64907510 110914 Etika Kristen Agustinus Titi Pengambilan Keputusan Etis
-
Upload
debby-mariane -
Category
Documents
-
view
149 -
download
0
description
Transcript of 64907510 110914 Etika Kristen Agustinus Titi Pengambilan Keputusan Etis
-
5/21/2018 64907510 110914 Etika Kristen Agustinus Titi Pengambilan Keputusan Etis
1/11
14/09/
Rev. Agustinus Titi, S.H., M.R.E.
14 September 2011
Pengambilan Keputusan Etis
PENGAMBILAN KEPUTUSAN ETIS
JUDUL BUKU: PENGAMBILAN KEPUTUSAN ETIS
DAN FAKTOR-FAKTOR
DI DALAMNYA
PENULIS : MALCOLM BROWNLEE
PENERBIT : BPK GUNUNG MULIA JAKARTA (1991)
BAB I ARTI KEPUTUSAN ETIS
I. Tujuan Penulis
Buku ini memusatkan perhatian kepada keputusan-
keputusan yang kita ambil tentang perbuatan lahir, tetapi
juga menguraikan iman, karakter dan lingkungan karena
faktor-faktor ini mempunyai peran penting dalam
keputusan-keputusan kita. Dalam buku ini kita akan
mempelajari terutama bagaimana mengetahui apa yang baik,
tetapi juga akan berusaha untuk memahami faktor-faktor
yang menguatkan kemauan kita untuk melakukan perbuatanyang kita anggap baik (halaman 25).
II. Mengapa Buku Ini Penting?
Buku ini bermaksud untuk membantu perkembangan pembaca
sebagai pembuat keputusan-keputusan etis supaya pertimbangan
etis pembaca menjadi lebih peka kepada kehendak Allah dan
perbuatan-perbuatan pembaca menjadi lebih baik. Buku ini
mengenai metode membuat keputusan yang baik dan hal-hal
yang mempengaruhi metode ini, tetapi tidak mengganti usaha
pembaca. Mudah-mudahan buku ini membantu pembaca berpikirdan berbicara dengan lebih terang tentang masalah-masalah etis
(halaman 26).
III. Definisi Etika
1. Kata Yunani Ethos adalah asal kata Etika yang berarti
kebiasaan, baik kebiasaan individu maupun kebiasaanmasyarakat. Dalam abad ini etika memusatkanpenyelidikannya pada kebenaran atau kesalahanperbuatan-perbuatan lahir, tetapi dalam dua dasawarsayang terakhir ini banyak ahli etika menekankanpentingnya kepribadian dan lingkungan(halaman 25).
2. Etika dan Etis hampir sama dengan moralitas dan moral.Akan tetapi dalam pemakaian ilmiah moralitas biasanyamenyangkut kebaikan dan keburukan kelakuan lahir yangsebenarnya terjadi. Sedangkan etika menyangkut pemikiranyang sistimatis tentang kelakuan itu serta motivasi dankeadaan batin yang mendasarinya.
3. Etika adalah penyelidikan tentang apa yang baik atau
benar atau luhur dan apa yang buruk
atau salah atau jahat dalam kelakuan manusia.
4. Etika menaruh perhatian kepada norma-norma yang
membimbing perbuatan manusia dan cita-cita
yang membentuk tujuan manusia.
5. Etika Kristen berusaha untuk menolong manusia
untuk berpikir dengan lebih terang tentang
kehendak Allah supaya mereka dapat
mengembangkan hidupnya sendiri dan
kehidupan masyarakat yang lebih sesuai dengan
kehendak Allah (halaman16).
-
5/21/2018 64907510 110914 Etika Kristen Agustinus Titi Pengambilan Keputusan Etis
2/11
14/09/
IV. Ciri Ciri Keputusan Etis
1. Menyangkut pertimbangan tentang apa yang benar dan apa yang
salah, apa yang baik dan apa yang buruk.
2. Menyangkut pilihan yang sukar karena seringkali, keputusan kita
bukan antara hitam dan putih, melainkan dua corak yang kelabu.
3. Keputusan-keputusan etis tidak mungkin dielakkan karena sewaktu
kita dihadapkan dengan pilihan etis, tidak mungkin kita tidak
mengambil keputusan.
4, Kita hanya bisa memahami pengambilan keputusan etis kalau kita
memperhitungkan juga hal-hal yang tidak dipertimbangkan pada saat
pengambilan keputusan itu.
BAB IV IMAN
I. Iman sebagai kepercayaan dan kesetiaan kepada hal yang
dianggap terpenting
1. Contoh-contoh pengaruh iman atas kelakuan
2. Kepercayaan dan kesetiaan
Iman selalu mengandung kepercayaan. Beriman kepada
Allah berarti mempercayai-Nya lebih dari pada segala
sesuatu yang lain.
3. Iman dan nilai-nilai
Nilai adalah sesuatu yang dianggap bernilai atau penting.
Beberapa nilai yang biasa ialah keluarga, gereja, kekuasaan,
pengetahuan, harta, keadilan, kesalehan, kedamaian dan TuhanAllah.
II. Iman sebagai hubungan perorangan dengan Allah
1. Hubungan dengan Pribadi Ilahi
2. Doa dan sikap doa
3. Kesalehan dan pelayanan sosial
4. Pengaruh persekutuan dengan Allah atas diri manusia
5. Pengaruh persekutuan dengan Allah atas sikap terhadap dunia
III. Iman sebagai pengikutsertaan dalam pekerjaan Allah
1. Dapatkah manusia mengerti apa yang dikerjakan
oleh Allah ?
a. Pekerjaan Allah bersifat tersembunyi
b. Bukan hanya Allah yang bekerja dalam dunia,
manusia dan kuasa-kuasa gelap juga bekerja.
c. Kepentingan diri sendiri merintangi penglihatan kita.
2. Tempat-tempat pekerjaan Allah
a. Allah bekerja dalam kehidupan perorangan.
b. Allah bekerja dalam dan melalui kehidupan Gereja.
IV. Iman sebagai pendirian tentang apa yang benar
Iman dalam arti yang pokok bukan persetujuan
intelektual tentang kumpulan ajaran dan dogma, tetapi
Iman adalah hubungan perseorangan yang mengandung
kepercayaan, kesetiaan dan kasih. Iman adalah
Penyerahan kepada kehendak Allah dan partisipasi dalam
Pekerjaan Allah. Kepercayaan kita tentang sifat-sifat dan
Pekerjaan Allah sangat mempengaruhi kelakuan kita.
Pengaruh ajaran-ajaran Theologia kepada Etika.
1. Inkarnasi Kristus, bahwa Putra Allah menjadi manusia.
a. Dalam inkaransi dinyatakan pentingnya hal-hal materi. Yesus Kristus mempunyai baik
tubuh maupun jiwa manusia.
b. Inkarnasi juga menyatakan arti kesalehan yang wajar. Ada orang Kristen yang
menganggap kesalehan sebagai kebajikan yang terutama.
2. Penyaliban Yesus
a. Penyaliban menyatakan kedasyatan dosa. Penyaliban menyatakan bahwa dosa kita bukan
hal yang remeh, karena dosa manusia Putra Allah menderita dan mati.
b. Berita yang terutama dari salib bukanlah bahwa kita dihakimi, melainkan bahwa kita
diampuni.
3. Kebangkitan Yesus Kristus
a. Yesus Kristus yang bangkit dari antara orang mati, hidup dan ada di antara kita.
b. Kebangkitan Kristus menyatakan bahwa zaman baru telah memasuki dunia dan sedang
berkembang di sini.
c. Dunia tempat kebangkitan Kristus adalah dunia yang penuh harapan.
-
5/21/2018 64907510 110914 Etika Kristen Agustinus Titi Pengambilan Keputusan Etis
3/11
14/09/
V. Iman: Empat Unsur dalam Satu Perkara
Ada empat unsur tentang Iman yang tak terpisahkan:
1. Iman adalah kepercayaan dan kesetiaan
2. Iman adalah tanggapan kepada panggilan Allah
3. Iman adalah tanggapan kepada pekerjaan Allah
dalam dunia
4. Iman adalah pendirian kebenaran.
BAB V TABIAT/KARAKTER
I. Tabiat sebagai sumber perbuatan-perbuatan Lahiriah
Perbuatan-perbuatan serta sifat-sifat, tabiat dan kepribadian
adalah dua unsur penting dalam etika Kristen. Kita harus melakukan
perbuatan-perbuatan yang baik dan juga harus menjadi orang-orang
yang baik. Dua unsur ini berhubungan erat satu sama lain, sepertipohon dan huahnya. Tabiat yang baik menghasilkan perbuatan-
perbuatan yang baik.
Kata Yunani ethos (kata akar dari kata Yunani ethika yang
diterjemahkan etika)berarti sikap dasar seseorang. Semula ethos
berarti rumah. Kemudian kata itu dipakai untuk rumah di batin
manusia, yaitu sikap batinnya, tabiatnya dan kepribadiannya. Ethos
sebagai sumber setiap tindakan manusia.
Arti Tabiat
Tabiat dapat didefinisikan sebagai susunan batin seseorang
yang memberi arah dan ketertiban kepada keinginan,
kesukaan dan perbuatan orang itu. Susunan itu dibentuk
oleh interaksi antara diri orang dengan lingkungan
sosialnya dan Allah. Tabiat mengandung suara hati yaitu
pengetahuan tentang apa yang baik dan apa yang buruk.
Tabiat juga mengandung kecenderungan dan motivasi
untuk berbuat selaras dengan susunan batin kita. Tabiat
juga mengandung kesukaan, kemauan dan keinginan kita.
Dalam Etika Kristen sifat yang baik disebut kebajikan.
II. Pentingnya Tabiat dalam Etika Kristen
Tabiat dalam istilah Alkitab Perjanjian Baru
adalah hidup baru dimana Kristus tidak
hanya memberikan kepada pengikut-
pengikut-Nya hukum baru yang menuntut
perbuatan-perbuatan lahiriah, tetapi juga
hidup baru. Hubungan dengan Tuhan
mengubah hati dan kepribadian kita (2
Korintus 5:17).
III. Hubungan Tabiat dengan Hukum dalam ajaran
Yesus
Tuhan Yesus lebih menekankan pembaruan hatimanusia dari pada penyataan lahiriah dengan
hukum-hukum. Ketaatan kepada hukum harus
disertai dengan sikap kasih kepada sesama dan
ketaatan kepada Allah. Allah tidak hanya
memandang pelaksanaan hukum Taurat yang
lahiriah, melainkan lebih memperhatikan motif
yang mendasari perbuatan manusia.
IV. Apakah perhatian pada Tabiat diri sendiri patut?
Harus diakui tentang kemungkinan adanya perhatian yang
berlebihan kepada tabiat. Orang dapat menjadikan
tabiatnya sebagai fokus utama dalam pertimbangannya
tentang kehidupan etis. Sikap seperti ini berbahaya.
Pertama, bahwa orang itu lebih memperhatikan tabiat diri
sendiri dari pada Allah (Lukas 18:11). Kedua,bahwa orang
itu juga sering kehilangan kebebasan yang datang oleh
pembenarannya oleh Yesus Kristus.
Tabiat orang Kristen tidak bisa dibiarkan terlepas dari
Kristus. Kebaikan kita adalah selalu sebagai karunia dari
Dia bukan sebagai hasil usaha kita.
-
5/21/2018 64907510 110914 Etika Kristen Agustinus Titi Pengambilan Keputusan Etis
4/11
14/09/
V. Pengaruh-pengaruh yang membentuk Tabiat
Dalam membahas tabiat perlu dibedakan antara bagian
diri kita yang diberikan kepada kita dan bagian diri kita
yang dibentuk oleh usaha kita sendiri. Sebagian dari diri
kita ditentukan oleh pembawaan biologis, oleh lingkungan
sosial dan oleh faktor-faktor lain yang tidak kita pilihsendiri. Bagian ini tidak boleh diabaikan. Bagian yang
diberikan itu merupakan bahan mentah tabiat kita. Bagian
ini menyediakan kemungkinan-kemungkinan dan
kemampuan-kemampuan yang dapat dibentuk dan
dikembangkan untuk menyediakan tabiat dan kepribadian
kita, Unsur-unsur bagian ini dapat diberi bentuk tertentu,
juga dapat dikendalikan atau diarahkan ke jurusan tertentu
tetapi tidak dapat dihapuskan sama sekali.
VI. Perkembangan Tabiat Kristen
Di dalam perkembangan tabiat harus ada pembongkaran
dan pembangunan. Ada diskontinuitas/pemutusan
dengan dosa dalam tabiat kita. Ada
kontinuitas/kelangsungan unsur-unsur tabiat kita yang
diperkenankan Allah. Alkitab Perjanjian Baru memakai
istilah kematian manusia lama dan kebangkitan manusia
baru untuk menerangkan pembongkaran dan
pembangunan ini. Bagian hidup kita yang tidak sesuai
dengan kehendak Tuhan harus disesali dan dijauhi.
Bagian hidup kita yang berakar dalam Allah dan berpusat
pada-Nya harus dihidupkan dan dikembangkan.
VII. Ciri-ciri Tabiat Kristen
1. Integritas
Kelakuan moral yang baik perlu berakar dalam identitas
yang utuh dan hati yang bulat. Integritas tidak hanya
berarti kejujuran kepada orang lain melainkan juga berarti
kesungguhan dan kebulatan di dalam diri sendiri.
2. Pengertian tentang kehendak Allah dan kepekaan
kepada apa yang baik
Dalam doanya di Filipi 1:9-10, Rasul Paulus memakai dua
kata yang penting bagi etika Kristen: aisthesis(pengertian atau penglihatan) dan dokimazein (memilih
atau mengerti).
BAB VI LINGKUNGAN SOSIAL
I. Pengaruh masyarakat atas kehidupan moral
1. Manusia dalam masyarakat
Setiap masyarakat mempunyai adat yang terdiri dari nilai-nilai,
norma-norma, sistim hukum dan aturan-aturan. Adat
berfungsi sebagai tata kelakuan yang mengatur,
mengendalikan dan memberi arah kepada kelakuan dan
perbuatan manusia dalam masyarakat. Pranata-pranata sosial
melaksanakan kontrol pengendalian sosial yang bersifat positif
(menghargai perilaku yang dikehendaki) maupun negatif
(menghukum yang tidak dikehendaki). Masyarakat hanya bisaberjalan kalau mempunyai kemampuan untuk menertibkan
yang menyimpang.
2. Masyarakat dalam manusia
Pengaruh masyarakat yang terpenting bukan kontrol dari
luar diri kita melainkan kontrol yang mengarahkan
kehidupan kita dari batin kita, Norma-norma dan nilai-nilaimasyarakat tidak hanya diselenggarakan oleh kuasa dari luar
diri kita, tetapi tertanam dalam batin kita.
2. Pengaruh lingkungan sebagai karunia Allah.
Kenyataan bahwa kita dipengaruhi oleh orang-orang lain
tidak harus dinilai negatif.
2. Unsur dosa dalam pengaruh lingkungan.
Pengaruh negatif dari masyarakat dapat mempersempit
penglihatan kita dan mengurangi kebebasan kita untuk
berpikir jujur dengan hati terbuka kepada bimbingan Tuhan.
5. Lingkungan mana bagi kita?
a. Siapakah yang mempengaruhi kita?
b. Siapakah sesama manusia kita?
c. Gereja sebagai lingkungan
-
5/21/2018 64907510 110914 Etika Kristen Agustinus Titi Pengambilan Keputusan Etis
5/11
14/09/
6. Hubungan antara lingkungan sosial dan tabiat
a. Kemampuan berpikir untuk diri sendiri
b. Perlunya tabiat yang kuat untuk terbukaterhadap pandangan yang berbeda
c. Perlunya tabiat yang kuat dalam
masyarakat moderen
II. Gereja sebagai lingkungan Kristen
Etika Kristen adalah etika persekutuan Kristen, bukan
etika yang berdasarkan pertimbangan orang yang
terpisah dari orang Kristen yang lain tentang apa yang
baik dan apa yang buruk.
Dalam Perjanjian Baru orang Kristen tidak seorang diri
menghadapi masalah-masalah etis yang sukar. Kelakuan
dan kehidupan orang Kristen selalu dalam, dengan dan
untuk persekutuan saudara-saudaranya dalam Kristus.
Maka dalam pengambilan keputusan etis kita
bertanggung jawab memilih yang menguntungkan orang
lain dan membangun jemaat.
Tujuh peran gereja dalam etika:
1. Gereja sebagai jemaat bertanggung-jawab etis
2. Gereja sebagai jemaat pengampunan
3. Gereja sebagai jemaat pendidikan moral
4. Gereja sebagai pembentuk tabiat moral
5. Gereja sebagai jemaat pendukung moral
6. Gereja sebagai jemaat diskusi moral
7. Gereja sebagai jemaat perbuatan moral
BAB VII NORMA-NORMA
I. Perbedaan pendapat tentang peran
norma-norma dalam Etika Kristen
Kebanyakan orang merasa bahwa norma-norma dan
hukum-hukum mempunyai peran besar dalam
bidang etika. Kata kesusilaan yang artinya sama
dengan etika terdiri dari dua kata Sanskerta: sila
yang berarti norma kehidupan dan su yangberartibaik. Etika menyangkut kelakuan yang menuruti
norma-norma yang baik.
Namun demikian peran norma-norma dan hukum-hukum dalam
kehidupan orang Kristen terus menerus dipersoalkan dan digumuli
dalam sejarah gereja. Peran hukum dalam etika Kristen disangkal
karena alasan-alasan theologis oleh Karl Barth, Dietrich Bonhoeffer,
Richard Niebuhr dan Paul Lehmann. Mereka menganggappenggunaan hukum-hukum tidak sesuai dengan kedaulatan dan
kasih karunia Tuhan Allah. Orang Kristen harus mematuhi dan
mempercayai Allah saja, bukan hukum-hukum.
Peran hukum dalam etika Kristen juga dipersoalkan karena alasan-
alasan empiris/praktis oleh Joseph Fletcher, John Robinson dan
mereka yang menganut etika situasi atau moralitas baru. Mereka
berpendapat bahwa peraturan-peraturan moral sering kali
menghambat keterbukaan orang terhadap situasi baru dan
bertentangan dengan kasih kepada orang lain.
Pada pihak lain perlunya peraturan-peraturan moral dalam etika
Kristen dibela oleh Theolog-Theolog Protestan seperti Paul
Ramsey, James Gustafson, John Bennett, Edward Leroy Long,
Gene Outka dan hampir semua Theolog Katolik.
Dalam Perjanjian Baru sikap orang Kristen terhadap hukum sering
dibicarakan namun tidak mudah dimengerti. Ada ayat-ayat yang
menolak penggunaan hukum, juga ada ayat-ayat yang secara jelas
mendukung hukum-hukum dari Perjanjian Lama dan memberi
hukum-hukum baru. Rasul Paulus percaya bahwa Kristus telah
membatalkan hukum Taurat dengan segala perintah dan
ketentuannya (Efesus 2:15). Dia berkata, Kamu tidak
dibawah hukum Taurat tetapi dibawah kasih karunia
(Roma 6:14; Galatia 5:18).
-
5/21/2018 64907510 110914 Etika Kristen Agustinus Titi Pengambilan Keputusan Etis
6/11
14/09/
Ada Lima pertanyaan yang timbul dalam pembicaraan
Alkitab dan theologia Kristen tentang peran norma-
norma dalam kehidupan moral. Pertama,apakah orang
yang diselamatkan oleh kasih karunia Allah harus
mematuhi norma-norma dan peraturan-peraturan?
Kedua,apakah kepatuhan kepada peraturan-peraturan
bertentangan dengan kedaulatan Allah? Ketiga,apakah
kepatuhan kepada peraturan-peraturan dapat
disesuaikan dengan keperluan-keperluan khas yang
timbul dalam situasi yang baru? Keempat,apakah hukum
kasih saja cukup, atau apakah diperlukan peraturan-
peraturan yang lebih terperinci? Kelima,bagaimana
hubungan antara peraturan-peraturan dengan hukum-
hukum yang tertulis dalam hati kita?
Norma adalah patokan yang dipakai untuk menilai
perbuatan manusia dan menolong orang mengambil
keputusan yang benar. Ada dua jenis norma yang
terpenting, yaitu prinsip-prinsip dan peraturan-peraturan.
Prinsip biasanya lebih umum dari pada peraturan. Prinsip
memberi bimbingan umum tetapi tidak menentukanperbuatan-perbuatan spesifik yang dilarang, dibolehkan
atau diharuskan; contoh: segala sesuatu yang kamu
kehendaki supaya orang perbuat kepadamu, perbuatlah
demikian kepada mereka (Matius 7:12).
Peraturan lebih spesifik menentukan perbuatan-
perbuatan yang dilarang, dibolehkan atau duharuskan.
Contoh: Jangan membunuh.
II. Lima Masalah
1. Norma-norma dan kasih karunia AllahBagaimana hubungan antara Injil dan hukum-hukum? Di Yohanes
1:17 tertulis: Hukum Taurat diberikan oleh Musa, tetapi kasih
karunia dan kebenaran datang oleh Yesus Kristus. Rasul Paulus
berkata, Kamu tidak berada dibawah hukum Taurat tetapi dibawah
kasih karunia (Roma 6:14). DASAR Etika Kristen ialah kasih karunia
Allah yaitu kesediaan-Nya untuk menerima kita sebagai anak-anak-
Nya yang kekasih apapun jasa dan kebajikan kita. Kita tidak
memperoleh kasih Allah karena mematuhi hukum, melainkan
dianugerahkan kepada kita oleh Allah dengan Cuma-Cuma. Ia
mengasihi kita sekalipun kita orang-orang yang berdosa. Kristustelah mati bukan untuk orang-orang benar tetapi untuk orang-orang
yang mengakui kesalahannya. Kasih karunia ini mendasari kelakukan
orang Kristen dan memberi daya kepadanya.
2. Norma-norma dan kedaulan TuhanMenurut Karl Barth, Dietrich Bonhoeffer dan Emil Brunner proses
menyusun dan penerapan peraturan-peraturan bertentangan
dengan kedaulatan Allah. Peraturan-peraturan, termasuk hukum-
hukum Alkitab, dapat menjadi penghalang antara kita dengan Allah.
Kita harus mematuhi Allah, bukan peraturan-peraturan. Dalam
proses penggunaan peraturan-peraturan manusia merebut takhta
Allah.
Barth, Bonhoeffer dan Brunner tidak sama sekali menolak norma-
norma etis. Hukum-hukum dari Alkitab dapat dipakai sebagai
petunjuk yang menerangkan situasi kita. Hukum-hukum ini juga
menolong kita untuk melihat batas-batas yang tidak boleh kita
lampaui. Tetapi hukum-hukum itu tidak dapat dipakai sebagaiperaturan-peraturan yang kita terapkan pada kasus-kasus spesifik.
Kita perlu memperhatikan peringatan Barth dan kawan-
kawan, namun kalau kita menolak penggunaan norma-
norma dalam usaha kita untuk mengetahui kehendak
Tuhan, kita menghadapi dua risiko. Pertama,mungkinkita dibimbing oleh intuisi saja, yang tidak selalu
memberi bimbingan yang baik dan tidak dapat
diterangkan kepada orang lain. Kedua,mungkin kita
dibimbing oleh norma-norma tanpa menyadari
bimbingan itu dan tanpa perhatian yang memadai
kepada cara kita menggunakan norma-norma (Barth
ditimpa kedua bahaya itu).
3. Norma-norma dan situasiBagaimana hubungan antara norma-norma dan situasi dengan
kasus-kasus yang spesifik? Apakah penggunaan peraturan-
peraturan menghambat keterbukaan kita kepada keperluan-
keperluan khas yang timbul dalam situasi yang baru? Pertanyaan-pertanyaan ini dikemukakan dengan cara yang menarik oleh para
tokoh etika situasi terutama Joseph Fletcher dan John A.T.Robinson.
Etika situasi menolak pandangan bahwa ada peraturan-peraturan
yang berlaku dalam setiap situasi. Menurut etika situasi orang
Kristen harus bebas untuk menjawab keperluan-keperluan situasi
yang khas. Ia perlu tidak dibelenggu oleh peraturan-peraturan.
Setiap situasi unik dan tidak ada dua situasi yang sama karena itu
tidak mungkin dibuat peraturan-peraturan yang berlaku dalam
situasi-situasi yang khas.
-
5/21/2018 64907510 110914 Etika Kristen Agustinus Titi Pengambilan Keputusan Etis
7/11
14/09/
Ada persamaan antara etika situasi dengan pandangan Barth,
Brunner dan Bonhoeffer. Mereka semua menolak kewibawaan
norma-norma. Namun keberatan etika situasi terhadap norma-
norma tidak berdasarkan atas keyakinan theologia tentang
kedaulatan Allah (yang dianut Barth, Brunner dan Bonhoeffer)
melainkan atas realisme etis. Mereka ingin mempertahankan
keterbukaan orang Kristen untuk bertindak secara realistis dalam
setiap situasi. Menurut etika situasi tidak ada perbuatan yang
selalu baik atau selalu jahat. Baik dan jahat bergantung kepada
situasi. Berbohong dalam satu situasi memang jahat, tetapi dalam
situasi yang lain berbohong itu baik dan diperlukan. Fletcher
memberi banyak contoh perbuatan-perbuatan seperti membunuh,
mencuri dan berzinah yang menurut dia dapat dibenarkan karean
sesuai dengan keperluan situasi.
4. Kasih dan norma-norma yang lebih terperinci
a. Arti kasih KristenAlkitab memakai kata agape sebagai kata pokok untuk
kasih yang menandai bahwa kasih Kristen mempunyai
ciri khas yang berbeda dengan arti kasih yang biasa.
Storge (kasih dalam keluarga, orang tua-anak), philia
(persahabatan) dan eros (kasih yang tertarik kepada
sesuatu yang dianggap baik atau bermanfaat) tidak
dianggap salah dalam Alkitab, tetapi dianggap perlu
diwarnai oleh agape.
b. Apakah kasih saja cukup?Menurut Yesus, kasih adalah sikap yang harus mewarnai
setiap perbuatan kita. Dia menyimpulkan semua hukum
Taurat dalam hukum kasih. "Kasihilah Tuhan, Allahmu,
dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan
dengan segenap akal budimu. Itulah hukum yang
terutama dan yang pertama. Dan hukum yang kedua,
yang sama dengan itu, ialah: Kasihilah sesamamu manusia
seperti dirimu sendiri. Pada kedua hukum inilah
tergantung seluruh hukum Taurat dan kitab para nabi."
(Matius 22:37-40).Rasul Paulus menulis Barangsiapa
mengasihi sesamanya manusia, ia sudah memenuhihukum Taurat (Roma 13:8).
5. Norma-norma batin
Dalam Perjanjian Baru antara Allah dan umat-Nya, yakni perjanjian
yang didatangkan oleh Yesus Kristus, Allah menaruh hukum-Nya
dalam akal budi dan menuliskannya dalam hati mereka (Ibrani 8:8-
12; 10:16).
Fungsi norma-norma yang terpenting ialah perannya dalam
membentuk sikap mental kita tentang apa yang baik dan apa yang
salah. Bimbbingan norma-norma melewati hati nurani dan s ikap kita
lebih penting dari pada bimbingannya yang langsung waktu kita
menerapkan norma-norma pada masalah-masalah.
Peresapan norma-norma ke dalam hati mengandung bahaya. Bahaya ini
disebabkan karena kuasa norma yang tertanam dalam sikap batin kita lebihbesar dari pada norma-norma yang belum meresap ke batin kita. Bimbingan
norma dari batin kita sering tidak kita sadari sehingga bimbingan norma itu
mungkin kurang diperiksa.
III. Kesimpulan
1. Bahaya-bahaya dalam penggunaan norma-norma
Pertama, penggunaan norma-norma mengandung
bahaya bahwa kita mengukur kebaikan kita berdasarkan
kepatuhan kita kepada norma-norma itu.
Kedua, peraturan-peraturan dapat menjadi halangan
bagi kasih. Hukum-hukum dapat diterapkan dengan
keras tanpa kepekaan kepada keperluan sesama kita.
Perhatian kepada peraturan-peraturan dapat
menjadikan kita lebih cenderung menghakimi sesama
kita dari pada menolongnya.
Ketiga, orang dapat mengganti Allah yang hidup dengan buku
hukum yang tidak bernyawa. Dengan demikian pengambilan
keputusan etis menjadi proses penafsiran dan penerapan hukum-
hukum semata, bukan cara mencari kehendak Tuhan. Pentingnya
iman dan bimbingan Roh Kudus dalam pengambilan keputusan etisdiabaikan.
Keempat, hukum-hukum dapat membutakan orang terhadap
perubahan. Hukum-hukum dapat diterapkan dengan kaku, sehingga
orang tidak terbuka terhadap keperluan-keperluan dan
kemungkinan-kemungkinan yang baru.
Kelima, orang dapat memakai hukum lebih untuk melarang
perbuatan yang salah dari pada mendorong perbuatan-perbuatan
yang baik.
-
5/21/2018 64907510 110914 Etika Kristen Agustinus Titi Pengambilan Keputusan Etis
8/11
14/09/
Keenam, orang yang menggunakan peraturan-peraturan
dapat mementingkan pelanggaran-pelanggaran yang kecil-
kecil dan dosa-dosa seksual serta mengabaikan
kecongkakan dan dosa-dosa sosial seperti ketidakadilan
dan penindasan.
Ketujuh, norma-norma dapat membelenggu kebebasan
dan tanggung jawab kita sebagai pelaku.
Kedelapan, semua bahaya ini dapat disimpulkan sebagai
kecenderungan untuk menggunakan norma-norma
sebagai faktor satu-satunya dalam pengambilan keputusan
etis.
2. Mengapa norma-norma perlu?Pertama, tidak dapat disangkal bahwa Allah memerintahkan
perbuatan-perbuatan tertentu dan melarang perbuatan-perbuatan
yang lain.
Kedua, norma-norna diperlukan karena kita adalah orang-orang yang
berdosa. Kita dengan mudah mengikuti kehendak diri sendiri , bukan
kehendak Allah.
Ketiga, norma-norma sebagai bahan untuk mengajar etika kepada
anak-anak. Anak-anak memerlukan petunjuk-petunjuk yang jelas
supaya mereka mengetahui bagaimana melakukan kehendak Allah
dan bagaimana hidup dengan baik dalam masyarakat.
Keempat, norma-norma menolong kita memperoleh kebijaksanaan
dari angkatan-angkatan masyarakat yang mendahului kita.
Kelima, norma-norma menolong kita menghemat waktu.
Keenam, norma-norma menunjukkan perbuatan-
perbuatan yang biasanya merusak masyarakat dan
merugikan sesama kita.
Ketujuh, norma-norma mengatur masyarakat.
Kedelapan, norma-norma memungkinkan pembicaraan
tentang apa yang baik dan apa yang salah.
Kesembilan, norma-norma menolong kita mengertikeunikan kasus kita serta persamaannya dengan kasus-
kasus lain.
3. Kebijaksanaan dibimbing oleh norma-norma
Dalam situasi moderen ini ada tiga kemungkinan untuk
penggunaan norma-norma.
Pertama,orang dapat memakai kebijaksanaan tanpa
norma-norma. Kebanyakan norma dibuang karena
dianggap tidak bersangkut paut dengan masalah-masalah
yang kompleks masa kini. Orang perlu menyesuaikan diri
dengan situasi dan memakai kebijaksanaan sendiri. Kalau
demikian, barangkali orang tidak bertanya tentang norma
lagi tetapi hanya peduli akan pandangan orang lain.
Masyarakat menjadi makin kacau karena kehilanganpatokan-patokan yang mengaturnya.
Kedua,orang dapat memakai norma-norma tanpa
kebijaksanaan. Norma-norma makin dikodifikasi dan
diperinci. Perlu ditambah peraturan-peraturan baru untuk
menerapkan norma-norma yang lama kepada masalah-
masalah yang baru. Proses ini dilakukan para ahli hukum
Yahudi pada abad pertama.
Ketiga, orang dapat memakai kebijaksanaan yang
dibimbing oleh norma-norma. Dalam masyarakat kita
istilah kebijaksanaan sering dipakai seolah-olah harus
memilih antara peraturan dan kebijaksanaan. Dalam setiap
situasi kita perlu memakai norma-norma dengan
kebijaksanaan; dan kita perlu memakai kebijaksanaan yang
dibimbing oleh norma-norma.
BAB VIII SITUASI
I. Mengapa kita perlu mengerti situasi?
Meskipun dua orang setuju tentang theologia, norma-
norma dan nilai-nilai etis, namun mereka dapat berbeda
pendapat tentang apa yang harus dilakukan. Mengapa?
Karena mereka mempunyai pengertian yang berbeda
tentang situasi. Kita tidak selalu harus menyesuaikan diri
dengan situasi, malah kita perlu menentang keadaan
yang jahat. Namun, kita selalu harus mengerti situasi.
Paling tidal ada tiga sebab.
-
5/21/2018 64907510 110914 Etika Kristen Agustinus Titi Pengambilan Keputusan Etis
9/11
14/09/
Pertama, kita perlu mengerti situasi supaya bisa
menerapkan norma-norma dan nilai-nilai etis
kepada situasi itu.
Kedua, kita perlu mengerti situasi supaya kitadapat melakukan perbuatan yang tepat dan
berguna dalam situasi itu.
Ketiga, kita perlu mengerti situasi supaya kita
dapat mengetahui masalah-masalah yang
memerlukan perhatian.
II. Kesulitan-kesulitan dalam mengerti situasi
1. Kekuatan situasi dan keterbatasan pengetahuan kita.
Setiap situasi terdiri dari delapan unsur, yaitu:
1.1.Tempat, yaitu gedung, lapangan, kota, desa dan lain-lain di mana
peristiwa terjadi.
1.2.Waktu, yaitu jam, hari, bulan, tahun, abad, jangka waktu yangpanjang atau pendek.
1.3.Benda, bahan alam termasuk tanaman, binatang dan barang
yang diciptakan oleh manusia.
1.4.Orang-orang yang bertindak dalam situasi itu.
1.5.Struktur sosial dan lembaga-lembaga sosial.
1.6.Gagasan-gagasan dan pikiran-pikiran.
1.7.Kejadian atau kejadian yang dilakukan atau dialami oleh orang-
orang dalam situasi itu.
1.8.Tuhan, yang menyertai setiap situasi dan setiap kejadian.
2. Pengertian kita tentang situasi dipengaruhi oleh
nilai-nilai kita, kepentingan kita, pengalaman
kita, prasangka kita dan faktor-faktor subyektif
lain yang lebih banyak dipengaruhi oleh sikap
mental kita dari pada situasi.
Pepatah China berbunyi: Separuh dari apa
yang kita lihat terletak dibelakang mata kita.
Kita mempunyai kaca mata batin yang
menyaring dan mengatur hal-hal yang kita
alami.
III. Bagaimana kita memperbaiki pengertian
kita tentang situasi?
1. Penyelidikan yang memadai
Prinsip pertama ialah bahwa kita harus
menyelidiki situasi sejauh penyelidikan itu
mungkin diadakan dan sejauh penyelidikan itu
perlu untuk mengambil keputusan yang tepat.
2. Penggunaan bahan ilmiah dan keterangan ahli
a. Apakah ahli itu mempunyai keahlian tentang masalah itu? Atau
apakah ia memberi pandangan tentang sesuatu yang di luar
bidangnya?
b. Apakah ia mempunyai informasi yang paling baru tentang
masalah itu? Kalau kita menyadari informasi yang tidak
dibicarakannya, apakah informasi itu menentang atau
mendukung pandangannya?
c. Apakah ia melihat segala segi yang penting atau apakah
penglihatannya terlalu sempit?
d. Apakah ia mempunyai kepentingan dalam masalah itu? Orang
yang mempunyai kepentingan tidak tentu salah, tetapi kita
harus meninjau pandangannya dengan waspada.
e. Apakah pandangannya dipengaruhi oleh nilai-nilainya? Apakah
nilai-nilai itu menjadikan uraiannya kurang obyektif? Apakah
nilai-nilainya sesuai dengan nilai-nilai Kristen?
3. Memperluas penglihatan tentang situasi
Pengertian kita tentang situasi perlu cukup luas supaya mencakup
semua faktor yang bersangkut paut dengan keputusan kita. Kita
perlu mempertimbangkan akibat keputusan kita selama jangka
waktu yang panjang.
4. Kepekaan kepada pekerjaan dan kehendak Allah
Orang Kristen percaya bahwa Allah bekerja dalam setiap situasi. Kita
perlu berusaha untuk mengerti bagaimana Allah bekerja dan
bagaimana maksud-Nya dalam situasi-situasi yang kita hadapi.
5. Kepekaan kepada keperluan orang lain
Orang yang mengasihi Allah akan mengasihi sesamanya dan orang
yang peka terhadap kehendak Allah akan peka terhadap keperluan
dan perasaan sesamanya.
-
5/21/2018 64907510 110914 Etika Kristen Agustinus Titi Pengambilan Keputusan Etis
10/11
14/09/
IV. Norma-norma serta pengertian tentang situasi
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa baik
norma-norma dan nilai-nuilai etis maupun pengertian
tentang situasi perlu dalam pengambilan keputusanetis. Keputusan yang tepat tidak mungkin diambil
berdasarkan norma-norma saja terlepas dari
pengetahuan realistis tentang masalah yang dihadapi.
Tetapi keputusam juga tidak mungkin terlepas dari
norma-norma dan nilai-nilai etis. Maka pengetahuan
yang memadai serta nilai-nilai yang baik diperlukan
untuk keputusan yang baik.
BAB IX CARA PENGAMBILAN KEPUTUSAN ETIS
I. Sumber-sumber bantuan
1. Doa, ibadah dan Roh Kudus. Dalam membicarakan
pengaruh doa atas keputusan-keputusan kita, kita
perlu melihat lebih jauh dari saat pengambilan
keputusan. Doa perlu dipandang bukan hanya sebagai
jalan untuk memohon bimbingan Tuhan untuk
keputusan-keputusan kita yang sukar, tapi juga sebagai
cara mengakrabkan persekutuan kita dengan Tuhan.
Doa meningkatkan kemampuan kita untuk mengambil
keputusan yang tepat.
Gaya kehidupan yang dibentuk oleh ibadah jemaat
sama pentingnya dengan petunjuk-petunjuk khotbah
yang langsung menyangkut masalah yang dihadapi
oleh anggota-anggota jemaat.
Allah Roh Kudus dapat membimbing pikiran orang
yang betul-betul mencari kehendak Tuhan. Ia juga
dapat mengubah kehendak kita supaya lebih sesuai
dengan kehendak Tuhan serta menguatkan tenaga
kita untuk melakukan kehendak Tuhan itu.
2. Gereja dan orang-orang lain
Orang Kristen tidak mengambil kerputusan-
keputusannya sendirian. Ia adalah anggota
persekutuan. Ia didukung oleh kasih dan
kesetiaan orang-orang Kristen yang lain. Ia
dibimbing oleh kebijaksanaan mereka. Ia
dikuatkan oleh doa mereka.
3. AlkitabPengaruh Alkitab yang terpenting atas keputusan-keputusan etis bukan
bimbingan yang diperoleh dari Alkitab waktu kita menghadapi masalah moral,
melainkan perannya dalam membentuk iman dan tabiat kita.
Berita Alkitab yang utama bukan petunjuk-petunjuk tentang bagaimana kitaharus hidup, Alkitab terutama adalah buku kesaksian tentang perbuatan Allah
demi manusia. Dengan mempelajari bagaimana Allah bekerja dalam zaman-
zaman Alkitab, kita dibantu untuk mengerti bagaimana Ia bekerja pada masa
kini. Dengan mempelajari bagaimana orang-orang menanggapi pekerjaan-Nya
dalam cerita-cerita Alkitab, kita lebih tahu bagaimana tanggapan yang patut
bagi kita. Kita juga dimampukan untuk mengerti pandangan Alkitab tentang
dunia, manusia, masyarakat, alam dan banyak hal yang lain.
4. Bahan bacaanKemampuan kita untuk mengambil keputusan etis dapat ditingkatkan dengan
membaca bahan lain disamping bahan Alkitabiah.
II. Dari pertimbangan menuju tindakan
Kita tidak dapat belajar, berpikir dan berbicara terus menerus tanpa
bertindak. Kita wajib berusaha sedapat-dapatnya untuk menyelidiki
faktor-faktor yang menyangkut keputusan-keputusan kita. Namundemikian seringkali kita harus mengambil keputusan berdasarkan
informasi yang kurang lengkap tentang situasi, pandangan Alkitab
atau faktor yang lain. Kita tidak mungkin selalu mengambil
keputusan yang sempurna. Setiap keputusan harus diambil dalam
kepercayaan bahwa keputusan itu adalah tanggapan kepada Allah
sendiri. Dalam setiap keputusan, Tuhan memanggil kita untuk
mengambil risiko bahwa kita mungkin salah bersama dengan
kemungkinan bahwa kita benar. Kita mungkin gagal tetapi kita juga
mungkin berhasil untuk kemuliaan Allah.
-
5/21/2018 64907510 110914 Etika Kristen Agustinus Titi Pengambilan Keputusan Etis
11/11
14/09/
Dua unsur dalam iman kita dapat menambah keberanian
kita untuk mengambil keputusan dan tindakan.
Pertama,kita yakin bahwa Allah mengampuni kesalahan
kita walaupun keputusan kita kurang tepat. Perlu diakui
bahwa keyakinan itu tidak sama sekali membebaskankita dari beban yang harus kita pikul apabila nanti
keputusan kita menyebabkan konsekwensi yang tragis.
Kita tentu akan merasa sedih apabila orang lain
menderita karena suatu keputusan kita yang salah.
Namun di tengah-tengah kesedihan itu pun kita tertolong
oleh kepercayaan bahwa Waktu kita masih lemah,
Kristus telah mati untuk kita orang-orang durhaka
(Roma 5:6).
Kedua,kita yakin bahwa Allah memerintah
dunia ini. Ia berkuasa atas segala
perbuatan manusia. Ia bekerja terus
menerus untuk mencapai maksud-Nya didunia. Karenanya kita tahu bahwa Allah
dapat memakai kesalahan kita bersama
dengan kebenaran kita untuk mewujudkan
kehendak-Nya di dunia ini.
SumberPengetahuan
Realita
Alkitab
Kita
Dunia
Alkitab