PENGARUH TINGKAT KEDALAMAN TANAM DAN WAKTU TANAM … · 2020. 3. 19. · Anugerah Kehidupan . viii...

119
PENGARUH TINGKAT KEDALAMAN TANAM DAN WAKTU TANAM TERHADAP KUALITAS PANGI (Pangium edule) DENGAN UJI ORGANOLEPTIK (TEKNIK SKORING) PADA AREAL KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN (KPH) WALANAE KAB. SOPPENG SKRIPSI Oleh : NUR ABDI AMINULLAH 105950064015 PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR 2019

Transcript of PENGARUH TINGKAT KEDALAMAN TANAM DAN WAKTU TANAM … · 2020. 3. 19. · Anugerah Kehidupan . viii...

  • PENGARUH TINGKAT KEDALAMAN TANAM DAN WAKTU

    TANAM TERHADAP KUALITAS PANGI (Pangium edule)

    DENGAN UJI ORGANOLEPTIK (TEKNIK SKORING)

    PADA AREAL KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN

    (KPH) WALANAE KAB. SOPPENG

    SKRIPSI

    Oleh :

    NUR ABDI AMINULLAH

    105950064015

    PROGRAM STUDI KEHUTANAN

    FAKULTAS PERTANIAN

    UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

    2019

  • PENGARUH TINGKAT KEDALAMAN TANAM DAN WAKTU TANAM

    TERHADAP KUALITAS PANGI (Pangium edule) DENGAN UJI

    ORGANOLEPTIK (TEKNIK SKORING) PADA AREAL KESATUAN

    PENGELOLAAN HUTAN (KPH) WALANAE KAB. SOPPENG

    SKRIPSI

    Untuk Memenuhi Persyaratan

    Memperoleh Gelar Sarjana S-1 Pada Program Studi Kehutanan

    NUR ABDI AMINULLAH

    105950064015

    PROGRAM STUDI KEHUTANAN

    FAKULTAS PERTANIAN

    UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

    2019

  • v

    PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

    Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi Pengaruh Tingkat Kedalaman

    Tanam Dan Waktu Tanam Terhadap Kualitas Pangi (Pangium Edule) Dengan Uji

    Organoleptik (Teknik Skoring) Pada Areal Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH)

    Walanae Kab. Soppeng Provinsi Sulawesi Selatan adalah karya saya dengan

    arahan komisi pembimbing Dr. Hikmah, S.Hut., M.Si., IPM dan Ir. Muhammad

    Tahnur, S.Hut., M.Hut., IPM. Belum diajukan dalam bentuk apapun kepada

    perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya

    yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam

    teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir Skripsi ini.

  • vi

    HAK CIPTA

    @ Hak Cipta milik Unismuh Makassar, Tahun 2019

    Hak Cipta Dilindungi Oleh Undang-undang.

    1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tampa

    mencantumkan atau menyebutkan sumber

    2. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan

    karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu

    masalah.

    3. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar Universitas

    Muhammadiyah Makassar.

    4. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya

    tulis dalam bentuk laporan apapun tanpa izin Universitas Muhammadiyah

    Makassar.

  • vii

    DAFTAR RIWAYAT HIDUP

    Nur Abdi Aminullah adalah nama penulis skripsi ini.

    Penulis lahir dari orang tua Ayahanda bernama Drs. H. Abd.

    Rahim,M.M dan Ibunda bernama Hj. Nursyabanniah. Penulis

    dilahirkan pada tanggal 18 Januari 1996 di Lingkungan

    Pakkola Kelurahan Banggae Kecamatan Banggae Kabupaten

    Majene Provinsi Sulawesi Barat.

    Merupakan anak ketiga dari sembilan bersaudara. Penulis memulai Pendidikan

    Di Tk. Pembina Kp. Baru 2001, Tingkat Dasar pada tahun 2002 di Sekolah Dasar

    Negeri (SDN) 2 Kampung Baru dan tamat pada tahun 2008. Pada tahun yang

    sama Penulis melanjutkan Pendidikan Tingkat Menengah Pertama pada Tahun

    2008 di Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) 3 Majene dan tamat pada

    Tahun 2011. Selanjutnya Penulis melanjutkan Pendidikkan Tingkat Menengah

    Atas pada Tahun 2011 di Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) 2 Majene dan

    Tamat pada tahun 2014. Setelah tamat SMA Pernah mengikuti tes pendafataran

    polisi dan sekolah pelayaran namun tidak diterima, lalu menjadi seorang security

    cctv selama sebulan. Tahun 2015 Penulis terdaftar sebagai mahasiswa pada

    Program Studi Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah

    Makassar dan Lulus pada Tahun 2019.

    Motto : Berbagi Kebaikan, Tekun, Dan Jujur. Lalu Bersyukur Kepada-Nya Atas

    Anugerah Kehidupan .

  • viii

    KATA PENGANTAR

    Puji syukur kehadirat Allah SWT atas berkat rahmat, karunia, dan

    hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi yang berjudul

    “Pengaruh Tingkat Kedalaman Tanam Dan Waktu Tanam Terhadap Kualitas

    Pangi (Pangium Edule) Dengan Uji Organoleptik (Teknik Skoring) Pada Areal

    Kesatuan Pengelolaan Hutan (Kph) Walanae Kab. Soppeng” Sebagai salah satu

    syarat mendapat Gelar Sarjana Kehutanan. Salam dan salawat semoga senantiasa

    dilimpahkan oleh Allah SWT kapada junjungan Nabi Muhammad SAW sebagai

    suri tauladan kepada kita semua.

    Ucapan terima kasih penulis kepada kedua Orang Tua yang telah

    membesarkan, mendidik penulis, juga tak hentinya membiayai sekolah juga

    mendo’akan penulis, serta ucapan terima kasih kepada keluarga besar yang telah

    mendukung baik dari segi materi maupun non materi, terkhusus juga kepada Rika

    Suhardi yang telah memaksimalkan waktunya untuk memudahkan pelaksanaan

    penelitian.

    Penulis mengucapkan banyak terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:

    1. Bapak Dr. H. Burhanuddin,S.Pi.,MP. Selaku Dekan Fakultas Pertanian

    Universitas Muhammadiyah Makassar.

    2. Ibunda Dr. Husnah Latifah,S.Hut.,M.Si. Selaku Wakil Dekan I Fakultas

    Pertanian Universitas Muhammadiyah Makassar.

    3. Dr. Hikmah,S.Hut.,M.Si.,IPM Selaku Ketua Program Studi Kehutanan

    Universitas Muhammadiyah Makassar Sekaligus Dosen Pembimbing I.

  • ix

    4. Ir. Muhammad Tahnur S.Hut., M.P., IPM. Selaku pembimbing II yang

    telah memberikan bimbingan sistem penyusunan laporan, pengetahuan dan

    motivasi.

    5. Ibu Muthmainnah, S.Hut., M.Hut selaku penguji I dan Ir. Muhammad

    Daud, S.Hut., M.Si., IPM selaku penguji II yang tak hentinya memberi

    arahan dan masukan dalam menyelesaikan skripsi ini.

    6. .Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Kehutanan yang telah memberikan

    ilmu selama di bangku perkuliahan, serta staf tata usaha Fakultas Pertanian

    Universitas Muhammadiyah Makassar.

    7. Pihak Instansi-instansi dan Masyarakat Dusun Teppoe Desa Mattabulu

    Kabupaten Soppeng yang telah memberikan fasilitas selama pelaksanaan

    penelitian.

    8. Kepada senior-senior juga teman-teman yang tidak disebutkan namanya

    satu-persatu yang telah memberikan ilmu, saran dan motivasi. Terima

    Kasih juga terkhusus kepada Rika Suhardi yang membantu sehingga

    memudahkan selesainya skripsi ini.

    Skripsi ini semoga bermanfaat untuk semua orang khususnya masyarakat

    kehutanan dan tak dapat dihindari juga atas kekurangan-kekurangan yang terdapat

    dalam skripsi ini. Untuk itu penulis berharap atas masukan dan saran yang

    sifatnya membangun agar jauh lebih baik.

    Makassar, 19 November 2019

    Penulis

  • x

    ABSTRAK

    Nur Abdi Aminullah (105950064015). Pengaruh Tingkat Kedalaman Tanam

    Dan Waktu Tanam Terhadap Kualitas Pangi (Pangium Edule) Dengan Uji

    Organoleptik (Teknik Skoring) Pada Areal Kesatuan Pengelolaan Hutan

    (KPH) Walanae Kab. Soppeng Provinsi Sulawesi.

    Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kualitas terbaik Pangi (Pangium

    edule) terdapat pada kedalaman berapa dan berapa lama waktu tanam pada

    Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPH) Walanae Kabupaten Soppeng. Data

    yang digunakan meliputi data primer yang bersumber dari hasil pengukuran

    panjang, lebar, ketebalan, dan lebar. Data sekunder bersumber dari instansi-

    instansi yang terkait serta berupa dokumen-dokumen dan literature. Data

    dikumpulkan melalui teknik observasi, pengukuran dan studi pustaka. Analisis

    data dilakukan secara kuantitatif dan kualitatif untuk mengetahui kualitas Pangi

    (Pangium edule) yang kemudian diolah dengan Analisis RAL Faktorial. Hasil

    penelitian menunjukkan bahwa kualitas terbaik Pangi (Pangium edule) terdapat

    pada minggu ke enam kedalaman 30 cm, meskipun tidak adanya interaksi nyata

    perubahan ukuran terhadap Lama Waktu Tanam Dan Tingkat Kedalaman Tanam

    pada Areal Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Walanae Kabupaten Soppeng

    Provinsi Sulawesi Selatan.

    Kata Kunci : KPH Walanae, Organoleptik, Kedalaman Tanam, Waktu Tanam.

  • xi

    DAFTAR ISI

    Halaman

    HALAMAN SAMPUL ................................................................................. i

    HALAMAN JUDUL .................................................................................... ii

    HALAMAN PENGESAHAN ...................................................................... iii

    HALAMAN KOMISI PENGUJI ................................................................ iv

    KEASLIAN SKRIPSI .................................................................................. v

    HAK CIPTA ................................................................................................. vi

    DAFTAR RIWAYAT HIDUP .................................................................... vii

    KATA PENGANTAR ................................................................................. viii

    ABSTRAK .................................................................................................... x

    DAFTAR ISI ................................................................................................ vii

    DAFTAR TABEL ....................................................................................... xiv

    DAFTAR GAMBAR ................................................................................... xvi

    DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................ xvii

    I. PENDAHULUAN

    1.1. Latar Belakang .............................................................................. 1

    1.2. Rumusan Masalah .......................................................................... 4

    1.3. Tujuan Penelitian .......................................................................... 4

    1.4. Manfaat Penelitian ......................................................................... 4

    II. TINJAUAN PUSTAKA

    2.1. Pengertian Hutan ........................................................................... 5

    2.2. Pengertian Hutan Lindung Dan Fungsinya.................................... 5

  • xii

    2.3. Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) ................................................ 7

    2.4. Pangi (Pangium edule) .................................................................. 9

    2.5. Uji Coba Organoleptik ................................................................... 12

    2.6. Kerangka Fikir ............................................................................... 15

    III. METODE PENELITIAN

    3.1. Waktu Dan Tempat ....................................................................... 17

    3.2. Objek dan Alat Penelitian .............................................................. 17

    3.3. Prosedur Penelitian ....................................................................... 18

    3.4. Metode Penarikan Sampel ............................................................. 19

    3.5. Jenis Data ....................................................................................... 19

    3.6. Analisis Data ........................................................................................... 20

    3.7 Organoleptik (Spesifikasi Kenampakan, Bau, Rasa, Dan Tekstur)......... 23

    IV. KEADAAN UMUM LOKASI

    4.1. Keadaan Fisik ............................................................................... 27

    4.2. Potensi Flora Dan Fauna .............................................................. 37

    4.3. Keadaan Sosial Ekonomi .............................................................. 38

    V. HASIL DAN PEMBAHASAN

    5.1. Hasil ............................................................................................... 42

    5.1.1 Panjang ................................................................................ 42

    5.1.2 Lebar .................................................................................... 44

    5.1.3 Ketebalan ............................................................................. 47

    5.1.4 Berat .................................................................................... 49

    5.2. Uji Organoleptik ............................................................................ 52

  • xiii

    VI. PENUTUP

    6.1. Kesimpulan .................................................................................... 58

    6.2. Saran .............................................................................................. 58

    DAFTAR PUSTAKA

    LAMPIRAN

  • xiv

    DAFTAR TABEL

    Nomor Teks Halaman

    1. Tingkat Kedalaman Tanam Dan Waktu Tanam....................................... 21

    2. Analisis Sidik Ragam ............................................................................... 22

    3. Spesifikasi Skoring Untuk Kenampakan ................................................. 23

    4. Spesifikasi Skoring Untuk Bau ................................................................ 24

    5. Spesifikasi Skoring Untuk Rasa ............................................................... 25

    6. Spesifikasi Skoring Untuk Tekstur .......................................................... 26

    7. Luas Hutan Berdasarkan Fungsi Kawasan ............................................... 28

    8. Batas Wilayah Kelola KPHL Unit XII Walanae...................................... 28

    9. Distribusi KPHL Kecamatan di Kab. Soppeng ........................................ 29

    10. Jumlah Curah Hujan Dan Hari Hujan KPH Walanae .............................. 30

    11. Tipe Iklim Menurut Schmidt-Ferguson ................................................... 31

    12. Luas Lahan Kritis Berdasarkan Fungsi Kawasan .................................... 33

    13. Sebaran Desa Kelurahan/Kecamatan ....................................................... 34

    14. Sumber Air Permukaan Kab. Soppeng .................................................... 36

    15. Data Potensi Fauna ................................................................................... 37

    16. Jumlah Penduduk Menurut Agama Kab. Soppeng .................................. 41

    17. Analisis Ragam Perubahan Panjang ........................................................ 43

    18. Analisis Ragam Perubahan Lebar ............................................................ 46

    19. Analisis Ragam Perubahan Ketebalan ..................................................... 48

    20. Analisis Ragam Perubahan Berat ............................................................. 51

    21. Spesifikasi Skoring Untuk Kenampakan ................................................. 53

  • xv

    22. Spesifikasi Skoring Untuk Bau ................................................................ 54

    23. Spesifikasi Skoring Untuk Rasa ............................................................... 55

    24. Spesifikasi Skoring Untuk Tekstur .......................................................... 56

    25. Rata-Rata Skoring Kelima Responden .................................................... 57

  • xvi

    DAFTAR GAMBAR

    Nomor Teks Halaman

    1. Kerangka Fikir ........................................................................................ 16

    2. Pengukuran Pangi ................................................................................... 18

    3. Jumlah Sarana Pendidikan Kabupaten Soppeng .................................... 40

    4. Rata-Rata Panjang Terhadap Lama Waktu Tanam ................................. 42

    5. Rata-Rata Panjang Terhadap Tingkat Kedalaman Tanam ...................... 43

    6. Rata-Rata Lebar Terhadap Lama Waktu Tanam .................................... 44

    7. Rata-Rata Lebar Terhadap Tingkat Kedalaman Tanam ......................... 45

    8. Rata-Rata Ketebalan Terhadap Lama Waktu Tanam ............................. 47

    9. Rata-Rata Ketebalan Terhadap Tingkat Kedalaman Tanam................... 48

    10. Rata-Rata Berat Terhadap Lama Waktu Tanam ..................................... 49

    11. Rata-Rata Berat Terhadap Tingkat Kedalaman Tanam .......................... 50

  • xvii

    DAFTAR LAMPIRAN

    Nomor Teks Halaman

    1. Lampiran 1 Nilai Faktor A, B, Dan Perubahan Rata-Rata ......................... 61

    2. Lampiran 2 Nama-Nama Responden ......................................................... 67

    3. Lampiran 3 SNI 01- 2346 - 2006 ............................................................... 70

    4. Lampiran 4 Dokumentasi ........................................................................... 75

    5. Lampiran 5 Tabel F 5% Dan 1%................................................................ 86

    5. Lampiran 5 Surat Penelitian ....................................................................... 99

  • I. PENDAHULUAN

    1.1 . Latar Belakang

    Hutan merupakan kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi

    sumberdaya alam hayati yang didominasi oleh pepohonan dalam persekutuan

    alam lingkungannya, yang satu dengan yang lainnya tidak dapat di pisahkan

    (UU No.41 1999). Hutan memiliki hasil kayu, hasil hutan bukan kayu serta

    jasa lingkungan. Kehutanan merupakan bentuk organisasi baik secara

    pendidikan maupun non pendidikan yang mengetahui segala hal yang

    berhubungan tentang hutan, mulai dari bentuk administrasi, kehidupan dan

    kegiatan dalam hutan, serta cara pemanfaatan yang sangat mendukung dalam

    memajukan perekonomian dengan meminimalisir kerusakan lingkungan.

    Surat Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor :

    SK. 665/MENLHK/SETJEN/PLA.0/11/2017 tentang Penetapan Wilayah

    Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung dan Kesatuan Pengelolaan Hutan

    Produksi Provinsi Sulawesi Selatan, luas kawasan hutan KPHL Unit XII

    menjadi seluas ±64.592 Ha atau terjadi penambahan seluas ±91,38 Ha setelah

    dikurangi dengan luasan kawasan konservasi/kawasan pelestarian alam seluas

    ±1.572,3 Ha. Sesuai ketentuan yang berlaku, KPHL Unit XII Walanae

    mengacu kepada Keputusan Menteri yang terbaru (SK 665/2017) dimana

    pembagian fungsi kawasan terdiri dari Hutan Lindung (HL), Hutan Produksi

    Tetap (HP) dan Hutan Produksi Terbatas (HPT).Wilayah kelola UPT KPHL

    Unit XII Walanae berada mencakup 7 (tujuh) kecamatan di wilayah

  • 2

    administrasi Kabupaten Soppeng dan 6 (enam) kecamatan di wilayah

    administrasi Kabupaten Wajo.

    Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) merupakan bagian dari

    ekosistem hutan yang memiliki peranan yang beragam, baik terhadap

    lingkungan alam maupun terhadap kehidupan manusia (Suhesti dan

    Hadinoto, 2015). Hasil hutan bukan kayu didefiniskan sebagai segala

    sesuatu yang bersifat material (bukan kayu) yang dapat dimanfaatkan dari

    keberadaan hutan, seperti rotan, bambu, damar, getah-getahan, kulit kayu,

    arang bambu, kayu bakar dan sebagainya. Produk hasil hutan bukan kayu

    terdiri atas bagian-bagian dari tanaman yang memiliki nilai atau potensi

    yang tinggi, baik secara ekonomi, ekologi maupun sosial sehingga bunga,

    biji, daun, buah serta akar dapat dimanfaatkan (Wahyudi, 2013; Affandi

    dkk, 2017).

    Pangi (Pangium edule) merupakan salah satu hasil hutan bukan

    kayu yang berpotensi untuk dikembangkan. Pangi merupakan jenis

    komoditas kelompok nabati, yang semua bagian pada tanaman pangi

    dapat dimanfaatkan. Buah atau biji tanaman pangi memiliki nilai ekonomi

    karena dapat dijadikan sayur ataupun kue tradisional, kluwak, selain itu

    batang sebagai bahan kontruksi sedangkan biji dan daunnya dapat

    dimanfaatkan.

    Untuk melakukan pemanfaatan terhadap buah pangi juga sangatlah

    tidak mudah dalam proses pengelolaannya terlebih pada saat dijadikan

    bahan untuk makanan. Salah satu olahan untuk buah pangi haruslah

  • 3

    dilakukan proses panjang dimana biji pangi tersebut akan ditimbun

    kedalam tanah yang lamanya bahkan sampai enam puluh hari. Penelitian

    kali ini akan diuji kualitas melalui tingkat kedalaman tanam dan lama

    waktu tanam. Pengukuran kualitas kemudian akan diuji dengan

    Organoleptik Teknik Skoring.

    Kedalaman tanam merupakan salah satu komponen atau perlakuan

    utama terhadap suatu vegetasi dimana akan berpengaruh besar terhadap

    pertumbuhan tanaman. Namun pada proses penguburan biji pangi tidaklah

    bertujuan untuk proses pertumbuhan atau perkecambahan melainkan untuk

    menentukan kualitas produk pangi itu sendiri.

    Waktu atau masa menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1997)

    adalah seluruh rangkaian saat ketika proses, perbuatan, atau keadaan berada

    atau berlangsung. Dalam hal ini, skala waktu merupakan interval antara dua

    buah keadaan/kejadian, atau bisa merupakan lama berlangsungnya suatu

    kejadian. Proses waktu yang digunakan kali ini merupakan perbandingan

    lama waktu tanam untuk mendapatkan kualitas kluwak/pangi.

    Pengujian organoleptik teknik skoring merupakan pengujian yang

    didasarkan pada proses pengindraan. Pengindraan diartikan sebagai suatu

    proses fisio-psikologis, yaitu kesadaran atau pengenalan alat indra akan sifat-

    sifat benda karena adanya rangsangan yang diterima berasal dari benda

    tersebut. Organoleptik teknik skoring ini digunakan untuk menentukan

    kualitas, tentunya akan dinilai (diberi skor) oleh beberapa orang.

  • 4

    1.2 Rumusan Masalah

    Pengelolaan buah pangi atau kepayang sangatlah tidak mudah terlebih

    pada saat dikelola menjadi makanan.Adapun diketahui prosesnya dimulai dari

    perendaman, direbus, ataupun ditanam.

    Berdasarkan hal-hal tersebut di atas maka dapat dirumuskan masalah

    sebagai berikut :

    1. Berapakah kedalaman pada saat ditanam agar mendapatkan

    pangi/kluwak dengan kualitas terbaik?

    2. Berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk mendapatkan pangi/kluwak

    dengan kualitas terbaik ?

    3. Kualitas manakah yang terbaik setelah diuji coba dengan organoleptik

    teknik skoring ?

    1.3 Tujuan Penelitian

    Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan

    membandingkan kualitas kluwak pada kedalaman yang berbeda dan lama

    waktu tanam dengan uji coba organoleptik teknik skoring.

    1.4 Manfaat Penelitian

    Manfaat dari penelitian ini agar menjadi referensi baru dalam

    mendapatkan hasil kluwak yang jauh lebih maksimal dalam segi kualitas baik

    untuk pihak Kesatuan Pengelolaan Hutan Walanae maupun kepada

    masyarakat terlebih masyarakat sekitar tempat penelitian ini dilakukan.

  • II. TINJAUAN PUSTAKA

    2.1. Pengertian Hutan

    Hutan menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 41 Tahun

    1999 tentang Kehutanan yaitu suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan

    lahan berisi sumberdaya alam hayati yang di dominasi pepohonan dalam

    persekutuan alam, lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat di

    pisahkan. Hutan adalah bentuk kehidupan yang tersebar diseluruh dunia, kita

    dapat menemukan hutan baik di daerah tropis maupun di daerah beriklim

    dingin, di dataran rendah maupun pegunungan, di pulau kecil maupun di

    benua besar. Hutan merupakan suatu kumplan tumbuhan dan juga tanaman,

    terutama pepohonan atau tumbuhan berkayu lainnya, yang menempati daerah

    yang cukup luas.(Dasmin Sidu,2007)

    Hutan sebagai suatu ekosistem tidak hanya menyimpan sumberdaya

    alam berupa kayu, tetapi masih banyak potensi non kayu yang dapat diambil

    manfaatnya oleh masyarakat.Menurut Undang-Undang No. 41 tahun 1999,

    hasil hutan adalah benda-benda hayati, non hayati dan turunannya, serta jasa

    yang berasal dari hutan. (Rahayu, 2005)

    2.2 Pengertian Hutan Lindung dan Fungsinya

    Hutan lindung Indonesia mempunyai fungsi penting dalam menjaga

    ekosistem dan biodiversiti dunia. Sebagai negara dengan luas hutan terbesar

    ketiga setelah Brasil dan Zaire, fungsi hutan Indonesia dalam melindungi

    ekosistem lokal, nasional, regional dan global sudah diakui secara luas. Dari

  • 6

    fungsi biodiversiti, Indonesia dikenal sebagai pemilik 17% spesies dunia,

    walaupun luas wilayahnya hanya 1.3% dari luas wilayah dunia.

    Diperkirakan Indonesia memiliki 11% species tumbuhan berbunga

    yang sudah diketahui,12% binatang menyusui, 15% amfibi dan reptilia, 17%

    jenis burung dan sekitar 37% jenis-jenis ikan yang ada di dunia (Krisfianti

    Ginoga 2005). Kemewahan tersebut suatu ketika akan punah dan hilang, jika

    pengelolaan hutan lindung tidak dilakukan secara bijaksana dan

    berkelanjutan, dan didukung oleh kebijakan dan peraturan perundangan yang

    jelas.

    Berdasarkan peraturan perundangan yang ada, diantaranya Undang-

    Undang No. 41/1999 pasal 1, hutan lindung didefinisikan sebagai kawasan

    hutan yang mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan sistem penyangga

    kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi,

    mencegah intrusi air laut dan memelihara kesuburan tanah.

    PP 44/2004 tentang Perencanaan Kehutanan dan Keppres No.

    32/1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung, menyebutkan enam kriteria

    hutan lindung yaitu kawasan hutan yang mempunyai lereng lapangan 40

    persen atau lebih, mempunyai ketinggian di atas permukaan laut 2000 meter

    atau lebih, kawasan dengan faktor kelas lereng, jenis tanah dan intensitas

    hujan setelah masing-masing dikalikan dengan angka penimbang mempunyai

    jumlah nilai skor 175 atau lebih, kawasan hutan yang mempunyai tanah

    sangat peka terhadap erosi dengan lereng lapangan lebih dari 15 persen,

    kawasan yang merupakan daerah resapan air, dan kawasan hutan yang

  • 7

    merupakan daerah perlindungan pantai. Dari kriteria tersebut dapat

    dimengerti mengapa hutan ini diperuntukan terutama untuk fungsi

    perlindungan ekosistem, bukan untuk produksi kayu atau perolehan

    pendapatan dalam jumlah besar dalam waktu yang singkat.(Schlager. E dan

    Ostrom E. 1992).

    UU No. 41/1999 dan PP No. 34/2002 menyebutkan pula bahwa

    bentuk pemanfaatan hutan lindung terbatas pada pemanfaatan kawasan,

    pemanfaatan jasa lingkungan, dan pemungutan hasil hutan bukan kayu

    (HHBK). Pemanfaatan kawasan pada hutan lindung dapat berupa budidaya

    tanaman obat, perlebahan, penangkaran. Sedangkan pemanfaatan jasa

    lingkungan adalah bentuk usaha yang memanfaatkan potensi hutan lindung

    dengan tidak merusak lingkungan seperti ekowisata, wisata olah raga

    tantangan, pemanfaatan air, dan perdagangan karbon. Bentuk-bentuk

    pemanfaatan ini ditujukan untuk meningkatkan pendapatan daerah,

    peningkatan kesejahteraan dan kesadaran masyarakat sekitar hutan akan

    fungsi dan kelestarian hutan lindung. ( Basita G,2007)

    2.3 Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK)

    Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) adalah hasil hutan hayati baik

    nabati maupun hewani dan turunannya yang berasal dari hutan kecuali kayu

    (Permenhut No. 35 Tahun 2007). HHBK yang sudah biasa dikomersilkan

    diantaranya cendana, gaharu, sagu, rotan, aren, sukun, bambu, sutera alam,

    madu, jernang, kemenyan, kayu putih, kayu manis, kilemo, pinang, aneka

    tanaman hias, dan tanaman obat, serta minyak atsiri. Hasil hutan tersebut

  • 8

    dapat dikatakan sebagai HHBK unggulan.HHBK unggulan adalah jenis hasil

    hutan bukan kayu yang memiliki potensi ekonomi yang dapat dikembangkan

    budidaya maupun pemanfaatannya di wilayah tertentu sesuai kondisi biofisik

    setempat guna meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat.

    Berbagai manfaat dapat diperoleh dari HHBK ini antara lain; sandang, papan,

    pewangi, pewarna, pemanis, penyamak, pengawet, bumbu dapur, perekat,

    kerajinan, bahan obat-obatan, kosmetik dan bahan aneka industri lainnya.

    Sesuai dengan Peraturan Menteri Kehutanan No 35 tahun 2007, jenis

    komoditi HHBK digolongkan ke dalam 2 (dua) kelompok besar yaitu

    kelompok hasil hutan dan tanaman dan kelompok hasil hewan. Kelompok

    Hasil Hutan dan Tanaman terdiri dari (a) Kelompok Resin, (b) Kelompok

    minyak atsiri, (c) Kelompok minyak lemak, (d) Kelompok karbohidrat, (e)

    Kelompok buah-buahan, (f) Kelompok tannin, (g) Bahan pewarna, (h)

    Kelompok getah, (i) Kelompok tumbuhan obat, (j) Kelompok tanaman hias,

    (k) Kelompok palma dan bambu, dan (l) Kelompok alkaloid. Sedangkan

    untuk Kelompok Hasil Hewan terdiri dari Kelompok Hewan buru, Kelompok

    Hasil Penangkaran (arwana irian, buaya, kupu-kupu, rusa), dan Kelompok

    Hasil Hewan (burung walet, kutu lak, lebah, ulat sutera) Berbagai jenis

    tanaman penghasil HHBK merupakan tanaman serbaguna yang dapat

    memberikan manfaat sosial ekonomi bagi masyarakat setempat dan manfaat

    lingkungan untuk menjaga keseimbangan ekosistem. (Liswanti. 2012)

    Sedangkan pemanfaatan jenis HHBK hewani selama ini masih

    terbatas pada beberapa jenis hewan dan fokus pengelolaannya masih

  • 9

    berorientasi untuk keperluan konservasi (Surat Direktur Jenderal Rehabilitasi

    Lahan dan Perhutanan Sosial tentang Arahan Pengembangan Hasil Hutan

    Bukan Kayu).Hasil hutan baik berupa kayu dapat memberikan nilai ekonomis

    yang tinggi.Nilai ekonomis ini membuat pengelolaan hutan lebih

    menitikberatkan pada produk kayu. Bahkan eksploitasi hutan pun dapat

    terjadi karena keuntungan yang dapat diraih dari hasil hutan kayu

    memberikan devisa bagi Negara. Hasil hutan bukan kayu pun memiliki nilai

    ekonomis.Namun jika dibandingkan, tentu saja hasil hutan berupa kayu

    dinilai lebih menguntungkan daripada hasil hutan bukan kayu.Walau

    demikian, hasil hutan bukan kayu terbukti lebih bernilai dibandingkan hasil

    kayu dalam jangka panjang.(Balick dan Mendelsohn. 1992 dalam Oka dan

    Achmad. 2005)

    2.4 Pangi / Kepayang (Pangium edule)

    2.4.1 Pengertian

    Pangi adalah tanaman pohon yang tinggi yang sering kita temukan

    disekitar kita. Nama latin tanaman kluwak adalah Pangium Edule Reinw.

    Tanaman kluwak umumnya tumbuh di tepi sungai, daerah yang berair, hutan

    primer, hutan sekunder, dan kebun masyarakat.Tanaman kluwak ini

    penyebarannya meliputi Indonesia, Malaysia, Filipina, Papua Nugini,

    Mikronesia, dan Malenasia. (Yuningsih, 2008)

  • 10

    2.4.2 Ciri-ciri

    Tanaman kluwak ini adalah pohonnya memiliki ukuran yang tinggi,

    buah kluwak yang berwarna coklat berbentuk bulat lonjong dengan daging

    biji yang berwarna kehitaman. Fungsi dan kegunaan tanaman kluwak bagi

    sebagian masyarakat Indonesia, biji kluwak digunakan sebagai bumbu untuk

    masakan seperti bumbu untuk membuat rawon, bumbu dalam membuat

    sambal, bumbu dalam pembuatan olahan daging, brongkos, dan lain-lain.

    (Salaki, 2012)

    2.4.3 Klasifikasi Pangi

    Kingdom : Plantae (Tumbuhan)

    Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)

    Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji)

    Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)

    Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)

    Sub Kelas : Dilleniidae

    Ordo : Violales

    Famili : Flacourtiaceae

    Genus : Pangium

    Spesies : Pangium edule Reinw

    2.4.4 Anatomi dan Morfologi Pangi

    Tanaman Pangi merupakan salah satu jenis dari keluarga tanaman

    Flacourtiacea. Tanaman keluwak ini termasuk tanaman pohon yang memiliki

    ukuran besar yang mana tinggi pohonnya dapat mencapai 40 m dengan

  • 11

    ukuran diameter batang pohon 100 cm- 2,5 m. Pucuk atas tanaman kluwak

    biasanya lebat, dengan cabang dan ranting yang mudah patah. Daun tanaman

    kluwak ini tunggal, berkumpul pada ujung ranting dan bertangkai

    panjang.Tanaman kluwak helaian daunnya dari pohon muda berlekuk tiga.

    Pada pohon tanaman kluwak yang sudah tua helaian daun berbentuk

    bulat seperti telur melebar di pangkal berbentuk jantung, dan ujung daun

    tanaman kluwak meruncing.Permukaan daun tanaman kluwak pada bagian

    atas licin berwarna hijau mengkilap, sedangkan pada permukaan bawahnya

    berambut coklat dan tersusun rapat dengan tulang daun menonjol. Panjang

    daun tanaman kluwak berkisar antara 20-60 cm dan lebar 15-40 cm. Bunga

    tanaman kluwak berwarna coklat kehijauan, tumbuh pada ketiak daun atau

    hampir di setiap ujung ranting. Bunga jantan tanaman kluwak tersusun dalam

    malai, sedangkan pada bunga betina tanaman kluwak umumnya muncul

    tunggal di ujung ranting. (Pinto, Yamlean. 2017)

    Buah tanaman kluwak buni berbentuk bulat seperti telur atau lonjong,

    kulit buah kluwak yang telah tua berwarna coklat dengan permukaan

    kasar.Diameter buah kluwak berkisar antara 10-25 cm. Daging buah kluwak

    berwarna kuning pucat, lunak dan dapat dimakan.Tiap buah kluwak berisi

    sampai 18 biji atau lebih.Pada bagian kulit biji kluwak ini sangat tebal dan

    keras.Habitat kluwak pada daerah dengan ketinggian antara 10-1.000 m dari

    permukaan air laut.Tanaman kluwak mengandung gynocardine dan

    cyaanwatestof.

  • 12

    2.4.5 Manfaat Pangi / Kluwak (Pangium edule Reinw)

    Tanaman kluwak ini memiliki segudang manfaat dan khasiat untuk

    menyembuhkan berbagai macam penyakit yang ada ditubuh. Digunakan

    untuk antiseptic, berkhasiat sebagai desinfektan, bermanfaat untuk

    membersihkan koreng., untuk mengobati rematik, berguna untuk penyakit

    kulit (gatal-gatal), sebagai obat tidur, berguna untuk menghilangkan kutu di

    rambut, untuk mempercepat haid, untuk obat sakit lepra, bumbu masakan,

    jadi bahan makanan seperti rawon. (Anonim, 2015)

    2.5 Uji Coba Organoleptik (Teknik Skoring)

    Pengujian organoleptik adalah pengujian yang didasarkan pada proses

    pengindraan. Pengindraan diartikan sebagai suatu proses fisio-psikologis,

    yaitu kesadaran atau pengenalan alat indra akan sifat-sifat benda karena

    adanya rangsangan. Jenis penilaian atau pengukuran yang lain disebut

    pengukuran instrumental atau pengukuran obyektif. Pengukuran obyektif

    hasilnya sangat ditentukan oleh kondisi obyek atau sesuatu yang diukur.

    (Soekarto. 1982)

    Rangsangan yang dapat diindra dapat bersifat mekanis (tekanan,

    tusukan), bersifat fisis (dingin, panas, sinar, dan warna), sifat kimia (bau,

    aroma, dan rasa). Waktu alat indra menerima rangsangan sebelum terjadi

    kesadaran prosesnya adalah fisiologis, yaitu dimulai dengan reseptor dan

    diteruskan pada susunan syaraf sensori atau penerimaan. Mekanisme

    pengindraan secara singkat dan sederhana adalah :

    a. Penerimaan rangsangan (stimulus) oleh sel-sel peka khusus pada indra.

  • 13

    b. Terjadi reaksi dalam sel-sel peka membentuk energi kimia.

    c. Perubahan energy kimia menjadi energi listrik (impulse) pada sel syaraf.

    d. Terjadi interpretasi psikologis dalam syaraf pusat

    e. Hasilnya berupa kesadaran atau kesan psikologis.

    2.5.1 Persiapan Uji Organoleptik

    1. Panel Perseorangan’

    Panel perseorangan adalah orang yang sangat ahli dengan

    kepekaan spesifik yang sangat tinggi yang diperoleh karena bakat atau

    latihan-latihan yang sangat intensif. Panel perseorangan sengat mengenal

    sifat peranan dan cara pengolahan bahan yang akan dinilai dan

    menguasai metode-metode analisis organoleptik dengan sangat baik.

    Keuntungan menggunakan panelis ini adalah kepekaan tinggi bias dapat

    dihindari, penilaian efisien dan tidak cepat fatik.

    2. Panel terbatas

    Panel terbatas terdiri dari 3-5 orang yang mempunyai kepekaan

    tinggi sehingga bias lebih dihindari. Panelis ini mengenal dengan baik

    faktor-faktor dalam penilaian organoleptik dan mengetahui cara

    pengolahan dan pengaruh bahan baku terhadap hasil akhir. Keputusan

    diambil berdiskusi diantara anggota- anggotanya.

    3. Panel Terlatih

    Panel terlatih terdiri dari 15-25 orang yang mempunyai kepekaan

    cukup baik. Untuk menjadi terlatih perlu didahului dengan seleksi dan

    latihan-latihan. Panelis ini dapat menilai beberapa rangsangan sehingga

  • 14

    tidak terlampau spesifik. Keputusan diambil setelah data dianalisis secara

    bersama.

    4. Panel Agak Terlatih

    Panel agak terlatih terdiri dari 15-25 orang yang sebelumya dilatih

    untuk mengetahui sifat-sifat tertentu.. panel agak terlatih dapat dipilih dari

    kalangan terbatas dengan menguji datanya terlebih dahulu. Sedangkan

    data yang sangat menyimpang boleh boleh tidak digunakan dalam

    keputusannya.

    2.5.2 Jenis- Jenis Uji Organoleptik

    1. Uji Deskripsi

    Metode uji yang digunakan untuk mengidentifikasi spesifikasi

    organoleptik/sensori suatu produk dalam bentuk uraian pada lembar

    penilaian

    2. Uji Hedonik

    Metode uji yang digunakan untuk mengukur tingkat kesukaan

    terhadap produk dengan menggunakan lembar penilaian

    3. Uji Skor (Teknik Skoring)

    Metode uji dalam menentukan tingkatan mutu berdasarkan skala

    angka 1 sebagai nilai terendah dan skala angka 9 sebagai nilai terendah dan

    menggunakan lembar penilaian.

  • 15

    2.6 Kerangka Fikir

    Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Walanae menaungi beberapa desa

    salah satunya Desa Mattabulu.Mata pencaharian masyarakat di Desa

    Mattabulu mayoritas petani hutan dimana petani tersebut memanfaatkan hasil

    hutan bukan kayu diantaranya madu, rotan, kemiri, pangi, dan banyak hasil

    hutan lainnya.

    Pangi atau kluwak sebagai salah satu hasil hutan bukan kayu akan

    diuji kualitasnya dilihat dari pengaruh tingkat kedalaman dan lamanya waktu

    tanam. Dari uraian tersebut maka tersusunlah kerangka fikir pada penelitian

    ini, berikut dibawah ini :

  • 16

    Gambar 1. Kerangka Fikir

    Hasil Hutan Bukan Kayu

    (HHBK)

    KESATUAN

    PENGELOLAAN HUTAN

    (KPH) WALANAE

    PANGI (Pangium edule)

    KEDALAMAN TANAM

    (15 cm, 30 cm,

    dan 45 cm)

    KUALITAS PANGI

    PENGARUH KEDALAMAN

    DAN LAMANYA WAKTU

    TANAM TERHADAP

    KUALITAS PANGI

    DESA MATTABULU

    LAMA WAKTU TANAM

    Minggu Ke 2, Minggu Ke 4,

    dan Minggu Ke 6

  • III. METODE PENELITIAN

    3.1 Waktu Dan Tempat

    Penelitian ini direncanakan selama dua bulan dimulai dari bulan Agustus

    sampai Oktober 2019. Lokasi penelitian terletak pada area hutan lindung

    (KPH) Walanae Dusun Teppoe Desa Mattabulu Kecamatan Lalabata

    Kabupaten Soppeng.

    3.2 Objek dan Alat Penelitian

    1. Objek Penelitian

    Adapun objek penelitian ini yaitu pangi yang ditanam dalam tiga

    kedalaman yang berbeda yaitu pada kedalaman 15 cm, 30 cm, dan 45 cm.

    2. AlatPenelitian

    a. Tally Sheet g. Kantongan m. Ember

    b. AlatTulis h. Kompor n. Kertas Label

    c. AlatUkur / Meteran i. Panci o. Spidol

    d. Kamera / Hp j. Jangka Sorong (Manual / Digital)

    e. Laptop k. Timbangan (Digital)

    f. Alat Penggali / Skop l. Pisau

    Bahan

    a. Buah Pangi(Pangium edule Reinw)

    b. Arang sekam / abu (Padi) sebanyak 100 gram perkantong.

  • 18

    3.3 ProsedurPenelitian

    1. Membuka kulit pada biji pangi.

    2. Biji pangi dicuci bersih kemudian dimasukkan dalam belanga berisi air

    bersih dan direbus selama 3 jam dengan suhu diatas 100oC / mendidih.

    3. Biji pangi yang telah direbus, airnya dibuang dan didiamkan selama 1

    malam (+12 jam).

    4. Membuat lubang ukuran 15 cm sebanyak 3 lubang, 30 cm sebanyak 3

    lubang, dan 45 cm juga sebanyak 3 lubang.

    5. Sebelum ditanam terlebih dahulu mengukur berat, panjang, lebar, dan

    ketebalan.

    6. Salah satu biji pangi dipecahkan untuk memperhatikan warna sebelum

    ditanam.

    7. Biji pangi yang telah siap ditanam terlebih dahulu diberikan kode

    menggunakan spidol, dan setiap kantong diisi sebanyak 15 biji pangi.

    8. Setiap dua minggu akan dilakukan pengukuran kembali untuk

    membandingkan perubahannya, dimulai dari berat, panjang, lebar

    ketebalan, dan warna kulit / cangkang pangi.

    PANJANG KETEBALAN

    BERAT

    Gambar 2. Pengukuran Pangi

    LEBAR

  • 19

    9. Pada minggu terakhir atau minggu keempat akan dilihat apakah kedalaman

    tanam dan waktu tanam berpengaruh terhadap kualitas pangi atau tidak.

    10. Pengukuran kualitas pangi dilakukan dengan uji coba organoleptik teknik

    skoring yang akan dilaksanakan oleh 5 orang responden.

    3.4 Metode Penarikan Sampel

    Populasi penelitian ini adalah kualitas pangi/kluwak yang dipengaruhi

    kedalaman tanam dan lama waktu tanam. Jumlah sampel yang digunakan

    dalam penelitian ini sebanyak 9 kantong, yang terdiri dari 15 biji pangi dalam

    satu kantong. Tiga kantong untuk kedalaman 15 cm, tiga kantong untuk

    kedalaman 30 cm juga tiga kantong pada kedalaman 45 cm. Setiap dua

    minggu akan dibuka tiga kantong dan masing-masing dari kedalaman yang

    berbeda.

    3.5 Jenis Data

    1. Data Primer

    Data Primer adalah data yang diperoleh melalui observasi langsung

    misalnya akan dilakukan perbandingan kedalaman tanam pangi dan lama

    waktu tanam.

    a. Data Kualitatif, yang terdiri dari perubahan tekstur, bau, kenampakan

    (warna) juga yang paling penting adalah rasa.

    b. Data Kuantitatif, yang terdiri dari perubahan ukuran (panjang, lebar,

    ketebalan, dan berat)

  • 20

    2. Data Sekunder

    Data Sekunder adalah data yang diperoleh dari KPH Walanae:

    a. Gambaran umum KPH yaitu: Struktur organisasi, visi misi dan dan

    jenis instansi

    b. Gambaran umum lokasi penelitian, yaitu: Geografi, penduduk,

    pendidikan, dll.

    3.6 Analisis Data

    Rancangan penelitian yang digunakan adalah model Rancangan

    Percobaan Faktorial dengan pola RAL (Rancangan Acak Lengkap)

    menggunakan 10 kali ulangan untuk masing-masing kedalaman tanam dan

    waktu tanam, yaitu:

    1. Taraf perlakuan ( Tingkat kedalaman)

    a. Kedalaman 15 cm

    b. Kedalaman 30 cm

    c. Kedalaman 45 cm

    2. Taraf perlakuan (Lama Waktu Tanam)

    a. Dibuka pada minggu Ke 2

    b. Dibuka pada minggu Ke 4

    c. Dibuka pad a minggu Ke 6

  • 21

    Tabel. 1 Tingkat Kedalaman Tanam Dan Waktu Tanam

    Faktor A

    (Waktu

    Tanam)

    Ulangan

    = r

    Faktor B

    Total Kedalaman

    15 (cm)

    Kedalaman

    30 (cm)

    Kedalaman

    45 (cm)

    Minggu

    Ke 2

    1

    2

    3

    Sub Total

    Minggu

    Ke 4

    1

    2

    3

    Sub Total

    Minggu

    Ke 6

    1

    2

    3

    Sub Total

    Total

    Keterangan:

    Faktor A = Lama Waktu Tanam (Minggu kedua, minggu keempat,

    dan minggu keenam)

    Faktor B = Tingkat kedalaman Tanam (15 cm, 30 cm, dan 45 cm)

    Ulangan (r) = 1,2,3,…………10

    Jadi, total jumlah pengamatan dan pengukuran sebanyak 90 biji pangi

    Model matematis untuk rancangan Faktorial adalah sebagai berikut :

  • 22

    Yijk = µ + Ai + Bj + (ABij) + £ijk

    Dimana :

    Yijk = Nilai Yij Ke- k yang memperoleh kombinasi faktor kedalaman

    tanam dan faktor lama waktu tanam.

    µ = Rata-rata Nilai Yijk Sesungguhnya

    Ai = Pengaruh Lama Waktu Tanam

    Bj = Pengaruh Kedalaman Tanam

    (ABij) = Pengaruh Interaksi Faktor Ai dan Faktor Bj

    £ijk = Pengaruh Galat Perlakuan Ke - i dan ke- j pada satuan percobaan

    ke -k

    Tabel 2. Analisis Sidik Ragam

    Sumber

    Keragaman JK db KT F.Hitung

    F.Tabel

    5% 1%

    P JKP dbp KTP F.Hit P

    A JKA dba KTA F.Hit A

    B JKB dbb KTB F.Hit B

    A*B JKA*B dba*b KTA*B F.Hit A*B

    Galat JKG dbg KTG

    Total JKT dbt

    Keterangan :

    Hipotesis untuk perlakuan dan kelompok yang diajukan adalah:

    H0 : τ1 = τ2 = τ3 =............ = τt = 0 (Berarti tidak ada pengaruh perlakuan

    terhadap respon)

    H1 : τ1 ≠ τ2 ≠ τ3 ≠..............≠ τt ≠ 0 (Berarti ada pengaruh perlakuan

    terhadap respon)

  • 23

    Interpretasi :

    1. Secara umum perlakuan lama waktu tanam dan kedalaman tanam……

    2. Faktor A terhadap P …….

    3. Faktor B terhadap P……..

    4. Interaksi Faktor A Terhadap Faktor B ……

    3.7 Organoleptik Teknik Skoring (Spesifikasi Kenampakan, Bau, Rasa, Dan

    Tekstur)

    Tabel 3. Spesifikasi Skoring Untuk Kenampakan

    Spesifikasi

    Nilai

    Kode Contoh

    Kenampakan

    (Warna) 1 2

    Bersih,

    1

    Rapi

    Putih Kekuningan

    Bersih

    2

    Rapi

    Kuning Kecoklatan

    Sedikit Rapi

    3

    Serpihan

    Merah Kecoklatan

    Sedikit Rapi

    Serpihan

    Coklat Gelap 4

    Utuh

    Tidak Rapi

    Hitam Pekat 5

    Keterangan : Tabel diatas akan diisi dengan kode responden sesuai nilai

    dan spesifikasi.

  • 24

    Tabel 4. Spesifikasi Skoring Untuk Bau

    Spesifikasi Nilai

    Kode Contoh

    Bau 1 2

    Sangat Segar

    Spesifik Jenis Sebelum

    Ditanam 1

    Segar

    Spesifik Jenis Sebelum

    Ditanam 2

    Sedikiut Netral

    Sedikit berbau asam 3

    Agak amis dan asam

    Bau Khas Bisa Dimakan 4

    Bau asam

    Bau khas siap Dimakan 5

    Keterangan : Tabel diatas akan diisi dengan kode responden sesuai nilai

    dan spesifikasi.

  • 25

    Tabel 5. Spesifikasi Skoring Untuk Rasa

    Spesifikasi

    Rasa Nilai

    Kode Contoh

    1 2

    Sangat Pahit,

    Khas Pangi Mentah,

    Kadar Sianida Tinggi 1

    Pahit,

    Khas Pangi Setelah

    Ditanam,

    Kadar Sianida Masih

    Tinggi

    2

    Netral,

    Sedikit Pahit dan

    Sedikit Kecut,

    Khas Pangi Lama

    Tanam

    3

    Agak Asam (Kecut),

    Pahit Hampir Tidak

    Terasa 4

    Rasa Khas Pangi

    Setelah Tanam,

    Asam (Kecut),

    Tidak Pahit Sama

    Sekali

    5

    Keterangan : Tabel diatas akan diisi dengan kode responden sesuai nilai

    dan spesifikasi.

  • 26

    Tabel 6. Spesifikasi Skoring Untuk Tekstur

    Spesifikasi

    Tekstur Nilai Kode Contoh

    1 2

    Sangat Padat dan

    Berantakan,

    Sulit dirobek,

    Sangat Tidak Elastis

    1

    Padat,

    Agak sulit dirobek,

    Tidak Elastis 2

    Sedikit Lunak dan

    kering,

    Agak bisa dirobek,

    Bisa ditekan

    3

    Lunak dan Sedikit

    berair,

    Bisa dirobek,

    Tekanan Jari Berbekas

    4

    Sangat Lunak dan

    Berair,

    Mudah Dirobek,

    Mudah ditekan dan

    menyatu

    5

    Keterangan : Tabel diatas akan diisi dengan kode responden sesuai nilai

    dan spesifikasi.

  • IV KEADAAN UMUM LOKASI

    4.1 Keadaan Fisik

    4.1.1 Letak dan Luas Wilayah KPHL

    Secara geografis, wilayah kelola UPT KPHL Unit XII Walanae

    berada di antara 119°42’ - 120°26’ Bujur Timur dan 03°39’-04°32’

    Lintang Utara, dengan luas ±64.592 Ha. 119°42’ - 120°26’ Bujur

    Timurdan 03°39’-04°32’ Lintang Utara, dengan luas ±64.592Ha,.

    Berdasarkan Peta Penunjukan Kawasan Hutan dan Konservasi

    Perairan Provinsi Sulawesi Selatan (Lampiran SK Menteri Kehutanan No.

    434/Menhut-II/2009) dan peta hasil tata batas kawasan hutan (BPKH,

    2014/2015), luas kawasan hutan yang ada di kabupaten soppeng

    berdasarkan administrasi pemerintahan Unit XII Walanae adalah seluas

    ±47.144,95

    Namun, berdasarkan Surat Keputusan Menteri Lingkungan Hidup

    dan Kehutanan Nomor : SK. 665/MENLHK/SETJEN/PLA.0/11/2017

    tentang Penetapan Wilayah Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung dan

    Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi Provinsi Sulawesi Selatan, luas

    kawasan hutan KPHL Unit XII menjadi seluas ± Ha atau terjadi

    penambahan seluas ± 91,38 Ha setelah dikurangi dengan luasan kawasan

    konservasi/kawasan pelestarian alam seluas ±1.572,3 Ha. Sesuai ketentuan

    yang berlaku, KPHL Unit XII Walanae mengacu kepada Keputusan

    Menteri yang terbaru (SK 665/2017) dimana pembagian fungsi kawasan

    terdiri dari Hutan Lindung (HL), Hutan Produksi Tetap (HP) dan Hutan

  • 28

    Produksi Terbatas (HPT) dengan perincian luas masing-masing arahan

    fungsi hutan seperti disajikan pada Tabel 7.

    Tabel 7. Luas Hutan Berdasarkan Fungsi Kawasan Hutan KPHL Unit XII

    Walanae

    No Fungsi Hutan Luas(Ha) Persentase (%)

    1 Hutan Lindung (HL) 39.396 60,99

    2 Hutan Produksi Terbatas (HPT) 11.035 17.09

    3 Hutan Produksi Tetap (HP) 14.161 21,92

    Jumlah 64.592 100,00

    Sumber: Lampiran SK Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan

    No.665/MENLHK/SETJEN/PLA.0/11/2017

    Berdasarkan wilayah kerja Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung, batas

    wilayah KPHL Unit XII sebagaimana Tabel di bawah ini:

    Tabel 8. Batas Wilayah Kelola KPHL Unit XII Walanae

    No. Arah Mata

    Angin

    Wilayah Administrasi /

    Batas Alam Wilayah KPH

    1 Utara Kab. Luwu KPHL Unit III Latimojong

    2 Timur Kab. Bone KPHP Unit XIII Cenrana

    3 Selatan Kab. Bone KPHP Unit XIII Cenrana

    4 Barat Kab. Barru KPHL Unit II Ajatappareng

    Sumber :Peta Administrasi Provinsi Sulawesi Selatan dan Lampiran SK

    Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan

    No.665/MENLHK/SETJEN/PLA.0/11/2017.

    Berdasarkan administrasi pemerintahan, distribusi wilayah KPHL

    Unit XII Walanae mencakup wilayah Kabupaten Soppeng dengan

    distribusi areal KPHL perkecamatan sebagaimana tertera pada Tabel 9

  • 29

    Tabel 9. Distribusi Areal KPHL Kecamatan di Kabupaten Soppeng

    No Kecamatan

    Prosentase Luas

    Kec. Terhadap

    Wilayah Kab.

    Distribusi Areal KPH

    Per Kecamatan

    Ha % Ha %

    1 Marioriwawo 30,0 20,00 2.516,507 3,896

    2 Lalabata 27.8 18,50 21.783,775 33,725

    3 Liliriaja 9.6 6,40 186,655 0,289

    4 Lilirilau 18.7 12,50 538,698 0,834

    5 Donri donri 22.2 14.8 8.414,985 13,028

    6 Marioriawa 32,0 21,30 11.808,772 18,282

    7 Citta 4,0 2,70 323,238 0,500

    8 Ganra 5.7 3,80 -

    Jumlah 150 100

    1,048,591.00 100

    Sumber :BPS Soppeng Dalam Angka 2017,

    4.1.2. Topografi

    Wilayah KPHL Unit XII Walanae berada pada ketinggian yang

    bervariasi antara 0 – 500 meter di atas permukaan laut, terdiri atas seluas

    57.263 ha atau sebesar 22,85% berada pada ketinggian 0 -7 m dpl, seluas

    94.539 ha atau sebesar 37,72% berada pada ketinggian 8 – 25 m dpl,

    seluas 87.419 ha atau sebesar 34,90 % berada pada ketinggian 26 – 100 m

    dpl, seluas 11.231 ha atau sebesar 4,5 % berada pada ketinggian 101 – 500

    m dpl., serta seluas 167 ha atau sebesar 0,66 % berada pada ketinggian

    diatas 500 m dpl. Sebagian besar wilayah ini tergolong datar dengan

    kemiringan 0 – 2% dengan luas mencapai 212.341 ha atau sekitar 84%

    sedangkan lahan datar hingga bergelombang dengan kemiringan 3-15%

    dengan luas 21.116 Ha (8,43%), lahan yang berbukit dengan kemiringan

  • 30

    diatas 16-40% dengan luas 13.753 Ha (5,5%) dan Kemiringan lahan diatas

    40% dengan luas 3.316 ha(1,32%).

    4.1.3. Klimatologi.

    Kondisi iklim wilayah KPHL Unit XII Walanae dan sekitarnya

    secara umum ditandai dengan hari hujan dan curah hujan yang tinggi dan

    sangat dipengaruhi oleh musim. Berdasarkan hasil pengamatan dari

    Stasiun Meteorologi dan Geofisika Kabupaten Wajo di Sengkang dan

    Kabupaten Soppeng di Watansoppeng dalam lima tahun terakhir

    memperlihatkan rata-rata hari hujan dan curah hujan berkisar antara

    1147.8- 1652.9 mm/tahun dan hari hujan sekitar 167-199 hari/tahun.

    Musim hujan dimulai pada Bulan September hingga Bulan Mei dan

    setelah itu memasuki musim kemarau.

    Tabel 10. Jumlah Curah Hujan dan Hari Hujan Di KPHL Unit XII

    Walanae Tahun 2013 s/d 2017

    Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Soppeng, 2017.

    2013 2014 2015 2016 2017 2013 2014 2015 2016 2017

    1 J anuari 270.1 203 297.8 218.5 200 18 17 19 18 20

    2 Februari 262.5 153.1 163.2 292.3 200 18 20 22 16 13

    3 Maret 198.1 67.7 139.6 84.9 200 18 20 13 17 18

    4 April 181.7 214.2 148 115.1 200 21 22 17 13 19

    5 Mei 123.1 33.6 122.3 196.1 101 16 11 20 24 12

    6 J uni 264.2 167.5 60.6 260.2 61 22 15 7 25 9

    7 J uli 49 95.3 59.5 270.4 61 7 17 13 22 5

    8 Agus tus 63 68.6 32.6 106.4 61 13 18 8 22 3

    9 September 72 166 60.2 103.4 61 6 11 6 25 9

    10 Okto ber 59 209.2 116.5 215.9 101 16 22 12 22 19

    11 No vembr 170.6 210.4 152.5 224.9 200 19 22 15 16 22

    12 Des ember 180.2 265.4 154.14 169.3 200 23 23 13 27 26

    1472.4 2254 1712.9 2557.4 1659.6 197 218 165 247 175

    No BulanCurah Hujan Hari Hujan

    J umlah

  • 31

    Iklim di wilayah KPHL Unit XII Walanae tergolong sangat basah,

    dimana didapatkan nilai Q sebesar 0.119. Nilai Q merupakan

    perbandingan dari jumlah rata-rata bulan kering dengan jumlah rata-rata

    bulan basah. Nilai Q dirumuskan sebagai berikut.

    Q = 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑟𝑎𝑡𝑎−𝑟𝑎𝑡𝑎 𝑏𝑢𝑙𝑎𝑛 𝑘𝑒𝑟𝑖𝑛𝑔

    𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑟𝑎𝑡𝑎−𝑟𝑎𝑡𝑎 𝑏𝑢𝑙𝑎𝑛 𝑏𝑎𝑠𝑎ℎ Q =

    5

    42 = 0,119

    Tabel 11. Tipe Iklim Menurut Schmidt-Ferguson

    Tipe

    Iklim

    Nilai Q Keterangan

    A 0 < Q < 0,143 Sangat basah

    B 0,143 < Q < 0,333 Basah

    C 0,333 < Q < 0,600 Agak basah

    D 0,600 < Q < 1,000 Sedang

    E 1,000 < Q < 1,670 Agak kering

    F 1,670 < Q < 3,000 Kering

    G 3,000 < Q < 7,000 Sangat kering

    H 7,000 Luar biasa kering

    4.1.4. Geologi dan Tanah.

    Areal KPHL Unit XII Walanae berada pada ketinggian yang

    bervariasi antara 0 – 500 meter di atas permukaan laut. Bentuk permukaan

    kawasan bervariasi dari datar, bergelombang sampai berbukit.Adapun

    kelerengan di KPHPL Unit XII Walanae bervariasi mulai dari kelerangan

    0 – 8%, 8 - 15% sampai dengan 15 – 25%.

    Berdasarkan peta jenis tanah di KPHL Unit XII Walanae terdapat

    beberapa jenis tanah yaitu, latosol, grumosol, litosol dan podzolik merah

    kuning. Tanah Aluvial merupakan tanah subur yang cocok digunakan

  • 32

    untuk pertanian intensif. Tanah Aluvial adalah tanah muda yang dalam

    proses pembentukannya masih terlihat campuran antara bahan organik dan

    bahan mineral. Tanah Alluvial berwarna kelabu muda bersifat fisik keras

    dan pijal jika kering dan lekat jika basah. Kaya akan fosfat yang mudah

    larut dalam sitrat 2% mengandung 5% CO2 Reaksi tanahnya dari asam,

    netral sampai basa. Berdsarkan bahan induknya terdapat tanah Aluvial

    pasir, lempung, kapur, basa,asam dan lain-lain. Tanah Aluvial hanya

    meliputi lahan yang baru saja mengalami banjir, sehingga dapat dianggap

    masih muda dan belum ada diferensiasi. Endapan yang sudah tua dan

    menampakkan akibat pengaruh iklim dan vegetasi tidak termasuk.

    Hasil survai pada beberapa plot di wilayah KPHL Unit XII Walanae,

    ditemukan jenis tanah pada titik-titik pengamatan adalah jenis tanah litosol

    atau biasa disebut “laterit”. Jenis tanah ini terbentuk dariproses pelapukan

    sedimen keras secara kimia dengan bantuan organisme hidup dan

    pelapukan fisikanya dengan bantuan sinar matahari dan hujan.Jenis tanah

    ini dapat dijumpai di lereng gunung atau perbukitan atau tanah datar

    seperti yang terdapat pada lokasi inventarisasi areal KPHL Unit XII

    Walanae. Jenis tanah lainnya yang dijumpai pada lokasi plot adalah jenis

    tanah podsolik. Tanah ini merupakan tanah yang memiliki tingkat

    kesuburan sedang. Tanahnya berwarna merah atau kekuning - kuningan.

    Tanah podsolik mempunyai karakteristik tekstur yang lempung atau

    berpasir dengan PH rendah serta memiliki kandungan unsur uranium dan

    besi yang tinggi.

  • 33

    Adapun untuk tingkat kekritisan lahan di wilayah kelola UPT KPH

    Unit XII Walanae belum dalam tahap mengkhawatirkan. Dari data BP

    DAS Jeneberang Saddang (2017), menunjukkan bahwa lahan kritis dan

    sangat kritis di wilayah kelola UPT KPHL Unit XII Walanae sebesar

    3.606,21 Ha atau 5,58 % dari areal kelola yang didominasi pada kawasan

    fungsi hutan produksi terbatas. Sisanya termasuk dalam kategori potensial

    kritis dan agak kritis seluas 20.544,05 atau 31,81 % dari wilayah kelola

    dan paling luas berada pada kawasan dengan fungsi lindung. Untuk

    jelasnya dapat dilihat pada Tabel 12 berikut:

    Tabel 12. Luas Lahan Kritis Berdasarkan Fungsi Kawasan.

    Fungsi Kawasan

    Tingkat Kekritisan Lahan

    Agak Kritis

    Kritis Potensial

    Kritis Sangat Kritis

    Tidak Kritis

    Total

    Hutan Lindung 5.811,29 253,26 7.759,46 - 20.368,91 34.192,91

    Hutan Produksi 330,84 207,86 - - - 538,70

    Hutan Produksi Terbatas

    4.254,22 3.143,23 2.390,24 1,86 1.051,48 10.841,03

    Jumlah 10.396,35 3.604,35 10.147,70 1,86 21.420,39

    Sumber : Balai Pengelolaan DAS Jeneberang Saddang, 2017.

    Berdasarkan data Badan Pusat Statistik tahun 2017 (Kabupaten

    Soppeng), pada wilayah kerja KPHL Unit XII terdapat 57 desa/kelurahan

    yang berada didalam dan sekitar wilayah pengelolaan dan sangat

    berdampak terhadap wilayah kelola, sebagaimana Tabel 13 berikut ini:

  • 34

    Tabel 13. Sebaran Desa/Kelurahan Per Kecamatan

    Kecamatan Nama

    Desa/Kelurahan

    Areal

    KelolaKPH

    (Ha)

    Status

    Fungsi

    Marioriwawo Gattareng Toa 453,870 HL& HPT

    Gattareng 200,680 HL& HPT

    Tettikenrarae 8,382 HL

    Mariorilau 1.403,890 HL

    Barae 0,108 HL

    Watu 117,060 HL

    Watu Toa 204,200 HL

    Soga 80,325 HL

    Marioriaja 38,215 HL & HPT

    Citta Citta 290,655 HL

    Labae 32,583 HL

    Liliriaja Timusu 186,655 HL

    Lilirilau Masing 171,640 HP

    Baringeng 288,683 HP

    Ujung 33,380 HP

    Parenring 44,986 HP

    Lalabata Umpungeng 10.650,333 HL

    Lalabatarilau 1.306,355 HL

    Botto 1.857,567 HL

    Bila 914,375 HL

    Mattabulu 6.828,347 HL

    Ompo 70,458 HL

    Donri Donri Pesse 3.494,282 HL

    Sering 4.427,406 HL &HPT

    Lalabatariaja 493,297 HPT

    Marioriawa Patampanua 1.984,789 HPT

    Bulue 9.266,587 HL &HPT

    Laringgi 381,571 HPT

    Sumber :1.Peta Administrasi Kabupaten Soppeng

    Keterangan :

    HL : Hutan Lindung

    HPT : Hutan Produksi Tetap

  • 35

    4.1.5. Hidrologi.

    Wilayah Kabupaten Soppeng terletak didepresiasi Sungai Walanae

    yang terdiri dari daratan dan perbukitan. Daratan luasnya ± 700 Km2

    berada pada ketinggian rata-rata ± 60 meter di atas permukaan laut.

    Perbukitan yang luasnya ± 800 Km2 berada pada ketinggian rata-rata ±

    200 meter di atas permukaan laut. Sedang Ibu kota Watansoppeng berada

    pada ketinggian ± 120 meter di atas permukaan laut.

    Temperatur udara di Kabupaten Soppeng antara 240C hingga 300

    Potensi sumber daya air disamping untuk kehidupan sehari - hari juga

    berfungsi untuk menunjang berbagai aktivitas dalam rangka meningkatkan

    kesejahteraan manusia seperti pertanian, perikanan, perindustrian,

    pembangkit tenaga listrik dan sebagainya. Sebagian besar wilayah

    Kabupaten Soppeng merupakan daerah air tanah dangkal dan dalam,

    terutama di Kecamatan Lalabata. Sumber air permukaan di Kabupaten

    Soppeng berasal dari lima sungai utama yang karakteristiknya disajikan

    pada Tabel 14.

  • 36

    Tabel 14. Sumber Air Permukaan Kabupaten Soppeng

    Nama Sungai

    Hulu Daerah Aliran Muara

    Langkemme

    Gunung Lapancu

    Dusun

    Umpungeng,

    Langkemme,

    Cenranae, Soga,

    Lingkungan Sewo

    Bila

    Sungai

    Walanae

    Soppeng Gunung Matanre

    Lapajung, Ujung,

    Mallanroe,

    Akkampeng,

    Belo, Lompulle

    Sungai

    Walanae

    Lawo

    Gunung

    Lapancung

    Lingkungan

    Lawo, Ompo,

    Cenrana, Paowe,

    Ganra

    Danau

    Tempe

    Paddangeng

    Gunung

    Walemping

    Dusun Tajuncu,

    Paddangeng,

    Turung Lappae,

    Leworeng,

    Tokare

    Danau

    Tempe

    Lajaroko

    Gunung

    Addepungeng

    Dusun Lajaroko,

    Batu-batu,

    Limpomajang,

    Toddang, Saloe

    Danau

    Tempe

    Su:mber BPS Kab. Soppeng, 2017.

  • 37

    4.2 Potensi Flora dan Fauna

    4.2.1 Potensi Flora

    Potensi Jenis flora yang berada di wilayah kelola KPHL Unit XII

    Walanae diantaranya yaitu : Kenanga (Cananga odonata), Kemiri

    (Aleuritas moluccana), Mangga (Mangifera indica), Ketapang (Terminalia

    catappa), Enau (Arenga spp), Angsana (Pterocarpus indicus), Kayu hitam

    (Dyospiros celebica), Rotan (Calamus spp), Anggrek (Orchidaceae) dan

    Ara (Ficus sp).

    4.2.2 Potensi Fauna

    Potensi fauna dilindungi berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 7

    Tahun 1999 tentang Perlindungan Tumbuhan dan Satwa, dan atau Langka

    berdasarkan CITES (Convention on International Trade in Endangered

    Species of Wild Fauna and Flora), antara lain adalah :

    Tabel 15. Data Potensi Fauna Pada KPHL Unit XII Walanae

    No Nama Daerah Nama Latin Status

    Dilindungi Langka

    1 Elang Haliastur indus -

    2 Walet Apodidae - -

    3 Bangau Putih Ciconiidae sp -

    4 Tekukur Spilopelia chinensis - -

    5 Buaya Crocodylidae -

    6 Babi Hutan Sus scrofa -

    7 Rusa Cervidae -

    8 Ular Sawah - -

    Sumber :Data Primer Inventarisasi Hutan (Diolah) Tahun 2017.

  • 38

    4.3 Keadaan Sosial Ekonomi

    4.3.1 Demografi

    Jumlah penduduk di Kabupaten Soppeng dari tahun ke tahun

    mengalami peningkatan. dengan jumlah yang kurang signifikan. Pada

    tahun 2006 pertumbuhan penduduk hanya sebesar 0.57%, sedang pada

    tahun 2007 jumlah penduduk meningkat sebesar 0.40%.

    Tingkat kepadatan penduduk terbesar pada kecamatan Liliriaja yaitu

    sebesar 281 jiwa/km2, sedang kecamatan Marioriawa memiliki kepadatan

    penduduk terkecil yakni 89 jiwa/km2. Secara keseluruhan tingkat

    kepadatan penduduk di Kabupaten Soppeng sebesar 153 jiwa/km2 pada

    tahun 2008. Jumlah rumah tangga di Kabupaten Soppeng sebesar 55 348

    rumah tangga dan sekitar 19% yang merupakan rumah tangga miskin. Hal

    ini pada umumnya disebabkan oleh minimnya tingkat pendidikan

    masyarakat dan keterbatasan untuk menciptakan lapangan kerja. pada

    tahun 2008. Jumlah rumah tangga di Kabupaten Soppeng sebesar 55 348

    rumah tangga dan sekitar 19% yang merupakan rumah tangga miskin. Hal

    ini pada umumnya disebabkan oleh minimnya tingkat pendidikan

    masyarakat dan keterbatasan untuk menciptakan lapangan kerja.

    4.3.2 Mata Pencaharian

    Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Soppeng tahun 2017 sebesar 8,34

    persen meningkat jika dibandingkan dengan tahun 2016 yaitu dengan

    pertumbuhan sebesar 8,14 persen, pertumbuhan ekonomi menigkat

    diakibatkan oleh meningkatnya Kategori pertanian, kehutanan dan

  • 39

    perikanan untuk lapangan usaha tanaman pangan. kategori pertanian

    sangat dominan terhadap pembentukan PDRB Kabupaten Soppeng, karena

    Sektor Pertanian menyumbang sebesar 30,6 persen terhadap total PDRB

    Kabupaten Soppeng. PDRB Perkapita Kabupaten Soppeng pada tahun

    2017 mengalami peningkatan yaitu Rp 39,32 juta dibandingkan pada tahun

    2016 PDRB Perkapita Kabupaten Soppeng sebesar Rp. Rp 34,91 juta.

    Sumber pendapatan masyarakat atau sumber mata pencaharian

    penduduk sebagai pelaku kegiatan ekonomi di Kabupaten Soppeng sangat

    tergantung pada Sektor Pertanian, Perdagangan, Konstruksi dan Industri

    pengolahan.

    4.3.3 Pendidikan

    Tingkat pendidikan penduduk sangat ditentukan oleh sarana yang

    tersedia. Jumlah sarana pendidikan yang memadai dan kemudahan untuk

    mengaksesnya akan mendukung penduduk untuk menyelesaikan

    pendidikan sampai tingkat tertinggi. Pada tahun ajaran 2017, di Kabupaten

    Soppeng terdapat 269 sekolah pendidikan dasar yang terdiri atas 252 unit

    Sekolah Dasar dan 17 unit Madrasah Ibtidaiyah (MI). Jumlah sekolah

    tingkat menengah pertama (SMP)/sederajat yaitu sebanyak 69 sekolah,

    terdiri atas 38 unit SMP dan 31 Unit Madrasah Tsanawiyah (MTS).

    Sementara itu, jumlah sekolah tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA)

    /sederajat yaitu sebanyak 33 sekolah, terdiri atas 12 unit SMA, 10 unit

    SMK dan 11 Madrasah Aliyah (MA). Pada tahun ini, Kabupaten Soppeng

    telah memiliki 5 perguruan tinggi dengan berbagai jurusan dan program

  • 40

    studi pada tingkat D3 dan S1. Perguruan tinggi tersebut antara lain STMIK

    Lamappapoleonro, STIE Lamappapoleonro dan AKBID Menara Prima.

    Banyaknya perguruan tinggi yang ada merupakan salah satu faktor

    penunjang yang dapat meningkatkan kualitas penduduk Kabupaten

    Soppeng.

    Gambar 3. Jumlah Sarana Pendidikan Menurut Tingkat Pendidikan di

    Kabupaten Soppeng

    4.3.4 Kesehatan.

    Tingkat kemajuan suatu daerah dapat tercermin dari banyaknyafasilitas

    kesehatan di daerah tersebut. Jumlah fasilitas kesehatan di Kabupaten

    Soppeng adalah : rumah sakit 1 buah dengan tempat tidur 82, puskesmas

    induk 17 unit, Puskesmas pembantu 45 unit dan dokter praktek sebanyak

    41 orang. Rumah Sakit terletak di Ibukota Kabupaten Soppeng yaitu Kota

    Watansoppeng, sedangkan puskesmas/pustu tersebar di semua kecamatan.

    Jumlah pengunjung Rumah Sakit pada tahun 2010; rawat jalan 36.642

    pasien, rawat inap 5.105 pasien, serta pengunjung puskesmas/pustu

  • 41

    202.931 pasien. Pembangunankesehatan bertujuan untuk meningkatkan

    kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar

    terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya sebagai

    investasi bagi pembangunan sumber daya manusia yang produktif secara

    sosial dan ekonomis.

    4.3.5 Sosial Budaya

    Tabel 16. Jumlah Penduduk Menurut Agama di Kabupaten Soppeng Tahun

    2013.

    No Agama Jumlah Persentase

    1 Islam 230.029 99,7

    2 Kristen 688 0,29

    3 Hindu 18 0,007

    4 Budha 9 0,003

    Jumlah 230.744 100

    Sumber Data : Kabupaten Soppeng Dalam Angka, 2013.

    Mayoritas penduduk Kabupten Soppeng menganut agama Islam

    sekitar 99,7 persen dari total penduduk yang ada, dan selebihnya menganut

    kepercayaan Kristen sekitar 0, 29 persen, Hindu 0,007 persen serta Budha

    0,003 persen. Sejauh ini kehidupan beragama di Kabupaten Soppeng

    berjalan cukup toleran.

    4.3.6 Sarana Prasarana

    Sarana yang tersedia di kantor KPH Walanae yaitu satu unit mobil

    double cabin, tujuh belas unit sepedah motor, dan dua unit gedung kantor

    yang berada di kabupaten soppeng.

  • V. HASIL DAN PEMBAHASAN

    5.1 Hasil (Perubahan Ukuran Terhadap Perlakuan)

    5.1.1 Panjang

    Perubahan nilai rata-rata panjang terhadap perlakuan lama waktu tanam

    dimana nilai rata-rata terendah yaitu 1,17 mm pada minggu ke dua dan nilai rata-

    rata tertinggi dengan nilai 5,22 mm pada minggu keenam. Nilai rata-rata dapat

    dilihat pada Gambar 4 berikut :

    Gambar 4. Rata-Rata Panjang Terhadap Lama Waktu Tanam

    Perubahan nilai rata-rata panjang terhadap perlakuan tingkat kedalaman

    tanam dimana nilai rata-rata terendah yaitu 2,40 mm pada kedalaman 15 cm dan

    nilai rata-rata tertinggi dengan nilai 2,83 mm pada kedalaman 45 cm. Nilai rata-

    rata dapat dilihat pada Gambar 5 berikut :

  • 43

    Gambar 5. Rata-Rata Panjang Terhadap Tingkat Kedalaman Tanam

    Dari hasil penelitian perubahan panjang kemudian diinterpretasikan

    kedalam analisis faktorial. Untuk mengetahui adanya pengaruh kedalaman tanam

    dan lama waktu tanam terhadap perubahan panjang maka hasil perhitungan

    disajikan kedalam analisis ragam (Tabel Anova) untuk mengetahui adanya

    pengaruh nyata atau tidaknya, pada Tabel 18 berikut :

    Tabel 18. Analisis Ragam (Tabel Anova) Perubahan Panjang Pangi (Pangium

    edule)

    Sumber

    Keragaman JK db KT F.Hitung

    F.Tabel

    5% 1%

    P 3.34 8 0.42 36.82 2.05 2.74

    A 3.28 2 1.64 144.64 3.11 4.88

    B 0.03 2 0.02 1.44 3.11 4.88

    A*B 0.03 4 0.01 0.60 2.48 3.56

    Galat 0.92 81 0.01

    Total 4.26 89

    Sumber: Data Primer Setelah Selesai Diolah

  • 44

    Interpretasi :

    1. Secara umum, perlakuan dalam hal ini lama waktu tanam dan kedalaman

    tanam, menunjukkan pengaruh yang nyata dilihat dari F.Hit P lebih besar

    daripada F.Tabel 1%.

    2. Faktor A (lama waktu tanam) mempengaruhi nilai Panjang Pangi (Pangium

    edule) (F.Hit A > F.Tabel 1%)

    3. Faktor B (tingkat kedalaman tanam) tidak mempengaruhi nilai Panjang

    Pangi (Pangium edule) (F.Hit B < F.Tabel 5%).

    4. Interaksi antara Faktor A (lama waktu tanam) dengan Faktor B (tingkat

    kedalaman tanam menunjukkan tidak adanya pengaruh nyata terhadap nilai

    Panjang Pangi (Pangium edule) (F.Hit A*B < F.Tabel 5%)

    5.1.2 Lebar

    Perubahan nilai rata-rata lebar terhadap perlakuan lama waktu tanam

    dimana nilai rata-rata terendah yaitu 1,13 mm pada minggu ke dua dan nilai rata-

    rata tertinggi dengan nilai 4,82 mm pada minggu keenam. Nilai rata-rata dapat

    dilihat pada Gambar 6 sebagai berikut :

    Gambar 6. Rata-Rata Lebar Terhadap Lama Waktu Tanam

  • 45

    Perubahan nilai rata-rata lebar terhadap perlakuan tingkat kedalaman

    tanam dimana nilai rata-rata terendah yaitu dengan nilai 2,24 mm justru terdapat

    pada kedalaman 45 cm dan nilai rata-rata tertinggi dengan nilai 2,70 mm pada

    kedalaman 15 cm. Nilai rata-rata tersebut dapat dilihat pada Gambar 7 sebagai

    berikut :

    Gambar 7. Rata-Rata Lebar Terhadap Tingkat Kedalaman Tanam

    Dari hasil penelitian perubahan lebar kemudian diinterpretasikan kedalam

    analisis faktorial. Untuk mengetahui adanya pengaruh kedalaman tanam dan lama

    waktu tanam terhadap perubahan lebar maka hasil perhitungan disajikan kedalam

    analisis ragam (Tabel Anova) untuk mengetahui adanya pengaruh nyata atau

    tidaknya, terdapat pada Tabel 19 sebagai berikut :

  • 46

    Tabel 19. Analisis Ragam (Tabel Anova) Perubahan Lebar Pangi (Pangium edule)

    Sumber

    Keragaman JK db KT F.Hitung

    F.Tabel

    5% 1%

    P 2,83 8 0,35 44,77 2,05 2,74

    A 2,74 2 1,37 173,08 3,11 4,88

    B 0,04 2 0,02 2,55 3,11 4,88

    A*B 0,05 4 0,01 1,72 2,48 3,56

    Galat 0,64 81 0,01

    Total 3,47 89

    Sumber: Data Primer Setelah Diolah

    Interpretasi :

    1. Secara umum, perlakuan dalam hal ini lama waktu tanam dan kedalaman

    tanam, menunjukkan pengaruh yang nyata dilihat dari F.Hit P lebih besar

    daripada F.Tabel 1%.

    2. Faktor A (lama waktu tanam) mempengaruhi nilai Lebar Pangi (Pangium

    edule) (F.Hit A > F.Tabel 1%)

    3. Faktor B (tingkat kedalaman tanam) tidak mempengaruhi nilai Lebar Pangi

    (Pangium edule) (F.Hit B < F.Tabel 5%).

    4. Interaksi antara Faktor A (lama waktu tanam) dengan Faktor B (tingkat

    kedalaman tanam menunjukkan tidak adanya pengaruh nyata terhadap nilai

    Lebar Pangi (Pangium edule) (F.Hit A*B < F.Tabel 5%)

  • 47

    5.1.3 Ketebalan

    Perubahan nilai rata-rata ketebalan terhadap perlakuan lama waktu tanam

    dimana nilai rata-rata terendah yaitu 1,40 mm pada minggu ke dua dan nilai rata-

    rata tertinggi dengan nilai 4,97 mm pada minggu keenam. Nilai rata-rata tersebut

    dapat dilihat pada Gambar 8 sebagai berikut :

    Gambar 8. Rata-Rata Ketebalan Terhadap Lama Waktu Tanam

    Perubahan nilai rata-rata ketebalan terhadap perlakuan tingkat kedalaman

    tanam dimana nilai rata-rata terendah yaitu dengan nilai 2,14 mm justru terdapat

    pada kedalaman 45 cm dan nilai rata-rata tertinggi dengan nilai 2,83 mm pada

    kedalaman 15 cm. Nilai rata-rata yang dimaksud tersebut dapat dilihat pada

    Gambar 9 sebagai berikut :

  • 48

    Gambar 9. Rata-Rata Ketebalan Terhadap Tingkat Kedalaman Tanam

    Dari hasil penelitian perubahan lebar kemudian diinterpretasikan kedalam

    analisis faktorial. Untuk mengetahui adanya pengaruh kedalaman tanam dan lama

    waktu tanam terhadap perubahan ketebalan maka hasil perhitungan disajikan

    kedalam analisis ragam (Tabel Anova) untuk mengetahui adanya pengaruh nyata

    atau tidaknya, terdapat pada Tabel 20 sebagai berikut :

    Tabel 20. Analisis Ragam (Tabel Anova) Perubahan Ketebalan Pangi (Pangium

    edule)

    Sumber

    Keragaman JK db KT F.Hitung

    F.Tabel

    5% 1%

    P 2,87 8 0,36 21,98 2,05 2,74

    A 2,77 2 1,38 84,81 3,11 4,88

    B 0,07 2 0,04 2,19 3,11 4,88

    A*B 0,03 4 0,01 0,45 2,48 3,56

    Galat 1,32 81 0,02

    Total 4,19 89

    Sumber: Data Primer Setelah Diolah

  • 49

    Interpretasi :

    1. Secara umum, perlakuan dalam hal ini lama waktu tanam dan kedalaman

    tanam, menunjukkan pengaruh yang nyata dilihat dari F.Hit P lebih besar

    daripada F.Tabel 1%.

    2. Faktor A (lama waktu tanam) mempengaruhi nilai Ketebalan Pangi

    (Pangium edule) (F.Hit A > F.Tabel 1%)

    3. Faktor B (tingkat kedalaman tanam) tidak mempengaruhi nilai Ketebalan

    Pangi (Pangium edule) (F.Hit B < F.Tabel 5%).

    4. Interaksi antara Faktor A (lama waktu tanam) dengan Faktor B (tingkat

    kedalaman tanam menunjukkan tidak adanya pengaruh nyata terhadap nilai

    Ketebalan Pangi (Pangium edule) (F.Hit A*B < F.Tabel 5%)

    5.1.4 Berat

    Perubahan nilai rata-rata berat terhadap perlakuan lama waktu tanam

    dimana nilai rata-rata terendah yaitu 16,33 gram pada minggu ke dua dan nilai

    rata-rata tertinggi dengan nilai 48,33 gram pada minggu keenam. Nilai rata-rata

    tersebut dapat dilihat pada Gambar 10 sebagai berikut :

    Gambar 10. Rata-Rata Berat Terhadap Lama Waktu Tanam

  • 50

    Perubahan nilai rata-rata berat terhadap perlakuan tingkat kedalaman

    tanam dimana nilai rata-rata terendah yaitu dengan nilai 27 gram terdapat pada

    kedalaman 15 cm dan nilai rata-rata tertinggi dengan nilai 28,67 gram pada

    kedalaman 45 cm. Nilai rata-rata yang dimaksud tersebut dapat dilihat pada

    Gambar 11 sebagai berikut :

    Gambar 11. Rata-Rata Berat Terhadap Tingkat Kedalaman Tanam

    Dari hasil penelitian perubahan berat kemudian diinterpretasikan kedalam

    analisis faktorial. Untuk mengetahui adanya pengaruh kedalaman tanam dan lama

    waktu tanam terhadap perubahan berat maka hasil perhitungan disajikan kedalam

    analisis ragam (Tabel Anova) untuk mengetahui adanya pengaruh nyata atau

    tidaknya, terdapat pada Tabel 21 sebagai berikut:

  • 51

    Tabel 21. Analisis Ragam (Tabel Anova) Perubahan Berat Pangi (Pangium edule)

    Sumber

    Keragaman JK db KT F.Hitung

    F.Tabel

    5% 1%

    P 2,87 8 0,36 21,98 2,05 2,74

    A 2,77 2 1,38 84,81 3,11 4,88

    B 0,07 2 0,04 2,19 3,11 4,88

    A*B 0,03 4 0,01 0,45 2,48 3,56

    Galat 1,32 81 0,02

    Total 4,19 89

    Sumber: Data Primer Setelah Diolah

    Interpretasi :

    1. Secara umum, perlakuan dalam hal ini lama waktu tanam dan kedalaman

    tanam, menunjukkan pengaruh yang nyata dilihat dari F.Hit P lebih besar

    daripada F.Tabel 1%.

    2. Faktor A (lama waktu tanam) mempengaruhi nilai Berat Pangi (Pangium

    edule) (F.Hit A > F.Tabel 1%)

    3. Faktor B (tingkat kedalaman tanam) tidak mempengaruhi nilai Berat Pangi

    (Pangium edule) (F.Hit B < F.Tabel 5%).

    4. Interaksi antara Faktor A (lama waktu tanam) dengan Faktor B (tingkat

    kedalaman tanam menunjukkan tidak adanya pengaruh nyata terhadap nilai

    Berat Pangi (Pangium edule) (F.Hit A*B < F.Tabel 5%).

  • 52

    5.2 Uji Organoleptik ( Teknik Skoring )

    Pengujian organoleptik adalah pengujian yang didasarkan pada proses

    pengindraan. Pengindraan diartikan sebagai suatu proses fisio-psikologis, yaitu

    kesadaran atau pengenalan alat indra akan sifat-sifat benda karena adanya

    rangsangan. Jenis penilaian atau pengukuran yang lain disebut pengukuran

    instrumental atau pengukuran obyektif. Pengujian organoleptik teknik skoring ini

    menggunakan persiapan panel terbatas atau menggunakan 3-5 orang responden

    yang memiliki kepekaan terhadap pangi (Pangium edule).

    Dari hasil penelitian uji organoleptik dimana pangi (Pangium edule) yang

    akan diberikan skor oleh lima responden baik itu dari segi kenampakan, bau, rasa

    maupun tekstur untuk menentukan kualitas terlebih penilaian rasa hanya terdapat

    pada minggu keenam.

  • 53

    Berdasarkan penilaian untuk kenampakan, kode contoh baik itu untuk

    kedalaman 15 cm, 30 cm, maupun 45 cm yang telah dinilai oleh kelima responden

    dimasukkan kedalam Tabel 22 spesifikasi kenampakan sebagai berikut :

    Tabel 22. Spesifikasi Skoring Untuk Kenampakan

    Spesifikasi

    Nilai

    Kode Contoh

    Kenampakan

    (Warna) 1 2

    Bersih,

    1 - -

    Rapi

    Putih Kekuningan

    Bersih

    2 - -

    Rapi

    Kuning Kecoklatan

    Sedikit Rapi

    3 R1 K45

    R3K45 R2 K45 Serpihan

    Merah Kecoklatan

    Sedikit Rapi

    Serpihan

    Coklat Gelap 4

    Hampir terdapat disemua

    kedalaman pada tiap

    responden.

    Utuh

    Tidak Rapi

    Hitam Pekat 5

    - -

    Sumber : Data Primer Setelah Diolah, 2019

    Keterangan : R1,2,3,4,5 = Responden (1,2,3,4, dan 5)

    K15,30,45 = Kedalaman (15 cm, 30 cm, dan 45 cm)

    Tabel 22 tersebut menunjukkan pada minggu keenam rata-rata penilaian

    untuk spesifikasi kenampakan terdapat pada skor dengan range 4.

  • 54

    Berdasarkan hasil penelitian penilaian untuk bau, juga akan dinilai oleh

    kelima responden yang juga memberikan skoring untuk kualitas dari segi

    kenampakan. Spesifikasi bau akan dimasukkan kedalam Tabel 23 sesuai kode

    contoh yang telah diberikan skor oleh kelima responden, sebagai berikut :

    Tabel 23. Spesifikasi Skoring Untuk Bau

    Spesifikasi Nilai

    Kode Contoh

    Bau 1 2

    Sangat Segar

    Spesifik Jenis Sebelum

    Ditanam 1 -

    -

    Segar

    Spesifik Jenis Sebelum

    Ditanam 2

    R3 K45

    -

    Sedikiut Netral

    Sedikit berbau asam 3

    -

    -

    Agak amis dan asam

    Bau Khas Bisa Dimakan 4

    R4 K15

    -

    Bau asam

    Bau khas siap Dimakan 5

    Hampir terdapat disemua

    responden khususnya

    kedalaman 15 cm dan 30 cm

    Sumber : Data Primer Setelah Diolah, 2019

    Keterangan : R1,2,3,4,5 = Responden (1,2,3,4,5)

    K15,30,45 = Kedalaman (15 cm, 30 cm, dan 45 cm)

    Pada minggu keenam spesifikasi bau yang telah diberikan skoring oleh

    kelima responden menyatakan hasil maksimal dengan range skor 5 dengan

    spesifikasi bau asam khas kluwak siap dimakan.

  • 55

    Berdasarkan hasil skoring dari responden untuk kualitas rasa, Spesifikasi

    rasa yang telah dinilai atau diberikan skor oleh kelima responden akan

    dimasukkan kedalam Tabel 24 sesuai kode contoh, sebagai berikut :

    Tabel 24. Spesifikasi Skoring Untuk Rasa

    Spesifikasi

    Rasa Nilai

    Kode Contoh

    1 2

    Sangat Pahit,

    Khas Pangi Mentah,

    Kadar Sianida Tinggi 1

    R2 K45

    R3 K45

    Pahit,

    Khas Pangi Setelah

    Ditanam,

    Kadar Sianida Masih

    Tinggi

    2

    -

    -

    Netral,

    Sedikit Pahit dan

    Sedikit Kecut,

    Khas Pangi Lama

    Tanam

    3 - -

    Agak Asam (Kecut),

    Pahit Hampir Tidak

    Terasa 4

    Terdapat pada semua responden khususnya

    kedalaman 15 cm dan 30

    cm

    Rasa Khas Pangi

    Setelah Tanam,

    Asam (Kecut),

    Tidak Pahit Sama

    Sekali

    5

    R1 K30

    R2 K30

    R5 K15

    Keterangan : R1,2,3,4,5 = Responden (1,2,3,4,5)

    K15,30,45 = Kedalaman (15 cm, 30 cm, dan 45 cm)

  • 56

    Berdasarkan Tabel 24 Spesifikasi Rasa, pada minggu keenam menyatakan

    kualitas terbaik pangi/kluwak (Pangium edule) yang dinilai oleh kelima

    responden dari segi rasa terdapat pada kedalaman 30 cm dengan range skoring 4-

    5. Untuk skoring dari segi spesifikasi tekstur berdasarkan kode contoh yang

    dinilai oleh kelima responden dimasukkan kedalam Tabel 25, sebagai berikut:

    Tabel 25. Spesifikasi Skoring Untuk Tekstur

    Spesifikasi

    Tekstur Nilai Kode Contoh

    1 2

    Sangat Padat dan

    Berantakan,

    Sulit dirobek,

    Sangat Tidak Elastis

    1

    -

    -

    Padat,

    Agak sulit dirobek,

    Tidak Elastis 2

    R2 K45

    -

    Sedikit Lunak dan

    kering,

    Agak bisa dirobek,

    Bisa ditekan

    3 R1 K45 R5 K45

    Lunak dan Sedikit

    berair,

    Bisa dirobek,

    Tekanan Jari Berbekas

    4

    Hampir terdapat disemua

    responden khususnya

    kedalaman 15 cm dan 30

    cm

    Sangat Lunak dan

    Berair,

    Mudah Dirobek,

    Mudah ditekan dan

    menyatu

    5

    R5 K15

    R5 K30

    Sumber : Data Primer Setelah Diolah, 2019

  • 57

    Keterangan : R1,2,3,4,5 = Responden (1,2,3,4,5)

    K15,30,45 = Kedalaman (15 cm, 30 cm, dan 45 cm)

    Tabel 25 spesifikasi tekstur juga mendapatkan skoring maksimal untuk

    minggu keenam dengan kedalaman 15 cm dan 30 cm dimana range mencapai 4-5.

    Berdasarkan skoring kelima responden spesifikasi kenampakan, bau, rasa dan

    tekstur pada Tabel 22, 23, 24, dan 25 dapat lebih diketahui nilai rata-ratanya pada

    Tabel 26, sebagai berikut :

    Tabel 26. Rata-Rata Skoring Kelima Responden

    Kode Kenampakan Bau Rasa Tekstur

    K15M6 4,44 4,86 4,64 4,4

    K30M6 4,56 4,88 4,7 4,42

    K45M6 3,66 3,04 0,4 3,1

    Sumber: Data Primer Setelah Diolah.

    Keterangan : R1,2,3,4,5 = Responden (1,2,3,4,5)

    K15,30,45 = Kedalaman (15 cm, 30 cm, dan 45 cm)

    Dari nilai rata-rata yang terdapat pada Tabel 26 sesuai dengan Uji

    Organoleptik Teknik Skoring kelima responden menyatakan kualitas

    pangi/kluwak (Pangium edule) baik dari segi kenampakan, bau, tekstur, maupun

    rasa yaitu berada pada pangi yang ditanam selama enam minggu dan pada

    kedalaman 30 cm.

  • 58

    VI. KESIMPULAN DAN SARAN

    6.1 Kesimpulan

    Berdasarkan analisis faktorial secara umum antara perubahan panjang,

    lebar, ketebalan, dan berat memberikan pengaruh nyata terhadap perlakuan lama

    waktu tanam tapi tidak berpengaruh nyata terhadap tingkat kedalaman tanam,

    sehingga antar lama waktu tanam dan tingkat kedalaman tanam tidak adanya

    interaksi terhadap Pangi (Pangium edule) baik dilihat dari perubahan panjang,

    lebar, ketebalan, maupun berat.

    Berdasarkan Hasil Uji Organoleptik (Pengindraan) dengan teknik skoring

    menyatakan kualitas Pangi (Pangium edule) baik dilihat dari spesifikasi

    kenampakan, bau, rasa dan tekstur didapatkan kualitas paling baik pada waktu

    tanam selama enam minggu dan pada kedalaman tanam 30 cm.

    6.2 Saran

    Bagi mahasiswa sebelum melakukan penelitian agar mempersiapkan

    segala keperluan dengan baik terlebih untuk penelitian yang memiliki musim atau

    hanya bisa dilakukan pada waktu-waktu tertentu, misalnya : Pangi/Kluwak

    (Pangium edule). Pangi yang merupakan salah satu hasil hutan bukan kayu masih

    sangat asing bagi masyarakat kehutanan terlebih bagi Mahasiswa Kehutanan

    Unismuh Makassar. Untuk itu perlu dilakukan pengkajian lebih dalam. Bagi

    masyarakat khususnya Desa Mattabulu Kabupaten Soppeng agar tidak perlu lagi

    membuat lubang untuk kluwak lebih dalam cukup pada kedalaman 15-30 cm dan

    semakin lama waktu tanamnya kualitasnya semakin baik.

  • DAFTAR PUSTAKA

    Affandi, dkk. 2017. Pengertian Hasil Hutan Kayu dan Buku Pegangan Hasil

    Hutan Bukan Kayu. Penerbit Pohon Cahaya. Yogyakarta

    Arini, D.I.D. (2012) Potensi Pangi (Pangium edule Reinw) Sebagai Bahan

    Pengawet Alami dan Prospek Pengembangannya di Sulawesi

    utara. Info BPK Manado, Vol. 2, No. 2, Hal. 103 - 113.

    Balick dan Mendelsohn. 1992 dalam Oka dan Achmad. 2005. Pemanfaatan jenis

    HHBK (Hasil Hutan Bukan Kayu) dan Perhutanan Sosial.

    Basita G, 2007. Pemberdayaan masyarakat tentang hutan lindung.

    BPDAS Jeneberang Walanae. (2006). Pangi (Pangium edule Reinw).

    Makassar: Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Jeneberang

    Walanae.

    Dasmian, Sidu, 2007. Pemberdayan masyarakat skitar kawasan hutan lindung

    jurnal penyuluhan.

    Liswanti. 2012. Panduan Praktis Untuk Survey Mata Pencaharian Sosial

    Ekonomi Dan Hak Kepemilikan Lahan Untuk Digunakan Dalam

    Perencanaan Penggunaan Lahan Kolaboratif Yang Berbasis

    Ekosistem. Center For International Forestry Research (CIFOR).

    Bogor.

    Pinto, W.A. Lolo dan P.V.Y Yamlean. (2017). Identifikasi Kandungan

    Fitokimia dan Uji Kadar Bunuh Minimum Ekstrak Etanol Daun

    Pangi (Pangium edule Reinw) terhadap Pertumbuhan Bakteri

    Escherichia Coli. Jurnal ilmiah Farmasi. Program Studi Fa