52226025 Pneumoconiosis

download 52226025 Pneumoconiosis

of 14

description

ghncdgnfg

Transcript of 52226025 Pneumoconiosis

PneumoconiosisI.Pendahuluan

Pneumoconiosis adalah suatu penyakit paru kronik non malignant sebagai akibat dari inhalasi dan penumpukan dari mineral,metalik atau partikel debu pada jaringan intersisial paru. Agen yang paling sering menyebabkan pneumoconiosis adalah asbes,silika dan batu bara. Efek dari ketiga agen ini tergantung pada intensitas dan durasi dari paparan serta proses pembersihannya setelah pengendapan di parenkim paru.

II.Asbestosis dan penyakit pleural berhubungan dengan asbes

Hal yang penting untuk diagnosis

-Riwayat pekerjaan dan lingkungan pasca terpajan inhalant

-Bukti dari penyakit pleura/penyakit intersisial paru (terutama infiltrat retikular yang bilateral).

DefinisiAsbes adalah golongan yang secara alamiah mengandung serat magnesium silikat yang secara umum ada dimana-mana di seluruh dunia. Ada enam jenis asbes; satu jenis serpentine (chrysotile) dan lima adalah jenis serat amphiboles (amosite, crocidolite, anthophylite,tremolite dan actinolite). Yang terbanyak menyebabkan penyakit disebabkan dari paparan secara langsung atau tidak langsung dari material yang mengandung asbes selama penambangan, penggilingan, manufaktur, instalasi, atau penghapusan produk yang mengandung asbes. Peningkatan resiko pada pekerja umumnya tidak diamati sampai setidaknya 20 tahun setelah paparan pertama. Namun pasien dengan tingkat yang sangat tinggi terpajan bisa berkembang menjadi penyakit yang terbukti secara klinis dalam waktu 10 tahun. Ada tiga kategori mayor dari penyakit yang berhubungan dengan asbes yaitu asbetosis, penyakit pleura akibat asbes, dan kanker. Asbestosis adalah fibrosis parenkim paru yang timbul akibat paparan asbes. Sama seperti pekerja batu bara yang terkena pneumooconiosis dan silikosis, tingkatan dari fibrosis berhubungan dengan jumlah dan durasi dari paparan.PatogenesisSerat asbes secara tipikal ditemukan didalam paru berukuran diameter 20-50 m. Pada permulaannya penimbunan asbes terdapat di bifurcasio trakea dan alveoli. Ukuran serat yang lebih dari diameter 3 m tidk menembus bagian distal paru, tetapi diameter kurang dari diameter 3 m mudah berpindah dari intersisium ke ruang pleura. Serat yang diameternya lebih dari 5 m cenderung tidak lengkap difagositosis dan disimpan dalam jaringan dimana serat tersebut akan memulai dan menyokong terjadinya kejadian seluler dan molekuler sebagai akibat dari fibrogenesis. Asbes merupakan pemicu dari proses inflamasi kronik yang diakibatkan dari jejas oksidatif dan growth factor profibrotik dan cytokine. Penentu utama dari keprogresifan penyakit ini tergantung dari dosis kumulatif paparan, tipe serat, dan kerentanan individu.Pencegahan

Pencegahan yang paling signifikan pada orang yang sering terpapar asbes adalah berhenti merokok. Merokok sigaret pada pekerja yang sering terpapar asbes meningkatkan prevalensi daripada perubahan pleuroparenkim pada gambaran radiografi dan meningkatkan secara tegas insiden dari kanker paru-paru.

Pencegahan tambahan adalah membatasi untuk terpapar dari asbes. Lembaga administrasi kesehatan dan keselamatan kerja (OSHA) telah mengembangkan peraturan dari pengendalian dari paparan di tempat kerja. Peraturan yang sama juga telah dikembangkan oleh lembagaadministrasi kesehatan dan keselamatan penambang (MSHA) tentang pemaparan penambang. Peraturan ini mengharuskan penggunaan alat pelindung diri seperti respirator, dan merekomendasikan praktek kerja dan prosedur keselamatna untuk membatasi paparan. Perlindungan respirasi mengharuskan para pekerja memakai masker dengn ukuran dan tipe yang sesuai berdasarkan prosedur percobaan yang sesuai dan mereka dilatih untuk mengenali bahaya dari asbes.Gejala klinik

Gejala klinik, fisiologi dan radiografi pada asbestosis juga ditemukan pada penyakit yang berhubungan dengan fibrosis paru yang difus, khususnya pneumonia intersisial. Kunci yang membedakan secara radiografi adalah timbulnya plak pada pleura yang bilateral berhubungan dengan opasitas dari intersisial yang linear. Pasien dengan asbestosis biasanya mempunyai riwayat dari paparan asbes.Gejala dan tandaGejala dari asbestosis adalah mirio dengan penyakit paru intersisial lainnya. Pasien mengalami onset yang bertahap dari dyspnoe yang eeksersional dan batuk yang kering non produktif setelah terpajan selama 20-40 tahun. Gejala lain yaitu dada sesak, nyeri dada, malaise, dan nafsu makan berkurang. Hemoptysis bukan merupakan karakteristik dan jika ada harus diperiksa kemungkinan kanker paru. Pemeriksaan fisik menunjukkan ronki basah kasar terutama saat inspirasi, dan tidak berkurang jika dibatukkan. Wheezing biasanya tidak ada. Meskipun pemeriksaan fisik lain dapat secara luar biasa abnormal seperti jari tabuh, sianosis, dan tanda dari cor pulmonale sebagai akibat fibrosis paru yang semakin berat. Jari tabuh yang semakin berat atau penabuhan secara radiografi memungkinkan sebagai kanker paru yang berdampingan dengan penyakit ini.Penemuan laboratorium dan diagnosis

Perubahan fisiologi yang dini pada asbestosis termasuk bukti dari disfungsi aliran udara yang minimal. Volume paru menurun karena merupakan restriksi paru sebagai perkembangan dari penyakit. Kapasitas difusi dari paru untuk co2 akan menurun dan pada pemeriksaan analisis gas darah terdapat hypoxia. Penyakit obstruktif yang berat bukan hanya berhubungan dengan paparan asbes. Asbestosis membuat obstruksi dari aliran udara berhubungan dengan peradangan dan fibrosis dari bronkiolus terminalis dan respiratorius, bahkan pada penderita yang tidak merokok.Diagnosis yang pasti adalah berdasarkan dari [enampalam fibrosis intersisial yang difus dengan badan asbestos (ferruginous) pada pemeriksaan jaringan paru. Walaupun biopsi jarang dilakukan karena diagnosis biasanya dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis dan thoraks foto.Pemeriksaan radiografi

Rontgen dada pada asbetosis secara tipikal menunjukkan batasan yang retikular/linier pada paru bawah dan tengah, biasanya berhubungan dengan kalsifikasi atau non kalsifikasi dari penebalan pleura sepanjang paru tengah dan bilateral dengan atau tidak sepanjang kubah dari diaphragma. Kurang lebih 10% dari pasien dengan asbestosis mempunyai gambaran normal rontgen dada. Plak kalsifikasi yang bilateral adalah khas pada penampakan foto rontgen pada penderita yang terpajan asbes. Plak tersebut bisa sirkumskrip atau difus. Penyakit pleura bisa timbul jika tidak ada penyakit pada parenkim yang berdampingan.Beberapa asbes yang terpajan pada pasien dapat menyebabkan efusi pleura, diakibatkan dari bekas perlukaan pleura yang difus dan hilangnya sudut costophrenic pada pemeriksaan rontgen dan CT scan. Efusi pleura benigna yang berhubungan dengan asbes mungkin dapat asimptomatik, tetapi lebih sering dihubungkan dengan gejala nyeri dada yang pleuritik. Sering terjadi pada manifestasi pertama dari penyakit paru yang berhubungan dengan asbes, terjadi sejak 10 tahun setelah paparan.

Atelektasis yang bulat, yang timbul saat plak pleura viseral menginvaginasi dan melipat pada parenkim paru menjadi bentuk massa yang sikatrik dan bulat. Hal ini sering terjadi pada penyakit pleura yang berhubungan dengan asbes, walaupun gambaran lesi ini bisa dikacaukan dengan proses neoplastik pada gambaran rontgen dada, pemeriksaan CT scan resolusi tinggi dapat membantu untuk mengidentifikasi sifat jinak bentuk tersebut. Penampakan yang tipikal pada CT scan resolusi tinggi adalah pleura berbasis massa yang berhubungan dengan penebalan pleura yang fokal dan pergeseran lengkungan dari pembuluh darah dan bronki ke massa tersebut.CT scan resolusi tinggi juga lebih sensitif daripada rontgen dada untuk mendiagnosis asbestosis dan kelainan pleura yang berhubungan dengan asbes lainnya. CT scan resolusi tinggi menunjukkan baris septum, parenkim berserat pita, penebalan bronkiolus, dan bentuk sarang lebah. Gambaran CT scan dibuat dengan posisi pasien yang cenderung berbaring untuk membedakan asbestosis yang awal dengan cairan intersisial yang terikat. Meskipun 85 % dari plak pleura parietal terkalsifikasi secara histologis, kalsifikasi hanya bisa dikenali pada 15% kasus dengan pemeriksaan rontgen dada. Proporsi tersebut meningkat jauh pada pemeriksaan dengan Ct scan resolusi tinggi. Begitu pula kondisinya jika membedakan non kalsifikasi plak dari lemak, otot, undulasi diaphragma, fraktur iga sebelumnya, atau perubahan pasca inflamasi pada emeriksaan rontgen dada. Lesi dianggap sebagai plak pleura pada radiografi, 10-20% terlokalisasi pada area penimbunan lemak pada lapisan dinding dada. CT scan resolusi tinggi adalah pilihan yang superior pada radiografi dada untuk mengidentifikasi secara tepat penebalan pleura dan plak pleura dan dalam membedakan perubahan pleura dari lemak dinding dada danda CT scan lainnya. Walaupun kombinasi dari fibrosis paru dan perubahan pleura paru yang terlihat pada CT scan meningkatkan akurasi dari diagnosis.Diagnosis bandingDiagnosis secara klinik bergantung pada riwayat pemajanan, gambaran radiografi yang kompatibel dan atau penemuan histologi, Perjalanan klinik dan penyingkiran faktor-faktor penyebab lain terjadinya fibrosis paru. Biopsi paru tidak diperlukan untuk mendiagnosis pada banyak kasus asbestosis. Kelainan lain pada diagnosis banding termasuk bentuk variasi dari pneumoconiosis (misalkan, pneumoconiosis debu campuran, silikosis), penyakit beryllium kronik, bentuk idiopatik dari penyakit intersisial paru, dan pneumonitis hipersensitivitas yang kronik.Komplikasi

Komplikasi dari asbestosis termasuk episode dari gagal napas yang akut yang dihubungkan dengan peningkatan insiden dari infeksi paru (bronkitis dan pneumonia) sama seperti kegagalan napas kronik dan hipoksia kronik pada penyakit cor pulmonale pada hipoksia kronik.Therapy

Proses fibrotik pada asbestosis tidak dapat diperbaiki oleh pengobatan apapun. Manajemen termasuk pengendalian infeksi pernafasan, pemberian oksigen tambahan pada hipoksemia, dan pengurangan gejala daripada gagal jantung kanan. Tidak ada keuntungan yang didapat dari pemberian kortikosteroid dan obat imunosupresi lainnya. Proses kemajuan penyakit yang alami termasuk perburukan yaa dari fungsi paru yang bertahap dan pertukaran gas, akhirnya akan terjadi kecacatan yang permanen. Kanker paru dan mesotelioma adalah masalah yang signifikan. Yang paling penting, adalah interaksi antara rokok sigaret dan asbestosis sebagai kofaktor resiko dari kanker paru yang besar. Tingkat standarisasi umur memperlihatkan 6-10 kali lipat pada insiden kanker paru pada individu dengan kedua tipe dari paparan dibandingkan dengan yang hanya terpajan dengan asbes. Pencegahan dengan menghindari merokok adalah bagian yang penting dari konseling pada penderita yang terpajan asbses.Prognosis

Pemulihan dari asbestosis adalah jarang. Hal ini umumnya terjadi secara progresif lambat karena akumulasi dari peradangan dan kerusakan fibrotik yang disebabkan oleh penahanan serat asbes. Perkembangan yang cepat setelah onset dari gejala adalah hal yang luar biasa. Namun, perkembangan dari penyakit akhirnya mengganggu aktivitas hidup sehari-hari dan membutuhkan oksigenasi tambahan. Akibat akhir dari perkembangan penyakit ini biasanya mengenai paru dan gagal jantung.Studi kohort menunjukkan peningkatan kanker paru pada semua bentuk utama dari paparan asbes. Amfibol dianggap lebih karsinogenik daripada krisotile pada perkembangan dari mesothelioma dan lebih rentan untuk menjadi fibrosis pleura. Resiko dari asbestosis adalah sama untuk serat krisotil dan amfibol.Mesotelioma maligna, merupakan tumor yang jarang pada pleura dan peritoneum yang disebabkan oleh paparan asbes sebelumnya. Semua tipe dari serat asbes dihubungkan dengan perkembangan dari mesothelioma. Merokok tembakau tidak meningkatkan resiko.II.SILIKOSIS

Hal yang penting untuk diagnosis-Riwayat lingkungan dan pekerjaan dari terpajannya inhalan

-Bukti dari penyakit intersisial paru, terutama bilateral, nodular yang mengenai bagian atas paru.

Pertimbangan umumSilikosis adalah penyakit fibronodular intersisial yang difus disebabkan oleh inhalasi dari silika kristalin. Penyakit ini merupakan penyakit paru akibat kerja terbanyak di seluruh dunia. Meskipun ada upaya peraturan pemajanan debu di amerika serikat, tetapi penyakit ini terus menerus menjadi masalah. Akibat dari silikosis yang paling sering merupakan paparan dari kuarsa, kristobalit, atau silika polimorf tridimite. Silika amorf yang merupakan non kristalin (contoh, gelas silika vitreus) relatif kurang beracun. Pemajanan yang tersering timbul pada pekerja bergerak di bidang pertambangan batu keras, penggilingan silika, penggalian dan pekerjaan batu, pekerjaan pengecoran (pasir kuarsa digunakan untuk membuat cetakan), sand blasting, membuat tembikar, membuat kaca, dan pembersihan boiler. Silikosis timbul dalam bentuk akut dan kronik. Silikosis akut berkembang pada paparan selama 1 bulan, biasanya setelah inhalasi intensif partikel halus. Silikosis berkembang secara cepat selama 5-10 tahun dan secara umum berhubungan dengan pemajanan dari tingkat debu yang tinggi dibandingkan silikosis kronik. Silikosis kronik bisa menjadi sesuatu yang simpel ataupun rumi dan secra tipikal berkembang 15 tahun atau lebih setelah paparan pertama. Komplikasi dari silikosis ditandai dengan perpaduan dari nodul silikotik individual yang akhirnya membentuk massa yang besar dan disebut fibrosis masif progresif.PencegahanUpaya untuk mencegah silikosis adalah pembatasan paparan dengan debu. Menghilangkan paparan sangat penting untuk mencegah kasus yang baru. Selain itu, paparan lebih lanjut dengan tingkat silika yang tinggi di udara yang membentuk silikosis dihubungkan dengan penyakit paru progresif. Pusat kesehatan masyarakat setempat harus dihubungi jika terdapat kasus baru ditemukan.Penemuan klinik

Kebanyakan diagnosis hanya berdasarkan dugaan dan dikombinasikan dengan gambaran radiografi yaitu silikosis nodular dan riwayat pekerjaan yang terpajan dengan silika dan sesuai dengan periode masa latennya. Diagnosis biasanya dibuat tanpa dilakukan uji invasif, pemeriksaan histologi dari jaringan paru tidak diperlukan. Jika biopsi dibutuhkan, biasanya untuk menyingkirkan proses keganasan, nodul rhematoid atau infeksi.

Gejala dan tandaKebanyakan bentuk dari silikosis adalah onset penyakit yang tersembunyi, gejala dan tanda dari penyakit ini timbul setelah 10-30 tahun masa latent setelah pajanan pertama. Gejala dari penyakit ini dikarenakan bronkitis kronik akibat silika. Pasien akan mengeluhkan batuk, produksi sputum, dan dyspnoe. Walaupun banyak dengan gejala yang minimalis, namaun lama kelamaan dapat berkembang menjadi gejala yang berat yaitu gejala cor pulmonale. Banyak pekerja dengan silikosis yang ringan tidak akan berkembang menjadi kompleks. Gejala yang timbul dari fibosis masif yang progresif termasuk fatik, dyspnoe, dan batuk. Pemeriksaan fisik ditemukan ronki basah halus yang bilateral dan deviasi trakea pada penyakit yang lanjut karena fibrosis masif yang progresif akibat kehilangan volume pada paru atas.Temuan LaboratoriumPemeriksaan darah tidak spesifik dan biasanya tidak berguna. Peningkatan dari imunoglobulin serum, kompleks sirkulasi imun, faktor rheumatoid, dan munculnya antibodi antinuklear. Tes kulit tuberkulin dapat positif pada penderita silikotuberkulosis.

Abnormalitas dari fungsi paru tidak biasa terjadi pada silikosis yang ringan. Jika abnormal, uji fungsi paru akan menghasilkan kelainan restriktif, sering dengan obstruksi aliran udara yang terjadi bersama-sama.Fibrosis masif yang progresif akan menghasilkan restriksi paru yang berat, kehilangan penyesuaian paru dan hipoksemia

Histopatologi dari silikosis terdiri dari massa nodular dengan fibrosis disekelilingnya dan emfisema. Nosul silikotik terletak di lokasi sentral dengan pola melingkar dari kolagen dan reticulin yang dikelilingi makrofag, fibroblast, sel mast, dan limfosit. Nodul silikotik yang awal lebih seluler dgn fibrosis yang kurang. Nodul bisa menyebar tetapi biasanya berkelompok didekat bronkiolus respiratorius bagian atas paru. Pda silikosis yang akut, ruang udara terisi dengan pewarna PAS, eksudat protein postif sering tidak dapat diedakan pada proteinosis alveola paru yang idiopati. Penampakan dari pneumonitis intersisial yang deskuamatif dan kerusakan alveolus yang menyebar dapat ditemukan dalam beberapa kasus.

Radiografi

Radiogragfi dada pada silikosis yang ringan menggambarkan opasitis yang melingkar dengan ukuran 1-10 mm dan timbul bilateral di daerah atas paru. Nodul bersatu di paru bagian atas dan menjadi fibrotik dengan kehilangan volume dan retraksi apikal dari hilus. Timbulnya nodus yang bersatu adalah diagnosis dari silikosis yang kompleks, massa yang lebih besar memberi kesan diagnosis fibrosis masif yang progresif. Daerah emfisema dan penimbulan bulla dengan penyakit yang lebih lanjut. Ada pelebaran yang sedang pada hilus dan nodus limfe mediastinal pada beberapa kasus. Kalsifikasi berbentuk kulit telur pada nodus limfe hilus ada pada sekitar 10% kasus. Silikosis yang cepat mempunyai gambaran radiografi seperti silikosis yang ringan tetapi berkembang pada periode laten yang singkat. Opasifikasi bentuk dasar gelas yang bilateral timbul pada ilikosis akut (silikoproteinosis) dan meniru bentuk oedem paru atau perdarahan alveolus.Rontgen dada polos kurang sensitif dari pada CT scan resolusi tinggi untuk mendiagnosis silikosis. CT scan meningkatkan deteksi awal dari nodus,penggabungan, dan emfisema akibat silika.

Diagnosis banding

Diagnosis silikosis berdasarkan riwayat dari terpapar debu silika, penimbulan nodul silikotik pada rontgen dada atau CT, dan penyingkitran dari penyakit lain yang mirip dengan silikosis. Termasuk infeksi mikobakterial dan jamur ataupun penyakit granulomatosa lainnya seperti sarcoidosis, penyakit berillium kronik, dan hipersensitivitas pneumonitis. Silikosis dan pneumokoniosis pekerja batubara sangat mirip gambaran radiografinya. Faktanya, banyak penambang batubara terpapar keduanya yaitu debu batu bara dan silika. Diagnosis dari silikosis akut berdasarkan paparan berlebihan dari silika, biasanya timubul berulang pada kurun waktu 103 tahn, dengan gambaran opasifikasi dasar gelas. Pemeriksaan jaringan paru biasanya diperlukan untuk membedakan dengan pneumonia, perdarahan alveolus, atau oedem paru non kardiogenik.Komplikasi

Komplikasi dari silikosis termasuk infeksi paru yang bersamaan , kanker paru, pneumothoraks spontan, dan bronkolithiasis. Perhatian khusus adalah infeksi tuberkulosis yang terjadi bersamaan. Walaupun insiden tuberkulosis meningkat dalam berbagai bentuk dari penyakit ini, tingkat infeksi meningkat pada silikosis akut dan silikosis yang cepat. Tes tuberkulin kulit yang positif harus dievaluasi yang sesuai dengan silikotuberkulosis.Penyakit lain yang dihubungkan dengan paparan silika termasuk penyakit jaringan konektif seperti sklerosis sistemik, artritis rheumatoid dan SLE.

Resiko kanker paru meningkat pada pekerja dengan silikosis. Pasien dengan fibrosis masisf yang progresif dapat menimbulakan gagal nafas kronik dan cor pulmonale.

Therapy

Tidak ada therapy yang spesifik untuk silikosis. Penanganan ditujukan untuk mencegah dari komplikasi, menghilangkan paparan debu silika, dan menangani akibat dari kegagalan nafas kronik. Karena kuat hubungannya antara silikosis dan tuberkulosis, infeksi mykobakterium tuberkulosis yang timbul bersamaan harus dipikirkan pada semua pasien dengan silikosis, terutama dengan pasien yang kemunduran kliniknya cepat. Perubahan uji tuberkulin kulit tanpa bukti klinis dari tbc aktif disarankan untuk memberikan terapi isoniazid profilaksis. Beberapa regimen obat digunakan untuk mengobati silikutuberkulosis. Bukti klinik sekarang yaitu dengan pengbatanb rifampisin, pyrazinamide, isoniazid dan streptomycin selama 4,5-6 bulan efektif dengan tingkat kekambuhan kurang dari 4%. Beberapa regimen obat termasuk isonoazid dan rifampicin dengan ethambutol, pyrazinamide atau streptomyin selama 9-24 bulan dihubungkan dengan tingkat kekambuhan sebesar 0-5%.Hipoksemia dan cor pulmonale ditangani dengan oksigen tambahan dan penangana suportif lainnya. Secara anekdot, kortikosteroid bisa membantu jika silikosis berhubungan dengan penyakit autoimun. Pada pasien dengan silikosis akut atau tipe cepat, kortikosteroid dapat menimbulkan perbaikan sementara pada fungsi paru.Pasien dengan silikosis harus dihindari tambahan paparan silika lainnya. Silikosis dan paparan silika dihuungkan dengan peningkatan resiko dari kanker paru.

Prognosis

Umumnya, pasien dengan silikosis ringan mempunyai jangka hidup yang normal dan tidak mempunyai kerusakan fisik. Gejala pernafasan yang sedang dapat timbul pada pasien lain. Komplikasi yang silikosis, bisa berkembang menjadi kecacatan bernapas yang berakhir dengan kematian. Kerusakan dan kematian meningkat jika terdapat infeksi tb dan penanganan yang tidak tepat. Perkembangan dari artritis reumatoid dan peningkatan faktor rematik bisa menandakan progresi dari penyakit paru. Obstruksi aliran nafas akibat silika dengan bronkitis atau emfisema, menghasilkan kerusakan yang signifikan dan sering dihubungkan kelainan kapasitas difusi yang progresif, pertukaran gas, dan toleransi latihan. Massa silikotik yang berkelompok merupakan pertanda dari kerusakan yang berat, cor pulmonale, dan kematian mendadak akibat gagal nafas. Jika silikosis berkembang pada umur awal, prognosisnya buruk.Pneumokoniosis Pekerja batu bara

Hal yang penting untuk diagnosis

-Riwayat lingkungan dan pekerjaan dari terpajannya inhalan

-Bukti dari penyakit intersisial paru, terutama bilateral, nodular yang mengenai bagian atas paru.

Perimbangan umum

Pneumokoniosis pekerja batubara (CWP) diakibatkan inhalasi debu batu bara. Pekerja batubara juga beresiko untuk penyakit paru lainnya seperti silikosis, anthrasilikosis, atau pneumokoniosis campuran antara debu batu bara dengan debu batuan yang keras. Studi terakhir menunjukkan 1,4-14% pekerja di amerika yang terjangkit CWP.

Pencegahan

Strategi pencegahan membutuhkan monitor lingkungan kerja dalam hal tingkat debu batu bara yang terhirup dan surveillans medik pada lingkungan kerja. Ventilasi udara yang baik dan penekanan debu memungkinkan pengusaha untuk memenuhi standar kepatuhan dan peraturan paparan debu. Dokter tidak boleh berasumsi bahwa pasien yang bekerja di tambang batu bara telah cukup dilindungi atau penggunaan respirator cukup untuk melindungi pekerja dari debu batu bara. Semua penambang batubara harus dianjurkan untuk di uji fungsi paru secara berkala dan foto rontgen dada.Penemuan klinik

Lesi patologik pada CWP adalah ditemukannya coal macule. Macula adalah akumulasi dari debu batubara yang fokal, makrofag dipenuhi debu, dan fibroblast. Terdapat disekitar bronkiolus respiratorius dan berhubungan dengan berebagai tingkat fibrosis dan emfisema fokal. Emfisema ini timbul pada penambang batu bara yang merokok ataupun yang tidak merokok. Peningkatan ukuaan makula dan jumlah dengan peningkatan penumpukan debu dan waktu. Secara tipikal ditemukan ditemukan di daerah atas dan tengah paru. CWP komplikata timbul jika makula individu tumbuh menjadi massa atau ergabung dengan macula lainnya. Opasitas yang besar didefinisikan diameternya lebih dari 1,0 cm pada rontgen paru. Nodul yang berkelompok terlihat secara radiografi seperti fibrosis masif yang progresif yang timbul pada penderita silikosis. Massa tersebut bisa tumbuh untuk menempati ruang lobus atas. Masa laten diperkirakan 20-40 tahun.Gejala dan tanda

CWP sederhana biasanya dengan asimtomatik tanpa adanya bukti dari kerusakan paru pada uji fungsi paru. Pasien sering melaporkan adanya bronkitis dari paparan debu batu bara tanpa memperhatikan bahwa mereka terdeteksi pneumokoniosis pada rontgen dada. CWP sederhana dapat berubah menjadi CWP komplikata, pasien mengeluhkan batuk, produksi sputum (kadang-kadang berwarna hitam), an dyspnoe. Debu batu bara, seperti debu silika, biasanya menyebabkan bronkitis kronik pada pekerja yang terpapar. Pada pemeriksaan fisik terdapat ronki basah kasar, deviasi trake karena FIBROSIS MASIF YANG PROGRESIF dan tanda gagal jantung kanan. FIBROSIS MASIF YANG PROGRESIF diasosiasikan dengan dyspnoe saat istirahat atau dengan tenaga, gejala dari bronkitis kronik, infeksi dada yang berulang, hipertrofi ventrikel kanan dan episode gagal jantung kanan.Penemuan Laboratorium

Pemunculan CWP sederhana pada radiografi tidak selalu dikaitkan dengan uji fungsi paru yang abnormal. Walaupun penambang dengan paparan berat debu batu bara mempunyai hasil FEV1 yang lebih rendah dibandingkan dengan yang paparan lebih rendah. Ini menunjukkan hubungan respons antara obstruksi aliran udara dan paparan debu. Penurunan kapasitas paru paksa (FVC) dan ratio FEV1/FVC adalah berhubungan dengan tingkat paparan. Hubungan antara paparan dan kelainan fungsi paru tetap ada walaupun terdapat penyesuaian pemakaian tembakau pada penambang. Debu batu bara dan tembakau menghasilkan penurunan paru yang sma. Penurunan FEV1 yang hebat timbul pada CWP berat. FIBROSIS MASIF YANG PROGRESIF dihubungkan dengan gabungan obstruksi/restriksi, sering dengan penurunan pada DLCO (Kapasitas difusi dari karbon monoksida) dan desaturasi oksigen pada saat istirahat dan latihan.Radiografi

Pada Cwp sederhana ditemukan opasitas yang kecil dan bulat pada parenkim paru. Lobus atas paru lebih banyak terlibat dibandingkan lobus bawah. Terdapat sedikit pembesaran dari nodus limfe hilus. Penampakan radiografi pada CWP sama seperti silikosis. Dibedakan dengan riwayat paparan dan penampakan histologi. CWP sederhana biasanya terdeteksi pada rontgen dada sebelum gejalanya timbul.Nodul akan meningkat dan bergabung pada CWP komplikata. FIBROSIS MASIF YANG PROGRESIF dihubungkan dengan jumlah yang signifikan dengan nodule yang besarnya lebih dari 1 cm.

Diagnosis banding

Dalam kebanyakan kasus CWP didiagnosis sebagai dugaan, berdasarkan foto toraks yang sesuai atau penampilan CT digabungkan dengan riwayat pajanan. Sebagian besar penambang telah bekerja di tambang batu bara minimal 10 tahun pada saat diagnosis. Diagnosis diferensial CWP terdiri dari gangguan lain yang menghasilkan nodul paru zona atas, termasuk silikosis, infeksi mikobakteri dan jamur, dan penyakit granulomatous lain seperti sarkoidosis, penyakit berilium kronis, dan pneumonitis hipersensitivitas. Penambang dengan CWP sederhana berada pada peningkatan risiko CWP rumit. Diagnosis diferensial CWP komplikata oleh FIBROSIS MASIF YANG PROGRESIF termasuk kanker dan infeksi.Komplikasi

CWP dikaitkan dengan peningkatan insiden infeksi mikobakteri, meskipun mereka kurang umum daripada silikosis. Pekerja Batubara juga dapat menjadi sindrom Caplan, yang menimbulkan hasil radiografis berupa nodul beberapa perifer (diameter 0,5-5 cm) diikuti pada CWP nodular sederhana. Pasien CWP dengan sindrom Caplan's baik dengan rheumatoid arthritis atau akan menjadi rematoid artritis di masa yang akan datang.Insiden dari gagal nafas kronik dan cor pulmonale meningkat pada CWP yang komplikata.

TherapyTidak ada terapi khusus untuk CWP. Pengobatan bertujuan untuk menghindari atau mengurangi paparan debu yang sedang berlangsung, mengurangi gejala, dan pengelolaan cor pulmonale / kegagalan pernafasan kronis. Perubahan pekerjaan umumnya diperlukan untuk paparan debu rendah. Namun, perkembangan penyakit bisa terjadi meskipun ada intervensi ini. Spirometri periodik dan radiografi berguna untuk memantau perkembangan penyakit. Pasien simtomatik memerlukan evaluasi pertukaran gas dan oksigen tambahan untuk hipoksia. Pasien dengan batuk dan dispnea akibat keterbatasan aliran udara dapat berkurang keluhannya dengan pengobatan bronkodilator inhalasi. Pasien dengan saluran napas hiperresponsif mungkin mendapat manfaat dari kortikosteroid inhalasi. Rehabilitasi paru dapat membantu memperbaiki kondisi jantung dan mempertahankan tingkat aktivitas pada pasien dengan FIBROSIS MASIF YANG PROGRESIF komplikasi yaitu kegagalan pernafasan kronis.Prognosis

Semua bentuk CWP akan berkembang, walaupun tidak adanya paparan debu sebelumnya. Prognosis CWP sederhana, bagaimanapun, adalah kontroversial, sebagian karena kesulitan dalam menghilangkan efek perancu yaitu penggunaan tembakau. Meskipun harapan hidup pekerja batubara sama dengan orang di profesi lain, tetapi pekerja batubara angka kematiannya meningkat akibat penyakit paru-paru, TBC, dan kanker perut. Sebaliknya, kematian akibat penyakit jantung dan kanker paru-paru yang lebih rendah. CWP komplikata dan FIBROSIS MASIF YANG PROGRESIF batubara terkait hubungannya dengan kegagalan pernapasan kronis dan cor pulmonale, sehingga mengakibatkan cacat paru signifikan dan kematian dini. Sekitar 4% dari kematian di tambang batu bara disebabkan CWP, terutama dari FIBROSIS MASIF YANG PROGRESIF. Faktor risiko untuk pengembangan FIBROSIS MASIF YANG PROGRESIF termasuk besarnya paparan debu, tingkat batu bara yang ditambang (antrasit membawa risiko yang paling, diikuti oleh bitumen dan lignit), dan konten silika dari debu batu bara. TBC aktif juga dapat menjadi faktor risiko bagi FIBROSIS MASIF YANG PROGRESIF, walaupun hubungan ini kontroversial.

Pneumokoniosis Lain

Pneumokoniosis telah dijelaskan sebagai penyakit akibat setelah terpapar debu yang banyak, Namun, kejadian penyakit ini jauh lebih rendah daripada asbestosis, silikosis, atau CWP. Beberapa kondisi dan paparan debu yang terkait tercantum dalam Tabel 31-1. Seperti pada semua pneumoconiosis, riwayat paparan dan mengenali suatu konstelasi yang tepat dari tanda-tanda, gejala, tes fungsi paru, dan kelainan radiografi sangat penting untuk menegakkan diagnosis. Rujukan ke spesialis paru harus dilakukan jika ada riwayat menunjukkan salah satu gangguan dibawah ini.

Michael E. Hanley, MDCarolyn H. Welsh, MD

Denver, ColoradoSeptember 2003McGraw-Hill Section IX. Occupational & Environmental Lung Diseases>Chapter 31. Pneumoconiosis>