65511061-BAB-I

103
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang. Pada hakekatnya pembangunan nasional adalah manusia seutuhnya, jasmani dan rohani yang dilaksanakan secara terarah, terpadu, menyeluruh dan berkesinambungan. Pembangunan di bidang kesehatan adalah penyelenggaraan upaya kesehatan mencapai kemampuan hidup sehat bagi setiap penduduk agar terwujud derajat kesehatan yang optimal sebagai barometer tingkat kesejahteraan dan kemajuan suatu bangsa (Depkes RI, 1992). Hidup sehat pada dasarnya adalah keadaan yang tidak hanya terhindar dari rasa sakit ataupun penyakit, cacat dan kelemahan tetapi suatu keadaan yang meliputi sehat secara fisik, mental dan sosial. Tujuan Pembangunan Kesehatan Nasional yakni tercapainya kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap penduduk agar dapat mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang optimal sebagai salah satu unsur kesehatan umum. Upaya kesehatan yang semula berupa upaya penyembuhan penderita, berkembang ke arah kesatuan upaya kesehatan untuk seluruh masyarakat yang mencakup upaya peningkatan (promotive), pencegahan (preventive), penyembuhan (curative), dan pemulihan (rehabilitative) yang bersifat menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan (Depkes RI, 1992). Menurut Hastono (2002), agar penyelenggaraan pelayanan kesehatan tersebut dapat mencapai tujuan yang diinginkan, maka pelayanan kesehatan harus memenuhi beberapa syarat

Transcript of 65511061-BAB-I

Page 1: 65511061-BAB-I

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang.

Pada hakekatnya pembangunan nasional adalah manusia seutuhnya, jasmani dan rohani

yang dilaksanakan secara terarah, terpadu, menyeluruh dan berkesinambungan. Pembangunan di

bidang kesehatan adalah penyelenggaraan upaya kesehatan mencapai kemampuan hidup sehat

bagi setiap penduduk agar terwujud derajat kesehatan yang optimal sebagai barometer tingkat

kesejahteraan dan kemajuan suatu bangsa (Depkes RI, 1992).

Hidup sehat pada dasarnya adalah keadaan yang tidak hanya terhindar dari rasa sakit ataupun

penyakit, cacat dan kelemahan tetapi suatu keadaan yang meliputi sehat secara fisik, mental dan

sosial.

Tujuan Pembangunan Kesehatan Nasional yakni tercapainya kemampuan untuk hidup

sehat bagi setiap penduduk agar dapat mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang optimal

sebagai salah satu unsur kesehatan umum. Upaya kesehatan yang semula berupa upaya

penyembuhan penderita, berkembang ke arah kesatuan upaya kesehatan untuk seluruh

masyarakat yang mencakup upaya peningkatan (promotive), pencegahan (preventive),

penyembuhan (curative), dan pemulihan (rehabilitative) yang bersifat menyeluruh, terpadu dan

berkesinambungan (Depkes RI, 1992).

Menurut Hastono (2002), agar penyelenggaraan pelayanan kesehatan tersebut dapat

mencapai tujuan yang diinginkan, maka pelayanan kesehatan harus memenuhi beberapa syarat

Page 2: 65511061-BAB-I

antara lain tersedia (available), wajar (appropriate), berkesinambungan (continue), dapat

diterima (acceptable), dapat dicapai (accessible), dapat dijangkau (affordable), serta bermutu

(quality).

Upaya pelayanan kesehatan harus dilakukan secara tim dengan melibatkan berbagai

disiplin ilmu, yang antara lain terdiri dari dokter, fisioterapi, okupasi terapi, ortotik prostetik,

perawat, terapi wicara, psikolog, dll.

Fisioterapi adalah bentuk pelayanan kesehatan yang ditujukan kepada individu atau

kelompok untuk mengembangkan, memelihara dan memulihkan gerak dan fungsi tubuh

sepanjang daur kehidupan dengan menggunakan penanganan secara manual, peralatan fisik

(elektroterapi dan mekanis), pelatihan pungsi dan komunikasi (KEP, MENKES NO. 1363 /

MENKES SK XII 2001).

Peran fisioterapi memberikan layanan kepada individu atau kelompok individu untuk

memperbaiki, mengembangkan, dan memelihara gerak dan kemampuan fungsi yang maksimal

selama perjalanan kehidupan individu atau kelompok tersebut. Layanan fisioterapi diberikan

dimana individu atau kelompok individu mengalami gangguan gerak dan fungsi pada proses

pertambahan usia dan atau mengalami gangguan akibat dari injuri atau sakit. Gerak dan fungsi

yang sehat dan maksimal adalah inti dari hidup sehat (Hargiani, 2001).

Nyeri cervical merupakan salah satu keluhan yang sering menyebabkan seseorang datang

berobat ke fasilitas kesehatan. Di populasi didapatkan sekitar 34 % pernah mengalami nyeri

cervical dan hampir 14 % mengalami nyeri tersebut lebih dari 6 bulan. Pada populasi usia di atas

50 tahun, sekitar 10 % mengalami nyeri cervical, lebih sedikit dibanding populasi yang

mengalami nyeri pinggang bawah (purwadi, 1993)

Page 3: 65511061-BAB-I

Cervical Root Syndrome adalah kondisi yang tidak normal yang diakibatkan dari

penekanan akar-akar saraf spinal pada daerah leher, mengakibatkan nyeri pada leher dan

kelemahan pada otot yang diinervasi (Caillet, 1968) Gejala tersebut dapat berupa nyeri, spasme

otot dan mengakibatkan keterbatasan gerak pada leher. Fisioterapi sebagai salah satu komponen

penyelenggaraan kesehatan dapat berperan aktif dalam usaha mengurangi nyeri, mengurangi

spasme, meningkatkan Lingkup Gerak Sendi (LGS) dan mengembalikan kemampuan fungsional

aktivitas pasien guna meningkatkan kualitas hidup.

Dalam praktek klinik sangat penting untuk membedakan 2 gejala utama, yaitu: 1. Nyeri

cervical tanpa adanya nyeri radikuler dan defisit neurologis, 2. Nyeri cervical yang diikuti

dengan nyeri radikuler dan defisit neurologis. Untuk gejala utama dan kedua sangatlah besar

kemungkinan ditemukan adanya kelainan organik di cervical. Pada nyeri cervical tanpa adanya

nyeri radikuler atau defisit neurologis kadang tidak jelas adanya keterlibatan radiks cervical dan

tidak jelas batasan kriteria diagnostik yang akan dilakukan.

Mengingat gejala tersebut juga dapat merupakan gejala awal proses organik atau dapat

pula akibat nyeri radikuler yang tidak terlokalisasi dengan baik. Dari data diketahui pula 80

sampai 100 % pasien radikulopati menunjukkan adanya nyeri cervical dan lengan tanpa adanya

kelumpuhan maupun parestesi (Purwadi, 1993).

Pada kondisi Cervical Root Syndrome ini fisioterapis berperan dalam mengurangi nyeri dan

meningkatkan LGS dan mengembalikan aktivitas fungsional pasien. Untuk mengatasinya banyak

modalitas fisioterapi yang dapat digunakan, disini penulis mengambil modalitas fisioterapi

berupa penggunaan Infra Merah (IR), Transcutaneus Electrical Nerve Stimulation (TENS), dan

Terapi Latihan.

Page 4: 65511061-BAB-I

Infra Red merupakan terapi panas dengan manfaat kerjanya adalah mengurangi nyeri,

rileksasi otot dan memperlancar sirkulasi darah,

Pemberian TENS (Transcutaneus Electrical Nerve Stimulation) adalah suatu cara

penggunaan energi listrik untuk merangsang sistem sraf melalui permukaan kulit. Dalam

hubungannya dengan modulasi nyeri (Johnson , 2002).

Sedangkan Terapi latihan diberikan dengan tujuan dapat memberikan efek pengurangan

nyeri, baik secara langsung maupun memutus siklus nyeri spasme nyeri. Gerakan yang

ringan dan perlahan merangsang propioceptor yang merupakan aktivasi dari serabut afferent

berdiameter besar. Hal ini akan mengakibatkan menutupnya spinal gate (Mardiman, 2001)

Page 5: 65511061-BAB-I

B. Rumusan Masalah

Perumusan masalah merupakan pernyataan yang lengkap dan rinci mengenai lingkup

permasalahan yang akan ditulis antara lain:

1. Apakah modalitas, IR, TENS & Terapi Latihan dapat mengurangi nyeri pada kondisi

Cervical Root Syndrome?

2.Apakah modalitas Terapi Latihan dapat meningkatkan Lingkup Gerak Sendi (LGS) leher,

pada kondisi Cervical Root Syndrome?

3. Apakah modalitas IR & Terapi Latihan dapat mengurangi spasme otot leher pada kondisi

Cervical Root Syndrome?

4. Apakah modalitas, IR, TENS & Terapi Latihan dapat meningkatkan aktivitas fungsional?

C. Tujuan Penulisan

1. Tujuan Umum

Untuk meningkatkan pengetahuan dan kemampuan dalam mempelajari, mengidentifikasi

masalah-masalah, menganalisa dan mengambil suatu kesimpulan tentang kondisi Cervical

Root Syndrome.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui pengaruh IR,TENS & Terapi Latihan dalam mengurangi nyeri akibat

Cervical Root Syndrome.

b. Untuk mengetahui pengaruh Terapi Latihan dalam meningkatkan Lingkup Gerak Sendi

(LGS) leher akibat Cervical Root Syndrome.

c. Untuk mengetahui pengaruh IR & Terapi Latihan dalam mengurangi spasme otot leher

akibat Cervical Root Syndrome.

d. Untuk mengetahui modalitas, IR, TENS & Terapi Latihan dalam meningkatkan aktivitas

fungsional.

Page 6: 65511061-BAB-I

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Cervical root syndrome adalah kondisi yang tidak normal yang di akibatkan dari

Page 7: 65511061-BAB-I

penekanan akar-akar saraf spinal pada daerah leher, mengakibatkan nyeri pada leher dan

kelemahan otot yang diinervasi. (Caillet, 1968).

A. Anatomi Dan Fisiologi

1. Sistem tulang

Columna vertebralis merupakan pilar utama tubuh dan berfungsi menyangga

cranium, gelang bahu, extremitas atas dan dinding thorax serta melalui gelang

panggul meneruskan berat badan ke extermitas bawah. Di dalam rongganya

terletak medula spinalis, radix nervus spinalis dan lapisan penutup meningen

yang dilindungi oleh columna vertebralis.Sistem tulang dari vertebra cervicalis

dari segi bentuknya termasuk tulang pendek, dimana panjang dan lebarnya hampir

sama. Keseluruhan dari vertebra akan berderet satu dengan yang lainnya

membentuk suatu tiang yang disebut Columna vertebra. Columna vertebra ini

disebut juga tulang belakang yang terdiri dari 8 segmen cervical, 12 segmen

thorakal, 5 segmen lumbal, 5 segmen sacral dan 1 segmen coccygeus. Struktur

columna vertebralis ini sangat fleksibel karena columna ini bersegmen-segmen

dan tersusun atas vertebra, sendi-sendi dan bantalan fibrocartilago yang disebut

discus intervertebralis.

Page 8: 65511061-BAB-I

Gambar 1.1. Susunan tulang punggung, columna vertebralis(Sobotta, 2006).

Page 9: 65511061-BAB-I

a. Vertebra cervicalis I

Tulang ini disebut juga sebagai tulang atlas tidak mempunyai corpus tetapi

diganti oleh suatu arcus anterior dan posterior, pada arcus anterior bagian kanan dan kiri

akan bertemu pada garis tengah dan disebut dengan tuberculum anterius di sebelah dorsal

(Chusid, 1990)

Disebut sebagai arcus posterior yang terahir sebagai tuberculum posterius pada

sebagian sebelah lateral antara arcus anterius dan arcus posterius akan membentuk masa

lateralis. Bagian ini yang disebelah lateral akan melanjutkan sebagai procesus

transversus, mempunyai lubang disebut foramen transversus yang dinilai oleh vena

vertebralis dan vena anterior. Pada dataran cranialis dari masa lateralis terhadap suatu

articulatio superior. Bentuk fovea ini sangat konkaf dan berfungsi sebagai persendian

dengan condilus occipitalis, dataran caudal masa lateralis mempunyai dataran sendi yang

lain dari vertebra cervicalis kedua, pada bagian belakang fovea articularis superior

terdapat satu sulcus besar yang dinamakan sulcus anteris vertebral. Pada bagian tulang

atlas foramen vertebral yang besar pada dataran belakang arcus anterior, pada suatu

dataran sendi yang disebut fovea dentis yang digunakan bentuk persendian vertebra

cervicalis kedua. Setiap diskus terdiri atas jaringan yang mengandung gelatin, seperti

bubur yang dsebut nucleus pulposus, yang dikelilingi jaringan ikat yang tebal anulus

fibrosus. Diskus intervertebralis melekat erat dengan jaringan tulang rawan yang

melapisi permukaan atas dan bawah pada masing-masing corpus vertebra (Chusid,

1990).

Page 10: 65511061-BAB-I

Gambar 1.2. Vertebra Cervicalis I tampak kaudal (Sobotta, 2006)

Page 11: 65511061-BAB-I

a. Vertebra Cervicalis II

Vertebra cervicalis yang kedua disebut juag sebagai tulang facies articularis

anterior yang bersendi pada fovea dentis atlantis dan yang disebelah dorsal disebut facies

corpus vertebral cervicalis kedua pada dataran ventral lebih panjang dibanding dengan

dataran dorsalnya dan yang sebelah lateral dari corpus memiliki dataran sendi yang

berbentuk oval dan besar yang menghadap ke atas disebut sebagai facies articularis

superior, sedangkan yang ke lateral akan melanjutkan sebagai arcus vertebra yang kuat

karena bagian kanan dan kiri bertemu yang disebut sebagai proccesus transversus dan

arcus vertebra terhadap suatu tonjolan disebut dengan facies articularis inferior. Tiap

diskus memiliki anulus fibrosus di perifer dan nucleus pulposus yang lebih lunak di

tengah yang terletak lebih dekat ke bagian belakang daripada bagian depan discus

nucleus pulposus kaya akan glikosaminoglikan sehingga meiliki kandungan air yang

tinggi, namun kandungan air ini berkurang dengan bertambahnya usia. Kemudian

nucleus bisa mengalami herniasi melalui anulus fibrosus, berjalan ke belakang menekan

medula spinalis atau keatas masuk ke corpus vertebralis. Diskus vertebra cervicalis dan

lumbalis paling tebal, karena ini merupakan daerah yang paling banyak bergerak.

Vertebra juga disatukan oleh ligamenta yang menyatukan tiap komponen vertebra

kecuali pedicus spinalis harus lewat diantara kedua pedikus dalam foramina

intervertebralis (David moffat, 2002).

Page 12: 65511061-BAB-I

Gambar 1.3. Vertebra Cervicalis II tampak ventral (Sobotta, 2006).

Page 13: 65511061-BAB-I

b. Vertebra Cervicalis III, IV dan V

Vertebra cervicalis III, IV dan V semua memiliki corpus vertebra yang kecil dan

proccesus spinosus yang bersipat bifida atau bercabang dua proccesus transversus

memiliki foramen transversarium yang membagi menjadi dua tonjolan yaitu tuberculum

posterior. Diantara dua tonjolan ini terdapat sulkus nervi spinalis yang letaknya disebelah

lateral foramen dan transversarium yang merupakan tempat untuk dilalui nerves spinalis.

(Chusid, 1990)

c. Vertebra Cervicalis VI

Vertebra cervicalis VI mempunyai peran dasar yang sama dengan vertebra

cervicalis III, IV dan V hanya saja terdapat sedikit perbedaan pada tuberculum anterior

vertebra cervicalis VI berukuran lebih besar dan disebut dengan tuberculum caroticum.

d. Vertebra Cervicalis VII

Pada vertebra cervicalis VII biasanya juga disebut sebagai vertebra poramineus,

karena memiliki spinosis yang panjang dan menuju ke dorsal dan tidak bercabang,

tuberculum anterior mengecil dan pada keadaan cacat akan tumbuh seperti tulang rusak

disebut tuberculum costerius kadang-kadang tuberculum ini akan memanjang dan

bersendi dengan proccesus transversus yang disebut juga sebgai costa cervicslis,

foramen transversarium pada vertebralis (Chusid, 1990).

Page 14: 65511061-BAB-I

2. Sistem Otot, gerakan leher dan persyarafannya

Gerakan Otot Persarafan

Fleksi leher 1. Longus coli2. Scalenus anterior3. Scalenus medius4. Scalenus posterior

C2-C6C4-C6C3-C8C6-C8

Gerakan Otot Persarafan

Ekstensi leher 1. Splenius cervicis2. Semispinalis cervicis3. Longissimus cervicis4. Levator scapula5. Iliocostalis cervicis6. Spinalis cervicis7. Multifidus8. Intersinalis cervicis9. Trapezius10. Rectus capitis post major11. Rotator brevis12. Rotatores longi

C6-C8C1-C8C6-C8C3-C4C6-C8C6-C8C1-C8C1-C8AccC3-C4C1C1-C8

Gerakan Otot Persarafan

Lateral fleksi leher

1. Levator scapula2. Splenius cervicis3. Iliocostalis cervicis4. Longissimus cervicis5. Semispinalis cervicis6. Multifidus7. Intertransversarii8. Scaleni9. Sternocleidomastoid10. Rotatores breves11. Rotatores longi12. Longus coli

C1-C8 dorsalC4-C6C6-C8C6-C8C1-C8C1-C8C1-C8C3-C8Acc C2C1-C8C1-C8C2-C6

Page 15: 65511061-BAB-I

Gerakan Otot Persarafan

Side Rotasi leher 1. Levator scapula 2. Splenius3. Iliocostalis cervicis4. Longissimus cervicis5. Semispinalis cervicis6. Multifidus7. Intertransversarii8. Scaleni9. Sternocleidomastoid10. Obliquus capitis inferior11. Rotatores brevis12. Rotatores longi

C3-C4 dorsalC4-C6C6-C8C6-C8C1-C8C1-C8C1-C8C3-C8Acc C2C1C1-C8C1-C8

Tabel 2.1. otot – otot penggerak Fleksi – Exstensi, Lateral fleksi, Side rotasi dan persarafannya

(Jonathan Kenyon, 2004)

Page 16: 65511061-BAB-I

Gambar 1.4. otot-otot leher di lihat dari samping (Sobotta, 2006).

Page 17: 65511061-BAB-I

Gambar 1.5. Otot-otot leher dilihat dari anterior (Jonathan Kenyon, 2004).

Page 18: 65511061-BAB-I

3. Sistem peredaran darah

Pada umumnya pembentuk darah vena berjalan bersama-sama dan sejajar dengan

pembuluh darah arteri dengan nama yang sama. Adapun pembuluh darah vena yang terdapat

pada daerah leher adalah vena jugularis externa, vena ini sangat besar perjalanannya dimulai

dari belakang telinga ke facia colli superficialis disebelah arteri clavicula dan bermuara

pada vena subelavia dan vena jugularis externa atas bermuara ke vena jugularis anterior

vena articularis posterior dan vena occipitalis.

4. Sistem persyarafan

a. Nervus Cervicalis

Delapan pasang saraf cranialis berasal dari segmen-segmen medula spinalis di

antara level foramen magnum dan pertengahan vertebra cervicalis ketujuh. Nerves

cervicalis keluar dari columna spinalis lewat foramen intervertebralis yang terletak

disebelah lateral. Setiap nervus bergabung dengan ramus communicantes grisea yang

berasal dari truncus simpatetik (melalui trancus ini, nervus tersebut menerima serabut-

serabut vasomotor). Nervus cervicalis juga mengirimkan cabang meningel reccurent yang

kecil ke dalam canalis spinalis untuk memberikan inervasi sensorik dan vasomotor pada

durameter serta cabang-cabang yang menuju kedalam bagian primer anterior posterior.

Bagian primer ini merupakan syaraf campuran yang berjalan kemasing-masing distribusi

perifernya. Cabang-cabang motorik membawa beberapa serabut sensorik yang

mengangkut impuls proprioseptif dari otot-otot leher. (Chusid, 1990)

Page 19: 65511061-BAB-I

Gambar 1.6. Pleksus cervicalis (Chusid, 1990)

b. Nervus Musculocutaneus

Nervus musculocutaneus timbul dari fasiculus lateralis plexus brachialis dan

terdiri atas serabut-serabut yang berasal dari segmen cervical kelima dan keenam. Mula-

mula ini terletak disebelah lateral arteri axilaris, lalu menembus musculus

coracobrachialis dan turun secara oblique disebelah lateral diantara musculus biceps dan

brachialis. Nervus musculocutaneus berakhir sebagai nervus cutaneous antebrachialis

lateralis yang membagi dua menjadi cabang anterior dan posterior. Cabang-cabang

motorik mempersyarafi m. coracobrachialis, m. biceps dan m. brachialis. Cabang

terminalis sensorik mempersyarafi permukaan anterolateral lengan bawah. Gambaran

klinik gangguan nervus musculocutaneus mencakup paralisis m. coracobrachialis, m.

biseps dan m. brachialis yang menyebabkan ketidakmampuan untuk mempleksikan

Page 20: 65511061-BAB-I

lengan bawah kalau lengan bawah tersebut berada dalam keadaan supinasi yang

melemah, hilangnya refleks biceps atrofi otot reaksi degenerasi (pada lesi perifer yang

lengkap) dan hilangnya sensasi pada permukaan anterrolateral lengan bawah. (Chusid,

1990)

c. Nervus Axilaris

Nervus axilaris berasal dari fasiculus posterior plexus brachialis dan terdiri atas

serabut-serabut yang berasal dari segmen cervicalis kelima dan keenam. Sambil berjalan

ke dorsal, nervus ini menyertai arteri circumplexa posterior di sekitar collum humeri dan

lewat ruangan quadrilateral membagi diri menjadi bagian superior yang halus dan bagian

inferior yang lebih besar. Cabang-cabang motorik mempersyarafi m. deltoideus (dari

bagian superior) dan m. teres minor (dari bagian inferior). Cabang-cabang sensorik,

terutama dari bagian inferior, mempersyarafi kulit dibagian bawah dari musculus

deltoideus. (Chusid, 1990)

d. Nervus Radialis

Nervus radialis merupakan cabang yang terbesar dari plexus brachialis. Nervus

radialis ini dimulai pada batas bawah m. pectoralis minor sebagai kelanjutan langsung

dari fasiculus posterior dan serabut-serabunya dari 3 segmen cervical yang terahir serta

dari segmen thoracal pertama medulla spinalis. Selama berjalan turun sepanjang lengan,

nervus radialis ini menyertai arteri profunda dibelakang dan disekitar humerus serta

didalam sulkus musculospiralis.

Cabang-cabang motorik dalam lengan mensyarafi m. triseps, m. anconeus dan

bagian supinator-extensor dari otot lengan bawah. Cabang-cabang motorik dalam lengan

bawah diperoleh dari nervus radialis profunda yang berjalan kebagian lainnya dari

Page 21: 65511061-BAB-I

kelompok supinator-extensor lengan bawah. Cabang-cabang sensorik yang memberikan

inervasi ke daerah-daerah kulit meliputi nervus cutaneus brachialis posterior yang

menuju ke sisi dorsal lengan. Nervus cutaneus antebracialis posterior ke permukaan

dorsal lengan bawah, dan nervus radialis superficialis ke sisi dorsal bagian radialis

tengah. (Chusid, 1990)

e. Nervus Medianus

Nervus medianus timbul dari plexus brachialis dengan dua buah kaput: caput

medial dari fasiculus medialis dan caput lateral dari dari fasiculus lateralis. Kedua caput

tersebut bersatu pada bawah musculus pectoralis minor. Jadi, serabut-serabut didalam

truncus berasal dari tiga segmen cervical yang bawah dan dari segmen thoracal pertama

medula spinalis. Di dalam lengan serabut ini tidak bercabang, truncus tersebut berjalan

turun sepanjang arteri brachialis dan lewat sisi polar lengan bawah dimana serabut ini

mengeluarkan cabang-cabang muscular dan cutaneus. Cabang-cabang motorik berjalan

ke sebagian besar otot-otot flexor-pronator dari lengan bawah, mempersarafi seluruh

otot-otot volaris superficial kecuali m. fleksor carpi ulnaris dan mempersarafi seluruh

otot-otot volaris profunda kecuali bagian ulnar dari m. flexor digitorum profundus. Pada

tangan, cabang-cabang motorik memepersarafi kedua otot lumbricales yang pertama dan

otot-otot thenar yang yang terletak superficial terhadap tendo m. plexor pollicis longus.

Cabang-cabang sensorik meensuplai kulit sisi palmar dari ibu jari-jari dan dua stengah

jari-jari tangan sebelah lateral serta ujung-ujung distal tangan yang sama. Banyak

serabut–serabut vasomotor dan trofik juga didistribusikan melalui nervus medianus.

Page 22: 65511061-BAB-I

f. Nervus Ulnaris

Nervus ulnaris merupakan cabang yang terbesar dari faciculus medialis plexus

brachialis. Serabut saraf ini terdiri atas serabut-serabut yang berasal dari segmen cervical

yang ke belakang dan thorachal pertama. Nervus ulnaris berasal pada batas bawah m.

pectoralis minor, berjalan turun pada sisi medial lengan dan menembus septum

intermuscularis medialis untuk melanjutkan perjalanannya dalam sulcus pada caput

medialis m. triceps. Dari sini serabut saraf ulnaris berjalan dibelakang epycondilus

medialis humerus dan kebawah menelusuri sisi ulnar lengan bawah untuk masuk kedalam

tangan. Cabang-cabang motorik didalam lengan bawah mensarafi m. fleksor carpi ulnaris

dan m. plexor digitorum profundus. Cabang-cabang motorik didalam tangan

mempersarafi seluruh otot-otot profunda yang kecil yang berada disebelah di sebelah

medial m. plexor longus ibu jari tangan kecuali dua buah otot lumbricales yang pertama.

Cabang-cabang sensorik mensuplai kulit jari kelingking dan bagian medial tangan serta

jari manis. (Chusid, 1990)

C. Biomekanik

Sesuai dengan kondisi yang dibahas, maka dalam karya tulis ilmiah ini hanya akan

membahas mengenai biomekanik pada vertebra cervicalis yang meliputi persendian, tulang

pembentuk persendian axis otot-otot penggeerak dan arah gerakan yang terjadi adapun

persendian yang dimasuk adalah: (De Wolf, 1994).

1. Sendi atlanto occipitalis

Persendian ini dibentuk oleh fossa articularis superior atlantis dengan condylus

occipitalis.

a. Gerak pleksi

Page 23: 65511061-BAB-I

gerakan ini mempunyai axis transversal dan melalui proccesus mastoideus ossis

temperalis dengan gerakan pleksi, otot yang bekerja pada gerakan ini adalah m.

sternocleido mastoideus, m. longus capitisdan dan m. capitis antero.

b. Gerakan exstensi

Gerakan ini mempunyai axis transversal dan melalui proccesus mastoideus osis

temporalis dengan gerakan exstensi otot yang bekerja pada gerakan ini adalah m. rectus

capitis posterior minor, m. semispinalis, m. obliqus capitis posterior, m. splenius capitis,

dan m. rectus capitis posterior.

2. Sendi atlanto axial

Persendian ini terjadi antara facies articularis inferior atlantis dan facies articularis

superior epistrofei kanan dan kiri, antara dens epistrofei dan atlas yang dibentuk oleh arcus

anterior atlantis bersama-sama dengan fovea dentisnya dengan facies articularis dentalis

epistrofei antara facies articularis posterior dens epistrofei dengan ligamentum transversium

adapun gerakan yang terjadi pada atlanto axial joint ini adalah gerakan rotasi dengan axis

longitudinal yang melalui dens epistrofei (DeWolf, 1994).

3. Sendi intervertebralis

Permukaan atas dan bawah korpus dilapisi oleh kartilago hialin dan dipisahkan oleh

diskus intervertebralis dari fibrokartilaginosa. Tiap discus memiliki anulus fibrosus di

perifer dan nucleus pulposus yang lebih lunak ditengah yang terletak lebih dekat dibagian

belakang daripada bagian depan discus. Persendian ini dibentuk oleh facies articularis

inferior dan frocessus articularis inferior dan facies articularis superior berikutnya juga

antara corpus vertebtra yang satu dengan corpus vertebra yang lain diantaranya terdapat

Page 24: 65511061-BAB-I

discus intervertebralis yang tersusun dari satu inti disebut nucleus pulposus, yang dikelilingi

oleh anulus fibrosus. Bentuk nucleus seperti bola yang mempunyai sipat elastis yang

merupakan zat gelantinous, sedangkan anulus fibrosus terdiri dari satu jaringan

fibrokartilag, gerakan yang terjadi pada persendian leher: exstensi, fleksi, lateral fleksi dan

side rotasi (David moffat, 2002).

D. Etiologi

Banyak hal yang dapat menyebabkan Cervical Root Syndrome antar lain:

1. Radikulopati: penjepitan saraf pada daerah leher.

2. Hernia nucleus pulposus (HNP): kelainan didalam discus intervertebralis yang dikarenakan

adanya tanda-tanda kompresi akar saraf

3. Spondylosis cervicalis: akibat proses degenerasi dan sesudah terbentuknya osteopyt

kerusakan softisus disekitar sendi vertebra, juga berperan dan berakibat ankylosis, tetapi juga

dapat terjadi karena menyempitnya terusan spinal dan mengenai dan di foramen inteructebia,

jalur saraf dan artei vertebra tertekan.

4. Kesalahan postural: kebiasaan seseorang menggerakan leher secara spontan dan penggunaan

bantal yang terlalu tinggi saat tidur dan dalam waktu yang lama bisa menimbulkan nyeri

1. Patologi

Bila mana terjadi iritasi terhadap salah satu radiks maka terasalah nyeri yang bertolak

dari tenpat peransangan itu dan menjalar sepanjang perjalanannya ke tepi, nyeri saraf itu

dikenal sebagai nyeri radikuler. Penekanan pada daerah cervical disebabkan oleh banyak hal.

Penekanan pada serabut saraf dalam jangka waktu yang lama pasti akan mengakibatkan nyeri

Page 25: 65511061-BAB-I

dan parestesia yang menjalar dari daerah leher turun disisi bahu, kelengan dan kadang-kadang

sampai ke jari-jari.

2. Tanda dan gejala

Adapun gejala yang khas dari Cervical Root Syndrome yaitu rasa nyeri yang menjalar

megikuti alur segmentasi serabut saraf yang lesi sehingga disebut dengan kelemahan otot

berdasarkan distribusi myotom yaitu :

a. Terjadi spasme otot

b. Gangguan sensibilitas pada segmen dermatom

c. Gangguan postural yang terjadi akibat menghindari posisi nyeri

d. Pada kondisi kronis timbul kontraktur otot dan kelemahan otot pada

regio cervical.

3. Diagnosa

Cervical Root Syndrome suatu gejala nyeri yang akut juga kronik dengan variasi

intensitas berbeda-beda dan etilogi yang bermacam-macam, tetapi ada juga yang tidak

diketahui. Cara penanganannya sering membutuhkan tindakan yang cepat tepat ada juga yang

membutuhkan waktu observasi yang cukup lama.

Untuk dapat memberikan tindakan yang tepat, maka dibutuhkan diagnosa yang tepat

pula. Setelah diketahui penyebabnya, maka melalui suatu pemeriksaaan yang cermat

diagnosa dari kondisi ini dapat ditegakan. Diagnosa yang tepat dapat membantu kita dalam

memberikan pengobatan sehingga hasil dari pengobatan sesuai dengan yang kita harapkan.

Page 26: 65511061-BAB-I

4. Prognosis

Penatalaksanaan ini bertujuan mengurangi nyeri yang di akibatkan penekanan saraf

dengan terapi yang rutin. Jadi terapi pada kasus ini bersifat mengobati symtomatis.

5. Diagnosis Banding

Banyaknya kondisi yang dapat menimbulkan nyeri leher dan bahu serta rasa tidak

nyaman pada ekstremitas. Semua itu harus dibedakan dari mana asalnya dan bagaimana

mekanisme terjadinya. Diagnosis banding untuk kondisi ini adalah :

a. Spondilosis cervicalis

Suatu kondisi dimana terdapat degenerasi yang progresif dari sendi-sendi

intervertebralis bagian cervical. Degenerasi persendian itu bisa terbatas pada tulang dan

sendi-sendi saja atau bisa mengakibatkan iritasi dan penekanan pada medula spinalis atau

unsur-unsur saraf spinal (Sidharta, 1983)

b. Syndroma scalenus anterior

Disebabkan karena adanya kompresi bundle neurovaskuler diantara otot scanleni

dan costa pertama. Gejalanya adalah numbness, tilling, dilengan otot jari-jari tangan.

Nyeri ini letaknya dalam biasanya datang setelah duduk lama. (Cailliet, 1991).

c. Syndroma claviculo costa

Timbulnya karena adanya penekanan pada bundle neurovasculer saat melewati

belakang clavicula disebelah anterior costa pertama, gejala lainnya adalah adanya dropy

posture yaitu posturnya salah, lelah, cemas dan depresi. Cailliet (1991).

Page 27: 65511061-BAB-I

E. Problematika Fisioterapi

Problematika fisioterapi dikelompokkan menjadi 3 kategori yaitu :

1. Impairment

Adalah suatu gangguan setingkat jaringan atau bisa juga suatu keluhan yang

dirasakan oleh pasien yang berhubungan dengan penyakit penderita. Pada kasus ini

ditemukan adanya impairment yaitu:

a. Nyeri

Pengertian nyeri yang dianggap paling memadai dan paling banyak dianut

diseluruh dunia yang ditemukan oleh ” The International Association For the Study of

Pain (IASP) yang menyebutkan pengalaman sensorik dan emosional yang tidak nyaman,

yang berkaitan dengan kerusakan jaringan atau berpotensi merusak jaringan. Definisi

tersebut berdasarkan kepada sifat nyeri yang merupakan pengalaman subjektif yang

bersifat individual (Horn SE, 1998).

Neuroanatomi nyeri dan neurofisiologi nyeri

Reseptor nyeri perifer (akhiran saraf bebas yang disebut nosiseptor) terdapat pada

setiap struktur kutan, somatik dalam visera tubuh meliputi: kulit, bantalan lemak, otot,

ligamen, fasia, kapsul sendi, periosteum, tulangsubkondral dan pembuluh darah. Adanya

stimuli noksius atau stimuli noksius potensial, nosiseptor akan melepaskan zat-zat

kimiawi endogen yang selanjutnya akan mentranduksi menjadi impuls nyeri. Ada 3 tipe

kimiawi endogen untuk nyeri yaitu: (1). yang menghasilkan nyeri lokal secara langsung

misalnya: bradikinin, histamin, asetikolin dan kalium. (2). Yang memfalisitasi nyeri

Page 28: 65511061-BAB-I

dengan cara mensitisasi nosiseptor tanpa menstimulasinya misalkan: prostaglandin,

leukotrien, interleukin dan tromboksan. (3). Yang menghasilkan extravasi neuropeptida

misalkan: bahan P dan calcitonin generelated peptide (CGRP). Pelepasan bahan P dan

neuropeptida secara berlebihan akan membantu terjadinya priinflamasi di jaringan dan

akan menyebabkan inflamasi neurologik yang dapat menjadi kontributor nyeri syndroma

kronik. (Horn SE, 1998).

b. Keterbatasan Lingkup Gerak Sendi pada Leher

Adalah luas gerakan yang bisa dilakukan oleh suatu sendi. Lingkup gerak sendi

merupakan ruang gerak atau batas–batas gerakan-gerakan dari suatu kontraksi otot dalam

melakukan gerakan apakah otot tersebut dapat memendek atau memanjang secara penuh

atau tidak.

Untuk pengukuran Lingkup Gerak Sendi (LGS) disini penulis menggunakan

midline dengan cara pengukuran: untuk gerakan Fleksi: pengukuran dimulai dari dagu

sampai dengan manubrium sterni, gerakan Exstensi: os.occipital sampai dengan cervical

tujuh, side fleksi kanan dan kiri: acromeon sampai dengan dagu, lateral fleksi kanan dan

kiri: acromeon sampai dengan processus mastoideus. Kemudian diukur selisihnya dalam

posisi normal ke arah gerakan.

Adapun tujuan pengukuran Lingkup Gerak Sendi (LGS) yaitu: (1).

mengetahui besarnya LGS pada suatu sendi. (2). Membantu diagnosis dan pengembangan

rencana terapi. (3). sebagai alat evaluasi sebelum dan sesudah terapi. (4). Meningkatkan

motivasi pada pasien dan sebagai dokumentasi yang dapat dipergunakan untuk keperluan

riset (Magee J, 1997)

c. Spasme

Page 29: 65511061-BAB-I

Bila otot berkontraksi untuk penyediaan darah ke otot tidak mencukupi atau

berhenti, akan timbul nyeri otot. Setelah kontraksi rasa nyeri tersebut masih bertahan

sampai aliran darah pulih kembali. (Amin Hasni, 1996)

Dengan adanya rasa nyeri tersebut pasien enggan menggerakan leher dan akan

memposisikan diri pada posisi yang membuat pasien nyaman posisi tersebut lama-lama

akan menyebabkan spasme (tegang otot) terdapat penumpukan sisa-sisa metabolisme,

terlebih bila sirkulasi makin jelek berarti makin tertumpuknya iritasi sisa metabolisme

yang pada ahirnya menyebabkan nyeri. Pada nyeri leher akibat apapun akan diikuti

spasme otot yang menimbulkan iskemia yang akan menambah nyeri dan meningkatkan

spasme dapat diukur dengan cara palpasi

2. Fungsional Limitation

Merupakan suatu problem yang berupa penurunan atau keterbatasan saat melakukan

aktivitas-aktivitas fungsional sebagai akibat dari adanya impairment. Dalam kasus ini

ditemukan adanya functional limitation berupa adanya penurunan atau keterbatasan dan

tingkat kemampuan pasien dalam melakukan aktivitas fungsional sehari–hari seperti

mengendarai sepeda motor dan keterbatasan saat sholat waktu gerakan rukuk dan sujud.

3. Disability

Merupakan suatu problem yang berupa terhambatnya atau ke tidak mampuan

penderita untuk kembali melakukan aktivitas yang berhubungan dengan pekerjaannya semula

dan aktivitas sosialisasi dengan masyarakat sebagai akibat dari adanya impairment dan

finctional limitation. Dalam beberapa kasus ditemukan adanya disability yang berupa adanya

keterbatasan dalam beraktivitas yaitu pasien tidak dapat melakukan pekerjaannya secara

maksimal.

Page 30: 65511061-BAB-I

F. Tehnologi Interverensi Fisioterapi

1. Sinar Infra Merah

a. Definisi

Sinar infra merah adalah pancaran gelombang elelktromagnetik dengan panjang

gelombang 7700-4 juta A, letak diantara sinar merah dan hertzain. (Sujatno, 1993)

b. Efek Fisiologis

1) Meningkatkan proses metabolisme

Suatu reaksi dapat dipercepat dengan adanya panas atau kenaikan temperatur

akibat pemanasan. Sehingga proses metabolisme yang terjadi pada lapisan superfisial

kulit akan meningkat sehingga pemberian oksigen dan nutrisi pada jaringan lebih

lancar, begitu juga pengeluaran sampah-sampah pembakaran.

2) Vasodilatasi pembuluh darah

Dilatasi pembuluh darah kapiler dan arteriole akan terjadi segera setelah

penyinaran. Kulit akan mengadakan reaksi dan berwarna kemerah-merahan yang

disebut eritema. Sehingga pembuluh darah mengalami pelebaran sehingga nutrisi dan

oksigen dapat beredar keseluruh tubuh.

3) Pengaruh terhadap saraf sensoris

Mild heating mempunyai pengaruh terapeutik terhadap ujung-ujung saraf

sensoris.

4) Pengaruh terhadap jaringan otot

Kenaikan temperatur membantu terjadi rileksasi otot, pemanasan juga akan

mengaktifkan terjadinya pembuangan sisa-sisa metabolisme.

Page 31: 65511061-BAB-I

5) Mengaktifkan kerja kelenjar keringat

Pengaruh ransangan panas yang dibawa ujung-ujung saraf sensoris dapat

mengaktifkan kerja kelenjar keringat.

c. Efek terapeutik

1. Mengurangi rasa sakit

Mild heating menimbulkan efek sedatif pada superfisial sensori nerve ending,

stronger heating dapat menyebabkan counter iritation yang akan menimbulkan

pengurangan nyeri. Karena zat ”p” penyebab nyeri akan terbuang.

2. Relaksasi otot

Relaksasi otot mudah dicapai bila jaringan otot dalam keadaan hangat dan

rasa nyeri tidak ada.

3. Meningkatkan suplai darah

Adanya kenaikan temperatur akan menimbulkan vasodilatasi, yang akan

menyebabkan terjadinya peningkatan darah kejaringan setempat.

4. Menghilangkan hasil-hasil metabolisme

Penyinaran didaerah yang luas akan mengaktifkan ghlandula gudoifera

diseluruh badan, sehingga dengan demikian akan meningkatkan pembuangan sisa-

sisa hasil metabolisme melalui keringat.

d. Indikasi

1. Penyakit kulit

2. Artritis seperti rematoid arthritis, osteoartritis, myalgia.

3. Kondisi peradangan seperti kontusio, muscle strain, muscle sprain.

e. Kontra indikasi

Page 32: 65511061-BAB-I

1. Daerah dengan insufisiensi pada darah

2. Gangguan sensibilitas kulit

3. Adanya kecendrungan terjadi pendarahan

2. Terapi latihan

Terapi latihan dalam bentuk relaksasi dapat memberikan efek pengurangan nyeri,

baik secara langsung maupun memutus siklus nyeri spasme nyeri. Gerakan yang ringan

dan perlahan merangsang propioceptor yang merupakan aktivasi dari serabut afferent

berdiameter besar. Hal ini akan mengakibatkan menutupnya spinal gate (Mardiman, 2001).

Terapi latihan meliputi:

a. Hold relax

Menurut metode Proprioceptic Neuromusculer Facilitation (PNF) Hold relax

merupakan tehnik menggunakan otot secara isometrik kelompok antagonis dan diikuti

rileksasi otot tersebut. Hold relax bermanfaat untuk rileksasi otot dan menambah lingkup

gerak sendi. Dengan kontraksi isometrik setelahnya otot menjadi rileks sehingga gerakan

kearah agonis lebih mudah dilakukan dan dapat mengalir secara optimal, tujuannya

adalah relaksasi group otot antagonis, memperbaiki mobilitas, mengurangi nyeri dan

menambah lingkup gerak sendi. (Kisner, 1996)

b. Streching atau penguluran

Penguluran bertujuan untuk untuk mencegah terjadinya kontraktur otot dengan

jalan mencerai beraikan struktur yang melengket atau menghambat gerakan persendian

dengan mengulur jaringan yang memendek.

Page 33: 65511061-BAB-I

3. Transcutaneus Electrical Nerve Stimulation (TENS)

TENS adalah suatu cara penggunaan energi listrik untuk merangsang sistem sraf melalui

permukaan kulit. Dalam hubungannya dengan modulasi nyeri (Johnson , 2002).

a. Tanggap ransang jaringan terhadap stimulasi arus listrik (Gad Alon, 1987).

Jika arus listrik diaplikasikan ke jaringan tubuh maka akan menimbulkan

tanggaap ransang fisiologis dari jaringan yang bersangkutan baik akibat dari stimulus

secara langsung maupun tak langsung. Pengaruh langsung hanya terjadi pada tingkat

selular dan jaringan, sedangkan pengaruh tak langsung bisa terjadi di berbagai tingkat

mulai sel, jaringan, segmental, periferal dan ekstrasegmental. Pemahaman hubungan

antara pengaruh langsung dan tak langsung: jika TENS digunakan untuk mengurangi

nyeri maka pengaruh langsung terjadi pada tingkat sel, dimana arus meenimbulkan

exitasi sel saraf tepi, kemudian secara tak langsung mempengaruhi tingkat sistem yang

diindikasikan dengan terlepasnya bahan analgetik endogen seperti endorfin, enkhepalin

dan serotonin.

b. Mekanisme TENS:

1) Mekanisme periferal

Stimulasi listrik yang diaplikasikan pada serabut saraf akan meenghasilkan impuls

saraf yang berjalan dengan dua arah disepanjang akson saraf yang bersangkutan,

peristiwa ini dikenal sebagai aktivasi antidromik. Dengan adanya impuls antidromik

ini mengakibatkan terlepasnya materi P dari neuron sensoris yang berujung terjadinya

vasodilatasi arteriole dan ini merupakan dasar bagi proses triple responses. Adanya

tripel responses dan penekanan aktivasi simpatis akan meningkatkan aliran darah

sehingga pengangkutan materi yang berpengaruh terhadap nyeri seperti bradikinin,

Page 34: 65511061-BAB-I

histamin atau materi P juga akan meningkat. (Gersh, 1992).

2) Mekanisme segmental

TENS konvensional menghasilkan efek analgesia terutama melalui mekanisme

segmental yaitu dengan jalan mengaktivasi A beta yang selanjutnya akan menghibisi

neuron nosiseptif di kornu dorsalis medula spinalis. Ini mengacu pada teori gerbang

kontrol (Gate Control Theory) yang dikemukakan oleh (Melzack dan Wall, 1995).

Yang mengatakan bahwa gerbang terdiri dari sel interneunsial yang bersifat inhibisi

yang dikenal sebagai substansi gelatinosa yang terletak di kornu posterior dan sel T.

Tingkat aktivitas sel T ditentukaan oleh keseimbangan asupan dari serabut yang

berdiameter besar A beta dan A alfa serta serabut berdiameter kecil A delta dan C.

Jika serabut berdiameter besar maupun kecil, mengaktisifasi sel T dan pada saat yang

bersamaan impuls tersebut dapat memicu sel subtansi gelatinosa yang berdampak

pada penurunaan asupan impuls dari serabut berdiameter besar sehingga akan

menutup gerbang dan akan membloking transmisi impuls dari serabut aferen

nosiseptor sehingga nyeri berkurang atau menghilang. (Sjolund, 1985).

3) Mekanisme ekstrasegmental

TENS yang menginduksi aktivitas aferen yang berdiameter kecil juga

menghasilkan analgesia tingkat extrasegmental melalui aktivitas sruktur yang

membentuk jalanan inhibisi desenderen seperti periaqueductal grey (PAG).

Kontraksi otot fasik yang dihasilkan oleh Tens akan membangkitkan aktivitas aferen

motorik kecil ergoreseptor yang berujung pada aktivasi jalannya inhibisi nyeri.

(Sjolund, 1988).

c. Prinsip stimulasi eleketris pengurangan nyeri secara umum:

Page 35: 65511061-BAB-I

1) Indikasi stimulasi elektris. (Rennie, 1991)

a). Trauma musculoskeletal baik akut maupun kronik

b). Nyeri kepala

c). Nyeri pasaca operasi

d). Nyeri pasca melahirkan

e). Nyeri miofacial

f). Nyeri visceral

2) Sedangkan Johnson (2001) mengemukakan tentang penggunaan TENS dalam

berbagai kondisi yaitu:

a). Efek analgetik

1. Pada kondisi akut

a. Nyeri pasca operasi

b. Nyeri sewaktu melahirkan

c. Dismenorhea

d. Nyeri musculoskeletal

e. Nyeri akibat patah tulang

2. Nyeri yang berhubungan penanganan kasus

gigi

3. Pada kondisi kronik

a. Nyeri bawah pinggang

b. Artritis

c. Neuralgia trigeminal

d. Neuralgia pasca herpetik

Page 36: 65511061-BAB-I

4. Injuri saraf tepi

5. Angina pektoris

6. Nyeri fascial

7. Nyeri tulang akibat proses metastase

d. Kontra indikasi stimulasi listrik menurut (Johnson , 2001).

1. Adanya kecendrungan perdarahan pada daerah yang akan diterapi

2. Penyakit vasculer (arteri maupuin vena).

3. Keganasan pada daerah yang akan diterapi

4. Pasien beralat pacu jantun (meski penelitian terbatas menunjukan

bahwa stimulasi listrik tidak mempengaruhi alat pacu jantung).

5. Kehamilan bila terapi diberikan pada daerah abdomen atau panggul

6. Luka terbuka yang sangat lebar

7. Kondisi infeksi

8. Hilangnya sensasi sentuh dan tusuk pada area yang diterapi

Page 37: 65511061-BAB-I

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian

Penelitian ini menggunakan studi kasus yang bersifat deskriptif kualitatif yaitu:

menggunakan fenomena atas dasar orang dan data-data yang telah terkumpul terwujud kasus-

kasus, sehingga tidak dapat disusun kedalam struktur klasifikasi dan merupakan penjelasan-

penjelasan, bukan berupa angka-angka statistik. Penelitian dilakukan dengan interview dan

observasi pada seorang penderita cervical syndrome melalui proses fisioterapi yang selanjutnya

diberikan terapi dengan heating berupa IR, TENS dan Terapi latihan yang dilakukan sebanyak 6

kali.

B. Kasus yang terpilih

Kasus yang terpilih dalam penelitian ini adalah: Cervical Root Syndrome

C. Instrumen Penelitian

Variable dependent adalah: nyeri, keterbatasan lingkup gerak sendi dan spasme pada

leher akibat dari Cervical Syndrome. Variable independent adalah terapi dengan menggunakan

modalitas: Infra Merah (IR), Transcutaneus Electrical Nerve Stimultion (TENS) dan Terapi

Latihan. Untuk mengetahui derajat berat ringannya kondisi tersebut maka peneliti menggunakan

instrument berupa:

Page 38: 65511061-BAB-I
Page 39: 65511061-BAB-I

1. Nyeri dengan VAS (Visual Analogue Scale)

VAS yaitu cara pengukuran derajat nyeri dengan menuangkan intensitas nyeri yang di

rasakan oleh pasien dan menunjukan satu titik pada garís skala (0–10) yang mana makin

besar nilainya maka makin besar derajat nyerinya. (Newell, 1996). yaitu:

0 10

Tidak nyeri Nyeri tak tertahankan

Gambar 1.7. Skala VAS.

2. Luas gerak sendi (LGS)

Luas gerak sendi adalah luas gerak sendi yang bisa dilakukan oleh suatu sendi.

Pengukuran ini menggunakan alat yaitu: Midline.

Pengukuran untuk gerakan fleksi patokan pengukuran dari: dagu s/d manubrium

sterni, exstensi: occipitalis s/d processus spinosus vertebra cervical 7, untuk gerakan lateral

fleksi dextra dan lateral fleksi sinistra patokan pengukuran dari: styloideus mastoideus s/d

akromeon, sedangkan untuk gerakan side rotasi dextra dan side rotasi sinistra patokan

pengukuran dari: dagu s/d akromeon. Kemudian diukur selisih dalam posisi normal atau

anatomi dikurangi dengan hasil setelah digerakan.

Tujuan pengukuran LGS adalah:

a.Untuk mengetahui besarnya LGS yang ada pada suatu sendi dan membandingkannya

dengan LGS pada sendi yang normal.

b. Membantu diagnosis dan menentukan fungsi sendi.

c.Untuk evaluasi terhadap pasien setelah dilakukan tindakan terapi dan membandingkan

dengan hasil pemeriksaan sebelumnya dan untuk dokumentasi.

Page 40: 65511061-BAB-I

Spasme

Pemeriksaan spasme pada kasus ini dengan cara palpasi pada bagian yang dikeluhkan

pasien, kemudian dibandingkan dengan bagian tubuh yang normal. Ini berhubuingan dengan rasa

nyeri, bila rasa nyeri menurun maka spasme juga akan menurun.

D. Lokasi dan waktu penelitian

Lokasi penelitian studi kasus ini dilakukan di RSUD yang dilaksanakan pada bulan

E. Prosedur pengambilan atau pengumpulan data

Prosedur pengambilan data atau pengumpulan data dalam penyusunan Karya tulis ilmiah

ini mencakup:

1. Data primer

a. Pemeriksaan fisik

Suatu metode atau cara pengumpulan data dengan melakukan suatu pemeriksaan

fisik penderita meliputi: Tanda-tanda vital sign (Tekanan darah, denyut nadi, frekuensi

pernafasan, temperatur, tinggi badan dan berat badan). Inspeksi, palpasi. Pemeriksaan

gerak dasar meliputi: gerak aktif, gerak pasif dan gerak isometrik melawan tahanan.

b. Interview

Metode ini dengan cara tanya jawab antara terapis dengan pasien (sumbernya)

anamnesis langsung dengan pasien (Auto), anamnesis ini bisa juga dilakukan dengan

orang lain atau keluarga pasien yang mengetahui keadaan atau kondisi pasien (Hetero).

c. Observasi

Page 41: 65511061-BAB-I

Mengamati perkembangan pasien selama diberikan terapi.

2. Data sekunder

a. Studi dokumentasi

Pada studi dokumentasi ini penulis mempelajari data status pasien di RSUD.

surakarta.

b. Studi pustaka

Dari buku-buku, kumpulan makalah, artikel, internet dan bahan kuliah yang

berkaitan dengan kondisi Cervical Root Syndrome.

F. Cara Analisis Data

Data penelitian diperoleh dari rancangan penelitian, instrument penelitian, data primer

dan data sekunder, data ini dikumpulkan dengan cara pengukuran langsung terhadap pasien yang

ditunjang dengan diagnosa dokter dan assessment dari Fisioterapi. Setelah penulis

mengumpulkan data yang ada dari hasil evaluasi T1 s/d T6 maka langkah berikutnya

menganalisa data tersebut dengan permasalahan yang ada untuk menganalisa data meliputi

kegiatan kegiatan sebagai berikut:

a. Mengumpulkan sumber data yang menghasilkan data-data sehingga dapat dijadikan

acuan untuk mengetahui kemajuan dalam proses terapi.

b. Mengolah data yang sudah diperoleh dengan evaluasi terapi secara periodik yang

digunakan untuk perbandingan terhadap hasil terapi yang dicapai pada terapi berikutnya.

c. Menganalisa data yang sudah masuk untuk selanjutnya dievaluasi perkembangan dengan

cara deskriptif.

Page 42: 65511061-BAB-I

Dengan menganalisa data tersebut Fisioterapi bisa menentukan tindakan terapi atau

memprogram terapi berikutnya untuk mencapai tujuan terapi yang optimal dan diperoleh hasil

maksimal dari sebelumnya.

Page 43: 65511061-BAB-I

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. PELAKSANAAN STUDI KASUS

1. Pengkajian

Pada bab ini penulis akan membahas proses pemecahan masalah Fisioterapi yang

didalamnya terdapat pengkajian, menentukan diagnosa atau problematika Fisioterapi tujuan

Fisioterapi, pelaksanaan Fisioterapi dan evaluasi.

a. Anamnesis

Anamnesis adalah cara pengumpulan data dengan jalan tanya jawab antara terapis

dengan sumber data. Pada kasus ini anamnesis dapat dilakukakan secara autoanamnesis

yaitu tanya jawab langsung kepada pasien yang bersangkutan. Anamnesis dilakukan pada

tanggal 4 Februari 2009, dari anamnesis diperoleh data berupa :

1) Identitas pasien

Data yang diperoleh berupa:

Nama : Ny. Wagini

Umur : 34 thn

Jenis kelamin : Perempuan

Alamat : Gombangan , Gumul Karang Nongko Klaten

Agama : Islam

Pekerjaan pasien : Ibu rumah tangga

Nomor register : 683463

Page 44: 65511061-BAB-I

2) Keluhan utama

Merupakan tanda dan gejala dominan yang dikeluhkan oleh pasien sehingga

mendorong pasien untuk mencari pertolongan atau pengobatan. Keluhan utama yang

dirasakan pasien adalah nyeri pada leher dan menjalar ke lengan kiri

3) Riwayat penyakit sekarang

Memperinci keluhan dan menggambarkan riwayat penyakit secara

lengkap, meliputi lokasi keluhan, kapan dan bagaimana terjadinya, kualitas keluhan,

faktor yang memperberat dan memperingan. Dari anamnesis diperoleh informasi

kurang lebih

4) Riwayat penyakit dahulu

Penyakit yang pernah dialami yang berkesinambungan langsung dengan

munculnya keluhan sekarang. Dari anamnesis diperoleh data riwayat penyakit dahulu

tidak ada.

4) Riwayat penyakit penyerta

Penyakit yang menyertai dengan penyakit yang diderita pasien saat ini.

Dari anamnesis tidak di dapatkan penyakit penyerta seperti: Hipertensi, DM, jantung

dan asam urat.

5) Riwayat pribadi

Keterangan umum penderita mulai dari status pasien, pekerjaan dan hoby.

Dari anamnesis didapatkan data yaitu pasien adalah seorang ibu rumah tanngga sudah

Page 45: 65511061-BAB-I

berkeluarga dan mempunyai dua orang anak dan hoby pasien adalah olah raga

bulutangkis.

6) Riwayat keluarga

Untuk mengetahui adakah penyakit yang bersifat menurun

(heredofamilial) dari orang tua atau keluarga yang lain. Setelah dilakukan

pemeriksaan didapatkan hasil bahwa tidak ada anggota keluarga pasien yang

memiliki penyakit yang sama seperti pasien.

7) Anamnesis sistem

Diperoleh keterangan yang meliputi:

(a). Kepala dan leher : Pusing ( + ), Keterbatasan LGS dari gerakan Fleksi –

Exstensi, Lateral Fleksi – kanan dan kiri, Siderotasi kanan dan kiri.

(b). Kardiovaskuler : Tidak ada keluhan jantung berdebar-debar dan nyeri

dada.

(c). Respirasi : Batuk dan sesak nafas tidak ada keluhan.

(d). Gastrointestinalis : BAB terkontrol

(e). Urogenitalis : BAK terkontrol

(f). Muskuloskeletal : Kaku pada leher, adanya spasme pada otot trapezius

dan otot sternocleidomastoideus.

(g). Nervorum : Adanya rasa kesemutan pada ujung jari-jari tangan

kanan.

b. Pemeriksaan Objektif

Page 46: 65511061-BAB-I

1 Pemeriksaan tanda-tanda vital

Tanda – tanda vital adalah tanda / gambaran pada tubuh seseorang yang

penting untuk diketahui sehingga kita dapat mengetahui keadaan tubuh seseorang,

pemeriksaan tanda vital meliputi

a. Tekanan darah : 120/80 mmHg

b. Denyut nadi : 81x/menit

c. Frekuensi pernafasan : 20x/menit

d. Temperatur : 36 C

e. Tinggi badan : 160 cm

f. Berat badan : 54 kg

2 Inspeksi

Inspeksi adalah pemeriksaan dengan cara melihat dan mengamati. Hal-hal

yang bisa dilihat/diamati seperti keadaan umum, kondisi berat badan, sianosis, pucat,

gerakan–gerakan yang berkaitan dengan fungsi tangan kanannya, abnormal

(deformitas), clubbing finger. Macam-macam inspeksi ada 2, yaitu:

a Statis: dimana penderita dalam keadaan diam. Di dapatkan hasil keaadaan

umum pasien baik, bahu kanan dan kiri simetris.

b Dinamis: dimana penderita dalam keadaan bergerak, contoh waktu penderita

menggerakkan lehernya saat beraktivitas. Didapatkan hasil saat menggerakan

leher kesemua arah gerakan terlihat adanya keterbatasan ditandai dengan raut

wajah menahan rasa sakit.

3 Palpasi

Page 47: 65511061-BAB-I

Palpasi adalah cara pemeriksaan dengan jalan meraba, menekan dan

memegang organ / bagian tubuh pasien untuk mengetahui tentang adanya spasme

otot, nyeri tekan, suhu, tumor/oedema, tingkat kesamaan ekspansi, atropi, serta

kontraktur. Didapatkan hasil suhu lokal sama kana dan kiri, spasme dan nyeri tekan

pada otot trapezius dan sternocleidomastoideus bagian kanan.

4 Perkusi

Dilakukan dengan mengetuk. Pada kondisi ini tidak dilakukan.

5 Auskultasi

Proses untuk mendengarkan dan menginterpretasikan suara yan timbul dalam thorak

dengan menggunakan alat bantu “stethoscope”. Dipergunakan untuk mengidentifikasi

gangguan ventilasi atau gangguan pembersihan jalan nafas (lokasi mukus) dan menilai

efektifitas terapi, serta untuk mendengarkan suara jantung. Pada kondisi ini tidak dilakukan.

c. Pemeriksaan Gerak Dasar

1 Pemeriksaan Fungsi Gerak Aktif: untuk menentukan kekuatan otot,

ROM aktif, nyeri dan koordinasi gerak. Didapatkan hasil fleksi-exstensi dapat

menggerakan tetapi tidak full ROM adanya nyeri dengan koordinasi baik, lateral

fleksi kanan dan lateral fleksi kiri dapat menggerakan tetapi tidak full ROM adanya

nyeri dengan koordinasi baik, siderotasi kanan dan side rotasi kiri dapat menggerakan

tetapi tidak full ROM adanya nyeri dengan koordinasi baik.

2 Pemeriksaan Fungsi Gerak Pasif untuk menentukan ROM pasif

(normal, hypomobilitas, hypermobilitas), nyeri, end feel, tonus dan panjang otot.

Didapatkan hasil fleksi-exstensi dapat digerakan tetapi tidak full ROM ada nyeri end

Page 48: 65511061-BAB-I

feel normal, lateral fleksi kanan dan latero fleksi kiri dapat digerakan tidak full ROM

ada nyeri end feel normal, side rotasi kanan dan side rotasi kiri dapat digerakan tidak

full ROM ada nyeri end feel normal.

3 Pemeriksaan Kontraksi Isometrik: untuk menelaah rasa nyeri dan

kelemahan otot (gangguan neuromuskular) didapat hasil mampu melawan tahanan

minimal dari kesemua arah gerakan leher.

d. Pemeriksaan Kognitif, Intrapersonal, dan Interpersonal

Untuk mengetahui apakah pasien masih mampu mengingat dengan baik serta

mampu berkomunikasi dengan orang lain dengan baik. Kognitif: pasien dapat mengingat

memori jangka panjang maupun jangka pendek. Intra personal: pasien mempunyai

semangat untuk sembuh dan Inter Personal: pasien sangat kooperatif dengan terapis.

e. Pemeriksaan Kemampuan Fungsional Dan Lingkungan Aktivitas

1 Kemampuan fungsional dasar

Untuk mengetahui apakah pasien melakukan aktivitas sehari-sehari dengan

mandiri atau masih membutuhkan bantuan orang lain. Didapatkan hasil pasien

mengalami keterbatasan untuk semua gerakan leher.

2 Aktivitas fungsional

Pasien mengalami keterbatasan dari duduk lama ke berdiri dan saat

mengendarai sepeda motor.

3 Lingkungan aktivitas

Page 49: 65511061-BAB-I

Sepulang dari sekolah biasanya pasien istirahat dan saat tidur menggunakan

bantal yang tebal, tempat dan ruangan pasien menjalani terapi cukup bersih dan luas,

sehingga mendukung untuk dilakukan terapi.

f. Pemeriksaan spesifik

Pemeriksaan spesifik di lakukan untuk mengetahui informasi yang belum di dapatkan pada

pemeriksaan gerak fungsi dasar. Pemeriksaan khusus pada kasus ini meliputi :

1) Manual muscle Testing

Manual muscle testing (MMT) adalah suatu usaha untuk menentukan atau mengetahui

kemampuan seseorang dalam mengkontrasikan otot atau grup ototnya secara voluntary.

Parameter penilaian kekuatan otot ini menggunakan manual muscle testing menurut kriteria

Lovett, Daniel dan Worthingham.

Tabel 3.1MMT menurut criteria Lovett, Daniel dan Worthingham.

Nilai Ketentuan

5 Subjek bergerak dengan LGS penuh, melawan gravitasi dengan melawan

tahanan maksimal.

4+ Subjek bergerak dengan LGS penuh, melawan gravitasi dengan melawan

tahanan hampir maksimal.

4 Subjek bergerak dengan LGS penuh, melawan gravitasi dengan melawan

tahanan sedang.

4- Subjek bergerak dengan LGS penuh, melawan gravitasi dengan melawan

tahananan ringan.

Page 50: 65511061-BAB-I

3+ Subjek bergerak dengan LGS penuh, melawan gravitasi tanpa melawan

tahanan minimal.

3 Subjek bergerak dengan LGS penuh, melawan gravitasi tanpa melawan

tahanan

3- Subjek bergerak dengan LGS lebih dari middle range, melawan grativitasi

2+ Subjek bergeran sedikit dengan melawan gravitasi atau bergerak dengan

LGS penuh denga tahanan tanpa melawan gravitasi.

2 Subjek bergerak dengan LGS penuh tanpa melawan gravitasi

2- Subjek bergerak dengan LGS tidak penuh tanpa melawan gravitasi

1 Tidak ada gerakan sendi. Tapi ada gerakan otot saat di palpasi

0 Tidak ada kontraksi otot saat di palpasi.

Pada kasus ini dilakukan pemeriksaan kekuatan otot pada leher untuk gerakan fleksi,

ekstensi, lateral fleksi kanan kiri dan rotasi leher kanan kiri, dan kekuatan otot lengan untuk

gerakan fleksi, ekstensi, abduksi dan adduksi bahu, retraksi dan protraksi shoulder dan internal,

eksternal rotasi shoulder. Hasil yang diperoleh dari pemeriksaan ini adalah

2) Lingkup Gerak Sendi

Pengukuran LGS dilakukan secara aktif pada leher dan sensi bahu. Pengukuran dilakukan

pada gerakan ekstensi / fleksi leher, rotasi leher ke kanan dan ke kiri, ekstensi – fleksi shoulder,

abduksi – adduksi shoulder, ekternal – internal rotasi shoulder. Pengukuran dilakukan dengan

Page 51: 65511061-BAB-I

menggunakan alat ukur goneometer, pada goneometer terdapat dua lengan yaitu satu lengan

sebagai lengan statis dan satu lengan yang lain sebagai lengan dinamis. Pengukuran dimulai

dalam posisi netral. Untuk pengukuran pada leher gerakan ekstensi – fleksi pasien dalam posisi

duduk, goneometer diletakkan sejajar dengan telinga untuk lengan dinamis dan lengan statis

dalam posisi 90°, hasil yang diperoleh adalah S 35°-0°-40° artinya dalam posisi sendi netral

gerakan fleksi adalah 35° dan ekstensi adalah 15°, untuk pengukuran lateral bending kiri kanan

dengan hasil F 30°-0-30°, untuk pengukuran rotasi leher goneometer diletakkan diatas kepala

dengan lengan dinamis lurus kedepan sejajar dengan hidung dan lengan statis membentuk sudut

90° dan sejajar dengan bahu, hasil yang diperoleh adalah rotasi ke kanan R 0°-40° dan rotasi ke

kiri R 0°-40°.

Untuk pengukuran ekstensi – fleksi shoulder pasien dalam posisi duduk, goneometer diletakkan

pada lateral bahu posisi lengan statis dan dinamis sejajar dengan panjang lengan atas, hasil

diperoleh adalah S 160°-0°-35°, untuk gerakan abduksi – adduksi shoulder pasien dalam posisi

duduk goneometer diletakkan pada bagian depan sendi bahu dengan posisi lengan statis dan

dinamis sejajar dengan lengan, hasil yang diperoleh adalah F 90°-0°-35°, untuk gerakan

eksternal – internal rotasi pasien dalam posisi duduk dengan siku fleksi 60° dan abduksi 90°

goneometer diletakkan pada lateral sendi siku.

3) Skala nyeri Verbal Descriptif Scale ( VDS)

VDS adalah cara pengukuran derajat nyeri dengan tujuan skala penilaian, yaitu : 1=tidak

nyeri, 2=nyeri sangat ringan, 3=nyeri ringan, 4=nyeri tidak begitu berat, 5=nyeri cukup berat,

6=nyeri berat, 7=nyeri hampir tidak tertahankan. Dari pemeriksaan yang dilakukan diperoleh

hasil sebagai berikut : nyeri diam leher dan bahu dengan nilai 2= nyeri sangat ringan, nyeri gerak

terutama untuk gerakan kearah ekstensi dan rotasi leher ke kiri. Leher dengan nilai 4= nyeri tidak

Page 52: 65511061-BAB-I

cukup berat, nyeri gerak bahu untuk semua gerakan adalah 2= nyeri sangat ringan dan nyeri

tekan terutama pada leher diperoleh nilai 4=nyeri tidak cukup berat sedangkan untuk bahu nyeri

tekan juga 4= nyeri sangat ringan.

4) Pemeriksaan Sensoris

Pemeriksaan sensoris merupakan pemeriksaan yang dilakukan untuk mengetahui adanya

gangguan pada sistem sensorik yang dapat mengakibatkan gangguan terhadap penerimaan

informasi dari reseptor sensorik sehinggan dapat mengakibatkan menurunnya kontrol motorik

atau terganggunya gerakan yang dilakukan, pemeriksaan meliputi sensasi protaktif diperiksa

terlebih dahulu kemudian diikuti dengan sensasi deskriminatif, sebab sensasi protaktif

merupakan respon yang lebih primitif. Jika pemeriksaan menunjukkan adanya gangguan respon

protaktif maka kemungkinan besar juga akan terjadi gangguan pada sensasi deskriminatif.

Pada kasus ini pemeriksaan dilakukan pada daerah leher dan lengan karena merupakan daerah

distribusi persyaratan C4-C5. Hasil yang diperoleh antara lain :

(1) Nyeri superficial

Alat menggunakan pinsil (tajam-tumpul)dengan cara aplikasikan pinsil tajam-tumpul

secara acak pada daerah lengan atas dan hasilnya normal.

(2) Sentuhan ringan

Alat yang digunakan kapas dengan cara stimulasi dilakukan secara acak dengan

memberikan rangsangan sentuhan dan tidak pada daerah lengan atas dan hasilnya normal.

(3)Taktil / tekanan

Alat yang digunakan jari tangan dengan cara aplikasikan tekan yang kuat, sedang dan

ringan pada lengan atas dan hasilnya normal.

(3) Deskriminasi dua titk

Page 53: 65511061-BAB-I

Alat yang digunakan menggunakan dengan ujung pinsil dengan cara stimulasi dua titik di

aplikasikan secara bertahap sampai rangsangan saja, stimulasi di berikan padalengan atas dan

hasilnya normal 2 cm.

(4) Test valsava

Cara memberikan testnya, pasien di suruh mengejan pada waktu pasien menahan nafasnya dan

hasilnya positif (+) pasin merasakan nyeri yang menjalar yang berpangkal dari leher sampai ke

bahu.

NO Keterangan Nilai1 Nyeri diam saat tidur terlentang 02 Nyeri tekan pada otot trapezius & otot

sternocleidomastoideus 43 Nyeri gerak setelah di gerakan Fleksi – Exstensi,

lateral Fleksi kanan – kiri dan Side rotasi kanan –

kiri.

7

Tabel 2.2. Hasil pemerikasaan nyeri sebelum dilakukan terapi.

(5)Pemeriksaan Spasme

Pemeriksaan spasme pada kasus ini dengan cara palpasi pada bagian yang

dikeluhkan pasien, kemudian dibandingkan dengan bagian tubuh yang normal. Dari

pemeriksaan didapatkan hasil spasme pada otot trapezius dan otot

sternocleidomastoideus.

(6)Tes Lhermitte

Page 54: 65511061-BAB-I

Bila terdapat nyeri radikuler akibat kompresi di foramen intervertebrale cervical,

maka nyeri itu dapat diprovokasi dengan jalan kompresi pada kepala dalam berbagai

posisi (miring kanan, miring kiri, tengadah dan menunduk) dari hasil pemeriksaan

didapatkan hasil nyeri positif.

Gambar 1.9. Tes Lhermitte

(7)Tes Distraksi

Bila terdapat nyeri radikuler akibat kompresi di foramen intervertebralis cervical,

maka ia dapat mereda atau lenyap dengan mengangkat (distraksi) kepala. Dari hasil

pemeriksaan didapatkan hasil nyeri positif.

Page 55: 65511061-BAB-I

Gambar 1.10. Tes Distraksi

1 Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan penunjang dengan menggunakan foto roentgen untuk menegakkan

diagnosa tentang cervical root syndrome. Dari hasil foto roentgen yang dilakukan

pada tanggal 6 januari 2009 didapatkan gambar bahwa tampak spondilosis cervicalis

C-4. C-5.

g. Diagnosa Fisioterapi

Untuk menegakan diagnosa Cervical Root Syndrome yang pada hakekatnya hanya

merupakan diagnosis klinis saja, berdasarkan gejala dan tanda seperti yang dijelaskan di

Page 56: 65511061-BAB-I

atas kiranya tidak terlalu sukar, meskipun demikian pemeriksaan harus dilakukan secara

teliti. Dari pemeriksaan tersebut di dapatkan masalah yang timbul pada kondisi ini:

1 Impairment

a). Adanya nyeri dari semua gerakan leher

b). Keterbatasan gerak untuk semua gerakan leher

c). Spasme pada otot sternocleidomastoideus dan otot trapezius

2 Fungsional limitation

Pasien merasa terganggu dengan nyeri yang dirasakan saat mengendarai

sepeda motor.

3 Disability

Dengan kondisi pasien saat ini, pasien tidak dapat melakukan pekerjaannya

sebagai guru dengan maksimal.

h. Program Fisioterapi

1 Tujuan Fisioterapi

a). Tujuan Jangka Pendek :

1). Mengurangi nyeri

2). Meningkatkan LGS (Lingkup Gerak Sendi)

3). Mengurangi spasme

b). Tujuan Jangka Panjang :

1). Melanjutkan tujuan jangka pendek

2). Meningkatkan kemampuan fungsional gerak dan fungsi pasien guna

meningkatkan kualitas hidup.

Page 57: 65511061-BAB-I

i. Edukasi

Edukasi merupakan suatu anjuran kepada pasien mengenai apa yang harus

dikerjakan dan apa yang tidak boleh dilakukan pasien selama di rumah. Edukasi ini

meliputi :

1 Saat tidur supaya tidak menggunakan bantal yang terlalu tebal dan

keras.

2 Pasien disarankan untuk memakai collar brace dengan tujuan untuk

memfiksasi leher supaya tetap pada posisi anatomis dan terhindar dari gerakan leher

yang secara spontan/langsung Fleksi-Exstensi.

3 Melarang pasien untuk menggerakan leher secara spontan

4 Untuk mengurangi nyeri saat di rumah bisa dengan kompres panas.

5 Melakukan latihan yang telah diberikan oleh terapis

j. Pelaksanaan Fisioterapi

1 IR ( Infra merah )

a Persiapan alat

Meliputi pemeriksaan kabel apakah kabel dalam keadaan kondisi baik atau

tidak lecet, pemeriksaan lampu IR apakah masih hidup atau sudah mati, persiapan

Page 58: 65511061-BAB-I

tabung reaksi untuk tes sensibilitas, kemudian kabel mesin atau stop kontak di

hubungkan dengan arus listrik, mesin dihidupkan atau dipanasi dengan waktu

kurang lebih 5 meni jenis lampu IR yang digunakan yaitu luminious generator.

b Persiapan pasien

Posisikan pasien dengan aman dan nyaman yaitu tidur tengkurap kepala di

ganjal pakai bantal, daerah yang diterapi dibebaskan dari pakaian. Dibersihkan

atau dikeringkan dengan handuk pada daerah tersebut dilakukan tes sensasi panas

dan dingin dengan menggunakan tabung reaksi yang sudah diisi air panas dan

satunya air dingin, kedua tabung reaksi ditempatkan pada kulit pasien secara

bergantian. Apabila pasien dapat membedakan sensasi panas dan dingin maka IR

dapat diberikan. Pasien diberi penjelasan tentang rasa hangat yang dikeluarkan

oleh IR dan seandainya timbul rasa panas pasien disarankan untuk

memberitahukan terapis. Pasien diberi penjelasan tidak boleh mengubah posisi

alat IR, pasien diberitahu kalau anggota yang diterapi tidak boleh digeser kemana-

mana.

c Pelaksanaan terapi

Setelah persiapan alat dan pasien selesai selanjutnya lampu IR di pasang

atau diarahkan pada otot trapezius dan otot sternocleidomastoideus dengan posisi

IR tegak lurus dengan jarak kurang lebih 45 s/d 50 cm, dosis yang digunakan

waktu terapi 15 menit intensitas normalis yaitu pasien merasakan hangat dan

nyaman.

Setelah waktunya habis maka lampu IR secara otomatis akan mati sendiri

dan terapis mengambil atau memindahkan IR dari atas leher pasien dan

Page 59: 65511061-BAB-I

membersihkan alat serta merapikan IR dengan cara menyabut stopkontak atau

merapikan alat kembali.

2 Transcutaneus Electrical Nerve Stimulatuion (TENS)

a Persiapan alat

Pastikan mesin masih dalam keadan baik. Siapkan elektroda yang sama

besar dan elektroda dalam kondisi yang cukup basah atau menggunakan jeli, di

usap rata pada seluruh permukaan elektroda. Hindarkan adanya gelembung,

jangan terlalu tipis ataupun tebal sehingga hantaran listrik yang sampai ke

jaringan dapat maksimal. Harus di perhatikan pula pemasangan kabel, metode

pemasangan dan penempatan elektroda sampai pemilihan frekuensi, durasi pulsa,

durasi waktu dan intensitas.

b Persiapan pasien

Posisikan pasien pada posisi aman dan nyaman, yaitu dengan posisi tidur

tengkurap. Beri penjelasan pada pasien tentang terapi yang akan dilakukan.

Penjelasan bisa berupa nama terapi, mengapa terapi ini dipilih, rasa yang

diharapkan selama terapi dan efek terapi.

c Pelaksanaan terapi dengan TENS konvensional (Johnson M, 2001).

1). Target arus : Mengaktivasi saraf berdiameter

besar

2). Serabut yang teraktivasi : A Beta, mekanoreseptor

3). Sensasi yang timbul : Paraestesia yang kuat sedikit

Page 60: 65511061-BAB-I

Kontraksi

4). Karakteristik fisika : Frekuensi tinggi, intensitas

rendah pola kontinyu durasi = 200

mikrodetik dan frekuensi 100 pps.

5). Posisi elektroda : Pada titik nyeri atau dermatom

Anoda origo dan katoda insercio pada otot

sternocleidomastoideus dan trapezius.

6). Profil analgetik : Terasa < 30 menit setelah

dinyalakan dan menghilang < 30 menit

setelah alat dipadamkan.

7). Durasi terapi : Secara terus menerus saat nyeri

terjadi

8). Mekanisme analgetik : Tingkat segmental.

Pasang elektroda dengan anoda (origo) dan katoda (insercio) pada otot

sternocleidomastoideus dan otot trapezius atau pada daerah yang nyeri. Kemudian

hidupkan mesin dan atur arus dengan gelombang bifasik symetris, fase durasi 200µs,

frekuensi 100 Hz, frekuensi modulasi program 1/1, intensitas 20,5 mA, dan waktu 15

menit. Kemudian hidupkan salah satu saluran sampai penderita merasakan adanya

rangsangan berupa tingling, kemudian naikan intensitasnya sampai terjadi getaran

yang kuat tapi tetap nyaman, sensasi yang dirasakan tidak boleh menimbulkan rasa

nyeri atau kontraksi otot kecil. Setelah 5 menit terapi berjalan, periksalah pasien

untuk mengetahui apa yang dirasakan. Jika pasien tidak lagi merasakan arus, maka

Page 61: 65511061-BAB-I

intensitas harus dinaikkan. Pertimbangkanlah untuk menggunakan busrt atau bentuk

modulasi atau ubah durasi dan frekuensi pulsa tetap pada parameter yang telah

ditentukan. Setelah terapi selesai turunkan intensitas dan mesin dimatikan. Lepaskan

elektroda periksalah daerah yang diterapi, apakah terdapat warna kemerah-merahan

sebagai tanda iritabilitas dan simpanlah unit TENS sehabis digunakan.

3 Terapi latihan

a Hold relax

Latihan ini bertujuan untuk menambah luas gerak sendi pada daerah

cervical

Posisi pasien : duduk di kursi

Posisi terapis : disamping pasien, satu tangan memegang kepala bagian lateral

dan tangan yang satu memfiksasi pada bagian akromeon.

Pelaksanaan : pasien menggerakan ke lateral fleksi kanan sampai batas luas

gerak sendi yang pasien miliki secara aktif, pasien diminta melakukan kontraksi

isometrik dengan meluruskan ke posisi normal, kemudian terapis memberikan

tahanan di kepala bagian leteral, dengan aba-aba “tahan…tahan!”. Kontraksi

dipertahankan selama 10 detik kemudian pasien diminta merileksasikan, lalu

dilakukan penguluran kearah lateral fleksi kiri secara pasif (Kisner, 1996) gerakan

diulang 5 kali.

b Streching atau penguluran

1). Penguluran otot scaleni

Posisi pasien duduk dan terapis berdiri di samping pasien, Pelaksanaan

terapis menggerakan leher ke homolateral rotasi, lateral fleksi dan exstensi

Page 62: 65511061-BAB-I

gerakan ini dilaksanakan secara perlahan –lahan sampai batas nyeri, apabila

sudah mencapai batas nyeri, sedikit kembali ke posisi rilex untuk

dipertahankan dan selanjutnya dengan kontraksi isometric. Pasien melawan

tahanan pada hitungan ke 6 kemudian rilex sambil menghembuskan nafas,

kemudian terapis memberikan penguluran ke arah homolateral rotasi, lateral

fleksi dan exstensi.

2). Penguluran otot trapezius

Posisi pasien duduk dan terapis berdiri di samping pasien pelaksanaan

pada otot ini paling epektif bila dilakukan transvers streching langsung pada

m. trapezius dengan kedua tangan. Peregangan dengan cara leher posisi lateral

fleksi kontra lateral sampai hitungan ke 5. pada hitungan ke 6 pasien diminta

untuk menghembuskan nafas dan terapis mendorong pundak (shoulder girdle)

ke arah caudal bersamaan dengan tehnik contrak rilex.

B. PROTOKOL STUDI KASUS

NAMA MAHASISWA : AKA WIJIAN SYAH ZAIN

NIM : JI00 060 052

Page 63: 65511061-BAB-I

TEMPAT PRAKTEK : RSUD Dr. Moewardi Surakarta

PEMBIMBING : Drs. Luklu EM. SSt. FT. MM

Tanggal Pembuatan Laporan : 04 – 02 - 2009

Kondisi / kasus : FT C

I. KETERANGAN UMUM PENDERITA

Nama : Ny. Wartini

Umur : 52 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Pekerjaan : Guru SD

Alamat : Purwosari RT / RW laweyan, Sukoharjo.

NO RM : 848899

Tempat perawatan: Poliklinik Fisioterapi.

II. DATA-DATA MEDIS RUMAH SAKIT

a DIAGNOSA MEDIS

Tgl. 6 – 01 – 2009

Cervical Root Syndrome

b CATATAN KLINIS

Hasil foto roentgen tanggal 6 januari 2009 yaitu. Didapatkan gambar bahwa

tampak spondilosis cervicalis C-4. C-5.

Page 64: 65511061-BAB-I

c TERAPI UMUM ( GENERAL TREATMENT)

Miloxican 2x1

Neurodes 2x1

Amitripthil 2x1

d RUJUKAN FISIOTERAPI DARI DOKTER

Mohon dilakukan tindakan fisioterapi kepada pasien Ny. Wartini.

III. SEGI FISIOTERAPI

TANGGAL : 04 – 02 - 2009

a Anamnesis ( AUTO )

1 KELUHAN UTAMA

Nyeri pada leher dan menjalar ke lengan kanan sampai dengan jari – jari tangan.

2 RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG

Kurang lebih 1 tahun yang lalu pasien pernah jatuh dari sepeda motor dengan

posisi kepala memutar, dan nyeri mulai dirasakan sekitar 5 bulan yang lalu sampai

dengan sekarang. Kemudian pasien periksa ke dokter syaraf RSUD Dr. Moewardi

dan dari syaraf di rujuk ke rehabilitasi medik atau fisioterapi.

3 RIWAYAT PENYAKIT DAHULU

Sebelumnya pasien tidak pernah mengalami keluhan yang sama.

Page 65: 65511061-BAB-I

4 RIWAYAT PENYAKIT PENYERTA

Riwayat penyakit penyerta seperti:Hipertensi, DM, Jantung dan Asam urat tidak

ada keluhan.

5 RIWAYAT PRIBADI (KETERANGAN UMUM PENDERITA)

Pasien adalah seorang guru sudah berkeluarga dan mempunyai anak dua, hobi

pasien adalah olah raga bulu tangkis.

6 RIWAYAT KELUARGA

Tidak ada riwayat keluarga pasien yang memiliki penyakit yang serupa

dengan pasien.

7 ANAMNESIS SISTEM

a). Kepala dan Leher

Pasien merasakan pusing dan keterbatasan gerak pada leher..

b). Kardiovaskuler

Pasien tidak merasakan nyeri dada maupun mengeluh jantung berdebar-

debar.

c). Respirasi

Pasien tidak merasakan sesak napas maupun batuk.

d). Gastrointestinalis

BAB terkontrol.

e). Urogenetalis

Page 66: 65511061-BAB-I

BAK terkontrol

f). Muskuloskeletal

Pasien mengeluh kaku pada leher atau spasme pada otot

sternocleidomastoideus dan otot trapezius.

g). Nervorum

Pasien merasakan kesemutan atau tebal – tebal dari lengan kanan sampai

dengan jari – jari tanga

b Pemeriksaan

1 PEMERIKSAAN FISIK

a). TANDA-TANDA VITAL

1). Tekanan Darah : 120/80 mmHg

2). Denyut Nadi : 81 x/menit

3). Pernapasan : 20 x/menit

4). Temperatur : 36 0C

5). Tinggi Badan : 160 cm

6). Berat Badan : 54 kg

b). INSPEKSI

Statis: Ekspresi wajah tidak tampak pucat, bahu kanan dan kiri simetris,

tidak ada oedem dan keadaan umum pasien baik

Page 67: 65511061-BAB-I

Dinamis : Saat menggerakan leher ke semua arah gerakan leher terlihat

adanya keterbatasan ditandai dengan raut wajah menahan rasa sakit.

c). PALPASI

Suhu lokal kanan dan kiri sama hangat, ditemukan nyeri tekan pada otot

trapezius dan otot sternocleidomastoideus.

d). PERKUSI

Tidak dilakukan

e). AUSKULTASI

Tidak dilakukan

f). GERAK DASAR

1). Gerak Aktif ( Leher )

(a). Fleksi – Exstensi: Dapat menggerakan tetapi tidak full ROM ada

nyeri dengan koordinasi baik.

(b). Lateral Fleksi kanan – kiri: Dapat menggerakan tetapi tidak full

ROM ada nyeri dengan koordinasi baik.

(c). Siderotasi kanan – kiri: Dapat menggerakan tetapi tidak full ROM

ada nyeri dengan koordinasi baik.

2). Gerak Pasif ( Leher )

Page 68: 65511061-BAB-I

(a). Fleksi – Exstensi: Dapat digerakan tidak full ROM ada nyeri dan

endfel normal

(b). Lateral Fleksi kanan – kiri: dapat digerakan tidak full ROM ada

nyeri dan endfel normal.

(c). Siderotasi kanan – kiri: Dapat digerakan tidak full ROM ada nyeri

dan endfel normal.

3). Gerak Isometrik Melawan Tahanan

Mampu melawan tahanan minimal dari ke semua gerakan leher.

g). KOGNITIF, INTRAPERSONAL & INTERPERSONAL

1). Kognitif: Pasien dapat mengingat memori jangka panjang maupun

memori jangka pendek.

2). Intrapersonal : Baik karena pasien dapat memahami keadaan dirinya

serta pasien mempunyai semangat tinggi untuk sembuh.

3). Interpersonal : Baik karena pasien mampu berkomunikasi baik dengan

terapis dan orang lain.

h). KEMAMPUAN FUNGSIONAL & LINGKUNGAN AKTIVITAS

1). Kemampuan Fungsional Dasar

Pasien mengalami keterbatasan untuk semua gerakan leher yaitu Eleksi–

Exstensi, Lateral Fleksi kanan–kiri dan Siderotasi kanan–kiri.

2). Aktivitas fungsional

Page 69: 65511061-BAB-I

Pasien mengalami keterbatasan dari duduk lama ke berdiri dan saat

mengendarai sepeda motor

3). Lingkungan Aktivitas

Tempat tidur pasien di rumah biasanya menggunakan bantal yang

tebal, lingkungan di rumah sakit tempat dan ruangan pasien menjalani terapi

cukup bersih dan luas, sehingga mendukung untuk kesembuhan pasien dan

dilakukannya terapi.

2 PEMERIKSAAN SPESIFIK (FT C)

a. Pemeriksaan Nyeri dengan VAS ( Visual Analogue Scale )

b. Spasme dengan palpasi

c. Tes Lermhitt ( + )

d. Tes Distraksi ( + )

e. Pemerikasaan LGS ( Lingkup Gerak Sendi ) dengan Midline

c Diagnosa Fisioterapi

1 Impairment

a) Ada nyeri untuk semua gerakan leher

b) Keterbatasan gerak untuk semua gerakan leher

c) Spasme pada otot trapezius dan otot

sternocleidomastoideus

2 Functional Limitation

Page 70: 65511061-BAB-I

Pasien merasa terganggu dengan nyeri yang dirasakan saat mengendarai

sepeda motor.

3 Disability

Dengan kondisi pasien saat ini pasien tidak dapat melakukan pekerjaannya

dengan maksimal

d Program / Rencana Fisioterapi

1 Tujuan

a) Jangka pendek

1). Mengurangi nyeri

2). Meningkatkan Lingkup Gerak Sendi ( LGS )

3). mengurangi spasme

b) Jangka panjang

1). Melanjutklan tujuan jangka pendek

2). Meningkatkan kemampuan fungsional gerak dan fungsi penderita guna

meningkatkan kualitas hidup.

2 Tindakan Fisioterapi

a Teknologi Fisioterapi

1). Teknologi Fisioterapi

a) IR ( Infra Merah )

b) TENS ( Transcutaneus Electrical Nerve Stimulation )

c) SWD ( Short Wave Diatermy )

Page 71: 65511061-BAB-I

d) MWD ( Mikro Wave Diatermy )

e) TERAPI LATIHAN

f) US ( Ultra Sonic )

g) UV ( Ultra Violet )

2). Teknologi Yang Dilaksanakan

a) IR ( Infra Merah) tujuan Dengan adanya kenaikan suhu

atau temperatur akan menimbulkan vasodilatasi pembuluh darah yang

akan menyebabkan terjadinya peningkatan darah kejaringan setempat hal

ini bermanfaat menyembuhkan luka dan mengatsi infeksi dijaringan

superficial. Dengan demikian sinar Infra Merah sangat membantu

meningkatkan suplai darah ke jaringan yang diobati. Seperti diketahui juga

bahwa relaksasi akan mudah dicapai bila jaringan otot tersebut dalam

keadaan hangat dan rasa nyeri tidak ada sehingga dengan demikian bisa

menurunkan spasme dan relaksasi otot.

b) Mengurangi nyeri dengan TENS menggunakan Tori Gate

Kontrol. Ransangan terhadap serabut nosiceptor ( A Delta & C )

menyebabkan substansi gelatinosa tidak aktif sehingga gerbang terbuka

dan ini memungkinkan impuls noksius diteruskan ke sentral sehinggga

sensasi nyeri dirasakan. Bila terjadi aktifitas pada serabut aferen yang

berdiameter besar ( A Beta ) maka akan mengaktivasi sel-sel interneuron

dan substansi gelatinosa dengan kata lain substansi gelatinosa menjadi

aktif sehinggga terjadi peningkatan kontrol presinapsis sehingga gerbang

Page 72: 65511061-BAB-I

akan menutup yang berujung terhinbisinya transmisi impuls nyeri ke

sistam sentral sehingga kualitas nyeri akan menurun. (Newton AR, 1990).

c) Terapi latihan, Hold Rilex dan streching tujuan menambah

LGS dan untuk memperpanjang pemendekan susunan soft tissue secara

patologis agar mudah rilex semakin otot menjadi rilex maka seseorang

dapat bergerak dengan full tanpa adanya rasa nyeri.

b Edukasi

1 Saat tidur supaya tidak menggunakan bantal yang terlalu tebal dan keras.

2 Pasien disarankan untuk memakai collar brace

3 Melarang pasien untuk menggerakan leher secara spontan

4 Untuk mengurangi nyeri saat di rumah bisa dengan kompres panas.

5 Melakukan latihan yang telah diberikan oleh terapis

3 RENCANA EVALUASI

Untuk mengetahui hasil terapi yang diberikan maka dilakukan perencanaan

tentang suatu tindakan berupa evaluasi. Dengan adanya evaluasi maka dapat dinilai

apakah terapi yang diberikan sudah sesuai dengan tujuan terapi atau belum. Evaluasi

yang dilakukan pada kondisi Cervical Root Syndrome meliputi :

a. Pemeriksaan nyeri dengan VAS

b. Pengukuran LGS dengan Midline

c. Pemeriksaan Spasme dengan palpasi

Page 73: 65511061-BAB-I

4 PROGNOSIS

Quo ad Vitam : Dubia at bonam

Quo ad Sanam : Dubia at malam.

Quo ad Fungsionam : Dubia at bonam

Quo ad Cosmeticam : Dubia at bonam.

5 PELAKSANAAN FISIOTERAPI

a. Hari pertama (Rabu, 4 Februari 2009)

1). IR ( Infra Merah )

a) Persiapan alat

Meliputi pemeriksaan kabel apakah kabel dalam keadaan kondisi

baik atau tidak lecet, pemeriksaan lampu IR apakah masih hidup atau

sudah mati, persiapan tabung reaksi untuk tes sensibilitas, kemudian kabel

mesin atau stop kontak di hubungkan dengan arus listrik, mesin

dihidupkan atau dipanasi dengan waktu kurang lebih 5 meni jenis lampu

IR yang digunakan yaitu luminious generator.

b) Persiapan pasien

Posisikan pasien dengan aman dan nyaman yaitu tidur tengkurap

dengan kepala di ganjal pakai bantal, daerah yang diterapi dibebaskan dari

pakaian. Dibersihkan atau dikeringkan dengan handuk pada daerah

tersebut dilakukan tes sensasi panas dan dingin dengan menggunakan

tabung reaksi yang sudah diisi air panas dan satunya air dingin, kedua

Page 74: 65511061-BAB-I

tabung reraksi ditempatkan pada kulit pasien secara bergantian. Apabila

pasien dapat membedakan sensasi panas dan dingin maka IR dapat

diberikan. Pasien diberi penjelasan tentang rasa hangat yang dikeluarkan

oleh IR dan seandainya timbul rasa panas pasien disarankan untuk

memberitahukan terapis. Pasien diberi penjelasan tidak boleh mengubah

posisi alat IR, pasien diberitahu kalau anggota yang diterapi tidak boleh

digeser kemana-mana.

c) Pelaksanaan terapi

Setelah persiapan alat dan pasien selesai selanjutnya lampu IR di

pasang atau diarahkan pada otot trapezius dan otot

sternocleidomastoideus dengan posisi IR tegak lurus dengan jarak kurang

lebih 45 s/d 50 cm, dosis yang digunakan atau waktu terapi 15 menit

hidukan stop kontak intensitas normalis yaitu pasien merasakan hangat

dan nyaman. Setelah waktunya habis maka lampu IR secara otomatis akan

mati sendiri, setelah selesai terapis mengambil atau memindahkan IR dari

atas leher pasien dan membersihkan alat serta merapikan IR dengan cara

menyabut stopkontak atau merapikan alat kembali.

2). TENS ( Transcutaneus Elektrical Nerve Stimulation )

a) Persiapan alat

Pastikan mesin masih dalam keadan baik. Siapkan elektroda yang

sama besar dan elektroda dalam kondisi yang cukup basah atau

menggunakan jeli, di usap rata pada seluruh permukaan elektroda.

Page 75: 65511061-BAB-I

Hindarkan adanya gelembung, jangan terlalu tipis ataupun tebal sehingga

hantaran listrik yang sampai ke jaringan dapat maksimal. Harus

diperhatikan pula pemasangan kabel, metode pemasangan dan penempatan

elektroda sampai pemilihan frekuensi, durasi pulsa, durasi waktu dan

intensitas.

b) Persiapan pasien

Posisikan pasien pada posisi aman dan nyaman, yaitu dengan posisi

tidur tengkurap. Beri penjelasan pada pasien tentang terapi yang akan

dilakukan. Penjelasan bisa berupa nama terapi, mengapa terapi ini dipilih,

rasa yang diharapkan selama terapi dan efek terapi.

c) Pelaksanaan terapi dengan TENS konvensional.

Pasang elektroda dengan anoda (origo) dan katoda (insercio) pada

otot sternocleidomastoideus dan otot trapezius atau pada daerah yang

nyeri. Kemudian hidupkan mesin dan atur arus dengan gelombang bifasik

symetris, fase durasi 200µs, frekuensi 100 Hz, frekuensi modulasi

program 1/1, intensitas 20,5 mA, dan waktu 15 menit. Hidupkan salah satu

saluran sampai penderita merasakan adanya rangsangan berupa tingling,

kemudian naikan intensitasnya sampai terjadi getaran yang kuat tapi tetap

nyaman, sensasi yang dirasakan tidak boleh menimbulkan rasa nyeri atau

kontraksi otot kecil. Setelah 5 menit terapi berjalan, periksalah pasien

untuk mengetahui apa yang dirasakan. Jika pasien tidak lagi merasakan

arus, maka intensitas harus dinaikkan. Pertimbangkanlah untuk

menggunakan busrt atau bentuk modulasi atau ubah durasi dan frekuensi

Page 76: 65511061-BAB-I

pulsa tetap pada parameter yang telah ditentukan. Setelah terapi selesai

turunkan intensitas dan mesin dimatikan. Lepaskan elektroda periksalah

daerah yang diterapi, apakah terdapat warna kemerah-merahan sebagai

tanda iritabilitas dan simpanlah unit TENS sehabis digunakan.

3). Terapi Latihan

a Hold relax

Latihan ini bertujuan untuk menambah luas gerak sendi pada daerah cervical

1). Posisi pasien : Duduk di kursi

2). Posisi terapis : Posisi terapis disamping pasien, satu tangan

memegang kepala bagian lateral dan tangan yang satu memfiksasi pada

bagian akromeon.

3). Pelaksanaan : Pasien menggerakan leher ke arah lateral

fleksi kanan sampai batas luas gerak sendi yang pasien miliki secara

aktif, pasien diminta melakukan kontraksi isometrik dengan meluruskan

ke posisi normal, kemudian terapis memberikan tahanan di kepala

bagian leteral, dengan aba-aba “tahan…tahan!”. Kontraksi

dipertahankan selama 10 detik kemudian pasien diminta merileksasikan,

lalu dilakukan penguluran kearah lateral fleksi kiri secara pasif (Kisner,

1996) gerakan diulang 5 kali.

b Streching atau penguluran

(1) Penguluran otot scaleni

Page 77: 65511061-BAB-I

(a). Posisi pasien duduk di kursi dan terapis berdiri di samping

pasien.

(b). Pelaksanaan terapis menggerakan leher ke homolateral

rotasi, lateral fleksi dan exstensi gerakan ini dilaksanakan secara

perlahan–lahan sampai batas nyeri, apabila sudah mencapai batas

nyeri, sedikit kembali ke posisi rilex untuk dipertahankan dan

selanjutnya dengan kontraksi isometric. Pasien melawan tahanan

pada hitungan ke 6 kemudian rilex sambil menghembuskan nafas,

kemudian terapis memberikan penguluran ke arah homolateral

rotasi, lateral fleksi dan exstensi.

(2) Penguluran otot trapezius

Posisi pasien duduk dan terapis berdiri di samping pasien

pelaksanaan pada otot ini paling epektif bila dilakukan transvers

streching langsung pada m. trapezius dengan kedua tangan.

Peregangan dengan cara leher posisi lateral fleksi kontra lateral

sampai hitungan ke 5. pada hitungan ke 6 pasien diminta untuk

menghembuskan nafas dan terapis mendorong pundak ( shoulder

girdle ) ke arah caudal bersamaan dengan tehnik contrak rilex.

b. Terapi hari kedua (Sabtu, 7 Februari 2009)

Page 78: 65511061-BAB-I

Terapi yang diberikan sama pada hari pertama tgl 4, 7, 11, 14 18, sampai

dengan hari ke enam tgl. 21 Februari 2009.

6 EVALUASI

1. Nyeri dengan VAS (Visual Analogue Scale )

NO Keterangan Terapi

1 tgl. 4-

2-09

Terapi

2 tgl.

7-2-09

Terapi

3 tgl.

11-2-

09

Terapi

4 tgl.

14-2-

09

Terapi

5 tgl.

18-2-

09

Terapi

6 tgl.

21-2-

091 Nyeri diam pada posisi

tidur terlantang

0 0 0 0 0 0

2 Nyeri tekan pada otot

trapezius dan otot

sternocleidomastoideu

s

4 4 4 3 3 2

3 Nyeri gerak setelah

digerakan Fleksi–

Exstensi, Lateral

Fleksi –kanan dan

Siderotasi kanan – kiri.

7 7 7 6 6 5

Tabel 2.3. Hasil pemeriksaan nyeri dari terapi pertama s/d ke enam.

2. LGS ( Lingkup Gerak Sendi ) dengan Midline

a. Hari rabu tgl. 4 februari 2009

NO Gerakan Posisi awal Setelah

digerakan

hasil

1 Fleksi 10 cm 8 cm 2 cm

Page 79: 65511061-BAB-I

2 Exstensi 10 cm 8 cm 2 cm3 Lateral fleksi dextra 20 cm 18 cm 2 cm4 Lateral fleksi

sinistra

20 cm 18 cm 2 cm

5 Siderotasi dextra 22 cm 19 cm 3 cm6 Siderotasi sinistra 22 cm 19 cm 3 cm

b. Hari sabtu tgl. 7 februari 2009

NO Gerakan Posisi awal Setelah

digerakan

hasil

1 Fleksi 10 cm 7 cm 3 cm2 Exstensi 10 cm 7 cm 3 cm3 Lateral fleksi dextra 20 cm 18 cm 2 cm4 Lateral fleksi

sinistra

20 cm 18 cm 2 cm

5 Side rotasi dextra 22 cm 19 cm 3 cm6 Side rotasi sinistra 22 cm 19 cm 3 cm

c. Hari rabu tgl. 11 februari 2009

NO Gerakan Posisi awal Setelah

digerakan

hasil

1 Fleksi 10 cm 7 cm 3 cm2 Exstensi 10 cm 7 cm 3 cm3 Lateral fleksi dextra 20 cm 17 cm 3 cm4 Lateral fleksi

sinistra

20 cm 17 cm 3 cm

5 Siderotasi dextra 22 cm 19 cm 3 cm6 Siderotasi sinistra 22 cm 19 cm 3 cm

d. Hari sabtu tgl. 14 februari 2009-07-02

NO Gerakan Posisi awal Setelah

digerakan

hasil

1 Fleksi 10 cm 6 cm 4 cm2 Exstensi 10 cm 6 cm 4 cm

Page 80: 65511061-BAB-I

3 Lateral fleksi dextra 20 cm 17 cm 3 cm4 Lateral fleksi sinistra 20 cm 17 cm 3 cm5 Siderotasi dextra 22 cm 19 cm 3 cm6 Siderotasi sinistra 22 cm 19 cm 3 cm

e. Hari rabu tgl. 18 februari 2009

NO Gerakan Posisi awal Setelah

digerakan

hasil

1 Fleksi 10 cm 6 cm 4 cm2 Exstensi 10 cm 6 cm 4 cm3 Lateral fleksi dextra 20 cm 16 cm 4 cm4 Lateral fleksi

sinistra

20 cm 16 cm 4 cm

5 Siderotasi dextra 22 cm 18 cm 4 cm6 Side rotasi sinistra 22 cm 18 cm 4 cm

f. Hari sabtu tgl. 21 februari 2009

NO Gerakan Posisi awal Setelah

digerakan

hasil

1 Fleksi 10 cm 6 cm 4 cm2 Exstensi 10 cm 6 cm 4 cm3 Lateral fleksi dextra 20 cm 16 cm 4 cm4 Lateral fleksi

sinistra

20 cm 16 cm 4 cm

5 Siderotasi dextra 22 cm 17 cm 5 cm6 Siderotasi sinistra 22 cm 17 cm 5 cm

Tabel 2.4. Hasil pemeriksaan LGS leher mulai dari terapi pertama s/d ke enam

3. Spasme dengan palpasi

NO Terapi Palpasi pada m. Trapezius & m.

sternocleidomastoideus

Page 81: 65511061-BAB-I

1 Terapi pertama tgl. 4-2-2009 Spasme masih ada

2 Terapi kedua tgl. 7-2-2009 Spasme masih ada

3 Terapi ketiga tgl.11-2-2009 Spasme berkurang

4 Terapi keempat tgl 14-2-2009 Spasme berkurang

5 Terapi kelima tgl. 18-2-2009 Spasme sudah tidak ada

6 Terapi keenam tgl. 21-2-2009 Spasme sudah tidak ada

Tabel 2.5. Hasil pemeriksaan spasme dari terapi pertama s/d ke enam.

7 HASIL TERAPI TERAKHIR

Pasien yang bernama Ny. Wartini yang berumur 45 tahun (wanita) setelah mendapat terapi

dengan modalitas IR, TENS dan TERAPI LATIHAN sebanyak 6X diperoleh hasil:

a Ada penurunan nyeri tekan pada T6 tgl. 21- 02 – 2009 yakni dari niali 4

menjadi 2 dan penurunan nyeri gerak pada terapi hari ke 6 yakni dari 7 menjadi 5.

b Ada peningkatan Lingkup Gerak Sendi ( LGS ) pada terapi ke enam yaitu:

1). Gerakan Fleksi dari 2 menjadi 4

2). Exstensi dari 2 menjadi 4

3). Lateral Fleksi Kanan dari 2 menjadi 4

4). Lateral fleksi kiri dari 2 menjadi 4

5). Side rotasi kanan dari 3 menjadi 5

6). Side rotasi kiri dari 3 menjadi 5

c Ada penurunan spasme dari terapi pertama spasme masih ada pada terapi ke

enam spasme sudah tidak ada dan ada peningkatan aktivitas fungsional.

Page 82: 65511061-BAB-I

C. PEMBAHASAN KASUS

Dari evaluasi yang dilakukan sebanyak 6 kali pada pasien dengan kondisi Cervical Root

Síndrome ini yang dijumpai masalah yaitu Nyeri, penurunan LGS (Lingkup Gerak Sendi) dan

Spasme proses pengurangannya sebagai berikut:

Dengan pemberian sinar infra merah (IR) dapat menurunkan spasme dan relaksasi otot.

Hal itu disebabkan karena dengan penyinaran, relaksasi akan mudah dicapai bila jaringan

tersebut dalam keadaan hangat dan rasa nyeri tidak ada. Radiasi sinar infra merah disamping

dapat mengurangi rasa nyeri, dapat juga menaikan suhu atau temperatur jaringan sehingga

dengan demikian bisa menghilangkan spasme dan relaksasi pada otot juga meningkatkan

kemampuan otot untuk berkontraksi. Spasme yang terjadi akibat penumpukan asam laktat dan

sisa-sisa pembakaran dapat dihilangkan dengan pemberian pemanasan, hal ini akan terjadi oleh

karena pemanasan akan mengaktifkan glandula gudoifera (kelenjar keringat) di daerah jaringan

yang diberikan penyinaran atau pemanasan sehingga dengan demikian akan meningkatkan

pembuangan sisa-sisa metabolisme melalui keringat. (Sujatno, 1993).

Page 83: 65511061-BAB-I

Penurunan nyeri dengan aplikasi TENS menggunakan Tori Gate Kontrol mekanismenya

yaitu sebagai berikut. Ransangan terhadap serabut nosiceptor (A Delta & C) menyebabkan

substansi gelatinosa tidak aktif sehingga gerbang terbuka dan ini memungkinkan impuls noksius

diteruskan ke sentral sehinggga sensasi nyeri dirasakan. Bila terjadi aktifitas pada serabut aferen

yang berdiameter besar (A Beta) maka akan mengaktivasi sel-sel interneuron dan substansi

gelatinosa dengan kata lain substansi gelatinosa menjadi aktif sehinggga terjadi peningkatan

kontrol presinapsis sehingga gerbang akan menutup yang berujung terhinbisinya transmisi

impuls nyeri ke sistam sentral sehingga kualitas nyeri akan menurun. (Newton AR, 1990).

Pengaruh exercise terapi terhadap penurunan nyeri dan peningkatan LGS, Terapi latihan

dalam bentuk relaksasi dapat memberikan efek pengurangan nyeri, baik secara langsung maupun

memutus siklus nyeri spasme nyeri. Gerakan yang ringan dan perlahan merangsang

propioceptor yang merupakan aktivasi dari serabut afferent berdiameter besar. Hal ini akan

mengakibatkan menutupnya spinal gate (Sri Mardiman, 2001). Apabila terjadi perlengketan

jaringan ikat secara histology terjadi abnormal cros link, jika dilakukan peregangan atau

streching akan terjadi perobekan pada cros link sehingga menimbulkan nyeri. Nyeri leher karena

regangan atau penguluran dan akan mengaktivasi Gamma Motor Neuron (GMN) sehingga

terjadi iskemia dan mengakibatkan nyeri. Metode peregangan atau streching dapat secara selektif

dan tidak hanya pada tendon saja, tetapi mencapai permysium, epysium dan ensonysium.

Sedangkan untuk pelaksanaan streching itu harus dengan posisi yang benar dan dengan suara

atau perintah yang jelas tidak keras, sehingga pelaksanaan dapat berlangsung baik dan otot yang

semakin diulur atau dikontraksikan akan mudah rilex semakin otot menjadi rilex maka seseorang

dapat bergerak dengan full tanpa adanya rasa nyeri. Streching adalah istilah umum yang

digunakan untuk menggambarkan atau menguraikan beberapa manuver pengobatan yang

Page 84: 65511061-BAB-I

ditujukan untuk memperpanjang pemendekan susunan soft tissue secara patologis dan menambah

LGS. (Sugiyanto, 2002).

Page 85: 65511061-BAB-I
Page 86: 65511061-BAB-I
Page 87: 65511061-BAB-I
Page 88: 65511061-BAB-I
Page 89: 65511061-BAB-I
Page 90: 65511061-BAB-I
Page 91: 65511061-BAB-I
Page 92: 65511061-BAB-I
Page 93: 65511061-BAB-I
Page 94: 65511061-BAB-I
Page 95: 65511061-BAB-I
Page 96: 65511061-BAB-I
Page 97: 65511061-BAB-I
Page 98: 65511061-BAB-I
Page 99: 65511061-BAB-I
Page 100: 65511061-BAB-I
Page 101: 65511061-BAB-I
Page 102: 65511061-BAB-I
Page 103: 65511061-BAB-I