PENGARUH TINGKAT KEDALAMAN TANAM DAN WAKTU TANAM … · 2020. 3. 19. · Anugerah Kehidupan . viii...
Transcript of PENGARUH TINGKAT KEDALAMAN TANAM DAN WAKTU TANAM … · 2020. 3. 19. · Anugerah Kehidupan . viii...
-
PENGARUH TINGKAT KEDALAMAN TANAM DAN WAKTU
TANAM TERHADAP KUALITAS PANGI (Pangium edule)
DENGAN UJI ORGANOLEPTIK (TEKNIK SKORING)
PADA AREAL KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN
(KPH) WALANAE KAB. SOPPENG
SKRIPSI
Oleh :
NUR ABDI AMINULLAH
105950064015
PROGRAM STUDI KEHUTANAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2019
-
PENGARUH TINGKAT KEDALAMAN TANAM DAN WAKTU TANAM
TERHADAP KUALITAS PANGI (Pangium edule) DENGAN UJI
ORGANOLEPTIK (TEKNIK SKORING) PADA AREAL KESATUAN
PENGELOLAAN HUTAN (KPH) WALANAE KAB. SOPPENG
SKRIPSI
Untuk Memenuhi Persyaratan
Memperoleh Gelar Sarjana S-1 Pada Program Studi Kehutanan
NUR ABDI AMINULLAH
105950064015
PROGRAM STUDI KEHUTANAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2019
-
v
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI
Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi Pengaruh Tingkat Kedalaman
Tanam Dan Waktu Tanam Terhadap Kualitas Pangi (Pangium Edule) Dengan Uji
Organoleptik (Teknik Skoring) Pada Areal Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH)
Walanae Kab. Soppeng Provinsi Sulawesi Selatan adalah karya saya dengan
arahan komisi pembimbing Dr. Hikmah, S.Hut., M.Si., IPM dan Ir. Muhammad
Tahnur, S.Hut., M.Hut., IPM. Belum diajukan dalam bentuk apapun kepada
perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir Skripsi ini.
-
vi
HAK CIPTA
@ Hak Cipta milik Unismuh Makassar, Tahun 2019
Hak Cipta Dilindungi Oleh Undang-undang.
1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tampa
mencantumkan atau menyebutkan sumber
2. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan
karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu
masalah.
3. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar Universitas
Muhammadiyah Makassar.
4. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya
tulis dalam bentuk laporan apapun tanpa izin Universitas Muhammadiyah
Makassar.
-
vii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nur Abdi Aminullah adalah nama penulis skripsi ini.
Penulis lahir dari orang tua Ayahanda bernama Drs. H. Abd.
Rahim,M.M dan Ibunda bernama Hj. Nursyabanniah. Penulis
dilahirkan pada tanggal 18 Januari 1996 di Lingkungan
Pakkola Kelurahan Banggae Kecamatan Banggae Kabupaten
Majene Provinsi Sulawesi Barat.
Merupakan anak ketiga dari sembilan bersaudara. Penulis memulai Pendidikan
Di Tk. Pembina Kp. Baru 2001, Tingkat Dasar pada tahun 2002 di Sekolah Dasar
Negeri (SDN) 2 Kampung Baru dan tamat pada tahun 2008. Pada tahun yang
sama Penulis melanjutkan Pendidikan Tingkat Menengah Pertama pada Tahun
2008 di Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) 3 Majene dan tamat pada
Tahun 2011. Selanjutnya Penulis melanjutkan Pendidikkan Tingkat Menengah
Atas pada Tahun 2011 di Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) 2 Majene dan
Tamat pada tahun 2014. Setelah tamat SMA Pernah mengikuti tes pendafataran
polisi dan sekolah pelayaran namun tidak diterima, lalu menjadi seorang security
cctv selama sebulan. Tahun 2015 Penulis terdaftar sebagai mahasiswa pada
Program Studi Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah
Makassar dan Lulus pada Tahun 2019.
Motto : Berbagi Kebaikan, Tekun, Dan Jujur. Lalu Bersyukur Kepada-Nya Atas
Anugerah Kehidupan .
-
viii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas berkat rahmat, karunia, dan
hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi yang berjudul
“Pengaruh Tingkat Kedalaman Tanam Dan Waktu Tanam Terhadap Kualitas
Pangi (Pangium Edule) Dengan Uji Organoleptik (Teknik Skoring) Pada Areal
Kesatuan Pengelolaan Hutan (Kph) Walanae Kab. Soppeng” Sebagai salah satu
syarat mendapat Gelar Sarjana Kehutanan. Salam dan salawat semoga senantiasa
dilimpahkan oleh Allah SWT kapada junjungan Nabi Muhammad SAW sebagai
suri tauladan kepada kita semua.
Ucapan terima kasih penulis kepada kedua Orang Tua yang telah
membesarkan, mendidik penulis, juga tak hentinya membiayai sekolah juga
mendo’akan penulis, serta ucapan terima kasih kepada keluarga besar yang telah
mendukung baik dari segi materi maupun non materi, terkhusus juga kepada Rika
Suhardi yang telah memaksimalkan waktunya untuk memudahkan pelaksanaan
penelitian.
Penulis mengucapkan banyak terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Dr. H. Burhanuddin,S.Pi.,MP. Selaku Dekan Fakultas Pertanian
Universitas Muhammadiyah Makassar.
2. Ibunda Dr. Husnah Latifah,S.Hut.,M.Si. Selaku Wakil Dekan I Fakultas
Pertanian Universitas Muhammadiyah Makassar.
3. Dr. Hikmah,S.Hut.,M.Si.,IPM Selaku Ketua Program Studi Kehutanan
Universitas Muhammadiyah Makassar Sekaligus Dosen Pembimbing I.
-
ix
4. Ir. Muhammad Tahnur S.Hut., M.P., IPM. Selaku pembimbing II yang
telah memberikan bimbingan sistem penyusunan laporan, pengetahuan dan
motivasi.
5. Ibu Muthmainnah, S.Hut., M.Hut selaku penguji I dan Ir. Muhammad
Daud, S.Hut., M.Si., IPM selaku penguji II yang tak hentinya memberi
arahan dan masukan dalam menyelesaikan skripsi ini.
6. .Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Kehutanan yang telah memberikan
ilmu selama di bangku perkuliahan, serta staf tata usaha Fakultas Pertanian
Universitas Muhammadiyah Makassar.
7. Pihak Instansi-instansi dan Masyarakat Dusun Teppoe Desa Mattabulu
Kabupaten Soppeng yang telah memberikan fasilitas selama pelaksanaan
penelitian.
8. Kepada senior-senior juga teman-teman yang tidak disebutkan namanya
satu-persatu yang telah memberikan ilmu, saran dan motivasi. Terima
Kasih juga terkhusus kepada Rika Suhardi yang membantu sehingga
memudahkan selesainya skripsi ini.
Skripsi ini semoga bermanfaat untuk semua orang khususnya masyarakat
kehutanan dan tak dapat dihindari juga atas kekurangan-kekurangan yang terdapat
dalam skripsi ini. Untuk itu penulis berharap atas masukan dan saran yang
sifatnya membangun agar jauh lebih baik.
Makassar, 19 November 2019
Penulis
-
x
ABSTRAK
Nur Abdi Aminullah (105950064015). Pengaruh Tingkat Kedalaman Tanam
Dan Waktu Tanam Terhadap Kualitas Pangi (Pangium Edule) Dengan Uji
Organoleptik (Teknik Skoring) Pada Areal Kesatuan Pengelolaan Hutan
(KPH) Walanae Kab. Soppeng Provinsi Sulawesi.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kualitas terbaik Pangi (Pangium
edule) terdapat pada kedalaman berapa dan berapa lama waktu tanam pada
Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPH) Walanae Kabupaten Soppeng. Data
yang digunakan meliputi data primer yang bersumber dari hasil pengukuran
panjang, lebar, ketebalan, dan lebar. Data sekunder bersumber dari instansi-
instansi yang terkait serta berupa dokumen-dokumen dan literature. Data
dikumpulkan melalui teknik observasi, pengukuran dan studi pustaka. Analisis
data dilakukan secara kuantitatif dan kualitatif untuk mengetahui kualitas Pangi
(Pangium edule) yang kemudian diolah dengan Analisis RAL Faktorial. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa kualitas terbaik Pangi (Pangium edule) terdapat
pada minggu ke enam kedalaman 30 cm, meskipun tidak adanya interaksi nyata
perubahan ukuran terhadap Lama Waktu Tanam Dan Tingkat Kedalaman Tanam
pada Areal Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Walanae Kabupaten Soppeng
Provinsi Sulawesi Selatan.
Kata Kunci : KPH Walanae, Organoleptik, Kedalaman Tanam, Waktu Tanam.
-
xi
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN SAMPUL ................................................................................. i
HALAMAN JUDUL .................................................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN ...................................................................... iii
HALAMAN KOMISI PENGUJI ................................................................ iv
KEASLIAN SKRIPSI .................................................................................. v
HAK CIPTA ................................................................................................. vi
DAFTAR RIWAYAT HIDUP .................................................................... vii
KATA PENGANTAR ................................................................................. viii
ABSTRAK .................................................................................................... x
DAFTAR ISI ................................................................................................ vii
DAFTAR TABEL ....................................................................................... xiv
DAFTAR GAMBAR ................................................................................... xvi
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................ xvii
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang .............................................................................. 1
1.2. Rumusan Masalah .......................................................................... 4
1.3. Tujuan Penelitian .......................................................................... 4
1.4. Manfaat Penelitian ......................................................................... 4
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian Hutan ........................................................................... 5
2.2. Pengertian Hutan Lindung Dan Fungsinya.................................... 5
-
xii
2.3. Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) ................................................ 7
2.4. Pangi (Pangium edule) .................................................................. 9
2.5. Uji Coba Organoleptik ................................................................... 12
2.6. Kerangka Fikir ............................................................................... 15
III. METODE PENELITIAN
3.1. Waktu Dan Tempat ....................................................................... 17
3.2. Objek dan Alat Penelitian .............................................................. 17
3.3. Prosedur Penelitian ....................................................................... 18
3.4. Metode Penarikan Sampel ............................................................. 19
3.5. Jenis Data ....................................................................................... 19
3.6. Analisis Data ........................................................................................... 20
3.7 Organoleptik (Spesifikasi Kenampakan, Bau, Rasa, Dan Tekstur)......... 23
IV. KEADAAN UMUM LOKASI
4.1. Keadaan Fisik ............................................................................... 27
4.2. Potensi Flora Dan Fauna .............................................................. 37
4.3. Keadaan Sosial Ekonomi .............................................................. 38
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Hasil ............................................................................................... 42
5.1.1 Panjang ................................................................................ 42
5.1.2 Lebar .................................................................................... 44
5.1.3 Ketebalan ............................................................................. 47
5.1.4 Berat .................................................................................... 49
5.2. Uji Organoleptik ............................................................................ 52
-
xiii
VI. PENUTUP
6.1. Kesimpulan .................................................................................... 58
6.2. Saran .............................................................................................. 58
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
-
xiv
DAFTAR TABEL
Nomor Teks Halaman
1. Tingkat Kedalaman Tanam Dan Waktu Tanam....................................... 21
2. Analisis Sidik Ragam ............................................................................... 22
3. Spesifikasi Skoring Untuk Kenampakan ................................................. 23
4. Spesifikasi Skoring Untuk Bau ................................................................ 24
5. Spesifikasi Skoring Untuk Rasa ............................................................... 25
6. Spesifikasi Skoring Untuk Tekstur .......................................................... 26
7. Luas Hutan Berdasarkan Fungsi Kawasan ............................................... 28
8. Batas Wilayah Kelola KPHL Unit XII Walanae...................................... 28
9. Distribusi KPHL Kecamatan di Kab. Soppeng ........................................ 29
10. Jumlah Curah Hujan Dan Hari Hujan KPH Walanae .............................. 30
11. Tipe Iklim Menurut Schmidt-Ferguson ................................................... 31
12. Luas Lahan Kritis Berdasarkan Fungsi Kawasan .................................... 33
13. Sebaran Desa Kelurahan/Kecamatan ....................................................... 34
14. Sumber Air Permukaan Kab. Soppeng .................................................... 36
15. Data Potensi Fauna ................................................................................... 37
16. Jumlah Penduduk Menurut Agama Kab. Soppeng .................................. 41
17. Analisis Ragam Perubahan Panjang ........................................................ 43
18. Analisis Ragam Perubahan Lebar ............................................................ 46
19. Analisis Ragam Perubahan Ketebalan ..................................................... 48
20. Analisis Ragam Perubahan Berat ............................................................. 51
21. Spesifikasi Skoring Untuk Kenampakan ................................................. 53
-
xv
22. Spesifikasi Skoring Untuk Bau ................................................................ 54
23. Spesifikasi Skoring Untuk Rasa ............................................................... 55
24. Spesifikasi Skoring Untuk Tekstur .......................................................... 56
25. Rata-Rata Skoring Kelima Responden .................................................... 57
-
xvi
DAFTAR GAMBAR
Nomor Teks Halaman
1. Kerangka Fikir ........................................................................................ 16
2. Pengukuran Pangi ................................................................................... 18
3. Jumlah Sarana Pendidikan Kabupaten Soppeng .................................... 40
4. Rata-Rata Panjang Terhadap Lama Waktu Tanam ................................. 42
5. Rata-Rata Panjang Terhadap Tingkat Kedalaman Tanam ...................... 43
6. Rata-Rata Lebar Terhadap Lama Waktu Tanam .................................... 44
7. Rata-Rata Lebar Terhadap Tingkat Kedalaman Tanam ......................... 45
8. Rata-Rata Ketebalan Terhadap Lama Waktu Tanam ............................. 47
9. Rata-Rata Ketebalan Terhadap Tingkat Kedalaman Tanam................... 48
10. Rata-Rata Berat Terhadap Lama Waktu Tanam ..................................... 49
11. Rata-Rata Berat Terhadap Tingkat Kedalaman Tanam .......................... 50
-
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Teks Halaman
1. Lampiran 1 Nilai Faktor A, B, Dan Perubahan Rata-Rata ......................... 61
2. Lampiran 2 Nama-Nama Responden ......................................................... 67
3. Lampiran 3 SNI 01- 2346 - 2006 ............................................................... 70
4. Lampiran 4 Dokumentasi ........................................................................... 75
5. Lampiran 5 Tabel F 5% Dan 1%................................................................ 86
5. Lampiran 5 Surat Penelitian ....................................................................... 99
-
I. PENDAHULUAN
1.1 . Latar Belakang
Hutan merupakan kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi
sumberdaya alam hayati yang didominasi oleh pepohonan dalam persekutuan
alam lingkungannya, yang satu dengan yang lainnya tidak dapat di pisahkan
(UU No.41 1999). Hutan memiliki hasil kayu, hasil hutan bukan kayu serta
jasa lingkungan. Kehutanan merupakan bentuk organisasi baik secara
pendidikan maupun non pendidikan yang mengetahui segala hal yang
berhubungan tentang hutan, mulai dari bentuk administrasi, kehidupan dan
kegiatan dalam hutan, serta cara pemanfaatan yang sangat mendukung dalam
memajukan perekonomian dengan meminimalisir kerusakan lingkungan.
Surat Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor :
SK. 665/MENLHK/SETJEN/PLA.0/11/2017 tentang Penetapan Wilayah
Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung dan Kesatuan Pengelolaan Hutan
Produksi Provinsi Sulawesi Selatan, luas kawasan hutan KPHL Unit XII
menjadi seluas ±64.592 Ha atau terjadi penambahan seluas ±91,38 Ha setelah
dikurangi dengan luasan kawasan konservasi/kawasan pelestarian alam seluas
±1.572,3 Ha. Sesuai ketentuan yang berlaku, KPHL Unit XII Walanae
mengacu kepada Keputusan Menteri yang terbaru (SK 665/2017) dimana
pembagian fungsi kawasan terdiri dari Hutan Lindung (HL), Hutan Produksi
Tetap (HP) dan Hutan Produksi Terbatas (HPT).Wilayah kelola UPT KPHL
Unit XII Walanae berada mencakup 7 (tujuh) kecamatan di wilayah
-
2
administrasi Kabupaten Soppeng dan 6 (enam) kecamatan di wilayah
administrasi Kabupaten Wajo.
Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) merupakan bagian dari
ekosistem hutan yang memiliki peranan yang beragam, baik terhadap
lingkungan alam maupun terhadap kehidupan manusia (Suhesti dan
Hadinoto, 2015). Hasil hutan bukan kayu didefiniskan sebagai segala
sesuatu yang bersifat material (bukan kayu) yang dapat dimanfaatkan dari
keberadaan hutan, seperti rotan, bambu, damar, getah-getahan, kulit kayu,
arang bambu, kayu bakar dan sebagainya. Produk hasil hutan bukan kayu
terdiri atas bagian-bagian dari tanaman yang memiliki nilai atau potensi
yang tinggi, baik secara ekonomi, ekologi maupun sosial sehingga bunga,
biji, daun, buah serta akar dapat dimanfaatkan (Wahyudi, 2013; Affandi
dkk, 2017).
Pangi (Pangium edule) merupakan salah satu hasil hutan bukan
kayu yang berpotensi untuk dikembangkan. Pangi merupakan jenis
komoditas kelompok nabati, yang semua bagian pada tanaman pangi
dapat dimanfaatkan. Buah atau biji tanaman pangi memiliki nilai ekonomi
karena dapat dijadikan sayur ataupun kue tradisional, kluwak, selain itu
batang sebagai bahan kontruksi sedangkan biji dan daunnya dapat
dimanfaatkan.
Untuk melakukan pemanfaatan terhadap buah pangi juga sangatlah
tidak mudah dalam proses pengelolaannya terlebih pada saat dijadikan
bahan untuk makanan. Salah satu olahan untuk buah pangi haruslah
-
3
dilakukan proses panjang dimana biji pangi tersebut akan ditimbun
kedalam tanah yang lamanya bahkan sampai enam puluh hari. Penelitian
kali ini akan diuji kualitas melalui tingkat kedalaman tanam dan lama
waktu tanam. Pengukuran kualitas kemudian akan diuji dengan
Organoleptik Teknik Skoring.
Kedalaman tanam merupakan salah satu komponen atau perlakuan
utama terhadap suatu vegetasi dimana akan berpengaruh besar terhadap
pertumbuhan tanaman. Namun pada proses penguburan biji pangi tidaklah
bertujuan untuk proses pertumbuhan atau perkecambahan melainkan untuk
menentukan kualitas produk pangi itu sendiri.
Waktu atau masa menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1997)
adalah seluruh rangkaian saat ketika proses, perbuatan, atau keadaan berada
atau berlangsung. Dalam hal ini, skala waktu merupakan interval antara dua
buah keadaan/kejadian, atau bisa merupakan lama berlangsungnya suatu
kejadian. Proses waktu yang digunakan kali ini merupakan perbandingan
lama waktu tanam untuk mendapatkan kualitas kluwak/pangi.
Pengujian organoleptik teknik skoring merupakan pengujian yang
didasarkan pada proses pengindraan. Pengindraan diartikan sebagai suatu
proses fisio-psikologis, yaitu kesadaran atau pengenalan alat indra akan sifat-
sifat benda karena adanya rangsangan yang diterima berasal dari benda
tersebut. Organoleptik teknik skoring ini digunakan untuk menentukan
kualitas, tentunya akan dinilai (diberi skor) oleh beberapa orang.
-
4
1.2 Rumusan Masalah
Pengelolaan buah pangi atau kepayang sangatlah tidak mudah terlebih
pada saat dikelola menjadi makanan.Adapun diketahui prosesnya dimulai dari
perendaman, direbus, ataupun ditanam.
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas maka dapat dirumuskan masalah
sebagai berikut :
1. Berapakah kedalaman pada saat ditanam agar mendapatkan
pangi/kluwak dengan kualitas terbaik?
2. Berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk mendapatkan pangi/kluwak
dengan kualitas terbaik ?
3. Kualitas manakah yang terbaik setelah diuji coba dengan organoleptik
teknik skoring ?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan
membandingkan kualitas kluwak pada kedalaman yang berbeda dan lama
waktu tanam dengan uji coba organoleptik teknik skoring.
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini agar menjadi referensi baru dalam
mendapatkan hasil kluwak yang jauh lebih maksimal dalam segi kualitas baik
untuk pihak Kesatuan Pengelolaan Hutan Walanae maupun kepada
masyarakat terlebih masyarakat sekitar tempat penelitian ini dilakukan.
-
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian Hutan
Hutan menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 41 Tahun
1999 tentang Kehutanan yaitu suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan
lahan berisi sumberdaya alam hayati yang di dominasi pepohonan dalam
persekutuan alam, lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat di
pisahkan. Hutan adalah bentuk kehidupan yang tersebar diseluruh dunia, kita
dapat menemukan hutan baik di daerah tropis maupun di daerah beriklim
dingin, di dataran rendah maupun pegunungan, di pulau kecil maupun di
benua besar. Hutan merupakan suatu kumplan tumbuhan dan juga tanaman,
terutama pepohonan atau tumbuhan berkayu lainnya, yang menempati daerah
yang cukup luas.(Dasmin Sidu,2007)
Hutan sebagai suatu ekosistem tidak hanya menyimpan sumberdaya
alam berupa kayu, tetapi masih banyak potensi non kayu yang dapat diambil
manfaatnya oleh masyarakat.Menurut Undang-Undang No. 41 tahun 1999,
hasil hutan adalah benda-benda hayati, non hayati dan turunannya, serta jasa
yang berasal dari hutan. (Rahayu, 2005)
2.2 Pengertian Hutan Lindung dan Fungsinya
Hutan lindung Indonesia mempunyai fungsi penting dalam menjaga
ekosistem dan biodiversiti dunia. Sebagai negara dengan luas hutan terbesar
ketiga setelah Brasil dan Zaire, fungsi hutan Indonesia dalam melindungi
ekosistem lokal, nasional, regional dan global sudah diakui secara luas. Dari
-
6
fungsi biodiversiti, Indonesia dikenal sebagai pemilik 17% spesies dunia,
walaupun luas wilayahnya hanya 1.3% dari luas wilayah dunia.
Diperkirakan Indonesia memiliki 11% species tumbuhan berbunga
yang sudah diketahui,12% binatang menyusui, 15% amfibi dan reptilia, 17%
jenis burung dan sekitar 37% jenis-jenis ikan yang ada di dunia (Krisfianti
Ginoga 2005). Kemewahan tersebut suatu ketika akan punah dan hilang, jika
pengelolaan hutan lindung tidak dilakukan secara bijaksana dan
berkelanjutan, dan didukung oleh kebijakan dan peraturan perundangan yang
jelas.
Berdasarkan peraturan perundangan yang ada, diantaranya Undang-
Undang No. 41/1999 pasal 1, hutan lindung didefinisikan sebagai kawasan
hutan yang mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan sistem penyangga
kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi,
mencegah intrusi air laut dan memelihara kesuburan tanah.
PP 44/2004 tentang Perencanaan Kehutanan dan Keppres No.
32/1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung, menyebutkan enam kriteria
hutan lindung yaitu kawasan hutan yang mempunyai lereng lapangan 40
persen atau lebih, mempunyai ketinggian di atas permukaan laut 2000 meter
atau lebih, kawasan dengan faktor kelas lereng, jenis tanah dan intensitas
hujan setelah masing-masing dikalikan dengan angka penimbang mempunyai
jumlah nilai skor 175 atau lebih, kawasan hutan yang mempunyai tanah
sangat peka terhadap erosi dengan lereng lapangan lebih dari 15 persen,
kawasan yang merupakan daerah resapan air, dan kawasan hutan yang
-
7
merupakan daerah perlindungan pantai. Dari kriteria tersebut dapat
dimengerti mengapa hutan ini diperuntukan terutama untuk fungsi
perlindungan ekosistem, bukan untuk produksi kayu atau perolehan
pendapatan dalam jumlah besar dalam waktu yang singkat.(Schlager. E dan
Ostrom E. 1992).
UU No. 41/1999 dan PP No. 34/2002 menyebutkan pula bahwa
bentuk pemanfaatan hutan lindung terbatas pada pemanfaatan kawasan,
pemanfaatan jasa lingkungan, dan pemungutan hasil hutan bukan kayu
(HHBK). Pemanfaatan kawasan pada hutan lindung dapat berupa budidaya
tanaman obat, perlebahan, penangkaran. Sedangkan pemanfaatan jasa
lingkungan adalah bentuk usaha yang memanfaatkan potensi hutan lindung
dengan tidak merusak lingkungan seperti ekowisata, wisata olah raga
tantangan, pemanfaatan air, dan perdagangan karbon. Bentuk-bentuk
pemanfaatan ini ditujukan untuk meningkatkan pendapatan daerah,
peningkatan kesejahteraan dan kesadaran masyarakat sekitar hutan akan
fungsi dan kelestarian hutan lindung. ( Basita G,2007)
2.3 Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK)
Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) adalah hasil hutan hayati baik
nabati maupun hewani dan turunannya yang berasal dari hutan kecuali kayu
(Permenhut No. 35 Tahun 2007). HHBK yang sudah biasa dikomersilkan
diantaranya cendana, gaharu, sagu, rotan, aren, sukun, bambu, sutera alam,
madu, jernang, kemenyan, kayu putih, kayu manis, kilemo, pinang, aneka
tanaman hias, dan tanaman obat, serta minyak atsiri. Hasil hutan tersebut
-
8
dapat dikatakan sebagai HHBK unggulan.HHBK unggulan adalah jenis hasil
hutan bukan kayu yang memiliki potensi ekonomi yang dapat dikembangkan
budidaya maupun pemanfaatannya di wilayah tertentu sesuai kondisi biofisik
setempat guna meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat.
Berbagai manfaat dapat diperoleh dari HHBK ini antara lain; sandang, papan,
pewangi, pewarna, pemanis, penyamak, pengawet, bumbu dapur, perekat,
kerajinan, bahan obat-obatan, kosmetik dan bahan aneka industri lainnya.
Sesuai dengan Peraturan Menteri Kehutanan No 35 tahun 2007, jenis
komoditi HHBK digolongkan ke dalam 2 (dua) kelompok besar yaitu
kelompok hasil hutan dan tanaman dan kelompok hasil hewan. Kelompok
Hasil Hutan dan Tanaman terdiri dari (a) Kelompok Resin, (b) Kelompok
minyak atsiri, (c) Kelompok minyak lemak, (d) Kelompok karbohidrat, (e)
Kelompok buah-buahan, (f) Kelompok tannin, (g) Bahan pewarna, (h)
Kelompok getah, (i) Kelompok tumbuhan obat, (j) Kelompok tanaman hias,
(k) Kelompok palma dan bambu, dan (l) Kelompok alkaloid. Sedangkan
untuk Kelompok Hasil Hewan terdiri dari Kelompok Hewan buru, Kelompok
Hasil Penangkaran (arwana irian, buaya, kupu-kupu, rusa), dan Kelompok
Hasil Hewan (burung walet, kutu lak, lebah, ulat sutera) Berbagai jenis
tanaman penghasil HHBK merupakan tanaman serbaguna yang dapat
memberikan manfaat sosial ekonomi bagi masyarakat setempat dan manfaat
lingkungan untuk menjaga keseimbangan ekosistem. (Liswanti. 2012)
Sedangkan pemanfaatan jenis HHBK hewani selama ini masih
terbatas pada beberapa jenis hewan dan fokus pengelolaannya masih
-
9
berorientasi untuk keperluan konservasi (Surat Direktur Jenderal Rehabilitasi
Lahan dan Perhutanan Sosial tentang Arahan Pengembangan Hasil Hutan
Bukan Kayu).Hasil hutan baik berupa kayu dapat memberikan nilai ekonomis
yang tinggi.Nilai ekonomis ini membuat pengelolaan hutan lebih
menitikberatkan pada produk kayu. Bahkan eksploitasi hutan pun dapat
terjadi karena keuntungan yang dapat diraih dari hasil hutan kayu
memberikan devisa bagi Negara. Hasil hutan bukan kayu pun memiliki nilai
ekonomis.Namun jika dibandingkan, tentu saja hasil hutan berupa kayu
dinilai lebih menguntungkan daripada hasil hutan bukan kayu.Walau
demikian, hasil hutan bukan kayu terbukti lebih bernilai dibandingkan hasil
kayu dalam jangka panjang.(Balick dan Mendelsohn. 1992 dalam Oka dan
Achmad. 2005)
2.4 Pangi / Kepayang (Pangium edule)
2.4.1 Pengertian
Pangi adalah tanaman pohon yang tinggi yang sering kita temukan
disekitar kita. Nama latin tanaman kluwak adalah Pangium Edule Reinw.
Tanaman kluwak umumnya tumbuh di tepi sungai, daerah yang berair, hutan
primer, hutan sekunder, dan kebun masyarakat.Tanaman kluwak ini
penyebarannya meliputi Indonesia, Malaysia, Filipina, Papua Nugini,
Mikronesia, dan Malenasia. (Yuningsih, 2008)
-
10
2.4.2 Ciri-ciri
Tanaman kluwak ini adalah pohonnya memiliki ukuran yang tinggi,
buah kluwak yang berwarna coklat berbentuk bulat lonjong dengan daging
biji yang berwarna kehitaman. Fungsi dan kegunaan tanaman kluwak bagi
sebagian masyarakat Indonesia, biji kluwak digunakan sebagai bumbu untuk
masakan seperti bumbu untuk membuat rawon, bumbu dalam membuat
sambal, bumbu dalam pembuatan olahan daging, brongkos, dan lain-lain.
(Salaki, 2012)
2.4.3 Klasifikasi Pangi
Kingdom : Plantae (Tumbuhan)
Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji)
Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)
Sub Kelas : Dilleniidae
Ordo : Violales
Famili : Flacourtiaceae
Genus : Pangium
Spesies : Pangium edule Reinw
2.4.4 Anatomi dan Morfologi Pangi
Tanaman Pangi merupakan salah satu jenis dari keluarga tanaman
Flacourtiacea. Tanaman keluwak ini termasuk tanaman pohon yang memiliki
ukuran besar yang mana tinggi pohonnya dapat mencapai 40 m dengan
-
11
ukuran diameter batang pohon 100 cm- 2,5 m. Pucuk atas tanaman kluwak
biasanya lebat, dengan cabang dan ranting yang mudah patah. Daun tanaman
kluwak ini tunggal, berkumpul pada ujung ranting dan bertangkai
panjang.Tanaman kluwak helaian daunnya dari pohon muda berlekuk tiga.
Pada pohon tanaman kluwak yang sudah tua helaian daun berbentuk
bulat seperti telur melebar di pangkal berbentuk jantung, dan ujung daun
tanaman kluwak meruncing.Permukaan daun tanaman kluwak pada bagian
atas licin berwarna hijau mengkilap, sedangkan pada permukaan bawahnya
berambut coklat dan tersusun rapat dengan tulang daun menonjol. Panjang
daun tanaman kluwak berkisar antara 20-60 cm dan lebar 15-40 cm. Bunga
tanaman kluwak berwarna coklat kehijauan, tumbuh pada ketiak daun atau
hampir di setiap ujung ranting. Bunga jantan tanaman kluwak tersusun dalam
malai, sedangkan pada bunga betina tanaman kluwak umumnya muncul
tunggal di ujung ranting. (Pinto, Yamlean. 2017)
Buah tanaman kluwak buni berbentuk bulat seperti telur atau lonjong,
kulit buah kluwak yang telah tua berwarna coklat dengan permukaan
kasar.Diameter buah kluwak berkisar antara 10-25 cm. Daging buah kluwak
berwarna kuning pucat, lunak dan dapat dimakan.Tiap buah kluwak berisi
sampai 18 biji atau lebih.Pada bagian kulit biji kluwak ini sangat tebal dan
keras.Habitat kluwak pada daerah dengan ketinggian antara 10-1.000 m dari
permukaan air laut.Tanaman kluwak mengandung gynocardine dan
cyaanwatestof.
-
12
2.4.5 Manfaat Pangi / Kluwak (Pangium edule Reinw)
Tanaman kluwak ini memiliki segudang manfaat dan khasiat untuk
menyembuhkan berbagai macam penyakit yang ada ditubuh. Digunakan
untuk antiseptic, berkhasiat sebagai desinfektan, bermanfaat untuk
membersihkan koreng., untuk mengobati rematik, berguna untuk penyakit
kulit (gatal-gatal), sebagai obat tidur, berguna untuk menghilangkan kutu di
rambut, untuk mempercepat haid, untuk obat sakit lepra, bumbu masakan,
jadi bahan makanan seperti rawon. (Anonim, 2015)
2.5 Uji Coba Organoleptik (Teknik Skoring)
Pengujian organoleptik adalah pengujian yang didasarkan pada proses
pengindraan. Pengindraan diartikan sebagai suatu proses fisio-psikologis,
yaitu kesadaran atau pengenalan alat indra akan sifat-sifat benda karena
adanya rangsangan. Jenis penilaian atau pengukuran yang lain disebut
pengukuran instrumental atau pengukuran obyektif. Pengukuran obyektif
hasilnya sangat ditentukan oleh kondisi obyek atau sesuatu yang diukur.
(Soekarto. 1982)
Rangsangan yang dapat diindra dapat bersifat mekanis (tekanan,
tusukan), bersifat fisis (dingin, panas, sinar, dan warna), sifat kimia (bau,
aroma, dan rasa). Waktu alat indra menerima rangsangan sebelum terjadi
kesadaran prosesnya adalah fisiologis, yaitu dimulai dengan reseptor dan
diteruskan pada susunan syaraf sensori atau penerimaan. Mekanisme
pengindraan secara singkat dan sederhana adalah :
a. Penerimaan rangsangan (stimulus) oleh sel-sel peka khusus pada indra.
-
13
b. Terjadi reaksi dalam sel-sel peka membentuk energi kimia.
c. Perubahan energy kimia menjadi energi listrik (impulse) pada sel syaraf.
d. Terjadi interpretasi psikologis dalam syaraf pusat
e. Hasilnya berupa kesadaran atau kesan psikologis.
2.5.1 Persiapan Uji Organoleptik
1. Panel Perseorangan’
Panel perseorangan adalah orang yang sangat ahli dengan
kepekaan spesifik yang sangat tinggi yang diperoleh karena bakat atau
latihan-latihan yang sangat intensif. Panel perseorangan sengat mengenal
sifat peranan dan cara pengolahan bahan yang akan dinilai dan
menguasai metode-metode analisis organoleptik dengan sangat baik.
Keuntungan menggunakan panelis ini adalah kepekaan tinggi bias dapat
dihindari, penilaian efisien dan tidak cepat fatik.
2. Panel terbatas
Panel terbatas terdiri dari 3-5 orang yang mempunyai kepekaan
tinggi sehingga bias lebih dihindari. Panelis ini mengenal dengan baik
faktor-faktor dalam penilaian organoleptik dan mengetahui cara
pengolahan dan pengaruh bahan baku terhadap hasil akhir. Keputusan
diambil berdiskusi diantara anggota- anggotanya.
3. Panel Terlatih
Panel terlatih terdiri dari 15-25 orang yang mempunyai kepekaan
cukup baik. Untuk menjadi terlatih perlu didahului dengan seleksi dan
latihan-latihan. Panelis ini dapat menilai beberapa rangsangan sehingga
-
14
tidak terlampau spesifik. Keputusan diambil setelah data dianalisis secara
bersama.
4. Panel Agak Terlatih
Panel agak terlatih terdiri dari 15-25 orang yang sebelumya dilatih
untuk mengetahui sifat-sifat tertentu.. panel agak terlatih dapat dipilih dari
kalangan terbatas dengan menguji datanya terlebih dahulu. Sedangkan
data yang sangat menyimpang boleh boleh tidak digunakan dalam
keputusannya.
2.5.2 Jenis- Jenis Uji Organoleptik
1. Uji Deskripsi
Metode uji yang digunakan untuk mengidentifikasi spesifikasi
organoleptik/sensori suatu produk dalam bentuk uraian pada lembar
penilaian
2. Uji Hedonik
Metode uji yang digunakan untuk mengukur tingkat kesukaan
terhadap produk dengan menggunakan lembar penilaian
3. Uji Skor (Teknik Skoring)
Metode uji dalam menentukan tingkatan mutu berdasarkan skala
angka 1 sebagai nilai terendah dan skala angka 9 sebagai nilai terendah dan
menggunakan lembar penilaian.
-
15
2.6 Kerangka Fikir
Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Walanae menaungi beberapa desa
salah satunya Desa Mattabulu.Mata pencaharian masyarakat di Desa
Mattabulu mayoritas petani hutan dimana petani tersebut memanfaatkan hasil
hutan bukan kayu diantaranya madu, rotan, kemiri, pangi, dan banyak hasil
hutan lainnya.
Pangi atau kluwak sebagai salah satu hasil hutan bukan kayu akan
diuji kualitasnya dilihat dari pengaruh tingkat kedalaman dan lamanya waktu
tanam. Dari uraian tersebut maka tersusunlah kerangka fikir pada penelitian
ini, berikut dibawah ini :
-
16
Gambar 1. Kerangka Fikir
Hasil Hutan Bukan Kayu
(HHBK)
KESATUAN
PENGELOLAAN HUTAN
(KPH) WALANAE
PANGI (Pangium edule)
KEDALAMAN TANAM
(15 cm, 30 cm,
dan 45 cm)
KUALITAS PANGI
PENGARUH KEDALAMAN
DAN LAMANYA WAKTU
TANAM TERHADAP
KUALITAS PANGI
DESA MATTABULU
LAMA WAKTU TANAM
Minggu Ke 2, Minggu Ke 4,
dan Minggu Ke 6
-
III. METODE PENELITIAN
3.1 Waktu Dan Tempat
Penelitian ini direncanakan selama dua bulan dimulai dari bulan Agustus
sampai Oktober 2019. Lokasi penelitian terletak pada area hutan lindung
(KPH) Walanae Dusun Teppoe Desa Mattabulu Kecamatan Lalabata
Kabupaten Soppeng.
3.2 Objek dan Alat Penelitian
1. Objek Penelitian
Adapun objek penelitian ini yaitu pangi yang ditanam dalam tiga
kedalaman yang berbeda yaitu pada kedalaman 15 cm, 30 cm, dan 45 cm.
2. AlatPenelitian
a. Tally Sheet g. Kantongan m. Ember
b. AlatTulis h. Kompor n. Kertas Label
c. AlatUkur / Meteran i. Panci o. Spidol
d. Kamera / Hp j. Jangka Sorong (Manual / Digital)
e. Laptop k. Timbangan (Digital)
f. Alat Penggali / Skop l. Pisau
Bahan
a. Buah Pangi(Pangium edule Reinw)
b. Arang sekam / abu (Padi) sebanyak 100 gram perkantong.
-
18
3.3 ProsedurPenelitian
1. Membuka kulit pada biji pangi.
2. Biji pangi dicuci bersih kemudian dimasukkan dalam belanga berisi air
bersih dan direbus selama 3 jam dengan suhu diatas 100oC / mendidih.
3. Biji pangi yang telah direbus, airnya dibuang dan didiamkan selama 1
malam (+12 jam).
4. Membuat lubang ukuran 15 cm sebanyak 3 lubang, 30 cm sebanyak 3
lubang, dan 45 cm juga sebanyak 3 lubang.
5. Sebelum ditanam terlebih dahulu mengukur berat, panjang, lebar, dan
ketebalan.
6. Salah satu biji pangi dipecahkan untuk memperhatikan warna sebelum
ditanam.
7. Biji pangi yang telah siap ditanam terlebih dahulu diberikan kode
menggunakan spidol, dan setiap kantong diisi sebanyak 15 biji pangi.
8. Setiap dua minggu akan dilakukan pengukuran kembali untuk
membandingkan perubahannya, dimulai dari berat, panjang, lebar
ketebalan, dan warna kulit / cangkang pangi.
PANJANG KETEBALAN
BERAT
Gambar 2. Pengukuran Pangi
LEBAR
-
19
9. Pada minggu terakhir atau minggu keempat akan dilihat apakah kedalaman
tanam dan waktu tanam berpengaruh terhadap kualitas pangi atau tidak.
10. Pengukuran kualitas pangi dilakukan dengan uji coba organoleptik teknik
skoring yang akan dilaksanakan oleh 5 orang responden.
3.4 Metode Penarikan Sampel
Populasi penelitian ini adalah kualitas pangi/kluwak yang dipengaruhi
kedalaman tanam dan lama waktu tanam. Jumlah sampel yang digunakan
dalam penelitian ini sebanyak 9 kantong, yang terdiri dari 15 biji pangi dalam
satu kantong. Tiga kantong untuk kedalaman 15 cm, tiga kantong untuk
kedalaman 30 cm juga tiga kantong pada kedalaman 45 cm. Setiap dua
minggu akan dibuka tiga kantong dan masing-masing dari kedalaman yang
berbeda.
3.5 Jenis Data
1. Data Primer
Data Primer adalah data yang diperoleh melalui observasi langsung
misalnya akan dilakukan perbandingan kedalaman tanam pangi dan lama
waktu tanam.
a. Data Kualitatif, yang terdiri dari perubahan tekstur, bau, kenampakan
(warna) juga yang paling penting adalah rasa.
b. Data Kuantitatif, yang terdiri dari perubahan ukuran (panjang, lebar,
ketebalan, dan berat)
-
20
2. Data Sekunder
Data Sekunder adalah data yang diperoleh dari KPH Walanae:
a. Gambaran umum KPH yaitu: Struktur organisasi, visi misi dan dan
jenis instansi
b. Gambaran umum lokasi penelitian, yaitu: Geografi, penduduk,
pendidikan, dll.
3.6 Analisis Data
Rancangan penelitian yang digunakan adalah model Rancangan
Percobaan Faktorial dengan pola RAL (Rancangan Acak Lengkap)
menggunakan 10 kali ulangan untuk masing-masing kedalaman tanam dan
waktu tanam, yaitu:
1. Taraf perlakuan ( Tingkat kedalaman)
a. Kedalaman 15 cm
b. Kedalaman 30 cm
c. Kedalaman 45 cm
2. Taraf perlakuan (Lama Waktu Tanam)
a. Dibuka pada minggu Ke 2
b. Dibuka pada minggu Ke 4
c. Dibuka pad a minggu Ke 6
-
21
Tabel. 1 Tingkat Kedalaman Tanam Dan Waktu Tanam
Faktor A
(Waktu
Tanam)
Ulangan
= r
Faktor B
Total Kedalaman
15 (cm)
Kedalaman
30 (cm)
Kedalaman
45 (cm)
Minggu
Ke 2
1
2
3
Sub Total
Minggu
Ke 4
1
2
3
Sub Total
Minggu
Ke 6
1
2
3
Sub Total
Total
Keterangan:
Faktor A = Lama Waktu Tanam (Minggu kedua, minggu keempat,
dan minggu keenam)
Faktor B = Tingkat kedalaman Tanam (15 cm, 30 cm, dan 45 cm)
Ulangan (r) = 1,2,3,…………10
Jadi, total jumlah pengamatan dan pengukuran sebanyak 90 biji pangi
Model matematis untuk rancangan Faktorial adalah sebagai berikut :
-
22
Yijk = µ + Ai + Bj + (ABij) + £ijk
Dimana :
Yijk = Nilai Yij Ke- k yang memperoleh kombinasi faktor kedalaman
tanam dan faktor lama waktu tanam.
µ = Rata-rata Nilai Yijk Sesungguhnya
Ai = Pengaruh Lama Waktu Tanam
Bj = Pengaruh Kedalaman Tanam
(ABij) = Pengaruh Interaksi Faktor Ai dan Faktor Bj
£ijk = Pengaruh Galat Perlakuan Ke - i dan ke- j pada satuan percobaan
ke -k
Tabel 2. Analisis Sidik Ragam
Sumber
Keragaman JK db KT F.Hitung
F.Tabel
5% 1%
P JKP dbp KTP F.Hit P
A JKA dba KTA F.Hit A
B JKB dbb KTB F.Hit B
A*B JKA*B dba*b KTA*B F.Hit A*B
Galat JKG dbg KTG
Total JKT dbt
Keterangan :
Hipotesis untuk perlakuan dan kelompok yang diajukan adalah:
H0 : τ1 = τ2 = τ3 =............ = τt = 0 (Berarti tidak ada pengaruh perlakuan
terhadap respon)
H1 : τ1 ≠ τ2 ≠ τ3 ≠..............≠ τt ≠ 0 (Berarti ada pengaruh perlakuan
terhadap respon)
-
23
Interpretasi :
1. Secara umum perlakuan lama waktu tanam dan kedalaman tanam……
2. Faktor A terhadap P …….
3. Faktor B terhadap P……..
4. Interaksi Faktor A Terhadap Faktor B ……
3.7 Organoleptik Teknik Skoring (Spesifikasi Kenampakan, Bau, Rasa, Dan
Tekstur)
Tabel 3. Spesifikasi Skoring Untuk Kenampakan
Spesifikasi
Nilai
Kode Contoh
Kenampakan
(Warna) 1 2
Bersih,
1
Rapi
Putih Kekuningan
Bersih
2
Rapi
Kuning Kecoklatan
Sedikit Rapi
3
Serpihan
Merah Kecoklatan
Sedikit Rapi
Serpihan
Coklat Gelap 4
Utuh
Tidak Rapi
Hitam Pekat 5
Keterangan : Tabel diatas akan diisi dengan kode responden sesuai nilai
dan spesifikasi.
-
24
Tabel 4. Spesifikasi Skoring Untuk Bau
Spesifikasi Nilai
Kode Contoh
Bau 1 2
Sangat Segar
Spesifik Jenis Sebelum
Ditanam 1
Segar
Spesifik Jenis Sebelum
Ditanam 2
Sedikiut Netral
Sedikit berbau asam 3
Agak amis dan asam
Bau Khas Bisa Dimakan 4
Bau asam
Bau khas siap Dimakan 5
Keterangan : Tabel diatas akan diisi dengan kode responden sesuai nilai
dan spesifikasi.
-
25
Tabel 5. Spesifikasi Skoring Untuk Rasa
Spesifikasi
Rasa Nilai
Kode Contoh
1 2
Sangat Pahit,
Khas Pangi Mentah,
Kadar Sianida Tinggi 1
Pahit,
Khas Pangi Setelah
Ditanam,
Kadar Sianida Masih
Tinggi
2
Netral,
Sedikit Pahit dan
Sedikit Kecut,
Khas Pangi Lama
Tanam
3
Agak Asam (Kecut),
Pahit Hampir Tidak
Terasa 4
Rasa Khas Pangi
Setelah Tanam,
Asam (Kecut),
Tidak Pahit Sama
Sekali
5
Keterangan : Tabel diatas akan diisi dengan kode responden sesuai nilai
dan spesifikasi.
-
26
Tabel 6. Spesifikasi Skoring Untuk Tekstur
Spesifikasi
Tekstur Nilai Kode Contoh
1 2
Sangat Padat dan
Berantakan,
Sulit dirobek,
Sangat Tidak Elastis
1
Padat,
Agak sulit dirobek,
Tidak Elastis 2
Sedikit Lunak dan
kering,
Agak bisa dirobek,
Bisa ditekan
3
Lunak dan Sedikit
berair,
Bisa dirobek,
Tekanan Jari Berbekas
4
Sangat Lunak dan
Berair,
Mudah Dirobek,
Mudah ditekan dan
menyatu
5
Keterangan : Tabel diatas akan diisi dengan kode responden sesuai nilai
dan spesifikasi.
-
IV KEADAAN UMUM LOKASI
4.1 Keadaan Fisik
4.1.1 Letak dan Luas Wilayah KPHL
Secara geografis, wilayah kelola UPT KPHL Unit XII Walanae
berada di antara 119°42’ - 120°26’ Bujur Timur dan 03°39’-04°32’
Lintang Utara, dengan luas ±64.592 Ha. 119°42’ - 120°26’ Bujur
Timurdan 03°39’-04°32’ Lintang Utara, dengan luas ±64.592Ha,.
Berdasarkan Peta Penunjukan Kawasan Hutan dan Konservasi
Perairan Provinsi Sulawesi Selatan (Lampiran SK Menteri Kehutanan No.
434/Menhut-II/2009) dan peta hasil tata batas kawasan hutan (BPKH,
2014/2015), luas kawasan hutan yang ada di kabupaten soppeng
berdasarkan administrasi pemerintahan Unit XII Walanae adalah seluas
±47.144,95
Namun, berdasarkan Surat Keputusan Menteri Lingkungan Hidup
dan Kehutanan Nomor : SK. 665/MENLHK/SETJEN/PLA.0/11/2017
tentang Penetapan Wilayah Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung dan
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi Provinsi Sulawesi Selatan, luas
kawasan hutan KPHL Unit XII menjadi seluas ± Ha atau terjadi
penambahan seluas ± 91,38 Ha setelah dikurangi dengan luasan kawasan
konservasi/kawasan pelestarian alam seluas ±1.572,3 Ha. Sesuai ketentuan
yang berlaku, KPHL Unit XII Walanae mengacu kepada Keputusan
Menteri yang terbaru (SK 665/2017) dimana pembagian fungsi kawasan
terdiri dari Hutan Lindung (HL), Hutan Produksi Tetap (HP) dan Hutan
-
28
Produksi Terbatas (HPT) dengan perincian luas masing-masing arahan
fungsi hutan seperti disajikan pada Tabel 7.
Tabel 7. Luas Hutan Berdasarkan Fungsi Kawasan Hutan KPHL Unit XII
Walanae
No Fungsi Hutan Luas(Ha) Persentase (%)
1 Hutan Lindung (HL) 39.396 60,99
2 Hutan Produksi Terbatas (HPT) 11.035 17.09
3 Hutan Produksi Tetap (HP) 14.161 21,92
Jumlah 64.592 100,00
Sumber: Lampiran SK Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan
No.665/MENLHK/SETJEN/PLA.0/11/2017
Berdasarkan wilayah kerja Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung, batas
wilayah KPHL Unit XII sebagaimana Tabel di bawah ini:
Tabel 8. Batas Wilayah Kelola KPHL Unit XII Walanae
No. Arah Mata
Angin
Wilayah Administrasi /
Batas Alam Wilayah KPH
1 Utara Kab. Luwu KPHL Unit III Latimojong
2 Timur Kab. Bone KPHP Unit XIII Cenrana
3 Selatan Kab. Bone KPHP Unit XIII Cenrana
4 Barat Kab. Barru KPHL Unit II Ajatappareng
Sumber :Peta Administrasi Provinsi Sulawesi Selatan dan Lampiran SK
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan
No.665/MENLHK/SETJEN/PLA.0/11/2017.
Berdasarkan administrasi pemerintahan, distribusi wilayah KPHL
Unit XII Walanae mencakup wilayah Kabupaten Soppeng dengan
distribusi areal KPHL perkecamatan sebagaimana tertera pada Tabel 9
-
29
Tabel 9. Distribusi Areal KPHL Kecamatan di Kabupaten Soppeng
No Kecamatan
Prosentase Luas
Kec. Terhadap
Wilayah Kab.
Distribusi Areal KPH
Per Kecamatan
Ha % Ha %
1 Marioriwawo 30,0 20,00 2.516,507 3,896
2 Lalabata 27.8 18,50 21.783,775 33,725
3 Liliriaja 9.6 6,40 186,655 0,289
4 Lilirilau 18.7 12,50 538,698 0,834
5 Donri donri 22.2 14.8 8.414,985 13,028
6 Marioriawa 32,0 21,30 11.808,772 18,282
7 Citta 4,0 2,70 323,238 0,500
8 Ganra 5.7 3,80 -
Jumlah 150 100
1,048,591.00 100
Sumber :BPS Soppeng Dalam Angka 2017,
4.1.2. Topografi
Wilayah KPHL Unit XII Walanae berada pada ketinggian yang
bervariasi antara 0 – 500 meter di atas permukaan laut, terdiri atas seluas
57.263 ha atau sebesar 22,85% berada pada ketinggian 0 -7 m dpl, seluas
94.539 ha atau sebesar 37,72% berada pada ketinggian 8 – 25 m dpl,
seluas 87.419 ha atau sebesar 34,90 % berada pada ketinggian 26 – 100 m
dpl, seluas 11.231 ha atau sebesar 4,5 % berada pada ketinggian 101 – 500
m dpl., serta seluas 167 ha atau sebesar 0,66 % berada pada ketinggian
diatas 500 m dpl. Sebagian besar wilayah ini tergolong datar dengan
kemiringan 0 – 2% dengan luas mencapai 212.341 ha atau sekitar 84%
sedangkan lahan datar hingga bergelombang dengan kemiringan 3-15%
dengan luas 21.116 Ha (8,43%), lahan yang berbukit dengan kemiringan
-
30
diatas 16-40% dengan luas 13.753 Ha (5,5%) dan Kemiringan lahan diatas
40% dengan luas 3.316 ha(1,32%).
4.1.3. Klimatologi.
Kondisi iklim wilayah KPHL Unit XII Walanae dan sekitarnya
secara umum ditandai dengan hari hujan dan curah hujan yang tinggi dan
sangat dipengaruhi oleh musim. Berdasarkan hasil pengamatan dari
Stasiun Meteorologi dan Geofisika Kabupaten Wajo di Sengkang dan
Kabupaten Soppeng di Watansoppeng dalam lima tahun terakhir
memperlihatkan rata-rata hari hujan dan curah hujan berkisar antara
1147.8- 1652.9 mm/tahun dan hari hujan sekitar 167-199 hari/tahun.
Musim hujan dimulai pada Bulan September hingga Bulan Mei dan
setelah itu memasuki musim kemarau.
Tabel 10. Jumlah Curah Hujan dan Hari Hujan Di KPHL Unit XII
Walanae Tahun 2013 s/d 2017
Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Soppeng, 2017.
2013 2014 2015 2016 2017 2013 2014 2015 2016 2017
1 J anuari 270.1 203 297.8 218.5 200 18 17 19 18 20
2 Februari 262.5 153.1 163.2 292.3 200 18 20 22 16 13
3 Maret 198.1 67.7 139.6 84.9 200 18 20 13 17 18
4 April 181.7 214.2 148 115.1 200 21 22 17 13 19
5 Mei 123.1 33.6 122.3 196.1 101 16 11 20 24 12
6 J uni 264.2 167.5 60.6 260.2 61 22 15 7 25 9
7 J uli 49 95.3 59.5 270.4 61 7 17 13 22 5
8 Agus tus 63 68.6 32.6 106.4 61 13 18 8 22 3
9 September 72 166 60.2 103.4 61 6 11 6 25 9
10 Okto ber 59 209.2 116.5 215.9 101 16 22 12 22 19
11 No vembr 170.6 210.4 152.5 224.9 200 19 22 15 16 22
12 Des ember 180.2 265.4 154.14 169.3 200 23 23 13 27 26
1472.4 2254 1712.9 2557.4 1659.6 197 218 165 247 175
No BulanCurah Hujan Hari Hujan
J umlah
-
31
Iklim di wilayah KPHL Unit XII Walanae tergolong sangat basah,
dimana didapatkan nilai Q sebesar 0.119. Nilai Q merupakan
perbandingan dari jumlah rata-rata bulan kering dengan jumlah rata-rata
bulan basah. Nilai Q dirumuskan sebagai berikut.
Q = 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑟𝑎𝑡𝑎−𝑟𝑎𝑡𝑎 𝑏𝑢𝑙𝑎𝑛 𝑘𝑒𝑟𝑖𝑛𝑔
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑟𝑎𝑡𝑎−𝑟𝑎𝑡𝑎 𝑏𝑢𝑙𝑎𝑛 𝑏𝑎𝑠𝑎ℎ Q =
5
42 = 0,119
Tabel 11. Tipe Iklim Menurut Schmidt-Ferguson
Tipe
Iklim
Nilai Q Keterangan
A 0 < Q < 0,143 Sangat basah
B 0,143 < Q < 0,333 Basah
C 0,333 < Q < 0,600 Agak basah
D 0,600 < Q < 1,000 Sedang
E 1,000 < Q < 1,670 Agak kering
F 1,670 < Q < 3,000 Kering
G 3,000 < Q < 7,000 Sangat kering
H 7,000 Luar biasa kering
4.1.4. Geologi dan Tanah.
Areal KPHL Unit XII Walanae berada pada ketinggian yang
bervariasi antara 0 – 500 meter di atas permukaan laut. Bentuk permukaan
kawasan bervariasi dari datar, bergelombang sampai berbukit.Adapun
kelerengan di KPHPL Unit XII Walanae bervariasi mulai dari kelerangan
0 – 8%, 8 - 15% sampai dengan 15 – 25%.
Berdasarkan peta jenis tanah di KPHL Unit XII Walanae terdapat
beberapa jenis tanah yaitu, latosol, grumosol, litosol dan podzolik merah
kuning. Tanah Aluvial merupakan tanah subur yang cocok digunakan
-
32
untuk pertanian intensif. Tanah Aluvial adalah tanah muda yang dalam
proses pembentukannya masih terlihat campuran antara bahan organik dan
bahan mineral. Tanah Alluvial berwarna kelabu muda bersifat fisik keras
dan pijal jika kering dan lekat jika basah. Kaya akan fosfat yang mudah
larut dalam sitrat 2% mengandung 5% CO2 Reaksi tanahnya dari asam,
netral sampai basa. Berdsarkan bahan induknya terdapat tanah Aluvial
pasir, lempung, kapur, basa,asam dan lain-lain. Tanah Aluvial hanya
meliputi lahan yang baru saja mengalami banjir, sehingga dapat dianggap
masih muda dan belum ada diferensiasi. Endapan yang sudah tua dan
menampakkan akibat pengaruh iklim dan vegetasi tidak termasuk.
Hasil survai pada beberapa plot di wilayah KPHL Unit XII Walanae,
ditemukan jenis tanah pada titik-titik pengamatan adalah jenis tanah litosol
atau biasa disebut “laterit”. Jenis tanah ini terbentuk dariproses pelapukan
sedimen keras secara kimia dengan bantuan organisme hidup dan
pelapukan fisikanya dengan bantuan sinar matahari dan hujan.Jenis tanah
ini dapat dijumpai di lereng gunung atau perbukitan atau tanah datar
seperti yang terdapat pada lokasi inventarisasi areal KPHL Unit XII
Walanae. Jenis tanah lainnya yang dijumpai pada lokasi plot adalah jenis
tanah podsolik. Tanah ini merupakan tanah yang memiliki tingkat
kesuburan sedang. Tanahnya berwarna merah atau kekuning - kuningan.
Tanah podsolik mempunyai karakteristik tekstur yang lempung atau
berpasir dengan PH rendah serta memiliki kandungan unsur uranium dan
besi yang tinggi.
-
33
Adapun untuk tingkat kekritisan lahan di wilayah kelola UPT KPH
Unit XII Walanae belum dalam tahap mengkhawatirkan. Dari data BP
DAS Jeneberang Saddang (2017), menunjukkan bahwa lahan kritis dan
sangat kritis di wilayah kelola UPT KPHL Unit XII Walanae sebesar
3.606,21 Ha atau 5,58 % dari areal kelola yang didominasi pada kawasan
fungsi hutan produksi terbatas. Sisanya termasuk dalam kategori potensial
kritis dan agak kritis seluas 20.544,05 atau 31,81 % dari wilayah kelola
dan paling luas berada pada kawasan dengan fungsi lindung. Untuk
jelasnya dapat dilihat pada Tabel 12 berikut:
Tabel 12. Luas Lahan Kritis Berdasarkan Fungsi Kawasan.
Fungsi Kawasan
Tingkat Kekritisan Lahan
Agak Kritis
Kritis Potensial
Kritis Sangat Kritis
Tidak Kritis
Total
Hutan Lindung 5.811,29 253,26 7.759,46 - 20.368,91 34.192,91
Hutan Produksi 330,84 207,86 - - - 538,70
Hutan Produksi Terbatas
4.254,22 3.143,23 2.390,24 1,86 1.051,48 10.841,03
Jumlah 10.396,35 3.604,35 10.147,70 1,86 21.420,39
Sumber : Balai Pengelolaan DAS Jeneberang Saddang, 2017.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik tahun 2017 (Kabupaten
Soppeng), pada wilayah kerja KPHL Unit XII terdapat 57 desa/kelurahan
yang berada didalam dan sekitar wilayah pengelolaan dan sangat
berdampak terhadap wilayah kelola, sebagaimana Tabel 13 berikut ini:
-
34
Tabel 13. Sebaran Desa/Kelurahan Per Kecamatan
Kecamatan Nama
Desa/Kelurahan
Areal
KelolaKPH
(Ha)
Status
Fungsi
Marioriwawo Gattareng Toa 453,870 HL& HPT
Gattareng 200,680 HL& HPT
Tettikenrarae 8,382 HL
Mariorilau 1.403,890 HL
Barae 0,108 HL
Watu 117,060 HL
Watu Toa 204,200 HL
Soga 80,325 HL
Marioriaja 38,215 HL & HPT
Citta Citta 290,655 HL
Labae 32,583 HL
Liliriaja Timusu 186,655 HL
Lilirilau Masing 171,640 HP
Baringeng 288,683 HP
Ujung 33,380 HP
Parenring 44,986 HP
Lalabata Umpungeng 10.650,333 HL
Lalabatarilau 1.306,355 HL
Botto 1.857,567 HL
Bila 914,375 HL
Mattabulu 6.828,347 HL
Ompo 70,458 HL
Donri Donri Pesse 3.494,282 HL
Sering 4.427,406 HL &HPT
Lalabatariaja 493,297 HPT
Marioriawa Patampanua 1.984,789 HPT
Bulue 9.266,587 HL &HPT
Laringgi 381,571 HPT
Sumber :1.Peta Administrasi Kabupaten Soppeng
Keterangan :
HL : Hutan Lindung
HPT : Hutan Produksi Tetap
-
35
4.1.5. Hidrologi.
Wilayah Kabupaten Soppeng terletak didepresiasi Sungai Walanae
yang terdiri dari daratan dan perbukitan. Daratan luasnya ± 700 Km2
berada pada ketinggian rata-rata ± 60 meter di atas permukaan laut.
Perbukitan yang luasnya ± 800 Km2 berada pada ketinggian rata-rata ±
200 meter di atas permukaan laut. Sedang Ibu kota Watansoppeng berada
pada ketinggian ± 120 meter di atas permukaan laut.
Temperatur udara di Kabupaten Soppeng antara 240C hingga 300
Potensi sumber daya air disamping untuk kehidupan sehari - hari juga
berfungsi untuk menunjang berbagai aktivitas dalam rangka meningkatkan
kesejahteraan manusia seperti pertanian, perikanan, perindustrian,
pembangkit tenaga listrik dan sebagainya. Sebagian besar wilayah
Kabupaten Soppeng merupakan daerah air tanah dangkal dan dalam,
terutama di Kecamatan Lalabata. Sumber air permukaan di Kabupaten
Soppeng berasal dari lima sungai utama yang karakteristiknya disajikan
pada Tabel 14.
-
36
Tabel 14. Sumber Air Permukaan Kabupaten Soppeng
Nama Sungai
Hulu Daerah Aliran Muara
Langkemme
Gunung Lapancu
Dusun
Umpungeng,
Langkemme,
Cenranae, Soga,
Lingkungan Sewo
Bila
Sungai
Walanae
Soppeng Gunung Matanre
Lapajung, Ujung,
Mallanroe,
Akkampeng,
Belo, Lompulle
Sungai
Walanae
Lawo
Gunung
Lapancung
Lingkungan
Lawo, Ompo,
Cenrana, Paowe,
Ganra
Danau
Tempe
Paddangeng
Gunung
Walemping
Dusun Tajuncu,
Paddangeng,
Turung Lappae,
Leworeng,
Tokare
Danau
Tempe
Lajaroko
Gunung
Addepungeng
Dusun Lajaroko,
Batu-batu,
Limpomajang,
Toddang, Saloe
Danau
Tempe
Su:mber BPS Kab. Soppeng, 2017.
-
37
4.2 Potensi Flora dan Fauna
4.2.1 Potensi Flora
Potensi Jenis flora yang berada di wilayah kelola KPHL Unit XII
Walanae diantaranya yaitu : Kenanga (Cananga odonata), Kemiri
(Aleuritas moluccana), Mangga (Mangifera indica), Ketapang (Terminalia
catappa), Enau (Arenga spp), Angsana (Pterocarpus indicus), Kayu hitam
(Dyospiros celebica), Rotan (Calamus spp), Anggrek (Orchidaceae) dan
Ara (Ficus sp).
4.2.2 Potensi Fauna
Potensi fauna dilindungi berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 7
Tahun 1999 tentang Perlindungan Tumbuhan dan Satwa, dan atau Langka
berdasarkan CITES (Convention on International Trade in Endangered
Species of Wild Fauna and Flora), antara lain adalah :
Tabel 15. Data Potensi Fauna Pada KPHL Unit XII Walanae
No Nama Daerah Nama Latin Status
Dilindungi Langka
1 Elang Haliastur indus -
2 Walet Apodidae - -
3 Bangau Putih Ciconiidae sp -
4 Tekukur Spilopelia chinensis - -
5 Buaya Crocodylidae -
6 Babi Hutan Sus scrofa -
7 Rusa Cervidae -
8 Ular Sawah - -
Sumber :Data Primer Inventarisasi Hutan (Diolah) Tahun 2017.
-
38
4.3 Keadaan Sosial Ekonomi
4.3.1 Demografi
Jumlah penduduk di Kabupaten Soppeng dari tahun ke tahun
mengalami peningkatan. dengan jumlah yang kurang signifikan. Pada
tahun 2006 pertumbuhan penduduk hanya sebesar 0.57%, sedang pada
tahun 2007 jumlah penduduk meningkat sebesar 0.40%.
Tingkat kepadatan penduduk terbesar pada kecamatan Liliriaja yaitu
sebesar 281 jiwa/km2, sedang kecamatan Marioriawa memiliki kepadatan
penduduk terkecil yakni 89 jiwa/km2. Secara keseluruhan tingkat
kepadatan penduduk di Kabupaten Soppeng sebesar 153 jiwa/km2 pada
tahun 2008. Jumlah rumah tangga di Kabupaten Soppeng sebesar 55 348
rumah tangga dan sekitar 19% yang merupakan rumah tangga miskin. Hal
ini pada umumnya disebabkan oleh minimnya tingkat pendidikan
masyarakat dan keterbatasan untuk menciptakan lapangan kerja. pada
tahun 2008. Jumlah rumah tangga di Kabupaten Soppeng sebesar 55 348
rumah tangga dan sekitar 19% yang merupakan rumah tangga miskin. Hal
ini pada umumnya disebabkan oleh minimnya tingkat pendidikan
masyarakat dan keterbatasan untuk menciptakan lapangan kerja.
4.3.2 Mata Pencaharian
Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Soppeng tahun 2017 sebesar 8,34
persen meningkat jika dibandingkan dengan tahun 2016 yaitu dengan
pertumbuhan sebesar 8,14 persen, pertumbuhan ekonomi menigkat
diakibatkan oleh meningkatnya Kategori pertanian, kehutanan dan
-
39
perikanan untuk lapangan usaha tanaman pangan. kategori pertanian
sangat dominan terhadap pembentukan PDRB Kabupaten Soppeng, karena
Sektor Pertanian menyumbang sebesar 30,6 persen terhadap total PDRB
Kabupaten Soppeng. PDRB Perkapita Kabupaten Soppeng pada tahun
2017 mengalami peningkatan yaitu Rp 39,32 juta dibandingkan pada tahun
2016 PDRB Perkapita Kabupaten Soppeng sebesar Rp. Rp 34,91 juta.
Sumber pendapatan masyarakat atau sumber mata pencaharian
penduduk sebagai pelaku kegiatan ekonomi di Kabupaten Soppeng sangat
tergantung pada Sektor Pertanian, Perdagangan, Konstruksi dan Industri
pengolahan.
4.3.3 Pendidikan
Tingkat pendidikan penduduk sangat ditentukan oleh sarana yang
tersedia. Jumlah sarana pendidikan yang memadai dan kemudahan untuk
mengaksesnya akan mendukung penduduk untuk menyelesaikan
pendidikan sampai tingkat tertinggi. Pada tahun ajaran 2017, di Kabupaten
Soppeng terdapat 269 sekolah pendidikan dasar yang terdiri atas 252 unit
Sekolah Dasar dan 17 unit Madrasah Ibtidaiyah (MI). Jumlah sekolah
tingkat menengah pertama (SMP)/sederajat yaitu sebanyak 69 sekolah,
terdiri atas 38 unit SMP dan 31 Unit Madrasah Tsanawiyah (MTS).
Sementara itu, jumlah sekolah tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA)
/sederajat yaitu sebanyak 33 sekolah, terdiri atas 12 unit SMA, 10 unit
SMK dan 11 Madrasah Aliyah (MA). Pada tahun ini, Kabupaten Soppeng
telah memiliki 5 perguruan tinggi dengan berbagai jurusan dan program
-
40
studi pada tingkat D3 dan S1. Perguruan tinggi tersebut antara lain STMIK
Lamappapoleonro, STIE Lamappapoleonro dan AKBID Menara Prima.
Banyaknya perguruan tinggi yang ada merupakan salah satu faktor
penunjang yang dapat meningkatkan kualitas penduduk Kabupaten
Soppeng.
Gambar 3. Jumlah Sarana Pendidikan Menurut Tingkat Pendidikan di
Kabupaten Soppeng
4.3.4 Kesehatan.
Tingkat kemajuan suatu daerah dapat tercermin dari banyaknyafasilitas
kesehatan di daerah tersebut. Jumlah fasilitas kesehatan di Kabupaten
Soppeng adalah : rumah sakit 1 buah dengan tempat tidur 82, puskesmas
induk 17 unit, Puskesmas pembantu 45 unit dan dokter praktek sebanyak
41 orang. Rumah Sakit terletak di Ibukota Kabupaten Soppeng yaitu Kota
Watansoppeng, sedangkan puskesmas/pustu tersebar di semua kecamatan.
Jumlah pengunjung Rumah Sakit pada tahun 2010; rawat jalan 36.642
pasien, rawat inap 5.105 pasien, serta pengunjung puskesmas/pustu
-
41
202.931 pasien. Pembangunankesehatan bertujuan untuk meningkatkan
kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar
terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya sebagai
investasi bagi pembangunan sumber daya manusia yang produktif secara
sosial dan ekonomis.
4.3.5 Sosial Budaya
Tabel 16. Jumlah Penduduk Menurut Agama di Kabupaten Soppeng Tahun
2013.
No Agama Jumlah Persentase
1 Islam 230.029 99,7
2 Kristen 688 0,29
3 Hindu 18 0,007
4 Budha 9 0,003
Jumlah 230.744 100
Sumber Data : Kabupaten Soppeng Dalam Angka, 2013.
Mayoritas penduduk Kabupten Soppeng menganut agama Islam
sekitar 99,7 persen dari total penduduk yang ada, dan selebihnya menganut
kepercayaan Kristen sekitar 0, 29 persen, Hindu 0,007 persen serta Budha
0,003 persen. Sejauh ini kehidupan beragama di Kabupaten Soppeng
berjalan cukup toleran.
4.3.6 Sarana Prasarana
Sarana yang tersedia di kantor KPH Walanae yaitu satu unit mobil
double cabin, tujuh belas unit sepedah motor, dan dua unit gedung kantor
yang berada di kabupaten soppeng.
-
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Hasil (Perubahan Ukuran Terhadap Perlakuan)
5.1.1 Panjang
Perubahan nilai rata-rata panjang terhadap perlakuan lama waktu tanam
dimana nilai rata-rata terendah yaitu 1,17 mm pada minggu ke dua dan nilai rata-
rata tertinggi dengan nilai 5,22 mm pada minggu keenam. Nilai rata-rata dapat
dilihat pada Gambar 4 berikut :
Gambar 4. Rata-Rata Panjang Terhadap Lama Waktu Tanam
Perubahan nilai rata-rata panjang terhadap perlakuan tingkat kedalaman
tanam dimana nilai rata-rata terendah yaitu 2,40 mm pada kedalaman 15 cm dan
nilai rata-rata tertinggi dengan nilai 2,83 mm pada kedalaman 45 cm. Nilai rata-
rata dapat dilihat pada Gambar 5 berikut :
-
43
Gambar 5. Rata-Rata Panjang Terhadap Tingkat Kedalaman Tanam
Dari hasil penelitian perubahan panjang kemudian diinterpretasikan
kedalam analisis faktorial. Untuk mengetahui adanya pengaruh kedalaman tanam
dan lama waktu tanam terhadap perubahan panjang maka hasil perhitungan
disajikan kedalam analisis ragam (Tabel Anova) untuk mengetahui adanya
pengaruh nyata atau tidaknya, pada Tabel 18 berikut :
Tabel 18. Analisis Ragam (Tabel Anova) Perubahan Panjang Pangi (Pangium
edule)
Sumber
Keragaman JK db KT F.Hitung
F.Tabel
5% 1%
P 3.34 8 0.42 36.82 2.05 2.74
A 3.28 2 1.64 144.64 3.11 4.88
B 0.03 2 0.02 1.44 3.11 4.88
A*B 0.03 4 0.01 0.60 2.48 3.56
Galat 0.92 81 0.01
Total 4.26 89
Sumber: Data Primer Setelah Selesai Diolah
-
44
Interpretasi :
1. Secara umum, perlakuan dalam hal ini lama waktu tanam dan kedalaman
tanam, menunjukkan pengaruh yang nyata dilihat dari F.Hit P lebih besar
daripada F.Tabel 1%.
2. Faktor A (lama waktu tanam) mempengaruhi nilai Panjang Pangi (Pangium
edule) (F.Hit A > F.Tabel 1%)
3. Faktor B (tingkat kedalaman tanam) tidak mempengaruhi nilai Panjang
Pangi (Pangium edule) (F.Hit B < F.Tabel 5%).
4. Interaksi antara Faktor A (lama waktu tanam) dengan Faktor B (tingkat
kedalaman tanam menunjukkan tidak adanya pengaruh nyata terhadap nilai
Panjang Pangi (Pangium edule) (F.Hit A*B < F.Tabel 5%)
5.1.2 Lebar
Perubahan nilai rata-rata lebar terhadap perlakuan lama waktu tanam
dimana nilai rata-rata terendah yaitu 1,13 mm pada minggu ke dua dan nilai rata-
rata tertinggi dengan nilai 4,82 mm pada minggu keenam. Nilai rata-rata dapat
dilihat pada Gambar 6 sebagai berikut :
Gambar 6. Rata-Rata Lebar Terhadap Lama Waktu Tanam
-
45
Perubahan nilai rata-rata lebar terhadap perlakuan tingkat kedalaman
tanam dimana nilai rata-rata terendah yaitu dengan nilai 2,24 mm justru terdapat
pada kedalaman 45 cm dan nilai rata-rata tertinggi dengan nilai 2,70 mm pada
kedalaman 15 cm. Nilai rata-rata tersebut dapat dilihat pada Gambar 7 sebagai
berikut :
Gambar 7. Rata-Rata Lebar Terhadap Tingkat Kedalaman Tanam
Dari hasil penelitian perubahan lebar kemudian diinterpretasikan kedalam
analisis faktorial. Untuk mengetahui adanya pengaruh kedalaman tanam dan lama
waktu tanam terhadap perubahan lebar maka hasil perhitungan disajikan kedalam
analisis ragam (Tabel Anova) untuk mengetahui adanya pengaruh nyata atau
tidaknya, terdapat pada Tabel 19 sebagai berikut :
-
46
Tabel 19. Analisis Ragam (Tabel Anova) Perubahan Lebar Pangi (Pangium edule)
Sumber
Keragaman JK db KT F.Hitung
F.Tabel
5% 1%
P 2,83 8 0,35 44,77 2,05 2,74
A 2,74 2 1,37 173,08 3,11 4,88
B 0,04 2 0,02 2,55 3,11 4,88
A*B 0,05 4 0,01 1,72 2,48 3,56
Galat 0,64 81 0,01
Total 3,47 89
Sumber: Data Primer Setelah Diolah
Interpretasi :
1. Secara umum, perlakuan dalam hal ini lama waktu tanam dan kedalaman
tanam, menunjukkan pengaruh yang nyata dilihat dari F.Hit P lebih besar
daripada F.Tabel 1%.
2. Faktor A (lama waktu tanam) mempengaruhi nilai Lebar Pangi (Pangium
edule) (F.Hit A > F.Tabel 1%)
3. Faktor B (tingkat kedalaman tanam) tidak mempengaruhi nilai Lebar Pangi
(Pangium edule) (F.Hit B < F.Tabel 5%).
4. Interaksi antara Faktor A (lama waktu tanam) dengan Faktor B (tingkat
kedalaman tanam menunjukkan tidak adanya pengaruh nyata terhadap nilai
Lebar Pangi (Pangium edule) (F.Hit A*B < F.Tabel 5%)
-
47
5.1.3 Ketebalan
Perubahan nilai rata-rata ketebalan terhadap perlakuan lama waktu tanam
dimana nilai rata-rata terendah yaitu 1,40 mm pada minggu ke dua dan nilai rata-
rata tertinggi dengan nilai 4,97 mm pada minggu keenam. Nilai rata-rata tersebut
dapat dilihat pada Gambar 8 sebagai berikut :
Gambar 8. Rata-Rata Ketebalan Terhadap Lama Waktu Tanam
Perubahan nilai rata-rata ketebalan terhadap perlakuan tingkat kedalaman
tanam dimana nilai rata-rata terendah yaitu dengan nilai 2,14 mm justru terdapat
pada kedalaman 45 cm dan nilai rata-rata tertinggi dengan nilai 2,83 mm pada
kedalaman 15 cm. Nilai rata-rata yang dimaksud tersebut dapat dilihat pada
Gambar 9 sebagai berikut :
-
48
Gambar 9. Rata-Rata Ketebalan Terhadap Tingkat Kedalaman Tanam
Dari hasil penelitian perubahan lebar kemudian diinterpretasikan kedalam
analisis faktorial. Untuk mengetahui adanya pengaruh kedalaman tanam dan lama
waktu tanam terhadap perubahan ketebalan maka hasil perhitungan disajikan
kedalam analisis ragam (Tabel Anova) untuk mengetahui adanya pengaruh nyata
atau tidaknya, terdapat pada Tabel 20 sebagai berikut :
Tabel 20. Analisis Ragam (Tabel Anova) Perubahan Ketebalan Pangi (Pangium
edule)
Sumber
Keragaman JK db KT F.Hitung
F.Tabel
5% 1%
P 2,87 8 0,36 21,98 2,05 2,74
A 2,77 2 1,38 84,81 3,11 4,88
B 0,07 2 0,04 2,19 3,11 4,88
A*B 0,03 4 0,01 0,45 2,48 3,56
Galat 1,32 81 0,02
Total 4,19 89
Sumber: Data Primer Setelah Diolah
-
49
Interpretasi :
1. Secara umum, perlakuan dalam hal ini lama waktu tanam dan kedalaman
tanam, menunjukkan pengaruh yang nyata dilihat dari F.Hit P lebih besar
daripada F.Tabel 1%.
2. Faktor A (lama waktu tanam) mempengaruhi nilai Ketebalan Pangi
(Pangium edule) (F.Hit A > F.Tabel 1%)
3. Faktor B (tingkat kedalaman tanam) tidak mempengaruhi nilai Ketebalan
Pangi (Pangium edule) (F.Hit B < F.Tabel 5%).
4. Interaksi antara Faktor A (lama waktu tanam) dengan Faktor B (tingkat
kedalaman tanam menunjukkan tidak adanya pengaruh nyata terhadap nilai
Ketebalan Pangi (Pangium edule) (F.Hit A*B < F.Tabel 5%)
5.1.4 Berat
Perubahan nilai rata-rata berat terhadap perlakuan lama waktu tanam
dimana nilai rata-rata terendah yaitu 16,33 gram pada minggu ke dua dan nilai
rata-rata tertinggi dengan nilai 48,33 gram pada minggu keenam. Nilai rata-rata
tersebut dapat dilihat pada Gambar 10 sebagai berikut :
Gambar 10. Rata-Rata Berat Terhadap Lama Waktu Tanam
-
50
Perubahan nilai rata-rata berat terhadap perlakuan tingkat kedalaman
tanam dimana nilai rata-rata terendah yaitu dengan nilai 27 gram terdapat pada
kedalaman 15 cm dan nilai rata-rata tertinggi dengan nilai 28,67 gram pada
kedalaman 45 cm. Nilai rata-rata yang dimaksud tersebut dapat dilihat pada
Gambar 11 sebagai berikut :
Gambar 11. Rata-Rata Berat Terhadap Tingkat Kedalaman Tanam
Dari hasil penelitian perubahan berat kemudian diinterpretasikan kedalam
analisis faktorial. Untuk mengetahui adanya pengaruh kedalaman tanam dan lama
waktu tanam terhadap perubahan berat maka hasil perhitungan disajikan kedalam
analisis ragam (Tabel Anova) untuk mengetahui adanya pengaruh nyata atau
tidaknya, terdapat pada Tabel 21 sebagai berikut:
-
51
Tabel 21. Analisis Ragam (Tabel Anova) Perubahan Berat Pangi (Pangium edule)
Sumber
Keragaman JK db KT F.Hitung
F.Tabel
5% 1%
P 2,87 8 0,36 21,98 2,05 2,74
A 2,77 2 1,38 84,81 3,11 4,88
B 0,07 2 0,04 2,19 3,11 4,88
A*B 0,03 4 0,01 0,45 2,48 3,56
Galat 1,32 81 0,02
Total 4,19 89
Sumber: Data Primer Setelah Diolah
Interpretasi :
1. Secara umum, perlakuan dalam hal ini lama waktu tanam dan kedalaman
tanam, menunjukkan pengaruh yang nyata dilihat dari F.Hit P lebih besar
daripada F.Tabel 1%.
2. Faktor A (lama waktu tanam) mempengaruhi nilai Berat Pangi (Pangium
edule) (F.Hit A > F.Tabel 1%)
3. Faktor B (tingkat kedalaman tanam) tidak mempengaruhi nilai Berat Pangi
(Pangium edule) (F.Hit B < F.Tabel 5%).
4. Interaksi antara Faktor A (lama waktu tanam) dengan Faktor B (tingkat
kedalaman tanam menunjukkan tidak adanya pengaruh nyata terhadap nilai
Berat Pangi (Pangium edule) (F.Hit A*B < F.Tabel 5%).
-
52
5.2 Uji Organoleptik ( Teknik Skoring )
Pengujian organoleptik adalah pengujian yang didasarkan pada proses
pengindraan. Pengindraan diartikan sebagai suatu proses fisio-psikologis, yaitu
kesadaran atau pengenalan alat indra akan sifat-sifat benda karena adanya
rangsangan. Jenis penilaian atau pengukuran yang lain disebut pengukuran
instrumental atau pengukuran obyektif. Pengujian organoleptik teknik skoring ini
menggunakan persiapan panel terbatas atau menggunakan 3-5 orang responden
yang memiliki kepekaan terhadap pangi (Pangium edule).
Dari hasil penelitian uji organoleptik dimana pangi (Pangium edule) yang
akan diberikan skor oleh lima responden baik itu dari segi kenampakan, bau, rasa
maupun tekstur untuk menentukan kualitas terlebih penilaian rasa hanya terdapat
pada minggu keenam.
-
53
Berdasarkan penilaian untuk kenampakan, kode contoh baik itu untuk
kedalaman 15 cm, 30 cm, maupun 45 cm yang telah dinilai oleh kelima responden
dimasukkan kedalam Tabel 22 spesifikasi kenampakan sebagai berikut :
Tabel 22. Spesifikasi Skoring Untuk Kenampakan
Spesifikasi
Nilai
Kode Contoh
Kenampakan
(Warna) 1 2
Bersih,
1 - -
Rapi
Putih Kekuningan
Bersih
2 - -
Rapi
Kuning Kecoklatan
Sedikit Rapi
3 R1 K45
R3K45 R2 K45 Serpihan
Merah Kecoklatan
Sedikit Rapi
Serpihan
Coklat Gelap 4
Hampir terdapat disemua
kedalaman pada tiap
responden.
Utuh
Tidak Rapi
Hitam Pekat 5
- -
Sumber : Data Primer Setelah Diolah, 2019
Keterangan : R1,2,3,4,5 = Responden (1,2,3,4, dan 5)
K15,30,45 = Kedalaman (15 cm, 30 cm, dan 45 cm)
Tabel 22 tersebut menunjukkan pada minggu keenam rata-rata penilaian
untuk spesifikasi kenampakan terdapat pada skor dengan range 4.
-
54
Berdasarkan hasil penelitian penilaian untuk bau, juga akan dinilai oleh
kelima responden yang juga memberikan skoring untuk kualitas dari segi
kenampakan. Spesifikasi bau akan dimasukkan kedalam Tabel 23 sesuai kode
contoh yang telah diberikan skor oleh kelima responden, sebagai berikut :
Tabel 23. Spesifikasi Skoring Untuk Bau
Spesifikasi Nilai
Kode Contoh
Bau 1 2
Sangat Segar
Spesifik Jenis Sebelum
Ditanam 1 -
-
Segar
Spesifik Jenis Sebelum
Ditanam 2
R3 K45
-
Sedikiut Netral
Sedikit berbau asam 3
-
-
Agak amis dan asam
Bau Khas Bisa Dimakan 4
R4 K15
-
Bau asam
Bau khas siap Dimakan 5
Hampir terdapat disemua
responden khususnya
kedalaman 15 cm dan 30 cm
Sumber : Data Primer Setelah Diolah, 2019
Keterangan : R1,2,3,4,5 = Responden (1,2,3,4,5)
K15,30,45 = Kedalaman (15 cm, 30 cm, dan 45 cm)
Pada minggu keenam spesifikasi bau yang telah diberikan skoring oleh
kelima responden menyatakan hasil maksimal dengan range skor 5 dengan
spesifikasi bau asam khas kluwak siap dimakan.
-
55
Berdasarkan hasil skoring dari responden untuk kualitas rasa, Spesifikasi
rasa yang telah dinilai atau diberikan skor oleh kelima responden akan
dimasukkan kedalam Tabel 24 sesuai kode contoh, sebagai berikut :
Tabel 24. Spesifikasi Skoring Untuk Rasa
Spesifikasi
Rasa Nilai
Kode Contoh
1 2
Sangat Pahit,
Khas Pangi Mentah,
Kadar Sianida Tinggi 1
R2 K45
R3 K45
Pahit,
Khas Pangi Setelah
Ditanam,
Kadar Sianida Masih
Tinggi
2
-
-
Netral,
Sedikit Pahit dan
Sedikit Kecut,
Khas Pangi Lama
Tanam
3 - -
Agak Asam (Kecut),
Pahit Hampir Tidak
Terasa 4
Terdapat pada semua responden khususnya
kedalaman 15 cm dan 30
cm
Rasa Khas Pangi
Setelah Tanam,
Asam (Kecut),
Tidak Pahit Sama
Sekali
5
R1 K30
R2 K30
R5 K15
Keterangan : R1,2,3,4,5 = Responden (1,2,3,4,5)
K15,30,45 = Kedalaman (15 cm, 30 cm, dan 45 cm)
-
56
Berdasarkan Tabel 24 Spesifikasi Rasa, pada minggu keenam menyatakan
kualitas terbaik pangi/kluwak (Pangium edule) yang dinilai oleh kelima
responden dari segi rasa terdapat pada kedalaman 30 cm dengan range skoring 4-
5. Untuk skoring dari segi spesifikasi tekstur berdasarkan kode contoh yang
dinilai oleh kelima responden dimasukkan kedalam Tabel 25, sebagai berikut:
Tabel 25. Spesifikasi Skoring Untuk Tekstur
Spesifikasi
Tekstur Nilai Kode Contoh
1 2
Sangat Padat dan
Berantakan,
Sulit dirobek,
Sangat Tidak Elastis
1
-
-
Padat,
Agak sulit dirobek,
Tidak Elastis 2
R2 K45
-
Sedikit Lunak dan
kering,
Agak bisa dirobek,
Bisa ditekan
3 R1 K45 R5 K45
Lunak dan Sedikit
berair,
Bisa dirobek,
Tekanan Jari Berbekas
4
Hampir terdapat disemua
responden khususnya
kedalaman 15 cm dan 30
cm
Sangat Lunak dan
Berair,
Mudah Dirobek,
Mudah ditekan dan
menyatu
5
R5 K15
R5 K30
Sumber : Data Primer Setelah Diolah, 2019
-
57
Keterangan : R1,2,3,4,5 = Responden (1,2,3,4,5)
K15,30,45 = Kedalaman (15 cm, 30 cm, dan 45 cm)
Tabel 25 spesifikasi tekstur juga mendapatkan skoring maksimal untuk
minggu keenam dengan kedalaman 15 cm dan 30 cm dimana range mencapai 4-5.
Berdasarkan skoring kelima responden spesifikasi kenampakan, bau, rasa dan
tekstur pada Tabel 22, 23, 24, dan 25 dapat lebih diketahui nilai rata-ratanya pada
Tabel 26, sebagai berikut :
Tabel 26. Rata-Rata Skoring Kelima Responden
Kode Kenampakan Bau Rasa Tekstur
K15M6 4,44 4,86 4,64 4,4
K30M6 4,56 4,88 4,7 4,42
K45M6 3,66 3,04 0,4 3,1
Sumber: Data Primer Setelah Diolah.
Keterangan : R1,2,3,4,5 = Responden (1,2,3,4,5)
K15,30,45 = Kedalaman (15 cm, 30 cm, dan 45 cm)
Dari nilai rata-rata yang terdapat pada Tabel 26 sesuai dengan Uji
Organoleptik Teknik Skoring kelima responden menyatakan kualitas
pangi/kluwak (Pangium edule) baik dari segi kenampakan, bau, tekstur, maupun
rasa yaitu berada pada pangi yang ditanam selama enam minggu dan pada
kedalaman 30 cm.
-
58
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan analisis faktorial secara umum antara perubahan panjang,
lebar, ketebalan, dan berat memberikan pengaruh nyata terhadap perlakuan lama
waktu tanam tapi tidak berpengaruh nyata terhadap tingkat kedalaman tanam,
sehingga antar lama waktu tanam dan tingkat kedalaman tanam tidak adanya
interaksi terhadap Pangi (Pangium edule) baik dilihat dari perubahan panjang,
lebar, ketebalan, maupun berat.
Berdasarkan Hasil Uji Organoleptik (Pengindraan) dengan teknik skoring
menyatakan kualitas Pangi (Pangium edule) baik dilihat dari spesifikasi
kenampakan, bau, rasa dan tekstur didapatkan kualitas paling baik pada waktu
tanam selama enam minggu dan pada kedalaman tanam 30 cm.
6.2 Saran
Bagi mahasiswa sebelum melakukan penelitian agar mempersiapkan
segala keperluan dengan baik terlebih untuk penelitian yang memiliki musim atau
hanya bisa dilakukan pada waktu-waktu tertentu, misalnya : Pangi/Kluwak
(Pangium edule). Pangi yang merupakan salah satu hasil hutan bukan kayu masih
sangat asing bagi masyarakat kehutanan terlebih bagi Mahasiswa Kehutanan
Unismuh Makassar. Untuk itu perlu dilakukan pengkajian lebih dalam. Bagi
masyarakat khususnya Desa Mattabulu Kabupaten Soppeng agar tidak perlu lagi
membuat lubang untuk kluwak lebih dalam cukup pada kedalaman 15-30 cm dan
semakin lama waktu tanamnya kualitasnya semakin baik.
-
DAFTAR PUSTAKA
Affandi, dkk. 2017. Pengertian Hasil Hutan Kayu dan Buku Pegangan Hasil
Hutan Bukan Kayu. Penerbit Pohon Cahaya. Yogyakarta
Arini, D.I.D. (2012) Potensi Pangi (Pangium edule Reinw) Sebagai Bahan
Pengawet Alami dan Prospek Pengembangannya di Sulawesi
utara. Info BPK Manado, Vol. 2, No. 2, Hal. 103 - 113.
Balick dan Mendelsohn. 1992 dalam Oka dan Achmad. 2005. Pemanfaatan jenis
HHBK (Hasil Hutan Bukan Kayu) dan Perhutanan Sosial.
Basita G, 2007. Pemberdayaan masyarakat tentang hutan lindung.
BPDAS Jeneberang Walanae. (2006). Pangi (Pangium edule Reinw).
Makassar: Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Jeneberang
Walanae.
Dasmian, Sidu, 2007. Pemberdayan masyarakat skitar kawasan hutan lindung
jurnal penyuluhan.
Liswanti. 2012. Panduan Praktis Untuk Survey Mata Pencaharian Sosial
Ekonomi Dan Hak Kepemilikan Lahan Untuk Digunakan Dalam
Perencanaan Penggunaan Lahan Kolaboratif Yang Berbasis
Ekosistem. Center For International Forestry Research (CIFOR).
Bogor.
Pinto, W.A. Lolo dan P.V.Y Yamlean. (2017). Identifikasi Kandungan
Fitokimia dan Uji Kadar Bunuh Minimum Ekstrak Etanol Daun
Pangi (Pangium edule Reinw) terhadap Pertumbuhan Bakteri
Escherichia Coli. Jurnal ilmiah Farmasi. Program Studi Fa