5. BAB II
-
Upload
priskaapril -
Category
Documents
-
view
213 -
download
1
Transcript of 5. BAB II
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.1 ENCEPHALITIS
2.1.1 Definisi
Encephalitis adalah peradangan akut otak yang disebabkan oleh infeksi
virus bakteri, cacing, protozoa, jamur (Arif Mansur : 2000).
Kerusakan otak terjadi karena otak terdorong terhadap tengkorak dan
menyebabkan kematian. Komplikasi jangka panjang dari ensefalitis berupa
sekuele neurologikus yang nampak pada 30 % anak dengan berbagai agen
penyebab, usia penderita, gejala klinik, dan penanganan selama perawatan.
Perawatan jangka panjang dengan terus mengikuti perkembangan penderita dari
dekat merupakan hal yang krusial untuk mendeteksi adanya sekuele secara dini.
Gambar 2.1. encephalitis
2.1.1 Anatomi dan Fisiologi2
Otak (bahasa Inggris: encephalon) adalah pusat system saraf :medulla
spinalis merupakan suatu organ yang lunak yang letaknya di dalam rongga
cranium dilindungi oleh selaput pembungkus otak (meninges) dan mengapung
2
dalam cairan cerebrospinal. Pembungkus ini merupakan selaput atau membran
yang terdiri dari connective tissue dan memiliki tiga lapisan yaitu:
a. Duramater
Duramater atau pacymeninx dibentuk dari jaringan ikat fibrosa. Secara
konvensional duramater terdiri dari dua lapisan yaitu lapisan endosteal
dan lapisan meningeal, kedua lapisan ini melekat dengan rapat kecuali
sepanjang tempat-tempat tertentu yang akan terpisah dan membentuk
sinus-sinus venosus. Pada lapisan ini terdapat banyak cabang-cabang
pembuluh darah dan ujung-ujung saraf sensorik yang peka terhadap
regangan.
b. Arachnoid
Lapisan ini dipisahkan dari duramater oleh ruang potensial yaitu
septum subdural dan dari piamater oleh cavum subarachnoid yang
berisi carian serebrospinal. Terdapat villi arachnoidales yang berfungsi
sebagai tempat perembesan cairan cerebrospinal ke dalam aliran darah.
c. Piamater
Lapisan piamater berhubungan erat dengan otak dan medulla spinalis,
mengikuti tiap sulcus dan gyrusnya. Lapisan ini kaya pembuluh darah
dan terdiri dari jaringan penyambung yang halus. Astrosit susunan
saraf pusat mempunyai ujung-ujung yang berakhir sebagai end feet
dalam piamater untuk membentuk selaput pia-glia yang berfungsi
mencegah masuknya bahan-bahan yang merugikan ke dalam susunan
saraf pusat.
3
Gambar 2.2 Lapisan Meningen
2.1.2 Etiologi
Meningitis dapat disebabkan oleh mikroorganisme bakteri, virus, jamur
dan parasit. Jenis virus yang dapat menyebabkan meningitis adalah enterovirus,
virus herpes simpleks tipe I dan virus varisella zoster; Cryptococcus neoformans
dan Coccidioides immitris merupakan jamur yang dapat menyebakannya;
sedangkan parasit penyebab misalnya toksoplasma dan amoeba.3 Bakteri
penyebab meningitis antara lain Streptococcus grup B, Esserichia coli, Listeria
monocytogenes, Neisseria meningitidis, Haemophilus influenza, Streptococcus
pneumoniae.4
2.1.3 Faktor Resiko3
Penyebab tersering dari meningitis adalah infeksi bakteri dan virus, berikut
faktor resiko darinya:
a. Orang dewasa berusia lebih dari 60 tahun
b. Anak usia kurang dari 5 tahun
c. Alkoholisme, pengguna narkoba
4
d. Faktor imunologi: defisiensi mekanisme imun, defisiensi
imunoglobulin; pemakai obat-obatan yang menekan sistem kekebalan
tubuh
e. Kelainan sistem saraf pusat, pembedahan atau injury yang
berhubungan dengan sistem persarafan
f. Tinggal berkelompok seperti di asrama, barak militer
g. Bepergian ke daerah endemis
2.1.4 Klasifikasi
Meningitis berdasarkan perubahan yang terjadi pada cairan cerebrospinal
dibagi menjadi dua:
a. Meningitis purulenta
Merupakan radang bernanah pada arachnoid dan piamater otak dan
medulla spinalis. Penyebabnya adalah bakteri non spesifik yang
berjalan secara hematogen dari sumber infeksi (tonsilitis, pneumonia,
dll).
b. Meningitis serosa
Merupakan radang arachnoid dan piamater yang disertai dengan cairan
otak yang masih jernih. Penyebab terseringnya adalah Mycobacterium
tuberculosis. Penyebab lain dapat dari infeksi lues, virus, Toxoplasma
gondhii, Ricketsia.
Meningitis berdasarkan etiologinya dibagi menjadi meningitis baterial,
meningitis viral, meningitis karena jamur dan meningitis karena parasit lain.
Berdasarkan dari durasi gejalanya, meningitis dapat dibagi menjadi
meningitis akut dan meningitis kronik. Meningitis akut memberikan manifestasi
5
klinis dalam rentang jam hingga beberapa hari, sedangkan meningitis kronik
memiliki onset dan durasi berminggu-minggu bahkan berbulan-bulan.5
2.1.5 Patogenesis
a. Meningitis bakterial4
Meningitis bakterialis sering disertai dengan peradangan otak, sering
disebut dengan meningoensepalitis. Prevalensi meningitis bakterialis
sebesar >2,5 kasus per 100.000 populasi di Amerika Serikat. Bakteri
menyebar secara hematogen selanjutnya akan menginvasi sistem saraf
pusat dan akan bermultifikasi di ruang subarachnoid, bakteri akan
mengeluarkan prostaglandin dan sitokin yang menyebabkan
peningkatan permeabilitas sawar darah otak. Prostaglandin dan sitokin
akan terus diproduksi sehingga terjadilah kebocoran protein plasma,
menyebabkan edema serebri, peningkatan tekanan intra-kranial dan
gangguan sirkulasi darah otak.
b. Meningitis viral3
Pada umumnya virus masuk dan menyebar melalui sistem limfatik.
Pada saluran pencernaan disebabkan oleh Enterovirus, pada membran
mukosa disebabkan oleh campak, rubella, rarisela-zoster, herpes
simpleks atau dengan penyebaran hematogen melalui gigitan serangga.
Pada tempat itu virus melakukan multifikasi dalam aliran darah yang
disebut fase ekstraneural, pada keadaan ini fase febris sering terjadi.
Kerusakan neurologis disebabkan oleh: (1) invasi langsung dan
perusakan jaringan saraf oleh virus yang bermultifikasi aktif, (2) reaksi
hospes terhadap antigen virus secara langsung, sedangkan respon
6
jaringan hospes mengakibatkan demielinasi dan penghancuran
vascular serta perivascular.
Pada pemotongan jaringan otak biasanya ditemukan kongesti
meningeal dan infiltrasi mononukleus, manset limfosit dan sel-sel
plasma perivaskular, beberapa nekrosis jaringan perivaskular dengan
penguraian myelin, gangguan saraf pada berbagai stadium termasuk
pada akhirnya neurofagia dan proliferasi atau nekrosis jaringan.
2.1.6 Manifestasi Klinis
Pada meningitis akan dijumpai trias klasik gejala meningitis yaitu demam,
sakit kepala dan kaku kuduk.
a. Gejala non-spesifik sesuai dengan infeksi ekstrakranial yang ada
seperti anoreksia, mialgia, arthralgia, takikardi, dan tanda-tanda pada
infeksi kulit seperti purpura, ruam.
b. Tanda-tanda peningkatan tekanan intra-kranial dikesankan oleh adanya
mual dan muntah, nyeri kepala yang dapat menjalar ke tengkuk dan
punggung, moaning cry dan ubun-ubun menonjol (pada bayi), paresis,
paralisis nervus occulomotorius dan nervus abdusens, strabismus,
sikap dekortikasi atau deserebrasi, stupor, koma.
c. Kejang seringkali merupakan tanda-tanda awal
d. Tanda-tanda rangsang meningeal:
- Kaku kuduk
Pasien berbaring terlentang dan dilakukan
pergerakan pasif berupa fleksi dan rotasi kepala.
Tanda kaku kuduk positif (+) bila didapatkan
7
kekakuan dan tahanan pada pergerakan fleksi kepala
disertai rasa nyeri dan spasme otot. Dagu tidak
dapat disentuhkan ke dada dan juga didapatkan
tahanan pada hiperekstensi dan rotasi kepala.
- Tanda kernig
Pasien berbaring terlentang, tangan diangkat dan dilakukan fleksi
pada sendi panggul kemudian ekstensi tungkai bawah pada sendi
lutut sejauh mengkin tanpa rasa nyeri. Tanda Kernig positif (+) bila
ekstensi sendi lutut tidak mencapai sudut 135° (kaki tidak dapat di
ekstensikan sempurna) disertai spasme otot paha biasanya diikuti
rasa nyeri.
- Brudzinsky I
Pasien berbaring terlentang dan pemeriksa meletakkan tangan
kirinya dibawah kepala dan tangan kanan diatas dada pasien
kemudian dilakukan fleksi kepala dengan cepat kearah dada sejauh
mungkin. Tanda Brudzinski I positif (+) bila pada pemeriksaan
terjadi fleksi involunter pada leher.
- Brudzinsky II
Pasien berbaring terlentang dan dilakukan fleksi pasif paha pada
sendipanggul (seperti pada pemeriksaan Kernig). Tanda Brudzinski
II positif (+) bila pada pemeriksaan terjadi fleksi involunter pada
sendi panggul dan lutut kontralateral.
8
Pada bayi dan anak-anak antara usia 3 bulan sampai 2 tahun, kaku
kuduk dapat terjadi dapat juga tidak, tanda brudzinsky dan kernig
bersifat tidak membantu dalam diagnosa.
Gambar 2.3 Pemeriksaan Rangsang Meningeal
2.1.7 Diagnosis
Diagnosis meningitis tergantung dari organisme penyebab yang terisolasi
dari darah, cairan serebrospinal, urin dan cairan tubuh lainnya. Namun terutama
berdasarkan pada pemeriksaan kultur dari cairan serebrospinal, maka lumbal
punksi dilakukan pada setiap anak dengan kecurigaan terjadinya sepsis.
Pemeriksaan sediaan apus likuor dengan pewarnaan gram dapat menduga
penyebab meningitits serta diagnosis meningitis dapat segera ditegakkan.
Pemeriksaan radiologis yaitu foto dada, foto kepala, bila mungkin CT-Scan.
Warna
Tekanan
CSS
(mmH2O)
LeukositProtein
(mg/dL)
Glukosa
(mg/dL)
Normal Jernih 70-180 0-5 limfosit, 0 <50 50-75
9
PMN
Meningitis
Bakterial
Keruh /
purulen↑ ↑↑ (PMN) ↑↑ ↓
Meningitis
ViralNormal Normal / ↑
Normal / ↑
(mononuklear)Normal / ↑ Normal
Meningitis
TBC
Normal /
keruh↑
Normal / ↑
(mononuklear)↑ ↓
Meningitis
Jamur
Normal /
keruhNormal / ↑
Normal / ↑
(mononuklear)↑ ↓
Tabel 2.1 Analisi Cairan Serebrospinal.4
2.1.8 Diagnosis Banding
- Abses otak
- Tumor otak
- Perdarahan Subarachnoid
2.1.9 Komplikasi
- Hidrosefalus
- Higroma subdural
- Infark serebri
- SIADH (Sindrom inappropriate antidiuretic hormone)
- Cerebral palsy
2.1.10 Penatalaksanaan3, 6,7, 8
a. Meningitis bakterialis
Terapi dugaan meningitis bakterial sebelum konfirmasi mikrobiologi
biasanya dengan penisilin pada orang dewasa dan chloramphenicol
pada anak-anak. Pengobatan utama meningitis bakterialis adalah
10
pemberian antibiotika intravena. Terapi antibiotik spesifik untuk
meningitis bakteri tergantung pada identifikasi organisme penyebab:
meningococcus dan pneumococcus: benzilpenisilin iv 1,2 – 2,4 g setiap
4 jam; H. influenza: chloramphenicol 3 - 5 gr/hari atau ampisilin.
Pengobatan lain:
- Diazepam, phenytoin atau phenobarbital dapat diberikan untuk
gejala kejang.
- Pada penderita meningitis dapat terjadi edema serebri. Bila terjadi
dapat diberikan manitol (0,25 – 0,05 g/kg) dan / atau deksametason
(10 mg IV kemudian 4 mg tiap 6 jam). Intubasi dan hiperventilasi
dapat menurunkan PaCO2.
- Pengurangan pemberian cairan sampai 1.200 – 1.500 ml/hari
diperlukan untuk mengurangi edema serebri atau untuk mengontrol
SIADH.
- Obati hipertermia dengan acetaminophen atau aspirin atau kompres
dingin.
b. Meningitis viral
Istirahat dan pengobatan simptomatis, kecuali untuk herpes simpleks
yang diterapi dengan acyclovir dan CMV diterapi dengan gancyclovir.
Likuor serebrospinal yang dikeluarkan untuk keperluan diagnosis
dapat mengurangi gejala nyeri kepala.
c. Meningitis jamur
11
Pengobatan untuk meningitis akibat criptococcus adalah amphotericin,
dengan atau tanpa flucytosine. Perhatikan fungsi ginjal sehubungan
dengan pemberian bahan nefrotoksik ini.
d. Meningitis TB
Pengobatan dengan obat anti TB (INH, rifampisin, pirazinamid), bila
berat dapat ditambah etambutol atau streptomycin. Pengobatan
minimal 9 bulan. Etambutol susah masuk ke dalam cairan
serebrospinal sehingga untuk regimen meningitis TB biasanya diganti
dengan ethionamide atau streptomycin. Meningitis TB juga merupakan
indikasi penggunaan kortikosteroid, biasanya yang digunakan adalah
prednisone oral yang diberikan dosis 2mg/kg/hari (maksimal
60mg/hari) selama empat minggu sebagai tambahan obat TB dan
dilakukan tappering off setelah dua minggu (total penggunaan
kortikosteroid 6 minggu). Bila perlu lakukan fisioterapi dan
penanganan lanjut bila ada komplikasi.
2.1.11 Prognosis7
Tergantung pada penyebab dan kecepatan diagnosis serta pengobatan yang
adekuat. Mortalitas pada meningitis bakterial akut kira-kira 10% dari
keseluruhan; lebih tinggi pada infeksi Streptococcus pneumoniae.
2.1.12 Pencegahan3
a. Pencegahan primer
Tujuan pencegahan primer adalah mencegah timbulnya faktor resiko
meningitis bagi individu yang belum mempunyai faktor resiko dengan
melaksanakan pola hidup sehat.
12
Pencegahan dapat dilakukan dengan memberikan imunisasi meningitis
pada bayi. Vaksin yang dapat diberikan seperti Haemophilus
influenzae type b (Hib), Pneumococcal conjugate vaccine (PCV7),
Pneumococcal polysaccaharide vaccine (PPV), Meningococcal
conjugate vaccine (MCV4), dan MMR (Measles dan Rubella).
Vaksinasi Hib dapat melindungi bayi dari kemungkinan terkena
meningitis Hib hingga 97%.
Meningitis Meningococcus dapat dicegah dengan pemberian
kemoprofilaksis (antibiotik) kepada orang yang kontak dekat atau
hidup serumah dengan penderita. Vaksin yang dianjurkan adalah jenis
vaksin tetravalen A, C, W135 dan Y.
Meningitis TBC dapat dicegah dengan meningkatkan sistem kekebalan
tubuh dengan cara memenuhi kebutuhan gizi dan pemberian imunisasi
BCG. Hunian sebaiknya memenuhi syarat kesehatan, seperti tidak over
crowded (luas lantai > 4,5 m2 /orang), ventilasi 10 – 20% dari luas
lantai dan pencahayaan yang cukup.
Pencegahan juga dapat dilakukan dengan cara mengurangi kontak
langsung dengan penderita dan mengurangi tingkat kepadatan di
lingkungan perumahan dan di lingkungan seperti barak, sekolah, tenda
dan kapal. Meningitis juga dapat dicegah dengan cara meningkatkan
personal hygiene seperti mencuci tangan yang bersih sebelum makan
dan setelah dari toilet.
b. Pencegahan skunder
13
Pencegahan sekunder bertujuan untuk menemukan penyakit sejak
awal, saat masih tanpa gejala (asimptomatik) dan saat pengobatan awal
dapat menghentikan perjalanan penyakit. Pencegahan sekunder dapat
dilakukan dengan diagnosis dini dan pengobatan segera. Selain itu juga
dapat dilakukan surveilans ketat terhadap anggota keluarga penderita,
rumah penitipan anak dan kontak dekat lainnya untuk menemukan
penderita secara dini. Penderita diberikan pengobatan dengan
memberikan antibiotik yang sesuai dengan jenis penyebab meningitis.
c. Pencegahan tersier
Pencegahan tersier merupakan aktifitas klinik yang mencegah
kerusakan lanjut atau mengurangi komplikasi setelah penyakit
berhenti. Pada tingkat pencegahan ini bertujuan untuk menurunkan
kelemahan dan kecacatan akibat meningitis, dan membantu penderita
untuk melakukan penyesuaian terhadap kondisi-kondisi yang tidak
diobati lagi, dan mengurangi kemungkinan untuk mengalami dampak
neurologis jangka panjang misalnya tuli atau ketidakmampuan untuk
belajar. Fisioterapi dan rehabilitasi juga diberikan untuk mencegah dan
mengurangi cacat.
14