54299383-Makalah-Coklat

19

Click here to load reader

Transcript of 54299383-Makalah-Coklat

Page 1: 54299383-Makalah-Coklat

BAB IPENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Penyimpanan coklat merupakan titik kritis yang menentukan

kualitas produk akhir. Kondisi penyimpanan yang kurang baik terutama

fluktuasi suhu, dapat memicu penyusunan kembali trigliserida

membentuk matriks coklat yang berukuran besar. Terjadinya penyusunan

kembali tersebut dapat memicu fat bloom. Matriks coklat terdiri dari

campuran gula dan partikel coklat yang terdispersi di dalam fase lemak

coklat, balutan struktur spesifik dan interaksi partikel membuat coklat

menjadi substansi kompleks. Tekstur coklat terbentuk karena kombinasi

dari balutan struktur trigliserida (polimorf), komponen mikrostruktural,

partikel terdispersi, distribusi ukuran partikel dan kandungan padatan

lemak.

Coklat memiliki umur simpan berkisar 12 sampai 24 bulan

dimana selama penyimpanan dapat terjadi perubahan struktur (Bomba,

1993; Subramanian, 2000 dalam J. Food Sci., Vol. 76, Nr. 1, 2011).

Kondisi penyimpanan yang tidak benar dapat mengakibatkan peningkatan

ukuran partikel, dimana akan sangat mempengaruhi mouthfeel (Morgan,

1994 dalam J. Food Sci., Vol. 76, Nr. 1, 2011). Ukuran partikel minimal

yang dapat dideteksi oleh lidah manusia adalah 20 sampai 30 µm;

pengendalian ukuran partikel sangat penting untuk kelembutan mouthfeel,

keseragaman pelelehan dan ketepatan pelepasan senyawa volatil

(Rostagno, 1969; Hoskin, 1994 dalam J. Food Sci., Vol. 76, Nr. 1, 2011).

Kondisi penyimpanan yang bervariasi dapat meningkatkan resiko

terjadinya fat bloom dan sugar bloom, dimana keduanya akan

mempengaruhi kualitas visual dan tesktur. Bloom adalah salah satu

penyebab utama penurunan kualitas pada industri coklat (Ziegleder 1997 1

Page 2: 54299383-Makalah-Coklat

dalam J. Food Sci., Vol. 76, Nr. 1, 2011).

1.2. Rumusan Masalah

Bagaimana pengaruh kondisi penyimpanan terhadap perubahan

tekstur dan polimorfis dark chocolate?

1.3. Tujuan

Mengetahui pengaruh kondisi penyimpanan terhadap perubahan

tekstur dan polimorfis dark chocolate.

2

Page 3: 54299383-Makalah-Coklat

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1 Dark chocolate

Dark chocolate mengandung 15% chocolate liquor dan 60% co-

coa butter, gula dan adiktif. Pada pembuatan dark chocolate dipilih biji

kakao dari buah kakao dengan ciri-ciri; warna kuning pada alur buah,

warna kuning pada punggung buah, warna kuning pada seluruh per-

mukaan buah dan warna kuning tua pada seluruh permukaan buah. Buah

kakao yang masak mempunyai kulit yang tebal dan berisi 30 sampai 40

biji yang dikelilingi oleh pulp berlendir. Biji terdiri dari bagian utama dan

sangat berperan selama proses fermentasi yaitu biji (testa) dan keping biji.

Adapun tahapan pembuatan dark chocolate meliputi:

1. Sortasi buah

Proses sortasi sangat berperan penting dalam menghasilkan biji kakao

dengan kualitas yang baik. Digunakan untuk memisahkan buah kakao

yang sehat dari buah kakao yang rusak karena penyakit, busuk

maupun cacat. Hal ini perlu dilakukan agar buah yang sehat tidak ikut

tercemar karena ditimbun di satu tempat.

2. Pemeraman buah

Pemeraman buah bertujuan untuk membantu pembentukan cita rasa

dan aroma kakao.Disamping itu juga mempermudah proses fermentasi

karena pemeraman akan menyebabkan pulp lebih mudah terlepas dari

biji kakao. Waktu pemeraman berkisar antara 6-9 hari sebelum buah

tersebut dipecah.

3. Pengupasan buah

Setelah pemeraman, buah segera dikupas atau dipecahkan baik dengan

pisau, arit maupun pemukul kayu. Dalam menghasilkan biji kakao kering dengan

mutu yang baik, aspek pemecah buah dan sortasi biji merupakan faktor yang 3

Page 4: 54299383-Makalah-Coklat

menentukan. Pemecahan biji harus dilakukan secara hati-hati supaya

tidak melukai biji yang kemudian diikuti dengan pemisahan biji dari

buah yang sekaligus sortasi biji agar diperoleh ukuran biji yang seragam.

4. Fermentasi

Tujuan dari proses fermentasi adalah untuk mematikan biji kakao

tersebut, sehingga perubahan-perubahan yang terjadi di dalam biji

yang dapat mengakibatkan adanya proses pertumbuhan dapat dihin-

darkan, sedangkan perubahan yang meningkatkan kualitas keping biji

ditingkatkan. Perubahan yang harus ditingkatkan adalah perubahan

warna keping biji, peningkatan aroma dan citarasa, mengurangi rasa

sepat dan pahit pada biji serta melunaknya keping biji kakao. Tujuan

lainnya adalah untuk melepaskan pulp dari keping biji, dan mempermudah lep-

asnya kulit biji dari keping biji pada proses pengeringan/penyangraian biji

kakao.Proses fermentasi berlangsung secara alami oleh mikroba den-

gan bantuan oksigen dari udara. Proses fermentasi biasanya berlang-

sung 4-6 hari, namun waktu fermentasi yang sempurna dianjurkan

adalah selama 5 hari. Tingkat kesempurnaan proses fermentasi dapat

dilihat dari warna dan tekstur dalam biji. Biji-biji yang difermentasi

secara penuh (fully fermented) ditandai dengan adanya warna cokelat

gelap pada 80% kulit luar biji dan terbentuknya pori-pori kecil di

dalam biji. Apabila fermentasi gagal warna biji sebagian besar ungu dan

tidak ada pori-pori di dalam biji. Disamping perubahan warna biji, aroma pun

meningkat selama proses fermentasi dan pH biji mengalami perubahan.

5. Pengeringan

Kadar air yang tinggi pada akhir proses fermentasi (± k.a 60%), harus

diturunkan menjadi sekitar 6-7% sebelum biji kakao tersebut diolah

lebih lanjut. Hal ini dilakukan agar pada biji kakao tidak mudah tum-

buh kapang maupun jamur sehingga dapat mengurangi kualitas dari

4

Page 5: 54299383-Makalah-Coklat

biji kakao itu. Namun apabila pengeringan berlangsung sampai pada kadar

air di bawah 6% maka biji kakao akan mudah hancur ,kualitas rasa dan aroma

juga akan menurun. Ada berbagai cara pengeringan yang dapat di-

lakukan yaitu pengeringan secara alami (penjemuran/sun drying) dan

pengeringan secara buatan (menggunakan alat/artificial  drying).

6. Pembersihan biji kakao

Proses pembersihan menggunakan blower, yang membersihkan item

yang lebih ringan atau lebih berat dari biji kakao, dan saringan yang

menghilangkan item yang terlalu kecil atau terlalu besar. Sebuah

mesin khusus menggunakan penghisap udara, pemisah magnetik dan

sikat untuk menghilangkan benda asing, tongkat, batu dan pasir.

7. Roast/pemanggangan biji kakao

Biji dipanggang dengan suhu dan waktu yang beragam berkiasar an-

tara 200°F sampai 300°F dan dari 10 menit sampai 2 jam. Proses roasting

diperlukan untuk mengembangkan rasa dan aroma kakao. Ini adalah

proses yang sangat penting yang harus diawasi secara ketat. Jika biji

dipanggang pada suhu rendah dan untuk waktu yang singkat, akan

membuat rasa coklat maksimal. Setiap jenis biji dipanggang secara

terpisah. Setelah biji dipanggang, mesin pendingin akan memutar biji

dan menyebarkan udara untuk mendinginkan biji yang panas akibat dipanggang.

8. Mengupas kulit dari biji kakao

Sebelum Revolusi Industri, ini adalah proses manual dengan menggu-

nakan tenaga tangan. tetapi sekarang sudah menggunakan mesin, sete-

lah biji dipanggang dan didinginkan, kulit mereka tipis dan rapuh. Biji

dipindahkan ke sebuah mesin yang disebut winnower, yang akan membuka

kulit yang retak. Sekarang biji siap untuk digiling menjadi pasta yang pada akhirnya

akan menjadi coklat.

5

Page 6: 54299383-Makalah-Coklat

9. Penggilingan

Biasanya ada dua tahap penggilingan dalam pembuatan coklat halus.

Pada tahap pertama, biji yang ditumbuk menjadi pasta tebal yang

mirip dengan selai kacang tanah yang biasanya digunakan untuk minu-

man coklat. Panas dan gesekan yang dihasilkan oleh penggilingan

pelat logam menyebabkan lemak kakao mencair ke dalam massa fluida. Uku-

ran partikel dalam massa cokelat sekitar 100 mikron. Untuk menghin-

dari rasa kasar di coklat, proses penggilingan berguna untuk mengu-

rangi ukuran partikel menjadi 18 mikron (lidah kita bisa merasakan

butir 18 mikron atau lebih besar).

10. Pencampuran bahan

Dalam hal ini tidak ada perbandingan yang pasti, setiap produsen cok-

lat memiliki perbandingan bahan yang berbeda. Setiap perbandingan

menghasilkan cita rasa,warna dan tekstur yang berbeda. Milk choco-

late, lemak kakao dan minuman cokelat, dikombinasikan dalam berba-

gai proporsi, gula dan susu full cream. Dark chocolate menggunakan proses

yang sama tetapi tanpa penambahan susu. White chocolate dibuat den-

gan lemak kakao, susu, gula dan tidak mengandung cairan coklat.

11. Penggilingan tahap kedua

Penggilingan tahap kedua menghasilkan cairan. Tujuannya adalah untuk membuat

remah cokelat tebal menjadi coklat halus. Ini melalui serangkaian lima

rol pemurnian baja berat yang ditetapkan pada interval dan kecepatan

yang berbeda. Tahap ini mengurangi ukuran partikel massa kakao menjadi

25-30 mikron.

12. Conching

Conching adalah proses yang menghilangkan kelembaban dan

keasaman dari coklat, bau tidak diinginkan dan meratakan partikel

lebih lanjut. Selama conching, massa kakao dituangkan ke dalam pen-

6

Page 7: 54299383-Makalah-Coklat

gadukan dan mesin penggilingan pada suhu sekitar 180°F. 13.Temper-

ing

Tanpa adanya proses tempering, akan terbentuk kristal besar; coklat

akan memiliki tekstur berpasir dan penampilan yang kusam dan lemak

coklatnya akan memisah (seperti pemisahan krim dari susu) menciptakan

warna putih keabu-abuan di permukaan. Tempering merupakan pengaturan

suhu sehingga coklat dapat menghasilkan cita rasa dan tekstur yang

dapat tahan lama. Suatu proses rumit yang melibatkan pemanasan dan

pendinginan coklat secara perlahan dan berulang kali untuk suhu antara

105°F dan 85°F.

2.2 Polymorphism Lipid

Polimorfisme adalah kemampuan molekul untuk mengambil

lebih dari satu bentuk kristal tergantung pada pengaturan di dalam kisi

kristal. Dalam lemak, perrbedaan panjang rantai hidrokarbon dan variasi

dalam sudut kemiringan rantai hidrokarbon membedakan bentuk polimor-

fiknya (Lonchampt dan Richard, 2004).

2.3 Fat Bloom

Fat Bloom adalah bercak-bercak putih yang disebabkan oleh

lemak yang mencair dan memadat kembali. Fat Bloom secara langsung

berhubungan dengan lemak dalam produk coklat, baik cocoa butter

ataupun minyak nabati. Cocoa butter merupakan 95% penyusun lemak

cokelat. Fat Bloom pada cokelat diawali oleh hilangnya permukaan

mengkilap pada permukaan cokelat, selain itu dapat juga diawali dengan

bintik-bintik berwarna abu-abu sampai bintik-bintik putih kecil hingga be-

sar. Hal tersebut dapat terjadi karena banyak faktor yaitu kondisi proses

pembuatan cokelat yang tidak sempurna, komposisi cokelat dan temper-

atur penyimpanan (Lonchampt dan Richard, 2006).

7

Page 8: 54299383-Makalah-Coklat

2.4 Sugar Bloom

Seperti halnya fat bloom, sugar bloom juga hampir sama yaitu

adanya bercak-bercak putih pada permukaan cokelat, hanya saja pada

sugar Bloom penyebab bercak-bercak tersebut berasal dari gula yang

mencair dan membeku kembali (Lonchampt dan Richard, 2006).

BAB IIIPEMBAHASAN

8

Page 9: 54299383-Makalah-Coklat

3.1. Perlakuan Sampel

Sampel dark chocolate disimpan pada kodisi penyimpanan yang

tercantum pada Tabel 3.1.

Tabel 3.1. Kondisi Penyimpanan Dark Chocolate

Kondisi Suhu (ºC) RH (%)Suhu ruang 23 45,4Freezer -27,2 40,9Fluktuasi suhu 30,5±1,7 77,0Suhu tinggi 30,5 44,1RH tinggi I 23 57,6RH tinggi II 23 75,3

Sumber : Nightingale et al., 2011

3.2. Analisis Tekstur

Kondisi penyimpanan secara siginifikan mempengaruhi

parameter hardness, cohesiveness, adhesiveness, springiness, gumminess

dan chewiness. Sampel coklat yang disimpan di freezer mempunyai

karakteristik tekstur yang paling keras, paling cohesive, gummy dan

chewy. Sampel yang disimpan pada RH tinggi adalah yang paling

adhesive.

3.3. Perubahan Polimorfis

Analisis polimorfis hanya dapat dideteksi dengan Powder X-ray

Diffraction dimana diperoleh hasil seperti yang tercantum pada Tabel 3.2.

Coklat yang disimpan selama 8 minggu pada suhu tinggi tanpa fluktuasi

suhu telah ditransisikan menjadi bentuk VI. Coklat yang disimpan selama

4 minggu pada suhu tinggi tanpa fluktuasi mengandung kombinasi dari

bentuk V dan bentuk VI. Fluktuasi suhu

meningkatkan transisi dari bentuk V untuk VI dengan meningkatkan

porsi cairan coklat seiring dengan peningkatan suhu dan memadat seiring

dengan penurunan suhu. Suhu yang lebih

tinggi juga menyebabkan peningkatan mobilitas molekul, yang

mungkin diperburuk dengan adanya siklus suhu (Bricknell and Hartel, 9

Page 10: 54299383-Makalah-Coklat

1998 dalam J. Food Sci., Vol. 76, Nr. 1, 2011). Fluktuasi suhu juga

dapat meningkatkan kemungkinan transformasi polimorf melt-

mediated, dimana bentuk V terlarut pada saat pelelehan dan

bentuk VI mengkristal pada saat pendinginan (Sato and Koyano, 2001

dalam J. Food Sci., Vol. 76, Nr. 1, 2011).

Tabel 3.2. Hasil Analisis Bentuk Polimorf Coklat

Kondisi Penyimpanan Polimorf0 minggu V4 minggu (suhu ruang) V8 minggu (suhu ruang) V4 minggu (freezer) V8 minggu (freezer) V4 minggu (87ºF) V8 minggu (87ºF) VI4 minggu (87±3ºF ) VI8 minggu (87±3ºF ) VI4 minggu RH 57% V8 minggu RH 57% V4 minggu RH 75% V8 minggu RH 75% V

Sumber : Nightingale et al., 2011

Sebelum terjadinya fat bloom, polimorf coklat harus mengalami

perubahan dari bentuk V ke bentuk VI, walaupun polimorf coklat dapat

berada dalam bentuk VI tanpa disertai terjadinya fat bloom (Adenier et al,

1993; Bricknell and Hartel, 1998 dalam J. Food Sci., Vol. 76, Nr. 1,

2011). Fluktuasi suhu dapat berdampak pada perubahan polimorf dan

terbentuknya fat bloom, karena meningkatnya mobilitas molekuler dari

fraksi cair lemak coklat. Faktor pendorong dibalik terjadinya perubahan

polimorf menjadi bentuk VI adalah terjadinya penyusunan ulang

trigliserida secara spesifik.

3.4. Evaluasi Sensoris

Evaluasi sensoris dilakukan oleh panelis dengan beberapa

parameter yaitu tekstur (hardness, cohesiveness, chewiness, fatty

10

Page 11: 54299383-Makalah-Coklat

mouthcoating, dry mouthfeel, toothpacking, melting) dan flavor (bitter,

sweet, cream, chocolate, roasted). Secara umum, sampel dipisahkan

menjadi 2 grup yaitu penyimpanan suhu tinggi dan sampel sisa. Coklat

yang disimpan pada suhu tinggi dengan maupun tanpa fluktuasi memiliki

karakteristik tesktur harder, more toothpacking dan lebih lama meleleh.

Sampel yang disimpan tanpa fluktuasi memikili karakter more

toothpacking dibandingkan dengan coklat yang disimpan dengan fluktuasi

suhu. Coklat fresh dan coklat yang disimpan pada kondisi ruangan biasa,

dibekukan, maupun pada RH tinggi memiliki karakteristik more cohesive,

chewier, sweeter dan memiliki intensitas dry mouthfeel dan cream flavor

yang lebih tinggi.

Secara keseluruhan, hasil pengujian sensoris mengindikasikan

bahwa perubahan polimorf menjadi bentuk VI mengakibatkan sampel

coklat menjadi lebih keras, lebih mudah patah, kurang chewy, more

toothpacking, dan mempunyai waktu leleh yang lebih lama, kurangnya

rasa manis, dan flavor creamy. Sebagaimana terbentuknya fat bloom pada

penyimpanan coklat dalam kondisi suhu tinggi dengan fluktuasi, maka

akan semakin banyak kualitas sensoris yang tidak diinginkan.

BAB IVKESIMPULAN

Penyimpanan dark chocolate pada kondisi yang bervariasi dapat

11

Page 12: 54299383-Makalah-Coklat

berpengaruh signifikan terhadap beberapa parameter tekstur yang

dianalisis. Coklat yang disimpan selama 4 minggu dengan suhu tinggi

serta yang disimpan selama 8 minggu dengan fluktuasi suhu

mengakibatkan perubahan polimorf dari bentuk V ke VI. Sampel yang

mengalami perubahan polimorf ke bentuk VI memiliki karakteristik lebih

keras, lebih mudah patah, kurang chewy, more toothpacking, dan

mempunyai waktu leleh yang lebih lama, kurangnya rasa manis, dan

flavor creamy.

Semua kondisi penyimpanan mempunyai efek yang tidak

diinginkan, ketika disimpan pada suhu tinggi dengan fluktuasi dapat

memberi dampak negatif yang paling banyak. Secara umum,

penyimpanan coklat pada suhu dan RH yang konstan sangat

direkomendasikan.

DAFTAR PUSTAKA

Lonchampt, Pierre and Richard W. Hartel. 2004. Fat Bloom in

Chocolate and Compound Coatings. J. Lipid Sci. Technol. 106 (2004)

12

Page 13: 54299383-Makalah-Coklat

241–274.

Lonchampt, Pierre and Richard W. Hartel. 2004. Surface Bloom

on Improperly Tempered Chocolate. J. Lipid Sci. Technol. 108 (2006)

159-168.

Nightingale, Lia M., Soo-Yeun Lee, and Nicki J. Engeseth. 2011.

Impact of Storage on Dark Chocolate: Texture and Polymorphic Changes.

J. Food Sci., Vol. 76, Nr. 1, 2011 (C142-C153).

13