59464055-makalah-HK

38
2011 Universitas Brawijaya Crisna Martzein Nizamudin (0910220074)

Transcript of 59464055-makalah-HK

Page 1: 59464055-makalah-HK

2011

Universitas Brawijaya

Crisna Martzein Nizamudin (0910220074)

Page 2: 59464055-makalah-HK

Kata Pengantar

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan

karunianya penulis dapat menyelesaikan tugas akhir mata kuliah hukum komersial. Dalam

makalah ini berisi informasi tentang Hukum Pengangkutan Laut dalam Bisnis.

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu

kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu diharapkan demi

kesempurnaan makalah ini.

Terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam penyusunan

makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga makalah ini dapat membantu pembelajaran

dalam manajemen strategi.

Malang, 24 Juni 2011

Crisna Martzein N.

Page ii

Page 3: 59464055-makalah-HK

Daftar Isi

Kata pengantar

Daftar isi

Bab I Pendahuluan

1.1 latar belakang

1.2 tujuan

Bab II Pembahasan

A. Pengertian dan Pengaturan Tentang Pengangkutan Laut

B. Pengaturan Pengangkutan laut di Indonesia

C. Jenis-jenis Usaha Pengangkutan Laut

D. Pihak-pihak dalam pengangkutan Laut

E. Sarana Penunjang Pengangkutan Laut

F. Bill of Ladding

G. Tanggung Jawab dalam Pengangkutan Laut

H. Tentang Nahkoda dan ABK

Bab III Studi Kasus

Kesimpulan

Daftar Pustaka

Lampiran

ii

iii

1

1

1

2

2

5

5

7

10

11

13

15

19

21

23

2

Page iii

Page 4: 59464055-makalah-HK

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam kegiatan bisnis, pengangkutan laut atau kegiatan pelayaran, memegang peranan

yang penting karena selain sebagai alat fisik yang membawa barang-barang dari

produsen ke konsumen, juga sebagai alat penentu harga dari barang-barang tersebut. Di

samping itu, jika ditinjau dari beberapa segi, pengangkutan banyak mempunyai manfaat

berikut:

a. Kepentingan pengirim barang

Pengirim memperoleh manfaat untuk konsumsi pribadi maupun keuntungan

komersial

b. Pengangkut barang

Pengangkut memperoleh keuntungan material sejumlah uang atau keuntungan

immaterial, berupa pengkatan kepercayan masyarakat atau jasa angkutan yang

diusahakan oleh pengangkut

c. Penerima barang

Penerima barang memperoleh manfaat untuk konsumsi pribadi maupun keuntungan

komersial

d. Masyarakat luas

Masyarakat memperoleh manfaat kebutuhan yang merata dan demi pembangunan

terlebih mendorong pertumbuhan bisnis antarpulau dan atau antarnegara.

1.2 Tujuan

Selain sebagai pemenuhan terhadap tugas akhir mata kuliah Hukum Komersial, adapun

tujuan dari penulisan makalah ini adalah :

1.2.1 Untuk Mengetahui Dasar Hukum Pengangkutan Laut

1.2.2 Untuk Mengetahui Pelayaran Yang Ada Di Indonesia

1.2.3 Untuk Mengetahui Pihak-Pihak Yang Terkait Dalam Pengangkutan Laut

1.2.4 Untuk Mengetahui Macam-Macam Perjanjian Pengangkutan Laut

Page iv

Page 5: 59464055-makalah-HK

1.2.5 Untuk mengetahui jenis-jenis usaha pengangkutan laut

1.2.6 Untuk mengetahui sarana dan prasarana dalam pelayaran

1.2.7 Untuk mengetahui tentang Bill of Ladding (Konosemen) dan dokumen lain yang

terkait di dalam pelayaran

1.2.8 Untuk mengetahui tanggung jawab dalam pengangkutan laut, batasannya, dang anti

rugi atas tanggung jawab gtersebut

1.2.9 Untuk mengetahui peran nahkoda dan ABK dalam pelayaran

Page v

Page 6: 59464055-makalah-HK

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian dan Pengaturan Tentang Pengangkutan Laut

Dalam PP No 17 Tahun 1988, dijumpai pengertian pengangkutan laut, yaitu:

“setiap kegiatan pelayaran dengan menggunakan kapal laut untuk mengangkut

penumpang, barang dan/ atau hewan untuk satu perjalannan atau lebih dari satu

pelabuhan ke pelabuhan lain atau antara beberapa pelabuhan.” (pasal 1 angka 1 PP no

17 tahun 1988)

Berkaitan dengan pengaturan pengangkutan laut, pada awalnya hanya diatur dalam

KUHD BUKU II, namun kemudian diganti dan disempurnakan pada tanggal 17

september 1992 dengan UU no 21 tahun 1992 tentang Pelayaran.

Semua peraturan pelaksanaan mengenai pelayaran dinyatakan tetap berlaku sepanjang

tidak bertentangan atau belum diganti dengan yang baru berdasarkan UU ini (Pasal 130

UU no 21 tahun 1992).

Sifat dasar dari perjanjian pengangkutan merupakan perjanjian campuran (jasa dan

pemborongan), timbal balik (para pihak mempunyai kewajiban untuk melakukan dan

berhak memperoleh prestasi) dan konsensual (perjanjian pengangkutan sah terjadinya

kesepakatan). Adapun perjanjian pengangkutan itu sendiri tebagi atas:

Perjanjian Carter Menurut Waktu (Time Charter)

Pasal 453 (2) KUHD, Vervrachter mengikatkan diri kepada Bevrachter untuk:

o Waktu tertentu

o Menyediakan sebuah kapal tertentu

o Kapalnya untuk pelayaran di laut bagi Bevrachter

o Pembayaran harga yang dihitung berdasarkan waktu

Kewajiban pengangkut

Pasal 453 (2) Menyediakan sebuah kapal tertentu menurut waktu tertentu

Pasal 470 jes 459 (4), 308 (3) KUHD

Kesanggupan atas Kapal meliputi mesin dan perlengkapan

(terpelihara/lengkap) dan ABK (cukup dan cakap)

Page vi

Page 7: 59464055-makalah-HK

Pasal 460 (1) kewajiban pencarter untuk memelihara, melengkapi dan

menganakbuahi.

Perjanjian Carter Menurut Perjalanan (Voyage Charter)

Pasal 453 (3) KUHD Vervrachter mengikatkan diri kepada Bevrachter untuk

Menyediakan sebuah kapal tertentu

Seluruhnya atau sebagian dari kapal

Untuk pengangkutan orang/barang melalui lautan

Pembayaran harga berdasarkan jumlah perjalanan

Kewajiban Pengangkut

Menyediakan kapal tertentu atau beberapa ruanagan dalam kapal tersebut

Pasal 453 (2) KUHD

Pasal 459 (4): terpelihara dengan baik, diperlengkapi, sanggup untuk

pemakaian

Pasal 470 (1): Pengangkut tidak bebas untuk mempersyaratkan, bahwa ia

tidak bertanggung jawab atau bertanggung jawab tidak lebih daripada

sampai jumlah yang terbatas untuk kerugian yang disebabkan karena

kurang cakupnya usaha untuk pemeliharaan, perlengkapan atau pemberian

awak untuk alat pengangkutnya, atau untuk kecocokannya bagi

pengangkutan yang diperjanjikan, maupun karena perlakuan yang keliru

atau penjagaan yang kurang cukup terhadap barang itu. Persyaratan yang

bermaksud demikian adalah batal.

Perjanjian Pengangkutan Barang Potongan

Pasal 520g KUHD: Pengankutan barang berdasarkan perjanjian selain

daripada perjanjian carter kapal

Kapalnya tidak perlu tertentu seperti perjanjian carter

Kewajiban Pengangkut

Pasal 468 (1) KUHD: Perjanjian pengangkutan menjanjikan pengangkut

untuk menjaga keselamatan barang yang harus diangkut dari saat

penerimaan sampai saat penyerahannya.

Pasal 470 (1)

Mengusahakan kesanggupan kapalnya untuk dipakai sesuai perjanjian

Page vii

Page 8: 59464055-makalah-HK

Harus benar dalam memperlakukan muatan, dan melakukan penjagaan

terhadap barang yang diangkutnya

Yang diutamakan adalah barang/muatan/cargonya sebagai objek perjanjian

Tuntutan Ganti Rugi

Jangka Waktu pengajuan

Diajukan dalam waktu satu tahun sejak barang diserahkan, atau sejak hari

barang tersebut seharusnya diserahkan (pasal 487 KUHD)

Hak previlige: kedudukan si penerima barang didahulukan atas upah

pengangkutan, tapi setelah piutang2 yang diistimewakan dalam pasal 316

KUHD ia meminta sita atas pengangkutan terlebih dahulu dalam jangka

waktu satu tahun

Tuntutan diajukan kepada ketua pengadilan negeri setempat, dimana

terjadinya penyerahan barang dari pengangkut kepada penerima barang

B. Pengaturan Pengangkutan Laut di Indonesia

a. WvK/KUHD

b. UU No 21 th 1992 tentang pelayaran

c. The Hague Rules

d. PP no 82 th 1999

e. Peraturan-peraturan yang dikeluarkan oleh departemen perhubungan laut

C. Jenis-jenis Usaha Pengangkutan Laut

Ada empat macam penyelengggaraan pengangkutan laut, baik menurut PP no 17 tahun

1988 tentang penyelenggaraan dan Pengengkutan Laut maupun menurut UU no 21 tahun

1992 tentang Pelayaran. Keempat jenis pengangkutan tersebut adalah:

1. Pelayaran dalam negeri

Menurut PP No 17 tahun 1988, pelayaran dalam negeri merupakan kegiatan

angkutan laut antar pelabuhan di Indonesia yang dilakukan secara tetap dan teratur

Page viii

Page 9: 59464055-makalah-HK

dan/atau dengan pelayaran yang tidak tetap dan tidak teratur dengan menggunakan

semua jenis kapal.

Selanjutnya, pasal 73 UU no 21 tahun 1992 menyatakan bahwa penyelenggaraan

angkutan laut dalam negeri ini dilaakukan dengan menggunakan kapal berbendera

Indonesia dan kapal berbendera asing yang dioperasikan oleh badan hukum

Indonesia dalam keadaan tertentu dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh

pemerintah.

2. Pelayaran rakyat

Menurut PP no. 17 tahun 1988, pelayaran rakyat merupakan kegiatan angkutan laut

khusus untuk barang atau hewan antarpelabuhan di Indonesia dengan menggunakan

kapal layar motor sesuai dg persyaratan diantaranya:

Dilakukan oleh perusahaan dalam satu badan usaha, termasuk koperasi;

Memiliki unit perahu layar atau kapal layar motor dengan ukuran sampai

dengan 850m3 isi kotor atau kapal motor dengan ukuran sampai dengan 100m3

Sementara itu, pasal 77 UU no 21 tahun 1992 mengatakan pelayaran rakyat sebagai

usaha rakyat yang bersifat tradisional merupakan bagian dari usaha angkutan di

perairan, mempunyai peranan yang penting dan karakteristik tersendiri.

3. Pelayaran perintis

Menurut pasal 84 UU n0 21 tahun 1992, pelayaran perintis ini berupa angkutan

peraairan yang menghubungkan daerah-daeraah terpencil dan belum berkembang.

Adapun sebagai penyelenggaranya adalah pemerintah. Mengenai pelayaran perintis

ini, PP no 17 tahun 1988 menyatakan bahwa pelayaran perintis merupakan kegiatan

laut yang dilakukan secara tetap dan teratur.

4. Pelayaran luar negeri

Penyelenggaraan angkutan laut dari dan ke luar negeri dilakukan oleh badan hukum

Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (2) dan/atau perusahaan

angkutan laut asing1. Penyelenggaraan angkutan laut dilaksanakan dengan tujuan

1 UU no 21 tahun 1992 pasal 76

Page ix

Page 10: 59464055-makalah-HK

agar perusahaan angkutan laut nasional memperoleh pangsa muatan yang wajar

sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

D. Pihak-pihak dalam Pengangkutan Laut

a. Pengangkut

pasal 466 KUHD “Ia yang mengikatkan diri dengan perjanjian carter waktu carter

perjalanan dan pengangkutan barang potongan”. Pengangkut dibedakan menjadi:

Pengangkut yang juga merupakan pengusaha kapal

Pengangkut yang bukan pengusaha kapal.

Terlepas dari pembedaan tersebut, terdapat beberapa kewajiban pengangkut menurut

KUHD dengan ketentuan dan pasal-pasal sebagai berikut:

Pasal 467: Pengangkut dalam batas-batas yang layak, bebas dalam memilih alat

pengangkutannya, kecuali bila diperjanjikan suatu alat pengangkutan tertentu.

Pasal 468: Perjanjian pengangkutan menjajinkan pengangkut untuk menjaga

keselamatan barang yang harus diangkut dari saat penerimaan sampai saat

penyerahannya.

Pengangkut harus mengganti kerugian karena tidak menyerahkan seluruh atau

sebagian barangnya atau karena ada kerusakan, kecuali bila Ia membuktikan

bahwa tidak diserahkannya bamng itu seluruhnya atau sebagian atau

kerusakannya itu adalah akibat suatu keiadian yang selayaknya tidak dapat

dicegah atau dihindarinya, akibat sifatnya, keadaannya atau suatu cacat

barangnya sendiri atau akibat kesalahan pengirim.

Ia bertanggungjawab atas tindakan orang yang dipekerjakannya, dan terhadap

benda yang digunakannya dalam pengangkutan itu

Pasal 470: Pengangkut tidak bebas untuk mempersyaratkan, bahwa ia tidak

bertanggungjawab atau bertanggungjawab tidak lebih daripada sampai jumlah

yang terbatas untuk kerugian yang disebabkan karena kurang cakupnya usaha

untuk pemeliharaan, periengkapan atau pemberian awak untuk alat

pengangkutnya, atau untuk kecocokannya bagi pengangkutan yang

diperjanjikan, maupun karena perlakuan yang keliru atau penjagaan yang

Page x

Page 11: 59464055-makalah-HK

kurang cukup terhadap barang itu. Persyaratan yang bermaksud demikian

adalah batal.

Namun pengangkut berwenang untuk mempersyaratkan, bahwa ia tidak akan

bertanggungjawab untuk tidak lebih dari suatu jumlah tertentu atas tiap-tiap

barang yang diangkut, kecuali bila kepadanya diberitahukan tentang sifat dan

nilai barangnya sebelum atau pada waktu penerimaan. Jumlah ini tidak boleh

ditetapkan lebih rendah dari f. 600,-.

Pengangkut di samping itu dapat mempersyaratkan, bahwa ia tidak wajib

mengganti kerugian, bila kepadanya diberitahukan sifat dan nilai barangnya

dengan sengaja secara keliru. (AB. 23; KUHD 359 dst., 362, 469, 470a, 471,

476, 493, 517b, c, 524, 527; S. 1927.-261 pasal 35; S. 1927-262 pasal 27.)

Pasal 470a: Persyaratan untuk membatasi tanggung jawab pengangkut dalam hal

apa pun tidak membebaskannya untuk membuktikan, bahwa untuk

pemelihaman, perlengkapan atau pemberian awak untuk alat pengangkutan

yang diperja4ikan telah cukup diusahakan, bila ternyata, bahwa kerugian itu

adalah akibat dari cacat alat pengangkutannya atau tatanannya.

Dari hal ini tidak dapat diadakan penyimpangan dengan perjanjian. (AB. 23;

KUHD 359 dst., 459, 471, 517c, 524a.)

Pasal 477: Pengangkut bertanggungjawab untuk kerugian yang disebabkan oleh

penyerahan barang yang terlambat, kecuali bila ia membuktikan, bahwa

kelerlambatan itu adalah akibat suatu kejadian yang selayaknya tidak dapat

dicegah atau dihindarinya.

Pengusaha Kapal

Pasal 320 KUHD: “Dia yang memakai sebuah kapal guna pelayaran di laut

dan mengemudi kannya sendiri atau suruh mengemudikannya oleh seorang

nahkoda yang bekerja padanya”

Pasal tersebut tidak mensyaratkan pemilikan atas kapal oleh pengusaha kapal,

namun ia dapat menggunakannya saja (hak eksploitasi).

Pasal 321 KUHD : Pengusaha terikat oleh segala perbuatan hukum yang

dilakukan oleh mereka yang bekerja tetap/sementara pada kapalnya. Oleh

karenanya ia juga bertanggung jawab atas segala kerugian yang ditimbulkan

pada pihak ketiga .

Page xi

Page 12: 59464055-makalah-HK

i. Perjanjian carter menurut hukum: pasal 453(2)KUHD vervrachter mengikatkan

diri pada bevrachter. Kewajiban pengangkut

pasal 453(2) KUHD

pasal 470 jes 459(4),309(3) KUHD

Kesanggupan atas kapal meliputi mesin dan perlengkapan

(terpelihara/lengkap) dan ABK (cukup dan cakap)

pasal 460(1) KUHD

ii. Perjanjian carter menurut perjalanan: pasal 453(3) KUHD,verrachter

mengikatkan diri kepada bevrachter. Kewajiban pengangkut, menyediakan

kapal tertentu atau beberapa ruangan

iii. Perjanjian pengangkutan barang potongan

pasal 520 (9) KUHD

kapalnya tidak perlu

b. Pengirim barang

i. Pemegang kuasa

ii. Komisioner

iii. Penyimpan barang

iv. Penyelenggara usaha

Selain ekspeditur dalam pengangkutan laut dikenal pula pihak-pihak yang terkait

lainnya, yaitu sbb:

a) Pengatur muatan

b) Per-Veem-An/Ekspedisi Muatan Laut

Menurut pasal 1 PP no 2 tahun 1969 yang dimaksudkan dg Per-Veem-An

ialah:

“usaha yang ditujukan kpd penampungan dan penumpukan barang-barang

yang dilakukan dg mengusahakan gudang-gudang, lapangan-lapangan,

dimana dikerjakan dan disiapkan untuk diserahkan kepada perusahaan

Page xii

Page 13: 59464055-makalah-HK

pelayaran untuk dikapalkan, yang meliputi: antara lain kegiatan ekspidisi

muatan, pengepakan, pengepakan kembali, sortasi, penyimpanan,

pengukuhan, penendaan dan lain-lain pekerjaan yang bersifat teknis ekonomis

yang diperlukan perdagangan dan pelayaran.”

c. Penerima

1. Penerima adalah juga pengirim barang

2. Penerima adalah orang lain yang ditunjuk

E. Sarana Penunjang Pengangkutan Laut

a. Kapal adalah kendaraan air dengan bentuk dan jenis apapun, yang digerakkan dengan

tenaga mekanik, tenaga angin, atau ditunda, termasuk kendaraan yang berdaya

dukung dinamis, kendaraan di bawah permukaan air, serta alat apung dan bangunan

terapung yang tidak berpindah-pindah.2

b. Pelabuhan adalah tempat yang terdiri dari daratan dan perairan di sekitarnya dengan

batas-batas tertentu sebagai tempat kegiatan pemerintahan dan kegiatan ekonomi yang

dipergunakan sebagai tempat kapal bersandar, berlabuh, naik turun penumpang

dan/atau bongkar muat barang yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan pelayaran

dan kegiatan penunjang pelabuhan serta sebagai tempat perpindahan intra- dan

antarmoda transportasi3. Pelabuhan terdiri dari pelabuhan umum dan pelabuhan

khusus. Pelabuhan umum diselenggarakan untuk kepentingan pelayanan masyarakat

umum. Pelabuhan khusus diselenggarakan untuk kepentingan sendiri guna menunjang

kegiatan tertentu. 4

c. Prasarana pelayaran

i. Perairan pelabuhan.

ii. Jembatan dan dermaga

iii. Pelampung

iv. Gudang dan lapangan

v. Pemandu kapal

vi. Kapal tarik2 Bab I ketentuan Umum Pasal 1 ayat 2 UU no 21 tahun 19923 Bab I ketentuan umum pasal 1 ayat 4 UU no 21 tahun 19924 Pasal 22 UU no 21 tahun 1992

Page xiii

Page 14: 59464055-makalah-HK

vii. Alat bongkar muat

viii. Pekerja/buruh yang cukup tersedia

ix. Alat telekomunikasi

F. Bill of Lading (Konosemen)

Bill of Lading (B/L) dalam KUHD masih menggunakan sebugtan konosemen yaittu

terjemahan dari WvK Cognossement, dimana pengertiannya terdapat dalam:

Hamburg Rules :

“Bill of lading means a document which evidences a contract of carriage by sea and

the taking over or loading of the goods againts surrender document. A provision in the

document that the goods are to be delivered to the order of a named person, or, to

order, or to bearer, constitutes such an undertaking”.

pasal 506 ayat (1) KUHD:

“ konosemen ialah sepucuk surat yang ditanggali ddimana pengangkut menyatakan,

bahwa ia telah menerima barang-barang tertentu untuk diangkut ke suatu tempat

tujuan yang ditunjuk dan disana menyerahkan kepada orang yang ditunjuk, beserta

dengan klausula-klausula apa penyerahan terjadi”

Berdasarkan kutipan tersebut, dapat dismpulkan bahwa konosemen atau B/L

berfungsi sebagai:

surat tanda terima barang dari pengangkut untuk pengirim/penerima

surat bukti perjanjian pengangkutan.

Surat bukti pemilikan barang5

Surat berharga6

B/L yang dapat diperdagangkan ditandai dengan tulisan “Original dan

yang tidak dapat diperdagangkan dengan tanda “Not Negotiable”. B/L

yang tergolong atas pengganti apabila diperalihkan harus

menggunakan cara endosemen dan penyerahan suratnya (pasal 508

KUHD).

5 Pasal 510 KUHD: pemegang yang teratur berhak menuntut penyerahan barang di tempat tujuan sesuai dengan isis konosemen, kecuali apabila ia telah mejadi pemegang dengan cara melawan hukum6 Pasal 506 ayat 2 dan 507 ayat 1 bahwa B/L atau konosemen dapat diterbitkan atas-nama (opnaam), atas-pengganti (aan-order) dan atas tunjuk (aan tonder) dan dapat diperdagangkan

Page xiv

Page 15: 59464055-makalah-HK

Ketentuan mengenai B/L dapat dilihat dalam pasal 506 KUHD dan seterusnya (506,

507,509, 510, 513, 514, 515, 516, 517 & 517A ), pasal III ayat 3 Hague Rules dan pasal

14 ayat 1 Hamburg Rules.

Macam-macam B/L:

1) Berdasarkan cara penerbitannya:

Rekta B/L, yaitu B/L yang cara peralihannya dengan Cessie

Order B/L, yaitu B/L yang cara peralihannya dengan endorsement, terdiri dari

order of shipper B/L atau order blanko atau konosemen blanko.

2) Berdasarkan nilai yang terkandung di dalamnya:

a. Clean B/L

b. Dirty B/L

3) Berdasarkan pelabuhan tujuan ada:

a. Direct/straight B/L

b. Optional B/L

c. Through B/L

Pejabat atau pihak yang berwenang menerbitkan konosemen adalah:

- Pengangkut (Pasal 504 KUHD)

- Nahkoda (Pasal 505 KUHD)

Selain konosemen, dalam pengangkutan laut juga harus ada:

1. Manifest

2. Surat mualim

3. Tanda terima gudang

4. Perintah penyerahan

5. Pemberitahuan

6. Perintah mendaratkan

Page xv

Page 16: 59464055-makalah-HK

G. Tanggung Jawab dalam Pengangkutan Laut

a. Timbulnya dan batas-batas tanggung jawab pengangkut

Masalah batas ganti rugi sebagai konsekwensi dan tanggung jawab pengangkut

merupakan masalah yang serius dalam hukum maritim Indonesia. Pasal 470 KUHD

menyatakan bahwa untuk suatu potong barang yang diangkut, pengangkut hanya

bertanggung-jawab untuk memberikan ganti-rugi tidak boleh kurang dari Rp. 600,-

kecuali jika sebelum barang diserahkan kepadanya, ia diberitahu tentang sifat dan

harga barang tersebut. Sedangkan menurut pasal 86 UU no 21 tahun 1992:

(1) Perusahaan angkutan di perairan bertanggung jawab atas akibat yang ditimbulkan

oleh pengoperasian kapalnya berupa :

a. kematian atau lukanya penumpang yang diangkut;

b. musnah, hilang atau rusaknya barang yang diangkut;

c. keterlambatan angkutan penumpang, dan atau barang yang diangkut;

d. kerugian pihak ketiga.

Sedangkan menurut Pasal IV Hague memuat suatu daftar mengenai dalam hal – hal

apa pengangkut tidak bertanggung jawab ganti rugi atas kehilangan atau kerusakan

barang yang meliputi hal – hal pokok sebagai berikut :

tindakan, kelalaian atau kesalahan nahkoda dan awak kapal, pemandu

atau orang – orang yang bekerja untuk penyelenggaraan pelayaraan

atau pengelolaan kapal.

kebakaran kecuali jika disebabkan atau kelalaian pengangkut.

bahaya – bahaya dilaut dan force majeur (bencana alam, perang,

penyitaan kapal oleh penguasa dll)

dan hal – hal lain yang tidak dapat dibuktikan merupakan kesalahan

pengangkut.

Hamburg Rules menghapuskan daftar immunitas dan membebani pengangkut dengan

azas tanggung jawab penuh, dimana pengangkut hanya bebas dari tanggung jawab

dalam keadaan luar biasa yang tidak dapat dikuasainya ( pasal 5 ayat 1 Hamburg Rules).

Dengan demikian menurut Hamburg Rules pengangkut tetap betanggung jawab atas

“navigational fault” yang dilakukan oleh nahkoda/para pelaut.

Page xvi

Page 17: 59464055-makalah-HK

b. Kewajiban penggantian kerugian

Pasal 86 UU no 21 tahun 1992 ayat:

(2) Jika perusahaan angkutan dapat membuktikan bahwa kerugian sebagaimana

dimaksud dalam ayat (1) huruf b, c, dan d bukan disebabkan oleh kesalahannya,

maka dapat dibebaskan sebagian atau seluruh dari tanggung jawabnya.

(3) Perusahaan angkutan wajib mengasuransikan tanggung jawabnya sebagaimana

dimaksud dalam ayat (1).

(4) Tanggung jawab sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), dan ayat (3)

diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 5 Hamburg Rules mengatakan bahwa:

pengangkut bertanggungjawab ganti rugi (liable) atas kerugian akibat hilang atau

rusaknya barang, demikian pula sebagai akibat kelambatan dalam menyerahkan

barang, apabila peristiwa kehilangan, kerusakan atau kelambatan tersebut terjadi pada

waktu barang berada dalam penguasaan pengangkut.

Dengan demikian tidak terdapat sesuatu ketentuan secara eksplisit yang merupakan

dasar tanggung jawab ganti rugi. Namun pasal II Hague Rules mengantipasi tentang

kemungkinan kehilangan atau kerusakan barang, sedangkan dalam Hague-Visby

Rules (berdasarkan Protocol Brussel 1968/perubahaan atas Hague Rules) terdapat

suatu ketentuan (pasal IV bis) yang menegaskan secara eksplisit bahwa ketentuan –

ketentuan mengenai batas tanggungjawab gantirugi berlaku dalam hal adanya tuntutan

ganti rugi terhadap pengangkut mengenai kehilangan atau kerusakan barang tanpa

mengindahkan bahwa gugatan tersebut didasarkan pada suatu kontrak atau perbuatan

melawan hukum. Azas tanggung jawab ganti rugi timbul jika terdapat unsure

kesalahan yang menimbulkan tuntutan ganti rugi

c. Perlunya ekspert dalam pertanggungjawaban pengangkut

Ekspert adalah seorang yang memiliki keahlian dalam menilai barang-barang yang

diangkut. Jenis keahlian ekspert haruslah sesuai dengan jenis barang yang diangkut.

Pemeriksaan ekspert dianggap tidak perlu jika:

Nilai barang mutana yang akan dimintakan pemeriksaan bagitu kecil sehingga

tidak seimbang dengan biaya pemeriksaan

Page xvii

Page 18: 59464055-makalah-HK

Pengangkut telah mengakui adanya kerusakan atau kekurangan barang yang

dilaporkan kepadanya dan siap untuk mengganti kerugian sejumlah yang

ditentukan oleh pengadilan.

Tenggang waktu untuk meminta pemeriksaan ekspert adalah 2 x 24 jam sejak gugatan

diajukan ke pengadilan. Jika jangka waktu 2 x 24 jam terlampaui, penerima masih

diperkenankan untuk mengajukan pemeriksaan ekspert dengan mengajukan alasan-

alasan keterlambatan pengajuan permohonan. Selain itu, ekspert tentu dibutuhkan

untuk pengangkutan barang khusus dan barang berbabaya yang dimaksud dalam

Pasal 87 UU no 21 tahun 1992, dimana:

(1) Pengangkutan barang khusus dan barang berbahaya wajib memenuhi persyaratan.

(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan

Peraturan Pcmerintah.

H. Tentang Nahkoda dan Anak Buah Kapal

Nahkoda kapal adalah salah seorang dari awak kapal yang menjadi pimpinan

umum di atas kapal dan mempunyai wewenang dan tanggung jawab tertentu

sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pemimpin kapal adalah salah seorang dari awak kapal yang menjadi pimpinan

umum di atas kapal untuk jenis dan ukuran tertentu serta mempunyai wewenang

dan tanggung jawab tertentu, berbeda dengan yang dimiliki oleh nahkoda.

Anak buah kapal adalah awak kapal selain nahkoda atau pemimpin kapal

H.1 Kewajiban

a. Nahkoda

1. Nahkoda wajib bertindak dengan kepandaian, ketelitian dan dengan kebijaksanaan

yang cukup untuk melaksanakan tugasnya dengan baik.

2. Nahkoda wajib menaati dengan seksama peraturan yang lazim dan ketentuan yang

ada untuk menjamin kesanggupan berlayar dan keamanan kapal, keamanan para

penumpang dan pengangkutan muatannya. Ia tidak akan melakukan

Page xviii

Page 19: 59464055-makalah-HK

perjalanannya, kecuali bila kapalnya untuk melaksanakan itu memenuhi syarat,

dilengkapi sepantasnya dan diberi anak buah kapal secukupnya.

3. Nahkoda wajib menggunakan pandu, di mana pun bila peraturan perundang-

undangan, kebiasaan atau kewaspadaan mengharuskannya.

4. Nahkoda wajib mengurus barang yang ads di kapal milik penumpang yang

meninggal selama perjalanan, di hadapan dua orang penumpang membuat uraian

secukupnya mengenai hal itu atau menyuruh membuatnya, yang ditanda-tangani

olehnya dan oleh dua orang penumpang tersebut.

5. Nahkoda harus dilengkapi di kapal dengan: (KUHD 432.) surat laut atau pas

kapal, surat ukur dan petikan dari register kapal yang memuat semua pembukuan

yang berkenaan dengan kapal sampai hari keberangkatan terakhir dari pelabuhan

Indonesia. daftar anak buah kapal, manifest muatan, carter partai dan konosemen,

ataupun salinan surat itu; Peraturan perundang-undangan dan reglemen yang

berlaku di Indonesia terhadap perjalanan, dan segala surat lain yang diperlukan

Terhadap carter partai dan konosemen, kewajiban ini tidak berlaku dalam keadaan

yang ditetapkan oleh Kepala Departemen Marine

6. Nahkoda berusaha agar di kapal diselenggarakan buku harian kapal (register

harian atau jurnal), di mana semua hal yang penting yang terjadi dalam perjalanan

dicatat dengan teliti. Nahkoda sebuah kapal yang digerakkan secara mekanis, di

samping itu harus berusaha agar oleh seorang personil kamar mesin

diselenggarakan buku harian mesin

7. Nahkoda dan pengusaha kapal wajib memberikan kesempatan kepada orang-orang

yang berkepentingan atas permintaan mereka untuk melihat buku harian, dan

dengan pembayaran biayanya memberikan salinannya

8. Nahkoda wajib dalam 48 jam setelah tibanya di pelabuhan darurat atau di

pelabuhan tujuan akhir, menunukkan atau menyuruh menunjukkan buku harian

kapal atau buku harian kepada pegawai pendaftaran anak buah kapal, dan minta

agar buku itu ditandatangani oleh pegawai tersebut sebagai tanda telah dilihatnya

9. Nahkoda wajib memberi pertolongan kepada orang-orang yang ada dalam bahaya,

khususnya bila kapalnya tertibat dalam tubrukan, kepada kapal lain yang terlibat

dan orang-orang yang ada di atasnya, dalam batas kemampuan nahkoda tersebut,

tanpa mengakibatkan kapalnya sendiri dan penumpangpenumpangnya tersebut ke

dalam bahaya besar. Di samping itu ia wajib, bila hal ini mungkin baginya

Page xix

Page 20: 59464055-makalah-HK

memberitahukan kepada kapal lain yang terlibat dalam tubrukan itu, nama

kapalnya, pelabuhan tempat kapal terdaftar, dan pelabuhan tempat kedatangan dan

tempat tujuannya. Bila kewajiban ini tidak dipenuhi oleh nahkoda, hal ini tidak

memberi kepadanya hak tagih terhadap pengusaha kapal.

10. Nahkoda kapal Indonesia yang bertujuan ke Indonesia, dan sedang berada di

pelabuhan luar Indonesia, wajib membawa ke Indonesia, pelaut-pelaut

berkewarganegaraan Indonesia dan penduduk Indonesia, yang berada di sana dan

membutuhkan pertolongan, bila di kapal ada tempat untuk mereka

b. Anak Buah Kapal

1. Selama anak buah kapal berada dalam dinas di kapal, ia wajib melaksanakan

perintah nahkoda dengan seksama

2. Tanpa izin nahkoda, anak buah kapal tidak boleh meninggalkan kapal.

H.2 Larangan

a) Nahkoda

Nahkoda tidak boleh meninggalkan kapalnya selama pelayaran atau bila ada bahaya

mengancam, kecuali bila ketidakhadirannya mutlak perlu atau dipaksa untuk itu oleh

ikhtiar penyelamatan diri

b) Anak Buah Kapal

Anak buah kapal tidak boleh membawa atau mempunyai minuman keras atau senjata

di kapal tanpa izin nahkoda.

Page xx

Page 21: 59464055-makalah-HK

H.3 Kewenangan dan Hak:

(a) Nahkoda

1. Setelah tiba di suatu pelabuhan, nahkoda dapat menyuruh pegawai yang

berwenang untuk membuat keterangan kapal mengenai kejadian dalam perjalanan.

2. Bila sangat diperlukan, demi keselamatan kapal atau muatannya, nahkoda

berwenang untuk melemparkan ke laut atau memakai habis perlengkapan kapal

dan bagian dari muatan.

3. Nahkoda dalam keadaan darurat selama perjalanan berwenang untuk mengambil

dengan membayar ganti rugi, bahan makanan yang ada pada para penumpang atau

yang termasuk muatan, untuk digunakan demi kepentingan semua orang yang ada

di kapal.

4. Nahkoda mempunyai kekuasaan disipliner atas anak buah kapal. Untuk

mempertahankan kekuasaan ini ia dapat mengambil tindakan yang selayaknya

diperlukan.

5. Nahkoda mempunyai kekuasaan di kapal atas semua penumpang. Mereka wajib

menaati perintah yang diberikan oleh nahkoda untuk kepentingan keamanan atau

untuk mempertahankan ketertiban dan disiplin.

(b) Anak Buah Kapal

Setiap anak buah kapal di kapal harus diberi kesempatan untuk melihat daftar anak

buah kapal dan perjanjian yang menyangkut dirinya.

Page xxi

Page 22: 59464055-makalah-HK

BAB III

STUDI KASUS

TNI AL Tangkap Kapal Muat Kayu Hitam

April 8, 2010 by syamsir  

Filed under Tak Berkategori

JAKARTA (Pos Kota) – Kepala Dinas Penerangan Angkatan Laut (Kadispenal), Kolonel

Laut (P) Herry Setianegara, S.Sos, SH, MM mengemukakan jajaran TNI Angkatan Laut, KRI

Fatahillah (KRI FTH)-361 dari Guskamlatim (Gugus Keamanan Laut Wilayah Timur)

Koarmatim mengamankan 2 buah kapal Motor yang memuat kayu hitam (kayu amara) yaitu

KM Surya Fajar dan KM Bintang Samudera-02.

Kedua kapal tersebut KM Surya Fajar yang dinahkodai Camel memuat 50 meter kubik kayu

hitam dan KM Bintang Samudera-02. dengan nahkoda Abdi Fuad sebanyak 20 meter kubik

ditangkap ketika sedang dalam pelayaran menuju Tawao (Malaysia). KM Surya Fajar

berangkat dari Toli-Toli sedang KM Bintang Samudera berangkat dari Teluk Sandaran,

selanjutnya kapal pengangkut kayu tersebut dikawal menuju ke Pangkalan Angkatan Laut

(Lanal) Tarakan untuk proses penyelidikan lebih lanjut.

Kapal- kapal tersebut diamankan karena diduga melanggar UU Nomor 17 tahun 2008 tentang

pelayaran karena keduanya tidak mempunyai SPB (Surat Persetujuan Berlayar) dari

Syahbandar, Dokumen kapal tidak ada, ABK tidak tercatat dalam buku sijil serta melanggar

UU RI Nomor 41 Tahun 1999 tentang kehutanan yaitu memuat kayu hitam yang tidak

SKSHH (Surat Keterangan Sahnya Hasil Hutan).

Menurut Kadispenal, TNI AL senantiasa menegakkan hukum di laut bagi kapal-kapal yang

melanggar UU sesuai ketentuan yang berlaku, dan kapal-kapal yang diamankan di Pangkalan

tersebut akan diproses lanjut, sehingga tidak tertutup kemungkinan pelanggaran temuan awal

KRI akan dapat dikembangkan temuan pelanggaran lain oleh penyidik yang dibentuk di

Lanal. (dispenal/syamsir)

Page xxii

Page 23: 59464055-makalah-HK

Analisa Kasus:

Kapal ini melanggar hukum karena:

Tidak mempunyai SPB (Surat Persetujuan Berlayar) dari Syahbandar.

Dokumen kapal tidak ada, dalam hal ini juga termasuk didalamnya adalah

B/L, manifest, description of chargo, dan kelengkapan lainnya yang harusnya

dipenuhi dalam pengangkutan laut.

ABK tidak tercatat dalam buku sijil

Serta melanggar UU RI Nomor 41 Tahun 1999 tentang kehutanan yaitu

memuat kayu hitam yang tidak SKSHH (Surat Keterangan Sahnya Hasil

Hutan).

Page xxiii

Page 24: 59464055-makalah-HK

KESIMPULAN

(1) Dalam PP No 17 Tahun 1988, dijumpai pengertian pengangkutan laut, yaitu:

“setiap kegiatan pelayaran dengan menggunakan kapal laut untuk mengangkut

penumpang, barang dan/ atau hewan untuk satu perjalannan atau lebih dari satu

pelabuhan ke pelabuhan lain atau antara beberapa pelabuhan.” (pasal 1 angka 1 PP

no 17 tahun 1988)

(2) Hukum pengangkutan laut di Indonesia mengacu pada pengaturan:

a. WvK/KUHD

b. UU No 21 th 1992 tentang pelayaran

c. The Hague Rules

d. PP no 82 th 1999

e. Peraturan-peraturan yang dikeluarkan oleh departemen perhubungan laut

(3) Perjanjian Pengangkutan Laut di Indonesia itu sendiri dibedakan menjadi:

a. Perjanjian carter menurut waktu

b. Perjanjian carter menurut perjalanan

c. Perjanjian carter menurut barang potongan

d. Bareboat charter (carter tanpa awak menurut Hague rules)

(4) Jenis-jenis usaha pengangkutan laut:

a. Pelayaran dalam negeri

b. Pelayaran rakyat

c. Pelayaran perintis

d. Pelayaran luar negeri, selain itu dalam UU no 21 tahun 1992 dibahas lebih

banyak lagi, misalnya angkutan danau dan sungai

(5) Pihak-pihak yang terkait dalam pengangkutan laut:

a. Pengangkut

i. Pengangkut bukan pengusaha kapal

ii. Pengangkut sekaligus pengusaha kapal

b. Pengirim

c. Penerima

(6) Sarana dan Prasarana penunjuang dalam pengangkutan laut:

a. Sarana

i. Kapal

Page xxiv

Page 25: 59464055-makalah-HK

ii. Pelabuhan

b. Prasarana:

i. Perairan pelabuhan.

ii. Jembatan dan dermaga

iii. Pelampung

iv. Gudang dan lapangan

v. Pemandu kapal

vi. Kapal tarik

vii. Alat bongkar muat

viii. Pekerja/buruh yang cukup tersedia

ix. Alat telekomunikasi

(7) Dokumen dalam pelayaran selain Bill of Lading atau konosemen yang dikeluarkan

oleh nahkoda atau pengangkut sesuai peraturan dalam KUHD, juga ada:

a. Manifest

b. Description of chargo

c. Surat mualim

d. Tanda terima gudang

e. Perintah penyerahan

f. Pemberitahuan

g. Perintah mendaratkan

(8) Dalam menjalankan tugasnya, penangkut juga meiliki tanggung jawab pada batas-

batas tertentu yang telah ditetapkan dalam KUHD dan Hague Rules

(9) Terdapat beberapa peraturan mengenai nahkoda dan ABK yang apabila dilanggar

akan dikenai sanksi tertentu yang juga diatur dalan UU no 21 tahun 1992 sebagai

tindakan pidana.

Page xxv

Page 26: 59464055-makalah-HK

Daftar Pustaka

UU no 21 tahun 1992

PP no 17 tahun 1988

PP no 82 tahun 1999

http://id.wikisource.org/wiki/Kitab_Undang-Undang_Hukum_Dagang diakses pada 22 June 2011,

09:59am

http://kuliahade.wordpress.com/2009/10/27/pengangkutan-laut/ diakses pada 22 June 2011

10:04am

http://kuliahade.wordpress.com/2009/11/18/perjanjian-pengangkutan/ diakses pada 22 June 2011

10:07am

http://www.kbn.co.id/id/files/peraturan/UU/Undang-Undang%20No.%2021%20Tahun

%201992.pdf diakses pada 25 Juni 2011 pukul 21.35

http://stp.kkp.go.id/elearning/file.php/1/Peraturan_Kelautan_Perikanan/

PP_17_Tahun_1988.pdf diakses pada 25 Juni 2011 pukul 21.43

http://www.poskota.co.id/tag/kapal-kayu diakses pada 25 Juni 2011 pukul 21.55

Page xxvi