5 HASIL DAN PEMBAHASAN - repository.ipb.ac.id 5... · indikator bahwa belum adanya keberlangsungan...

15
5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Peletakan Terumbu Buatan Proses awal dalam penelitian ini adalah peletakan terumbu buatan yang terbuat dari tempurung kelapa di daerah yang memiliki karakteristik yang cocok untuk pertumbuhan karang. Letak lokasi untuk terumbu buatan ini yaitu 05 0 45 0 45,5 0 LS ; 106 0 36 0 38 0 BT, kedalaman untuk peletakan terumbu buatan ini adalah 17 meter dan memiliki dasar berpasir serta kondisi dasar yang datar. Karakteristik tersebut sesuai dengan kriteria yang dibuat oleh Badan Sumberdaya Perikanan dan Perairan Filipina untuk peletakan terumbu buatan yaitu berjarak ±100 meter dari terumbu karang alami dibangun di daerah yang datar atau sedikit miring dan memiliki kecerahan yang baik, dan berada pada kedalaman 5-20 meter. Peletakan terumbu buatan tempurung kelapa dilakukan pagi hari pada tanggal 3 Maret 2012 pukul 08.15 dengan kondisi arus, gelombang cukup baik, dimana pada saat peletakkan terumbu buatan di perairan Kepulauan Seribu sedang mengalami musim peralihan. Peletakan terumbu buatan tempurung kelapa dilakukan oleh 4 orang. Dua diantaranya berada di bawah kapal dan 2 lainnya berada diatas kapal. Jarak antar terumbu buatan tempurung kelapa sekitar 5 meter, hal tersebut dikarenakan kondisi dasar yang datar tidak terlalu luas dan apabila jarak lebih dari 5 meter akan ada kemungkinan salah satu terumbu buatan berada di kedalaman yang berbeda. Rancang bangun terumbu buatan tersebut memiliki bagian dan struktur yang jelas untuk menjadi alat pengumpul ikan, penarik ikan (fish aggregating device), sehingga dalam proses peletakan dapat diletakkan di area yang kurang produktif. Terumbu buatan dengan bahan dasar tempurung kelapa dirancang tidak hanya menjadi salah satu solusi dalam memperbaiki ekosistem terumbu alami, akan tetapi dirancang untuk menjadi fish aggregating device dimana mempunyai sifat aktif. Sifat aktif disini adalah dimana dapat mengumpulkan maupun menarik (aggregating) ikan- ikan karang serta menjadi media pertumbuhan karang.

Transcript of 5 HASIL DAN PEMBAHASAN - repository.ipb.ac.id 5... · indikator bahwa belum adanya keberlangsungan...

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Peletakan Terumbu Buatan

Proses awal dalam penelitian ini adalah peletakan terumbu buatan yang terbuat

dari tempurung kelapa di daerah yang memiliki karakteristik yang cocok untuk

pertumbuhan karang.

Letak lokasi untuk terumbu buatan ini yaitu 05045045,50 LS ; 1060360380 BT,

kedalaman untuk peletakan terumbu buatan ini adalah 17 meter dan memiliki dasar

berpasir serta kondisi dasar yang datar. Karakteristik tersebut sesuai dengan kriteria

yang dibuat oleh Badan Sumberdaya Perikanan dan Perairan Filipina untuk peletakan

terumbu buatan yaitu berjarak ±100 meter dari terumbu karang alami dibangun di

daerah yang datar atau sedikit miring dan memiliki kecerahan yang baik, dan berada

pada kedalaman 5-20 meter.�

Peletakan terumbu buatan tempurung kelapa dilakukan pagi hari pada tanggal 3

Maret 2012 pukul 08.15 dengan kondisi arus, gelombang cukup baik, dimana pada

saat peletakkan terumbu buatan di perairan Kepulauan Seribu sedang mengalami

musim peralihan. Peletakan terumbu buatan tempurung kelapa dilakukan oleh 4

orang. Dua diantaranya berada di bawah kapal dan 2 lainnya berada diatas kapal.

Jarak antar terumbu buatan tempurung kelapa sekitar 5 meter, hal tersebut

dikarenakan kondisi dasar yang datar tidak terlalu luas dan apabila jarak lebih dari 5

meter akan ada kemungkinan salah satu terumbu buatan berada di kedalaman yang

berbeda.

Rancang bangun terumbu buatan tersebut memiliki bagian dan struktur yang

jelas untuk menjadi alat pengumpul ikan, penarik ikan (fish aggregating device),

sehingga dalam proses peletakan dapat diletakkan di area yang kurang produktif.

Terumbu buatan dengan bahan dasar tempurung kelapa dirancang tidak hanya

menjadi salah satu solusi dalam memperbaiki ekosistem terumbu alami, akan tetapi

dirancang untuk menjadi fish aggregating device dimana mempunyai sifat aktif. Sifat

aktif disini adalah dimana dapat mengumpulkan maupun menarik (aggregating) ikan-

ikan karang serta menjadi media pertumbuhan karang.

Hal ini berbeda dengan penelitian sebelumnya mengenai tempurung kelapa yang

juga dibuat untuk dapat dijadikan terumbu buatan (bioreeftek) (Gambar 20)

(www.bpol.litbang.kkp.go.id), dimana dalam peletakkannya dekat dengan terumbu

alami dengan tujuan tempurung tersebut nantinya akan merekrut larva planula karang

secara alami (reproduksi seksual). Setelah larva planula karang menempel pada

substrat Bioreeftek tersebut, dilakukan pemindahan ke ekosistem terumbu karang

dengan prosentase relatif rendah. Struktur desain dari bioreeftek juga tidak memiliki

bagian-bagian tertentu hanya dilakukan penumpukan tempurung kelapa di dekat

terumbu alami.

sumber : www.bpol.litbang.kkp.go.id

Gambar 20 Bioreeftek tempurung kelapa

5.2 Komposisi dan Jumlah Ikan di Terumbu Buatan

Dari hasil pengamatan sensus visual ikan di tiga terumbu buatan (pada

kedalaman 17 meter) berhasil tercacat sebanyak 10 famili yaitu Pomancentridae,

Caesionidae, Labridae, Lutjanidae, Seranidae, Nempteridae, Holocentridae, Scaridae,

Gobiidae dan Mullidae. Komposisi ikan hasil pengamatan sensus visual dapat dilihat

pada Gambar 21. Famili tersebut merupakan beberapa famili yang erat kaitannya

dengan lingkungan terumbu karang (Hutomo, 1995). Spesies indikator

(Chaetodontidae) selama pengamatan visual tidak ditemukan, hal ini menjadi

indikator bahwa belum adanya keberlangsungan terumbu karang di sekitar terumbu

buatan tempurung kelapa.

Komposisi kelimpahan terbesar hasil sensus visual di terumbu buatan selama

penelitian adalah ikan betok dari famili Pomacentridae (59 %), sedangkan untuk

famili Labridae (16

Nemipteridae (14%).

diurnal dan termasuk

dalam rantai makana

lain berukuran kecil

warna dan bentuk ek

ikan dewasa dan mer

1998).

Gamba

Total individu i

mengalami naik turu

yang berbeda tiap p

beberapa jenis dan jum

Dari hasil pencac

hasil yang berbeda

pengamatan dengan l

Pada luasan 1 me

pada terumbu buatan

pada terumbu A.

��

6%) contohnya ikan nori merah, keeling

Famili Pomacentridae, Labridae merupakan

k dalam kelompok ikan mayor atau ikan utam

an (Adrim,1993). Ciri-ciri dari famili Poma

hanya beberapa centimeter, bergerombol dal

kor dapat berubah beberapa kali sejak juven

rupakan ikan omnivora (Kuiter, 1992 diacu d

ar 21 Komposisi ikan hasil pengamatan sensu

ikan setiap pengamatan sensus visual di ti

un. Hal ini disebabkan (1) karena perubahan

pengamatan, (2) kemungkinan saat dilakuka

mlah ikan yang berada di tempat lain.

cahan hasil sensus visual dari empat kali pen

antara pengamatan dengan luasan 1 meter

uasan 2 meter (Gambar 23).

eter diperoleh hasil bahwa jumlah individu ik

n A, walaupun terdapat fluktuasi jumlah ik

� � �����

��

����

��

����� �

"

#

&

'

g strip dan Famili

famili yang bersifat

ma dimana berperan

acentridae ini antara

lam jumlah banyak,

nile hingga menjadi

dalam Yuspardianto,

us visual

iap terumbu buatan

n cuaca atau musim

an pencacahan, ada

ngamatan, diperoleh

r (Gambar 22) dan

kan terbanyak adalah

kan yang berkumpul

�����������

���������

�������������

�������

�!������

" ������

#�$�%�������

&�$����������

�������

'�������

��

��

��

��

��

()*+

Gambar 22 Total idengan

Terumbu buatan

selalu diperoleh juml

buatan B dan terumb

dekat dan mengarah

alami, sehingga dap

Sumberdaya Perikana

harus berjarak sekitar

Gambar 23 Tobu

+",+�- ()*+",+�, ()*+",+��

��

��

���

��

�� �

��

%��.�$

%��.�$

%��.�$

%��.�$

individu ikan setiap pengamatan sensus visuan luasan pengamatan 1 meter

n A dalam setiap pengamatan (luasan 1 m

lah terbanyak ikan yang berkumpul dibandi

u buatan C, hal ini dikarenakan posisi terum

ke daratan serta juga lebih dekat dengan ar

pat dikatakan telah sesuai dengan kriteria

an dan Perairan Filipina untuk peletakan teru

r 50-100 meter dari terumbu alami.

otal individu ikan setiap pengamatan sensusuatan dengan luasan pengamatan 2 meter

$�����

$������

$�����

$������

al di terumbu buatan

meter dan 2 meter)

ing dengan terumbu

m bu buatan A lebih

rea terumbu karang

dibuat oleh Badan

umbu buatan dimana

s visual di terumbu

ikan5

Terlihat dari has

lebih banyak (Gamb

sehingga ikan-ikan y

menjadi kemungkinan

waktu dapat berkump

Total individu ik

pembagian berdasark

indikator yaitu famil

famili Lutjanidae (4

Labridae, famili Scar

dan lain-lain (1%).

Gambar 24 Komdi te

Tidak terdapatny

karang buatan belum

maupun spesies dapa

sampai terumbu bua

penelitian ini adalah

komunitas terumbu k

Keberadaan ikan

tersedia di terumbu b

ikan target48%

n mayor51%

lain-la1%

sil bahwa, secara keseluruhan jumlah ikan d

bar 23), dikarenakan area luasan yang dig

yang tercatat juga semakin lebih banyak,

n bahwa ikan yang berada di luasan 2 meter

pul, berlindung pada terumbu buatan dari tem

kan yang terdapat terumbu buatan selama p

kan tiga kategori kelompok ikan karang (Gam

li Chaetodontidae (0%), ikan target seperti

48%) dan ikan mayor seperti famili Pom

idae, famili Caesionidae, famili Gobiidae, fam

mposisi ikan hasil sensus visual menurut kerumbu buatan

ya ikan famili Chaetodontidae menunjukkan

m tumbuh karang batu (stony coral). Bai

at diramalkan akan bertambah apabila penel

atan mampu menghasilkan karang batu. K

h agar terumbu buatan dapat dijadikan a

karang alami.

n mayor paling banyak karena adanya sumber

buatan berupa plankton, maupun algae. Sed

ikan indikator0%

t

ain%

dari luasan 2 meter

gunakan lebih luas

hal tersebut dapat

dengan berjalannya

mpurung kelapa.

penelitian dilakukan

mbar 24), yaitu ikan

i famili Serranidae,

macentridae, famili

mili Mullidae (51%)

kategori ikan karang

n bahwa di terumbu

ik jumlah individu

itian ini dilanjutkan

Karena tujuan dari

alternatif perbaikan

rdaya makanan yang

dangkan banyaknya

ikan target disini dikarenakan adanya ikan mayor yang biasa dijadikan salah satu

target mangsa ikan target, dimana ukuran ikan mayor lebih kecil dibandingkan ikan

target, hal tersebut mengakibatkan ikan target datang ke terumbu buatan untuk

memangsa ikan-ikan kecil tersebut. Berkumpulnya ikan di terumbu karang buatan

disebabkan karena adanya proses kolonisasi dan suksesi. Kolonisasi adalah suatu

proses penempatan atau penghunian suatu daerah atau tempat oleh suatu organisme,

sedangkan suksesi merupakan suatu proses pergantian dari suatu atau sekelompok

jenis organisme oleh yang lainnya dengan komposisi dan struktur yang berbeda-beda

(Yuspardianto, 1998). Beberapa penelitian lain menunjukkan bahwa ikan-ikan

berkumpul di terumbu buatan antara lain disebabkan oleh proses pembentukan rantai

makanan lokal. Proses ini diawali dengan terbentuknya akumulasi atau kolonisasi

perifiton yang yang diikuti dengan terkumpulnya pemangsa perifiton, dan kemudian

plankton feeder. Kolonisasi oleh mikroorganisme, baik mikroba maupun mikroalga

akan menarik perhatian juvenil ikan, ikan berukuran kecil sampai ikan berukuran

besar sehingga akan menyebabkan terjadinya food web di sekitar terumbu buatan

(Bohnsack et al, 1991).

Tingginya kelimpahan dan hasil tangkapan 10 spesies di terumbu buatan

tempurung kelapa, diduga berkaitan dengan ukuran rongga (shelter) yang tidak terlalu

besar. Beberapa studi yang menunjukkan bahwa ukuran rongga (hole size) dan

jumlahnya mempengaruhi assemblages (Bortone dan Kimmel,1991 diacu dalam

Mayasari, 2008). Walsh (1985) menemukan komposisi rongga hanya berpengaruh

kecil terhadap assemblages pada siang hari, tetapi penting bagi ikan pada malam hari

sebagai tempat berlindung di lepas pantai Hawai. Shulman (1984) juga menemukan

bahwa rongga mampu menghindarkan ikan dari predator, kemudian meningkatkan

rekrut juvenile, jumlah spesies dan densitas total ikan pada terumbu kecil di

Kepulauan Virgin. Studi lain mengindikasikan bahwa terumbu dengan rongga ukuran

besar kurang memberikan perlindungan terhadap ikan-ikan kecil dari predator,

sehingga kelimpahan ikan dan keragaman spesiesnya rendah (Shulman, 1984; Hixon

dan Beets, 1989 diacu dalam Mayasari, 2008). Ogawa (1982) diacu dalam Mayasari

(2008) melaporkan bahwa ikan tidak akan menempati rongga dengan ukuran bukaan

2 meter atau lebih, da

perikanan adalah berk

5.3 Hasil Tangkap

Hasil tangkapan

alat tangkap bubu tam

ekor yang terdiri dar

adalah famili yang pa

famili Pomacentridae

sampai anemone, dan

siang hari terdapat d

family Pomacentrida

Chaetodontidae mem

Chaetodontidae mem

dari famili

Gambar 25 Kom

Terdapat flukt

tersebut dikarenakan

terkadang tidak sam

tangkapan tiap trip (T

35%

4%7

an merekomendasikan bukaan rongga yang t

kisar antara 0,15 m sampai 1,5 m.

pan pada Bubu Tambun

n ikan total di terumbu karang buatan dengan

mbun selama penelitian di bulan Maret-Mei

ri 13 spesies dan 10 famili (Gambar 25). Fa

aling mendominasi dalam hasil tangkapan bu

e adalah jenis ikan omnivora (pemakan segal

n dari siput laut sampai ikan) yang aktif m

di semua laut tropis dan penyebarannya lua

ae adalah ikan betok susu, betook hitam.

makan hard coral dan soft coral, alga.

mpunyai ciri khas warna tubuh yang cerah dan

mposisi hasil tangkapan bubu tambun berdasa

tuasi angka jumlah penangkapan dalam

n musim yang berubah-ubah serta posisi pe

ma dengan sebelumnya. Berikut disajikan

Tabel 5).

7%

23%

2%

17%2%

7%2% 1%

terbaik untuk tujuan

n menggunakan tiga

2012 sebanyak 92

amili Pomacentridae

ubu dimana ikan dari

lanya dari ganggang

mencari makan pada

as, contoh ikan dari

. Sedangkan famili

. Ikan dari famili

n indah, contoh ikan

arkan famili

setiap tripnya, hal

eletakan bubu yang

tabel jumlah hasil

,���������

�/������������

�������������

��������

" ��������

&�$����������

��������

����������

��.������

0���/����

��

� � �

���������

�� �

��

Penangkapan ke-

� � �

� � ��

� � �

Tabel 5 Jumlah hasil tangkapan tiap trip

Trip ke waktu setting waktu hauling Jumlah hasil tangkapan 1 18 Maret 2012, pukul 10.15 19 Maret 2012, pukul 13.00 21 ekor 2 10 April 2012, pukul 10.00 11 April 2012, pukul 13.14 19 ekor 3 11 April 2012, pukul 15.10 12 April 2012, pukul 13.30 17 ekor 4 12 April 2012, pukul 16.15 13 April 2012, pukul 14.00 25 ekor 5 27 April 2012, pukul 09.15 28 April 2012, pukul 13.17 10 ekor

Sumber : data diolah kembali

Fluktuasi angka penangkapan ikan tiap trip nya terjadi karena cuaca yang tidak

mendukung dalam proses penangkapan, seperti yang terjadi pada saat trip ke-3, arah

arus pada saat itu adalah arus tenggara dan kecepatan arus tergolong sangat kuat.

Menurut hasil wawancara dengan nelayan setempat bahwa hal tersebut cukup

menganggu dalam proses penangkapan dan hasil tangkapan yang diperoleh pun

menurun.

Jumlah dan komposisi ikan di bubu stasiun 2 dan stasiun 3 memang tidak

terlalu banyak seperti pada bubu stasiun 1, akan tetapi pada bubu stasiun 3 selalu

diperoleh jenis ikan dari famili Serranidae yaitu kerapu macan, kerapu lada dimana

ikan tersebut mempunyai nilai ekonomis yang tinggi. Jumlah hasil tangkapan tiap

bubu pada setiap penangkapan disajikan pada Gambar 26.

Gambar 26 Jumlah hasil tangkapan bubu tiap stasiun selama penangkapan

Peletakan posisi bubu dapat dikatakan mempengaruhi hasil tangkapan, seperti

pada Gambar 26 terlihat bahwa pada bubu A lebih mendominasi dalam setiap proses

penangkapan, diduga karena peletakan bubu A dekat dengan terumbu buatan A dan

posisi tersebut dekat dengan terumbu alami serta daratan. Sehingga terdapat hasil

yang sejalan dengan pengamatan sensus visual pada terumbu buatan, dimana terumbu

buatan A jumlah ikan yang tercacah lebih banyak dibanding dengan terumbu buatan

B dan terumbu buatan C.

Dari Gambar 26, jumlah hasil tangkapan ikan pada penangkapan ke lima (5) di

terumbu karang buatan mengalami penurunan drastis. Hal ini disebabkan kecerahan

perairan pada saat itu sangat rendah, sehingga kemungkinan saat melakukan

perendaman bubu, ikan-ikan sedang bermigrasi ke tempat lain. Penurunan tersebut

juga terjadi akibat bubu pada stasiun 3 hilang karena memang arus di dalam air cukup

kuat kemungkinan bubu tersebut terbawa oleh arus.

Komposisi hasil tangkapan yang diperoleh dari penangkapan dengan

menggunakan bubu tambun (Gambar 27) yaitu ikan target (6%) yang antara lain

terdiri dari berbagai jenis ikan kerapu (Ephinephelus sp), ikan indikator (27%) yaitu

dari jenis ikan famili Chaetodontidae seperti ikan marmut dan kepe-kepe, ikan mayor

atau ikan utama (54%) yang berperan sebagai rantai makanan ikan seperti ikan famili

Pomacentridae, Scaridae, Labridae serta lain-lain (13%).

Tujuan penangkapan ikan karang di nelayan setempat diperoleh informasi bahwa

kebanyakan adalah ikan-ikan konsumsi (famili Serranidae) serta ikan-ikan hias

(famili Chaetodontidae), sehingga hasil tangkapannya dapat langsung dijual. Dengan

demikian keberadaan terumbu karang buatan sangat cocok untuk pengganti terumbu

karang alami, sehingga nelayan tidak lagi melakukan penangkapan di daerah terumbu

karang alami yang rawan akan kerusakan karang.

Gambar 27

Karena bubu ya

masuk ke dalam bubu

mendekati bubu kare

atau dikenal dengan s

sebagai area mencar

Pomacanthidae dan S

menunggu mangsa le

mangsa yang terperan

Sebagaimana has

diacu dalam Mayasa

dan Goatfish (Mulli

sedangkan jenis Parr

bubu secara individ

mengamati ikan Fo

(Pseudupeneus macu

lain terperangkap ke d

Dari hasil pengam

bubu tambun, terny

kelimpahannya berbe

sensus visual, sedang

ikan target6%

in

ikan mayor54%

lain-lain13%

7 Komposisi hasil tangkapan bubu tambun se

ang dioperasikan tanpa umpan, maka kemu

u karena tingkah laku ikan tersebut. Beberapa

ena rasa keingintahuan dari ikan tersebut te

sifat thigmotaksis. Beberapa famili ikan karan

ri makan, seperti ikan dari famili Scarida

Siganidae. Selain itu diduga bubu sebagai tem

ewat, ikan karnivora masuk ke dalam bubu

ngkap dalam bubu.

sil pengamatan yang dilakukan oleh High da

ari (2008) pada bubu tanpa umpan dimana je

idae) masuk ke dalam bubu secara berge

rotfish (Scaridae) dan big eye (Priacanthida

du. High dan Ellis (1973) diacu dalam

our-eyed butterfly (Chaetodon sp) dan

latus) disekitar bubu berenang maju mundur

dalam bubu.

matan sensus visual terumbu buatan dengan i

yata terdapat kesamaan antara jenis, wal

eda. Famili Seranidae tidak termasuk dari

gkan Serranidae banyak tertangkap pada bu

ikan ndikator

27%

lama penelitian

ungkinan besar ikan

a famili ikan karang

erhadap benda asing

ng menjadikan bubu

ae, Chaetodontidae,

mpat beristirahat atau

karena tertarik oleh

an Beardsley (1970)

enis ikan Squirefish

erombol (schooling)

ae) masuk ke dalam

m Mayasari (2008)

Spotted goat fish

r ketika melihat ikan

ikan hasil tangkapan

aupun jumlah dan

i hasil pengamatan

ubu tambun. Hal ini

diduga karena ikan famili Serranidae tertarik pada bubu tambun akibat didalam bubu

tambun terdapat mangsa ikan kecil yang dijadikan makanannya.

Setelah dilakukan uji kenormalan Chi Square ternyata data yang diperoleh

menyebar normal, maka dilanjutkan dengan ‘Uji f’. Dari hasil perhitungan ‘uji f’

untuk hasil tangkapan diperoleh nilai p-value yaitu 0.3355, atau di atas 0,05

(0,335>0,05). Jadi, dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang

signifikan untuk jumlah hasil tangkapan pada setiap trip penangkapan.

Hasil tangkapan yang diperoleh mempunyai nilai TKG kisaran I-IV, dalam hal

ini hasil tersebut dapat dijadikan tolak ukur apakah hasil tangkapan bubu tambun

layak ditangkap atau masih belum saatnya tertangkap. Nilai tingkat kematangan

gonad (TKG) ikan hasil tangkapan bisa dijadikan sebagai tingkat pelestarian

ekosistem ikan. Dari hasil diperoleh bahwa kebanyakan ikan yang tertangkap dengan

bubu mempunyai nilai TKG I (Immature) atau termasuk ikan muda dimana masih

belum mengalami kematangan gonad yaitu sebanyak 46%, sedangkan untuk ikan

dengan nilai TKG II (developing) atau masa perkembangan diperoleh sebanyak 28%.

Untuk ikan dengan nilai TKG III berjumlah 22% dari total hasil tangkapan sedangkan

untuk ikan dengan nilai TKG IV yaitu 4%.

Jumlah total ikan hasil tangkapan yang bernilai TKG I – III sebesar 96%,

sehingga dari nilai tersebut mengindikasikan ikan-ikan yang tertangkap masih belum

layak tangkap (immature fish).

Tingkat kematangan gonad ini menjadi indikator, apakah alat tangkap bubu

baik untuk penangkapan dalam hal ini berhubungan dengan kelestarian spesies ikan.

Dari data yang diperoleh, dengan bertambahnya ukuran panjang dan berat maka akan

terdapat perkembangan gonad, hal tersebut sesuai dengan pernyataan Nikolsky

(1969) bahwa dalam penentuan tingkat kematangan gonad dapat berdasarkan berat

dan secara ilmiah hal ini berhubungan dengan ukuran dan berat ikan (Lampiran 7).

5.4 Perbandingan Panjang dan Berat Ikan Hasil Tangkapan

Hasil analisis hubungan panjang dan berat menunjukkan tiga spesies dengan

pertumbuhan alometrik positif (pertambahan berat relatif lebih besar dari

pertambahan panjang), sementara lima spesies menunjukkan pertumbuhan alometrik

negatif (pertambahan berat relatif lebih kecil dari pertambahan panjang). Tabel 6

menunjukkan nilai b setiap spesies.

Tabel 6 Hubungan panjang dan berat ikan hasil tangkapan bubu tambun

No. Nama Umum Spesies Famili Nilai b Keterangan 1 Betok hitam Dischistodus pseudochrysopoecilus Pomacentridae 0.930322362 Alometrik negatif 2 Marmut Chaetodontoplus mesoleucus Chaetodontidae 3.364684878 Alometrik positif 3 Triger Rhinecanthus aculeatus Balistidae 0.388420117 Alometrik negatif 4 Betok susu Dischitodus perspicillatus Pomacentridae 1.98666115 Alometrik negatif 5 Kenari merah Cheilinus fasciatus Labridae 0.776832793 Alometrik negatif

Dari data diatas diperoleh hasil ikan marmut (Chaetodontoplus mesoleucus)

mempunyai hubungan alometrik positif (b>3) dimana pertambahan berat lebih besar

dari pertambahan panjang, sedangkan ikan betok hitam, triger, betok susu dan kenari

susu mempunyai hubungan alometrik negatif (b<3) yaitu pertambahan berat lebih

kecil dari pertambahan panjang. Grafik hubungan tiap spesies ikan tersebut dapat

dilihat pada Lampiran 8. Hubungan panjang dan berat ikan juga memiliki hubungan

dengan tingkat kematangan gonad ikan tersebut. Terdapat beberapa ikan yang secara

ukuran panjang dan berat masih tergolong kecil, akan tetapi ketika dilakukan

pengamatan tingkat kematangan gonad ikan tersebut masuk dalam TKG II atau TKG

III contoh dalam kasus ini adalah ikan marmut.

5.5 Analisis Keanekaragaman, Keseragaman dan Dominansi Ikan di Terumbu Karang Alami

Keanekaragaman, keseragaman dan dominansi merupakan suatu indeks yang

dapat digunakan untuk melihat tingkat kestabilan suatu komunitas.. Suatu komunitas

memiliki keseragaman tinggi jika semua jenis memiliki kelimpahan yang sama atau

hampir sama. Jika hanya satu atau beberapa jenis saja yang melimpah maka tingkat

keseragamannya akan rendah (Yuspardianto, 1998).

Hasil pencacahan diperoleh jumlah ikan di terumbu karang alami diperoleh 8

famili yaitu Caesionidae, Chaetodontidae, Haemulidae, Labridae, Nemipteridae,

Pomacentridae, Scaridae dan Serranidae, sedangkan terdapat 25 spesies dengan

luasan pengamatan 250 meter dengan kondisi terumbu karang yang dijadikan

pembanding, mempunyai kondisi yang tidak lagi 100% baik adanya. Frekuensi

terbanyak dari famili Pomacentridae yaitu spesies Pomacentrus alexanderae.

Hasil pengamatan sensus visual terumbu karang alami diperoleh indeks

keanekaragaman (H’), keseragaman (E), dan dominansi (C) berturut-turut 1.707,

0.304, 0.340.

5.6 Analisis Keanekaragaman, Keseragaman dan Dominansi Ikan di Terumbu Karang Buatan

Hasil pengamatan sensus visual terumbu karang buatan dengan luasan

pengamatan 1 meter diperoleh indeks keanekaragaman (H’), keseragaman (E), dan

dominansi (C) berturut-turut berkisar antara 1.68-2.5, 0.68-1.07,dan 0.11-0.16

(Gambar 28). Nilai keanekaragaman ini tergolong kecil, hal ini menunjukkan bahwa

komposisi spesies ikan di terumbu karang buatan masih kurang. Diperkirakan

komposisi spesies ikan di terumbu karang buatan akan bertambah dengan

bertambahnya umur terumbu karang buatan di dasar perairan. Nilai indeks

keseragaman menunjukkan nilai labil mendekati stabil, berarti spesies-spesies ikan

yang terdapat di terumbu karang buatan masih dalam tahap adaptasi lingkungan,

sehingga selalu berpindah-pindah. Nilai Dominansi menunjukkan nilai rendah

(mendekati nilai nol), yang berarti tidak terdapat jenis yang mempunyai kelimpahan

yang menonjol atau dengan kata lain kelimpahan cukup merata untuk tiap spesies.

(�� $� �- (�� $� �, (�� $� ��

�1 ���� ��� �������� ������

) ������� ���������� ������ ���

� ������ ���� �� ����� � ��

���

��

���

� �����

�����

����

(�� $� �- (�� $� �, (�� $� ��

�1 �������� �������� ����� ���

) ���� �� ��� ������ ����� ����

� ��������� ��������� �������

����

���

���

� �����

�����

����

Gambar 28 Indeks keanekaragaman (H’), keseragaman (E) dan dominansi (C) pada terumbu karang buatan luasan 1 meter

Hasil pengamatan sensus visual pada luasan pengamatan 2 meter, diperoleh

nilai indeks keanekaragaman (H’), keseragaman (E), dan dominansi (C) berturut-turut

berkisar antara 1.79-2.15, 0.59-0.79, 0.09-0.16 (Gambar 29). Hasil tersebut tidak

terlalu berbeda dengan pengamatan luasan 1 meter, hal ini dilakukan untuk

mengetahui apakah akan terdapat perbedaan hasil dengan perbedaan luasan

pengamatan. Dengan hasil tersebut dapat dikatakan terdapat peluang yang besar pada

terumbu buatan tersebut nantinya akan semakin banyak ikan yang berada di terumbu

buatan tersebut yang menjadikan terumbu buatan menjadi tempat berlindung, tempat

mencari makan maupun shelter untuk bermain.

Gambar 29 Indeks keanekaragaman (H’), keseragaman (E) dan dominansi (C) pada terumbu karang buatan pada luasan 2 meter

Untuk hasil tangkapan, indeks keanekaragaman, keseragaman dan dominansi

berturut-turut 2.2356, 0.5227, 0.1319. Nilai keanekaragaman ini tergolong sedang

dengan tekanan lingkungan sedang, keseragaman tergolong sedang dengan komunitas

yang labil dan nilai dominansi tergolong rendah.