6. BAB 1

6
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Asma merupakan penyakit inflamasi kronik pada saluran pernapasan yang ditandai dengan adanya serangan sesak napas dan mengi yang berulang-ulang, yang tingkat keparahan dan frekuensinya bervariasi pada setiap orang. Gejala asma dapat timbul beberapa kali dalam sehari atau seminggu pada orang yang menderita asma, dan pada beberapa orang lainnya gejala akan semakin memburuk pada malam hari dan saat melakukan aktivitas fisik (World Health Organization, 2012). Asma disebabkan oleh adanya inflamasi (peradangan) kronik (Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2009). Asma masih menjadi masalah yang serius di berbagai negara di seluruh dunia dengan prevalensi yang bervariasi di setiap negara dan asma cenderung meningkat pada negara maju maupun berkembang (Priyanto et al., 2009). Saat ini diperkirakan sebanyak 235 juta penduduk di dunia sudah menderita asma dan jumlah ini akan terus bertambah sebesar 180.000 orang setiap tahunnya (World Health Organization, 2012). Sekitar 300 juta orang di dunia terkena asma dan di perkirakan akan meningkat sampai 400 juta orang pada tahun 2025 (The Global Initiative for Asthma, 2011). Gambaran ini mungkin di bawah perkiraan karena suatu kecenderungan underdiagnosis (Lavorini dan Corbetta, 2005). Survei Kesehatan Rumah 1

description

bab 1

Transcript of 6. BAB 1

4

BAB IPENDAHULUAN1.1 Latar BelakangAsma merupakan penyakit inflamasi kronik pada saluran pernapasan yang ditandai dengan adanya serangan sesak napas dan mengi yang berulang-ulang, yang tingkat keparahan dan frekuensinya bervariasi pada setiap orang. Gejala asma dapat timbul beberapa kali dalam sehari atau seminggu pada orang yang menderita asma, dan pada beberapa orang lainnya gejala akan semakin memburuk pada malam hari dan saat melakukan aktivitas fisik (World Health Organization, 2012). Asma disebabkan oleh adanya inflamasi (peradangan) kronik (Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2009). Asma masih menjadi masalah yang serius di berbagai negara di seluruh dunia dengan prevalensi yang bervariasi di setiap negara dan asma cenderung meningkat pada negara maju maupun berkembang (Priyanto et al., 2009). Saat ini diperkirakan sebanyak 235 juta penduduk di dunia sudah menderita asma dan jumlah ini akan terus bertambah sebesar 180.000 orang setiap tahunnya (World Health Organization, 2012). Sekitar 300 juta orang di dunia terkena asma dan di perkirakan akan meningkat sampai 400 juta orang pada tahun 2025 (The Global Initiative for Asthma, 2011). Gambaran ini mungkin di bawah perkiraan karena suatu kecenderungan underdiagnosis (Lavorini dan Corbetta, 2005). Survei Kesehatan Rumah Tangga Kementrian Kesehatan Republik Indonesia menunjukkan asma masih menempati urutan ke-3 dari 10 penyebab kematian utama di Indonesia. Prevalensi asma di Indonesia adalah sebesar 3,5% (Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2008). Jumlah pasien asma di RSUDZA meningkat dari 4% pada tahun 2006 menjadi 7% pada tahun 2007 (Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia, 2008).Asma juga merupakan suatu beban bagi penderita asma, keluarganya dan juga pemerintahan (Rance, 2011). Insidensinya terjadi secara terus menerus dan secara bermakna menyebabkan morbiditas dan mortalitas (Bachtiar et al., 2011). Beberapa survei menunjukkan bahwa asma yang terjadi secara terus menerus akan menimbulkan dampak buruk bagi penderita asma, yaitu meliputi penurunan kualitas hidup, produktivitas yang menurun, peningkatan biaya kesehatan, risiko perawatan di rumah sakit dan bahkan kematian (Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2007). Penelitian terhadap tingkat kontrol asma yang dilakukan oleh Susilawati di Poliklinik Alergi Imunologi Klinik Departemen Ilmu Penyakit Dalam RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta didapatkan 64% kasus tidak terkontrol, 28% kasus terkontrol baik, dan hanya 8% kasus yang terkontrol sepenuhnya (Rengganis, 2008). Tingkat kontrol asma di Poliklinik Asma Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi Rumah Sakit Persahabatan Jakarta didapatkan (21,57%) pasien terkontrol sebagian, (78,43%) pasien tidak terkontrol dan tidak satupun pasien termasuk dalam kategori terkontrol (Priyanto et al., 2011). Tingginya prevalensi asma tidak terkontrol ini bisa disebabkan oleh berbagai faktor di antaranya adalah lingkungan tempat tinggal (Atmoko et al., 2011). Beberapa penelitian yang mencari hubungan antara lingkungan tempat tinggal dengan tingkat kontrol asma juga telah banyak dilakukan. Dari penelitian tersebut, didapatkan bahwasanya ada hubungan antara lingkungan tempat tinggal dengan tingkat kontrol asma secara bermakna (Krieger, 2010). Pajanan dan sensitisasi penderita asma terhadap alergen yang terdapat di lingkungan tempat tinggal seperti tungau debu rumah, rokok, jamur dan binatang peliharaan dapat memperburuk gejala dan tingkat kontrol asma (Crocker et al., 2012). Penelitian Brugge et al. (2001) juga menyimpulkan bahwa hal-hal yang di duga dapat mempengaruhi terkontrol atau tidaknya asma adalah kelembaban, jamur, retak pada dinding lantai juga langit-langit, limbah, bau yang tidak dapat dijelaskan, penggunaan oven gas untuk penghangat, tidak ada ventilasi, udara pengap, suasana yang panas, kecoa, tikus, hewan peliharaan dan merokok di dalam rumah. Karena lingkungan tempat tinggal mampu memberikan kontribusi faktor pencetus serangan asma yang besar, maka perlu adanya perhatian khusus pada beberapa bagian di lingkungan tempat tinggal. Perhatian tersebut ditujukan pada keberadan alergen dan polusi yang terdapat di lingkungan tempat tinggal. Pada RSUDZA, penelitian mengenai lingkungan tempat tinggal dengan tingkat kontrol asma belum pernah dilakukan. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk meneliti hubungan lingkungan tempat tinggal dengan tingkat kontrol asma pada pasien asma di Poliklinik Paru RSUDZA Kota Banda Aceh.1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah penelitian ini adalah Apakah terdapat hubungan lingkungan tempat tinggal dengan tingkat kontrol asma pada pasien asma di Poliklinik Paru RSUDZA Kota Banda Aceh?1.2 Tujuan Penelitian1.1.1 Tujuan UmumMengetahui hubungan antara lingkungan tempat tinggal dengan tingkat kontrol asma pada pasien asma di Poliklinik Paru RSUDZA Kota Banda Aceh1.1.2 Tujuan Khusus1) Mengetahui distribusi tingkat kontrol asma pasien asma di Poliklinik Paru RSUDZA Kota Banda Aceh2) Mengetahui hubungan antara komponen rumah dengan tingkat kontrol asma pada pasien asma di Poliklinik Paru RSUDZA Kota Banda Aceh3) Mengetahui hubungan antara sarana sanitasi rumah dengan tingkat kontrol asma pada pasien asma di Poliklinik Paru RSUDZA Kota Banda Aceh4) Mengetahui hubungan antara perilaku penghuni rumah dengan tingkat kontrol asma pada pasien asma di Poliklinik Paru RSUDZA Kota Banda Aceh1.4Manfaat Penelitian1.4.1 Manfaat teoritisMemperkaya wawasan keilmuwan mengenai tingkat kontrol asma dan hubungannya terhadap lingkungan tempat tinggal.1.4.2 Manfaat praktisHasil penelitian ini dapat digunakan sebagai pedoman dan motivasi untuk melakukan intervensi pada lingkungan tempat tinggal pada pasien asma dalam melakukan tatalaksana pencegahan dan pengontrolan asma.1.5 Hipotesis1. Ada hubungan antara lingkungan tempat tinggal dengan tingkat kontrol asma pada pasien di Poliklinik Paru RSUDZA Kota Banda Aceh.2. Ada hubungan antara komponen rumah dengan tingkat kontrol asma pada pasien di Poliklinik Paru RSUDZA Kota Banda Aceh.3. Ada hubungan antara sarana sanitasi rumah dengan tingkat kontrol asma pada pasien di Poliklinik Paru RSUDZA Kota Banda Aceh4. Ada hubungan antara perilaku penghuni rumah dengan tingkat kontrol asma pada pasien di Poliklinik Paru RSUDZA Kota Banda Aceh

1