75 Lampiran 1. Struktur Organisasi RSUD dr. Pirngadi Kota Medan
Transcript of 75 Lampiran 1. Struktur Organisasi RSUD dr. Pirngadi Kota Medan
75
Lampiran 1. Struktur Organisasi RSUD dr. Pirngadi Kota Medan
DIREKTUR
KELOMPOK
JABATAN
FUNGSIONAL
WAKIL DIREKTUR
BIDANG ADMINISTRASI
UMUM
WAKIL DIREKTUR
BIDANG PELAYANAN
MEDIS DAN
KEPERAWATAN
WAKIL DIREKTUR
BIDANG SUMBER
DAYA MANUSIA DAN
PENDIDIKAN
BAGIAN
UMUM
BAGIAN
KEUANGAN
BAGIAN
PERLENGKAPAN
PEMELIHARAAN
SUB BAGIAN
TATA USAHA
SUB BAGIAN
PERBENDAHAR
AAN
SUB BAGIAN
INVENTARIS
RUMAH SAKIT
SUB BAGIAN
KEPEGAWAIA
N
SUB BAGIAN
MOBILISASI
DANA
SUB BAGIAN
PENGADAAN
BARANG
SUB BAGIAN
HUKUM
HUBUNGAN
MASYRAKAT
SUB BAGIAN
AKUNTANSI
DAN
VERIFIKASI
SUB BAGIAN
PERGUDANGAN
BIDANG
PELAYANAN
MEDIS
BIDANG
PELAYANAN
KEPERAWATAN
BIDANG
PELAYANAN
PENUNJANG MEDIS
SEKSI
PERENCANAAN
DAN
PENGEMBANGA
N PELAYAAN
MEDIS
SEKSI
PERENCANAAN DAN
PENGEMBANGAN
PELA-YAAN
KEPERAWATAN
SEKSI
PELAYANAN
PENUNJANG SARANA
MEDIS
SEKSI
MONITORING DAN
EVALUASI
PELAYANAN
MEDIS
SEKSI
MONITORING DAN
EVALUASI
PELAYANAN
KEPERAWATAN
SEKSI
PELAYANAN
PENUNJANG SARANA
NON MEDIS
BIDANG
PENDIDIKAN
DAN
PELATIHAN
BIDANG
PENELITIAN
DAN
PENGEMBANG
AN
SEKSI
PENDIDIKAN DAN
PELATIHAN
PEGAWAI
SEKSI
PENDIDIKAN
DAN
PELATIHAN
NON PEGAWAI
SEKSI
PENELITIAN
SEKSI
PERPUSTAKAA
N
BIDANG
PENGOLAHAN
DATA DAN
REKAM MEDIK
SEKSI
PENGOLAHAN
DATA RAWAT
JALAN DAN
RAWAT INAP
SEKSI
REKAM MEDIK
Instalasi Rehabilitasi Medis
Instalasi Farmasi
Instalasi Gizi
Instalasi Pemulasaran Jenazah dan Kedokteran
Kehakiman
Instalasi Kemotoran
Instalasi Loundry dan Sandang
Instalasi Pengelolaan Air Limbah (IPAL)
Instalasi Gas Medis
Instalasi CSSD
Instalasi Rawat Jalan
Instalasi Rawat Inap
Instalasi Diagnostik
Terpadu
Instalasi Bedah Sentral
Instalasi Pelayanan
Intensive
Instalasi Hemodialisis
Instalasi Radiologi
Instalasi Patologi
Anatomi
Instalasi Gawat Darurat
Instalasi Patologi
Klinik
Universitas Sumatera Utara
76
Lampiran 2. Struktur Organisasi Instalasi Farmasi RSUD dr. Pirngadi Kota Medan
Lampiran 3. Daftar Permintaan Dan Pengeluaran Farmasi (Form B-2)
DIREKTUR RSUD Dr. PIRNGADI KOTA MEDAN
KEPALA INSTALASI FARMASI Dra. Erlina, Apt
KOMITE FARMASI &
TERAPI PIO Dik & Lit Konseling Obat
Pel. Farmasi IBS Nurhikmah A P,
SSi, Apt
Pel. Farmasi IGD Naomi Basaria Siagian,
S.Si, Apt
Koordinator PERLENGKAPAN
Dra. Nur Intan S, Apt
Pemilihan Perencanaan Pengadaan Penyimpanan Produksi
Adm & Keuangan Umum
Perencanaan Dan Evaluasi
Jhonson L Tobing, S.Si, Apt
KOORDINATOR DISTRIBUSI Dra. Peri, Apt
SEKRETARIS Dra. Singgar NR, Apt
Pel. Farmasi Pasien Umum Jhonson L. Tobing S, SSi, Apt
Pel. Farmasi Pasien Jaminan Kesehatan Rawat Jalan/Rawat Inap
Pel. Farmasi Umum Rawat Inap/Jalan Pel. Farmasi BMHP Ruangan &
Poliklinik Pel. Kemoterapi
Universitas Sumatera Utara
77
Universitas Sumatera Utara
78
Lampiran 4. Form Pelayanan Pencampuran Obat Sitostatika
Lampiran 5. Catatan Pemberian Obat (CPO)
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 6. Kartu Obat
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 7. Kartu Kendali Obat Pasien
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 8. Form Surat Pesanan/ Order Pembelian
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 9. Formulir P1 (Permohonan Pembelian Barang Medis)
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 10. Surat Pesanan Barang
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 11. Berkas Pemeriksaan Untuk Pengajuan Pembayaran
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 12. Surat Pesanan Psikotropika
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 13. Surat Pesanan Narkotika
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 14. Form Pemakaian Obat Golongan Narkotika
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 15. Form Pemakaian Obat-Obatan Dan Alat Kesehatan Untuk Pasien
Operasi
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 16. Rekapitulasi Perhitungan Unit Cost
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 17. Kuitansi Pembayaran Pengadaan Perbekalan Farmasi
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 18. Surat Setoran Pajak Penghasilan (SSP PPh)
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 19. Surat Setoran Pajak Pertambahan Nilai (SSP PPN)
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 20. Faktur Pajak Standar
Universitas Sumatera Utara
lampiran 21. Formulir Protokol Terapi dari IGD
SURAT KETERANGAN
Yang bertanda tangan di bawah ini menegaskan bahwa pasien
Nama :...................................................................
Umur : ..................................................................
Jenis Kelamin :...................................................................
No. KP Askes :...................................................................
No.MR :...................................................................
Diagnosa :...................................................................
Memerlukan obat khusus yang menggunakan protokol terapi dan digunakan di
IGD antara lain :
1.
2.
3.
Alasan pemberian : ................................................................................
................................................................................................................
................................................................................................................
Medan , .....................
Dokter Jaga IGD
(........................................)
Petugas Yang Menyerahkan Tim Legalisasi
(……………………………..) (………………………..)
(......................................) (........................................)
(...................................)
No.S.I.K
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 22. Formulir Protokol Terapi dari Ruangan
SURAT KETERANGAN PERMINTAAN OBAT KHUSUS
Dengan Hormat,
Dengan ini kami mohon diberikan untuk penderita:
Nama :
Umur :
Jenis Kelamin :
No. KP Askes :
No. MR :
Alamat :
Ruangan :
Diagnosa :
Memerlukan obat khusus yang menggunakan Protokol Terapi, antara lain:
1.
2.
3.
Alasan pemberian: .....................................................................................................
.........................................................................................................................
.............................................................................................................................
Disetujui oleh:
Petugas PT. Askes Dokter Yang Merawat
( ) ( )
Tim legalisasi
( )
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 23. Form PIO (Pelayanan Informasi Obat)
PELAYANAN INFORMASI OBAT (PIO)
INSTALASI RSU Dr. PIRNGADI KOTA MEDAN
No :
Tanggal :
Status : Pasien / Perawat / Dokter / ……………….
Asal : Ruangan / Umum / Poliklinik…………….
Nama Obat / Isi : 1. …………………………………………..
2. …………………………………………..
3. …………………………………………..
4. …………………………………………..
Indikasi : ……………………………………………..
……………………………………………..
……………………………………………..
Efek Samping : ……………………………………………..
……………………………………………..
……………………………………………..
Kontra indikasi : ……………………………………………..
……………………………………………..
Informasi Tambahan : ……………………………………………..
……………………………………………..
……………………………………………..
Penerima Informasi Pemberi Informasi
( ) ( )
Universitas Sumatera Utara
LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI
FARMASI RUMAH SAKIT
di
RSUD Dr. PIRNGADI KOTA MEDAN
Studi Kasus
Tuberkulosis Paru
Disusun Oleh:
Thiomas Ester L. Hutajulu, S.Farm.
NIM 133202073
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI APOTEKER
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2014
Universitas Sumatera Utara
RINGKASAN
Telah dilakukan studi kasus pada Praktik Kerja Profesi (PKP) Apoteker di
Instalasi Rawat Inap Penyakit Paru di ruang XVIII/Flamboyan Rumah Sakit
Umum Daerah (RSUD) Dr. Pirngadi Kota Medan. Pengamatan dilaksanakan pada
tanggal 18 April 2014 s/d 27 April 2014. Tujuan dilaksanakannya studi kasus ini
adalah untuk memantau penggunaan obat pada pasien TLS (29 tahun) yang
dirawat di ruang Rawat Inap Penyakit Paru di ruang XVIII/Flamboyan Rumah
Sakit Umum Daerah (RSUD) Dr. Pirngadi Kota Medan.
Studi kasus yang diambil yaitu pada pasien dengan diagnosa Tuberkulosis
Paru. Kegiatan studi kasus meliputi visite (kunjungan) terhadap pasien,
memberikan pemahaman dan dorongan kepada pasien untuk mematuhi terapi
yang telah ditetapkan oleh dokter, memberikan informasi obat kepada pasien dan
keluarga pasien, melihat rasionalitas penggunaan obat terhadap pasien.
Penilaian Rasionalitas penggunaan Obat meliputi 4 T + 1 W yaitu: Tepat
Pasien, Tepat Obat, Tepat Indikasi, Tepat Dosis dan Waspada Efek samping.
Obat-obatan yang dipantau dalam kasus ini adalah infus Ringer Laktat (RL),
Cefotaxime injeksi, Obat Batuk Hitam (OBH) sirup, Streptomisin injeksi,
Rifampisin tablet, Pirazinamid tablet, Isoniazid tablet, Etambutol tablet,
Parasetamol tablet, Asam Mefenamat tablet, Methylprednisolon tablet,
Ciprofloxacin tablet, dan Neurodex tablet.
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR ISI
Halaman
JUDUL ....................................................................................................... i
RINGKASAN ............................................................................................ ii
DAFTAR ISI .............................................................................................. iii
DAFTAR TABEL ...................................................................................... v
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................ 1
1.1 Latar Belakang .......................................................................... 1
1.2 Tujuan ........................................................................................ 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .............................................................. 4
2.1 Defenisi dan Kuman Penyebab Tuberkulosis .......................... 4
2.2 Klasifikasi Tuberkulosis............................................................ 4
2.2.1 Letak Anatomi Penyakit (Organ yang diserang) ........... 5
2.2.1.1 Tuberkulosis Paru ............................................ 5
2.2.1.2 Tuberkulosis Ekstra Paru .................................. 6
2.2.2 Riwayat Pengobatan Sebelumnya ................................... 6
2.2.3 Resistensi Obat Anti TB (OAT) ..................................... 7
2.2.4 Status HIV ....................................................................... 7
2.3 Tanda-tanda dan Gejala Klinis ................................................. 8
2.4 Diagnosis Tuberkulosis ........................................................... 8
2.4.1 Pemeriksaan BTA .......................................................... 8
2.4.2 Pemeriksaan Radiologi .................................................. 9
2.5 Pengobatan Tuberkulosis ......................................................... 9
BAB III PENATALAKSANAAN UMUM ............................................... 14
Universitas Sumatera Utara
3.1 Identitas Pasien ......................................................................... 14
3.2 Riwayat Penyakit dan Pengobatan ........................................... 14
3.2.1 Riwayat Penyakit Terdahulu ......................................... 14
3.2.2 Riwayat Penyakit Keluarga ............................................ 14
3.2.3 Riwayat Sosial ............................................................... 14
3.2.4 Riwayat Pengunaan Obat Terdahulu ............................. 14
3.3 Keadaan Pasien Waktu Masuk RSUD
Dr. Pirngadi Kota Medan ......................................................... 15
3.4 Pemeriksaan yang Dilakukan ................................................... 15
3.4.1 Pemeriksaan Fisik .......................................................... 16
3.4.2 Pemeriksaan Hematologi ............................................... 16
3.4.3 Pemeriksaan Sputum ..................................................... 17
3.4.4 Pemeriksaan Radiologi .................................................. 17
3.5 Terapi Obat .............................................................................. 17
BAB IV PEMBAHASAN ........................................................................ 20
4.1 Tepat Pasien ............................................................................... 22
4.2 Tepat Indikasi ............................................................................ 22
4.3 Tepat Obat ................................................................................. 24
4.4 Tepat Dosis ............................................................................... 26
4.5 Waspada Efek Samping Obat ................................................... 29
4.6 Pelayanan Konseling, Informasi dan Edukasi (KIE) Pasien .... 30
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ................................................. 32
5.1 Kesimpulan .......................................................................... 32
5.2 Saran .................................................................................... 32
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 33
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
2.1 Paduan pengobatan standar yang direkomendasikan oleh WHO dan
IUATLD .............................................................................................. 12
3.1 Hasil Pemeriksaan Fisik ..................................................................... 16
3.2 Hasil Pemeriksaan Hematologi …………………………………… .. 17
3.3 Hasil Pemeriksaan Sputum .................................................................. 17
3.4 Daftar Terapi Obat Yang Digunakan Pasien ...................................... 18
4.1 Pengkajian Tepat Dosis ...................................................................... 27
4.2 Pengkajian Efek Samping dan Interaksi Obat .................................... 29
4.3 Pelayanan Konseling, Informasi, dan Edukasi (KIE) pasien ............... 30
Universitas Sumatera Utara
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Salah satu penyakit penyebab kematian utama yang disebabkan oleh
infeksi adalah Tuberkulosis (TB). TB merupakan ancaman bagi penduduk
Indonesia, pada tahun 2004 sebanyak 250.000 orang bertambah menjadi penderita
baru dan sekitar 140.000 orang meninggal setiap tahunnya. Sebagian besar
penderita TB adalah penduduk yang berusia produktif antara 15-55 tahun (Depkes
RI, 2005).
Walaupun di Indonesia telah banyak kemajuan yang diperoleh, yakni
pencapaian penemuan kasus baru 51,6 % dari target global 70 % dibandingkan
pencapaian 20 % pada tahun 2002 dan 37 % pada tahun 2003, juga penyediaan
obat-obat anti TB yang dijamin oleh pemerintah untuk sarana pelayanan
kesehatan pemerintah mencukupi kebutuhan prakiraan kasus di seluruh Indonesia,
TB tetap belum dapat diberantas, bahkan diperkirakan jumlah penderita TB terus
meningkat (Depkes RI, 2005).
Peningkatan jumlah penderita TB disebabkan oleh berbagai faktor, yakni
kurangnya tingkat kepatuhan penderita untuk berobat dan meminum obat, harga
obat yang mahal, timbulnya resistensi ganda, kurangnya daya tahan hospes
terhadap mikobakteria, berkurangnya daya bakterisid obat yang ada,
meningkatnya kasus HIV/AIDS dan krisis ekonomi (Depkes RI, 2005).
Meskipun berbagai upaya dilakukan oleh pemerintah, namun tanpa peran
serta masyarakat tentunya tidak akan dicapai hasil yang optimal. Keberhasilan
Universitas Sumatera Utara
penanggulangan TB sangat bergantung pada tingkat kesadaran dan partisipasi
masyarakat. Oleh karena itu perlu keterlibatan berbagai pihak dan sektor dalam
masyarakat, terutama profesi Apoteker di Apotek, Instalasi Farmasi Rumah Sakit
maupun tempat lain yang melayani masyarakat dalam memenuhi kebutuhannya
akan obat TB (Depkes RI, 2005).
Apoteker dalam hal ini dapat membantu: mengarahkan pasien yang diduga
menderita TB untuk memeriksakan diri, memotivasi pasien untuk patuh dalam
pengobatan, memberikan informasi dan konseling. Ketersediaan informasi yang
memadai merupakan bekal yang penting untuk meningkatkan kompetensi dalam
rangka melaksanakan praktik kefarmasian, khususnya penerapan konsep
pharmaceutical care sebagai mitra dalam pengendalian TB (Depkes RI, 2005).
Dalam lingkungan rumah sakit, farmasis seharusnya diberi akses ke semua
rekam medis pasien, dan melakukan komunikasi secara rutin dengan pasien,
kerabat pasien maupun tenaga kesehatan profesional lainnya sehingga tercapai
pengobatan yang rasional (4T+1W) (Aslam, dkk., 2003).
Dalam rangka menerapkan praktik farmasi klinis di rumah sakit, maka
mahasiswa apoteker perlu diberi perbekalan dan pengalaman dalam bentuk
Praktik Kerja Profesi (PKP) di rumah sakit. Praktik Kerja Profesi (PKP) di rumah
sakit menerapkan salah satu praktik pelayanan kefarmasian yang bertujuan untuk
mengidentifikasi, dan menyelesaikan masalah obat serta masalah yang
berhubungan dengan kesehatan pasien. Adapun studi Pengkajian Penggunaan
Obat Secara Rasional (PPOSR) dilaksanakan di RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan
pada pasien paru. Studi kasus yang diambil adalah pasien dengan diagnosa TB
paru di ruang XVIII/ Flamboyan.
Universitas Sumatera Utara
1.2 Tujuan
Tujuan dilakukan studi kasus ini adalah:
1. Mengkaji penggunaan obat yang rasional terhadap pasien.
2. Meningkatkan kepatuhan pasien dalam hal penggunaan obat.
3. Mengetahui pengaruh pemberian obat terhadap kondisi pasien.
Universitas Sumatera Utara
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi dan Kuman Penyebab Tuberkulosis
Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular langsung yang disebabkan
oleh Mycobacterium tuberculosa, yang sebagian besar (80%) menyerang paru-
paru. Mycobacterium tuberculosa termasuk basil gram positif, berbentuk batang,
dinding selnya mengandung komplek lipida-glikolipida serta lilin (wax) yang sulit
ditembus zat kimia (Depkes RI, 2005).
Umumnya Mycobacterium tuberculosa menyerang paru dan sebagian kecil
organ tubuh lain. Kuman ini mempunyai sifat khusus, yakni tahan terhadap asam
pada pewarnaan, hal ini dipakai untuk identifikasi dahak secara mikroskopis.
Sehingga disebut sebagai Basil Tahan Asam (BTA). Mycobacterium tuberculosis
cepat mati dengan matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup pada tempat
yang gelap dan lembab. Dalam jaringan tubuh, kuman dapat dormant (tertidur
sampai beberapa tahun) (Depkes RI, 2005).
2.2 Klasifikasi Tuberkulosis
Penentuan klasifikasi penyakit dan tipe penderita TB memerlukan suatu
definisi kasus yang memberikan batasan baku setiap klasifikasi dan tipe penderita.
Penentuan klasifikasi penyakit dan tipe penderita penting dilakukan untuk
menetapkan paduan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) yang sesuai dan dilakukan
sebelum pengobatan dimulai (Depkes RI, 2005).
Universitas Sumatera Utara
Klasifikasi kasus TB menurut WHO (2013) adalah berdasarkan letak anatomi
penyakit (organ yang diserang), riwayat pengobatan sebelumnya, resistensi OAT,
dan status HIV pasien.
2.2.1 Letak Anatomi Penyakit (Organ yang diserang)
Berdasarkan tempat/organ yang diserang oleh kuman, maka TB dibedakan
menjadi Tuberkulosis Paru dan Tuberkulosis Ekstra Paru (Depkes RI, 2005;
WHO, 2013).
2.2.1.1 Tuberkulosis Paru
Tuberkulosis Paru adalah TB yang menyerang jaringan parenkim paru. TB
milier diklasifikasikan sebagai TB paru karena terdapat lesi di paru-paru. TB
limfadenopati intra-toraks (mediastinum dan/ atau hilus) atau efusi pleura, tanpa
kelainan radiografi di paru-paru, merupakan kasus TB ekstra paru. Seorang pasien
dengan kasus TB paru dan ekstra paru diklasifikasikan sebagai kasus TB paru
(WHO, 2013).
Berdasarkan hasil pemeriksaan dahak, TB Paru dibagi dalam (Depkes RI,
2005):
1. Tuberkulosis Paru BTA Positif.
a. Sekurang-kurangnya dua dari tiga spesimen dahak SPS hasilnya BTA
positif.
b. Satu spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto rontgen dada
menunjukkan gambaran tuberkulosis aktif.
2. Tuberkulosis Paru BTA Negatif.
Pemeriksaan tiga spesimen dahak SPS hasilnya BTA negatif dan foto
rontgen dada menunjukkan gambaran TB aktif. TB Paru BTA Negatif
Universitas Sumatera Utara
Rontgen Positif dibagi berdasarkan tingkat keparahan penyakitnya, yaitu
bentuk berat dan ringan. Bentuk berat bila gambaran foto rontgen dada
memperlihatkan gambaran kerusakan paru yang luas (misalnya proses "far
advanced" atau millier), dan/atau keadaan umum penderita buruk.
2.2.1.2 Tuberkulosis Ekstra Paru
Tuberkulosis ekstra paru mengacu pada setiap kasus TB yang melibatkan
organ selain paru-paru, misalnya pleura, kelenjar getah bening, perut, saluran
genitourinari, kulit, sendi dan tulang (WHO, 2013).
2.2.2 Riwayat Pengobatan Sebelumnya
Berdasarkan riwayat pengobatan TB dibagi berdasarkan beberapa tipe,
yaitu (WHO, 2013):
1. Pasien baru: pasien yang belum pernah menggunakan obat anti TB atau sudah
pernah menggunakan obat anti TB selama kurang dari 1 bulan.
2. Pasien yang sudah pernah mendapatkan pengobatan TB selama lebih dari 1
bulan. Kasus ini diklasifikasikan lagi ke dalam beberapa jenis, yaitu:
- Relaps (kambuh) adalah penderita TB yang sebelumnya pernah mendapat
pengobatan TB dan telah dinyatakan sembuh, kemudian kembali lagi
berobat dengan hasil pemeriksaan dahak BTA positif.
- Gagal adalah penderita TB yang sudah mendapat pengobatan TB, namun
BTA masih tetap positif atau kembali menjadi positif pada akhir bulan ke
5 (satu bulan sebelum akhir pengobatan) atau lebih; atau penderita
dengan hasil BTA negatif Rontgen positif menjadi BTA positif.
- Lalai (Pengobatan setelah default/drop-out) adalah penderita yang sudah
berobat paling kurang 1 bulan, dan berhenti 2 bulan atau lebih, kemudian
Universitas Sumatera Utara
datang kembali berobat. Umumnya penderita tersebut kembali dengan
hasil dahak BTA positif.
- Lainnya adalah mereka yang sebelumnya telah diobati untuk TB tetapi
yang hasilnya tidak diketahui atau tidak tercatat.
2.2.3 Resistensi obat anti tuberkulosis (OAT)
Berdasarkan resistensi terhadap obat anti TB, dibagi menjadi 5 kelompok
yaitu (WHO, 2013):
- Monoresistance : resisten terhadap satu obat anti TB lini pertama.
- Polydrug resistance : resisten terhadap lebih dari 1 obat anti TB lini
pertama (selain isoniazid dan rifampisin).
- Multidrug resistance : resisten terhadap banyak obat anti TB, setidaknya
terhadap isoniazid dan rifampisin.
- Extensive drug resistance : resistensi terhadap fluorokuinolon apapun dan
setidaknya terhadap salah satu dari tiga obat suntik lini kedua
(kapreomisin, kanamisin dan amikasin), selain multidrug resistance.
- Rifampicin resistance : resistensi terhadap rifampisin dengan atau tanpa
resistensi terhadap obat anti-TB lain. Ini termasuk resisten terhadap
rifampisin, apakah monoresistance, multidrug resistance, polydrug
resitance atau extensive drug resistance.
2.2.4 Status HIV
Berdasarkan status HIV, kasus TB dibagi menjadi 3 yaitu pasien positif
HIV, negatif HIV dan yang tidak diketahui (tidak terdokumentasi).
Universitas Sumatera Utara
2.3 Tanda-tanda dan Gejala Klinis
Gejala TB pada orang umumnya penderita mengalami batuk dan berdahak
terus-menerus selama 3 minggu atau lebih, batuk darah atau pernah batuk darah.
Adapun gejala-gejala lain dari TB adalah sesak nafas dan nyeri dada, badan
lemah, nafsu makan dan berat badan menurun, rasa kurang enak badan (malaise),
berkeringat malam, walaupun tanpa kegiatan, demam meriang lebih dari sebulan
(Depkes RI, 2005).
2.4 Diagnosis Tuberkulosis
2.4.1 Pemeriksaan BTA
Riwayat diagnosis TB dimulai dari penemuan basil tahan asam (BTA) TB
oleh Robert Koch di tahun 1882. Kini yang luas digunakan dalam menemukan
BTA adalah pemeriksaan mikroskop langsung. Selain pemeriksaan mikroskop
langsung untuk mendapatkan BTA, maka pemeriksaan mikrobiologik untuk TB
paru ini meliputi juga pemeriksaan kultur untuk identifikasi dan resistensi
(Aditama, 2002).
Diagnosis TB paru yakni dengan pemeriksaan sputum atau dahak secara
mikroskopis. Hasil pemeriksaan dinyatakan positif apabila sedikitnya 2 dari 3
spesimen SPS (Sewaktu-Pagi-Sewaktu) BTA hasilnya positif. Apabila hanya 1
spesimen yang positif maka perlu dilanjutkan dengan rontgen dada atau
pemeriksaan SPS diulang (Depkes RI, 2005).
Penemuan BTA merupakan suatu alat penentu yang amat penting dalam
diagnosis TB paru. Untuk mendapatkan hasil yang akurat, pemilihan rangkaian
kegiatan mulai dari mengumpulkan dahak, teknik pewarnaan dan pengolahan
sediaan serta membaca sediaan dibawah mikroskop. Harus diketahui bahwa untuk
Universitas Sumatera Utara
mendapatkan BTA (+) di bawah mikroskop diperlukan jumlah kuman tertentu,
yaitu sekitar 5.000 kuman/ml sputum. Sementara itu, untuk mendapatkan kuman
pada biakan/kultur dibutuhkan jumlah sekitar 50-100 kuman/ml sputum (Aditama,
2002).
2.4.2 Pemeriksaan Radiologi
Diagnosis TB juga tentunya dapat dibuat berdasarkan gambaran radiologis
pada dada (thorak) dengan menggunakan roengent. Gambaran radiologis pada TB
paru dalam terlihat dalam berbagai bentuk. Untuk itu diperlukan pengalaman dan
juga penilaian keadaan klinik penderita, gambaran mikrobiologik dan lain-lain
(Aditama, 2002).
Gambaran radiologi dada adalah sebagai berikut (Depkes RI, 2005) :
• Infiltrat dengan pembesaran kelenjar hilus atau paratrakeal
• Milier
• Atelektasis/kolaps konsolidasi
• Konsolidasi (lobus)
• Reaksi pleura dan atau efusi pleura
• Kalsifikasi
• Bronkiektasis
• Kavitas
• Destroyed lung
2.5 Pengobatan Tuberkulosis
Tujuan pengobatan TB ialah memusnahkan basil TB dengan cepat dan
mencegah kambuh. Selain itu juga bertujuan mengurangi transmisi TB kepada
Universitas Sumatera Utara
orang lain dan mencegah/memperlambat timbulnya resistensi TB terhadap obat
(Yati dan Rianto, 2007).
Regimen Pengobatan
Menurut Panduan WHO, Regimen Pengobatan TB terdiri atas dua fase,
ialah : satu fase awal (initial phase) dan satu fase lanjutan (continoum phase)
(Yati dan Rianto, 2007).
Regimen ditulis dengan kode baku sebagai berikut : angk a di depan satu
fase menunjukkan jangka waktu pengobatan fase tersebut dalam bulan. Huruf
menunjukkan obat dan angka di belakang (di samping bawah) huruf menunjukkan
frekuensi pemberian obat perminggu. Kalau tidak ada angka di
belakang/disamping bawah huruf, menunjukkan pemberian obat setiap
hari/minggu (Yati dan Rianto, 2007).
Kode huruf tersebut adalah akronim dari nama obat yang dipakai, yakni :
H = Isoniazid, R = Rifampisin, Z = Pirazinamid, E = Etambutol dan S =
Streptomisin (Depkes RI, 2005).
DOTS (directly observed treatment, short-course)
DOT ialah Strategi Program pemberantasan TB yang direkomendasikan
oleh WHO untuk memastikan hasil penyembuhan pasien tuberkulosis yang tinggi.
Strategi observasi langsung pada program ini maksudnya satu pengawas makan
obat (PMO) melihat pasien menelan obat antituberkulosis yang diberikan. Hal ini
untuk menjamin bahwa pasien makan obat yang benar, dosis benar, dan pada
interval waktu yang benar. Pengawas makan obat (PMO) bisa seorang petugas
kesehatan atau anggota masyarakat yang sudah dilatih (Yati dan Rianto, 2007).
Universitas Sumatera Utara
Terapi Kortikosteroid pada Tuberkulosis
Pada dasarnya tidak ada indikasi penggunan kortikosteroid pada
pengobatan rutin TB (Yati dan Rianto, 2007).
Kortikosteroid hanya digunakan pada keadaan khusus seperti : TB
meningitis, TB milier, TB pleuritis eksudativa, TB perikarditis konstriktiva
(Depkes RI, 2005).
Paduan pengobatan standar yang direkomendasikan oleh WHO dan
IUATLD dapat dilihat pada Tabel 2.1
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.1 Paduan pengobatan standar yang direkomendasikan oleh WHO
dan IUATLD (International Union Against Tuberculosis and Lung
Disease):
Kategori 1
2HRZE/4H3R3
2HRZE/4HR
2HRZE/6HE
Kategori 2
2HRZES/HRZE/5H3R3E3
2HRZES/HRZE/5HRE
Kategori 3
2HRZ/4H3R3
2HRZ/4HR
2HRZ/6HE
KATEGORI-1 (2HRZE/4H3R3)
Tahap intensif terdiri dari HRZE diberikan setiap hari selama 2 bulan. Kemudian
diteruskan dengan tahap lanjutan yang terdiri dari HR diberikan tiga kali dalam
seminggu selama 4 bulan.
Obat ini diberikan untuk:
Penderita baru TB Paru BTA Positif.
Penderita baru TB Paru BTA negatif Röntgen Positif yang “sakit berat”
Penderita TB Ekstra Paru berat
KATEGORI -2 (2HRZES/HRZE/5H3R3E3)
Tahap intensif diberikan selama 3 bulan, yang terdiri dari 2 bulan dengan HRZES
setiap hari. Dilanjutkan 1 bulan dengan HRZE setiap hari. Setelah itu diteruskan
dengan tahap lanjutan selama 5 bulan dengan HRE yang diberikan tiga kali dalam
seminggu.
Universitas Sumatera Utara
Obat ini diberikan untuk penderita TB paru BTA(+) yang sebelumnya
pernah diobati, yaitu:
Penderita kambuh (relaps)
Penderita gagal (failure)
Penderita dengan pengobatan setelah lalai (after default).
KATEGORI-3 (2HRZ/4H3R3)
Tahap intensif terdiri dari HRZ diberikan setiap hari selama 2 bulan (2HRZ),
diteruskan dengan tahap lanjutan terdiri dari HR selama 4 bulan diberikan 3 kali
seminggu.
Obat ini diberikan untuk:
Penderita baru BTA negatif dan röntgen positif sakit ringan,
Penderita TB ekstra paru ringan.
Universitas Sumatera Utara
BAB III
PENATALAKSANAAN UMUM
3.1 Identitas Pasien
Nama : TLS
Umur : 29 tahun
No. RM : 00.92.24.72
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama/Suku : Kristen Protestan/Batak
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Medan
Tinggi Badan : 160 cm
Berat Badan : 52 kg
Tanggal Masuk : 18 April 2014
Tanggal Keluar : 27 April 2014
3.2 Riwayat Penyakit dan Pengobatan
3.2.1 Riwayat Penyakit Terdahulu
Tuberkulosis paru.
3.2.2 Riwayat Penyakit keluarga
Tidak ada.
3.2.3 Riwayat Sosial
Pasien adalah seorang perokok.
3.2.4 Riwayat Penggunaan Obat Terdahulu
Obat antituberkulosis selama ± 1 bulan.
Universitas Sumatera Utara
3.3 Keadaan Pasien Waktu Masuk RSUD dr. Pirngadi
Kota Medan
Pasien masuk ke RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan pada tanggal 18 April
2014 pada jam 14.06 WIB melalui IGD (Instalasi Gawat Darurat) dengan keluhan
utama yaitu batuk berdahak selama 3 hari, dahak berwarna kekuning-kuningan.
Pasien datang dengan kondisi lemah. Pasien juga mengeluhkan nyeri dada dan
demam yang bersifat hilang timbul selama 3 hari. Pasien mengalami keringat
malam, mual dan muntah. Kemudian dilakukan pemeriksaan fisik terhadap pasien
di IGD dan diperoleh data sebagai berikut:
- Keadaan umum : Composmentis
- Suhu tubuh : 36,8 0C
- Respiratory rate : 26 x/menit
- Heart rate : 80 x/menit
- Blood pressure : 120/80 mmHg
Berdasarkan keluhan dan pemeriksaan fisik tersebut, dilakukan
pengobatan terhadap pasien dengan pemberian terapi sebagai berikut:
- Infus Ringer Laktat (RL) 10gtt/menit.
- Cefotaxime Injeksi 1000 mg/12 jam.
- Sirup Obat Batuk Hitam (OBH) 3 x sehari 1 sendok
makan.
Dan selanjutnya pasien menjalani rawat inap di ruang XVIII/Flamboyan
penyakit paru.
3.4 Pemeriksaan Yang Dilakukan
Universitas Sumatera Utara
Selama dirawat di RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan pasien telah menjalani
beberapa pemeriksaan berupa pemeriksaan fisik, beberapa pemeriksaan laboratorium
dan pemeriksaan radiologi.
3.4.1 Pemeriksaan Fisik
Selama dirawat di rumah sakit, pasien telah menjalani pemeriksaan fisik.
Hasil pemeriksaan fisik dilakukan mulai tanggal 18 April 2014 sampai dengan
tanggal 27 April 2014, dapat dilihat pada Tabel 3.1 berikut :
Tabel 3.1 Hasil Pemeriksaan Fisik
Tanggal
Pemeriksaan
JENIS PEMERIKSAAN
Keadaan
umum
T
(0C)
RR
(x/menit)
HR
(x/menit)
BP
(mmHg)
18-04-2014 Compos mentis 36,8 26 80 120/80
19-04-2014
Compos mentis 37,0 26 80 120/80
20-04-2014 Compos mentis 37,6 24 80 120/80
21-04-2-14 Compos mentis 37,5 20 80 110/70
22-04-2014 Compos mentis 36,3 20 80 100/70
23-04-2-14 Compos mentis 36,0 20 80 100/70
24-04-2014 Compos mentis 36,5 20 80 100/70
25-04-2-14 Compos mentis 36,5 20 80 100/70
26-04-2-14 Compos mentis 37,0 20 80 100/70
27-04-2014 Compos mentis 36,5 20 80 110/70
Keterangan:
T = temperature,
RR = respiratory rate,
BP = blood pressure,
HR = heart rate.
3.4.2 Pemeriksaan Hematologi
Hasil pemeriksaan hematologi yang dilakukan pada tanggal 19 April 2014
dapat dilihat pada Tabel 3.2 berikut :
Universitas Sumatera Utara
Tabel 3.2 Hasil Pemeriksaan Hematologi
Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
HGB (hemoglobin) 14 13-18 g/dl
WBC (leukosit) 10.200 5000-11.000 /mm3
PLT (trombosit) 421.000 150.000-450.000 /ul
HCT (hematokrit) 39,5 39-54 %
RBC (eritrosit) 4,63 4,5-6,5 juta/mm3
MCV 81 76-96 fl
MCH 28,0 27-32 pg
MCHC 32,1 30-35 g/dl
LED 24* 0-<15 mm/jam
3.4.3 Pemeriksaan Sputum
Klasifikasi Penyakit : Paru
Alasan Pemeriksaan : Diagnosa
Tabel 3.3 Hasil Pemeriksaan Sputum
Tanggal Sputum Hasil
19 April 2014 Dahak Sewaktu Positif (+)
20 April 2014 Dahak Pagi Negatif (-)
20 April 2014 Dahak Sewaktu Negatif (-)
3.4.4 Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan radiologi foto thoraks dilakukan pada tanggal 19 April 2014
menunjukkan adanya lesi tuberkulosis.
3.5 Terapi Obat
Universitas Sumatera Utara
Selama dirawat di RSUD dr. Pirngadi Kota Medan pasien mendapat terapi
obat-obatan. Daftar terapi obat yang digunakan pasien dapat dilihat pada Tabel
3.4, halaman 18.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 3.4 Daftar Terapi Obat yang digunakan Pasien
No Jenis Obat Bentuk
Sediaan
Komposisi Dosis Rute April 2014
18 19 20 21 22 23 24 25 26 27
1. Ringer laktat Infus
500 ml
Na Laktat 3,1
gr,NaCl 6
gram, KCl
0,3 gram,
CaCl2 0,2
gram,
air/Liter
10 gtt/menit I.V √ √ √
2. Cefotaxime Vial 1000 mg/vial 1000 mg/12
jam
I.V √ √ √
3. OBH Sirup
100 ml
Succus
Liquiritae
166,66 mg,
Ammonium
Chlorida 100
mg,
Ammonium
Anisi Spir
100 mg/5 ml
3 x sehari
1 sendok
makan
Oral √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
4. Asam mefenamat Tablet 500 mg/tablet 3 x sehari
1 tablet
Oral √ √ √ √ √ √ √
5. Streptomycin Vial 1000 mg 750 mg
I.V √ √ √ √ √ √ √
Universitas Sumatera Utara
Lanjutan Tabel 3.4
6. Metilprednisolon Tablet 4 mg/tablet 3 x sehari
1 tablet
Oral √ √ √ √ √ √ √
7. Rifampisin Tablet 450 mg/tablet 1 x sehari
1 tablet
Oral √ √ √ √ √ √ √
8. Pirazinamid Tablet 500 mg/tablet 1 x sehari
1 ½ tablet
Oral √ √ √ √ √ √ √
9. Isoniazid Tablet 300 mg/tablet 1 x sehari
1 tablet
Oral √ √ √ √ √ √ √
10. Etambutol Tablet 500 mg/tablet 1 x sehari
1 ½ tablet
Oral √ √ √ √ √ √ √
11. Ciprofloksasin Tablet 200 mg/tablet 2 x sehari
1 tablet
Oral √ √ √ √ √ √ √
12. Parasetamol Tablet 500 mg/tablet 3 x sehari
1 tablet
Oral √ √ √ √ √ √
13. Neurodex Tablet Vit. B1 100
mg, Vit. B6
200 mg, Vit.
B12 250
mcg/tablet
1 x sehari
1 tablet
Oral √ √ √ √ √ √ √
Universitas Sumatera Utara
BAB IV
PEMBAHASAN
Pasien masuk ke RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan pada tanggal 18 April
2014 pada jam 14.06 WIB melalui IGD (Instalasi Gawat Darurat) dengan keluhan
utama yaitu selama 3 hari mengalami batuk berdahak. Pasien datang dengan
kondisi lemah. Pasien juga mengalami nyeri dada dan demam yang bersifat hilang
timbul, keringat malam, mual, muntah, dan mempunyai riwayat merokok.
Terapi yang diberikan kepada pasien pada saat di IGD adalah infus Ringer
Laktat (10 gtt/menit), Cefotaxime injeksi (1000 mg/12 jam), dan Sirup OBH (3 x
sehari 1 sendok makan). Infus Ringer Laktat diberikan untuk mengembalikan
keseimbangan elektrolit dalam tubuh pasien, karena pasien datang dengan kondisi
lemah. Pemberian Cefotaxime injeksi bertujuan sebagai tindakan profilaksis. Sirup
OBH diberikan untuk membantu mengencerkan dahak pasien supaya mudah
dikeluarkan. Pasien dirawat inap dan masuk di ruang XVIII/Flamboyan (ruangan
paru).
Kemudian dilakukan pemeriksaan lebih lanjut terhadap kondisi pasien,
yaitu dengan pemeriksaan hematologi, pemeriksaan sputum (dahak), dan
pemeriksaan radiologi.
Hasil pemeriksaan hematologi pasien dapat dilihat pada Tabel 3.2,
halaman 17. Berdasarkan hasil pemeriksaan hematologi ini yang perlu
diperhatikan adalah nilai pemeriksaan pasien dan nilai normal. Kemudian yang
menjadi perhatian khusus adalah nilai pemeriksaan pasien yang berada dibawah
atau diatas nilai normal. Dari hasil pemeriksaan hematologi pasien beberapa
Universitas Sumatera Utara
memiliki nilai yang masih berada dalam rentang nilai normal, dan beberapa
memiliki nilai yang berada diatas nilai normal. Walaupun masih dalam rentang
nilai normal, namun nilai WBC pasien hampir mendekati batas atas nilai normal.
Nilai WBC pasien adalah 10.200 /mm3 sedangkan nilai normalnya adalah 5000-
11.000 /mm3. WBC (white blood cell) adalah leukosit yang berperan melawan
organisme asing yang masuk ke dalam tubuh. Apabila nilai WBC pasien tinggi,
ini menginterpretasikan adanya infeksi di dalam tubuh pasien tersebut. Nilai Laju
Endap Darah (LED) pasien 24 mm/jam, berada diatas nilai normal yaitu 0-<15
mm/jam, nilai meningkat terjadi pada kondisi infeksi akut dan kronis. Dalam
kasus ini adanya infeksi menyebabkan peningkatan nilai LED.
Hasil pemeriksaan sputum pasien dapat dilihat pada Tabel 3.3, halaman
17. Pemeriksaan sputum (dahak) harus dilakukan sebanyak 3 spesimen, yaitu
sputum sewaktu-pagi-sewaktu (SPS). Oleh karena itu pemeriksaan dilakukan pada
tanggal 19 dan 20 April 2014. Dari 3 spesimen yang diperiksa, 1 spesimen sputum
positif dan 2 spesimen sputum negatif. Dan hasil pemeriksaan radiologi pada
thoraks pasien menunjukkan adanya lesi tuberkulosis.
Dari hasil pemeriksaan lebih lanjut terhadap kondisi pasien, yaitu dengan
pemeriksaan hematologi, pemeriksaan sputum (dahak), dan pemeriksaan
radiologi, dokter mendiagnosa pasien mengalami tuberkulosis milier.
Penilaian kerasionalan terapi pasien harus didasarkan pada penilaian
4T+1W, yaitu tepat pasien, tepat indikasi, tepat obat, tepat dosis dan waspada efek
samping obat. Berikut akan dijelaskan mengenai penilaian kerasionalan terapi
yang diterima oleh pasien.
Universitas Sumatera Utara
4.1 Tepat Pasien
Pasien bernama TLS, jenis kelamin laki-laki, berusia 29 tahun, dengan
Nomor Rekam Medik 00.92.42.72 di rawat inap di ruangan XVIII/Flamboyan
(paru). Berdasarkan keluhan yang dialami pasien dan hasil pemeriksaan yang
dilakukan, pasien didiagnosis tuberkulosis milier. Terapi obat-obatan yang
diberikan adalah terapi obat-obatan untuk pasien tuberkulosis milier. Terapi obat-
obatan diberikan kepada pasien yang tepat.
4.2 Tepat Indikasi
Selama dirawat pasien mendapatkan terapi obat–obatan, pemberian terapi
dimulai pada tanggal 18 April 2014. Infus RL diberikan kepada pasien karena
pasien datang dalam keadaan lemah, oleh karena itu pemberian infus RL untuk
mengembalikan keseimbangan elektrolit pasien. Sehingga pemberian infus RL
sudah tepat indikasi.
Obat Batuk Hitam (OBH) sirup merupakan obat yang berfungsi untuk
mengencerkan dahak (mukolitik). Diberikan karena pasien mengeluhkan batuk
berdahak. Dalam kasus ini OBH berfungsi untuk membantu mengencerkan dahak
pasien sehingga mudah dikeluarkan. Sehingga pemberian OBH sirup ini dinilai
sudah tepat indikasi.
Pasien diberikan obat antituberkulosis yaitu rifampisin, pirazinamid,
isoniazid, etambutol dan streptomisin. Dimana obat tuberkulosis tersebut
termasuk dalam regimen pengobatan kategori II yang ditujukan untuk pasien
tuberkulosis paru yang pernah diobati tetapi kambuh atau pengobatan sesudah
gagal, anjuran utamanya yaitu rifampisin, pirazinamid, isoniazid, etambutol dan
streptomisin. Pasien merupakan pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah
Universitas Sumatera Utara
diobati tetapi pengobatannya gagal dikarenakan pasien tidak mengkonsumsi obat
antituberkulosis dalam jangka waktu yang ditentukan sebelumnya. Penggunaan
rifampisin, pirazinamid, isoniazid, etambutol dan streptomisin sudah tepat
indikasi.
Cefotaxime diberikan selama 3 hari mulai tanggal 18 April 2014 sampai
tanggal 20 April 2014. Kemudian penggunaan cefotaxime dihentikan dan diganti
dengan ciprofloxacin. Ciprofloxacin diberikan selama 7 hari mulai tanggal 21
April 2014 sampai 27 April 2014. Pemberian cefotaxime dan ciprofloxacin
berdasarkan indikasi infeksi pada pasien. Pemberian Cefotaxime dan
ciprofloxacin bertujuan sebagai antibiotik. Berdasarkan hal tersebut, pemberian
cefotaxime dan ciprofloxacin sudah tepat indikasi.
Asam mefenamat berkhasiat analgetis yang cukup baik, obat ini banyak
digunakan sebagai obat nyeri dan rema. Dalam kasus ini asam mefenamat
diberikan untuk mengobati keluhan nyeri dada yang dialami oleh pasien.
Pemberian asam mefenamat sudah tepat indikasi.
Pasien diberikan Methylprednisolon dengan dosis 3 kali sehari 1 tablet
karena dokter mendiagnosa pasien mengalami tuberkulosis milier. Pemberian
methylprednisolon sudah tepat indikasi.
Parasetamol diberikan selama 6 hari, mulai tanggal 22 April 2014 sampai
tanggal 27 April 2014. Parasetamol diindikasikan untuk demam (antipiretik),
sebaiknya diberikan jika suhu tubuh pasien tinggi (demam) yaitu lebih dari sama
dengan 380C. Dari hasil pemeriksaan mulai tanggal 22 April 2014 sampai tanggal
27 April 2014, suhu tubuh pasien berkisar antara 36,00C-37,0
0C namun
Universitas Sumatera Utara
parasetamol diberikan 3 kali sehari 1 tablet. Sehingga pemberian parasetamol
tidak tepat indikasi.
Neurodex mengandung kombinasi vitamin B1, vitamin B6, dan vitamin B12
yang diindikasikan untuk gejala neurotropik, gangguan neurologik, mual, muntah,
anemia, dan lesu. Neurodex diberikan untuk membantu mengatasi keluhan pasien
seperti mual, muntah dan lesu. Pemberian neurodex sudah tepat indikasi.
4.3 Tepat obat
Selama dirawat pasien mendapatkan terapi obat–obatan, pemberian terapi
dimulai pada tanggal 18 April 2014. Infus RL diberikan kepada pasien karena
pasien datang dalam keadaan lemas, oleh karena itu diberikan infus RL untuk
mengembalikan keseimbangan elektrolit pasien. Sehingga pemberian infus RL
sudah tepat obat.
Pasien mengeluhkan batuk berdahak dan diberikan Obat Batuk Hitam
(OBH) sirup. Obat Batuk Hitam (OBH) sirup merupakan obat yang berfungsi
untuk mengencerkan dahak (mukolitik). Dalam kasus ini OBH sirup membantu
mengencerkan dahak pasien sehingga mudah dikeluarkan. Pemberian OBH sirup
ini dinilai sudah tepat obat.
Pasien merupakan pasien tuberkulosis yang pernah diobati namun
pengobatannya gagal, untuk itu pasien mendapat pengobatan tuberkulosis kategori
II. Dimana regimen pengobatan tuberkulosis kategori II ditujukan untuk pasien
yang pernah diobati dengan obat antituberkulosis tetapi kambuh atau pengobatan
gagal. Regimen pengobatan tuberkulosis kategori II, anjuran utamanya yaitu
rifampisin, pirazinamid, isoniazid, etambutol dan streptomisin. Dalam kasus ini
Universitas Sumatera Utara
pemberian rifampisin, pirazinamid, isoniazid, etambutol dan streptomisin dinilai
sudah tepat obat.
Cefotaxime diberikan selama 3 hari mulai tanggal 18 April 2014 sampai
tanggal 20 April 2014. Kemudian penggunaan cefotaxime dihentikan dan diganti
dengan ciprofloxacin. Ciprofloxacin diberikan selama 7 hari mulai tanggal 21
April 2014 sampai 27 April 2014. Pemberian cefotaxime dan ciprofloxacin
bertujuan sebagai antibiotik, berdasarkan indikasi infeksi pada pasien. Pemberian
cefotaxime dan ciprofloxacin sudah tepat obat.
Pasien mengeluhkan nyeri dada dan diberikan asam mefenamat untuk
mengobati keluhannya. Asam mefenamat berkhasiat analgetis yang cukup baik,
obat ini banyak digunakan sebagai obat nyeri dan rema. Pemberian asam
mefenamat sudah tepat obat.
Dokter mendiagnosa pasien menderita tuberkulosis milier, sehingga
diberikan terapi kortikosteroid. Oleh karena itu Pasien diberikan
Methylprednisolon 3 kali sehari 1 tablet, pemberian methylprednisolon sudah
tepat obat.
Parasetamol diberikan selama 6 hari, mulai tanggal 22 April 2014 sampai
tanggal 27 April 2014. Parasetamol diindikasikan untuk demam (antipiretik),
sebaiknya diberikan jika suhu tubuh pasien tinggi (demam) yaitu lebih dari sama
dengan 380C. Dari hasil pemeriksaan mulai tanggal 22 April 2014 sampai tanggal
27 April 2014, suhu tubuh pasien berkisar antara 36,00C-37,0
0C namun
parasetamol diberikan 3 kali sehari 1 tablet. Sehingga pemberian parasetamol
tidak tepat obat.
Universitas Sumatera Utara
Neurodex mengandung kombinasi vitamin B1, vitamin B6, dan vitamin B12
yang diindikasikan untuk gejala neurotropik, gangguan neurologik, mual, muntah,
anemia, dan lesu. Neurodex diberikan untuk membantu mengatasi keluhan pasien
seperti mual, muntah dan lesu. Pemberian neurodex sudah tepat obat.
4.4 Tepat Dosis
Sesuai dengan tanggung jawab untuk meningkatkan penggunaan dan
pengelolaan obat secara rasional maka seorang apoteker perlu melakukan
pengkajian obat dalam hal ketepatan dosis. Pengkajian tepat dosis dapat dilihat
pada Tabel 4.1 berikut:
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.1 Pengkajian Tepat Dosis
Nama Obat/ Bentuk
Sediaan / Kekuatan
Sediaan
Dosis Lazim Dosis
Diberikan
Lama
Pemberian
Waktu dan
Cara
Pemberian
Interval
Pemberian
Keterangan
Ringer Laktat/Infus
Na Laktat 3,1 gr, NaCl 6
gram, KCl 0,3 gram,
CaCl2 0,2 gram, air/ Liter
20-30 gtt/menit
(sesuai kondisi
pasien)
10 gtt/ menit Sesuai kondisi
pasien
Infus i.v - Tepat dosis
Cefotaxime/Injeksi
Cefotaxime 1 gr/vial
1 gr setiap 12 jam
(Badan POM RI,
2008)
1 gr/12 jam 5-10 hari Diinjeksikan
tiap 12 jam
Setiap 12 jam Tepat dosis
OBH/Sirup/
Succus Liquiritae 166,66
mg, Ammonium Chlorida
100 mg, Ammonium
Anisi Spir 100 mg/5 ml (1
sendok teh).
3-4 kali sehari
1 sendok makan
3 kali sehari
1 sendok
makan
5-7 hari Obat
diminum
setelah
makan
Setiap 8 jam Tepat dosis
Streptomisin/Injeksi
Streptomisin 1 gram/vial
15 mg/kgBB/hari
Maksimum 1
gram/hari
(Badan POM RI,
2008)
750 mg/24 jam 2-3 minggu Diinjeksikan
tiap 24 jam
Setiap 24 jam Tepat dosis
Rifampisin/ tablet/
Rifampisin 450 mg/tablet
10 mg/kgBB/hari
(8-12 mg/kgBB)
Maksimum 600
mg/hari
(Badan POM RI,
2008)
1 kali sehari
1 tablet
(450 mg)
Intensif selama
2 bulan
Obat
diminum
Pagi hari,
saat perut
kosong
Setiap 24 jam
Tepat dosis
Universitas Sumatera Utara
Pirazinamid/ tablet/
Pirazinamid 500 mg/tablet
15-30 mg/ Kg BB/ hari
(Depkes RI, 2005). 1 kali sehari
1 ½ tablet
(750 mg)
Intensif selama
2 bulan
Obat
diminum pagi
hari.
Setiap 24 jam
Tepat dosis
Isoniazid/ tablet
Isoniazid 300 mg/tablet
5 mg/kgBB/hari
(4-6 mg/kgBB)
Maksimum 300
mg/hari
(Badan POM RI,
2008)
1 kali sehari
1 tablet
(300 mg)
Intensif selama
2 bulan
Obat
diminum pagi
hari, pada
saat perut
kosong.
Setiap 24 jam
Tepat dosis
Etambutol/ tablet
Etambutol 500 mg/tablet
15-25 mg/KgBB/hari
(Badan POM RI,
2008; Depkes RI,
2005)
1 kali sehari
1 ½ tablet
(750 mg)
Intensif selama
2 bulan.
. Obat
diminum pagi
hari.
Setiap 24 jam
Tepat dosis
Parasetamol/tablet
Parasetamol 500
mg/Tablet
3-4 kali sehari
1 tablet (500 mg)
3 x sehari
1 tablet
(500 mg)
Jika Demam
saja (jika
perlu)
Obat
diminum jika
demam saja
Setiap 8 jam Tepat dosis
Asam mefenamat/tablet
Asam mefenamat 500
mg/tablet
3 x sehari
1 tablet (500 mg)
(Badan POM RI,
2008)
3 x sehari
1 tablet
(500 mg)
Tidak lebih
dari 7 hari
Obat
diminum
setelah
makan
Setiap 8 jam Tepat dosis
Methylprednisolon/tablet
Methyiprednisolon 4
mg/tablet
2-40 mg/hari
(Badan POM RI,
2008)
3 x sehari
1 tablet
(4 mg)
- - Setiap 8 jam Tepat dosis
Siprofloksasin/tablet
Siprofloksasin 500
mg/tablet
2 x sehari
250-750 mg
2 x sehari
1 tablet
(500 mg)
- - Setiap 12 jam Tepat dosis
Universitas Sumatera Utara
4.5 Waspada Efek Samping Obat
Setiap obat memiliki efek samping dan interaksi obat yang tidak
diinginkan dalam terapi sehingga pengkajian terhadap efek samping dan interaksi
obat oleh apoteker menjadi sangat penting untuk membantu dalam
mengoptimalkan terapi pasien. Pengkajian waspada efek samping dan interaksi
obat dapat dilihat pada Tabel 4.2
Tabel 4.2 Pengkajian Efek Samping dan Interaksi Obat
Jenis obat Efek samping
Ringer laktat Panas, infeksi dan iritasi pada tempat penyuntikan,
thrombosis atau flebitis vena yang meluas dari tempat
penyuntikan.
Cefotaxime Mual, muntah, diare, gangguan fungsi hati dan ginjal,
hematologi, reaksi hipersensitif dan nyeri pada tempat
suntikan (Tan dan Rahardja, 2007).
OBH Gangguan lambung (mual, muntah) (Tan dan Rahardja,
2007).
Streptomisin Neurotoksik terhadap saraf cranial ke-8 dapat
menimbulkan ketulian permanen (Tan dan Rahardja,
2007).
Asam mefenamat Terhadap saluran cerna : dispepsia, diare sampai diare
berdarah, dan gejala iritasi lain terhadap mukosa lambung
(Yati dan Rianto, 2007).
Methylprednisolon Gangguan elektrolit dan cairan tubuh, kelemahan otot,
penurunan resistensi terhadap infeksi, gangguan
penyembuhan luka, meningkatnya tekanan darah, katarak,
gangguan pertumbuhan pada anak, insufisiensi adrenal,
sindroma chusing, osteoporosis, tukak lambung.
Rifampisin Urin berwarna merah. Penyakit kuning (ikterus), gangguan
saluran cerna seperti mual, muntah, sakit ulu hati, kejang
perut dan diare (Tan dan Rahardja, 2007).
Isoniazid
Polineuritis, yakni radang saraf dengan gejala kejang dan
gangguan penglihatan, perasaan tidak sehat, letih dan
lemah, serta anoreksia, kerusakan hati (Tan dan Rahardja,
2007).
Pirazinamid
Kerusakan hati (hepatotoksis), menghambat pengeluaran
asam urat sehingga meningkatkan kadarnya didalam darah
(hiperuricemia), menimbulkan serangan encok (gout),
gangguan lambung-usus, artralgia, demam, malaise,
anemia, juga menurunkan kadar gula darah (Tan dan
Rahardja, 2007).
Universitas Sumatera Utara
Etambutol
Neuritis optika (radang saraf mata) yang mengakibatkan
gangguan penglihatan, antara lain kurang tajamnya
penglihatan dan buta warna terhadap warna merah hijau,
meningkatkan kadar asam urat dalam plasma akibat
penurunan ekskresinya oleh ginjal (Tan dan Rahardja,
2007).
Ciprofloksasin Gangguan lambung-usus, mual, muntah, anoreksia, dan
diare, reaksi alergi, efek neurologi (sakit kepala, pening,
neuropati) (Tan dan Rahardja, 2007).
Parasetamol Hepatotoksik (Tan dan Rahardja, 2007).
Neurodex -
Interaksi obat – obat :
1. Rifampisin + Isoniazid
Meningkatkan resiko hepatotoksik isoniazid (Stockley, 2008).
2. Rifampisin + Pirazinamid
Meningkatkan efek/toksisitas yang berhubungan dengan reaksi hepatotoksik
yang fatal dan berat (Stockley, 2008).
3. Isoniazid+ Parasetamol
Konsentrasi parasetamol ditingkatkan oleh isoniazid. Sehingga
meningkatkan resiko hepatotoksik (Depkes RI, 2005).
4. Interaksi obat – makanan
Makanan akan mengurangi absorbsi rifampisin dan isoniazid pada saluran
pencernaan jika digunakan bersama dengan makanan sehingga menurunkan
konsentrasinya (Stockley, 2008).
4.6 Pelayanan Konseling, Informasi dan Edukasi (KIE)
- Rekomendasi untuk pasien
Pelayanan konseling, informasi dan edukasi (KIE) pasien dapat dilihat
pada Tabel 4.3 di bawah ini.
Tabel 4.3 Pelayanan Konseling, Informasi dan Edukasi (KIE) pasien
No. Jenis Obat Nasehat/Pemberitahuan
1. Rifampisin - Urin akan berwarna merah.
- Diminum pada pagi hari, pada saat perut
kosong.
2. Isoniazid - Diminum pada pagi hari, saat perut
Universitas Sumatera Utara
kosong.
3. Pirazinamid - Diminum pada pagi hari.
4. Etambutol - Diminum pada pagi hari.
5. Parasetamol - Hanya diminum jika demam saja.
6. Sirup OBH - Banyak minum air putih, karena dapat
membantu mengeluarkan dahak
Anjuran:
- Pasien harus banyak mengkonsumsi sayur, buah dan makanan
bernutrisi tinggi.
- Pasien harus menghentikan kebiasaan merokok.
- Pasien harus minum obat secara teratur, tidak terputus dan tidak boleh
berhenti sebelum pengobatan selesai.
- Rekomendasi untuk dokter
Rekomendasi untuk dokter mengenai terapi pasien yang dipantau meliputi
pengkajian dan perencanaan penggunaan obat. Dari hasil pemeriksaan fisik
suhu tubuh pasien menunjukkan nilai normal, tetapi pasien diberikan
parasetamol. Sebaiknya tidak diberikan parasetamol pada pasien karena suhu
tubuh pasien masih dalam rentang nilai normal.
- Rekomendasi untuk perawat
Rekomendasi untuk perawat oleh apoteker dimaksudkan untuk ketepatan
waktu pemberian obat pada pasien dan menjaga kestabilan obat-obat yang
digunakan dalam terapi. Saran yang diberikan pada perawat yaitu: obat
disimpan dalam wadah tertutup rapat, di tempat sejuk dan kering pada suhu
ruangan 25oC-30
oC, hindari obat dari panas dan cahaya matahari langsung.
Universitas Sumatera Utara
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Setelah melakukan studi kasus di RSUD dr. Pirngadi Kota Medan, maka
dapat disimpulkan bahwa:
1. Pemberian parasetamol dalam kasus ini tidak rasional, karena suhu tubuh
pasien masih dalam rentang nilai normal.
2. Pasien dalam kasus ini adalah pasien TB Paru Kategori 2, yaitu pasien
kambuh atau pengobatan sesudah gagal diobati dengan obat antituberkulosis
dan termasuk pada Regimen Pengobatan Kategori 2.
3. Kombinasi obat antituberkulosis (OAT) yang diberikan kepada pasien pada
tahap intensif dalam kasus ini adalah 2HRZES.
5.2 Saran
1. Sebaiknya tidak diberikan parasetamol pada
pasien dalam kasus ini, karena suhu tubuh pasien masih dalam rentang nilai
normal.
Universitas Sumatera Utara