4
-
Upload
baiqhulhizatilamni -
Category
Documents
-
view
216 -
download
0
description
Transcript of 4
![Page 1: 4](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022081516/563db779550346aa9a8b5d2a/html5/thumbnails/1.jpg)
Cyclo-oxygenase Lipo-oxygenase
Prostaglandins SRS-A (LTC4, LTD4, LTE4)
PGD2 LTB4
PGE2
PGF2
Gambar. 3. Gangguan Metabolisme Asam Arakidonat
1. Rangsangan Langsung pada Mastosit/Basofil
Beberapa obat dan zat kontras secara langsung dapat merangsang mastosit
jaringan dan basofil darah perifer untuk mengeluarkan mediatornya. Hal ini
ditemukan pada pemberian opiat, antibiotik tertentu, pelemas otot, dekstran, zat
kontras, dan lain-lain. Di samping itu beberapa faktor fisis seperti panas, dingin,
tekanan dan lain-lain dapat secara langsung mempengaruhi pengeluaran mediator
mastosit/basofil.
2. Idiopatik (Idiopathic Reccurent Anaphylaxis)
Ada beberapa pasien yang mengalami reaksi anafilaktik berulang-ulang tanpa
diketahui pencetus atau penyebabnya termasuk disini anafilaksis akibat latihan,
sering terjadi sesudah makan-makanan tertentu sebelum latihan. Beberapa ibu
mengalami anafilaktik berulang yang tidak ditemukan penyebabnya (disebut
catamenial anaphylaxis), ternyata hipersensitif terhadap progesteron endogen dan
positif pada tes kulit dengan medroksiprogesteron. Sebagian di antaranya
mengalami anafilaksis bersiklus menurut fase luteal siklus haidnya. Pada
umumnya anafilaktik rekuren idiopatik tidak ditemukan penyebabnya dan
diagnosisnya didasarkan gejala klinis dan bukti peninggian kadar histamin dalam
urinnya.
Secara umum dan garis besar urutan proses dalam kejadian reaksi
anafilaktik/anafilaktoid dapat disebutkan sebagai berikut :
![Page 2: 4](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022081516/563db779550346aa9a8b5d2a/html5/thumbnails/2.jpg)
I. Perangsangan pada membran mastosit dan sel basofil, rangsangan dilakukan
oleh antigen IgE atau agregat imun yang lain atau langsung oleh faktor-faktor
kimiawi, fisis, atau neurogenik
II. Aktivasi enzim-enzim membran dan rangsangan kedua dari sitoplasma.
Terjadi degradasi metabolik asam arakidonat menjadi subunit-subunit aktif
dan penurunan rasio cAMP/cGMP dalam sel
III. Penglepasan mediator inflamasi
A. Yang siap langsung dilepas
- Histamin
- Serotonin
- Triptase
- NCF (Neutrophils Chmeotactic Factor)
- ECF (Eosinophils Chemotactic Factor)
B. Yang baru dibentuk dan segera dilepas :
- Leukotrin (LTB4, LTC4, LTD4)
- Tromboksan
- Prostaglandin (PGD2)
- Platelet Activating Factor (PAF)
- Kinin dan kaskade faktor hageman
IV. Respons patologis fungsional
- Peningkatan permeabilitas vaskular
- Vasodilatasi venul
- Konstriksi bronkus
- Kontraksi otot polos usus
- Dilatasi arteriol
V. Anafilaksis
- Urtikaria + angioedema
- Edema laring
- Asma
- Muntah, sakit perut, diare
- Hipotensi/renjatan
![Page 3: 4](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022081516/563db779550346aa9a8b5d2a/html5/thumbnails/3.jpg)
Gambar.4. IgE terdiri atas 2 rantai Berat (Epsilon) dan 2 rantai ringan
(Kappa/Lamda) yang dihubungkan oleh ikatan disulfida
Gambar.5. Aktivasi Faktor Gagema
Tabel 2. Mediator yang dihasilkan sel Mast dan Basofil
Mediator Struktur Kimia Efek Fisiologis
1. Histamin 5-B-Imidazolyethylamine
(BNM=III)
Reseptor HI :
Vasokonstriksi, vasodilatasi,
COLLAGEN IN EXPOSED BASEMENT MEMBRANE
HAGEMAN FACTOR(FACTOR XII)
INTRINSIC COAGULATION
FIBRINOLYTIC ACTIVITY
KININ GENERATION
VASODILATIONHEMOSTATIC ALTERATIONS
INCREASED PERMEABILITY
![Page 4: 4](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022081516/563db779550346aa9a8b5d2a/html5/thumbnails/4.jpg)
meningkatkan permeabilitas vascular,
kontraksi otot polos bronkus
Reseptor H2:
Vasodilatasi, meningkatkan denyut
jantung, kontraksi miokard, sekresi
lambung, inhibitor sel T
2. ECF-A Asam tetrapeptida
(BM = 360 – 390)
Kemotaksis eosinofil
3. NEF Protein
(BM = > 75.000)
Kemotaksis neutrofil
4. SRS-A
(LTC4, LTD4, LTE4)
Lipo-oksigesae, produk
asam arakidonat
Meningkatkan permeabilitas vascular
kontraksi otot polos bronkus
5. Prostaglandin (PGD2,
PGE2, PGF2)
Siklo-oksigenase, produk
asam arakidonat
PGD2 : Kontraksi otot polos
bronkus
PGE2 : Dilatasi otot polos
bronkus
PGF2: Kontraksi otot polos
bronkus
6. LTB4 Lipo-oksigenase, produk
asam arakidonat
Kemotaksis eosinofil dan neutrofil
7. PAF Asetilgliseril eter
fosforilcolin (BM1000)
Agregasi platelet
II. 5. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis anafilaksis sangat bervariasi. Secara klinik terdapat 3
tipe dari reaksi anafilaktik, yaitu reaksi cepat yang terjadi beberapa menit
sampai 1 jam setelah terpapar dengan alergen; reaksi moderat terjadi antara 1
sampai 24 jam setelah terpapar dengan alergen; serta reaksi lambat terjadi lebih
dari 24 jam setelah terpapar dengan alergen. 6,7
![Page 5: 4](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022081516/563db779550346aa9a8b5d2a/html5/thumbnails/5.jpg)
Gejala dapat dimulai dengan gejala prodormal baru menjadi berat,
tetapi kadang-kadang langsung berat. Berdasarkan derajat keluhan, anafilaksis
juga dibagi dalam derajat ringan, sedang, dan berat. Derajat ringan sering
dengan keluhan kesemutan perifer, sensasi hangat, rasa sesak di mulut dan
tenggorok. Dapat juga terjadi kongesti hidung, pembengkakan periorbital,
pruritus, bersin-bersin, dan mata berair. Awitan gejala-gejala dimulai dalam 2
jam pertama setelah pemajanan. Derajat sedang dapat mencakup semua gejala-
gejala ringan ditambah bronkospasme dan edema jalan nafas atau laring
dengan dispnea, batuk dan mengi. Wajah kemerahan, hangat, ansietas, dan
gatal-gatal juga sering terjadi. Awitan gejala-gejala sama dengan reaksi ringan.
Derajat berat mempunyai awitan yang sangat mendadak dengan tanda-tanda
dan gejala-gejala yang sama seperti yang telah disebutkan diatas disertai
kemajuan yang pesat kearah bronkospame, edema laring, dispnea berat, dan
sianosis. Bisa diiringi gejala disfagia, keram pada abdomen, muntah, diare, dan
kejang-kejang. Henti jantung dan koma jarang terjadi. Kematian dapat
disebabkan oleh gagal napas, aritmia ventrikel atau renjatan yang
irreversible. 5,6,8
Gejala dapat terjadi segera setelah terpapar dengan antigen dan dapat
terjadi pada satu atau lebih organ target, antara lain kardiovaskuler, respirasi,
gastrointestinal, kulit, mata, susunan saraf pusat dan sistem saluran kencing,
dan sistem yang lain. Keluhan yang sering dijumpai pada fase permulaan ialah
rasa takut, perih dalam mulut, gatal pada mata dan kulit, panas dan kesemutan
pada tungkai, sesak, serak, mual, pusing, lemas dan sakit perut. 1,4,5
Pada mata terdapat hiperemi konjungtiva, edema, sekret mata yang
berlebihan. Pada rhinitis alergi dapat dijumpai allergic shiners, yaitu daerah di
![Page 6: 4](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022081516/563db779550346aa9a8b5d2a/html5/thumbnails/6.jpg)
bawah palpebra inferior yang menjadi gelap dan bengkak. Pemeriksaan hidung
bagian luar di bidang alergi ada beberapa tanda, misalnya: allergic salute yaitu
pasien dengan menggunakan telapak tangan menggosok ujung hidungnya ke
arah atas untuk menghilangkan rasa gatal dan melonggarkan sumbatan; allergic
crease garis melintang akibat lipatan kulit ujung hidung; kemudian allergic
facies terdiri dari pernapasan mulut, allergic shiners dan kelainan gigi geligi.
Bagian dalam hidung diperiksa untuk menilai warna mukosa, jumlah, dan
bentuk sekret, edema, polip hidung, dan deviasi septum. Pada kulit terdapat
eritema, edema, gatal, urtikaria, kulit terasa hangat atau dingin, lembab/basah,
dan diaphoresis. 4,6
Pada sistem respirasi terjadi hiperventilasi, aliran darah paru menurun,
penurunan saturasi oksigen, peningkatan tekanan pulmonal, gagal nafas, dan
penurunan volume tidal. Saluran nafas atas bisa mengalami gangguan jika lidah
atau orofaring terlibat sehingga terjadi stridor Suara bisa serak bahkan tidak
ada suara sama sekali jika edema terus memburuk. Obstruksi saluran napas
yang komplit adalah penyebab kematian paling sering pada anafilaksis. Bunyi
napas mengi terjadi apabila saluran napas bawah terganggu karena
bronkospasme atau edema mukosa.Selain itu juga terjadi batuk-batuk, hidung
tersumbat, serta bersin-bersin. 4,6
Keadaan bingung dan gelisah diikuti pula oleh penurunan kesadaran
sampai terjadi koma merupakan gangguan pada susunan saraf pusat. Pada
sistem kardiovaskular terjadi hipotensi, takikardia, pucat, keringat dingin,
tanda-tanda iskemia otot jantung (angina), kebocoran endotel yang
menyebabkan terjadinya edema, disertai pula dengan aritmia. Sementara pada
ginjal, terjadi hipoperfusi ginjal yang mengakibatkan penurunan pengeluaran
![Page 7: 4](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022081516/563db779550346aa9a8b5d2a/html5/thumbnails/7.jpg)
urine (oligouri atau anuri) akibat penurunan GFR, yang pada akhirnya
mengakibatkan terjadinya gagal ginjal akut. Selain itu terjadi peningkatan BUN
dan kreatinin disertai dengan perubahan kandungan elektrolit pada urine. 4,6
Hipoperfusi pada sistem hepatobilier mengakibatkan terjadinya nekrosis
sel sentral, peningkatan kadar enzim hati, dan koagulopati. Gejala yang timbul
pada sistem gastrointestinal merupakan akibat dari edema intestinal akut dan
spasme otot polos, berupa nyeri abdomen, mual-muntah atau diare. Kadang
kadang dijumpai perdarahan rektal yang terjadi akibat iskemia atau infark
usus. 4,6
Depresi sumsum tulang yang menyebabkan terjadinya koagulopati,
gangguan fungsi trombosit, dan DIC dapat terjadi pada sistem hematologi.
Sementara gangguan pada system neuroendokrin dan metabolik, terjadi supresi
kelenjar adrenal, resistensi insulin, disfungsi tiroid, dan perubahan status
mental. Pada keadaan syok terjadi perubahan metabolisme dari aerob menjadi
anaerob sehingga terjadi peningkatan asam laktat dan piruvat. Secara histologis
terjadi keretakan antar sel, sel membengkak, disfungsi mitokondria, serta
kebocoran sel .4,6
![Page 8: 4](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022081516/563db779550346aa9a8b5d2a/html5/thumbnails/8.jpg)
Tabel 3. Manifestasi klinis reaksi Anafilaksis
II. 6. TES DIAGNOSTIK 4, 5, 6
Skin Prick Test (SPT)
Skin Prick Test (tes kulit epikutan) dan tes kulit intradermal
merupakan tes untuk mengetahui adanya IgE spesifik terhadap
obat tertentu yang berguna hanya untuk beberapa obat dengan
berat molekul rendah (penisilin, relaksan otot, barbiturat).
Karena reagen belum tersedia, klinisi harus membuat sendiri
reagennya. Meskipun kadang dapat dijumpai hasil positif pada
pemberian obat yang dapat melepaskan histamin tanpa melalui
perantaraan IgE, sepereti misalnya pada pemberian propofol atau
atracurium.
Radio Allergo Sorbent Assay (RAST)
Merupakan solid phase radioimmunoassay yang mengukur
circulating allergen spesific IgE antibodies. Kegunaannya terbatas
sebagai tes diagnosis alergi obat, karena seperti tes kulit,
immunochemistry dari kebanyakan obat belum diketahui. Tes ini
telah dikembangkan untuk penisilin (penicilloyl moiety), insulin,
chymopapain, relaksan otot, thiopental, protamine dan lateks
![Page 9: 4](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022081516/563db779550346aa9a8b5d2a/html5/thumbnails/9.jpg)
.
Tes Provokasi
Tes Provokasi oral dapat menjadi gold standar dalam menentukan
adanya alergi obat. Tes ini harus dikerjakan dengan pengawasan
yang ketat dengan alat bantu resusitasi yang tersedia.
Tes untuk reaksi hipersenstivitas tipe II dan III
Tes hemaglutinasi (Coomb � s test direk atau indirek) telah
digunakan untuk menentukan adanya antibodi IgG dan IgM
spesifik untuk membantu diagnosis anemia hemolitik yang
diperantarai obat. Karena keterbatasannya (harus menjaga
kesegaran eritrosit yang terkonyugasi dengan obat ) sekarang
lebih banyak menggunakan metode Enzyme-linked
immunosorbent assay (ELISA). Yang terpenting adalah
menentukan hubungan IgG dan IgM dengan manifestasi klinis,
karena antibodi dapat positif tanpa kelainan imunopatologi.
Tes untuk reaksi hipersensitivitas tipe IV
Patch test dapat menentukan etiologi reaksi yang diperantarai sel
T, terutama eczematous, erupsi terinduksi obat. Tes ini dapat
diaplikasikan pada kelainan kulit karena obat serta rekasi
sistemik. Kegunaan metode ini tergantung dari pembawa obat dan
tempat aplikasinya. Patch test berguna untuk antikonvulsan
seperti carbamazepin dan penisilin. Metode ini terbatas
penggunaannya karena terbatasnya reagen yang sesuai dengan
determinan imunogenik dari obat.
Tes-tes lain
![Page 10: 4](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022081516/563db779550346aa9a8b5d2a/html5/thumbnails/10.jpg)
Biopsi dapat membantu menegakkan diagnosis dan perjalanan
respon inflamasi, tetapi hanya hal umum saja yang bisa
didapatkan (tipe infiltrat seluler, adanya edema). Pemeriksaan
imunohistokimia dapat memeberikan informasi tambahan.
Tryptase yang merupakan mast cell spesific protease dapat
meningkat pada reaksi anafilaksis. Konsentrasi yang meningkat
didapatkan pada obat anestesi, lateks dan beberapa antibiotik. Tes
lain yang dapat berguna antara lain basofil histamin release,
proliferasi limfosit, aktivasi komplemen dan tes lymphocyte
cytotoxicity. Tes-tes ini masih dalam penelitian, belum digunakan
untuk evaluasi ADR.
II.7. DIAGNOSIS 5
a. Anamnesis yang teliti : Obat-obatan/makanan yang didapat
b. Pemeriksaan fisik : Kelainan timbul secara akut/dapat juga
beberapa hari sesudah masuknya obat/makanan
c. Laboratorium :
- Histamin; meningkat sejak 5 – 30 menit post reaksi
- Triptase : dihasilkan dari sel mast
- Serum triptase : meningkat beberapa jam dan digunakan untuk
konfirmasi episode anafilaksis
II.8. DIAGNOSIS BANDING 5
a. Reaksi vasovagal
Sering dijumpai setelah pasien mendapat suntikan. Pasien tampak
pingsan, pucat, dan berkeringat. Dibandingkan dengan reaksi anafilaksis,
![Page 11: 4](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022081516/563db779550346aa9a8b5d2a/html5/thumbnails/11.jpg)
pada reaksi vasovagal, nadanya lambat dan tidak terjadi sianosis.
Meskipun tekanan darahnya turun, tetapi masih mudah diukur dan
biasanya tidak terlalu rendah, seperti anafilaksis
b. Infark miokard akut
Gejala yang menonjol adalah nyeri dada, dengan atau tanpa penjalaran.
Gejala ini sering diikuti rasa sesak, tetapi tidak tampak tanda-tanda
obstruksi jalan nafas. Pemeriksaan EKG dan enzim akan membantu
diagnosis
c. Reaksi hipoglikemik
Disebabkan oleh pemakaian obat antidiabetes atau sebab lain. Pasien
tampak lemah, pucat, berkeringat sampai tidak sadar. Tekanan darah
kadang-kadang menurun, tetapi tidak dijumpai tanda-tanda obstruksi jalan
nafas. Pemeriksaan kadar glukosa darah dan pemberian terapi glukosa
menyokong diagnosis reaksi hipoglikemik.
II.9. PENGOBATAN 5,6,8
a. First line therapies
epinefrin, IV fluids dan oksigen
b. Second line therapi
anthistamin, kortikosteroid, glucagon, albuterol dan aminofilin untuk
mencegah reaksi anafilaksis ulangan dan penanganan lanjutan reaksi
anafilaksis.
Manajemen tindakan pada reaksi anafilaksis/anafilaktoid
Prioritas utama : ventilasi dan bebaskan jalan napas
1. Baringkan pasien dengan kaki lebih tinggi dari kepala
2. Saluran nafas harus bebas
![Page 12: 4](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022081516/563db779550346aa9a8b5d2a/html5/thumbnails/12.jpg)
Apabila pasien tidak sadar dilakukan ekstensi kepala, dorong mandibula ke
depan dan buka mulut. Jika perlu dapat dilakukan intubasi trakea
3. Tornikuet dipasang proksimal dari tempat penyuntikan/gigitan binatang untuk
menghambat penyebaran antigen
4. Epinefrin diberikan 0,3 – 0,5 ml dalam larutan 1 : 1000 secara subkutan
5. Oksigen diberikan, karena biasanya terjadi hipoksemia akibat edema jalan
nafas bagian atas dan hipotensi
6. Jika hipotensi tidak membaik, berikan epinefrin 0,3 – 0,5 ml dalam larutan 1 :
1000 secara Sc atau IV
7. Aminofilin diberikan bila asma merupakan gejala utama
Dosis yang diberikan 5 – 6 mg/kgBB yang dilarutkan dalam larutan garam dan
diberikan intravena secara perlahan
8. Diberikan cairan intravena, dengan tujuan menigkatkan tekanan darah yang
timbul akibat hipovolemik. Cairan yang digunakan ialah larutan ringer laktat
atau plasma volume expanders
9. Monitor keadaan hemodinamik
Jika perlu, berikan obat inotropik dan zat vasoaktif
10. Jika terjadi henti napas dan henti jantung dilakukan resusitasi jantung paru
dan berikan obat-obat resusitasi
Semua pasien dengan anafilaksis sebaiknya diberikan anti histamin dan
kortikosteroid. Antihistamin pada fase akut dapat menghilangkan pruritus, misalnya
difenhidramin 25 – 50 mg intravena secara perlahan-lahan. Kortikosteroid tidak
bermanfaat pada fase akut, tapi bermanfaat pada syok yang berkepanjangan dan
penyempitan saluran nafas, dapat diberikan metilprednisolon 125 mg intravena.
Pasien dengan anafilaksis yang keadaannya tidak stabil, sebaiknya
dipindahkan ke ICU semua pasien yang menerima epinefrin, harus diobservasi
minimal 6 jam. Jika keadaannya sudah pulih, pasien boleh dipulangkan.
![Page 13: 4](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022081516/563db779550346aa9a8b5d2a/html5/thumbnails/13.jpg)
Tabel.4. Dosis obat untuk reaksi anafilaksis dan alergi 6
Drug Adult Dose Pediatric Dose
Epinephrine IV single dose: 100 g of
1:100.000 IV over 5-10
min
IV infusion –4 g/min
SC: 0.3 – 0.5 mL 1:1000
IV infusion: 0.1 – 0,3
g/min maximum 1.5
g/kg/min
SC: 0.01 mL/kg of 1:1000
IV fluids: NS or LR 1 – 2 L 20 mL/kg
Diphenhydramine
(Benadryl)
25-50 mg q6h IV, IM, or
PO
1 mg/kg q6h IV, IM or PO
Ranitidine (Zantac) 50 mg IV over 5 min 0.5 mg/kg IV over 5 min
Methylprednisolone
(Solumedrol)
125 mg IV 1 – 2 mg/kg IV
Albuterol Single treatment : 2.5 mg
nebulized (0.5 ml 0.5%
solution)
Continuous nebulization: 5
– 10 mg/h
Single treatment: 1.25 mg
nebulized (0.25 mL 0.5%
solution)
Continuous nebulization: 3 –
5 mg/h
Glucagon I mg IV q%min untul
hypotension resolves,
followed by 5 – 15 g/min
infusion
50 g/kg IV q5min
Aminophylline 5 – 6 mg/kg IV 5 – 6 mg/kg IV
Prednisone 40 – 60 mg/d divided bid
or qd
1 – 2 mg/d divided bid or qd
![Page 14: 4](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022081516/563db779550346aa9a8b5d2a/html5/thumbnails/14.jpg)
Gambar 6. Algoritma reaksi anafilaktik 9
II.10. PENCEGAHAN 5
a. Hindari alergen penyebab
b. KIT anafilaktik
![Page 15: 4](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022081516/563db779550346aa9a8b5d2a/html5/thumbnails/15.jpg)
Pasien yang sensitif sengatan serangga atau makanan harus selalu
membawa kit anafilaktik yang terdiri dari semprit berisi adrenalin dan
tablet anti histamin
c. Desensitisasi
Sengatan serangga atau beberapa jenis binatang lain sudah dapat dicegah
dengan cara desensitisasi yang berupa penyuntikan berulang dari dosis
rendah sampai dianggap cukup dalam jangka waktu lama
BAB III
RINGKASAN
Reaksi anafilaktik adalah suatu respons hipersensitivitas yang diperantarai
oleh Immunoglobulin E (hipersensitivitas tipe I) yang ditandai dengan curah jantung
dan tekanan arteri yang menurun hebat. Hal ini disebabkan oleh adanya suatu reaksi
![Page 16: 4](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022081516/563db779550346aa9a8b5d2a/html5/thumbnails/16.jpg)
antigen-antibodi yang timbul segera setelah suatu antigen yang sensitif masuk dalam
sirkulasi. Reaksi anafilaktik merupakan kasus kegawatan, karena anafilaksis yang
berat dapat terjadi tanpa adanya hipotensi. Syok anafilaktik merupakan salah satu
manifestasi klinis dari anafilaksis yang merupakan syok distributif, ditandai oleh
adanya hipotensi yang nyata akibat vasodilatasi mendadak pada pembuluh darah dan
disertai kolaps pada sirkulasi darah yang dapat menyebabkan terjadinya kematian.
Gambaran klinis anafilaksis dapat mulai dalam beberapa detik atau menit
sesudah terpajan alergen dan gejala ringan dapat menetap sampai 24 jam meskipun
diobati. Gejala dapat dimulai dengan gejala prodromal baru menjadi berat, tetapi
kadang-kadang langsung berat. Keluhan yang sering dijumpai pada fase permulaan
ialah gatal pada mata dan kulit, panas dan kesemutan pada tungkai, sesak, serak,
mual, pusing, lemas, dan sakit perut. Gejala dari reaksi anafilaktik juga dapat muncul
pada multiorgan, bahkan dapat menyebabkan kematian akibat gagal nafas, aritmia
ventrikel atau syok yang irreversibel.
Diagnosis dari reaksi anafilaktik harus ditegakkan secara cepat dan tepat,
melalui anamnesis yang teliti untuk mengetahui alergen penyebab, pemeriksaan fisik,
laboratorium, serta dengan beberapa test kepekaan pada kulit.
Pada penanganan reaksi anafilaktik yang menjadi prioritas utama adalah
ventilasi dan bebaskan jalan napas. Aminofilin diberikan bila asma merupakan gejala
utama dengan dosis 5 – 6 mg/kgBB yang dilarutkan dalam larutan garam dan secara
diberikan intravena dan perlahan. Diberikan cairan intravena, untuk menigkatkan
tekanan darah yang timbul akibat hipovolemik. Monitor keadaan hemodinamik.
Semua pasien dengan anafilaksis sebaiknya diberikan anti histamin dan
kortikosteroid. Antihistamin pada fase akut dapat menghilangkan pruritus, misalnya
difenhidramin 25 – 50 mg intravena secara perlahan-lahan. Kortikosteroid tidak
bermanfaat pada fase akut, tapi bermanfaat pada syok yang berkepanjangan dan
penyempitan saluran nafas, dapat diberikan metilprednisolon 125 mg intravena.
![Page 17: 4](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022081516/563db779550346aa9a8b5d2a/html5/thumbnails/17.jpg)