Laporan Presentasi Kasus Endokrin

37
LAPORAN PRESENTASI KASUS ENDOKRIN DIABETES MELITUS TIPE-1 Pembimbing: dr. Bina Akura, SpA Oleh: Syarifah Ro’fah 1110103000045 MODUL KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK DAN REMAJA RUMAH SAKIT UMUM PUSAT FATMAWATI PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

description

laporan kasus endokrin

Transcript of Laporan Presentasi Kasus Endokrin

LAPORAN PRESENTASI KASUS ENDOKRINDIABETES MELITUS TIPE-1

Pembimbing:dr. Bina Akura, SpA

Oleh:Syarifah Rofah1110103000045

MODUL KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK DAN REMAJARUMAH SAKIT UMUM PUSAT FATMAWATIPROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTERFAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATANUNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAHJAKARTA2013 MBAB IILUSTRASI KASUS1.1. Anamnesisa. Identitas PasienNama : an. UHZTempat tanggal lahir: Jakarta, 03-03-2006Umur : 7 tahun 9 bulanJenis kelamin: PerempuanAlamat: Jp Jati No.56 Parung Depok b. Identitas Orangtua PasienAyahIbu

Nama Tn. B Ny. A

Usia (37 tahun)(37 tahun)

AgamaIslamIslam

AlamatJp Jati No.56 Parung Depok Jp Jati No.56 Parung Depok

Suku Betawi Betawi

Pendidikan terakhirSMKSMA

Pekerjaan WiraswastaIbu Rumah Tangga

Pernikahan ke-1 1

c. Keluhan UtamaPasien mengeluhkan lemas sejak satu bulan yang lalu.

d. Riwayat penyakit sekarangSatu bulan terakhir, pasien sering merasa lemas dan tidak bertenaga. Keluhan dirasakan sejak pasien mendapatkan terapi insulin setelah berobat karena penyakit DM tipe-1 .Ibu pasien menceritakan pasien sejak agustus akhir sering buang air kecil, frekuensi BAK 7-8x/hari, berwarna kuning jernih, tidak ada nyeri berkemih. Ibu pasien juga merasa pasien mudah haus, sering lapar, nafsu makan baik namun berat badan tidak bertambah. Selain itu Ibu pasien memeperhatikan, bila pasien terluka akan membutuhkan waktu lama untuk sembuh. Orangtua telah membawa pasien dan berobat ke RSUD setempat, kemudian didiagnosis TB, pengobatan OAT diberikan. Setelah 15 hari masa pengobatan OAT, pasien sesak dan segera dirawat. Setelah itu pasien terdiagnosis DM tipe 1 dan diberikan terapi insulin.RS DEPOKDiagnosis TB Pengobatan KDTRSUD CIBINONGSesak, lemas, Rawat isolasi 10 hariDiagnosis DM tipe 1Rujuk RSUP FatmawatiPOLI RSUP FATMAWATIEdukasi terapi dan pola makanRAWAT INAP FATMAWATIEdukasi terapi, penyesuaian dosisDan pola makanBB Poliuria,PolifagiPolidipsi Oktober Awal November29 November5-9DesemberAgustus

e. Riwayat penyakit dahuluPasien tidak memiliki asma dan alergi. Pasien pernah dirawat karena sesak dan penurunan kesadaran. Riwayat operasi tidak ada.

f. Riwayat penyakit keluargaKeluaga dengan keluhan yang sama tidak ada. Riwayat diabetes melitus, asma, hipertensi tidak ada.

g. Riwayat kehamilan dan kelahiranPasien merupakan anak ke 2 dari 3 saudara. Lahir sectio cesarea, lebih 28 hari dari tanggal perkiraan. Tidak ada riwayat dirawat di perawatan intensif. Berat dan panjang lahir ibu lupa.

h. Riwayat imunisasiBCG: 1 kali DPT : 3 kali Hepatitis B: 3 kali Polio: 4 kali Campak: 1 kaliVaricella : 1 kaliTyphoid: 1 kali

i. Riwayat perkembanganDuduk : 4 bulan, Bicara : 12 bulan, Berjalan : 14 bulan, Membaca : 48 bulanMasuk sekolah: 5 tahun, dapat mengikuti pelajaran dengan baik, dapat bersosialisasi dengan lingkungan sekitar.

j. Riwayat makanKonsumsi ASI eksklusif hingga usia 6 bulan, berhenti ASI usia 2 tahun. Nasi tim dimulai pada usia 18 bulan. Mulai makan bersama keluarga umur 16 bulan. Selanjutnya makan 3x/hari. Sejak agustus akhir nafsu makan bertambah.

1.2. Pemeriksaan Fisika. Kesadaran : compos mentisb. Keadaan umum : tampak sakit ringanc. Tanda vitalTanda VitalSuhu = 36,7oCNadi = 132x/menitNafas = 23 x/menitTekanan darah = 110/70 mmHg

d. Status giziBB 15 kg, TB 113 cm, BB/U : 15/25 x 100% = 60 % = Gizi kurangTB/U : 113/126 x 100% = 89 % = Tinggi kurangBB/TB : 15/20 x 100% = 75 % = KurangKesimpulan Gizi Kurange. Kepala: Mikrosefali (-) deformitas (-)f. Mata: Konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-g. Telinga: Serumen +/+, nyeri tekan tragus -/-h. Hidung: Napas cuping hidung -/-, sekret -/-i. Mulut : Mukosa mulut lembab, faring hiperemis -/-, T1-T1, terdapat karies pada gigi j. Leher: pembesaran KGB -, kelenjar tiroid normalk. JantungInspeksi: Iktus kordis tidak terlihatPalpasi: Iktus cordis teraba di sela iga IV linea midklavikula Auskultasi: Bunyi jantung I-II regular, murmur (-), gallop (-)l. ParuInspeksi: pergerakan dada tampak simetris saat statis dan dinamis, retraksi otot bantu nafas (-) Auskultasi: Suara napas vesikuler, rhonki -/-, wheezing -/-m. AbdomenInspeksi: DatarPalpasi: Supel, lemas, nyeri tekan (-) hepatosplenomegali (-)Perkusi: TimpaniAuskultasi: Bising Usus (+) Normaln. Ekstremitas: Akral hangat, CRT < 2, edema ekstremitas -

1.3. Pemeriksaan PenunjangHasil pemeriksaan laboratorium 03-12-2013No Pemeriksaan Hasil Nilai rujukan

Darah lengkap

1Hb12 g/Dl10.7-14.7

2Ht36 %31-43

3Leukosit5.6 ribu/ul5.0-14.5

4Trombosit354 ribu/ul184-488

5Eritrosit4.38 juta/ul3.80-5.80

6LED35.0 mm0.0-20.0

No Pemeriksaan Hasil Nilai rujukan

Glukosa darah

7GDS237 mg/dl60-100 mg/dl

8HBAIC 11,5%4.5-6.3%

No Pemeriksaan Hasil Nilai rujukan

Urinalisa

1Berat jenis1.0511.005-1.030

2Protein urinNegatif Negatif

3Bilirubin Negatif Negatif

4Darah Negatif Negatif

5Glukosa/reduksi +3Negatif

1.4. Daftar masalahDM tipe-1 Gizi kurang

1.5. Tatalaksana2.1. Novorapid 6 unit2.2. Insulin levemir 7 unit2.3. Diet diabetes mellitus 1700kkal, diberikan 6x pemberian : Pagi 42,4 gr/kkal, Snack 21,2, Siang 63,69, Malam 42,4, Snack 21.22.4. Cek GDS jam AC dan 2 jam PC, dan GDS malam

1.6. Monitoring Kadar Glukosa DarahTGLGDS ACGDS 2PPGDS ACGDS 2PPGDS ACGDS 2PPGDS MALAM

6-12-13---10813870218

7-12-1380-1696423045327

8-12-13-36011974239113-

9-12-1364491607927895134

BAB IITINJAUAN PUSTAKA2.1. Kontrol Gula DarahProses metabolisme terbagi atas anabolisme dan katabolisme. Proses anabolisme merupakan proses pembentukan atau sintesis makromolekul organik yang lebih besar dari subunit organik yang lebih kecil. Sedangkan katabolisme adalah proses penguraian atau degradasi molekul organik besar di dalam tubuh.Dalam kaitannya dengan metabolisme karbohidrat, kedua proses inilah yang mengontrol dan menjaga glukosa darah dalam rentang yang normal. Saat keadaan absorptif/setelah makan glukosa tersedia berlimpah dalam darah, maka terjadi proses yang bertujuan untuk menurunkan kadar glukosa darah. Sedangkan pada keadaan puasa terjadi hal sebaliknya. Beberapa reaksi yang terjadi dalam tubuh terkait proses metabolisme dijelaskan dalam tabel 2.2.

Tabel 2.2 Proses metabolisme dalam TubuhProses metabolismeJenis prosesReaksiKonsekuensi

GlikogenesisAnabolismeGlukosa menjadi glikogenPenurunan glukosa darah

GlikogenolisisKatabolismeGlikogen menjadi glukosaPeningkatan glukosa darah

GlukoneogenesisAnabolismeAsam amino/asam lemak menjadi glukosaPeningkatan glukosa darah

GlikolisisAnabolismeGlukosa menjadi ATPPenurunan glukosa darah

Respon tubuh terhadap regulasi proses metabolisme diatur oleh berbagai hormon. Insulin dan glukagon yang disekresi pankreas, merupakan hormon dominan yang meregulasi jalur-jalur metabolisme, selain itu ada pula epinefrin, kortisol serta hormon pertumbuhan yang mengatur proses katabolik dan anabolik sesuai dengan kebutuhan. Efek hormon-hormon tersebut terhadap metabolisme teringkas dalam tabel 2.3.

Tabel 2.3 Efek Berbagai Hormon terhadap MetabolismeHormonEfek terhadap glukosaRangsangan utama untuk sekresiPeran dalam metabolism

Insulina. ambilan glukosab. glikogenesisc. glikogenolisisd. glukoneogenesis glukosa darah asam amino darahRegulator utama siklus absorptif dan pasca-absorptif

Glukagon a. glikogenolisis b. glikogenesisc. glukoneogenesis glukosa darah asam amino darahBersama insulin menjadi regulator utama siklus absorptif dan pasca-absorptif, serta proteksi hipoglikemia

Epinefrin a. glikogenolisis b. glikogenesisc. sekresi glukagond. sekresi insulinStimulasi simpatis saat stress dan olahragaPenyediaan energi untuk keadaan darurat dan olahraga

Kadar glukosa darah setelah makan meningkat dari kadar puasa 80-100 mg/dL (~5mM) menjadi 120-140 mg/dL (~8mM) dalam waktu 30 menit sampai 1 jam. Kadar glukosa dalam darah kemudian mulai menurun, kembali ke rentang puasa dalam waktu kurang lebih 2 jam setelah makan.

2.2. Definisi dan klasifikasi diabetes melitusDiabetes Mellitus (DM) adalah penyakit metabolik yang ditandai dengan hiperglikemia kronik yang disebabkan karena gangguan sekresi insulin dan atau aksi insulin. Berdasarkan etiologi diabetes melitus diklasifikasikan dalam DM tipe-1 (destruksi sel beta), DM tipe-2 (resistensi dan atau defisiensi insulin), DM tipe lain (monogenik, diabetes Neonatal, diabetes mitokondrial, diabetes obat-obatan).Karakteristik masing masing tipe DM dapat dilihat pada tabel dibawah ini.Karakteristik Tipe-1Tipe-2Monogenik

Genetik Poligenik Poligenik Monogenik

Onset 6 bulan sd dewasa/mudaPubertas sd lebih tuaSering setelah pubertas (kecuali glukokinase dan diabetes neonatal

Gambaran klinikSering akut, cepatBervariasi, perlahan, sedang, sampai dengan beratBervariasi

Hub dengan autoimunYaTidak Tidak

Ketosis Sering Tidak Sering pada Diabetes neonatal, Jarang pada bentuk lain.

ObesitasBanyak MeningkatBanyak

Akantosis nigrikanTidak Ya Tidak

Angka kejadian (% pada kasus anak)>90%>10%1-3%

Riwayat orantua DM2-4%80%90%

DM tipe-1 adalah kelainan sistemik akibat terjadinya gangguan metabolisme glukosa yang ditandai oleh hiperglikemia kronik. Keadaan ini diakibatkan oleh kerusakan sel- pankreas baik oleh proses autoimun maupun idiopatik sehingga produksi insulin berkurang bahkan terhenti. DM tipe-1 merupakan salah satu penyakit kronis yang sampai saat ini belum dapat disembuhkan. Walaupun demikian berkat kemajuan teknologi kedokteran kualitas hidup penderita DM tipe-1 tetap dapat sepadan dengan anak-anak normal lainnya jika mendapat tata laksana yang adekuat.

2.3. Epidemiologi DM tipe-1 Sebagian besar penderita DM pada anak ialah DM tipe-1, namun akhir-akhir ini prevelensi DM tipe-2 pada anak juga meningkat. Insidens DM tipe-1 sangat bervariasi baik antar negara maupun di dalam suatu negara. Insidens tertinggi terdapat di Finlandia yaitu 43/100.000 dan insidens yang rendah di Jepang yaitu 1,5-2/100.000 untuk usia kurang 15 tahun. Insidens DM tipe-1 lebih tinggi pada ras kaukasia dibandingkan ras-ras lainnya.Berdasarkan data dari rumah sakit terdapat 2 puncak insidens DM tipe-1 pada anak yaitu pada usia 5-6 tahun dan 11 tahun. Patut dicatat bahwa lebih dari 50 % penderita baru DM tipe-1 berusia > 20 tahun.Faktor genetik dan lingkungan sangat berperan dalam terjadinya DM tipe-1. Walaupun hampir 80 % penderita DM tipe-1 baru tidak mempunyai riwayat keluarga dengan penyakit serupa, namun faktor genetik diakui berperan dalam patogenesis DM tipe-1. Faktor genetik dikaitkan dengan pola HLA tertentu, tetapi sistim HLA bukan merupakan faktor satu-satunya ataupun faktor dominan pada patogenesis DM tipe-1. Sistim HLA berperan sebagai suatu susceptibility gene atau faktor kerentanan. Diperlukan suatu faktor pemicu yang berasal dari lingkungan (infeksi virus, toksin dll) untuk menimbulkan gejala klinis DM tipe-1 pada seseorang yang rentan. 2.4. Patogenesis DM tipe-1 Pada keadaan fisiologi insulin disekresikan sebagai respon peningkatan kadar glukosa darah dalam rangka menjaga homeostatis glikemik. Insulin selnajutnya berperan dalam penggunaan dan penyimpanan glukosa sebagai sumber energi sel. Sel- pankreas sebagai produsen insulin, distimulasi oleh rangsangan yang melibatkan sistem neural, hormonal dan substrat. Kerusakan pada sistem-sistem tersebut akan menyebabkan turunnya produksi insulin.Pada DM tipe-1, sel- pankreas mengalami kerusakan sehingga kadar insulin setelah pasca makan menurun. Insulinopenia menyebabkan glukosa dalam darah tidak dapat ditransport kedalam sel, selain terjadi hiperglikemia sel-sel akan memberikan sinyal agar glikogenolisis dan glukoneogenesis ditingkatkan. Insulinopenia serta hiperglikemia berkepanjangan ini membuat kekacauan metabolisme dan hormonal. Hiperglikemia menimbulkan diuresis osmotik yang berakibat tubuh kehilangan kalori, elektrolit dan cairan. Proteolisis, ketogenesis dan lipolisis sebagai respon glukoneogenesis.

2.5. Manifestasi dan perjalanan penyakit DM tipe-1 DM tipe-1 memiliki perjalanan penyakit yang ditandai melalui beberapa periode. Periode tersebut terdiri dari prediabetes, manifestasi klinis diabetes, periode honeymoon serta ketergantungan insulin yang menetap.Periode prediabetes dimulai dengan kerentanan genetik dan diakhiri dengan kerusakan total sel- pankreas. Periode ini dapat didiagnostik secara klinis dengan menurunnya kadar sekresi C-peptide, dan ditemukannya antibodi seperti islet cell autoantibodies (ICA), glutamic acid decarboxylase auotantibodies (GAD), insulin autoantibodies dan sebagainya. Petanda genetik juga menjadif aktor kerentanan timbulnya DM tipe-1.Selain faktor imunologi dan genetik, aktor lingkungan seperti infeksi rubella kongenital, infeksi enterovirus dan virus ECHO, kasein, protein dan gluten susu sapi perlu juga dipertimbangkan dalam periode ini.Periode manifestasi klinis muncul pada sebagian besar penderita DM tipe-1 dan umumnya bersifat akut. Biasanya gejala-gejala poliuria, polidipsia, polifagia dan berat badan yang cepat menurun terjadi antara 1 sampai 2 minggu sebelum diagnosis ditegakkan. Apabila gejala-gejala klinis ini disertai dengan hiperglikemia maka diagnosis DM tidak diragukan lagi. Periode honeymoon terjadi akibat berfungsinya kembali jaringan residual pankreas sehingga pankreas mensekresikan kembali sisa insulin. Periode ini akan berakhir apabila pankreas sudah menghabiskan seluruh sisa insulin. Secara klinis ada tidaknya fase ini harus dicurigai apabila seorang penderita baru DM tipe-1 sering mengalami serangan hipoglikemia sehingga kebutuhan insulin harus dikurangi untuk menghindari hipoglikemia. Apabila dosis insulin yang dibutuhkan sudah mencapai < 0,25 U/kgBB/hari maka dapat dikatakan penderita berada pada fase remisi total. Di negara berkembang yang masih diwarnai oleh pengobatan tradisional, fase ini perlu dijelaskan kepada penderita sehingga anggapan bahwa penderita telah sembuh dapat dihindari. Ingat, bahwa pada saat cadangan insulin sudah habis, penderita akan membutuhkan kembali insulin dan apabila tidak segera mendapat insulin, penderita akan jatuh kembali ke keadaan ketoasidosis dengan segala konsekuensinya.Setelah periode honeymoon, perjalanan penyakit berlanjut ke periode terganutng insulin seumur hidup. Biasanya perjalanan periode ini lambat tetapi dapat dipercepat dengan penyakit lain.

2.6. Kriteria diagnosis DM tipe-1 Insidens DM tipe-1 di Indonesia masih rendah sehingga tidak jarang terjadi kesalahan diagnosis dan keterlambatan diagnosis. Akibat keterlambatan diagnosis, penderita DM tipe-1 akan memasuki fase ketoasidosis yang dapat berakibat fatal bagi penderita. Keterlambatan ini dapat terjadi karena penderita disangka menderita bronkopneumonia dengan asidosis atau syok berat akibat gastroenteritis.Kata kunci untuk mengurangi keterlambatan diagnosis adalah kewaspadaan terhadap DM tipe-1. Diagnosis DM tipe-1 sebaiknya dipikrkan sebagai diferensial diagnosis pada anak dengan enuresis nokturnal (anak besar), atau pada anak dengan dehidrasi sedang sampai berat tetapi masih ditemukan diuresis (poliuria), terlebih lagi jika disertai dengan pernafasan Kussmaul dan bau keton.Glukosa darah puasa dianggap normal bila kadar glukosa darah kapiler < 126 g/dL (7 mmol/L). Glukosuria saja tidak spesifik untuk DM sehingga perlu dikonfirmasi dengan pemeriksaan glukosa darah.Diagnosis DM dapat ditegakkan apabila memenuhi salah satu kriteria sebagai berikut:1. Ditemukannya gejala klinis poliuria, polidpsia, polifagia, berat badan yang menurun, dan kadar glukasa darah sewaktu >200 mg/dL (11.1 mmol/L).2. Pada penderita yang asimtomatis ditemukan kadar glukosa darah sewaktu >200 mg/dL atau kadar glukosa darah puasa lebih tinggi dari normal dengan tes toleransi glukosa yang terganggu pada lebih dari satu kali pemeriksaan.Tes toleransi glukosa (TTG) jarang dilakukan untuk mendiagnosis DM tipe-1 pada anak karena gambaran klinis yang khas. Indikasi TTG pada anak adalah pada kasus-kasus yang meragukan yaitu ditemukan gejala-gejala klinis yang khas untuk DM, namun pemeriksaan kadar glukosa darah tidak menyakinkan.Dosis glukosa yang digunakan pada TTG adalah 1,75 g/kgBB (maksimum 75 g). Glukosa tersebut diberikan secara oral (dalam 200-250 ml air) dalam jangka waktu 5 menit. Tes toleransi glukosa dilakukan setelah anak mendapat diet tinggi karbohidrat (150-200 g per hari) selama tiga hari berturut-turut dan anak puasa semalam menjelang TTG dilakukan. Selama tiga hari sebelum TTG dilakukan, aktifitas fisik anak tidak dibatasi. Anak dapat melakukan kegiatan rutin sehari-hari. Sampel glukosa darah diambil pada menit ke 0 (sebelum diberikan glukosa oral), 60 dan 120 menit. Interpretasi hasilnya adalah :1. Anak menderita DM apabila: Kadar glukosa darah puasa 140 mg/dL (7,8 mmol/L) atau Kadar glukosa darah pada jam ke 2 200 mg/dL (11,1 mmol/L)2. Anak dikatakan menderita toleransi gula terganggu apabila: Kadar glukosa darah puasa 10% lemak tak jenuh rantai tunggal)Protein 10-15%Dibagi dalam 3x makan dan 2-3 kudapan, waktu makan konsistend. Diet diabetes mellitus 1700kkal, diberikan 6x pemberian : Pagi 42,4 gr/kkal Snack 21,2 Siang 63,69 Malam 42,4 Snack 21.2

3.4. Dasar anjuran olahraga pada pasienAnjuran olahraga disesuaikan dengan kebugaran pasien. Aktifitas fisik sehari-hari 30 menit diluar kegiatan sekolah. Atau 30-60 menit olahraga rutin tiga kali dalam satu minggu.3.5. Dasar anjuran kontrol metabolik pasienPemeriksaan HbA1C rutin dan kontrol ke poli anak secara berkala.

DAFTAR PUSTAKA

UKK Endokrinologi Anak Dan Remaja, Ikatan Dokter Anak Indonesia, World Diabetes Foundation. Konsensus nasional pengelolaan diabetes mellitus tipe 1. 2009Jose RL, Batubara DKK. Buku Ajar Endokrinologi Anak, edisi 1. Jakarta: IDAI. 2010Clinical practice guidelines:Type 1 diabetes in childrenand adolescents. Australasian Paediatric Endocrine Group for theDepartment of Health and Ageing. Downloaded from www.nhxmrc.gov.au/publications. Sherwood L. Human Physiology: From Cells to Systems, 7th Edition. USA: Brooks/Cole; 2010. Hal.641-675, 776-783.

23