7 Kasus endokrin
-
Upload
sri-kuspartianingsih -
Category
Documents
-
view
85 -
download
2
Transcript of 7 Kasus endokrin
Kasus 7
wanita 48 tahun dengan riwayat penyakit mental memperlihatkan dengan onset baru
perilaku psikotik aneh. dia telah membaik selama dua tahun terakhir. ia juga mengeluh
mual, muntah, kelelahan, dan sembelit.
Pemeriksaan fisik
tingginya 5'5 " dan berat badannya 138 Ib. hate ratenya 97 (iregular) dan tekanan darahnya
150/95.. pemeriksaan fisiknya dinyatakan normal kecuali bahwa dia bingung ke lokasi saat
ini, tanggal dan tahun.
uji laboratorium
hematologi rutin dan tes kimia normal kecuali:
calcium
Test Hasil pasien Referensi
Kalsium 13,8 mg/dl 8,4-10,1
Phosphorus 2,8 mg/dl 2,5-4,5
Chloride/Phos ratio 38:1 <29:1
PTH, intact molekul 56 pg/ml 9-51
Calcium, total 13,6 mg/dl 8,4-10,1
Calcium, ionized 6,9 mg/dl 4,4-5,5
Rumusan Masalah
1) Lengkapi data-data klinis dan diagnostic pasien yang harus dikumpulkan
2) Identifikasi masalah utama pada pasien berdasarkan konsep patofisiologi yang
kalian ketahui
3) Jelaskan penatalaksanaan medis yang sebaiknya dilakukan pada kasus diatas
4) Tentukan masalah keperawatan pada pasien tersebut dan penyebabnya
5) Buat NCP dengan dua diagnose utama. NCP tersebut harus mencakup tindakan
keperawatan mandiri, edukasi, observasi, dan kolaborasi?
A. ANATOMI FISIOLOGI KELENJAR PARATIROID
1. Anatomi
Kelenjar paratiroid tumbuh dari jaringan endoderm, yaitu sulcus pharyngeus ketiga
dan keempat. Kelenjar paratiroid yang berasal dari sulcus pharyngeus keempat cenderung
bersatu dengan kutub atas kelenjar tiroid yang membentuk kelenjar paratiroid dibagian
kranial. Kelenjar yang berasal dari sulcus pharyngeus ketiga merupakan kelenjar paratiroid
bagian kaudal, yang kadang menyatu dengan kutub bawah tiroid. Akan tetapi, sering kali
posisinya sangat bervariasi. Kelenjar paratiroid bagian kaudal ini bisa dijumpai pada
posterolateral kutub bawah kelenjar tiroid, atau didalam timus, bahkan berada
dimediastinum. Kelenjar paratiroid kadang kala dijumpai di dalam parenkim kelenjar tiroid.
(R. Sjamsuhidajat, Wim de Jong, 2004, 695)
Secara normal ada empat buah kelenjar paratiroid pada manusia, yang terletak tepat
dibelakang kelenjar tiroid, dua tertanam di kutub superior kelenjar tiroid dan dua di kutub
inferiornya. Namun, letak masing-masing paratiroid dan jumlahnya dapat cukup bervariasi,
jaringan paratiroid kadang-kadang ditemukan di mediastinum.
Setiap kelenjar paratiroid panjangnya kira-kira 6 milimeter, lebar 3 milimeter, dan
tebalnya dua millimeter dan memiliki gambaran makroskopik lemak coklat kehitaman.
Kelenjar paratiroid orang dewasa terutama terutama mengandung sel utama (chief cell)
yang mengandung apparatus Golgi yang mencolok plus retikulum endoplasma dan granula
sekretorik yang mensintesis dan mensekresi hormon paratiroid (PTH). Sel oksifil yang
lebih sedikit namun lebih besar mengandung granula oksifil dan sejumlah besar
mitokondria dalam sitoplasmanya Pada manusia, sebelum pubertas hanya sedikit dijumpai,
dan setelah itu jumlah sel ini meningkat seiring usia, tetapi pada sebagian besar binatang
dan manusia muda, sel oksifil ini tidak ditemukan.Fungsi sel oksifil masih belum jelas, sel-
sel ini mungkin merupakan modifikasi atau sisa sel utama yang tidak lagi mensekresi
sejumlah hormon.
2. Fisiologi
Kelenjar paratiroid mengeluarkan hormon paratiroid (parathiroid hormone, PTH)
yang bersama-sama dengan Vit D3, dan kalsitonin mengatur kadar kalsium dalam darah.
Sintesis PTH dikendalikan oleh kadar kalsium plasma, yaitu dihambat sintesisnya bila
kadar kalsium tinggi dan dirangsang bila kadar kalsium rendah. PTH akan merangsang
reabsorbsi kalsium pada tubulus ginjal, meningkatkan absorbsi kalsium pada usus halus,
sebaliknya menghambat reabsorbsi fosfat dan melepaskan kalsium dari tulang. Jadi PTH
akan aktif bekerja pada tiga titik sasaran utama dalam mengendalikan homeostasis kalsium
yaitu di ginjal, tulang dan usus. (R. Sjamsuhidayat, Wim de Jong, 2004, 695)
B. KONSEP DASAR
a. Pengertian
Hiperparatiroidisme adalah berlebihnya produksi hormon paratiroid oleh kelenjar
paratiroid ditandai dengan dekalsifikasi tulang dan terbentuknya batu ginjal yang
mengandung kalsium. Hiperparatiroidisme dibagi menjadi 2, yaitu hiperparatiroidisme
primer dan sekunder. Hiperparatiroidisme primer terjadi dua atau tiga kali lebih sering pada
wanita daripada laki-laki dan pada pasien-pasien yang berusia 60-70 tahun. Sedangkan
hiperparatiroidisme sekunder disertai manifestasi yang sama dengan pasien gagal ginjal
kronis. Rakitisi ginjal akibat retensi fosfor akan meningkatkan stimulasi pada kelenjar
paratiroid dan meningkatkan sekresi hormon paratiroid. (Brunner & Suddath, 2001)
Hiperparatiroidisme adalah karakter penyakit yang disebabkan kelebihan sekresi
hormone paratiroid, hormon asam amino polipeptida. Sekresi hormon paratiroid diatur
secara langsung oleh konsentrasi cairan ion kalsium. Efek utama dari hormon paratiroid
adalah meningkatkan konsentrasi cairan kalsium dengan meningkatkan pelepasan kalsium
dan fosfat dari matriks tulang, meningkatkan penyerapan kalsium oleh ginjal, dan
meningkatkan produksi ginjal. Hormon paratiroid juga menyebabkan phosphaturia, jika
kekurangan cairan fosfat. hiperparatiroidisme biasanya terbagi menjadi primer, sekunder
dan tersier. (Lawrence Kim, MD, 2005, section 2).
Hiperparatiroidisme adalah suatu keadaan dimana kelenjar-kelenjar paratiroid
memproduksi lebih banyak hormon paratiroid dari biasanya. Pada pasien dengan
hiperparatiroid, satu dari keempat kelenjar paratiroid yang tidak normal dapat membuat
kadar hormon paratiroid tinggi tanpa mempedulikan kadar kalsium. dengan kata lain satu
dari keempat terus mensekresi hormon paratiroid yang banyak walaupun kadar kalsium
dalam darah normal atau meningkat. (www.endocrine.com)
b. Etiologi
Menurut Lawrence Kim, MD. 2005,etiologi hiperparatiroid yaitu:
1. Kira-kira 85% dari kasus hiperparatiroid primer disebabkan oleh adenoma tunggal.
2. Sedangkan 15% lainnya melibatkan berbagai kelenjar (contoh berbagai adenoma
atau hyperplasia). Biasanya herediter dan frekuensinya berhubungan dengan
kelainan endokrin lainny
3. Sedikit kasus hiperparatiroidisme utama disebabkan oleh paratiroid karsinoma.
Etiologi dari adenoma dan hyperplasia pada kebanyakan kasus tidak diketahui.
Kasus keluarga dapat terjadi baik sebagai bagian dari berbagai sindrom endrokin
neoplasia, syndrome hiperparatiroid tumor atau hiperparatiroidisme turunan.
Familial hypocalcuric dan hypercalcemia dan neonatal severe hyperparathyroidism
juga termasuk kedalam kategori ini.
4. Beberapa ahli bedah dan ahli patologis melaporkan bahwa pembesaran dari kelenjar
yang multiple umumnya jenis adenoma yang ganda. Pada ± 15 % pasien semua
kelenjar hiperfungsi; chief cell parathyroid hyperplasia.
c. Patofisiologi
Hiperparatiroidisme dapat bersifat primer (yaitu yang disebabkan oleh hiperplasia
atau neoplasma paratiroid) atau sekunder, dimana kasus biasanya berhubungan dengan
gagal ginjal kronis.
Pada 80% kasus, hiperparatiroidisme primer disebabkan oleh adenoma paratiroid
jinak; 18% kasus diakibatkan oleh hiperplasia kelenjar paratiroid: dan 2% kasus disebabkan
oleh karsinoma paratiroid (damjanov,1996). Normalnya terdapat empat kelenjar paratiroid.
Adenoma atau karsinoma paratiroid ditandai oleh pembesaran satu kelenjar, dengan
kelenjar lainnya tetap normal. Pada hiperplasia paratiroid, keempat kelenja membesar.
Karena diagnosa adenoma atau hiperplasia tidak dapat ditegakan preoperatif, jadi penting
bagi ahli bedah untuk meneliti keempat kelenjar tersebut. Jika teridentifikasi salah satu
kelenjar tersebut mengalami pembesaran adenomatosa, biasanya kelenjar tersebut diangkat
dan laninnya dibiarkan utuh. Jika ternyata keempat kelenjar tersebut mengalami
pembesaran ahli bedah akan mengangkat ketiga kelelanjar dan meninggalkan satu kelenjar
saja yang seharusnya mencukupi untuk mempertahankan homeostasis kalsium-fosfat.
Hiperplasia paratiroid sekunder dapat dibedakan dengan hiperplasia primer, karena
keempat kelenjar membesar secara simetris. Pembesaran kelanjar paratiroid dan
hiperfungsinya adalah mekanisme kompensasi yang dicetuskan oleh retensi format dan
hiperkalsemia yang berkaitan dengan penyakit ginjal kronis. Osteomalasia yang disebabkan
oleh hipovitaminosis D, seperti pada riketsia, dapat mengakibatkan dampak yang sama.
Hiperparatiroidisme ditandai oleh kelebihan PTH dalam sirkulasi. PTH terutama
bekerja pada tulang dan ginjal. Dalam tulang, PTH meningkatkan resorpsi kalsium dari
limen tubulus ginjal. Dengan demikian mengurangi eksresi kalsium dalam urine. PTH juga
meningkatkan bentuk vitamin D3 aktif dalam ginjal, yang selanjutnya memudahkan
ambilan kalsium dari makanan dalam usus. Sehingga hiperkalsemia dan hipofosatmia
kompensatori adalah abnormlitas biokimia yang dideteksi melalui analisis darah.
Konsentrasi PTH serum juga meningkat. ( Rumahorbor, Hotma,1999)
Produksi hormon paratiroid yang berlebih disertai dengan gagal ginjal dapat
menyebabkan berbagai macam penyakit tulang, penyakit tulng yang sering terjadi adalah
osteitis fibrosa cystica, suatu penyakit meningkatnya resorpsi tulang karena peningkatan
kadar hormon paratiroid. Penyakit tulang lainnya juga sering terjadi pada pasien, tapi tidak
muncul secara langsung. (Lawrence Kim, MD, 2005, section 5)
Kelebihan jumlah sekresi PTH menyebabkan hiperkalsemia yang langsung bisa
menimbulkan efek pada reseptor di tulang, traktus intestinal, dan ginjal. Secara fisiologis
sekresi PTH dihambat dengan tingginya ion kalsium serum. Mekanisme ini tidak aktif pada
keadaan adenoma, atau hiperplasia kelenjar, dimana hipersekresi PTH berlangsung
bersamaan dengan hiperkalsemia. Reabsorpsi kalsium dari tulang dan peningkatan absorpsi
dari usus merupakan efek langsung dari peningkatan PTH.
Pada saat kadar kalsium serum mendekati 12 mg/dL, tubular ginjal mereabsorpsi
kalsium secara berlebihan sehingga terjadi keadaan hiperkalsiuria. Hal ini dapat
meningkatkan insidens nefrolithiasis, yang mana dapt menimbulkan penurunan kreanini
klearens dan gagal ginjal. Peningkatan kadar kalsium ekstraselular dapat mengendap pada
jaringan halus. Rasa sakit timbul akibat kalsifikasi berbentuk nodul pada kulit, jaringan
subkutis, tendon (kalsifikasi tendonitis), dan kartilago (khondrokalsinosis). Vitamin D
memainkan peranan penting dalam metabolisme kalsium sebab dibutuhkan oleh PTH untuk
bekerja di target organ.
KLASIFIKASI
1. HIPERPARATIROID PRIMER
Kebanyakan pasien yang menderita hiperparatiroidisme primer mempunyai
konsentrasi serum hormon paratiroid yang tinggi. Kebanyakan juga mempunyai konsentrasi
serum kalsium yang tinggi, dan bahkan juga konsentrasi serum ion kalsium yang juga
tinggi.
Kira-kira 85% dari kasus hiperparatiroid primer disebabkan oleh adenoma tunggal.
Sedangkan 15% lainnya melibatkan berbagai kelenjar (contoh berbagai adenoma atau
hyperplasia). Sedikit kasus hiperparatiroidisme utama disebabkan oleh paratiroid
karsinoma. Etiologi dari adenoma dan hyperplasia pada kebanyakan kasus tidak diketahui.
Kasus keluarga dapat terjadi baik sebagai bagian dari berbagai sindrom endrokin neoplasia,
syndrome hiperparatiroid tumor atau hiperparatiroidisme turunan. Familial hypocalcuric
dan hypercalcemia dan neonatal severe hyperparathyroidism juga termasuk kedalam
kategori ini.
Adapun patologi hiperparatiroid primer adalah Mungkin akibat dari hiperplasia
paratiroid, adenoma atau karsinoma. Parathormon yang meningkat menyebabkan resorpsi
tulang, ekskresi ginjal menurun dan absorpsi kalsium oleh usus meningkat. Perubahan
pada tulang (osteitis fibrosa sistika), nefrokalsinosis atau nefrolitiasis, dan kalsifikasi
kornea.
Hiperparatiroidisme primer ditandai dengan peningkatan kadar hormon
hiperparatiroid serum, peningkatan kalsium serum dan penurunan fosfat serum.
Pada tahap awal, pasien asimtomatik, derajat peningkatan kadar kalsium serum
biasanya tidak besar, yaitu antara 11-12 mg/dl (normal, 9-11 mg/dl). Pada beberapa pasien
kalsium serum berada didalam kisaran normal tinggal. Namun, bila kadar kalsium serum
dan PTH diperhatikan bersamaan, kadar PTH tampaknya meningkat secara kurang
proporsial. Pada beberapa pasien karsinoma paratiroid, kadar kalsium serum bisa sangat
tinggi (15-20mg/dl).
Salah satu kelemahan diagnostik adalah terjadinya penurunan bersihan fragmen
akhir karboksil PTH pada pasien gagal ginjal, menyebabkan peningkatan palsu kadar PTH
serum total. Penetuan PTH amino akhir atau PTH utuh direkomendasikan untuk menilai
fungsi paratiroid pasien gagal ginjal Hiperparatiroidisme didiagnosis ketika tes
menunjukkan tingginya level kalsium dalam darah disebabkan tingginya kadar hormone
paratiroid. Penyakit lain dapat menyebabkan tingginya kadar kalsium dalam darah, tapi
hanya hiperparatiroidisme yang menaikkan kadar kalsium karena terlalu banyak hormon
paratiroid.
Tes darah mempermudah diagnosis hiperparatiroidisme karena menunjukkan
penilaian yang akurat berapa jumlah hormon paratiroid. Sekali diagnosis didirikan, tes yang
lain sebaiknya dilakukan untuk melihat adanya komplikasi. Karena tingginya kadar hormon
paratiroid dapat menyebabkan kerapuhan tulang karena kekurangan kalsium, dan
pengukuran kepadatan tulang sebaiknya dilakukan untuk memastikan keadaan tulang dan
resiko fraktura. Penggambaran dengan sinar X pada abdomen bisa mengungkapkan adanya
batu ginjal dan jumlah urin selama 24 jam dapat menyediakan informasi kerusakan ginjal
dan resiko batu ginjal.
Sebaiknya dilakukan pengukuran jumlah kadar kalsium dan albumin atau kadar ion
kasium. Hiperkalsemia sebaiknya ditandai dengan lebih dari satu penyebab sebelum
didirikan diagnosis. Uji coba kadar hormon paratiroid adalah inti penegakan diagnosis.
Peningkatan kadar hormon paratiroid disertai dengan peningkatan kadar ion kalsium adalah
diagnosis hiperparatiroidisme primer. Pengukuran kalsium dalam urin sangat diperlukan.
Peningkatan kadar kalsium dengan jelas mengindikasikan pengobatan dengan cara operasi.
Penyembuhan Operasi pengangkatan kelenjar yang semakain membesar adalah
penyembuhan utama untuk 95% penderita hiperparatiroidisme. Apabila operasi tidak
memungkinkan atau tidak diperlukan, berikut ini tindakan yang dapat dilakukan untuk
menurunkan kadar kalsium: a. Memaksakan cairan b. Pembatasan memakan kalsium c.
Mendorong natrium dan kalsium diekskresikan melalui urin dengan menggunakan larutan
ga5ram normal, pemberiaqn Lasix, atau Edrecin. d. Pemberian obat natrium, kalium fosfat,
kalsitonin, Mihracin atau bifosfonat. e. Obati hiperkalsemia dengan cairan, kortikosteroid
atau mithramycin) f. Operasi paratiroidektomi g. Obati penyakit ginjal yang mendasarinya
2. HIPERPARATIROID SEKUNDER
Hiperparatiroidisme sekunder adalah produksi hormon paratiroid yang berlebihan
karena rangsangan produksi yang tidak normal. Secara khusus, kelainan ini berkitan dengan
gagal ginjal akut. Penyebab umum lainnya karena kekurangan vitamin D. (Lawrence Kim,
MD, 2005, section 5) Hipersekresi hormon paratiroid pada hiperparatiroidisme sekunder
sebagai respons terhadap penurunan kadar kalsium terionisasi didalam serum. (Clivge R.
Taylor, 2005, 780)
Hiperparatiroidisme sekunder adalah hiperplasia kompensatorik keempat kelenjar
yang bertujuan untuk mengoreksi penurunan kadar kalsium serum. Pada sebagian besar
kasus, kadar kalsium serum dikoreksi ke nilai normal, tetapi tidak mengalami peningkatan.
Kadang-kadang, terjadi overkoreksi dan kadar kalsium serum melebihi normal; pasien
kemudian dapat mengalami gejala hiperkalsemia.
Pada keadaan gagal ginjal, ada banyak factor yang merangsang produksi hormon
paratiroid berlebih. Salah satu faktornya termasuk hipokalsemia, kekurangan produksi
vitamin D karena penyakit ginjal, dan hiperpospatemia. Hiperpospatemia berperan penting
dalam perkembangan hyperplasia paratiroid yang akhirnya akan meningkatkan produksi
hormon paratiroid
Produksi hormon paratiroid yang berlebih disertai dengan gagal ginjal dapat
menyebabkan berbagai macam penyakit tulang, penyakit tulng yang sering terjadi adalah
osteitis fibrosa cystica, suatu penyakit meningkatnya resorpsi tulang karena peningkatan
kadar hormon paratiroid. Penyakit tulang lainnya juga sering terjadi pada pasien, tapi tidak
muncul secara langsung.
Hiperparatiroidisme sekunder biasanya disertai dengan penurunan kadar kalsium
serum yang normal atau sedikit menurun dengan kadar PTH tinggi dan fosfat serum rendah.
Perubahan tulang disebabkan oleh konsentrasi PTH yang tinggi sama dengan pada
hiperparatiroidisme primer.B eberapa pasien menunjukkan kadar kalsium serum tinggi dan
dapat mengalami semua komplikasi ginjal, vaskular, neurologik yang disebabkan oleh
hiperkalsemia.
Semua pasien yang menderita gagal ginjal sebaiknya kadar kalsium, fosfor, dan
level hormon paratiroidnya dimonitor secara reguler. Pasien hiperparatiroidisme biasanya
mempunyai kadar kalsium yang dibawah normal dan peningkatan kadar hormon paratiroid.
Tidak seperti hiperparatiroidisme, manajemen medis adalah hal yang utama untuk
perawatan hiperparatiroidisme sekunder. Penyembuhan dengan calcitriol dan kalsium dapat
mencegah atau meminimalisir hiperparatiroidisme sekunder. Kontrol kadar cairan fosfat
dengan diet rendah fosfat juga penting.Pasien yang mengalami predialysis renal failure,
biasanya mengalami peningkatan kadar hormon paratiroid. Penekanan sekresi hormon
paratiroid dengan low-dose calcitriol mungkin dapat mencegah hiperplasia kelenjar
paratiroid dan hiperparatiroidisme sekunder.
Pasien yang mengalami dialysis-dependent chronic failure membutuhkan calcitriol,
suplemen kalsium, fosfat bebas aluminium, dan cinacalcet (sensipar) untuk memelihara
level cairan kalsium dan fosfat. Karena pasien dialysis relatif rentan terhadap hormon
paratiroid.Pasien yang mengalami nyilu tulang atau patah tulang, pruritus, dan
calciphylaxis perlu perawatan dengan jalan operasi. Kegagalan pada terapi medis untuk
mengontrol hiperparatiroidisme juga mengindikasikan untuk menjalani operasi. Umumnya,
jika level hormon paratiroid lebih tinggi dari 400-500 pg/mL setelah pengoreksian kadar
kalsium dan level fosfor dan tebukti adanya kelainan pada tulang, pengangkatan kelenjar
paratiroid sebaiknya dipertimbangkan.
3. HIPERPARATIROID TERSIER
Hiperparatiroidisme tersier adalah perkembangan dari hiperparatiroidisme sekunder
yang telah diderita lama. Penyakit hiperparatiroidisme tersier ini ditandai dengan
perkembangan hipersekresi hormon paratiroid karena hiperkalsemia.
Penyebabnya masih belum diketahui. Perubahan mungkin terjadi pada titik pengatur
mekanisme kalsium pada level hiperkalsemik.
Hiperparatiroidisme tersier paling umum diamati pada pasien penderita
hiperparatiroidisme sekunder yang kronis dan yang telah menjalani cangkok ginjal.
Kelenjar hipertrophied paratiroid gagal kembali menjadi normal dan terus mengeluarkan
hormon paratiroid berlebih, meskipun kadar cairan kalsium masih dalam level normal atau
bahkan berada diatas normal. Pada kasus ini, kelenjar hipertropid
menjadi autonomi dan menyebabkan hiperkalsemia, bahkan setelah penekanan
kadar kalsium dan terapi kalsitriol. Penyakit tipe ketiga ini sangat berbahaya karena kadar
phosfat sering naik.
Manifestasi klinis dari hiperparatiroidisme tersier meliputi hiperparatiroidisme
yang kebal setelah pencangkokan ginjal atau hiperkalsemia baru pada hiperparatiroidisme
sekunder akut.
Pengobatan penyakit hiperparatiroidisme tersier adalah dengan cara pengangkatan
total kelenjar paratiroid disertai pencangkokan atau pengangkatan sebagian kelenjar
paratiroid
d. Manifestasi Klinik
Pasien mungkin tidak atau mengalami tanda-tanda dan gejala akibat terganggunya
beberapa sistem organ. Gejala apatis, keluhan mudah lelah, kelemahan otot, mual, muntah,
konstipasi, hipertensi dan aritmia jantung dapat terjadi; semua ini berkaitan dengan
peningkatan kadar kalsium dalam darah. Manifestasi psikologis dapat bervariasi mulai dari
emosi yang mudah tersinggung dan neurosis hingga keadaan psikosis yang disebabkan oleh
efek langsung kalsium pada otak serta sistem saraf. Peningkatan kadar kalsium akan
menurunkan potensial eksitasi jaringan saraf dan otot.
Pembentukan batu pada salah satu atau kedua ginjal yang berkaitan dengan
peningkatan ekskresi kalsium dan fosfor merupakan salah satu komplikasi
hiperparatiroidisme primer. Kerusakan ginjal terjadi akibat presipitasi kalsium fosfat dalam
pelvis da ginjal parenkim yang mengakibatkan batu ginjal (rena calculi), obstruksi,
pielonefritis serta gagal ginjal.
Gejala muskuloskeletal yang menyertai hiperparatiroidisme dapat terjadi akibat
demineralisasi tulang atau tumor tulang, yang muncul berupa sel-sel raksasa benigna akibat
pertumbuhan osteoklast yang berlebihan. Pasien dapat mengalami nyeri skeletal dan nyeri
tekan, khususnya di daerah punggung dan persendian; nyeri ketika menyangga tubuh;
fraktur patologik; deformitas; dan pemendekkan badan. Kehilangan tulang yang berkaitan
dengan hiperparatiroidisme merupakan faktor risiko terjadinya fraktur.
Insidens ulkus peptikum dan prankreatis meningkat pada hiperparatiroidisme dan
dapat menyebabkan terjadinya gejala gastroitestinal. (Brunner & Suddath, 2001)
e. Pemeriksaan Diagnostik
Hiperparatiroidisme didiagnosis ketika tes menunjukkan tingginya level kalsium
dalam darah disebabkan tingginya kadar hormone paratiroid. Penyakit lain dapat
menyebabkan tingginya kadar kalsium dalam darah, tapi hanya hiperparatiroidisme yang
menaikkan kadar kalsium karena terlalu banyak hormon paratiroid. Pemeriksaan
radioimmunoassay untuk parathormon sangat sensitif dan dapat membedakan
hiperparatiroidisme primer dengan penyebab hiperkalasemia lainnya pada lebih dari 90 %
pasien yang mengalami kenaikan kadar kalsium serum.
Kenaikkan kadar kalsium serum saja merupakan gambaran yang nonspesifik karena
kadar dalam serum ini dapat berubah akibat diet, obat-obatan dan perubahan pada ginjal
serta tulang. Perubahan tulang dapat dideteksi dengan pemeriksaan sinar-x atau pemindai
tulang pada kasus-kasus penyakit yang sudah lanjut. Penggambaran dengan sinar X pada
abdomen bisa mengungkapkan adanya batu ginjal dan jumlah urin selama 24 jam dapat
menyediakan informasi kerusakan ginjal dan resiko batu ginjal. Pemeriksaan antibodi
ganda hormon paratiroid digunakan untuk membedakan hiperparatiroidisme primer dengan
keganasan, yang dapat menyebabkan hiperkalsemia. Pemeriksaan USG, MRI, Pemindai
thallium serta biopsi jarum halus telah digunakan untuk mengevaluasi fungsi paratiroid dan
untuk menentukan lokasi kista, adenoma serta hiperplasia pada kelenjar paratiroid.
Tes darah mempermudah diagnosis hiperparatiroidisme karena menunjukkan
penilaian yang akurat berapa jumlah hormon paratiroid. Sekali diagnosis didirikan, tes yang
lain sebaiknya dilakukan untuk melihat adanya komplikasi. Karena tingginya kadar hormon
paratiroid dapat menyebabkan kerapuhan tulang karena kekurangan kalsium, dan
pengukuran kepadatan tulang sebaiknya dilakukan untuk memastikan keadaan tulang dan
resiko fraktura.
Salah satu kelemahan diagnostik adalah terjadinya penurunan bersihan fragmen
akhir karboksil PTH pada pasien gagal ginjal, menyebabkan peningkatan palsu kadar PTH
serum total. Penetuan PTH amino akhir atau PTH utuh direkomendasikan untuk menilai
fungsi paratiroid pasien gagal ginjal. (Clivge R. Taylor, 2005, 783)
Laboratorium:
1) Kalsium serum meninggi
2) Fosfat serum rendah
3) Fosfatase alkali meninggi
4) Kalsium dan fosfat dalam urin bertambah
5) Foto Rontgen:
o Tulang menjadi tipis, ada dekalsifikasi
o Cystic-cystic dalam tulang
o Trabeculae di tulang
PA: osteoklas, osteoblast, dan jaringan fibreus bertambah
f. Komplikasi
Krisis hiperkalsemia akut dapat terjadi pada hiperparatiroidisme. Keadaan ini terjadi pada
kenaikan kadar kalsium serum yang ekstrim. Kadar yang melebihi 15 mg/dl (3,7 mmol/L)
akan mengakibatkan gejala neurologi, kardiovaskuler dan ginjal yang dapat membawa
kematian. Pembentukan batu pada salah satu atau kedua ginjal yang berkaitan dengan
peningkatan ekskresi kalsium dan fosfor merupakan salah satu komplikasi
hiperparatiroidisme yang penting dan terjadi pada 55% penderita hiperparatiroidisme
primer. Kerusakan ginjal terjadi akibat presipitasi kalsium fosfat dalam pelvis dan ginjal
parenkim yang mengakibatkan batu ginjal (renal calculi), obstruksi, pielonefritis serta gagal
ginjal.
1) peningkatan ekskresi kalsium dan fosfor
2) Dehidrasi
3) batu ginjal
4) hiperkalsemia
5) Osteoklastik
6) osteitis fibrosa cystic
g.Penatalaksanaan
Terapi yang dianjurkan bagi pasien hiperparatiroidisme primer adalah tindakan
bedah untuk mengangkat jaringan paratiriod yang abnormal. Namun demikian, pada
sebagian pasien yang asimtomatik disertai kenaikaan kadar kalsium serum ringan dan
fungsi ginjal yang normal, pembedahan dapat ditunda dan keadaan pasien dipantau dengan
cermat akan adanya kemungkinan bertambah parahnya hiperkalsemia, kemunduran kondisi
tulang, gangguan ginjal atau pembentukan batu ginjal (renal calculi).
Dehidrasi karena gangguan pada ginjal mungkin terjadi, maka penderita
hiperparatiroidisme primer dapat menderita penyakit batu ginjal. Karena itu, pasien
dianjurkan untuk minum sebanyak 2000 ml cairan atau lebih untuk mencegah terbentuknya
batu ginjal. Jus buah yang asam dapat dianjurkan karena terdapat bukti bahwa minuman ini
dapt menurunkan pH urin. Kepada pasien diuminta untuk melaporkan manifestasi batu
ginjal yang lain seperti nyeri abdomen dan hemapturia. Pemberian preparat diuretik
thiazida harus dihindari oleh pasien hiperparatiroidisme primer karena obat ini akan
menurunkan eksresi kalsium lewat ginjal dan menyebabkan kenaikan kadar kalsium serum.
Disamping itu, pasien harus mengambil tindakan untuk menghindari dehidrasi. Karena
adanya resiko krisis hiperkalsemia, kepada pasien harus diberitahukan untuk segera
mencari bantuan medis jika terjadi kondisi yang menimbulkan dehidrasi (muntah, diare).
Mobilitas pasien dengan banyak berjalan atau penggunaan kursi goyang harus
diupayakan sebanyak mungkin karena tulang yang mengalami stress normal akan
melepaskan kalsium merupakan predisposisi terbentuknya batu ginjal.
Pemberian fosfat per oral menurunkan kadar kalsium serum pada sebagian pasien.
Penggunaan jangka panjang tidak dianjurkan karena dapat mengakibatkan pengendapan
ektopik kalsium fosfat dalam jaringan lunak.
Diet dan obat-obatan. Kebutuhan nutrisi harus dipenuhi meskipun pasien dianjurkan
untuk menghindari diet kalsium terbatas atau kalsium berlebih. Jika pasien juga menderita
ulkus peptikum, ia memerlukan preparat antasid dan diet protein yang khusus. Karena
anoreksia umum terjadi, peningkatan selera makan pasien harus diupayakan. Jus buah,
preparat pelunak feses dan aktivitas fisik disertai dengan peningkatan asupan cairan akan
membantu mengurangi gejal konstipasi yang merupakan masalah pascaoperatif yang sering
dijumpai pada pasien-pasien ini.
ASUHAN KEPERAWATAN
a. Pengkajian
Tidak terdapat manifestasi yang jelas tentang hiperparatiroidisme dan hiperkalsemia
resultan. Pengkajian keperawatan yang rinci mencakup :
1) Riwayat kesehatan klien.
2) Riwayat penyakit dalam keluarga.
3) Keluhan utama, antara lain :
a) Sakit kepala, kelemahan, lethargi dan kelelahan otot
b) Gangguan pencernaan seperti mual, muntah, anorexia, obstipasi, dan nyeri lambung
yang akan disertai penurunan berat badan
c) Depresi
d) Nyeri tulang dan sendi.
4) Riwayat trauma/fraktur tulang.
5) Riwayat radiasi daerah leher dan kepala.
6) Pemeriksaan fisik yang mencakup :
a) Observasi dan palpasi adanya deformitas tulang.
b) Amati warna kulit, apakah tampak pucat.
c) Perubahan tingkat kesadaran.
7) Bila kadar kalsium tetap tinggi, maka akan tampak tanda psikosis organik seperti
bingung bahkan koma dan bila tidak ditangani kematian akan mengancam.
8) Pemeriksaan diagnostik, termasuk :
a) Pemeriksaan laboratorium : dilakukan untuk menentukan kadar kalsium dalam plasma
yang merupakan pemeriksaan terpenting dalam menegakkan kondisi hiperparatiroidisme.
Hasil pemeriksaan laboratorium pada hiperparatiroidisme primer akan ditemukan
peningkatan kadar kalsium serum; kadar serum posfat anorganik menurun sementara kadar
kalsium dan posfat urine meningkat.
b) Pemeriksaan radiologi, akan tampak penipisan tulang dan terbentuk kista dan trabekula
pada tulang.
1) Diagnosa Keperawatan : Perubahan nutrisi yang berubahan dengan anorexia dan mual.
Tujuan : Klien akan mendapat masukan makanan yang mencukupi, seperti yang dibuktikan
oleh tidak adanya mual dan kembali pada atau dapat mempertahankan berat badan ideal.
Intervensi Keperawatan :
1. Berikan dorongan pada klien untuk mengkonsumsi diet rendah kalsium untuk
memperbaiki hiperkalsemia.
2. Jelaskan pada klien bahwa tidak mengkonsumsi susu dan produk susu dapat
menghilangkan sebagian manifestasi gastrointestinal yang tidak menyenangkan.
3. Bantu klien untuk mengembangkan diet yang mencakup tinggi kalori tanpa produk yang
mengandung susu.
4. Rujuk klien ke ahli gizi untuk membantu perencanaan diet klien.
Diagnosa Keperawatan : Risiko terhadap cidera yang berhubungan dengan demineralisasi
tulang yang mengakibatkan fraktur patologi.
Tujuan : Klien tidak akan menderita cidera, seperti yang ditunjukkan oleh tidak terdapatnya
fraktur patologi.
Intervensi Keperawatan :
1. Lindungi klien dari kecelakaan jatuh, karena klien rentan untuk mengalami fraktur
patologis bahkan oleh benturan ringan sekalipun. Bila klien mengalami penurunan
kesadaran pasanglah tirali tempat tidurnya.
2. Hindarkan klien dari satu posisi yang menetap, ubah posisi klien dengan hati-hati.
3. Bantu klien memenuhi kebutuhan sehari-hari selama terjadi kelemahan fisik.
4. Atur aktivitas yang tidak melelahkan klien.
5. Ajarkan cara melindungi diri dari trauma fisik seperti cara mengubah posisi tubuh, dan
cara berjalan serta menghindari perubahan posisi yang tiba-tiba.
6. Ajarkan klien cara menggunakan alat bantu berjalan bila dibutuhkan. Anjurkan klien
agar berjalan secara perlahan-lahan.
Diagnosa Keperawatan : Konstipasi yang berhubungan dengan efek merugikan dari
hiperparatiroidisme pada saluran gastrointestinal.
Tujuan : Klien akan mempertahankan BAB normal, seperti pada yang dibuktikan oleh BAB
setiap hari (sesuai dengan kebiasaan klien).
Intervensi Keperawatan :
1. Upayakan tindakan yang dapat mencegah konstipasi dan pengerasan fekal yang
diakibatkan oleh hiperkalsemia.
2. Bantu klien untuk tetap dapat aktif sesuai dengan kondisi yang memungkinkan.
3. Tingkatkan asupan cairan dan serat dalam diet. Klien harus minum sedikitnya enam
sampai delapan gelas per hari kecuali bila ada kontra indikasi.
4. Jika konstipasi menetak meski sudah dilakukan tindakan, mintakan pada dokter pelunak
feses atau laksatif.