7. Struktur Pertumbuhan Bibit Dan Uji Kedalaman Tanam (2)

29
LAPORAN PRAKTIKUM PEMBIAKAN TANAMAN ACARA 7 STRUKTUR PERTUMBUHAN BIBIT DAN UJI KEDALAMAN TANAM TRIA PITOYO 131510501162 GOLONGAN F / KELOMPOK 4

description

ina

Transcript of 7. Struktur Pertumbuhan Bibit Dan Uji Kedalaman Tanam (2)

LAPORAN PRAKTIKUMPEMBIAKAN TANAMAN

ACARA 7

STRUKTUR PERTUMBUHAN BIBIT DAN UJI KEDALAMAN TANAM

TRIA PITOYO131510501162GOLONGAN F / KELOMPOK 4

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGIFAKULTAS PERTANIANUNIVERSITAS JEMBER2014

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar BelakangBidang pertanian yang kita ketahui memiliki arti luas mencakup seluruh kegiatan pemeliharaan dan budidaya seperti kehutanan, perikanan, dan peternakan, serta pertanian dibidang pangan seperti holtikultura, dsb. Di Indonesia kita dapat menanam tanaman pangan dengan mudah karena negara Indonesia terletak di sekitar garis katulistiwa sehingga memiliki iklim tropis dan cocok untuk pertanian. Tanaman-tanaman terutama yang dibudidayakan terebut tentunya memiliki persamaan yaitu menghasilkan suatu produk yang dibutuhkan atau tujuan utama dari kegiatan budidaya. Tanaman yang ditanam tidak langsung menghasilkan produk, tanaman akan mengalami proses yang disebut pertumbuhan dan perkembangan.Seluruh makhluk hidup mempunyai ciri utama yaitu tumbuh dan berkembang begitu juga dengan tumbuhan. Secara singkat pertumbuhan diartikan sebagai pertambahan ukuran namun pengertian secara singkat ini terkadang membuat pembaca salah mengartikan perkembangan menjadi pertumbuhan hanya karena bertambah volume dan tidak meperhatikan asal muasal dan kegiatan kontinyu yang ditunjukkan oleh tanaman itu. Misalnya sel yang sedang berosmosis akan bertambah besar tapi proses ini kemungkinan akan menjadikan sel kembali ke ukuran semula sehingga tidak dapat diartikan sebagai pertumbuhan yang sebenarnya. Pengertian pertumbuhan dapat diartikan sebagai suatu kegiatan irrevesibel atau tidak dapat kembali seperti semula dan bertambahnya berat kering protoplasma. Tumbuhan memiliki jaringan embiorik sehingga dapat tumbuh tidak terbatas. Letak meristem ini mempengaruhi pola pertumbuhan tumbuhan.Perkembangan adalah jumlah dari seluruh perubahan tubuh organisme secara progresif. Sering jua perkembangan didefinisikan sebagai proses menuju dewasa, dan pada dasarnya perkembangan ini selalu diiringi dengan pertumbuhan. Perkembangan memiliki perbedaan dengan pertumbuhan dalam hal kuantitas karena perkembangan tidak dapat diukur atau dengan kata lain perkembangan memiliki sifat kualitatif. Benih yang sudah tumbuh menjadi bibit dan siap dipindah ke media tanam harus mempunyai ciri-ciri seperti pertumbuhan bibit seragam, bibit bebas dari gangguan hama dan infeksi patogen, perakaran bibit relatif banyak dan seragam dan bibit tidak mengalami stagnasi setelah dilakukan pindah tanam. Tahapan dari pembibitan terdiri dari penetapan waktu pembibitan, persiapan benih, pembuatan media semai, penaburan atau penyebaran benih, pemeliharaan, pencabutan bibit, pengangkutan dan penyiapan bibit di pertanaman. Kegiatan tersebut dilakukan petani dalam melakukan pembibitan.

1.2 Tujuan1. Mengetahui struktur kecambah dua macam jenis benih dan mengetahui keragaman perkecambahannya.2. Melatih mahasiswa agar dapat melakukan uji kedalaman tumbuh (vigor) bibit, dan memahami relevansi uji kedalaman tanam.

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

Bibit merupakan salah satu faktor penting dalam usaha budidaya tanaman padi. Menurut Hermawati (2012) bibit yang berasal dari varietas unggul dengan pengolahan yang baik sejak dini akan mampu menghadapi hambatan dan persaingan di lapangan sehingga menghasilkan produksi yang tinggi. Suastika dkk., (1997) menjelaskan bahwa benih bermutu diperlukan karena beberapa alasan yaitu benih bermutu dapat menghasilkan bibit yang sehat dan akar yang banyak. Benih yang baik akan menghasilkan perkecambahan dan pertumbuhan yang seragam, selain itu benih yang bermutu ketika dipindah tanam akan tumbuh lebih cepat dan lebih kuat. Benih yang baik tentunya akan menghasilkan hasil yang tinggi. Bibit juga dapat diperoleh dari hasil perkecambahan biji. Menurut Mangoendidjojo (2008), biji yang ditempatkan pada kondisi lingkungan yang memadai akan berkecambah. Struktur dari embrio tumbuhan terdiri dari tiga bagian, yaitu satu atau dua kotiledon, epikotil, dan hipokotil. Kotiledon merupakan bagian embrio yang pertama kali melakukan fotosintesis selama biji berkecambah sebelum terbentuknya daun. Bagian biji yang tumbuh ke atas dinamakan epikotil sedangkan yang tumbuh ke bawah dinamakan hipokotil. Perkecambahan dapat dibedakan menjadi perkecambahan di bawah tanah disebut hipogeal dan perkecambahan di atas tanah disebut epigeal.Menurut Faozi dan Bambang (2010), umur bibit merupakan salah satu faktor yang menentukan kualitas dan kemampuan pertumbuhan bibit setelah dipindahkan ke lapangan. Menurut Hermawati (2012), pada umumnya umur bibit semakin baik dipindahkan ke lapangan sebelum cadangan makanan pada benih habis. Umur tersebut tergantung pada varietas, karena setiap varietas mempunyai tanggapan yang berbeda terhadap perubahan lingkungan. Adakalanya suatu varietas dapat memberikan hasil yang tinggi di suatu tempat, tapi apabila ditanam di tempat atau lingkungan lain hasilnya sering tidak konsisten.Syarovy dkk., (2013) menjelakan tentang salah satu penyebab rendahnya produktivitas tanaman adalah rendahnya mutu benih. Benih yang bermutu rendah mempunyai viablitas vigor yang rendah. Rendahnya vigor pada benih dapat disebabkan oleh beberapa hal, seperti genetis, morfologis, sitologis, mekanis, mikrobia, dan fisiologis. Pada kondisi fisiologis, yang dapat menyebabkan rendahnya vigor benih adalah immaturity atau kekurang masakan benih saat panendan kemunduran benih selama penyimpanan. Pada hakiatnya vigor benih harus relevan dengan tingkat produksi, artinya dari benih yang bervigor tinggi akan dapat dicapai tingkat produksi yang tinggi. Vigor benih untuk tumbuh secara spontan merupakan landasan bagi kamampuan tanaman mengabsorbsi sarana produksi secara maksimal sebelum panen.Kendala besar dalam pertumbuhan yang menghasilkan produk tanaman disebabkan oleh cekaman abiotik seperti salinitas tinggi, kekeringan, banjir, dan suhu tinggi an rendah.Tinggi salinitas ini dapat menyebabkan stres hiper-ion dan hiper-osmotik untuk sel tanaman, alhasil pertumbuhan tanaman akan mengalami penurunan. Tanaman sendiri memiliki cara untuk mengatasi kendala ini yaitu dengan meningkatkan fotosintesis dan antioksidan (Sahoo, et al., 2014)Arief dkk., (2010) menjelaskan bahwa kecambah dengan kondisi vigor yang kurang baik menghasilkan pertumbuhan awal yang tidak optimal karena dipengaruhi oleh proses metabolisme tanaman akibat gangguan pada proses fotosintesis, tanaman tumbuh tidak sempurna yang terlihat dari penurunan kandungan klorofil daun. Penurunan hasil biji yang lebih besar terjadi pada benih dengan kadar air awal yang lebih tinggi dan periode simpan yang lebih lama. Hal ini dapat terjadi karena benih dengan penurunan mutu yang cukup besar penyimpanan, setelah digunakan kembali sebagai materi tanam berikutnya sudah menunjukkan penurunan vigor kecambah yang besar. Hal ini ditunjukkan oleh rendahnya persentase tanaman tumbuh, banyaknya jumlah kecambah yang abnormal, dan sistem perakaran dari kecmbah yang abnormal tidak sempurna sehingga penyerapan hara tanaman pada masa awal pertumbuhan vegetatif juga menjadi tidak sempurna.Lokasi tanam akan berpengaruh pada suhu udara, sinar matahari, kelembaban udara dan angin. Unsur-unsur ini sangat berpengaruh terhadap proses pertumbuhan tanaman. Semakin tinggi suatu tempat semakin rendah suhu udaranya, dan sebaliknya semakin rendah suatu tempat atau lokasi tanam maka suhu yang terdapat dilokasi tersebut semakin tinggi. Pada lokasi tanam di dataran tinggi tanaman yang memiliki habitat tumbuh di daerah dengan suhu yang panas akan mengalami gangguan fisiologis yaitu laju fotosintesis tidak berjalan dengan maksimal karena kurangnya intensitas cahaya matahari yang diterima tanaman sereh. Sedangkan di lokasi tanam dataran sedang tanaman dapat tumbuh dengan baik karena suhu lingkungan yang cukup panas sehingga laju fotosintesis tanaman dapat berjalan secara baik, sehingga tinggi tanaman lebih tinggi dari lokasi tanam dataran tinggi. Dibidang pertanian penguraian proses pertumbuhan dan perkembangan ini penting untuk diteliti, terutama dibidang bioteknologi. Pengatur pertumbuhan tanaman terdiri dari sejumlah besar senyawa struktural beragam mampu mengatur banyak proses biologis termasuk pembelahan sel, diferensiasi dan pembesaran, pengembangan kloroplas, dan penuaan( Phutdhawong, et al., 2014).Zinga (2013) menjelaskan bahwa pengaruh agroklimat zona diuji pada kelimpahan whitefly (asumsi Poisson distribusi), kehadiran hama arthropoda, kejadian penyakit dan distribusi tanaman tergantung pada skor keparahan (dengan asumsi distribusi binomial), menggunakan Model Generalized Linear dengan kemungkinan uji rasio (uji Chi-square). Semakin cepat inisiasi akar terjadi maka kemungkinan CMA untuk menginfeksi akar bibit lada juga akan semakin cepat. Selanjutnya persentase dan intensitas pada akar bibit ini akan terus meningkat dengan meningkatnya pertumbuhan bibit stek lada bersama waktu/umur bibit (Aguzen, 2009).

BAB 3. METODE PRAKTIKUM

3.1 Waktu dan TempatPraktikum Pembiakan Tanaman Struktur Pertumbuhan Bibit dan Uji Kedalaman Tanam dilaksanakan pada tanggal 24 Oktober 2014 bertempat di Fakultas Pertanian Universitas Jember pukul 13.00 WIB.3.2 Bahan dan Alat3.2.1 Bahan1. Benih monokotil padi2. Benih monokotil jagung3. Benih dikotil kedelai4. Benih dikotil kacang tanah5. Substrat tanah dan pasir

3.2.2 Alat 1. Bak pengecambah2. Penggaris3. Handsprayer

3.3 Cara Kerja1. Membuat media tanam berupa campuran tanah top soil dan pasir perbandingan 1:1 kemudian dibersihkan dan diayak halus.2. Memasukkan campuran media tanam ke dalam bak pengenyambah hingga - 2/3 tinggi bak (untuk kedalaman 2,5 7,5), menyiram sampai kelembaban secukupnya.3. Menanam 20-25 butir benih monokotil (jagung atau padi) sebanyak 20-25 benih dikotil (kedelai atau kacang tanah) dengan kedalaman 2,5; 5,0; dan 7,5 cm dalam tiga kali ulangan.4. Menutup benih yang telah ditanam dengan campuran tanah lembab yang sama setinggi kedalaman tanam.5. Setiap bak pengecamba ditanam satu macam jenis benih dengan kedalaman tertentu (sesuai perlakuan) sebanyak tiga jalur (3 ulangan). Jangan lupa untuk selalu menjaga kelembaban substrat setiap saat.

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 HasilTabel 4.1 Hasil Pengamatan Uji Kedalaman BenihJenis BenihKedalaman Tanam (cm)UlPerkecambahan (%) Hari Ke-6Tinggi Kecambah / Bibit (cm)

NormalAbnormalMati

Jagung2,517502513,84

29001013,05

38501511,02

5,018501529,18

28051530,34

35540522,94

7,51950529,5

28002032,73

37552032,63

Kedelai2,518015521,7

2905021,5

38515020,7

5,01955024,86

26530520,92

375151021,05

7,51950512,5

29001016,63

31000016,1

4.2 PembahasanBenih adalah biji yang digunakan untuk bahan tanam yang telah melalui proses seleksi sehingga diharapkan dapat mencapai proses tumbuh dengan baik. Suastika dkk., (1997) menjelaskan bahwa benih bermutu diperlukan karena beberapa alasan yaitu benih bermutu dapat menghasilkan bibit yang sehat dan akar yang banyak. Benih yang baik akan menghasilkan perkecambahan dan pertumbuhan yang seragam, selain itu benih yang bermutu ketika dipindah tanam akan tumbuh lebih cepat dan lebih kuat. Benih yang baik tentunya akan menghasilkan hasil yang tinggi. Pengujian benih perlu dilakukan agar dapat diketahui kondisi optimum yang dibutuhkan oleh tanaman yang biasa dilakukan dengan uji kedalaman tanam benih yang juga disebut dengan vigor. Vigor merupakan sejumlah sifat-sifat benih yang mengidikasikan pertumbuhan dan perkembangan kecambah yang cepat dan seragam pada cakupan kondisi lapang yang luas. Cakupan vigor benih meliputi aspek-aspek fisiologis selama proses perkecambahan dan perkembangan kecambah. Praktikum uji vigor yang dilakukan adalahdeep soil testyaitu dengan menanam benih pada kedalamaan berbeda. Apabila benih mampu tumbuh dan berkecambah dengan baik pada media dan kedalam tersebut, maka dapat dinyatakan bahwa kemampuan vigor benih tinggi. Vigor benih sendiri dapat diartikan sebagai kemampuan benih untuk tumbuh normal pada kondisi lingkungan sub optimal. Benih yang ditanam pada kedalaman yang berbeda akan tumbuh secara baik atau normal dan secara abnormal. Kecambah normal yaitu kecambah memiliki perkembangan sistem perakaran yang baik, terutama akar primer dan akar seminal paling sedikit dua, perkembangan hipokotil baik dan sempurna tanpa ada kerusakan pada jaringan, pertumbuhan plumula sempurna dengan daun hijau tumbuh baik, epikotil tumbuh sempurna dengan kuncup normal, memiliki satu kotiledon untuk kecambah dari monokotil dan dua bagi dikotil. Kecambah abnormal yaitu kecambah rusak tanpa kotiledon, embrio pecah, dan akar primer pendek, bentuk kecambah cacat, perkembangan bagian-bagian penting lemah dan kurang seimbang. Plumula terputar, hipokotil, epikotil, kotiledon membengkok, akar pendek, kecambah kerdil, kecambah tidak membentuk klorofil, kecambah lunak.Pada praktikum kali ini dilakukan pengujian daya kecambah yaitu dengan mengecambahkan benih pada kedalaman 2,5 cm, 5 cm, dan 7 cm. Kemudian menghitung presentase perkecambahannya baik benih yang tumbuh normal, abnormal, dan mati. Benih yang digunakan adalah benih jagung sebagai tanaman monokotil dan benih kedelai sebagai tanaman dikotil. Pengamatan dilakukan selama satu minggu kemudian diukur pula rata-rata panjang tanaman tia ulangan. Ulangan dilakukan sebanyak 3 kali pada setiap perlakuan kedalaman tanam dan pada setiap ulangan ditanami 20 benih tanaman.Tanaman jagung yang merupakan tanaman hipogeal pada kedalaman 2,5 cm memiliki presentase tanaman hidup normal cukup baik pada ulangan pertama yaitu 75% dan tanaman yang mati sebanyak 25% dengan panjang rata-rata tanaman 13,84 cm. Pada ulangan kedua dan ketiga presentase tanaman hidup normal sebesar 90% dan 85% dengan presentase tanaman mati sebesar 10% dan 15%, sedangkan tinggi kecambah sebesar 13,05 cm dan 11,02 cm. Pada kedalaman tanam 5 cm menunjukan data tumbuh normal yang rendah yaitu sebesar 55% dengan kecambah abnormal 40% dan mati 5% di ulangan ke tiga, dengan rata-rata tinggi kecambah sebesr 22,94 cm, sedangkan pada ulangan pertama dan kedua berhasil tumbuh dengan cukup baik yaitu sebesar 85% dan 80% dan kecambah mati 15%, untuk ulangan kedua kecambah abnormal sebanyak 5%. Tanaman jagung tumbuh dengan baik pada kedalaman tanam 7,5 cm dengan presentase perkecambahan ulangan 1, 2, dan 3 normal sebesar 95%, 80%, dan 75%, sedangkan tanaman mati sebesar 5%, 20%, 20% dan pada ulangan ketiga terdapat perkecambahan yang abnormal sebesar 5%.Tanaman kedelai merupakan tanaman epigeal yang mengangkat kotiledonnnya keatas permukaan tanah. Uji kedalaman tanam yang dilakukan pada tingkat kedalaman 2,5 cm menunjukkan presentase tumbuh normal dengan sangat baik yaitu untuk ulangan 1, 2, dan 3 sebesar 80%, 90%, dan 85% sedangkan tanaman tumbuh abnormal sebesar 15%, 5%, 15% dan kecambah mati sebesar 5% pada ulangan pertama. Kedalaman tanam 5 cm, perkecambahan kedelai pada ulangan pertama merupakan perkecambahan terbaik karena tanaman yang hidup normal sebesar 95% dan sisanya abnrmal dan rata-rata tinggi kecambah terbaik yaitu 24,89 cm, namun pada ulangan kedua hanya dapat tumbuh normal sebesar 65% dan kecambah abnormal 30% sisanya kecambah gagal. Tinggi kecambah pada ulangan 2 dan 3 sebesar 20,92 cm dan 21,05 cm. Pada kedalaman 7,5 cm benih kedelai tidak menunjukkan tinggi kecamabah optimal, rata-rata tinggi kecambah ulangan 1, 2, dan 3 sebesar 12,5 cm, 16,63 cm, dan 16,1 cm, namun kemampuan tumbuh normal sangat baik yaitu sebesar 95%, 90%, dan 100%.Tanaman jagung adalah tanaman hipogeal yang tidak menampakkan kotiledonnya ke atas permukaan tanah sehingga pada data tersebut diperoleh hasil tinggi tanaman terbaik pada kedalaman tanam 7,5 cm, hal ini dikarenakan tanaman hipokotil tidak perlu mendorong kotiledon hingga menembus tanah sebaliknya benih jagung akan mencari cahaya untuk pertumbuhannya sehingga pertumbuhannya lebih cepat dibandingkan dengan kedalaman 5 cm dan 2,5 cm. Pada kedalaman 2,5 cm merupakan kedalaman terendah dalam uji kedalaman tanam pada praktikum ini mengakibatkan banyak benih yang mati. Hal ini disebabkan benih ditanam kurang dalam sehingga sebagian benih mengikuti arus air dan nampak kepermukaan sebelum berkecambah mengakibatkan benih tidak dalam kondisi yang sesuai untuk berkecambah dan akhirnya benih tersebut mati. Tanaman kedelai menunjukkan kedalaman tanam terbaik pada 2,5 cm dan 5 cm. Hal ini dikarenakan tanaman kedelai merupakan tanaman epikotil yang mengangkat kotiledonnya ke atas permukaan sehingga perlu adanya energi lebih untuk mendorong kotiledon tersebut. Semakin dalam benih kedelai ditanam maka akan menghambat pertumbuhan kecambah. Hal ini ditunjukkan pada kedalaman tanam 7,5 cm yang memiliki tinggi kecambah dibawah 17 cm. Jadi, untuk menentukan kedalaman tanam yang sesuai petani harus menyesuaikan dengan kemampuan benih dalam berkecambah termasuk memperhatikan jenis benih epikotil atau hipokotil.Menurut Mudiana (2007), perkecambahan hipogeal adalah tipe perkecambahan yang kotiledonnnya tidak ikut terangkat keatas menembus permukaan tanah biasanya terjadi pada tanaman monokotil. Sedangkan perkecambahan epigeal adalah proses perkecambahan keping lembaganya terangkat ke atas permukaan tanah, bisanya terjadi pada tanaman yang memiliki biji dikotil. Tanaman kedelai adalah tanaman dikotil yang juga merupakan tanaman epigeal, namun tidak semua biji dikotil masuk ke dalam golongan epigeal. Pada dasarnya yang menentukan tanaman adalah epigeal ataupun hipogeal bukan jumlah kotiledon yang dimiliki melainkan kemampuan kecambah untuk mendorong kotiledonnya sehingga terangkat ke permukaan tanah.Perkecambahan benih memiliki tahapan-tahapan dalam terjadinya proses perkecambahan benih. Proses perkecambahan benih adalah suatu rangkaian kompleks dari perubahan morfologi, fisiologi, dan biokimia. Menurut Kamil (2000), proses perkecambahan benih dibagi menjadi dua yaitu proses perkecambahan fiiologis dan proses perkecambahan morfologis. Proses perkecambahan fisiologis dimulai dari penyerapan air, pencernaan, pengangkutan zat makanan, asimilasi, pernapasan, dan pertumbuhan.

Gambar 4.2.1 Proses pertumbuhan tanaman monokotil (jagung)

Gambar 4.2.2 Proses perkecambahan tanaman dikotil (kedelai)Penyerapan air oleh biji diikuti oleh melunaknya kulit biji dan pengembangan biji. Bahan penyusun kulit biji mempenyuai daya ikat air yang kuat. Pada jenis biji seperti kedelai, mikropil memegang peranan penting sebagai pintu tempat masuknya air kedalam biji. Embrio dan endosperma menyerap air menyebabkan pembengkakan pada biji dan mendorong tumbuhnya radikula. Oleh karena itu pada proses ini terjadi imbibisi dan osmosis yang tidak memerlukan tenaga.Pencernaan dalam perkecambahan biji terjadi kegiatan-kegiatan sel enzim-enzim serta naiknya tingkat respirasi benih. Setelah terjadinya penyerapan air, maka ezim diaktifkan masuk ke dalam endosperma dan mencerna zat makanan cadangan. Fungsi pokok dari enzim dalam biji adalah untuk merubah pati dan hemiselulosa menjadi gula, lemak menjadi gliserin dan asam lemak, dan protein menjadi asam-asam amino.Pengangkutan zat makanan dilakukan setelah tanaman mampu menghasilkan asam amino, asam lemak, dan gula. Zat tersebut diangkut dari daerah jaringan penyimpan makanan ke daerah yang membutuhkan yaitu embrio, plumula, dan radikula. Pada tanaman jagung setelah 12-18 jam perkecambahan pati dirubah menjadi monosakarida ke dalam endosplasma dan kamudian masuk ke skutelum yang selanjutnya diangkut ke titik tumbuh, radikula dan plumula.Asimilasi merupakan tahap akhir dalam menggunakan cadangan makan yang merupakan proses pembangunan kembali. Protein yang telah dirombak oleh enzim protease menjadi asam amino kemudian diangkut pada titik tumbuh dan menjadi protein baru. Protein baru ini digunakan untuk membentuk sel-sel baru terutama pembentukan protoplasma baru.Pernapasan pada perkecambahan biji memiliki fase perombakan sebagian cadangan makanan menjadi senyawa sederhana. Proses pernapasan sewaktu perkecambahan biji berlangsung paling aktif dibanding dengan semua pernapasan yang terjadi pada jaringan atau organ tumbuhan lainnya. Pernapasan paling tinggi terjadi pada saat radikula menembus kulit biji, karena pada saat tersebut dibutuhkan energi yang banyak. Pertumbuhan biji disebabkan leh penyerapan air dan kemudian diikuti dengan pecahnya kulit biji. Suplai air yang cukup dan suplai oksigen untuk pernapasan, maka embrio mampu tumbuh dengan baik. Pertumbuhan ini melauli proses pembelahan, pembsaran, dan pembagian sel-sel pada titik tumbuh.Faktor-faktor yang mempengaruhi perkecambahan benih dibagi mfnajdi faktor luar dan faktor dalam. Faktor dalam meliputi:1. Tingkat Kemasakan BenihBiji yang dipanen sebelum mencapai tingkat kemasakan fisiologis tidak mempunyai viabilitas tinggi. Pada beberapa jenis tanaman, benih yang demikian tidak akan dapat berkecambah. Hal ini diduga benih belum memiliki cadangan makanan yang cukup dan pembentukan embrio belum sempurna. Pada tingkat kemasakan yang bagaimanakah sebaiknya panen dilakukan agar diperoleh benih yang memiliki viabilitas maksimum, daya kecambah maksimum serta menghasilkan tanaman dewasa yang sehat, kuat, dan berproduksi tinggi. Sutopo (1977) menjelaskan bahwa pengaruh tingkat kemasakan benih tomat(Lycopersicon esculentumMill) varitas Money-maker terhadap berat benih, persentase perkecambahan di laboratorium dan produksi di pot.2. Ukuran benihKarbohidrat, protein, lemak, dan mineral ada dalam jaringan penyimpanan benih. Bahan-bahan tersebut diperlukan sebagai bahan baku dan energi bagi embrio saat perkecambahan. Makin besar/berat ukuran benih maka kandungan protein juga makin meningkat. Dinyatakan juga bahwa berat benih berpengaruh terhadap kecepatan pertumbuhan dan produksi, karena berat benih menentukan besarnya kecambah pada pada saat permulaan dan berat tanaman pada saat dipanen.3. DormansiBenih dorman adalah benih yang sebenarnya hidup tetapi tidak mau berkecambah meskipun diletakkan pada lingkungan yang memenuhi syarat untuk berkecambah. Penyebab dormansi antara lain adalah: impermeabilitas kulit biji terhadap air atau gas-gas (sangat umum pada famili leguminosae), embrio rudimenter, halangan perkembangan embrio oleh sebab-sebab mekanis, dan adanya bahan-bahan penghambat perkecambahan. Benih dorman dapat dirangsang untuk berkecambah dengan perlakuan seperti: pemberian suhu rendah pada keadaan lembab (stratifikasi), goncangan (impaction), atau direndam dalam larutan asam sulfat.4. Penghambat perkecambahanBanyak zat-zat yang diketahui dapat menghambat perkecambahan benih. Contoh zat-zat tersebut adalah: herbisida, auksin, bahan-bahan yang terkandung dalam buah, larutan mannitol dan NaCl yang mempunyai tingkat osmotik tinggi, serta bahan yang menghambat respirasi (sianida dan fluorida). Semua persenyawaan tersebut menghambat perkecambahan tetapi tak dapat dipandang sebagai penyebab dormansi. Istilah induksi dormansi digunakan bila benih dapat dibuat berkecambah lagi oleh beberapa cara yang telah disebutkan.Sedangkan faktor luar yang mempengaruhi perkecambahan adalah:1. AirFaktor yang mempengaruhi penyerapan air oleh benih ada 2, yaitu: sifat kulit pelindung benih dan jumlah air yang tersedia pada medium sekitarnya. Jumlah air yang diperlukan untuk berkecambah bervariasi tergantung kepada jenis benih, umumnya tidak melampaui dua atau tiga kali dari berat keringnya.2. TemperaturTemperatur optimum adalah temperatur yang paling menguntungkan bagi berlangsungnya perkecambahan benih. Temperatur minimum/maksimum adalah temperatur terendah/tertinggi saat perkecambahan akan terjadi. Di bawah temperatur minimum atau di atas temperatur maksimum akan terjadi kerusakan benih dan terbentuknya kecambah abnormal.3. OksigenProses respirasi akan berlangsung selama benih masih hidup. Pada saat perkecambahan berlangsung, proses respirasi akan meningkat disertai dengan meningkatnya pengambilan oksigen dan pelepasan karbon dioksida, air dan energi. Proses perkecambahan dapat terhambat bila penggunaan oksigen terbatas. Namum demikian beberapa jenis tanaman seperti padi (Oryza sativaL.) mempunyai kemampuan berkecambah pada keadaan kurang oksigen.4. CahayaKebutuhan benih terhadap cahaya untuk berkecambah berbeda-beda tergantung pada jenis tanaman. Benih yang dikecambahkan pada keadaan kurang cahaya atau gelap dapat menghasilkan kecambah yang mengalami etiolasi, yaitu terjadinya pemanjangan yang tidak normal pada hipokotil atau epikotil, kecambah pucat dan lemah.Menurut Kasim (2000), kekuatan umbuh benih dipengaruhi oleh banyak faktor, tidak hanya dipengaruhi oleh struktur benih itu sendiri. Faktor yang mempengaruhi adalah faktor genetik dan lingkungan pada saat proses pembentukan biji dan penyimpanan hingga konsisi saat kecambah.Benih yang ditanam pada kondisi optimal dapat dan akan membentuk suatu bibit tanaman. Bibit yang baik dan seragam sangat tergantung pada kecepatan berkecambah dan persentase berkecambah benih yang digunakan serta dipengaruhi pula oleh kondisi fisiologis benih, umur benih dalam penyimpanan, dan kesehatan pathogenisnya

BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan1. Penenentuan kedalaman tanam yang sesuai, petani harus menyesuaikan dengan kemampuan benih dalam berkecambah termasuk memperhatikan jenis benih epikotil atau hipokotil.2. Pada dasarnya yang menentukan tanaman adalah epigeal ataupun hipogeal bukan jumlah kotiledon yang dimiliki melainkan kemampuan kecambah untuk mendorong kotiledonnya sehingga terangkat ke permukaan tanah.3. Proses perkecambahan fisiologis pada benih dimulai dari penyerapan air, pencernaan, pengangkutan zat makanan, asimilasi, pernapasan, dan pertumbuhan. 4. Faktor yang mempengaruhi perkecambahan benih dibagi menjadi faktor luar dan faktor dalam. Faktor luar yaitu air, temperatur, oksigen, dan cahaya. Faktor dalam antara lain tingkat kemasakan benih, ukuran benih, dormansi, dan pnghambat perkeacambahan.5. Kekuatan umbuh benih dipengaruhi oleh banyak faktor, tidak hanya dipengaruhi oleh struktur benih itu sendiri yaitu faktor yang mempengaruhi adalah faktor genetik dan lingkungan.

5.2 SaranPraktikum telah berjlan cukup baik materi yang diberikan juga dapat diterima oleh praktikan dengan baik. Sebaiknya praktikan dan asisten lebih memperbaiki waktu yang telah ditentukan agar kegiatan praktikum selesai tepat waktu.

DAFTAR PUSTAKA

Aguzaen, H. 2009. Respon Pertumbuhan Bibit Stek Lada (Piper Nisrum L.) Terhadap Pemberian Air Kelapa dan Berbagai Jenis CMA. AgronobiS, 1(1): 36-47.

Arief, R., Mursalim, B. Zakaria, dan S. Saenong. 2010. Analisis Hubungan Mutu Benih Jagung dengan Produktivitas.Penelitian Pertanian Tanaman Pangan, 29(2): 105-116.

Faozi, K., dan B.R. Wijonarko. 2010. Tanggap Tanaman Padi Sawah dari Berbagai Umur Bibit terhadap Pemupukan Nitrogen. Agronomika, 10(1): 32-42.

Hermawati, T. 2012. Respon Enam Varietas Padi Sawah (Oryza sativa, L.) pada Perbedaan Umur Bibit di Lahan Rawa. Agroekoteknologi, 1(4): 57-64.

Kusumayadi, I. W. H., I. M. Sukewijaya, I. K. Sumiartha, N. S. Antar. Pengaruh Ketinggian Tempat, Mulsa dan Jumlah Bibit Terhadap Pertumbuhan dan Rendemen Minyak ereh Dapur (Cymbopogon citratus). Agroteknologi Tropika, 2(1): 49-55.

Mangoendidjojo, W. 2008. Dasar-Dasar Pemuliaan Tanaman. Yogyakarta: Kanisius.

Phutdhawong, W., C. Winyakul, dan W. S. Phutdhawong. 2014. Synthesis of 3-Indolylacetamide Derivatives and Evaluation of Their Plant Growth Regulator Activity. Science and Technology, 8(2): 181-189.

Sahoo, R. K., M. W. Ansari, R. Tuteja, and N. Tuteja. 2014. OsSUV3 Transgenic Rice Maintains Higher Endogenous Levels of Plant Hormones That Mitigates Adverse Effects of Salinity And Sustains Crop Productivity. Rice, 7(17): 1-3.

Suastika, I.W., T. Basaruddin, dan T. Tumarlan. 1997. Budidaya Padi Sawah di Lahan Pasang Surut. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.

Syarovy, M., Haryati, F. E. T. Sitepu. 2013. Pengaruh Beberapa Tingkat Kemasakan Terhadap Viabilitas benih Tanaman Rosella (Hibiscus sabdariffa L.). Agroteknologi, 1(3): 554-559.

Zinga, I., F. Chiroleu, J. Legg, P. Lefeuvre, E. K. Komba, S. Semballa, S. P. Yandia, N. B. Mandakombo, B. reynaud, dan J. M. Lett. 2013. Epidemiological Assessment of Cassava Mosaic Disease in Central African Republic Reveals the Importance of Mixed Viral Infection and Poor Health of Plant Cuttings. Crop Protection, 44:6-12.