50637703-skripsi-skripsi-209.docx
-
Upload
m-yusuf-hermawan -
Category
Documents
-
view
28 -
download
0
Transcript of 50637703-skripsi-skripsi-209.docx
ANALISIS PERBANDINGAN KINERJA KEUANGAN BANK SYARIAH DENGAN BANK KONVENSIONAL BERDASARKAN RASIO KEUANGAN
A. LATAR BELAKANG
Pada awal krisis moneter, Bank syariah merupakan bank yang belum begitu
terkenal di masyarakat Indonesia. hal ini terjadi karena masyarakat Indonesia hanya
mengenal Bank hasil cetakan Negara kapitalis yaitu Bank Konvensional. Bank
Konvensional adalah bank yang berasaskan sistem bunga. Dimana system bunga
dalam islam haram hukumnya, karena termasuk riba. Bank syariah sendiri menganut
asas sistem bagi hasil. Sistem tersebut mengatakan dimana kedua belah pihak terlebih
dahulu melakukan akad atau perjanjian baik dari segi keuntungan maupun dari segi
pembagian resiko andaikata mengalami kerugian. Di sistem ini tidak terdapat salah
satu pihak diuntungkan atau dirugikan.
Perjalanan tumbuh kembangnya bank syariah di Indonesia dimulai sejak
disahkan pemerintah Indonesia untuk beroperasi di Indonesia sanpai saat ini berjalan
sangat pesat. Hal ini dapat kita lihat dari segi pendirian bank syariah, pencetus
pertama bank syariah adalah Bank Muamalat Indonesia (hasil bentukan MUI dan
Pemerintah). Bank umum pertama yang berbasis syariah yang sampai saat ini bisa
bertahan dan mengalami perkembangan yang signifikan. Bank-bank syariah lainnya
bermunculan baik dalam bentuk bank umum syariah maupun unit usaha syariah yang
merupakan perpanjangantangan bank konvensional. Segi aset. Aset yang dimiliki
bank syariah dari awal berdiri baik bank pencetus bank syariah pertama atau pun
berdirinya bank-bank syariah lainnya sampai saat ini memang terbukti mengalami
peningkatan dan membantu perekonomian Indonesia.
Sebelumnya perkembangan bank syariah di Indonesia tidak diiringi
kepedulian dan minat masyarakat kita untuk menggunakan jasa bank tersebut. hal ini
terjadi karena masyarakat terbiasa menggunakan fasilitas bank konvensional yang
sudah dulu beroperasi di Indonesia. Selain itu, masyarakat kita masih belum mengerti
sistem yang digunakan bank syariah ditambah lagi istilah-istilah yang digunakan
mengunakan istilah-istilah bahasa arab. Walaupun demikian lambat laun masyarakat
kita saat ini sudah mulai tertarik menggunakan sistem bank syariah.
Pada saat ini bank-bank konvensional sudah mulai menggunakan sistem bank
syariah dengan mendirikan unit usaha syariah ataupun bank umum syariah. Hal ini
disebabkan karena jumlah penduduk dan agama yang dianut di Indonesia sendiri,
mayoritas penduduknya beragama Islam. Disitulah ceruk pasar perbankan syariah
yang diamati oleh eksekutif-eksekutif bank konvensional. Pada prinsipnya kedua
bank tersebut sama yang membedakan hanya pada sistem yang dianut itu sendiri,
bank syariah dengan sistem bagi hasil sedangkan bank konvensional dengan sistem
bunga.
Bank syariah begitu tahan banting terhadap gejolak ekonomi skala nasional
maupun internasional. Krisis ekonomi yang dialami Indonesia dimulai akhir tahun
1997 dan puncaknya tahun 1998 begitu fantastis, pertumbuhan ekonomi nasional
anjlok, rupiah terhadap dolar melemah (nilai tukar rupiah menjadi kira-kira 10 kali
lipat dari biasanya), terjadinya gejolak politik dengan lengsernya presiden pada waktu
itu, penjarahan dimana-mana dan banyak efek lainnya. Bank-bank konvensional pada
masa itu banyak yang gulung tikar. Demi menyelamatkan Negara, pemerintah cepat
tanggap penyelamatan perbankan nasional dengan mengeluarkan regulasi-regulasi
memproteksi terjadinya kehancuran perbankan nasional. Disaat itu bank syariah lah
yang bertahan di dunia perbankan nasional dari gejolak krisis ekonomi seperti Bank
Muamalat Indonesia. Bukan berarti tidak sama sekali terpengaruh, tapi bank syariah
(Bank Muamalat Indonesia) mampu bertahan dari segi likuiditas bank.
Selain itu, seperti krisis keuangan internasional atau krisis ekonomi global
yang kita rasakan triwulan ketiga tahun 2008. Krisis ini dikarenakan banyak nya
kredit macet dalam hal ini kredit macet perumahan di Amerika Serikat Negara yang
notabene Negara Adikuasa, mungkin lebih tepatnya Negara kaya akan utang.
Dampaknya begitu luas, dirasakan seantero bumi, seperti anjloknya harga minyak
dunia dan komoditas lainnya, anjloknya indek harga saham di pasar saham dimana
indek harga saham di dunia saling berkaitan, nilai tukar rupiah melemah terhadap
dolar (Amerika Serikat), terhambatnya ekspor impor dikarenakan melonjaknya harga
dipasaran tidak seperti biasanya dan khusus pada perbankan nasional, terjadi
perlambatan pertumbuhan perbankan nasional dikarenakan meningkatnya kredit
macet dimana penghasilan masyarakat berkurang dan berhubungan langsung dengan
daya beli masyarakat itu sendiri.
Aset bertambah, ekspansi besar-besaran bank-bank konvensional (khususnya
bank-bank konvensional yang bermodal besar, seperti Bank BRI, Mandiri, BCA dan
lainnya), perolehan laba yang kian periode kian bertambah, manajemen bank yang
tahan banting. Itu semua tidak datang begitu saja bak ketiban durian runtuh. Dibalik
itu semua yaitu adanya kerja keras manajemen bank. Upaya yang dilakukan salah
satu nya adalah meningkatkan kinerja operasional dalam hal ini kinerja keuangan
bank. Kinerja keuangan adalah gambaran baik buruknya nilai atau kesehatan suatu
bank. Kinerja keuangan dapat dianalisis menggunakan analisis rasio keuangan.
Dinilai kondisi kinerja keuangan suatu bank akan berdampak pada 1.)
meningkatnya DPK, 2.) loyalitas nasabah terjamin, 3.) meningkatnya kepercayaan
masyarakat pada bank tersebut, 4.) bagi bank itu sendiri nantinya dengan
kepercayaan tinggi bisa melakukan strategi ekspansi. Tapi jika sebaliknya, Dana
Pihak Ketiga (DPK) lambat laun akan menipis atau berkurang, begitu juga dengan
loyalitas nasabah, dan adanya ketakutan masyarakat nantinya jika sewaktu-waktu
bank tersebut kolaps, uang masyarakat (nasabah) tidak bisa kembali (sepenuhnya atau
sebahagian) yang berujung kerugian bank itu sendiri.
Penilaian kinerja keuangan bank dengan analisis rasio keuangan bertujuan
untuk menginformasikan kepada pihak-pihak yang berkepentingan mengenai kondisi
suatu bank dengan implikasi pihak tersebut nantinya berpikir apakah akan
mengunakan jasa bank tersebut dalam hal investasi, pinjaman dan lainnya, agar bank
dapat menilai kondisi keuangan bank nya apakah sudah berada pada posisi yang
disyaratkan oleh otoritas perbankan yaitu Bank Indonesia atau belum mencapai titik
aman yang distandarkan Bank Indonesia, antisipasi strategi apa yang perlu dibuat dan
diputuskan supaya bank tersebut tidak dilikuidasi, bagaimana dampaknya di mata
masyarakat dan lain sebagainya.
Sebagai salah satu lembaga keuangan, bank perlu menjaga kinerjanya agar
dapat beroperasi secara optimal. Terlebih lagi bank syariah harus bersaing dengan
bank konvensional yang dominan dan telah berkembang pesat di Indonesia.
Persaingan yang semakin tajam ini harus dibarengi dengan manajemen yang baik
untuk bisa bertahan di industri perbankan. Salah satu faktor yang harus diperhatikan
oleh bank untuk bisa terus bartahan hidup adalah kinerja (kondisi keuangan) bank.
Oleh karena itu, penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Analisis
Perbandingan Kinerja Keuangan Bank Syariah dengan Bank Konvensional
Berdasarkan Rasio Keuangan”.
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan uraian latar belakang masalah tersebut, maka yang menjadi
permasalahan dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana kinerja keuangan Bank Syariah jika dibandingkan dengan kinerja
Bank Umum konvensional untuk masing-masing rasio keuangan?
2. Adakah perbedaan yang signifikan atas kinerja keuangan perbankan syariah jika
dibandingkan dengan perbankan konvensional secara keseluruhan?
C. TUJUAN PENELITIAN
Tujuan yang hendak dicapai dalam kegiatan penelitian ini antara lain:
1. Menganalisa kinerja keuangan Bank Syariah jika dibandingkan dengan Bank
Umum Konvensional untuk masing-masing rasio keuangan.
2. Menganalisa kinerja keuangan Bank Syariah jika dibandingkan dengan Bank
Umum Konvensional secara keseluruhan.
D. MANFAAT PENELITIAN
Manfaat yang dapat diperoleh bagi beberapa pihak dari penelitian mengenai
perbandingan kinerja keuangan perbankan syariah dengan perbankan konvensional
antara lain:
1. Bagi penulis, dengan melakukan penelitian ini penulis memperoleh
pengalaman dan ilmu pengetahuan baru mengenai perbankan syariah
khususnya perbandinangan kinerja keuangan bank dan penelitian ini
nantinya bisa dijadikan perbandingan terhadap penelitian mendatang.
2. Bagi Bank syariah, dapat dijadikan sebagai catatan/koreksi untuk
mempertahankan dan meningkatkan kinerjanya, sekaligus memperbaiki
apabila ada kelemahan dan kekurangan.
3. Bagi bank konvensional, hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan
acuan atau pertimbangan untuk membentuk atau menambah Unit Usaha
Syariah atau bahkan mengkonversi menjadi bank syariah.
4. Bagi calon kreditur dan calon debitur, untuk memberikan informasi
tentang kondisi perusahaan sebagai pertimbangan melakukan investasi
dan peminjaman kredit.
E. KAJIAN PUSTAKA
1. Landasan teori
1.1 Penelitian Terdahulu
Perkembangan teori ekonomi begitu dinamis dari teori ekonomi
klasik sampai teori ekonomi modern. Hal ini dikarenakan aktivitas dan
kebutuhan manusia semakin tua umur dunia semakin komplek sehingga
perlu solusi supaya tercipta sistem yang efektif dan efisien. Di dalamnya
terkandung teori manajemen keuangan. Teori ini mengatakan bagaimana
mencapai hasil yang maksimal sesuai dengan perencanaan yang dicetus
sebelumnya. Teori manajemen keuangan memiliki banyak alternatif alat
pengukuran kinerja suatu bank, salah satunya rasio keuangan.
Beberapa studi yang berhubungan dengan penilaian kinerja
perusahaan perbankan dengan menggunakan indikator rasio keuangan
Thompson (1991), mengatakan bahwa dengan menguji manfaat rasio
keuangan dapat digunakan dalam memprediksi terjadinya kebangkrutan
pada sebuah bank. Payamta dan Mas’ud Machfoedz, (1999) mengukur
kinerja keuangan perusahaan perbankan dengan menggunakan berbagai
rasio CAMEL (Capital adequacy, Asset quality, Management, Earning,
dan Liquidity). Eko Widodo (2001) dalam penelitiannya,berpendapat
bahwa dengan menggunakan rasio keuangan dapat digunakan untuk
mengukur asosiasi likuiditas, struktur modal, dan kualitas aktiva dengan
profitabilitas bank.
Penelitian tentang perbandingan kinerja bank sudah dilakukan oleh
beberapa orang peneliti, antara lain:
1. Ibnu Falah Rosyadi (2007), melakukan penelitian dengan
membandingkan kinerja keuangan Bank Syariah dengan Bank
Konvensional berdasarkan rasio keuangan. Studi kasus : BMI dan 7
(tujuh) Bank Umum Konvensional. Kriteria yang digunakan dalam
penelitian, yaitu Capital Adequacy Ratio (CAR) dari Rasio
Permodalan), Non Performing Loan (NPL) dari Rasio Kualitas Aktiva
Produktif, Return On Asset (ROA) dan Return On Equity (ROE) dari
Rasio Rentabilitas, Loan to Deposit Ratio (LDR) dari Rasio
Likuiditas, dan terakhir Beban Operasional Pendapatan Operasional
(BOPO) dari Rasio Efisiensi.
1. Rasio permodalan, diwakili oleh rasio Capital Adequacy Ratio
(CAR)
CAR= Modal BankTotal ATMR
× 100 %
2. Rasio Kualitas Aktiva Produktif, diwakili oleh rasio Non
Performing Loan (NPL).
NPL=Total Kredit BermasalahTotal Seluruh Kredit
100 %
3. Rasio Rentabilitas, diwakili oleh rasio Return On Asset (ROA) dan
Return On Equity (ROE).
ROA= Laba BersihTotal Aktiva
× 100 %
ROE= Laba BersihModal Sendiri
×100 %
4. Rasio Efisiensi, diwakili oleh Beban Operasional dibagi
Pendapatan Operasional (BOPO).
BOPO= BebanOperasionalPendapatanOperasional
× 100 %
5. Rasio Likuiditas, diwakili oleh Loan to Deposit Ratio (LDR).
LDR=Total Kredit yang DisalurkanDana Pihak Ketiga
×100 %
Dengan menggunakan indikator kinerja keuangan diatas peneliti ini
menyimpulkan bahwa hasil penelitian secara keseluruhan kinerja BMI
lebih baik daripada kinerja bank umum konvensional meskipun
beberapa rasio memperlihatkan kinerja BMI tidak lebih baik daripda
kinerja bank umum konvensional. Hal ini terlihat dari kualitas Kualitas
CAR BMI masih dibawah bank umum konvensional. Hal ini
disebabkan karena modal yang dimiliki BMI jumlahnya relatif kecil.
Berbeda dengan bank umum konvensional yang rata-rata memiliki
jumlah modal lebih besar dibandingkan bank umum syariah.
Kualitas NPL BMI lebih baik dibandingkan dengan bank umum
konvensional. Hal ini dikarenakan penyaluran dana yang terbesar saat
ini masih terfokus pada pembiayaan mudharabah yang relatif
memiliki resiko yang relatif rendah sehingga timbulnya piutang
kurang lancar atau macet semakin kecil. Selain itu, rendahnya nilai
NPL BMI disebabkan aktivitas BMI yang tidak bermain disektor
property, sementara itu, pada saat yang sama hampir semua bank
umum konvensional mengalokasikan dananya pada sektor property
sehingga ketika krisis moneter melanda Indonesia banyak debitur yang
tidak mampu membayar hutangnya (kredit macet). Akibatnya kualitas
aktiva produktif bank umum konvensional menurun yang ditunjukkan
dengan angka rasio NPL yang tinggi.
ROA BMI cenderung lebih rendah dibandingkan bank umum
konvensional. Hal ini disebabkan tingkat efisiensi bank yang
dibuktikan dengan beban operasional yang lebih besar dibandingkan
dengan pendapatan operasional. Beban operasional yang tinggi akan
mengakibatkan turunnya laba bersih.
Rasio ROE BMI pada penelitian ini cenderung lebih besar dari bank
umum konvensional. Hal ini disebabkan modal (ekuitas) BMI
tergolong masih kecil dibandingkan dengan bank umum konvensional
sehingga angka ROE yang merupakan perbandingan antara laba bersih
dengan total ekuitas menjadi lebih besar.
LDR BMI cenderung lebih baik dibandingkan dengan bank umum
konvensional. Hal ini dikarenakan filosofi bank sebagai lembaga
perantara dapat berfungsi dengan baik pada BMI. Sebagai perantara,
berarti simpanan dana pihak ketiga tidak boleh idle dan dana harus
berputar.
Kualitas BOPO BMI pada penelitian ini cenderung lebih rendah
dibandingkan dengan bank umum konvensional. Hal ini dikarenakan
beban operasional BMI lebih rendah dibandingkan dengan pendapatan
operasional BMI. Tingginya beban operasional disebabkan oleh biaya
overhead yang besar pada BMI, seperti biaya personalia, beban umum,
dan administrasi (sewa gedung, promosi, perbaikan/pemeliharaan dan
lain-lain).
2. Isna Rahmawati (2008), melakukan penelitian tentang Analisis
Komparasi Kinerja Keuangan Antara PT. Bank Syariah Mandiri Dan
PT. Bank Rakyat Indonesia Periode 1999-2001. Indikator yang
digunakan dalam penelitian yaitu rasio keuangan antara lain rasio
solvabilitas diwakilkan oleh CAR, rasio rentabilitas diwakilkan oleh
ROA, ROE, dan BOPO. Dengan menggunakan indikator kinerja
keuangan diatas peneliti ini menyimpulkan bahwa hasil penelitian
menunjukkan terdapat perbedaan kinerja bank syariah madiri dengan
bank rakyat Indonesia. Tingkat kesehatan bank dapat dilihat dari rasio
solvabilitas. Dilihat dari CAR, Bank Syari’ah Mandiri tergolong lebih
sehat dibandingkan Bank Rakyat Indonesia selama periode 1999-2001.
Mencerminkan bahwa permodalannya semakin baik karena dapat
digunakan untuk menjamin pemberian kredit atau pembiayaan. Hal ini
dikarena equity capital atau modal sendiri yang dimiliki PT. Bank
Rakyat Indonesia untuk menjalankan operasionalisasinya pada periode
tersebut belum cukup mampu digunakan untuk menjamin pemberian
kredit, menutup setiap penurunan total asset yang dimilikinya, serta
menutup kredit atau pembiayaan usaha yang diberikannya. Selama
periode 1999-2000 PT. Bank Rakyat Indonesia mengalami negative
spread sehingga ikut pula mempengaruhi permodalan yang
dimilikinya.
Dilihat dari rasio rentabilitasnya, ROA kedua bank tersebut pada tahun
1999 belum cukup profitabel. Sementara pada tahun 2000-2001 PT.
Bank Syari’ah Mandiri memiliki kinerja keuangan yang lebih baik
dibandingkan PT. Bank Rakyat Indonesia. Hal tersebut terjadi karena
selama tahun 1999-2000, PT. Bank Rakyat Indonesia mengalami
negative spread atau keuntungan minus akibat bunga yang dibayar
lebih tinggi daripada bunga yang diperolehnya. Sementara PT. Bank
Syari’ah Mandiri yang menggunakan prinsip bagi hasil dalam kegiatan
operasionalnya cukup mampu menghasilkan laba baik dari
pemanfaatan aset, modal, maupun operasional usahanya. Kualitas
ROE Bank Rakyat Indonesia yang lebih baik dibandingkan PT. Bank
Syari’ah Mandiri. Hal ini disebabkan karena modal yang dimiliki bank
syariah mandiri jumlahnya relatif kecil. Berbeda dengan bank rakyat
indonesia yang memiliki jumlah modal dan operasional usahanya lebih
besar dibandingkan bank syariah mandiri dimana total asset dan total
equity yang dimilikinya belum sebesar PT. Bank Rakyat Indonesia
yang telah puluhan tahun beroperasi. Berdasarkan nilai operating
rationya (BOPO), selama tahun 1999 kondisi kedua bank tergolong
kurang sehat. Hal ini ditunjukkan dengan nilai operating ratio yang
melewati dari standar yang ditetapkan Bank Indonesia yaitu sebesar 94
% − 96 %. Sedangkan pada tahun 2000, Bank Syari’ah Mandiri
tergolong sehat dibandingkan Bank Rakyat Indonesia karena rasionya
lebih kecil dari standar yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
Sementara pada tahun 2001, kedua bank ini tergolong cukup sehat.
Meskipun demikian, Bank Rakyat Indonesia lebih sehat karena nilai
operating rationya lebih kecil dibanding dengan Bank Syari’ah
Mandiri. Hal terjadi karena biaya operasi dan biaya non operasional
yang dikeluarkan oleh bank tersebut lebih besar dari pendapatan yang
diterima.
3. Anita Febryani dan Rahadian Zulfadin. Peneliti melakukan penelitian
tentang analisis kinerja bank devisa dengan bank non devisa di
Indonesia periode tahun 2000-2001. Penelitian menggunakan analisis
keuangan dengan instrumen rasio keuangan, yaitu ROA dan ROE pada
rasio rentabilitas dan LDR pada rasio likuiditas. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa pada tahun 2000 tidak terdapat perbedaan kinerja
antara bank devisa dan non devisa jika dilihat dari ROA, ROE dan
LDR. Hal ini kemungkinan terjadi karena bank devisa tidak secara
maksimal memanfaatkan peluang memperoleh laba dari transaksi
dengan mempergunakan mata uang asing. Faktor lain adalah besarnya
kredit macet yang dimiliki oleh bank devisa akibat melambungnya
tingkat suku bunga bank.
Hasil uji statistik untuk tahun 2001 juga menunjukkan tidak adanya
perbedaan kinerja antara bank devisa dengan bank non devisa jika
dilihat dari ROA dan ROE. Sedangkan untuk indikator LDR hasil
penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan kinerja yang cukup
signifikan antara bank devisa dan non devisa. Hal ini disebabkan oleh
membaiknya kondisi perekonomian Indonesia, yang diikuti penurunan
tingkat suku bunga perbankan sehingga berdampak positif untuk
sektor perbankan.
1.2 Pedoman Perhitungan Rasio Keuangan Bank oleh Bank Indonesia
melalui Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 3/30/DPND tanggal
14 Desember 2001.
Table dibawah akan menampilkan Pedoman Perhitungan Rasio
Keuangan Bank oleh Bank Indonesia melalui Surat Edaran Bank
Indonesia Nomor 3/30/DPND tanggal 14 Desember 2001. Tetapi
indikator kinerja keuangannya hanya yang penulis perlukan berkaitan
dengan penelitian ini bertujuan untuk membandingkan, menilai posisi
baik buruknya kinerja keuangan yang dibandingkan antara kinerja
keuangan bank syariah dengan bank konvensional.
Table 2.1 Perhitungan Rasio Keuangan oleh Bank Indonesia
No Rasio Formula Keterangan
I. Permodalan
1. CAR(Modal terhadap ATMR)
Modal
Aktiva Tertimbang Menurut Resiko
Perhitungan Modal dan Aktiva Tertimbang Menurut Resiko dilakukan berdasarkan ketentuan Kewajiban Penyediaan Modal Minimum yang berlaku
II. Aktiva Produktif1. NPL
(kredit bermasalah terhadap total kredit)
Kredit Bermasalah
Total Kredit
Kredit merupakan kredit yang diberikan kepada pihak ketiga (tidak termasuk kredit pada bank lain).
Kredit bermasalah adalah kredit dengan kualitas kurang lancar, diragukan dan macet.
Kredit bermasalah dihitung secara gross (tidak dikurangi PPAP).
Angka dihitung per posisi (tidak disetahunkan)
III. Rentabilitas1. ROA
(Return On Asset)Laba sebelum pajak
Rata-rata total aset
Perhitungan laba sebelum pajak disetahunkan. Contoh : untuk posisi Juni: (Akumulasi laba per posisi Juni/6) x 12
Rata-rata total asset. Contoh: untuk posisi Juni: (Penjumlahan total asset Januari – Juni)/6
2. ROE(Return On Equity)
Laba setelah pajak
Rata-rata Equity
Rata-rata equity: rata-rata modal inti (tier 1). Contoh: Untuk posisi Juni: (Penjumlahan modal inti Januari – Juni)/6
Perhitungan modal inti dilakukan berdasarkan ketentuan Kewajiban Penyediaan Modal Minimum yang berlaku.
3. BOPO(Beban Operasi terhadap Pendapatan Operasi)
Total Beban
Operasional
Total Pendapatan
Operasional
Angka dihitung per posisi (tidak disetahunkan)
IV. Likuiditas6. LDR
(Kredit terhadap dana pihak ketiga)
Kredit
Dana Pihak Ketiga
Kredit merupakan kredit yang diberikan kepada pihak ketiga (tidak termasuk kredit pada bank lain).
Dana pihak ketiga mencakup giro, tabungan, deposito (tidak termasuk giro dan deposito antar bank)
Begitu banyak peneliti yang melakukan penelitian yang berkaitan
dengan kinerja keuangan perusahaan perbankan yang menggunakan
indikator rasio-rasio keuangan. Hasil yang diharapkan bisa membantu
pemerintah dalam mengatur regulasi perbankan yang merupakan
otoritas Bank Indonesia, supaya investor tidak salah menempatkan
dananya. Sedangkan bagi akademisi penelitian ini digunakan untuk
terus belajar dinamisasi ekonomi khususnya moneter dan bisa
memberikan sumbangsih berkelanjutan demi kemajuan ekonomi
moneter dan lain sebagainya. Sebagai penulis yang melakukan
penelitian ini, penulis telah mengatur dan menentukan rumusan
penggunaan penilaian penelitian analisa perbandingan kinerja
keuangan bank syariah dan bank konvensional dari berbagai referensi
baik dari peneliti terdahulu maupun panduan dari otoritas perbankan
nasional yaitu Bank Indonesia seperti yang telah diuraikan di atas.
Penulis dalam penelitian ini menggunakan rumusan perhitungan
kinerja keuangan perusahaan bank, yaitu menggunakan perhitungan
atau rumusan yang digunakan peneliti terdahulu Ibnu Falah Rosyadi
(2007) dan didukung oleh peneliti-peneliti yang pada umumnya
menggunakan rumusan yang sama. Disamping itu, penelitian yang
penulis lakukan merupakan reflikasi penelitian yang dilakukan oleh
Ibnu Falah Rosyadi yaitu dengan judul penelitian yang sama.
1.3 Pengertian Bank
Menurut undang-undang RI nomor 10 tahun 1998 tanggal 10
november 1998 tentang perbankan Kasmir (2007), mengatakan yang
dimaksud dengan bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari
masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada
masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam
rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.
1.4 Pengertian Bank Konvensional
Bank Konvensional merupakan bank umum dan bank perkreditan
rakyat yang beroperasi secara konvensional sebagaimana yang dimaksud
dalam Undang-Undang tentang Perbankan.
Bank konvensional dapat didefinisikan seperti pada pengertian
bank umum pada pasal 1 ayat 3 Undang-Undang No. 10 tahun 1998
dengan menghilangkan kalimat “dan atau berdasarkan prinsip syariah”,
yaitu bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional yang
dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
1.5 Bank Syariah
1.5.1 Pengertian Bank Syariah
Bank syariah, atau Bank Islam, merupakan salah satu bentuk dari
perbankan nasional yang mendasarkan operasionalnya pada syariat
(hukum) Islam. Menurut Schaik (2001), Bank Islam adalah sebuah bentuk
dari bank modern yang didasarkan pada hukum Islam yang sah,
dikembangkan pada abad pertama Islam, menggunakan konsep berbagi
risiko sebagai metode utama, dan meniadakan keuangan berdasarkan
kepastian serta keuntungan yang ditentukan sebelumnya. Sudarsono
(2004), Bank Syariah adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya
memberikan kredit dan jasa-jasa lain dalam lalu-lintas pembayaran serta
peredaran uang yang beroperasi dengan prinsip-prinsip syariah. Definisi
Bank Syariah menurut Muhammad (2002) dalam Donna (2006), adalah
lembaga keuangan yang beroperasi dengan tidak mengandalkan pada
bunga yang usaha pokoknya memberikan pembiayaan dan jasa-jasa
lainnya dalam lalu-lintas pembayaran serta peredaran uang yang
pengoperasiannya sesuai dengan prinsip syariat Islam. Perbankan Syariah
yaitu segala sesuatu yang menyangkut tentang Bank Syariah dan Unit
Usaha Syariah, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan
proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya.
Bank Syariah merupakan Bank yang menjalankan kegiatan
usahanya berdasarkan Prinsip Syariah dan menurut jenisnya terdiri atas
Bank Umum Syariah dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah. Bank Umum
Syariah adalah Bank Syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa
dalam lalu lintas pembayaran. Unit Usaha Syariah, yang selanjutnya
disebut UUS, adalah unit kerja dari kantor pusat Bank Umum
Konvensional yang berfungsi sebagai kantor induk dari kantor atau unit
yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan Prinsip Syariah, atau unit
kerja di kantor cabang dari suatu Bank yang berkedudukan di luar negeri
yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional yang berfungsi
sebagai kantor induk dari kantor cabang pembantu syariah dan/atau unit
syariah (UU No. 21 Tahun 2008 : Bank Syariah).
1.6 Perbedaan Bank Syariah Dengan Bank Konvensional
Bank konvensional dan bank syariah dalam beberapa hal memiliki
persamaan, terutama dalam sisi teknis penerimaan uang, mekanisme
transfer, teknologi komputer yang digunakan, persyaratan umum
pembiayaan, dan lain sebagainya.
Secara garis besar perbandingan bank syariah dengan bank
konvensional dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 2.2. Perbandingan Bank Syariah dengan Bank Konvensional.
Bank syariah Bank Konvensional 1. Melakukan investasi-investasi yang
halal saja. 2. Berdasarkan prinsip bagi hasil, jual
beli, atau sewa. 3. Berorientasi pada keuntungan (profit
oriented) dan kemakmuran dan kebahagian dunia akhirat
4. Hubungan dengan nasabah dalam bentuk hubungan kemitraan.
5. Penghimpunan dan penyaluran dana harus sesuai dengan fatwa Dewan Pengawas Syariah
1. Investasi yang halal dan haram.
2. Memakai perangkat bunga.
3. Profit oriented
4. Hubungan dengan nasabah dalam bentuk hubungan kreditur-debitur.
5. Tidak terdapat dewan sejenis.
1.7 Rasio Keuangan
1.7.1 Rasio Permodalan (Solvabilitas)
Penggunaan modal bank dimaksudkan untuk memenuhi segala
kebutuhan guna menunjang kegiatan operasi bank. Modal merupakan
factor penting dalam upaya mengembangkan usaha bank. Bank Indonesia
sebagai otoritas moneter menetapkan ketentuan mengenai kewajiban
penyediaan modal minimum yang harus selalu dipeertahankan setiap
bank. Ketentuan pemenuhan permodalan minimum bank disebut Capital
Adequacy Ratio (CAR).
Capital Adequacy Ratio (CAR) adalah rasio yang memperlihatkan
seberapa jauh aktiva bank yang mengandung resiko (kredit, penyertaan,
surat berharga, tagihan pada bank lain) ikut dibiayai dari dana modal
sendiri bank di samping memperoleh dana-dana dari sumber-sumber di
luar bank, seperti dana masyarakat, pinjaman (utang), dll (Ahmad Faisol,
2007).
Rasio kecukupan modal (CAR) dalam suatu bank merupakan hal
yang penting. Karena, hal ini menyangkut indikator apakah bank tersebut
tergolong bank sehat atau tidak. Dengan rasio kecukupan modal ini dapat
menunjukkan keadaan bank tersebut secara keseluruhan. Bank yang
memiliki tingkat kecukupan modal dengan baik dapat menunjukkan
idikator sebagai bank yang sehat (Muhammad, 2005). CAR dihitung
berdasarkan jenis asset tertimbang menurut resiko. Penetapan CAR
minimum oleh Bank Indonesia merupakan suatu cara untuk memaksa
perbankan baik perbankan syariah maupun perbankan konvensional
menyediakan modal guna mengantisipasi kerugian yang ditanggung oleh
nasabah bank (Fadhil Arsil, 2007).
Menurut Zainul Arifin dalam Muhamad, 2002 Tingkat kecukupan
modal ini dapat diukur dengan cara :
a. Membandingkan modal dengan dana-dana pihak ketiga
b. Membandingkan modal dengan aktiva beresiko.
Komponen modal inti pada prinsipnya terdiri atas modal disetor
dan cadangan-cadangan yang dibentuk dari laba setelah pajak, dengan
perincian sebagai berikut:
1. Modal Disetor
Modal disetor adalah modal yang telah disetor secara efektif oleh
pemiliknya. Bank yang berbadan hukum koperasi, modal disetor terdiri
atas simpanan pokok dan simpanan wajib para anggotanya.
2. Agio Saham
Agio saham adalah selisih lebih setoran modal yang diterima oleh
bank sebagai akibat dari harga saham yang melebihi nilai nominalnya.
3. Modal Sumbangan, yaitu modal yang diperoleh kembali dari
sumbangan saham atau uang oleh pihak lain, termasuk selisih nilai
yang tercatat dengan harga apabila saham dijual kembali.
4. Cadangan umum
Cadangan yang dibentuk dari penyisihan laba ditahan atau laba
bersih setelah dikurangi pajak dan mendapat persetujuan rapat umum
pemegang saham atau rapat anggota sesuai anggaran masing-masing.
5. Cadangan Tujuan
Cadangan tujuan adalah bagian laba setelah dikurangi pajak yang
disisihkan untuk tujuan tertentu dan telah mendapat persetujuan rapat
umum pemegang saham atau rapat anggota.
6. Laba ditahan
Laba ditahan adalah saldo laba bersih setelah dikurangi pajak yang
oleh rapat umum pemegang saham atau rapat anggota diputuskan untuk
tidak dibagikan.
7. Laba Tahun Lalu
Laba tahun lalu adalah laba bersih tahun-tahun lalu setelah
dikurangi pajak dan belum ditentukan penggunaannya oleh rapat umum
pemegang saham atau rapat anggota. Jumlah laba tahun lalu yang
diperhitungkan sebagai modal hanya sebesar 50%. Jika bank mempunyai
saldo rugi pada tahun-tahun lalu, seluruh kerugian tersebut menjadi faktor
pengurang dari modal inti.
8. Laba Tahun Berjalan
Laba tahun berjalan adalah laba yang diperoleh dalam tahun buku
berjalan setelah dikurangi taksiran utang pajak. Jumlah laba tahun buku
berjalan yang diperhitungkan sebagai modal inti hanya sebesar 50%. Jika
bank mengalami kerugian pada tahun berjalan, seluruh kerugian tersebut
menjadi faktor pengurang dari modal inti.
9. Bagian kekayaan bersih anak perusahaan yang laporan keuangannya
dikonsolidasikan.
10. Bila dalam pembukuan bank terdapat Goodwill, maka jumlah modal
inti harus dikurangkan dengan nila Goodwill tersebut.
Bagian kekayaan bersih tersebut adalah modal inti anak
perusahaan setelah dikompensasikan nilai penyertaan bank pada anak
perusahaan tersebut. Anak perusahaan adalah bank dan Lembaga
Keuangan Bukan Bank (LKBB) lain yang mayoritas sahamnya dimiliki
oleh bank.
Modal pelengkap (jika ada) terdiri atas cadangan-cadangan yang
tidak dibentuk dari laba setelah pajak dan pinjaman yang sifatnya dapat
dipersamakan dengan modal, dengan perincian sebagai berikut:
1. Cadangan revaluasi aktiva tetap
Cadangan revaluasi aktiva tetap adalah cadangan yang dibentuk
dari selisih penilaian kembali aktiva tetap yang telah mendapat
persetujuan dari Direktorat Jenderal Pajak.
2. Cadangan penghapusan aktiva yang diklasifikasikan
Cadangan penghapusan aktiva yang diklasifikasikan adalah
cadangan yang dibentuk dengan cara membebani laba rugi tahun berjalan.
Hal ini dimaksudkan untuk menampung kerugian yang mungkin timbul
sebagai akibat tidak diterimanya kembali sebagian atau seluruh aktiva
produktif.
3. Modal Pinjaman, yang mempunyai ciri-ciri:
Tidak dijamin oleh bank yang bersangkutan dan dipersamakan
dengan modal dan telah dibayar penuh.
Tidak dapat dilunasi atas inisiatif pemilik, tanpa persetujuan BI
Mempunyai kedudukan yang sama dengan modal dalam hal
memikul kerugian bank
Pembayaran bunga dapat ditangguhkan bila Bank dalam keadaan
rugi.
4. Pinjaman Subordinasi
Pinjaman subordinasi adalah pinjaman yang harus memenuhi
berbagai syarat, seperti ada perjanjian tertulis antara bank dan pemberi
pinjaman, mendapat persetujuan dari Bank Indonesia, minimal berjangka
5 tahun, dan pelunasan sebelum jatuh tempo harus atas persetujuan Bank
Indonesia.
Pinjaman Subordinasi mempunyai syarat-syarat sebagai berikut:
Ada perjanjian tertulis antara pemberi pinjaman dengan bank
Mendapat persetujuan dari BI
Tidak dijamin oleh Bank yang bersangkutan
Minimal berjangka waktu 5 tahun
Pelunasan pinjaman harus dengan persetujuan BI
Hak tagih dalam hal terjadi liquidasi berlaku paling akhir
(kedudukannya sama dengan modal)
Bank syariah dalam menghimpun dana selalu berusaha berhati-hati
agar tidak tercampur hal-hal yang dianggap terlarang (haram), maka
penggunaan modal pelengkap, khususnya modal pinjaman dan
subordinasi karena menggunakan bunga, pada bank syariah sedapat
mungkin dihindari.
Dalam kerangka paket deregulasi tanggal 29 Februari 1991
(Pakfeb’91), Bank Indonesia mewajibkan setiap bank umum menyediakan
modal minimum sebesar 8% dari total Aktiva Tertimbang Menurut Risiko
(ATMR). Presentase kebutuhan modal minimum ini disebut Capital
Adequacy Ratio (CAR).
Perhitungan penyediaan modal minimum atau kecukupan modal
bank (capital adequacy) didasarkan kepada rasio atau perbandingan antara
modal yang dimiliki bank dan jumlah Aktiva Tertimbang Menurut Risiko
(ATMR). Aktiva dalam perhitungan ini mencakup aktiva yang tercantum
dalam neraca maupun aktiva yang bersifat administratif sebagaimana
tercermin dalam kewajiban yang masih bersifat kontingen dan atau
komitmen yang disediakan bagi pihak ketiga.
Langkah-langkah perhitungan penyediaan modal minimum bank
adalah sebagai berikut:
1. ATMR aktiva neraca dihitung dengan cara mengalikan nilai nominal
masing-masing aktiva yang bersangkutan dengan bobot risiko dari
masing-masing pos aktiva neraca tersebut.
2. ATMR aktiva administratif dihitung dengan cara mengalikan nilai
nominal rekening administratif yang bersangkutan dengan bobot risiko
dari masing-masing pos rekening tersebut. Untuk bank syariah, ATMR
aktiva administratif (jaminan letter of credit (L/C), jaminan surat
berharga, kewajiban kembali membeli aktiva bank dengan
menggunakan kontrak pembelian kembali (repurchase agreement),
dan posisi netto kontrak berjangka pasar uang) tidak digunakan dalam
perhitungan disebabkan karena sebagian besar ATMR aktiva
administratif tersebut di atas masih menggunakan instrument bungan
dan untung-untungan (gharar).
3. Total ATMR = ATMR aktiva neraca + ATMR aktiva administratif.
Untuk bank syariah hanya menggunakan total ATMR aktiva produktif.
4. Rasio modal bank dihitung dengan cara membandingkan antara modal
bank (modal inti + modal pelengkap) dan total ATMR. Rasio tersebut
dapat dirumuskan sebagai berikut:
CAR= MODAL BANKTOTAL ATMR
×100 %
Hasil perhitungan rasio diatas, kemudian dibandingkan dengan
kewajiban penyediaan modal minimum (yakni sebesar 8%). Berdasarkan
hasil perbandingan tersebut, dapatlah diketahui apakah bank yang
bersangkutan telah memenuhi ketentuan CAR (kecukupan modal) atau
tidak. Jika hasil perbandingan antara perhitungan rasio modal dan
kewajiban penyediaan modal minimum sama dengan 100% atau lebih,
modal bank yang bersangkutan telah memenuhi ketentuan CAR
(kecukupan modal). Sebaliknya, bila hasilnya kurang dari 100%, modal
bank tersebut tidak memenuhi ketentuan CAR.
1.7.2 Rasio Kualitas Aktiva Produktif (KAP)
Pengertian aktiva produktif dalam Surat Keputusan Direksi Bank
Indonesia No. 31/147/KEP/DIR Tanggal 12 November 1998 tentang
Kualitas Aktiva Produktif adalah penanaman dana bank baik dalam
Rupiah maupun valuta asing dalam bentuk kredit, surat berharga,
penempatan dana antar bank, penyertaan, komitmen dan kontijensi pada
transaksi rekening administratif.
Kualitas Aktiva Produktif dinilai berdasarkan:
1. Prospek usaha
2. Kondisi keuangan dengan penekanan pada arus kas debitur
3. Kemampuan Membayar
Berdasarkan analisis dan penilaian terhadap faktor penilaian mengenai
prospek usaha, kinerja debitur, kemampuan membayar dengan
mempertimbangkan komponen-komponen yang tidak disebutkan, kualitas
kredit ditetapkan menjadi:
a. Lancar (Pass)
b. Dalam perhatian khusus (special mention)
c. Kurang lancar (sub standard)
d. Diragukan (doubtful)
e. Macet (loss)
Aktiva produktif bermasalah (NPL) merupakan aktiva produktif dengan
kualitas aktiva kurang lancar, diragukan, dan macet. Non Performing Loan
(NPL) merupakan kredit bermasalah (kredit dengan kualitas kurang
lancer, diragukan, dan macet) terhadapt total kredit (kredit yang diberikan
kepada pihak ketiga; tidak termasuk kredit kepada bank lain). Besarnya
NPL dapat dirumuskan sebagai berikut:
NPL=Total Kredit BermasalahTotal Seluruh Kredit
×100 %
Untuk bank syariah, instrument Non Performing Loan (NPL) yang
digunakan pada rasio likuiditas oleh bank umum konvensional memiliki
istilah yang berbeda yaitu Non Performing Financing (NPF). Akan tetapi,
pada dasarnya NPL dan NPF ini memiliki pengertian yang sama yang
membedakan hanya pada istilah kredit digunakan bank umum
konvensional dan pembiayaan di bank syariah. Rasio NPF dapat
dirumuskan sebagai berikut:
NPF=Total Kredit BermasalahTotal Pembiayaan
×100 %
Pembiayaan = pembiayaan mudharabah & musyarakah, piutang
mudharabah ishtisna, salam dan qard
1.7.3 Rasio Rentabilitas (Earning)
Analisis rasio rentabilitas bank adalah alat untuk menganalisis
atau mengukur tingkat efisiensi usaha dan profitabilitas yang dicapai oleh
bank yang bersangkutan. Rasio rentabilitas yang digunakan dalam
penelitian ini adalah Return on Asset (ROA) dan Return on Equity (ROE).
Perhitungan rasio rentabilitas dengan instrumen ROA dan ROE pada
system bank konvensional dan bank syariah itu sama, tidak terdapat
perbedaan sama sekali.
1. Return on Assets (ROA)
Rasio ini digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen
bank dalam memperoleh keuntungan (laba) secara keseluruhan. Semakin
besar ROA suatu bank, semakin besar pula tingkat keuntungan yang
dicapai bank tersebut dan semakin baik pula posisi bank tersebut dari segi
penggunaan aset. Rumus yang digunakan adalah:
ROA= Laba BersihTotal Aktiva
× 100 %
2. Return on Equity (ROE)
ROE adalah perbandingan antara laba bersih bank dengan modal
sendiri. Rasio dapat dirumuskan sebagai berikut:
ROE= Laba BersihModal Sendiri
×100 %
Rasio ini banyak diamati oleh para pemegang saham bank (baik
pemegang saham pendiri maupun pemegang saham baru) serta para
investor di pasar modal yang ingin membeli saham bank yang
bersangkutan (jika bank tersebut telah go public).
Dengan demikian rasio ROE merupakan indikator penting bagi
para pemegang saham dan calon investor untuk mengukur kemampuan
bank dalam memperoleh laba bersih yang dikaitkan dengan pembayaran
deviden. Kenaikan dalam rasio ini berarti terjadi kenaikan laba bersih dari
bank yang bersangkutan.
1.7.4 Rasio Efisiensi (Rasio Biaya Operasional)
Rasio biaya operasional adalah perbandingan antara biaya
operasional dan pendapatan operasional. Rasio ini digunakan untuk
mengukur tingkat efisiensi dan kemampuan bank dalam melakukan
kegiatan operasinya. Untuk bank syariah, pendapatan operasional bank
terdiri atas pendapatan bagi hasil, keuntungan atas kontrak jual beli, serta
fee, biaya administrasi, dll. Rasio ini dapat dirumuskan dan dipakai baik
untuk bank umum konvensional dan bank syariah sebagai berikut:
BOPO= BiayaOperasionalPendapatanOperasional
× 100 %
1.7.5 Rasio Likuiditas (Liquidity)
Suatu bank dikatakan likuid apabila bank bersangkutan dapat
memenuhi kewajiban hutang-hutangnya, dapat membayar kembali semua
depositonya, serta dapat memenuhi permintaan kredit yang diajukan tanpa
terjadi penangguhan. Rasio likuiditas ini dilakukan untuk menganalisis
kemampuan bank dalam memenuhi kewajiban-kewajiban tersebut. Dalam
penelitian ini, rasio likuiditas yang digunakan adalah Loan to Deposit
Ratio (LDR).
Loan to Deposit Ratio (LDR) adalah rasio antara seluruh jumlah
kredit yang diberikan bank dengan dana yang diterima oleh bank. Rasio
ini digunakan untuk mengetahui kemampuan bank dalam membayar
kembali kewajiban kepada para nasabah yang telah menanamkan dananya
dengan kredit-kredit yang telah diberikan kepada para debiturnya.
Semakin tinggi rasionya semakin tinggi tingkat likuiditasnya. Rasio ini
dapat dirumuskan sebagai berikut:
LDR=Total Kr edit yangdisalurkanDana Pihak Ketiga
Yang termasuk jumlah dana yang diterima (dana pihak ketiga)
oleh bank pada kriteria ini adalah, terdiri atas:
Kredit Likuiditas Bank Indonesia (jika ada)
Giro/Deposito dan tabungan masayarakat
Deposito dan pinjaman dari bank lain yang berjangka waktu lebih
dari 3 bulan.
Surat berharga yang diterbitkan oleh bank yang berjangka waktu
lebih dari 3 bulan
Modal pinjaman
Modal inti
Untuk bank syariah, instrument Loan to Deposit Ratio (LDR)
yang digunakan pada rasio likuiditas oleh bank umum konvensional
memiliki istilah yang berbeda yaitu Finance to Deposit Ratio (FDR).
Akan tetapi, pada dasarnya LDR dan FDR ini memiliki pengertian yang
sama yang membedakan hanya pada istilah kredit digunakan bank umum
konvensional dan pembiayaan di bank syariah. Loan to Deposit Ratio
(LDR) atau Finance to Deposit Ratio (FDR) yaitu rasio antara seluruh
jumlah kredit yang diberikan (pembiayaan) bank dengan dana yang
diterima (dana pihak ketiga) oleh bank. Rasio FDR dapat dirumuskan
sebagai berikut:
FDR= PembiayaanDana Pihak Ketiga
×100 %
Pembiayaan = pembiayaan mudharabah & musyarakah, piutang
mudharabah ishtisna, salam dan qard
DPK = giro dan tabungan wadiah, tabungan dan deposito
mudharabah dan kewajiban lainnya.
2. Hipotesis
Hipotesis yang akan diuji untuk mencapai tujuan penelitian adalah
sebagai berikut:
H1 : Ada perbedaan yang signifikan antara kinerja perbankan syariah
dengan perbankan konvensional, jika dilihat dari rasio permodalan.
H2 : Ada perbedaan yang signifikan antara kinerja perbankan syariah
dengan perbankan konvensional, jika dilihat dari rasio kualitas aktiva
produktif.
H3 : Ada perbedaan yang signifikan antara kinerja perbankan syariah
dengan perbankan konvensional, jika dilihat dari rasio rentabilitas.
H4 : Ada perbedaan yang signifikan antara kinerja perbankan syariah
dengan perbankan konvensional, jika dilihat dari rasio efisiensi bank.
H5 : Ada perbedaan yang signifikan antara kinerja perbankan syariah
dengan perbankan konvensional, jika dilihat dari rasio likuiditas.
H6 : Ada perbedaan yang signifikan antara kinerja perbankan syariah
dengan perbankan konvensional secara keseluruhan.
F. METODE PENELITIAN
Objek Penelitian
Objek yang digunakan dalam penelitian ini adalah Bank Syariah dan
Bank Konvensional yang tercatat di Bank Indonesia.
Teknik Pengambilan Sampel
Populasi yang diambil merupakan bank syariah dan bank umum
konvensional di Indonesia yang terdaftar di Bank Indonesia serta memiliki
laporan keuangan publikasi periode 2004-2008. Dari populasi yang ada akan
diambil sampel dengan cara purposive sampling. Purposive sampling adalah
pemilihan kelompok subjek didasarkan pada sifat-sifat atau ciri-ciri tertentu
yang dipandang mempunyai sangkut paut yang erat dengan sifat-sifat atau
cirri-ciri populasi yang sudah diketahui sebelumnya. Sampel yang diambil
dalam penelitian yang menggunakan metode purposive sampling dengan
kriteria sampel, yaitu:
1. Bank Umum Syariah di Indonesia yang merupakan Bank Umum Swasta
Nasional Devisa dan memiliki total asset terbesar periode 31 Desember
2008
2. Bank Konvensional di Indonesia yang merupakan Bank Umum Swasta
Nasional Devisa, Bank Umum Swasta Nasional Non Devisa, bank
pembangunan daerah, campuran dan bank asing yang memiliki total asset
yang hampir sama dan atau mendekati yang dijadikan sampel dari
populasi bank syariah devisa.
3. Memiliki asset yang hampir sama atau mendekati dengan bank yang
dibandingkan pada periode 31 Desember 2008
4. Bank yang mengeluarkan laporan keuangan publikasi berturut-turut
selama minimal lima tahun
5. Bank umum syariah dan bank umum konvensional yang memiliki data
keuangan dalam nilai rupiah, tidak dalam nilai mata uang asing.
G. JENIS DATA
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data
sekunder merupakan data yang diambil secara tidak langsung melalui media
perantara. Data sekunder yang diperoleh dari berbagai literatur seperti buku, majalah,
jurnal, internet dan lain-lain yang berhubungan dengan aspek penelitian.
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Datanya
berupa yaitu laporan keuangan tahunan publikasi bank periode tahun 2004-2008 yang
berupa neraca dan laporan laba rugi yang diperoleh dari website Bank Indonesia dan
bank yang dijadikan sampel penelitian.
H. TEKNIK PENGUMPULAN DATA
Beberapa teknik dapat dilakukan untuk mengumpulkan data. Teknik
pengumpulan data tergantung dari strategi dan sumber datanya. Berdasarkan
keterangan di atas, maka teknik pengumpulan data yaitu teknik pengumpulan basis
data dalam hal ini berupa data-data sekunder. Data sekunder berupa laporan keuangan
tahunan publikasi bank rentang waktu dari tahun 2004-2008.
Untuk memperoleh data dalam penelitian ini digunakan metode sesuai dengan
data yang diperlukan, metode yang dimaksud adalah:
a. Studi Pustaka
Studi ini dilakukan untuk memperoleh landasan teori yang berhubungan
dengan masalah yang diteliti, dasar-dasar teoritis ini diperoleh dari literatur-literatur,
majalah-majalah ilmiah maupun tulisan-tulisan lainnya yang berhubungan dengan
kinerja keuangan.
b. Laporan Perusahaan
Pengumpulan data yang dilakukan penulis dengan melihat dan mencatat data
yang bersumber dari Laporan Publikasi Perbankan Indonesia di website Bank
Indonesia dan website atau situs-situs bank yang diteliti serta pencarian data selain
situs Bank Indonesia dan masing-masing bank yang diteliti seperti mesin pencari
www.google.com atau www.pdf search engine.com sumber yang diperoleh di
internet.
I. DEVENISI VARIABEL
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan defenisi operasional variabel.
Definisi operasional adalah penentuan construct (abstraksi dari beberapa variabel)
sehingga menjadi variabel yang dapat diukur. Definisi variabel menjelaskan cara
tertentu yang digunakan oleh peneliti dalam mengoperasikan construct, sehingga
memungkinkan bagi peneliti yang lain untuk melakukan replikasi pengukuran dengan
cara yang sama atau mengembangkan cara pengukuran construct yang lebih baik.
Variabel-variabel tersebut yaitu rasio keuangan yang meliputi Capital Adequacy
Ratio (mewakili rasio permodalan), Non Performing Loan (mewakili rasio kualitas
aktiva produktif), Return on Asset dan Return on Equity (mewakili rasio rentabilitas),
Beban Operasional dibagi Pendapatan Operasional (mewakili rasio efisiensi), dan
Loan to Deposit Ratio (mewakili rasio likuiditas). Setelah itu, untuk mengetahui
kinerja bank secara keseluruhan dilakukan dengan cara menjumlahkan seluruh rasio
yang sebelumnya telah diberi bobot nilai tertentu.
1. Rasio Permodalan (Solvabilitas), diwakili oleh rasio Capital Adequacy Ratio
(CAR), yaitu rasio yang memperlihatkan seberapa jauh aktiva bank yang
mengandung resiko (kredit, penyertaan, surat berharga, tagihan pada bank lain)
ikut dibiayai dari dana modal sendiri bank disamping memperoleh dana-dana dari
sumber-sumber di luar bank, seperti dana masyarakat, pinjaman (utang), dll.
Dengan kata lain, CAR adalah rasio untuk mengukur kecukupan modal yang
dimiliki bank untuk menunjang aktiva yang mengandung atau menghasilkan
resiko, misalnya kredit yang diberikan. Perhitungan rasio ini dirumuskan sebagai
berikut:
CAR= Modal BankTotal ATMR
× 100 %
Berdasarkan ketentuan Bank Indonesia, Modal Bank terdiri dari modal inti, yaitu:
modal disetor, agio saham, cadangan umum, dan laba ditahan. Ditambah dengan
Modal pelengkap yang terdiri dari: cadangan revaluasi aktiva tetap. Sedangkan
ATMR terdiri atas ATMR neraca ditambah ATMR rekening administratif (jika
ada).
2. Rasio Kualitas Aktiva Produktif (KAP), diwakili oleh rasio Non Performing
Loan (NPL) atau Non Performing Financing (NPF). Aktiva produktif bermasalah
(NPL) merupakan aktiva produktif dengan kualitas aktiva kurang lancar,
diragukan, dan macet. Non Performing Loan (NPL) merupakan kredit bermasalah
(kredit dengan kualitas kurang lancar, diragukan, dan macet) terhadapt total kredit
(kredit yang diberikan kepada pihak ketiga; tidak termasuk kredit kepada bank
lain).
Untuk bank syariah, instrument Non Performing Loan (NPL) yang digunakan
pada rasio likuiditas oleh bank umum konvensional memiliki istilah yang berbeda
yaitu Non Performing Financing (NPF). Akan tetapi, pada dasarnya NPL dan
NPF ini memiliki pengertian yang sama yang membedakan hanya pada istilah
kredit digunakan bank umum konvensional dan pembiayaan di bank syariah.
Rasio NPL/NPF dapat dirumuskan sebagai berikut:
NPL /NPF= Total Kredit BermasalahTotal Kredit atauTotal Pembiayaan
×100%
Pembiayaan = pembiayaan mudharabah & musyarakah, piutang
mudharabah ishtisna, salam dan qard ( khusus Bank Syariah).
3. Rasio Rentabilitas, diwakili oleh rasio Return On Asset (ROA) dan Return On
Equity (ROE).
1. Return On Asset (ROA), yaitu rasio yang digunakan untuk mengukur
kemampuan manajemen bank dalam memperoleh keuntungan (laba) secara
keseluruhan. Semakin besar ROA suatu bank, semakin besar pula tingkat
keuntungan yang dicapai bank tersebut dan semakin baik pula posisi bank
tersebut dalam penggunaan asset. Perhitungan rasio ini dirumuskan sebagai
berikut:
ROA= Laba BersihTotal Aktiva
× 100 %
2. Return On Equity (ROE), yaitu perbandingan diantara laba bersih bank
dengan modal sendiri. ROE ini merupakan indikator yang amat penting bagi
para pemegang saham dan calon investor untuk mengukur kemampuan bank
dalam memperoleh laba bersih yang dikaitkan dengan pembagian dividen.
Rasio ini dirumuskan sebagai berikut:
ROE= Laba BersihModal Sendir i
×100 %
4. Rasio Efisiensi, diwakili oleh Beban Operasional dibagi Pendapatan Operasional
(BOPO), yaitu perbandingan antara beban operasional dengan pendapatan
operasional. Rasio ini digunakan untuk mengukur tingkat efisiensi bank dalam
melakukan kegiatan operasinya. Untuk bank syariah, pendapatan operasional
bank terdiri atas pendapatan bagi hasil, keuntungan atas kontrak jual beli, serta
fee, biaya adminitrasi, dll. Rasio ini dapat dirumuskan dan dipakai baik untuk
bank umum konvensional dan bank syariah sebagai berikut:
BOPO= BebanOperasionalPendapatanOperasional
× 100 %
5. Rasio Likuiditas, diwakili oleh Loan to Deposit Ratio (LDR), yaitu rasio antara
seluruh jumlah kredit yang diberikan bank dengan dana yang diterima oleh bank.
Rasio ini digunakan untuk mengetahui kemampuan bank dalam membayar
kembali kewajiban kepada para nasabah yang telah menanamkan dananya dengan
kredit-kredit yang telah diberikan kepada para debiturnya. Semakin tinggi
rasionya semakin tinggi tingkat likuiditasnya. Rasio ini dapat dirumuskan sebagai
berikut:
LDR=Total Kredit yang DisalurkanDana Pihak Ketiga
×100 %
Yang termasuk jumlah dana yang diterima (dana pihak ketiga) oleh bank pada
kriteria ini adalah, terdiri atas:
Kredit Likuiditas Bank Indonesia (jika ada)
Giro/Deposito dan tabungan masayarakat
Deposito dan pinjaman dari bank lain yang berjangka waktu lebih
dari 3 bulan.
Surat berharga yang diterbitkan oleh bank yang berjangka waktu
lebih dari 3 bulan
Modal pinjaman
Modal inti
Untuk bank syariah, instrument Loan to Deposit Ratio (LDR) yang digunakan
pada rasio likuiditas memiliki istilah yang berbeda yaitu Finance to Deposit Ratio
(FDR). Akan tetapi, pengertian, fungsi dan tujuannya sama dimana Loan to
Deposit Ratio (LDR) sama dengan Finance to Deposit Ratio (FDR) yaitu rasio
antara seluruh jumlah kredit yang diberikan (pembiayaan) bank dengan dana yang
diterima (dana pihak ketiga) oleh bank. Rasio FDR dapat dirumuskan sebagai
berikut:
FDR= PembiayaanDana Pihak Ketiga
×100 %
Pembiayaan = pembiayaan mudharabah & musyarakah, piutang
mudharabah ishtisna, salam dan qard
DPK = giro dan tabungan wadiah, tabungan dan deposito
mudharabah dan kewajiban lainnya.
6. Kinerja Bank secara Keseluruhan
Kinerja bank secara keselurahan merupakan interpretasi kondisi perusahaan
perbankan yang sebagai sampel penelitian ini. Dalam hal ini yang menjadi
perhatian adalah pada kondisi keuangan masing-masing bank. Kinerja bank
secara keseluruhan diketahui dengan cara menjumlahkan seluruh rasio keuangan,
yaitu rasio CAR, NPL, ROA, ROE, BOPO, dan LDR yang sebelumnya telah
diberi bobot nilai tertentu, perhitungan persentase dan bobot rasio-rasio tersebut
adalah:
1. CAR
Berdasarkan ketentuan Bank Indonesia (BI) dimana sebuah Bank
berkewajiban memenuhi standar minimum CAR 8%. Jika sebuah Bank
memenuhi standar tersebut, maka bank dikatakan dalam kategori sehat
oleh BI sebagai otoritas moneter. Variabel ini memiliki estimasi bobot
dengan nilai 20%. Nilai CAR ditentukan sebagai berikut :
a. Kurang dari 8%, dengan nilai = 0
b. Antara 8% - 12%, dengan nilai = 80
c. Antara 12% - 20%, dengan nilai = 90
d. Lebih dari 20%, dengan nilai = 100
Contoh: Jika suatu Bank memiliki nilai CAR 33,84%, maka nilai akhir
CAR adalah 20%*100=20
2. NPL
Mengacu pada ketentuan Bank Indonesia (BI) yang mewajibkan sebuah
Bank memenuhi NPL dibawah 5%. Semakin kecil nilai NPL berarti
kualitas suatu Bank semakin baik. Semakin besar (melebihi 5%) nilai NPL
berarti kualitas suatu Bank memburuk. Variabel ini memiliki estimasi
bobot dengan nilai 20%. Nilai NPL ditentukan sebagai berikut:
a. Lebih dari 8%, dengan nilai = 0
b. Antara 5% - 8%, dengan nilai = 80
c. Antara 3% - 5%, dengan nilai = 100
d. Lebih dari 2%, dengan nilai = 90
Contoh: Jika suatu Bank memiliki nilai NPL 33,84%, maka nilai akhir
NPL adalah 20%*100=20
3. ROA
Bank Indonesia menetapkan angka 2%, agar sebuah bank dapat dikatakan
sehat. Variabel ini memiliki estimasi bobot dengan nilai 15%. Nilai ROA
ditentukan sebagai berikut:
a. Kurang dari 0%, dengan nilai = 0
b. Antara 0% - 1%, dengan nilai = 80
c. Antara 1% - 2%, dengan nilai = 90
d. Lebih dari 2%, dengan nilai = 100
Contoh: Jika suatu Bank memiliki nilai ROA 2,07%, maka nilai akhir
ROA adalah 15%*100=15
4. ROE
Bank Indonesia menetapkan angka di atas 12%, agar sebuah bank
dikatakan dalam kondisi ideal atau sehat. Variabel ini memiliki estimasi
bobot dengan nilai 15%. Nilai ROE ditentukan sebagai berikut:
a. Kurang dari 8%, dengan nilai = 0
b. Antara 8% - 10%, dengan nilai = 80
c. Antara 10% - 12%, dengan nilai = 90
d. Lebih dari 12%, dengan nilai = 100
Contoh: Jika suatu Bank memiliki nilai ROE 27,67%, maka nilai akhir
ROE adalah 15%*100=15
5. BOPO
Ketentuan Bank Indonesia menyatakan bahwa idealnya BOPO bernilai ±
92%. Variabel ini memiliki estimasi bobot dengan nilai 15%. Nilai BOPO
ditentukan sebagai berikut:
a. Lebih dari 125%, dengan nilai = 0
b. Antara 92% - 125%, dengan nilai = 80
c. Antara 85% - 92%, dengan nilai = 100
d. Kurang dari 85%, dengan nilai = 90
Contoh: Jika suatu Bank memiliki nilai BOPO 86,44%, maka nilai akhir
BOPO adalah 15%*100=15
6. LDR
Mengacu pada ketentuan Bank Indonesia (BI) yang menyatakan bahwa
LDR terbaik berada pada range 85% - 90%. Variabel ini memiliki
estimasi bobot dengan nilai 15%. Nilai LDR ditentukan sebagai berikut:
a. Kurang dari 50%, dengan nilai = 0
b. Antara 50% - 85%, dengan nilai = 80
c. Antara 85% - 110%, dengan nilai = 100
d. Lebih dari 110%, dengan nilai = 90
Contoh: Jika suatu Bank memiliki nilai LDR 86,93%, maka nilai akhir
LDR adalah 15%*100=15
Langkah selanjutnya dengan menggunakan Microsoft Excel 2007, nilai
masing-masing variabel tersebut dijumlahkan. Berdasarkan contoh diatas
maka total nilainya adalah 20+20+15+15+15+15=100. Setelah itu data-
data tersebut dikonversi ke dalam SPSS 12 untuk selanjutnya dianalisa
dengan menggunakan independent samples T-test.
J. METODE ANALISIS DATA
Metode analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisis rasio
keuangan dan analisis statistik. Analisis rasio keuangan yang digunakan adalah
Capital Adequary Ratio (CAR), Non Performing Loan (NPL), Return On Asset
(ROA), Return On Equity (ROE), Beban Operasi pada Pendapatan Operasi
(BOPO), dan Loan to Deposite Ratio (LDR). Analisis statistik dilakukan melalui
proses teknik statistik yaitu uji beda dua rata-rata (independent sample T-test).
Tujuan dari pengujian menggunakan independent sample T-test adalah untuk
menentukan apakah diterima atau ditolaknya hipotesis-hipotesis yang dibangun
atau dibuat.
K. DAFTAR PUSTAKA
Antonio, S., 2001, Bank Syariah Dari Teori ke Praktik, Gema Insani Press, Jakarta.
Febriyani, A., dan Zulfadin, R., 2003, Analisis Kinerja Bank Devisa dan Non Devisa
di Indonesia, Kajian Ekonomi dan Keuangan, Vol. 7, No. 4, Desember.
www.google.com
Darsono, dan Ashari, 2005, Pedoman Praktis Memahami Laporan Keuangan, Andi,
Yogyakarta.
Ikatan Akuntansi Indonesia, 2002, Standar Akuntansi Keuangan, Salemba Empat,
Jakarta.
Jogiyanto, 2004, Metodologi Penelitian Bisnis ; Salah Kaprah dan Pengalaman-
pengalaman, ed 2004/2005, BPFE, Yogyakarta.
Majalah Info Bank, 2008, Analisis-Strategi Perbankan & Keuangan, Vol. XXX, Juni.
Majalah Info Bank, 2009, Analisis-Strategi Perbankan & Keuangan, Vol. XXXI,
Maret.
Putra, H., P., 2008, Analisis Kinerja Bank Dilihat Dengan Metode CAMEL Sesudah
Dilakukan Fit And Proper Test (Analisis Pada PT. Bank Riau Pusat
Pekanbaru), Skripsi S1, Universitas Pembangunan Nasional “Veteran”,
Yogyakarta.
Rindawati, E., 2007, Analisis Perbandingan Kinerja Keuangan Perbankan Syariah
dan Perbankan Konvensional, Skripsi S1, Universitas Islam Indonesia,
Yogyakarta. www.google.com
Rosyadi, I., F., 2007, Analisis Perbandingan Kinerja Bank Syariah dengan Bank
Konvensional Berdasarkan Rasio Keungan (studi kasus: BMI dan 7 (tujuh)
Bank Umum Konvensional, Jurnal Ekonomi Keuangan dan Bisnis Islami
(EKSIS), Vol. 3, No. 1 Januari-Maret.
Sawir, S., 2005, Analisis Kinerja Keuangan dan Perencanaan Keuangan
Perusahaan, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Siamat, D., 2005, Manajemen Lembaga Keuangan ; Kebijakan Moneter dan
Perbankan, ed. 5, LP-FEUI, Jakarta.
Sudarsono, H., 2004, Bank & Lembaga Keuangan Syariah Deskripsi dan Ilustrasi,
Ekonisia-FE UII, Yogyakarta.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan
Syariah. www.bi.go.id