5-hidrometridd
-
Upload
arhim-shorinji-kempo -
Category
Documents
-
view
218 -
download
0
Transcript of 5-hidrometridd
7/30/2019 5-hidrometridd
http://slidepdf.com/reader/full/5-hidrometridd 1/68
V. HIDROMETRI
5.1 Pendahuluan
alam bab-bab terdahulu telah dijelaskan dengan luas proses hidrologi yang
terjadi di alam, proses transformasi masukan hujan menjadi keluaran aliran di
sungai beserta proses-proses lain sebagai bagian dari siklus hidrologi. Dari uraian-
uraian tersebut dapat ditegaskan sekali lagi, bahwa proses hidrologi merupakan
proses alami yang sangat kompleks dan bersifat acak (random), atau bersifat
probabilistik, dan memiliki variabilitas ruang dan waktu yang sangat besar. Olehsebab itu semua unsur hidrologi dalam siklus hidrologi, dan proses hidrologi secara
keseluruhannya, mengandung ketidakpastian (uncertainties) yang sangat besar pula.
Untuk dapat memahami sifat-sifat umum maupun sifat-sifat khas masing-masing
unsur proses hidrologi, memerlukan besaran-besasran kuantitatif yang memberikan
ukuran besaran masing-masing. Untuk itu diperlukan upaya pengukuran yang
diharapkan dapat dijadikan sebagai sarana untuk memahami, menterjemahkan,
menginterpretasi dan memperkirakan perilaku proses tersebut. Data yang diperlukan
harus memenuhi syarat ketelitian tinggi, yang hanya dapat dicapai apabila dilakukan
pengukuran dengan cara-cara yang benar dengan menggunakan alat-alat yang teliti
(accurate).
D
Hidrometri secara umum diartikan sebagai 'ilmu yang mempelajari cara-cara
pengukuran air ' . Berdasar pengertian tersebut berarti hidrometri mencakup kegiatan
pengukuran air permukaan dan air bawah permukaan termasuk air di danau, rawa dan
di formasi geologi di bawah permukaan. Sejalan dengan perkembangan teknologi di
dekade terakhir ini, ilmu hidrometri juga mengalami ‘revolusi’ yang cukup pesat.
Starososzky (1982) mengindentifikasi berbagai perkembangan di bidang-bidang :
1. pengukuran ultrasonik (ultrasonic flow metering ),
2. pengukuran elektromagnetik (electromagnetic flow metering ),
7/30/2019 5-hidrometridd
http://slidepdf.com/reader/full/5-hidrometridd 2/68
3. pengukuran optik (optical velocity meassurement ),
4. pemakaian ' frictionless contacts' dan 'electronic counter ' dalam 'current
meters' ,
5. pengukuran dengan perahu bergerak (moving boat technique),
6. pemanfaat telemetri,
7. pemakaian transducers, digital recorders dan remote sensing .
Diketahui dari bab terdahulu pula bahwa proses hidrologi bersifat menerus baik
dalam waktu dan ruang (continuous in time and space). Dengan demikian
pengukuran besaran-besaran hidrologi dapat dilakukan dengan dua pendekatan, yaitu
(Chow 1988)
1. pengukuran terus menerus pada tempat tertentu, seperti halnya pengukuran
hujan di setasiun tertentu, yang akan menghasilkan data runtun-waktu (time
series),
2. sejalan dengan perkembangan teknologi, dimungkinkan pengukuran sampel
terdistribusi (distributed samples) pada waktu spesifik, yang akan mengha-
silkan data runtun-ruang ( space series).
Dalam bab ini akan diuraikan cara-cara pengukuran berbagai unsur hidrologi, dari
cara-cara konvensional sampai dengan beberapa cara yang relatif baru.
5.2 Setasiun Hidrometri
Setasiun hidrometri merupakan tempat di sungai yang dijadikan tempat pengukuran
debit sungai, maupun unsur-unsur aliran lainnya. Dalam satu sistem DAS, setasiun
hidrometri ini dijadikan titik kontrol (control point ), yang membatasi sistem DAS.
Pada dasarnya setasiun hidrometri ini dapat ditempatkan di sebarang tempat
7/30/2019 5-hidrometridd
http://slidepdf.com/reader/full/5-hidrometridd 3/68
sepanjang sungai, dengan mempertimbangkan kebutuhan data aliran baik sekarang
maupun di masa yang akan datang sesuai dengan rencana pengembangan daerah.
Dalam penempatan atau pemilihan setasiun hidrometri, terdapat dua pertimbangan
yang perlu diperhatikan, yaitu :
1. jaringan hidrologi di seluruh DAS, dan
2. kondisi lokasi yang harus memenuhi syarat tertentu.
Penempatan dan pemilihan lokasi untuk setasiun hidrometri, harus memperhatikan
beberapa hal berikut.
a. Kebutuhan data , baik untuk kepentingan sekarang maupun untuk rencana
pengembangan di masa depan. Hal ini sangat diperlukan, karena banyak
dijumpai dalam praktek perancangan sumber daya air, pada saat data
diperlukan untuk kepentingan itu ternyata tidak tersedia. Hal yang
demikian mengakibatkkan perancangan dilakukan berdasar data bangkitan
( generated data) misalnya diperoleh dengan penelusuran (routing ) atau
dengan analisis regional.
b. Keterikatan satu setasiun dengan setasiun lain, dalam satu jaringan hidro-
metri (hydrometric networks) yang terpadu. Badan meteorologi dunia
WMO (World Meteorological Organisation) memberikan ancar-ancar
untuk kerapatan jaringan hidrometri (network density) seperti yang
dicantumkan dalam tabel 5.1. Dalam hal-hal khusus, misalnya kaitannya
dengan pengelolaan air yang memerlukan ketepatan yang sangat tinggi,
dan kaitannya dengan pemakaian sungai sebagai sarana lalu-lintas air,
maka jaringan setasiun hidrometri harus dirancang dan dihitung dengan
cara-cara yang dapat menjamin kebutuhan tersebut (Made, 19..).
Tabel 5.1 Kerapatan minimum jaringan hidrometri (WMO, 19..)
7/30/2019 5-hidrometridd
http://slidepdf.com/reader/full/5-hidrometridd 4/68
Tipe wilayah
Luas per setasiundalam km2
Keadaan normal Keadaan sulit
1. Datar, suhu sedang,
Maditeranean atau
daerah tropik.
2. Daerah pegunungan
Pulau bergpegunungan
dengan hujan tidak ter-
atur.
3. Daerah arid dan kutub
1.000 - 2.500
300 - 1.000
140 - 300
5.000 - 20.000
3.000 - 10.000
1.000 - 5.000
c. Selain hal tersebut, perlu pula diperhatikan, status keberadaan setasiun
hidrometri tersebut, apakah merupakan setasiun dasar (base station), atau
setasiun sekunder ( secondary station) atau setasiun khusus ( special /
project station). Masing-masing mempunyai maksud pemasangan yang
berbeda-beda. Setasiun dasar (primer) dimaksudkan untuk dipasang
selamanya, dan tidak akan dipindah-pindahkkan, dan digunakan sebagai
setasiun acuan. Setasiun sekunder dimaksudkan untuk melengkapi data
jaringan. Setasiun ini biasanya hanya dipasang di satu setasiun terpilih
selama beberapa tahun, kemudian setelah hubungan antara data setasiun
tersebut dengan data setasiun dasar diketahui, lokasi setasiun sekunder
dapat dipindahhkan. Setasiun khusus, biasanya hanya dapasang dan
dioperasikan untuk kepentingan tertentu dalam jangka pendek, misalnya
selama pelaksanaan suatu proyek.
7/30/2019 5-hidrometridd
http://slidepdf.com/reader/full/5-hidrometridd 5/68
Nampaknya sampai saat ini, penempatan setasiun hidrometri di Indonesia belum
didasarkan atas pertimbangan hitungan-hitungan jaringan, akan tetapi masih
didasarkan atas pertimbangan setempat dan sesaat (kepentingan khusus).
Beberapa syarat yang perlu diperhatikan dalam memilih lokasi setasiun hidrometri
sebagai berikut (Boyer, 1964, Horst, 1978).
1. Setasiun hidrometri harus dapat dicapai (accessible) dengan mudah setiap
saat, dan dalam segala macam kondisi, musim hujan maupun musim
kemarau.
2. Di bagian sungai yang lurus, dan aliran yang sejajar dengan jangkau tinggi
permukaan yang dapat dijangkau oleh alat yang tersedia. (Atau sebaliknya,
alat yang akan disediakan harus dapat menjangkau kemungkinan jangkau
maksimum tinggi muka air). Dianjurkan agar bagian yang lurus paling
tidak tiga kali lebar sungai.
3. Di bagian sungai dengan penampang stabil, dengan pengertian bahwa hu-
bungan antara tinggi muka air dan debit tidak berubah, atau perubahan
yang mungkin terjadi kecil. Untuk sungai-sungai kecil atau saluran, apabila
tidak dijumpai penampang yang stabil dan sangat diperlukan, penampang
sungai/saluran dapat diperkuat dengan pasangan batu / beton.
4. Di bagian sungai yang peka ( sensitive).
5. Tidak terjadi aliran di bantaran sungai pada saat debit besar.
6. Tidak diganggu oleh pertumbuhan tanaman air, agar tidak mengganggu ker-
ja current meter , dan tidak mengubah liku kalibrasi (rating curve).
7. Tidak terganggu oleh pembendungan di sebelah hilir (backwater ).
Memperhatikan syarat-syarat tersebut, dalam praktek tidak mudah mencari lokasi
yang tepat untuk sebuah setasiun hidrometri. Umumnya terpaksa dilakukan
kompromi untuk memperoleh lokasi yang paling banyak memenuhi syarat yang
diperlukan.
7/30/2019 5-hidrometridd
http://slidepdf.com/reader/full/5-hidrometridd 6/68
Dipahami sepenuhnya bahwa ketelitian keseluruhan data yang didapat dari satu
setasiun hidrometri, sangat ditentukan oleh sifat fisik dan sifat hidraulik sungai di
setasiun tersebut. Oleh sebab itu keadaan yang paling ideal adalah setasiun hidrometri
yang memiliki sifat-sifat yang sedemikian sehingga sifat hubungan antara tinggi
muka air dan debit merupakan fungsi yang unik. Seperti telah disebutkan
sebelumnya, dapat saja terjadi bahwa di sepanjang sungai tidak terdapat satu pun
tempat yang sesuai dengan syarat-syarat ideal tersebut. Akan tetapi karena sangat
diiperlukan, maka sering setasiun hidrometri di tempatkan di mana saja, karena
sangat diperlukan keberadaanya untuk kepentingan khusus, misalnya di tempat
keluarnya air danau/rawa (outlet ), di lokasi pembangunan bendung/bendungan.
Kepekaan satu setasiun hidrometri sangat diperlukan dalam mempertinggi ketelian
data yang dikumpulkan. Kepekaan ini ditunjukkan oleh perubahan tinggi muka air
yang relatif besar untuk setiap kenaikan debit yang kecil. Sebaliknya, bila terjadi
perubahan debit besar hanya ditujukkan oleh perubahan kecil tinggi muka air, maka
setasiun tersebut dikatakan tidak peka. Pada setasiun yang dikatakan peka, apabila
terjadi kesalahan pembacaan sebesar 10 mm, hanya akan berarti perbedaan besaran
debit sebesar 1 %. Akan tetapi pada setasiun yang tidak peka, kesalahan pembacaan
yang sama sudah dapat memberikan perbedaan besaran debit sebesar 10 % atau lebih.
Dalam hal ini Lambie (1978) mengusulkan bahwa ketelitian pengukuraan debit
ditetapkan berdasar kenaikan tinggi muka air dalam milimeter untuk kenaikan debit
sebesar 1 % terhadap tinggi muka air dari data jangka panjang.
Hal yang perlu mendapatkan perhatian adalah kaitan penyediaan setasiun hidrometri
dengan rencana pengembangan daerah. Selama ini tidak perlu dipungkiri, bahwa
banyak pembangunan sarana sumberdaya air yang dibangun, seperti pembangunan
bendungan, bendung, tanggul, saluran banjir, tidak didasarkan pada data hidrologi
7/30/2019 5-hidrometridd
http://slidepdf.com/reader/full/5-hidrometridd 7/68
yang langsung diperoleh dari setasiun hidrometri di tempat yang sama. Hal ini
terutama sekali disebabkan oleh dua hal :
1. rencana pengembangan suatu daerah tertentu, belum tentu dapat diketahui
beberapa tahun sebelumnya, sehingga pada saat data diperlukan untuk
perancangan, data tidak tersedia,
2. apabila rencana pengembangan telah diketahui sebelumnya, tidak segera di-
ikuti dengan pemasangan setasiun hidrometri, sehingga pada saatnya, data
belum juga tersedia.
Hal seperti ini yang memaksa perancang menggunakan data yang dibangkitkan
( generated ) atau diturunkan (derived ), dari setasiun lain yang terdekat, atau dengan
analisis regional (regional analysis). Dapat dipahami bahwa hal seperti ini tidak
selalu menguntungkan, karena sangat terkait dengan ketelitian prosedur dan cara yang
digunakan.
5.2 Alat Ukur Tinggi Muka Air
Tinggi muka air merupakan salah satu unsur aliran yang sangat penting, karenahampir semua variabilitas unsur aliran lainnya dikaitkan dengan variabilitas tinggi
muka air. Meskipun akhirnya hampir di semua negara menggunakan cara-cara yang
sangat mirip satu dengan lainnya, namun sebenarnya setiap kondisi sungai yang
berbeda, setiap kemampuan negara yang berbeda memerlukan perlakuan dan
peralatan yang berbeda.
Papan duga ( staff gauge) pada umumnya sama, yaitu terdiri dari papan kayu, atau plat
logam yang berskala ( graduated ), biasanya setiap 1 cm, (atau sepersepuluh inci)
dengan warna (biasanya) putih dengan dasar biru, atau hitam dengan dasar kuning
(Gambar 5.1)
7/30/2019 5-hidrometridd
http://slidepdf.com/reader/full/5-hidrometridd 8/68
Gambar 5.1 Papan duga ( staff gauge).
Papan duga dipasang pada dasar yang kokoh, dengan skala nol di bawah muka air
terendah dan skala teratas di atas muka air tertinggi. Pemasangan ini hendaknya
memperhatikan beberapa hal, di antaranya :
1. pemasangan di atas landasan (pondasi) yang kokoh, sehingga ketinggiannya
terhadap ketinggian referensi tidak berubah.
2. tidak terdapat banyak sampah dan sejenisnya, yang dapat mengganggu pem-
bacaan
3. dapat dibaca sedekat mungkin oleh petugas (observer ),
4. sebaiknya ketinggian di masing--masing papan duga telah diikat dengan ke-
tinggian referensi (bench mark ).
Papan duga ini dapat dipasang tunggal, bertingkat maupun miring, tergantung dari
keadaan penampang sungainya. Apabila penampang sungainya sederhana (gambar
5.2a), maka dapat digunakan papan duga tunggal. Akan tetapi bila penampang
sungainya relatif lebar, dan perbedaan tinggi muka air cukup besar, papan duga
tunggal dapat menimbulkan kesulitan, karena pada muka air tinggi, pengamat
7/30/2019 5-hidrometridd
http://slidepdf.com/reader/full/5-hidrometridd 9/68
terpaksa tidak dapat mendekat, sehingga pembacaan dilakukan dari kejauhan yang
akan mengurangi keteltian. Selain itu pemasangannya juga memerlukan konstruksi
khusus. Kesulitan ini dapat diatasi dengan menggunakan papan duga bertingkat ( step
gauge / sectional gauge, g ambar 5.2b). Dalam keadaan tertentu, kesulitan yang
mungkin timbul dari jenis papan duga tunggal maupun papan duga bertingkat, dapat
diatasi dengan papan duga miring ( sloping gauge / ramp gauge / inclined gauge).
Dengan jenis papan duga ini, pengamat dapat sangat dekat dengan papan duga
sehingga ketelitian diharapkan dapat lebih tinggi (Gambar 5.2c).
Dalam praktek, untuk kepentingan tertentu, misalnya untuk mengukur fluktuasi air
tanah, atau untuk mengukur tinggi muka air sungai bila lokasi sangat sulit, dapat
digunakan pelampung ( suspended gauge). Ketinggian diukur dari suatu titik tetap
dengan menggunakan pita, rantai atau pun kabel, yang biasanya titik kontaknya
dibuat dengan alat elektronik sederhana, yang memberikan sinyal bahwa ujung rantai
telah menyentuh air.
7/30/2019 5-hidrometridd
http://slidepdf.com/reader/full/5-hidrometridd 10/68
Gambar 5.2 Tiga jenis papan duga.
a. papan duga tunggalb. papan duga bertingkat
c. papan duga miring.
Papan duga jenis ini biasanya dibaca sekali atau dua kali setiap hari, dan datanya
direkam secara manual oleh petugas. Data yang diperoleh hanya dapat memberikan
informasi tinggi muka air sesaat, atau paling banyak berupa data rata-rata muka air
7/30/2019 5-hidrometridd
http://slidepdf.com/reader/full/5-hidrometridd 11/68
pada hari itu. Namun fluktuasi air yang sebenarnya di luar saat pengukuran tidak
diketahui. Hal ini yang dipandang dapat merugikan, karena kenaikan muka air
mendadak dapat saja terjadi dalam waktu singkat ( flash flood ). Dengan demikian
papan duga jenis ini hanya baik bila digunakan di perairan yang fluktuasi airnya tidak
besar, misalnya danau / rawa. Untuk menghindari hal ini, apabila data tinggi muka air
di perlukan di suatu sungai, maka diperlukan satu alat yang dapat merekam setiap
gerakan muka air secara otomatik ( AWLR, Automatic Water Level Recorder ).
Dalam pemakaian terdapat beberapa jenis AWLR baik yang menggunakan
pelampung ( float ) maupun pneumatik. Khusus AWLR dengan pelampung, padadasarnya meneruskan gerakan naik turun pelampung kepada satu mekanisme yang
menggerakkan jarum di atas sebuah silinder yang berputar sesuai dengan putaran jam.
Makin peka tanggapan (response) AWLR terhadap perubahan debit, makin baik.
Akan tetapi agar pelampung tidak terganggu oleh gelombang-gelombang permukaan,
maka pelampung harus ditempatkan dalam satu sumur penenang ( stilling well )
Sumur penenang dapat ditempatkan di sungai (Gambar 5.3a), atau ditempatkan di
darat dan dihubungkan dengan sungai dengan paling tidak dua pipa penghubung
(Gambar 5.3b)
Ukuran pipa penghubung harus cukup agar cukup peka, akan tetapi tidak boleh terlalu
besar sehingga memungkinkan masuknya oskilasi permukaan air sungai. WMO
(1965) menyarankan sebagai patokan kasar, luas penampang pipa penghubung lebih
kecil dari 1/200 luas penampang sumur penenang.
7/30/2019 5-hidrometridd
http://slidepdf.com/reader/full/5-hidrometridd 12/68
Gambar 5.3 Penempatan AWLR.
Contoh rekaman AWLR yang merupakan hidrograf muka air ( stage hydrograph)
ditunjukkan dalam gambar 5.4. Rekaman ini merupakan data yang sangat penting
untuk mempelajari karakteristik aliran dalam satu DAS. Dalam gambar tersebut
nampak perbedaan data yang diperoleh, apabiila pengukuran tinggi muka air hanya
dilakukan secara manual. Pengukuran yang terakhir ini hanya baik apabila dilakukan
selama musim kemarau, sehingga fluktuasi air yang menyolok tidak terjadi.
Mengingat sangat pentingnya rekaman data ini, maka keberhasilan pemasangan
setasiun ini diukur dengan hasil rekaman yang diperlukan, yang harus mempunyai
kualitas tinggi, diantaranya kontinuitas, ketelitian dan tingkat kepercayaannya. Oleh
sebab itu, untuk menjamin kualitas tersebut, maka alat-alat yang dipasang harus
7/30/2019 5-hidrometridd
http://slidepdf.com/reader/full/5-hidrometridd 13/68
Gambar 5.4 Contoh rekaman AWLR
selalu dalam kondisi prima, dengan pemeliharaan yang baik. Setiap rekaman yang
diperoleh harus dicermati, untuk mengidentifikasi kemungkinan kesalahan sebagai
akibat tidak baiknya unjuk-kerja alat yang dipasang. Beberapa petunjuk operasional
yang dikemuukakan oleh Lambie (1978) adalah sebagai berikut ini.
1. Sumur penenang harus selalu dalam keadaan terpelihara.
2. Pipa penghubung dan sumur harus bebas dari lumpur.
3. Papan duga acuan (reference gauge) harus selalu tepat sesuai dengan tinggi
acuan.
Kesalahan-kesalahan rekaman dapat terjadi karena sebab-sebab mekanikal, atau
karena sebab-sebab operasional. Keduanya harus segera dapat diditeksi untuk
kemudian diperbaiki.
Untuk kepentingan tertentu, atau untuk keadaan khusus dimana pengamat sulit
diperoleh, atau bila hanya tinggi muka air maksimum saja yang diperlukan, maka
dapat digunakan papan duga khusus (crest gauge), yang hanya akan merekam tinggi
muka air maksimum yang terjadi selama waktu tertentu. Dengan cara ini bentuk
hidrograf tidak dapat diketahui. Sebagai contoh misalnya Griffin’s gauge (Horst,
7/30/2019 5-hidrometridd
http://slidepdf.com/reader/full/5-hidrometridd 14/68
1978). Papan duga ini terdiri dari sebuah papan duga (seperti yang lain) dengan
ukuran yang lebih kecil, dicat dengan bahan yang luntur, atau dipasang dengan
sebuah sumbat (cork ) (yang hanya dapat bergerak keatas) dalam sebuah pipa dengan
lubang di bagian bawah. Tinggi muka air maksimum yang tercapai selama waktu
tertentu dapat dibaca dengan mudah. Cara lain yang lebih sederhana adalah dengan
membuat papan duga, yang pada setiap pembagian skalanya dibuat lubang yang
dihubungkan dengan botol. Maka tinggi muka air maksimum yang terjadi dapat
dilihat dari botol yang terhubung dengan lubang tertinggi yang terisi air.
5.3 Pengukuran Debit
Pengukuran debit di saluran / sungai memerlukan dua pengukuran, yaitu luas
penampang aliran dan kecepatan aliran. Pengukuran luas penampang sungai dapat
dilakukan dengan mudah apabila lokasi setasiun telah ditetapkan, dan dilakukan
pengukuran yang cermat tentang bentuk penampang sungai di setasiun tersebut.
Pengukuran kecepatan dapat dilakukan dengan berbagai alat dari yang sangat
sederhana seperti pelampung ( float ) sampai alat yang rumit seperti LDA ( Laser
Doppler Anemometer ). Lambie ( 1978) paling tidak menyebutkan 15 jenis meter
pengukur kecepatan. Pemilihan jenis meter yang sesuai dengan sifat penampang
sungai hendaknya dilakukan dengan hati-hati, dan dapat dicermati dari penjelasan
dari produsen masing-masing alat dan pengalaman para pemakai sebelumnya.
Dalam praktek terdapat dua cara pengukuran debit, yaitu pengukuran langsung
(direct measurement ) dan pengukuran tidak langsung (indirect measurement ). Cara
pertama misalnya dilakukan dengan 'current meter ' , sedangkan cara kedua dengandasar ' slope area, velocity area' , dan beberapa konstruksi-khusus.
5.3.1 Pengukuran Langsung
7/30/2019 5-hidrometridd
http://slidepdf.com/reader/full/5-hidrometridd 15/68
5.3.1.1 Pengukuran Dengan Current Meter
Debit aliran dapat diperoleh dengan persamaan :
Q = AV (5.1)
dengan : Q = debit, dalam 3m / det
A = luas penampang, dalam 2m ,
V = kecepatan air rata-rata, dalam m/det.
Dalam praktek tidak dijumpai alat yang dapat digunakan untuk melakukan
pengukuran langsung kecepatan rata-rata penampang sungai. 'Current meter ' hanya
dapat digunakan untuk mengukur kecepatan pada satu titik dalam penampang sungai.
Oleh sebab itu, maka harus dicari cara untuk memperoleh besaran debit.
'Current meter ' , baik yang bersumbu mendatar ( propeller type) maupun yang
bersumbu tegak (cup type) merupakan alat ukur yang paling banyak digunakan dalam
praktek pengukuran (Gambar 5.5). Alat ini pada dasarnya hanya mampu mengukur
kecepatan air tepat di titik tengah ' propeller ', atau di titik tengah mangkok (cup).
Kecepatan air diperoleh sebagai fungsi jumlah putaran ' propeller ' atau 'cup', dengan
persamaan :
V = A + nB (5.2)
dengan : V = kecepatan air, dalam m/det,
n = jumlah putaran dalam waktu tertentu,
A,B = tetapan, ditentukan dari kalibrasi.
7/30/2019 5-hidrometridd
http://slidepdf.com/reader/full/5-hidrometridd 16/68
Gambar 5.5 Current meter. a. Sumbu datar ( Propeller type)
b. Sumbu tegak (Cup type).
Umumnya pada saat pembelian meter, tabel kalibrasi telah disertakan, sehingga
pengukuran dilakukan dengan menggunakan tabel tersebut. Dari pengalaman
pengukuran di lapangan disarankan agar :
1. lama waktu pengukuran sekitar 3 - 5 menit, atau
2. jumlah putaran minimum sekitar 30 - 50 putaran.
Tabel kalibrasi harus diperbaharui setiap jangka waktu tertentu, agar unjuk-kerja
meter dapat diipertahankan setinggi mungkin.
7/30/2019 5-hidrometridd
http://slidepdf.com/reader/full/5-hidrometridd 17/68
Setelah lokasi setasiun hidrometri ditetapkan sesuai dengan syarat-syarat yang
disebutkan di bagian lain bab ini, maka penyiapan penampang melintang untuk
pengukuran perlu dilakukan dengan baik. Hal ini perlu dilakukan agar dapat
diperoleh hasil pengukuran yang baik, dan juga agar pengukuran kecepatan air dapat
dilakukan dengan lebih mudah dan teliti. Pada dasarnya pengukuran akan dilakukan
bertahap, pada setiap bagian sungai yang dibatasi oleh ‘vertikal-vertikal’ tertentu
(Gambar 5.6).
Tidak terdapat pedoman yang dapat digunakan sebagai acuan tentang berapa banyak
‘vertikal’ yang harus digunakan dalam pengukuran, semata-mata hanya didasarkan
pada keadaan setempat. Biasanya langkah ini perlu didahului dengan ‘penjajagan’
untuk mengetahui sacara kasar bentuk dasar sungai. Apabila dasar sungai relatif
beraturan (regular bed ) maka pengukuran kecepatan dapat dilakukan dalam jumlah
vertikal yang lebih kecil. Sebaliknya bila dasar sungai tidak beraturan (irregular bed ),
jumlah vertikal untuk pengukuran kecepatan harus lebih banyak agar hasil
pengukuran dapat teliti. Untuk dasar sungai beraturan, umumnya dilakukan minimum
10 vertikal untuk diukur dan untuk dasar tidak beraturan, sangat tergantung dari
7/30/2019 5-hidrometridd
http://slidepdf.com/reader/full/5-hidrometridd 18/68
Gambar 5.6 Bagan pengukuran debit.
a. bagan dengan mean area method
b. bagan dengan mid area method.
bentuk dasar sungai. Lambie (1978) mengusulkan jumlah pengukuran maksimum 15
buah untuk dasar sungai beraturan, dan maksimum 20 buah untuk dasar sungai tidak
beraturan. Apabila pengukuran akan dilakukan secara rutin, maka perlu ditetapkan
titik-titik tetap pengukuran, dan ditetapkan profil penampang baku untuk setasiun
tersebut.
Seperti telah disebutkan sebelumnya, 'current meter ' hanya dapat mengukur
kecepatan satu titk saja dalam penampang sungai, sedangkan yang diperlukan adalah
kecepatan rata-rata penampang. Dengan memanfaatkan bagan dalam gambar 5.6,
maka masih diperlukan pengukuran kecepatan rata-rata vertikal. Mengacu pada
profil teoritik distribusi kecepatan vertikal, maka kecepatan rata-rata vertikal dapat
7/30/2019 5-hidrometridd
http://slidepdf.com/reader/full/5-hidrometridd 19/68
dianggap sama dengan kecepatan yang terukur pada kedalaman 0,6 H, diukur dari
permukaan air, dengan H adalah kedalaman air pada vertikal tersebut. Apabila
dikehendaki pengukuran yang lebih dari satu titik, dapat dilakukan pengukuran pada
dua titik, dengan kedalaman masing-masing 0,2H dan 0,8H dan kecepatan rata-rata
dihitung dengan persamaan (5.3).
V=0 2 0 8
2
, ,H HV V+
(5.3)
Apabila dihendaki pengukuran di lebih banyak vertikal, dapat digunakan persamaan
(5.4 ) untuk pengukuran tiga titik.
VH H HV V V
=
+ +0 2 0 6 0 8
3
, , ,(5.4)
Untuk pengukuran 4 dan 5 titik dapat digunakan persamaan (5.5) dan (5.6).
VH H HV V V
=
+ +0 2 0 6 0 82
4
, , ,(5.5)
Vp H H H dV V V V V
=
+ + + +3 2 3
10
0 2 0 6 0 8, , ,(5.6)
dengan : pV = kecepatan air di permukaan,
dV = kecepatan air di dasar sungai.
7/30/2019 5-hidrometridd
http://slidepdf.com/reader/full/5-hidrometridd 20/68
Dengan demikian, maka pengukuran dilakukan dengan menempatkan 'current meter '
pada kedalaman tersebut, setelah terlebih dahulu kedalamannya diukur. Selanjutnya
maka debit penampang sungai (Q) dapat dihitung dengan :
Q = iq∑ (5.7)
dengan : Q = debit penampang sungai, dalam m3/det
qi = debit tiap segmen, dalam m3/det.
Debit setiap segmen dalam 'mean area method ' :
in n n nq
d d V V bx x=
+ ++ +1 1
2 2(5.8)
Debit setiap segmen untuk 'mid area method ' :
( )i n n n nq V d b bx x= ++
0 5 0 5 1, ,
(5.9)
Apabila jarak antar vertikal sama, maka persamaan (5.9) disederhanakan menjadi
persamaan (5.10).
i n n nq V d bx x=
(5.10)
7/30/2019 5-hidrometridd
http://slidepdf.com/reader/full/5-hidrometridd 21/68
Pelaksanaan pengukuran dengan menggunakan 'current meter ' ini, dapat dilakukan
dengan dua cara, yaitu :
1. dengan cara menyeberang (wading ),
2. dengan kabel (cable gauging ).
Pengukuran dengan cara 'wading ' hanya diijinkan bila kedalaman dan kecepatan air
sedemikian sehingga tidak membahayakan pengukur. Biasanya apabila kedalaman
masih sekitar satu meter, pengukur masih diperbolehkan melakukan pengukuran
dengan cara ini. Meskipun demikian, hal ini bukan merupakan patokan yang pasti,
karena meskipun kedalamannya kurang dari satu meter, tetapi bila kecepatan air
besar, maka hal ini akan membahayakan pengukur, atau pengukur tidak akan dapat
melakukan tugas pengukuran dengan ketelitian tinggi. Cara ini dilakukan oleh
pengukur dengan menyeberang sungai, dan mengukur di vertikal yang telah
ditetapkan sebelumnya. 'Current meter ' lajimnya dipasang pada tongkat (rod
suspension) sesuai dengan kedalaman yang hendak diukur. Posisi pengukur terhadap
'current meter ' sangat penting, yang pada dasarnya tidak boleh menimbulkan
gangguan pada kerja 'current meter '. Biasanya pengukur berdiri menghadap arus,
berdiri di hilir 'current meter ' dengan sudut 450 sepanjang lengan.
Pengukuran dengan kabel (cable gauging ) pada dasarnya dilakukan dengan cara
sama. Perbedaannya terletak pada penggantung ( suspension) untuk 'current meter '
nya. Untuk pengukuran ini, 'current meter ' dipasang pada kabel yang digulung dalam
satu penggulung yang dilengkapi dengan angka penunjuk (counter ), sehingga panjang
kabel yang terulur dapat diketahui. Kedalaman penampang pada satu vertikal dapat
diketahui dari langkah- langkah pengukuran berikut :
1. 'current meter ' diturunkan sampai menyentuh permukaan air, dan angka
penunjuk dibaca (P1),
2. 'current meter ' diturunkan lagi sampai menyentuh dasar sungai, selanjutnya
penunjuk dibaca lagi (P2),
3. kedalaman sungai di vertikal yang bersangkutan adalah (P2 - P1).
7/30/2019 5-hidrometridd
http://slidepdf.com/reader/full/5-hidrometridd 22/68
Selanjutnya kabel diangkat sampai 'current meter ' berada di titik kedalaman yang
sesuai.
Pengukuran dengan cara tersebut dapat dilakukan dari atas jembatan (asal
penampangnya masih memenuhi syarat), atau dari perahu (boat gauging ). Dalam
praktek perlu diperhatikan adanya pengaruh kecepatan air terhadap posisi 'current
meter ' di dalam air. Apabila kecepatan air cukup tinggi, maka pada saat 'current
meter ' diturunkan, akan terbawa arus dan kabel menjadi tidak vertikal. Oleh sebab itu
apabila kedalaman air diperoleh dari pengurangan P1 dari P2, yang akan diperoleh
adalah ‘kedalaman palsu’ ( false depth), seperti yang nampak pada gambar 5.7. Untuk
memperoleh kedalaman yang benar perlu dilakukan koreksi, baik 'airline correction',
maupun 'wetline correction', yang diberikan di tabel dalam lampiran. Meskipun
demikian, cara ini kurang menguntungkan secara teknis, karena biasanya memerlukan
waktu yang lebih panjang. Untuk menghindari kesulitan ini, maka ' current meter '
dapat dibebani dengan pemberat, yang dapat dipilih antara 5 - 100 kg, sehingga kabel
tetap dalam posisi vertikal.
Gambar 5.7 Posisi 'current meter ' pada 'cable gauging '.
7/30/2019 5-hidrometridd
http://slidepdf.com/reader/full/5-hidrometridd 23/68
Dalam hal-hal yang sangat khusus, misalnya :
1. untuk kepentingan penelitian awal
2. pengukuran dengan cara baku tidak dapat dilakukan,
3. dalam keadaan darurat,
maka pengukuran debit dapat dilakukan dengan cara-cara sederhana, yang tidak
memerlukan peralatan dengan ketelitian tinggi. Sudah barang tentu cara-cara ini tidak
dapat diharapkan memberikan hasil pengukuran yang teliti, namun dipandang sangat
memadai, karena dalam keadaan yang demikian, kesalahan yang terjadi masih dapat
diterima. Cara-cara sederhana tersebut diantaranya dengan pelampung ( float ), dengan
'velocity head rod ' , dan 'Thrupp’s wake (ripple) meter '. Cara-cara sederhana lain dapat
dilihat dalam berbagai buku teks tentang hidrometri.
5.3.1.2 Pengukuran Dengan Pelampung ( float )
Pada dasarnya semua benda yang dapat mengapung , seperti kayu, bola plastik dll,
dapat digunakan sebagai alat untuk mengukur kecepatan. Meskipun demikian dalam
praktek terdapat beberapa jenis pelampung yang disarankan, seperti sketsa dalamgambar (5.8) (Smoot, 1978).
Pelampung permukaan (A) merupakan pelampung yang paling banyak digunakan,
meskipun dalam pemakaian perlu diperhatikan kecepatan angin pada saat
pengukuran. Kecepatan angin yang terlalu besar dapat mempengaruhi hasil
pengukuran. Pelampung dengan pemberat (B) mempunyai unjuk-kerja yang lebih
baik. Pemberat, sembarang benda yang cukup berat dan dapat melayang,
digantungkan pada pelampung sedemikian rupa sehingga mencapai kedalaman kira-
kira 0,6H, di kedalaman dengan kecepatan rata-rata. Pelampung batang (C),
mempunyai unjuk-kerja yang hampir sama dengan (B). Pelampung ini terdiri dari
7/30/2019 5-hidrometridd
http://slidepdf.com/reader/full/5-hidrometridd 24/68
batang yang diberi pemberat sedemikian agar dapat mengapung tegak, dan masih ada
beberapa sentimeter yang nampak di permukaan.
∇
A B C ←
Gambar 5.8 Beberapa jenis pelampung
A. Pelampung permukaan
(Surface float )
B. Pelampung dengan pemberat(Canister float )
C. Pelampung batang ( Rod float )
Prinsip pengukurannya ditunjukkan dalam gambar (5.9). Terlebih dahulu ditetapkan
dua ‘garis’ tegak lurus terhadap arah aliran dengan jarak tertentu (L). Garis ini
diperoleh dengan memanfaatkan sembarang benda yang ada di sekitar lokasi, dapat
berupa pohon, tiang tilpon, atau patok. Pelampung ditempatkan beberapa meter di
hulu garis pertama (garis di sebelah hulu) dan dibiarkan hanyut. Pada saat pelampung
mencapai garis I, maka ' stop watch' ditekan. Apabila pelampung akhirnya mencapai
garis II, maka ' stop watch' dimatikan. Dengan demikian, dapat diperoleh waktu (t)
yang diperlukan pelampung untuk mengalir sejauh L. Maka kecepatan air dapat
dihitung dengan :
7/30/2019 5-hidrometridd
http://slidepdf.com/reader/full/5-hidrometridd 25/68
L
I II
Gambar 5.9 Sketsa pengukuran kecepatan dengan pelampung.
VL
t=
(5.11)
Besaran kecepatan yang diperoleh adalah kecepatan permukaan air, dan untuk
memperoleh kecepatan penampang, besaran tersebut perlu dikalikan dengan koefisien
aliran α < 1. Nilai α tergantung dari jenis pelampung yang digunakan. Horst (1979)
mengusulkan koefisien sbb:
1. Pelampung permukaan :
α ∞ 0,85 untuk keadaan normal,
α ∞ 0,60 untuk kedalaman < 0,5 m
α ∞ 0,90 untuk kedalaman 3-4 m.
2. Pelampung dengan pemberat, α ∞ 1
3. Pelampung batang, α ∞ 0,85 - 1,00
Dari ilmu hidraulika diketahui adanya distribusi kecepatan di permukaan air, yang
mencapai maksimum di tengah-tengah aliran. Untuk itu, agar dalam pengukuran
7/30/2019 5-hidrometridd
http://slidepdf.com/reader/full/5-hidrometridd 26/68
dengan cara ini diperoleh satu besaran kecepatan yang mewakili seluruh penampang,
sebaiknya pengukuran dilakukan paling tidak tiga kali, yaitu di sepertiga kiri, di
tengah dan di sepertiga kanan.
5.3.1.3 Pengukuran Dengan Velocity Head Rod
Pengukuran dengan cara ini memanfaatkan prinsip yang digunakan dalam Pitot
meter, yaitu :
H =
2
2
vg
(5.12)
dengan : H = tinggi kecepatan, dalam m
v = kecepatan, dalam m / det
g = gravitasi.
Alat ukur ini terdiri dari papan berskala, mirip dengan papan duga, yang salah satu
sisinya dipertajam (Gambar 5.10). Alat dimasukkan ke dalam air, dengan sisi tajam
menghadap ke hulu, dan tinggi air dibaca (H1). Selanjutnya alat tersebut diputar 900,
(tegak lurus arah aliran) dan tinggi air dibaca (H 2). Tinggi kecepatan diperoleh dari
selisih dua pengukuran tersebut (H2 - H1). Alat ini hanya direkomendasikan untuk
kecepatan antara 0,5 - 2,5 m / det.
∇ ∇
7/30/2019 5-hidrometridd
http://slidepdf.com/reader/full/5-hidrometridd 27/68
Gambar 5.10 'Velocity Head Rod '
5.3.1.4 Pengukuran Dengan Thrupp’s wake (ripple) meter
Alat ukur sederhana ini dapat dibuat di bengkel, dan dapat dimanfaatkan untuk
pengukuran dengan ketelitian yang cukup, untuk kecepatan di atas 1 m / det. Apabila
sebuah batang dimasukkan ke dalam air, maka di hilir batang tersebut akan terbentuk
gelombang-gelombang kecil membentuk sudut tertentu. Makin besar kecepatan air,
maka sudut tersebut semakin kecil. Karena dalam pengukuran di sungai pengukuran
sudut sulit dilakukan, maka digunakan dua batang yang dipasang dengan jarak
tertentu, dan pengukuran sudut diganti dengan pengukuran jarak antara sumbu penghubung dua batang tersebut dengan titik-potong antara dua gelombang yang
terbentuk (gambar 5.11).
Persamaan yang digunakan untuk menghitung kecepatan permukaan adalah :
V = C + XL (5.13)
dengan V = kecepatan permukaan, dalam ft / det.
C = tetapan 0,40
X = variabel yang besarnya tergantung dari nilai W
7/30/2019 5-hidrometridd
http://slidepdf.com/reader/full/5-hidrometridd 28/68
W (inchi) X
4 0,280
6 0,2068 0,161
9 0,145
12 0,109
Untuk mendapatkan besaran dalam satuan metrik, sebaiknya tabel tersebut dibuat
dengan kalibrasi di laboratorium.
Gambar 5.11 'Thrupp’s wake (ripple) meter '
5.3.1.5 Cara-cara Lain Dalam Pengukuran Debit
Cara-cara pengukuran yang telah disampaikan disebelumnya, adalah cara-cara yang
dilakukan pada keadaan tertentu. Pada keadaan-keadaan tertentu cara-cara tersebut
7/30/2019 5-hidrometridd
http://slidepdf.com/reader/full/5-hidrometridd 29/68
kadang-kadang sulit dilaksanakan. Green (1978) menginventarisasi beberapa keadaan
dimana cara-cara tersebut sulit dilaksanakan :
1. apabila tidak dapat diperoleh kurva-kalibrasi (rating curve) yang stabil,
2. pengaruh backwater ,
3. lebar sungai lebih dari 500m,
4. pertumbuhan tanaman air cepat,
5. dasar sungai selalu berubah,
6. sering terjadi arus balik (reverse flow).
Cara-cara baru yang dikembangkan tidak akan disebutkan secara rinci dalam bab ini,
kecuali beberapa penjelasan singkat dari beberapa cara tersebut (Green, 1978, Cole,
1982, Mosley, 1992 )
5.3.1.5.1 Pengukuran Electromagnetik ( Electromegnetic Gauge)
Cara ini dikembangkan di Inggris, diantaranya didorong oleh kesulitan yang dijumpai
dalam pengukuran dengan cara-cara konvensional, akibat sangat cepatnya pertumbuhan tanaman air. Prinsip dasar cara ini adalah pengukuran tegangan yang
ditimbulkan oleh aliran air melewati medan magnit (Herschy, 1982). Tegangan ini
sebanding dengan kecepatan air rata-rata. Beberapa bagian penting alat ini
diantaranya :
1. 'coil ' untuk membangkitkkan medan magnit di seluruh lebar sungai,
2. aliran air akan membangkitkan perbedaan potential antara dua sisi sungai,
proporsional dengan kecepatan air rata-rata, yang akan ditangkap oleh dua
buah elektroda yang dipasang di kedua sisi sungai,
3. dasar sungai akan mengganggu signal antara dua sisi sungai, oleh sebab itu
perlu dilapis dengan isolator.
7/30/2019 5-hidrometridd
http://slidepdf.com/reader/full/5-hidrometridd 30/68
Pengukuran dengan cara ini masih terhitung mahal dan memerlukan pemasangan
yang sangat cermat, dan saat ini sudah dimungkinkan untuk digunakan di sungai
sampai dengan lebar 25 m.
5.3.1.5.2 Pengukuran Ultrasonik (Ultrasonic Gauging )
Alat ukur yang juga termasuk kategori mahal ini, pada dasarnya memperoleh besaran
kecepatan dari perbedaan waktu yang diperlukan oleh pulsa ultrasonik (ultrasonic
pulse) yang diarahkan secara diagonal, baik ke arah transducer di sebelah hulu
maupun ke arah transducer di sebelah hilir. Alat ini dipandang tidak baik untuk
sungai-sungai dengan penampang lebar, atau dangkal atau saluran yang banyak
ditumbuhi tanaman air, maupun sungai yang mempunyai kandungan sedimen tinggi.
Beberapa cara operasional telah diikembangkan dengan alat ini, yang mempunyai
ketelitian yang relatif sama, yaitu (Green, 1978) .
1. 'The time different method ', dimana dua buah 'tranducers' secara bersama--
sama melepaskan signal baik kearah hulu maupun ke arah hilir.2. ' Phase- comparison time- sharing method ' , yang prinsip pengukurannya
hampir sama dengan cara pertama, kecuali bahwa jalur ( path) keduanya
ditambahkan satu sama lain ( superimposed ).
3. ' Frequency-difference method ', yang pengukurannya dilakukan dengan cara
mengulang-ulang pembangkitan pulsa dari 'transducer ' pertama ke ' trans-
ducer' kedua dengan frekuensi tertentu.
5.3.1.5.3 Pengukuran Dengan Bahan Terlarut ( Dilution Method )
Pengukuran debit ini dilakukan dengan menginjeksikan bahan terlarut ( tracer ) di titik
injeksi (injection point ) dan mengambil sampelnya di sebelah hilir ( sampling point )
dalam jarak tertentu. Cara pengukuran ini juga masih termasuk cara pengukuran yang
7/30/2019 5-hidrometridd
http://slidepdf.com/reader/full/5-hidrometridd 31/68
mahal, meskipun dalam keadaan tertentu, dan apabila syarat-syarat dipenuhi, dapat
memberikan hasil yang sangat baik, dan bahkan sering digunakan untuk kalibrasi.
Cara ini juga sangat efektif untuk keadaan yang sangat sulit, misalnya di sungai yang
dipenuhi batu-batuan, atau pada saat banjir besar, atau pada saat aliran sangat kecil.
Kalau cara-cara pengukuran lain dapat dilakukan langsung di penampang melintang
sungai, cara ini hanya dapat dilakukan dalam satu penggal sungai (river reach) yang
mungkin sampai beberapa kilometer, dan harus memenuhi beberapa kriteria,
diantaranya :
1. Panjang penggal sungai harus sedemikian sehingga telah terjadi pencam
puran sempurna (complete mixing ). Berbagai persamaan dapat digunakan
untuk menetapkan panjang penggal sungai ini.
2. Koefisien dispersi (dispersion coefficient ) tidak berubah antara titik injeksi
(injection point ) dan titik pengukuran ( sampling point ). Akibatnya, sebaik-
nya penggal sungai di antara dua titik tersebut hendaknya bentuk dan sifat
alami yang sama .
3. Dalam penggal yang dipilih sebaiknya tidak ada aliran masuk (tributaries).
4. Interaksi antara bahan terlarut dengan sedimen hendaknya dihindari. Hal ini
merupakan kasus yang paling sulit.
5. Memerlukan penelitian awal untuk mengetahui stuktur geologi permukaan,
sifat infiltrasi atau kebocoran yang terjadi.
Paling tidak dikenal dua macam cara pengukuran, yaitu :
1. injeksi menerus (constant rate injection), dan
2. cara integrasi (integration method ).
5.3.1.5.4 Pengukuran Dari Perahu Bergerak ( Moving Boat Gauging )
7/30/2019 5-hidrometridd
http://slidepdf.com/reader/full/5-hidrometridd 32/68
Pengukuran ini berbeda dengan pengukuran dari perahu yang tetap ( static boat
gauging ) yang pada umumnya sama dengan 'cable gauging ' biasa. ' Moving Boat
Gauging ' sangat cocok untuk pengukuran sungai yang lebar, di muara dimana
kedalaman sungai hampir seragam. Untuk itu diperlukan sebuah
'echosounder ' .Pengukuran didasarkan pada pengukuran besaran dan arah kecepatan
yang terjadi karena aliran sungai dan gerakan perahu melintas sungai tegak-lurus arah
aliran. Memperhatikan hal itu, hitungan besaran kecepatan aliran dapat dilakukan
dengan tiga cara (Haldar, 1982) :
1. hitungan kecepatan aliran berdasar besaran kecepatan resultante, berarti
memerlukan pengukuran sudut antara arah perahu dan arah resultante, yang
dapat diperoleh dari sebuah 'angle indicator ' ,
2. hitungan didasarkan pada besaran kecepatan perahu dan kecepatan resultante,
yang berarti tidak memerlukan besaran sudut yang terbaca dari 'angle
indicator ' ,
3. hitungan didasarkan pada kecepatan perahu dan besaran sudut vane,
sehingga tidak memerlukan 'current meter '.
5.3.1.5.5 Pengukuran Dengan Gelembung Udara ( Rising Air Float )
Pengukuran dengan cara ini pada dasarnya menghitung debit tiap satuan lebar
sungai, berdasar kecepatan air yang diukur dengan melepaskan pelampung (buoyant )
di dasar sungai. Debit per satuan lebar dapat dihitung dengan rumus yang
disederhanakan:
Qi
i
n
iq b==
∑1
∆ (5.14)
q = Vr L (5.15)
7/30/2019 5-hidrometridd
http://slidepdf.com/reader/full/5-hidrometridd 33/68
dengan : q = debit persatuan lebar,
Vr = kecepatan tetap pelampung ke permukaan air,
L = jarak dari titik pelepasan di dasar sungai, sampai titik di permukaan
(displacement )
Pemakaian gelembung udara pada dasarnya sama. Keuntungan pemakaian gelembung
udara adalah kemudahan pemakaian, hanya memerlukan kompresor, jumlah tidak
terbatas, tidak menimbulkan polusi. Cara ini sangat cocok untuk sungai dengan
kecepatan rendah. Beberapa keuntungan dan kerugian pemakaian cara ini diantaranya
(Sargent, 1982) :
1. Dapat diperoleh besaran debit sesaat, yaitu saat pengambilan foto. Hal ini
tidak dapat diperoleh dengan cara pengukuran dengan 'velocity-area
method '.
2. Sangat menghemat waktu pelaksanaan, terutama sekali kalau pengukuran
dilakukan secara periodik dalam jangka panjang, untuk menetapkan liku-
kalibrasi (rating curve).
3. Pengukuran kecepatan di bawah kemampuan current meter dapat
dilakukan.
4. Tidak memerlukan pengukuran profil penampang sungai.
5. Dapat digunakan pada penampang yang tidak memiliki liku-kalibrasi yang
tetap.
6. Dapat digunakan dengan baik meskipun tumbuhan air cukup banyak,
karena gelembung udara dapat naik tanpa gangguan berarti.
7. Pengukuran malam hari dapat dilakukan dengan mudah, dengan menggunakan
kamera dengan lampu kilat biasa.
8. Gangguan kecepatan angin yang tinggi di permukaan air dapat mengganggu
ketelitian pengukuran.
9. Cara ini tidak dapat memberikan data kecepatan air.
7/30/2019 5-hidrometridd
http://slidepdf.com/reader/full/5-hidrometridd 34/68
10. Sampai dengan lebar sungai 50 m, pengukuran dapat dilakukan dengan satu
kamera. Akan tetapi biila lebar sungai lebih dari 50 m, memerlukan pemo
tretan lebih dari satu kali, yang berartii debit sesaat sudah tidak dapat diper
oleh lagi.
5.3.2 Pengukuran Tidak Langsung
Dalam praktek, data aliran sungai yang dikumpulkan dari beberapa institusi terkait,
bila diperhatikan, sekitar 75 % pengukuran berada di tengah-tengah jangkau (range)
debit yang terjadi. Hal ini merugikan, karena informasi tentang debit minimum dan
lebih-lebih debit besar sangat jarang. Hal ini bukan semata-mata karena
kekurangmampuan petugas, namun sering disebabkan karena kesulitan yang dijumpai
dalam pengukuran banjir, padahal di sisi lain, kebutuhan informasi tentang banjir ini
lebih banyak ditemukan dalam pengembangan sumberdaya air. Kesulitan yang
dijumpai misalnya :
1. terjadi banjir yang sangat cepat ( flash fllood ) , sehingga petugas tidak siap
untuk melakukan pengukuran,2. pada saat terjadi banjir, karena kondisi setempat yang kurang baik, setasiun
hidrometri tidak memungkinkan untuk didatangi,
3. pelaksanaan pengukuran membahayakan petugas.
Berdasar hal tersebut, maka informasi mengenai banjir terpaksa diupayakan dengan
memanfaatkan beberapa cara, untuk memperoleh besaran banjir yang sebenarnya.
Jadi pengertian 'tidak langsung ' disini diartikan sebagai upaya memperoleh besaran
debit yang dilakukan setelah kejadian yang bersangkutan dengan memanfaatkan
prinsip-prinsip hidraulika.
7/30/2019 5-hidrometridd
http://slidepdf.com/reader/full/5-hidrometridd 35/68
Sebenarnya, hasil pengukuran kecepatan yang dilakukan secara langsung dengan
cara-cara yang telah disebutkan sebelumnya masih dapat dilakukan untuk mengatasi
hal ini, yaitu dengan :
1. memperpanjang grafik hubungan antara ketinggian muka air dengan kece-
patan rata-rata ( stage -velocity) sampai di atas batas pengukuran,
2. memperpanjang grafik hubungan antara tinggi muka air dan luas
penampang sungai ( stage-area) sampai di atas batas pengukuran.
Cara tersebut sering disebut sebagai cara 'area-velocity'.
Boyer (1964), Barnes dan Davidian (1978), Ponce (1989), dan Mosley dan
McKerchar (1993) menunjukkan beberapa cara pengukuran tidak langsung
diantaranya : 1. 'Slope-Area Method ',
2. dengan bangunan ukur (discharge measurement structures)
5.3.2.1 Slope-Area Method
Cara ini baik digunakan untuk bagian sungai yang lurus dan seragam untuk
menghitung debit puncak. Tinggi muka air maksimum yang diperlukan untuk
hitungan ini dapat diperoleh dengan data dari 'crest gauge', atau data bekas banjir
yang dapat diperoleh di tebing sungai setelah terjadi banjir. Luas penampang
melintang sungai diperoleh dari rata-rata tiga penampang sungai, dan kecepatan
didapatkan dengan rumus Manning :
v = C R Sn
2 3 1 2/ / (5.16)
dengan : v = kecepatan dalam m/det
C = tetapan = 1 untuk unit metrik,
7/30/2019 5-hidrometridd
http://slidepdf.com/reader/full/5-hidrometridd 36/68
R = radius hidraulik,
S = landai muka air (sering didekati ∞ landai dasar sungai)
n = kekasaran Manning.
Persamaan tersebut hanya berlaku untuk aliran seragam (uniform flow), dimana
berlaku andaian bahwa landai muka air (water surface profile) sama dengan landai
dasar saluran ( stream bed ). Keadaan seperti ini jarang ditemui di lapangan. Apabila
aliran tidak seragam maka diperlukan penyesuaian terhadap rumus Manning. Barnes
(1978) dan Ponce (1989) menunjukkan, bila bagian rumus debit Manning A
nR 2 3/
sebenarnya mengandung beberapa faktor yang spesifik menyatakan sifat saluran dan
disebut sebagai 'conveyance' (K), yang untuk penggal sungai yang ditinjau belaku
rata-rata geometriknya ( geometric mean) yaitu :
K = 1 2K K
(5.17 )
dengan 1 2K K dan masing-masing 'conveyance' untuk masing-masing
penampang. Dengan demikian maka rumus debit menjadi :
Q = K S (5.18)
Dari beberapa pertimbangan Barnes(1978) juga menyarankan hal-hal berikut sebagai
pertimbangan pemilihan penggal sungai untuk pengukuran.
1. Panjang penggal-sungai hendaknya paling sedikit 75 x kedalaman air rata-
rata.
7/30/2019 5-hidrometridd
http://slidepdf.com/reader/full/5-hidrometridd 37/68
2. Beda ketinggian paling sedikit sama dengan tinggi kecepatan.
3. Beda ketinggian paling sedikit 15 cm.
5.3.2.2 Bangunan Ukur ( Measuring Structures)
Boyer (1964), Barnes, 1978), Horst, 1979), dan beberapa penulis lain menunjukkan
berbagai cara konvensional untuk memperkirakan debit sungai dengan beberapa
macam bangunan ukur. Yang dimaksud dengan bangunan ukur diantaranya :
1. contracted opening ,
2. bendung / peluap (weirs),
3. gorong-gorong (culvert ) dan flumes.
5.3.2.2.1 Penyempitan (Contracted Opening )
Perubahan mendadak pada penampang sungai dalam satu penggal sungai tertentu
dapat digunakan sebagai alat pengukur debit. Penyempitan ini dapat diakibatkan oleh
adanya bangunan pondasi jembatan jalan atau jembatan kereta rel. Boyer (1964) dan
Barnes (1978) menunjukkan rumus yang dapat digunakan untuk menghitung debit :
Q = CAc 22
2
g hgA
f V
h(∆ + −α ) (5.19)
dengan : C = koefisien debit,
Ac = luas penampang minimum pada penyempitan,
∆h = beda tinggi muka air di hulu (approach section) dan di penyempitan,
α = 'weighting factor ', mempertimbangkan kecepatan rata-rata di hulu,
VA = kecepatan rata-rata di hulu,
hf = kehilangan tinggi tenaga akibat gesekan ( friction head loss) antara
7/30/2019 5-hidrometridd
http://slidepdf.com/reader/full/5-hidrometridd 38/68
bagian hulu dan di kontraksi.
Barnes (1978) memberikan penyelesaian untuk hf dengan :
hf = Lw (Q2/K hK k ) + L(Q / K k )2 (5.20)
dengan : Lw = panjang 'approach reach', sampai dengan lebar penyempitan,
K h = 'conveyance' di hulu,
K k = 'conveyance' di kontraksi,
L = panjang kontraksi.
Dengan demikian maka persamaan (5.19) harus diselesaikan dengan cara coba-coba
(trial and error ).
Boyer (1964) memberikan ancar-ancar, lokasi ‘bagian hulu’ hendaknya ditetapkan
sejauh lebar kontraksi. Koefisien C mempunyai nilai maksimum = 1, dan
merupakan salah satu koefisien yang sangat penting, dan merupakan pengaruh
gabungan dari (Barnes, 1978) :
1. koefisien kontraksi,
2. geometri kontraksi, dan
3. ' Froude number '
.
Derajad kontraksi (m) dan perbandingan antara panjang dan lebar kontraksi (L/b)
merupakan faktor yang paling dominan. Barnes (1978) memberikan penyelesaian
sbb:
m = (1 -q
h
K
K )
(5.21)
7/30/2019 5-hidrometridd
http://slidepdf.com/reader/full/5-hidrometridd 39/68
dengan : K q = 'conveyance' untuk debit ‘q’,
‘q’ adalah bagian debit di hulu yang dapat lewat, seandainya tidak
ada kontraksi
K h = 'conveyance' di hulu.
L = panjang kontraksi,
b = lebar kontraksi.
5.3.2.2.2 Bendung (weir )
Dalam praktek dikenal dua macam bendung (weir ) / pelimpah, yaitu bendung dengan
ambang lebar (broad crested weir ) dan bendung dengan ambang tipis ( sharp crested
weir ). White (1978) menunjukkan persamaan umum yang dapat digunakan untuk
pelimpah ambang lebar berpenampang persegi sbb :
Q = (2/3)3/2 FCdL ( ) g H3/2 (5.22)
Koefisien F, dengan syarat-syarat tertentu dapat ditetapkan sama dengan satu, dan
untuk kepentingan praktis, koefisien Cd dapat diambil nilai 0,848.
Persamaan sederhana yang digunakan untuk alat ukur (pelimpah) adalah :
Q CL nH= (5.23)
dengan : Q = debit,
C = koefisien, yang tergantung dari jenis ambang dan saluran hulu,
(approach channel )
L = panjang ambang,
7/30/2019 5-hidrometridd
http://slidepdf.com/reader/full/5-hidrometridd 40/68
H = tinggi air di ambang
n = koefisien, tergantung dari jenis ambang.
Alat ukur / pelimpah dengan ambang tipis yang banyak digunakan dalam pengukuran
debit saluran-saluran kecil misalnya dengan bentuk persegi-panjang, segitiga atau
trapesium, atau parabolik. Pelimpah dapat dikategorikan sebagai berambang tipis,
apabila perbandingan antara kedalaman air di hulu dan panjang (tebal) pelimpah lebih
besar dari 15.
Gambar 5.12 Pelimpah dengan ambang tipis.
Pelimpah dengan ambang tipis (thin plate weir ), merupakan alat ukur yang murah
dan dapat dibuat dengan mudah dengan bahan-bahan yang terdapat di bengkel.
Meskipun memerlukan beberapa syarat untuk mencapai ketelitian pengukuran
tertentu, namun hal itu dapat dilakukan dengan mudah. Dalam praktek terdapat
beberapa jenis yang banyak digunakan di lapangan, khususnya untuk pengukuran di
saluran-saluran / sungai yang tidak lebar.
B
∇ ∇
b
h
7/30/2019 5-hidrometridd
http://slidepdf.com/reader/full/5-hidrometridd 41/68
'uncontracted weir ' ' fully contracted weir '
∇
trapesium
∇ ∇ ∇
Segitiga Gabungan
Gambar 5.13 Beberapa jenis pelimpah dengan ambang tipis.
Memperhatikan persamaan umum (5.23) persamaan yang dapat digunakan untuk
menghitung debit jenis pelimpah penampang persegi :
Q C g LH=2
32 1 5,
(5.24)
Koefisien C merupakan fungsi b/B dan H/h seperti dalam tabel berikut (Bos, 1978).
Tabel 5.2 Nilai koefisien C sebagai fungsi
b/B dan H/p
b/B C
7/30/2019 5-hidrometridd
http://slidepdf.com/reader/full/5-hidrometridd 42/68
1,0 0,602 + 0,075 H/p
0,9 0,599 + 0,064 H/p
0,8 0,597 + 0,045 H/p0,7 0,595 + 0,030 H/p
0,6 0,593 + 0,018 H/p
0,5 0,592 + 0,011 H/p
0,4 0,591 + 0,006 H/p
0,3 0,590 + 0,002 H/p
0,2 0,589 + 0,0018 H/p
0,1 0,588 + 0,0021 H/p
0 0,587 + 0,0023 H/p
sedangkan untuk penampang segitiga, Kindsvater dan Carter (Bos, 1978) menunjuk
rumus umum yang digunakan adalah:
Q C g eH=8
152
2
2 5tan
,θ(5.25)
dengan eH = H + hK . (5.26)
Tetapan hK merupakan fungsi besaran sudut θ dengan perkiraan seperti dalam
tabel (5.2).
Tabel 5.3 Perkiraan nilai hK sebagai fungsi θ
θhK
20 2,7530 2,25
40 1,75
50 1,50
60 1,25
70 1,00
7/30/2019 5-hidrometridd
http://slidepdf.com/reader/full/5-hidrometridd 43/68
80 0,85
90 0,80
100 0,75(Adaptasi dari ILRI, Bos, 1978)
Debit untuk pelimpah ambang tipis lain yaitu dengan penampang trapesium dapat
dihitung dengan :
Q C g bL H= +
2
32
4
5 2
1 5tan ,θ(5.27)
dengan : bL = lebar dasar trapesium.
Beberapa hal memerlukan perhatian untuk jenis pelimpah ini yaitu :
1. tidak dapat bekerja dengan baik dalam ' submerged flow',
2. bagian yang tajam sangat mudah menahan kotoran,
3. sangat peka terhadap keadaan aliran datang (approach condition),
4. di bagian hulu biasanya banyak sedimen (Horst, 1978).
Bos (1978) memberikan takrif tentang pelimpah ambang lebar (broad crested weir )
sebagai pelimpah dengan 0 50 0 08, ,≥ ≥H
P, dengan P panjang ambang.
Gambar 5.14 Pelimpah dengan ambang lebar.
7/30/2019 5-hidrometridd
http://slidepdf.com/reader/full/5-hidrometridd 44/68
Untuk pelimpah dengan penampang persegi, persamaan debitnya (Bos, 1978):
Q g Ld vC C H=2
3
2
3
1 5,
(5.28) dengan : H = Ht -α 2
2
vg
(5.29)
dC = koefisien akibat distribusi kecepatan di atas ambang, sebagai fungsi
Ht
L,
vC =
1 5,Ht
H
koefisien karena pemakaian H (bukan Ht), sebagai
fungsi H.
Jenis pelimpah ini misalnya digunakan dalam pintu ukur sorong Romijn yang banyak
digunakan dalam sistem irigasi (gambar 5. 15).
7/30/2019 5-hidrometridd
http://slidepdf.com/reader/full/5-hidrometridd 45/68
Gambar 5.15 Pintu ukur sorong Romijn.
Beberapa perkembangan lain dijumpai dalam pemakaian prinsip ini, misalnya
ambang lebar tanpa pembulatan di sebelah hulu, penampang segitiga dan pelimpah
Faiyum . Demikian pula jenis-jenis alat ukur lain seperti ' short crested weir ', ' flume'
termasuk diantaranya 'long throated flumes', ' Parshal flumes', ' H flumes' (Bos, 1978).
Pelimpah lain yang banyak digunakan sebagai bangunan pelimpah ( spillway) dapat
dalam bentuk seperti dalam gambar 5.16.
Gambar 5.16 Pelimpah dengan ambang lebar.
(ogee crest weir )
7/30/2019 5-hidrometridd
http://slidepdf.com/reader/full/5-hidrometridd 46/68
Berdasar persamaan (5.23) dengan n = 3/2, maka jenis bendung ini mempunyai nilai
C seperti dalam tabel berikut.
Tabel 5.4 Nilai C sebagai fungsi nilai
P
H0
P/ Ho C
0,1 3,55
0,2 3,40
0,5 3,801,0 3,88
1,5 3,92
2,0 3,93
2,5 3,94
3,0 3,95
(Diadopsi dari USDI, 1987)
Dalam pembangunan bendungan, mercu bangunan pelimpah ini dapat dalam berbagai
bentuk, dengan dinding hulu tegak atau miring dan dengan berbagai ukuran jari-jari
kelengkungan pada mercu seperti yang dikembangkan oleh USCE.
5.4 Cara Lain Hitungan Debit
Hitungan debit yang akan dijelaskan di bagian ini merupakan kelanjutan dari butir
5.3.1.1 (pengukuran dengan current meter ), adapun hitungan debit dengan
pengukuran secara tidak langsung dijelaskan pada butir yang bersangkutan. Seperti
telah dijelaskan dalam 5.3.1.1, bahwa current meter hanya dapat digunakan untuk
mengukur kecepatan pada satu titik saja dalam penampang saluran. Oleh sebab itu,
untuk mendapatkan besaran debit untuk seluruh penampang, diperlukan beberapa
langkah-langkah hitungan. Dua cara yang dilakukan yaitu dengan 'mean are method '
dan 'mid are method ' telah dijelaskan dibagian terdahulu.
7/30/2019 5-hidrometridd
http://slidepdf.com/reader/full/5-hidrometridd 47/68
5.4.1 Cara Grafis
Cara ini dapat digunakan sebagai alternatif lain, apabila cara-cara yang disebutkan
terdahulu tidak dikehendaki. Pada dasarnya cara ini dapat dilakukan dengan
menggambarkan profil kecepatan di masing-masing vertikal (depth-velocity curve),
dan luas yang diperoleh dengan planimeter menunjukkan ‘debit vertikal’ sebesar
n n nq v d= . Untuk memperoleh debit aliran di penampang bersangkutan dapat
dilakukan dengan dua cara yaitu dengan cara Harlacher dan cara Treviranus (Horst,
1979).
Cara ' Harlacher ' diperoleh dengan menggambarkan di garis permukaan air, dan
ditarik grafik melewati titik-titik tersebut. Luas di dalamnya menunjukkan besaran
debit di penampang bersangkutan.
Gambar 5. 17 Hitungan grafis dengan cara Harlacher (Horst, 1979)
Hitungan grafis dengan cara 'Treviranus' dilakukan dengan menggambarkan
kecepatan rata-rata vertikal ( v = q/d) bersama-sama dengan profil kedalaman
7/30/2019 5-hidrometridd
http://slidepdf.com/reader/full/5-hidrometridd 48/68
penampang (diperoleh dengan echo-sounder ). Perkalian antara keduanya merupakan
besaran debit di penampang bersangkutan.
Gambar 5.18 Hitungan grafis dengan cara Treviranus (Horst, 1979)
5.4.2 Cara Loop
Cara pengukuran debit dengan 'current meter ' yang telah disebutkan di bagian
terdahulu, agar besaran kecepatan yang diperoleh dapat digunakan untuk menghitung
debit, diperlukan syarat bahwa muka air selama pengukuran tidak berubah (atau
berubah sangat kecil). Apabila perbedaan muka air pada saat pengukuran dimulai
dan pada saat pengukuran berakhir ternyata cukup besar, maka cara-cara yang
disebutkan terdahulu tidak dapat digunakan, karena pada ketinggian muka air yang
sama, kecepatan air pada saat air naik dan pada saat air turun berbeda. Keadaan
terakhir ini dapat terjadi di bagian sungai di dekat muara, atau di bagian sungai yang
masih dipengaruhi oleh gerakan pasang surut.
Untuk menyelesaikan masalah tersebut, dapat dilakukan dengan dua pendekatan.
1. Mempercepat pengukuran, sehingga perbedaan tinggi muka air masih dapat
diterima. Hal ini diantaranya dilakukan dengan mengurangi jumlah
7/30/2019 5-hidrometridd
http://slidepdf.com/reader/full/5-hidrometridd 49/68
vertikal dalam penampang, meskipun akan dapat mengurangi ketelitian
pengukuran.
2. Memperpanjang waktu pengukuran, sehingga diperoleh pengukuran terus
menerus selama waktu yang dapat mencakup dua atau tiga kali siklus
pasang surut. Cara ini biasanya dilakukan antara 2x24 jam, sampai 4x24
jam. Pelaksanaan pengukuran biasanya dilakukan dengan cara biasa, tetapi
setelah satu seri pengukuran selesai, berhenti beberapa saat yang dite-
tapkan, kemudian dilakukan pengukuran lagi ke arah yang berbeda dari
pengukuran sebelumnya. Hal ini semata-mata hanya masalah teknis di
lapangan. Demikian seterusnya sehingga seluruh jangkau siklus pasang
surut yang dihendaki dapat dicakup.
Cara yang disebutkan terakhir yang banyak dilakukan dan memberikan hasil yang
lebih baik dan dapat dilakukan dengan langkah-langkah berikut.
1. Penetapan jumlah vertikal dan cara-cara pengukuran dengan 'current meter '
dilakukan dengan cara yang sama dengan cara-cara terdahulu.
2. Sebaiknya dibuat grafik antara ketinggian muka air dan luas masing-masing
pias.
3. Pada pengukuran di setiap vertikal, tinggi dan ‘status’ muka air (saat bergerak
naik atau bergerak turun) harus di catat. Dengan demikian, maka di setiap
vertikal, akan diperoleh grafik hubungan antara tinggi muka air, kecepatan,
dan ‘status’ muka air. Apabila dalam pengukuran ditetapkan jumlah vertikal
sebanyak n buah, maka diperlukan grafik sebanyak n buah pula.
4. Debit tiap pias pada masing-masing ‘status’ muka air dapat diperoleh dengan
menggunakan grafik tersebut dan grafik hubungan antara kedalaman dan luas
pias masing-masing.
5.5 Liku Kalibrasi
7/30/2019 5-hidrometridd
http://slidepdf.com/reader/full/5-hidrometridd 50/68
Liku-kalibrasi (rating curve) adalah hubungan grafis antara tinggi muka air dan debit.
Liku ini sangat diperlukan dalam banyak analisis, sehingga perlu disiapkan dengan
cermat. Liku-kalibrasi ini dapat diperoleh dengan sejumlah pengukuran yang
terencana, dan mengkorelasikan dua variabel yaitu tinggi muka air dan debit di satu
setasiun hidrometri. Hubungan ini bersifat khas, dan merefleksikan pengaruh
menyeluruh (integral influence) dari sistem DAS, khususnya sifat pangsa ( segment,
reach) sungai di sebelah hulu setasiun hidrometri. Diharapkan hubungan ini
merupakan hubungan yang tetap. Akan tetapi hendaknya diingat, bahwa sifat aliran
sungai yang terjadi (runoff ) sangat dipengaruhi oleh terutama faktor-faktor
'anthropogenic', seperti telah dijelaskan dalam bab terdahulu, dan perubahan-
perubahan yang terjadi di tempat atau di sekitar setasiun hidrometri, seperti terjadinya
pengendapan, perubahan penampang, terjadi erosi atau terjadi pertumbuhan
tumbuhan air yang intensif. Oleh sebab itu, terdapat kecenderuangan bahwa
hubungan antara kedua variabel tersebut akan selalu berubah, sesuai dengan tingkat
pengaruh faktor 'anthropogenic' , dan faktor fisik lain tersebut. Dengan demikian
liku-kalibrasi perlu dikaji ulang setiap selang waktu tertentu.
Hubungan grafis antara variabel tinggi muka air dan debit dapat dilakukan dengan
cara sederhana, yaitu menghubungkan titik-titik pengukuran dengan garis lengkung di
atas kertas grafik. Namun hendaknya disadari bahwa meskipun cara ini paling mudah,
tetapi mengundang unsur subyektifitas yang cukup tinggi. Oleh sebab itu, liku
kalibrasi hendaknya diperoleh dengan cara-cara statistik, matematik, ataupun dengan
secara langsung menggunakan program komputer yang banyak tersedia. Dari
pengalaman yang diperoleh selama ini, umumnya untuk memudahkan pemakaian
liku-kalibrasi selanjutnya, dikehendaki liku-kalibrasi yang berupa garis lurus, yaitu
dengan menggambarkan kedua variabel tersebut di atas kertas logaritmik. Persamaan
yang selama ini cukup baik yaitu dalam bentuk :
7/30/2019 5-hidrometridd
http://slidepdf.com/reader/full/5-hidrometridd 51/68
Q = A(H+∆H)B (5.30 )
dengan Q = debit, dalam m3/det,
A,B = tetapan
H = tinggi muka air,
∆H = angka koreksi, antara nol papan duga dan angka papan duga dengan
Q = 0.
Dalam penentuan persamaan tersebut, jumlah dan jangkau (range) data sangat
penting. Diharapkan agar data yang dikumpulkan di lapangan tidak hanya cukup
banyak, akan tetapi juga mencakup jangkau yang maksimal. Dalam praktek
pengumpulan data sekunder dari instansi terkait, sangat banyak dijumpai sebagian
besar data terkonsentrasi pada debit-debit rendah, sedangkan data pada debit tinggi
biasanya sangat terbatas. Hal ini sangat tidak menguntungkan, karena untuk
kepentingan-kepentingan tertentu, debit tinggi sangat diperlukan, selain hal tersebut
sangat menentukan hubungan fungsional kedua variabel yang dimaksud. Hal ini dapat
dimengerti karena pengukuran debit sungai paling mudah dan paling nyaman kalau
dilakukan pada saat debit rendah dan cuaca terang. Sebaliknya, pada keadaan debit
besar/banjir, biasanya selain pengukuran menjadi lebih sulit, tetapi juga sering banjir
terjadi di malam hari dan terjadi secara mendadak.
Contoh liku-kalibrasi untuk DAS Progo di Bantar yang digambarkan pada kertas
skala normal, dan data yang sama yang digambarkan dengan skala logaritmik (data
ditransformasi ke nilai logaritmik) dapat dilihat pada gambar (5.19 A, dan B).
7/30/2019 5-hidrometridd
http://slidepdf.com/reader/full/5-hidrometridd 52/68
y = 0.3839Ln(x) - 0.1824
0
0.5
1
1.5
2
2.5
0 50 100 150 200 250 300Debit
T i n g g i m u k a a i r ( H )
y = 0.3595x - 0.5293
-0.3
-0.2
-0.1
0
0.1
0.2
0.3
0.4
0.4 0.9 1.4 1.9 2.4 2.9
Log debit
L o g t i n g g i m u k a a i r
Gambar 5.19 Liku-kalibrasi DAS Progo di Bantar, 1982.
A. digambar di kertas skala normal.
B. digambar dengan skala logaritmik.
Memperhatikan gambar (5.19 ) tersebut, nampak bahwa hubungan antara tinggi muka
air dan debit di setasiun tersebut lumayan baik, ditunjukkan oleh titik-titik
penggambaran data yang hampir seluruhnya terletak pada satu garis (atau
penyimpangan terhadap garis yang dipilih sangat kecil). Namun hal seperti ini tidak
banyak terjadi. Justru yang banyak dijumpai di lapangan adalah titik-titik pengukuran
yang lebih menyebar (atau dapat sangat menyebar) yang dapat disebabkan oleh
7/30/2019 5-hidrometridd
http://slidepdf.com/reader/full/5-hidrometridd 53/68
berbagai hal. Apabila dijumpai hal-hal seperti itu, maka hendaknya data tersebut
dicermati betul, misalnya dengan langkah-langkah berikut.
1. Mencermati kembali formulir pengukuran, untuk melihat kemungkinan
ketidakbenaran data pengukuran, atau kesalahan-kesalahan lain yang mungkin
terjadi dalam penyiapan/penghitungan.
2. Apabila dalam langkah pertama tidak dijumpai kesalahan, atau terjadi kesa-
lahan dan sudah dibetulkan tetapi tetap saja titik--titiknya menyebar, maka
hendaknya diperhatikan pola penyebaran titik-titik tersebut dan dikaitkan
dengan tanggal pengukuran. Apabila tidak dijumpai pola penyebaran tertentu,
maka disimpulkan bahwa memang karakter sungai yang diukur adalah seperti
data tersebut, dan dapat dicari persamaan garis yang mewakili titik-titik
tersebut (Gambar 5.20). Akan tetapi bila dijumpai pola penyebaran tertentu,
yaitu terjadinya pengelompokan titik-titik sebelum dan sesudah
tanggal/bulan/tahun tertentu, maka data tersebut harus diperlakukan berbeda,
yaitu menetapkan persamaan yang berbeda untuk kelompok titik yang
berbeda. Dengan demikian akan dijumpai lebih dari satu liku-kalibrasi yang
masing-masing berlaku sesuai dengan masanya sendiri-sendiri. (Gambar 5.21)
Selain data yang diperoleh dari pengukuran di lapangan dapat disajikan dalam bentuk
liku-kalibrasi seperti dalam gambar-gambar tersebut, untuk kepentingan yang lain
dapat pula dilengkapi dengan hubungan antara tinggi dan luas penampang ( stage-
area) dan antara tinggi dan kecepatan rata-rata penampang, seperti nampak pada
gambar (5.22).
7/30/2019 5-hidrometridd
http://slidepdf.com/reader/full/5-hidrometridd 54/68
Gambar 5.20 Liku kalibrasi DAS Cimanuk di Jatibarang
Penyebaran data tidak berpola.
(Sri Harto, 1985)
Gambar 5.21 Liku-kalibrasi DAS Bodri di Juwero
Penyebaran data berpola.
(Sri Harto, 1985)Bahkan apabila data memungkinkan, dapat pula digambarkan hubungan antara tinggi
muka air (luas) dan radius hidraulik serta antara radius hidraulik dan kecepatan rata-
rata.
7/30/2019 5-hidrometridd
http://slidepdf.com/reader/full/5-hidrometridd 55/68
y = 0.0108x + 0.5061
0
0.5
1
1.5
2
2.5
0 50 100 150 200
Luas Penampang (A)
T i n g g i M u k a A i r ( H )
y = -0.7598x2 + 2.7821x - 0.3369
0
0.5
1
1.5
2
2.5
0 0.5 1 1.5 2Kecepatan rata-rata
T i n g g i m u k a a i r
Gambar 5.22 A. Hubungan antara tinggi muka air dan luas
( state area diagram) DAS Progo di Bantar, 1982.B Hubungan antara tinggi muka air dan kecepatan
( state velocity diagram) DAS Progo di Bantar.
Liku kalibrasi yang diperoleh dengan cara-cara yang dijelaskan sebelumnya, sangat
diperlukan untuk kepentingan interpolasi dalam batas terendah dan tertinggi
pengukuran. Apabila diinginkan besaran debit lebih kecil atau lebih besar dari
jangkau pengukuran , maka liku-kalibrasi tersebut pada dasarnya tidak dapat
digunakan secara langsung, akan tetepi memerlukan beberapa pertimbangan, karena
7/30/2019 5-hidrometridd
http://slidepdf.com/reader/full/5-hidrometridd 56/68
ekstrapolasi dengan menggunakan persamaan yang ada, dapat mengundang kesalahan
yang cukup besar. Esktrapolasi untuk ketinggian muka air di atas ketinggian
maksimum pengukuran dapat mempertimbangkan hal-hal berikut (Lambie, 1978;
Mosley dan McKerchar, 1993).
1. Apabila diyakini bahwa penampang melintang di setasiun hidrometri tersebut
stabil, maka persamaan matematik yang diperoleh dari data lapangan dapat
digunakan. Atau dapat memanfaatkan perpanjangan grafik tinggi-luas dan
tinggi kecepatan (gambar 5.22).
2. Pada setasiun hidrometri dengan penampang yang lebar, misalnya lebar
penampang lebih dari 20 kali kedalaman rata-rata, maka dapat diandaikan
radius hidraulik (R) sama dengan kedalaman rata-rata (D). Selanjutnya rumus
Manning dapat dimanfaatkan, dengan menyesuaikan dari :
Q = Av =A R S
n
2 3 1 2/ /menjadi (5. 31)
Q =A
n
D S2 3 1 2/ /(5. 32)
dan dengan mengandaikan nilai1 2/Sn
tetap, maka dapat dipersiapkan
grafik
antara Q dan
A D2 3/
Memperhatikan hal-hal yang telah disampaikan terdahulu, beberapa hal perlu
diperhatikan.
1. Memperhatikan kaitan masalah spesifik yang dihadapi pada setiap perencanaan
dan perancangan, maka dapat dipahami betul bahwa informasi yang diperoleh
7/30/2019 5-hidrometridd
http://slidepdf.com/reader/full/5-hidrometridd 57/68
dari pengukuran debit merupakan informasi sangat penting dalam analisis-
analisis berikutnya.
2. Dengan demikian maka kualitas pengukuran yang tinggi perlu dipenuhi.
Kualitas ini dapat diukur dari beberapa ukuran, diantaranya kemudahan untuk
diperoleh (accesability), kelengkapan, ketelitian, kejelasan, fleksibilitas, bebas
dari kerancuan data, dan kemudahan untuk diverifikasi (Mosley dan
McKerchar, 1993).
5.6 Contoh Analisis
Data pengukuran yang dilakukan di DAS Oyo di Kedungmiri selama tahun 1980,
1981, dan 1982 terdapat dalam tabel berikut, diperlukan liku-kalibrasinya.
7/30/2019 5-hidrometridd
http://slidepdf.com/reader/full/5-hidrometridd 58/68
Tabel 5.5 Pengukuran debit DAS Oyo di Kedungmiritahun 1980 s/ d 1982
No Tgl Petugas L A V MA Q Metode JumlahVertikal
∆MA Waktu
Mulai Selesai
1 03/03/80 Sardjono 42,00 16,05 0,14 0,57 2,16 02.06.08 13 - 10.50 11.302 24/07/80 Sardjono 44,00 15,68 0,12 0,57 1,94 06 21 - 10.00 10.30
3 25/06/80 Wardoyo 48,00 15,29 0,11 0,50 1,72 06 22 - 11.10 11.35
4 13/10/80 Sardjono 50,00 17,50 0,15 0,58 2,49 06 16 - 11.30 12.10
5 21/10/80 Sugiyatno 45,50 16,81 0,10 0,60 1,76 06 22 - 10.15 10.45
6 10/09/80 Sudarmadji 47,00 17,16 0,10 0,55 1,72 06 22 - 10.15 10.50
7 17/09/80 Sardjono 46,00 15,25 0,11 0,59 1,62 06 21 - 10.20 10.50
8 26/09/80 Sugiyatno 48,00 14,33 0,10 0,60 1,57 06 24 - 09.50 10.25
9 28/02/81 Sardjono 37,00 35,56 0,44 1,02 15,62 02.08 18 - 10.05 11.00
10 17/02/81 " 50,00 38,95 0,45 1,06 19,03 02.06.08 20 - 09.30 11.20
11 30/04/81 " 31,50 30,90 0,42 0,76 13,12 02.06.08 20 - 11.00 12.00
12 26/05/81 " 42,00 14,52 0,39 0,56 05,74 02.06.08 20 - 10.00 10.55
13 23/07/81 " 28,00 10,05 0,54 0,58 05,41 06 24 - 12.05 12.55
14 11/07/81 " 34,00 11,37 0,52 0,63 05,94 02.06.08 21 - 10.15 11.30
15 29/08/81 " 27,50 06,25 0,40 0,55 02,50 06 26 - 11.00 11.35
16 18/11/81 " 46,50 48,44 0,64 1,35 31,26 02.08 22 - 10.30 12.05
17 13/12/81 " 44,00 34,44 0,78 0,80 26,79 02.06.08 21 - 10.00 11.00
18 04/09/82 Sugiyono 22,00 03,99 0,17 0,48 0,655 06 19 - 10.00 10.20
19 05/08/82 Sardjono 39,00 08,18 0,31 0,48 02,58 06 19 - 11.15 11.40
20 08/03/82 " 37,50 26,25 0,31 0,71 08,12 02.06.08 20 -0.01 10.00 10.55
7/30/2019 5-hidrometridd
http://slidepdf.com/reader/full/5-hidrometridd 59/68
No Tgl Petugas L A V MA Q Metode JumlahVertikal
∆MA Waktu
Mulai Selesai
21 08/02/82 " 57,00 125,9 1,40 2,27 175,0 02.08 23 -0,03 09.30 11.20
22 17/12/82 Suwardi 44,00 31,82 0,62 0,82 19,87 02.06.08 21 - 10.10 11.00
23 20/11/82 Wardoyo 17,00 04,67 0,17 0,58 00,82 06 16 - 11.00 11.40
24 21/07/82 Sardjono 48,00 19,88 0,40 0,58 07,91 02.06.08 22 - 10.05 10.50
25 22/10/82 Wardoyo 19,80 04,42 0,19 0,48 00,83 06 19 - 09.50 10.11
26 29/10/82 Sugiyono 18,20 04,05 0,18 0,47 00,73 06 17 - 09.25 09.50
(Sumber data DPMA)
Catatan :
L = lebar permukaan sungai, dalam m,
A = luas penampang basah, dalam 2m ,
V = kecepatan rata-rata vertikal, dalam m / det
MA = tinggi muka air,
Q = debit, dalam 3m /det .
Mencermati tabel tersebut perlu diperhatikan ketidak cermatan dalam penyusunan.
1. Pengukuran di lapangan dilakukan dengan tabel pengukuran terpisah, dan analisis debit dilakukan dengan cara yang
berbeda dengan cara 'mid area method ' maupun dengan 'mean are method ' . Hitungan ini dilakukan dengan merata-
ratakan kecepatan rata-rata semua vertikal.
2. Pengisian ke dalam tabel hitungan akhir ini tidak urut tanggal, sehingga bila diperlukan pelacakan akan mengganggu.
3. Pengukuran dilakukan dalam jangkau yang kurang lebar.
7/30/2019 5-hidrometridd
http://slidepdf.com/reader/full/5-hidrometridd 60/68
Memperhatikan materi dalam tabel tersebut, apabila liku-kalibrasi digambarkan
dalam skala biasa, diperoleh gambar (5.23). Apabila digambarkan dengan skala
logaritmik, maka liku kalibrasi terdapat dalam gambar (5. 24).
y = 0.0104x + 0.5785
0
0.5
1
1.5
2
2.5
0 50 100 150 200Debit
T
i n g g i M u k a A i r
Gambar 5. 23 Liku kalibrasi DAS Oyo di Kedungmiri
data tahun 1980 s/d 1982, di atas kertas normal.
y = 0.2327x - 0.3252
-0.4
-0.3
-0.2
-0.1
0
0.1
0.2
0.3
0.4
-0.5 0 0.5 1 1.5 2 2.5
Log Debit
L o g T i n g g i M u k a A i r
Gambar 5.24 Liku kalibrasi DAS Oyo di Kedungmiri
data tahun 1980 s/d 1982 data logaritmik.
7/30/2019 5-hidrometridd
http://slidepdf.com/reader/full/5-hidrometridd 61/68
Memperhatikan gambar (5.23) perlu diperhatikan hal berikut.
1. Jumlah pengukuran cukup, akan tetapi jangkau ketinggian sangat kurang,
sehingga lebih dari 90 % titik berada di sisi bawah.
2. Hasil pengukuran bila digambarkan dalam skala normal, menjadi sulit
diinterpretasi, karena baik garis lurus maupun garis lengkung yang digunkan
hasilnya sama dan tidak baik.
3. Dengan mentransformasikan data ke nilai logaritmik, interpretasi lebih mudah,
meskipun ketelitiannya juga diduga tidak tinggi.
4. Hasil pengukuran yang seperti ini sangat sulit dijelaskan sebab-sebabnya,
karena cukup banyak kemungkinannya, seperti penyimpangan prosedur
hitungan atau memang sifat DAS yang seperti itu.
Apabila diperlukan untuk keperluan lain dikemudian hari, dapat ditetapkan hubungan
antara tinggi muka air dengan luas penampang basah dan tinggi muka air dengan
kecepatan rata-rata penampang. Secara ideal seharusnya dikonstruksi hubungan
antara tinggi muka air dan kecepatan rata-rata masing-masing vertikal, meskipun
akan melibatkan pembuatan gambar yang banyak, sesuai dengan jumlah vertikal.Dengan bantuan program komputer hal ini akan menjad jauh lebih mudah.
7/30/2019 5-hidrometridd
http://slidepdf.com/reader/full/5-hidrometridd 62/68
y = 62.42x - 22.389
0
20
40
60
80
100
120
140
0.4 0.9 1.4 1.9 2.4Luas penampang basah
T i n g g i m u k a a i r
Gambar 5. 25 Tinggi muka air vs luas penampang
DAS Oyo di Kedungmiri, data 1980 s/d 1982.
y = 0.6513x - 0.1107
0
0.2
0.4
0.6
0.8
1
1.2
1.4
0.4 0.9 1.4 1.9 2.4Kecepatan rata-rata
T i n g g i m u
k a a i r
Gambar 5. 26 Tinggi muka air vs kecepatan rata-rata
DAS Oyo di Kedungmiri, data 1980 s/d 1982.
7/30/2019 5-hidrometridd
http://slidepdf.com/reader/full/5-hidrometridd 63/68
Daftar Pustaka
Barnes, H. H., and Davidian, J., 1978, (Herschy, R. W., ed), Indirect Methods, Hydrometry, pp. 149 - 204, John Wiley and Sons, New York.
Bauwens, W., Bellon, J., and Beken, A. van der, 1982, (Cole. A. J., ed), Tracer Measurement in Lowland Rivers, Advances in Hydrometry, IAHS Publ. No.
134, pp 129 - 140.
Bos, M. G., 1978 (ed), Discharge Measurement Structures, ILRI, Wageningen,
Nederland.
Charlton, F. G., 1978, (Herschy, R. W., ed), Current Meter, Hydrometry, pp. 53 - 82,
John Wiley and Sons, New York.
Chen Rihua, 1982, (Cole, J., A., ed), The Multilayer Width-integrated VelocityMeasurement Method, Advances in Hydrometry, IAHS Publ. No. 134, pp 75 -
86.
Herschy, R. W., and Newman, J. D., 1982, (Cole A. J., ed), The Measurement of
Open Channel Flow by the electromagnetic Gauge, Advances in Hydrometry,
IAHS Publ. No. 134, pp 215 - 228.
Horst, L., 1978, Hidrometri, IHE Delaft, Netherlands.
John, P. H., Johnson, F. A., and Sutcliffe, P., 1982, (Cole, A. J., ed), Two LessConventional Methods of Flow Gauging, Advances in Hydrometry, IAHS
Publ. No. 134, pp 141 - 152.
Kinosita, T., 1982, (Cole, A. J., ed), Improvement of Ultrasonic Flowmeter in Rivers
in Japan, Advances in Hydrometry, IAHS Publ. No. 134, pp 187 - 202.
Lambie, J. C., 1978, (Herschy, R. W., ed), Measurement of Flow-velocity-araea
Methods, Hydrometry, pp. 1 - 52, John Wiley and Sons, New York.
Verne, R. S., and Billing, R. H., 1982, (Cole, J. A., ed), Moving Boat DischargeMeasurements Using Acoustic Doppler Techniques, Advances in Hydrometry,
IAHS Publ. No. 134, pp 87 - 92.
Wang Hongli, 1982, (Cole, J. A., ed), The Design and Study of the Instrumentation
Required for the Measurement of Discharge by the Moving Boat Method,
Advances in Hydrometry, IAHS Publ. No. 134, pp 101 - 108.
7/30/2019 5-hidrometridd
http://slidepdf.com/reader/full/5-hidrometridd 64/68
White, K. E., 1978, (Herschy, R. W., ed), Dillution Methods, Hydrometry, pp. 111 -
148, John Wiley and Sons, New York.
White, W. R., 1978 (Herschy, R. W. ed), Flow Measuring Structures, Hydrometry,
pp. 82 - 110, John Wiley and Sons, New York.
Woods, T. N., and Wachjan, E., 1982, (Cole, A. J., ed), Instalation and Operation of a
Bubble Gauge Network in the mahakam River Basin, East kalimantan,Indonesia, Advances in Hydrometry, IAHS Publ. No. 134, pp 165 - 172.
Wurzel, P., and Ward, P. R. B., 1982, (Cole. J. A., ed), Flood Flow Gauging With
Tritium in Southern Africa, Advances in Hydrometry, IAHS Publ. No. 134,
pp 119 - 128.
7/30/2019 5-hidrometridd
http://slidepdf.com/reader/full/5-hidrometridd 65/68
7/30/2019 5-hidrometridd
http://slidepdf.com/reader/full/5-hidrometridd 66/68
7/30/2019 5-hidrometridd
http://slidepdf.com/reader/full/5-hidrometridd 67/68
7/30/2019 5-hidrometridd
http://slidepdf.com/reader/full/5-hidrometridd 68/68