6- Bab IV Analisis Jiwa Fix

8
BAB IV ANALISIS KASUS Tn. APR, laki-laki, 35 tahun, datang ke poliklinik jiwa RSJ Daerah Jambi dengan keluhan utama sesak nafas dan dada berdebar tiba-tiba. Pasien ditemani oleh istrinya Ny. PI, wanita, 37 tahun yang membawa pasien berobat karena pasien selalu mengeluh dada berdebar walaupun sudah sering berobat. Pemeriksaan dan pasien berhadapan dengan posisi pasien duduk di kursi. Wawancara dilakukan dengan menggunakan bahasa Indonesia dan bahasa Jambi. ± 8 bulan yang lalu, pasien mulai merasa khawatir yang berlebihan, dan mudah cemas. Perasaan cemas dirasakan secara tiba-tiba dan tanpa sebab yang jelas, pasien sering nyeri perut, dan keringat dingin. ± 6 bulan yang lalu, perasaan khawatir dan cemas yang tiba-tiba dirasakan makin berat, nafas pasien menjadi sesak, nyeri dada, jantung berdebar cepat, nyeri perut hebat, sering kesemutan, dan keringat berlebih. Serangan seperti itu, sudah pasien alami 3-4 kali dalam sebulan dan bersifat hilang timbul dan muncul secara tiba-tiba. Lama kelamaan pasien mulai berpikir akan menderita penyakit jantung yang berat, sehingga cemasnya mulai sering datang. Os makan dan minum seperti biasa. Nafsu makan os baik. Os mandi, BAB 41

description

hgsfdchvhsdcvhsdc

Transcript of 6- Bab IV Analisis Jiwa Fix

Page 1: 6- Bab IV Analisis Jiwa Fix

BAB IV

ANALISIS KASUS

Tn. APR, laki-laki, 35 tahun, datang ke poliklinik jiwa RSJ Daerah Jambi

dengan keluhan utama sesak nafas dan dada berdebar tiba-tiba. Pasien ditemani

oleh istrinya Ny. PI, wanita, 37 tahun yang membawa pasien berobat karena

pasien selalu mengeluh dada berdebar walaupun sudah sering berobat.

Pemeriksaan dan pasien berhadapan dengan posisi pasien duduk di kursi.

Wawancara dilakukan dengan menggunakan bahasa Indonesia dan bahasa Jambi.

± 8 bulan yang lalu, pasien mulai merasa khawatir yang berlebihan, dan

mudah cemas. Perasaan cemas dirasakan secara tiba-tiba dan tanpa sebab yang

jelas, pasien sering nyeri perut, dan keringat dingin.

± 6 bulan yang lalu, perasaan khawatir dan cemas yang tiba-tiba dirasakan

makin berat, nafas pasien menjadi sesak, nyeri dada, jantung berdebar cepat, nyeri

perut hebat, sering kesemutan, dan keringat berlebih. Serangan seperti itu, sudah

pasien alami 3-4 kali dalam sebulan dan bersifat hilang timbul dan muncul secara

tiba-tiba. Lama kelamaan pasien mulai berpikir akan menderita penyakit jantung

yang berat, sehingga cemasnya mulai sering datang. Os makan dan minum seperti

biasa. Nafsu makan os baik. Os mandi, BAB dan BAK seperti biasa. Os sudah

lama tidak bekerja karena keadaan sakitnya.

± 1 bulan yang lalu pasien mulai takut untuk keluar rumah sendiri, ia

selalu minta istrinya menemaninya pergi. Pasien tidak mau menghadiri, acara

pernikahan atau hajatan yang diselenggarakan tetangga maupun saudaranya, ia

khawatir bila keluhannya kambuh dan pingsan dikeramaian. Pasien sekarang takut

untuk pergi bekerja. Pasien merasa terganggu dengan keluhannya tersebut, pasien

sadar bahwa kekhawatirannya berlebihan, namun sulit untuk menghilangkannya.

Dari riwayat premorbid tidak ditemukan adanya perubahan perilaku, os

masih bersosialisasi. Dari autoanamnesis diperoleh yakni kesadaran os kompos

mentis, perhatian os baik, ekspresi fasial echt, verbalisasi jelas, dan kontak mata

41

Page 2: 6- Bab IV Analisis Jiwa Fix

42

ada, daya ingat baik, orientasi tempat, waktu, dan orang baik, diskriminatif insight

baik, tidak ada rasa dendam, dan perhatian yang adekuat.

Pada status internus dan status neurologikus semua dalam batas normal.

Pada status psikiatrikus pada keadaan umum didapatkan kesadaran

kompos mentis, perhatian adekuat, sikap kooperatif, inisiatif ada, tingkah laku

motorik normoaktif, ekspresi fasial wajar, verbalisasi jelas, cara bicara lancar, ada

kontak fisik, mata, dan verbal. Pada keadaan khusus ditemukan afek hipotimik,

hidup emosi labil, pengendalian terkendali, adekuat, echt, skala diferensiasi

normal, einfuhlung bisa dirabarasakan, arus emosi normal. Keadaan dan fungsi

intelek semua dalam batas normal. Tidak ditemukan kelainan sensasi dan

persepsi. Keadaan proses berpikir dalam batas normal. Pada isi pikiran terdapat

gangguan cemas, bentuk pikiran dalam batas normal, RTA tidak terganggu.

Berdasarkan uraian di atas pasien didiagnosis multiaksial dengan Axis I:

gangguan panic dengan agarophobia. Hal ini didasarkan atas keluhan pasien yang

selalu mengeluhkan sesak nafas dan jantung berdebar-debar ketika pergi ketempat

ramai seperti kondangan, dan selalu meminta ditemani istrinya ketika keluar

rumah telah diobati. Hal ini tidak sesuai dengan karakteristik pasien dengan

gangguan hipokondrik, yaitu adanya keluhan-keluhan yang mengarah ke satu

organ.

Pada kasus ini pasien sudah berobat ke dokter, dilakukan pemeriksaan

laboratorium, rontgen, dan rekam jantung dan hasilnya menunjukkan tidak ada

masalah pada tubuh pasien. Pasien juga telah beberapa kali diopname di rumah

sakit tetapi dokter selalu menyatakan bahwa pasien tidak memiliki penyakit

setelah diperiksa dan dirawat. Berdasarkan hal tersebut dapat dikatakan bahwa

pasien sering berkunjung ke berbagai pemeriksaan meski hasil pemeriksaan

pasien tersebut normal namun pasien masih berkeyakinan bahwa penyakitnya

masih akan timbul pada saat pergi keluar rumah. Hal ini sesuai dengan gangguan

panic dengan agoraphobia.

Berdasarkan wawancara dan paparan tersebut, pasien telah memenuhi

kriteria diagnosis agorafobia dari PPDGJ-III yaitu:1,3,4

Page 3: 6- Bab IV Analisis Jiwa Fix

43

1. gejala psikologis atau pun otonomik yang timbul harus merupkan

manifestasi primer dari anxietas dan bukan merupakan sekunder dari

adanya gejala lain seperti waham atau pikiran obsesif

2. anxietas yang timbul harus terbatas pada (terutama terjadi dalam)

sekurangnya dua dari situasi berikut :banyak orang , tempat-tempat umum,

bepergian keluar rumah, dan bepergian sendiri ; dan

3. menghindari situasi fobik harus atau sudah merupakan gambaran yang

menonjol.

. Dari wawancara tersebut, kecenderungan isi pikiran obsesi sudah ada dan

diikuti oleh tindakan kompulsi namun belum terdapat bukti bahwa gangguan ini

merupakan sumber penderitaan, tidak adanya kesenangan/kepuasan setelah

meminum obat, dan lain sebagainya. Keluhan tersebut timbul berdasarkan pikiran

yang semata-mata timbul karena gangguan hipokondrik tersebut. Oleh karena itu,

diagnosis gangguan obsesif kompulsif belum dapat ditegakkan karena tidak

terdapatnya keterangan lain yang mendukung pedoman diagnosis tersebut. Hal

tersebut sekaligus dapat menyingkirkan gangguan obsesif kompulsif sebagai

diagnosis banding.

Pada aksis II, didiagnosis sebagai Z.03.2 Tidak Ada Diagnosis Aksis II.

Hal ini berdasarkan tidak adanya gangguan pada riwayat premorbid dan pasien

dapat bersosialisai dengan baik.

Pada aksis III belum ada diagnosis. Berdasarkan Salim, Axis III meliputi

diagnosis-diagnosis klinis pasien yang berkaitan dengan gangguan pada sistem

organ. Pada kasus ini dikatakan belum ada diagnosis karena pasien tidak terbukti

mengalami gangguan sistem organ. Hal ini dilihat dari kebiasaan pasien yang

sering melakukan pemeriksaan fisik dan laboratorium yang berulang-ulang,

namun secara klinis tidak ditemukan gangguan pada sistem organ. Jadi, dapat

dikatakan bahwa pasien tidak memiliki diagnosis untuk penyakit klinis tertentu.

Aksis IV stresor yang di alami yaitu maslah psikososial, pasien

menyatakan dia sering timbul cemas bila melihat anaknya, ia takut nanti anaknya

tidak dapat hidup dan melanjutkan sekolahnya karena keterbatasan biaya yang ia

hasilkan. Sehingga pasien kerap berpikir bahwa ketidak lanjutan anaknya untuk

Page 4: 6- Bab IV Analisis Jiwa Fix

44

ersekolah dikarenakan dirinya yang tidak dapat menafkahi keluarganya sendiri. .

Aksis IV merupakan berbagai keadaan yang dapat menjadi faktor penyebab

seseorang mengalami gangguan kejiwaan. Keadaan-keadaan tersebut misalnya

masalah pada keluarga, lingkungan sosial, pendidikan, pekerjaan, perumahan,

ekonomi, akses ke pelayanan kesehatan, interaksi dengan hukum/kriminal, dan

psikososial atau lingkungan lain. Pada kasus ini, pasien memiliki masalah yang

menyebakan pasien mengalami keadaan tersebut.

Aksis V GAF Scale 70-61. Skala 70-61 menunjukkan keadaan dengan

beberapa gejala ringan dan menetap, disabilitas ringan dalam fungsi, atau secara

umum masih baik. Pada kasus ini pasien tergolong ke dalam GAF 70-61 karena

berdasarkan teori, gejala pada pasien dapat digolongkan ringan, selain itu gejala

pada pasien sudah berlangsung dan menetap selama 6 bulan. Secara fungsional

pasien digolongkan mengalami disabilitas fungsi dengan derajat ringan karena

secara umum pasien masih mampu melakukan kegiatan seperti makan sendiri,

bekerja, dan berinteraksi sosial setidaknya keluarga. Meski pasien masih sering

merasa cemas akan keluhan penyakitnya, pasien masih mampu menjalankan

aktivitasnya dengan baik.

Terapi yang dilakukan pada pasien ini adalah dengan psikoterapi dan

farmakoterapi Alprazolam tab 1 mg 2x1. Pada prinsipnya penanganan pasien

dengan gangguan psikiatri dapat diatasi dengan psikoterapi. Psikoterapi pada

gangguan agarofobia meliputi pengelolaan rasa cemas dengan dukungan sosial

dan interaksi sosial dari anggota keluarga terdekat yang bertujuan untuk

mengurangi rasa cemas dan dilakukan konseling untuk menjelaskan pada pasien

tentang penyakitnya. Farmakoterapi dilakukan bila gejala yang dialami pasien

mengarah ke gangguan cemas atau depresi, sehingga prinsip pengobatannya

menggunakan obat-obatan yang ditujukan untuk mengurangi rasa cemas atau

depresi . Pada pengobatan gangguan agarofobia dapat diberikan obat anti cemas

seperti alprazolam. Alprazolam merupakan obat anticemas golongan

Benzodiazepine yang digunakan untuk mengatasi sindrom cemas yang meliputi

(1) adanya perasaan cemas atau khawatir yang tidak realistis terhadap dua atau

lebih hal yang dipersepsi sebagai ancaman yang menyebabkan seseorang tidak

Page 5: 6- Bab IV Analisis Jiwa Fix

45

mampu istirahat dengan tenang; (2) terdapat paling sedikit 6 dari gejalagejala

yang termasuk ketegangan motorik, hiperaktivitas otonomik, kewaspadaan

berlebihan dan penangkapan berkurang; (3) hendaya dalam fungsi kehidupan

sehari-hari, yang ditandai dengan penurunan kemampuan bekerja, hubungan

sosial, dan melakukan kegiatan rutin. Obat anticemas golongan Benzodiazepine

tersebut bekerja dengan cara bereaksi dengan reseptor Benzodiazepine sehingga

dapat meningkatkan mekanisme penghambatan dari neuron GABA-ergik yang

kemudian dapat mengurangi hiperaktivitas dari sistem limbik sistem saraf pusat.

Berdasarkan pertimbangan tersebut maka obat yang digunakan pada pasien dalam

kasus ini adalah obat anticemas khususnya dari golongan Benzodiazepine. Yang

terpenting adalah dukungan dari keluarga dan orang sekitar yang harus mendapat

penjelasan sehingga mengerti tentang penyakit pasien untuk menciptakan

dukungan sosial dalam lingkungan yang kondusif sehingga membantu proses

penyembuhan.