6.BAB I-III
-
Upload
elizabeth-christamore -
Category
Documents
-
view
213 -
download
0
description
Transcript of 6.BAB I-III
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Gas merupakan molekul-molekul yang bergerak menurut jalan-jalan yang
lurus ke segala arah, dengan kecepatan yang sangat tinggi.Molekul-molekul gas
ini selalu bertumbukan dengan molekul-molekul lain atau dengan dinding
bejana.Tumbukan terhadap dinding bejana ini yang menyebabkan adanya
tekanan (Sukardjo, 1997)
Cairan volatil adalah cairan yang mudah menguap, biasanya memiliki titik
didih dibawah titik didih air (< 100˚C). Molekul pada cairan volatil memiliki
gaya antar molekul yang sangatlah lemah, gaya antar molekul yang lemah ini
mengakibatkan molekul pada cairan volatil mudah lepas antara satu dengan yang
lain. Lepasnya molekul-molekul didalam cairan ini merupakan salah satu
penyebab cairan volatil mudah menguap. Cairan volatil mudah ditemukan
didalam kehidupan sehari-hari seperti diisopropil eter, metanol, dietil eter,
aseton, klorofom, benzene.
Berdasarkan teori kinetik gas, cairan volatil dianggap sebagai kelanjutan dari
fase gas, di mana fase cairan molekul-molekulnya mempunyai gaya tarik-
menarik yang relatif lebih besar dibandingkan dengan gas, sehingga jarak antara
partikel-partikel jauh lebih lengkap. Hal inilah yang menyebabkan permukaan
cairan dapat menahan volume yang tepat. Cairan yang mudah menguap, gaya
tarik-menarik antara molekul-molekulnya rendah. Partikel-partikelnya cenderung
untuk tercerai berai oleh gerakannya masing-masing.Penguapan cairan terjadi
karena molekul-molekul cairan meninggalkan cairan.
Ketika cairan volatil dipanaskan, maka cairan volatil akan menguap dengan
cepat pada temperatur titik didih air. Penguapan ini terjadi akibat adanya
pemanasan atau penambahan suhu, sehingga energi kinetik didalam cairan
tesebut bertambah. Karna seiring bertambahnya suhu maka energi kinetik juga
akan semakin besar.
Pada percobaan penentuan Berat Molekul Volatilakan menggunakan hukum-
hukum gas ideal seperti hukum gas Boyle, hukum Charles (Gay Lussac), hukum
Boyle-Gay Lussac, hukum Dalton, hukum Amagat, hukum Avogadro, dan
hukum Graham.
Percobaan ini bertujuan untuk menentukan berat molekul dari senyawa volatil
berdasarkan pengukuran densitas gas dan melatih persamaan gas. Karena
pengukuran berat molekul suatu cairan volatil tidak akan akurat bila dihitung
berdasarkan viskositas atau konsentrasinya hal ini disebabkan cairan dapat
menguap pada suhu kamar sehingga sebagian zat cair akan menguap dan
menyebabkan analisa tidak tepat. Untuk mengatasi hal itu maka digunakan
metode yang paling sesuai untuk menghitung berat molekul cairan volatil yaitu
metode limiting density.
1.2 Perumusan Masalah
Permasalahan yang timbul pada percobaan berat molekul volatil ini antara lain:
1. Bagaimana cara menentukan berat molekul dari senyawa volatil.
2. Bagaimana menghitung dan menentukan berat molekul dari sampel senyawa
volatil.
1.3 Tujuan Percobaan
Percobaan ini bertujuan untuk menentukan menentukan berat molekul cairan
volatil berdasarkan pengukuran massa jenis gas.
1.4 Manfaat Percobaan
Manfaat yang dapat diperoleh dari percobaan ini antara lain :
1. Praktikan dapat memahami prinsip dan cara pengukuran berat molekul cairan
volatil yang sederhana dan dapat menerapkan pengetahuan tersebut dalam
industri.
2. Praktikan dapat mengetahui dan memahami jenis-jenis cairan volatil.
3. Praktikan dapat lebih memperdalam pengetahuan mengenai prinsip-prinsip
hukum gas ideal.
4. Praktikan dapat mengetahui aplikasi cairan volatil dalam industri.
1.5 Ruang Lingkup Percobaan
Percobaan ini dilakukan dalam Laboratorium Kimia Fisika, Departemen Teknik
Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara, dengan keadaan ruangan :
- Temperatur ruangan : 30oC
- Tekanan udara : 760 mmHg
Bahan yang digunakan yaitu methanol dan kloroform. Alat-alat yang
digunakan adalah labu Erlenmeyer (150ml), alumunium foil, pipet tetes, karet gelang,
gelas ukur, penangas air, neraca analitik, jarum, penjepit tabung, termometer, dan
desikator
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Hukum-Hukum Gas
Persamaan keadaan atau gas ideal adalah persamaan termodinamika yang
menggambarkan keadaan materi di bawah seperangkat kondisi fisika. Persamaan gas
ideal adalah sebuah persamaan konstitutif yang menyediakan hubungan matematik
antara dua atau lebih fungsi keadaan yang berhubungan dengan materi, seperti
temperatur, tekanan, volume dan energi dalam (Atkins, 1993).
Gas yang terdiri atas molekul yang bergerak menurut jalannya yang lurus ke
segala arah, dengan kecepatan yang sangat tinggi. Molekul-molekul gas ini selalu
bertumbukkan dengan molekul-molekul lainnya atau dengan dinding bejana.
Tumbukan terhadap dinding bejana ini yang menyebabkan adanya tekanan.Karena
molekul gas selalu bergerak ke segala rah, maka gas yang satu mudah bercampur
dengan gas yang lain (diffusi), asal keduanya tidak bereaksi. Misal: N2 dan O2, CO2
dan H2 dan sebagainya. Semua gas dibagi 2: gas ideal dan nyata. Gas ideal
merupakan gas yang mengikuti secara semprna hukum-hukum gas (Gay Lusac,
Boyle, dan sebagainya). Gas nyata merupakan gas yang hanya mengikuti hukum-
hukumnya gas pada tekanan rendah. Gas ideal sebenarnya tidak ada, jadi hanya
merupakan gas hipotesis. Semua gas sebenarna gas nyata. Pada gas ideal dianggap
bahwa molekul-molekulna tidak tarik menarik dan volume molekulnya dapat
diabaikan terhadap volume gas itu sendiri atau ruang yang ditempati.Sifat gas ideal
hanya didekati oleh gas beratom satu pada tekanan rendah dan temperatur yang
relatif tinggi (Sukardjo, 1997).
2.1.1. Hukum Boyle (1622)
Tekana (p) berbanding terbalik dengan volume (V) pada temperatur tetap dan
untuk sejumlah tertentu gas yaitu:
P ∞ 1V
atau pV = Konstan
atau p1V1 = p2V2
untuk sejumlah gas tertentu, grafik P terhadap V pada tiap-tiap temperatur
merupakan suatu hyperbola dan disebut grafik isoterm (Gb. 1.1).
Gambar. 2.1. Grafik isotermal untuk 1 mol gas
( Sukardjo,1997 )
2.1.2 Hukum Graham (1829)
Pada temperatur dan tekanan tetap, kecepatan difusi berbagai-bagai
gas berbanding terbalik dengan akar rapatnya atau berat molekulnya.
V 1V 2 = √ d2
d1
V1, V2 = kecepatan difusi ; d1, d2 = rapat gas
Pada tekanan dan temperatur sama, dua gas mempunyai volume molar
sama:
V 1V 2
= √ d2 .Vmd 1. Vm
= √ M 2M 1
( Sukardjo,1997)
V = Volume gas
P = tekanan gas
M2, M1 = berat molekul gas
Vm = volume molar gas
2.1.3 Hukum Gas Ideal
Yang disebut gas ideal atau gas sempurna ialah gas yang dengan tepat
memenuhi hukum Boyle dan hukum Gay-Lussac
P V = n R T
Di sini P = Tekanan
V = Volume
n = Jumlah mol
T = Temperatur absolut
R = Konstanta umum gas
Telah kita ketahui pula tak adanya gas sejati yang tepat memenuhi hukum
Boyle-Gay Lussac. Tetapi bila tekanannya tidak terlalu tinggi dan
temperaturnya tidak terlalu rendah, gas sejati akan mirip gas ideal, dan sifatnya
dapat dilukiskan sebagai PV=nRT
Dalam pasal ini akan ditinjau tafsiran teori kinetika tentang gas ideal ini.
Teori kinetika gas ideal didasarkan atas beberapa anggapan:
1. Gas ideal terdiri atas partikel (atom maupun molekul) dalam jumlah yang
besar sekali.
2. Partikel itu tersebar merata dan bergerak secara rambangan.
3. Jarak antara pertikel jauh lebih besar daripada ukuran partikel.
4. Tidak ada gaya antara partikel yang satu dengan partikel yang lain, kecuali
bila kedua buah partikel itu bertumbuk.
5. Semua tumbukan, baik antara dua buah partikel ataupun anatar partikel
dengan dinding, lenting sempurna dan terjadi dalam waktu yang singkat.
6. Hukum Newton tentang gerak berlaku di sini
(Sutrisno, 1986)
2.2 Cairan Volatil
Cairan volatil merupakan cairan yang mudah menguap pada suhu di bawah titik
didih air.Hal ini bisa terjadi karena cairan volatil memiliki ikatan hidrogen yang
lemah ataupun tidak memiliki ikatan hidrogen.
Molekul-molekul suatu senyawa cenderung untuk tarik-menarik ataupun tidak
menolak.Hal ini disebabkan oleh interaksi dipol-dipol.Pada zat volatil, ikatan
hidrogennya lebih lemah daripada ikatan hidrogen daripada air.Misalnya : metanol
(CH3OH) memiliki momen dipol 1,70 sehingga untuk memutuskan ikatan
hidrogennya lebih mudah dan tidak dibutuhkan suhu yang tinggi, akibatnya cairan
volatil akan mudah menguap pada suhu di bawah titik didih air. Contoh cairan volatil
adalah kloroform, aseton, etanol, metanol, dan lain-lain.
Bila cairan volatil dengan titik didih < 100o C diletakan dalam labu erlenmeyer
bertutup dan memiliki lubang kecil pada bagian tutupnya dan kemudian labu
dipanaskan sampai 100o C maka cairan tadi akan menguap dan uap tersebut akan
mendorong udara yang terdapat pada erlenmeyer keluar melalui lubang kecil tadi.
Setelah semua udara keluar, akhirnya uap cairan sendiri yang akan keluar sampai
akhirnya uap ini akan berhenti keluar jika kesetimbangan telah tercapai yaitu tekanan
uap cairan dalam labu erlenmeyer sama dengan tekanan luar (1 atm). Volume sama
dengan volume labu erlenmeyer dan suhu sama dengan suhu penangas air (Sukardjo,
1989).
2.2.1. Kloroform
Kloroform adalah , sejenis sebatian kimia tidak berwarna, mudah bakar, dan
mempunyai bau yang kuat. dan merupakan contoh paling ringkas bagi alkohol
sekunder, yaitu karbon dalam alkohol ( Wikipedia,2012).
2.2.2. Metanol
Metanol, juga dikenal sebagai metil alkohol, wood alcohol atau spiritus,
adalah senyawa kimia dengan rumus kimia CH3OH.Ia merupakan bentuk alkohol
paling sederhana. Pada "keadaan atmosfer" ia berbentuk cairan yang ringan, mudah
menguap, tidak berwarna, mudah terbakar, dan beracun dengan bau yang khas
(berbau lebih ringan daripada etanol). Ia digunakan sebagai bahan pendingin anti
beku, pelarut, bahan bakar dan sebagai bahan additif bagi etanol industri.
Metanol diproduksi secara alami oleh metabolisme anaerobik oleh bakteri.
Hasil proses tersebut adalah uap metanol (dalam jumlah kecil) di udara. Setelah
beberapa hari, uap metanol tersebut akan teroksidasi oleh oksigen dengan bantuan
sinar matahari menjadi karbon dioksida dan air.
Reaksi kimia metanol yang terbakar di udara dan membentuk karbon
dioksida dan air adalah sebagai berikut:
2 CH3OH + 3 O2 → 2 CO2 + 4 H2O
Api dari metanol biasanya tidak berwarna. Oleh karena itu, kita harus berhati-
hati bila berada dekat metanol yang terbakar untuk mencegah cedera akibat api yang
tak terlihat.Karena sifatnya yang beracu n, metanol sering digunakan sebagai bahan
additif bagi pembuatan alkohol untuk penggunaan industri; Penambahan "racun" ini
akan menghindarkan industri dari pajak yang dapat dikenakan karena etanol
merupakan bahan utama untuk minuman keras (minuman beralkohol). Metanol
kadang juga disebut sebagai wood alcohol karena ia dahulu merupakan produk
samping dari distilasi kayu. Saat ini metanol dihasilkan melului proses multi tahap.
Secara singkat, gas alam dan uap air dibakar dalam tungku untuk membentuk gas
hidrogen dan karbon monoksida; kemudian, gas hidrogen dan karbon monoksida ini
bereaksi dalam tekanan tinggi dengan bantuan katalis untuk menghasilkan
metanol.Tahap pembentukannya adalah endotermik dan tahap sintesisnya adalah
eksotermik (Wikipedia,2002).
2.3 Berat Molekul Gas
Dengan menganggap bahwa rumus gas ideal diikuti oleh gas nyata pada tekanan
rendah, berat molekul gas dapat dicari dengan menggunakan rumus gas ideal :
PV ¿ n RT ¿ WM
RT
M ¿ WRTPV
¿ ρ RTP
di mana : M = berat molekul gas
ρ = densitas gas
W = berat gas
Dengan menimbang sevolume tertentu gas pada P dan T tertentu dengan
memakai rumus di atas dapat ditentukan berat molekul. Berat molekul juga dapat
ditentukan dengan berbagai cara yaitu :
2.3.1. Cara Regnault
Cara ini digunakan untu menentukan berat molekul zat yang pada suhu kamar
berbentuk gas.Untuk itu suatu bola gelas (300-500 cc) dikosongkan dan ditimbang,
kemudian diisi dengan gas yang bersangkutan lalu ditimbang kembali.Dari tekanan
dan temperatur gas dan dengan memakai rumus di atas dapat ditentukan berat
molekul gas.Berat gas adalah selisih berat kedua penimbangan (Sukardjo, 1989).
2.3.2. Cara Victor Mayer
Cara ini digunakan untuk menentukan berat molekul zat cair yang mudah
menguap.Gambar 2.2.menunjukan alat yang digunakan Victor Mayer. Alat ini
terdiri atas tabung B ( 50 cc) yang di dalamnya dimasukkan tabung C. Tabung A
berisi zat cair dengan titik didih 30o C lebih tinggi daripada zat cair yang akan
ditentukan berat molekulnya.
Alat ini dipanaskan sampai permukaan air di buret G tetap, kemudian zat cair
yang ditentukan berat molekulnya dimasukan dalam tabung B melalui D dalam
ampul P. Ampul ini akan pecah dan uapnya akan mendesak air di buret G, sehingga
permukaan air turun. Volume uap = H
Bila berat zat cair = W, maka dapat dihitung berat molekul zatnya. Tekanan
uap harus direduksi dengan tekanan uap air pada temperatur percobaan :
P ¿ Patm − PH 2O
M ¿ W ⋅RTPV
M ¿ W ⋅RT
( Patm - P)⋅V
2.3.3. Cara Limiting Density
Berat molekul yang ditentukan berdasarkan hukum-hukum gas ideal hanya
kira-kira, namun hasilnya telah cukup untuk penentuan rumus-rumus molekul.Hal ini
disebabkan karena hukum gas ideal sudah menyimpang walaupun pada tekanan
atmosfir.(Sukardjo, 1989).
Salah satu cara yang tepat untuk menentukan berat molekul adalah cara
Limiting Density. Cara ini berdasarkan rumus gas ideal.
PV ¿ n RT
PV ¿ WM
RT
P ¿ WV
⋅RTM
P ¿ ρ RTM
ρP
¿ MRT
¿ tetap
dimana :/P = untuk gas ideal tetap, tetapi tergantung P
2.2 Aplikasi “ Isolasi dan Identifikasi Komponen Volatil Biji Atung (Parinarium
Glaberrimum Hassk) ”
Secara umum tumbuhan atung termasuk ke dalam marga atau genus
Parinarium dan diperkirakan memiliki kurang lebih 50 spesies yang sebagian
besar termasuk tanaman tropis. Atung memiliki nama spesies Parinarium
glaberrimum Hassk, marga Parinarium, suku Rosaceae, dan bangsa Rosales,
tumbuh di daerah beriklim tropis dari daerah dataran rendah sampai ketinggian
300 m di atas permukaan laut. Tanaman atung umumnya berbuah sepanjang
tahun, pohonnya dapat mencapai ketinggian lebih dari 10 m dan diameter
mencapai 40 cm dengan ciri-ciri kulit kayu berwarna coklat gelap dan bagian
dalam coklat terang atau kemerahan. Tanaman atung terdapat hampir di semua
tempat di Propinsi Maluku,terutama di daerah Maluku Tengah. Tanaman ini
juga dikenal di beberapa daerah di Indonesia dengan nama daerah yang berbeda-
beda, diantaranya Pele Kambing (Aceh), Lomo (Makasar), Samaka (Bugis), dan
Saya (Ternate). Buah atung umumnya berbentuk bulat lonjong dengan berat
antara 31.3 - 48.7 g. Kulit buah berwarna coklat tua agak pudar dan keras. Di
bagian bawah kulitterdapat mesokarp tebal yang memiliki struktur
berseratdengan arah vertikal. Bagian kulit dan mesokarpnyamerupakan bagian
yang terbesar dari buah atung (68%) utuh. Biji buah atung agak keriput berwarna
coklat tua dan dilapisi selaput tipis putih serta teksturnya keras. Proporsi biji
terhadap buah atung utuh rata-rata 31.8% dengan berat berkisar antara 6.4 -
21.3 gram. Peneliti-peneliti terdahulu khususnya yang melakukan kajian
terhadap sifat antimikroba dari biji atung (Parinarium glaberrimum Hassk)
dalam rangka pengawetan pangan, diantaranya adalah: Moniharapon et al.,
(1993), Soeherman (1997), Saragih (1998), Moniharapon (1998), Adawiyah
(1998), dan Syamsir (2001). Namun belum pernah dilakukan terhadap
komponen volatil dari biji atung. Sementra secara organoleptik (indera
penciuman) diketahui bahwa biji atung memiliki aroma yang kuat “khas atung”,
terutama setelah berbentuk bubuk (serbuk). Sebagian besar senyawa volatil
tanaman yang membentuk aroma spesifik suatu spesies tanaman, merupakan
bagian dari fraksi minyak atsirinya. Kelompok senyawa kimia yang bersifat
volatil di dalam fraksi minyak atsiri tanaman, diantaranya adalah: (a)
hidrokarbon dengan formula kimia (C5H8)n, sebagai senyawa terpena rendah,
terutama monoterpena dan seskuiterpena; (b) turunan oksigenasi dari senyawa-
senyawa terpena tersebut; dan/atau (c) senyawa aromatik dengan struktur
benzenoid (Murhadi, 2003).
Gambar 2.1 Flowchart Isolasi dan Identifikasi Komponen Volatil Biji
Atung (Parinarium Glaberrimum Hassk)
Dimasukkan 25 gr serbuk biji ke dalam labu sampel yang berisi 500 ml air destilata
Diekstraksi selama 90 menit
Diaduk selama 10 menit lalu disaring filtratnya
Mulai
Selesai
Ditambah 1 gram Na2SO4
Dipekatkan filtrat dengan alat Vigreux-condensor
Dihembuskan dengan dengan gas N2 hingga tersisa kurang lebih 0,5 ml
(Murhadi, 2003)
BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN
3.1 Bahan dan Fungsi
3.1.1 Metanol
Fungsi : Sebagai sampel yang akan dihitung berat molekulnya
A. Sifat Fisika
1. Berat Molekul : 32,04 g/mol
2. Titik Didih : 64.7˚C
3. Titik Leleh : -97˚C
4. Densitas : 0,79 g/L
5. Colourless Liquid
(ScienceLab,2012b)
B. Sifat Kimia
1. Merupakan senyawa beracun
2. Mudah terbakar
3. Memiliki bau yang khas
4. Mudah menguap
5. Digunakan sebagai pelarut dan bahan pendingin
(ScienceLab,2012b)
3.1.2 Kloroform (CHCl3)
Fungsi : Sebagai sampel yang akan dihitung berat molekulnya
A. Sifat Fisika
1. Berat Molekul : 119,38 g/mol
2. Titik Didih : 61,2˚C
3. Titik Leleh : -63,5˚C
4. Densitas : 1,48 g/cm3
5. Colorless liquid
(ScienceLab,2012a)
B. Sifat Kimia
1. Pelarut nonpolar
2. Rumus molekul CHCl3
3. Mudah menguap
4. Pada suhu ruangan berupa cairan
5. Bentuk molekul tetrahedral
(ScienceLab,2012a)
3.2 Alat dan Fungsi
1. Labu Erlenmeyer
Fungsi : Sebagai wadah sampel.
2. Aluminium foil
Fungsi : Sebagai penutup labu erlenmeyer agar uap yang ada dalam
labu erlenmeyer tidak menguap semuanya.
3. Karet gelang
Fungsi : Sebagai pengikat labu erlenmeyer yang sudah ditutup
aluminium foil, agar penutup tidak mudah lepas.
4. Jarum
Fungsi : Untuk membuat lubang pada penutup (aluminium foil) agar
uap yang ada dalam labu bisa keluar hingga tercapai kesetimbangan.
5. Gelas ukur
Fungsi : Untuk mengukur volume sampel.
6. Neraca elektrik
Fungsi : Untuk menimbang.
7. Desikator
Fungsi :Untuk menyimpan sampel yang baru dipanaskan supaya
menjadi dingin dan kering serta mengubah uap dalam Erlenmeyer
menjadi cairan.
8. Penjepit tabung
Fungsi : Sebagai pegangan dari erlenmeyer pada saat pemanasan.
3.3 Prosedur Percobaan
1. Labu Erlenmeyer kosong ditimbang dengan menggunakan neraca
analitik
2. Labu Erlenmeyer ditutup dengan alumunium kemudian dikencangkan
dengan karet gelang
3. Labu Erlenmeyer kosong, alumuniumfoil, dan karet gelang ditimbang
dengan menggunakan neraca analitik
4. Alumunium foil yang menutup labu Erlenmeyer dibuka kemudian
dimasukkan cairan volatil kedalamnya sebanyak 5ml, kemudian
ditutup kembali dengan menggunakan alumunium foil dan karet
gelang yang sama. Kemudian dengan jarum kecil dibuat lubang pada
penutupnya
5. Labu Erlenmeyer direndam dalam penangas air bersuhu ± 100˚C
biarkan hingga semua cairan volatil menguap, kemudian catat suhu
pada penangas ketika cairan volatil menguap
6. Setelah semua cairan volatil menguap, labu Erlenmeyer diangkat dari
penangas air. Bagian luarnya dikeringkan menggunakan kain lap dan
didinginkan didalam desikator sekitar 30 menit sehingga udara masuk
kembali mengembun menjadi cairan
7. Setelah uap dalam labu Erlenmeyer mengembun menjadi cairan, labu
Erlenmeyer dikeluarkan dari desikator kemudian ditimbang tanpa
melepas alumunium foil dan karet gelang
8. Volume labu ditentukan dengan cara mengisi labu Erlenmeyer dengan
air sampai penuh, timbang beratnya dan kemudian hitung suhu nya
9. Dengan menggunakan massa cairan volatil dan volume labu, massa
jenis dapat dihitung
10. Hitung berat molekul cairan volatil menggunakan persamaan gas ideal
3.4 Flowchart Percobaan
Ya
Apakah sampel sudah menguap
semua ?
Diangkat, dikeringkan, dan didinginkan dalam desikator
Ya
A
Labu erlenmeyer ditutup
dengan aluminium foil,
Ditimbang dengan neraca analitik
Sampel dimasukkan sebanyak 5 ml
B
Dibuat lubang kecil dengan jarum pada penutup
Labu erlenmeyer direndam dalam penangas air
Tidak
Labu erlenmeyer diisi penuh dengan air
Labu erlenmeyer ditimbang
Labu erlenmeyer ditimbang dan ditentukan volume erlenmeyer
Apakah ada sampel lain ?
AMulai
Dicatat suhu dalam desikator
Apakah sampel berupa uap telah
mengembun semua menjadi cairan ?
Dicatat suhu dalam labu erlenmeyer
Tidak
Gambar 3.4.1 flowcahrt percobaanSelesai
Tidak