56567861 Makalah Mioma Uteri
-
Upload
niken-aryani -
Category
Documents
-
view
38 -
download
5
Transcript of 56567861 Makalah Mioma Uteri
A. Pengertian
Myoma uteri adalah neoplasma jinak yang berasal dari otot uterus dan jaringan ikat sehingga dalam
kepustakaan disebut juga leiomioma, fibromioma atau fibroid. (Arif Mansjoer, 1999, hal 387)
Myoma uteri merupakan tumor jinak otot rahim, disertai jaringan ikatnya sehingga dapat dalam bentuk
padat. (Prof. dr. Ida Bagus Gde Manuaba, SpOG, 1998, hal 409)
Beberapa pengertian dia atas dapat disimpulkan bahwa mioma uteri adalah neoplasma yang berasal
dari otot uterus (tumor jinak uterus yang berbatas tegas) dan jaringan ikat yang menumpangnya sehingga
berbentuk padat karena jaringan ikatnya dominan dan lunak serta otot rahimnya dominan. Selain itu memiliki
kapsul, terbentuk dari otot polos yang imatur dan elemen jaringan penyambung fibrosa sehingga dapat
disebut juga leiomioma, fibromioma, atau fibroid.
B. Etiologi
Menurut Manuaba (2007), faktor-faktor penyebab mioma uteri belum diketahui, namun ada 2 teori yang
menjelaskan faktor penyebab mioma uteri, yaitu:
1. Teori Stimulasi
Berpendapat bahwa estrogen sebagai faktor etiologi dengan alasan :
a. Mioma uteri sering kali tumbuh lebih cepat pada masa hamil
b. Neoplasma ini tidak pernah ditemukan sebelum menarche
c. Mioma uteri biasanya mengalami atrofi sesudah menopause
d. Hiperplasia endometrium sering ditemukan bersama dengan mioma uteri
2. Teori Cell nest atau Genitoblas
Terjadinya mioma uteri tergantung pada sel-sel otot imatur yang terdapat pada cell nest yang selanjutnya
dapat dirangsang terus menerus oleh estrogen.
Selain teori tersebut, menurut Muzakir (2008) faktor risiko yang menyebabkan mioma uteri adalah:
1. Usia penderita
Mioma uteri ditemukan sekitar 20% pada wanita usia reproduksi dan sekitar 40%-50% pada wanita
usia di atas 40 tahun. Mioma uteri jarang ditemukan sebelum menarche (sebelum mendapatkan haid).
Sedangkan pada wanita menopause mioma uteri ditemukan sebesar 10%.
2. Hormon endogen (Endogenous Hormonal)
Mioma uteri sangat sedikit ditemukan pada spesimen yang diambil dari hasil histerektomi
wanita yang telah menopause, diterangkan bahwa hormon esterogen endogen pada wanita-wanita
menopause pada level yang rendah/sedikit (Parker, 2007). Otubu et al menemukan bahwa konsentrasi
estrogen pada jaringan mioma uteri lebih tinggi dibandingkan jaringan miometrium normal terutama
pada fase proliferasi dari siklus menstruasi (Djuwantono, 2005).
3. Riwayat Keluarga
Wanita dengan garis keturunan tingkat pertama dengan penderita mioma uteri mempunyai
2,5 kali kemungkinan untuk menderita mioma dibandingkan dengan wanita tanpa garis keturunan
penderita mioma uteri. Penderita mioma yang mempunyai riwayat keluarga penderita mioma mempunyai
2 (dua) kali lipat kekuatan ekspresi dari VEGF-α (a myoma-related growth factor) dibandingkan dengan
penderita mioma yang tidak mempunyai riwayat keluarga penderita mioma uteri (Parker, 2007).
4. Fungsi ovarium
Diperkirakan ada korelasi antara hormon estrogen dengan pertumbuhan mioma, dimana mioma
uteri muncul setelah menarche, berkembang setelah kehamilan dan mengalami regresi setelah
menopause.
5. Makanan
Beberapa penelitian menerangkan hubungan antara makanan dengan prevalensi atau
pertumbuhan mioma uteri. Dilaporkan bahwa daging sapi, daging setengah matang (red meat), dan
1
daging babi menigkatkan insiden mioma uteri, namun sayuran hijau menurunkan insiden mioma uteri.
Tidak diketahui dengan pasti apakah vitamin, serat atau phytoestrogen berhubungan dengan mioma
uteri (Parker, 2007).
6. Kehamilan
Kehamilan dapat mempengaruhi mioma uteri karena tingginya kadar esterogen dalam
kehamilan dan bertambahnya vaskularisasi ke uterus kemungkinan dapat mempercepat terjadinya
pembesaran mioma uteri (Manuaba, 2007).
7. Paritas
Mioma uteri lebih banyak terjadi pada wanita dengan multipara dibandingkan dengan wanita
yang mempunyai riwayat frekuensi melahirkan 1 (satu) atau 2 (dua) kali. (Parker, 2007).
C. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala dari mioma uteri hanya terjadi pada 35-50% pasien. Gejala yang disebebkan oleh mioma
uteri tergantung pada lokasi, ukuran, dan jumlah mioma. Gejala dan tanda yang paling sering adalah:2,5
1. Perdarahan Uterus yang Abnormal
Perdarahan uterus yang abnormal merupakan gejala klinis yang paling sering terjadi dan paling penting.
Gejala ini terjadi pada 30% pasien dengan mioma uteri. Wanita dengan mioma uteri mungkin akan mengalami
siklus perdarahan haid yang teratur atau tidak teratur. Menorrhagia dan atau metrorrhagis sering terjadi pada
penderita mioma uteri. Perdarahan abnormal ini dapat menyebabkan anemia defisiensi besi.
Pada suatu penelitian yang mengevaluasi wanita dengan mioma uteri dengan atau tanpa perdarahan
abnormal, didapat bahwa wanita dengan perdarahan abnormal secara bermakna menderita mioma intramural
(58% banding 13%) ddan mioma submukosum (21% banding 1%) dibanding dengan wanita penderita mioma
uteri yang asimtomatik. Patofisiologi perdarahan uterus yang abnormal yang berhubungan dengan mioma
uteri masih belum diketahui dengan pasti. Beberapa penelitian menerangkan bahwa adanya disregulasi dari
beberapa faktor pertumbuhan dan reseptor-reseptor yang mempunyai efek langsung pada fungsi vaskuler dan
angiogenesis. Perubahan - perubahan ini menyebabkan kelainan vaskularisasi akibat disregulasi struktur
vaskular di dalam uterus.
2. Rasa Nyeri
Mioma uteri dapat menimbulkan nyeri panggul yang disebabkan oleh karena degenerasi akibat oklusi
vaskuler, infeksi, torsi dari mioma yang bertangkai maupun akibat kontraksi miometrium yang disebabkan
mioma subserosum. Rasa nyeri bukanlah gejala yang khas tetapi dapat timbul karena gangguan sirkulasi
darah pada sarang mioma, yang disertai nekrosis setempat dan peradangan. Tumor yang besar dapat mengisi
rongga pelvik dan menekan bagian tulang pelvik yang dapat menekan saraf sehingga menyebabkan rasa nyeri
yang menyebar ke bagian punggung dan ekstremitas posterior. Pada pengeluaran mioma submukosum yang
akan dilahirkan, pertumbuhannya akan akan menyempitkan kanalis servikalis sehingga menyebabkan
dismenore.
3. Penekanan
Pada mioma uteri yang besar dapat menimbulkan penekanan terhadap organ sekitar. Penekanan mioma
uteri dapat menyebabkan gangguan berkemih, defekasi, maupun dispareunia. Tumor yang besar juga dapat
2
Mekanisme Perdarahan Abnormal pada Mioma Uteri
1. Peningkatan ukuran permukaan endometrium2. Peningkatan vaskularisasi aliran vaskular ke uterus3. Gangguan kontraktilitas uterus4. Ulserasi endometrium pada mioma submukosum5. Kompresi pada pleksus venosus di dalam miometrium
Teori Stimulasi
Stimulasi Estroen
Etiologi
proliferasi di uterus
Hiperplasia endometrium
Teori Cellnest
sel-sel otot imatur
Pemberian estrogen
tumor fibromatosa
menekan pembuluh darah vena pada pelvik sehingga menyebabkan kongesti dan menimbulkan edema pada
ekstremitas posterior.
4. Disfungsi Reproduksi
Hubungan antara mioma uteri sebagai penyebab infertilitas masih belum jelas. Dilaporkan sebesar 27-40%
wanita dengan mioma uteri mengalami infertilitas. Mioma yang terletak di daerah kornu dapat menyebabkan
sumbatan dan gangguan transportasi gamet dan embrio akibat terjadinyaoklusi tuba bilateral.
Mioma uteri dapat menyebabkan gangguan kontraksi ritmik uterus yang sebenarnya diperlukan untuk
motilitas sperma di dalam uterus. Perubahan bentuk kavum uteri karena adanya mioma dapat menyebabkan
disfungsi reproduksi. Gangguan implantasi embrio dapat terjadi pada keberadaan mioma akibat perubahan
histologi endometrium dimana terjadi atrofi karena kompresi massa tumor.
D. Patofisiologi
Mioma merupakan monoclonal dengan tiap tumor merupakan hasil dari penggandaan satu sel otot.
Etiologi yang diajukan termasuk di dalamnya perkembangan dari sel otot uterus atau arteri pada uterus, dari
transformasi metaplastik sel jaringan ikat, dan dari sel-sel embrionik sisa yang persisten. Penelitian terbaru
telah mengidentifikasi sejumlah kecil gen yang mengalami mutasi pada jaringan ikat tapi tidak pada sel
miometrial normal. Sarang mioma di uterus dapat berasal dari serviks uterus hanya 1-3%, sisanya adalah dari
korpus uterus. Menurut letaknya, mioma dapat kita dapati sebagai :
1. Mioma submukosum, berada di bawah endometrium dan menonjol ke dalam rongga uterus.
2. Mioma intramural, mioma terdapat di dinding uterus di antara serabut miometrium.
3. Mioma subserosum, apabila tumbuh keluar dinding uterus sehingga menonjol pada permukaan uterus,
diliputi oleh serosa.
Mioma submukosum dapat tumbuh bertangkai menjadi polip, kemudian dilahirkan melalui saluran serviks
(myomgeburt). Mioma subserosum dapat tumbuh di antara kedua lapisan ligamentum latum menjadi mioma
intraligamenter. Mioma subserosum dapat pula tumbuh menempel pada jaringan lain misalnya ke ligamentum
atau omentum dan kemudian membebaskan diri dari uterus, sehingga disebut wandering/parasitic fibroid.
Jarang sekali ditemukan satu macam mioma saja dalam satu uterus. Mioma pada serviks dapat menonjol ke
dalam saluran serviks sehingga ostium uteri eksternum berbentuk bukan sabit. Apabila mioma dibelah maka
tampak bahwa mioma terdiri atas berkas otot polos dan jaringan ikat yang tersusun seperti konde/pusaran air
(whorl like pattern), dengan pseudocapsule yang terdiri dari jaringan ikat longgar yang terdesak karena
pertumbuhan sarang mioma ini. Pernah ditemukan 200 sarang mioma dalam satu uterus, namun biasanya
hanya 5-20 sarang saja. Dengan pertumbuhan mioma dapat mencapai berat lebih dari 5 kg. Pertumbuhan
mioma diperkirakan memerlukan waktu 3 tahun agar dapat mencapai ukuran sebesar tinju, akan tetapi
beberapa kasus ternyata tumbuh cepat. Setelah menopause banyak mioma menjadi lisut, hanya 10% saja
yang masih dapat tumbuh lebih lanjut. Perubahan sekunder pada mioma uteri yang terjadi sebagian besar
bersifat degenerasi. Hal ini oleh karena berkurangnya pemberian darah pada sarang mioma (Manuaba, 2007).
3
Mioma uteri
Pre operasi
Peningkatan masa
Pembesaran uterus
Penyempitan saraf simpatis
nyeri
Perlawanan pd neoplasma
Pertahanan tubuh tidak adekuat
Risiko infeksi
Luka pembedahan
perdarahan
Risiko Kekurangan volume cairan
Kerusakan jaringan s. saraf
nyeriKerusakan sensorik & kemumpuhan saraf
Retensi urin
Puasa praoperasi
Membran mukosa kering
anorexia
Intoleransi aktivitas
Post operasi
Kurang pengetahuan dampak operasi
E. Pathway
F. Komplikasi
Manuaba (2007) berpendapat bahwa mioma uteri dapat berdampak pada kehamilan dan persalinan,
yaitu:
1. Mengurangi kemungkinan wanita menjadi hamil, terutama pada mioma uteri submukosum.
2. Kemungkinan abortus bertambah.
3. Kelainan letak janin dalam rahim, terutama pada mioma yang besar dan letak subserus.
4. Menghalang-halangi lahirnya bayi, terutama pada mioma yang letaknya di serviks.
5. Inersia uteri dan atonia uteri, terutama pada mioma yang letaknya di dalam dinding rahim atau apabila
terdapat banyak mioma.
6. Mempersulit lepasnya plasenta, terutama pada mioma yang submukus dan intramural.
4
Menurut manuaba (2007), Komplikasi yang terjadi pada mioma uteri :
1. Degenerasi ganas.
Mioma uteri yang menjadi leiomiosarkoma ditemukan hanya 0,32-0,6% dari seluruh mioma; serta merupakan
50-75% dari semua sarkoma uterus. Keganasan umumnya baru ditemukan pada pemeriksaan histologi uterus
yang telah diangkat. Kecurigaan akan keganasan uterus apabila mioma uteri cepat membesar dan apabila
terjadi pembesaran sarang mioma dalam menopause.
2. Torsi (putaran tangkai).
Sarang mioma yang bertangkai dapat mengalami torsi, timbul gangguan sirkulasi akut sehingga mengalami
nekrosis. Dengan demikian terjadilah sindrom abdomen akut. Jika torsi terjadi perlahan-lahan, gangguan akut
tidak terjadi.
3. Nekrosis dan infeksi
Sarang mioma dapat mengalami nekrosis dan infeksi yang diperkirakan karena gangguan sirkulasi darah
padanya.
G. Penatalaksanaan
Penanganan mioma menurut usia, paritas, lokasi dan ukuran tumor
Penanganan mioma uteri tergantung pada usia, paritas, lokasi dan ukuran tumor, dan terbagi atas :
a. Penanganan konservatif, yaitu dengan cara :
1) Observasi dengan pemeriksaan pelvis secara periodik setiap 3-6 bulan,
2) Monitor keadaan Hb,
3) Pemberian zat besi,
4) Penggunaan agonis GnRH, agonis GnRH bekerja dengan menurunkan regulasi gonadotropin yang
dihasilkan oleh hipofisis anterior. Akibatnya, fungsi ovarium menghilang dan diciptakan
keadaan menopause yang reversibel. Sebanyak 70% mioma mengalami reduksi dari ukuran
uterus telah dilaporkan terjadi dengan cara ini, menyatakan kemungkinan manfaatnya pada
pasien perimenopausal dengan menahan atau mengembalikan pertumbuhan mioma sampai
menopause yang sesungguhnya mengambil alih. Tidak terdapat resiko penggunaan agonis GnRH
jangka panjang dan kemungkinan rekurensi mioma setelah terapi dihentikan tetapi, hal ini akan
segera didapatkan dari pemeriksaan klinis yang dilakukan.
b. Penanganan operatif
Intervensi operasi atau pembedahan pada penderita mioma uteri adalah:
1) Perdarahan uterus abnormal yang menyebabkan penderita anemia,
2) Nyeri pelvis yang hebat,
3) Ketidakmampuan untuk mengevaluasi adneksa (biasanya karena mioma berukuran kehamilan 12
minggu atau sebesar tinju dewasa),
4) Gangguan buang air kecil (retensi urin),
5) Pertumbuhan mioma setelah menopause,
6) Infertilitas,
7) Meningkatnya pertumbuhan mioma.
Jenis operasi yang dilakukan pada mioma uteri dapat berupa :
1. Miomektomi
Miomektomi adalah pengambilan sarang mioma tanpa pengangkatan rahim/uterus. Miomektomi
lebih sering di lakukan pada penderita mioma uteri secara umum. Suatu studi mendukung
miomektomi dapat dilakukan pada wanita yang masih ingin bereproduksi tetapi belum ada
analisa pasti tentang teori ini tetapi penatalaksanaan ini paling disarankan kepada wanita
yang belum memiliki keturunan setelah penyebab lain disingkirkan.
2. Histerektomi
5
Histerektomi adalah tindakan operatif yang dilakukan untuk mengangkat rahim, baik
sebahagian (subtotal) tanpa serviks uteri ataupun seluruhnya (total) berikut serviks uteri.
Histerektomi dapat dilakukan bila pasien tidak menginginkan anak lagi, dan pada penderita yang
memiliki mioma yang simptomatik atau yang sudah bergejala.
Kriteria menurut American College of Obstetricians Gynecologists (ACOG) dalam Chelmow
(2005) untuk histerektomi adalah sebagai berikut :
1) Terdapatnya 1 sampai 3 mioma asimptomatik atau yang dapat teraba dari luar dan dikeluhkan oleh
pasien.
2) Perdarahan uterus berlebihan, meliputi perdarahan yang banyak dan bergumpal-gumpal atau
berulang-ulang selama lebih dari 8 hari dan anemia akibat kehilangan darah akut atau kronis.
3) Rasa tidak nyaman di pelvis akibat mioma uteri meliputi nyeri hebat dan akut, rasa tertekan
punggung bawah atau perut bagian bawah yang kronis dan penekanan pada vesika urinaria
mengakibatkan frekuensi miksi yang sering.
Penatalaksanaan mioma uteri pada wanita hamil
Selama kehamilan, terapi awal yang memadai adalah tirah baring, analgesia dan observasi
terhadap mioma. Penatalaksanaan konservatif selalu lebih disukai apabila janin imatur. Namun, pada
torsi akut atau perdarahan intra abdomen memerlukan interfensi pembedahan. Seksio sesarea
merupakan indikasi untuk kelahiran apabila mioma uteri menimbulkan kelainan letak janin, inersia
uteri atau obstruksi mekanik (Taber, 1994).
H. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Mansjoer (2002), pemeriksaan yang dilakukan pada kasus mioma uteri adalah :
1. Pemeriksaan Darah Lengkap : Hb turun, Albumin turun, Lekosit turun/meningkat, Eritrosit turun.
2. USG : terlihat massa pada daerah uterus.
3. Vaginal Toucher : didapatkan perdarahan pervaginam, teraba massa, konsistensi dan ukurannya.
4. Sitologi : menentukan tingkat keganasan dari sel-sel neoplasma tersebut.
5. Rontgen : untuk mengetahui kelainan yang mungkin ada yang dapat menghambat tindakan operasi.
6. ECG : Mendeteksi kelainan yang mungkin terjadi, yang dapat mempengaruhi tindakan operasi.
7. Ultrasonografi
Ultrasonografi transabdominal dan transvaginal bermanfaat dalam menetapkan adanya mioma uteri.
Ultrasonografi transvaginal terutama bermanfaat pada uterus yng kecil. Uterus atau massa yang paling
besar paling baik diobservasi melalui ultrasonografi transabdominal. Mioma uteri secara khas
menghasilkan gambaran ultrasonografi yang mendemonstrasikan irregularitas kontur maupun pembesaran
uterus. Adanya kalsifikasi ditandai oleh fokus-fokus hiperekoik dengan bayangan akustik. Degenerasi kistik
ditandai adanya daerah yang hipoekoik.
8. Histeroskopi
Dengan pemeriksaan ini dapat dilihat adanya mioma uteri submukosa, jika tumornya kecil serta
bertangkai. Tumor tersebut sekaligus dapat diangkat.
9. MRI (Magnetic Resonance Imaging)
MRI sangat akurat dalam menggambarkan jumlah,ukuran dan lokasi mioma, tetapi jarang diperlukan. Pada
MRI, mioma tampak sebagai massa gelap terbatas tegas dan dapat dibedakan dari miometrium yang
normal. MRI dapat mendeteksi lesi sekecil 3 mm yang dapat dilokalisasi dengan jelas, termasuk mioma
submukosa. MRI dapat menjadi alternatif ultrasonografi pada kasus -kasus yang tidak dapat disimpulkan.
I. Asuhan Keperawatan
1. Preoperatif
6
Pengkajian
1. Data umum
Usia :
a. Mioma biasanya terjadi pada usia reproduktif, paling sering ditemukan pada usia 35 tahun keatas.
b. Makin tua usia maka toleransi terhadap nyeri akan berkurang
c. Orang dewasa mempunyai dan mengetahui cara efektif dalam menyesuaikan diri terutama
terhadap perubahan yang terjadi pada dirinya akibat tindakan TAH-BSO.
2. Keluhan Utama
Keluhan yang timbul pada hampir tiap jenis operasi adalah rasa nyeri karena terjadi torehant
tarikan, manipulasi jaringan organ. Rasa nyeri setelah bedah biasanya berlangsung 24-48 jam.
Adapun yang perlu dikaji pada rasa nyeri tersebut adalah:
a. Lokasi nyeri,
b. Intensitas nyeri,
c. Waktu dan durasi,
d. Kualitas nyeri.
3. Riwayat Reproduksi
a. Haid
Dikaji tentang riwayat menarche dan haid terakhir, sebab mioma uteri tidak pernah ditemukan
sebelum menarche dan mengalami atrofi pada masa menopause.
b. Hamil dan Persalinan
1) Kehamilan mempengaruhi pertubuhan mioma, dimana mioma uteri tumbuh cepat pada masa
hamil ini dihubungkan dengan hormon estrogen, pada masa ii dihasilkan dalam jumlah yang
besar.
2) Jumlah kehamilan dan anak yang hidup mempengaruhi psikologi klien dan keluarga terhadap
hilangnya organ kewanitaan.
4. Data Psikologi
Pengangkatan organ reproduksi dapat sangat berpengaruh terhadap emosional klien dan
diperlukan waktu untuk memulai perubahan yang terjadi. Organ reproduksi merupakan komponen
kewanitaan, wanita melihat fungsi menstruasi sebagai lambang feminitas, sehingga berhentinya
menstruasi bisa dirasakan sebagai hilangnya perasaan kewanitaan. Perasaan seksualitas dalam arti
hubungan seksual perlu ditangani. Beberapa wanita merasa cemas bahwa hubungan seksualitas
terhalangi atau hilangnya kepuasan. Pengetahuan klien tentang dampak yang akan terjadi sangat
perlu persiapan psikologi klien.
5. Status Respiratori
Respirasi bisa meningkat atau menurun. Pernafasan yang ribut dapat terdengar tanpa stetoskop.
Bunyi pernafasan akibat lidah jatuh ke belakang atau akibat terdapat secret. Suara paru yang kasar
merupakan gejala terdapat secret pada saluran nafas. Usaha batuk dan bernafas dalam dilaksanakan
segera pada klien yang memakai anaestesi general.
6. Tingkat Kesadaran
Tingkat kesadaran dibuktikan melalui pertanyaan sederhana yang harus dijawab oleh klien atau
disuruh untuk melakukan perintah. Variasi tingkat kesadaran dimulai dari siuman sampai mengantuk,
harus diobservasi dan penurunan tingkat kesadaran merupakan gejala syok.
7. Status Urinari
Retensi urine paling umum terjadi setelah pembedahan ginekologi, klien yang hidrasinya baik
biasanya baik biasanya kencing setelah 6 sampai 8 jam setelah pembedahan. Jumlah autput urine
yang sedikit akibat kehilangan cairan tubuh saat operasi, muntah akibat anestesi.
8. Status Gastrointestinal
7
Fungsi gastrointestinal biasanya pulih pada 24-74 jam setelah pembedahan, tergantung pada
kekuatan efek narkose pada penekanan intestinal. Ambulatori dan kompres hangat perlu diberikan
untuk menghilangkan gas dalam usus.
Diagnosa Keperawatan
1) Nyeri berhubungan dengan kerusakan jaringan otot dan sistem saraf
2) Retensi urine berhubungan dengan kelemahan pada saraf sensorik dan motorik.
3) Gangguan konsep diri berhubungan dengan kekhawatiran tentang ketidakmampuan memiliki anak
dan pola hubungan seksual.
4) Kurang pengetahuan tentang efek pembedahan
Intervensi
Diagnosa I : Nyeri berhubungan dengan kerusakan jaringan otot dan sistem saraf
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam diharapkan masalah nyeri teratasi
Intervensi :
1) Kaji tingkat rasa tidak nyaman sesuai dengan tingkatan nyeri.
2) Beri posisi fowler atau posisi datar atau miring kesalah satu sisi.
3) Ajarkan teknik releksasi seperti menarik nafas dalam, bimbing untuk membayangkan sesuatu. Kaji TTV :
takhikardi, hipertensi, pernafasan cepat.
4) Motivasi klien untuk mobilisasi dini setelah pembedahan bila sudah diperbolehkan.
5) Laksanakan pengobatan sesuai indikasi seperti analgesik intravena.
6) Observasi efek analgetik (narkotik)
7) Obervasi tanda vital : nadi , tensi, pernafasan.
Diagnosa II : Retensi urine berhubungan dengan kelemahan pada saraf sensorik dan motorik.
Intervensi :
1) Catat poal miksi dan minitor pengeluaran urine.
2) Lakukan palpasi pada kandung kemih, observasi adanya ketidaknyamanan dan rasa nyeri.
3) Lakukan tindakan agar klien dapat miksi dengan pemberian air hangat, mengatur posisi, mengalirkan
air keran.
4) Jika memakai kateter, perhatikan apakah posisi selang kateter dalam keadaan baik, monitor intake
autput, bersihkan daerah pemasangan kateter satu kali dalamsehari, periksa keadaan selang kateter
(kekakuan,tertekuk).
5) Perhatikan kateter urine : warna, kejernihan dan bau.
6) Kolaborasi dalam pemberian dalam pemberian cairan perperental dan obat obat untuk melancarkan
urine.
7) Ukur dan catat urine yang keluar dan volume residual urine 750 cc perlu pemasangan kateter tetap
sampai tonus otot kandung kemih kuat kembali.
Diagnosa III : Gangguan konsep diri berhubungan dengan kekhawatiran tentang ketidakmampuan
memiliki anak dan pola hubungan seksual.
Intervensi :
1) Beritahu klien tentang siapa saja yang bisa dilakukan histerektomi dan anjurkan klien untuk
mengekpresikan perasaannya tentang histerektomi
2) Kaji apakah klien mempunyai konsep diri yang negatif.
3) Libatkan klien dalam perawatannya
4) Kontak dengan klien sesering mungkin dan ciptakan suasana yang hangat dan menyenangkan.
8
5) Memotivasi klien untuk mengungkapkan perasaannya mengenai tindakan pembedahan dan
pengaruhnya terhadap diri klien
6) Berikan dukungan emosional dalam teknik perawatan, misalnya perawatan luka dan mandi.
7) Ciptakan lingkungan atau suasana yang terbuka bagi klien untuk membicarakan keluhan-keluhannya.
Diagnosa IV : Kurang pengetahuan tentang efek pembedahan
Intervensi :
1) Jelaskan bahwa tindakan histerektomi abdominal mempunyai kontraindikasi yang sedikit tapi
membutuhkan waktu yang lama untuk pulih, menggunakan anastesi yang banyak dan memberikan
rasa nyeri yang sangat setelah operasi.
2) Jelaskan dan ajarkan cara perawatan luka bekas operasi yang tepat
3) Motivasi klien melakukan aktivitas sesuai kemampuan.
4) Jelaskan efek dari pembedahan terhadap menstruasi dan ovulasi
5) Jelaskan aktivitas yang tidak boleh dilakukan.
6) Jelaskan bahwa pengangkatan uterus secara total menyebabkan tidak bisa hamil dan menstruasi
Diagnosa V : Resiko tinggi kekurangan volume cairan tubuh berhubungan dengan perdarahan
pervaginam berlebihan.
Intervensi :
1) Kaji tanda-tanda kekurangan cairan.
2) Pantau masukan dan haluaran/ monitor balance cairan tiap 24 jam.
3) Monitor tanda-tanda vital
4) Evaluasi nadi perifer
5) Observasi pendarahan
6) Anjurkan klien untuk minum + 1500-2000 ,l/hari
7) Kolaborasi untuk pemberian cairan parenteral
9