi pembelajaran yang sesuai dan untuk mencapai keberhasilan dalam pembelajaran matematika maka membuat para guru untuk terus berusaha menyusun dan menetapkan strategi pembelajaran yang paling efektif dan efisien untuk membantu peserta didik dalam mencapai tujuan yang telah dirumuskan (Hamzah Uno, 2007: 28). Penyajian bermacam-macam metode mengajar dan aplikasinya dalam pengajaran matematika ialah agar siswa dan guru memiliki pengetahuan yang luas tentang metode-metode dan memiliki keterampilan untuk menerapkannya.
Hal itu juga yang mendorong peneliti untuk menawarkan solusi permasalahan peningkatan minat dan hasil belajar matematika pada siswa kelas VII melalui strategi Learning cycle. Siklus
Belajar (Learning Cycle) atau dalam penulisan ini disingkat LC adalah suatu model pembelajaran yang berpusat pada pebelajar (student centered). LC merupakan rangkaian tahap-tahap kegiatan (fase) yang diorganisasi sedemikian rupa sehingga pebelajar dapat menguasai kompetensi-kompetensi yang harus dicapai dalam pembelajaran dengan jalan berperanan aktif.Melalui pendekatan pembelajaran Learning cycle dianggap dapat meningkatkan minat dan hasil belajar matematika siswa karena denganpendekatan ini siswa dapat menyerap informasi lebih cepat dan mudah selama pendekatan pembelajaran ini sesuai dengan tujuan pembelajaran matematika yang sebenarnya.
2. Perumusan Masalah
a. Adakah peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa pada materi logika matematika setelah dilakukan pembelajaran dngan menggunakan strategi the learning cycle pada siswa kelas X semester gasal SMA N 2 Boyolali ?
b. Adakah peningkatan hasil belajar siswa pada materi logika matematika setelah dilakukan pembelajaran dngan menggunakan strategi the learning cyclepada siswa kelas X semester gasal SMA N 2 Boyolali ?
3. Tujuan Penelitian
a. Tujuan umum
Untuk meningkatkan kemampuan berfikir kritis siswa dan prestasi belajar matematika
b. Tujuan khusus
1) Untuk meningkatkan kemampuan berfikir kritis siswa dngan menggunakan strategi the learning cycle
2) Untuk meningkatkan prestasi belajar matematika dngan menggunakan strategi the learning cycle
4. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi kepentingan teoritis maupun praktis yaitu:
1. Manfaat Teoritis
1) Untuk mengetahui efektivitas penggunaan model pembelajaran melalui metode The Learningcycle
2) Untuk mendapatkan gambaran tentang hasil belajar matematika melalui metode The Learningcycle
3) Siswa mempunyai kemampuan berpikir kritis yang tinggi sehingga dapat memperoleh prestasi belajar yang tinggi pula
4) Siswa mengetahui pengaruh penggunaan metode Learning Cycle serta kemampuan berpikir kritisterhadap penguasaan pelajaran matematika, khususnya pokok bahasan logika matematika
1. Manfaat Praktis
1) Bersama dengan metode lain, metode hasil penelitian ini dapat diterapkan dalam pembelajaran untuk mengetahui adanya peningkatan prestasi belajar siswa dalam pembelajaran matematika
2) Siswa menjadi tahu kemampuan yang dimilikinya dalam menguasai materi yang diajarkan.
3) Siswa terbiasa belajar secara aktif Siswa dapat belajar untuk bekerjasama dalam tim, memiliki tanggung jawab serta memiliki kesempatan yang sama untuk terlibat dalam proses pembelajaran.
5. Definisi Istilah
1. Kemampuan Berpikir Kritis Siswa
Berpikir keritis merupakan upaya pendalaman kesadaran serta kecerdasan membandingkan dari beberapa masalah yang sedang dan akan terjadi sehingga menghasilkan sebuah kesimpulan dan gagasan yang dapat memecahkan masalah tersebut. setiap orang memiliki pola pikir yang berbeda. Akan tetapi, apabila setiap orang mampu berpikir secara kritis, masalah yang mereka hadapi tentu akan semakin sederhana dan mudah dicari solusinya. Oleh karena itu, manusia diberikan akal dan pikiran untuk senantiasa berpikir bagaimana menjadikannya hidupnya lebih baik, dan mampu menjalani suatu masalah sepelik apapun yang diberikan kepadanya.
1. Model Pembelajaran Aktif Tipe The Learning Cell
Metode pembelajaran merupakan salah satu cara yang digunakan oleh guru dalam mengadakan hubungan dengan siswa pada saat berlangsungnya proses belajar mengajar. Metode pembelajaran yang baik adalah metode yang dapat menumbuhkan kegiatan belajar siswa. Untuk itu guru harus memahami sepenuhnya materi yang hendak disampaikan dan memilih metode pembelajaran yang tepat dalam penyampaian materi sehingga dapat menciptakan proses belajar mengajar yang baik.
Strategi Learning Cycle merupakan salah satu model pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengoptimalkan cara belajar dan mengembangkan daya nalar siswa (Dasna dan Fajaroh, 2006).
B. LANDASAN TEORI
1. Kajian Teori
a. Kemampuan Berpikir Kritis Siswa dalam pembelajaran matematika materi logika matematika
1) Hakikat Matematika
Matematika didefinisikan sebagai ilmu tentang bilangan, hubungan antara bilangan, dan prosedur operasional yang digunakan dalam penyelesaian masalah mengenai bilangan (Hasan Alwi, 2002 : 723). Aristoteles (Moeharti Hadiwidjojo dkk, 1996 : 20) mempunyai pendapat yang lain tentang matematika. Matematika didasarkan atas kenyataan yang dialami, yaitu pengetahuan yang diperoleh dari eksperimen, observasi, dan abstraksi.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa pengertian matematika adalah ilmu tentang bilangan, hubungan antara bilangan, dan prosedur operasionalnya yang didasari atas kenyataan, yang dialami, yaitu pengetahuan yang diperolah dari eksperimen, observasi, dan abstraksi
2) Konsep pembelajaran logika matematika
Secara etimologis, logika berasal dari kata Yunani ‘logos’ yang berartikata, ucapan, pikiran secara utuh, atau bisa juga berarti ilmu pengetahuan(Kusumah, 1986). Dalam arti luas, logika adalah suatu cabang ilmu yangmengkaji penurunan-penurunan kesimpulan yang sahih (valid, correct) dan yangtidak sahih (tidak valid, incorrect).
Logika, penalaran, dan argumentasi sangat sering digunakan di dalamkehidupan nyata sehari-hari, di dalam mata pelajaran matematika sendiri maupun mata pelajaran lainnya.Karenanya, tujuan pembelajaran Logika Matematika pada dasarnya adalah agar para siswa dapat menggunakan aturan-aturan dasar Logika Matematika untuk penarikan kesimpulan.
3) Hakikat Berfikir Kritis
Menurut Halpen (1996), berpikir kritis adalah memberdayakan keterampilan atau strategi kognitif dalam menentukan tujuan. Proses tersebut dilalui setelah menentukan tujuan, mempertimbangkan, dan mengacu langsung kepada sasaran-merupakan bentuk berpikir yang perlu dikembangkan dalam rangka memecahkan masalah, merumuskan kesimpulan, mengumpulkan berbagai kemungkinan, dan membuat keputusan ketika menggunakan semua keterampilan tersebut secara efektif dalam konteks dan tipe yang tepat.
Pendapat senada dikemukakan Anggelo (1995: 6), berpikir kritis adalah mengaplikasikan rasional, kegiatan berpikir yang tinggi, yang meliputi kegiatan menganalisis, mensintesis, mengenal permasalahan dan pemecahannya, menyimpulkan, dan mengevaluasi.
Dari dua pendapat tersebut, tampak adanya persamaan dalam hal sistematika berpikir yang ternyata berproses.Berpikir kritis harus melalui beberapa tahapan untuk sampai kepada sebuah kesimpulan atau penilaian.Dengan kata lainberpikir kritis yaitu proses intelektual yang aktif dan penuh dengan keterampilan dalam membuat pengertian atau konsep, mengaplikasikan, menganalisis, membuat sistesis, dan mengevaluasi.
4) Konsep Kemampuan
Di dalam kamus bahasa Indonesia, kemampuan berasal dari kata “mampu” yang berarti. Kemampuan adalah suatu kesanggupan dalam melakukan sesuatu. Seseorang dikatakan mampu apabila ia bisa melakukan sesuatu yang harus ia lakukan.
Menurut Chaplinability (kemampuan, kecakapan, ketangkasan, kesanggupan, bakat,) merupakan tenaga ( daya kekuatan ) untuk melakukan suatu perbuatan
Dari uraian diatas kemamapuan merupakan kesanggupan untuk melakukukan sesuatu yang didapat sejak lahir maupun hasil latihan.
b. Model Pembelajaran Aktif Tipe The Learning cycle
1) Hakekat Pembelajaran.
Mengenai peristilahan dan makna dari sudut bahasa, pembelajaran berarti perihal mengajarkan sesuatu.Pembelajaran pembelajaran sebagai suatu proses, buah atau hasilnya adalah belajar (learning), yaitu terjadinya peristiwa belajar di dalam diri siswa
Istilah “pembelajaran” terkandung makna: perbuatan membelajarkan, artinya menurut Munandir (2001:255) adalah mengacu ke segala daya upaya bagaimana membuat seseorang belajar, bagaimana menghasilkan terjadinya peristiwa belajar di dalam diri orang tersebut. Lebih lanjut dijelaskan, istilah pembelajaran diperkenalkan sebagai ganti istilah “pengajaran”,
Menurut Degeng (1997:1) bahwa pembelajaran mengandung makna kegiatan memilih, menetapkan, dan mengembangkan metode atau strategi yang optimal untuk mencapai hasil pembelajaran yang diinginkan.
Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka pembelajaran pada hakikatnya ialah pelaksanaan dari kurikulum sekolah untuk menyampaikan isi atau materi mata pelajaran tertentu kepada siswa dengan segala daya upaya, sehingga siswa dapat menunjukkan aktivitas belajar.
2) Konsep Model Pembelajaran Aktif The Learning cycle
LC (Learning Cycle) ,yaitu suatu model pembelajaran yang berpusat pada pebelajar (student centered). LC (Learning Cycle) patut dikedepankan, karena sesuai dengan teori belajar Piaget (Renner et al, 1988), teori belajar yang berbasis konstruktivisme.
Langkah-langkah Stategi the learning cycle pada pembelajaran matematika yaitu Engage, Explore, Explain, Extend dan yang terakhir Evaluate
c) Penerapan Model Pembelajaran Aktif Tipe The Learning Cycle Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Pada Materi Logika Matematika
Langkah-langkah Stategi the learning cycle pada pembelajaran logika matematika yaitu:
1) Engage:
Siswa mencari tau tentang semua yang berkaitan dengan logika matemaika
2) Explore
Siswa secara berkelompok membahas konsep materi logika matematika
1. a. Pengertian logika matematika logika adalah suatu cabang ilmu yang mengkaji penurunan penurunan kesimpulan yang sahih (valid,correct) dan yang tidak sahih (tidak valid,incorrect).
2. b. Disjungsi, konjungsi, implikasi, biimplikasi dan negasinya
Negasi : Jika p adalah “Surabaya ibu kota Jawa Timur.”, maka negasi atau ingkaran dari pernyataan p tersebut adalah ~p yaitu: “Surabaya bukan ibu kota Jawa Timur. “Atau” Tidak benar bahwa Surabaya ibukota Jawa Timur.”. Dari contoh diatas Nampak jelas bahwa p merupakan pernyataan yang bernilai benar karena Surabaya pada kenyataannya memang ibu kota Jawa Timur, sehingga ~p akan bernilai salah. Namun jika p bernilai salah maka ~p akan bernilai benar seperti ditunjukkan oleh tabel berikut :
P ~pB SS B
Konjungsi adalah suatu pernyataan majemuk yang menggunakan perakit “dan”. Contohnya, pernyataan Adi berikut :”Fahmi makan nasi danminum kopi.”Dapatlah disimpulkan bahwa suatu konjungsi pÙq akan bernilai benar hanya jika komponen-komponennya,yaitu baik p maupun q keduanya bernilai benar, sedangkan nilai kebenaran yang selain itu akan bernilai salah sebagaimana ditunjukkan pada table:
P Q pÙ qB
B
B
S
B
S
S
S
B
S
S
S
Disjungsi adalah pernyataan majemuk yang menggunakan perakit “atau”.Contohnya,pernyataan Adi berikut:”Fahmi makan nasi atauminum kopi.” Suatu disjungsi pÚq akan bernilai salah hanya jika komponen-komponennya, yaitu baik p maupun q, keduanya bernilai salah, yang selain itu akan bernilai benar sebagaimana ditunjukkan pada table, yaitu:
P Q pÙqB
B
S
S
B
S
B
S
S
B
B
B
Implikasi :Misalkan ada dua pernyataan p dan q. bahwa implikasi pÞq hanya akan bernilai salah untuk kasus kedua di mana p bernilai benar namun q-nya bernilai salah, pÞq akan bernilai benar seperti ditunjukkan tabel kebenaran berikut ini:
P Q pÞ qB
B
S
S
B
S
B
S
B
S
B
B
Biimplikasi atau bikondisional adalah pernyataan majemuk dari dua pernyataan p dan q yang dinotasikan dengan pÛq yang bernilai sama dengan (pÞq) Ù (qÞp) sehingga dapat dibaca: “p jika dan hanya jika q “atau” p bila dan hanya bila q. “Tabel kebenaran dari pÛq adalah:
P Q pÛqB
B
S
B
S
B
B
S
S
S S B
1. Konvers,Invers,Kontraposisi suatu Implikasi Serta Negasinya
Perhatikan pernyataan ini: “Jika suatu bendera adalah bendera RI maka ada warna merah pada bendera tersebut.”
Bentuk umum implikasi diatas adalah: ‘pÞq’ dengan p: Bendera RI, dan q: Bendera yang ada warna merahnya. Dari implikasi pÞq di atas, dapat dibentuk tiga implikasi lainnya, yaitu: (1) konversnya, yaitu qÞp; (2) inversnya, yaitu ~pÞ~q; dan (3) kontraposisinya, yaitu ~qÞ~p
3) Explain : Siswa menjelaskan solusi yang masuk akal
4) Extend :Masing–masing kelompok memaparkan hasil diskusi di dpan kelas dan kelompok lain menanggapi hasil dari kelompok yang presentasi.
5) Evaluate : Guru menarik kesimpulan bersama-sama dengan siswa tentang apa pengertian logika himpunan,operasi dan juga sifat-sifatnya.
2. Kajian Pustaka
Hasil penelitian muckhtar (28 agustus 2009) model Learning Cycle “5E” dapat meningkatkan kemampuan penalaran dan komunikasi matematika siswa Kelas VIIIA SMP Negeri 6 Singaraja, yaitu dari rata-rata 23,06 (cukup baik) pada siklus I menjadi 28,57 (baik) pada siklus II, dan 34,2 (sangat baik) pada siklus III.. hasil yang sangat positif terhadap implementasi model pembelajaran Learning Cycle “5E” dengan nilai rata-rata sebesar 35,7.
Lutfi Nur Azizah, tahun 2007 Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Ada perbedaan hasil belajar siswa yang diajar menggunakan model pembelajaran Learning Cycle (LC)5 (2) Keaktifan siswa yang diajar dengan model pembelajaran Learning Cycle 5 Fase lebih banyak daripada siswa yang diajar dengan pembelajaran konvensional, (3) Persepsi siswa menunjukkan bahwa sebanyak 71,05% siswa menyatakan persepsi yang positif terhadap pelajaran Kimia dan sebanyak 63,16% siswa menyatakan persepsi positif terhadap model pembelajaran Learning Cycle 5 Fase.
Fatimah Zahri, tahun 2010 Temuan penelitian adalah: (1) hasil belajar siswa yang diajar dengan model pembelajaran LC lebih tinggi dari hasil belajar siswa yang diajar dengan model pembelajaran konvensional, (2) tes retensi pertama dan kedua menunjukkan bahwa retensi siswa model pembelajaran LC lebih baik daripada retensi siswa model pembelajaran konvensional, (3) kualitas proses belajar mengajar model pembelajaran LC adalah lebih baik daripada model pembelajaran konvensional
Berdasarkan hasil penelitian diatas dapat diambil kesimpulan bahwa Metode ini meningkatkan kemampuan berfikir siswa karena siswa dilibatkan secara aktif dalam proses pembelajaran,dapat membantu mengembangkan sikap ilmiah siswa serta pembelajaran menjadi lebih bermakna..
3. Kerangka Berpikir
Pembelajaran matematika khususnya pada mata pelajaran logika matematika dalam setiap memahami setiap materi dan memecahkan suatu permasalahan didalamnya dibutuhkan daya fikir yang cukup untuk menyelesaikannya. Pemikiran logis dan pemahaman terhadap materi ajar sangatlah penting menjadi langkah awal mencari solusi, sehingga dalam pembelajaran matematika tidak ditemukan kesulitan. Kemampuan berfikir kritis matematika siswa cenderung berkurang, sehingga menyebabkan prestasi belajar merekapun menurun.
Pemilihan model pembelajaran sangat berpengaruh dalam situasi kegiatan belajar matematika di kelas. Peneliti mengadakan penelitian dimana kelas tersebut guru menggunakan model pembelajaran Learning Cycle ”5-E” Pembelajaran tersebut terdiri dari 5 rangkaian kegiatan yang dapat dilakukan tahap tahap kegiatan tersebut sekaligus mengembangkan kemampuan berfikir kritis siswa.
Kondisi AwalTindakan
Kondisi AkhirKurangnya kemampuan berfikir kritis pada matri logika matematika siswa meliputi :
1.Mengajukan dugaan dan ide dalam bentuk kalimat matematika (9,52 %)
2.Menggunakan rumus secara tepat dalam menyelesaikan soal (28,57%)
3.Melakukan operasi hitung dengan benar (23,81%)
4.Menarik kesimpulan (19,04%) Menyebabkan rendahnya prestasi belajar matematika siswa
Pembelajaran matematika melalui model Pembelajaran Learning Cycle ”5E” dengan menggunakan alat peraga yang meliputi 5 fase yaitu:
1. Engagement(membangkitkan),2. Exploration(Memanfaatkan),3. Explaination(memaparkan),4. Elaboration(mengaplikasikan),5. Evaluation(Mengevaluasi)
Peningkatan prestasi belajar matematika siswa dengan ditandai dengan meningkatnya aspek penalaran yang meliputi :
1.Mengajukan dugaan dan ide dalam bentuk kalimat matematika (59,52%)
2.Menggunakan rumus secara tepat dalam menyelesaikan soal (78,57%)
3.Melakukan operasi hitung dengan benar (73,80%)
4. Menarik kesimpulan (69,04%)
Uraian di atas dapat diilustrasikan pada gambar berikut
Gambar : Alur kerangka pemikiran tindakan penelitian
4. Hipotesis Tindakan
Berdasarkan pembahasan teori, hasil penelitian yang relevan dan kerangka pemikiran yang tersebut di atas dapat dirumuskan hipotesis tindakan sebagai berikut:
”Ada peningkatan kemampuan kemampuan berfikir kritis pada materi logika matematika siswa pada saat pembelajaran matematika melalui model pembelajaran Learning Cycle – 5 .
C. METODE PENELITIAN
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK) atau Classroom Action Research (CAR) yang dilakukan secara kolaborasi antara kepala sekolah, guru matematika, dan peneliti. Lewin (dalam Prendergast, 2002:2) secara tegas menyatakan, bahwa penelitian tindakan kelas merupakan cara guru untuk mengorganisasikan pembelajaran berdasarkan pengalamannya sendiri atau pengalamannya berkolaborasi dengan guru lain.
Penelitian tindakan memiliki banyak karakteristik, diantaranya adalah didasarkan atas masalah yang dihadapi guru dalam pembelajaran; dilakukan secara kolaboratif melalui kerja sama dengan pihak lain; peneliti sekaligus sebagai praktisi yang melakukan refleksi; bertujuan memecahkan masalah atau meningkatkan mutu pembelajaran; dan dilaksanakan dalam rangkaian langkah yang terdiri dari beberapa siklus.
2. Tempat dan Waktu Penelitian
a. Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di SMA Negeri 2 Boyolali.Alasan peneliti memilih sekolah tersebut adalah karena letaknya strategis sehingga mempermudah dalam melakukan penelitian..
b. Waktu Penelitian
Penelitian ini direncanakan akan dilaksanakan pada tahun ajaran 2011/2012. Adapun rincian waktu penelitian sebagai berikut :
1) Tahap Persiapan : minggu I bulan September 2011 sampai minggu IV bulan September 2011.
2) Tahap Pelaksanaan : minggu I bulan Oktober 2011 sampai minggu IV bulan Oktober 2011
3) Tahap Analisis Data : minggu I bulan Nopember 2011 sampai minggu IV bulan Nopember 2011
4) Tahap Laporan : minggu I bulan Desember 2011 sampai minggu IV bulan Desember 2011
3. Subyek Penelitian
Dalam penelitian ini guru Matematika dan peneliti bertindak sebagai subyek yang memberikan tindakan. Seluruh siswa kelas X C di SMA Negeri 2 Boyolali tahun ajaran 2011/2012 yang berjumlah 42 siswa bertindak sebagai subyek yang menerima tindakan yakni terdiri dari 24 siswa perempuan dan 18 siswa laki-laki. Peneliti dibantu guru matematika sebagai observer. Peneliti juga bertugas merencanakan, mengumpulkan data, menganalisis data, dan menarik kesimpulan.
4. Rancangan Penelitian
EvaluasiPengertian dan pemahaman
Seterusnya sesuai dengan alokasi waktu setiap tindakan yang direncanakanDialog AwalPerencanaanTindakan IObservasi IRefleksi IEvaluasi
Pengertian dan pemahamanPerencanaan Terevisi
Tindakan IIObservasi IIRefleksi II
PUTARAN IPUTARAN II
Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas secara kolaboratif yaitu penelitian yang bersifat praktis, situsional, kondisional, dan kontekstual berdasarkan permasalahan yang muncul dalam kegiatan pembelajaran sehari-hari. Peneliti bersama mitra guru matematika berupaya efektif, sehingga memungkinkan adanya tindakan yang berulang-ulang dengan revisi untuk meningkatkan komunikasi dan prestasi belajar matematika dalam pembelajaran. Mitra guru matematika di dalam penelitian ini dilibatkan sejak : 1) dialog awal, 2) perencanaan tindakan, 3) pelaksanaan tindakan, 4) observasi, 5) refleksi, 6) evaluasi, 7) penyimpulan. Langkah-langkah penelitian dapat diilustrasikan dalam gambar
a. Dialog Awal
Dialog awal dilakukan oleh peneliti, guru dan kepala sekolah untuk pengenalan dan diskusi membahas masalah dan cara-cara peningkatan kemampuan berfikir kritis siswa dan prestasi belajar matematika. Dalam dialog awal membicarakan tentang media dan alternative strategi pembelajaran yang akan dipraktikan dan dikembangankan, sehingga diperoleh kesepakatan untuk menangani masalah peningkatan kemampuan berfikir kritis siswa dan prestasi belajar matematika melalui strategi pembelajaran Learning Cycle.
b. Perencanaan Tindakan Kelas
Perencanaan tindakan kelas ini mengacu pada hasil dialog awal yang telah dirumuskan focus permasalahan. Pada perencanaan tindakan ini melibatkan guru terhadap siswa selama proses kegiatan pembelajaran berlangsung. Dari hasil dialog awal diharapkan dapat meningatkan kemampuan berfikir kritis sisw dan prestasi belajar matematika di SMA Negeri 2 Boyolali, adapun langkah-langkahnya :
1) Memperbaiki Kompetensi Material Guru dalam BIdang Matematika
Setiap guru pasti mempunyai permasalahan sendiri dalam pembelajaran, maka alangkah lebih baiknya guru tersebut mengajukan permasalahannya kepada peneliti, sehingga peneliti dapat membantu mencari solusi masalah tersebut.
2) Identifikasi Masalah dan Penyebabnya
Peneliti merumuskan permasalahan siswa sebagai upaya untuk meningkatkan komunikasi dan prestasi belajar matematika. Tindakan yang diterapkan pada identifikasi masalah, seperti : (1) bagaimana memanfaatkan stategi pembelajaran improve dan media berbasis komputer, (2)
bagaimana mengusahakan siswa agar mampu meningkatkan komunikasi dan prestasi belajar matematika. Selain itu guru dapat menggambarkan penyebab permasalahan yang dialami saat proses pembelajaran kepada peneliti, sehingga guru matematika dan peneliti dapat berdiskusi untuk mencari penyebab utamannya.
3) Perencanaan Solusi Masalah
Solusi yang ditawarkan peneliti untuk mengatasi akar penyebab permasalahan adalah dengan penggunaan strategi pembelajaran improve dan media berbasis komputer untuk meningkatkan komunikasi dan prestasi belajar matematika. Dengan solusi ini diharapan siswa tertarik dan senang belajar matematika yang akhirnya dapat meningkatkan komunikasi dan prestasi belajar matematika.
c. Pelaksanaan Tindakan
Pelaksanaan tindakan dilakukan oleh peneliti yang bertindak sebagai guru kelas X. Pada tahap ini, penelitian melaksanakan pembelajaran dengan strategi Learrning cycle dalam usaha kearah perbaikan. Selain itu, dalam pelaksanaan pembelajaran di kelas mengarah pada subtansi yang menjadi permasalahan pokok untuk meningkatkan kemampuan berfikir kritis dan prestasi belajar matematika.
d. Observasi dan Monitoring
Observasi terhadap proses tindakan yang sedang dilaksanakan untuk mendokumentasikan pengaruh tindakan yang dilaksanakan, berorientasi ke masa yang akan dating bagi kegiatan refleksi. Observasi ini dilakukan dengan mengamati hasil atau dampak dari tindakan yang dikenakan terhadap siswa, khususnya kemampuan berfikir kritis siswa dan prestasi belajar matematika
e. Refleksi
Refleksi adalah cara berpikir tentang apa yang baru dipelajari atau berpikir ke belakang tentang apa-apa yang sudah kita lakukan masa yang lain (Nuurhadi, 2004 : 51). Pelaksanaan refleksi ini berupa diskusi yang dilakukan peneliti dan guru matematika untuk menelaah hasil tindakan yang telah dilakukan, Refleksi ini dilaukan setiap akhir pembelajaran matematika.
f. Evaluasi
Evaluasi hasil pengamatan dilakukan untuk mengkaji hasil perencanaan, observasi, dan refleksi penelitian pada setiap pelaksanaan PTK. Pada proses ini diantaranya mencakup penyeleksian, penyederhanaan, pemfokusan, pengabstraksian, pengorganisasian data secara sistematis dan rasional untuk menampilkan bahan-bahan yang dapat digunakan untuk menyusun jawaban terhadap tujuan PTK.
g. Penyimpulan
Penyimpulan merupakan pengambilan intisari dari sajian data yang telah terorganisir dalam bentuk pernyataan atau kalimat yang singkat, padat dan bermakna. Hasil dari penelitian tersebut berupa peningkatan komunikasi dan prestasi belajar matematika.
5. Metode Pengumpulan Data
Penelitian tindakan kelas dilakukan bersifat deskriptif kualitatif. Sumber data primer adalah peneliti yang melakukan tindakan dan siswa yang menerima tindakan, sedangkan data sekunder berupa data dokumentasi. Pengambilan data dapat dilakukan dengan teknik observasi, catatan lapangan, dan dokumentasi.
a. Observasi
Observasi adalah pengamatan langsung para pembuat keputusan berikut lingkungan fisiknya dan atau pengamatan langsung suatu kegiatan yang sedang berjalan. Dalam penelitian ini, observasi digunakan untuk mengetahui adanya perubahan tingkah laku tindakan belajar siswa yaitu peningkatan kemampuan berfikir kritis siswa dan prestasi belajar matematika melalaui strategi pembelajaran learning cycle. Peneliti melakukan observasi sesuai dengan pedoman observasi yang ditetapkan.
b. Catatan Lapangan
Model catatan lapangan dalam penelitian ini adalah catatan pengamatan yang dilakukan oleh peneliti dan guru. Catatan pengamatan adalah pernyataan tentang semua peristiwa yang dialami, dilihat, dan didengar. Setiap pengamatan mewakili semua peristiwa yang penting dalam setiap tindakan yang dimasukkan dalam proposisi suatu konteks.
c. Dokumentasi
Dokumentasi dalam penelitian ini berupa RPP pada kegiatan pembelajaran dengan strategi pembelajaran improve dengan media komputer. Dokumentasi digunakan untuk memperoleh data sekolah dan identitas siswa antara lain nama siswa dan nomor induk siswa dengan melihat dokumen untuk yang ada dalam sekolah.
6. Instrumen Penelitian
a. Pengembangan Instrumen
Instrumen penelitian dikembangkan oleh peneliti bersama guru matematika dengan menjaga validitas isi. Berdasarkan cara pelaksanaan dan tujuan, penelitian menggunakan observasi penuh. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui kemampuan penalaran siswa dalam pembelajaran matematika. Oleh karena itu, jenis instrumen yang digunakan, yaitu: lembar Observasi
Penelitian ini menggunakan observasi yang observer atau peneliti ikut ambil bagian kegiatan saat tindakan kelas berlangsung. Keterlibatan observer dalam hal ini sangat penting karena segala sesuatu yang mengarah pada perilaku siswa dalam pembelajaran akan dijadikan acuan tindakan berikutnya hingga mencapai tujuan yang telah ditentukan.
Keterlibatan peneliti dalam aktivitas penelitian dalam bentuk kegiatan dibedakan menjadi partisipasi sebagian (partial participal) dan partisipasi penuh (full participal). Metode ini digunakan bertujuan untuk mengamati tingkah laku siswa secara langsung saat kegiatan pembelajaran di dalam kelas menilai prestasi belajar siswa.
b. Validitas Isi Instrumen
Penelitian ini menggunakan teknik trianggulasi. Trianggulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan suatu yang lain di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau pembanding terhadap data tersebut (Moleong, 2005: 330).
Penelitian ini menggunakan trianggulasi dengan jalan memanfaatkan peneliti atau pengamat lainnya untuk keperluan pengecekan kembali derajat kepercayaan data. Pemanfaatan pengamatan lainnya dalam hal ini adalah guru matematika dan mitra peneliti. Mereka ini dapat membantu mengurangi kesalahan dalam pengumpulan data.
7. Teknik Analisis Data
Analisis data dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode alur. Dimana langkah-langkah yang harus dilalui dalam metode alur meliputi pengumpulan data, penyajian data, dan verifikasi data.
a. Proses Analisis Data
Proses analisis data dimulai dengan menelaah seluruh data yang tersedia dari berbagai sumber. Setelah dikaji kemudian membuat rangkuman untuk setiap pertemuan atai tindakan di kelas. Berdasarkan rangkuman yang dibuat kemudian penelitian melaksanakan reduksi data yang kegiatan mencakup unsur-unsur sebagai berikut : (a) memilih data atas dasar relevansi, (b) menyuusn data dalam satuan-satuan jenis, (c) memokuskan penyederhanaan dan mentransfeer dari data kasar ke catatan lapangan.
b. Penyajian Data
Pada langkah penelitian ini, peneliti berusaha menyusun data yang relevan sehingga dapat menjadi informasi yang dapat disimpulkan dan memiliki makna tertentu. Dengan cara menampilkan data dan membuat hubungan antara variable, peneliti mengerti apa yang terjadi dan apa yang perlu ditindak lanjuti untuk mencapai tujuan penelitian.
c. Verifikasi Data
Verifikasi data atau penarikan kesimpulan dilakukan secara bertaha untuk memperoleh derjat kepercayaan tinggi. Dengan demikian, analisis data dalam penelitian dilakukan sejak tindkan dilaksanakan. Verifikasi data dilakukan pada setiap tindakan yang pada akhirnya dipadukan menjadi kesimpulan.
8. Keabsahan Data
Keabsahan data merupakan konsep penting yang diperbaharui dari konsep kesahihan data(validitas)dan keandalan (realibilitas)menurut aliran “postivisme”. Ada empat criteria yang digunakan dalam teknik pemeriksaan yaitu Credibelity, transferability, dependability, Confirmability.
DAFTAR PUSTAKA
Sutama. 2011. Penelitian Tindakan.Semarang: CV.Citra Mandiri Utama
Retno Indriawati, Iin. 2009. Peningkatan Pemahaman Konsep Dalam Pembelajaran Matematika Dengan Penerapan Metode Conceptual Understanding Procedure (Cups). Skripsi. Surakarta. Perpustakaan UMS: (Tidak Diterbitkan)
Agung, Rama. 2009. Implementasi Model Pembelajaran Learning Cycle “5E” Berbantuan Lks Terstruktur Untuk Meningkatkan Kemampuan Penalaran Siswa. http://one.indoskripsi.com/node/10412
Di unduh tanggal : 15 Desember 2009
Utaminingsih. 2007. Peningkatan keaktifan dan prestasi belajar siswa pada pokok bahasan tabung dan kerucut melalui pendekatan Realistic Mathematic Education. Skripsi. Surakarta. Perpustakaan UMS ( Tidak Diterbitkan )
Dzaki.2009. Karakteristik PTK .http://penelitiantindakankelas.blogspot.com/2009/02/penelitian-tindakan-kelas-karakteristik.html . Diakses pada tanggal 31 Mei 2011
Anwar.2009. Hakikat Pembelajaran. http://instructionaltheorycourse.blogspot.com/2009/02/1-introduction_18.html. Diakses pada tanggal 14 Mei 2011
Setyasih, Ika Lestari. 2007. Upaya Peningkatan Penalaran Siswa dalam Pembelajaran Matematika melalui Pendekatan Realistic Mathematic Education. Perpustakaan UMS(Tidak dipublikasikan)
http://amin127.wordpress.com/about/penerapan-model-pembelajaran-aktif-tipe-the-learning-cycle-untuk-meningkatkan-matematika-kemampuan-berpikir-kritis-siswa-pada-materi-logika/
Wednesday, May 2, 2012http://penelitiantindakankelas.blogspot.com/2012/05/model-pembelajaran-siklus-belajar.html
Model Pembelajaran Siklus Belajar (Learning Cycle)
Labels: Model pembelajaran
Siklus Belajar, Apakah itu?Jumpa lagi di blog ptk dan model pembelajaran. Kini kita akan membahasa model pembelajaran siklus belajar atau dalam istilah Inggrisnya Learning Cycle. Siklus belajar ( learning cycle ) merupakan model pembelajaran yang berorientasi pada teori Piaget dan teori pembelajaran kognitif serta aplikasi model pembelajaran konstruktivis. Model ini dikembangkan oleh Robert Karplus dan koleganya dalam rangka memperbaiki kurikulum sains SCIS ( Science Curriculum Improvement Study) dengan tahapan-tahapannya : exploration, invention dan discovery, namun kemudian dikembangkan oleh Charles R. Barman dengan tahapan-tahapannya : exploration phase, concept introduction, dan concept application. Selanjutnya model ini kemudian dikembangkan lagi dan dewasa ini lebih dikenal dengan model siklus belajar sains 4-E ( 4-E science learning cycle ), dengan tahapan-tahapan : exploration phase, explanation phase, expansion phase, evaluation phase (Carin 1993:87)
Menurut Lawson (1989) dalam Bybee (1996:205) siklus belajar sains adalah satu cara berpikir dan bertindak yang cocok untuk siswa belajar. Penggunaan siklus belajar (learning cycle) memberikan kesempatan bagi siswa untuk mengungkapkan pengetahuan sebelumnya dan kesempatan untuk menyanggah, mendebat gagasan-gagasan mereka, proses ini menghasilkan ketidakseimbangan kognitif, sehingga mengembangkan tingkat penalaran yang lebih tinggi, dan merupakan suatu pendekatan yang baik untuk pembelajaran sains.
Menurut Renner dan Marek dalam Martin (1994:202-203) bahwa dari riset yang mereka lakukan tentang penggunaan model siklus belajar (learning cycle) pada pembelajaran ternyata hasilnya dapat meningkatkan prestasi anak-anak dan meningkatkan pengembangan keterampilan prosesnya. Mereka juga mengakui bahwa siklus belajar (learning cycle) dapat meningkatkan intelektual anak. Bagaimanapun juga mereka menyimpulkan bahwa model siklus belajar (learning cycle) adalah suatu cara untuk membantu anak-anak menerapkan matematika, keterampilan ilmu kemasyarakatan, menginterpretasikan grafik, tabel, dan poster serta asimilasi data untuk memecahkan masalah, dan menentukan maksud atau arti kalimat. Para peneliti mengungkapkan bahwa siklus belajar (learning cycle) adalah suatu cara alami untuk belajar dan memenuhi tujuan pendidikan uang utama : membantu anak-anak belajar bagaimana cara berpikir.
Fase atau Langkah-Langkah Siklus Belajar
Fase-fase siklus belajar sains (the science learning cycle) dengan penjelasan fase-fasenya sebagai berikut :
Fase I. Exploration (penyelidikan)Pada fase ini para siswa belajar melalui keterlibatan dan tindakan-tindakan, gagasan-gagasan mereka dan hubungan-hubungan dengan materi baru diperkenalkan dengan bimbingan guru yang minimal agar
memungkinkan siswa menerapkan pengetahuan sebelumnya, mengembangkan minat, menumbuhkan dan memelihara rasa ingin tahu terhadap materi itu. Materi perlu disusun secara cermat sehingga sasaran belajar itu menggunakan konsep dan gagasan yang mendasar. Selama fase ini guru menilai pemahaman para siswa terhadap sasaran pelajaran. Menurut Bybee bahwa, tugas guru disini tidak boleh memberitahukan atau menerangkan konsep.
Fase II. Explanation (Pengenalan)Pada fase ini para siswa kurang terpusat dan ditunjukkan untuk mengembangkan mental. Tujuan dari fase ini guru membantu para siswa memperkenalkan konsep sederhana, jelas dan langsung yang berkaitan dengan fase sebelumnya, dengan berbagai strategi para siswa disini harus terfokus pada pokok penemuan konsep-konsep yang mendasar secara kooeperatif dibawah bimbingan guru (guru sebagai fasilitator) mengajukan konsep-konsep itu secara sederhana, jelas dan langsung.
Fase III.Expansion (Perluasan)Pada fase ini para siswa mengembangkan konsep-konsep yang baru dipelajari untuk diterapkan pada contoh-contoh lain, dipakai sebagai ilustrasi konsep intinya dapat membantu para siswa mengembangkan gagasan-gagasan mereka dalam kehidupannya.
Fase IV. Evaluation (Evaluasi)Pada fase ini ingin mengetahui penjelasan para siswa terhadap siklus pembelajaran ini. Evaluasi dapat berlangsung setiap fase pembelajaran, untuk menggiring pemahaman konsep juga perkembangan keterampilan proses. Evaluasi bukan hanya pada akhir bab. Dari fase-fase yang disebutkan di atas menurut Carin dan Martin tujuan paedagoginya adalah sama. Untuk jelasnya seperti pada gambar.
Fase-Fase Siklus Belajar (Learning Cycle 4E)
Referensi:
Carin, A.A . 1993. Teaching Science Through Discovery . Seventh Edition .New York : Mcmillan Publishing Company.
Martin, Ralph.E. 1994. Teaching Science For All Children. Boston :Allyn and Bacon.
Bybee, W.R , Trowbridge L.W. 1996. Teaching Secondary School Science : Strategies for Develoving Scientific Literacy . New Jersey :Merrill Publishing.
Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika
Kemampuan pemecahan masalah adalah suatu tindakan untuk menyelesaikan masalah atau
proses yang menggunakan kekuatan dan manfaat matematika dalam menyelesaikan masalah, yang juga
merupakan metode penemuan solusi melalui tahap-tahap pemecahan masalah. Bisa juga dikatakan
bahwa pemecahan masalah sebagai usaha mencari jalan keluar dari suatu kesulitan.
Masalah timbul karena adanya suatu kesenjangan antara apa yang diharapkan dengan
kenyataan, antara apa yang dimiliki dengan apa yang dibutuhkan, antara apa yang telah diketahui yang
berhubungan dengan masalah tertentu dengan apa yang ingin diketahui. Kesenjangan itu perlu segera
diatasi. Proses mengenai bagaimana mengatasi kesenjangan ini disebut sebagai proses memecahkan
masalah.
Masalah dalam pembelajaran matematika merupakan pertanyaan yang harus dijawab atau
direspon. Namun tidak semua pertanyaan otomatis akan menjadi masalah. Suatu pertanyaan akan
menjadi masalah hanya jika pertanyaan itu menunjukkan adanya suatu tantangan yang tidak dapat
dipecahkan oleh suatu prosedur rutin yang sudah diketahui sipelaku.
Implikasi dari definisi diatas, termuatnya tantangan serta belum diketahuinya prosedur rutin
pada suatu pertanyaan yang akan diberikan kepada siswa akan menentukan terkategorikan tidaknya
suatu pertanyaan menjadi masalah atau hanyalah suatu pertanyaan biasa. Karenanya dapat terjadi
bahwa suatu pertanyaan masalah bagi seorang siswa, akan menjadi pertanyaan biasa bagi siswa lainnya
karena ia sudah mengetahui prosedur untuk menyelesaikannya.
Pemecahan masalah sebagai salah satu aspek kemampuan berpikir tingkat tinggi. Polya
menyatakan bahwa pemecahan masalah merupakan suatu tingkat aktivitas intelektual yang sangat
tinggi. Pemecahan masalah adalah suatu aktivitas intelektual untuk mencari penyelesaiaan masalah
yang dihadapi dengan menggunakan bekal pengetahuan yang sudah dimiliki. Pendapat tersebut
didukung oleh pernyataan Branca (dalam Sumarmo, 1994: 8) bahwa kemampuan pemecahan masalah
merupakan tujuan umum dalam perkuliahan matematika, bahkan sebagai jantungnya matematika,
artinya kemampuan pemecahan masalah merupakan kemampuan dasar dalam kuliah matematika. Lebih
jauh, dengan membiasakan mahasiswa untuk menyelesaikan masalah, menurut Cooney (dalam Hudoyo,
1979: 161), memungkinkan mahasiswa itu menjadi lebih analitis dalam mengambil keputusan dalam
kehidupannya.
Menurut Jhon (2008: 5), indikator pemecahan masalah adalah sebagai berikut:
a. Membangun pengetahuan matematika melalui pemecahan masalah
b. Menyelesakan soal yang muncul dalam matematika
c. Menerapkan dan menyesuaikan berbagai macam strategi yang cocok untuk memecahkan soal
d. Mengamati dan mengembangkan proses pemecahan masalah matematika.
Beberapa indikator pemecahan masalah dapat diperhatikan dari paparan Sumarmo (2003),
adalah sebagai berikut:
a. Mengidentifikasi unsur-unsur yang diketahui, yang ditanyakan, dan kecukupan unsur yang diperlukan,
b. Merumuskan masalah matematika atau menyusun model matematika,
c. Menerapkan strategi untuk menyelesaikan berbagai masalah (sejenis dan masalah baru) dalam atau di
luar matematika,
d. Menjelaskan atau menginterpretasikan hasil sesuai permasalahan asal, dan
e. Menggunakan matematika secara bermakna.
http://noviansangpendiam.blogspot.com/2011/04/kemampuan-pemecahan-masalah-
matematika.html
Diposkan oleh Nopiwan Abadi di 12.41
Kirimkan Ini lewat Email BlogThis! Berbagi ke Twitter Berbagi ke Facebook