Skripsi Fadhilah Abidin_L11110253 (1).docx

44
BIOKONSENTRASI FLESHY MACROALGAE TERHADAP LOGAM TIMBAL (Pb) DAN TEMBAGA (Cu) DI PULAU BONEBATANG, BARRANGLOMPO, DAN LAE-LAE CADDI KOTA MAKASSAR SKRIPSI Oleh: FADHILAH ABIDIN JURUSAN ILMU KELAUTAN

Transcript of Skripsi Fadhilah Abidin_L11110253 (1).docx

Page 1: Skripsi Fadhilah Abidin_L11110253 (1).docx

BIOKONSENTRASI FLESHY MACROALGAE TERHADAP LOGAM TIMBAL (Pb) DAN TEMBAGA (Cu) DI PULAU

BONEBATANG, BARRANGLOMPO, DAN LAE-LAE CADDI KOTA MAKASSAR

SKRIPSI

Oleh:FADHILAH ABIDIN

JURUSAN ILMU KELAUTANFAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN

UNIVERSITAS HASANUDDINMAKASSAR

2014

Page 2: Skripsi Fadhilah Abidin_L11110253 (1).docx

ABSTRAK

FADHILAH ABIDIN. L111 10 253. “Biokonsentrasi Fleshy Macroalgae terhadap Logam Timbal (Pb) dan Tembaga (Cu) di Pulau Bonebatang, Barranglompo, dan Lae-lae Caddi Kota Makassar” dibawah bimbingan Shinta Werorilangi sebagai Pembimbing Utama dan Rahmadi Tambaru sebagai Pembimbing Anggota.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor biokonsentrasi logam Timbal (Pb) dan Tembaga (Cu) pada tiga genus fleshy macroalgae di perairan Pulau Bonebatang, Pulau Barranglompo dan Pulau Lae-lae Caddi Kota Makassar.

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2013 di Perairan Pulau Bonebatang, Pulau Barranglompo dan Pulau Lae-lae Caddi. Pengukuran konsentrasi logam pada kolom air dan tiga genus fleshy macroalgae yaitu Sargassum, Padina, dan Turbinaria menggunakan Atomic Absorption Spectrophotometer (AAS). Data konsentrasi logam Pb dan Cu pada fleshy macroalgae di ketiga pulau dianalisis menggunakan Anova Tersarang (Nested ANOVA). Untuk mengaji hubungan faktor biokonsentrasi dengan parameter lingkungan, digunakan Principal Components Analysis (PCA). Parameter lingkungan yang diukur adalah suhu, salinitas, pH, DO, DOM dan kecerahan.

Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa keragaman lokasi dan jenis fleshy macroalgae berpengaruh terhadap perbedaan rata-rata Faktor Biokonsentrasi (BCF) pada logam Cu, sedangkan perbedaan rata-rata BCF pada logam Pb hanya dipengaruhi oleh jenis fleshy macroralgae dan rata-rata konsentrasi logam Pb dan Cu yang tertinggi didapatkan pada genus Turbinaria dan Sargassum serta yang paling rendah konsentrasinya pada genus Padina.

Kata Kunci :Biokonsentrasi, Logam Timbal (Pb) dan Tembaga (Cu), Fleshy Macroalgae, Sargassum, Padina, Turbinaria, Pulau Bonebatang, Barranglompo dan Lae-lae Caddi

Page 3: Skripsi Fadhilah Abidin_L11110253 (1).docx

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kawasan pesisir dan laut Indonesia memegang peranan penting sebab

memiliki nilai strategis berupa potensi sumberdaya alam dan jasa-jasa

lingkungan yang disebut sumberdaya pesisir. Indonesia mempunyai perairan laut

yang lebih luas dari daratan, oleh karena itu di kenal sebagai negara maritim.

Perairan laut Indonesia kaya akan berbagai biota laut baik flora maupun

fauna (Nybakken, 1992). Namun kekayaan laut Indonesia dapat saja mengalami

pengurangan sebab mendapatkan pengaruh dari pencemaran yang disebabkan

oleh perkembangan industri yang ada di pesisir. Disamping menghasilkan produk

yang bermanfaat, Industri dapat pula menghasilkan produk sampingan berupa

limbah yang sangat mempengaruhi keseimbangan lingkungan jika tidak diolah

terlebih dahulu. Limbah hasil industri yang dibuang tanpa diolah terlebih dahulu

akan menyebabkan pencemaran lingkungan, terutama lingkungan laut karena

merupakan tempat pembuangan limbah akhir (Wardhana, 2001).

Pencemaran atau polusi adalah masuknya makhluk hidup, zat, energi dan

komponen lainnya ke dalam air atau berubahnya tatanan air oleh kegiatan

manusia atau proses alam, sehingga menyebabkan air menjadi terkontaminasi

atau tidak dapat berfungsi lagi sesuai dengan peruntukkannya. Air sering

tercemar oleh komponen-komponen anorganik, diantaranya logam yang

berbahaya (Wardoyo, 1975).

Logam yang masuk ke sistem perairan baik sungai maupun lautan akan

dipindahkan dari badan perairan melalui tiga proses yaitu pengendapan,

adsorbsi, dan absorbsi oleh organisme-organisme perairan (Geyer, 1981). Di

satu sisi, perairan memiliki tiga media yang dapat dipakai sebagai indikator

pencemaran logam, yaitu air, sedimen dan organisme hidup (Hutagalung,1991).

Page 4: Skripsi Fadhilah Abidin_L11110253 (1).docx

Dari berbagai penelitian diketahui bahwa berbagai spesies alga terutama dari

golongan alga hijau (Chlorophyta), alga coklat (Phaeophyta), dan alga merah

(Rhodophyta) baik dalam keadaan hidup (sel hidup) maupun dalam bentuk sel

mati (biomassa) dapat mengadsorpsi ion ion logam (Raya et al., 2012).

Alga mempunyai peranan yang penting dalam ekosistem terumbu karang.

Sebagai produsen primer, alga menambah Carrying Capacity untuk mendukung

ekosistem terumbu karang. Alga merupakan sumber makanan utama bagi ikan

herbivora dan sebagai dasar pada jaring makanan di ekosistem terumbu karang.

Berdasarkan karakterisik ekologi (bentuk daun, ukuran, kekuatan, kemampuan

berfotosintesis, kemampuan bertahan terhadap grazing) dan bentuk

pertumbuhan alga diklasifikasikan ke dalam “functional form groups”, yaitu turf

algae, fleshy algae, dan crustose algae. Yang dimaksud dengan fleshy algae

(fleshy macroalgae) yaitu bentuk alga yang besar, lebih kaku dan secara anatomi

lebih kompleks dibandingkan dengan turf algae, lebih sering ditemukan di daerah

terumbu karang yang datar dan herbivor yang rendah karena kadang mereka

memproduksi partikel kimia yag menghalangi grazing oleh ikan (Mc Cook et al.,

2001).

Crustose algae merupakan alga yang keras dan memiliki pertumbuhan yang

lambat sehingga mengakumulasi logam juga lambat dan Turf alga memilki

ukuran yang lebih kecil dibandingkan fleshy macroalgae. Dengan demikian fleshy

macroalgae mempunyai peran ekologi sebagai pengakumulasi logam dari badan

air, sehingga mengurangi aktivitas logam (Elfrida, 2000). Berdasarkan hal

tersebut, maka perlu dilakukan penelitian peran fleshy macroalgae sebagai

bioakumulator logam Pb dan Cu. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan

kedua logam tersebut tidak terlepas dari sifat logam Pb yang non-essensial dan

Cu yang essensial. Logam non-essensial adalah logam yang peranannya dalam

makhluk hidup belum diketahui secara jelas, kandungannya dalam jaringan

Page 5: Skripsi Fadhilah Abidin_L11110253 (1).docx

organisme sangat kecil dan apabila kandungannya tinggi akan dapat merusak

organ-organ tubuh. Sedangkan logam essensial adalah logam yang peranannya

sudah jelas dan sangat dibutuhkan tubuh, oleh karena sifatnya sangat membantu

proses fisiologi dangan membantu kerja enzim atau pembentukan organ dalam

makhluk hidup yang bersangkutan. Baik yang essensial maupun non-essensial

apabila jumlahnya dalam tubuh berlebih akan bersifat toksik (Vouk (1986) dalam

Kristianingrum (2006)).

B. Tujuan dan Kegunaan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor biokonsentrasi

logam Pb dan Cu pada beberapa jenis fleshy macroalgae di perairan Pulau

Bonebatang, Pulau Barranglompo dan Pulau Lae-lae Caddi Kota Makassar.

Kegunaan dari penelitian ini adalah sebagai bahan informasi peran fleshy

macroalgae dalam mengakumulasi logam Pb dan Cu dari perairan laut.

C. Ruang Lingkup

Ruang Lingkup penelitian adalah mengukur parameter lingkungan seperti

kandungan Pb dan Cu, suhu, salinitas, kecerahan, DO, DOM, dan pH serta

mengidentifikasi beberapa jenis fleshy macroalgae di perairan Pulau

Bonebatang, Pulau Barranglompo dan Pulau Lae-lae Caddi Kota Makassar.

Page 6: Skripsi Fadhilah Abidin_L11110253 (1).docx

II. METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober sampai bulan Desember

2013 di Perairan Pulau Bonebatang, Pulau Barranglompo dan Pulau Lae-lae

Caddi. Analisis sampel dilakukan di Laboratorium Oseanografi Kimia, Jurusan

Ilmu Kelautan, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas Hasanuddin.

Gambar 4. Lokasi Penelitian

Page 7: Skripsi Fadhilah Abidin_L11110253 (1).docx

B. Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan pada penelitian ini meliputi : perahu motor

digunakan untuk transportasi ke lapangan; kamera bawah air digunakan sebagai

dokumentasi di dalam perairan; GPS (Global Positioning System) untuk

menentukan posisi pengambilan sampel; kantong sampel digunakan sebagai

tempat menyimpan sampel; botol polietylen digunakan untuk mengambil sampel

pada kolom air; termometer digunakan untuk mengukur suhu; Handrefractometer

untuk mengukur salinitas; Atomic Absorption Spectrophotometer (AAS) AA-6200

untuk mendeteksi kandungan logam timbal (Pb) dan tembaga (Cu); alat selam

dasar atau SCUBA digunakan untuk pengambilan sampel makroalga dan air laut;

botol sampel digunakan untuk mengambil sampel air; pH meter digunakan untuk

mengukur pH dan suhu perairan, Sechi disk untuk mengukur kecerahan. Alat

pemotong untuk memotong alga, pengambilan sampel alga dan air laut

dimasukkan dalam coolbox untuk selanjutnya dianalisis di laboratorium.

Bahan yang digunakan kertas label, kantong sampel dan aquades.

C. Tahapan Penelitian

1. Tahap persiapan

Tahap persiapan dalam penelitian ini meliputi studi literatur dilakukan untuk

mencari literatur yang sesuai dengan topik penelitian melalui berbagai sumber

antara lain jurnal dan artikel ilmiah lainnya, konsultasi dengan pembimbing

mengenai arah dari penelitian ini.

2. Tahap penentuan lokasi sampling

Stasiun pengambilan sampel ditentukan di tiga pulau, pada Kepulauan

Spermonde.Lokasi penelitian ini adalah perairan Pulau Bonebatang dengan

alasan pulau ini letaknya jauh dari daratan Kota Makassar dan tidak

Page 8: Skripsi Fadhilah Abidin_L11110253 (1).docx

berpenduduk, Pulau Barranglompo alasannya jauh namun berpenduduk dan

Pulau Lae-lae Caddi alasannya dekat dengan daratan Kota Makassar.

3. Tahap pengambilan sampel fleshy macroalgae dan air laut

a. Pengambilan sampel fleshy macroalgae

Pengambilan sampel fleshy macroalgae dilakukan pada kedalaman yang

sama sebanyak 3 genus alga yaitu Sargassum, Padina, dan Turbinaria.

Pengambilan sampel fleshy macroalgae dilakukan dengan cara dipotong di

pangkal tumbuh (thallus batang) dari substrat dimana ia tumbuh dengan

menggunakan pisau/skop kecil.

b. Pengambilan sampel air laut

Sampel air diambil di kolom air pada permukaan tempat tumbuhnya alga

menggunakan botol plastik 500ml, selanjutnya dimasukkan ke dalam cool box.

4. Tahap Preparasi Fleshy Macroalgae

Preparasi sampel fleshy macroalgae dilakukan untuk memisahkan sampel

dengan bahan-bahan anorganik dengan langkah sebagai berikut:

a. Ambil sampel (fleshy macroalgae) kemudian dicuci dengan menggunakan

air mengalir dan selanjutnya dicuci kembali dengan menggunakan

aquades.

b. Setelah sampel dicuci dengan menggunakan aquades kemudian sampel

ditaruh di atas cawan petri kemudian dimasukkan ke dalam oven untuk

dikeringkan pada suhu 105 0C selama 2 hari.

c. Kemudian sampel ditimbang sebesar 5 gr.

d. Setelah sampel ditimbang kemudian masukkan ke dalam cawan porselin

lalu ditambahkan HNO3 dan H2SO4 masing-masing sebanyak 5 mL.

Page 9: Skripsi Fadhilah Abidin_L11110253 (1).docx

e. Setelah sampel didinginkan kemudian larutkan sampel tersebut dalam

aquades kemudian disaring dengan menggunakan kertas saring

sebanyak 50 ml.

f. Selanjutnya sampel disimpan ke dalam botol kaca dan siap untuk

dianalisis.

5. Tahap Preparasi Sampel Air Laut

Preparasi dalam sampel air dengan mengacu pada SNI 06-6989.8-2004

BSN, (2004) dalam Samawi dkk. (2010), dengan langkah kerja sebagai berikut:

a. Contoh air diambil sebanyak 100 ml yang sudah dikocok sampai

homogen kemudian dimasukkan kedalam gelas piala.

b. Kemudian ditambahkan 5 ml asam nitrat (HNO3).

c. Contoh dipanaskan di atas pemanas listrik sampai larutan sampel kering.

d. Kemudian ditambahkan 50 ml aquades, masukkan ke dalam labu ukur

100 ml melalui kertas saring dan tempatkan 100 ml dengan aquades.

e. Sampel disimpan kedalam botol plastik dan siap untuk dianalisis

menggunakan AAS.

6. Tahap pengukuran kandungan logam Pb dan Cu dalam fleshy

macroalgae

Tahap berikutnya hasil preparasi sampel air laut dan fleshy macroalgae

diukur kandungan logam Pb dan Cu menggunakan Atomic Absorption

Spectrophotometer (flame, 6200 Shimadzu).

a. Pembuatan Larutan

Larutan standar dibuat dengan mengambil 5mL larutan standar yang

berkontaminasi Cu dan Pb 100mg/L. Kemudian dimasukkan kedalam labu ukur

yang berisi air distilasi dengan volume air 10mL. Konsentrasi ini kemudian

Page 10: Skripsi Fadhilah Abidin_L11110253 (1).docx

diencerkan kembali menjadi konsentrasi 0.1mg/L; 0.2ml/L ; 0.3ml/L; 0.4ml/L;

0.5ml/L dengan memakai mikropipet volume 5mL.

b. Pengoperasian Alat AAS (Atomic Absorption Spectrophotometer)

Setelah sampel telah dihomogenkan maka siap untuk analisis dengan

menggunakan AAS dengan cara membuka aliran gas yang sesuai dengan

kebutuhan logam dan mengganti lampu katoda yang sesuai dengan kebutuhan

panjang gelombang logam kemudian dipasangkan pada AAS.

Setelah itu dipantau melalui komputer yang telah terhubung langsung

dengan alat AAS untuk melihan respon alat jika siap untuk digunakan, kemudian

mengatur software untuk analisis logam dengan cara memasukkan data

banyaknya sampel, blanko dan ukuran larutan standar. Setelah komputer siap

nyalakan api pembakaran (flame) sehingga api berwana hijau kebiruan. Lalu

mengukur tekanan udara sebesar 1.8, dengan deteksi limit alat tiap logam

adalah: Cu (0.05 ppm) dan Pb (0.01 ppm) dengan menggunakan gas nitros,

acetylen dan argon.

Pengoperasian AAS di mulai dengan memasang terlebih dahulu lampu

katoda yang sesuai dengan logam yang akan di analisis. Kemudian, AAS

dihubungkan dengan sumber arus, dan lampu dipanaskan sampai 10 menit. Api

pembakar (flame) dinyalakan dengan bantuan asitelin. Intensitas api diatur

hingga memberikan warna biru. Setelah itu, panjang gelombang diatur untuk

memperoleh serapan maksimum setiap unsur. Posisi lampu juga diatur untuk

memperoleh serapan maksimum. Aspirasi larutan belangko kedalam nyala udara

asetilen, penunjukan hasil bacaan pengukuran harus nol dengan menekan

tombol nol. Secara berturut-turun konsentrasi larutan baku diaspirasi kedalam

AAS, dan dilanjutkan dengan larutan contoh. Hasil pengukuran serapan atom

akan dicatat, kemudian dihitung untuk mendapat konsentrasi logam pada larutan

contoh.

Page 11: Skripsi Fadhilah Abidin_L11110253 (1).docx

7. Perhitungan Faktor Biokonsentrasi (BCF)

Untuk menghitung faktor biokonsentrasi pada hewan (Bioconcentration

Factor) dengan rumus (Van Esch, 1977 dalam Pratono, 1985) sebagai berikut:

Keterangan :

BCF = Faktor biokonsentrasi

Corganisme = Konsentrasi logam di organisme (mg/kg)

Cair = Konsentrasi logam di air (mg/kg)

8. Pengukuran parameter insitu

a. Pengukuran suhu dan pH menggunakan pH meter.

b. Salinitas menggunakan handrefractometer.

c. Kecerahan menggunakan sechi disk.

d. Pengukuran oksigen terlarut dengan metode titrasi. Untuk analisis

laboratorium menggunakan metode titrimetri (Hutagalung et al., 1997),

dan dilaksanakan di laboratorium, dengan cara ;

i) Sampel air laut dimasukkan ke dalam botol sampel, kemudian

ditambahkan 2 ml mangan sulfat (MnSO4) dengan menggunakan pipet,

lalu sampel tersebut diaduk dengan cara membolakbalik botolnya.

ii) Ditambahkan 2 ml NaOH + Kl kemudian ditutup dan botol sampel

dibolak balik sampai terbentuk endapan coklat.

iii) Lalu ditambahkan 2 ml H2SO4 pekat kemudian tutup dan membolak-

balik botol sampel hingga sampel berwarna kuning tua.

iv) Diambil 10 ml air dari botol sampel, masukkan kedalam Erlemeyer.

Page 12: Skripsi Fadhilah Abidin_L11110253 (1).docx

v) Titrasi dengan Na-thiosulfat hingga terjadi perubahan warna dari

kuning tua ke kuning muda. Tambahkan 5-8 tetes indikator amylum

hingga terbentuk warna biru. Lanjutkan titrasi dengan Na-thiosulfat

sampai bening ;

Perhitungan DO :

e. Pengukuran DOM dilakukan di Laboratorium dengan cara sebagai

berikut:

i) Prinsip Kerja

Pemeriksaan residu terlarut dilakukan dengan cara menimbang

berat residu yang lolos melalui kertas saring yang berpori < 0,45 µm dan

telah dikeringkan pada suhu 103-105 0C.

ii) Cara Kerja

Penimbangan cawan kosong dilakukan dengan cara :

a) Cawan kosong dipanaskan dalam tanur pada suhu 550 ± 50 0C selama

1 jam, kemudian dibiarkan di dalam tanur hingga hampir dingin.

b) Didinginkan dalam desikator selama 15 menit, kemudian ditimbang

dengan neraca analitik.

c) Dipanaskan kembali cawan kosong dalam oven pada suhu 103-105

0C selama 1 jam, kemudian didinginkan dalam desikator selama 15

menit.

d) Timbang kembali dengan neraca analitik.

e) Ulangi langkah (c) dan (d) hingga diperoleh berat tetap (kehilangan

berat <4%) misalnya B mg.

Penyaringan contoh dilakukan dengan cara:

Page 13: Skripsi Fadhilah Abidin_L11110253 (1).docx

a) Kertas saring disiapkan pada alat penyaring, kemudian saring contoh

sebanyak 250 ml.

b) Selanjutnya ambil filtrat sebanyak 100ml, kemudian tuangkan ke dalam

cawan yang telah diketahui beratnya dan banyak contoh yang diambil

disesuaikan dengan kadar residu terlarut di dalam contoh uji sehingga

berat residu terlarut yang diperoleh antara 2,5 mg sampai 200 mg.

c) Lalu dikeringkan di dalam oven pada suhu 103-105 0C selama 1 jam,

kemudian dinginkan dalam desikator selama 15 menit.

d) Timbang cawan berisi residu terlarut tersebut dengan neraca analitik.

e) Ulangi langkah (c) sampai (d) hingga diperoleh berat tetap (kehilangan

berat 4<%) misalnya A mg.

Rumus perhitungan DOM:

Keterangan :

A = berat cawan berisi residu tersuspensi, dalam mg

B = berat cawan kosong, dalam mg (SNI. 1989)

D. Analisis Data

Data konsentrasi logam Pb dan Cu pada fleshy macroalgae di ketiga pulau

dianalisis menggunakan Anova Tersarang (Nested ANOVA) dengan program

SPSS versi 16.0. Untuk mengetahui kaitan konsentrasi logam dan parameter

lingkungan dianalisis dengan metode Principal Components Analysis (PCA)

dengan bantuan perangkat lunak Biplot.

Page 14: Skripsi Fadhilah Abidin_L11110253 (1).docx

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Biokonsentrasi Logam Timbal (Pb) dan Tembaga (Cu)

1. Konsentrasi Logam Pb dan Cu pada Fleshy Macroalgae

a. Logam Pb

Hasil analisis konsentrasi logam Pb pada tiap spesies fleshy macroalgae di

Pulau Bonebatang, Barranglompo dan Lae-lae Caddi dapat dilihat pada Gambar

5.

Sarg

assu

m

Padi

na

Turb

inar

ia

Sarg

assu

m

Padi

na

Turb

inar

ia

Sarg

assu

m

Padi

na

Turb

inar

iaBonebatang Barrang Lompo Lae-Lae Caddi

0.00

2.00

4.00

6.00

8.00

10.00

12.00

Kons

entr

asi l

ogam

Pb

(mg/

kg)

Gambar 5. Rata-rata konsentrasi Pb pada fleshy macroalgae

Dari gambar 5 dapat dilihat rata-rata konsentrasi logam Pb di Pulau

Bonebatang berkisar 4,12-9,87 ppm, di Pulau Barranglompo berkisar 5,18-9,82

ppm dan berkisar 3,50-9,45 ppm. Konsentrasi yang paling tinggi untuk logam Pb

adalah Turbinaria dan Sargassum serta yang paling rendah konsentrasinya

adalah Padina.

Dari hasil analisis Nested Anova (Lampiran 4), menunjukkan bahwa tidak

terdapat perbedaan konsentrasi logam Pb pada fleshy macroalgae di tiga lokasi

penelitian (P>0,05), namun terdapat perbedaan konsentrasi logam Pb di fleshy

macroalgae yang tersarang pada lokasi (P<0,05). Tidak adanya perbedaan

Page 15: Skripsi Fadhilah Abidin_L11110253 (1).docx

konsentrasi logam Pb pada fleshy macroalgae di tiga lokasi penelitian diduga

disebabkan sumber logam Pb bisa berasal selain dari aktivitas setempat dan

daratan utama, juga dari atmosfir. Oleh karena itu logam Pb bisa terakumulasi

pada semua lokasi penelitian.

Dilihat dari konsentrasi logam yang terkandung dalam tiga genus alga diatas

semuanya berbeda-beda. Hal ini sesuai yang dikatakan Aprilia & Purwani (2013)

bahwa kemampuan dalam beradaptasi pada lingkungan tercemar logam dan

kemampuan dalam mengakumulasi logam tidak dimiliki oleh semua tumbuhan.

Beberapa tumbuhan yang mampu mengakumulasi logam juga memiliki

kemampuan yang berbeda-beda. Jika dilihat dari morfologinya memang sangat

berbeda untuk genus Padina, karena genus ini hanya menyerupai lembaran,

seperti diungkapkan Taylor (1979) bahwa rumput laut ini terlalu banyak ditempeli

kalsium hingga warnanya coklat keputih-putihan sehingga penyerapan logamnya

juga rendah, sedangkan untuk genus Sargassum dan Turbinaria menyerupai

tumbuhan darat, memiliki thallus daun dan thallus batang, dan tepi thallus

daunnya sama-sama bergerigi.

b. Logam Cu

Hasil analisis konsentrasi logam Cu pada tiap spesies fleshy macroalgae di

Pulau Bonebatang, Barranglompo dan Lae-lae Caddi dapat dilihat pada Gambar

6.

Page 16: Skripsi Fadhilah Abidin_L11110253 (1).docx

Sarg

assu

m

Padi

na

Turb

inar

ia

Sarg

assu

m

Padi

na

Turb

inar

ia

Sarg

assu

m

Padi

na

Turb

inar

ia

Bonebatang Barrang Lompo Lae-Lae Caddi

0.00

0.05

0.10

0.15

0.20

0.25

0.30

0.35

0.40

Kons

entr

asi l

ogam

Cu

(mg/

kg)

Gambar 6. Rata-rata konsentrasi Cu pada fleshy macroalgae

Dari gambar 6 diatas dapat dilihat rata-rata konsentrasi logam Cu pada

fleshy macroalgae di Pulau Bonebatang berkisar 0,02-0,98 ppm, di Pulau

Barranglompo berkisar 0,13-0,22 ppm dan di Pulau Lae-lae Caddi berkisar 0,12-

0,28 ppm. Konsentrasi yang paling tinggi pada logam Cu adalah Turbinaria dan

Sargassum serta yang paling rendah konsentrasinya adalah Padina.

Dari hasil analisis Nested Anova (Lampiran 5), menunjukkan bahwa tidak

terdapat perbedaan konsentrasi logam Cu pada fleshy macroalgae di tiga lokasi

penelitian (P>0,05), namun terdapat perbedaan konsentrasi logam Cu di fleshy

macroalgae yang tersarang pada lokasi (P<0,05). Tidak adanya perbedaan

konsentrasi logam Cupada fleshy macroalgae di tiga lokasi penelitian diduga

disebabkan karena sifatnya sangat membantu proses fisiologi dangan membantu

kerja enzim, juga diperlukan dalam proses fotosintesis sebagai agen bagi

transfer hidrogen dan berperan dalam pembentukan protein atau pembentukan

organ dalam makhluk hidup yang bersangkutan.

Turbinaria memilki thallus yang kaku dan berdaging tebal, Sargassum

memiliki thallus batang yang silinder dan thallus daun yang menyerupai pedang

dan memilki gelembung udara sebagai penegak tumbuhnya di perairan, Padina

Page 17: Skripsi Fadhilah Abidin_L11110253 (1).docx

memiliki thallus yang berwarna kecoklatan berupa lembaran-lembaran.

Turbinaria dan Sargassum memiliki konsentrasi logam Cu yang tinggi

dibandingkan Padina. Hal ini sesuai yang dikatakan Elfrida (2000) bahwa alga

coklat Turbinaria yang termasuk dalam fleshy alga mempunyai efisiensi

penyerapan yang cukup tinggi terhadap ion logam Cu dan Zn yaitu 97,91% dan

96,38%.

2. Konsentrasi Logam Pb dan Cu pada kolom air

Hasil analisis konsentrasi logam Pb dan Cu pada kolom air tiap pulau dapat

dilihat pada Gambar 7 (a) dan (b).

Bone

bata

ng

Barr

angl

ompo

Lae-

lae

Cadd

i

Lokasi Penelitian

00.10.20.30.40.50.60.70.80.9

a

b

a

Kons

entr

asi l

ogam

Pb

(mg/

kg)

Bone

bata

ng

Barr

angl

ompo

Lae-

lae

Cadd

i

Lokasi Penelitian

00.010.020.030.040.050.060.070.080.09

x

y

z

Kons

entr

asi l

ogam

Cu

(mg/

kg)

(a)(b)

Gambar 7. Konsentrasi rata-rata Pb (a) dan Cu (b) pada kolom air di setiap lokasi (huruf yang berbeda menunjukkan perbedaan yang nyata pada α = 0.05)

Konsentrasi rata-rata logam timbal (Pb) dan tembaga (Cu) yang berada pada

kolom perairan berdasarkan hasil perhitungan dapat dilihat pada Gambar 7. Dari

hasil analisis Post HocTest (Lampiran 6) untuk logam Pb Pulau Bonebatang dan

Pulau Lae-lae Caddi tidak berbeda nyata (p>0.05), Pulau Bonebatang dan Pulau

Barranglompo berbeda nyata dan Pulau Barranglompo dan Pulau Lae-lae Caddi

berbeda nyata (p<0.05). Sedangkan logam Cu tiap pulau didapatkan perbedaan

Page 18: Skripsi Fadhilah Abidin_L11110253 (1).docx

yang nyata (p<0.05) antara Pulau Bonebatang, Pulau Barranglompo dan Pulau

Lae-lae Caddi.

Kadar logam Pb dan Cu pada perairan yang dianjurkan WHO adalah kurang

dari 0.01 ppm. Tingginya konsentrasi logam Pb dan Cu pada kolom air di Pulau

Barranglompo tidak terlepas dari kondisi pulau tersebut, dimana Pulau

Barranglompo merupakan pulau yang berpenghuni dan mendapat banyak

buangan limbah rumah tangga dan merupakan jalur transportasi kapal-kapal

yang menggunakan bahan bakar yang kesemuanya itu dapat menambah

kandungan Pb dan Cu di perairan. Hal ini sesuai dengan pendapat Palar (1994)

yang mengemukakan bahwa aktivitas manusia, industri galangan kapal dan

berbagai aktivitas pelabuhan lainnya merupakan salah satu jalur yang

mempercepat terjadinya peningkatan kelarutan logam dalam badan air.

3. Bioconcentration Factor (BCF) Logam Timbal (Pb) dan Tembaga (Cu)

a. Logam Pb

Hasil analisis BCF logam Pb pada tiap spesies fleshy macroalgae di Pulau

Bonebatang, Barranglompo dan Lae-lae Caddi dapat dilihat pada Gambar 8.

Sarg

assu

m

Padi

na

Turb

inar

ia

Sarg

assu

m

Padi

na

Turb

inar

ia

Sarg

assu

m

Padi

na

Turb

inar

ia

Bonebatang Barrang Lompo Lae-Lae Caddi

0

5

10

15

20

25

30

35

40

45

BCF

loga

m P

b

Gambar 8.Rata-rata BCF Pb pada fleshy macroalgae

Page 19: Skripsi Fadhilah Abidin_L11110253 (1).docx

Dari gambar 8 diatas dapat dilihat nilai rata-rata BCF logam Pb di Pulau

Bonebatang, dimana nilai BCF Pb pada Sargassum adalah 36,83 kali dari

konsentrasi yang ada di perairan, Padina 17,34 kali dari konsentrasi yang ada

diperairan dan Turbinaria 41,31 kali dari konsentrasi yang ada diperairan. Nilai

rata-rata BCF Pb di Pulau Barranglompo pada fleshy macroalgae berkisar 6,56-

12,38 kali dari konsentrasi yang ada diperairan dan di Pulau Lae-lae Caddi

berkisar 15,29-42,52 kali dari konsentrasi yang ada diperairan.

Berdasarkan hasil analisis Nested Anova (Lampiran 7), menunjukkan bahwa

tidak terdapat perbedaan nilai BCF logam Pb pada fleshy macroalgae di berbagai

lokasi penelitian (P>0,05), namun terdapat perbedaan konsentrasi logam Pb

pada fleshy macroalgae yang tersarang pada lokasi (P<0,05). Tidak adanya

perbedaan nilai BCF logam Pb pada fleshy macroalgae di berbagai lokasi

penelitian diduga disebabkan sumber logam Pb bisa berasal selain dari aktivitas

setempat dan daratan utama, juga bisa berasal dari atmosfir. Sumber logam Pb

berasal dari aktivitas manusia, industri galangan kapal dan berbagai aktivitas

pelabuhan lainnya merupakan salah satu jalur yang mempercepat terjadinya

peningkatan kelarutan logam dalam badan air (Palar, 1994).

Pb yang terpapar di darat dan dapat masuk ke dalam perairan dalam bentuk

ion Pb2+ dan Pb4+. Ion Pb dapat masuk ke dalam jaringan makhluk hidup

membentuk senyawa kompleks organik protein yang disebut metalotionin. Pb

yang masuk ke perairan dapat diserap dan diakumulasi di dalam thallus. Logam

berat yang diakumulasi di dalam tubuh organisme jika melebihi batas toleransi

dapat merusak sistem metabolisme.

b. Logam Cu

Hasil analisis BCF logam Cu pada tiap spesies Fleshy Macroalgae di Pulau

Bonebatang, Barranglompo dan Lae-lae Caddi dapat dilihat pada Gambar 9.

Page 20: Skripsi Fadhilah Abidin_L11110253 (1).docx

Sarg

assu

m

Padi

na

Turb

inar

ia

Sarg

assu

m

Padi

na

Turb

inar

ia

Sarg

assu

m

Padi

na

Turb

inar

ia

Bonebatang Barrang Lompo Lae-Lae Caddi

0

5

10

15

20

25

BCF

loga

m C

u

Gambar 9. Rata-rata BCF Cu pada fleshy macroalgae

Dari gambar 9 diatas dapat dilihat rata-rata BCF logam Cu di Pulau

Bonebatang pada Sargassum adalah 13,77 kali dari konsentrasi yang ada di

perairan, Padina 6,79 kali dari konsentrasi yang ada di perairan dan Turbinaria

19,90 kali dari konsentrasi yang ada di perairan.Nilai rata-rata BCF logam Cu di

Pulau Barranglompo berkisar 1,72-2,84 dan di Pulau Lae-lae Caddi berkisar

2,81-6,20 kali dari konsentrasi yang ada diperairan. BCF logam Cu yang tinggi

nilainya adalah Turbinaria dan Sargassum serta yang rendah nilai BCFnya

adalah Padina.

Berdasarkan hasil analisi Nested Anova (Lampiran 8), menunjukkan bahwa

terdapat perbedaan Nilai BCF logam Cu pada fleshy makroalgae di berbagai

lokasi penelitian (P<0,05), terdapat pula perbedaan Nilai BCF logam Cu pada

alga yang tersarang pada lokasi (P<0,05). Perbedaan Nilai BCF logam Cu pada

lokasi penelitian diduga disebabkan oleh faktor lingkungan, yaitu sumber utama

logam Cu yang bisa berasal dari daratan utama, aktifitas lokasi setempat dan

sumber alamiah pada lokasi serta pengaruh faktor lingkungan lokasitersebut,

misalnya saja pengaruh DO, Suhu dan DOM, apabila nilai DOM tinggi maka nilai

Page 21: Skripsi Fadhilah Abidin_L11110253 (1).docx

BCF logam pada organism akan berkurang atau berbanding terbalik, sedangkan

Suhu dan DO berbanding lurus dengan nilai BCF logam.

Mekanisme pemasukan logam Cu kedalam thallus adalah melalui dinding

sel. Pada dinding sel ini logamCu diikat oleh protein dan polisakarida sehingga

logam Cu dalam bentuk yang toksik Cu2+ menjadi senyawa yang non-toksik

(Lobban, 1994). Logam Cu dalambentuk ion bebas (Cu2+) berpotensial menjadi

toksik apabila masuk menuju bagian sel yang lebih dalam. Hal ini karena logam

Cu akan berasosiasi dengan gugus senyawa penyusun enzim sehingga akan

mempengaruhi aktivitas enzim yang akhirnya menyebabkan gangguan fisiologis

tanaman.

Secara umum dari hasil penelitian nilai BCF Pb lebih tinggi daripada nilai

BCF Cu. Hal ini sesuai dengan sifal dari logam Pb yang non-essensial dan logam

Cu yang essensial. Kristianingrum (2006) bahwa logam non-essensial adalah

logam yang peranannya dalam makhluk hidup belum diketahui secara jelas. Hal

ini yang diduga akan menyebabkan tingginya nilai BCF Pb, karena akan terus

masuk kedalam tubuh makhluk hidup namun tidak digunakan. Sedangkan logam

essensial adalah logam yang peranannya sudah jelas dan sangat dibutuhkan

tubuh, oleh karena sifatnya sangat membantu proses fisiologi dangan membantu

kerja enzim, juga diperlukan dalam proses fotosintesis sebagai agen bagi

transfer hidrogen dan berperan dalam pembentukan protein atau pembentukan

organ dalam makhluk hidup yang bersangkutan, sehingga nilai BCF Cu lebih

rendah.

B. Parameter Lingkungan

Parameter lingkungan sebagai data pendukung diukur untuk mendapatkan

gambaran tentang kondisi oseanografi secara umum di lokasi penelitian dapat

dilihat pada Tabel 1.

Page 22: Skripsi Fadhilah Abidin_L11110253 (1).docx

Tabel 1. Parameter Kondisi Oseanografi yang terukur

PulauSuhu (oC)

Salinitas (‰)

pHDO

(mg/L)DOM

(mg/L)Kecerahan

(%)

Bonebatang 28.6 34 7.15 5.1 38.6 8728.9 33 7.16 4.9 33.3 8628.3 34 7.14 5.0 35.8 85

Barranglompo28.6 28 7.32 4.6 37.3 8929.5 28 7.39 4.7 41.8 8829.6 30 7.28 4.3 37.6 90

Lae-lae Caddi31 30 7.37 4.6 37.6 8933 30 7.38 4.3 38.5 8631 30 7.57 4.6 35.9 87

Berdasarkan pengukuran parameter kualitas perairan, kisaran parameter

oseanografi yang terukur meliputi suhu berkisar 28-33 oC. Suhu ini sedikit di atas

dari kisaran suhu atau temperatur untuk pertumbuhan alga yang baik adalah 21–

31,2 oC (Fritsch, 1986).

Salinitas yang diperoleh pada saat pengamatan berkisar 28-34 ppt. Hal ini

sudah mendekati penyataan Doty (1987) bahwa salinitas yang dikehendaki alga

berkisar 29 - 34 ppt. Salinitas air laut juga merupakan salah satu parameter

oseanografi yang berhubungan dengan penyebaran logam di permukaan laut

dan rendahnya salinitas akan menyebabkan besarnya akumulasi logam di

perairan (Hutagalung (1994) dalam Wahab (2009)) .

Derajat keasaman (pH) merupakan gambaran jumlah atau aktivitas ion

hidrogen dalam perairan. Perairan dengan nilai pH=7 adalah netral, pH<7

dikatakan kondisi perairan bersifat asam, sedangkan pH>7 dikatakan kondisi

perairan bersifat basa (Effendi, 2003). Dari hasil pengukuran pH perairan

didapatkan nilai pH berkisar 7,14-7,57, dengan demikian logam tersebut pada pH

tinggi (basa) kelarutan logam tidak terlalu meningkat (Palar, 2004).

Di perairan tawar, kadar oksigen terlarut berkisar antara 15 mg/L pada suhu

0oC dan 8 mg/L pada suhu 25 oC, sedangkan di perairan laut berkisar antara 11

mg/L pada suhu 0 oC dan 7 mg/L pada suhu 25 oC. Hasil pengukuran Oksigen

Page 23: Skripsi Fadhilah Abidin_L11110253 (1).docx

Terlarut (DO) pada lokasi penelitian yaitu berkisar 4,3-5,1 mg/L, hal ini sudah

sesuai dengan pernyataan Effendi (2003) bahwa kadar oksigen terlarut pada

perairan alami biasanya kurang dari 10 mg/L. Kandungan oksigen terlarut

berbanding terbalik dengan konsentrasi logam yang berada di perairan

(Hutagalung,1991).

Menurut Duursma& Carrol (1996), DOM perairan berasal dari berbagai

sumber, seperti metabolisme sel terluar algae terutama phytoplankton, zat

buangan zooplankton dan organisme besar lainnya, zat buangan tumbuhan,

penguraian organisme tumbuhan dan daratan. Hasil Bahan Organik Terlarut

(DOM) yang didapatkan pada perairan yaitu berkisar 33,3-41,8 mg/L.

Kecerahan yang diperoleh pada saat pengamatan berkisar 85-90 %.

Menurut Wells et al. (1999), di perairan cahaya memiliki dua fungsi utama yaitu

memanasi air sehingga terjadi perubahan suhu dan berat jenis (densitas) dan

selanjutnya menyebabkan terjadinya pencampuran massa dan kimia air,

danmerupakan sumber energi bagi proses fotosintesis alga dan tumbuhan air.

Beberapa fleshy macroalgae mulai tumbuh kurang dari satu meter dengan

penetrasi cahaya yang sampai ke dasar kolam.

C. Keterkaitan Konsentrasi Logam dengan Parameter Lingkungan

Kondisi perairan memiliki peranan penting dalam mendukung kehidupan

alga dan logam yang masuk ke dalam perairan. Pada penelitian ini, kondisi

perairan meliputi suhu, salinitas, pH, DO, DOM, kecerahan, BCF logam Pb dan

Cu pada fleshy macroalgae. Adapun grafik yang menghubungkan pengaruh

kondisi perairan terhadap konsentrasi logam Pb dan Cu menggunakan metode

Principal Components Analysis (PCA) dengan bantuan perangkat lunak Biplot

dapat dilihat pada Gambar 10.

Page 24: Skripsi Fadhilah Abidin_L11110253 (1).docx

Gambar 10. Hasil analisis Principal Components Analysis (PCA) setiap pulau

Hasil PCA memperlihatkan adanya tiga kelompok yang terbentuk yaitu,

kelompok pertama pada Pulau Lae-lae Caddi, kelompok kedua pada Pulau

Barranglompo dan kelompok ketiga pada Pulau Bonebatang. Hal ini berarti tiap

pulau memiliki penciri kondisi lingkungan masing-masing.

Kelompok pertama dicirikan oleh variabel suhu dan pH serta BCF logam Pb

untuk ketiga genus fleshy macroalgae. Dimana rata-rata suhu yang didapatkan

pada Pulau Lae-lae Caddi adalah 31,7 oC. Hal ini masih sesuai batas minimum

dan maksimum suhu perairan menurut (Kinsman, 1964 dalam Supriharyono,

2007) yakni berkisar antara 16-17 oC dan sekitar 36 oC. pH yang didapatkan di

Pulau Lae-lae Caddi dengan nilai rata-ratanya yaitu 7,4, dan menurut Effendi

(2003) sebagian besar biota akuatik sensitif terhadap perubahan pH dan

menyukai nilai pH sekitar 7- 8,5. Di Pulau Lae-lae Caddi ini dicirikan pula dengan

nilai BCF Pb yang tinggi hal ini diduga paling dekat dengan daratan utama Kota

Makassar dan jalur keluar masuk kapal ke dan dari pelabuhan Kota Makassar.

Page 25: Skripsi Fadhilah Abidin_L11110253 (1).docx

Kelompok kedua di Pulau Barranglompo yang dicirikan dengan parameter

DOM dan Kecerahan. Kelompok kedua ini pencirinya diduga karena pulau ini

memiliki banyak aktifitas yang menghasilkan limbah, baik itu limbah rumah

tangga, maupun limbah buangan minyak dari kapal yang berlabuh. Hal ini

sesuai dengan pendapat Palar (1994) yang mengemukakan bahwa aktivitas

manusia, industri galangan kapal dan berbagai aktivitas pelabuhan lainnya

merupakan salah satu jalur yang mempercepat terjadinya peningkatan kelarutan

logam dalam badan air. Kelompok kedua juga ini dicirikan dengan nilai DOM

yang tinggi, menurut Duursma (1963), DOM perairan berasal dari berbagai

sumber, seperti metabolisme sel terluar alga terutama phytoplankton, zat

buangan zooplankton dan organisme besar lainnya, zat buangan tumbuhan,

penguraian organisme tumbuhan dan daratan. DOM yang tinggi menyebabkan

kurangnya penyerapan logam bagi organisme. Hal ini terlihat dari analisis bahwa

di Pulau Barranglompo tidak dicirikan oleh variabel BCF.

Kelompok ketiga dicirikan oleh variabel BCF Cu Sargassum, Cu Turbinaria,

Cu Padina, Salinitas dan DO. Di Pulau Bonebatang didapatkan nilai rata-rata DO

yaitu 5,0 mg/L, dan juga nilai BCF Cu yang tinggi, hal ini diduga karena Pulau

Bonebatang merupakan pulau yang tidak berpenghuni sehingga aktifitas dipulau

ini berkurang sehingga bahan pencemar yang dapat mengurangi kandungan

oksigen terlarut dalam perairan berkurang. Namun, tingginya nilai BCF Cu

karena logam Cu merupakan unsur essensial. Unsur-unsur essensial dalam

bahan organik mati dibebaskan karena aktifitas bakteri. Nilai BCF Cu tinggi

menunjukkan penyerapan logam tinggi di alga, berarti logam biota lebih tinggi dr

logam kolom air, hal ini diduga karena masih kurangnya aktivitas yang

menyebabkan tingginya logam air di Pulau Bonebatang ini. Menurut Svendrup et

al., (1961); Mustamin (2002) kandungan oksigen terlarut di perairan dipengaruhi

oleh beberapa faktor antara lain : (1) interaksi antara permukaan air dan atmosfir

Page 26: Skripsi Fadhilah Abidin_L11110253 (1).docx

(2) kegiatan biologis seperti fotosintesis, respirasi dan dekomposisi bahan

organik (3) arus dan proses percampuran massa air (4) fluktuasi suhu (5)

salinitas perairan (6) masuknya limbah organik yang mudah terurai. Dari

pernyataan di atas sesuai juga dengan hasil yang didapatkan karena di pulau ini

juga terdapat penciri salinitas dimana salinitas rata-rata yang didapatkan di Pulau

Bonebatang ini yaitu 33,7 ppm.

Page 27: Skripsi Fadhilah Abidin_L11110253 (1).docx

IV. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil yang diperoleh dari penelitian ini dapat disimpulkan

bahwa;

1. Keragaman lokasi dan jenis fleshy macroalgae berpengaruh terhadap

perbedaan rata-rata Faktor Biokonsentrasi (BCF) logam Cu; sedangkan

perbedaan rata-rata BCF pada logam Pb hanya dipengaruhi oleh jenis fleshy

macroralgae.

2. Rata-rata konsentrasi logam Pb dan Cu yang tertinggi didapatkan pada

genus Turbinaria dan Sargassum serta yang paling rendah konsentrasinya

pada genus Padina.

B. Saran

Perlu dilakukan penelitian lanjut mengenai konsentrasi logam pada fleshy

algae divisi chlorophyta dan rhodophyta serta konsentrasi logam berat pada

bentuk pertumbuhan turfs algae dan crustose algae.

Page 28: Skripsi Fadhilah Abidin_L11110253 (1).docx

DAFTAR PUSTAKA

Anggadiredja J. T., A. Zatnika, H.Purwoto, dan S. Istini, 2006. Rumput Laut. Penerbit Swadaya. Jakarta.

Aprilia, D. D dan Purwani I. K. 2013. Pengaruh Pemberian Mikoriza Glomus fasciculatum terhadap Akumulasi Logam Timbal (Pb) pada Tanaman Euphorbia milii. Jurnal Sains dan Seni Pomits Vol.2 No.1. ITS. Surabaya

Bellinger G.E dan David C.S. 2010. Freshwater Algae. West Sussex : A John Wiley & Sons, Ltd, Publication.

Campbell, P. 2002. Predicting metal bioavailability-applicability of the Biotic Ligant Model; CIESM Workshop Monographs Metal And Radionuclides Bioaccumulation In Marine Organism. Monaco.

Clark. J., Hindelang. T.J. 1989. Capital budgeting: planning and control of capitalexpenditures. New Jersey. Prentice-Hall.

Darmono. 2001. Lingkungan Hidup dan Pencemaran. Universitas Indonesia Press. 179 halaman. Jakarta.

Connel, D. W. dan Gregory J. Miller. 1995. Kimia dan Ekotoksikologi Pencemaran. Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta.

Diaz-Pulido, G. and McCook, L. J. 2008. ‘Macroalgae (Seaweeds)’ in Chin. A, (ed) The State of the Great Barrier Reef On-line. Great Barrier Reef Marine Park Authority. Townsville.

Dojlido, J.R. and G.A.Best. 1993. Chemistry Of Water Water Pollution. Ellis Horwood Series In Water And Waste Water Technology. England.

Doty, MS. 1987. The Production and Uses of Eucheuma. Didalam: Doty MS, Caddy JF, Santelices B (editors). Studies of Seven Commercial Seaweeds Resources. FAO Fish. Tech. Paper No. 281 Rome. p 123-161.

Duursma, EK and Carrol J. 1996. Environmental Comparmen; Equilibria and Assessment Of Processes Berween Air, Water, Sediment, and Biota. Berlin Heidenberg, Germany: Spinger – Verlag.

Effendi. 2003. Telaah Kualitas Air. Bagi Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan Perairan. Penerbit Kasinus (Anggota IKAPI). Yogyakarta.

Elfrida. 2000. Penyerapan ion Kadmium, Seng dan Tembaga oleh Alga Turbinaria decurrens Borry Secara Statis dan Dinamis. Thesis Magister Sains. Program Pascasarjana. Universitas Andalas.Padang.

Fatah, K. Phil,H.M., dan Said, A. 2010. Karbon Organic Terlarut Sebagai Indicator Keragaman Hayati Dan Kualitas Hasil Tanggapan Ikan Di Rawan Banjir. Balai Riset Kelautan dan Perikanan-KKP,Jakarta.

Page 29: Skripsi Fadhilah Abidin_L11110253 (1).docx

Fisher, N. S. 2002. Executive Summary “CIESM Workshop Monographs 19, CIESM Workshop Monographs Metal And Radionuclides Bioaccumulation In Marine Organism. Monaco. P 7-25

Fritsch GJ. 1986. The Structure and Reproduction of the Algae. Volume II. VICAS Publishing House. p 256-287.

Geyer, R.A. 1981. Marine Environment Pollution, 2. Elsevier Scientific Publishing Company. New York.

Goldman, C.R dan A.J Horne. 1983. Lymnology. Mc Graw Hill International Book Company. Auckland.

Haslam, SM. 1992. River Pollution; An Ecological Perspective. Belhaven Press. London, UK.

Hutabarat, S dan SM. Evans. 1984. Pengantar Oseanografi. Universitas Indonesia Press. Jakarta

Hutagalung, H. P. 1984. Logam Berat Dalam Lingkungan Laut. Pewarta Oceana IX No.1. Hlm : 11-20.

Hutagalung, H.P. 1991. Pencemaran Laut Oleh Logam Berat dalam Beberapa Perairan Indonesia. Puslitbang. Oseanologi LIPI. Jakarta. Hlm 45 – 59.

Kadi A, Atmadja WS. 1988. Rumput Laut Jenis Algae. Reproduksi, Produksi, Budidaya dan Pasca Panen. Proyek Studi Potensi Sumberdaya Alam Indonesia. Jakarta: Pusat penelitian dan Pengembangan Oseanologi. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. 101 hlm

Kristianingrum, S. 2006. Metode Alternatif untuk mengurangi Pencemaran Logam Berat dalam Lingkungan. Jurdik Kimia FMIPA UNY. Yogyakarta

Kuwabara, J. et al. 2007. Mercury Speciation in Piscivorous Fish from Mining-Impacted Reservoirs Environ. Sci. Technol

Lay, B.W. 1996. Analisis Mikroba di Laboratorium. Raja Grafindo Persada. Jakarta.

LobbanC. S., dan P. J. Harrison. 1994. Seaweeds Ecology and Physiology. Cambridge University Press. NewYork.

Mansyur, K., 2000. Studi Kelayakan Beberapa Parameter Fisika dan Kimia Oseanografi Untuk Mendukung Ekstensifikasi Budidaya Rumput Laut (Euchema Sp) Teluk Laikang Kec. Mangarabombang Kab.Takalar. Skripsi Jurusan Ilmu Kelautan. Universitas Hasanuddin, Makassar.

Mc Cook, L. J., J. Jompa & G. Diaz-Pulido. 2001. Competition between corals and algae on corals reef: a review of evidence and mechanisms. Coral Reef 19

Mustamin, 2002. Pola Sebaran Nitrat dan Fosfat di Perairan Sulawesi Utara. Skripsi. Jurusan Ilmu Kelautan. Universitas Hasanuddin, Makassar.

Page 30: Skripsi Fadhilah Abidin_L11110253 (1).docx

Natasasmita, D. 2012. Kandungan Logam Berat Kadmuim (Cd) Pada Air dan Sedimen Di Pantai Maron, Semarang. Laporan Resmi. Universitas Diponegoro.

Nontji, A. 1993. Laut Nusantara. Penerbit Djambatan. Jakarta.

Nybakken, J.W. 1992. Biologi Laut. Pendekatan Ekologis. Gramedia. Jakarta. Penerjemah Eidman dkk.

Palar, H. 1994. Pencemaran dan Toksikologi Logam Berat. PT Rineka. Jakarta.

Palar, H. 2004. Pencemaran dan Toksikologi Logam Berat. Rineka Cipta. Jakarta.

Pratono, T. 1985. Kandungan Logam Berat Timbal (Pb), Tembaga (Cu) dan Seng (Zn) dalam Tubuh Kerang Hijau (Mytilus viridis, L) yang dibudidayakan di Perairan Ancol Teluk Jakarta. Skripsi IPB Bogor

Raya, Indah dan Ramlah. 2012. The Bioaccumulation Of Cd(Ii) Ions On Euchema cottoni Seaweed Bioakumulasi Ion Cd(Ii) Pada Rumput Laut Euchema cottoni. Marina Chimica Acta. FMIPA, UNHAS. Makassar

Samawi,M.F,S.Werorilangi, dan R.Tambaru, 2010. Analisis Potensi Sponge Laut Sebagai Bioakumulator Logam Berat Pb,Cd,Dan Cudari Perairan Laut. Proseding Seminar Nasional Tahunan VII Hasil Penelitian Perikanan Dan Kelautan,UGM, 24 Juli 2010

SNI 06-6992.3-2004 BSN, 2004, SNI Cara Uji Timbal Pb Secara Deskruksi Asam Dengan Apektrofotometer Serapan Atom SSA. Jakarta

SNI M – 03 – 1089 – F, 1990, SNI Bidang Pekerjaan Umum Mengenai Kualitas Air. Departmen Pekerjaan Umum. Jakarta

Supriharyono. 2007. Konservasi Ekosistem Sumberdaya Hayati di Wilayah Pesisir dan Laut Tropis. Penerbit Pustaka Pelajar Jakarta.

Suseno, Heny. 2011. Bioakumulasi Merkuri dan Metil Merkuri oleh Oreochromis mossambicus menggunakan aplikasi perunut radioaktif: pengaruh konsentrasi, salinitas, partikulat, ukuran ikan dan kontribusi jalur pakan. Disertasi. FMIPA-UI

Svendrup, H. U., M. W. Johnson and R. Fleming, 1961. The Ocean their Physics, Chemistry and General Biology. Practice Hall Inc., Englewood Cliffs, New Jersey.

Taylor, W. R. 1979. Marine Algae of The Eastern Tropical and Subtropical Coasts of The Americas. University of Michigan Press. USA.

Tebbutt, T.H.Y. 1992. Principles of Water Quality Control. Fourth edition. Pergamon Press. Oxford.

Page 31: Skripsi Fadhilah Abidin_L11110253 (1).docx

Wahab, S. 2009. Analisis Kandungan Seng (Zn) dan Timbal (Pb) pada Jaringan Akar, Daun dan Buah Mangrove Nipah (Nypa fruticans) di Perairan Muara Sungai Tallo Kota Makassar [Skripsi]. Jurusan Ilmu Kelautan, FIKP. Universitas Hasanuddin. Makassar

Wardhana, A. W. 2001. Dampak pencemaran lingkungan. Penerbit Andi Yogyakarta.

Wardoyo, S. T. H., 1975. Pengelolaan Kualitas Air. Proyek Peningkatan Mutu Perguruan Tinggi. IPB, Bogor

Wells, M, Guggenheim, S, Khan, A, Wardoyo, W dan Jepson. P (1999) : Investing in Biodiversity : A Review Indonesia’s Integrated Conservation and Development Projects. The World Bank East Asia Region. Washington DC.

-