75909076-ikterus.pdf

26
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ikterus fisiologis merupakan fenomena biologis yang timbul akibat tingginya produksi dan rendahnya ekskresi bilirubin selama masa transisi pada neonatus. Pada neonatus produksi bilirubin 2 sampai 3 kali lebih tinggi dibanding orang dewasa normal. Hal ini dapat terjadi karena jumlah eritosit pada neonatus lebih banyak dan usianya lebih pendek. Banyak bayi baru lahir, terutama bayi kecil (bayi dengan berat lahir < 2500 g atau usia gestasi < 37 minggu) mengalami ikterus pada minggu pertama kehidupannya. Sewaktu bayi masih berada dalam rahim (janin), maka tugas membuang bilirubin dari darah janin dilakukan oleh plasenta. Hati/ liver janin tidak perlu membuang bilirubin. Ketika bayi sudah lahir, maka tugas ini langsung diambil alih oleh hati/liver. Karena liver belum terbiasa melakukannya, maka ia memerlukan beberapa minggu untuk penyesuaian. Selama liver bayi bekerja keras untuk menghilangkan bilirubin dari darahnya, tentu saja jumlah bilirubin yang tersisa akan terus menumpuk di tubuhnya. Karena bilirubin berwarna kuning, maka jika jumlahnya sangat banyak, dapat menodai kulit dan jaringan-jaringan tubuh bayi. Bayi baru lahir menderita ikterus yang dapat dideteksi secara klinis dalam minggu pertama kehidupannya. Pada kebanyakan kasus ikterus neonatorum, kadar bilirubin tidak berbahaya dan tidak memerlukan pengobatan. Sebagian besar tidak memiliki penyebab dasar atau disebut ikterus fisiologis yang akan menghilang pada akhir minggu pertama kehidupan pada bayi cukup bulan. Sebagian kecil memiliki penyebab seperti hemolisis, septikemi, penyakit metabolik (ikterus non-fisiologis). 1.2. Tujuan 1.2.1. Untuk mengetahui penyakit pada bayi baru lahir ikterus fisiologis. 1.2.2. Untuk mengetahui penanganan pada bayi baru lahir ikterus fisiologis. 1

Transcript of 75909076-ikterus.pdf

Page 1: 75909076-ikterus.pdf

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Ikterus fisiologis merupakan fenomena biologis yang timbul akibat

tingginya produksi dan rendahnya ekskresi bilirubin selama masa transisi

pada neonatus. Pada neonatus produksi bilirubin 2 sampai 3 kali lebih

tinggi dibanding orang dewasa normal. Hal ini dapat terjadi karena jumlah

eritosit pada neonatus lebih banyak dan usianya lebih pendek.

Banyak bayi baru lahir, terutama bayi kecil (bayi dengan berat lahir

< 2500 g atau usia gestasi < 37 minggu) mengalami ikterus pada minggu

pertama kehidupannya. Sewaktu bayi masih berada dalam rahim (janin),

maka tugas membuang bilirubin dari darah janin dilakukan oleh plasenta.

Hati/ liver janin tidak perlu membuang bilirubin. Ketika bayi sudah lahir,

maka tugas ini langsung diambil alih oleh hati/liver. Karena liver belum

terbiasa melakukannya, maka ia memerlukan beberapa minggu untuk

penyesuaian. Selama liver bayi bekerja keras untuk menghilangkan bilirubin

dari darahnya, tentu saja jumlah bilirubin yang tersisa akan terus menumpuk

di tubuhnya. Karena bilirubin berwarna kuning, maka jika jumlahnya sangat

banyak, dapat menodai kulit dan jaringan-jaringan tubuh bayi.

Bayi baru lahir menderita ikterus yang dapat dideteksi secara klinis

dalam minggu pertama kehidupannya. Pada kebanyakan kasus ikterus

neonatorum, kadar bilirubin tidak berbahaya dan tidak memerlukan

pengobatan. Sebagian besar tidak memiliki penyebab dasar atau disebut

ikterus fisiologis yang akan menghilang pada akhir minggu pertama

kehidupan pada bayi cukup bulan. Sebagian kecil memiliki penyebab seperti

hemolisis, septikemi, penyakit metabolik (ikterus non-fisiologis).

1.2. Tujuan

1.2.1. Untuk mengetahui penyakit pada bayi baru lahir ikterus fisiologis.

1.2.2. Untuk mengetahui penanganan pada bayi baru lahir ikterus

fisiologis.

1

Page 2: 75909076-ikterus.pdf

1.2.3. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada pada bayi baru lahir

ikterus fisiologis.

1.3. Manfaat

1.3.1. Agar dapat memahami penyakit pada bayi baru lahir ikterus

fisiologis.

1.3.2. Agar dapat memahami penanganan pada bayi baru lahir ikterus

fisiologis.

1.3.3. Agar dapat memahami asuhan keperawatan pada bayi baru lahir

ikterus fisiologis.

2

Page 3: 75909076-ikterus.pdf

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi

Ikterus adalah gambaran klinis berupa pewarnaan kuning pada kulit

dan mukosa karena adanya deposisi produk akhir katabolisme heme yaitu

bilirubin. Secara klinis, ikterus pada neonatus akan tampak bila konsentrasi

bilirubin serum lebih 5 mg/dL.

Ikterus fisiologik adalah ikterus yang timbul pada hari kedua dan

ketiga yang tidak mempunyai dasar patologis, kadarnya tidak melewati kadar

yang membahayakan atau tidak mempunyai potensi menjadi kern icterus

(kerusakan otak akibat perlengketan Bilirubin Indirek pada otak) dan tidak

menyebabkan suatu morbiditas pada bayi.

Ikterus fisiologis adalah Ikterus yang memiliki karakteristik sebagai

berikut :

• Timbul pada hari kedua-ketiga dan menghilang pada usia 1-2 minggu.

• Kadar Bilirubin Indirek setelah 2 x 24 jam tidak melewati 15 mg% pada

neonatus cukup bulan dan 10 mg % pada kurang bulan.

• Kecepatan peningkatan kadar Bilirubin tak melebihi 5 mg % per hari.

• Kadar Bilirubin direk kurang dari 1 mg % (kadar bilirubin darah tidak

lebih dari kadar yang membahayakan)

• Tidak terbukti mempunyai hubungan dengan keadan patologis tertentu dan

tidak mempunyai potensi menimbulkan kecacatan pada bayi

2.2 Etiologi

Peningkatan kadar bilirubin umum terjadi pada setiap bayi baru lahir, karena:

• Hemolisis yang disebabkan oleh jumlah sel darah merah lebih banyak dan

berumur lebih pendek. Pemendekan masa hidup eritrosit (pada bayi 80

hari dibandingkan dewasa 120 hari).

Bayi baru lahir menghasilkan bilirubin 2 sampai 3 lebih banyak dari

orang dewasa karena sel darah merah bayi baru lahir lebih banyak dan

usianya lebih pendek sehingga dihancurkan lebih cepat.

Page 4: 75909076-ikterus.pdf

• Fungsi hepar yang belum sempurna.

Kondisi hati bayi baru lahir belum cukup matang untuk mengolah dan

mengeluarkan bilirubin dari darah secara maksimal.

• Sirkulasi enterohepatikus meningkat karena masih berfungsinya enzim

glukuronidase di usus dan belum ada nutrien.

Kadar bilirubin yang diserap kembali dari usus cukup besar sebelum

bayi dapat mengeluarkannya dalam tinja.

• Gangguan transportasi

Bilirubin dalam darah terikat pada albumin kemudian diangkat ke hepar.

Ikatan bilirubin dengan albumin ini dapat dipengaruhi oleh obat

misalnya salisilat, sulfafurazole. Defisiensi albumin menyebabkan lebih

banyak terdapatnya bilirubin indirek yang bebas dalam darah yang

mudah melekat ke sel otak.

• Gangguan dalam ekskresi yang terjadi intra atau ekstra Hepatik. Kelainan

di luar hepar biasanya disebabkan oleh kelainan bawaan. Obstruksi

dalam hepar biasanya akibat infeksi/kerusakan hepar oleh penyebab lain.

• Gangguan fungsi hati yang disebabkan oleh beberapa mikroorganisme

atau toksin yang dapat langsung merusak sel hati dan darah merah

seperti Infeksi, Toksoplasmosis, Siphilis.

2.3 Faktor Risiko

Faktor risiko untuk timbulnya ikterus neonatorum:

a. Faktor Maternal

• Ras atau kelompok etnik tertentu (Asia, Native American,Yunani).

Bayi ras Cina cenderung untuk memiliki kadar puncak bilirubin

maksimum pada hari ke-4 dan 5 setelah lahir.

• Komplikasi kehamilan (DM, inkompatibilitas ABO dan Rh), ASI

b. Faktor Perinatal

• Trauma lahir (sefalhematom, perdarahan tertutup, ekimosis)

• Infeksi (bakteri, virus, protozoa)

c. Faktor Neonatus

Page 5: 75909076-ikterus.pdf

• Prematuritas

Bayi prematur akan memiliki puncak bilirubin maksimum yang lebih

tinggi pada hari ke-6 kehidupan dan berlangsung lebih lama, kadang

sampai beberapa minggu.

• Faktor genetik

• Polisitemia

• Obat (streptomisin, kloramfenikol, benzyl-alkohol, sulfisoxazol)

• Rendahnya asupan ASI

• Hipoglikemia

• Hipoalbuminemia

• Ikatan Bilirubin dengan protein terganggu seperti gangguan metabolik

yang terdapat pada bayi Hipoksia atau Asidosis

2.4 Patofisiologi

Jaundice atau Ikterus adalah kondisi yang sering terjadi pada bayi

baru lahir, kuning pada kulit dan bagian putih bola mata (sclera) karena kadar

bilirubin yang berlebih dalam darah. Bilirubin adalah hasil dari penghancuran

normal sel darah merah.

Pada keadaan normal, bilirubin disalurkan dan diolah di hati

kemudian dikeluarkan sebagai empedu melalui usus. Ikterus muncul saat

kadar bilirubin melebihi kemampuan hati bayi baru lahir untuk mengolah dan

mengeluarkan dari tubuh.

Secara umum, setiap neonatus mengalami peningkatan konsentrasi

bilirubin serum, namun kurang 12 mg/dL pada hari ketiga hidupnya

dipertimbangkan sebagai ikterus fisiologis. Pola ikterus fisiologis pada bayi

baru lahir sebagai berikut: kadar bilirubin serum total biasanya mencapai

puncak pada hari ke 3-5 kehidupan dengan kadar 5-6 mg/dL, kemudian

menurun kembali dalam minggu pertama setelah lahir. Kadang dapat muncul

peningkatan kadar bilirubin sampai 12 mg/dL dengan bilirubin terkonyugasi

< 2 mg/dL.

Pola ikterus fisiologis ini bervariasi sesuai prematuritas, ras, dan

faktor-faktor lain. Sebagai contoh, bayi prematur akan memiliki puncak

Page 6: 75909076-ikterus.pdf

bilirubin maksimum yang lebih tinggi pada hari ke-6 kehidupan dan

berlangsung lebih lama, kadang sampai beberapa minggu. Bayi ras Cina

cenderung untuk memiliki kadar puncak bilirubin maksimum pada hari ke-4

dan 5 setelah lahir. Faktor yang berperan pada munculnya ikterus fisiologis

pada bayi baru lahir meliputi peningkatan bilirubin karena polisitemia relatif,

pemendekan masa hidup eritrosit (pada bayi 80 hari dibandingkan dewasa

120 hari), proses ambilan dan konyugasi di hepar yang belum matur dan

peningkatan sirkulasi enterohepatik.

Gambar berikut menunjukan metabolisme pemecahan hemoglobin

dan pembentukan bilirubin.

Efek toksik bilirubin ialah neurotoksik dan kerusakan sel secara

umum. Bilirubin dapat masuk ke jaringan otak. Ensefalopati bilirubin adalah

terdapatnya tanda-tanda klinis akibat deposit bilirubin dalam sel otak.

Kelainan ini dapat terjadi dalam bentuk akut atau kronik. Bentuk akut terdiri

atas 3 tahap; tahap 1 (1-2 hari pertama): refleks isap lemah, hipotonia,

kejang; tahap 2 (pertengahan minggu pertama): tangis melengking,

hipertonia, epistotonus; tahap 3 (setelah minggu pertama): hipertoni. Bentuk

kronik: pada tahun pertama: hipotoni, motorik terlambat. Sedang setelah

tahun pertama didapati gangguan gerakan, kehilangan pendengaran sensorial.

Page 7: 75909076-ikterus.pdf

2.5 Gejala Klinis

- Ikterus dimulai dari kepala dan berjalan ke bawah. Bayi ikterus akan

tampak kuning pertama pada wajah, kemudian pada dada dan perut

kemudian kaki dan bisa mewarnai bagian putih bola mata (pada 24 jam

pertama). Kuning menyebar atau menjadi lebih berat (pada kulit,

konjungtiva, mukosa dan alat tubuh lainnya).

Pada bayi dengan peninggian bilirubin indirek, kulit tampak berwarna

kuning terang sampai jingga, sedangkan pada penderita dengan gangguan

obstruksi empedu warna kuning kulit terlihat agak kehijauan.

- Dehidrasi : tak mau minum atau menghisap, nafsu minum berkurang

- Pucat, lemah

- Demam

- Anemia

- Pembesaran lien dan hepar, Hepatosplenomegali

- Perdarahan tertutup

- Gangguan nafas

- Omfalitis (peradangan umbilikus)

- Gangguan sirkulasi : Pletorik (penumpukan darah), Polisitemia, yang

dapat disebabkan oleh keterlambatan memotong tali pusat

Petekie (bintik merah di kulit), Sering dikaitkan dengan infeksi congenital,

sepsis atau eritroblastosis

- Gangguan saraf : kesadaran menurun, Letargik dan gejala sepsis lainnya

- Feses dempul disertai urin warna coklat

2.6 Diagnosis

Anamnesis ikterus pada riwayat obstetri sebelumnya sangat

membantu dalam menegakan diagnosis hiperbilirubnemia pada bayi.

Termasuk anamnesis mengenai riwayat inkompabilitas darah, riwayat

transfusi tukar atau terapi sinar pada bayi sebelumnya.

Disamping itu faktor risiko kehamilan dan persalinan juga berperan

dalam diagnosis dini ikterus/hiperbilirubinemia pada bayi. Faktor risiko itu

Page 8: 75909076-ikterus.pdf

antara lain adalah kehamilan dengan komplikasi, obat yang diberikan pada

ibu selama hamil/persalinan, kehamilan dengan diabetes mellitus, gawat

janin, malnutrisi intrauterine, infeksi intranatal, dan lain-lain.

Dalam keadaan normal, kadar bilirubin indirek dalam serum tali

pusat adalah 1–3 mg/dl dan akan meningkat dengan kecepatan kurang dari 5

mg/dl/24 jam, dengan demikian ikterus baru terlihat pada hari ke 2-3,

biasanya mencapai puncak antara hari ke 2–4, dengan kadar 5–6 mg/dl untuk

selanjutnya menurun sampai kadar 5–6 mg/dl untuk selanjutnya menurun

sampai kadarnya lebih rendah dari 2 mg/dl antara hari ke 5–7 kehidupan.

1. Visual

Metode visual memiliki angka kesalahan yang tinggi, namun masih

dapat digunakan apabila tidak ada alat. Pemeriksaan ini sulit diterapkan

pada neonatus kulit berwarna, karena besarnya bias penilaian.

WHO dalam panduannya menerangkan cara menentukan ikterus

secara visual, sebagai berikut:

- Pemeriksaan dilakukan dengan pencahayaan yang cukup terang (di siang

hari dengan cahaya matahari) karena ikterus bisa terlihat lebih parah bila

dilihat dengan pencahayaan buatan dan bisa tidak terlihat pada

pencahayaan yang kurang.

- Tekan kulit bayi dengan lembut dengan jari telunjuk untuk mengetahui

warna di bawah kulit dan jaringan subkutan/ untuk menghilangkan

warna karena pengaruh sirkulasi (pada tempat-tempat yang tulangnya

menonjol seperti tulang hidung, dada, lutut dan lain-lain). Jika warna

kulit tetap tampak pucat atau kuning, berarti kemungkinan bayi kita

telah mengalami ikterus, dan kadar bilirubinnya tinggi. Ikterus pada bayi

baru lahir baru terlihat kalau kadar bilirubin mencapai 5 mg%.

- Tentukan keparahan ikterus berdasarkan umur bayi dan bagian tubuh

yang tampak kuning.

2. Bilirubin Serum

Page 9: 75909076-ikterus.pdf

Pemeriksaan bilirubin serum merupakan penegakan diagnosis

ikterus neonatorum serta untuk menentukan perlunya intervensi lebih

lanjut. Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam pelaksanaan

pemeriksaan serum bilirubin adalah tindakan ini merupakan tindakan

invasif yang dianggap dapat meningkatkan morbiditas neonatus.

Umumnya yang diperiksa adalah bilirubin total. Sampel serum harus

dilindungi dari cahaya (dengan aluminium foil)

3. Bilirubinometer Transkutan

Bilirubinometer adalah instrumen spektrofotometrik yang bekerja

dengan prinsip memanfaatkan bilirubin yang menyerap cahaya dengan

panjang gelombang 450 nm. Cahaya yang dipantulkan merupakan

representasi warna kulit neonatus yang sedang diperiksa.

4. Pemeriksaan bilirubin bebas dan CO

Beberapa metode digunakan untuk mencoba mengukur kadar

bilirubin bebas. Salah satunya dengan metode oksidase-peroksidase.

Prinsip cara ini berdasarkan kecepatan reaksi oksidasi peroksidasi

terhadap bilirubin. Bilirubin menjadi substansi tidak berwarna. Dengan

pendekatan bilirubin bebas, tata laksana ikterus neonatorum akan lebih

terarah.

Seperti telah diketahui bahwa pada pemecahan heme dihasilkan

bilirubin dan gas CO dalam jumlah yang ekuivalen. Berdasarkan hal ini,

maka pengukuran konsentrasi CO yang dikeluarkan melalui pernapasan

dapat digunakan sebagai indeks produksi bilirubin.

Tabel Perkiraan Klinis Tingkat Keparahan Ikterus

Usia Kuning terlihat pada Tingkat keparahan ikterus Hari 1

Hari 2

Hari 3

Bagian tubuh manapun

Tengan dan tungkai

Tangan dan kaki

Berat

5. Darah tepi lengkap dan gambaran apusan darah tepi

6. Penentuan golongan darah dan Rh dari ibu dan bayi

7. Pada ikterus yang lama, lakukan uji fungsi hati, uji fungsi tiroid, uji urin

terhadap galaktosemia.

Page 10: 75909076-ikterus.pdf

8. Bila secara klinis dicurigai sepsis, lakukan pemeriksaan kultur darah, urin,

IT rasio dan pemeriksaan C reaktif protein (CRP).

2.7 Penatalaksanaan

Pada bayi sehat, tanpa faktor risiko, tidak diterapi. Perlu diingat

bahwa pada bayi sehat, aktif, minum kuat, cukup bulan, pada kadar bilirubin

tinggi, kemungkinan terjadinya kernikterus sangat kecil. Pada ikterus ringan

sampai sedang, dalam 1-2 minggu bayi dapat mengeluarkan bilirubin dengan

sendirinya. Untuk mengatasi ikterus pada bayi yang sehat, dapat dilakukan

beberapa cara berikut :

• Minum ASI dini dan sering

Pemberian ASI/ nutrisi lebih sering untuk membantu bayi mengeluarkan

bilirubin melalui tinja.

• Terapi sinar matahari

• Pada bayi yang pulang sebelum 48 jam, diperlukan pemeriksaan ulang dan

kontrol lebih cepat (terutama bila tampak kuning).

Tindakan medis yang dilakukan:

- Pemberian substrat yang dapat menghambat matabolisme bilirubin

(plasma atau albumin), pemberian albumin untuk mengikat bilirubin yang

bebas. Albumin dapat diganti dengan plasma dengan dosis 15-20

ml/kgBB.

- Pemberian kolesteramin (mengurangi sirkulasi enterohepatik)

- Fenobarbital. Meningkatkan konjugasi dan ekskresi bilirubin. Pemberian

obat ini akan mengurangi timbulnya ikterus fisiologik pada bayi neonatus,

kalau diberikan pada ibu dengan dosis 90 mg/24 jam beberap hari sebelum

kelahiran atau bayi pada saat lahir dengan dosis 5 mg/kgBb/24 jam.

Pengobatan dengan cara ini tidak begitu efektif dan membutuhkan waktu

48 jam baru terjadi penurunan bilirubin yang berarti. Mungkin lebih

bermanfaat bila diberikan pada ibu kira-kira 2 hari sebelum melahirkan.

2.8 Pengkajian

a. Biodata

Page 11: 75909076-ikterus.pdf

1. Identitas Pasien:

Nama : An. A

Umur : 3 hari

Jenis Kelamin : Laki-laki

Alamat : Jombang

Agama : -

Pendidikan : -

Pekerjaan : -

2. Identitas Penanggung Jawab

Nama : Tn. N

Umur : 26 Tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Alamat : Jombang

Agama : Islam

Pendidikan : SMA

Pekerjaan : Kuli bangunan

3. Rekam Medik

Tanggal Masuk : 17 Februari 2009

Jam Masuk : 08.00 WIB

No. RM : 30897

Diagnosa : Ikterus Fisiologis

4. Riwayat kesehatan

a. Riwayat kesehatan dahulu

Tiga hari lalu bayi dilahirkan aterem, dengan lilitan tali pusat,

dengan berat lahir 3000 gram dan usia gestasi 39 minggu.

b. Riwayat kesehatan sekarang

Kulit dan sklera mata bayi berwarna kuning 2 hari setelah

dilahirkan.

c. Riwayat kesehatan keluarga

Page 12: 75909076-ikterus.pdf

Keluarga klien mengatakan bahwa keluarganya tidak

mempunyai penyakit yang sama.

Efek dari sakit bayi; gelisah, tidak kooperatif/ sulit

kooperatif, merasa asing. Dampak sakit anak pada hubungan

dengan orang tua, apakah orang tua merasa bersalah, masalah

Bonding/ perpisahan dengan anak.

Pengkajian pengetahuan keluarga: Penyebab penyakit dan

perawatan, tindak lanjut pengobatan, membina kekeluargaan

dengan bayi yang lain yang menderita ikterus, tingkat pendidikan.

5. Pemeriksaan Fisik dan Penunjang :

a. Pemeriksaan Fisik

-Keadaan umum pasien tampak lemah

tanda-tanda vital:

TD : 80/45 mmHg

N : 138x/menit

RR : …

S : 380C

Penilaian Ikterus sekurang-kurangnya setiap 8 jam bersamaan

dengan pemeriksaan tanda-tanda vital lain.

Lingkar kepala : 35 cm

Lingkar Dada : 38 cm

Lingkar Perut : 42 cm

Panjang Badan : 45 cm

Berat badan lahir : 3000 gr

BB saat dikaji : 2900 gr

Lingkar lengan atas : 12 cm

b. Pemeriksaan had to toe

• Kepala : Bentuk kepala normochepal, rambut tipis lurus

dengan warna rambut hitam, tidak terdapat

benjolan, tidak ada lesi, keadaan sutura sagitalis

datar, tidak ada nyeri tekan, terdapat lanugo

Page 13: 75909076-ikterus.pdf

disekitar wajah.

• Mata : Bentuk mata simetris, tidak terdapat kotoran, bulu

mata belum tumbuh, Kuning/ Pucat pada sclera,

wajah, konjungtiva

• Telinga : Bentuk simetris, tidak terdapat serumen, tidak

terdapat benjolan dan lesi, tulang telinga lunak,

tulang kartilago tidak mudah membalik/lambat,

terdapat lanugo

• Hidung : Bentuk hidung normal

• Mulut : Bentuk bibir simetris, tidak terdapat labio palato

skizis, tidak terdapat stomatitis, mukosa bibir

tampak pucat/ kuning, Penurunan refleks

menghisap, Menangis dengan nada tinggi/

melengking, muntah

• Dada : bentuk datar, dada ikterik dengan warna kuning

terang, auskultas bunyi nafas vesikuler

• Abdomen : Ikterik, pembesaran lien dan hepar.

• Punggung : Keadaan punggung bersih, terdapat banyak

lanugo, tidak terdapat tanda-tanda dekubitus/

infeksi.

• Genetalia : Urine pekat warna gelap, warna tinja pucat

• Ekskremitas : Penurunan kekuatan otot (hipotonia), Tremor,

ikterus : kuku dan kulit

• Tonus Otot : Gerakan bayi kurang aktif, bayi bergerak apabila

diberi rangsangan.

• Refleks :

1. Moro : Moro ada ditandai dengan cara dikejutkan secara

tiba-tiba dengan respon bayi terkejut tapi lemah (sedikit

merespon)

2. Menggenggam : Refleks genggam positif tetapi lemah

ditandai dengan respon bayi menggenggam telunjuk

pengkaji tetapi lemah.

Page 14: 75909076-ikterus.pdf

3. Menghisap : Menghisap lemah ditandai dengan bayi mau

menghisap puting susu ibu tetapi daya hisap masih lemah.

4. Rooting : Rooting positif tapi masih lemah ditandai dengan

kepala bayi mengikuti stimulus yang di tempelkan yang

disentuhkan di daerah bibir bawah dagu hanya tetapi bayi

hanya mengikuti setengah dari stimulus tersebut.

5. Babynski : Refleks babinsky positif ditandai dengan semua

jari hiper ekstensi dengan jempol kaki dorsopleksi ketika

diberikan stimulus dengan menggunakan ujung bolpoint

pada telapak kaki.

c. Pemeriksaan Penunjang :

• kadar bilirubin serum = 11 mg/dl

Kadar Bilirubin Indirek setelah 2 x 24 jam = 10 mg% pada

neonatus cukup bulan dan 10 mg % pada kurang bulan.

Kecepatan peningkatan kadar Bilirubin = 4 mg % per hari.

Kadar Bilirubin direk = 0,8 mg %

• Darah tepi lengkap dan gambaran apusan darah tepi

• Penentuan golongan darah dan Rh dari ibu dan bayi

• Pemeriksaan kadar enzim G6PD

• Pada ikterus yang lama, lakukan uji fungsi hati, uji fungsi tiroid,

uji urin terhadap galaktosemia.

2.9 Diagnosa Keperawatan

Berdasarkan pengkajian di atas dapat diidentifikasikan masalah yang

memberi gambaran keadaan kesehatan klien dan memungkinkan menyusun

perencanaan asuhan keperawatan. Masalah yang diidentifikasi ditetapkan

sebagai diagnosa keperawatan melalui analisa dan interpretasi data yang

diperoleh, adalah sebagai berikut :

1. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi berhubungan dengan malas

menghisap.

2. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan hiperbilirubinemia.

Page 15: 75909076-ikterus.pdf

3. Kecemasan orang tua berhubungan dengan kondisi bayi.

2.10 Intervensi

1. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi berhubungan dengan malas

menghisap.

Tujuan : Kebutuhan nutrisi terpenuhi

Kriteria hasil : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24

jam kebutuhan nutrisi dapat terpenuhi dengan kriteria :

- Adanya peningkatan BB sesuai dengan tujuan

- Menunjukkan peningkatan fungsi menghisap

- Tidak terjadi penurunan BB yang berarti

- Turgor kulit elastis

Intervensi :

a. Kaji reflek hisap dan menelan bayi.

R/ Mengetahui kemampuan bayi dalam memenuhi kebutuhan

nutrisinya.

b. Berikan minum melalui sonde (ASI yang diperah).

R/ Reflek hisap dan menelan pada bayi menandakan bayi sudah dapat

di berikan asupan peroral. Pemberian ASI dapat mempercepat

penyembuhan bayi dari ikterus.

c. Lakukan oral hygiene dan olesi mulut dengan kapas basah.

R/ Mencegah timbulnya infeksi akibat dari kemungkinan adanya

bakteri yang tumbuh dari sisa ASI.

d. Monitor intake dan output.

R/ Mengetahui kebutuhan nutrisi yang diperlukan.

e. Monitor berat badan tiap hari.

R/ Mengetahui perkembangan hasil implementasi.

f. Observasi turgor dan membran mukosa.

R/ Menunjukkan tanda ada tidaknya dehidrasi dan kekurangan nutrisi.

2. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan hiperbilirubinemia.

Page 16: 75909076-ikterus.pdf

Tujuan : Keutuhan kulit bayi dapat dipertahankan

Kriteria hasil : Bayi tidak menunjukkan adanya iritasi pada kulit yang

ditandai dengan tidak terdapat jaundice/ ikterik.

Intervensi :

a. Kaji warna kulit tiap 4-6 jam

R/ Menunjukkan kondisi ikterus pada kulit bayi

b. Rubah posisi setiap 2 jam

R/ Mencegah terjadinya dekubitus

c. Gunakan pengalas yang lembut

R/ Menghindari iritasi dan memberi kenyamanan pada bayi.

d. Jaga kebersihan kulit dengan menggunakan sabun bayi dan jaga

kelembabannya.

R/ Menghindari iritasi dan memberi kenyamanan pada bayi.

e. Terapi sinar matahari

R/Membantu proses penyembuhan

3. Kecemasan orang tua berhubungan dengan kondisi bayi.

Tujuan : Orang tua mengerti tentang perawatan, dapat

mengidentifikasi gejala-gejala untuk menyampaikan pada

tim kesehatan

Kriteria hasil :- Orang tua tidak tampak cemas yang ditandai dengan

dapat mengekspresikan perasaan dan perhatian pada bayi

dan aktif dalam partsipasi perawatan bayi.

- Orang tua memahami kondisi bayi dan alasan pengobatan

dan berpartisipasi dalam perawatan bayi, dalam

pemberian minum dan mengganti popok

Intervensi :

a. Kaji pengetahuan keluarga klien,

R/ Mengetahui sejauh mana tingkat pengetahuan keluarga tentang

penyakit yang diderita oleh bayi.

b. Beri pendidikan kesehatan mengenai kondisi bayi, perawatan dan

pengobatan di Rumah Sakit serta cara perawatan bayi dirumah.

Page 17: 75909076-ikterus.pdf

R/ Meningkatkan pengetahuan keluarga pasien.

c. Pertahankan kontak orang tua dengan bayinya

R/ Meminimalkan rasa cemas pada orang tua pasien

d. Ajarkan orang tua untuk mengekspresikan perasaan dan rasa takutnya

R/ Mengurangi rasa cemas

e. Libatkan dan ajarkan orang tua dalam perawatan bayi

R/ Membantu proses keperawatan dan menunjukkan perawatan yang

benar untuk diterapkan di rumah.

2.11 Implementasi

Tgl Jam Dx Tindakan Keperawatan Perawat17/02/

2009

07.00 Gangguan

pemenuhan

kebutuhan

nutrisi

a. Mengobservasi reflek hisap bayi,

dengan memperhatikan hisapan bayi

bila diberi ASI.

b. Memberikan ASI melalui sonde.

c. Memberikan perawatan oral hygiene

dan mengolesi mulut dengan kapas

basah.

d. Memantau intake dan output.

ASI : 750 cc/hari

Cairan parenteral : 500 cc/hari

Urin : 700 cc/ hari

e. Menimbang berat badan

2900 gram

f. Menilai turgor dan membran mukosa.

Susi

17/02/

2009

08.00 Gangguan

integritas kulit

a. Memantau warna kulit tiap 4-6 jam

b. Merubah posisi setiap 2 jam

c. Mengganti pengalas yang kotor

dengan pengalas yang lembut dan

bersih.

d. Menyeka bayi dengan air hangat dan

memberikan baby oil

e. Memaparkan bayi di bawah sinar

Page 18: 75909076-ikterus.pdf

matahari pada jam 07.00-09.00 pagi

17/02/

2009

12.00 Kecemasan

orang tua

a. Mengajak ibu/ keluarga berbincang-

bincang dan menanyakan tentang

kondisi bayi serta perasaan ibu saat

ini.

b. Memberikan health education pada

orang tua tentang : kondisi bayi,

perawatan dan pengobatan di

Rumah Sakit serta cara perawatan

bayi di rumah.

c. Menganjurkan orang tua untuk

menunggui bayinya

d. Melibatkan orang tua dalam

perawatan bayi, dalam pemberian

minum dan penggantian popok.

2.12 Evaluasi

TGL/JAM DX SOAP TTD20/02/2009 Gangguan

pemenuhan

kebutuhan

nutrisi

S :Ibu mengatakan bahwa bayi mau

minum ASI dalam porsi banyak

O : Isapan mulut bayi pada puting susu ibu

kuat

Adanya peningkatan BB sesuai dengan

tujuan

A : Masalah teratasi sebagian

P : Rencana keperawatan no c, d, e

dilanjutkan20/02/2009 Gangguan

integritas

kulit

S : Ibu mengatakan kulit bayi sudah tidak

kuning.

O : jaundice/ ikterik pada tubuh bayi

berkurang.

Page 19: 75909076-ikterus.pdf

A : Masalah teratasi sebagian

P : Rencana keperawatan dilanjutkan b, c,

d, e.

20/02/2009 Kecemasan

orang tua

S : Ibu mengatakan penyebab cemas

O : Ibu tidak tampak cemas

Ibu bisa melakukan perawatan pada

bayi dengan benar

A : Masalah teratasi

P : Rencana keperawatan dihentikan

Perencanaan Pemulangan

1. Ajarkan orang tua merawat bayi agar tidak terjadi infeksi dan

jelaskan daya tahan tubuh bayi

2. Jelaskan pada orang tua pentingnya pemberian ASI.

3. Jelaskan pada orang tua tentang komplikasi yang mungkin terjadi,

segera lapor dokter atau perawat.

4. Jelaskan untuk pemberian imunisasi

5. Jelaskan tentang pengobatan yang diberikan

Page 20: 75909076-ikterus.pdf

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Ikterus neonatorum adalah keadaan ikterus yang terjadi pada bayi

baru lahir dengan keadaan meningginya kadar bilirubun di dalam jaringan

ekstravaskuler sehingga kulit, konjungtiva, mukosa dan alat tubuh lainnya

berwarna kuning. Ikterus juga disebut sebagai keadaan hiperbilirubinemia

(kadar bilirubin dalam darah lebih dari 12 mg/dl).

Keadaan hiperbilirubinemia merupakan salah satu kegawatan pada

BBL karena bilirubin bersifat toksik pada semua jaringan terutama otak

yang menyebabkan penyakit kern icterus (ensefalopati bilirubin) yang pada

akhirnya dapat mengganggu tumbuh kembang bayi.

Hal ini dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu faktor maternal,

perinatal dan neonatus. Penegakan diagnosis dilakukan dengan anamnesis

ikterus pada riwayat obstetri sebelumnya sangat membantu dalam menegakan

diagnosis hiperbilirubnemia pada bayi. Termasuk anamnesis mengenai

riwayat inkompabilitas darah, riwayat transfusi tukar atau terapi sinar pada

bayi sebelumnya.

3.2 Saran

Diharapkan mahasiswa dapat memahami tentang kondisi pada bayi

lahir ikterus fisiologis dan dapat menaplikasikan asuhan keperawatan

sehingga dapat dijadikan sebagai bekal pada saat menangani bayi lahir yang

dalam kondisi ikterus fisiologis.

Page 21: 75909076-ikterus.pdf

DAFTAR PUSTAKA

http://bejocommunity.blogspot.com/2010/04/ikterus-neonatorum.html

http://Nursingart.Blogspot.Com/2008/08/Askep-Anak-Dengan-

Hiperbilirubinemia.Html

http://ravaeva.blogspot.com/2009/12/ikhterus-pada-neonatus.html

http://Www.Smallcrab.Com/Anak-Anak/535-Mengenal-Ikterus-Neonatorum

Jaundice in Healthy Newborns, http://www.uofmchildrenshospital.org/kidshealth/

article.aspx?artid=21690

Suriadi & Yulianai. 2010. Asuhan Keperawatan Pada Anak. Jakarta : CV Agung

Seto

Page 22: 75909076-ikterus.pdf

PERAWATAN BAYI BARU LAHIR

DENGAN IKTERUS FISIOLOGIS

Disusun Oleh :

Kelompok I

S 1 Keperawatan III – A

STIKES PEMKAB JOMBANG

Jln. Dr. Soetomo No.75-77 Telp.0321-870214

2010

Page 23: 75909076-ikterus.pdf

DAFTAR NAMA KELOMPOK 1

1. Budi Satry W (070201007)

2. Dwi Amrita Hanum

(070201008)

3. Hafifah Parwaningtyas

(070201014)

4. Ike Pustika Sari (070201016)

5. Machrus Tomy (070201020)

6. Puguh Satriya P (070201028)

7. Rokhimatu Zahroh

(070201035)

8. Siti Kholifah (070201036)

9. Suci Ayu Mulyani

(070201037)

10. Tyas Navy I. (070201039)

Page 24: 75909076-ikterus.pdf

ii

Page 25: 75909076-ikterus.pdf

KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas

limpahan rahmat dan karunia-Nya, akhirnya penyusunan Tugas Mata Kuliah

Keperawatan Maternitas II dengan judul “Perawatan Bayi Baru Lahir dengan

Ikterus Fisiologis” ini dapat diselesaikan dengan sebaik-baiknya.

Dalam penyusunan tugas ini banyak sekali pihak yang membantu. Oleh

karena itu, kami ucapkan terima kasih kepada Ibu Hj. Yulichati Amd.Keb. M. Kes

selaku Dosen Mata Kuliah Keperawatan Maternitas II yang telah membimbing

kami, orang tua dan teman-teman yang membantu serta semua pihak atas kerja

samanya sampai tugas ini selesai.

Atas keterbatasan kami dalam menyusun tugas ini kami sampaikan mohon

maaf. Penyusun menyadari sepenuhnya bahwa masih banyak kekurangan yang

terdapat dalam tugas ini. Untuk itu penyusun sangat mengharapkan adanya

masukan, saran dan kritik dari semua pihak demi perbaikan tugas ini. Mudah-

mudahan tugas ini bermanfaat bagi mahasiswa dosen serta para pembaca sekalian.

Jombang, Mei 2010

Penyusun

iii

Page 26: 75909076-ikterus.pdf

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ......................................................................................... i

NAMA ANGGOTA KELOMPOK ................................................................... ii

KATA PENGANTAR ...................................................................................... iii

DAFTAR ISI ..................................................................................................... iv

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang............................................................................. 1

1.2. Tujuan ......................................................................................... 1

1.3. Manfaat ...................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN

2.1. Definisi ........................................................................................

2.2. Etiologi ........................................................................................

2.3. Faktor Resiko...............................................................................

2.4. Patifisiologi .................................................................................

2.5. Gejala Klinis ...............................................................................

2.6. Diagnosis......................................................................................

2.7. Penatalaksanaan ..........................................................................

2.8. Pengkajian ...................................................................................

2.9. Diagnosa Keperawatan ...............................................................

2.10. Intervensi .....................................................................................

2.11. Evaluasi .......................................................................................

BAB III PENUTUP

3.1. Kesimpulan .................................................................................

3.2. Saran ............................................................................................

DAFTAR PUSTAKA

iv

iv