..

122
ANALISIS POLA AKTIVITAS, TINGKAT KELELAHAN DAN STATUS ANEMIA SERTA PENGARUHNYA TERHADAP PRESTASI BELAJAR SISWA WIWIK WIDAYATI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009

Transcript of ..

Page 1: ..

ANALISIS POLA AKTIVITAS, TINGKAT KELELAHAN DAN STATUS ANEMIA SERTA PENGARUHNYA TERHADAP

PRESTASI BELAJAR SISWA

WIWIK WIDAYATI

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2009

Page 2: ..

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Analisis Pola Aktivitas, Tingkat Kelelahan dan Status Anemia serta Pengaruhnya terhadap Prestasi Belajar Siswa adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Januari 2009

Wiwik Widayati NRP. A551050031

Page 3: ..

ABSTRACT

WIWIK WIDAYATI. Analysis of Activity Pattern, Fatigue Level, and Anemia Status and The Effect on Study Achievement of Student. Under direction of SITI MADANIJAH and IKEU TANZIHA

This research aim to analyze activity pattern, fatigue level, and the anemia status and also the effect on study achievement of student. This research use the cross-sectional study design, where 93 students in MTsN 1 Malang selected for sample (using random sampling technique). Data were analyzed with anova test experiment and Rank Spearman corelation experiment using SPSS 15.00. The result shows that the biggest time allocation of acceleration class student, pre-eminent class student and also regular class student are used to sleep, result of test statistic significantly correlate with study achievement (p = 0,008). Student fatigue level of the students from those three classes mostly categorized as tired, the result of test statistic show that it significant correlate (p = 0,003) with food consumption behavior. Prevalence of anemia status is 1,1%, which this anemia status not significant correlate (p = 0,001) with study achievement. The study achievement of the three groups, as indicated by the school report card, result of anova test different significant (p = 0,000) of three classes. In general, result of this research show factors having an effect on study achievement are study activity, sleep activity, and Hb level.

Keyword: activity, fatigue, anemia, study achievement.

Page 4: ..

RINGKASAN

WIWIK WIDAYATI. Analisis Pola Aktivitas, Tingkat Kelelahan, dan Status Anemia serta Pengaruhnya terhadap Prestasi Belajar Siswa. Dibimbing oleh SITI MADANIJAH dan IKEU TANZIHA. Penyelenggaraan pendidikan di Indonesia pada umumnya bersifat klasikal, kelemahan sistem ini tidak terakomodasikannya kebutuhan individual siswa yang pada dasarnya tidak sama baik intelegensi, bakat dan minatnya. Penyelenggaraan kelas akselerasi (percepatan belajar) dianggap salah satu alternatif bagi siswa yang memiliki kemampuan dan kecerdasan di atas rata-rata. Namun, penyelenggaraan kelas akselerasi yang sudah diujicobakan beberapa tahun terakhir ini masih mengandung pro dan kontra dari banyak kalangan. Terkait dengan hal tersebut peneliti tertarik untuk meneliti bagaimana keragaan pola aktivitas, tingkat kelelahan dan status anemia serta pengaruhnya terhadap prestasi belajar siswa.

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi karakteristik keluarga dan karakteristik siswa akselerasi, unggulan dan reguler; menganalisis pola aktivitas dan tingkat kelelahan siswa akselerasi, unggulan dan reguler; menganalisis perilaku konsumsi pangan dan status anemia siswa; menganalisis tingkat stres siswa; menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap tingkat kelelahan siswa; serta menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap prestasi belajar siswa. Penelitian ini dilakukan dengan desain cross sectional study, di MTsN 1 Malang. Penentuan lokasi penelitian dilakukan secara purposive dengan mempertimbangkan terdapatnya program akselerasi, unggulan dan reguler serta kesediaan bekerjasama dalam penelitian. Pengambilan data dilaksanakan pada bulan Juli sampai Agustus 2008. Contoh dalam penelitian ini adalah siswa kelas dua (akselerasi) dan siswa kelas tiga (unggulan dan reguler). Pengambilan contoh secara acak (random sampling). Besarnya contoh didasarkan pada alokasi proporsional dari tiga kelompok yaitu 20 orang untuk kelas akselerasi; 21 orang kelas unggulan; dan 52 orang kelas reguler. Data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer meliputi karakteristik contoh (umur, jenis kelamin, uang saku dan pengetahuan gizi), karakteristik keluarga (pendidikan orangtua, pekerjaan orangtua, pendapatan orangtua dan jumlah anggota keluarga), pola aktivitas, perilaku konsumsi, status gizi (berat badan, tinggi badan), status anemia (kadar hemoglobin), status kesehatan, tingkat kelelahan, tingkat stres, tingkat kepuasan, motivasi serta lingkungan keluarga. Pengumpulan data dilakukan dengan pengisisan kuesioner. Konsumsi pangan diperoleh dengan metode recall 2 x 24 jam yaitu pada hari libur dan hari sekolah. Pola aktivitas diperoleh dari pencatatan recall 2 x 24 jam pada hari libur dan hari sekolah. Berat badan dan tinggi badan contoh diperoleh dengan pengukuran langsung, alat yang digunakan untuk mengukur berat badan adalah timbangan injak dengan tingkat ketelitian 0,1 kg, sedangkan tinggi badan menggunakan alat ukur microtoise dengan ketelitian 0,1 cm. Kadar Hb diukur dengan menggunakan metode cyanmethemoglobin dengan mengambil darah contoh sebanyak 0,2 ml yang dilakukan oleh petugas

Page 5: ..

profesional dari laboratorium SIMA Kota Malang. Data sekunder diperoleh dari data sekolah meliputi karakteristik sekolah, sarana dan prasarana. Data yang diperoleh dianalisis secara statistik deskriptif dan inferensia dengan menggunakan Program SPSS versi 15.0 for windows. Kontrol kualitas data yang dilakukan yaitu uji reliabilitas untuk alat ukur tingkat kelelahan, tingkat stres, tingkat kepuasan, motivasi dan lingkungan keluarga dengan metode Cronbach’s Alpha. Untuk mengetahui hubungan antar variabel digunakan uji Korelasi Pearson. Untuk mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap tingkat kelelahan siswa dan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap prestasi belajar siswa digunakan analisa regresi linier berganda. Analisis terhadap pola aktivitas menunjukkan alokasi waktu terbesar contoh pada kelas akselerasi, unggulan dan reguler digunakan untuk tidur yaitu 8,5 jam sehari. Selanjutnya aktivitas contoh pada ketiga kelas yang juga memakan waktu yang cukup banyak adalah untuk kegiatan sekolah yaitu 7,2 jam, sedangkan alokasi waktu terkecil digunakan untuk aktivitas olah raga yaitu 0,2 jam dari keseluruhan aktivitas. Hasil uji anova menunjukkan aktivitas belajar, bermain dan tidur berbeda nyata pada ketiga kelas. Hasil uji statistik menunjukkan pola aktivitas tidak berhubungan dengan tingkat kelelahan. Analisis tingkat kelelahan menunjukkan pada umumnya sebagian besar contoh pada ketiga kelas (81,7%) merasa lelah. Hasil uji anova tidak berbeda nyata pada ketiga kelas, sedangkan hasil uji statistik menunjukkan tingkat kelelahan berhubungan negatif dengan perilaku konsumsi pangan. Status anemia contoh dinilai dari hasil pengukuran hemoglobin (Hb) dalam darah. Kadar Hb contoh berkisar antara 11,7-17,5 g/dl, dengan rata-rata kadar Hb 14,1±1,2 g/dl. Analisis status anemia menunjukkan proporsi anemia contoh sebesar 1,1%. Hasil uji anova menunjukkan status anemia pada ketiga kelas tidak berbeda nyata, sedangkan hasil uji statistik menunjukkan status anemia tidak berhubungan dengan prestasi belajar. Dari hasil analisis statistik diketahui bahwa faktor-faktor yang berpengaruh terhadap tingkat kelelahan adalah umur, perilaku konsumsi pangan dan tingkat stres, dengan besar pengaruhnya 42,4%. Analisis statistik terhadap faktor-faktor yang berpengaruh terhadap prestasi belajar menunjukkan bahwa aktivitas belajar, aktivitas tidur dan kadar Hb berpengaruh terhadap prestasi belajar siswa, adapun besar pengaruhnya adalah 42,5%. Kata kunci : aktivitas, kelelahan, anemia, prestasi belajar.

Page 6: ..

@ Hak cipta milik IPB, tahun 2009

Hak cipta dilindungi undang-undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruhnya karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber.

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah.

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruhnya karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB

Page 7: ..

ANALISIS POLA AKTIVITAS, TINGKAT KELELAHAN DAN STATUS ANEMIA SERTA PENGARUHNYA TERHADAP

PRESTASI BELAJAR SISWA

WIWIK WIDAYATI

Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Magister Sains pada Program Studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2009

Page 8: ..

Judul Tesis : Analisis Pola Aktivitas, Tingkat Kelelahan dan Status Anemia serta Pengaruhnya terhadap Prestasi Belajar Siswa

Nama : Wiwik Widayati NRP : A551050031

Disetujui

Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Siti Madanijah, M.S Ketua

Dr. Ir. Ikeu Tanziha, M.S Anggota

Diketahui Ketua Program Studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga

Dr. Ir. Hadi Riyadi, M.S

Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof.Dr.Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S

Tanggal Ujian : 22 Januari 2009

Tanggal Lulus :

Page 9: ..

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Prof. Dr. Ir. Ali Khomsan, M.S.

Page 10: ..

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya

sehingga penulisan tesis ini dapat diselesaikan. Judul penelitian ini adalah Analisis

Pola aktivitas, Tingkat Kelelahan dan Status Anemia serta Pengaruhnya terhadap

Prestasi Belajar Siswa. Pengambilan judul ini dilatarbelakangi masih adanya

pendapat yang pro dan kontra terhadap pelaksanaan program akselerasi pada

beberapa tahun terakhir ini.

Selama mempersiapkan dan melakukan penelitian sampai akhirnya dapat

menyelesaikan tesis ini, saya mendapat bimbingan banyak yang tidak ternilai

harganya dari pembimbing saya : Dr.Ir. Siti Madanijah, MS (ketua komisi) dan

Dr.Ir. Ikeu Tanziha, MS (anggota). Kebijaksanaan, kesabaran, dan ketelatenan

beliau sangat berguna dan merupakan pelajaran yang tak ternilai dan sangat

berharga bagi saya. Penyelesaian tesis ini juga tidak terlepas dari masukan, saran,

dan koreksi dari Prof.Dr.Ir. Ali Khomsan, MS yang bertindak sebagai penguji luar

komisi pembimbing pada saat ujian tesis.

Rektor dan Dekan Sekolah Pascasarjana IPB, Ketua Program Studi,

Pengajar dan Pegawai Administrasi Program Studi Gizi Masyarakat dan

Sumberdaya Keluarga IPB yang telah memberi perhatian, memberi ilmu yang

berharga, dan memberikan pelayanan administrasi akademik kepada saya selama

kuliah di IPB.

Ibu Dra. Binti Maqsudah, MPd selaku Kepala Sekolah MTsN1 Malang,

atas diperkenankannya saya melakukan penelitian di sana. Bapak Moch.

Solehudin, SPd selaku guru Bahasa Arab, atas kerelaannya memberikan jam

pelajarannya pada saya untuk penelitian ini. Bapak Drs. Moh. Taufik, MPd selaku

pembina UKS MTsN 1 Malang yang telah memperkenankan saya menggunakan

Ruang UKS untuk pengisian kuesioner dan pengambilan darah selama penelitian

ini. Ibu Ana Fikrotuz Zakiyah, SPd kakak sekaligus guru Biologi yang telah

banyak sekali membantu saya selama penelitian ini dari awal sampai akhir serta

yang senantiasa mendukung dan mendoakan saya. Ibu Eli Cholidah, SAg guru

UKS yang sudah banyak membantu selama penelitian. Siswa kelas 8 H

(Akselerasi), siswa kelas 9 H (Unggulan) dan siswa kelas reguler dari A sampai G

Page 11: ..

yang terpilih menjadi sampel penelitian saya, atas kesediaannya bekerja sama

selama penelitian ini sehingga penelitian ini bisa selesai dengan baik.

Bapak dan ibu saya, H. Rodhi dan Hj. Suwanah yang penuh kasih sayang

dan perhatian serta doa-doanya yang tulus. Suami saya tercinta, Andri Khairul

Anam, Amd dan anak saya tercinta Ridho Shohib Arroyyan, atas doa dan cinta

kasih serta pengertian dan perhatiannya dan juga atas dorongan semangat yang

selalu dipompakan setiap saat.

Mas Suroso dan Adik Fauzi atas perhatian, dukungan dan doanya. Ibu Hj.

Anwar selaku ibu mertua saya, serta ipar-ipar saya (Mbak Nana & Mas Jamal;

Mbak Is & Mas Zein, Mbak Wilda & Mas Anang, serta Mbak Irna & Mas Bidin),

yang telah memberikan perhatian dan dorongan untuk menyelesaikan studi saya.

Keponakan-keponakan saya (Fatkhur, Ghofur, Zila, Jawwad, Ijaz, Silmi, Farin,

Izzat, Qorin, Hilya, Ahda, Fira, Rima, Ira, serta Rahma dan Izzah) yang

sholeh/sholihah dan selalu menghibur saya.

Teman-teman saya pada Program Studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya

Keluarga : Ibu Enok Sobariah, Ely Walimah, Nita Rahmiwati, Ibu Nur Rahmi

Amma, Ibu Sri Darningsih, Ibu Asih, Ni Ketut Sutiari, Merynda Indriyani,

Febrina Sulistyawati, Nur Riska Tajoedin, Guspri Devi Artanti, Cica Yulia,

Nunung Cipta Dainy, Nita Yulianis, Arfiati, mbak Nur, Ibu Maya Kandina, Fahmi

Abdul Hamid dan Rusman Efendi, serta teman-teman lain yang tidak bisa

disebutkan satu persatu.

Teman-teman di Wisma Vamdi yang senantiasa mendorong dan

mendoakan penulis sehingga bisa menyelesaikan tesis ini. Serta teman-teman liqo

atas doa dan dorongannya untuk menyelesaikan studi ini.

Semoga Allah SWT membalas budi baik Bapak/Ibu/Saudara/i semuanya.

Mudah-mudahan karya tulis ini dapat bermanfaat.

Bogor, Januari 2009

Penulis

Page 12: ..

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Mojokerto, tanggal 13 April 1983 sebagai anak

pertama dari dua bersaudara, dari pasangan Bapak H. Rodhi dan Ibu Hj. Suwanah.

Penulis menikah dengan Andri Khairul Anam, Amd dan dikaruniai seorang putra

bernama Ridho Shohib Arroyyan.

Tahun 1995 penulis tamat MI Al Hidayah Trowulan, Mojokerto, kemudian

melanjutkan ke MTsN Sooko, Mojokerto dan tamat tahun 1997. Selanjutnya

penulis diterima di SMUN 1 Sooko, Mojokerto dan tamat tahun 2000. Setelah

tamat SMU, penulis melanjutkan studi di Jurusan Agronomi, Fakultas Pertanian,

Universitas Muhammadiyah Malang dan tamat tahun 2005. Pada tahun 2002

sampai 2005 penulis bekerja sebagai asisten di laboratorium Kimia Universitas

Muhammadiyah Malang.

Tahun 2005 penulis berkesempatan untuk melanjutkan studi di Sekolah

Pascasarjana Institut Pertanian Bogor pada Program Studi Gizi Masyarakat dan

Sumberdaya Keluarga (GMK).

Page 13: ..

DAFTAR ISI

Halaman DAFTAR TABEL ........................................................................................... xiv DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... xv PENDAHULUAN .......................................................................................... 1

Latar Belakang .................................................................................... 1 Perumusan Masalah ............................................................................ 3 Tujuan Penelitian ................................................................................ 4 Hipotesis .............................................................................................. 4 Manfaat Penelitian .............................................................................. 4

TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................ 5 Prestasi Belajar .................................................................................... 5 Determinan Prestasi Belajar ................................................................ 6 Karakteristik Remaja ............................................................................ 7 Karakteristik Keluarga ........................................................................ 8 Konsumsi Pangan ................................................................................ 10 Status Gizi ........................................................................................... 11 Status Kesehatan ................................................................................. 12 Hubungan Anemia Gizi Besi dengan Prestasi Belajar ........................ 13 Pola Aktivitas ...................................................................................... 15 Kelelahan ............................................................................................. 16 Determinan Tingkat Kelelahan ........................................................... 17 Stres ..................................................................................................... 19

Sumber stres ............................................................................... 20 Tingkat stres ............................................................................... 20 Stres di Bidang Akademis pada Siswa Berbakat ....................... 21

Motivasi .............................................................................................. 22 Kepuasan ............................................................................................. 24

KERANGKA PEMIKIRAN ........................................................................... 25

METODE ........................................................................................................ 27

Desain, Tempat dan Waktu ................................................................. 27 Teknik Penarikan Contoh .................................................................... 27 Jenis dan Cara Pengumpulan Data ...................................................... 28 Pengolahan dan Analisis Data ............................................................. 29 Definisi Operasional ............................................................................ 37

HASIL DAN PEMBAHASAN ....................................................................... 39 Keadaan Umum Sekolah ..................................................................... 39 Karakteristik Keluarga ........................................................................ 40

Pendidikan ................................................................................... 40 Pekerjaan ..................................................................................... 41

Page 14: ..

Pendapatan .................................................................................. 42 Besar Keluarga ............................................................................ 43

Karakteristik Contoh ........................................................................... 43 Umur dan Jenis Kelamin ............................................................. 43 Uang Saku ................................................................................... 44 Pengetahuan Gizi ........................................................................ 45

Perilaku Konsumsi Pangan ................................................................. 47 Kebiasaan Makan ........................................................................ 47

Analisis Konsumsi .............................................................................. 52 Konsumsi Energi dan Zat Gizi .................................................... 52 Tingkat Konsumsi Energi dan Zat Gizi ...................................... 54

Pola Aktivitas ...................................................................................... 57 Status Gizi ........................................................................................... 58

Status Gizi Antropometri ............................................................ 59 Status Anemia ............................................................................. 61

Status Kesehatan ................................................................................. 62 Tingkat Kelelahan ............................................................................... 64 Tingkat Stres ....................................................................................... 66 Tingkat Kepuasan ................................................................................ 70 Motivasi .............................................................................................. 73 Lingkungan Keluarga .......................................................................... 76 Prestasi Belajar .................................................................................... 82

Nilai Pelajaran IPA .................................................................... 83 Nilai Pelajaran IPS ..................................................................... 83 Nilai Pelajaran Bahasa ............................................................... 84 Nilai pelajaran Agama ............................................................... 84

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Kelelahan ...................... 86 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar .......................... 87

KESIMPULAN DAN SARAN ....................................................................... 89 Kesimpulan ......................................................................................... 89 Saran .................................................................................................... 90

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 91 LAMPIRAN .................................................................................................... 99

Page 15: ..

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Jenis dan cara pengumpulan data .............................................................. 29

2 Kategori pengetahuan gizi menurut skor pengetahuan gizi ...................... 30

3 Klasifikasi status gizi menurut indeks massa tubuh (IMT) ........................ 31

4 Skala pengukuran variabel-variabel penelitian ......................................... 34

5 Sebaran contoh berdasarkan pendidikan ayah dan ibu ............................. 40

6 Sebaran contoh berdasarkan pekerjaan ayah dan ibu ................................ 41

7 Sebaran contoh berdasarkan kategori kemiskinan .................................... 42

8 Sebaran contoh berdasarkan kategori besar keluarga ............................... 43

9 Sebaran contoh berdasarkan umur dan jenis kelamin ............................... 44

10 Sebaran contoh berdasarkan kategori uang saku ...................................... 44

11 Sebaran contoh berdasarkan jawaban benar pertanyaan pengetahuan gizi ............................................................................................................. 45

12 Sebaran contoh berdasarkan kategori pengetahuan gizi ........................... 46

13 Sebaran contoh berdasarkan kebiasaan makan .......................................... 48

14 Sebaran contoh berdasarkan jenis suplemen yang dikonsumsi seminggu terakhir ...................................................................................... 51

15 Sebaran contoh berdasarkan kategori perilaku konsumsi pangan ............. 51

16 Rata-rata konsumsi, kecukupan gizi yang dianjurkan dan tingkat konsumsi energi dan zat gizi contoh ............................................. 54

17 Rata-rata penggunaan waktu contoh untuk berbagai aktivitas .................. 58

18 Berat badan dan IMT contoh ..................................................................... 59

19 Sebaran contoh berdasarkan kategori status gizi antropometri ................. 60

20 Sebaran contoh berdasarkan kategori status anemia ................................. 61

21 Sebaran contoh berdasarkan kategori status kesehatan ............................. 63

22 Sebaran contoh berdasarkan kategori tingkat kelelahan ........................... 64

23 Sebaran contoh berdasarkan pertanyaan tingkat kelelahan ....................... 65

24 Sebaran contoh berdasarkan kategori tingkat stres ................................... 66

25 Sebaran contoh berdasarkan gejala stres ................................................... 68

26 Sebaran contoh berdasarkan kategori tingkat kepuasan ............................ 70

27 Sebaran contoh berdasarkan tingkat kepuasan .......................................... 71

Page 16: ..

28 Sebaran contoh berdasarkan kategori motivasi belajar ............................. 73

29 Sebaran contoh berdasarkan motivasi belajar ........................................... 75

30 Sebaran contoh berdasarkan kategori lingkungan keluarga ...................... 76

31 Sebaran contoh berdasarkan sarana belajar di rumah ............................... 78

32 Sebaran contoh berdasarkan peran orangtua mendorong motivasi belajar anak ............................................................................................... 80

33 Sebaran contoh berdasarkan peran orangtua dalam membimbing kegiatan belajar anak ................................................................................. 81

34 Sebaran contoh berdasarkan kategori nilai pelajaran IPA ........................ 83

35 Sebaran contoh berdasarkan kategori nilai pelajaran IPS ......................... 83

36 Sebaran contoh berdasarkan kategori nilai pelajaran Bahasa ................... 84

37 Sebaran contoh berdasarkan kategori nilai pelajaran Agama ................... 85

38 Sebaran contoh berdasarkan kategori nilai ............................................... 85

Page 17: ..

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1 Skor Jenis Penyakit berdasarkan Tingkat Keparahannya terhadap Anak ............................................................................................ 99

2 Kuesioner Tingkat Kelelahan ..................................................................... 100

3 Kuesioner Tingkat Stres ............................................................................. 101

4 Kuesioner Tingkat Kepuasan ..................................................................... 102

5 Kuesioner Motivasi Belajar ........................................................................ 103

Page 18: ..

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pembangunan pendidikan diarahkan untuk meningkatkan harkat dan

martabat manusia serta kualitas sumber daya manusia Indonesia dan memperluas

serta meningkatkan pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan. Dalam

upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia, remaja yang merupakan

generasi penerus bangsa harus mendapatkan perhatian khusus. Hal ini terlihat dari

kebijakan khusus tentang remaja yang salah satunya adalah peningkatan minat

belajar dan pembinaan remaja. Kebijakan pemerintah tersebut kemudian

dirumuskan dengan mengadakan peningkatan pendidikan bagi remaja.

Sekolah merupakan salah satu lembaga pendidikan formal yang

memberikan bantuan pada anak untuk memperoleh pengalaman pendidikan yang

diperlukan. Disamping itu, sekolah merupakan wadah pengembangan diri anak

didik dalam sistem pendidikan agar kedewasaan intelektual maupun kepribadian

mereka berkembang (Suryosubroto, 1988).

Penyelenggaraan pendidikan di Indonesia pada umumnya bersifat klasikal,

artinya semua siswa di dalam kelas diperlakukan sama. Kelemahan sistem ini

adalah tidak terakomodasikannya kebutuhan individual siswa yang pada dasarnya

tidak sama baik intelegensi, bakat dan minatnya. Siswa yang lebih cepat dari yang

lain tidak terlayani secara baik sehingga potensi yang dimiliki tidak tersalur atau

berkembang secara optimal (Rachman & Latifah 2001).

Widyastono (2004) mengelompokkan kecerdasan dan kemampun siswa

dalam tiga strata: anak yang memiliki kemampuan dan kecerdasan di atas rata-

rata, rata-rata, dan di bawah rata-rata. Siswa di bawah rata-rata memiliki

kecepatan belajar di bawah kecepatan belajar siswa umumnya. Sebaliknya, siswa

yang memiliki kemampuan dan kecerdasan di atas rata-rata memiliki kecepatan

belajar di atas kecepatan belajar siswa-siswa lainnya.

Siswa yang berkemampuan luar biasa tersebut memerlukan penanganan

dan program khusus agar berkembang secara optimal. Sehingga diperlukan

program khusus yang lebih cepat atau lebih luas dari program reguler. ”Lebih

cepat” dapat diartikan bahwa siswa akan dapat menyelesaikan program reguler

Page 19: ..

2

dalam waktu yang lebih singkat (akselerasi). ”Lebih luas” dapat diartikan bahwa

siswa akan memperoleh kemampuan yang lebih banyak dan dalam dibandingkan

dengan siswa program reguler (Rachman & Latifah 2001).

Penyelenggaraan kelas akselerasi (percepatan belajar) dianggap salah satu

alternatif bagi siswa yang memiliki kemampuan dan kecerdasan di atas rata-rata.

Ini dilakukan untuk mengimbangi kekurangan yang terdapat pada kelas klasikal

yang bersifat massal. Melalui program ini memungkinkan siswa dapat

menyelesaikan waktu belajar lebih cepat dari yang ditetapkan (Widyastono 2004).

Penyelenggaraan kelas akselerasi yang sudah diujicobakan beberapa tahun

terakhir ini masih mengandung pro dan kontra. Mujiran (2004) menjelaskan ada

beberapa kelemahan yang mengiringi penyelenggaraan kelas akselerasi itu.

Pertama, stigmatisasi pada diri siswa yang ada di kelas reguler. Kedua, timbulnya

budaya inferior, muncul kelas eksklusif, arogansi, dan elitisme pada diri siswa-

siswa kelas akselerasi. Masing-masing siswa membentuk group reference mereka

sendiri-sendiri. Ketiga, terjadi dehumanisasi pada proses belajar di sekolah.

Dengan alokasi waktu yang jauh lebih pendek maka siswa dituntut harus belajar

keras. Keempat, siswa kelas akselerasi tidak memiliki kesempatan luas untuk

belajar mengembangkan aspek afektif. Padatnya materi yang harus mereka terima,

banyaknya pekerjaan rumah yang harus mereka selesaikan, ditunjang kemampuan

intelektual yang mereka miliki dan teman-teman sekelas yang rata-rata pandai,

membuat iklim kerja sama mereka menjadi terbatas. Tugas-tugas itu bisa mereka

selesaikan sendiri.

Lebih lanjut, Mujiran (2004) menjelaskan bahwa penyelenggaraan kelas

akselerasi memiliki kelebihan yaitu sangat menguntungkan dari sisi waktu, siswa

yang bakat intelektualnya tinggi dibantu secara khusus, sehingga mereka

mendapatkan bantuan pengajaran lebih sesuai bakatnya. Mereka akan dapat cepat

lulus, diperkirakan setahun lebih awal dibanding siswa biasa. Jadi, keuntungannya

terletak pada akselerasi pengajaran.

Sekolah Menengah Pertama merupakan lembaga pendidikan formal yang

dimasuki siswa setelah lulus dari Sekolah Dasar. Pada masa SMP ini siswa sedang

memasuki masa remaja awal dengan kisaran umur 12 – 15 tahun. Pada masa ini

remaja mempunyai kecenderungan membentuk kelompok dan melakukan

Page 20: ..

3

kegiatan kelompok dengan teman-teman sebaya yang dekat dengannya. Adanya

peer group ini dapat mempengaruhi aktivitas remaja baik yang bersifat positif

maupun negatif, termasuk dalam hal prestasi belajarnya (Hurlock 1997).

Prestasi belajar merupakan salah satu ukuran dari tingkat intelegensi

seseorang. Hanum (1993) menyatakan prestasi belajar anak dipengaruhi oleh

banyak faktor yaitu antara lain faktor dari dalam diri anak sendiri (intelegensi,

motivasi, minat, sikap, dan keadaan gizi), dan faktor luar diri anak (sosio kultural,

sosio ekonomi keluarga, kurikulum, cara guru mengajar dan fasilitas fisik seperti

buku-buku pelajaran). Selain itu prestasi belajar juga dipengaruhi oleh dua

kelompok variabel, yaitu lingkungan sekolah seperti jumlah bacaan dan jenis

kelamin, serta lingkungan di rumah yang meliputi keadaan sosial ekonomi orang

tua, besar keluarga dan besarnya perhatian orang tua pada sekolah anak-anaknya.

Mengingat banyaknya faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar

siswa, peneliti merasa tertarik untuk mempelajari lebih dalam tentang pola

aktifitas, tingkat kelelahan, status anemia, serta faktor-faktor yang berpengaruh

terhadap prestasi belajar siswa.

Rumusan Masalah

Rumusan masalah pada penelitian ini, terkait dengan penyelenggaraan

kelas akselerasi (percepatan belajar) yang masih mengandung pro dan kontra dari

banyak kalangan sehingga dapat dirumuskan beberapa permasalahan sebagai

berikut :

1. Bagaimana hubungan pola aktivitas terhadap tingkat kelelahan siswa

akselerasi dan siswa program lainnya?

2. Bagaimana status anemia siswa serta hubungannya dengan prestasi

belajar?

3. Faktor-faktor apa saja yang berpengaruh terhadap prestasi belajar siswa?

Page 21: ..

4

Tujuan Penelitian

Tujuan Umum

Secara umum tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis pola

aktivitas, tingkat kelelahan dan status anemia serta pengaruhnya terhadap prestasi

belajar siswa.

Tujuan Khusus

Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Mengidentifikasi karakteristik keluarga dan karakteristik siswa akselerasi,

unggulan dan reguler.

2. Menganalisis pola aktivitas dan tingkat kelelahan siswa akselerasi, unggulan

dan reguler.

3. Menganalisis perilaku konsumsi pangan dan status anemia siswa akselerasi,

unggulan dan reguler.

4. Menganalisis tingkat stres siswa akselerasi, unggulan dan reguler.

5. Menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap tingkat kelelahan siswa

6. Menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap prestasi belajar siswa.

Hipotesis

1. Diduga tingkat kelelahan dipengaruhi oleh perilaku konsumsi pangan, pola

aktivitas, status gizi, status anemia, status kesehatan dan tingkat stres.

2. Diduga prestasi belajar dipengaruhi oleh pola aktivitas, tingkat kelelahan,

tingkat kepuasan, motivasi, dan lingkungan keluarga.

Manfaat

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dan informasi

tentang pola aktivitas, tingkat kelelahan, status anemia, serta faktor-faktor yang

berpengaruh terhadap prestasi belajar siswa. Selanjutnya dapat menjadi bahan

pertimbangan bagi orang tua, pendidik serta pengambil kebijakan dalam upaya

membimbing dan meningkatkan keberhasilan belajar siswa.

Page 22: ..

5

TINJAUAN PUSTAKA

Prestasi Belajar

Belajar adalah segenap rangkaian kegiatan yang dilakukan secara sadar

oleh seseorang dan mengakibatkan perubahan pada dirinya, berupa tambahan

pengetahuan atau kemahiran. Seorang siswa dikatakan sukses di sekolah apabila

ia secara relatif konstan dapat menyelesaikan pendidikan di sekolah tanpa

mengalami kesulitan-kesulitan dalam belajar yang dapat mempengaruhi nilai

prestasinya di sekolah. Siswa disini selalu mencapai nilai-nilai yang baik setiap

ulangan maupun ujian (Darmokusumo 1972). Lebih lanjut Winkel (1996)

menyatakan kecerdasan seseorang akan mempengaruhi kemampuan belajar.

Kemampuan belajar merupakan kemampuan untuk berhasil dalam studi di jenjang

pendidikan tertentu.

Prestasi belajar adalah hasil penilaian pendidik terhadap proses belajar dan

hasil belajar siswa. Keberhasilan siswa dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain

kecerdasan kognitif atau yang sering disebut IQ secara umum diketahui sebagai

prediktor utama keberhasilan siswa di sekolah (Atkinson et al. 2000).

Hasil belajar tergantung pada banyak faktor dan tidak semua faktor

mempunyai pengaruh yang sama. Faktor yang mempengaruhi prestasi belajar

selain keadaan gizi adalah hereditas, keadaan sosial ekonomi keluarga, faktor

lingkungan, stimulus, fasilitas belajar dan daya tahan tubuh (Yulian 1994).

Disamping itu, Winkel (1996) mengemukakan bahwa faktor yang mempengaruhi

keberhasilan belajar adalah motivasi berprestasi, intelegensi, keadaan sosial

ekonomi serta keadaan fisik dan psikis.

Faktor yang dapat mempengaruhi intelegensi seorang anak antara lain

faktor keturunan, faktor prenatal yaitu berhubungan dengan faktor gizi dan

penyakit yang diderita ibu hamil, kesulitan dalam proses kelahiran yang

mempengaruhi perkembangan kecerdasan seorang anak serta keadaan sosial

ekonomi. Disamping itu juga dipengaruhi oleh penyakit atau cedera otak, serta

ketunaan pada alat indra yang mengganggu penerimaan rangsang (sensory input)

dari lingkungan sehingga pemrosesan informasi tidak dapat berjalan dengan baik

(Atmodiwirjo 1993).

Page 23: ..

6

Banyak siswa yang terhambat perkembangan kecerdasannya karena

kurangnya asupan gizi yang berkualitas. Gizi kurang pada anak dapat

mempengaruhi perkembangan mental dan kecerdasan anak. Menurut Stuart dalam

Judarwanto (2004) kekurangan zat gizi berupa vitamin, mineral, dan zat gizi

lainnya mempengaruhi metabolisme di otak, sehingga mengganggu pembentukan

DNA di susunan syaraf. Hal itu mengakibatkan terganggunya pertumbuhan sel-sel

otak baru atau melinasi sel otak terutama usia di bawah 3 tahun sehingga sangat

berpengaruh terhadap perkembangan mental dan kecerdasan anak (Judarwanto

2004).

Lebih lanjut, Judarwanto (2004) menyatakan kurang gizi pada fase cepat

tumbuh otak (di bawah usia 18 bulan) akan bersifat irreversible (tidak dapat

pulih) dan kecerdasan anak tersebut tidak bisa lagi berkembang secara optimal.

Kurang energi dan protein pada masa anak-anak akan menurunkan IQ yang

menyebabkan kemampuan geometrik rendah dan anak tidak bisa berkonsentrasi

secara maksimal. Menurut penelitian Arnelia et al. (1995) rata-rata nilai IQ anak

yang pernah menderita gizi buruk sewaktu balita lebih rendah 13.7 point

dibandingkan dengan anak yang tidak pernah menderita KEP. Namun IQ yang

tinggi tidak selalu menjadi jaminan untuk meraih prestasi di sekolah, tapi harus

dibarengi dengan upaya mengasah ketrampilan, kerajinan, ketekunan dan

kemampuan berfikir.

Determinan Prestasi Belajar

Belajar adalah serangkaian kegiatan jiwa raga untuk memperoleh suatu

perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman individu dalam interaksi

dengan lingkungannya yang menyangkut aspek kognitif, afektif dan psikomotorik.

Jadi kebiasan orang belajar juga berpengaruh pada hasil yang diinginkan.

Beberapa faktor yang mempengaruhi belajar ada dua yaitu faktor intern dan faktor

ekstern. Faktor intern meliputi faktor jasmaniah, faktor psikologis dan faktor

kelelahan; sedangkan faktor ekstern contohnya faktor keluarga, faktor sekolah

serta faktor masyarakat (Rahmawati 2008).

Setiap anak mempunyai karakteristik yang beragam. Salah satu anak dapat

menempuh kegiatan belajarnya secara lancar dan berhasil tanpa mengalami

Page 24: ..

7

berbagai kesulitan, sedangkan tidak sedikit pula siswa yang justru dalam

belajarnya mengalami kesulitan. Kesulitan belajar siswa ditunjukkan oleh adanya

hambatan-hambatan tertentu untuk mencapai hasil belajar; dan dapat bersifat

psikologis, sosiologis maupun fisiologis sehingga pada akhirnya dapat

menyebabkan prestasi belajar yang dicapai berada di bawah semestinya

(Rahmawati 2008).

Husin (1980) menjelaskan bahwa prestasi belajar siswa dipengaruhi oleh

dua faktor utama, yaitu faktor dari dalam diri anak sendiri (intelegensi, motivasi,

minat, sikap dan keadaan gizi); dan faktor dari luar anak (sosiokultural, sosial

ekonomi, kurikulum, cara guru mengajar dan faktor fisik seperti buku pelajaran).

Hasil penelitian Hanum (1993) menunjukkan faktor-faktor yang

mempengaruhi prestasi belajar siswa adalah hubungan siswa dengan orang tua

dan status gizi. Dari kedua faktor tersebut yang lebih besar pengaruhnya terhadap

prestasi belajar adalah status gizi. Sejalan dengan penelitian Kusumaningrum

(2006) yang menunjukkan adanya hubungan yang nyata antara status gizi dengan

prestasi belajar. Thoha (2006) menyatakan prestasi belajar dipengaruhi oleh oleh

aktivitas tidur, aktivitas belajar, pola konsumsi pangan, konsumsi asam folat dan

konsumsi protein.

Karakteristik Remaja

Remaja adalah seseorang yang sedang mengalami perkembangan yang

pesat menuju kedewasaan dan berusia antara 12 sampai 19 tahun (Achir 1991).

Masa remaja merupakan masa peralihan antara masa anak dan dewasa yaitu

berumur antara 12 sampai 21 tahun. Mengingat pengertian remaja menunjukkan

ke masa peralihan tercapainya masa dewasa, maka sulit menentukan batas

umurnya secara pasti.

O’Dea (1996) mengemukakan bahwa pada masa pubertas remaja

mengalami pertumbuhan yang pesat dalam hal tinggi badan, berat badan, lemak

tubuh dan otot serta penyempurnaan berbagai sistem organ. Pada anak laki-laki

pertumbuhan otot lebih menonjol sedangkan pada perempuan deposit lemak lebih

banyak (Husaini 1989).

Page 25: ..

8

Remaja berada pada tahap pertumbuhan dan perkembangan yang pesat.

Pada masa ini, pemenuhan kebutuhan gizi sangat penting untuk diperhatikan. Hal

ini dapat dilakukan oleh orang lain (penyedia makanan di rumah) ataupun dirinya

sendiri. Selanjutnya bila terjadi defisiensi zat gizi, akan dapat terlihat pada

keadaan fisik, status kesehatan dan status gizi (Sediaoetama 1991).

Pertumbuhan dan perkembangan yang terjadi pada remaja menyebabkan

mereka memberi perhatian yang besar terhadap penampilan dirinya. Remaja

mengharapkan gambaran tubuh yang ideal (body image), sehingga penyimpangan

atau cacat anggota tubuh sangat merisaukan perasaannya terutama pada remaja

putri (Monks et al.1992). salah satu upaya remaja untuk mencapai body image

tersebut adalah menurunkan berat badan dengan mengubah kebiasaan makan.

Perubahan kebiasaan makan yang tidak tepat memungkinkan terjadinya anorexia

nervosa dan bulimia sebagai masalah kesehatan remaja (Heald et al. 1998).

Karakteristik Keluarga

Faktor keluarga adalah faktor yang paling penting dalam proses tumbuh

kembang anak sebagai individu. Salah satu faktor yang menyebabkan anak

mengalami kemerosotan prestasi yaitu keluarga dengan banyak anggota keluarga.

Kondisi ini diperberat dengan tingkat sosial ekonomi keluarga sehingga orang tua

tidak mampu menyediakan hunian yang memadai. Kegaduhan yang timbul oleh

anggota keluarga dalam suatu rumah menyebabkan anak-anak yang akan

mengerjakan pekerjaan-pekerjaan sekolah atau mengulang pelajaran di rumah

sulit memusatkan konsentrasi belajar. Terlebih lagi jika anak tidak memiliki

kamar terpisah dan tidak ada sarana pendukung sederhana apapun, seperti meja

kecil untuk baca tulis (Puar 1998).

Soekirman (1997) menyatakan bahwa keluarga dengan anak sedikit

(kurang dari tiga) akan lebih menunjukkan perilaku mandiri dibandingkan dngan

keluarga dengan jumlah anak yang banyak (keluarga besar). Namun menurut

Sukadji (1988), orang tua dengan anak tunggal cenderung over protektif, sehingga

membuat anak menjadi pusat perhatian dalam keluarga, dan anak-anak seperti ini

jarang mendapatkan kesempatan untuk belajar sharing (menikmati maupun

menanggung penderitaan bersama orang lain).

Page 26: ..

9

Tingkat pendidikan orangtua dapat mempengaruhi usaha meningkatkan

prestasi belajar anak, semakin tinggi pengetahuan orang tua, maka akan semakin

banyak pula pengetahuan orangtua yang diberikan kepada anaknya (Nasution dan

Nasution 1986). Suatu penelitian di Amerika Serikat menyebutkan bahwa adanya

pengaruh keadaan keluarga yang terdiri dari pendapatan, jenis pekerjaan dan

pendidikan orangtua disamping faktor kemampuan anak dan kualitas sekolah

terhadap keberhasilan anak belajar.

Nio (1985) dalam Hanum (1993) menyatakan bahwa membiasakan anak

untuk belajar di rumah merupakan salah satu faktor yang penting. Ada dua faktor

yang perlu diperhatikan dalam membimbing anak dalam belajar yaitu kesabaran

dan bijaksana. Ada beberapa kegiatan bimbingan belajar yang dapat dilakukan

untuk meningkatkan prestasi belajar anak antara lain : menyediakan fasilitas

belajar (alat tulis, buku-buku pelajaran dan tempat untuk belajar), mengawasi

kegiatan belajar anak, mengawasi penggunaan waktu belajar anak di rumah,

mengenal kesulitan-kesulitan anak dalam belajar dan menolong anak mengatasi

kesulitannya dalam belajar.

Orangtua sebaiknya memberikan perhatian pada pendidikan anaknya.

Perhatian dapat berupa bimbingan kepada anak dalam hal belajar, sehingga anak

akan senang menerimanya dan akan menganggap belajar sebagai kewajiban

sendiri. Sehubungan dengan hal tersebut juga dijelaskan bahwa orangtua

berkewajiban untuk memberikan semangat dan dorongan kepada anak dalam

meningkatkan kegiatan belajar secara efektif untuk mencapai prestasi belajar yang

optimal (Nasution dan Nasution 1986).

Orangtua yang bisa merangsang perkembangan kecerdasan anak adalah

orangtua yang menyadari perannya, orangtua yang bisa mengasihi dan tahu serta

mengerti bagaimana cara memenuhi kebutuhan anak, kemudian merangsang

perkembangannya. Terbentuknya konsep diri dan motivasi anak untuk berprestasi

tidak terlepas reaksi dari lingkungan sekolah, lingkungan masyarakat dan

orangtua. Orangtua yang selalu memberi dorongan pada saat yang tepat akan

menimbulkan konsep diri yang positif untuk berprestasi.

Page 27: ..

10

Konsumsi Pangan

Konsumsi pangan adalah jenis dan jumlah, baik tunggal maupun beragam,

yang dimakan oleh seseorang atau sekelompok orang dengan tujuan tertentu dan

pada waktu tertentu (Hardinsyah & Martianto 1992). Sedangkan perilaku

konsumsi pangan dapat dirumuskan sebagai cara-cara atau tindakan yang

dilakukan oleh individu, keluarga atau masyarakat di dalam pemilihan

makanannya yang dilandasi oleh pengetahuan dan sikap terhadap makanan

tersebut (Susanto 1997).

Pangan dikonsumsi oleh seseorang atau sekelompok orang karena disukai,

tersedia dan terjangkau, faktor sosial dan alasan kesehatan. Faktor-faktor dasar

yang mempengaruhi jumlah dan jenis pangan yang dikonsumsi adalah rasa lapar

atau kenyang, selera atau reaksi cita rasa, motivasi, ketersediaan pangan, suku

bangsa, agama, status sosial ekonomi dan pendidikan (Riyadi 1996).

Pada dasarnya ada tiga fungsi makanan bagi anak, yaitu menyediakan

tenaga (fuel) untuk aktifitas muskular, menyediakan unsur dan senyawa kimia

yang diperlukan untuk pertumbuhan tubuh anak dan pemeliharaan jaringan yang

rusak, serta memberikan kenyamanan dan kepuasan kepada anak (Villavieja, et al.

1987).

Lebih lanjut Villavieja et al (1987) menyatakan bahwa ada lima faktor

yang harus dipenuhi untuk mencukupi kebutuhan zat gizi anak sekolah, yaitu

energi, protein, vitamin larut lemak, vitamin larut air dan mineral. Kebutuhan

energi anak sekolah ditentukan oleh usia, metabolisme basal dan aktifitas. Ada

beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menentukan konsumsi makanan anak

sekolah, yaitu selera, ukuran tubuh, dan keperluan psikologis. Jenis aktivitasnya

sangat beragam, mulai dari aktifitas dalam kelas, olah raga sampai aktifitas sosial,

sehingga relatif sedikit waktu yang tersisa untuk istirahat. Anak-anak

membutuhkan zat gizi yang bagus agar terpenuhi kebutuhannya untuk

pertumbuhan dan perkembangannya serta ketahanannya terhadap infeksi

(Villavieja et al. 1987).

Makanan bagi anak sekolah tidak sekedar untuk memenuhi kebutuhan zat

gizi, tetapi juga harus memperhatikan dalam hal palatabilitas, mengenyangkan

serta nilai emosi dan sosialnya. Anak-anak harus dibimbing dalam memilih

Page 28: ..

11

makanan agar mendapatkan zat gizi yang memadai. Selain itu, usia sekolah

merupakan masa yang penting untuk pembentukan perilaku dan kebiasaan makan.

Dengan demikian, selain harus memenuhi nilai gizinya, makanan anak sekolah

sebaiknya mempertimbangkan variasi agar dapat memenuhi seleranya (Villavieja

et al. 1987).

Hasil penelitian Kustiyah (2005) menunjukkan faktor selera merupakan

faktor terbesar yang digunakan sebagai pertimbangan dalam pemilihan menu,

selanjutnya diikuti dengan pertimbangan harga/biaya, ketersediaan bahan di

warung dan yang paling sedikit pertimbangannya adalah aspek gizi.

Hasil penelitian Thoha (2006) menunjukkan adanya hubungan positif yang

nyata antara kebiasaan makan dengan nilai IPK. Dimana contoh dengan frekuensi

makan tiga kali sehari, dan yang terbiasa sarapan pagi mempunyai nilai IPK lebih

tinggi dibandingkan dengan contoh yang mempunyai frekuensi makan satu atau

dua kali sehari dan yang tidak sarapan.

Status Gizi

Status gizi merupakan keadaan seseorang yang diakibatkan oleh konsumsi,

penyerapan dan penggunaan zat gizi dari makanan dalam jangka waktu yang

lama. Status gizi merupakan suatu bagian penting dari status kesehatan seseorang

(Harper, et al. 1986).

Pada dasarnya, keadaan gizi ditentukan oleh konsumsi makanan dan

kemampuan tubuh menggunakan zat-zat gizi. Konsumsi makanan ditentukan oleh

produksi pangan, daya beli dan kebiasaan makan, sementara kemampuan

menggunakan zat gizi ditentukan oleh keadaan kesehatan (Khumaidi 1994).

Pada masa remaja kebutuhan akan zat gizi mencapai maksimum.

Kebutuhan zat gizi yang tinggi ini diperlukan untuk memenuhi kebutuhan

pertumbuhan dan perkembangan tubuh yang cepat. Jika kebutuhan zat gizi

tersebut tidak terpenuhi maka akan menyebabkan terhambatnya pertumbuhan dan

perkembangan tubuh (Williams 1980).

Penilaian status gizi dapat dilakukan dengan berbagai cara, yaitu secara

langsung dan tidak langsung. Penilaian secara langsung melalui pengukuran

antropometri dan penilaian biokimia. Indikator yang digunakan tergantung pada

Page 29: ..

12

waktu, biaya, tenaga dan tingkat ketelitian penelitian yang diharapkan serta

banyaknya orang yang akan dinilai status gizinya (Riyadi 2003). Menurut

Blackburn dan Thornton dalam Thuluvath dan Triger (1994), pengukuran

antropometri adalah indikator yang reliabel terhadap pengukuran status gizi.

Salah satu indikator yang digunakan dalam pengukuran antropometri

adalah indikator Indeks Massa Tubuh (IMT) menurut umur. Menurut Riyadi

(2003), indikator IMT menurut umur merupakan indikator terbaik untuk remaja.

Indikator ini sudah divalidasi sebagai indikator lemak tubuh total pada persentil

atas dan juga sejalan dengan indikator yang sudah direkomendasikan untuk orang

dewasa serta data referensi yang bermutu tinggi tentang indikator ini sudah

tersedia.

Status gizi remaja diukur dengan menilai indeks massa tubuh (IMT)

dengan mengukur bobot tubuh (berat badan) dalam satuan kilogram debagi

dengan kuadrat tinggi badannya dalam satuan meter. Kemudian status gizi remaja

dikelompokkan menjadi lima, yaitu kurus sekali (IMT < 17.0), kurus (IMT 17.0 –

18.5), normal (IMT 18.5 – 25.0), gemuk (IMT 25.0 – 27.0) dan obesitas (IMT

>27.0) (Depkes 1996).

Hasil penelitian Hanum (1993) menunjukkan status gizi berpengaruh

terhadap prestasi belajar siswa. Hasil tersebut sejalan dengan penelitian

Kusumaningrum (2006) yang menunjukkan adanya hubungan yang nyata antara

status gizi dengan prestasi belajar siswa. Artinya semakin baik status gizi contoh

maka prestasi belajar yang diperoleh akan semakin tinggi.

Prestasi yang semakin meningkat dapat terjadi karena dengan status gizi

yang baik maka anak dapat berkonsentrasi dengan baik dalam mengikuti pelajaran

sehingga semua yang dipelajari dapat diterima dengan baik. Siswa yang kurang

sehat atau kurang gizi, daya tangkapnya terhadap pelajaran dan kemampuan

belajarnya akan lebih rendah (Grossman 1997 dalam Kusumaningrum 2006).

Status Kesehatan

Status gizi merupakan bagian penting dari status kesehatan seseorang.

Status gizi yang buruk atau kurang dapat menimbulkan hal-hal seperti

meningkatnya frekuensi terserang penyakit infeksi, pertumbuhan fisik dan mental

Page 30: ..

13

yang terganggu, kegiatan fisik menurun dan produktivitas kerja orang dewasa

rendah (Muhilal, et al. 2004).

Orang yang belajar membutuhkan kondisi badan yang sehat. Orang yang

sakit akibat penyakit atau akibat kelelahan tidak dapat belajar dengan efektif dan

hal tersebut akan mempengaruhi hasil belajar (Soemanto 1990). Suryabrata

(1995) mengemukakan bahwa keadaan kesehatan jasmani pada umumnya dapat

dikatakan melatarbelakangi aktivitas belajar. Keadaan jasmani yang segar akan

lain pengaruhnya dengan keadaan jasmani yang kurang segar, keadaan nutrisi

harus cukup karena kekurangan kadar makanan ini akan mengakibatkan

kurangnya kesehatan jasmani yang pengaruhnya dapat berupa kelesuan, lekas

mengantuk, lekas lelah, dan sebagainya. Sedangkan beberapa penyakit yang

kronis juga sangat mengganggu aktivitas belajar seperti pilek, influensza, sakit

gigi dan lain-lain. Keadaan ini akan mempengaruhi proses belajar, yang lebih

lanjut akan mengurangi minat dan motivasi belajar di sekolah. Status gizi dan

kesehatan anak sekolah penting artinya sebagai gambaran keadaan gizi anak

secara keseluruhan (Puar 1998).

Hasil penelitian Maryam (2001) menunjukkan status gizi dan kesehatan

dapat meningkatkan prestasi beajar. Sejalan dengan penelitian Kusumaningrum

(2006) yang menunjukkan status kesehatan berhubungan dengan prestasi belajar.

Dimana semakin baik status kesehatan maka prestasi belajar juga semakin baik.

Hubungan Anemia Gizi Besi dengan Prestasi Belajar

Anemia gizi besi merupakan suatu keadaan dimana sel-sel darah merah

tidak mampu membawa oksigen yang diperlukan dalam pembentukan energi.

Anemia adalah suatu keadaan dimana kadar hemoglobin (Hb) dalam darah kurang

dari normal, yaitu kurang dari 12 g/dl (INACG 1985) dan berbeda untuk setiap

kelompok umur dan jenis kelamin (Soekirman 2000).

Dalam tubuh, zat besi sebagian besar terdapat dalam hemoglobin pada sel-

sel darah merah, dan bernama mioglobin apabila berada dalam sel-sel otot.

Hemoglobin berfungsi untuk mengangkut oksigen dari paru-paru ke seluruh sel

tubuh dan karbondioksida dari jaringan ke paru-paru. Sedangkan mioglobin

Page 31: ..

14

berperan untuk mengangkut dan menyimpan oksigen untuk sel-sel otot

(Soekirman 2000).

Sebagian besar terjadinya anemia di Indonesia adalah kekurangan zat besi

yang diperlukan untuk pembentukan hemoglobin, sehingga disebut anemia

kekurangan zat besi. Penyebab terjadinya anemia gizi besi adalah tidak cukupnya

zat-zat gizi terutama yang diserap dari makanan sehari-hari guna pembentukan sel

darah merah sehingga terjadi keseimbangan negatif antara pemasukan dan

pengeluaran zat besi dalam tubuh selain itu, zat-zat penyerta yang dapat

meningkatkan daya serap seperti protein dan vitamin C juga tidak cukup

jumlahnya. Husaini (1989) menyatakan bahwa ada tiga faktor penting yang

menyebabkan terjadinya anemia, yaitu kehilangan darah karena pendarahan,

kerusakan sel darah merah dan produksi sel darah merah yang tidak mencukupi.

Anemia besi dapat memperlambat perkembangan dan gangguan perilaku

seperti aktivitas motorik, interaksi sosial dan perhatian (Idjradinata & Pollit 1993).

Anak sekolah yang mengalami anemia akan mempengaruhi aktivitas belajar dan

selanjutnya akan berdampak pada rendahnya prestasi belajar (Chwaye et al.

1997). Beberapa studi menunjukkan bahwa anak yang mengalami anemia ketika

bayi akan memiliki kemampuan kognitif dan prestasi sekolah yang rendah, serta

mesalah perilaku ketika memasuki masa pertengahan kanak-kanak (Grantham-

Mc Gregor & Ani 2001).

Hasil penelitian Pollit (2000) menunjukkan bahwa defisiensi zat besi dapat

mempengaruhi pemusatan perhatian (atensi), kecerdasan (IQ) dan prestasi belajar

anak di sekolah. Dengan pemberian zat besi, nilai kognitif tersebut akan naik

secara nyata. Hasil penelitian terhadap anak balita dan anak sekolah disimpulkan

bahwa penderita anemia gizi besi akan mengalami gangguan intelektual, seperti

kemampuan verbal, mengingat, konsentrasi, berfikir analog dan sistematis serta

prestasi belajar yang rendah. Sedangkan hasil studi intervensi yang dilakukan oleh

Rush (1984) menunjukkan bahwa suplementasi gizi dapat meningkatkan aktivitas

dan waktu untuk memperhatikan. Namun demikian, suplementasi tersebut hanya

sedikit pengaruhnya jika tanpa dibarengi dengan stimulasi kognitif. Penemuan

tersebut mengindikasikan bahwa defisit perilaku yang berkaitan dengan malnutrisi

bukan merupakan akibat dari kekurangan protein atau energi semata, tetapi

Page 32: ..

15

merupakan konsekuensi dari kombinasi terganggunya ketersediaan gizi, sosial,

intelektual, dan emosional.

Pola Aktivitas

Pola aktivitas remaja didefinisikan sebagai kegiatan yang biasa dilakukan

oleh remaja sehari-hari sehingga membentuk suatu pola. Pola aktivitas remaja

dapat dilihat dari cara remaja mengalokasikan waktunya selama 24 jam dalam

kehidupan sehari-hari untuk melakukan suatu jenis kegiatan secara rutin dan

berulang (Polii 2003).

Menurut Soekirman (1999) aktivitas harian anak dikategorikan atas 8

aktivitas utama yaitu : 1) belajar selama jam sekolah, 2) belajar diluar jam

sekolah, 3) menonton TV, 4) bermain, 5) olahraga, 6) membantu pekerjaan orang

tua, 7) tidur siang, 8) tidur malam.

Sehubungan dengan aktivitas remaja, waktu adalah salah satu sumberdaya

yang pemanfaatannya perlu dikelola agar seluruh kegiatan dapat dilaksanakan

dengan tepat. Hal ini mengingat konsep waktu adalah sumberdaya yang tidak

dapat digantikan, bersifat terbatas serta dimiliki oleh semua individu dalam

jumlah yang sama yaitu 24 jam dalam sehari (Guharja et al. 1992).

Soekanto (1991) menyatakan bahwa penggunaan waktu individu selama

satuan waktu tertentu berbeda-beda antara satu individu dengan yang lainnya.

Model konseptual alokasi waktu remaja meliputi kegiatan pribadi, kegiatan

sekolah, kegiatan perjalanan dan kegiatan waktu luang. Kegiatan pribadi remaja

termasuk melakukan aktivitas agama.

Aktivitas rutin yang dilakukan oleh remaja adalah kegiatan di sekolah.

Sekolah sebagai lembaga yang berpengaruh kepada remaja diharapkan dapat

mencerdaskan daya pikir dan menambah pengetahuan umum serta ketrampilan

khusus kepada para muridnya. Sekolah dapat memberikan kepuasan hati dan

pegangan hidup kepada remaja apabila ada seorang atau beberapa orang guru

yang dapat memikat rasa hormatnya atau apabila anak itu merasa bangga karena

unggul hasil studinya dibandingkan dengan rekan-rekannya. Apabila terjadi

sebaliknya, maka sekolahpun tidak dapat memberikan landasan buat jalan

hidupnya. Bersekolah dalam keadaan demikian hanyalah menjadi kegiatan rutin

Page 33: ..

16

yang diharapkan oleh orang tua dan masyarakat karena merupakan suatu bagian

dalam proses kehidupan masyarakat modern (Sumardjan 1991).

Aktivitas fisik yang dilakukan anak akan membantu pertumbuhannya.

Pencapaian prestasi sekolah anak sangat berhubungan dengan perkembangan fisik

dan aktivitasnya. Anak yang mendapat kesempatan untuk melatif fisiknya akan

lebih memiliki kemampuan dalam aspek mental intelektual dibandingkan dengan

anak yang kurang mendapatkan kesempatan untuk melatih fisiknya (Friedman &

Clark 1987 dalam Agustina 2003).

Hasil penelitian Kusumaningrum (2006) menunjukkan jumlah aktivitas

berhubungan dengan prestasi belajar siswa. Dimana semakin tinggi aktivitas siswa

maka semakin baik nilai pelajaran yang diperoleh. Hal ini diduga karena aktivitas

yang dipilih anak banyak yang menunjang kemampuan akademiknya. Selain itu

hasil penelitian Thoha (2006) menunjukkan bahwa aktivitas belajar dan aktivitas

tidur mempengaruhi prestasi belajar. Semakin banyak waktu yang dihabiskan

untuk belajar, maka prestasi belajarnya akan semakin baik.

Kelelahan

Menurut Fitrihana (2008) kelelahan didefinisikan sebagai respon total

terhadap stres psikososial yang dialami dalam satu periode waktu tertentu dan

cenderung menurunkan motivasi dan prestasi kerja. Gustiana (2008)

mendefinisikan kelelahan sebagai sebuah kondisi klinis yang merupakan

rangkaian rangkaian beberapa gejala kelelahan yang sifatnya menetap. Kelelahan

merupakan fenomena kompleks yang disebabkan oleh faktor biologi pada proses

kerja dan dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Kelelahan dapat

menurunkan kapasitas kerja dan ketahanan kerja yang ditandai oleh timbulnya

rasa lelah, motivasi menurun, dan aktivitas menurun.

Saat ini anak bersekolah dengan waktu sekolah yang lebih panjang dan

setelah itu, anak masih harus mengikuti berbagai macam kegiatan les untuk

mencapai prestasi akademik yang memuaskan di sekolahnya. Suhaenah (2004)

dalam Dermawan (2006) berpendapat bahwa dengan memperpadat kegiatan anak

justru dapat membawa hasil yang bertolak belakang dengan harapan orang tua

semula, yaitu prestasi yang tinggi. Stainback dan Stainback (1999) dalam

Page 34: ..

17

Dermawan (2006) mengatakan bahwa jumlah waktu belajar mandiri (di luar jam

belajar sekolah) dalam 1 hari yang baik untuk dilakukan oleh anak berusia 7

hingga 12 tahun adalah cukup 1 hingga 2 jam setiap hari, selama 5 hari dalam satu

minggunya dan dilakukan secara konsisten. Hal ini tentunya dilakukan agar anak

tidak mengalami kelelahan, baik secara fisik maupun rohani (psikis) seperti yang

diungkapkan oleh Slamet (1991) dalam Dermawan (2006).

Kelelahan jasmani terlihat dengan lemah lunglainya tubuh, sedangkan

kelelahan rohani (psikis) ditandai dengan adanya kelesuan, kebosanan dan sulit

berkonsentrasi. Kelelahan jasmani dan rohani (psikis) di atas, salah satunya dapat

disebabkan oleh banyaknya kegiatan yang dialami anak sekolah. Murtisari (2005)

dalam Dermawan (2006) mengatakan bahwa tanpa mengikuti pelajaran tambahan,

sebetulnya anak sudah lelah dengan aktivitas belajar di sekolah, apalagi bila anak

masih harus menjalani berbagai aktivitas les sesudah pulang sekolah. Slamet

(1991) dalam Dermawan (2006) menambahkan bahwa kelelahan ini dapat

menyebabkan motivasi untuk belajar menurun padahal Theios (dalam

Atkinson,1964) mengatakan bahwa motivasi pada individu ini sangat penting

dalam proses belajar karena motivasi akan mempengaruhi timbulnya keinginan

untuk belajar dan banyaknya materi yang dipelajari.

Hasil penelitian Mardapi (2005) mengenai pelaksanaan UAN yang

dilakukan di enam propinsi pada siswa SMP/MTS dan SMA/MA/SMK

mengungkapkan terdapat 13% guru menyatakan bahwa UAN dapat menimbulkan

kelelahan fisik bagi siswa, dan 17% guru menyatakan UAN mengakibatkan stres

bagi siswa.

Determinan Tingkat kelelahan Siswa

Menurut Gustiana (2008) ketidakmampuan tubuh dalam memproduksi

hormon kortisol, tiroid, estrogen dan testosteron turut memberikan kontribusi

nyata terhadap terjadinya kelelahan. Mekanisme gangguan yang terjadi bersifat

kompleks. Selain itu stres disebut sebagai penyebab utama sindrom kelelahan.

Selain stres, faktor kesehatan fisik juga turut mempengaruhi tingkat kelelahan,

keduanya sama-sama memiliki keterkaitan. Walaupun stres merupakan gejala

psikologis, tetapi tetap berhubungan dengan kesehatan fisik. Ketika kesehatan

Page 35: ..

18

mental terganggu, menyebabkan organ-organ tubuh juga akan terganggu dan

menyebabkan imunitas menurun karena di dalam tubuh tidak ada pertahanan

tubuh yang mampu melawan kuman penyakit yang masuk.

Fitrihana (2008) mengemukakan ada beberapa faktor penyebab kelelahan

diantaranya adalah penyebab medis seperti flu, anemia, gangguan tidur,

hypothyroidism, hepatitis, TBC, dan penyakit kronis lainnya; penyebab yang

berkaitan dengan gaya hidup seperti kurang tidur, terlalu banyak tidur, alkohol

dan minuman keras, diet yang buruk, kurangnya olah raga, gizi, daya tahan tubuh,

dan circadian rhythm; serta faktor psikologis seperti depresi, kecemasan dan stres

serta kesedihan.

Aktivitas belajar sangat memerlukan kondisi kesehatan yang baik karena

selama belajar melibatkan kondisi fisik jasmani dan mental spiritual. Otak dituntut

untuk bekerja keras yang akan menguras tenaga secara cepat. Terkait dengan

belajar, siswa harus menyiapkan dan menyusun kekuatan tenaga secara optimal

karena belajar yang mayoritas melibatkan peran otak harus diimbangi dengan

kondisi fisik yang sehat pula. Akibat tidak adanya keseimbangan antara kondisi

fisik dan mental, biasanya anak akan mudah lelah dan kegiatan belajarnya tidak

dapat maksimal.

Terkait dengan aktivitas belajar, seharusnya siswa selalu menjaga

kesehatan fisik dengan makan makanan yang bergizi dan olahraga cukup. Hal ini

akan mempengaruhi kesehatan. Dan sudah pasti akan berpengaruh dengan kinerja

otak siswa yang bersangkutan. Salah satu cara menjaga kesehatan fisik siswa

harus mau menjaga tingkat kebugaran tubuhnya setiap hari. Kebugaran atau

kesegaran jasmani dimaknai sebagai kemampuan tubuh seseorang untuk

melakukan tugas pekerjaan sehari-hari tanpa menimbulkan kelelahan yang berarti.

Untuk dapat mencapai kondisi kesegaran jasmani yang prima seseorang perlu

melakukan latihan fisik yang melibatkan komponen kesegaran jasmani dengan

metode latihan yang benar (Depdiknas, 2003).

Dari pemahaman ini, kondisi jasmani yang bugar/segar akan

mempengaruhi daya tahan seseorang dalam menjalankan aktivitasnya. Bagi siswa,

hal ini akan mempengaruhi kondisi psikis siswa dalam belajar. Siswa yang

memiliki tingkat kebugaran tinggi, tidak mudah lelah dalam belajarnya.

Page 36: ..

19

Stres

Menurut Gunarsa dan Gunarsa (2004) stres diartikan sebagai suatu

tekanan, dan ketegangan yang mempengaruhi seseorang dalam kehidupan. Stres

dibedakan menjadi dua, yaitu distres dan eustres. Menurut Looker dan Gregson

(2004) distres adalah kemampuan seseorang menghadapi tuntutan yang semakin

meningkat dan memandang tuntutan tersebut sebagai sesuatu yang sulit dan

mengancam, sedangkan eustres adalah kemampuan untuk menghadapi tuntutan

yang dirasakan dan dapat menimbulkan rasa percaya diri sehingga mampu

menangani dan mengatasi tuntutan-tuntutan tersebut. Berdasarkan hal tersebut

dapat dilihat bahwa setiap orang memiliki kemampuan/cara pandang yang

berbeda-beda dalam menghadapi tuntutan dan masalah dalam hidupnya.

Menurut Selye (1976) diacu dalam Losyk (2007) respon fisik dan mental

stres terjadi melalui tiga tahapan spesifik : reaksi peringatan, pertahanan, dan

penghabisan. Dalam tahap peringatan tubuh dihadapkan pada penyebab stres.

Seseorang yang mengalami stres akan merasa bingung dan kehilangan arah,

sehingga tubuh menyiapkan dirinya melawan stres dengan mengirimkan hormon-

hormon ke dalam aliran darah, akibatnya detak jantung dan pernafasan bersiap-

siap melakukan aksi. Gerakan pertahanan ini akan membantu seseorang bertahan

terhadap penyebab stres.

Dalam tahap pertahanan, hormon-hormon di dalam darah tetap berada

pada tingkat tinggi. Tubuh menyesuaikan diri untuk melawan stres. Penyesuaian

ini bisa terjadi di dalam sebuah organ tubuh tersendiri maupun sistem organ

secara menyeluruh. Jika stres tingkat tinggi terus berlangsung, akan berakibat

pada timbulnya penyakit dalam pada sebuah organ tubuh atau sistem tubuh.

Tingginya tingkat stres menyebabkan seseorang menjadi gugup, lelah dan

seringkali marah-marah.

Tahap terakhir dari stres adalah tahap penghabisan, tahap dimana stres

tetap berlangsung, jaringan, dan sistem organ tubuh bisa rusak. Dalam jangka

waktu yang panjang, keadaan ini bisa menimbulkan penyakit atau kematian. Seyle

menyimpulkan, tiap orang memiliki energi terbatas untuk beradaptasi terhadap

Page 37: ..

20

stres, setelah energi tersebut habis harus diisi kembali atau kelelahan dan

kematian akan segera terjadi.

Sumber stres

Menurut Hardjana (1994) dalam Asshat (2003) lingkungan kerja juga

dapat menjadi sumber stres. Salah satu aspek lingkungan kerja adalah tuntutan

kerja yang dapat menyebabkan stres melalui beban pekerjaan yang terlalu besar

dan berat, keharusan menyelesaikan banyak pekerjaan dalam waktu terbatas, dan

pekerjaan yang menuntut banyak pikiran dan tenaga.

Dalam konteks pendidikan, lingkungan pekerjaan dapat dianalogikan

dengan lingkungan sekolah, yang di dalamnya kerja dapat berarti belajar.

Karenanya, beban pelajaran yang terlalu banyak dan berat serta keharusan untuk

menyelesaikan banyak pelajaran atau tugas dalam waktu terbatas dapat

menimbulkan stres pada siswa (Asshat 2003).

Tingkat Stres

Tingkat stres seseorang terhadap suatu kondisi dipengaruhi oleh sumber

stres, sumberdaya yang dimiliki untuk menghadapi stres, dan persepsi terhadap

stres. Tingkatan stres yang berbeda-beda tiap individu merupakan salah satu

faktor pembeda dalam melakukan koping terhadap stres (Ifada 2004).

Menurut Gunarsa dan Gunarsa (2004) keluhan yang muncul akibat rasa

cemas dan ketidakmampuan menyesuaikan diri dengan kemajuan mutakhir

diantaranya :

1. Keluhan fisik, yang meliputi :

a. Stres sebagai pencetus, sehingga memperberat penyakit kardiovaskuler

yang sudah ada

b. Gangguan sistem pencernaan : ulkus ventrikuli (tukak lambung)

c. Ketegangan pada bagian otot-otot tertentu menyebabkan perasaan pegal di

bahu, pinggang, leher dan kepala.

d. Stres menyebabkan daya tahan tubuh menurun, melemah sehingga mudah

masuk angin, pilek.

e. Tics : gerakan-gerakan yang dilakukan diluar kemauan, sebagai kebiasaan,

tanpa rangsangan yang jelas merupakan suatu ekspresi dari konflik emosi

Page 38: ..

21

f. Kebiasaan : menggaruk-garuk kepala, menggigit kuku, menggosok-gosok

tangan dan gejala lain sebagai perwujudan adanya ketegangan.

g. Sindrom ketegangan pra-menstrual : nyeri di tubuh, mual, sakit kepala,

rasa tidak nyaman sebelum haid, disebabkan terganggunya keseimbangan

hormon, berkaitan dengan stres seseorang dan haid yang tidak teratur.

h. Disfungsi seksual : penderita stres sering mengeluh masalah seksual,

impotensi, frigiditas, ejakulasi dini, dan lain-lain.

2. Keluhan Psikologis, yang meliputi :

a. Perasaan tidak menentu, cemas dan takut yang tidak jelas dan tidak terikat

pada suatu ancaman yang jelas dari luar. Hal ini dapat menyebabkan

penderita menjauhkan diri dari lingkungan sosial atau tempat dan keadaan

tertentu.

b. Merasa putus asa, bingung, apatis, sedih, gangguan tidur (insomnia),

kehilangan minat pada aktivitas dan orang lain, pikiran-pikiran negatif

mengenai dirinya, pengalaman dan hari depan, pikiran dan dorongan

melakukan percobaan bunuh diri.

c. Ketidakseimbangan emosi : suasana hati mudah berubah, cepat marah,

emosi cepat meluap, menjadi histeris.

d. Muncul gejala-gejala proses penuaan dini, seperti :

- Mampu mengingat peristiwa lama, tetapi lupa peristiwa baru

- Kecemasan akan perubahan tubuh, penyakit dan kematian

- Perasaan akan kehilangan kecantikan, rambut beruban, kerut di wajah,

otot yang mengendur

- Bertingkah laku muda kembali, terlihat dalam penampilan, pakaian

dan perilaku.

Stres di Bidang Akademis pada Siswa Berbakat

Menurut psikolog anak David Elkind, anak masa kini adalah “anak yang

diburu-buru” (the hurried child). Tekanan kehidupan modern memaksa anak

untuk tumbuh terlalu cepat dan menjadikan masa kanak-kanak mereka penuh stres

(Papalia, Olds & Feldman 2001). Siswa yang mengikuti program akselerasi akan

mengalami frustasi dengan tingkat tekanan dan tuntutan yang dihadapinya.

Page 39: ..

22

Dorongan yang terus menerus untuk berprestasi akan menimbulkan tingkat stres

yang tidak dapat diterima, dan pada akhirnya siswa akselerasi akan kehabisan

energi karena tekanan-tekanan yang ada (Asshat 2003).

Program akademis yang menuntut energi atau tenaga yang besar dari siswa

berbakat (seperti pelajaran yang secara bertahap menjadi semakin sulit) pada

akhirnya akan menyebabkan suatu jenis gangguan. Terlebih lagi apabila tuntutan-

tuntutan akademis yang dihadapi tidak kunjung berkurang. Di sisi lain, siswa

berbakat mungkin tidak terbiasa dengan tantangan-tantangan yang memerlukan

performa yang “total” (all out). Jika hal ini terjadi, usaha siswa berbakat untuk

menghadapi dan mengatasi tantangan kemungkinan menjadi lemah dan tidak

memadai, sehingga kegagalan akan terjadi dengan cepat (Khatena 1992 dalam

Asshat 2003).

Hasil penelitian Asshat (2003) menunjukkan bahwa mayoritas subyek

penelitiannya memiliki skor persepsi tergolong sedang terhadap pelaksanaan

program akselerasi. Hal ini berarti siswa akselerasi merasa bahwa pelaksanaan

program akselerasi yang mereka alami biasa-biasa saja, tidak baik dan juga tidak

buruk. Sementara itu, dari tingkat stres ditemukan bahwa mayoritas siswa

memiliki stres di bidang akademis yang tergolong sedang. Hasil penelitian Asshat

(2003) juga menunjukkan terdapat hubungan yang bermakna antara persepsi siswa

terhadap pelaksanaan program akselerasi dengan stres di bidang akademis.

Motivasi

Motivasi merupakan salah satu determinan yang terpenting bagi

keberhasilan individu dalam mencapai prestasi atau kepuasan tertentu, sehingga

motivasi dapat juga diartikan sebagai kemauan untuk berbuat sesuatu sebaik-

baiknya sesuai dengan keinginan atau tujuan. Seseorang akan mempunyai

kemauan yang efektif jika memperhatikan dengan baik lingkungannya untuk

selanjutnya menggunakannya sebagai bahan pertimbangan dalam menetapkan

tujuan atau keinginannya. Tanpa adanya motivasi, tujuan yang diharapkan sulit

dicapai. Dalam mencapai serangkaian tujuan, biasanya individu atau kelompok

memperlihatkan juga serangkaian sikap dan perilakunya (Sofianti 2002).

Page 40: ..

23

Menurut Suparno (2001) motivasi merupakan keadaan internal seseorang

yang mendorong orang tersebut melakukan sesuatu, dan dijelaskan juga sebagai

suatu dorongan untuk tumbuh dan berkembang. Motivasi berkaitan dengan

keseimbangan atau equilibrium yaitu upaya untuk dapat membuat dirinya

memadai dalam menjalani hidup ini. Dengan equilibrium dimaksudkan agar

seseorang dapat mengatur dirinya sendiri, relatif tidak terpengaruh oleh orang lain

untuk menjadi lebih kompeten.

Kartono (1995) mengatakan bahwa motivasi merupakan dorongan yang

mendasari dan mempengaruhi sikap, usaha dan kegiatan seseorang untuk

mencapai tujuan yang diinginkan. Anak yang mempunyai dorongan yang kuat

untuk belajar, akan belajar lebih berhasil (Suryosubroto 1988).

Motivasi berhubungan dengan kebutuhan dan tujuan, sangat

mempengaruhi kegiatan dan hasil belajar. Motivasi sangat penting bagi proses

belajar karena motivasi dapat menggerakkan organisme, mengarahkan tindakan,

serta memilih tujuan belajar yang berguna bagi kehidupan (Soemanto 1990).

Belajar dengan motivasi yang kuat merupakan syarat untuk mencapai sukses yang

optimal. Akan tetapi tidak selalu dapat terjadi secara spontan. Lebih-lebih pada

anak yang masih muda. Kadang kala timbulnya motivasi itu harus sengaja

diupayakan oleh guru (Tonthowi 1993).

Motivasi akan menimbulkan keinginan, kehendak atau kebutuhan dalam

diri siswa untuk mencapai prestasi yang setinggi-tingginya. Siswa akan merasa

terpacu karena ada dorongan dari dalam maupun dari luar diri siswa untuk

meningkatkan prestasi. Semakin kuat motivasi seseorang untuk mengembangkan

kemampuannya, semakin kuat pula proses belajar yang terjadi. Dengan demikian,

hasil yang akan dicapai akan semakin tinggi pula (Gunarsa dan Gunarsa 2004).

Ciri-ciri siswa yang mempunyai motivasi berprestasi tinggi yaitu (1)

cenderung mengambil resiko dan memperhitungkan supaya harapan dan tujuan

yang realistis untuk dicapai; (2) menyukai situasi kerja yang meminta tanggung

jawab pribadi; (3) ingin menambah pengetahuan dengan cara kerja yang baik; (4)

menyelidiki lingkungan dan memanfaatkan sumber-sumber yang ada serta belajar

dengan cara yang baik dan inovatif disamping adanya tujuan yang konkrit dalam

mencapai pendidikan.

Page 41: ..

24

Hasil penelitian Maryam (2001) menunjukkan siswa dengan motivasi

belajar yang tinggi memiliki prestasi belajar yang baik.

Belajar dengan motivasi yang kuat merupakan syarat agar dapat mencapai

sukses yang optimal. Pada anak sekolah, motivasi tidak selalu dapat terjadi secara

spontan, tetapi juga harus sengaja diupayakan olah orangtua maupun guru.

Motivasi belajar anak tersebut mencakup tujuan belajar, motif belajar, frekuensi

belajar, cara belajar dan lain-lain (Pitriyani et al. 1999).

Kepuasan

Kotler dan Susanto (1999) mendefinisikan kepuasan sebagai tingkat

perasaan seseorang setelah membandingkan kinerja atau hasil yang dirasakannya

dengan harapannya. Kepuasan konsumen akan terpenuhi apabila proses

penyampaian pesan dari si pemberi pesan kepada konsumen sesuai dengan apa

yang dipersepsikan konsumen. Hendrick (1988) dalam Purwaningsih (1992)

melihat bahwa kepuasan seringkali dipertimbangkan sebagai hasil atau suatu

variabel terikat dengan melibatkan banyak variabel lainnya.

Kepuasan siswa sangat bergantung pada harapan siswa. Oleh karena itu,

untuk mengkaji tingkat kepuasan siswa haruslah diketahui terlebih dahulu harapan

siswa terhadap sesuatu. Mengacu pada pendapat Tjiptono (2002), yang

mengatakan bahwa harapan merupakan perkiraan atau keyakinan seseorang

tentang apa yang akan diterimanya.

Hasil penelitian Rahman (2004) yang dilakukan terhadap 317 murid SMU

dan SMP yang ada di Tasikmalaya menunjukkan sebanyak 298 siswa mengaku

tidak puas dengan pelayanan dan sistem belajar-mengajar yang diberikan sekolah.

Faktor-faktor yang membuat tingkat kepuasan siswa Tasikmalaya terhadap sistem

pendidikan sangat rendah adalah minimnya fasilitas pendidikan seperti buku

perpustakaan dan peralatan laboratorium sampai kualitas guru yang

memprihatinkan. Hal ini akan berdampak pada prestasi belajar siswa, karena hal

tersebut menjadi salah satu sebab utama rendahnya daya serap siswa terhadap

materi pendidikan di sekolah.

Page 42: ..

25

KERANGKA PEMIKIRAN

Perilaku konsumsi pangan yang meliputi jenis pangan dan frekuensi

makan dipengaruhi oleh karakteristik contoh (umur, jenis kelamin, uang saku dan

pengetahuan gizi) serta karakteristik keluarga (pendapatan, pendidikan, pekerjaan

dan besar keluarga). Perilaku konsumsi pangan mempengaruhi konsumsi pangan

seseorang. Konsumsi pangan dapat mempengaruhi status gizi dan status

kesehatan.

Konsumsi zat gizi yang sesuai dengan angka kecukupan gizi yang

dianjurkan untuk setiap individu akan mengakibatkan status gizi yang baik.

Sebaliknya jika konsumsi zat gizi berlebih atau kekurangan akan menimbulkan

status gizi lebih atau kurang. Kebutuhan energi dan zat gizi untuk beraktivitas

dapat dipenuhi dari konsumsi energi dan zat gizi. Pola aktivitas turut

mempengaruhi perilaku konsumsi pangan. Seseorang dengan aktivitas yang padat

tetapi tidak diimbangi dengan konsumsi makanan yang cukup akan

mempengaruhi status gizi dan kesehatannya. Status gizi melalui konsumsi makan

serta pola aktivitas merupakan faktor yang berpengaruh terhadap tingkat kelelahan

yang berimplikasi pada prestasi belajar.

Lingkungan keluarga juga turut berperan dalam meningkatkan prestasi

belajar anak, antara lain jumlah anggota keluarga, sosial ekonomi keluarga,

pendidikan orang tua, serta peran orangtua dalam mendorong, membimbing dan

mengawasi kegiatan belajar anak juga dalam menyediakan fasilitas dan sarana

belajar anak.

Motivasi dapat menjadi pendorong semangat siswa untuk meningkatkan

prestasinya. Siswa yang mempunyai motivasi yang tinggi untuk belajar,

cenderung akan berhasil dalam pendidikannya yang didukung juga oleh

lingkungan keluarga yang baik. Motivasi berhubungan dengan kebutuhan dan

tujuan yang sangat mempengaruhi kegiatan dan hasil belajar. Hal ini berkaitan

dengan tingkat kepuasan. Kepuasan merupakan tingkat perasaan seseorang setelah

membandingkan kinerja atau hasil dengan harapannya. Harapan merupakan

perkiraan atau keyakinan seseorang tentang apa yang akan diterimanya. Hal ini

akan mempengaruhi tingkat stress. Ini terjadi apabila harapan siswa berhasil

Page 43: ..

26

dalam belajar dengan prestasi yang baik tidak sesuai dengan kenyataannya. Secara

umum keadaan di atas dapat dilihat pada Gambar 1.

Page 44: ..

27

Keterangan :

= Variabel yang tidak diteliti

= Variabel yang diteliti

Gambar 1 Faktor – Faktor yang Berpengaruh terhadap Prestasi Belajar.

PERILAKU KONSUMSI PANGAN

• Frekuensi • Jenis

POLA AKTIVITAS • Rumah • Sekolah

STATUS GIZI (IMT)

STATUS ANEMIA (Kadar Hb)

PRESTASI BELAJAR

LINGKUNGAN KELUARGA • Fasilitas • Pengawasan • Bimbingan

MOTIVASI

STATUS KESEHATAN

• Frekuensi • Durasi

TINGKAT STRES

TINGKAT KELELAHAN

• Genetik • Kecerdasan

Lingkungan Sekolah

TINGKAT KEPUASAN

Karakteristik Siswa • Umur • Jenis kelamin • Uang saku • Pengetahuan gizi

Karakteristik Keluarga • Pendidikan orang tua • Pekerjaan orang tua • Pendapatan keluarga • Jumlah anggota keluarga

Page 45: ..

28

METODE

Desain, Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilakukan dengan desain cross sectional study. Penelitian ini

dilakukan di MTsN 1 Malang. Penentuan lokasi penelitian dilakukan secara

purposive dengan mempertimbangkan terdapatnya program kelas akselerasi,

reguler dan unggulan serta kesediaan bekerjasama dalam penelitian. Pengambilan

data untuk penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai Agustus 2008.

Teknik Penarikan Contoh

Contoh dalam penelitian ini adalah siswa kelas dua (akselerasi) dan siswa

kelas tiga (unggulan dan reguler). Contoh terdiri dari tiga kelompok yaitu

kelompok siswa kelas akselerasi, siswa kelas unggulan, dan siswa kelas reguler.

Pengambilan contoh secara acak (random sampling). Besarnya contoh yang

diambil menggunakan rumus estimasi proporsi yaitu :

n =

Keterangan :

n = Jumlah contoh

P = Estimasi proporsi contoh

d = Presisi (tingkat ketepatan yang ditentukan oleh perbedaan hasil yang

diperoleh sampel dibandingkan hasil yang diperoleh dari populasi)

Z = Nilai Z pada selang kepercayaan 1 – α/2

Estimasi proporsi contoh diambil dari hasil penelitian Suharto (2008)

dimana terdapat status anemia pada siswa SMP sebanyak 67%. Besarnya contoh

yang diperlukan jika peneliti menginginkan presisi 10% pada selang kepercayaan

95% dengan tingkat kesalahan α/2 = 0,05/2 = 0,025.

Dari keterangan di atas, P = 67% = 0,67 d = 0,10 Z 0,025 = 1,96

n =

n =

n = 85 responden

Page 46: ..

29

Dari perhitungan di atas, jumlah contoh minimal yang akan diambil

sebanyak 85 contoh. Untuk mengantisipasi droup out, maka jumlah contoh

ditambah 10% sehingga jumlah contoh total sebanyak 93 orang. Jumlah 93

responden kemudian diambil secara proporsional dari tiga kelompok yaitu kelas

akselerasi, kelas unggulan dan kelas reguler.

Jenis dan Cara Pengumpulan Data

Data penelitian yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan data

sekunder. Data primer yang dikumpulkan meliputi data karakteristik contoh

(umur, jenis kelamin, uang saku, pengetahuan gizi), data karakteristik keluarga

(pendidikan orangtua, pekerjaan orangtua, pendapatan orang tua & jumlah

anggota keluarga), pola aktivitas, perilaku konsumsi, status gizi (berat badan,

tinggi badan), status anemia (kadar hemoglobin), status kesehatan, tingkat

kelelahan, tingkat stres, tingkat kepuasan, motivasi, serta lingkungan keluarga.

Pengumpulan data ini dilakukan dengan teknik pengisian kuesioner. Data

sekunder diperoleh dari data sekolah meliputi data karakteristik sekolah seperti

lokasi, jumlah staf pengajar, pegawai dan siswa, serta sarana dan prasarana.

Berat badan dan tinggi badan siswa diperoleh dengan pengukuran

langsung, alat yang digunakan untk mengukur berat badan adalah timbangan injak

dengan tingkat ketelitian 0,1 kg, sedang tinggi badan menggunakan alat ukur

microtoise dengan tingkat ketelitian 0,1 cm. Kadar hemoglobin diperoleh dari

pengambilan darah oleh tenaga profesional laboratorium medis SIMA Malang

dengan metode Cyanmethemoglobin.

Page 47: ..

30

Tabel 1 Jenis dan cara pengumpulan data

No Jenis Data Cara Pengumpulan 1 Karakteristik contoh :

Umur, jenis kelamin, uang saku, pengetahuan gizi

Kuesioner

2 Karakteristik keluarga : Pendidikan, pekerjaan, pendapatan, jumlah anggota keluarga

Kuesioner

3 Berat Badan Menimbang Berat Badan dengan timbangan injak dengan ketelitian 0,1 kg

4 Tinggi Badan Mengukur TB dengan microtoise dengan tingkat ketelitian 0,1 cm

5 Konsumsi Pangan Recall 2 x 24 jam (hari libur dan hari sekolah)

6 Pola Aktivitas Recall 2 x 24 jam (hari libur dan hari sekolah)

7 Status Anemia Mengukur kadar Hb dengan metode cyanmethemoglobin

8 Status Kesehatan Kuesioner (jenis penyakit, frekuensi sakit, lama sakit, cara pengobatan dan tingkat keparahan penyakit)

9 Tingkat Kelelahan Kuesioner 10 Tingkat Stres Kuesioner 11 Tingkat Kepuasan Kuesioner 12 Motivasi Kuesioner 13 Lingkungan Keluarga Kuesioner 14 Prestasi Belajar Nilai raport semester 3

(akselerasi); semester 4 (unggulan dan reguler)

Pengolahan dan Analisis Data

Pendidikan orang tua contoh diukur berdasarkan lama sekolah dalam

tahun, kemudian dikelompokkan dengan kategori SD, SMP/SMA, Diploma/S1

serta S2/S3.

Pendapatan per kapita keluarga diperoleh dari total pendapatan keluarga

per bulan dibagi jumlah anggota keluarga. Pendapatan per kapita dikategorikan

menjadi dua, yaitu miskin (< Rp 128.282,-/kap/bulan) dan tidak miskin (≥

128.282,-/kap/ bulan) berdasarkan garis kemiskinan kota Malang (BPS 2005).

Besar keluarga diukur dari jumlah anggota keluarga. Kriteria besar

keluarga menurut BPS (2001) dibedakan atas keluarga kecil jika jumlah anggota

Page 48: ..

31

kurang dari atau sama dengan 4 orang, sedang jika jumlah anggota 5 sampai 7

orang, serta besar jira jumlah anggota keluarga lebih dari 7 orang.

Uang saku contoh diukur dari rata-rata uang jajan yang diterima perhari.

Uang saku dikelompokkan dengan kriteria rendah (X < - SD), sedang (- SD <

X < + SD), dan tinggi (X > + SD). X adalah uang saku contoh, adalah rata-

rata uang saku contoh dan SD adalah standar deviasi uang saku contoh.

Pengetahuan Gizi dinilai dengan skor, yang dihitung dari jawaban contoh

atas 20 pertanyaan mengenai jenis, fungsi dan sumber zat gizi dan masalah gizi.

Hasil penelitian akan memperoleh skor tertinggi 20 dan skor terendah 0.

Pengetahuan gizi dikategorikan menjadi tiga, yaitu pengetahuan gizi baik, sedang,

dan kurang (Khomsan 2000).

Tabel 2 Kategori pengetahuan gizi menurut skor pengetahuan gizi

Skor Pengetahuan Gizi Pengetahuan Gizi

< 60%

60 – 80%

> 80%

Kurang

Sedang

Baik

Sumber : Khomsan (2000)

Pola aktivitas diperoleh dari pencatatan recall aktivitas 2x24 jam yaitu

pada hari sekolah dan hari libur, yang meliputi aktivitas yang dilakukan di rumah

dan di sekolah, dilihat alokasi waktu yang digunakan untuk belajar, olahraga,

transportasi sekolah, tidur, nonton TV, rekreasi/main, pekerjaan rumah.

Perilaku konsumsi pangan diperoleh dari jawaban contoh atas pertanyaan

mengenai frekuensi dan jenis makanan yang dikonsumsi dalam sebulan serta

suplemen dan makanan pantangan. Selanjutnya skor dari jawaban atas pertanyaan

dikelompokkan menjadi tiga yaitu rendah < 19,4; sedang 19,4 – 29,6 dan baik >

29,6 (Slamet 1993).

Data konsumsi energi dan zat gizi diperoleh dari pencatatan recall 2x24

jam yaitu pada hari libur dan hari sekolah yang meliputi jumlah dan jenis pangan

kemudian dikonversi menjadi energi, protein, Fe, Vitamin B dan vitamin C

dengan menggunakan microsoft Excel. Tingkat kecukupan gizi individu dihitung

dengan membandingkan konsumsi zat gizi individu dengan angka kecukupan gizi

(AKG) yang dianjurkan per orang per hari (Muhilal, Jalal & Hardinsyah 2004).

Page 49: ..

32

Status gizi dinilai dengan rumus indeks massa tubuh (IMT), yaitu dengan

cara menghitung data dari berat dan tinggi badan dengan rumus IMT sebagai

berikut (WHO 1995):

IMT =

Klasifikasi status gizi remaja yang dihitung dari IMT tersebut dibedakan

menjadi 5 kategori, yaitu kurus sekali, kurus, normal, gemuk, dan obesitas yang

ditunjukkan pada Tabel 3.

Tabel 3 Klasifikasi status gizi menurut indeks massa tubuh (IMT)

IMT Status Gizi

< 17,0

17,0 – 18,5

18,5 – 25,0

25,0 – 27,0

>27,0

Kurus sekali

Kurus

Normal

Gemuk

Obess

Sumber : Depkes (1996).

Status anemia dinilai dengan mengukur kadar hemoglobin (Hb) darah

dengan metode cyanmethemoglobin dengan membandingkan hasil pemeriksaan

kadar Hb contoh dengan kadar Hb rujukan untuk anemia yaitu < 12 g/dl

(perempuan) dan < 13,5 g/dl (Laki-laki) (WHO 1982).

Status kesehatan diperoleh dari jawaban contoh atas pertanyaan yang

berhubungan dengan jenis penyakit, frekuensi, lama sakit dan cara pengobatan

ketika sakit. Pemberian skor berdasarkan keparahan penyakit (Lampiran 2). Status

kesehatan dikategorikan menjadi kurang > 71, sedang 44 – 71 dan baik < 44

(Slamet 1993).

Tingkat kelelahan dinilai dengan skor, yang dihitung dari jawaban contoh

atas 10 pertanyaan dengan rating scale 1 – 4 yaitu (1) tidak lelah dengan skor 1;

(2) cukup lelah dan (3) lelah dengan skor 2; dan (4) sangat lelah dengan skor 3.

Hasil penelitian akan memperoleh skor tertinggi 30 dan skor terendah 10.

Selanjutnya skor yang diperoleh dikategorikan menjadi tiga yaitu tidak lelah < 11,

lelah 11 – 20 dan sangat lelah > 20.

Tingkat stres diukur dengan menggunakan skor dengan skala 1 – 5 yaitu

(1) Tidak Pernah dan (2) Jarang (1-2 x sebulan) dengan skor 1; (3) Cukup ( 3-4 x

Page 50: ..

33

dalam sebulan) dengan skor 2; (4) Sering ( 1 atau 2 x seminggu) dan (5) Sering

Sekali (> 3 x seminggu) dengan skor 3. Dihitung dari jawaban contoh atas 16

pertanyaan dengan skor tertinggi 48 dan skor terendah 16. Penilaian terhadap

jawaban dibuat dalam skor total yang dikelompokkan menjadi tiga yaitu rendah <

17, sedang 17 – 32 dan tinggi > 32.

Tingkat kepuasan diukur dengan menggunakan skor dengan skala 1

sampai 5 pada tiap pertanyaan yaitu (1) sempurna dan (2) bagus dengan skor 3;

(3) biasa saja dengan skor 2; (4) kurang bagus dan (5) buruk dengan skor 1, yang

dihitung dari jawaban contoh atas 10 pertanyaan dengan skor tertinggi 30 dan skor

terendah 10. Penilaian terhadap jawaban dibuat dalam bentuk skor, yang

dikelompokkan menjadi tiga yaitu tidak puas < 11, puas 11 – 20 dan sangat puas >

20.

Motivasi siswa diperoleh dari jawaban contoh atas pertanyaan yang

berhubungan dengan motivasi belajar yang meliputi semangat belajar, pendorong

belajar dan bersekolah. Motivasi siswa dikategorikan menjadi rendah < 13, sedang

13 – 24 dan tinggi > 24.

Lingkungan keluarga diperoleh dari jawaban contoh atas pertanyaan yang

berhubungan dengan fasilitas belajar, motivasi belajar anak, pengawasan orangtua

serta bimbingan orangtua terhadap kegiatan belajar anak. Lingkungan keluarga

dikategorikan menjadi baik > 60, sedang 47 – 60 dan kurang < 47 (Slamet 1993).

Prestasi belajar siswa diambil dari nilai raport semester 3 untuk kelas

akselerasi dan 4 untuk kelas unggulan dan reguler, kemudian dirata-ratakan dan

dikelompokkan menjadi empat kategori berdasarkan pedoman buku raport dari

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan yaitu :

(1) baik, jika nilai rata-rata raport > 8,0

(2) lebih dari cukup, jika nilai rata-rata raport 7,0 – 7,9

(3) cukup, jika nilai rata-rata raport 6,0 – 6,9

(4) kurang, jika nilai rata-rata raport < 6,0

Data-data yang diperoleh dianalisis secara statistik deskriptif dan

inferensia dengan menggunakan Program SPSS versi 15.0 for windows. Kontrol

kualitas data yang dilakukan yaitu uji reliabilitas untuk alat ukur tingkat

kelelahan, tingkat stres, tingkat kepuasan, motivasi dan lingkungan keluarga

Page 51: ..

34

dengan metode Cronbach’s Alpha. Untuk mengetahui hubungan antar variabel

digunakan analisa korelasi pearson. Uji tersebut di atas dinyatakan berbeda dan

berhubungan secara signifikan (nyata) apabila p<0,05 dan sangat nyata p<0,01.

Untuk mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap tingkat kelelahan

siswa digunakan analisa regresi linier berganda dengan model sebagai berikut :

Y = ∞+β1X1+ β2X2+ β3X3+.......+ β21X21

Keterangan :

Y = Skor kelelahan

∞ = Konstanta

β1-21 = Koefisien regresi X11 = Aktivitas Belajar

X1 = Umur X12 = Aktivitas Bermain

X2 = Jenis Kelamin X13 = Aktivitas Nonton TV

X3 = Uang Saku X14 = Aktivitas Tidur

X4 = Pengetahuan Gizi X15 = Aktivitas Olah raga

X5 = Perilaku Konsumsi Pangan X16 = Aktivitas Pribadi

X6 = Konsumsi Energi X17 = Aktivitas Sekolah

X7 = Konsumsi Protein X18 = IMT

X8 = Konsumsi Zat Besi (Fe) X19 = Kadar Hb

X9 = Konsumsi Vitamin C X20 = Status Kesehatan

X10 = Konsumsi Vitamin B X21 = Tingkat Stres

Sedangkan untuk mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap

prestasi belajar siswa digunakan analisa regresi linier berganda dengan model

sebagai berikut :

Y = ∞+β1X1+ β2X2+ β3X3+.......+ β28X28

Keterangan :

Y = Nilai raport

∞ = Konstanta X14 = Aktivitas Belajar

β1-28 = Koefisien regresi X15 = Aktivitas Bermain

X1 = Jenis Kelamin X16 = Aktivitas Nonton TV

X2 = Uang Saku X17 = Aktivitas Tidur

X3 = Pengetahuan Gizi X18 = Aktivitas Olah raga

X4 = Pendidikan Ayah X19 = Aktivitas Pribadi

Page 52: ..

35

X5 = Pendidikan Ibu X20 = Aktivitas Sekolah

X6 = Pendapatan Keluarga X21 = IMT

X7 = Besar Keluarga X22 = Kadar Hb

X8 = Perilaku Konsumsi Pangan X23 = Status Kesehatan

X9 = Konsumsi Energi X24 = Tingkat Kelelahan

X10 = Konsumsi Protein X25 = Tingkat Stres

X11 = Konsumsi Zat Besi (Fe) X26 = Tingkat Kepuasan

X12 = Konsumsi Vitamin C X27 = Motivasi

X13 = Konsumsi Vitamin B X28 = Lingkungan Keluarga

Adapun skala pengukuran yang digunakan dalam penelitian ini disajikan

pada Tabel 4.

Tabel 4 Skala pengukuran variabel-variabel penelitian

No Variabel Keterangan Kategori Sumber 1 Pendidikan Orang

tua

SD SMP/SMU Diploma/S1 S2/S3

2 Pekerjaan Orang tua

Petani PNS/ABRI Swasta Wiraswasta IRT

3 Pendapatan Keluarga

Dengan menghitung pendapatan perkapita keluarga : total pendapatan keluarga/bulan dibagi jumlah anggota keluarga

Miskin < Rp 128.282,- Tidak miskin ≥ Rp 128.282,-

BPS (2005) 4 Besar Keluarga Kecil (≤ 4 orang)

Sedang (5-7 orang) Besar (> 7 orang)

BPS (2001) 5 Uang Saku Rendah < Rp 5.395

Sedang Rp 5.395 – Rp 10.917 Tinggi >Rp 10.917

6 Pengetahuan Gizi Dengan menggunakan kuesioner yang terdiri dari 25 pertanyaan meliputi : Jenis, fungsi dan sumber zat gizi serta masalah gizi

Kurang : < 60% Sedang : 60-80% Baik : > 80%

Khomsan

(2000) 7 Perilaku Konsumsi

Pangan Dengan menggunakan kuesioner yang meliputi : Frekuensi makan Kebiasan sarapan Kebiasaan makan sayur dan buah Konsumsi Food suplement

Kurang : < 19,4 Sedang : 19,4–29,6 Baik : > 29,6

Slamet (1993)

Page 53: ..

36

Tabel 4 (Lanjutan) Skala pengukuran variabel-variabel penelitian

No Variabel Keterangan Kategori Sumber 8 Pola Aktivitas Dengan recall 2x24 jam,

dilihat alokasi waktu : Belajar Bermain Nonton tv Tidur Olah raga Sekolah Pribadi

9 Status Gizi Antropometri IMT = BB/TB2 (kg/m2)

Kurus sekali (< 17,0) Kurus (17,0-18,5) Normal (18,5-25,0) Gemuk (25,0-27,0) Obess (> 27,0)

Depkes (1996)

10 Status Anemia Pemeriksaan kadar Hemoglobin

Anemia : Hb < 12 g/dl (PR) Hb <13,5 g/dl (LK) Tidak anemia : Hb ≥ 12 g/dl (PR) Hb ≥13,5 g/dl (LK)

WHO (1982)

11 Status Kesehatan # Dengan menggunakan kuesioner meliputi jenis, frekuensi, lama sakit dan cara pengobatan penyakit # Pemberian skor berdasarkan keparahan penyakit (Lampiran 1)

Kurang : > 71 Sedang : 44 – 71 Baik : < 44

Firlie (2000) Slamet (1993)

12 Tingkat Kelelahan Dengan kuesioner yang terdiri dari 16 pertanyaan dengan skor : (1) tidak lelah : skor 1 (2) cukup lelah dan (3) lelah : skor 2 (4) sangat lelah : skor 3

Tidak lelah : < 11 Lelah : 11 – 20 Sangat lelah : > 20

13 Tingkat Stres Dengan kuesioner yang

terdiri dari 10 pertanyaan dengan skor : (1) tidak pernah dan (2) jarang : skor 1 (3) cukup : skor 2 (4) sering dan (5) sering sekali : skor 3

Rendah : < 17 Sedang : 17 – 32 Tinggi : > 32

14 Tingkat Kepuasan Dengan menggunakan kuesioner yang terdiri dari 10 pertanyaan dengan skor 1) sempurna dan 2) bagus : skor 3 3) biasa saja : skor 2 4) kurang bagus dan 5) buruk : skor 1

Tidak puas : < 11 Puas : 11 – 20 Sangat puas : > 20

Page 54: ..

37

Tabel 4 (Lanjutan) Skala pengukuran variabel-variabel penelitian

No Variabel Keterangan Kategori Sumber 15 Motivasi Dengan menggunakan

kuesioner yang terdiri dari 12 pertanyaan dengan skor 1) tidak setuju : skor 1 2) setuju : skor 2 3) sangat setuju : skor 3

Kurang : < 13 Sedang : 13 – 24 Tinggi : > 24

16 Lingkungan Keluarga

Dengan menggunakan kuesioner yang terdiri dari pertanyaan yang meliputi : Fasilitas belajar Motivasi belajar anak Bimbingan orang tua thd kegiatan belajar anak

kurang : < 47 Sedang : 47 - 60 Baik : > 60

Slamet (1993)

17 Prestasi Belajar Nilai raport semester 4 untuk kelas unggulan dan reguler, dan semester 3 untuk kelas akselerasi

Baik, jika rata-rata nilai > 8,0 Lebih dari cukup, jika rata-rata nilai 7,0-7,9 Cukup, jika rata-rata nilai 6,0-6,9 Kurang, jika rata-rata nilai < 6,0

Depdikbud

Definisi Operasional

Page 55: ..

38

Pola Aktivitas adalah seluruh kegiatan fisik yang dilakukan contoh dalam sehari,

yang meliputi kegiatan belajar, bermain, nonton tv, olah raga, tidur,

pribadi dan sekolah, yang diperoleh melalui metode recall 2 x 24 jam

pada hari libur dan hari sekolah, yang diukur dalam bentuk alokasi

waktu per kegiatan.

Perilaku konsumsi pangan adalah frekuensi, jenis dan jumlah pangan yang

dikonsumsi oleh contoh selama dua hari yaitu pada hari sekolah dan

hari libur.

Pengetahuan gizi adalah tingkat pengertian tentang gizi, yang diukur dari

kemampuan siswa untuk menjawab pertanyaan mengenai jenis, fungsi

dan sumber zat gizi, dan masalah gizi. Skor atas jawaban pengetahuan

gizi dikelompokkan dalam pengetahuan gizi rendah, sedang dan tinggi.

Status gizi adalah keadaan tubuh manusia yang diakibatkan konsumsi,

penyerapan dan penggunaan zat gizi makanan yang diukur secara

antropometri dengan menggunakan Indeks Massa Tubuh dan biokimia

(kadar Hb).

Status anemia adalah keadaan kesehatan siswa yang dilihat dari kadar

hemoglobin (Hb) darah, yakni siswa dikategorikan anemia apabila kadar

Hb < 12 g/dl (perempuan) dan Hb < 13.5 g/dl (laki-laki).

Status kesehatan adalah keluhan dan riwayat penyakit yang pernah diderita

dalam 1 bulan terakhir yang dikumpulkan melalui pengisian kuesioner.

Tingkat kelelahan adalah kondisi fisik contoh akibat melakukan aktivitas fisik,

diukur dari grade 1 – 4 yaitu (1) tidak lelah, (2) cukup lelah, (3) lelah,

(4) sangat lelah.

Tingkat stres adalah derajat tekanan yang dialami contoh sebagai akibat adanya

sumber stres, yang diukur dari gejala fisik dan psikologis yang dialami

contoh.

Tingkat kepuasan adalah tingkat perasaan contoh setelah membandingkan antara

harapan dengan hasil yang dicapai/diperoleh.

Page 56: ..

39

Motivasi adalah dorongan untuk belajar, bersekolah dan melakukan kegiatan

sekolah yang dapat berhubungan dengan peningkatan prestasi dalam

belajar.

Lingkungan Keluarga adalah keadaan yang ada di dalam keluarga yang dapat

mempengaruhi prestasi belajar anak, seperti sosial ekonomi keluarga,

besar keluarga, fasilitas belajar, pengawasan dan bimbingan orang tua

dalam belajar.

Prestasi Belajar adalah hasil yang diperoleh siswa melalui raport semester 3

(kelas akselerasi) dan 4 (kelas unggulan dan reguler) yang diwujudkan

dalam bentuk angka.

Page 57: ..

40

HASIL DAN PEMBAHASAN

Keadaan Umum Sekolah

Madrasah Tsanawiyah Negeri (MTsN) 1 Malang terletak di jalan Bandung

No. 7 Malang. MTsN 1 berdiri di atas areal tanah seluas 3135 m2 dengan luas

bangunan 2272 m2. Berdasarkan letak sekolah, MTsN 1 Malang terletak di

tengah-tengah kota dan di pinggir jalan utama. Secara struktural MTsN 1 Malang

berada di bawah pengawasan Departemen Agama Kota Malang.

Dalam menjalankan aktivitasnya sehari-hari, MTsN 1 Malang dipimpin

oleh seorang kepala sekolah dan dibantu oleh lima orang wakil kepala sekolah

yaitu wakil kepala sekolah yang membidangi kurikulum, hubungan masyarakat,

kesiswaan, pengembangan mutu serta sarana dan prasarana. Staf pengajar pada

MTsN 1 Malang berjumlah 55 orang dan murid sebanyak 840 orang dengan

jumlah kelas dari kelas 1 sampai 3 sebanyak 24 kelas. Selain itu juga dibantu oleh

Tata usaha (TU) dan pesuruh yang berjumlah 16 orang dan tenaga dokter 1 orang.

Untuk pengembangan kualitas tenaga pengajar, kedua sekolah terus

mengupayakan pelatihan dan pengembangan akademik baik ditingkat nasional

maupun internasional.

Sebagai sekolah favorit, pada awal penerimaan murid baru MTsN 1

Malang melakukan serangkaian tes akademik diantaranya adalah tes IQ, tes

potensi akademik dan baca tulis Al Qur’an. Siswa yang mengikuti program

akselerasi adalah siswa yang memiliki skor IQ minimal 125 menurut skala

Wechsler, memiliki nilai NEM sekolah rata-rata di atas 7, dengan nilai rata-rata

raport tidak kurang dari 7, serta ditambah surat keterangan sehat dari dokter,

kesediaan calon siswa, dan persetujuan orang tua mengikuti program akselerasi.

Sedangkan untuk kelas unggulan, penjaringannya dengan nilai rata-rata raport

semester genap, apabila nilai rata-ratanya ≥ 85,0 siswa tersebut dimasukkan kelas

unggulan.

MTsN 1 Malang juga dilengkapi dengan berbagai fasilitas pendukung

kegiatan belajar mengajar. Fasilitas tersebut adalah ruang kelas, ruang guru, ruang

tata usaha, ruang administrasi, lobby (ruang tamu), ruang kepala sekolah, ruang

laboratorium, ruang perpustakaan, ruang UKS, masjid, aula, ruang

ekstrakurikuler, kantin, gudang, sarana olah raga dan kamar mandi.

Page 58: ..

41

Selain kegiatan belajar mengajar, MTsN 1 Malang juga menyediakan

berbagai kegiatan ekstrakurikuler guna mewadahi dan mengembangkan bakat,

kreativitas serta minat siswa. Kegiatan ekstrakurikuler tersebut antara lain adalah

pramuka, Palang Merah Remaja (PMR), Kader Kesehatan Remaja (KKR), serta

Kelompok Ilmiyah Remaja (KIR).

Karakteristik Keluarga

Pendidikan

Tingkat pendidikan orang tua contoh cukup bervariasi mulai dari tingkat

dasar sampai tingkat tinggi. Bila dilihat secara umum, sebagian besar pendidikan

ayah dan ibu contoh adalah D3/S1 dengan persentase 59,1% dan 68,8%.

Dari Tabel 5 dapat diketahui bahwa persentase terbesar pendidikan ayah

dan ibu contoh pada kelas akselerasi, unggulan dan reguler adalah D3/S1.

Tabel 5 Sebaran contoh berdasarkan pendidikan ayah dan ibu

Variabel Akselerasi Unggulan Regular Total n % n % n % n %

Pendidikan Ayah

SMP/SMA

D3/S1

S2/S3

1

12

7

5,0

60,0

35,0

4

12

5

19,0

57,1

23,8

10

31

11

19,2

59,6

21,2

15

55

23

16,1

59,1

24,7

Total 20 100,0 21 100,0 52 100,0 93 100,0 Pendidikan Ibu

SD

SMP/SMA

D3/S1

S2/S3

0

1

15

4

0,0

5,0

75,0

20,0

2

3

12

4

9,5

14,3

57,1

19,0

0

15

37

0

0,0

28,8

71,2

0,0

2

19

64

8

2,2

20,4

68,8

8,6

Total 20 100,0 21 100,0 52 100,0 93 100,0 Tingkat pendidikan orangtua dapat mempengaruhi usaha meningkatkan

prestasi belajar anak, semakin tinggi pengetahuan orang tua, maka akan semakin

banyak pula pengetahuan orangtua yang diberikan kepada anaknya (Nasution dan

Nasution 1986). Suatu penelitian di Amerika Serikat menyebutkan bahwa adanya

pengaruh pendidikan orang tua disamping faktor kemampuan anak dan kualitas

sekolah terhadap keberhasilan anak belajar.

Page 59: ..

42

Pekerjaan

Pekerjaan ayah dan ibu contoh bervariasi dari menjadi petani, PNS/ABRI,

swasta, wiraswasta dan ibu rumah tangga. Secara umum, proporsi terbesar

pekerjaan ayah contoh 40,9% bekerja sebagai PNS sedangkan proporsi terbesar

pekerjaan ibu contoh 37,6% adalah sebagai ibu rumah tangga.

Tabel 6 Sebaran contoh berdasarkan pekerjaan ayah dan ibu

Variabel Akselerasi Unggulan Reguler Total n % n % n % n %

Pekerjaan Ayah

Petani

PNS/ABRI

Swasta

Wiraswasta

0

9

6

5

0,0

45,0

30,0

25,0

2

7

9

3

9,5

33,3

42,9

14,3

0

22

20

10

0,0

42,3

38,5

19,2

2

38

35

18

2,2

40,9

37,6

19,3

Total 20 100,0 21 100,0 52 100,0 93 100,0 Pekerjaan Ibu

PNS/ABRI

Swasta

IRT

Wiraswasta

9

3

5

3

45,0

15,0

25,0

15,0

11

2

8

0

52,4

9,5

38,1

0,0

12

8

22

10

23,1

15,4

42,3

19,2

32

13

35

13

34,4

14,0

37,6

14,0

Total 20 100,0 21 100,0 52 100,0 93 100,0

Dari Tabel 6 dapat diketahui sebaran pekerjaan ayah pada kelas akselerasi

dan reguler proporsi terbesar bekerja sebagai PNS, sedangkan pada kelas

unggulan proporsi terbesar ayah contoh bekerja sebagai karyawan swasta.

Proporsi terbesar pekerjaan ibu contoh pada kelas akselerasi dan unggulan sebagai

PNS, sedangkan pada kelas reguler proporsi terbesar ibu contoh bekerja sebagai

ibu rumah tangga.

Menurut Kartasapoetra dan Marsetyo (2003) jenis pekerjaan orangtua

merupakan salah satu indikator besarnya penghasilan keluarga. Diharapkan

dengan semakin besarnya penghasilan, maka konsumsi keluarga pun menjadi

semakin baik dalam hal gizi makanan yang dikonsumsi baik secara kualitas

maupun kuantitasnya.

Page 60: ..

43

Pendapatan Pendapatan perkapita keluarga contoh dikelompokkan ke dalam 2 kategori

yaitu miskin dan tidak miskin. Kategori miskin apabila pendapatan per kapita per

bulan, < Rp 128.282,- dan tidak miskin jika pendapatan per kapita per bulan ≥ Rp

128.282,- (BPS 2005). Pendapatan per kapita keluarga contoh berkisar dari Rp

300.000,- sampai Rp 1.833.333,-. Rata-rata pendapatan per kapita keluarga adalah

Rp 920.942,- dengan standar deviasi Rp 313.463,-. Berdasarkan kategori tersebut

pendapatan per kapita keluarga contoh masuk dalam kategori tidak miskin 100%.

Tabel 7 Sebaran contoh berdasarkan kategori kemiskinan

Pendapatan Akselerasi Unggulan Reguler Total

n % n % n % n % Miskin Tidak miskin

0 20

0,0 100,0

0 21

0,0 100,0

0 52

0,0 100,0

0 93

0,0 100,0

Total 20 100,0 21 100,0 52 100,0 93 100,0

± SD Min – Max

1.067.142±316.750 625.000 – 1.833.333

913.151±303.629 300.000 – 1.375.000

860.588±302.624 300.000 – 1.375.000

920.942±313.463 300.000 – 1.833.333

Hasil uji statistik menunjukkan pendapatan perkapita tidak berhubungan

dengan prestasi belajar, hal ini berbeda dengan hasil penelitian Kusumaningrum

(2006) yang menunjukkan adanya hubungan yang nyata antara pendapatan

perkapita dengan prestasi belajar. Dimana semakin tinggi pendapatan perkapita

maka prestasi belajar akan semakin baik.

Menurut Sajogyo (1978) pendapatan berpengaruh terhadap daya beli dan

perilaku manusia dalam mengkonsumsi pangan. Dengan demikian pendapatan

keluarga merupakan faktor yang menentukan jumlah dan macam pangan yang

tersedia dalam keluarga. Apabila pendapatan cukup, maka jumlah dan macam

pangan yang ada di rumah tangga akan tercukupi, sebaliknya pendapatan yang

rendah akan menjadi kendala dalam penyediaan pangan keluarga yang akan

berakibat buruk terhadap status gizi keluarga (Berg & Sajogyo 1986).

Hardinsyah dan Drajat (1992) menyatakan dengan pendapatan yang tinggi

maka pemenuhan kebutuhan primer seperti pangan dapat terpenuhi dengan baik.

Dengan konsumsi pangan yang baik maka daya tahan tubuh terhadap penyakit

akan meningkat. Konsumsi pangan diperlukan untuk mencukupi kebutuhan

fisiologis tubuh akan sejumlah zat gizi agar dapat hidup sehat dan dapat

mempertahankan kesehatannya.

Page 61: ..

44

Besar keluarga

Besar keluarga diukur dari jumlah anggota keluarga contoh. Besar

keluarga contoh dikelompokkan ke dalam 3 kategori yaitu keluarga kecil, sedang

dan besar. Keluarga kecil jika jumlah anggota keluarganya (≤ 4 orang), keluarga

sedang jika jumlah anggota keluarganya (5 – 7 orang), dan besar jika jumlah

anggota keluarganya ( > 7 orang) (BPS 2001).

Secara umum, dari Tabel 8 diketahui berdasarkan skor total bahwa

sebagian besar contoh 78,5% termasuk dalam kategori keluarga kecil yang terdiri

dari kurang dari atau sama dengan 4 orang anggota keluarga.

Tabel 8 Sebaran contoh berdasarkan kategori besar keluarga

Besar Keluarga

Akselerasi Unggulan Reguler Total n % n % n % n %

Kecil

Sedang

Besar

17

3

0

85,0

15,0

0,0

17

2

2

81,0

9,5

9,5

39

10

3

75,0

19,2

5,8

73

15

5

78,5

16,1

5,4

Total 20 100,0 21 100,0 52 100,0 93 100,0

± SD Min – Max

4,0 ± 1,0 3,0 – 7,0

5,0 ± 1,7 4,0 – 11,0

5,1 ± 1,4 3,0 – 10,0

4,9 ± 1,4 3,0 – 11,0

Menurut sanjur (1982), jumlah anggota keluarga memiliki pengaruh pada

belanja pangan. Pendapatan per kapita dan belanja pangan akan menurun sejalan

dengan meningkatnya besar jumlah anggota keluarga.

Karakteristik Contoh

Umur dan Jenis kelamin

Berdasarkan data yang diperoleh, umur contoh berkisar antara 13 sampai

15 tahun, dengan rata-rata 14 ± 0,6 tahun. Pada kelas akselerasi sebagian besar

contoh laki-laki dan perempuan berumur 13 tahun, sedangkan pada kelas

ungggulan dan reguler sebagian besar contoh laki-laki dan perempuan berumur 14

tahun. Selanjutnya sebaran umur dan jenis kelamin contoh ditampilkan pada Tabel

9.

Page 62: ..

45

Tabel 9 Sebaran contoh berdasarkan umur dan jenis kelamin

Umur Akselerasi Unggulan Regular Total

LK (%)

PR (%)

LK (%)

PR (%)

LK (%)

PR (%)

LK (%)

PR (%)

13

14

15

25,0

5,0

0,0

55,0

15,0

0,0

0,0

28,6

9,5

4,8

47,6

9,5

0,0

28,8

7,7

1,9

48,1

13,5

5,4

23,6

6,4

14,0

40,9

9,7

Total 30,0 70,0 38,1 61,9 36,5 63,5 35,4 64,6

± SD Min–Max

13,2 ± 0,4 13,0 – 14,0

14,1 ± 0,5 13,0 – 15,0

14,2 ± 0,4 13,0 – 15,0

14,0 ± 0,6 13,0 – 15,0

Helms dan Turner (1991) mengelompokkan usia remaja antara 13 – 19

tahun. Monks (1992) melakukan pembagian perkembangan remaja adalah pra

remaja (10-12 tahun), remaja awal atau pubertas (12-15 tahun) dan remaja

pertengahan usia (15-18 tahun) serta remaja akhir usia (18-21 tahun). Dari definisi

tersebut dapat diketahui bahwa contoh dalam penelitian ini termasuk dalam masa

remaja awal atau pubertas.

Uang saku

Uang saku contoh per hari berkisar antara Rp. 3.000,- sampai Rp. 20.000,-

dengan rata-rata Rp. 8.156 ± 2.761. Uang saku contoh dikategorikan menjadi

rendah (< Rp 5.395), sedang ( Rp 5.395 – 10.917) dan tinggi (> Rp 10.917). Dari

Tabel 10 dapat diketahui bahwa sebagian besar uang saku contoh ketiga kelas

masuk dalam kategori sedang dengan kisaran Rp 5.395 sampai Rp 10.917. Hasil

uji anova menunjukkan uang saku pada ketiga kelas tidak berbeda nyata.

Tabel 10 Sebaran contoh berdasarkan kategori uang saku

Uang Saku Akselerasi Unggulan Reguler Total n % n % n % n %

Rendah

Sedang

Tinggi

9

11

0

45,0

55,0

0,0

2

16

3

9,5

76,2

14,3

6

43

3

11,5

82,7

5,8

17

70

6

18,3

75,3

6,5

Total 20 100,0 21 100,0 52 100,0 93 100,0

± SD Min–Max

6.475± 1.983 3.000 ±10.000

9.238 ± 3.520 5.000±20.000

8.365 ± 2.407 3.000±15.000

8.156 ± 2.761 3.000±20.000

Page 63: ..

46

Napitu (1994) menyatakan bahwa uang saku merupakan bagian dari

pengalokasian pendapatan keluarga yang diberikan pada anak untuk jangka waktu

tertentu. Perolehan uang saku sering menjadi suatu kebiasaan, anak diharapkan

untuk belajar mengelola dan bertanggung jawab atas uang saku yang dimiliki.

Pengetahuan Gizi

Untuk mengetahui sejauh mana tingkat pengetahuan gizi contoh,

dilakukan analisis kuantitatif yaitu dengan memberi skor atas semua jawaban

yang diberikan contoh. Pengetahuan tentang gizi ini terdiri dari 20 item

pertanyaan, dengan skor total 20 jika jawaban benar atas semua pertanyaan.

Sebaran contoh berdasarkan pertanyaan pengetahuan gizi disajikan pada Tabel 11.

Tabel 11 Sebaran contoh berdasarkan jawaban benar dari pertanyaan pengetahuan gizi

Pertanyaan Akselerasi Unggulan Reguler Total n % n % n % n %

Pengertian makanan sehat Zat gizi yang diperlukan tubuh Zat gizi untuk pertumbuhan dan pemeliharaan jaringan Konsumsi energi berlebih disimpan dalam bentuk Fungsi protein Pangan sumber karbohidrat Vitamin larut lemak Buah yang mengandung vitamin C Pangan sumber protein nabati Makanan hewani sumber vitamin A Makanan sumber kalsium Makanan sumber serat Tahu, tempe, ikan, daging dan telur sumber Makanan sumber zat besi Buah dan sayur sumber Pangan sumber protein Akibat kekurangan zat besi Sayuran sumber vitamin A Akibat kekurangan vitamin C Ciri-ciri orang yang anemia adalah, kecuali

20 19 20

20

18 20 20 12

19 17

20 20 20

18 19 19 20 17 20 15

100,0 95,0 100,0

100,0

90,0 100,0 100,0 60,0

95,0 85,0

100,0 100,0 100,0

90,0 95,0 95,0 100,0 85,0 100,0 75,0

21 20 18

20

17 20 21 12

19 9

20 21 21

17 21 20 16 15 19 13

100,0 95,2 85,7

95,2

81,0 95,2 100,0 57,1

90,5 42,9

95,2 100,0 100,0

81,0 100,0 95,2 76,2 71,4 90,5 61,9

51 52 42

48

45 52 48 20

40 26

52 52 51

26 51 48 28 38 50 19

98,1 100,0 80,8

92,3

86,5 100,0 92,3 38,5

76,9 50,0

100,0 100,0 98,1

50,0 98,1 92,3 53,8 73,1 96,2 36,5

92 91 80

88

60 92 89 44

78 52

92 93 92

61 91 87 64 70 89 47

98,9 97,8 86,0

94,6

86,0 98,9 95,7 47,3

83,9 55,9

98,9 100,0 98,9

65,6 97,8 93,5 68,8 75,3 95,7 50,5

Dari Tabel 11 diketahui proporsi terkecil contoh memberikan jawaban

benar terhadap pertanyaan yang berhubungan dengan buah-buahan yang

mengandung vitamin C, makanan hewani sumber vitamin A, makanan sumber zat

Page 64: ..

47

besi, penyakit yang diakibatkan kekurangan zat besi, serta yang bukan merupakan

ciri-ciri orang yang anemia.

Ketidaktahuan contoh terhadap buah-buahan yang mengandung vitamin C

ini sejalan dengan fakta rendahnya tingkat konsumsi vitamin C pada contoh ketiga

kelas. Masih besarnya proporsi contoh yang tidak tahu makanan sumber zat besi

juga berpengaruh terhadap rendahnya tingkat konsumsi zat besi (Fe). Dan

banyaknya contoh yang menjawab salah pada pertanyaan tentang ciri-ciri orang

yang anemia kemungkinan karena kurang teliti dalam membaca soal, karena

dibagian akhir soal ada kata kecuali yang menunjukkan untuk mencari jawaban

yang sebaliknya. Ketelitian dalam menjawab soal-soal dalam tes atau ulangan

perlu ditekankan pada contoh, karena apabila tidak teliti pertanyaan yang

harusnya bisa dijawab dengan benar menjadi salah.

Penilaian terhadap ketepatan jawaban pengetahuan gizi dibuat dalam

bentuk persentase, yang dikelompokkan menjadi tiga kelompok yaitu rendah (<

60%); sedang ( 60% - 80%); dan baik (> 80%). Secara umum, berdasarkan skor

total diketahui bahwa sebagian besar contoh 61,3% memiliki pengetahuan gizi

baik. Dari Tabel 12 dapat diketahui bahwa pada kelas akselerasi, unggulan dan

reguler sebagian besar contoh memiliki pengetahuan gizi baik, khusus untuk kelas

reguler contoh yang memiliki pengetahuan gizi baik dan sedang mencapai

persentase yang sama yaitu 46,2%.

Tabel 12 Sebaran contoh berdasarkan kategori pengetahuan gizi

Pengetahuan Gizi

Akselerasi Unggulan Reguler Total n % n % n % n %

Rendah

Sedang

Baik

0

1

19

0,0

5,0

95,0

1

6

14

4,8

28,6

66,7

4

24

24

7,7

46,2

46,2

5

31

57

5,4

33,3

61,3

Total 20 100,0 21 100,0 52 100,0 93 100,0 ± SD

Min–Max 92,7 ± 5,7

80,0 ± 100,0 85,9 ± 9,7

60,0 ± 100,0 80,7 ± 9,4 60,0 ± 95,0

84,4 ± 10,0 60,0 ± 100,0

Pengetahuan gizi yang baik diharapkan dapat menunjang di dalam

pemilihan atau penyusunan menu yang akan dikonsumsi guna mencapai status

gizi baik. Hasil uji anova menunjukkan bahwa pengetahuan gizi berbeda sangat

Page 65: ..

48

nyata pada ketiga kelompok kelas. Hasil analisa statistik diketahui bahwa

pengetahuan gizi berhubungan nyata dengan status kesehatan dan prestasi belajar.

Perilaku Konsumsi Pangan

Kebiasaan Makan

Hal yang diteliti mengenai kebiasaan makan contoh adalah frekuensi

makan, kebiasaan sarapan pagi, jenis bahan makanan yang dikonsumsi, frekuensi

konsumsi makanan jajanan, kebiasaan minum susu dan frekuensi minum susu,

konsumsi sayur dan buah serta konsumsi food suplement.

Secara umum, berdasarkan data yang diperoleh menunjukkan bahwa

sebagian besar contoh 63,4% memiliki kebiasaan makan dalam sehari 3 kali.

Sebanyak 75,3% contoh memiliki kebiasaan sarapan pagi sebelum berangkat ke

sekolah. Sebanyak 45,2% contoh memiliki kebiasaan makan makanan jajanan

lebih dari tiga kali sehari. Sebanyak 100% contoh mengkonsumsi makanan

jajanan sebagai makanan selingan/tambahan, dan sebanyak 53,8% contoh

mengkonsumsi makanan jajanan karena rasa lapar.

Dari Tabel 13 dapat diketahui bahwa pada kelas akselerasi, unggulan dan

reguler memiliki kebiasaan makan dalam sehari 3 kali dengan persentase masing-

masing 85,0%; 71,4% dan 51,9%. Sebagian besar contoh baik pada kelas

akselerasi, unggulan maupun reguler memiliki kebiasaan sarapan pagi sebelum

berangkat ke sekolah dengan kisaran persentase antara 69,2% sampai 90,0%.

Frekuensi konsumsi makanan jajanan contoh antara kelas akselerasi dengan dua

kelas lainnya berbeda, dimana pada kelas akselerasi proporsi terbesar contoh yang

mengkonsumsi makanan jajanan adalah 2 kali (40,0%). Sedangkan pada kelas

unggulan dan reguler 48,4% contoh mengkonsumsi makanan jajanan lebih dari 3

kali dalam sehari. Sebanyak 100% contoh pada ketiga kelas mengkonsumsi

makanan jajanan sebagai makanan selingan/tambahan dan sebagian besar alasan

contoh mengkonsumsi makanan jajanan pada ketiga kelas karena rasa lapar

(53,8%).

Page 66: ..

49

Tabel 13 Sebaran contoh berdasarkan kebiasaan makan

Kebiasaan Makan

Kriteria Akselerasi Unggulan Regular Total n % n % n % n %

Frekuensi makan dalam

sehari

2 kali 3 kali >3 kali Tidak tentu

1 17 1 1

5,0 85,0 5,0 5,0

2 15 0 4

9,5 71,4 0,0 19,0

1 27 5 19

1,9 51,9 9,6 36,5

4 59 6 24

4,3 63,4 6,5 25,8

Sarapan pagi Ya Kadang-kadang

18 2

90,0 10,0

16 5

76,2 23,8

36 15

69,2 30,7

70 23

75,2 24,8

Frekuensi konsumsi makanan jajanan

1 kali 2 kali 3 kali >3 kali

5 8 2 5

25,0 40,0 10,0 25,0

2 8 2 9

9,5 38,1 9,5 42,9

5 14 5 28

9,6 26,9 9,6 53,8

12 30 9 42

12,9 32,3 9,7 45,2

Minum susu Ya Kadang-kadang Tidak

12 7 1

60,0 35,0 5,0

10 8 3

47,6 38,1 14,3

32 17 3

61,5 32,7 5,8

54 32 7

58,1 34,4 7,5

Frekuensi dalam

seminggu

>4 gelas 3-4 gelas 1-2 gelas 0 gelas

12 2 5 1

60,0 10,0 25,0 5,0

10 4 4 3

47,6 19,0 19,0 14,3

22 13 14 3

42,3 25,0 26,9 5,8

44 19 23 7

47,3 20,4 24,7 7,5

Konsumsi sayur

Ya Kadang-kadang

15 5

75,0 25,0

14 7

66,7 33,3

34 18

65,4 34,6

63 30

67,7 32,3

Konsumsi buah

Ya Kadang-kadang

15 5

75,0 25,0

11 10

52,4 47,6

37 15

71,2 28,8

63 30

67,7 32,3

Konsumsi suplemen

Ya Tidak

6 14

30,0 70,0

9 12

42,9 57,1

19 33

36,5 63,5

34 59

36,6 63,4

Secara umum, berdasarkan data yang diperoleh menunjukkan bahwa

63,4% contoh memiliki kebiasaan makan dalam sehari 3 kali. Persentase tersebut

sama dengan hasil penelitian Astuti (2002) yang menunjukkan bahwa 63,3%

murid SMU di Trenggalek memiliki frekuensi makan tiga kali sehari. Kebiasaan

makan tiga kali sehari atau lebih merupakan kebiasaan makan yang baik, karena

dengan frekuensi konsumsi yang makin sering diharapkan akan semakin besar

kemungkinan untuk dapat memenuhi kebutuhan gizinya. Sebagaimana yang

dikemukakan oleh Nasoetion dan Khomsan (1995) bahwa peluang untuk

mencukupi kebutuhan gizi akan lebih besar jika frekuensi makan tiga kali sehari.

Sebanyak 75,3% contoh memiliki kebiasaan sarapan pagi sebelum

berangkat ke sekolah. Persentase ini lebih besar dibandingkan dengan hasil

penelitian Astuti (2002) yang menunjukkan 41,7% murid SMU di Trenggalek

terbiasa sarapan pagi sebelum berangkat ke sekolah. Namun, hasil penelitian ini

sedikit lebih rendah dibandingkan penelitian Kustiyah (2005) yang melaporkan

sebanyak 76,1% murid SD di Bogor terbiasa sarapan pagi. Sarapan pagi sangat

diperlukan untuk memenuhi kebutuhan zat gizi contoh untuk beraktifitas dan

Page 67: ..

50

belajar. Apabila anak tidak sarapan maka kemampuan berpikir dan konsentrasi

akan sangat berkurang, sehingga kegiatan belajar anak akan terganggu. Cukup

tingginya contoh yang sarapan pagi akan berdampak terhadap performans contoh

di sekolah. Disamping itu, menurut hasil penelitian di AS dan Indonesia, ternyata

dampak sarapan pagi sebelum berangkat sekolah adalah amat besar. Rata-rata

anak yang sempat sarapan pagi mempunyai prestasi yang lebih tinggi daripada

anak-anak yang tidak sarapan. Selain itu, sarapan dapat merangsang gerakan

belahan otak kanan si anak untuk menciptakan kegiatan kreatif dan mengurangi

keinginan untuk jajan. Hal ini terjadi karena anak sudah puas dan kenyang,

sehingga keinginan untuk jajan pun berkurang atau bahkan hilang (Kustiyah

2005).

Selanjutnya dalam Food Facts Asia (2004) juga disebutkan bahwa sarapan

pagi berhubungan dengan peningkatan performans mental, khususnya berdampak

positif terhadap kewaspadaan, konsentrasi dan membantu menjaga sikap positif

terhadap proses belajar di sekolah, tugas-tugas dan aktifitas lainnya. Selain itu,

terdapat bukti yang kuat bahwa anak-anak dan remaja yang sarapan dan

sarapannya banyak mengandung karbohidrat kompleks, maka secara nyata lebih

mampu berkonsentrasi dan memecahkan permasalahan daripada yang tidak

sarapan.

Hasil penelitian yang menunjukkan masih terdapatnya sekitar 24,8%

contoh yang kadang-kadang sarapan perlu mendapat perhatian dari orang tua dan

guru, karena berbagai penelitian membuktikan bahwa sarapan berpengaruh pada

prestasi belajar anak. Riyadi (1995) mengemukakan bahwa pada anak-anak

sekolah yang tidak sarapan, ternyata daya tangkap terhadap pelajarannya tidak

sebaik mereka yang melakukan sarapan. Selain itu, anak yang tidak sarapan

umumnya kurang kreatif dan agak lamban dalam berpikir. Kondisi ini antara lain

disebabkan oleh rendahnya kadar glukosa darah. Apabila kadar glukosa darah

berada di bawah normal, maka akan timbul gejala hipoglikemia. Berat ringannya

hipoglikemia tergantung pada tingkat seberapa rendah kadar glukosa darahnya.

Sebanyak 45,2% contoh memiliki frekuensi makan makanan jajanan lebih

dari 3 kali dalam sehari. Persentase tersebut lebih rendah dibandingkan penelitian

Astuti (2002) yang menunjukkan sebanyak 81,7% siswa SMA mengkonsumsi

Page 68: ..

51

makanan jajanan dengan frekuensi satu sampai tiga kali dalam seminggu.

Martoatmodjo et al. (1973) menyatakan bahwa kebiasaan jajan pada anak-anak

sekolah memiliki kebaikan dan keburukannya. Kebaikannya diantaranya, jika

makanan yang dibeli tersebut sudah memenuhi syarat-syarat kesehatan, maka bisa

melengkapi atau menambah kebutuhan gizi anak, serta untuk mengisi kekosongan

lambung karena setiap tiga sampai empat jam sesudah makan maka lambung

mulai kosong. Sedangkan kerugiannya antara lain dapat memboroskan keuangan

rumah tangga, dapat mengurangi nafsu makan di rumah serta adanya

kekhawatiran berpengaruh negatif terhadap kesehatan anak. Sebagaimana

dinyatakan oleh Villavieja et al. (1998) bahwa kebiasaan jajan dapat berpengaruh

negatif terhadap berkurangnya selera makan dan kesehatan gigi.

Dari Tabel 13 dapat diketahui bahwa sebagian besar contoh 58,1%

memiliki kebiasaan minum susu, dengan frekuensi minum susu lebih dari 4 gelas

seminggu sebanyak 47,3%. Sebagian besar contoh pada ketiga kelas memiliki

kebiasaan mengkonsumsi sayur dan buah (67,7%). Sedangkan sebagian besar

contoh pada ketiga kelas 63,4% tidak mengkonsumsi suplemen selama seminggu

terakhir pada saat pengambilan data. Besarnya persentase contoh yang tidak

mengkonsumsi suplemen pada penelitian ini lebih rendah bila dibandingkan

dengan hasil penelitian Astuti (2002) yang melaporkan sebanyak 95% murid

SMU di Trenggalek tidak mengkonsumsi suplemen. Jadi persentase contoh yang

mengkonsumsi suplemen dalam penelitian ini lebih besar dibandingkan contoh

pada penelitian Astuti (2002). Hal ini dikarenakan orangtua contoh sudah

menyediakan suplemen yang dikonsumsi contoh dan menyuruh contoh untuk

mengkonsumsinya.

Dari contoh yang mengkonsumsi suplemen (Tabel 13), sebagian besar

contoh 43,2% mengkonsumsi multivitamin untuk pertumbuhan dan

perkembangan (curcuma plus, minyak ikan, HD pollenergy, marine organic

calcium, nutrilite daily supplement, scott emulsion, biolysin, stimuno dan zevith

grow). Alasan mengkonsumsi suplemen adalah untuk meningkatkan/menjaga

daya tahan tubuh, meningkatkan daya ingat, memacu pertumbuhan, dan untuk

memenuhi kebutuhan vitamin C serta zat besi. Sebaran contoh berdasarkan

konsumsi suplemen dalam seminggu terakhir disajikan pada Tabel 14.

Page 69: ..

52

Tabel 14 Sebaran Contoh Berdasarkan Jenis Suplemen yang Dikonsumsi Seminggu Terakhir

Suplemen yang Dikonsumsi Jumlah (n) Persentase (%)

Tablet vitamin C effervescent

Tablet hisap vitamin C

Multivitamin pertumbuhan

Multivitamin untuk otak

Herba

Tablet tambah darah

10

5

19

3

5

2

22,7

11,4

43,2

6,8

11,4

4,5

Untuk menyimpulkan bagaimana perilaku konsumsi pangan contoh,

pertanyaan-pertanyaan tentang kebiasaan makan diskor. Skor yang diperoleh

kemudian dikategorikan menjadi kurang (< 19,4); sedang (19,4 – 29,6); dan baik

(>29,6). Dari hasil pengkategorian tersebut ternyata sebagian besar contoh 57%

mempunyai perilaku konsumsi pangan tergolong sedang (Tabel 15).

Tabel 15 Sebaran contoh berdasarkan kategori perilaku konsumsi pangan

Perilaku Konsumsi pangan

Akselerasi Unggulan Reguler Total n % n % n % n %

Sedang

Baik

8

12

40,0

60,0

14

7

66,7

33,3

31

21

59,6

40,4

53

40

57,0

43,0

Total 20 100,0 21 100,0 52 100,0 93 100,0 ± SD

Min–Max 29,5 ± 2,3 26,0 – 33,0

28,3 ± 2,9 23,0 – 33,0

28,3 ± 2,7 24,0 – 34,0

28,6 ± 2,7 23,0 – 34,0

Dari Tabel 15 dapat diketahui bahwa perilaku konsumsi pangan contoh

pada kelas akselerasi sebagian besar tergolong baik (60%), sedangkan pada kelas

unggulan dan reguler sebagian besar contoh memiliki perilaku konsumsi pangan

tergolong sedang dengan persentase 66,7% dan 59,6%. Hasil uji anova

menunjukkan bahwa perilaku konsumsi pangan tidak berbeda nyata pada ketiga

kelas. Hasil uji statistik menunjukkan perilaku konsumsi pangan berhubungan

dengan prestasi belajar, hal ini senada dengan penelitian Thoha (2006) yang

melaporkan bahwa pola konsumsi pangan berhubungan dengan prestasi belajar

(IPK).

Page 70: ..

53

Analisis Konsumsi

Konsumsi Energi dan Zat Gizi

Konsumsi pangan merupakan faktor utama untuk memenuhi kebutuhan zat

gizi. Konsumsi pangan yang cukup dapat membuat keadaan kesehatan seseorang

menjadi lebih baik. Remaja dalam kehidupannya sangat aktif dan sedang dalam

masa pertumbuhan yang cepat sehingga harus mendapatkan makanan yang

bergizi. Konsumsi energi dan zat gizi dipengaruhi oleh umur, berat badan, tinggi

badan, pola dan kebiasaan makan, serta pendapatan (Kartasapoetra & Marsetyo

2005). Data konsumsi energi dan zat gizi contoh disajikan pada Tabel 16.

Secara umum, dari hasil penelitian diketahui bahwa ada kecenderungan

rata-rata konsumsi energi, protein dan zat besi (Fe) contoh laki-laki kelas

akselerasi lebih tinggi daripada kelas unggulan dan reguler. Sedangkan rata-rata

konsumsi vitamin C contoh laki-laki kelas reguler lebih tinggi daripada akselerasi

dan unggulan. Dan rata-rata konsumsi vitamin B contoh laki-laki pada kelas

unggulan lebih tinggi daripada dua kelas lainnya. Secara keseluruhan, rata-rata

konsumsi energi, protein, zat besi (Fe), vitamin C dan vitamin B contoh

perempuan pada kelas reguler lebih tinggi daripada kelas akselerasi dan unggulan.

Energi dibutuhkan oleh tubuh untuk mempertahankan hidup, menunjang

pertumbuhan, dan melakukan aktivitas fisik (Almatsier 2002). Energi diperoleh

dari karbohidrat, lemak dan protein suatu bahan makanan. Dari Tabel 16 dapat

diketahui bahwa rata-rata konsumsi energi contoh laki-laki pada kelas akselerasi,

unggulan dan reguler masing-masing mencapai 2757 kkal; 2146 kkal; dan 2094

kkal. Sedangkan contoh perempuan pada ketiga kelas rata-rata konsumsi energi

masing-masing adalah 1785 kkal; 1938 kkal dan 2054 kkal. Rata-rata konsumsi

energi contoh laki-laki pada kelas akselerasi lebih tinggi dibandingkan dengan

kelas unggulan dan reguler. Sebaliknya, rata-rata konsumsi energi contoh

perempuan dari kelas reguler lebih tinggi daripada kelas akselerasi dan unggulan.

Rata-rata konsumsi protein contoh laki-laki pada kelas akselerasi,

unggulan dan reguler masing-masing adalah 78,8 g; 61,2 g; dan 65,5 g.

Sedangkan pada contoh perempuan pada ketiga kelas masing-masing 71,7 g; 58,9

g; dan 81,0 g. Rata-rata konsumsi protein contoh laki-laki pada kelas akselerasi

lebih tinggi daripada kelas unggulan dan reguler, sedangkan rata-rata konsumsi

Page 71: ..

54

protein contoh perempuan kelas reguler lebih tinggi daripada dua kelas lainnya.

Hasil uji statistik menunjukkan konsumsi protein berhubungan dengan konsumsi

zat besi dan vitamin B1. Protein bagi tubuh berfungsi untuk membentuk jaringan

baru dan mempertahankan jaringan yang telah ada. Protein dapat digunakan

sebagai bahan bakar apabila keperluan energi tubuh tidak terpenuhi oleh

karbohidrat dan lemak (Winarno 1997). protein merupakan pembentuk

hemoglobin. Hemoglobin adalah protein yang kaya akan zat besi dan mempunyai

afinitas (daya gabung) terhadap oksigen. Hemoglobin dengan oksigen membentuk

oxihemoglobin di dalam sel darah merah untuk selanjutnya dibawa dari paru-paru

ke jaringan (Ramakhrisnan 2001). Selain itu, sel darah merah bertugas

mengangkut oksigen dan zat-zat makanan ke seluruh tubuh serta membantu

proses metabolisme tubuh untuk menghasilkan energi (Almatsier 2002).

Salah satu zat gizi mikro yang diperlukan tubuh yaitu besi. Sunarti (1990)

menyatakan zat besi sangat diperlukan bagi pembentukan hemoglobin yaitu zat

warna yang terdapat di dalam sel-sel darah merah yang memungkinkan sel-sel

darah merah tersebut mengangkut oksigen (O2) ke jaringan dan karbondioksida

(CO2) dari jaringan. Di dalam tiap sel, besi bekerja sama dengan rantai protein-

pengangkut-elektron berperan dalam metabolisme energi. Protein pengangkut

memindahkan hidrogen dan elektron yang berasal dari zat gizi penghasil energi ke

oksigen, sehingga membentuk air. Dalam proses tersebut dihasilkan ATP.

Rata-rata konsumsi zat besi (Fe) contoh laki-laki pada kelas akselerasi,

unggulan dan reguler masing-masing adalah 20,7 mg; 19,6 mg; dan 19,8 mg.

Sedangkan pada contoh perempuan pada ketiga kelas masing-masing adalah 20,9

mg; 17,8 mg; dan 28,4 mg. Rata-rata konsumsi zat besi (Fe) contoh laki-laki kelas

akselerasi lebih tinggi daripada kedua kelas lainnya, sedangkan pada contoh

perempuan rata-rata konsumsi zat besi (Fe) kelas reguler lebih tinggi daripada

akselerasi dan unggulan.

Rata-rata konsumsi vitamin C contoh laki-laki pada ketiga kelas aadalah

18,4 mg; 13,5 mg; dan 26,0 mg. Sedangkan rata-rata konsumsi vitamin C contoh

perempuan pada ketiga kelas masing-masing 13,3 mg; 19,3 mg; dan 22,2 mg.

Rata-rata konsumsi vitamin C contoh laki-laki kelas reguler lebih tinggi daripada

kelas akselerasi dan unggulan. Sama halnya dengan rata-rata konsumsi vitamin C

Page 72: ..

55

contoh perempuan pada kelas reguler lebih tinggi daripada kelas akselerasi dan

unggulan.

Rata-rata konsumsi Vitamin B1 contoh laki-laki kelas akselerasi, unggulan

dan reguler masing-masing 2,4 mg; 11,4 mg; dan 1,1 mg. Rata-rata konsumsi

vitamin B1 contoh perempuan pada ketiga kelas masing-masing adalah 1,2 mg;

1,1 mg; dan 2,4 mg. Rata-rata konsumsi vitamin B1 contoh laki-laki kelas

unggulan lebih tinggi daripada kelas akselerasi dan reguler. Sedangkan rata-rata

konsumsi vitamin B1 contoh perempuan kelas reguler lebih tinggi daripada dua

kelas lainnya.

Tabel 16 Rata-rata konsumsi, kecukupan gizi yang dianjurkan dan tingkat konsumsi energi dan zat gizi contoh

Variabel Akselerasi Unggulan Reguler Total

LK PR LK PR LK PR LK PR Energi

Konsumsi (kkal) Kecukupan (kkal) Tk konsumsi (%)

Protein Konsumsi (g) Kecukupan (g) Tk konsumsi (%)

Zat Besi (Fe) Konsumsi (mg) Kecukupan (mg) Tk konsumsi (%)

Vitamin C Konsumsi (mg) Kecukupan (mg) Tk konsumsi (%)

Vitamin B1

Konsumsi (mg) Kecukupan (mg) Tk konsumsi (%)

2757 2533 108,8

78,8 63,4 124,3

20,7 20,1 102,9

18,4 79,2 23,2

2,4 2,6 92,3

1785 2167 82,4

71,7 52,6 136,3

20,9 24,0 87,1

13,3 59,9 22,2

1,2 2,2 54,5

2146 2503 85,7

61,2 62,6 97,8

19,6 19,8 99,0

13,5 78,2 17,3

1,4 2,5 56,0

1938 2193 88,4

58,9 53,2 110,7

17,8 24,3 73,3

19,3 60,7 31,8

1,1 2,3 47,8

2094 2647 79,1

65,5 66,2 98,9

19,8 21,0 94,3

26,0 82,7 31,4

1,1 2,7 40,7

2054 2144 95,8

81,0 52,0 155,8

28,4 23,7 119,8

22,2 59,3 37,4

2,4 2,2

109,1

2332 2561 91,2

68,5 64,1 107,0

20,0 20,3 98,8

19,3 80,0 24,0

1,6 2,6 63,0

1926 2168 88,8

70,5 52,6 134,3

22,4 24,0 93,4

18,3 60,0 30,5

1,6 2,2 70,5

Tingkat Konsumsi Energi dan Zat Gizi

Tingkat konsumsi energi dan zat gizi dihitung dengan cara

membandingkan rata-rata konsumsi energi dan zat gizi dengan angka kecukupan

gizi yang dianjurkan, yang hasilnya disajikan pada Tabel 16.

Dari Tabel 16 diketahui bahwa tingkat konsumsi energi contoh laki-laki

pada kelas akselerasi, unggulan dan reguler masing-masing 108,8%; 85,7%; dan

79,1%. Tingkat konsumsi energi contoh perempuan pada ketiga kelas adalah

82,4%; 88,4%; dan 95,8%. Tingkat konsumsi energi contoh laki-laki pada kelas

Page 73: ..

56

akselerasi lebih tinggi daripada unggulan dan reguler. Tingkat konsumsi energi

contoh laki-laki kelas akselerasi dan unggulan sudah melebihi dari angka

kecukupan yang dianjurkan, sedangkan pada kelas reguler tingkat konsumsi

energinya perlu ditingkatkan lagi agar mencapai angka kecukupan yang

dianjurkan. Tingkat konsumsi energi contoh perempuan pada kelas reguler lebih

tinggi daripada akselerasi dan unggulan. Secara umum, tingkat konsumsi energi

contoh laki-laki dan perempuan pada ketiga kelas masih di bawah angka

kecukupan yang dianjurkan yaitu 91,2% dan 88,8% sehingga konsumsinya perlu

ditingkatkan lagi. Apabila konsumsi pangan tidak segera ditingkatkan

dikhawatirkan contoh akan rentan terserang penyakit infeksi dan kemampuan

kognitifnya juga akan ikut terpengaruh. Dari hasil uji anova menunjukkan tidak

ada perbedaan rata-rata konsumsi energi pada ketiga kelompok kelas.

Tingkat konsumsi protein contoh laki-laki pada kelas akselerasi, unggulan

dan reguler adalah 124,3%; 97,8%; dan 98,9%. Sedangkan tingkat konsumsi

protein contoh perempuan pada ketiga kelas berturut-turut adalah 136,3%;

110,7%; dan 155,8%. Tingkat konsumsi protein contoh laki-laki kelas akselerasi

sudah melebihi angka kecukupan yang dianjurkan sedangkan pada dua kelas yang

lain masih belum memenuhi angka kecukupan yang diajurkan. Tingkat konsumsi

contoh perempuan pada kelas reguler lebih tinggi daripada kelas akselerasi dan

unggulan. Secara keseluruhan, tingkat konsumsi protein contoh laki-laki dan

perempuan pada ketiga kelas sudah melebihi dari angka kecukupan yang

dianjurkan yaitu 107,0% dan 134,3%. Hal ini dikarenakan konsumsi pangan

sumber protein hewani cukup tinggi misalnya ayam, telor dan daging, ditambah

dengan sumber protein nabati yaitu tahu dan tempe yang juga dikonsumsi oleh

contoh. Hasil uji anova diketahui bahwa tingkat konsumsi protein tidak berbeda

nyata pada ketiga kelompok kelas.

Tingkat konsumsi zat besi (Fe) contoh laki-laki pada kelas akselerasi,

unggulan dan reguler masing-masing 102,9%; 99,0%; dan 94,3%. Sedangkan

tingkat konsumsi zat besi (Fe) contoh perempuan pada ketiga kelas adalah 87,1%;

73,3%; dan 119,8%. Tingkat konsumsi zat besi contoh laki-laki kelas akselerasi

lebih tinggi dari dua kelas lainnya dan sudah melebihi angka kecukupan yang

dianjurkan. Tingkat konsumsi contoh perempuan kelas reguler lebih tinggi dari

Page 74: ..

57

dua kelas lainnya serta sudah melebihi dari angka kecukupan yang dianjurkan.

Secara keseluruhan, tingkat konsumsi zat besi contoh laki-laki maupun

perempuan tergolong cukup yaitu 98,8% dan 93,4% dari angka kecukupan.

Namun, untuk mengantisipasi defisit besi dalam jangka waktu yang lama

konsumsinya perlu ditingkatkan. Hasil uji anova diketahui bahwa tingkat

konsumsi zat besi pada ketiga kelas tidak berbeda nyata.

Intake zat besi akan mempengaruhi keseimbangan zat besi di dalam tubuh.

Intake zat besi yang kurang dari angka kecukupan yang dianjurkan akan

meningkatkan risiko terjadinya defisiensi besi (Suhardjo 1989). Komposisi

makanan merupakan salah satu faktor dari luar tubuh atau lingkungan yang dapat

mempengaruhi persediaan besi di dalam makanan itu. Ketersediaan biologis dari

besi pada beragam makanan berbeda satu dengan lainnya. Jika dibandingkan

dengan protein hewani, besi yang terdapat di dalam biji-bijian sedikit yang dapat

diserap oleh usus (Piliang & Djojosoewondo 2006).

Tingkat konsumsi Vitamin C contoh laki-laki pada ketiga kelas berturut-

turut adalah 23,28%; 17,3%; dan 31,4%. Sedangkan tingkat konsumsi vitamin C

contoh perempuan masing-masing adalah 22,2%; 31,8% dan 37,4%. Secara

umum, Tingkat konsumsi vitamin C pada ketiga kelas baik pada contoh laki-laki

maupun perempuan tergolong kurang yaitu 24,0% dan 30,5% dari angka

kecukupan sehingga konsumsi perlu ditingkatkan lagi. Rendahnya tingkat

kecukupan vitamin C ini diakibatkan oleh sedikitnya konsumsi buah dan sayuran.

Hasil uji anova menunjukkan tingkat konsumsi vitamin C pada ketiga kelas tidak

berbeda nyata.

Konsumsi Vitamin C dapat membantu penyerapan besi. Besi dalam

makanan berada dalam ikatan ferri maupun ferro. Ikatan ferro yang umumnya

terdapat dalam pangan hewani lebih mudah diserap oleh sel mukosa usus

(Suhardjo & Kusharrto 1988). Dan dinyatakan oleh Winarno (1997) penyerapan

besi di dalam saluran pencernaan yang direduksi dari bentuk ferri (Fe3+) menjadi

ferro (Fe2+) akan lebih mudah dengan kehadiran Vitamin C dan asam amino.

Almatsier (2002) menyatakan kekurangan vitamin C dapat mengakibatkan tubuh

mudah lelah, lemah dan perdarahan gusi. Selain itu kekurangan vitamin C juga

dapat menyebabkan anemia.

Page 75: ..

58

Tingkat konsumsi vitamin B1 contoh laki-laki kelas akselerasi, unggulan

dan reguler masing-masing 92,3%; 56,0%; dan 40,7%. Sedangkan pada contoh

perempuan pada ketiga kelas masing-masing adalah 54,5%; 47,8%; dan 109,1%.

Secara keseluruhan tingkat konsumsi vitamin B1 contoh laki-laki dan perempuan

pada ketiga kelas tergolong kurang yaitu 63,0% dan 70,5% dari angka kecukupan

yang dianjurkan, sehingga konsumsinya masih perlu ditambah. Hasil uji anova

diketahui tingkat konsumsi vitamin B1 contoh pada ketiga kelas tidak berbeda

nyata.

Vitamin B1 (tiamin) berperan sebagai koenzim dalam reaksi-reaksi yang

menghasilkan energi dari karbohidrat dan memindahkan energi membentuk

senyawa kaya energi yang disebut ATP (Winarno 1997). Lebih lanjut, Winarno

(1997) menjelaskan tiamin tidak dapat disimpan banyak oleh tubuh, tetapi dalam

jumlah terbatas dapat disimpan dalam hati, ginjal, jantung, otak dan otot. Bila

tiamin terlalu banyak dikonsumsi, kelebihannya akan dibuang melalui air kemih.

Pola Aktivitas

Pola aktivitas contoh diperoleh dari recall 2 x 24 jam yaitu pada hari

sekolah dan hari libur. Pada Tabel 17 dapat diketahui bahwa alokasi waktu

terbesar contoh pada kelas akselerasi, unggulan dan reguler adalah untuk tidur,

dengan rata-rata 8,5 jam dari seluruh waktu contoh. Selanjutnya aktivitas contoh

yang juga memakan waktu yang cukup banyak pada ketiga kelas adalah untuk

kegiatan sekolah yaitu 7,2 jam dari keseluruhan aktivitas. Sedangkan aktivitas

contoh yang paling kecil alokasi waktunya adalah untuk kegiatan olah raga 0,2

jam.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Thoha (2006) yang

menunjukkan bahwa alokasi waktu terbesar mahasiswa D3 Kebidanan digunakan

untuk tidur dan aktivitas yang paling kecil alokasi waktunya adalah untuk

kegiatan olahraga.

Pada hari sekolah rata-rata waktu tidur contoh kelas akselerasi enam

sampai tujuh jam, tetapi pada hari libur rata-rata waktu tidur mereka meningkat

yaitu sembilan sampai sepuluh jam sehari. Selanjutnya, rata-rata penggunaan

waktu contoh untuk berbagai aktivitas disajikan pada Tabel 17.

Page 76: ..

59

Tabel 17 Rata-rata penggunaan waktu contoh untuk berbagai aktivitas

Aktivitas Akselerasi Unggulan Reguler Total

(Jam)

% (Jam)

% (Jam)

% (Jam)

%

Belajar Bermain Nonton tv Tidur Olah raga Pribadi Sekolah

2,8 1,3 2,1 8,3 0,3 2,2 7,0

11,7 5,4 8,8 34,6 1,2 9,1 29,2

2,6 2,3 2,0 7,9 0,2 1,9 7,1

10,8 9,6 8,3 32,9 0,8 7,9 29,6

1,9 1,8 2,3 8,8 0,2 1,8 7,2

7,9 7,5 9,6 36,7 0,8 7,5 30

2,2 1,8 2,2 8,5 0,2 1,9 7,2

9,2 7,5 9,2 35,4 0,8 7,9 30,0

Total 24,0 100,0 24,0 100,0 24,0 100,0 24,0 100,0 Hasil uji anova menunjukkan bahwa aktivitas belajar, aktivitas bermain,

dan aktivitas tidur berbeda nyata diantara ketiga kelas. Hasil analisa statistik

menunjukkan aktivitas belajar berhubungan negatif dengan aktivitas nonton tv dan

tidur dan berhubungan positif dengan prestasi belajar. Ini menunjukkan bahwa

semakin banyak alokasi waktu yang digunakan contoh untuk belajar, akan

semakin sedikit alokasi waktu yang digunakan untuk nonton tv dan tidur, dan

semakin banyak alokasi waktu yang digunakan untuk belajar secara signifikan

akan berpengaruh terhadap prestasi belajarnya.

Hasil uji statistik juga menunjukkan aktivitas bermain berhubungan

negatif dengan aktivitas nonton tv, aktivitas tidur, aktivitas pribadi dan sekolah

serta tingkat stres, hal ini menunjukkan bahwa semakin banyak waktu yang

digunakan untuk bermain semakin rendah tingkat stres yang dialami contoh.

Aktivitas nonton tv berhubungan negatif dengan motivasi, hal ini

mengindikasikan bahwa contoh yang memiliki motivasi yang tinggi dalam belajar

menggunakan sedikit waktunya untuk nonton tv sehingga dia bisa memanfaatkan

lebih banyak waktunya untuk belajar.

Status Gizi

Gambaran tentang status gizi contoh diketahui berdasarkan pengukuran

secara antropometri yang dinilai dengan Indeks Massa Tubuh (IMT) serta diukur

secara biokimia (kadar hemoglobin darah) yang disajikan pada Tabel 18, 19 dan

20.

Page 77: ..

60

Status Gizi Antropometri

Indikator IMT menurut umur merupakan indikator terbaik untuk remaja.

Indikator ini sudah divalidasi sebagai indikator lemak tubuh total pada persentil

atas dan juga sejalan dengan indikator yang sudah direkomendasikan untuk orang

dewasa serta data referensi yang bermutu tinggi tentang indikator ini sudah

tersedia (Riyadi 2003).

Status gizi remaja diukur dengan menilai Indeks Massa Tubuh (IMT)

dengan mengukur bobot tubuh (berat badan) dalam satuan kilogram dibagi dengan

kuadrat tinggi badannya dalam satuan meter. Kemudian status gizi remaja

dikelompokkan menjadi lima, yaitu kurus sekali (IMT < 17,0); kurus (IMT 17,0 –

18,5); normal (IMT 18,5 – 25,0); gemuk (IMT 25,0 – 27,0) dan obesitas (IMT >

27,0) (Depkes 1996).

Secara umum, rata-rata umur contoh adalah 14 ± 0,6 tahun dengan kisaran

13 hingga 15 tahun. Sementara, rata-rata berat badan contoh secara keseluruhan

adalah 47,4 ± 8,6 kg dan tinggi badan rata-rata adalah 157,9 ± 7,3 cm. Rata-rata

nilai IMT contoh adalah 18,9 ± 2,5 dan tergolong dalam status gizi normal.

Tabel 18 Berat badan dan IMT contoh

Antropometri Akselerasi Unggulan Regular Total

± SD ± SD ± SD ± SD Berat Badan (BB)

Indeks Massa Tubuh (IMT)

46,8 ± 6,9

18,6 ± 2,3

47,3 ± 9,9

19,0 ± 3,1

47,7 ± 8,7

19,0 ± 2,3

47,4 ± 8,6

18,9 ± 2,5

Min – Max BB

Min– Max IMT

34,0-62,0

15,6-23,1

33,0-70,0

14,7-28,8

34,0-80,0

15,6-28,3

33,0-80,0

14,7-28,8

Hasil uji anova menunjukkan IMT pada ketiga kelompok kelas tidak

berbeda nyata. Hasil analisa statistik menunjukkan bahwa IMT berhubungan

positif dengan kadar hemoglobin (Hb).

Status gizi merupakan keadaan kesehatan tubuh seseorang atau

sekelompok orang yang diakibatkan oleh konsumsi, penyerapan dan penggunaan

zat gizi makanan (Riyadi 1995). Pencapaian status gizi baik diperlukan pangan

yang mengandung cukup zat gizi, aman untuk dikonsumsi dan ditentukan oleh

beberapa faktor seperti jenis kelamin, aktivitas fisik, berat dan tinggi badan,

Page 78: ..

61

keadaan fisiologis dan keadaan kesehatan (Hermina 1993). Sebaran contoh

berdasarkan status gizi antropometri disajikan pada Tabel 19.

Tabel 19 Sebaran contoh berdasarkan kategori status gizi antropometri

Status Gizi Akselerasi Unggulan Reguler Total n % n % n % n %

Kurus sekali

Kurus

Normal

Obess

7

4

9

0

35,0

20,0

45,0

0,0

7

5

8

1

33,3

23,8

38,1

4,8

7

17

27

1

13,5

32,7

51,9

1,9

21

26

44

2

22,6

28,0

47,3

2,1

Total 20 100,0 21 100,0 52 100,0 93 100,0

Dari Tabel 19 dapat diketahui bahwa status gizi contoh pada kelas

akselerasi, unggulan dan reguler sebagian besar berstatus gizi normal. Hasil uji

anova menunjukkan status gizi tidak berbeda nyata pada ketiga kelas. Hasil

analisa statistik menunjukkan status gizi berhubungan sangat nyata dengan

prestasi belajar. Hal ini sejalan dengan penelitian Kusumaningrum (2006) yang

menunjukkan hubungan yang nyata antara status gizi dengan prestasi belajar, dan

penelitian Hanum (1993) menunjukkan status gizi berpengaruh terhadap prestasi

belajar siswa.

Prestasi yang semakin meningkat dapat terjadi karena dengan status gizi

yang baik maka anak dapat berkonsentrasi dengan baik dalam mengikuti pelajaran

sehingga semua yang dipelajari dapat diterima dengan baik. Siswa yang kurang

sehat atau kurang gizi daya tangkapnya terhadap pelajaran dan kemampuan

belajarnya akan lebih rendah (Grossman 1997 dalam Kusumaningrum 2006).

Masalah gizi yang dialami contoh dapat berdampak negatif terhadap

penurunan konsentrasi belajar dan penurunan kesegaran jasmani. Banyak

penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa kelompok remaja mengalami

banyak masalah gizi. Bahkan menurut Obaid (2004) dalam Thoha (2006) saat ini

terdapat sekitar 1,2 juta remaja di dunia atau 1 dari 5 orang menghadapi masalah

gizi yang serius yang tidak hanya akan mempengaruhi pertumbuhan dan

perkembangan mereka, namun juga setelah mereka dewasa.

Menurut Suhardjo (1989) status gizi yang baik dapat dicapai dengan cara

mengkonsumsi pangan yang mengandung cukup zat gizi dan aman serta

memenuhi kebutuhan. Kebutuhan tersebut dipengaruhi oleh berbagai faktor antara

Page 79: ..

62

lain umur, jenis kelamin, ukuran tubuh, kegiatan fisik, keadaan fisiologi dan

kesehatan.

Status Anemia

Status anemia contoh dinilai dari hasil pengukuran hemoglobin (Hb)

dalam darah. Kadar Hb contoh berkisar antara 11,7 sampai 17,5 g/dl, dengan rata-

rata kadar Hb adalah 14,1 ± 1,15 g/dl. Penilaian status anemia contoh dibedakan

menjadi anemia jika kadar Hb < 12 g/dl pada contoh perempuan dan Hb < 13,5

g/dl pada contoh laki-laki, serta tidak anemia jika kadar Hb ≥ 12 g/dl (perempuan)

dan Hb ≥ 13,5 (laki-laki).

Tabel 20 Sebaran contoh berdasarkan kategori status anemia

Status Anemia Akselerasi Unggulan Reguler Total n % n % n % n %

Anemia

Tidak anemia

0

20

0

100,0

1

20

4,8

95,2

0

52

0

100,0

1

92

1,1

98,9

Total 20 100,0 21 100,0 52 100,0 93 100,0 ± SD

Min–Max 13,8 ± 1,2 12,1 - 15,5

13,9 ± 1,1 11,7 – 15,9

14,3 ± 1,2 12,3 – 17,5

14,1 ± 1,1 11,7 – 17,5

Dari Tabel 20 dapat diketahui secara umum, sebagian besar contoh 98,9%

tidak anemia dan proporsi contoh yang anemia 1,1% yaitu contoh pada kelas

unggulan. Hasil uji anova menunjukkan status anemia tidak berbeda nyata pada

ketiga kelas. Hasil analisa statistik menunjukkan status anemia tidak berhubungan

dengan prestasi belajar. Hal ini senada dengan penelitian Thoha (2006) yang

menunjukkan status anemia tidak berhubungan dengan nilai IPK, dan penelitian

Astuti (2002) menunjukkan tidak ada hubungan antara status anemia dengan

prestasi belajar siswa, serta penelitian Atasasih (2001) yang menunjukkan status

anemia tidak berhubungan nyata dengan prestasi belajar.

Dari hasil penelitian ini menunjukkan proporsi anemia sebesar 1,1%

disebabkan contoh menderita penyakit maag kronis dan saat pengambilan darah

berlangsung kondisi kesehatan contoh masih dalam tahap recovery dan contoh

belum bisa mengkonsumsi makanan secara maksimal, karena masih terbatas pada

jenis makanan tertentu saja selain itu juga karena padatnya aktivitas contoh karena

Page 80: ..

63

contoh sebagai da’i cilik yang sering diundang untuk mengisi acara-acara baik di

dalam maupun di luar kota.

Rendahnya prevalensi anemia contoh pada penelitian ini diduga karena

tingkat konsumsi zat besi (Fe) yang tergolong cukup dari angka kecukupan yang

dianjurkan (Tabel 16), selain itu tingginya rata-rata kadar Hb contoh yaitu 14,1

±1,2 g/dl. Rendahnya prevalensi anemia pada penelitian ini berbeda dengan

penelitian Suharto (2008) yang menunjukkan prevalensi anemia pada siswa SMP

sebanyak 67%, serta penelitian Thoha (2006) menunjukkan prevalensi anemia

pada mahasiswa D3 kebidanan sebesar 25%.

Proses kekurangan zat besi sampai menjadi anemia melalui beberapa

tahap. Awalnya, terjadi penurunan simpanan cadangan zat besi. Bila belum juga

dipenuhi dengan masukan zat besi, lama-kelamaan timbul gejala anemia disertai

penurunan Hb. Sebenarnya tubuh mempunyai mekanisme menjaga keseimbangan

zat besi dan mencegah berkembangnya kekurangan zat besi. Tubuh mampu

mengatur penyerapan zat besi sesuai kebutuhan tubuh dengan meningkatkan

penyerapan pada kondisi kekurangan dan menurunkan penyerapan saat kelebihan

zat besi (Anonim 2005). Menurut Dillon (2007) jika kadar hemoglobin dalam

darah pada anak berada di kisaran 9 sampai 10 g/dl, bisa dipastikan penyebabnya

adalah asupan gizi. Tetapi jika kadar hemoglobinnya dibawah 8 g/dl, bisa

dipastikan ada penyakit penyertanya. Salah satu kemungkinannya adalah

cacingan. Sehingga penggunaan tablet besi harus dipadukan dengan obat cacing.

Status Kesehatan

Keadaan fisik yang sehat merupakan kondisi yang memungkinkan

seseorang untuk dapat belajar secara efektif. Seorang siswa yang sering sakit

biasanya mengalami kesulitan-kesulitan tertentu dalam belajar, misalnya cepat

lelah, tidak bisa berkonsentrasi karena penglihatan dan pendengaran terganggu

(Kalpen 1997).

Untuk mengetahui status kesehatan contoh dilakukan analisis kuantitatif

yaitu dengan memberi skor atas faktor jenis penyakit, frekuensi sakit, lama hari

sakit dan cara pengobatan ketika sakit. Skoring atas jenis penyakit lebih

lengkapnya disajikan pada Lampiran 2. Penilaian terhadap status kesehatan

Page 81: ..

64

dikategorikan menjadi tiga kelompok yaitu kurang (>71); sedang (44 – 71); dan

baik (< 44) (Slamet 1993).

Dari Tabel 21 diketahui bahwa secara umum status kesehatan contoh pada

ketiga kelas dalam satu bulan terakhir tergolong baik dengan persentase 74,2%.

Hasil uji anova menunjukkan bahwa status kesehatan berbeda nyata pada ketiga

kelas.

Tabel 21 Sebaran contoh berdasarkan kategori status kesehatan

Status Kesehatan

Akselerasi Unggulan Reguler Total n % n % n % n %

Kurang

Sedang

Baik

0

7

13

0,0

35,0

65,0

0

1

20

0,0

4,8

95,2

5

11

36

9,6

21,2

69,2

5

19

69

5,4

20,4

74,2

Total 20 100,0 21 100,0 52 100,0 93 100,0 ± SD

Min–Max 35,3 ± 22,5 1,0 – 64,0

18,5 ± 14,8 1,0 – 53,0

35,4 ± 28,2 1,0 – 94,0

31,6 ± 25,3 1,0 – 94,0

Hasil analisa statistik menunjukkan bahwa status kesehatan berhubungan

nyata dengan konsumsi zat besi dan prestasi belajar. Hal ini sejalan dengan

penelitian Kusumaningrum (2006) yang menunjukkan terdapatnya hubungan

antara status kesehatan dengan prestasi belajar. Juga penelitian Maryam (2001)

yang menunjukkan status kesehatan mempengaruhi prestasi belajar.

Orang yang belajar membutuhkan kondisi badan yang sehat. Orang yang

sakit akibat penyakit atau akibat kelelahan tidak dapat belajar dengan efektif dan

hal tersebut akan mempengaruhi hasil belajar (Soemanto 1990). Suryabrata (1995)

mengemukakan bahwa kesehatan jasmani pada umumnya dapat dikatakan

melatarbelakangi aktivitas belajar. Keadaan jasmani yang segar akan lain

pengaruhnya dengan keadaan jasmani yang kurang segar, keadaan nutrisi harus

cukup karena kekurangan kadar makanan ini akan mengakibatkan kurangnya

kesehatan jasmani yang pengaruhnya dapat berupa kelesuan, lekas mengantuk,

lekas lelah, dan sebagainya. Sedangkan beberapa penyakit yang kronis juga sangat

mengganggu aktivitas belajar seperti pilek, influenza, sakit gigi, dan lain-lain.

Page 82: ..

65

Tingkat Kelelahan

Secara umum, dari Tabel 22 diketahui bahwa sebagian besar contoh kelas

akselerasi, unggulan dan reguler merasa lelah dengan persentase 81,7%. Keluhan

lemah, letih, lesu karena kurang darah menjadi keluhan fisik yang nyata dan

dirasakan oleh penderita anemia gizi besi (Soekirman 2000).

Tabel 22 Sebaran contoh berdasarkan kategori tingkat kelelahan

Tingkat Kelelahan

Akselerasi Unggulan Regular Total n % n % n % n %

Tidak lelah

Lelah

Sangat lelah

0

19

1

0,0

95,0

5,0

0

17

4

0,0

81,0

19,0

2

40

10

3,8

76,9

19,2

2

76

15

2,2

81,7

16,1

Total 20 100,0 21 100,0 52 100,0 93 100,0 ± SD

Min – Max 18,4 ± 2,1 15,0 – 24,0

18,0 ± 2,4 13,0 – 22,0

18,4 ± 2,9 10,0 – 24,0

18,3 ± 2,6 10,0 – 24,0

Hasil uji anova menunjukkan bahwa tingkat kelelahan pada ketiga kelas

tidak berbeda nyata. Hasil analisa statistik menunjukkan tingkat kelelahan

berhubungan sangat nyata (negatif) dengan perilaku konsumsi pangan. Hal ini

berarti tingginya tingkat kelelahan contoh karena perilaku konsumsi pangan

contoh yang rendah, sehingga perilaku konsumsi pangan contoh perlu

ditingkatkan/diperbaiki agar tingkat kelelahan contoh rendah.

Kelelahan jasmani terlihat dengan lemah lunglainya tubuh, sedangkan

kelelahan rohani (psikis) ditandai dengan adanya kelesuan, kebosanan dan sulit

berkonsentrasi. Kelelahan jasmani dan rohani (psikis) di atas, salah satunya dapat

disebabkan oleh banyaknya kegiatan yang dialami anak sekolah. Hasil penelitian

Mardapi (2005) mengenai pelaksanaan UAN yang dilakukan di enam propinsi

pada siswa SMP/MTS dan SMA/MA/SMK mengungkapkan terdapat 13% guru

menyatakan bahwa UAN dapat menimbulkan kelelahan fisik bagi siswa.

Secara umum, dari Tabel 23 dapat diketahui bahwa sebagian besar contoh

pada ketiga kelas 96,8% merasa lelah pada seminggu terakhir waktu pengambilan

data dan tingkat kelelahan ini cukup berpengaruh terhadap aktivitas sehari-hari

(50,5%), mood (45,2%), pekerjaan biasa (40,9%) dan kenikmatan hidup (43%),

tetapi tingkat kelelahan tersebut tidak berpengaruh terhadap kemampuan berjalan

(49,5%) dan hubungan dengan orang lain (52,7%).

Page 83: ..

66

Tabel 23 Sebaran contoh berdasarkan pertanyaan tingkat kelelahan

Pertanyaan Akselerasi Unggulan Regular Total n % n % n % n %

Perasaan lelah pada seminggu terakhir • Ya • Tidak

20 0

100,0 0,0

20 1

95,2 4,8

50 2

96,2 3,8

90 3

96,8 3,2

Tingkat kelelahan hari ini • Tidak lelah • Cukup lelah • Lelah • Sangat lelah

3 15 1 1

15,0 75,0 5,0 5,0

6 11 4 0

28,6 52,4 19,0 0,0

9 34 6 3

17,3 65,4 11,5 5,8

18 60 11 4

19,4 64,5 11,8 4,3

Rata-rata tingkat kelelahan seminggu yang lalu • Tidak lelah • Cukup lelah • Lelah • Sangat lelah

0 14 5 1

0,0 70,0 25,0 5,0

3 8 10 0

14,3 38,1 47,6 0,0

5 27 14 6

9,6 51,9 26,9 11,5

8 49 29 7

8,6 52,7 31,2 7,5

Tingkat kelelahan terburuk seminggu yang lalu • Tidak lelah • Cukup lelah • Lelah • Sangat lelah

0 7 8 5

0,0 35,0 40,0 25,0

2 3 12 4

9,5 14,3 57,1 19,0

2 7 26 17

3,8 13,5 50,0 32,7

4 17 46 26

4,3 18,3 49,5 28,0

Pengaruh tingkat kelelahan terhadap aktivitas sehari-hari • Tidak berpengaruh • Cukup berpengaruh • Berpengaruh • Sangat berpengaruh

1 14 3 2

5,0 70,0 15,0 10,0

3 5 9 4

14,3 23,8 42,9 19,0

12 28 7 5

23,1 53,8 13,5 9,6

16 47 19 11

17,2 50,5 20,4 11,8

Pengaruh tingkat kelelahan terhadap mood • Tidak berpengaruh • Cukup berpengaruh • Berpengaruh • Sangat berpengaruh

3 11 4 2

15,0 55,0 20,0 10,0

6 7 5 3

28,3 33,3 23,8 14,3

7 24 17 4

13,5 46,2 32,7 7,7

16 42 26 9

17,2 45,2 28,0 9,7

Pengaruh tingkat kelelahan terhadap kemampuan berjalan • Tidak berpengaruh • Cukup berpengaruh • Berpengaruh • Sangat berpengaruh

11 8 1 0

55,0 40,0 5,0 0,0

11 10 0 0

52,4 47,6 0,0 0,0

24 15 13 0

46,2 28,8 25,0 0,0

46 33 14 0

49,5 35,5 15,1 0,0

Pengaruh tingkat kelelahan terhadap pekerjaan biasa • Tidak berpengaruh • Cukup berpengaruh • Berpengaruh • Sangat berpengaruh

8 8 3 1

40,0 40,0 15,0 5,0

4 9 6 2

19,0 42,9 28,6 9,5

15 21 14 2

28,8 40,4 26,9 3,8

27 38 23 5

29,0 40,9 24,7 5,4

Pengaruh tingkat kelelahan terhadap hubungan dengan orang lain • Tidak berpengaruh • Cukup berpengaruh • Berpengaruh • Sangat berpengaruh

12 6 1 1

60,0 30,0 5,0 5,0

13 4 4 0

61,9 19,0 19,0 0,0

24 18 9 1

46,2 34,6 17,3 1,9

49 28 14 2

52,7 30,1 15,1 2,2

Pengaruh tingkat kelelahan terhadap kenikmatan hidup • Tidak berpengaruh • Cukup berpengaruh • Berpengaruh • Sangat berpengaruh

7 12 1 0

35,0 60,0 5,0 0,0

9 8 1 3

42,9 38,1 4,8 14,3

21 20 10 1

40,4 38,5 19,2 1,9

37 40 12 4

39,8 43,0 12,9 4,3

Page 84: ..

67

Tingkat Stres

Dari hasil penelitian diketahui secara umum tingkat stres contoh kelas

akselerasi, unggulan dan reguler sebagian besar masuk dalam kategori sedang

dengan persentase 81,7%. Hasil uji anova menunjukkan tingkat stres tidak

berbeda nyata pada ketiga kelas. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa tingkat

stres berhubungan dengan tingkat kelelahan dan aktivitas nonton tv, serta

berhubungan negatif dengan aktivitas bermain.

Tabel 24 Sebaran contoh berdasarkan kategori tingkat stres

Tingkat Stres Akselerasi Unggulan Regular Total n % n % n % n %

Rendah

Sedang

Tinggi

3

16

1

15,0

80,0

5,0

5

16

0

23,8

76,2

0,0

7

44

1

13,5

84,6

1,9

15

76

2

16,1

81,7

2,2

Total 20 100,0 21 100,0 52 100,0 93 100,0 ± SD

Min – Max 23,5 ± 5,6 16,0 – 38,0

21,0 ± 4,2 16,0 – 31,0

22,0 ± 4,1 16,0 – 34,0

22,1 ± 4,5 16,0 – 38,0

Besarnya persentase tingkat stres dengan kategori sedang pada contoh

mengindikasikan bahwa contoh dituntut melakukan berbagai kegiatan, berbagai

aktivitas ekstrakurikuler yang tujuannya untuk meningkatkan kemampuan

akademik, sehingga contoh mendapat tekanan untuk berkembang lebih cepat dan

tertekan karena diharapkan memperoleh ketrampilan sempurna, akibatnya contoh

merasa stres karena ketakutan menemui kegagalan yaitu kurang cepat atau kurang

tingginya kemampuan yang dicapai. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian

Asshat (2003) yang menunjukkan tingkat stres siswa akselerasi di bidang

akademis tergolong sedang.

Salah satu temuan yang menarik adalah bahwa hanya persentase sebesar

2,2% dari 93 contoh penelitian yang memiliki stres yang tinggi berasal dari kelas

akselerasi dan reguler. Sebagian besar contoh 81,7% memiliki tingkat stres yang

sedang. Hasil ini menunjukkan bahwa pelaksanaan program akselerasi dan

unggulan bisa menyebabkan stres, kenyataannya persentase contoh kelas

akselerasi yang mengalami stres tinggi hanya satu orang sedangkan pada kelas

unggulan didapat tidak ada satupun contoh yang mengalami stres tinggi.

Page 85: ..

68

Menurut Matlin (1995) dalam Asshat (2003) individu menggunakan

proses kognitif yang dimilikinya untuk menilai apakah suatu situasi dapat

menyebabkan stres. Jadi, situasi yang sama dapat menimbulkan reaksi yang

berbeda pada individu yang berbeda. Pada kelas akselerasi, mungkin sebagian

siswa tidak merasa pelaksanaan program akselerasi menimbulkan stres, sementara

bagi sebagian lainnya pelaksanaan program akselerasi yang dialaminya

membuatnya stres. Demikian juga pada kelas unggulan maupun pada siswa di

kelas reguler.

Dari Tabel 25 dapat diketahui bahwa contoh jarang merasa letih dan lesu

yang luar biasa, merasa sedih sekali dan ingin menangis, merasa tegang, tidak

tenang, cemas dan terancam, merasa kurang bersemangat pergi ke sekolah, merasa

kurang berkonsentrasi dalam belajar dan beraktivitas, merasa tertekan dengan

tugas / PR di sekolah, mengalami perubahan nafsu makan, mengalami kehilangan

minat melakukan aktivitas, merasa pegal pada punggung, leher dan bahu, merasa

tertekan dengan jadwal sekolah yang padat, dan merasa bosan karena tidak punya

waktu bermain.

Sebagian besar contoh pada kelas akselerasi, unggulan dan reguler tidak

pernah mengalami tidur tidak nyenyak atau sukar tidur, merasa pusing atau sakit

kepala tanpa alasan yang jelas, lepas kontrol / temperamen dan merasa dingin dan

berkeringat lebih banyak dari biasanya. Sedangkan sebanyak 46,2% contoh tidak

pernah dan jarang mengalami perut terasa kembung, mulas, mual dan diare saat

akan melakukan sesuatu.

Page 86: ..

69

Tabel 25 Sebaran contoh berdasarkan gejala stres

Gejala Stres Akselerasi Unggulan Reguler Total n % n % n % n %

Merasa letih dan lesu yang luar biasa � Tidak pernah � Jarang � Cukup � Sering � Sering sekali

5 6 7 2 0

25,0 30,0 35,0 10,0 0,0

5 12 2 2 0

23,8 57,1 9,5 9,5 0,0

10 27 8 6 1

19,2 51,9 15,4 11,5 1,9

20 45 17 10 1

21,5 48,4 18,3 10,8 1,1

Merasa sedih sekali dan ingin menangis � Tidak pernah � Jarang � Cukup � Sering � Sering sekali

6 9 4 0 1

30,0 45,0 20,0 0,0 5,0

12 8 1 0 0

57,1 38,1 4,8 0,0 0,0

17 20 11 3 1

32,7 35,8 21,2 5,8 1,9

35 37 16 3 2

37,6 39,8 17,2 3,2 2,2

Merasa tegang, tidak tenang, cemas dan terancam � Tidak pernah � Jarang � Cukup � Sering � Sering sekali

4 11 2 2 1

20,0 55,0 10,0 10,0 5,0

7 7 4 2 1

33,3 33,3 19,0 9,5 4,8

14 28 6 3 1

26,9 53,8 11,5 5,8 1,9

25 46 12 7 3

26,9 49,5 12,9 7,5 3,2

Merasa kurang bersemangat pergi ke sekolah � Tidak pernah � Jarang � Cukup � Sering � Sering sekali

9 8 2 1 0

45,0 40,0 10,0 5,0 0,0

8 9 4 0 0

38,1 42,9 19,0 0,0 0,0

18 24 7 0 3

34,6 46,2 13,5 0,0 5,8

35 41 13 1 3

37,6 44,1 14,0 1,1 3,2

Merasa sukar berkonsentrasi dalam belajar dan beraktivitas � Tidak pernah � Jarang � Cukup � Sering � Sering sekali

5 9 4 2 0

25,0 45,0 20,0 10,0 0,0

3 12 3 2 1

14,3 57,1 14,3 9,5 4,8

4 16 23 6 3

7,7 30,8 44,2 11,5 5,8

12 37 30 10 4

12,9 39,8 32,3 10,8 4,3

Mengalami sukar tidur atau tidur tidak nyenyak � Tidak pernah � Jarang � Cukup � Sering � Sering sekali

12 4 1 2 1

60,0 20,0 5,0 10,0 5,0

14 6 1 0 0

66,7 28,6 4,8 0,0 0,0

16 25 8 3 0

30,8 48,1 15,4 5,8 0,0

42 35 10 5 1

45,2 37,6 10,8 5,4 1,1

Merasa tertekan dengan tugas-tugas/PR di sekolah � Tidak pernah � Jarang � Cukup � Sering � Sering sekali

2 3 5 8 2

10,0 15,0 25,0 40,0 10,0

10 8 1 2 0

47,6 38,1 4,8 9,5 0,0

1 16 20 5 10

1,9 30,8 38,5 9,6 19,2

13 27 26 15 12

14,0 29,0 28,0 16,1 12,9

Mengalami perubahan nafsu makan � Tidak pernah � Jarang � Cukup � Sering � Sering sekali

8 9 3 0 0

40,0 45,0 15,0 0,0 0,0

13 2 4 2 0

61,9 9,5 19,0 9,5 0,0

13 33 3 3 0

25,0 63,5 5,8 5,8 0,0

34 44 10 5 0

36,6 47,8 10,8 5,4 0,0

Page 87: ..

70

Tabel 25 (Lanjutan) Sebaran contoh berdasarkan gejala stres

Gejala Stres Akselerasi Unggulan Reguler Total n % n % n % n %

Mengalami kehilangan minat melakukan aktivitas � Tidak pernah � Jarang � Cukup � Sering � Sering sekali

5 10 3 1 1

25,0 50,0 15,0 5,0 5,0

11 6 4 0 0

52,4 28,6 19,0 0,0 0,0

16 23 13 0 0

30,8 44,2 25,0 0,0 0,0

32 39 20 1 1

34,4 41,9 21,5 1,1 1,1

Merasa pusing atau sakit kepala tanpa alasan yang jelas � Tidak pernah � Jarang � Cukup � Sering � Sering sekali

6 6 2 4 2

30,0 30,0 10,0 20,0 10,0

8 5 2 6 0

38,1 23,8 9,5 28,6 0,0

17 17 9 7 2

32,7 32,7 17,3 13,5 3,8

31 28 13 17 4

33,3 30,1 14,0 18,3 4,3

Merasa pegal-pegal pada leher, punggung dan bahu � Tidak pernah � Jarang � Cukup � Sering � Sering sekali

4 6 4 4 2

20,0 30,0 20,0 20,0 10,0

4 7 5 5 0

19,0 33,3 23,8 23,8 0,0

2 20 17 10 3

3,8 38,5 32,7 19,2 5,8

10 33 26 19 5

10,8 35,5 28,0 20,4 5,4

Merasa tertekan dengan jadwal sekolah yang padat � Tidak pernah � Jarang � Cukup � Sering � Sering sekali

4 7 4 3 2

20,0 35,0 20,0 15,0 10,0

9 7 4 1 0

42,9 33,3 19,0 1,1 0,0

11 26 10 3 2

21,2 50,0 19,2 5,8 3,8

24 40 18 7 4

25,8 43,0 19,4 7,5 4,3

Merasa bosan karena tidak punya waktu bermain � Tidak pernah � Jarang � Cukup � Sering � Sering sekali

6 9 3 1 1

30,0 45,0 15,0 5,0 5,0

7 9 4 1 0

33,3 42,9 19,0 4,8 0,0

19 23 5 5 0

36,5 44,2 9,6 9,6 0,0

32 41 12 7 1

34,4 44,1 12,9 7,5 1,1

Lepas kontrol / temperamen � Tidak pernah � Jarang � Cukup � Sering � Sering sekali

8 4 6 1 1

40,0 20,0 30,0 5,0 5,0

11 6 4 0 0

52,4 28,6 19,0 0,0 0,0

23 21 7 1 0

44,2 40,4 13,5 1,9 0,0

42 31 17 2 1

45,2 33,3 18,3 2,2 1,1

Perut terasa kembung, mulas, mual dan diare saat akan melakukan sesuatu

� Tidak pernah � Jarang � Cukup � Sering � Sering sekali

10 7 3 0 0

50,0 35,0 15,0 0,0 0,0

12 7 2 0 0

57,1 33,3 9,5 0,0 0,0

21 29 1 0 1

40,4 55,8 1,9 0,0 1,9

43 43 6 0 1

46,2 46,2 6,5 0,0 1,1

Merasa dingin dan berkeringat lebih banyak dari biasanya � Tidak pernah � Jarang � Cukup � Sering � Sering sekali

10 6 2 2 0

50,0 30,0 10,0 10,0 0,0

11 5 1 3 1

52,4 23,8 4,8 14,3 4,8

23 27 0 1 1

44,2 51,9 0,0 1,9 1,9

44 38 3 6 2

47,3 40,9 3,2 6,5 2,2

Page 88: ..

71

Tingkat Kepuasan

Untuk mengetahui sejauh mana tingkat kepuasan contoh, dilakukan

analisis kuantitatif yaitu dengan memberi skor atas semua jawaban yang diberikan

contoh. Sebaran contoh berdasarkan pertanyaan tentang tingkat kepuasan

disajikan pada Tabel 26. Pertanyaan tingkat kepuasan terdiri dari 10 item, dengan

skor total maksimum adalah 30. Penilaian terhadap jawaban yang diberikan

contoh dibuat dalam bentuk persentase yang dikelompokkan menjadi tiga yaitu

tidak puas < 11, puas 11 – 20, dan sangat puas > 20.

Secara umum dari Tabel 26 diketahui bahwa sebagian besar contoh pada

kelas akselerasi, unggulan dan reguler sangat puas terhadap keadaan diri dan

prestasi belajar dengan persentase sebesar 69,9%. Hasil uji anova menunjukkan

tingkat kepuasan pada ketiga kelas tidak berbeda nyata. Hasil uji statistik

menunjukkan tingkat kepuasan berhubungan sangat nyata dengan motivasi,

lingkungan keluarga dan prestasi belajar.

Tabel 26 Sebaran contoh berdasarkan kategori tingkat kepuasan

Tingkat Kepuasan

Akselerasi Unggulan Regular Total n % n % n % n %

Tidak puas

Puas

Sangat puas

0

5

15

0,0

25,0

75,0

0

4

17

0,0

19,0

81,0

1

18

33

1,9

34,6

63,5

1

27

65

1,1

29,0

69,9

Total 20 100,0 21 100,0 52 100,0 93 100,0 ± SD

Min – Max 23,8 ± 5,0 13,0 – 30,0

23,9 ± 4,1 15,0 – 30,0

22,2 ± 3,7 11,0 – 30,0

22,9 ± 4,1 11,0 – 30,0

Tingginya persentase contoh pada ketiga kelas yang sangat puas

berhubungan dengan prestasi belajarnya, dimana sebagian besar contoh pada

ketiga kelas memiliki prestasi belajar yang baik dengan rata-rata nilai raport ≥

80,0. Ini menumbuhkan perasaan puas terhadap diri contoh tersebut setelah

membandingkan antara harapan untuk memperoleh nilai bagus dengan kinerja

yang dilakukan yaitu dengan belajar sungguh-sungguh, ini dibuktikan dengan

besarnya alokasi waktu untuk belajar sebanyak 2,2 jam dari seluruh kegiatan

contoh dibandingkan alokasi waktu untuk bermain atau untuk kegiatan pribadi.

Selain itu contoh pada ketiga kelas merasa puas dengan kemampuan

mengikuti pelajaran di kelas dan dengan proses belajar mengajar di kelas. Hasil

Page 89: ..

72

penelitian ini sejalan dengan penelitian Asmoro (2007) yang menunjukkan siswa

merasa sangat puas dengan cara guru mengajar dan dengan sikap guru mengajar.

Dari Tabel 27 diketahui bahwa sebagian besar contoh pada kelas

akselerasi, unggulan dan reguler 55,9% merasa puas terhadap kualitas kesehatan

fisik, terhadap kualitas kesehatan mental (49,5%), terhadap kelas yang dipilih

(50,5%); terhadap pembagian waktu antara di sekolah dan di rumah (58,1%);

kemampuan mengikuti kegiatan belajar di kelas (48,4%); proses belajar mengajar

di kelas (44,1%); dan prestasi yang sudah dicapai (60,2%). Dan proporsi contoh

pada ketiga kelas merasa sangat puas terhadap sikap optimis berhasil dengan

prestasi baik di sekolah sebanyak 45,2%; kemampuan beradaptasi dengan

lingkungan di sekolah dan di luar sekolah sebanyak 47,3% dan 39,8%.

Tabel 27 Sebaran contoh berdasarkan tingkat kepuasan

Tingkat kepuasan Akselerasi Unggulan Reguler Total n % n % n % n %

Kualitas kesehatan fisik • Sempurna • Bagus • Biasa saja • Kurang bagus • Buruk

1 10 8 1 0

5,0 50,0 40,0 5,0 0,0

0 10 9 2 0

0,0 47,6 42,9 9,5 0,0

1 12 35 3 1

1,9 23,1 67,3 5,8 1,9

2 32 52 6 1

2,2 34,4 55,9 6,5 1,1

Kualitas kesehatan mental • Sempurna • Bagus • Biasa saja • Kurang bagus • Buruk

2 9 7 2 0

10,0 45,0 35,0 10,0 0,0

1 10 10 0 0

4,8 47,6 47,6 0,0 0,0

1 19 29 3 0

1,9 36,5 55,8 5,8 0,0

4 38 46 5 0

4,3 40,9 49,5 5,4 0,0

Tingkat kepuasan di kelas yang dipilih • Sempurna • Bagus • Biasa saja • Kurang bagus • Buruk

3 4 11 2 0

15,0 20,0 55,0 10,0 0,0

2 8 9 2 0

9,5 38,1 42,9 9,5 0,0

3 11 27 10 1

5,8 21,2 51,9 19,2 1,9

8 23 47 14 1

8,6 24,7 50,5 15,1 1,1

Pembagian waktu antara di sekolah dengan di rumah • Sempurna • Bagus • Biasa saja • Kurang bagus • Buruk

0 6 10 4 0

0,0 30,0 50,0 20,0 0,0

0 7 13 0 1

0,0 33,3 61,9 0,0 4,8

3 12 31 6 0

5,8 23,1 59,6 11,5 0,0

3 25 54 10 1

3,2 26,9 58,1 10,8 1,1

Kemampuan mengikuti kegiatan belajar di kelas • Sempurna • Bagus • Biasa saja • Kurang bagus • Buruk

0 10 8 2 0

0,0 50,0 40,0 10,0 0,0

0 9 9 3 0

0,0 42,9 42,9 14,3 0,0

2 16 28 6 0

3,8 30,8 53,8 11,5 0,0

2 35 45 11 0

2,2 37,6 48,4 11,8 0,0

Page 90: ..

73

Tabel 27 (Lanjutan) Sebaran contoh berdasarkan tingkat kepuasan

Tingkat kepuasan Akselerasi Unggulan Reguler Total n % n % n % n %

Proses belajar mengajar di kelas • Sempurna • Bagus • Biasa saja • Kurang bagus • Buruk

0 12 6 2 0

0,0 60,0 30,0 10,0 0,0

3 9 7 2 0

14,3 42,9 33,3 9,5 0,0

1 16 28 7 0

1,9 30,8 53,8 13,5 0,0

4 37 41 11 0

4,3 39,8 44,1 11,8 0,0

Prestasi yang sudah dicapai • Sempurna • Bagus • Biasa saja • Kurang bagus • Buruk

1 5 10 4 0

5,0 25,0 50,0 20,0 0,0

0 6 11 2 2

0,0 28,6 52,4 9,5 9,5

1 7 35 8 1

1,9 13,5 67,3 15,4 1,9

2 18 56 14 3

2,2 19,4 60,2 15,1 3,2

Keoptimisan berhasil dengan prestasi baik di sekolah • Sempurna • Bagus • Biasa saja • Kurang bagus • Buruk

2 9 6 3 0

10,0 45,0 30,0 15,0 0,0

3 12 6 0 0

14,3 57,1 28,6 0,0 0,0

3 21 22 6 0

5,8 40,4 42,3 11,5 0,0

8 42 34 9 0

8,6 45,2 36,6 9,7 0,0

Kemampuan beradaptasi terhadap lingkungan sekolah • Sempurna • Bagus • Biasa saja • Kurang bagus • Buruk

2 12 5 1 0

10,0 60,0 25,0 5,0 0,0

2 9 7 3 0

9,5 42,9 33,3 14,3 0,0

5 23 19 4 1

9,6 44,2 36,5 7,7 1,9

9 44 31 8 1

9,7 47,3 33,3 8,6 1,1

Kemampuan beradaptasi terhadap lingkungan di luar sekolah • Sempurna • Bagus • Biasa saja • Kurang bagus • Buruk

1 9 8 2 0

5,0 45,0 40,0 10,0 0,0

0 10 8 3 0

0,0 47,6 38,1 14,3 0,0

5 18 20 8 1

9,6 34,6 38,5 15,4 1,9

6 37 36 13 1

6,5 39,8 38,7 14,0 1,1

Kepuasan contoh sangat bergantung pada harapan contoh. Dalam hal ini

menurut Sumardjan (1991) sekolah dapat memberikan kepuasan hati dan

pegangan hidup kepada remaja apabila ada seorang atau beberapa guru yang dapat

memikat rasa hormatnya atau apabila anak itu merasa bangga karena unggul hasil

studinya dibandingkan dengan rekan-rekannya.

Sebagaimana yang dikemukakan oleh Kotler dan Susanto (1999) bahwa

kepuasan sebagai tingkat perasaan seseorang setelah membandingkan kinerja atau

hasil yang dirasakannya dengan harapannya. Tjiptono (2002) menyatakan bahwa

harapan merupakan perkiraan atau keyakinan seseorang tentang apa yang akan

diterimanya.

Page 91: ..

74

Motivasi

Winkel (1996) mengemukakan bahwa motivasi belajar merupakan

keseluruhan daya penggerak psikis di dalam diri siswa yang menimbulkan

kegiatan belajar, menjamin kelangsungan kegiatan belajar dan memberikan arahan

pada kegiatan belajar demi mencapai suatu tujuan. Motivasi memegang peranan

penting dalam memberikan kegairahan atau semangat belajar, sehingga siswa

yang termotivasi akan memberikan hasil belajar yang lebih baik.

Dari hasil penelitian, secara umum sebagian besar contoh kelas akselerasi,

unggulan dan reguler memiliki motivasi yang tinggi dalam belajar dengan

persentase 87,1%; dan 12,9% contoh memiliki motivasi sedang (Tabel 28). Hasil

uji anova menunjukkan bahwa motivasi siswa pada ketiga kelas tidak berbeda

nyata. Dari hasil uji statistik diketahui bahwa motivasi belajar berhubungan nyata

dengan tingkat kepuasan dan lingkungan keluarga, serta berhubungan negatif

dengan aktivitas nonton tv. Tingginya motivasi belajar contoh membuat alokasi

waktu contoh untuk aktivitas nonton tv lebih sedikit.

Tabel 28 Sebaran contoh berdasarkan kategori motivasi belajar

Motivasi Akselerasi Unggulan Regular Total n % n % n % n %

Sedang

Tinggi

4

16

20,0

80,0

5

16

23,8

76,2

3

49

5,8

94,2

12

81

12,9

87,1

Total 20 100,0 21 100,0 52 100,0 93 100,0 ± SD

Min – Max 29,5 ± 4,9 17,0 – 35,0

29,6 ± 4,2 22,0 – 35,0

29,6 ± 3,3 15,0 – 34,0

29,6 ± 3,8 15,0 – 35,0

Motivasi merupakan salah satu determinan yang terpenting bagi

keberhasilan individu dalam mencapai prestasi atau kepuasan tertentu, sehingga

motivasi dapat juga diartikan sebagai kemauan untuk berbuat sesuatu sebaik-

baiknya sesuai dengan keinginan atau tujuan. Seseorang akan mempunyai

kemauan yang efektif jika memperhatikan dengan baik lingkungannya untuk

selanjutnya menggunakannya sebagai bahan pertimbangan dalam menetapkan

tujuan atau keinginannya.

Tingginya motivasi belajar siswa juga tidak terlepas dari lingkungan

keluarga, dimana dengan adanya peran serta orang tua dalam mendorong anak

untuk belajar, membimbing dan mengawasi dalam kegiatan belajar serta dengan

Page 92: ..

75

penyediaan fasilita belajar yang memadai menjadikan anak merasa puas dan

termotivasi untuk mencapai tujuan yang tinggi.

Dari Tabel 29 dapat diketahui bahwa sebanyak 69,9% contoh pada ketiga

kelas belajar tanpa disuruh (atas kemauan sendiri); sebanyak 65,6% contoh

merasa kurang puas dengan prestasi di sekolah; sebanyak 58,1% contoh tidak

putus asa meskipun mendapat nilai yang jelek; sebanyak 69,9% contoh belajar

setiap hari meskipun tidak ada ulangan / PR; dan sebanyak 64,5% contoh merasa

perlu meningkatkan belajarnya.

Dari Tabel 29 diketahui contoh pada ketiga kelas yang memiliki motivasi

tinggi dalam hal lebih giat belajar supaya dapat memperbaiki nilai sebanyak

68,8%; belajar lebih giat supaya mendapat nilai yang memuaskan sebanyak 71%;

belajar dengan giat karena ingin berhasil seperti orang sukses sebanyak 63,4%;

belajar dengan giat supaya naik kelas sebanyak 60,2%; merasa perlu

meningkatkan nilai lagi (76,3%); dan harus belajar agar nilai tetap baik sebanyak

60,2%.

Page 93: ..

76

Tabel 29 Sebaran contoh berdasarkan motivasi belajar

Motivasi Belajar Akselerasi Unggulan Reguler Total n % n % n % n %

Belajar tanpa disuruh (atas kemauan sendiri) • Sangat setuju • Setuju • Tidak setuju

8 11 1

40,0 55,0 5,0

7 14 0

33,3 66,7 0,0

9 40 3

17,3 76,9 5,8

24 65 4

25,8 69,9 4,3

Merasa kurang puas dengan prestasi di sekolah saat ini • Sangat setuju • Setuju • Tidak setuju

4 13 3

20,0 65,0 15,0

7 11 3

33,3 52,4 14,3

10 37 5

19,2 71,2 9,6

21 61 11

22,6 65,6 11,8

Lebih giat belajar supaya dapat memperbaiki nilai • Sangat setuju • Setuju • Tidak setuju

13 6 1

65,0 30,0 5,0

12 9 0

57,1 42,9 0,0

39 11 2

75,0 21,2 3,8

64 26 3

68,8 28,0 3,2

Belajar lebih giat supaya mendapat nilai yang memuaskan • Sangat setuju • Setuju • Tidak setuju

13 6 1

65,0 30,0 5,0

14 7 0

66,7 33,3 0,0

39 11 2

75,0 21,2 3,8

66 24 3

71,0 25,8 3,2

Tidak putus asa meskipun nilai jelek • Sangat setuju • Setuju • Tidak setuju

10 9 1

50,0 45,0 5,0

3 18 0

14,3 85,7 0,0

22 27 3

42,3 51,9 5,8

35 54 4

37,6 58,1 4,3

Akan bersaing secara sehat apabila teman mendapat nilai lebih tinggi • Sangat setuju • Setuju • Tidak setuju

12 7 1

60,0 35,0 5,0

11 10 0

52,4 47,6 0,0

22 28 2

42,3 53,8 3,8

45 45 3

48,4 48,4 3,2

Belajar dengan giat karena ingin berhasil seperti orang sukses • Sangat setuju • Setuju • Tidak setuju

11 8 1

55,0 40,0 5,0

15 5 1

63,5 23,8 4,8

33 16 3

71,4 30,8 5,8

59 29 5

63,4 31,2 5,4

Belajar dengan giat supaya naik kelas • Sangat setuju • Setuju • Tidak setuju

10 9 1

5,0 45,0 5,0

11 8 2

52,4 38,1 9,5

35 12 5

67,3 23,1 9,6

56 29 8

60,2 31,2 8,6

Belajar setiap hari meskipun tidak ada PR/ ulangan • Sangat setuju • Setuju • Tidak setuju

4 14 2

20,0 70,0 10,0

7 10 4

33,3 47,6 19,0

4 41 7

7,7 78,8 13,5

15 65 13

16,1 69,9 14,0

Merasa nilai perlu ditingkatkan lagi • Sangat setuju • Setuju • Tidak setuju

14 4 1

75,0 20,0 5,0

16 5 0

76,2 23,8 0,0

40 10 2

76,9 19,2 3,8

71 19 3

76,3 20,4 3,2

Keharusan belajar agar nilai tetap baik • Sangat setuju • Setuju • Tidak setuju

11 8 1

55,0 40,0 5,0

14 6 1

66,7 28,6 4,8

31 19 2

59,6 36,5 3,8

56 33 4

60,2 35,5 4,3

Merasa sudah cukup belajar seperti saat ini • Sangat setuju • Setuju • Tidak setuju

2 4 14

10,0 20,0 70,0

2 6 13

9,5 28,6 61,9

4 15 33

7,7 28,8 63,5

8 25 60

8,6 26,9 64,5

Page 94: ..

77

Diharapkan motivasi timbul dalam diri sendiri, walaupun motivasi dari

luar juga ikut mempengaruhi terhadap keberhasilan seseorang, dalam hal ini peran

teman sebaya biasanya lebih dominan. Hal tersebut sesuai dengan yang

diungkapkan oleh Drajat (1995) bahwa teman sebaya mempunyai peranan penting

dalam penyesuaian diri remaja yang dapat mempengaruhi terhadap perilaku

termasuk dalam prestasi belajar.

Lingkungan Keluarga

Diantara masalah penting yang dihadapi orang tua dengan anak-anaknya

yang mulai meningkat remaja adalah sulitnya berkomunikasi. Kadang-kadang

remaja tidak mau menceritakan atau menutupi masalahnya pada orang tua. Namun

demikian masih banyak orang tua yang berhasil untuk berhubungan baik dengan

anak-anaknya yang sudah remaja, karena dihargai, didengar dan diperhatikan

keluhan-keluhannya (Gunarsa & Gunarsa 1995).

Berdasarkan pertanyaan yang berhubungan dengan lingkungan keluarga

yang meliputi sarana belajar di rumah, peran orang tua dalam mendorong motivasi

belajar anak dan keterlibatan orang tua dalam membimbing kegiatan belajar anak,

menunjukkan bahwa lingkungan keluarga contoh pada kelas akselerasi, unggulan

dan reguler sebagian besar (86,0%) masuk dalam kategori sedang (Tabel 30).

Hasil uji anova menunjukkan lingkungan keluarga pada ketiga kelas tidak berbeda

nyata. Hasil analisa statistik menunjukkan lingkungan keluarga tidak berhubungan

dengan prestasi belajar siswa, hal ini berbeda dengan penelitian Hanum (1993)

yang menunjukkan lingkungan keluarga berpengaruh terhadap prestasi belajar

siswa.

Tabel 30 Sebaran contoh berdasarkan kategori lingkungan keluarga

Lingkungan Keluarga

Akselerasi Unggulan Reguler Total n % n % n % n %

Kurang

Sedang

Baik

1

18

1

5,0

90,0

5,0

2

16

3

9,5

76,2

14,3

3

46

3

5,8

88,5

5,8

6

80

7

6,5

86,0

7,5

Total 20 100,0 21 100,0 52 100,0 93 100,0 ± SD

Min–Max 55,1 ± 3,4 47,0 – 61,0

53,9 ± 5,6 42,0 – 65,0

54,3 ± 4,5 43,0 – 65,0

54,4 ± 4,6 42,0 – 65,0

Page 95: ..

78

Dari Tabel 31 diketahui bahwa secara umum, sebanyak 79,6% contoh

belajar di kamar tidur, dengan kondisi pencahayaan ruang belajar adalah terang

(59,1%). Kondisi kebisingan ruang belajar sebanyak 57% contoh tergolong biasa

saja. Keadaan suhu ruang belajar sebanyak 52,7% contoh cukup nyaman yang

didukung dengan keadaan ventilasi ruang belajar yang cukup (49,5%). Penataan

ruang dan alat belajar sebagian besar contoh 59,1% cukup rapi.

Sebagian besar contoh 87,1% memiliki meja belajar dan lampu belajar

(50,1%). Selain itu, buku pelajaran; buku tulis/catatan; buku gambar; pensil;

pulpen; penghapus; penggaris dan komputer tersedia masing-masing dengan

persentase sebanyak 100%; 100%; 94,6%; 95,7%; 98,9%; 97,8%; 100%; dan

83,9%

Dorongan berprestasi pada anak selain dipengaruhi oleh faktor internal

(diri sendiri) juga dipengaruhi oleh faktor eksternal (lingkungan). Keluarga

termasuk dalam faktor lingkungan (Gunarsa 1995). Dengan perhatian yang cukup

dalam hal pendidikan, anak mendapat dukungan yang besar untuk

mengembangkan dirinya. Keadaan ekonomi yang cukup menyebabkan orang tua

dapat mencurahkan perhatian yang lebih pada pendidikan anak karena orang tua

tidak disulitkan dengan masalah pemenuhan kebutuhan primer (Alsa & Bachroni

1984 dalam Kartini 1997). Tingkat pendidikan orang tua dapat berpengaruh dalam

usaha peningkatan prestasi belajar anak. Orang tua yang berpendidikan akan

memperhatikan serta mendorong semangat belajar anak (Nasoetion 1986).

Page 96: ..

79

Tabel 31 Sebaran contoh berdasarkan sarana belajar di rumah

Sarana belajar Akselerasi Unggulan Reguler Total n % n % n % n %

Tempat untuk belajar • Ruang khusus • Kamar tidur • Ruang keluarga

0 19 1

0,0 95,0 5,0

1 19 1

4,8 90,5 4,8

4 36 12

7,7 69,2 23,1

5 74 14

5,4 79,6 15,1

Pencahayaan ruang belajar • Terang • Cukup terang • Kurang terang

12 7 1

60,0 35,0 5,0

15 6 0

71,4 28,6 0,0

28 23 1

53,8 44,2 1,9

55 36 2

59,1 38,7 2,2

Kebisingan ruang belajar • Tenang • Biasa saja • Bising

0 12 8

0,0 60,0 40,0

3 7 11

14,3 33,3 52,4

2 34 16

3,8 65,4 30,8

5 53 35

5,4 57,0 37,6

Keadaan suhu ruang belajar • Nyaman • Cukup nyaman • Kurang nyaman

11 9 0

55,0 45,0 0,0

10 10 1

47,6 47,6 4,8

22 30 0

42,3 57,7 0,0

43 49 1

46,2 52,7 1,1

Keadaan ventilasi ruang belajar • Baik • Cukup • Kurang

11 8 1

55,0 40,0 5,0

11 8 2

52,4 38,1 9,5

20 30 2

38,5 57,7 3,8

42 46 5

45,2 49,5 5,4

Penataan ruang dan alat belajar • Rapi • Cukup rapi • Berantakan

6 12 2

30,0 60,0 10,0

7 13 1

33,3 61,9 4,8

9 30 13

17,3 57,7 25,0

22 55 16

23,7 59,1 17,2

Tersedia meja belajar • Ada

20

100,0

19

90,5

42

80,8

81

87,1

Tersedia lampu belajar • Ada 10 50,0 13 61,9 24 46,2 47 50,5

Tersedia buku pelajaran • Ada 20 100,0 21 100,0 52 100,0 93 100,0

Tersedia buku tulis/catatan • Ada 20 100,0 21 100,0 52 100,0 93 100,0

Tersedia buku gambar • Ada

20

100,0

19

90,5

49

94,2

88

94,6

Tersedia pensil • Ada

17

85,0

21

100,0

51

98,1

89

95,7

Tersedia pulpen • Ada

19

95,0

21

100,0

52

100,0

92

98,9

Tersedia penghapus • Ada

20

100,0

20

95,2

51

98,1

91

97,8

Tersedia penggaris • Ada

20

100,0

21

100,0

52

100,0

93

100,0

Tersedia komputer • Ada

18

90,0

16

76,2

44

84,6

78

83,9

Page 97: ..

80

Dari Tabel 32 diketahui bahwa sebanyak 77,4% orang tua contoh memberi

semangat anak supaya rajin belajar dengan memberi pengertian kepada anak

bahwa belajar itu penting untuk masa depan. Sebanyak 61,3% orang tua tidak

menentukan waktu belajar anak karena anak dapat menentukan waktu belajar

sendiri. Sebanyak 48,4% orang tua contoh menyuruh berkali-kali sampai anak

mau belajar bila contoh malas belajar/menyelesaikan tugas sekolah. Apabila

ternyata nilai ulangan contoh bagus, orang tua memuji sambil terus diberi nasehat

dan semangat (74,2%). Sebanyak 65,6% orang tua contoh tidak membantu contoh

dalam menyelesaikan tugas-tugas sekolah/PR karena contoh dapat menyelesaikan

sendiri (39,8%). Apabila contoh mengalami kemunduran dalam belajar tindakan

yang dilakukan oleh orang tua contoh dengan menegur serta membimbing

sebanyak 90,3%. Dan sebanyak 51,6% orang tua contoh menanggapi dan

memberikan perhatian kepada contoh meskipun sibuk ketika anak bertanya

tentang pelajaran.

Page 98: ..

81

Tabel 32 Sebaran contoh berdasarkan peran orangtua memotivasi anak dalam belajar

Memotivasi Anak Akselerasi Unggulan Reguler Total n % n % n % n %

Cara memberi semangat supaya rajin belajar • Memberi pengertian • Memberi janji dg membelikan

hadiah • Memberi ancaman/hukuman • Membiarkan saja

15 4 1 0

75,0 20,0

5,0

0,0

17 3 0 1

81,0 14,3

0,0

4,8

4 11 1 0

76,9 21,2

1,9

0,0

72 18 2 1

77,4 19,4

2,2

1,1

Orang tua menentukan waktu belajar • Ya • Tidak

6 14

30,0 70,0

5 16

23,8 76,2

25 27

48,1 51,9

36 57

38,7 61,3

(ya), waktu minimum harus belajar setiap hari • Sesering mungkin (>1jam) • 45 menit • Terserah anak

4 2 1

20,0

10,0 5,0

4 0 1

19,0

0,0 4,8

10 1 14

19,2

1,9 26,9

18 3 16

19,4

3,2 17,2

Apabila tidak, karena : • Dapat menentukan waktu

sendiri • Ortu lelah/sibuk

13 1

65,0

5,0

16 0

76,2

0,0

26 1

50,0

1,9

55 2

59,1

2,2

Tindakan yang dilakukan orang tua bila anak malas belajar • Menyuruh sampai mau belajar • Memberi ancaman/hukuman • Menyuruh belajar, jika tidak

mau dibiarkan saja • Tidak mau tahu

7 1 12 0

35,0 5,0 60,0

0,0

8 1 10 2

38,1 4,8 47,6

9,5

30 3 18 1

57,7 5,8 34,6

1,9

45 5 40 3

48,4 5,4 43,0

3,2

Tindakan orang tua bila nilai bagus • Memuji serta diberi nasehat &

semangat • Membiarkan saja

15 5

75,0

25,0

15 6

71,4

28,6

39

13

75,0

25,0

69

24

74,2

25,8 Orang tua membantu dalam menyelesaikan tugas sekolah/PR

• Ya • Tidak

11 9

55,0 45,0

4 17

19,0 81,0

17 35

32,7 67,3

32 61

34,4 65,6

Apabila tidak, karena : • Dapat menyelesaikan sendiri • Dibantu oleh kakak/orang lain • Orangtua sibuk

7 0 2

35,0 0,0 10,0

8 4 5

38,1 19,0 23,8

22 9 4

42,3 17,3 7,7

37 13 11

39,8 14,0 11,8

Bila anak mengalami kemunduran dalam belajar, yang dilakukan orang tua: • Konsultasi dengan guru • Menegur dengan membimbing • Membiarkan saja

1 19 0

5,0 95,0 0,0

0 20 1

0,0 95,2 4,8

5 45 2

9,6 86,5 3,8

6 84 3

6,5 90,3 3,2

Tanggapan orangtua bila sibuk dan anak bertanya tentang pelajaran • Menanggapi & memberi

perhatian • Menanggapi sekilas &

melanjutkan pekerjaan • Tidak menanggapi &

menyuruh pergi

13 6 1

65,0

30,0

5,0

9

11 1

42,9

52,4

4,8

26

24 2

50,0

46,2

3,8

48

41 4

51,6

44,1

4,3

Page 99: ..

82

Dari Tabel 33 diketahui bahwa sebanyak 86% orang tua tidak memberi tes

bila akan diadakan ulangan / ujian, karena anak sudah mengerti apa yang

dipelajari (65,6%). Sebanyak 50,5% orang tua memeriksa nilai hasil ulangan

contoh. Sebanyak 77,4% orang tua menasehati dan membantu anak kembali

dalam belajar bila ternyata nilai ulangan tersebut jelek. Dan sebanyak 52,7%

orang tua menanyakan kepada contoh tentang pelajaran yang baru diterima di

sekolah, dan kegiatan tersebut kadang-kadang dilakukan (33,3%).

Tabel 33 Sebaran contoh berdasarkan peran orangtua dalam membimbing kegiatan belajar anak

Membimbing Kegiatan Belajar Akselerasi Unggulan Reguler Total n % n % n % n %

Memberi tes bila akan ada ulangan / ujian • Ya • Tidak

6 14

30,0 70,0

1 20

4,8 95,2

6 46

11,5 88,5

13 80

14,0 86,0

Bila ya, kegiatan itu dilakukan • Setiap kali ada ulangan • Kadang-kadang

3 3

15,0

15,0

0 1

0,0

4,8

3 3

5,8

5,8

6 7

6,5

7,5 Bila tidak, karena :

• Sudah mengerti apa yang dipelajari

• Ortu lelah / sibuk

12 2

60,0

10,0

16 4

76,2

19,0

33

13

63,5

25,0

61

19

65,6

20,4

Memeriksa nilai hasil ulangan anak • Ya • Tidak

11 9

55,0 45,0

9 12

42,9 57,1

27 25

51,9 48,1

47 46

50,5 49,5

Tindakan orangtua apabila nilai ulangan jelek • Menasehati • Dimarahi • Dibiarkan saja

17 3 0

85,0 15,0 0,0

16 2 3

76,2 9,5 14,3

39 10 3

75,0 19,2 5,8

75 15 6

77,4 16,1 6,5

Menanyakan tentang pelajaran di sekolah • Ya • Tidak

10 10

50,0 50,0

8 13

38,1 61,9

31 21

59,6 40,4

49 44

52,7 47,3

Bila ya, kegiatan itu dilakukan • Setiap hari • Kadang-kadang • Jarang

2 6 2

10,0 30,0 10,0

2 3 3

9,5 14,3 14,3

3 22 7

5,8 42,3 13,5

7 31 12

7,5 33,3 12,2

Bila tidak, karena : • Anak sudah mengerti

kewajibannya • Sudah lelah/sibuk

8 2

40,0

10,0

13 0

61,9

0,0

14 6

26,9

11,5

35 8

37,6

8,6

Besarnya persentase lingkungan keluarga dengan kategori sedang,

dikarenakan dalam hal peran orang tua dalam memotivasi anak belajar serta

keterlibatan orang tua dalam membimbing kegiatan belajar anak masih belum

optimal, ini disebabkan banyak hal antara lain karena orang tua yang sibuk kerja,

sibuk mengurusi anggota keluarga yang lainnya, mengalih perankan tugas

Page 100: ..

83

membimbing anak dalam belajar pada guru privat, maupun karena orang tua

sulit/tidak memahami pelajaran yang dipelajari contoh.

Hasil uji anova menunjukkan lingkungan keluarga tidak berbeda nyata

pada ketiga kelas, sedangkan hasil uji statistik menunjukkan bahwa lingkungan

keluarga berhubungan positif dengan pendidikan ibu, perilaku konsumsi pangan,

tingkat kepuasan dan motivasi, serta berhubungan negatif dengan uang saku dan

tingkat kelelahan.

Hubungan yang serasi antara remaja-orang tua, bimbingan dan dorongan

senantiasa dibutuhkan remaja terutama bila remaja menghadapi berbagai masalah

dan kesulitan sekolah. Tetapi tidak jarang orang tua acuh tak acuh, tidak pernah

memberikan penghargaan apapun terhadap usaha anak, hal ini dapat

menyebabkan berbagai hal yang negatif pula, termasuk dalam hal malas belajar

karena merasa tidak berguna bagi orang tua (Gunarsa & Gunarsa 1995).

Prestasi Belajar

Prestasi belajar merupakan output sekolah yang sangat penting dan

merupakan alat untuk mengukur kemampuan siswa. Cara yang dapat dilakukan

ada bermacam-macam. Pengajar dapat melakukannya dengan cara melakukan

pertanyaan lisan, memberikan pekerjaan rumah atau tugas tertulis, melihat

penampilan aktual pada tugas ketrampilan dan tertulis. Cara mana yang akan

digunakan biasanya berkaitan dengan tujuan dan bidang prestasi belajar yang akan

dievaluasi. Namun yang paling umum digunakan adalah test tertulis.

Pada penelitian ini, peneliti menggunakan nilai raport karena dapat

memberikan gambaran prestasi belajar contoh, dan juga raport merupakan hasil

akhir belajar siswa dalam setiap semester. Seperti yang dikemukakan oleh

Suryabrata (1993) bahwa raport merupakan perumusan terakhir yang diberikan

guru mengenai kemajuan atau hasil belajar murid selama masa tertentu ( 4 – 6

bulan). Nilai ini merupakan nilai rata-rata raport semester 4 untuk kelas reguler

dan unggulan dan nilai raport semester 3 untuk kelas akselerasi dengan jumlah

mata pelajaran yang diajarkan 15 mata pelajaran.

Page 101: ..

84

Nilai Pelajaran IPA

Pada Tabel 34, secara umum sebagian besar nilai pelajaran IPA contoh

pada ketiga kelas tergolong baik dengan persentase 78,5%. Proporsi nilai

pelajaran IPA dengan kategori baik contoh kelas unggulan lebih banyak daripada

kelas akselerasi dan reguler.

Tabel 34 Sebaran contoh berdasarkan kategori nilai pelajaran IPA

Pelajaran IPA Akselerasi Unggulan Regular Total n % n % n % n %

Lebih dari cukup

Baik

2

18

10,0

90,0

1

20

4,8

95,2

17

35

32,7

67,3

20

73

21,5

78,5

Total 20 100,0 21 100,0 52 100,0 93 100,0 Rata-rata ± SD Min – Max

84,9 ± 4,8 77,0 – 94,2

85,4 ± 3,1 78,2 – 91,0

80,5 ± 4,1 71,0 – 88,2

82,6 ± 4,7 71,0 – 94,2

Hasil uji anova menunjukkan bahwa nilai pelajaran IPA ketiga kelas

berbeda sangat nyata. Dan hasil uji statistik diketahui bahwa nilai pelajaran IPA

berhubungan positif dengan aktivitas belajar, dan berhubungan negatif dengan

kadar Hb, aktivitas nonton tv dan aktivitas tidur. Hasil penelitian ini sedikit

berbeda dengan penelitian Muchtar (2000) yang menunjukkan terdapat hubungan

positif nyata antara kadar Hb dengan nilai pelajaran IPA.

Nilai Pelajaran IPS

Secara umum sebagian besar nilai pelajaran IPS contoh pada ketiga kelas

tergolong baik dengan persentase 88,2%. Proporsi nilai pelajaran IPS dengan

kategori baik contoh kelas unggulan lebih banyak daripada kelas akselerasi dan

reguler (Tabel 35).

Tabel 35 Sebaran contoh berdasarkan kategori nilai pelajaran IPS

Pelajaran IPS Akselerasi Unggulan Regular Total n % n % n % n %

Lebih dari cukup

Baik

1

19

5,0

95,0

0

21

0,0

100,0

10

42

19,2

80,8

11

82

11,8

88,2

Total 20 100,0 21 100,0 52 100,0 93 100,0 Rata-rata ± SD Min - Max

86,4 ± 4,0 78,5 – 94,5

87,1 ± 2,9 80,8 – 92,8

82,3 ± 3,6 75,3 – 90,5

84,3 ± 4,2 75,3 – 94,5

Page 102: ..

85

Hasil uji anova menunjukkan bahwa nilai pelajaran IPS berbeda sangat

nyata pada ketiga kelas. Dan hasil uji statistik diketahui bahwa nilai pelajaran IPS

berhubungan positif dengan tingkat kepuasan dan aktivitas belajar, dan

berhubungan negatif dengan aktivitas tidur. Hasil penelitian ini berbeda dengan

penelitian Muchtar (2000) menunjukkan kadar Hb berhubungan nyata dengan

nilai pelajaran IPS.

Nilai Pelajaran Bahasa

Dari Tabel 36, diketahui bahwa sebagian besar nilai pelajaran Bahasa

contoh pada ketiga kelas tergolong baik dengan persentase 78,5%. Proporsi nilai

pelajaran Bahasa dengan kategori baik contoh kelas akselerasi dan kelas unggulan

lebih banyak daripada kelas reguler.

Tabel 36 Sebaran contoh berdasarkan kategori nilai pelajaran bahasa

Pelajaran Bahasa Akselerasi Unggulan Regular Total n % n % n % n %

Lebih dari cukup

Baik

0

20

0,0

100,0

0

21

0,0

100,0

20

32

38,5

61,5

20

73

21,5

78,5

Total 20 100,0 21 100,0 52 100,0 93 100,0 Rata-rata ± SD Min – Max

86,4 ± 2,5 80,8 – 90,1

84,9 ± 1,9 80,2 – 87,8

80,0 ± 3,9 71,8 – 88,0

82,5 ± 4,3 71,8 – 90,1

Hasil uji anova menunjukkan bahwa nilai pelajaran Bahasa pada ketiga

kelas berbeda sangat nyata. Dan hasil uji statistik diketahui bahwa nilai pelajaran

Bahasa berhubungan positif dengan aktivitas belajar, dan berhubungan negatif

dengan kadar Hb dan aktivitas tidur. Hasil penelitian ini juga berbeda dengan

penelitian yang dilakukan Muchtar (2000) yang menunjukkan kadar Hb tidak

berhubungan dengan pelajaran bahasa.

Nilai Pelajaran Agama

Dari Tabel 37, diketahui bahwa sebagian besar nilai pelajaran Agama

contoh pada ketiga kelas tergolong baik dengan persentase 88,2%. Proporsi nilai

pelajaran Agama dengan kategori baik contoh kelas akselerasi dan kelas unggulan

lebih banyak daripada kelas reguler.

Page 103: ..

86

Tabel 37 Sebaran contoh berdasarkan kategori nilai pelajaran agama

Pelajaran Agama Akselerasi Unggulan Regular Total n % n % n % n %

Lebih dari cukup

Baik

0

20

0,0

100,0

0

21

0,0

100,0

11

41

21,2

78,8

11

82

11,8

88,2

Total 20 100,0 21 100,0 52 100,0 93 100,0 Rata-rata ± SD Min – Max

87,3 ± 3,2 79,3 – 91,8

89,0 ± 2,2 84,7 – 93,3

82,6 ± 4,3 73,3 – 89,3

85,1 ± 4,6 73,3 – 93,3

Hasil uji anova menunjukkan bahwa nilai pelajaran IPA ketiga kelas

berbeda sangat nyata. Dan hasil uji statistik diketahui bahwa nilai pelajaran

Agama berhubungan positif dengan tingkat kepuasan dan aktivitas belajar, dan

berhubungan negatif dengan aktivitas tidur.

Secara umum, sebagian besar contoh 84,9% memiliki prestasi belajar yang

baik, dan sebanyak 15,1% memiliki prestasi belajar dengan kategori lebih dari

cukup.

Tabel 38 Sebaran contoh berdasarkan kategori nilai

Nilai Akselerasi Unggulan Reguler Total n % n % n % n %

Lebih dari cukup

Baik

0

20

0,0

100,0

0

21

0,0

100,0

14

38

26,9

73,1

14

79

15,1

84,9

Total 20 100,0 21 100,0 52 100,0 93 100,0 ± SD

Min–Max 86,8 ± 2,3 80,5 – 91,9

86,3 ± 1,0 85,1 – 88,7

81,7 ± 2,4 76,6 – 84,9

83,8 ± 3,2 76,6 – 91,1

Dari Tabel 38 diketahui bahwa pada kelas akselerasi dan unggulan seluruh

contoh 100% memiliki prestasi belajar baik. Sedangkan pada kelas reguler

sebanyak 73,1% contoh memiliki prestasi belajar yang baik dan selebihnya

sebanyak 26,9% contoh memiliki prestasi belajar tergolong lebih dari cukup.

Prestasi belajar merupakan salah satu ukuran dari tingkat intelegensi

seseorang. Hanum (1993) menyatakan prestasi belajar anak dipengaruhi oleh

banyak faktor yaitu antara lain faktor dari dalam diri anak sendiri (intelegensi,

motivasi, minat, sikap dan keadaan gizi), dan faktor luar diri anak (sosio kultural,

sosio ekonomi keluarga, kurikulum, cara guru mengajar dan fasilitas fisik seperti

buku-buku pelajaran). Lebih lanjut Hanum menjelaskan bahwa prestasi belajar

anak dipengaruhi oleh dua kelompok variabel yaitu lingkungan sekolah seperti

Page 104: ..

87

jumlah bacaan dan jenis kelamin, serta lingkungan di rumah yang meliputi

keadaan sosial ekonomi orang tua, besar keluarga dan besarnya perhatian orang

tua pada sekolah anak-anaknya.

Secara statistik, semakin baik status ekonomi keluarga tidak secara nyata

diikuti dengan semakin baiknya prestasi belajar anak. Kenyataan ini menunjukkan

bahwa prestasi belajar mungkin tergantung pada kemampuan intelektual anak dan

kemampuan anak itu sendiri dalam memanfaatkan fasilitas dan kesempatan yang

ada. Meskipun demikian, Purwanto ( 1998) menyatakan bahwa keluarga yang

mampu menyediakan fasilitas-fasilitas belajar yang diperlukan dalam belajar turut

memegang peranan penting dalam keberhasilan belajar.

Menurut Nasution & Nasution (1986), orang tua sebaiknya memberikan

perhatian pada pendidikan anaknya. Perhatian dapat berupa bimbingan kepada

anak dalam hal belajar, sehingga anak akan senang menerimanya dan akan

menganggap belajar sebagai kewajiban sendiri. Sehubungan dengan hal tersebut

juga dijelaskan bahwa orang tua berkewajiban untuk memberikan semangat dan

dorongan kepada anak dalam meningkatkan kegiatan belajar secara efektif untuk

mencapai prestasi belajar yang optimal.

Terbentuknya konsep diri dan motivasi anak untuk berprestasi tidak

terlepas dari reaksi lingkungan sekolah, lingkungan masyarakat dan orang tua

(keluarga). Orang tua yang selalu memberi dorongan pada saat yang tepat akan

menimbulkan konsep diri yang positif untuk berprestasi.

Faktor-faktor yang Berpengaruh terhadap Tingkat Kelelahan

Pada dasarnya tingkat kelelahan dipengaruhi oleh berbagai faktor. Dari

hasil analisa statistik diketahui bahwa faktor-faktor yang berpengaruh terhadap

tingkat kelelahan siswa adalah umur, perilaku konsumsi pangan dan tingkat stres.

Adapun besar pengaruhnya adalah 42,4% yang berarti pula bahwa peubah lain di

luar penelitian ini memiliki pengaruh sebesar 57,6%.

Saat ini anak bersekolah dengan waktu sekolah yang lebih panjang dan

setelah itu, anak masih harus mengikuti berbagai macam kegiatan les untuk

mencapai prestasi akademik yang memuaskan di sekolahnya. Hal ini

menyebabkan anak mengalami kelelahan fisik maupun rohani (psikis).

Page 105: ..

88

Kelelahan jasmani terlihat dengan lemah lunglainya tubuh, sedangkan

kelelahan rohani (psikis) ditandai dengan adanya kelesuan, kebosanan dan sulit

berkonsentrasi. Kelelahan jasmani dan rohani (psikis) di atas, salah satunya dapat

disebabkan oleh banyaknya kegiatan yang dialami anak sekolah. Aktivitas belajar

sangat memerlukan kondisi kesehatan yang baik karena selama belajar melibatkan

kondisi fisik jasmani dan mental spiritual. Otak dituntut untuk bekerja keras yang

akan menguras tenaga secara cepat. Terkait dengan belajar, siswa harus

menyiapkan dan menyusun kekuatan tenaga secara optimal karena belajar yang

mayoritas melibatkan peran otak harus diimbangi dengan kondisi fisik yang sehat

pula. Akibat tidak adanya keseimbangan antara kondisi fisik dan mental, biasanya

anak akan mudah lelah dan kegiatan belajarnya tidak dapat maksimal.

Slamet (1991) dalam Dermawan (2006) menambahkan bahwa kelelahan

ini dapat menyebabkan motivasi untuk belajar menurun padahal Theios (dalam

Atkinson,1964) mengatakan bahwa motivasi pada individu ini sangat penting

dalam proses belajar karena motivasi akan mempengaruhi timbulnya keinginan

untuk belajar dan banyaknya materi yang dipelajari.

Siswa yang mengikuti program akselerasi akan mengalami frustasi dengan

tingkat tekanan dan tuntutan yang dihadapinya. Dorongan yang terus menerus

untuk berprestasi akan menimbulkan tingkat stres yang tidak dapat diterima, dan

pada akhirnya siswa akselerasi akan kehabisan energi karena tekanan-tekanan

yang ada (Asshat 2003).

Faktor-faktor yang Berpengaruh terhadap Prestasi Belajar Siswa

Pada dasarnya prestasi belajar dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain:

faktor dari dalam diri anak dan faktor dari luar diri anak. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa aktivitas belajar, aktivitas tidur, serta kadar Hb sangat nyata

berpengaruh terhadap prestasi belajar siswa. Adapun besar pengaruhnya adalah

42,5% yang berarti pula bahwa peubah lain di luar penelitian seperti faktor

kecerdasan dan minat belajar memiliki pengaruh sebesar 57,5%.

Hal ini sebagaimana yang diungkapkan oleh Goleman (2000), dimana

kecerdasan emosional dan kecerdasan kognitif merupakan salah satu faktor yang

mempengaruhi kemampuan belajar. Perubahan yang terjadi pada diri remaja baik

Page 106: ..

89

fisik maupun psikis akan mempengaruhi keseluruhan pola perilakunya termasuk

dalam pencapaian prestasi belajar.

Pencapaian prestasi sekolah anak sangat berhubungan dengan

perkembangan fisik dan aktivitasnya. Anak yang mendapat kesempatan untuk

melatih fisiknya akan memiliki kemampuan yang lebih dalam aspek mental

intelektual dibandingkan dengan anak yang kurang mendapatkan kesempatan

untuk melatih fisiknya (Friedman & Clark 1987 dalam Agustina 2003).

Aktivitas belajar dan tidur berpengaruh terhadap prestasi belajar. Dimana

semakin banyak waktu yang digunakan untuk belajar maka alokasi waktu yang

dihabiskan untuk tidur menjadi semakin berkurang. Semakin banyak waktu yang

digunakan untuk belajar, maka akan semakin baik prestasi belajar yang dicapai.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Thoha (2006) yang melaporkan

aktivitas belajar dan aktivitas tidur berpengaruh terhadap prestasi belajar (IPK).

Kadar Hb berpengaruh terhadap prestasi belajar siswa. Ini tidak terlepas

dari peran hemoglobin yang berfungsi mengangkut oksigen (O2) ke jaringan dan

karbondioksida (CO2) dari jaringan, dan dalam menjalankan tugasnya tersebut

hemoglobin memerlukan zat gizi mikro yaitu Fe (zat besi) yang berfungsi untuk

membentuk hemoglobin dalam darah (Sunarti 1990). Di dalam tiap sel, besi

bekerjasama dengan rantai protein-pengangkut elektron yang berperan dalam

metabolisme energi. Protein pengangkut memindahkan hidrogen dan elektron

yang berasal dari zat gizi penghasil energi ke oksigen, sehingga membentuk air.

Dalam proses tersebut dihasilkan ATP (Almatsier 2002). ATP inilah sebagai

makanan otak yang akan digunakan untuk aktivitas yang berkaitan dengan kerja

otak seperti belajar, berfikir, konsentrasi, dan lain-lain.

Page 107: ..

90

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat diambil dari hasil penelitian ini yaitu sebagai

berikut :

1. Pada umumnya tingkat pendidikan orangtua contoh adalah

diploma/sarjana (D3/S1), lebih dari separuh pekerjaan ayah contoh sebagai

PNS dan ibu contoh sebagai ibu rumah tangga. Seratus persen keluarga

contoh dikategorikan tidak miskin, umumnya termasuk dalam kategori

keluarga sedang dengan jumlah anggota keluarga lima sampai tujuh orang.

2. Lebih dari separuh contoh berusia 14 tahun, berjenis kelamin perempuan,

dengan besar uang saku berkisar antara Rp 5.395,- sampai Rp 10.917,-.

Umumnya pengetahuan gizi contoh termasuk dalam kategori baik.

3. Pada contoh akselerasi, unggulan dan reguler, alokasi waktu terbesar

digunakan untuk tidur, sedangkan alokasi waktu terkecil digunakan untuk

olahraga. Umumnya tingkat kelelahan contoh termasuk dalam kategori

lelah. Tingkat kelelahan contoh tidak berhubungan dengan pola aktivitas.

4. Umumnya perilaku konsumsi pangan contoh termasuk dalam kategori

sedang. Semakin baik perilaku konsumsi pangan, maka semakin rendah

tingkat kelelahan contoh. Hal tersebut dibuktikan dengan hubungan

signifikan negatif antara perilaku konsumsi pangan dengan tingkat

kelelahan.

5. Pada penelitian ini, proporsi anemia pada siswa MTsN 1 Malang sebesar

1,1%. Hasil uji statistik menunjukkan status anemia tidak berhubungan

dengan prestasi belajar, melainkan kadar hemoglobin (Hb) yang

berhubungan dengan prestasi belajar.

6. Pada contoh akselerasi, unggulan dan reguler, semakin tinggi tingkat stres,

maka tingkat kelelahan semakin tinggi dan semakin rendah tingkat stres,

maka semakin banyak alokasi waktu yang digunakan untuk bermain. Hal

tersebut dibuktika dengan hubungan signifikan positif antara tingkat stres

dengan tingkat kelelahan serta hubungan signifikan negatif antara tingkat

Page 108: ..

91

stres dengan aktivitas bermain. Umumnya tingkat stres contoh termasuk

dalam kategori sedang.

7. Tingkat kelelahan contoh dipengaruhi oleh umur, perilaku konsumsi

pangan dan tingkat stres.

8. Prestasi belajar dipengaruhi oleh aktivitas belajar, aktivitas tidur dan kadar

hemoglobin (Hb).

Saran

1. Untuk menurunkan tingkat kelelahan siswa disarankan siswa

meningkatkan serta memperbaiki perilaku konsumsi pangan serta

dianjurkan untuk membiasakan sarapan.

2. Mengingat kadar Hemoglobin (Hb) berpengaruh terhadap prestasi belajar

siswa, diharapkan siswa meningkatkan konsumsi makanan terutama

konsumsi makanan yang mengandung protein dan zat besi melalui warung

sekolah, karena pada umumnya pada masa sekolah siswa lebih suka jajan.

Page 109: ..

92

DAFTAR PUSTAKA

Achir. 1991. Meningkatnya Hubungan Remaja dengan Orang Tua. Jakarta : Pustaka antara.

Almatsier S. 2002. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka

Utama. Anonim. 2007. Anemia Defisiensi Besi Apa Bahayanya Untuk anak Kita?.

http:/www.republika.co.id/koran. 27 September 2007. Arnelia et al. 1995. Dampak Kekurangan Gizi terhadap Kecerdasan Anak SD

Pasca Pemulihan Gizi Buruk. Penelitian Gizi dan Makanan. Jilid 18. Jakarta : Pusat Penelitian dan Pengembangn Gizi Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Asshat II. 2003. Program Akselerasi untuk Siswa Berbakat.[Tesis]. Jakarta :

Fakultas Psikologi. Universitas Indonesia. Asmoro AF. 2007. Kepuasan Siswa Terhadap Cara Mengajar Guru di Tingkat

Sekolah Menengah Pertama (SMP). [Skripsi]. Surakarta : Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Astuti RW. 2002. Status Anemia dan Hubungannya dengan Prestasi Belajar Siswi

SMUN 1 Trenggalek. Jawa timur. Media Gizi dan Keluarga. Vol.25 No.2 Desember 2002.

Atasasih H. 2001. Status Anemia, Status Gizi dan Hubungannya dengan Prestasi

Belajar Siswa Siswi SMUN 30 Jakarta Pusat.[Skripsi]. Bogor : Departemen Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.

Atkinson RL, et al. 2000. Pengantar Psikologi. Batam : Interaksara. Atmodiwirjo ET. 1993. Stimulasi Terencana Sebagai Upaya Meningkatkan

Kecerdasan Anak. Simposium Peranan Ibu dalam Meningkatkan Prestasi Belajar Anak. Jakarta : Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Berg A, Sajogyo. 1986. Peranan Gizi Dalam Pembangunan Nasional. Jakarta :

Rajawali. Darmokusumo HV. 1972. Hubungan Orangtua Anak Sebagai Faktor Penyebab

Kegagalan Prestasi Belajar Anak di Sekolah. [Karya Ilmiah]. Jakarta: Fakultas Psikologi. Universitas Indonesia.

Page 110: ..

93

Depkes. 1996. Pedoman Praktis Memantau Status Gizi Orang Dewasa. Jakarta : Departemen Kesehatan RI.

Dermawan S. 2006. Perbedaan Motivasi Belajar Pada Siswa Sekolah Dasar Kelas

IV yang Mengikuti Les Pelajaran dengan yang Tidak Mengikuti Les Pelajaran (Penelitian Pada SDK BPK Penabur). [Tesis]. Jakarta : Universitas Katolik Atma Jaya.

Dillon HS. 2007. Sekolah Tempat Efektif Memutus Mata Rantai Anemia. Pusat

data dan informasi PERSI. 5 Juli 2007. Firlie D. 2000. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Morbiditas Anak Baduta pada

Keluarga Miskin dan Tidak Miskin. [Skripsi]. Bogor : Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.

Fitrihana N. 2008. Kelelahan Kerja. B4D3 Consultant.mht. Food Facts Asia. 2004. Kick Start You Day with Breakfast. Issue 22, November

2004. Bangkok : Food and Nutrition Communications. Grantham – Mc Gregor SM & Ani C. 2001. A Review of Studies on The Effect of

Iron Deficiency on Cognitive Development in Children. Am J Nutr 131 : 649S – 668S.

Goleman D. 2000. Emotional Intelligence. Marca Registrada. New York : Batam

Book. Guharja et al. 1992. Diktat Kuliah Manajemen Sumberdaya Keluarga. Jurusan

Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga. Fakultas Pertanian. Bogor : Institut Pertanian Bogor.

Gunarsa SA & YAA Gunarsa. 1995. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja.

Jakarta : BPK Gunung Mulia. ________________________. 2004. Psikologi Praktis : Anak, Remaja dan

Keluarga. Jakarta : BPK Gunung Mulia. Gustiana I. 2008. Enggan Beraktivitas Akibat Sindrom Kelelahan. Koran SINDO.

1 Februari 2008. Hanum Y. 1993. Profil Siswa Sekolah Menengah Pertama Berprestasi Kaitannya

dengan Konsumsi Makanan dan Status Gizi. [Tesis]. Bogor : Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor.

Hardinsyah & Martianto D. 1992. Gizi terapan. PAU Pangan dan Gizi. Bogor :

Institut Pertanian Bogor. Harper et al. 1986. Pangan, Gizi dan Pertanian. Jakarta : UI Press.

Page 111: ..

94

Helms DB & JS Turner. 1990. Lifespan Development. Chicago : Holt, Rinehart and Winston Inc.

Heald et al. 1998. Diet, Nutrition and Adolescene. Di dalam : Shil ME, Olson JA,

Shike M, Ross AC, editor. Modern Nutrition in Health and Disease. Baltimore : Williams & Wilkins. Edisi ke 9. Departemen PPSDM : 857 – 867

Herawati N. 2005. Tingkat Stres dan Strategi Cooping Menghadapi Stres Pada

Mahasiswa Tingkat Persiapan Bersama Tahun Akademik 2005/2006.[ Laporan Penelitian]. Bogor : Departemen Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.

Hermina. 1993. Keamanan dan Gizi. Prosiding Widya Karya Nasional Pangan dan

Gizi V. Jakarta : LIPI. Hurlock EB. 1997. Perkembangan Anak, Jilid II. Jakarta : Erlangga. Husaini. 1989. kecukupan Konsumsi Besi : Wanita Membutuhkan Lebih Banyak.

Buletin Gizi 1 (13) : 25-31. Husin. 1980. Perencanaan Pendidikan dengan Tekanan Aspek Kuantitatif, Analisa

Pendidikan Tahun 1 No.1. Departemen P dan K. Jakarta : Departemen P dan K.

Idjradinata P & Pollit E. 1993. Reversal of Developmental Delays in Iron –

Deficient Anaemic Infants Treated with Iron. Lancet 341 (8836) : 1 – 4. Ifada Q. 2004. Kajian Ketahanan Keluarga : Manajemen Stres Keluarga

Pengungsi Korban Kerusuhan Aceh di Kabupaten Brebes Propinsi Jawa Tengah. [Skripsi]. Bogor : Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.

Judarwanto, W. 2004. Mengatasi Kesulitan Makan Anak. Jakarta : Puspaswara. Kalpen AS. 1997. Tidak Bodoh tapi Tinggal Kelas. Intisari. Pebruari. Hlm.170-

175 Kanani SJ & Poojara RH. 2000. Suplementation with Iron and Folic Acid

Enhances Growth in Adolescent Indian Girls. American Society for Nutritional Sciences. Hal 452S-455S.

Kartasapoetra & Marsetyo H. 2003. Ilmu Gizi (Korelasi Gizi, Kesehatan dan

Produktivitas Kerja). Jakarta : Rineka Cipta. Kartono K. 1995. Patologi Sosial 2 : Kenakalan Remaja. Jakarta : Rajawali Press.

Page 112: ..

95

Khomsan A. 2000. Tehnik Pengukuran Pengetahuan Gizi. Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga. Fakultas Pertanian. Bogor : Institut Pertanian Bogor.

___________. 2004. Peranan Pangan dan Gizi untuk Kualitas Hidup. Jakarta : PT.

Gramedia Pustaka Utama. Khumaidi. 1994. Gizi Masyarakat. Pusat Antar Universitas. Bogor : Institut

Pertanian Bogor. Kotler P. 1999. Manajemen Pemasaran : Analisis, Perencanaan, Implementasi

dan Pengendalian edisi 7. Adi Zakariah Afif. Penerjemah. Jakarta : Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.

Kustiyah L. 2005. Kajian pengaruh Intervensi Makanan Kudapan terhadap

Peningkatan Kadar Glukosa Darah dan Daya Ingat Anak Sekolah Dasar. [Disertasi]. Bogor: Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor.

Kusumaningrum A. 2006. Keragaan Anak-Anak Sibuk : Prestasi Belajar,

Kecerdasan Emosional, Status Gizi, dan Status Kesehatan.[Skripsi]. Bogor : Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga. Fakultas Pertanian. IPB.

Losyk B. 2007. Kendalikan Stres Anda!. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Mardapi D. 2005. Penelitian Perguruan Tinggi : UAN Masih Perlu Dilaksanakan.

Berita-pendidikan.com. 31 Januari 2005. Martoatmodjo. 1978. Membina Gizi keluarga Sehat. Bogor : Puslitbang Gizi. Maryam S. 2001. Status Gizi, Peer Group dan Aktivitas Harian serta Kaitannya

dengan Prestasi Belajar Remaja Studi Kasus Pada Dua SMU di Kota Bogor. [Tesis]. Bogor : Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor.

Monks F.J, et al. 1992. Psikologi Perkembangan. Pengantar dalam Berbagai

Bagian-Bagiannya. Yogyakarta : Gajahmada University Press. Muhilal, Jalal & Hardinsyah. 2004. Penentuan Kebutuhan Gizi dan Kesepakatan

Harmonisasi di Asia Tenggara. Prosiding WNPG : Ketahanan Pangan dan Gizi di Era Otonomi Daerah dan Globalisasi. Jakarta : LIPI.

Muchtar MD, Briawan D, Karsin ES. 2000. Status Anemia dan Prestasi Belajar

Siswa SMU 1 Kapuas Kabupaten Kapuas. Media Gizi & Keluarga. Desember 2000.

Mujiran P. 2004. Persoalan Kelas Akselerasi. Bernas. 18 Maret 2004.

Page 113: ..

96

Napitu N. 1994. Perilaku Jajanan di Kalangan Siswa SMA di Pinggiran Kota DKI Jakarta. [Tesis]. Bogor : Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor.

Nasoetion A, Khomsan A. 1995. Aspek Gizi dan Kesehatan dalam Pembangunan

Pertanian. Dalam Kertas Kerja Lokakarya Eksekutif dalam Rangka Training Integrasi Gizi dan Kesehatan dalam Pembangunan Pertanian di Ciloto. Bogor.

Nasution T. & N. Nasution. 1986. Peranan Orangtua dalam Meningkatkan

Prestasi Belajar Anak. Jakarta : BPK Gunung Mulia. O’Dea JA. 1996. A Health Weight Range Chart for Adolescent Self Assessment.

Journal of nutrition Education, 28 (5), 293 – 294. Pilliang WG, Djojosoewondo S. 2006. Fisiologi Nutrisi Volume 2. Bogor : IPB

Press. Pitriyani, E., S. Guhardja, I. Tanziha. 1999. Prestasi Anak Sekolah Dasar yang

Bekerja sebagai Pedagang Asongan di Desa Babakan, Kecamatan Darmaga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Media Gizi dan Keluarga. Volume XXIII (2) : 28 – 35.

Polii JH. 2003. Gaya Hidup, Pola Aktivitas, Pola Makan dan Status Gizi Remaja

SMU di Bogor. [Tesis]. Bogor : Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor.

Pollit E. 2000. a Development View of The Undernourished Chile : Background

and Purpose of The Study in Pangalengan Indonesia. European J Clin Nutr 54:S2 – S10. Mei 2000.

Puar MW. 1998. Agar Anak Belajar. Jakarta : Puspa Swara. Purwanto MN. 1998. Psikologi Pendidikan. Bandung : Remaja Rosdakarya. Rachman A & Latifah U. 2001. Mengenal Lebih Dekat tentang Program

Akselerasi Tingkat SLTP – SMU. Buletin BPK Penabur. No 2 Thn. XXVIII.

Rahman A. 2004. Rendah Tingkat Kepuasan Siswa terhadap Sistem Pendidikan.

Kompas.com. 24 April 2004. Rahmawati E. 2008. Upaya Peningkatan Prestasi Belajar Matematika Siswa

Melalui Tugas Pekerjaan Rumah dan Umpan Balik Pada Sub Pokok bahasan Segi Empat di SMP Negeri 1 Gondangrejo. [Skripsi]. Surakarta : Fakultas pendidikan dan Ilmu Pengetahuan. Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Page 114: ..

97

Ramakhrisnan U. 2001. Nutritional Anemias. New York : CRC Press. Riyadi H. 1995. Prinsip dan Petunjuk Penilaian Status Gizi. Bogor : Jurusan Gizi

Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.

_______. 1996. Pola Konsumsi Pangan. Di dalam : Khomsan A dan A. Sulaeman,

editor. Gizi dan Kesehatan dalam Pembangunan dan Pertanian. Bogor : IPB Press. Hlm. 174 – 183.

________. 2003. Penilaian Status Gizi secara Antropometri. Bogor : Departemen

Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.

Rush D. 1984. The Behavioral Consequences of Protein-Energy Deprivation and

Suplementation in Early Life : An Epidemiological Perspective. Sajogyo. 1978. Tingkat Pendapatan Rumah Tangga dan Kecukupan Gizi. Widya

Karya Nasional Pangan dan Gizi II. LIPI. Sanjur. 1982. Social and Culture Perspective in Nutrition. Englewood Cliffs :

Prentice- Hall Inc. New Jersey. Sediaoetama AD. 1991. Ilmu Gizi II. Jakarta: Dian Rakyat. Slamet Y. 1993. Analisis Kuantitatif untuk Data Sosial. Solo : Debara Publisher. Sofianti N. 2002. Studi Motivasi dan Perilaku Ibu dalam Memelihara Kesehatan

selama Kehamilan di Kabupaten Asahan. [Tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Suhardjo. 1989. Sosio Budaya Gizi. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi.

Bogor : Institut Pertanian Bogor. Soekanto S. 1991. Kehidupan Remaja dan Masalahnya: Mengenal dan Memahami

Masalah Remaja. Jakarta : Pustaka Antara. Soekirman. 1997. Intelegensi, Kemandirian, Kebiasaan Belajar dan Prestasi

Belajar Mahasiswa D2 PGSD IKIP Semarang. Jakarta : Program Pascasarjana. Program Studi Psikologi. Universitas Indonesia.

________. 1999. Nutritional Status Dietary and Physical, Activity, Patterns of

Urban Primary School Children in Indonesia. Bogor Agriculture Institut.

________. 2000. Ilmu Gizi dan Aplikasinya untuk Keluarga dan Masyarakat.

Jakarta : Departemen Pendidikan Nasional, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi.

Page 115: ..

98

Soemanto W. 1990. Psikologi Pendidikan. Jakarta : Rineka Cipta. Sunarti E. 1990. Aktivitas Kerja dan Tingkat Konsumsi Energi serta Zat Gizi

Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Lembaga Penelitian IPB [laporan penelitian]. Bogor : Fakultas Politeknik Pertanian. Institut Pertanian Bogor.

Suryabrata S. 1995. Psikologi Pendidikan. Jakarta : Raja Grafindo Persada. Susanto IG. 1997. Dinamika Perilaku dan Kebiasaan Makan. Pra Widya

KaryaNasional Pangan dan Gizi VI. Jakarta. Suhardjo, Kusharto CM. 1988. Prinsip-Prinsip Ilmu Gizi. Bogor : Pusat Antar

Universitas dan Lembaga Sumber Daya Informasi IPB. Suharto T. 2008. Survei Anemia pada Remaja Putri di Kabupaten Sleman.

Yogyakarta : PERSAGI DIY. 23 Januari 2008. Sukadji S. 1988. Keluarga dan Keberhasilan Pendidikan. Jakarta : Fakultas

Psikologi. UI. Sumardjan S. 1991. Remaja Desa dan Kota dengan Lingkungannya. Dalam

Sanusi, Badri dan Syarrudin. Jakarta : Pustaka Antara. Suparno, A.S. 2001. Membangun Kompetensi Belajar. Jakarta : Direktorat Jendral

Pendidikan Tinggi. Departemen Pendidikan Nasional. Suryosubroto B. 1988. Dasar-Dasar Psikologi untuk Pendidikan di Sekolah.

Jakarta : PT. Prima Karya. Tjiptono F. 2002. Manajemen Jasa. Jakarta : Andi Offset. Thonthowi A. 1993. Psikologi Pendidikan. Bandung : Angkasa. Thoha. 2006. Hubungan Pola Konsumsi Pangan, Pola Aktivitas, Status Gizi dan

Anemia dengan Prestasi Belajar pada Mahasiswa Putri Diploma III kebidanan Yayasan Madani dan Assyifa di Kota Tangerang. [Tesis]. Bogor : Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor.

Villavieja GM, et al. 1987. Fundamentals in Applied and Public Health Nutrition.

The Nutritionist-Dietitians Association of the Philippines. Philippines : Metro Manila.

Widyastono H. 2004. Makalah Seminar Program Percepatan Belajar bagi

Pengawas dan Kepala SMP Negeri dan Swasta di Jakarta. Williams M. 1980. Nutrition for the Growing Years. 3rd Ed. New York : Jhon &

Wiley Sons.

Page 116: ..

99

Winarno FG. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama. Winkel WS. 1996. Psikologi Pengajaran. Jakarta : Grasindo. (WHO) World Health Organization. 1982. Nutrition Anemia. Technical Report

Series. No. 503. Geneva : World Health Organization. _____________________________. 1995. Physical Status : The Use and

Interpretation of Anthropometry. Report of a WHO Expert Committee. WHO Technical Report Series 854. Geneva : World Health Organization.

Page 117: ..

LAMPIRAN

Page 118: ..

Lampiran 1 Skor Jenis Penyakit berdasarkan Tingkat Keparahannya terhadap Anak

No Jenis Penyakit Skor*

1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

8.

9.

10

11.

12.

13.

14.

15.

Kulit (bisul, kulit merah, gatal)

Mata

Sariawan, panas dalam

Sembelit, kembung

Gigi

Cacar

Telinga

Bronchitis, asma, gejala paru-paru

ISPA (batuk, pilek, panas)

Batuk rejan

Campak

Bayi kuning, bilirubin tinggi

Diare, mencret

Kejang

Muntaber

10

10

10

10

20

30

40

50

50

60

70

80

80

80

80

Keterangan : *Hasil wawancara dengan dokter (Firlie 2000).

Page 119: ..

Lampiran 2. Kuesioner Tingkat Kelelahan Tingkat Kelelahan 1. Selama kita hidup, sebagian besar dari kita memiliki waktu dimana kita

merasa sangat capek atau lelah. Apakah anda pernah merasa capek atau lelah pada minggu-minggu terakhir ini ? a. Ya b. Tidak

2. Tingkat kelelahan Anda hari ini : a. Tidak lelah c. Lelah b. Cukup lelah d. Sangat lelah 3. Rata-rata tingkat kelelahan Anda seminggu yang lalu : a. Tidak lelah c. Lelah b. Cukup lelah d. Sangat lelah 4. Tingkat kelelahan terburuk yang pernah Anda alami seminggu yang lalu : a. Tidak lelah c. Lelah b. Cukup lelah d. Sangat lelah 5. Pengaruh tingkat kelelahan Anda terhadap

A. Aktivitas sehari-hari a. Tidak berpengaruh c. Berpengaruh b. Cukup berpengaruh d. Sangat berpengaruh B. Mood a. Tidak berpengaruh c. Berpengaruh b. Cukup berpengaruh d. Sangat berpengaruh C. Kemampuan Berjalan a. Tidak berpengaruh c. Berpengaruh b. Cukup berpengaruh d. Sangat berpengaruh D. Pekerjaan biasa (pekerjaan rumah dan pekerjaan lainnya) a. Tidak berpengaruh c. Berpengaruh b. Cukup berpengaruh d. Sangat berpengaruh E. Hubungan dengan orang lain a. Tidak berpengaruh c. Berpengaruh b. Cukup berpengaruh d. Sangat berpengaruh F. Kenikmatan hidup a. Tidak berpengaruh c. Berpengaruh b. Cukup berpengaruh d. Sangat berpengaruh

Page 120: ..

Lampiran 3. Kuesioner Tingkat Stres Tingkat Stres Lingkari pilihan jawaban terhadap masing-masing pernyataan di bawah ini ! 1 = Tidak Pernah (0 kali/mggu) 2 = Jarang (1-2 kali/bln) 3 = cukup (3-4 kali/bln) 4 = Sering (1-2 kali/mggu) 5 = Sering Sekali (>3 kali/mggu)

No

Pernyataan (Apakah anda mengalami kondisi ini sejak masuk di

kelas akselerasi / unggulan / reguler?)

Pilihan

1. Merasa letih dan lesu yang luar biasa 1 2 3 4 5 2. Merasa sedih sekali dan ingin menangis 1 2 3 4 5 3. Merasa tegang, tidak tenang, cemas dan terancam 1 2 3 4 5 4. Merasa kurang bersemangat pergi ke sekolah 1 2 3 4 5 5. Merasa sukar berkonsentrasi dalam belajar dan

beraktivitas 1 2 3 4 5

6. Mengalami sukar tidur atau tidur tidak nyenyak 1 2 3 4 5 7. Merasa tertekan dengan tugas-tugas / PR di sekolah 1 2 3 4 5 8. Mengalami perubahan nafsu makan 1 2 3 4 5 9. Mengalami kehilangan minat melakukan aktivitas 1 2 3 4 5 10. Merasa pusing atau sakit kepala tanpa alasan yang jelas 1 2 3 4 5 11. Merasa pegal-pegal pada leher, punggung, dan bahu 1 2 3 4 5 12. Merasa tertekan dengan jadwal sekolah yang padat 1 2 3 4 5 13. Merasa bosan karena tidak punya waktu bermain 1 2 3 4 5 14. Lepas kontrol / temperamen 1 2 3 4 5 15. Perut terasa kembung, mulas, mual dan diare pada saat

akan melakukan sesuatu 1 2 3 4 5

16. Merasa dingin dan berkeringat lebih banyak dari biasanya

1 2 3 4 5

Page 121: ..

Lampiran 4. Kuesioner Tingkat Kepuasan Tingkat Kepuasan Lingkari pilihan jawaban terhadap masing-masing pernyataan di bawah ini ! 1=sempurna 3=biasa saja 5=buruk 2=bagus 4=kurang bagus

No. Pernyataan Pilihan

1. Bagaimana Anda menilai keseluruhan kualitas kesehatan fisik Anda ?

1 2 3 4 5

2. Bagaimana Anda menilai keseluruhan kualitas kesehatan mental Anda ?

1 2 3 4 5

3. Bagaimana Anda menilai tingkat kepuasan Anda di kelas yang Anda pilih ?

1 2 3 4 5

4. Bagaimana Anda menilai pembagian waktu Anda antara di sekolah dengan di rumah ?

1 2 3 4 5

5. Bagaimana Anda menilai kemampuan Anda mengikuti kegiatan belajar di kelas ?

1 2 3 4 5

6. Bagaimana Anda menilai proses belajar mengajar di kelas ? 1 2 3 4 5

7. Bagaimana Anda menilai prestasi yang sudah anda capai ? 1 2 3 4 5

8. Bagaimana Anda menilai keoptimisan Anda berhasil dengan prestasi baik di sekolah ?

1 2 3 4 5

9. Bagaimana Anda menilai kemampuan Anda beradaptasi terhadap lingkungan sekolah ?

1 2 3 4 5

10. Bagaimana Anda menilai kemampuan Anda beradaptasi terhadap lingkungan di luar sekolah ?

1 2 3 4 5

Page 122: ..

Lampiran 5. Kuesioner Motivasi Belajar Motivasi Belajar

No

Pernyataan

Pilihan SS S TS

1. Saya belajar tanpa harus disuruh (atas kemauan sendiri) 2. Saya merasa kurang puas dengan prestasi saya di sekolah

saat ini

3. Saya akan lebih giat belajar lagi supaya dapat memperbaiki nilai saya yang dulu

4. Kalau nilai saya beberapa waktu lalu tidak memuaskan maka saya akan berusaha belajar lebih giat lagi

5. Saya tidak putus asa meskipun nilai saya jelek 6. Bila teman mendapat nilai ulangan yang lebih tinggi dari

saya maka saya akan bersaing secara sehat

7. Saya belajar dengan giat karena ingin berhasil seperti orang-orang yang sukses

8. Saya belajar dengan giat supaya naik kelas 9. Saya belajar setiap hari meskipun tidak ada PR atau

ulangan

10. Saya merasa nilai saya perlu ditingkatkan lagi 11. Saya harus belajar supaya nilai saya tetap baik 12. Saya merasa sudah cukup belajar seperti sekarang ini

Keterangan : TS : Tidak Setuju S : Setuju SS : Sangat Setuju