72050826-referat-uveitis

48
REFERAT ILMU PENYAKIT MATA UVEITIS ANTERIOR & POSTERIOR Dokter Pembimbing : Dr. Roesmawati, Sp. M. Disusun Oleh : LAURENTIUS OKTAVIANUS 17120060004

Transcript of 72050826-referat-uveitis

Page 1: 72050826-referat-uveitis

REFERAT ILMU PENYAKIT MATA

UVEITIS ANTERIOR & POSTERIOR

Dokter Pembimbing :

Dr. Roesmawati, Sp. M.

Disusun Oleh :

LAURENTIUS OKTAVIANUS17120060004

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT MATA

PERIODE 8 AGUSTUS – 9 SEPTEMBER 2011

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PELITA HARAPAN

KARAWACI

Page 2: 72050826-referat-uveitis

BAB I

PENDAHULUAN

Uvea adalah organ yang terdiri dari beberapa kompartemen mata yang berperan

besar dalam vaskularisasi bola mata. Terdiri atas iris, badan silier dan koroid. Uveitis

didefinisikan sebagai inflamasi yang terjadi pada uvea. Meskipun demikian sekarang

istilah uveitis digunakan untuk menggambarkan berbagai bentuk inflamasi intraokular

yang tidak hanya pada uvea tetapi juga struktur yang ada didekatnya, baik karena proses

infeksi, trauma, neoplasma, maupun autoimun.1)

Secara anatomis uvea merupakan lapisan vaskular tengah mata dan dilindungi

oleh kornea dan sklera, juga merupakan lapisan yang memasok darah ke retina.

Perdarahan uvea dibagi antara bagian anterior yang diperdarahi oleh 2 buah arteri siliar

posterior longus yang masuk menembus sklera ditemporal dan nasal dekat tempat masuk

saraf optik dan 7 buah arteri siliar anterior yang terdapat 2 pada setiap otot superior,

medial, inferior serta pada otot rektus lateral. Arteri siliar anterior posterior ini bergabung

menjadi satu membentuk arteri sirkulari mayor pada badan siliar. Uvea posterior

mendapat perdarahan dari 15 – 20 arteri siliar posterior brevis yang menembus sklera

disekitar tempat masuk saraf optik. 2)

Anatomi Bola Mata

Dikutip dari http://www.klinik mata nusantara

1

Page 3: 72050826-referat-uveitis

KLASIFIKASI 5)

Klasifikasi uveitis berdasarkan :

1. Lokasi utama dari bercak peradangan :

uveitis anterior : meliputi iris, iridosiklitis, dan uveitis intermedia.

uveitis posterior : koroiditis, koriorenitis ( bila peradangan koroid

lebih menonjol ), retinokoroiditis ( bila peradangan retina lebih menonjol),

retinitis dan uveitis diseminata.

uveitis difus atau pan uveitis.

2. Berat dan perjalanan penyakit :

akut

subakut

kronik

rekurens

3. Patologinya :

non granulomatosa

granulomatosa

4. Demografi, lateralisasi dan faktor penyerta :

distribusi menurut umur

distribusi menurut kelamin

distribusi menurut suku bangsa dan ras

unilateral dan bilateral

penyakit yang menyertai atau mendasari

5. Penyebab yang diketahui :

bakteri : tuberkulosis , sifilis

virus : herpes simplek, herpes zoster, citomegalovirus

jamur : candida

parasit : toksoplasma, toksokara

imunologik : sindrom behcet, sindrom vogt-koyanagi-harada, oftalmia

simpatika, poliarteritis nodosa, granulomatosis wegener

penyakit sistemik : penyakit kolagen, artritis reumatoid, multipel skerosis,

sarkoidosis, penyakit vaskular.

2

Page 4: 72050826-referat-uveitis

Neoplasmik : leukemia, melanoma maligna, reticullum cell sarcoma

lain – lain : AIDS.

6. Berdasarkan anatomisnya :

Inflamasi iris bersamaan dengan peningkatan permeabilitas vaskular

dinamakan iritis / uveitis anterior . Sel darah putih yang bersirkulasi dalam

humor akous bilik mata anterior dapat dilihat dengan slitlamp. Protein

yang juga bocor dari pembuluh darah terlihat dengan sifat penyebaran

cahaya pada sinar slitlamp sebagai flare.

Inflamasi pars plana ( badan siliaris posterior) dinamakan siklitis atau

uveitis intermedia.inflamasi segmen posterior ( uveitis posterior)

menghasilkan sel – sel inflamasi dicairan vitreus. Selain itu juga terdapat

inflamasi koroid atau retina terkait ( masing – masing adalah koroiditis

dan retinitis). Panuveitis terjadi ketika uveitis anterior dan posterior terjadi

bersamaan

Uveitis merupakan penyakit yang mudah mengalami kekambuhan, bersifat

merusak, menyerang pada usia produktif dan kebanyakan berakhir dengan kebutaan.

Hubungan yang baik antara dokter dengan penderita uveitis sangat dibutuhkan untuk

mendapatkan hasil penanganan yang optimal. 3)

EPIDEMIOLOGI 3)

Insiden sekitar 15 per 100.000 orang, sekitar 75 % merupakan uveitis anterior. Sekitar

50% pasien dengan uveitis menderita penyakit sistemik terkait

BAB II

3

Page 5: 72050826-referat-uveitis

PEMBAHASAN MASALAH

Uveitis anterior

Uveitis anterior ditandai dengan adanya dilatasi pembuluh darah yang akan

menimbulkan gejala hiperemia silier (hiperemi perikorneal atau pericorneal vascular

injection).

Peningkatan permeabilitas ini akan menyebabkan eksudasi ke dalam akuos

humor, sehingga terjadi peningkatan konsentrasi protein dalam akuos humor. Pada

pemeriksaan biomikroskop (slit lamp) hal ini tampak sebagai akuos flare atau sel, yaitu

partikel-partikel kecil dengan gerak Brown (efek tyndal). Kedua gejala tersebut

menunjukkan proses keradangan akut.

Pada proses keradangan yang lebih akut, dapat dijumpai penumpukan sel-sel

radang di dalam BMD yang disebut hipopion, ataupun migrasi eritrosit ke dalam BMD,

dikenal dengan hifema.

Apabila proses radang berlangsung lama (kronis) dan berulang, maka sel-sel

radang dapat melekat pada endotel kornea, disebut sebagai keratic precipitate (KP). Ada

dua jenis keratic precipitate, yaitu :

mutton fat KP : besar, kelabu, terdiri atas makrofag dan pigmen-pigmen yang

difagositirnya, biasanya dijumpai pada jenis granulomatosa.

punctate KP : kecil, putih, terdiri atas sel limfosit dan sel plasma, terdapat pada jenis

non granulomatosa.

Apabila tidak mendapatkan terapi yang adekuat, proses keradangan akan berjalan

terus dan menimbulkan berbagai komplikasi. Sel-sel radang, fibrin, dan fibroblas dapat

menimbulkan perlekatan antara iris dengan kapsul lensa bagian anterior yang disebut

sinekia posterior, ataupun dengan endotel kornea yang disebut sinekia anterior. Dapat

pula terjadi perlekatan pada bagian tepi pupil, yang disebut seklusio pupil, atau seluruh

pupil tertutup oleh sel-sel radang, disebut oklusio pupil. Perlekatan-perlekatan tersebut,

ditambah dengan tertutupnya trabekular oleh sel-sel radang, akan menghambat aliran

aquos humor dari bilik mata belakang ke bilik mata depan sehingga aquos humor

tertumpuk di bilik mata belakang dan akan mendorong iris ke depan yang tampak sebagai

4

Page 6: 72050826-referat-uveitis

iris bombans. Selanjutnya tekanan dalam bola mata semakin meningkat dan akhirnya

terjadi glaukoma sekunder.

Pada uveitis anterior juga terjadi gangguan metabolisme lensa, yang

menyebabkan lensa menjadi keruh dan terjadi katarak komplikata. Apabila keradangan

menyebar luas, dapat timbul endoftalmitis (peradangan supuratif berat dalam rongga

mata dan struktur di dalamnya dengan abses di dalam badan kaca) ataupun panoftalmitis

(peradangan seluruh bola mata termasuk sklera dan kapsul tenon sehingga bola mata

merupakan rongga abses).

Bila uveitis anterior monokuler dengan segala komplikasinya tidak segera

ditangani, dapat pula terjadi symphatetic ophtalmia pada mata sebelahnya yang semula

sehat. Komplikasi ini sering didapatkan pada uveitis anterior yang terjadi akibat trauma

tembus, terutama yang mengenai badan silier.

Uveitis posterior

Uveitis posterior adalah proses peradangan pada segmen posterior uvea, yaitu

pada koroid, dan disebut juga koroiditis.3) Karena dekatnya koroid pada retina, maka

penyakit koroid hampir selalu melibatkan retina ( korioretinitis ).2) Uveitis posterior

biasanya lebih serius dibandingkan uveitis anterior.6)

Peradangan di uvea posterior dapat menyebabkan gejala akut tapi biasanya

berkembang menjadi kronik. Kedua fase tersebut ( akut dan kronik ) dapat menyebabkan

pembuluh darah diretina saling tumpang tindih dengan proses peradangan di uvea

posterior.

Penyebab utama uvea posterior tidak berpengaruh pada faktor eksternal dari uvea

bagian posterior. Dengan pemeriksaan oftalmoskopi standar dan lamanya peradangan

penyakit secara lengkap dengan perubahan pada koroid sudah dapat dilihat kelainan.

Terjadinya perubahan elevasi yang memberi warna kuning atau abu – abu yang dapat

menutup koroid sehingga pada pemeriksaan koroid tidak jelas.

Perdarahan diretina akan menutup semua area, pada beberapa kasus terdapat lesi

yang kecil disertai kelainan pada koroid tapi setelah beberapa minggu atau bulan akan

ditemukan infiltrat dan edema hilang sehingga menyebabkan koroid dan retina atrofi dan

saling melekat. Daerah yang atrofi akan memberikan kelainan bermacam – macam dalam

5

Page 7: 72050826-referat-uveitis

bentuk dan ukuran. Perubahan ini akan menyebabkan perubahan warna koroid menjadi

putih, kadang pembuluh darah koroid akan tampak disertai karakteristik dari deposit

irregular yang banyak atau berkurangnya pigmen hitam terutama pada daerah marginal.

Lesi bisa juga ditemukan pada eksudat selular yang berkurang di koroid dan

retina. Inflamasi korioretinitis selalu ditandai dengan penglihatan kabur disertai dengan

melihat lalat berterbangan ( floaters). Penurunan tajam penglihatan dapat dimulai dari

ringan sampai berat yaitu apabila koroiditis mengenai daerah makula atau papilomakula.

Kerusakan bisa terjadi perlahan – lahan atau cepat pada humor vitreus yang dapat

dilihat jelas dengan fundus yang mengalami obstruksi. Pada korioretinitis yang lama

biasanya disertai floaters dengan penurunan jumlah produksi air mata pada trabekula

anterior yang dapat ditentukan dengan pemeriksaan fenomena Tyndall. Penyebab floaters

adalah terdapatnya substansi di posterior kornea dan agregasi dari presipitat mutton fat

pada kornea bagian dalam. Mata merah merupakan gejala awal sebelum menjadi kuning

atau putih yang disertai penglihatan kabur, bila terdapat kondisi ini biasanya sudah

didapatkan atropi pada koroid, sering kali uveitis posterior tidak disadari oleh penderita

sampai penglihatannya kabur.

Gejala khas dari uveitis posterior adalah tajam penglihatan yang menurun,

floating spot dan skotoma. Karena terdapat banyak kelainan pada badan vitreus sel yang

disebabkan fokal atau multifokal retina dan koroid gambaran klinis bisa juga secara

bersamaan. Diagnosis banding tergantung dari lama dan penyebab infeksi atau bukan

infeksi. Infeksi bisa disebabkan oleh virus, bakteri, jamur, protozoa, dan cacing non

infeksi, bisa juga disebabkan oleh penurunan imunologik atau alergi organ, bisa juga

penyebabnya tidak diketahui setelah timbul endoftalmitis dan neoplasma.

6

Page 8: 72050826-referat-uveitis

2.1. ETIOLOGI dan PATOFISIOLOGI

Penyakit Virus

Penyakit Herpes 2)

Lesi mata yang tersering dan paling serius adalah keratitis. Lesi kulit vesikuler

juga dapat muncul di kulit dan tepi kelopak. Herpes simpleks dapat menyebabkan

iridosiklitis. Virus herpes simpleks tipe I, virus varicela zoster, dan CMV pernah

dilaporkan sebagai penyebab sindrom nekrosis retina akut.7)

Sindrom Nekrosis Retina Akut (ARN) 2)

ARN merupakan suatu proses nekrosis pada retina yang disebabkan oleh infeksi.

Biasanya mengenai kedua mata ( pada 33 % pasien), paling banyak berusia 26 tahun .

Penyebab penyakit ini yang paling sering adalah virus varisela zoster, herpes simpleks

tipe 2 dan cytomegalovirus. Kadang penyakit ini tanpa gejala sehingga pasien tampak

sehat meskipun mengenai pasien dengan AIDS. ARN merupakan diagnosis dari gejala

klinik, pasien sering datang dengan keluhan penglihatan kabur secara akut. Terdapat

inflamasi segmen anterior yang memberi rongga pada beberapa bagian disertai eksudat

pada badan vitreus. Masa inkubasi 2 minggu sampai terbentuknya sumbatan yang akan

menyebabkan arteriolitis retinal, vitritis dan bercak kuning – putih di posterior retina.

AIDS dan Retinitis Cytomegalovirus 2)

Penyakit mata merupakan manifestasi umum dari AIDS, pasien mengalami

beberapa kondisi penyakit mata :

o Oklusi mikrovaskular menyebabkan perdarahan retina dan cotton wool spot

(daerah infark pada lapisan serabut saraf retina).

o Deposit endotel kornea.

o Neoplasma pada mata dan orbita.

o Gangguan neurooftalmika termasuk palsy okulomotorik.

Infeksi oportunistik yang paling umum adalah retinitis CMV. Awalnya ditemukan

lebih dari 1/3 pasien AIDS, namun populasi beresiko telah berkurang secara bermakna

7

Page 9: 72050826-referat-uveitis

sejak berkembangnya terapi antivirus yang sangat aktif dalam terapi AIDS. Khas terjadi

pada pasien dengan hitung sel CD4 + dan leukosit 5/ μl. Pasien biasanya mengeluh

penglihatan kabur atau floaters. Diagnosis penyakit AIDS biasanya telah ditegakkan dan

sering ditemukan tampilan AIDS lainnya seperti retinopati CMV yang terdiri dari area

retina keputihan berhubungan dengan perdarahan disertai likenifikasi hingga terlihat

seperti keju softage. Lesi itu dapat mengancam makula atau lempeng optik dan biasanya

terdapat sedikit inflamasi pada vitreus.

Retina yang terkena Cytomegalovirus

\

(dikutip dari :www. uveitis.org/medical/article/case/wds.html)

Penyakit Jamur

Histoplasmosis 3)

Merupakan kelainan multifaktor korioretinitis, epidemiologinya berhubungan

dengan Histoplasma capsulatum, yang merupakan jamur dimorfik yang dalam

perkembangannya dapat bertahan 2 tahun dalam bentuk filamennya. Spora jamur tersebut

dapat menyebabkan terjadinya penyakit sistemik dan penyakit mata. Beberapa daerah di

Amerika Serikat yang endemis histoplasmosis yaitu Ohio dan lembah sungai Missisippi.

8

Page 10: 72050826-referat-uveitis

Diagnosis koroiditis yang diduga disebabkan oleh histoplasmosis sering ditegakkan.

Infeksi primer pada mata terjadi setelah kontak spora jamur yang berasal dari paru – paru.

Jamur ini dapat menyebar ke limpa, hati, dan koroid mengikuti infeksi yang berasal dari

paru – paru. Histoplasmosis didapat kadang tidak menimbulkan gejala atau akibat dari

keadaan sakit yang tidak berbahaya dan biasanya ditemukan pada anak – anak.

Pemeriksaan kulit pada pasien biasanya positif terhadap histoplasmosis dan

menunjukkan bercak – bercak khas pada perifer fundus. Bercak – bercak ini berbentuk

daerah – daerah kecil, bulat atau lonjong tidak teratur, tanpa pigmen kadang – kadang

dengan batas berpigmen halus. Kadang dapat ditemukan atrofi peripapiler dan

hiperpigmentasi.

Bercak histo muncul pertama kali pada mata selama masa remaja, tetapi

makulopati baru berkembang pada usia 20 -50 tahun, rata-rata pada usia 41 tahun. Secara

patologi, lesi pertama muncul dalam bentuk granuloma di koroid. Koroiditis akan

menyebabkan penglihatan menurun dan terbentuk sikatrik disertai pigmentasi pada

pigmen epitelium, atau memberi gambaran rusaknya membran pigmen epitelium yang

disebabkan peningkatan kadar limfosit. Pada daerah pusat koroiditis akan terbentuk

pembuluh darah baru subretinal yang baru, yang akan menyebabkan peningkatan cairan,

lipid dan darah yang dapat menyebabkan kerusakan pada fungsi makular.

Diagnosis histoplasmosis berdasarkan gejala klinis disertai pembentukan bercak

kecil yang menyebar, perubahan papil – papil di pigmen dan pembentukan cincin pigmen

dimakula sehingga menyebabkan saraf sensorik retina saling tumpang tindih, kadang

disertai perdarahan. Pada permulaan histo akan terbentuk bercak dimakula dan badan

vitreus yang tidak terlihat pada histoplasmosis, jarang didapat gejala yang menyertai

bentuk atrofi. Sel vitreus tidak terlihat pada OHS, dan gejala sering bersamaan dengan

perifer dan atropi bercak histo. Bercak tersebut fokal, sembuh dan terbentuk lesi punched

out yang disebabkan oleh jumlah yang bervariasi dari luka yang terdapat pada koroid dan

yang berlengketan pada retina lapisan luar. Gangguan penglihatan pada pusat penglihatan

karena keterlibatan makula sehingga pasien harus dirujuk ke dokter mata.

Pada daerah koroiditis dapat diobati dengan kortikosteroid oral dan lokal. Pada

tahap awal dari angiogram fluoresein, koroid aktif akan menghambat zat tersebut dan

akan tampak hipofluoresein. Selanjutnya, lesi koroid akan berwarna dan menjadi

9

Page 11: 72050826-referat-uveitis

hiperfluoresein. Dengan kontras, area pada membran neovaskular subretina aktif akan

menjadi hiperfluoresein yang terjadi awal pada angiogram.

Membran neovaskular penting jika hanya terdapat pada daerah diskus-makula.

Jika di luar superotemporal dan inferotemporal vascular arcades, hal tersebut tidak

mengurangi penglihatan dan tidak membutuhkan terapi. Namun jika membran tersebut

terletak di 1-200 µm dari tengah, laser fotokoagulasi diindikasikan untuk mencegah

hilangnya penglihatan.

Macular Photocoagulation Study Group bekerjasama dengan Multicenter Study

menunjukan efek yang berguna dengan fotokoagulasi argon biru-hijau. Pasien yang tidak

diobati menunjukkan persentase yang tinggi (50%) kehilangan penglihatan dibandingkan

dengan pasien yang mendapatkan terapi laser (22%) selama 24 tahun. Krypton merah

atau Argon hijau gelombang tinggi dapat memberi hasil penglihatan yang lebih baik

dengan luka retina yang lebih sedikit dibandingkan dengan fotokoagulasi argon biru-

hijau. 3)

Kandidiasis ( Candida albicans) 3)

Meskipun tidak umum, insiden penyakit inflamasi bola mata yang disebabkan

oleh Candida albican meningkat khususnya sebagai akibat dari penggunaan

imunosupresan dan obat-obat intravena. Retinitis kandida dapat terlihat pada penderita

AIDS akibat penggunaan obat intravena meskipun hal tersebut jarang terjadi. Candida

endoftalmitis terjadi pada 10-37% pasien dengan kandidemia yang tidak mendapat terapi

anti jamur. Pada pasien yang mendapat terapi anti jamur kemungkinan mengenai mata

terjadi penurunan. Organisme menyebar secara metastasis ke koroid. Replikasi jamur

mempengaruhi vitreus dan retina sekunder. Gejala dari kandidiasis mata adalah

penurunan tajam penglihatan atau floaters, tergantung pada lokasi lesi. Menyerupai

koroiditis Toxoplasma lesi pada segmen posterior tampak putih kuning dengan batas

yang halus, dengan ukuran dari spot woll yang kecil sampai beberapa pertambahan

diameter diskus. Lesi mula-mulanya terdapat di retina dan berakibat eksudasi ke vitreus.

Lesi perifer mungkin menyerupai pars planitis.

Diagnosa kandidiasis mata dapat ditegakkan dengan kultur darah positif yang

didapat pada saat terjadi kandidemia. Seorang dokter harus waspada pada kemungkinan

diagnosis kandidiasis pada pasien rawat inap yang menggunakan kateter intavena atau

10

Page 12: 72050826-referat-uveitis

yang mendapat terapi antibiotik sistemik, steroid dan antimetabolit. Pasien yang dirawat

karena kandidemia harus diperiksa kemungkinan mengenai mata. Pada pasien tersebut

pada dua pemeriksaan akan ditemukan dilatasi fundus yang dilakukan secara terpisah

selama 1-2 minggu untuk mendeteksi metastasis penyakit mata.

Pengobatan untuk kandidiasis mata meliputi intravena, pengobatan anti jamur

periokular dan intraokular seperti amphoterisin B dan ketokonazole, Flusitosin,

Fluconazole atau Rifampin oral yang dapat diberi dengan ditambah amphoterisin B

intravena. Bila proses inflamasi mengenai retina dan sampai ke dalam vitreus, anti jamur

intravitreal dan vitrektomi dapat dipertimbangkan. Terapi yang tepat untuk lesi perifer

memiliki prognosis yang baik. Namun, pengobatan yang cepat pada lesi sentral jarang

menyelamatkan penglihatan karena merusak fotoreseptor sentral. Konsultasi dengan

spesialis penyakit infeksi dapat sangat membantu.

Penyakit Protozoa

Toxoplasmosis 2)

Toxoplasma gondii adalah parasit protozoa obligat intraselular yang menyebabkan

nekrosis retina koroiditis. Terdapat 3 bentuk:

+ Ookista, atau bentuk tanah (10-12µm)

+ Takizoit, atau bentuk aktif infeksius ( 4-8 µm)

+ Kista jaringan atau bentuk laten (10-200µm), mengandung sebanyak 3000

bradizoit

T. gondii adalah parasit usus yang ditemukan pada kucing. Ookista ditemukan

pada feses kucing yang kemudian termakan oleh tikus dan burung yang dapat berperan

sebagai reservoir atau host intermediet bagi parasit. Vektor serangga dapat juga

menyebarkan T.gondii dari feses kucing ke sumber makanan manusia, termasuk

tumbuhan dan binatang herbivora.

Manusia terinfeksi lebih sering karena memakan daging yang mentah dan kurang matang

yang mengandung kista jaringan. Wanita yang mendapat Toxoplasmosis selama

kehamilan dapat mentransmisikan takizoit ke janin dengan potensial mata yang parah,

SSP dan komplikasi sistemik. Wanita hamil nonimun tanpa bukti serologik terpapar

11

Page 13: 72050826-referat-uveitis

toxoplasmosis harus berhati-hati bila memelihara kucing dan harus menghindari daging

mentah. Pasien AIDS juga mudah terkena.

Toxoplasmosis tercatat pada 7-15% dari uveitis. Karena penyakit tersebut dapat

merusak penglihatan struktur mata, hal tersebut penting bagi para ahli mata untuk

mengenal lesi tersebut dan untuk menghindari potensi kematian. Diagnosis yang tepat

pada waktunya sangat penting karena toxoplasmosis memberi respon pada terapi anti

mikroba dan itu merupakan bentuk yang masih dapat diobati pada uveitis posterior.

Tergantung pada luasnya lokasi lesi, pasien mengeluh floating spot unilateral atau

penglihatan kabur. Secara umum segmen anterior tidak mengalami inflamasi pada awal

penyakit, dan pasien memperlihatkan mata putih dan penglihatan yang masih nyaman.

Kadang-kadang inflamasi granulomatosa dapat terjadi peningkatan tekanan bola mata

khususnya pada penyakit yang berulang.

Opasitas vitreus secara umum terlihat jelas dengan pemeriksaan mata baik dengan

pemeriksaan direk maupun indirek. Kuning keputihan, sedikit tinggi letaknya, lesi kabur

dapat terlihat pada fundus, lokasi lesi sering berada dekat dengan bekas luka korioretinal.

Lesi tersebut tampak pada bagian posterior dibandingkan pada fundus bagian lain dan

kadang-kadang terlihat berdekatan dengan papil nervus optikus. Sering salah dianggap

sebagai papilitis optik. Pembuluh darah retina pada sekitar lesi aktif tampak perivaskulitis

dengan sarung vena dan arterial segmental yang difus. Karakteristik lesi adalah retinitis

fokal eksudatif. Pada lapisan depan retina merupakan lokasi untuk proliferasi T. gondii.

Lesi ini tidak menyebabkan berkabut pada vitreus pada tahap awal penyakit, dan pasien

tidak menyadari floating spot sampai lapisan depan retina dan membran hialoid posterior

terkena. Retinitis toksoplasma dapat dimanifes oleh lesi retina perifer, kecil, punctata,

sering disebut Punctate Outer Retinal Toxoplasmosis (PORT).

Diagnosis Toxoplasmosis mata dibuat dengan:

1. Observasi dari karakteristik lesi fundus (fokal nekrosis retinokoroiditis)

2. Deteksi dari adanya antibodi anti Toxoplasma pada serum pasien

3. Pengeluaran dari penyakit infeksi lain yang dapat menyebabkan nekrosis lesi pada

fundus, seperti sifilis, sitomegalovirus dan jamur.

12

Page 14: 72050826-referat-uveitis

Pemeriksaan toxoplasma dye Sabin dan Feldman, pemeriksaan hemaglutinasi,

atau pemeriksaan antibody immunofluoresen indirek menyediakan fasilitas yang sama.

Namun ELISA dapat memberi lebih sensitifitas dan spesifisitas. Harus di ingat bahwa

titer serum pada pemeriksaan tersebut dapat sangat rendah pada pasien dengan

toksoplasmosis mata dan tidak terdapat tanda sistemik lain pada penyakit ini. Titer serum

antibodi signifikan apabila terdapat lesi fundus yang berhubungan dengan toksoplasmosis

mata. Pemeriksaan humor akous dapat digunakan untuk konfirmasi adanya penyakit

toksoplasma pada kasus yang masih meragukan. Pemeriksaan tersebut lebih signifikan

pada saat titer antibodi pada humor akous lebih tinggi daripada dalam serum.

Meskipun diagnosis toksoplasmosis mata didasari dengan pemeriksaan fisik, antibodi

antitoksoplasmosis negatif perlu dipikirkan diagnosis lain. Para dokter dalam hal

menginterpretasikan standar pemeriksaan antibodi IgG harus mengingat bahwa

laboratorium menampilkan pemeriksaan pada dilusi 1 : 8 atau lebih, meskipun reaksi

antibodi positif ditemukan dilusi 1 : 4 atau kurang. Titer antibodi yang sangat rendah ini

tetap mengindikasikan terdapat toksoplasmosis yang sebelumnya tetapi juga dapat

mengarah ke positif palsu sebagai hasil dari reaksi nonspesifik.

Penyakit non infeksi

Autoimun:Vaskulitis retina, penyakit bechet, oftalmia simpatis.

Keganasan:Leukemia, sarcoma sel reticulum, melanoma maligna, leukemia

Etiologi tidak diketahui: Sarkoiditis, epitelopati pigmen retina, koroiditis geografik.

Yang sering terjadi mengakibatkan uveitis posterior adalah :

Sindrom Behcet

Ditemukan pada usia 20-40 tahun, pria lebih banyak dari wanita.Penyebab diduga suatu

proses imunologik tetapi virus sebagai penyebab tidak dapat disingkirkan.4) Walaupun

13

Page 15: 72050826-referat-uveitis

memiliki banyak gambaran penyakit hipersensitivitas tipe lambat, adanya perubahan

mencolok kadar komplemen serum pada permulaan serangan mengisyaratkan suatu

gangguan kompleks imun. Baru-baru ini pada pasien Behcet dapat dideteksi adanya

kompleks imun berkadar tinggi dalam darah. Sebagian besar pasien dengan gejala mata

positif untuk HLA-B51, suatu subtipe HLA-B5. 9)

Ditandai 4 kelainan yaitu :

o Uveitis (iridosiklitis, retinitis, retinokoroiditis). Pada dasarnya didapatkan peri

arteritis dan end arteritis yang menyebabkan vaskulitis obliteratif sehingga dapat terjadi

iskemi retina, perdarahan retina, serta ablasi. Bila terdapat hipopion maka hal ini

merupakan gejala yang lebih lanjut.

o Kelainan pada rongga mulut berupa stomatitis aftosa yang dapat mengenai bibir,

lidah, mukosa bukal, palatum durum serta palatum molle.

o Kelainan kulit berupa eritema nodusum, folikulitis serta hipersensitivitas kulit.

o Kelainan genital berupa ulserasi pada alat genital pria atau wanita4). Pengobatan

sering berupa pemberian imunosupresan multipel (mis: steroid, siklosporin, azatioprin),

walaupun demikian hasil akhir penglihatan tetap buruk pada 25% kasus.7)

Sindrom Vogt-Koyanagi-Harada (VKH) 3)

Terdiri dari peradangan uvea pada satu atau kedua mata yang ditandai oleh iridosiklitis

akut, koroiditis bebercak dan pelepasan serosa retina. Penyakit ini biasanya diawali oleh

suatu episode demam akut disertai nyeri kepala dan kadang-kadang vertigo.

Pada beberapa bulan pertama penyakit dilaporkan terjadi kerontokan rambut bebercak

atau timbul uban. Walaupun iridosiklitis awal mungkin membaik dengan cepat,

perjalanan penyakit di bagian posterior sering indolen dengan efek jangka panjang berupa

pelepasan serosa retina dan gangguan penglihatan.

Pada sindrom Vogt-Koyanagi-Harada diperkirakan terjadi hipersensitivitas tipe

lambat terhadap struktur-struktur yang mengandung melanin. Tetapi virus sebagai

penyebab belum dapat disingkirkan. Diperkirakan bahwa suatu gangguan atau cedera,

infeksi atau yang lain, mengubah struktur berpigmen di mata, kulit dan rambut

sedemikian rupa sehingga tercetus hipersentivitas tipe lambat terhadap struktur-struktur

tersebut. Baru-baru ini diperlihatkan adanya bahan larut dari segmen luar lapisan

14

Page 16: 72050826-referat-uveitis

fotoreseptor retina (antigen-S retina) yang mungkin menjadi autoantigennya. Pasien

sindrom Vogt-Koyanagi-Harada biasanya adalah Oriental, yang mengisyaratkan adanya

disposisi imunogenetik.

Oftalmia Simpatika 4)

Yaitu pan uveitis granulomatosa pada mata yang semula sehat (sympathetic eye) yang

timbul minimal dua minggu setelah terjadinya trauma tembus pada mata yang lain

(exciting eye). Biasanya exciting eye ini tidak pernah senbuh total dan tetap meradang

pasca trauma, baik tauma tembus akibat kecelakaan ataupun trauma karena pembedahan

mata. Tanda awal dari mata yang ber-simpati adalah hilangnya daya akomodasi serta

terdapatnya sel radang di belakang lensa. Gejala ini diikuti oleh iridosiklitis sub akut,

sebukan sel radang dalam vitreus dan eksudat putih kekuningan pada jaringan dibawah

retina. Penyakit ini dapat disertai dengan gejala-gejala sistemik lain seperti vitiligo,

alopesia dan poliosis (uban) sehingga mirip sindrom VKH. Bedanya adalah pada sindrom

VKH tidak ada riwayat trauma.

Penyebab yang pasti belum diketahui tetapi diduga kuat merupakan suatu reaksi

autoimun terhadap jaringan pigmen uvea atau pigmen epitel retina yang telah berubah

sifat menjadi antigen pasca trauma tembus mata.

Pengobatan : pemberian kortikosteroid; bila tidak memberikan perbaikan dapat ditambah

pemberian imunosupresan. Yang terpenting adalah hati-hati dan waspada menghadapi

trauma tembus mata yang disertai destruksi jaringan uvea.

Poliarteritis Nodosa 4)

Penyakit kolagen ini mengenai arteri berukuran sedang, terutama pada pria. Terjadi

peradangan hebat pada semua lapisan otot arteri, dengan nekrosis fibrinoid dan

eosinofilia perifer. Gambaran klinis utama adalah nefritis, hipertensi, asma, neuropati

perifer, nyeri dan atrofi otot dan eosinifilia perifer. Sering terjadi kelainan jantung,

walaupun kematian biasanya disebabkan oleh disfungsi ginjal.

Kelainan mata dijumpai pada 20% kasus dan terdiri dari episkleritis dan skleritis yang

sering tidak nyeri. Apabila pembuluh-pembuluh limbus terkena, dapat terjadi

pembentukan alur-alur di kornea perifer. Sering terjadi mikrovaskulopati retina.

15

Page 17: 72050826-referat-uveitis

Hilangnya penglihatan secara mendadak mungkin disebabkan oleh neuropati optikus

iskemik yang mencerminkan keparahan vaskulitis di pembuluh siliaris atau sumbatan

arteri retina sentralis. Dapat terjadi oftalmoplegia akibat arteritis vasa nervorum.

Kortikosteroid sistemik dan siklofosfamid memberi manfaat, tetapi prognosis jangka

panjang tetap buruk.

Granulomatosis Wegener 4)

Proses granulomatosa ini memiliki persamaan gambaran klinis tertentu dengan

poliarteritis nodosa. Tiga kriteria diagnosis adalah :

- Lesi granulomatosa nekrotikans pada saluran napas

- Arteritis nekrotikans generalisata

- Kelainan ginjal berupa glomerulitis nekrotikans

Penyulit pada mata terjadi pada 50% kasus dan terjadi proptosis akibat pembentukan

granuloma orbita disertai keterlibatan otot mata atau saraf optikus. Apabila vaskulitis

mengenai mata dapat terjadi konjungtivitis, ulserasi kornea perifer, skleritis, episkleritis,

uveitis dan vaskulitis retina.

Antibodi sitoplasma antineutrofilik ditemukan pada sebagian besar kasus dan memiliki

nilai diagnostik sekaligus prognostik. Kortikosteroid yang dikombinasikan dengan

imunosupresan (terutama siklofosfamid) sering memberi hasil memuaskan.

Epiteliopati Pigmen Plakoid Multifokal Posterior Akut (APMPPE) 3)

APMPPE biasanya menyerang individu pada usia remaja dan dewasa muda. Pasien

mengeluh penglihatannya berkurang. Sebagian penderita umumnya merasa sehat, tetapi

ada juga yang mempunyai gejala-gejala prodormal seperti pada penyakit infeksi virus.

Pemeriksaan funduskopi menunjukkan adanya banyak lesi berupa plak berwarna putih

kekuningan dan homogen, pada retina pigmen epithelium dan koriokapilaris. Setelah 2-6

minggu, lesi ini akan menghilang dan meninggalkan depigmentasi pada retina pigmen

epithelium.

Diagnosis APMPPE ditegakkan berdasarkan gambaran klinik, terutama jika didahului

adanya gejala sistemik seperti gejala infeksi virus. Pada stadium akut, fluorescein

angiografi menunjukkan awalnya ada hambatan pada koroid oleh lesi plakoid dan adanya

16

Page 18: 72050826-referat-uveitis

bekas noda hiperfluoresein. Pada kebanyakan kasus, pengobatan tidak diperlukan,

ketajaman penglihatan akan kembali normal dalam beberapa minggu sampai beberapa

bulan.

Penyakit ini mirip dengan koroidopati serpiginosa (geografik), tetapi APMPPE

adalah penyakit yang bersifat akut dan biasanya tidak rekuren, sedangkan koroidopati

serpiginosa adalah penyakit yang sangat progresif.

Retina terkena APMPPE

(dikutip dari www.uveitis.org/medical/article/case/wds.html)

Epitelitis Pigmen Retina Akut (ARPE) 3)

Epitelitis Pigmen Retina Akut atau disebut juga penyakit Krill adalah peradangan

akut retina pigmen epitelium yang dapat sembuh sendiri. Penyebabnya tidak di ketahui.

Biasanya terjadi pada umur antara 16-40 tahun. Pasien biasanya sehat dan mengeluh

adanya penurunan ketajaman penglihatan unilateral secara tiba-tiba. Pemeriksaan fundus

menunjukkan lesi hiperpigmentasi halus pada bagian retina pigmen epitelium. Dua

sampai empat kelompok dari dua sampai enam “titik-titik” muncul di kutub posterior.

Angiografi fluoresein menunjukkan gambaran ”target” atau “honeycomb” dengan pusat

hiperpigmentasi dan di kelilingi halo hiperfluoresein. Pengobatan tidak diperlukan.

Gangguan penglihatan dan lesi di retina akan menghilang dalam 6-12 minggu.

Retinokoroidopati ”Birdshot” (Korioretinitis Vitiliginosa) 3)

Keadaan yang tidak umum ini biasanya terjadi pada dekade ke-5 sampai dekade ke-7

kehidupan, wanita lebih sering dibandingkan pria. Gejala awalnya berupa berkurangnya

ketajaman penglihatan, nyctalopia dan gangguan penglihatan warna. Mungkin ada sedikit

inflamasi segmen anterior. Didalam vitreus dapat ditemukan sel-sel. Karakteristiknya

adalah ditemukannya banyak bintik putih kekuningan atau depigmentasi pada fundus,

17

Page 19: 72050826-referat-uveitis

seolah-olah fundus mendapat pukulan ”birdshot from a shotgun”. Bintik-bintik juga

muncul pada pigmen epitelium. Edema diskus, atrofi N. Optikus, edema makula,

pembuluh darah retina menipis dan berkerutnya permukaan retina dapat juga ditemukan.

Pada 80-90% pasien dapat ditemukan HLA-A29 haplotipe, yang mana merupakan faktor

predisposisi genetik dalam perkembangan penyakit ini. Penyakit ini adalah penyakit yang

kronik, sering mengalami eksaserbasi dan remisi.

Koroiditis Punctata 3)

Koroidotis Punctata adalah peradangan idiopatik koroid yang biasanya terjadi pada

wanita yang menderita myopia, yang berusia antara 18-37 tahun. Pasien dengan PIC akan

mengeluh kehilangan ketajaman penglihatan sentral, biasanya bilateral. Tidak terdapat sel

pada vitreus, tetapi lesi berukuran kecil (100-300 µm) berbentuk “punctate” berwarna

kuning disebelah dalam koroid ditemukan di kutub posterior. Penyakit ini dapat sembuh

dalam 4-6 minggu.

lesi pungtata kekuningan pada RPE dan koroid

(dikutip dari www.uveitis.org/medical/article/case/wds.html)

Koroidopati Serpiginosa 3

Biasanya penyakit ini menyerang wanita pada dekade ke-4 sampai dekade ke-6

kehidupan. Keluhan utama dari pasien ialah penglihatan menjadi kabur. Pada vitreus

tidak ditemukan sel, tetapi kadang-kadang dapat juga ditemukan sel dalam jumlah yang

banyak. Gambaran sikatriks seperti serpiginosa (pseudopodial) atau geograpik (seperti

peta) terdapat di fundus posterior. Tepi lesi ini mungkin aktif, berwarna kuning abu-abu

dan tampak edema. Daerah yang aktif akan menjadi atrofi dalam beberapa minggu

18

Page 20: 72050826-referat-uveitis

sampai beberapa bulan, kemudian lesi yang baru dapat muncul di mana saja atau

berdekatan dan memberi gambaran seperti ular.

Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan karakteristik gambaran klinik. Angiografi

fluorescein menunjukkan awalnya ada hambatan pada koroid, pada daerah dimana

penyakitnya aktif. Pada saat penyakitnya tidak aktif, daerah yang menarik zat warna

dapat menyebarkan fluorescein, tetapi tidak di tahan. Jika penyakit ini mengenai makula,

maka ketajaman penglihatan sentral akan terganggu.

Fibrosis Subretina dan Sindrom Uveitis (SFU) 3

Panuveitis ini biasanya lebih banyak mengenai wanita yang berusia antara 14-34

tahun. Penyebabnya tidak diketahui. Histopatologi dari biopsi korioretinal terutama

menunjukkan sel β dan sel plasma. Pasien biasanya memiliki kondisi fisik yang sehat dan

mengeluh adanya penurunan ketajaman penglihatan, biasanya bilateral. Pada awalnya,

pasien yang menderita penyakit ini akan menunjukkan vitritis bilateral dan multifokal

koroiditis. Kemudian, lesi pada koroid akan berkembang menjadi lesi fibrotik subretinal

berbentuk stellate yang besar. SFU memberi respons yang kurang baik terhadap berbagai

bentuk pengobatan, dan prognosis dari tajam penglihatan juga buruk.

Koroiditis Multifokal dan Sindrom Panuveitis (MCP) 3

Koroiditis Multifokal dan sindrom Panuveitis adalah peradangan idiopatik koroid,

retina dan vitreus, lebih sering terjadi pada wanita. Penyebabnya tidak diketahui. Pasien

menunjukkan vitritis bilateral (82%) dan multifokal koroiditis. Dalam keadaan aktif,

lesinya berukuran kecil (50-350 µm) dan berwarna kekuningan. Lesi makula mungkin

dapat dihubungkan dengan pembuluh darah baru membran subretina.

Diagnosis penyakit ini adalah sesuatu yang penting karena ada berbagai kondisi yang

mungkin dapat menyebabkan multifokal koroiditis dan panuveitis. Sarkoidosis, sifilis,

tuberkulosis dan sindrom titik putih pada retina harus diperhatikan. Penyakit ini sering

kronik.

19

Page 21: 72050826-referat-uveitis

Lesi kuning multifokal pada koroid

(dikutip dari : www. uveitis.org/medical/article/case/wds.html)

2.2 Diagnosis 4)

A. Anamnesis Uveitis posterior

Umur : Pada pasien sampai 3 tahun dapat disebabkan oleh “sindrom samaran”,

seperti retinoblastoma atau leukemia. Dalam kelompok umur 4 sampai 15 tahun

penyebab uveitis posterior termasuk Toksoplasmosis, Uveitis intermediate,

Sitomegalovirus dan infeksi bakteri atau fungi. Dalam kelompok umur 16 sampai

40 tahun yang termasuk diagnosa banding adalah Toksoplasmosis, Sifilis dan

Candida. Pada pasien yang berumur di atas 40 tahun mungkin menderita sindrom

nekrosis retina akut, Toksoplasmosis, Retinits dan Sarkoma sel reticulum.

Lateralisasi : Yang unilateral lebih condong untuk diagnosis uveitis akibat

toksoplasmosis, Kandidiasis dan sindrom nekrosis retina akut.

B. Gejala 5)

Uveitis anterior

1. Pada anamnesa penderita mengeluh:

Mata terasa seperti ada pasir.

Mata merah disertai air mata.

Nyeri, baik saat ditekan ataupun digerakkan. Nyeri bertambah hebat bila telah

timbul glaukoma sekunder.

Fotofobia, penderita menutup mata bila terkena sinar

Blefarospasme.

20

Page 22: 72050826-referat-uveitis

Penglihatan kabur atau menurun ringan, kecuali bila telah terjadi katarak

komplikata, penglihatan akan banyak menurun.

2. Dari pemeriksaan fisik didapatkan:

Kelopak mata edema disertai ptosis ringan.

Konjungtiva merah, kadang-kadang disertai kemosis.

Hiperemia perikorneal, yaitu dilatasi pembuluh darah siliar sekitar limbus, dan

keratic precipitate.

Bilik mata depan keruh (flare), disertai adanya hipopion atau hifema bila proses

sangat akut.

Sudut BMD menjadi dangkal bila didapatkan sinekia.

Iris edema dan warna menjadi pucat, terkadang didapatkan iris bombans.

Dapat pula dijumpai sinekia posterior ataupun sinekia anterior.

Pupil menyempit, bentuk tidak teratur, refleks lambat sampai negatif.

Lensa keruh, terutama bila telah terjadi katarak komplikata.

Tekanan intra okuler meningkat, bila telah terjadi glaukoma sekunder.

Uveitis posterior

oPenurunan penglihatan : Penurunan ketajaman penglihatan dapat terjadi pada

semua jenis uveitis posterior dan karenanya tidak berguna untuk diagnosis

banding

o Injeksi mata : Kemerahan mata tidak terjadi bila hanya segmen posterior yang

terkena. Jadi gejala ini jarang pada Toksoplasmosis dan tidak ada pada

histoplasmosis. Biasa terlihat seperti lalat yang berterbangan (floaters)

oSakit : Rasa sakit terdapat pada pasien dengan sindrom nekrosis retina akut,

Sifilis, Infeksi bakteri endogen, Skleritis posterior dan pada kondisi-kondisi yang

megenai N. II.

oFotofobia.

C. Pemeriksaan 5)

Pemeriksaan pada mata

21

Page 23: 72050826-referat-uveitis

Terdiri dari pemeriksaan visus, pemeriksaan dengan binokuler,

pemeriksaan dengan funduskopi dan pemeriksaan lapangan gelap.

Pemeriksaan darah

Terdiri dari pemeriksaan darah rutin dan indikator leukosit yang akan

diamati.

Pemeriksaan etiologi

Seperti apabila dicurigai penyebabnya kuman TBC dilakukan Mantoux

test (test untuk Tuberkulosis) dan rontgen (Thorax ).

Pada umumnya segmen anterior bola mata tidak menunjukkan tanda-tanda

peradangan sehingga seringkali proses uveitis posterior tidak disadari oleh penderita

sampai penglihatannya kabur.

Lesi pada fundus biasanya dimulai dari retinitis atau koroiditis tanpa komplikasi.

Apabila proses peradangan berlanjut akan didapatkan retinikoroiditis, hal yang sama

terjadi pada koroiditis yang akan berkembang menjadi korioretinitis. Pada lesi yang baru

didapatkan tepi lesi yang kabur dan lesi terlihat 3 dimensional dan dapat disertai

perdarahan disekitarnya, dilatasi vaskuler atau sheating pembuluh darah.

Pada lesi lama didapatkan batas yang tegas seringkali berpigmen rata atau datar dan

disertai hilang atau mengkerutnya jaringan retina atau koroid. Pada lesi yang lebih lama

didapatkan parut retina atau koroid tanpa bisa dibedakan jaringan mana yang lebih dahulu

terkena. 4)

2.3 Terapi

Uveitis anterior

Tujuan utama dari pengobatan uveitis anterior adalah untuk mengembalikan atau

memperbaiki fungsi penglihatan mata. Apabila sudah terlambat dan fungsi penglihatan

tidak dapat lagi dipulihkan seperti semula, pengobatan tetap perlu diberikan untuk

mencegah memburuknya penyakit dan terjadinya komplikasi yang tidak diharapkan.

Adapun terapi uveitis anterior dapat dikelompokkan menjadi:

22

Page 24: 72050826-referat-uveitis

Terapi non spesifik

1. Penggunaan kacamata hitam. Kacamata hitam bertujuan untuk mengurangi fotofobi,

terutama akibat pemberian midriatikum.

2. Kompres hangat. Dengan kompres hangat, diharapkan rasa nyeri akan berkurang,

sekaligus untuk meningkatkan aliran darah sehingga resorbsi sel-sel radang dapat

lebih cepat.

3. Midritikum/sikloplegik. Tujuan pemberian midriatikum adalah agar otot-otot iris dan

badan silier relaks, sehingga dapat mengurangi nyeri dan mempercepat

panyembuhan. Selain itu, midriatikum sangat bermanfaat untuk mencegah terjadinya

sinekia, ataupun melepaskan sinekia yang telah ada. Midriatikum yang biasanya

digunakan adalah:

Sulfas atropin 1% sehari 3 kali tetes

Homatropin 2% sehari 3 kali tetes

Scopolamin 0,2% sehari 3 kali tetes

4. Anti inflamasi. Anti inflamasi yang biasanya digunakan adalah kortikosteroid,

dengan dosis sebagai berikut:

Dewasa : Topikal dengan dexamethasone 0,1 % atau prednisolone 1 %. Bila radang

sangat hebat dapat diberikan subkonjungtiva atau periokuler: dexamethasone

phosphate 4 mg (1ml). prednisolone succinate 25 mg (1 ml). triamcinolone acetonide

4 mg (1 ml). methylprednisolone acetate 20 mg. Bila belum berhasil dapat diberikan

sistemik prednisone oral mulai 80 mg per hari sampai tanda radang berkurang, lalu

diturunkan 5 mg tiap hari.

Anak : prednison 0,5 mg/kgbb sehari 3 kali. Pada pemberian kortikosteroid, perlu

diwaspadai komplikasi-komplikasi yang mungkin terjadi, yaitu glaukoma sekunder

pada penggunaan lokal selama lebih dari dua minggu, dan komplikasi lain pada

penggunaan sistemik.

Terapi spesifik

Terapi yang spesifik dapat diberikan apabila penyebab pasti dari uveitis anterior

telah diketahui. Karena penyebab yang tersering adalah bakteri, maka obat yang sering

diberikan berupa antibiotik.

23

Page 25: 72050826-referat-uveitis

Dewasa : Lokal berupa tetes mata kadang dikombinasi dengan steroid.

Subkonjungtiva kadang juga dikombinasi dengan steroid. Per oral dengan

Chloramphenicol 3 kali sehari 2 kapsul

Anak : Chloramphenicol 25 mg/kgbb sehari 3-4 kali. Walaupun diberikan terapi

spesifik, tetapi terapi non spesifik seperti disebutkan diatas harus tetap diberikan,

sebab proses radang yang terjadi adalah sama tanpa memandang penyebabnya.

Uveitis posteriorPengobatan yang diberikan tergantung pada penyebab dan luasnya kerusakan

pada mata

Konservatif

Biasanya pasien diberikan anti- radang seperti kortikosteroid,

immunosuppressive / cytotoxic agent . Bila penyebabnya infeksi maka akan

diberikan antibiotik atau anti virus.

Tindakan

Kadang-kadang vitrektomi atau bedah retina dilakukan untuk membersihkan

cairan dalam bola mata yang meradang atau untuk diagnosis penyakit. Terapi

fotokoagulasi dan kryotherapi kurang berhasil. Neovaskularisasi retina dapat

terjadi pada toksoplasma, dan fotokoagulasi dari lesi neovaskular dapat

mencegah kehilangan penglihatan sampai perdarahan vitreus

2.4 Penyulit dan komplikasi

Komplikasi uveitis anterior:

Sinekia posterior dan anterior

Untuk mencegah maupun mengobati sinekia posterior dan sinekia anterior, perlu

diberikan midriatikum, seperti yang telah diterangkan sebelumnya.

Glaukoma sekunder

Glaukoma sekunder adalah komplikasi yang paling sering terjadi pada uveitis

anterior. Terapi yang harus diberikan antara lain:

24

Page 26: 72050826-referat-uveitis

Terapi konservatif:

Timolol 0,25 % - 0,5 % 1 tetes tiap 12 jam. acetazolamide 250 mg tiap 6 jam

Terapi bedah:

Dilakukan bila tanda-tanda radang telah hilang, tetapi TIO masih tetap tinggi.

Glaukoma sudut tertutup: iridektomi perifer atau laser iridektomi, bila telah terjadi

perlekatan iris dengan trabekula (Peripheral Anterior Synechia atau PAS) dilakukan

bedah filtrasi.

Glaukoma sudut terbuka: bedah filtrasi.

Katarak komplikata.

Komplikasi ini sering dijumpai pada uveitis anterior kronis. Terapi yang

diperlukan adalah pembedahan, yang disesuaikan dengan keadaan dan jenis katarak serta

kemampuan ahli bedah.

Penyulit uveitis posterior3) :

Keratopati pita

Uveitis kronik dalam beberapa tahun khususnya pada anak akan menimbulkan

pengendapan kalsium pada membrane basalis dan lapisan bowman. Endapan

kalsium biasanya ditimbulkan pada daerah intrapalpebra sering meluas ke

daerah sumbu penglihatan. Terapi dilakukan dengan cara epitel kornea sentral

dilepaskan dengan 15 bard parker blade dengan meninggalkan sel – sel stem

limbal secara utuh, kemudian ditetesi EDTA 0,35% 5 menit kemudian dicuci

dengan BSS. Proses ini diulang hingga beberapa kali sampai deposit kalsium

hilang dan dipasang bandage lensa kontak kemudian diberi antibiotik dan

sikloplegik.

Katarak

Penanganan katarak pada kasus uveitis bisa dilakukan dengan

fakoemulsifikasi dengan implantasi IOL in the bag. Pada kasus JRA terkait

uveitis penanganan operasi katarak dilakukan dengan menunggu ketenangan

reaksi dalam 3 bulan, kemudian diberi steroid pre operasi selama 1 hingga 2

25

Page 27: 72050826-referat-uveitis

minggu. Dilakukan sinekiolisis dengan viskoelastik diikuti oleh kapsuloresis

dan fakoemulsifikasi serta implantasi IOL in the bag. Steroid diberikan hingga

5 bulan. Dianjurkan menggunakan IOL akrilik hidrofobik. Penggunaan

intraoperatif tiamsinolon asetonid 4 mg intravitreal dapat mencegah terjadinya

fibrin pasca bedah katarak dibandingkan dengan penggunaan steroid

intravenus intraoperatif.

Glaukoma

Dapat berupa hipertensi okular, glaukoma uveitik, glaukoma sekunder sudut

sempit, glaukoma sekunder sudut terbuka, glaukoma induksi kortikosteroid,

glaukoma uveitis mekanisme kombinasi. Pemeriksaan pasien dengan

hipertensi okuli dan uveitis dianjurkan diperiksa foto papil. Evaluasi OCT

papil nervus optikus dan pemeriksaan lapangan pandang secara berkala.

Tindakan operasi pada uveitis adam antiades Behcet dengan mitomisin C

intraoperatif pada trabekulotomi dapat mengontrol tekanan bola mata tanpa

obat – obatan pada 83 % pasien pada akhir tahun pertama dan 62 % pada 5

tahun pasca bedah. Beberapa penyulit dijumpai : katarak, kebocoran bleb, dan

efusi koroid. Beberapa kasus khusus misalnya pada pseudofakik atau afakik

membutuhkan alat drainase seperti implan monteno, implan ahmed, dan

implan baerveldt. Untuk mencegah terjadinya glaukoma steroid lebih aman

digunakan fluorometolol, loteprednol atau rimeksolon.

Ablasi retina

Ablasi retina rematogenues terjadi pada 3 % pasien dengan uveitis, panuveitis,

infeksi uveitis, pars planitis dan uveitis posterior paling sering terjadi ablasi

retina. Lebih dari 30 % kasus uveitis dengan ablasi retina terjadi proliferasi

vitreoretina (PUR) dalam hal ini maka sklera buckling dan vitrektomi pars

plana perlu dilakukan. Angka keberhasilan operasi sebesar 60 % dengan visus

akhir kurang dari 6 / 60.

Neovaskularisasi retina dan khoroid

26

Page 28: 72050826-referat-uveitis

Dapat terjadi pada setiap uveitis kronik khususnya pada pars planitis,

panuveitis sarkoidosis, beberapa variasi kasus vaskulitis retina termasuk

penyakit ecles. Neovaskularisasi retina terjadi pada radang kronis atau

nonperfusi kapiler. Terapi dapat dilakukan dengan steroid atau imunodulator

atau fotokoagulasi laser scatter didaerah iskemik.

Neovaskularisasi kronik dapat berkembang pada uveitis posterior dan

panuveitis pada umumnya terjadi pada histoplasmosis, koroiditis pungtata,

koroiditis multifaktor idiopatik serta koroiditis serpiginosa. Terapi dilakukan

dengan fotokoagulasi lokal peripapiler ditempat terjadi NUK. Beberapa

imunomodulator dapat dapat dikombinasi dengan anti VEGF seperti

pegabtanid, bevacizumab, ranibizumad.

Endoftalmitis

Dikaitkan dengan inflamasi bola mata yang melibatkan vitreus dan segmen

depan namun kenyataan juga dapat melibatkan koroid dan retina. Pada

prinsipnya endoftalmitis dibagi 2 bentuk yaitu infeksi dan noninfeksi.

Bentuk endoftalmitis yang paling sering dijumpai adalah endoftalmitis infeksi

yang dapat terjadi secara eksogen maupun endogen. Endoftalmitis infeksi

disebut juga endoftalmitis steril disebabkan oleh stimulus non- infeksi

misalnya sisa massa lensa pasca operasi katarak / atau bahan toksik yang

masuk ke dalam bola mata karena trauma.

Gejala klinik yang sering timbul adalah penurunan tajam penglihatan,

hipopion, vitritis. Penurunan tajam penglihatan mendadak dapat berkisar

mulai dari ringan hingga berat, nyeri sering menyertai kasus endoftalmitis,

kadang didapat hiperemia maupun kemosis konjungtiva dan terdapat udem

pada kelopak mata dan kornea

27

Page 29: 72050826-referat-uveitis

Komplikasi uveitis posterior 8) :

Hipopion

Penyakit segmen posterior yang menunjukan perubahan-perubahan

peradangan dalam uvea anterior dan disertai hipopion adalah

leukemia,penyakit behcet,sifilis,toksokariasis,dan infeksi bakteri.

Glaukoma

Glaukoma sekunder mungkin terjadi paad pasien sindom nekrosis retina

akut,toksoplasmosis,tuberculosis,atau tuberculosis.

Vitritis

Peradangan korpus vitreum dapa menyertai uveitis posterior.peradangan

dalam vitreum berasal dari focus-focus radang di segmen posterior

mata.peradangan dalam vitreus tidak terjadi pada pasien koroiditis

geografik tau histoplsmosis.sedikit sel radang dalam vitreus dapat

terlihatpaad pasien sel sarcoma reticulum,infeksi cytomegalovirus,dan

rubella,dan rubella dan beberapa kasus toksoplasmosis dengan focus-fokus

kecil pada retina.sebaliknya,peradangan berat dalam vitreus dengan

banyak sel dan eksudat terdapat pada tuberculosis,toksokariasis,sifilis.

2.5 Prognosis 7)

Uveitis umumnya berulang, penting bagi pasien untuk melakukan pemeriksaan

berkala dan cepat mewaspadai bila terjadi keluhan pada matanya. Tetapi tergantung

di mana letak eksudat dan dapat menyebabkan atropi. Apabila mengenai daerah

makula dapat menyebabkan gangguan penglihatan yang serius.

28

Page 30: 72050826-referat-uveitis

DAFTAR PUSTAKA

1. Hartono. Ringkasan Anatomi dan Fisiologi Mata. UGM. Yogyakarta. 2007: 6.

2. Ilyas H Sidarta. Kelainan kelopak dan kelainan jaringan orbita. Ilmu Penyakit

Mata. Edisi ketiga. Jakarta : Balai Penerbit FK UI. 2005 : 102.

3. Wijaya,Nana. Ilmu Penyakit Mata. Cetakan ke-6. Semarang. Universitas

Diponegoro. 1993 : 75-6.

4. Voughan Daniel G, Asburg Taylor, Eva-Riordan Paul. Sulvian John H,editors.

Optalmologi Umum. Edisi 14. Jakarta. Widya Medika. 2000 : 266-78

29

Page 31: 72050826-referat-uveitis

5. PDSMI. Ilmu Penyakit Mata. PDSMI 1998 : 159-176

6. FKUKI. Teknik Penulisan Ilmiah. Majalah Kedokteran; Desember 2005.

7. KMN. Uveitis Posterior. Diunduh dari: http://www.klinik mata nusantara/uveitis

posterior. kmn.htm. 19 Oktober 2008. Update terakhir : Agustus 2008.

8. ASPX. Uveitis Posterior. Diunduh dari: www.retinalphysician.com 20 Oktober.

Update terakhir: Juli 2008.

9. Conrad. Uveitis Posterior. Diunduh dari: E:\uveitis news_files\imgres.htm 20

Oktober 2008.

30

ii