7904375 Pemetaan Kelompok Islam Radikal Di Indonesia

download 7904375 Pemetaan Kelompok Islam Radikal Di Indonesia

of 72

Transcript of 7904375 Pemetaan Kelompok Islam Radikal Di Indonesia

  • PEMETAAN KELOMPOK ISLAM RADIKALDAN

    ISLAM FUNDAMENTALIS DI INDONESIA

    Al ChaidarUniversitas Malikussaleh, Lhokseumawe, Aceh

    Bagian Pertama:Islam Arus Utama (Mainstream Islam)

    Islam, meskipun turun sebagai agama langit yang universal, ketika mengalami proses pembumian di setiap negara terbagi dalam dua arus utama: Sunni dan Syiah. Kelompok Sunni adalah kelompok ummat Islam yang mengikuti sunnah dan berjamaah, sehingga disebut ahlussunnah wal jamaah. Sementara Syiah adalah kelompok umat Islam yang beraliran radikal yang menganggap Ali bin Abi Thalib as setingkat atau bahkan lebih tinggi dari Nabi Muhammad SAW. Sunni dan Syiah berkembang ke seluruh dunia termasuk di Indonesia. Indonesia adalah negeri di mana penganut Sunni sangat dominan dan Syiah hanya dianut oleh sebagian kecil masyarakat. Sunni di Indonesia terbagi dalam dua kelompok besar: Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah. Nahdlatul Ulama mewakili sebagian terbesar ummat Islam Sunni yang berkarakter tradisional dengan figur ulama ortodoksnya (kiyai). Sementara Muhammadiyah mewakili ummat Islam Sunni

    1

  • yang modern, anti bidah,1 tahyul2 dan khurafat.3 Kalau NU memiliki sekolah tradisional berupa pesantren sebagai alat kaderisasi dan sosialisasi ajaran-ajarannya, maka Muhammadiyah memiliki sekolah modern seperti madrasah atau sekolah Islam modern dalam bentuknya yang lain. Kedua kelompok ini saling berseteru dan menganggap salah (atau bahkan saling mengkhafirkan) satu sama lainnya. Sementara itu, di luar dari kedua kelompok ini, yang tidak terpaku pada ajaran tradisional maupun modern yaitu kelompok Islam sempalan. Bagan 1 di bawah ini memperlihatkan kategorisasi kelompok-kelompok Islam di Indonesia.

    Bagan 1Kategorisasi Islam di Indonesia

    Kategorisasi Islam di Indonesia

    Islam

    Islam Tradisional Islam Modern

    Islam Sempalan

    1 Bidah adalah praktek menambah-nambahkan ritual tertentu ke dalam ritual utama Islam, seperti menyebut Sayyidina bagi Nabi Muhammad.

    2 Tahyul adalah kepercayaan mistik tradisional masyarakat lokal (umumnya Jawa) ke dalam sistem kepercayaan Islam. Mislanya sistem perdukunan

    3 Khurafat adalah praktek kepercayaan kepada orang-orang besar yang dianggap turut memiliki kekuatan supranatural sehingga harus disebut dalam setiap doa dan shalawat, seperti pemujaan terhadap Syekh Abdul Qadir Jailani.

    2

  • Nahdlatul UlamaOrganisasi NU didirikan tahun 1926, pendirinya adalah Kiai

    Haji Hasyim Asyari. Istilah kiai dipergunakan sebagai sebutan bagi seorang guru Muslim. Organisasi ini didirikan sebagai reaksi terhadap pertumbuhan pesat organisasi Muhammadiyah. Dapat dikatakan, bahwa NU secara prinsip berhadapan dengan pola-pola modern yang dijalankan Muhammadiyah. Sekolah-sekolah Muhammadiyah dengan cepat tersebar di berbagai tempat sehingga dapat dianggap sebagai suatu ancaman bagi sekolah-sekolah tradisional maupun sekolah Islam pedesaan serta pusat-pusat pendidikan yang menjadi basis pesantren yang dikelola ulama-ulama tradisional.

    Kedua organisasi ini, pola kegiatan pendidikan dan kemasyarakatannya selalu bersaing. Untuk menjadi kekuatan yang berpengaruh dalam kehidupan sosial dan keagamaan di Jawa, NU punya pengikut besar dan mengakar di desa-desa, baik di Jawa Timur maupun Jawa Tengah. Pesantren yang menjadi basis NU membentuk perkampungan-perkampungan kecil di bawah pengawasan kiai dan para santri, yang memiliki hubungan emosional yang kuat dengan ketaatan serta komitmen kepada pesantrennya. Mereka ini mudah Anda kenal melalui pakaian khas yang mereka kenakan.

    Sebagai ormas Islam terbesar di Indonesia yang memiliki puluhan juta massa, Nahdlatul Ulama (NU) nyaris selalu terlibat dalam setiap pergulatan politik. Dengan basis massa yang begitu besar, NU memang menggiurkan sebagai alat legitimasi politik, terlebih politik agama. Sejak kelahirannya pada 1926, warna politik sudah kental melekat pada NU. Tetapi sebagai ormas keagamaan tradisional, kiprah politik NU tak lepas dari nilai- nilai dan norma-norma Islam yang secara baku dirumuskan dalam fikih, termasuk untuk masalah-masalah politik dan kenegaraan. Tak heran jika kemudian muncul terminologi fikih siyasah atau fikih politik yang mendasari setiap keputusan politik NU. Sayang, disiplin fikih siyasah itu belum memperoleh perhatian serius. Di pusat-pusat studi Islam, Timur Tengah maupun Barat, literatur fikih siyasah terhitung langka.4 Apalagi di Indonesia. Bahkan dari

    4 M. Ishom Hadzik dan A. Halim Asnafi, Fikih Siyasah dan Budaya Politik NU, Jawa Pos, 24 Oktober 1996.

    3

  • kalangan intelektual Muslim pribumi, baru beberapa gelintir orang yang menunjukkan minat dan mau menulis mengenai hal itu.5

    Kurangnya minat terhadap kajian fikih siyasah, barangkali di latarbelakangi kecenderungan para pemikir Islam masa lalu yang lebih menekankan bahasan-bahasan fikih pada aspek ibadah secara rinci. Bahkan bahasan tentang aspek muamalah pun tak cukup lengkap, sehingga aspek siyasah praktis terabaikan. Penekanan berlebihan pada aspek ibadah, seperti diungkapkan Abdurrahman Wahid, merupakan pengaruh dari tasauf yang berkembang setelah munculnya huru-hara politik yang menorehkan pengalaman traumatik. Konflik kekuasaan menyusul habisnya era al khulafa ar rasyidin, telah melahirakan instabilitas politik di panggung para umara yang berebut naik ke puncak kekuasaan, sekaligus instabilitas teologi di pentas para ulama yang memunculkan beragama aliran aqidah dari yang lurus hingga yang sesat. Pengalaman pahit ini mendorong para tokoh Islam untuk mengembangkan kehidupan sufistik yang mengacu pada upaya pencapaian taraf spiritual tertinggi, misalnya melalui tarekat.

    Di satu sisi, orientasi sufistik itu berdampak positif pada peningkatan kesalehan individual. Tetapi di sisi lain, muncul dampak negatif, yakni menurunnya kepeduliaan pada persoalan- persoalan sosial, politik, ekonomi dan budaya yang melingkupi kehidupan umat. Dan fikih pun terkena imbasnya. Padahal, seperti di katakan Sidney Jones, pandangan hidup dan tradisi pemikiran umat Islam cenderung fikih sentris. Mereka mengkaji segala persoalan, termasuk persoalan-persoalan sosial, politik, ekonomi dan budaya dari kacamata fikih seperti yang dilakukan para kiai NU melalui forum bahtsul masail. Tentu saja tidak gampang memahami, apalagi mengimplementasikan, persoalan-persoalan tersebut melalui pendekatan fikih. Tetapi untunglah bahwa para ulama cukup piawi dalam mensiasati kaidah-kaidahnya, sehingga pendekatan fikih mampu mengakomodasikan pelbagai persoalan, termasuk masalah politik dan kenegaraaan.

    NU adalah organisasi massa terbesar dengan kecenderungan akomodatif dalam politiknya. Cukup banyak contoh yang dapat dikedepankan dalam kaitannya dengan ciri legal formal fikih yang diimplementasikan secara akomodatif dalam persoalan siyasah

    5 Misalnya Munawir Syadzali dengan bukunya Islam dan Tata Negara, A. Syafi'i Maarif yang membukukan disertasinya berjudul Islam dan Masalah Kenegaraan dan M. Ali Haidar yang menulis NU dan Islam di Indonesia.

    4

  • itu. Kebanyakan memang diambil dari hasil kajian para kiai NU yang pada masa lalu sangat intensif terlibat dalam pergulatan politik. Salah satu contoh ialah implikasi penerapan norma-norma fikih dalam pandangan kenegaraan yang dianut mayoritas umat Islam. Mereka memandang bahwa kewajiban hidup bermasyarakat dan bernegara, merupakan hal yang tak bisa ditawar lagi. Eksistensi negara mengharuskan adanya ketaatan kepada pemerintah sebagai sebuah mekanisme pengaturan hidup, terlepas dari perilaku penguasa dalam kapasitas pribadinya. Kesalahan tindakan atau keputusan pemerintah, tidak mengharuskan adanya perubahan sistem. Konsekuensinya ialah keabsahan negara begitu ia berdiri dan mampu bertahan, dan penolakan terhadap pemecahan alternatif yang memaksakan perubahan secara radikal. Dengan demikian, perbaikan sistem mesti dilakukan secara gradual guna menghindari anarki.

    Kaidah populer yang digunakan para ulama sunni dalam hal ini adalah sulthonun zholum khoirun min fitnatin tadum, yang berarti sistem kekuasaan yang mapan dan menjamin stabilitas lebih baik ketimbang kondisi anarki yang berkepanjangan. Itu pula yang mendasari keluarnya fatwa jihad oleh Rais Akbar NU K.H. Hasyim Asy'ari menjelang pecahnya peristiwa 10 November 1945 di Surabaya. Dalam kasus semacam ini, kewajiban bela negara harus diberlakukan meski keadaan negara masih jauh dari kondisi ideal. Contoh yang lain ialah penetapan status kenegaraan Indonesia dalam konteks persoalan syariat Islam. Menjelang Muktamar NU di Banjarmasin, muncul persoalan. Yaitu, bagaimana sesungguhnya status kenegaraan Indonesia pasca kemerdekaan. Sebab, dengan mengambil Pulau Jawa sebagai basis Indonesia, kekuasaan pemerintah yang dianggap sah menurut syariat Islam dimulai dari Kerajaan Demak, lalu Pajang, dan Mataram Islam, sehingga ketika itu Indonesia layak menyandang status Darul Islam.

    Sementara itu, sejak kedatangan penjajah Belanda, lalu Inggris dan disusul Jepang, kekuasaan pemerintah penjajah yang kafir itu tak diakui dan otomatis status Darul Islam lenyap selama ratusan tahun. Mungkinkah status Darul Islam itu pulih kembali pasca kemerdekaan. Ternyata berdasarkan fatwa Mufti Hadramaut Syekh Muhammad Sholih Ar Rois dalam suratnya yang dikirim kepada para kiai NU di Jawa, status Darul Islam tetapi melekat pada negara Indonesia dengan merujuk pada kaidah al ashlu baqa'u ma kana ala ma kana, yang berarti selama tak ada

    5

  • perubahan mendasar maka status yang berlaku sebelumnya tetap dipertahankan. Maka, Muktamar NU pun menetapkannya. Cuma saja, untuk menghargai bangsa Indonesia yang majemuk dan berdasarkan Pancasila, Muktamar NU memutuskan mengubah istilah Darul Islam yang bermakna negara Islam menjadi Darul Salam yang berkonotasi negara yang damai. Dengan begitu, maka perasaan terancam dari agama lain dpat dihindarkan. Karena itu, NU menerima asas tunggal Pancasila dan menetapkan negara kesatuan Republik Indonesia sebagai bentuk yang final.

    Sesungguhnya masih banyak contoh lainnya yang relevan dalam perspektif kekinian, yang kesemuanya menunjukkan bahwa dengan menggunakan fikih siyasah sebagai landasan politik, NU dapat mengembangkan peran politiknya dalam membangun kehidupan berbangsa dan bernegara tanpa harus mengorbankan prinsip. Sebab, kebenaran, keadilan dan demokrasi yang menjadi konsern NU memang sulit diperjuangkan secara radikal, dan karena itu perbaikan sistem dengan pendekatan fikih selalu diupayakan secara gradual. Memang, dengan cara seperti itu muncul kesan yang kuat bahwa sikap dan budaya politik NU cenderung oportunistik. Hal itu sering dijadikan kambing hitam terhadap inkonsistensi perjuangan Islam di Indonesia dan penyebab utama munculnya perbedaan strategi perjuangan yang dianut NU dan kelompok Islam lain di Indonesia. Padahal, itu tidak sepenuhnya tepat. Karena yang menjadi pedoman bagi NU bukanlah strategi perjuangan politik atau pandangan ideologi politik, tetapi keabsahan di mata fikih. Pedoman ini menjadi tolok ukur bagi seluruh kegiatan kenegaraan, baik oleh masyarakat maupun pemerintah. Itu sebabnya diberlakukan kaidah tasharruf al imam ala ar raiyyah manuthun bi al mashlahah (kebijakan dan tindakan pemegang kekuasaan terhadap rakyat, harus berorientasi pada kebaikan bersama). Dari sini, nampak sebagaimana diutarakan Munawir Sjadzali bahwa para teoritisi politik Islam sama sekali tak mencari pola idealisasi bentuk kenegaraan yang Islami, melainkan justru menekankan penggunaan bentuk yang sudah ada.6

    6 Berbeda dengan Ibnu Khaldun, Abu Ya'la dan Al Mawardi yang jelas menempuh upaya perbaikan keadaan negara secara gradual dengan mencoba mencarikan masukan dari fikih untuk menyempurankan sistem yang ada menuju welfare state yang mereka istilahkan dengan baldatun thoyyibatun wa robbun ghofur. Kiranya, perubahan secara gradual menuju kesempurnaan itulah yang harus dilakukan oleh NU. Tanpa upaya itu, maka perjuangan yang selama ini didengungkan atas nama Islam tak akan banyak

    6

  • Akan halnya Muhammadiyah, pengikutnya sebagian besar adalah penduduk kota dari kalangan pengusaha menengah, pegawai sipil dan tenaga profesional. Anak-anak mereka mengenakan pakaian ala barat dan memanggil guru-guru mereka dengan panggilan ustadz, sebutan bahasa Arab untuk guru. Pengikut kedua organisasi ini semakin bertam-bah besar. Ulama-ulama NU mengurus banyak pesantren, sedangkan pengikut Muhammadiyah mendirikan jaringan sekolah mulai dari tingkat TK, Akademi hingga Perguruan Tinggi. Juga mendirikan tempat-tempat penampungan anak yatim dan jompo serta Rumah Sakit. NU lebih banyak berkiprah dalam masalah-masalah tradisional sedangkan pengi-kut Muhammadiyah lebih banyak melakukan gerakan pembaruan. Per-bedaan antara kedua organisasi ini sudah nampak sejak awal berdirinya. Dan perkembangan keadaan belakangan ini menjadikan perbedaan-perbedaan di antara kedua organisasi, menyusup pula di kalangan seba-gian perwira militer. Pada awal tahun-tahun berdirinya Muhammadiyah, organisasi ini sangat terpengaruh oleh gagasan reformasi sosial secara total. Barangkali hal ini akibat dari pengaruh misionaris yang membuat menonjol badan-badan pendidikan Kristen. Para anggota Muhamma-diyah berpendapat, bahwa sistem pendidikan misionaris dapat menjadi perantara untuk membangun kemampuan khusus kalangan terpelajar, guru, dan kaum pemikir. Jumlah anggota Muhammadiyah sampai seka-rang (tahun 1989) kurang lebih berjumlah dua puluh juta orang dengan membawahi tidak kurang dari 2000 sekolah, 16 Universitas, 21 Akademi, 9 rumah sakit umum (PKU), ratusan tempat penampungan anak yatim, puluhan ribu masjid. Adapun Aisiyah, adalah bagian perempuan Muha-mmadiyah, terdiri dari para putri dan ibu-ibu yang tergabung di dalam organisasi pendidikannya.

    Sistem pendidikan di dalam organisasi Muhammadiyah telah men-capai tingkatan yang kokoh dan mapan sehingga dapat menyaingi sistem pendidikan sekolah negeri. Dalam kenyataannya tidak terdapat perbeda-an apapun mengenai sistem pengajaran dan pendidikan antara kedua lembaga tersebut (Muhammadiyah dan Pemerintah). Tetapi Muhamma-diyah berarti. Justru yang timbul adalah kesan NU sebagai penjaga status quo dan terkooptasi oleh sistem yang ada, seperti terjadi pada sebagian ormas Islam yang lain. Memang itu bukan hal yang mudah. Perlu adanya pengembangan visi serta perluasan wawasan, sehingga apa yang diperjuangkan menjadi jelas dan terarah.

    7

  • memiliki sistem birokrasi sendiri. Hal ini dimaksudkan sebagai upaya memelihara sekolah-sekolah, Universitas dan rumah sakit-rumah sakit, termasuk juga memelihara ide pembaharuan yang menjadi ciri khasnya sejak semula. Sebab pada tahun-tahun terakhir ini muncul anggapan dari para cendekiawan Muslim, bahwa sistem yang ditempuh oleh peme-rintah dalam pengajaran yang mereka terapkan di sekolah, ternyata merugikan upaya memelihara kepribadian Islam.

    Dalam bidang politik Muhammadiyah tetap menjaga prinsip me-ngambil jarak dan tidak ikut di dalam aktivitas politik, kecuali yang terjadi pada tahun-tahun 1950-an, ketika menjadi anggota dari partai politik Masyumi. Muhammadiyah telah menetapkan langkah-langkah tertentu guna menjauhkan usaha-usaha dibidang pendidikan dan sosialnya dari segala macam kegiatan politik. Tujuannya adalah, sebagai upaya men-jauhkan diri dari sikap konfrontasi dengan kekuasaan negara. Organisasi ini selamanya menikmati hubungan yang harmonis dengan pemerintah, walaupun terjadi pergantian pemerintahan, sejak zaman Belanda kemu-dian Jepang, lalu Soekarno dan akhirnya pemerintahan militer dewasa ini yaitu rezim Soeharto. Dengan bersikap semacam ini, Muhammadiyah memperoleh banyak keuntungan, seperti subsidi bagi sekolah-sekolah Muhammadiyah.

    Adapun sekolah-sekolah NU yang berkonsentrasi pada bidang pendi-dikan agama, yang dewasa ini sudah jarang dilakukan orang, sebagian besar sudah menjadi sekolah pemerintah atau hampir menjadi bagian dari sistem pengajaran di sekolah-sekolah negeri. Umumnya pesantren-pesantren ini berbasis di lingkungan masyarakat agraris, kantor-kantor modern dan organisasi-organisasi sosial. Para Kiai pada umumnya merasa bangga dapat melakukan usaha pembinaan manusia seutuhnya, berbeda dari sekolah-sekolah negeri yang hanya bertujuan mencetak pegawai negeri. Sementara kelompok abangan berpandangan bahwa pesantren tidak lebih dari suatu tatanan yang sudah ketinggalan zaman, dan tidak sesuai dengan realitas kehidupan modern.

    Lain lagi pandangan dari para Kiai, mereka menilai guru-guru di sekolah Muhammadiyah sebagai orang-orang yang berwawasan sempit, sebab mereka tidak memiliki kepedulian sedikitpun terhadap kepentingan kehidupan di pedesaan. Masalah industri lokal atau pengaruh konsume-risme barat di pedesaan-pedesaan yang sederhana tidaklah dapat diselesaikan hanya dengan

    8

  • mengajak kembali kepada Quran dan Hadits. Demikian pula dengan para guru-gurunya yang terikat dengan modernisme. Oleh karena itu, upaya mengajak melakukan pembenahan berfikir yang seringkali didengungkan, tidak lebih dari sekedar propaganda.

    Seperti telah kami katakan bahwa Muhammadiyah tidak hendak menyimpang dari metode pendidikan sosialnya, dan tidak pula terlibat dalam aktivitas politik, kecuali hanya beberapa tahun. Berbeda dengan NU yang memproklamirkan diri sebagai partai politik pada tahun 1953, dan berkecimpung dalam kegiatan kepartaian hingga tahun 1984. NU melakukan peran utama bersama pemerintah yang berkuasa, ikut ber-peran juga dalam pemerintahan Soekarno di bawah demokrasi terpim-pinnya, sebagai unsur agama dalam Nasakom yang mencakup partai-partai Nasionalis, Agama dan Komunis. Pada tahun-tahun terakhir ini, NU mengalami sedikit kesulitan dengan pemerintahan militer Soeharto. Tujuan pokok dari NU adalah tetap survive, termasuk juga keberlang-sungan pesantren-pesantrennya, dan seluruh anggota NU memperoleh perlindungan keamanan. Pada tahun 1974, untuk alasan-alasan yang akan kami sebutkan kemudian, menjadi jelaslah bahwa hidup matinya NU hanya bisa dipertahankan dengan menjadikan dirinya semata-mata sebagai lembaga pendidikan dan sosial, serta secara total menarik diri dari aktivitas partai politik (kembali ke khittah 1926. pent.)

    Sekalipun kedua organisasi ini menggunakan cara-cara berbeda sejak berdirinya, namun perbedaan tersebut pada tahun-tahun terakhir ini kian menipis. Kini NU tampil sebagai kelompok konservatif, sedangkan Muhammadiyah tampil sebagai reformis di Indonesia. Kedua organisasi ini sekarang merupakan organisasi Islam yang berpengaruh besar di-Indonesia.

    MuhammadiyahOrganisasi Muhammadiyah didirikan tahun 1912. Salah

    seorang pendirinya adalah santri keraton tokoh agama keraton feodal di Jawa, yang melakukan ritual keagamaan di keraton-keraton tradisional di Yogyakarta dan Solo. Setelah Islam datang, para feodal Jawa ini tetap memelihara tokoh semacam itu untuk melaksanakan ritual agama di keraton mereka. Tokoh-tokoh pendiri Muhammadiyah, seluruhnya bergelar haji, maksudnya mereka yang telah pergi ke Mekkah melaksanakan rukun Islam kelima. Tokoh-tokoh ini berasal dari keluarga kaya di antara keluarga-keluarga Jawa. Yang demikian itu tampak menonjol, juga

    9

  • dalam rekruitmen anggota organisasi pun banyak ditujukan pada kalangan pedagang kaya di Yogya dan daerah sekitarnya.

    Kiai Haji Ahmad Dahlan adalah orang pertama yang mendirikan organisasi Muhammadiyah. Sebelumnya, Ahmad Dahlan bukanlah seorang yang memiliki keahlian dalam bidang pengajaran dan manajemen organisasi, namun kedua hal ini (pendidikan dan keorganisasian) pada gilirannya malah menjadi ciri organisasi tersebut. Prinsip dasar organisasi ini jelas, yakni menjalankan perintah Al-Quran, melakukan amar maruf nahi munkar. Maksudnya, mengajak orang berbuat baik dan menjauhkan dari perbuatan dosa. Tujuan utamanya adalah untuk meredam dua faham yang kontroversial yang terjadi di antara dua kubu (santri dan abangan) yang sama-sama tumbuh di dalam struktur masyarakat Jawa. Mereka beranggapan bahwa pengajaran Islam secara tradisional, terutama di tingkat pedesaan sudah sangat kolot, sehingga menyebabkan ketidakmampuan menghadapi tantangan pola kehidupan modern. Tetapi juga mereka tidak senang melihat kultur Jawa terlalu banyak mencelup pendidikan dan prilaku-prilaku keislaman yang mengajak orang untuk kembali kepada Quran secara murni.

    Oleh karena mereka adalah tokoh-tokoh Jawa yang utama, maka mereka beranggapan bahwa pemerintah Belanda dan sistem pendidikan yang pernah berjalan, yang oleh masyarakat dianggap hanya mengabdi kepada kepentingan pemerintah penjajah, merupakan penghinaan kepada mereka. Hal semacam itu merintangi pertumbuhan golongan pedagang dan menghalangi hak mereka untuk memperoleh kemajuan. Untuk memecahkan problema ini perlu diadakan pendidikan yang lebih baik, tetapi harus berjiwa Islam.

    Sekalipun mereka mengakui bahwa sistem pendidikan sekuler Barat dapat memperluas pengetahuan dan kemampuan ilmiah yang penting, namun rasa kemanusiaan dan perasaannya tidak dapat tumbuh seperti diinginkan. Maka menurut pendapat mereka hal semacam ini tidak akan bisa diatasi kecuali bila dilakukan di bawah naungan sistem yang berjiwakan Islam.

    10

  • Bagian Kedua:Gerakan Islam Sempalan (Splinters Groups)

    Gerakan Islam sempalan (splinter groups) mengalami pertumbuhan di banyak kota-kota besar di negara-negara Muslim dunia. Sebagaimana yang terjadi di negara-negara lain, di Indonesia pun Islam mengalami kebangkitan di banyak kota. Di desa-desa muncul masjid-masjid dengan suburnya, sebagian besar pengunjungnya adalah kalangan muda, baik dari keluarga kaya maupun keluarga miskin. Hal semacam ini tidak sulit untuk ditafsirkan sebagai kebangkitan Islam. Kenyataan ini sangat berlawanan dengan terjadinya perubahan-perubahan sosial yang cepat di Indonesia sejak dasawarsa 70-an, ketika minyak merupakan sumber pendapatan yang melimpah tetapi dinikmati oleh segolongan kecil warga masyarakat. Pola kehidupan barat tersebar di kalangan penduduk-penduduk pedesaan yang kaya raya, dan menghadirkan peradaban asing yang kontroversial. Namun nilai-nilai spiritual masih mampu mengalahkan nilai-nilai materialis. Pada saat yang sama sebagian pemuda Islam menuntut ilmu ke berbagai tempat di Timur Tengah, di antaranya Cairo, Damaskus dan Bagdad. Mereka kemudian pulang ke negerinya dengan membawa pandangan baru tentang posisi Islam di dunia ini.

    Bagan 2 di bawah ini memperlihatkan anatomi Islam Sempalan di Indonesia beserta derivatifnya. Bahkan, secara teoritis, Islam Liberal pun, kalau dilihat dari kacamata teoritis intio ajarannya sangat radikal. Dengan asumsi demikian, maka Islam Liberal pun digolongkan ke dalam jaringan radikalisme Islam di Indonesia. Meskipun ia bersikap anti terhadap militansi islam fundamentalis dan kekerasan yang kerap dipraktekkan Islam radikal, namun responnya sangat bercorak radikal.

    Bagan 2Islam Sempalan dan Derivatifnya

    11

  • Islam Sempalan di Indonesia

    Islam Sempalan

    Islam Fundamentalis

    Islam Radikal

    Islam Teroris

    Islam Liberal

    Dari bagan di atas, Islam sempalan sebenarnya melahirkan tiga corak Islam yang saat ini ramai dan mempengaruhi wacana dan aksi mengatasnamakan Islam. Islam adalah agama dengan common brand name yang bisa dipakai siapapun. Islam Fundamentalis merasa sudah menemukan kebenaran dengan paham-paham keagamaannya, sementara kaum radikal merasa perlu ada power relations dalam setiap langkah aqidah, ibadah, dan muamalah. Dan Kaum Fundamentalis pun merasa bahwa simbol-simbol Islam sedang terancam oleh praktek kehidupan duniawi perkotaan yang semakin sekuler sehingga harus dilawan dengan kekerasan.

    Kaum Fundamentalis

    Kaum fundamentalis Islam, sebagai musuh AS, adalah an aggressive revolutionary movement as militant and violent as the Bolshevik, Fascist, and Nazi movements of the past, kata Amos Perlmutter, seorang ilmuwan politik. Selanjutnya, Perlmutter menyebutkan bahwa kaum fundamentalis ini sangat authoritarian, anti-democratic, anti-secular, dan tidak bisa

    12

  • bersahabat dengan Christian-secular universe7 dan tujuannya adalah untuk mendirikan sebuah negara Islam transnasional yang bersifat otoriter.8

    Martin E. Marty dan R. Scott Appleby yang sangat serius dalam Proyek Fundamentalisme, menyebutkan bahwa fundamentalisme selalu mengikuti suatu pola.9 Mereka adalah embattled forms of spirituality, yang muncul sebagai respon terhadap suatu krisis kecurigaan (perceived crisis). Kaum fundamentalis terlibat dalam konflik dengan musuh-musuh sekular yang dicurigai membuat kebijakan-kebijakan yang bertentangan secara frontal dengan agama. Kaum fundamentalis tidak menganggap pertentangan frontal ini sebagai sebuah arena bermain (play ground), melainkan sebuah medan perang (battle field) yang serius, yang bukan sekadar sebuah perlawanan politik konvensional, melainkan menganggapnya sebagai sebentuk perang kosmik (cosmic war) antara kekuatan-kekuatan yang haq dan kekuatan yang bathil. Mereka takut terhadap dan selalu merasa adanya ancaman kaum kafir untuk membasmi mereka yang bersumber dari kekuatan-kekuatan Barat sekular dan berusaha membentengi diri mereka dengan doktrin dan praktek yang pernah hidup di masa lalu (doktrin dan praktek jihad). Untuk menghindari diri mereka dari dunia buruk dan menutup diri dari kontaminasi perang kosmik itu, kaum fundamentalis seringkali mundur dan menyempal dari mainstream masyarakat untuk mencipta-kan budaya tandingan (counterculture); dan kaum fundamentalis bukanlah kaum yang bermimpi di siang bolong. Mereka menyerap rasionalisme pragmatis dari modernitas, dan, di bawah bimbingan para pemimpin kharismatik mereka, me-nyaring apa yang perlu dari dunia teknikal untuk membuat rencana aksi yang seringkali bersifat destruktif.10 Dari apa yang kita saksikan pada peristiwa penyerangan serempak terhadap gedung WTC dan Pentagon, Bom Bali, Bom Malam Natal, Bom Marriot dan lain-lain adalah kumpulan dari ahli-ahli yang memiliki kemampuan teknikal setaraf pilot dan teknisi yang mengerti fungsi-fungsi transponder, black

    7 Lindsay Murdoch, Bin Laden Funded Christian-haters, Sydney Morning Herald, 28 September 2001.

    8 Paolo Pasicolan adalah seorang policy analyst pada Asian Studies Center of the Heritage Foundation. Lihat, Washington Post, Ibid.

    9 Martin E. Marty and R. Scott Appleby (eds), Fundamentalisms Observed, Chicago: University of Chicago Press, 1991.

    10 Jonathan R. White, Terrorism: An Introduction, 1991.13

  • box, radar, elemen kimia, komponen elektronika lanjut dan global positioning tool-box serta kemampuan manajerial lainnya.

    Kaum fundamentalis merasa bahwa mereka berperang melawan kekuatan-kekuatan yang mengancam nilai-nilai yang sangat suci dari komunitas mereka dan reaksi mereka akan bersifat teror politik.11 AS yang muncul sebagai aktor tunggal pemenang perang dingin semenjak runtuhnya kekuatan Komunis di blok Soviet dianggap banyak kalangan fundamentalis telah menyergap kesadaran orang-orang Islam sebagai kekuatan adidaya yang tak mungkin dikalahkan dan siap menjadikan masyarakat muslim sebagai musuh berikutnya. Aksi serangan berbentuk teror di New York dan Washington itu sesungguhnya merupakan sebuah respon yang berisi pesan yang ingin membuktikan bahwa AS ternyata bertumpu pada jaring laba-laba yang begitu lemah.12

    Selama perang dingin antara negara formal dengan kelompok teroris yang tak memiliki batas negara, para aktor perang sering kali emosional, panik dan kurang menghargai posisi masing-masing. Dari beberapa temuan studi Karen Armstrong13, modernisasi telah membawa polarisasi masyarakat pada posisi-posisi ekstrim yang saling berlawanan, dan untuk menghindari eskalasi konflik, hanya ada satu cara: kita harus mencoba memahami the pain and perceptions of the other side.14 Karena selama ini mereka sering menyatakan: nobody knows our trouble we see, nobody knows our problem, maka akan sangat mengejutkan jika kemudian sebagai konsekuensinya, nobody knows of what our plan of action.

    Bagi kita semua yang telah mencicipi kebebasan dan prestasi modernitas, Karen Armstrong merekomendasikan, kita tak boleh berhenti untuk berempati dan bersimpati terhadap kesusahan dan penderitaan yang dialami sebagian komunitas kaum fundamentalis Islam.15 Ibarat pecandu narkoba, mereka tidak boleh dianggap sebagai kaum yang melanggar hukum yang harus dikejar-kejar, melainkan harus dipandang sebagai kaum yang

    11 Alex P. Scmid, Political Terrorism, 1983.12 Lihat artikel Noam Chomsky, On the US attacks, di website

    www.zmag.org.13 Karen Armstrong, The Battle for God, New York: Ballantine Books, 2001.14 Ibid.15 Karen Armstrong, Islam: A Short History, New York: Modern library,

    2000.14

  • membutuhkan perawatan untuk mengobati penyakit ketergantungan dan ketakutan irasional mereka.16 Modernisasi, menurut Karen Armstrong, seringkali dirasakan tidak sebagai sebuah pembebasan melainkan sebuah serangan agresif.17

    Dari sisi kekuasaan, gerakan-gerakan ini mengandung cikal bakal revolusi, yang berarti ancaman serius terhadap stabilitas kekuasaan negara. Setelah bertahun-tahun penguasa dapat menghancurkan golo-ngan kiri, kemudian Soeharto naik ke puncak kekuasaan, kini para penguasa itu bersiap-siap untuk mengarahkan bidikannya kepada kelompok, yang mereka namakan ekstrimis Muslim serta ekstrimis-ektrimis lainnya. Gelombang baru gerakan Islam menyebar ke berbagai bidang aktivitas keagamaan, sosial dan politik. Muncullah studi-studi Quran, dan gerakan back to mosque (kembali ke masjid). Di setiap masjid muncul kelompok-kelompok ekstrimis yang menyuarakan pandangan-pandangan poli-tiknya. Banyak dari kebijakan-kebijakan pemerintah menjadi sasaran kritik mereka. Di sini muncul perhatian yang besar terhadap usaha perjua-ngan kaum Muslimin dalam menentang penjajahan pemerintahan repu-blik, termasuk di dalamnya adalah jamaah Darul Islam, yang mulai mengumandangkan seruannya untuk mendirikan Negara Islam.

    Sejak dasawarsa 1970-an, muncul demonstrasi-demonstrasi umat Islam menentang undang-undang perkawinan, dan asas tunggal Panca-sila yang dipaksakan kepada rakyat. Seluruh gerakan ini dipimpin oleh generasi muda Islam.

    Peristiwa Bom Bali yang menelan ratusan korban jiwa yang tak berdosa pada tanggal 12 Oktober 2002 telah memunculkan kaum fundamentalis Islam (Jamaah Islamiyah)18 sebagai teroris dalam peta bumi politik dunia saat ini. Kaum yang berusaha melaksanakan ajaran-ajaran agama Islam secara kaffah (totalitas) dalam kehidupan kesehariannya ini dipandang sebagai kaum yang

    16 Contoh yang jelas dari ketakutan irasional ini, misal salah satunya, adalah: saya sangat takut akan ancaman Allah jika saya tidak melaksanakan jihad terhadap kaum kafir dan sekutunya sesuai dengan Surah At-taubah ayat 39 yang berbunyi jika kamu tidak berperang di jalan Allah, maka Allah pasti akan mengazab (menyiksa) kamu dengan siksaan yang amat dahsyat Lihat pengakuan Imam Samudra dalam Tabel Motif & Tujuan Peledakan Bom Bali 12 Oktober 2002, Dokumen Polri, 2003, hlm. 2.

    17 Karen Armstrong, Op.cit.18 Untuk pembahasan awal tentang Jamaah Islamiyah, lihat Nidaul Islam,

    February - March 1997, hal.7-11.15

  • tidak bisa hidup berdampingan secara damai dengan masyarakat modern yang menerapkan cara-cara hidup Barat. Bagi mereka, Barat (termasuk seluruh kultur dan bahkan orang-orangnya) adalah haram dan najis berada di dunia ini.

    Pada akhir abad ke-20, fundamentalisme Islam telah muncul sebagai kekuatan yang sangat dahsyat di dunia yang berusaha menyaingi dominasi nilai-nilai sekular modern dan kehadirannya ini dianggap telah mengancam perdamaian dan harmoni jagat bumi ini. Kaum fundamentalis adalah kaum militan yang selalu menerapkan sikap tegas terhadap anasir-anasir yang dianggap menyimpang dari nilai-nilai agama ini dan merasa bahwa hanya dengan agama mereka bisa mengembalikan keseimbangan dunia ini ke keadaan semula. Manifestasi perbedaan cara pandang ini dalam panggung politik sering mengejutkan terutama dengan serangan terorismenya yang memakan banyak korban yang tak berdosa. Kaum fundamentalis memiliki kerangka nilai dan tata-aturan tersendiri dan sering mereka sendiri mempersepsikannya sebagai sesuatu yang incompatible with modernity. Bagi mereka, korban sipil dan korban lainnya yang sering disebut awam sebagai tak berdosa, justru dipandang sebagai masyarakat yang zalim yang harus menerima dampak dan akibat, baik langsung maupun tidak langsung dari semua aksi-aksi yang mengejutkan yang mereka buat.

    Bagi kaum fundamentalis Islam di Indonesia, mereka merasa bahwa kultur liberal yang umumnya berasal dari Barat telah begitu menghancurkan entitas nila-nilai luhur yang hidup dan bersemi di dalam komunitas mereka sejak lama. Reaksi terhadap perubahan nilai-nilai sosial inilah yang kemudian, menurut Karen Armstrong, mengarahkan kaum fundamentalis berperang dan membunuh atas nama dan untuk Tuhan (the battle for God). Apa yang terjadi pada tahun 1978 dengan Peristiwa Komando Jihad, tahun 1982 dengan Peristiwa Usroh, tahun 1984 dengan Peristiwa Teror Warman, tahun 1985 dengan Peledakan Candi Borobudur, tahun 1989 dengan Tragedi Talangsari Jamaah Warsidi, tahun 1986 dengan Peristiwa Cicendo, tahun 1987 dengan Pembajakan Pesawat Woyla, tahun 2000 dengan Persitiwan Bom Malam Natal di 18 kota, Bom Bali dan terakhir bom di Hotel JW Marriot, adalah ekspresi emosi keagamaan kaum fundamentalis dan radikal Indonesia. Mereka juga berjuang keras membawa hal-hal sakral ke dalam dunia politik dan memaksakannya masuk ke pergulatan kebangsaan yang

    16

  • incompatible dengan ajaran-ajaran agama agar tercipta sebuah harmoni baru menurut apa yang mereka persepsikan.

    Selalu saja pada setiap masyarakat, di setiap zaman dan tradisi ada orang-orang yang melakukan perlawanan terhadap modernitas. Ini merupakan sebuah reaksi terhadap kultur ilmiah dan sekular yang berawal dari Barat namun telah berakar di semua tempat di dunia ini. Barat telah mengembangkan an entirely unprecedented and wholly different type of civilization, sehingga respon agama terhadap Barat menjadi sangat unik. Gerakan kaum fundamentalis di zaman modern sekarang memiliki hubungan simbiotik dengan modernitas itu sendiri. Mereka mungkin saja menolak rasionalisme ilmiah Barat, namun mereka tidak dapat lari darinya. Peradaban Barat telah mengubah dunia, dan kaum Fundamentalis pun akan berusaha mengembalikannya sejauh yang telah diubah oleh Barat tersebut.

    Kaum fundamentalis juga melawan hegomoni kaum sekularis (Barat) yang dianggap telah menghilangkan ruang bagi improvisasi kaum agamawan. Kaum sekuler juga menganggap bahwa semakin rasional suatu masyarakat, maka akan semakin berkurang kebutuhan spiritualnya yang biasanya dipasok oleh agama. Maka, kaum fundamentalis selalu merasakan dirinya sedang berada dalam peperangan melawan nilai-nilai mereka yang paling sakral (battling against forces that threaten their most sacred values).19 Ketika perasaan berada dalam situasi perang semakin menghimpit mereka, maka baik pihak sekuler maupun fundamentalis, seperti apa yang ditulis Karen Armstrong, it is very difficult for combatants to appreciate one anothers position20. Perang terbuka pun sangat mungkin untuk terjadi.

    Pada akhir tahun 1970-an, kaum fundamentalis Islam di Indonesia mulai mengadakan gerakan pemberontakan terhadap hegemoni kaum sekuler dan mencoba secara paksa mendudukkan kembali agama dari posisi marjinal ke posisi sentral dalam

    19 Dalam bahasa yang lain, Karen Armstrong menyatakan, ..but during the 20th century, the militant form of piety often known as fundamentalism erupted in every major religion as a rebellion against modernity. Every fundamentalist movement I have studied in Judaism, Christianity and Islam is convinced that liberal, secular society is determined to wipe out religion. Lihat Karen Armstrong, The True, Peaceful Face Of Islam, Time, October 1, 2001 Vol. 158 No. 15.

    20 Lihat Karen Armstrong, A History of God, The 4000-Year Quest of Judaism, Christianity and Islam, New York: Random House, 1996. Lihat juga The Economist, 21-December 1996.

    17

  • panggung pergulatan politik.21 Di atas panggung ini, kaum fundamentalis telah menikmati sukses yang spektakular. Agama mulai saat itu sekali lagi telah menjadi sebuah kekuatan di mana, seperti ditulis Martin E. Marty dan Scott Appleby (1979), no government can safely ignore.22

    Fundamentalisme sekarang merupakan bagian esensial dari pemandangan modern dan akan terus-menerus memainkan peran penting dalam politik, sosial, budaya, ekonomi dan keamanan domestik di masa depan. Perkembangan ini telah mengarah kepada problem yang semakin krusial yang mengundang rasa heran banyak peneliti dan ilmuwan sosial sehingga, seperti ditulis Marty dan Appleby, therefore, that we try to understand what this type of religiosity means, how and for what reasons it has developed, what it can tell us about our culture, and how best we should deal with it.23 Kaum fundamentalis menjadi sebuah entitas yang hampir tak terdefinisikan dan tidak ada satu orang pun yang tahu pasti bagaimana mengetasi mereka.

    Semua tendensi ini semakin mengarahkan kepada apa yang disebut Karen Armstrong bahwa new fundamentalism has been an attempt to get Islamic history back on the right track and to make the umma [Muslim community] effective and strong once again.24 Mereka tidak akan berhenti menjadi fundamentalis sebelum seluruh pluralitas ini bernaung di bawah kekuasaan mereka. Dapat kita pasti-kan, para pemimpin yang akan muncul dan berpengaruh di masa depan kebanyakan berasal dari kalangan ini.

    Di Indonesia, kaum fundamentalis berkembang ke arah kaum skripturalis di mana mereka diidentifikasi dengan adanya literal interpretation terhadap teks-teks agama dan penajaman doktrin-doktrin inti tertentu seperti jihad dan syariat.25 Dua inti ajaran ini

    21 R. William Liddle, 1995, Islam and Politics in Late New Order Indonesia, unpublished paper presented at the Conference on Religion and Society in the Modern World: Islam in Southeast Asia, Jakarta, 29-31 May 1995, organised by the Indonesian Institute of Science (LIPI), American-Indonesian Exchange Foundation (AMINEF) and IAIN Syarif Hidayatullah, Conference on Religion and Society in the Modern World, Jakarta.

    22 E. Marty and R. Scott Appleby (eds), Fundamentalisms Observed, Chicago: University of Chicago Press, 1991.

    23 Ibid.24 Karen Armstrong, The Battle for GodOp.cit.25 Abdul Aziz, Imam Tholkhah; and Soetarman, Gerakan Islam

    Kontemporer di Indonesia, Jakarta, Pustaka Firdaus, 1991.18

  • ternyata sangat berpengaruh terhadap problem disharmoni antara kaum fundamentalis dan kaum sekuler. Disharmoni ini dapat berubah menjadi sebuah medan perang manakala dipicu oleh isu-isu massal di mana moral agama menjadi wasit utamanya. Saat ini kaum fundamentalis juga berkembang ke arah impresi bahwa kaum fundamentalis secara inheren bersifat konservatif dan senantiasa merujuk ke masa lalu namun dengan penambahan kemampuan-kemampuan esensial tertentu yang modern dan sangat inovatif. Maka, medan ini di masa depan sudah pasti akan dimenangkan oleh kaum fundamentalis.26

    Mereka sekarang telah menyerap rasionalisme pragmatis dari modernitas dan di bawah asuhan para pemimpin kharismatik mereka, mereka menyaring apa-apa yang fundamental untuk menciptakan sebuah ideologi yang memberikan mereka sebuah plan of action. Sehingga sekarang mereka tampak menyerang balik dan mencoba untuk meresakralisasi dunia yang telah dibuat semakin skeptis dan kabur oleh kaum sekeler. Semua itu mereka jadikan sebagai alat untuk mengeksplorasi implikasi-implikasi dari respon global terhadap kultur modern.27

    Pada gerakan-gerakan kaum fundamentalis Islam tertentu, di mana banyak di antaranya yang sangat tersohor dan berpengaruh, seperti kaum Darul Islam (DI-TII)28, respon global terhadap kultur modern ini ditunjukkan dengan motivasi yang bersifat patologi psikologis seperti yang disebutkan oleh Karen Armstrong: common fears, anxieties, and desires that seem to be a not unusual response to some of the peculiar difficulties of life in the modern secular world. Gejala patologis ini tidak hilang meskipun mereka mengalami kemajuan-kemajuan dalam gerakannya dan, meskipun AS sekarang mendapat musibah, mereka masih tetap saja merasa ketakutan irasional. Ketakutan irasional ini sebagian besar disebabkan oleh posisi mereka yang cenderung underground, tertutup, anti-demokrasi dan hanya percaya dengan cara-cara primitive rebels dalam bentuk kekerasan. Patologi psikologis berat ini tentu saja telah

    26 Martin van Bruinessen, Gerakan Sempalan di Kalangan Umat Islam Indonesia: Latar Belakang Sosial-Budaya [Splinter Movements within the Indonesian Muslim Community], Ulumul Quran (Jakarta), 3, 1, p. 16-27, 1992.

    27 Manning Nash, 1991, Islamic Resurgence in Malaysia and Indonesia, in Martin E. Marty, and R. Scott Appleby, (eds), Fundamentalism Observed, Chicago/London, University of Chicago Press, [Vol. 1], p. 691-739.

    28 Untuk bahasan tentang DI/TII, lihat Hold Harald Dengel, Kartosuwiryo dan Darul Islam, (trans.), Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1999, hal. 58 ff.

    19

  • memisahkan mereka dari dunia modern yang serba demokratis, terbuka, lembut dan institusional. Melihat kenyataan semacam ini, maka tidak ada satu pihak pun yang berkenan menghampiri mereka, apalagi untuk menolong.

    Jika pilihannya mengisolasi kaum fundamentalis, maka sama artinya bahwa kaum sekularis yang banyak mendapatkan pencerahan Barat memberi jarak yang cukup bagi ancang-ancang menyerang. Seharusnya kaum fundamentalis diajak berdialog dalam atmosfir yang terbuka, hangat, bersahabat dan tanpa ancaman-ancaman yang semakin menjauhkan mereka. Untuk kasus Darul Islam dan Jamaah Islamiyah29 di Indonesia, masih memungkinkan untuk dilakukan serangkaian transformasi yang bisa menghilangkan patologi psikologis yang sering secara irasional menghinggapi mereka. Mereka haruslah dikeluarkan dari dunia bawah tanah yang suram, gelap dan penuh intrik ke dunia terbuka, hangat dan saling menghargai. Mereka haruslah di intitusionalisasikan melalui lembaga yang permanen, agar perasaan nothing to loose mereka berubah menjadi sikap yang bertanggung jawab.30 Mereka haruslah disadarkan bahwa kekerasan bukanlah cara yang baik menyelesaikan masalah. Mereka juga harus dipahamkan bahwa hanya dengan iklim demokratislah mereka dijamin bisa berdemonstrasi, meskipun demokrasi senantiasa mereka persepsikan incompatible dengan Islam.

    Sebagaimana terlihat dalam Bagan 3 di bawah ini, Islam Fundamentalis di Indonesia sangat beragam dan menjadi anutan mayoritas umat islam di Indonesia. Gerakan-gerakan atau organisasi Islam di Indonesia sangat banyak yang beraliran fundamentalisme. Misalnya Salafy, FPI, Jamaah Tabligh, Jamaah darul Arqam, Laskar Jihad FKAWJ, gerakan-gerakan Mahdiisme yang cukup banyak pengikutnya di Indonesia dan cukup beragam nama-nama aliran dan organisasi pergerakannya serta komunitas-komunitas thariqat yang jumlahnya mencapai ratusan di Indonesia. Islam Fundamentalis juga terdiri dari Islam lokal

    29 Untuk keterangan sejarah singkat Jamaah Islamiyah yang berasal dari gerakan Darul Islam atau Negara Islam Indonesia, lihat Transkrip Dialog Para Ulama dan Tokoh Masyarakat Se-Jateng dengan Tersangka Pelaku Terror Kelompok Jamaah Islamiyah (JI), Bahan Kepolisian Negara RI, 25 September 2003, hlm. 4.

    30 Andreas Harsono, Democracy will keep Indonesia friendly, The Nation, January 22, 2002.

    20

  • dengan karakternya sendiri-sendiri yang berbeda-beda di setiap daerah.

    Bagan 3Islam Fundamentalis di Indonesia

    Islam Fundamentalis di Indonesia

    Islam Fundamentalis

    FPI

    JamaahTabligh

    Darul Arqam

    ?

    Salafy

    Gerakan-Gerakan

    Mahdiisme

    Gerakan-Gerakan Thariqat

    ?

    Islam Abangan

    Islam Lokal(spt. Wate Telu)

    Laskar JihadFKAWJ

    Kaum fundamentalis Islam sangat berkarakter anti-AS, anti-Israel, anti-demokrasi, anti kapitalis, dan militer global. Motifnya, sejauh yang bisa dianalisa dari karakter politik luar negeri AS selama ini, adalah kebencian terhadap sikap AS yang sekular, anti-Islam dan yang terlalu posesif dan over-protective terhadap Israel.31 Sedangkan spekulasi tentang sasaran berikut-nya, adalah respon biasa dari hilangnya rasa aman dan bergentayangannya rasa takut rakyat AS yang membutuhkan jawaban segera terhadap apa yang mungkin terjadi.

    Spekulasi ini wajar sekali terbentuk karena kejadian ini begitu tiba-tiba, massive dan serempak dengan daya hancur yang sangat luar biasa. Spekulasi ini juga wajar karena telah menimbulkan amarah yang sangat besar rakyat dan pemimpin AS yang sedang merasa nyaman hidup dalam guyubnya modernitas, sekularisme dan kesejahteraan ekonomi tiba-tiba harus menghadapi mimpi

    31 Lihat Tabel Motif & Tujuan Peledakan Bom Bali 12 Oktober 2002. Dokumen Polri, op.cit. 2003.

    21

  • buruk yang meyakitkan dan memalukan ini. Rakyat AS bukan kali ini saja menghadapi serangan kaum teroris. Bagi kaum fundamentalis dan radikal Islam yang lebih dikenal awam dengan istilah kaum teroris, melawan AS adalah melaksanakan kewajiban personal, sebuah jihad global melawan Yahudi dan Nasrani.32 Maka, AS pun telah menempatkan teroris Muslim sebagai musuh sejak tahun 1979 (yang memunculkan nama Ayatollah Khomeini sebagai nama bagi musuh yang dipersepsikan itu) pada saat terjadinya Revolusi Iran dan memuncak pada peristiwa krisis teluk tahun 1990 (di mana muncul nama Saddam Hussein sebagai musuh).

    Dengan tertangkapnya para tersangka pelaku tindak terorisme di Indonesia dan di beberapa negara Asia Tenggara dan bahkan di Amerika dan Eropa, semakin memperlihatkan kepada kita bahwa jaringan organisasi kaum teroris sangat luas.33 Meski secara moral dan diplomasi internasional teroris diserang dengan perang wacana yang memojokkan mereka sebagai kaum pengecut, kaum tak berperikemanusiaan, kaum yang berbahagia di atas penderitaan orang lain, serta kaum yang bertendensi penyakit jiwa, namun kaum teroris terus-menerus muncul dalam peta politik Indonesia dan dunia hingga kini untuk menyampaikan pesan-pesan yang sangat sulit diinterpretasikan. Begitu tersembunyinya musuh yang satu ini, telah menimbulkan kesan misteri dan ketakutan psikologis tersendiri. Bagi rakyat Amerika, teroris adalah hantu (spectre) lain yang pernah dihadapi AS setelah hantu komunisme, sebentuk musuh ideologi, sekaligus musuh spiritual baru sebagaimana pernah diper-ingatkan oleh Huntington dalam The Clash of Civilization. Douglas E. Streusand bahkan berani menyebut that specter is Islam, yang kemudian diidentifikasi secara awam oleh publik AS sebagai green peril (bahaya hijau).34 Dan, dengan peristiwa serangan terhadap WTC dan Pentagon dua tahun silam, nama Osama bin Laden muncul sebagai musuh untuk mengembalikan kepercayaan dari publik AS terhadap pemerintahnya dalam menangani terorisme dari kaum muslim.35

    32 Lihat Tabel Motif & Tujuan Peledakan Bom Bali 12 Oktober 2002, Dokumen Polri, 2003.

    33 Seth Mydans, Militant Islam Unsettles Indonesia And Its Region, New York Times, 21 September 2001.

    34 Leon T. Hadar, The Green Peril: Creating the Islamic Fundamentalist Threat, Policy Analysis No. 77 August 27, 1992.

    35 Fear of Fundies, The Economist, February 15, 1992, hal. 45-46.22

  • Untuk konteks Indonesia sebagai negara Muslim terbesar di dunia, problem terorisme ini memunculkan banyak dilema: antara menjaga perasaan ummat Islam dan law enforcement yang mesti ditegakkan.36 Lebih dari itu, ada sebuah kenyataan bahwa serangan brutal telah terjadi dan musuh mesti didefinisikan untuk kemudian diambil langkah-langkah selanjutnya sebelum mengeksekusi penjahat yang walaupun terus bersembunyi di balik simbol-simbol dan alasan agama.

    Laskar Jihad Ahlussunnah Wal Jamaah (Salafi)Laskar Jihad beridiri pada 30 Januari 2000, sebagai respon

    terhadap konflik yang melibatkan Muslim dan Kristen di Ambon sejak 1999. Laskar Jihad merupakan bagian atau sayap paramiliter dari Forum Komunikasi Ahlusunnah Wal-Jamaah (FKAWJ), yang telah berdiri sejak 1998. Jafar Umar Thalib, ketua FKAWJ, sengaja mendirikan Laskar Jihad sebagai wujud kepedulian terhadap nasib umat Islam yang menghadapi kekerasan oleh kaum Kristen di Ambon. Jafar Umar Thalib juga sekaligus bertindak sebagai komandan Laskar Jihad yang memimpin perjuangan para anggotanya di medan konflik. Didorong sentimen keagamaan sesama Muslim, Jafar Umar Thalib berpandangan bahwa membantu Muslim di Ambon merupakan kewajiban, dan perjuangan di sana dimaknai sebagai jihad melawan kekuatan non-Islam.

    Oleh karena itu, aspek keagamaan secara dominan mewarnai anggota Laskar Jihad, di samping tentu saja keterampilan militer. Jafar Umar Thalib senantiasa menekankan bahwa keberangkatan anggota Laskar Jihad untuk membantu Muslim di Ambon merupakan bagian dari tugas melawan kekuatan kafir. Dalam kerangka itulah, dia kemudian meminta fatwa pada sejumlah ulama di Timur Tengah guna memberi legitimasi keagamaan bagi perjuangan Laskar Jihad. Dan sejumlah ulama secara tegas memang mendukung langkah Jafar Umar Thalib dengan Laskar Jihad-nya. Tercatat setidaknya tujuh orang mufti dari Timur Tengah, tepatnya Saudi Arabia, yang telah mengeluarkan fatwa untuk berperang melawan kaum kafir di Ambon.

    36 Eric Pianin and Bob Woodward, Terror Concerns of U.S. Extend to Asia: Arrests in Singapore and Malaysia Cited, Washington Post, January 18, 2002; hal. A18.

    23

  • Laskar Jihad FKAWJ yang pernah dibubarkan ini, terlibat dengan kasus terorisme. Salah seorang anggotanya, Teguh, merupakan tokoh penting dalam Kelompok Raka di Blora, Jateng. Berumur 25 tahun, alamat Jl. Kartini No.29 Blora, Jateng. Ia adalah anggota Laskar Jihad Ambon. Sampai sekarang belum pulang. 37 Selain itu, sebuah pesantren milik kelompok Salafy yang memiliki Laskar Jihad ini, yaitu Annur, nama sebuah Ponpes di Kp. Kedungkendal, Ds. Sindangsari, Kec. Banjarsari, Kab. Ciamis dianggap terlibat dengan terorisme. Jumlah santri 42 orang dari berbagai daerah. Jumlah pengajar/ustad sebanyak 5 (lima) orang. Pesantren ini dipimpin oleh Kyai Muwahid, pernah belajar di Yaman, Ketua Laskar Jihad Ahlussunah Wal Jamaah Bogor.

    Gerakan kekerasan atas nama agama yang dilakukan oleh kaum Fundamentalis Islam telah berkembang menjadi satu fenomena penting di Indonesia belakangan ini. Kasus kerusuhan Situbondo, Jawa Timur pada 1996, disusul kemudian kasus Tasikmalaya dan selanjutnya Ketapang di Nusa Tenggara Timur pada 1998, merupakan bukti dari kondisi demikian. Dalam rentang waktu yang tidak lama, sejumlah organisasi sosial-keagamaan tampil dengan agenda pemikiran dan gerakan yang mengambil cara-cara yang bisa disebut radikal. Perkembangan ini berlangsung makin kuat menyusul perubahan sistem sosial-politik yang mendasar di Indonesia. Suasana politik tidak menentu menyusul jatuhnya rezim Orde Baru pada 1999 telah memberi ruang makin lebar bagi gerakan-gerakan keagamaan radikal untuk berkembang di Indonesia.

    37 Kompas, 15/11/2005.24

  • FPI (Front Pembela Islam)Front Pembela Islam (FPI) adalah sebuah organisasi massa

    beraliran Islam di Indonesia yang paling dikenal atas aksi-aksi "penertiban" terhadap kegiatan-kegiatan yang dianggap non-Islam, terutamanya pada masa Ramadhan. FPI adalah gerakan kaum fundamentalis keturunan Arab di Indonesia yang mendapatkan dukungan besar dari kalangan Islam tradisional di berbagai tempat di Indonesia. FPI melakukan banyak aksi-aksi mencegah kemaksiatan secara langsung di berbagai tempat, khususnya perkotaan. Kegiatan-kegiatan penertiban tersebut dilaksanakan oleh kelompok paramiliternya, Laskar Pembela Islam. Didirikan pada Agustus 1998, tindakan FPI sering dikritik karena dianggap sebagai tindakan main hakim, di mana pihak Kepolisianlah yang seharusnya berwenang melakukan aksi-aksi penertiban tersebut. Terhadap kritikan ini FPI umumnya menjawab bahwa hal ini dilakukan karena mereka tidak melihat adanya inisiatif dari polisi untuk melaksanakan penertiban tersebut. Tak jarang, "penertiban" yang dilakukan FPI mengarah ke pengrusakan terhadap hak milik orang lain, contohnya memecahkan kaca-kaca diskotik atau bar. Meskipun telah berulang kali diperingatkan pihak berwajib atas perilakunya, FPI tetap secara reguler melaksanakan kegiatannya. Tindakan mereka, walaupun membawa nama agama Islam, pada kenyataannya bertentangan dengan prinsip dan ajaran Islami, bahkan tidak jarang menjurus ke vandalisme. Ketuanya saat ini adalah Habib Muhammad Riziek Syihab.

    Nama Front Pembela Islam (FPI) makin dikenal luas karena aktifitas kelompok Islam garis keras ini menonjol di berbagai soal politik. FPI muncul dalam dua tahun belakangan ini, menyusul Komite Indonesia untuk Solidaritas Dunia Islam (KISDI), organisasi serupa pimpinan Ahmad Sumargono. FPI agak berbeda dengan KISDI, karena organisasi yang terakhir ini memiliki pasukan milisi bersenjata (senjata tajam dan pentungan). Milisi FPI, seperti layaknya organisasi militer, para anggotanya juga memiliki tanda kepangkatan.

    FPI juga dikenal dekat dengan sejumlah kalangan Angkatan Darat seperti Panglima Kostrad Letjen TNI Djadja Suparman (yang kemudian menghubungkannya dengan Jendral TNI Wiranto), Mayjen TNI Kivlan Zein, MayjenTNI Zacky Anwar Makarim, Kasum TNI, Letjen TNI Suaidi M, Wakil

    25

  • Panglima TNI, Jendral TNI Fachrul Rozi dan lain-lain. FPI juga dekat dengan pejabat kepolisian Jakarta yakni mantan Kapolda Mentrojaya, Mayjen Pol Noegroho Djajoesman. FPI juga dekat dengan orang-orang di seputar Jendral TNI (Purn) Soeharto. Di masa Letjen TNI (Purn) Prabowo Subianto masih aktif di TNI, FPI (begitu juga KISDI) adalah salah satu binaan menantu Soeharto itu. Namun, setelah Prabowo jatuh, FPI kemudian cenderung mendekati kelompok Jendral Wiranto yang uniknya, saat ini, tengah bermusuhan dengan kelompok Prabowo.

    Inilah keunikan lembaga itu. Namun, dari dua hal itu bisa ditarik kesimpulan bahwa FPI memang memilih mendekati kelompok militer yang kuat yang bisa diajak bekerjasama dalam perebutan pengaruh politik.

    Sejumlah aksi FPI yang mendukung tentara misalnya: aksi tandingan melawan aksi mahasiswa menentang RUU Keadaan Darurat yang diajukan Mabes TNI, 24 Oktober 1999. Ratusan milisi FPI bersenjata pedang dan golok hendak menyerang mahasiswa yang bertahan di sekitar Jembatan Semanggi, Jakarta Pusat, namun bisa dicegah polisi. Aksi kedua ketika ratusan milisi FPI yang selalu berpakaian putih-putih itu menyatroni Kantor Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), memprotes pemeriksaan Jendral Wiranto dan kawan-kawan oleh KPP HAM. Milisi FPI yang datang ke kantor Komnas HAM dengan membawa pedang dan golok itu bahkan menuntut lembaga itu dibubarkan karena dianggap lancang memeriksa para jendral itu. FPI dibubarkan pada tanggal 6 Nopember 2002,38 namun masih tetap saja terus muncul sebagai laskar pembasmi kemaksiatan.

    Struktur organisasi FPI ini terdiri dari orang-orang yang menduduki jabatan dalam struktur dari organisasi yang dikenal tertutup itu. Ketua Investigasi Front bertugas mencari informasi, bahkan acapkali menyusupi aksi-aksi mahasiswa dan kampus untuk melihat dan memetakan tokoh-tokoh mahasiswa dan kelompok demonstran. Ketua Badan Anti Maksiat Front adalah 'avant garde' FPI. Badan Anti Maksiat Front terlibat dalam sejumlah aksi, terutama sejak kasus kerusuhan Ketapang dan maraknya demo serta gerakan anti terhadap tempat-tempat yang dikategorikan oleh mereka sebagai tempat maksiat.

    Satu FPI lain terbentuk, tapi bukan merupakan bagian dari fundamentalisme, melainkan bagian dari radikalisme. FPI lain itu adalah FPI Surakarta (FPIS). Namun, FPI (Front Pembela Islam) 38 Kompas, 7 Nopember 2002.

    26

  • yang beralamat kantor sekretariat di Jl. Petamburan III No.5 Tanah Abang, Jakarta Pusat. Tlp (021) 574-3015 ini terlibat dengan beberapa kasus terorisme. Misalnya, salah seorang anggota FPI bernama Allen alias Ahmad Rofiq alias Ali Zein, adalah adik kandung Fathurahman Al-Ghozi. Ia ditangkap pada Juni 2005 di Solo hasil pengembangan pemeriksaan Abdullah Sunata. Aktif di lingkungan FPI Pekalongan. Selain itu, anggota FPI lainnya yang terlibat dengan terorisme adalah Faturrahman alias Fath. Pada tangga 17 Nopember 2005 ditangkap di rumahnya oleh Densus-88 Anti-Teror Polri atas dugaan menyembunyikan Noordin M.Top. Ia adalah Sekretaris FPI DPW Pekalongan.

    Islam Radikal

    Berbeda dengan kaum fundamentalis, kaum radikal Islam justru meman-dang bahwa memahami agama secara mengakar jauh lebih penting sebelum membuat rencana aksi yang cenderung bersifat kekerasan. Penyeragaman pan-dangan terhadap komunitas yang memberikan respon terhadap modernisasi, pemerintahan sekular dan budaya Barat ke dalam sebutan fundamentalis sesungguhnya merupakan sebuah penyederhanaan yang berlebihan. Spektrum dunia pergerakan Islam sesungguhnya menyimpan warna-warna yang kaya dalam khazanah yang cukup plural. Tidak semua kalangan yang kritis dan anti terhadap AS, Israel, budaya Barat, materialisme, kapitalisme, isu-isu feminisme, hak asasi manusia dan demokrasi dapat dikategorikan sebagai kaum fundamentalis.

    Kaum radikal Islam yang bangkit dengan garis yang berbeda, bahkan secara diametral berlawanan dengan fundamentalis adalah taksonomi per-gerakan Islam yang mesti dilihat secara berhati-hati. Adanya fakta bahwa fundamentalisme telah muncul dalam ledakan-ledakan kecil dan besar di semua budaya (budaya agama monotheis, maupun politheis) mengindikasikan sebuah kekecewaan yang meluas terhadap masyarakat modern di mana banyak di antara kita malah merasakannya sebagai sesuatu yang membebaskan, menyenangkan dan memberdayakan.

    Proyek-proyek yang secara kasat mata dipandang baik oleh kaum liberal, di mana kaum radikal Islam juga termasuk di dalamnya, seperti demokrasi, penciptaan perdamaian,

    27

  • kepedulian terhadap lingkungan, pembebasan wanita, atau kekebasan berbicara dapat dipandang buruk, bahkan haram, oleh kaum fundamentalis.

    Bagan 4Islam Radikal di Indonesia

    Islam Radikal di Indonesia

    Islam Radikal

    Gerakan-GerakanMahasiswa

    Islam

    Gerakan-Gerakan Pemuda

    Islam

    LSM

    Gerakan Santri (Rural)

    Partai-Partai Politik Islam

    Kaum fundamentalis seringkali mengekspresikan dirinya secara kekerasan, tapi kekerasan itu adalah cara atau jalan yang paling sederhana yang memancar dari ketakutan mereka yang mendalam akan hancurnya komunitas, tradisi, nilai dan budaya yang mereka anggap luhur. Dilihat dari latar-belakang pendidikan, mereka adalah kaum intelektual yang oleh Bruce Hoffman39 disebut sebagai violent intellectual yang berusaha mencapai tujuannya karena dimotivasi oleh doktrin-doktrin agama yang mereka persepsikan secara berbeda (out of mainstream).

    Setiap gerakan kaum fundamentalis yang pernah saya teliti, terdapat sebuah ketakutan irrasional akan proses penghancuran terhadap mereka secara sistematis. Menurut Scott Appleby, kemapanan kaum sekular bertujuan untuk menghapuskan

    39 Lihat Bruce Hoffman, Inside Terrorism, 1998.28

  • keberadaan mereka sebagai kaum beragama dari muka bumi ini, sekalipun di AS sendiri. Kaum fundamentalis yakin bahwa respon mereka secara kekerasan adalah sebentuk perlawanan terhadap kekuatan-kekuatan yang telah menakut-nakuti mereka selama ini. Kaum fundamentalis percaya bahwa mereka selama ini melawan demi mempertahankan agama dan mempertahan-kan masyarakat yang beradab.

    Sekarang banyak masyarakat dalam komunitas dunia Islam yang menolak persepsi bahwa Barat sebagai tak bertuhan, tidak adil, dan dekaden. Kaum Islam radikal baru tidaklah sesederhana kaum fundamentalis yang membenci Barat.40 Bagaimanapun, kaum radikal baru Islam tidak merupakan gerakan yang homo-gen. Muslim radikal pada pokoknya berupaya meletakkan rumah mereka sendiri dalam suatu tata-aturan yang berbeda sesuai dengan yang mereka persepsikan. Tidak sebagaimana kaum fundamentalis yang mengidap dislokasi kultural yang parah, kaum radikal juga merasa nyaman dengan zaman modern.

    Adalah mustahil untuk menggeneralisasi bentuk-bentuk ekstrim kelompok agama karena mereka bukan hanya berbeda antara tiap-tiap negara, tapi juga berbeda antara tiap-tiap kota bahkan di tiap-tiap kampung dan desa. Hanya sebagian kecil saja dari kelompok fundamentalis yang setia dengan aksi-aksi teror, sementara banyak kaum radikal Islam bahkan sangat bersahabat, menginginkan perdamaian, berpengharapan pada hukum dan tata-aturan, dan menerima nilai-nilai positif dari masyarakat modern. Jika kaum fundamentalis tidak pernah punya waktu untuk berbicara tentang demokrasi, pluralisme, toleransi beragama, penciptaan perdamaian, kebebesan individu atau pemisahan antara agama dan negara, maka komunitas lainnya bahkan yang radikal sekalipun justru menganggap semua itu adalah sublimasi nilai-nilai agama dalam bahasa profan. Semoga AS dan negara-negara yang sedang dilanda semangat anti teroris karena serangkaian bom yang meledak di tempat-tempat ibadah Nasrani atau di tempat-tempat di mana terjadinya penetrasi kapitalisme, liberalisme dan sekularisme Barat tidak panik dan salah dalam membedakan mana yang fundamentalis dan mana yang radikal.

    40 Karen Armstrong, dalam bukunya Muhammad: A Biography Of The Prophet (2000), mengingat-kan tanggung-jawab Barat terhadap munculnya bentuk radikalisme baru Islam, yang dalam pengertian tersembunyi akan bangkit secara tiba-tiba seperti dalam fantasi-fantasi lama masyarakat Barat.

    29

  • Himpunan Mahasiswa Islam ( HMI ) Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) adalah organisasi

    mahasisdwa Islam radikal. Radikalisme adalah sikap ideologis mahasiswa di setiap kampus. HMI adalah salah satu organisasi kecil tetapi sudah lama memiliki peran positif dalam situasi baru yang sedang bergolak, adalak HMI. Organisasi ini secara prinsip mempunyai hubungan dengan Masyumi, tetapi pada dasawarsa 1950-an, HMI melepaskan diri secara resmi dari Masyumi, sekalipun tetap memiliki hubungan erat secara emosional. Di bawah pemerintahan Soekarno, HMI mulai menunjukkan tradisi baru dengan bersikap oposan pada pemerintah. HMI merupakan organisasi mahasiswa paling kuat di negeri ini. Dari organisasi inilah muncul banyak tokoh-tokoh Islam dan tokoh-tokoh cendekiawan Indonesia dewasa ini. Pada tahun-tahun terakhir demokrasi terpimpin, organisasi ini menghadapi serangan terus menerus dari kelompok kiri, yang dengan segala daya berusaha menyulut perselisihan antara HMI dan Masyumi, tetapi tidak berhasil. Setelah Soeharto berkuasa tahun 1965, organisasi ini merupakan pelopor pemben-tukan front kesatuan aksi mahasiswa yang memperoleh dukungan di kota-kota besar untuk membantu militer dalam melawan komunis. HMI tidak beraliansi ke partai politik manapun, juga tidak menjadi bagian dari Partai Persatuan Pembangunan. Mereka tetap memelihara indepen-densinya, tetapi menjalin kerjasama dengan pemerintah.

    Pada pertengahan dasawarsa 1970-an, HMI menunjukkan kemahi-rannya yang hebat dalam menghadapi NKK (Normalisasi Kehidupan Kampus). Tokoh-tokoh cendekiawan Muslim yang menonjol dahulunya adalah aktivis dari organisasi ini atau pemimpinnya. Organisasi ini banyak berhasil dalam melakukan kerjasama dengan pemerintah, misalnya Abdul Ghafur menjadi menteri pemuda dan Olah Raga, demikian pula Akbar Tanjung yang menjadi wakil ketua Golkar.

    Di antara organisasi Islam yang ada, maka HMI adalah satu-satunya organisasi yang dengan keras menentang pemaksaan asas tunggal diberlakukan pada organisasinya. Setelah muktamar nasional tahun 1983, seringkali HMI melontarkan penolakan secara total terhadap tuntu-tan pelaksanaan asas tunggal bagi organisasinya, sekalipun berkali-kali mendapat ancaman dari Abdul Ghafur, mantan ketua HMI Cabang Jakarta. Namun tekanan

    30

  • dan ancaman ini akhirnya berhasil menaklukkan sebagian besar cabang-cabang HMI di daerah dan membuat cabang-cabang sisanya tunduk di bawah tekanan. Berdasarkan kenyataan ini, maka dibuatlah pengurus-pengurus cabang baru sebagai tandingan bagi pengurus lama, sehingga penerimaan asas tunggal lebih bersifat rekayasa daripada ketulusan. Oleh karena itulah banyak rekayasa, intervensi dan pemaksaan dilakukan terhadap pengurus-pengurus cabang, sehingga tatkala mereka mengadakan muktamar tahun 1986, HMI bersedia mene-rima asas tunggal. Beberapa saat sebelum muktamar ini dilakukan, Jend. Beny Murdani mengumumkan, bahwa organisasi apa saja yang menolak Pancasila harus memikul resiko dan pergi meninggalkan Indonesia.

    Meskipun demikian, beberapa cabang yang ada di berbagai perguruan tinggi di kota-kota besar memisahkan diri dari organisasi pusat, dan tidak mau menerima hasil kongres bahkan mendirikan organisasi tandingan yang disebut MPO (Majelis Penyelamat Organisasi) dan mengaku mempunyai pendukung sebanyak 23.000 anggota.

    Gerakan Aktivis Masjid dan Kelompok PengajianMasjid merupakan basis utama gerakan Islam baru serta

    berbagai kelompok keagamaan yang dikenal dengan nama pengajian. Istilah ini diberikan kepada kelompok pengajian yang berbagai macam itu, dimana kegiatannya terutama membaca Al-Quran, mengadakan pengajian dengan kelompok-kelompok kecil di rumah, masjid maupun tempat umum. Banyak penceramah keliling yang dikenal dengan nama muballigh. Mereka ini berperan untuk menarik jumlah pengunjung yang besar ke dalam pengajian-pengajian yang diadakan di masjid atau tempat lain. Kegiatan semacam ini tersebar di berbagai pelosok negeri. Sebagian besar muballigh ini berasal dari kelompok yang dihormati, yang tidak berbicara masalah-masalah yang bernuansa politis dan sosial yang riel, yang diang-gap dapat membuat pendengar emosi. Nasionalisme para muballigh ini bertambah besar ketika menyaksikan aktivitas parpol menurun. Dan masjid berbeda dengan gereja, karena gereja merupakan bagian dari sistem gereja nasional/wilayah (paroki). Sedangkan masjid merupakan institusi independen. Oleh karena itu kegiatan masjid bersifat lokal, dan tidak memerlukan koordinasi dengan hirarkhi tertinggi baik lokal ataupun nasional. Dewasa ini masjid-masjid

    31

  • banyak dikuasai oleh harakah-harakan pemuda, menggantikan posisi pengurus atau tamir yang birokratis dalam melaksanakan aktivitas masjid. Koordinasi pemuda ini biasanya diberi nama Badan Komunikasi Pemuda Remaja Masjid Indonesia (BKPRMI). Masjid-masjid yang dikelola oleh para pemuda-remaja ini seba-gian besar terdapat di Jakarta dan sekitarnya, sehingga mereka ini dikenal dengan sebutan hizamul ahdhar (selendang hijau). Warna hijau diasosiasikan sebagai simbol Islam. Masjid inilah yang merupakan tempat me-nyampaikan kritik terhadap kebijakan pemerintah.

    Gerakan baru ini tidak mengenyampingkan usaha mempersiapkan metoda-metoda pendidikan keagamaan yang disampaikan melalui masjid dan masyarakat. Gerakan ini juga melakukan diskusi-diskusi politik, penerbitan buletin dan buku-buku kecil yang kritis. Melalui masjid-masjid kampus, juga muncul pusat-pusat gerakan mahasiswa.

    Pemerintah mulai melakukan sejumlah tindakan, yang bertujuan memati-kan gerakan baru ini. Soeharto dan jajaran aparatnya menempuh cara-cara yang dahulu pernah digunakan oleh penjajah Belanda terhadap Islam. Penjajah Belanda dahulu berpendapat, Islam perlu diberi kebebasan melakukan ibadah, bahkan diberi vasilitas, selama umat Islam hanya menjalankan ritualitas keagamaan saja. Akan tetapi, jika sekarang kaum Muslimin mulai menyusun langkah-langkah politik, maka harus ditindak tegas.

    Sebelum pemilu 1977, PPP mempunyai optimisme besar dalam diri-nya. Karena itu beberapa jenderal bersekongkol untuk melakukan makar, di antaranya dengan melakukan dua rencana, yang pertama, menampil-kan Golkar sebagai front Islam. Untuk itu mereka menyogok beberapa orang ulama untuk bergabung ke dalam Golkar. Tugas ini dibebankan kepada Amir Murtono, seorang tokoh yang menonjol di Golkar. Langkah kedua, menugaskan seorang tokoh baru intelijen militer bernama Ali Murtopo untuk memancing aktivis Muslim melakukan tindakan kriminal dan menimbulkan kerusuhan.

    Kedua manuver politik tersebut terus berjalan hingga hari ini, sekalipun PPP sudah tidak memiliki kemampuan apa-apa, tetapi yang menjadi sasaran utama operasi ini adalah kelompok-kelompok kecil inde-penden yang mulai bermunculan. Operasi pertama Ali Murtopo adalah merekrut mantan aktivis gerakan Darul Islam. Setelah dibebaskan dari penjara pada awal dasa-

    32

  • warsa 1960-an, dan sebulan sebelum berlangsungnya Pemilu bulan Juli 1967, segala tindakan mereka senantiasa dalam pengawasan militer. Panglima Kopkamtib, Laksamana Soedomo mengumumkan, bahwa ada sekitar anggota kelompok Komando Jihad telah ditangkap di Asahan (Sumatera Utara), Riau, Lampung (Sumatera Selatan), Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur. Mereka yang tertangkap ini adalah para pendukung Darul Islam. Beberapa tahun setelah diadili, sebagian dari mereka mengungkapkan dengan penuh penyesalan bahwa mereka dahulu telah diperalat oleh BAKIN (Badan Koordinasi Intelijen) mela-kukan operasi-operasi khusus. Akan tetapi Ali Murtopo membantah adanya tim semacam itu di tubuh BAKIN. Tujuan utama dimunculkan-nya issu KOMJI (Komando Jihad) sebenarnya untuk memberikan kesan kepada masyarakat, bahwa gerakan teroris itu memang ada; dengan demikian umat Islam merasa tercekam, dihantui rasa ketakutan. Operasi yang dilakukan oleh badan intelijen semacam ini merupakan alat politik rezim Soeharto. Pengumuman tentang berbagai komplotan teroris yang diissukan itu berlangsung dalam kondisi tertentu, yaitu bila menghadapi peristiwa-peristiwa politik penting, misalnya menjelang pemilu, atau pemilihan presiden, pengajuan RUU kepada DPR karena pada moment seperti ini suhu politik semakin memanas. Kelompok-kelompok yang dituduh melakukan kegiatan teror terbukti di kemudian hari, umumnya adalah orang-orang yang direkrut melalui rekayasa dan tipu daya. Dan penyelesaian perkaranya di persidangan, hanya didasarkan pada BAP (Berita Acara Pidana) yang dibuat oleh penyidik.

    Terdapat rangkaian panjang dari operasi teroris yang tidak pernah sekalipun terungkap kepermukaan, tetapi orang-orangnya tetap diseret ke pengadilan, kemudian menjerumuskan aktivis gerakan Muslim. Pernah disiarkan secara terperinci tentang gerakan teror yang direkayasa bebe-rapa hari sebelum berlangsungnya SU MPR 1978, ketika pemerintah pertama kali mengambil langkah untuk memaksakan Pancasila diterima sebagai asas tunggal bagi kehidupan berbangsa. Pada awal dasawarsa 1980-an ada dua kelompok Islam yang disebut sebagai ekstrim dan dituduh hendak melakukan kegiatan teroris. Pertama, adalah kelompok Warman yang dituduh telah melakukan banyak pembunuhan. Tapi ternyata tidak terdapat bukti sedikitpun yang membenarkan tuduhan itu. Sebab Warman telah terbunuh oleh ABRI ketika tempat persem-bunyiannya diserbu pada tahun 1981.

    33

  • Kedua, kelompok Imran bin Muhammad Zein, yang dituduh melakukan serangan terhadap salah satu markas polisi di Cisendo Jawa Barat dan menewaskan tiga orang petugas. Kemudian kelompok ini membajak pesawat pada bulan Maret 1981. Penyelidikan atas kasus ini tidak pernah tuntas karena para pemba-jaknya mati tembak di tempat. Lima orang ditembak ketika pasukan menyebu pesawat dan orang keenam ditembak saat berada dalam tahanan.

    Di persidangan terungkap bahwa kelompok Imran hanya diperalat oleh badan intelijen untuk mendeskreditkan kaum Muslimin. Akan tetapi masalah ini belum pernah dibuktikan secara valid. Berbagai tuduhan yang dilontarkan kepada Warman dan Imran mencapai puncaknya bersamaan dengan pemilu 1982.

    HTI (Hizbut Tahrir Indonesia)Hizbut Tahrir adalah sebuah partai politik yang berideologi

    Islam. Politik merupakan kegiatannya, dan Islam adalah ideologinya. Hizbut Tahrir mengklaim bahwa mereka bergerak di tengah-tengah umat, dan bersama-sama mereka berjuang untuk menjadikan Islam sebagai permasalahan utamanya, serta membimbing mereka untuk mendirikan kembali sistem Khilafah dan menegakkan hukum yang diturunkan Allah dalam realitas kehidupan.

    Hizbut Tahrir merupakan organisasi politik, bukan organisasi kerohanian (seperti tarekat), bukan lembaga ilmiah (seperti lembaga studi agama atau badan penelitian), bukan lembaga pendidikan (akademis), dan bukan pula lembaga sosial (yang bergerak di bidang sosial kemasyarakatan). Ide-ide Islam menjadi jiwa, inti, dan sekaligus rahasia kelangsungan kelompoknya.

    Disebutkan bahwa Hizbut Tahrir didirikan demi rangka memenuhi seruan Allah SWT:"(Dan) hendaklah ada di antara kalian segolongan umat (jamaah) yang menyeru kepada kebaikan (mengajak memilih kebaikan, yaitu memeluk Islam), memerintahkan kepada yang ma'ruf dan melarang dari yang munkar. Merekalah orang-orang yang beruntung." (QS Ali 'Imran: 104)

    Hizbut Tahrir bermaksud membangkitkan kembali umat Islam dari kemerosotan yang amat parah, membebaskan umat dari ide-ide, sistem perundang-undangan, dan hukum-hukum kufur, serta membebaskan mereka dari cengkeraman dominasi dan pengaruh

    34

  • negara-negara kafir. Hizbut Tahrir bermaksud juga membangun kembali Daulah Khilafah Islamiyah di muka bumi, sehingga hukum yang diturunkan Allah SWT dapat diberlakukan kembali.

    Hizbut Tahrir bertujuan melanjutkan kehidupan Islam dan mengemban dakwah Islam ke seluruh penjuru dunia. Tujuan ini berarti mengajak kaum Muslimin kembali hidup secara Islami dalam Darul Islam dan masyarakat Islam. Di mana seluruh kegiatan kehidupannya diatur sesuai dengan hukum-hukum syara'. Pandangan hidup yang akan menjadi pedoman adalah halal dan haram, di bawah naungan Daulah Islam, yaitu Daulah Khilafah, yang dipimpin oleh seorang Khalifah yang diangkat dan di-bai'at oleh kaum Muslimin untuk didengar dan ditaati agar menjalankan pemerintahan berdasarkan Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya, dan mengemban risalah Islam ke seluruh penjuru dunia dengan dakwah dan jihad.

    Di samping itu Hizbut Tahrir bertujuan membangkitkan kembali umat Islam dengan kebangkitan yang benar, melalui pola pikir yang cemerlang. Hizbut Tahrir berusaha untuk mengembalikan posisi umat ke masa kejayaan dan keemasannya seperti dulu, di mana umat akan mengambil alih kendali negara-negara dan bangsa-bangsa di dunia ini, dan negara Khilafah akan kembali menjadi negara nomor satu di dunia sebagaimana yang terjadi pada masa silam serta memimpin dunia sesuai dengan hukum-hukum Islam.

    Hizbut Tahrir juga bertujuan untuk menyampaikan hidayah (petunjuk syari'at) bagi umat manusia, memimpin umat Islam untuk menentang kekufuran41 beserta segala ide dan peraturan kufur, sehingga Islam dapat menyelimuti bumi.

    Kegiatan Hizbut Tahrir adalah mengemban dakwah Islam untuk mengubah situasi masyarakat yang rusak menjadi masyarakat Islam. Hal ini dilakukan dengan mengubah ide-ide rusak yang ada menjadi ide-ide Islam, sehingga ide-ide ini menjadi opini umum di tengah masyarakat serta menjadi persepsi bagi mereka. Selanjutnya persepsi ini akan mendorong mereka untuk merealisasikan dan menerapkannya sesuai dengan tuntutan Islam.

    Juga dengan mengubah perasaan yang dimiliki anggota masyarakat menjadi perasaan Islam --yakni ridla terhadap apa yang diridlai Allah, marah dan benci terhadap apa yang dimurkai dan dibenci oleh Allah-- serta mengubah hubungan/ interaksi yang 41 Kekufuran adalah sikap anti-hukum agama dalam kehidupan sosial politik.

    35

  • ada dalam masyarakat menjadi hubungan/ interaksi yang Islami, yang berjalan sesuai dengan hukum-hukum Islam dan pemecahan-pemecahannya.

    Seluruh kegiatan yang dilakukan Hizbut Tahrir adalah kegiatan yang bersifat politik, di mana Hizbut Tahrir memperhatikan urusan masyarakat sesuai dengan hukum-hukum serta pemecahannya secara syar'i, karena politik adalah mengurus dan memelihara urusan masyarakat sesuai dengan hukum-hukum Islam dan pemecahan-pemecahannya.

    Kegiatan-kegiatan yang bersifat politik ini tampak jelas dalam kegiatannya mendidik dan membina umat dengan tsaqafah (kebudayaan) Islam, meleburnya dengan Islam, membebaskannya dari aqidah-aqidah yang rusak, pemikiran-pemikiran yang salah, serta persepsi-persepsi yang keliru, sekaligus membebaskannya dari pengaruh ide-ide dan pandangan-pandangan kufur.

    Kegiatan politik ini tampak juga dalam aspek pergolakan pemikiran (ash shiroul fikri) dan dalam perjuangan politiknya (al kifahus siyasi). Pergolakan pemikiran tersebut terlihat dalam penentangannya terhadap ide-ide dan aturan-aturan kufur. Kegiatan ini nampak pula dalam penentangannya terhadap ide-ide yang salah, aqidah-aqidah yang rusak, atau persepsi-persepsi yang keliru, dengan cara menjelaskan kerusakannya, menampakkan kekeliruannya, dan menjelaskan ketentuan hukum Islam dalam masalah tersebut.

    Adapun perjuangan politiknya, terlihat dari penentang-annya terhadap kaum kafir imperialis untuk memerdekakan umat dari belenggu dominasinya, membebaskan umat dari cengkeraman pengaruhnya, serta mencerabut akar-akarnya yang berupa pemikiran, kebudayaan, politik, ekonomi, maupun militer dari seluruh negeri-negeri Islam.

    Perjuangan politik ini juga tampak jelas dalam kegiatannya menentang para penguasa, mengungkapkan pengkhianatan dan persekongkolan mereka terhadap umat, melancarkan kritik, kontrol, dan koreksi terhadap mereka serta berusaha menggantinya tatkala mereka mengabaikan hak-hak umat, tidak menjalankan kewajibannya terhadap umat, melalaikan salah satu urusan umat, atau menyalahi hukum-hukum Islam. Seluruh kegiatan politik tersebut dilakukan tanpa menggunakan caca-cara kekerasan (fisik/senjata). Akan tetapi sebatas aktivitas menyampaikan ide-ide (konsep-konsep) dengan lisan atau tulisan, sesuai jejak dakwah yang dicontohkan Rasulullah SAW. Jadi

    36

  • kegiatan Hizbut Tahrir secara keseluruhan adalah kegiatan yang bersifat politik, baik sebelum maupun sesudah mengambilalih pemerintahan (melalui umat). Kegiatan Hizbut Tahrir bukan di bidang pendidikan, karena ia bukanlah madrasah (sekolah). Begitu pula seruannya tidak hanya bersifat nasehat-nasehat dan petunjuk-petunjuk. Akan tetapi kegiatannya bersifat politik, dengan cara mengemukakan ide-ide (konsep-konsep) Islam beserta hukum-hukumnya untuk dilaksanakan, diemban, dan diwujudkan dalam kenyataan hidup dan pemerintahan.

    Hizbut Tahrir mengemban dakwah Islam agar Islam dapat diterapkan dalam kehidupan dan agar Aqidah Islamiyah dapat menjadi dasar negara dan dasar konstitusi serta undang-undang. Karena Aqidah Islamiyah adalah aqidah aqliyah (aqidah yang menjadi dasar pemikiran) dan aqidah siyasiyah (aqidah yang menjadi dasar politik) yang melahirkan aturan untuk memecahkan problem manusia secara keseluruhan, baik di bidang politik, ekonomi, budaya, sosial, dan lain-lain. Metode yang ditempuh Hizbut Tahrir dalam mengemban dakwah adalah hukum-hukum syara', yang diambil dari thariqah (metode) dakwah Rasulullah SAW, sebab thariqah itu wajib diikuti. Sebagaimana firman Allah SWT:

    "Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagi kalian, (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan kedatangan Hari Kiamat, dan dia banyak menyebut Allah (dengan membaca dzikir dan mengingat Allah)." (QS Al-Ahzab: 21)

    "Katakanlah: 'Jika kalian (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosa kalian." (QS Ali Imran: 31)

    "Apa saja yang dibawa Rasul untuk kalian, maka ambilah. Dan apa saja yang dilarangnya bagi kalian, maka tinggalkanlah." (QS Al-Hasyr: 7)

    Dan banyak lagi ayat lain yang menunjukkan wajibnya mengikuti perjalanan dakwah Rasulullah SAW, menjadikan beliau suri teladan, dan mengambil ketentuan hukum dari beliau. Berhubung kaum Muslimin saat ini hidup di Darul Kufur42 --karena 42 Darul Kufur, daerah atau wilayah atau negara yang tidak berdasarkan Islam.

    37

  • diterapkan atas mereka hukum-hukum kufur yang tidak diturunkan Allah SWT-- maka keadaan negeri mereka serupa dengan Mekkah ketika Rasulullah SAW diutus (menyampaikan risalah Islam). Untuk itu fase Makkah wajib dijadikan sebagai tempat berpijak dalam mengemban dakwah dan mensuriteladani Rasulullah SAW.

    Dengan mendalami sirah43 Rasulullah SAW di Makkah hingga beliau berhasil mendirikan suatu Daulah Islam di Madinah, akan tampak jelas beliau menjalani dakwahnya dengan beberapa tahapan yang jelas ciri-cirinya. Beliau melakukan kegiatan-kegiatan tertentu yang tampak dengan jelas tujuan-tujuannya. Dari sirah Rasulullah SAW inilah Hizbut Tahrir mengambil metode dakwah dan tahapan-tahapannya, beserta kegiatan-kegiatan yang harus dilakukannya pada seluruh tahapan ini, karena Hizbut Tahrir mensuriteladani kegiatan-kegiatan yang dilakukan Rasululah SAW dalam seluruh tahapan perjalanan dakwahnya.

    Berdasarkan sirah Rasulullah SAW tersebut, Hizbut Tahrir menetapkan metode perjalanan dakwahnya dalam 3 (tiga) tahapan berikut:

    Pertama, Tahapan Pembinaan dan Pengkaderan (Marhalah At Tatsqif), yang dilaksanakan untuk membentuk kader-kader yang mempercayai pemikiran dan metode Hizbut Tahrir, dalam rangka pembentukan kerangka tubuh partai.

    Kedua, Tahapan Berinteraksi dengan Umat (Marhalah Tafaul Maa Al Ummah), yang dilaksanakan agar umat turut memikul kewajiban dakwah Islam, hingga umat menjadikan Islam sebagai permasalahan utamanya, agar umat berjuang untuk mewujudkannya dalam realitas kehidupan.

    Ketiga, Tahapan Pengambilalihan Kekuasaan (Marhalah Istilaam Al Hukm), yang dilaksanakan untuk menerapkan Islam secara menyeluruh dan mengemban risalah Islam ke seluruh dunia.

    Hizbut Tahrir menerima keanggotaan setiap orang Islam, baik laki-laki maupun wanita, tanpa memperhatikan lagi apakah mereka keturunan Arab atau bukan, berkulit putih ataupun hitam. Hizbut Tahrir adalah sebuah partai untuk seluruh kaum Muslimin dan menyeru mereka untuk mengemban dakwah Islam serta mengambil dan menetapkan seluruh aturan-aturan Islam, tanpa memandang lagi kebangsaan, warna kulit, maupun madzhab mereka. Hizbut Tahrir melihat semuanya dari pandangan Islam. 43 Sirah (bhs Arab), artinya sejarah. Sirah Nabawiyah adalah sejarah hidup Nabi Muhammad SAW.

    38

  • Cara mengikat individu-individu ke dalam Hizbut Tahrir adalah dengan memeluk Aqidah Islamiyah, matang dalam Tsaqafah Hizbut Tahrir, serta mengambil dan menetapkan ide-ide dan pendapat-pendapat Hizbut Tahrir. Dia sendirilah yang mengharuskan dirinya menjadi anggota Hizbut Tahrir, setelah sebelumnya ia melibatkan dirinya dengan Hizbut Tahrir; ketika dakwah telah berinteraksi dengannya dan ketika dia telah mengambil dan menetapkan ide-ide serta persepsi-persepsi Hizbut Tahrir. Jadi ikatan yang dapat mengikat anggota Hizbut Tahrir adalah Aqidah Islamiyah dan Tsaqafah Hizbut Tahrir yang terlahir dari aqidah ini. Halaqah-halaqah (pembinaan) wanita dalam Hizbut Tahrir terpisah dengan halaqah laki-laki. Yang memimpin halaqah-halaqah wanita adalah para suami, mahramnya, atau para wanita.

    Partai Bulan Bintang (PBB)Partai Bulan Bintang (PBB) adalah sebuah partai politik

    Indonesia yang berasaskan Islam dan menganggap dirinya partai penerus Masyumi. Partai dengan basis massa kaum radikal Islam di perkotaan ini merupakan perpanjangan sejarah dari Partai Islam masa Orde Lama, Masyumi (Madjlis Sjuro Muslimin Indonesia). Partai Masyumi pernah dicoba hidupkan kembali pada masa Orde Baru dengan nama Parmusi (Partai Muslimin Indonesia). Partai Bulan Bintang didirikan pada 17 Juli 1998. Partai ini telah ikut pemilu selama dua kali yaitu pada Pemilu tahun 1999 dan 2004. Partai pada pemilu 2004 memenangkan suara hanya sebesar 2.970.487 pemilih (2,62%) dan mendapatkan 11 kursi di DPR. Partai ini sebelumnya dikepalai oleh Yusril Ihza Mahendra, seorang tokoh yang kontroversial. MS Kaban diangkat sebagai ketua umum pada 1 Mei 2005.

    Partai yang menamakan diri Bulan Bintang sebuah sebutan bagi keluarga besar pendukung Masyumi setelah partai tersebut dibubarkan ini tidaklah identik dengan Partai Masyumi, meskipun ada keterkaitan psikologis. Ide besar dari partai ini menurut ketua umumnya adalah Islamic modernism, yaitu

    39

  • meyakini bahwa Islam adalah ajaran universal yang diberikan Tuhan kepada manusia untuk menyelesaikan persoalan-persoalan hidup mereka, baik di dunia maupun akhirat. PBB memperjuangkan tegaknya sistem yang kuat, bukan figur orang. PBB termasuk dalam sedikit partai politik yang konsisten memperkaya wacana politik bangsa dengan mengeluarkan isu-isu politik. Di antaranya, mengenai sistem distrik dalam pemilu dan perubahan UUD 1945 melalui amandemen konstitusi. Selain itu, PBB juga melemparkan isu jumlah ideal propinsi di Indonesia sebanyak 40 buah dengan empat daerah istimewa, yaitu Aceh, Yogyakarta, Bali, dan Timor Timur.

    Partai Bulan Bintang (PBB) merupakan sebuah partai politik yang bercita-cita untuk mendirikan negara berasaskan Islam di Indonesia, dengan menggunakan Piagam Madinah sebagai dasar hukumnya. Dalam partai