43225431-posmodernisme

17
1 POSTMODERNISME DALAM PANDANGAN JEAN FRANCOIS LYOTARD Oleh : Ummi Rodliyah A. PENDAHULUAN Istilah postmodernist, pertama kali dilontarkan oleh Arnold Toynbee pada tahun 1939. Walaupun ada pendapat lain dari seorang pemikir postmodernisme, Charles Jencks, yang menegaskan bahwa lahirnya konsep postmodernisme adalah dari tulisan seorang Spanyol Frederico de Onis. Dalam tulisannya Antologia de la poesia espanola e hispanoamericana (1934), de Onis memperkenalkan istilah tersebut untuk menggambarkan reaksi dalam lingkup modernisme. Namun yang lebih sering dianggap sebagai pencetus istilah tersebut adalah Arnold Toynbee, dengan bukunya yang terkenal berjudul Study of History. Toynbee yakin benar bahwa sebuah era sejarah baru telah dimulai, meskipun ia sendiri berubah pikirannya mengenai awal munculnya, entah pada saat Perang Dunia I berlangsung atau semenjak tahun 1870-an. Meskipun para ahli saling berdebat mengenai siapakah yang pertama kali menggunakan istilah tersebut, namun terdapat kesepakatan bahwa istilah tersebut muncul pada tahun 1930-an. Postmodern merupakan reaksi dari modernism. Walaupun sampai saat ini belum ada kesepakatan dalam pendefinisiannya, tetapi istilah tersebut berhasil menarik perhatian banyak orang di Barat. Pada tahun 1960, untuk pertama kalinya istilah itu berhasil diekspor ke benua Eropa sehingga banyak pemikir Eropa mulai tertarik pada pemikiran tersebut. Jean Francois Lyotard, salah satu contoh pribadi yang telah terpikat dengan konsep tersebut. Ia berhasil menggarap karyanya yang berjudul “The Postmodern Condition” sebagai kritikan atas karya “The Grand Narrative” yang dianggap sebagai dongeng hayalan hasil karya masa Modernitas. Ketidakjelasan definisi sebagai mana yang telah disinggung menjadi penyebab munculnya kekacauan dalam memahami konsep tersebut. Tentu, kesalahan berkonsep akan berdampak besar dalam menentukan

description

asasa

Transcript of 43225431-posmodernisme

Page 1: 43225431-posmodernisme

1

POSTMODERNISME DALAM PANDANGAN JEAN FRANCOIS LYOTARD

Oleh : Ummi Rodliyah

A. PENDAHULUAN

Istilah postmodernist, pertama kali dilontarkan oleh Arnold Toynbee pada tahun

1939. Walaupun ada pendapat lain dari seorang pemikir postmodernisme, Charles Jencks,

yang menegaskan bahwa lahirnya konsep postmodernisme adalah dari tulisan seorang

Spanyol Frederico de Onis. Dalam tulisannya Antologia de la poesia espanola e

hispanoamericana (1934), de Onis memperkenalkan istilah tersebut untuk

menggambarkan reaksi dalam lingkup modernisme.

Namun yang lebih sering dianggap sebagai pencetus istilah tersebut adalah

Arnold Toynbee, dengan bukunya yang terkenal berjudul Study of History. Toynbee

yakin benar bahwa sebuah era sejarah baru telah dimulai, meskipun ia sendiri berubah

pikirannya mengenai awal munculnya, entah pada saat Perang Dunia I berlangsung atau

semenjak tahun 1870-an. Meskipun para ahli saling berdebat mengenai siapakah yang

pertama kali menggunakan istilah tersebut, namun terdapat kesepakatan bahwa istilah

tersebut muncul pada tahun 1930-an.

Postmodern merupakan reaksi dari modernism. Walaupun sampai saat ini belum

ada kesepakatan dalam pendefinisiannya, tetapi istilah tersebut berhasil menarik

perhatian banyak orang di Barat. Pada tahun 1960, untuk pertama kalinya istilah itu

berhasil diekspor ke benua Eropa sehingga banyak pemikir Eropa mulai tertarik pada

pemikiran tersebut. Jean Francois Lyotard, salah satu contoh pribadi yang telah terpikat

dengan konsep tersebut. Ia berhasil menggarap karyanya yang berjudul “The Postmodern

Condition” sebagai kritikan atas karya “The Grand Narrative” yang dianggap sebagai

dongeng hayalan hasil karya masa Modernitas. Ketidakjelasan definisi sebagai mana

yang telah disinggung menjadi penyebab munculnya kekacauan dalam memahami

konsep tersebut. Tentu, kesalahan berkonsep akan berdampak besar dalam menentukan

Page 2: 43225431-posmodernisme

2

kebenaran berpikir dan menjadi ambigu. Sedang kekacauan akibat konsep berpikir akibat

ketidakjelasan akan membingungkan pelaku dalam pengaplikasian konsep tersebut.

Banyak versi dalam mengartikan istilah postmodernisme ini. Foster menjelaskan,

sebagian orang seperti Lyotard beranggapan, postmodernisme adalah lawan dari

modernisme yang dianggap tidak berhasil mengangkat martabat manusia modern. Sedang

sebagian lagi seperti Jameson beranggapan, postmodernisme adalah pengembangan dari

modernitas seperti yang diungkap Bryan S. Turner dalam Theories of Modernity and

Post-Modernity-nya. Dapat dilihat, betapa jauh perbedaan pendapat antara dua kelompok

tadi tentang memahami Post-modernisme. Satu mengatakan, konsep modernisme sangat

berseberangan dengan postmodernisme bahkan terjadi paradoks, sedang yang lain

menganggap bahwa postmodernisme adalah bentuk sempurna dari modernisme, yang

mana tidak mungkin kita dapat masuk jenjang postmodernisme tanpa melalui tahapan

modernisme.

Senada dengan pendapat yang kedua, Berman dan Jurgen Habermas cenderung

menyamakan pengertian modern dengan postmodern, dengan menyatakan bahwa

postmodern merupakan lanjutan dari modernitas. Habermas dan Daniel Bell berpendapat

bahwa postmodern merupakan perkembangan budaya yang secara umum masih berada

dalam ‘logika modernisme’ yang disebut dengan ‘proyek pencerahan yang belum

selesai’. Jenks menyebutkan The New Modernism, sementara Giddens menyebutnya

dengan modernitas tinggi yang mana cirri utamanya adalah radikalisme dan globalisasi.

(Lubis, 2003). Sebaliknya tokoh postmodern seperti J. F. Lyotard, Foucault, Richard

Rorty dan lainnya mengkritik dengan tajam ideologi modern.

Jean-Francois Lyotard, dalam bukunya The Postmodern Condition: A Report on

Knowledge (1979), adalah salah satu pemikir pertama yang menulis secara lengkap

mengenai postmodernisme sebagai fenomena budaya yang lebih luas. Ia memandang

postmodernisme muncul sebelum dan setelah modernisme, dan merupakan sisi yang

berlawanan dari modernisme. Hal ini diperkuat oleh pendapat Flaskas (2002) yang

mengatakan bahwa postmodernisme adalah oposisi dari premis modernisme. Beberapa di

antaranya adalah gerakan perpindahan dari fondasionalisme menuju anti-

Page 3: 43225431-posmodernisme

3

fondasionalisme, dari teori besar (grand theory) menuju teori yang spesifik, dari sesuatu

yang universal menuju ke sesuatu yang sebagian dan lokal, dari kebenaran yang tunggal

menuju ke kebenaran yang beragam. Semua gerakan tersebut mencerminkan tantangan

postmodernist kepada modernist. Sedangkan Adian (2006) menangkap adanya gejala

“nihilisme” kebudayaan barat modern. Sikap kritis yang bercikal bakal pada filsuf

semacam Nietzsche, Rousseau, Schopenhauer yang menanggapi modernisme dengan

penuh kecurigaan. Sikap-sikap kritis terhadap modernisme tersebut nantinya akan

berkembang menjadi satu mainstream yang dinamakan postmodernisme

(http://en.wikipedia.org/wiki/Postmodernisme).

Namun demikian meskipun para tokoh posmodernisme dengan sangat tajam

mengkritik rasio, akan tetapi sesungguhnya yang mereka lakukan bukanklah

mengabaikan rasio itu sama sekali, tetapi belajar untuk menggunakan rasio dengan cara-

cara baru, menghilangkan penggunaan rasio hitam-putih, dalam memahami realitas.

Menurut mereka kita memerlukan logika baru cara pandang baru terhadap ilmu

pengetahuan dan teknologi sekarang ini.

Pemahaman pemikiran postmodernis menjadi penting untuk memahami berbagai

perkembangan ilmu pengetahuan dan budaya yang tak lagi memadai untuk dianalisis

hanya berdasarkan paradigma ilmiah modern yang lebih menekankan kesatuan,

homogenitas, pobjektivitas, dan universalitas. Sementara ilmu pengetahuan dalam

pandangan postmodernis lebih menekankan pluralitas, perbedaan, heterogenitas, budaya

local/etnis, dan pengalaman hidup sehari-hari.

Makalah ini berusaha memberikan pemaparan tentang salah satu tokoh

postmodernis yaitu Jean Francois Lyotard mulai dari sejarah hidup, pendidikan, dan

pemikiran-pemikirannya terutama pandangannya tentang pluralisme budaya atau

heterogenitas dalam ilmu pengetahuan budaya.

B. SEJARAH HIDUP JEAN FRANCOIS LYOTARD

Jean Francois Lyotard lahir pada tahun 1924 di Versailles di sebuah kota kecil di

paris bagian selatan. Jean-Pierre Lyotard adalah ayahnya dan ibunya bernama Madeleine.

Page 4: 43225431-posmodernisme

4

Ia menikah dengan Andree May pada tahun 1948. Setelah berakhir Perang Dunia ke II, ia

belajar filsafat di Sorbonne dan mendapat gelar agre’gation de philosophie tahun 1950.

tahun 1950-1952 ia mengajar di sekolah menengah di kota Constantine di Aljazair Timur.

Kemudian ia menjadi profesor filsafat di Universitas Paris VIII (Saint-Denis). Jabatan ini

dipegangnya sampai usia pensiunnya tahun 1989.

Dari tahun 1956-1966, Lyotard menjadi anggota dewan redaksi jurnal sosialis

Socialisme au Berbarie (Sosialisme atau Keadaan Barbar) istilah yang diambilnya dari

Marx yang mengandaikan perlunya pilihan antara sosialisme atau keadaan barbar. Ia juga

menjabat sebagai anggota dewan redaksi surat kabar sosialis ”Pouvoir Ouvier”. Lyotard

menentang secara keras kebijakan pemerintah Prancis saat terjadinya Perang di Aljazair,

dan ikut dalam gerakan yang terjadi di Prancis tahun 1968.

Dari tahun 1950-1960 ia dikenal sebagai seorang aktivis yang beraliran Marxis,

akan tetapi sejak tahun 1980-an ia dikenal sebagai pemikir posmodernisme non-Marxis

yang terkemuka. Tahun 1954 terbit buku pertamanya yang berjudul La

Phenomena\ologie, sebuah pengantar untuk memahami fenomenologi Husserl. Meskipun

ia masuk kelompok Marxis, akan tetapi kelompoknya selalu kritis dan menolak

interprestasi dogmatis terhadap pemikiran Marx seperti yang dilakukan Stalinisme,

Trotkyisme dan maoisme. Karena perbedaan pandangan dengan teman-temannya, ia

meninggalkan Socialisme ou Barbarie dan mendirikan majalah marxis baru berjudul

Puovoir Ouvrier (Kuasa Kaum Buruh)

Ia resmi keluar dari lingkungan marxis tahun 1966, karena kekecewaannya

terhadap kegagalan gerakan marxis untuk membangun masyarakat sosialis yang adil

sebagaimana didengung-dengungkan selama ini. Tahun1971 ia berhasil memperoleh

gelar doktor sastra dengan disertasi yang berjudul Discours, figure (Diskursus, Figure)

yang membahas tentang problem bahasa dengan fenomenologi. Dengan cara ini ia

berharap dapat melampaui aliran strukturalisme dan memposisikannya sebagai salah

seorang tokoh posstrukturalisme dan posmodernisme Prancis terkemuka.

Page 5: 43225431-posmodernisme

5

Pada awal tahun 1970 Lyotard mulai mengajar di Universitas Paris VIII,

Vincennes sampai 1987 ketika ia memasuki masa pensiun sebagai Professor atau

Emeritus. Selama dua dekade yang berikutnya ia memberi kuliah di luar Prancis

khususnya sebagai Professor dari Critical Theory di Universitas California, Irvine dan

sebagai dosen/profesor keliling pada berbagai Universitas di seluruh dunia termasuk

Yohanes Hopkins, Berkeley, Yale dan San Diego States, the Université de Montréal di

Canada dan the University of Sao Paulo di Brazil. Ia bersama dengan Derrida ikut

berperan sebagai pendiri dan anggota Collège International de Philosophie, Paris dan

untuk beberapa tahun memimpin lembaga tinggi filsafat itu. Ia menghabiskan waktunya

antara Paris dan Atlanta, di mana ia mengajar pada Emory University sebagai suatu

Woodruff Professor.

Lyotard berulang-kali menegaskan tentang pemikiran Postmodern di dalam esei-

esei yang terkumpul dalam bahasa Inggris sebagai The Postmodern Explained to

Children, Toward the Postmodern, dan Postmodern Fables. Pada Tahun 1998, selagi

bersiap-siap menghadapi suatu konferensi conference on Postmodernism and Media

Theory, ia meninggal dengan tak diduga-duga karena leukemia yang telah mengedepan

dengan cepat. Ia dikuburkan di Le Père Lachaise Cemetery di Paris.

1. Karya Jean Francois Lyotard

Lyotard merupakan pemikir yang termasyhur, khususnya setelah menulis buku

The Postmodern Condotion: A Report On Knowledge, diterjemahkan Geoff Bennington

and Brian Massumi (Manchester: Manchester University Press, 1984). Lyotard

menyebutnya sebagai gambaran umum dari pemikiran posmodern. Lyotard hendak

menggambarkan perubahan status pengetahuan dalam masyarakat yang paling maju:

masyarakat yang memasuki era pasca industri atau bisa di sebut era kapitalisme lanjut. Ia

menggunakan istilah “postmodern” untuk menggambarkan kondisi tersebut. Lyotard

mengkaitkan perubahan status pengetahuan dengan krisis narasi-narasi.

Dalam The Differend: Phrase in Dispute (Manchester: Manchester University

Press, 1986), Lyotard hendak memberikan landasan filosofis tenang keadilan pada

Page 6: 43225431-posmodernisme

6

sensitivitas kita pada perbedaan. Lyotard mengemukakan tenang “rezimentasi frase”

yang salah satunya dilakukan lewat diskursus. Rezimentasi frase, sebagaimana

permainan bahasa, memiliki aturan main sendiri dan mewakili komunitas anggotanya

masing-masing. Oleh karena itu menurut Lyotard, sebenarnya tidak ada semesta bahasa

yang universal (tunggal).

Karya Lyotard The Inhuman: Reflections on Time (Cambridge, Politu Press,

1988), menyatakan bahwa umat manusia berada dalam cengkraman kebutuhan untuk

meninggalkan system matahari dalam jangka 4 milyar tahun. Suatu ungkapan

kecemasan yang menekankan kesan kegentingan, menggoncang kesadaran kita dan

memicu perdebatan. Kecemasan yang ia “ramalkan” adalah bahwa pada akhirnya mesin

(computer) yang canggih akan deprogram untuk menggantikan manusia dengan tujuan

“memperpanjang kehidupan”, hingga melampaui saat habisnya energi matahari. Kita

hidup dalam semesta yang terbatas umur. Kira-kira 4 hingga 6 milyar tahun lagi,

matahari yang menjadi sumber kehidupan kita “akan habis terbakar”dan kehidupan di

bumi akan berkakhir. Gambaran situasi yang sungguh dramatis, dan sekaligus tragis,

kendati sangat sedikit di antara kita yang cemas (atau mungkin terganggu) oleh

“ramalan” masa depan tersebut, mengingat rentang rata-rata umur kita di dunia yang

rata-rata kurang dari 100 tahun (bandingkan dengan 4 hingga 6 milyar tahun). Ia

memikirkan, secara filosofis dengan begitu serius dan reflektif, dampak apa yang

diakibatkan oleh habisnya energi matahari yang memang sudah teramalkan terhadap

kondisi kemanusiaan dewasa ini.

Dalam The Postmodern Explained to Children: Correpondence 1982-1985

(Sidney, Power Publications, 1992), ia membahas pemikiran postmodern dalam bidang

estetika dan kaitan dengan seni awant-garde. Dalam buku ini Lyotard memulai

pembahasan dengan menunjukkan keruntuhan bentuk-bentuk social yang sering

diasosiasikan dengan medornitas. Keruntuhan bentuk-bentuk social itu antara lain;

semakin tak terbatasnya antara seni dan kehidupan sehari-sehari, ambruknya

pembedaan hierarkis antara budaya popular dan elit, runtuhnya orisinalits dan

pandangan pencipta seni sebagai orang yang memiliki kecerdasan, terjadinya

pergeseran pencipta seni sebagai orang yang memiliki kecerdasan, terjadinya

Page 7: 43225431-posmodernisme

7

pergeseran dari isi ke gaya, realitas ke cipta, fragmentasi waktu jadi rangkaian era kini

yang abadi.

C. POKOK PIKIRAN JEAN FRANCOIS LYOTARD

Memahami tentang postmodernisme berarti mengasumsikan pertanyaan tentang

hilangnya kepercayaan pada proyek modernnitas, munculnya semangat pluralisme,

skeptisisme, terhadap ortodoksi tradisional, serta penolakan terhadap pandangan bahwa

dunia merupakan suatu totalitas yang universal, pendekatan terhadap harapan akan solusi

akhir dan jawaban yang sempurna. Maka untuk memahaminya diperlukan kekayaan

makna dan keluasan wawasan dan bukan model berpikir hitam-putih, akan tetapi

membuat tingkatan makna, mencari kombinasi dari berbagai fokus (prespektif). Bagi

kaum postmodernis berbagai prespektif dan idiologi yang bersaing dalam kehidupan

ditengah masyarakat tidak ubahnya seperti berbagai barang dengan merek yang berbeda

dan dijual bebas di pusat perbelanjaan. Hal ini dirumuskan oleh Akbar S.Ahmed seorang

antropolog muslim tentang ciri-ciri postmodern (Lubis, 2003).

1. Pengertian Postmodern

Mengenai beragamnya definisi postmodernisme, Kvale berpendapat bahwa istilah

postmodernisme, yang berasal dari istilah posmodern, merupakan pengertian yang sangat

luas, kontroversial, dan ambigu. Hal ini terlihat dari pembagian pengertian yang Kvale

(2006) lakukan untuk membedakan istilah postmodern, yaitu : 1. Postmodernitas yang

berkaitan dengan era posmodern, 2. Posmodernism yang berkaitan dengan ekspresi

kultural era posmodern, dan 3. Pemikiran posmodern, atau wacana, yang berkaitan

dengan refleksi filosofis dari era dan budaya posmodern. (http://www. itu.dk/courses

/VV/E2000/Frank-PoMo.doc)

Postmodernisme sebagai wacana pemikiran harus dibedakan dengan

postmodernitas sebagai sebuah kenyataan sosial. Postmodernitas adalah kondisi dimana

masyarakat tidak lagi diatur oleh prinsip produksi barang, melainkan produksi dan

reproduksi informasi dimana sektor jasa menjadi faktor yang paling menentukan.

Masyarakat adalah masyarakat konsumen yang tidak lagi bekerja demi memenuhi

kebutuhan, melainkan demi memenuhi gaya hidup. Sedangkan postmodernisme adalah

Page 8: 43225431-posmodernisme

8

wacana pemikiran baru sebagai alternatif terhadap modernisme. Modernisme sendiri

digambarkan sebagai wacana pemikiran yang meyakini adanya kebenaran mutlak sebagai

objek representasi bagi subjek yang sadar, rasional, dan otonom. Sebagai realitas

pemikiran baru, postmodernisme meluluhlantakkan konsep-konsep modernisme, seperti

adanya subjek yang sadar-diri dan otonom, adanya representasi istimewa tentang dunia,

dan sejarah linier. Istilah “pos”, menurut kubu postmodernisme, adalah kematian

modernisme yang mengusung klaim kesatuan representasi, humanisme-antroposentrisme,

dan linieritas sejarah guna memberi jalan bagi pluralisme representasi, antihumanisme,

dan diskontuinitas.

Menurut Jean Francois Lyotard, bahwa awalan post pada Postmodern, merupakan

elaborasi keyakinan modern, sebagai upaya untuk memutuskan hubungan dengan tradisi

modern dengan cara memunculkan cara-cara kehidupan dan pemikiran yang baru sama

sekali. Pemutusan dengan masa lalu (jaman modern) menurutnya merupakan jalan untuk

melupakan dan merepresi masa lalu. Jadi semacam prosedur psikoanalitik dari anamnesis

atau analisis yang memungkinkan para pasien untuk mengelaborasi persoalan-persoalan

sekarang dengan secara bebas mengasosiasikan detil-detil melalui berbagai situasi masa

lalu yang memungkinkan mereka untuk mengungkapkan makna-makna tersembunyi

dalam kehidupan dan prilaku mereka (Lubis, 2003).

Kalau ilmu pengetahuan modern berkembang sebagai pemenuhan keinginan

untuk keluar dari mitos-mitos yang digunakan masyarakat primitif menjelaskan

fenomena alam, dan modernitas adalah proyek intelektual yang mencari kesatuan

berdasarkan fondasi sebagai jalan menuju kemajuan (progress). Mitos politik ini

menganggap sain modern sebagai alat untuk kebebasan dan humanisasi. Sementara

dalam pandangan Postmodernism bahwa sain tidak mampu menghilangkan mitos-mitos

dari wilayah ilmu pengetahuan. Sementara metanarasi itu berfungsi sebagai mitos baru

bagi masyarakat modern.

Bagi Postmodernis ide rasionalitas dan humanisme merupakan konstruksi historis,

konstruksi sosial budaya dan bukan sesuatu yang sifatnya alami (kodrat) dan universal.

Karena itu mereka tidak dapat diseragamkan tanpa mempertimbangkan kondisi sosial-

historis serta budaya lokal. Keaneka ragaman pemikiran menurut Lyotard hanya dapat

dicapai dengan melakukan penolakan terhadap kesatuan (unity), dengan mencari disensus

Page 9: 43225431-posmodernisme

9

(ketidaksepakatan) secara radikal. Habermas menyebut kondisi kebudayaan baru itu

sebagai situasi ketidakteraturan baru (die neue Unubersichtlichkeit) sambil mengajukan

rasio komunikatif sebagai alternatif.

Jean Francois Lyotard merupakan pemikir postmodern yang penting karena ia

memberikan pendasaran filosofis pada gerakan postmodern. Penolakannnya terhadap

konsep Narasi Besar serta pemikirannya yang mengemukakan konsep perbedaan dan

language game sebagai alternatif terhadap kesatuan (unity).

2. Penolakan terhadap Grand Narative

Bagi Lyotard penolakan posmodern terhapad narasi agung sebagai salah satu ciri

utama dari postmodern, dan menjadi dasar baginya untuk melepaskan diri dari Grand-

Narative (Narasi Agung, Narasi besar, Meta Narasi) . Baginya Ilmu Pengetahuan

pramodern dan modern mempunyai bentuk kesatuan (unity) yang didasarkan pada cerita-

cerita besar (Grand-Naratives) yang menjadi kerangka untuk menjelaskan berbagai

permasalahan penelitian dalam skala mikro bahkan terpencil sekalipun. Cerita Besar itu

menjadi kerangka penelitian ilmiah dan sekaligus sebagai justifikasi keilmiahan. Grand-

Naratives (Meta-narasi) adalah teori-teori atau konstruksi dunia yang mencakup segala

hal dan menetapkan kriteria kebenaran dan objektifias ilmu pengetahuan. Dengan

konsekuensi bahwa narasi-narasi lain diluar narasi besar dianggap sebagai narasi non-

ilmiyah.

Sebagaimana di jelaskan sebelumnya bahwa sains modern berkembang sebagai

pemenuhan keinginan untuk keluar dari penjalasan pra ilmiah seperti kepercayaan dan

mitos-mitos yang dipakai masyarakat primitif. Namun dalam pandangan kaum

postmodernis termasuk Lyotard bahwa sains ternyata tidak mampu menghilangkan

mitos-mitos dari wilayah ilmu pengetahuan. Sejak tahun 1700-an (abad pencerahan) dua

narasi besar telah muncul untuk melegitimasi ilmu pengetahuan, yaitu : kepercayaan

bahwa ilmu pengetahuan dapat membawa umat manusia pada kemajuan (progress).

Namun era modern telah membuktikan banyak hal yang tidak rasional dan bertentangan

dengan narasi besar itu seperti perang dua II, pembunuhan sekitar 6 (enam) juta yahudi

oleh Nazi Jerman, hal ini menurut Lyotard merupakan bukti dari kegagalan proyek

Page 10: 43225431-posmodernisme

10

modernitas. Ambruknya ideologi marxisme-komunisme dan ceraiberainya Unisoviet,

runtuhnya tembok Berlin, terjadi sepuluh tahun setelah penolakan Lyotard terhadap

Narasi itu.

Penolakan terhadap metanarasi/grandnarasi berarti menolak penjelasan yang

sifatnya unifersal/global tentang realitas, tentang tingkah laku dan sebagainya. Lyotard

juga menyatakan bahwa pengetahuan tidak bersifat metafisis, unifersal, atau

transendental (esensialis), melainkan bersifat spesifik, terkait dengan ruang-waktu

(historis). Bagi pemkir postmodern ilmu pengetahuan memiliki sifat prespektifal,

posisional dan tidak mungkin ada satu prespektif yang dapat menjangkau karakter dunia

secara objektif-universal.

Memudarnya kepercayaan terhadap metanarasi disebabkan oleh proses

delegitimasi atau krisis legitimasi, di mana fungsi legitimasi narasi-narasi besar

mendapatkan tantangan berat. Contoh delegitimasi adalah apa yang dialami oleh sains

sejak akhir abad ke-19 sebagai akibat perkembangan teknologi dan ekspansi kapitalisme.

Dalam masyarakat pascaindustri, sains mengalami delegitimasi karena terbukti tidak bisa

mempertahankan dirinya terhadap legitimasi yang diajukannya sendiri. Legitimasi sains

pada narasi spekulasi yang mengatakan bahwa pengetahuan harus dihasilkan demi

pengetahuan di masa capitalist technoscience tidak bisa lagi dipenuhi. Pengetahuan sains

tidak lagi dihasilkan demi pengetahuan melainkan demi profit di mana kriterium yang

berlaku bukan lagi benar/salah, melainkan kriterium performatif: maximum output with a

minimum input (menghasilkan semaksimal mungkin dengan biaya sekecil mungkin).

Sains adalah permainan bahasa yang di dalamnya terkandung aturan-aturan

normatif (misalnya pembuat proposisi tidak boleh membuat proposisi tanpa menyediakan

bukti yang memperkuat proposisinya, pihak kedua tidak bisa memberikan bukti

melainkan hanya memberi persetujuan atau penolakannya). Sains dihadapkan pada

kenyataan bahwa ia tidak bisa memberlakukan aturan mainnya secara universal hingga

berhak menilai mana pengetahuan absah dan mana yang tidak. Lyotard yakin bahwa kita

memasuki fase di mana logika tunggal yang diyakini kaum modernis sudah mati

digantikan oleh pluralitas logika atau paralogi.

Ketika kita ingin menjelaskan tentang manusia maka kita memiliki berbagai

bidang ilmu, berbagai paradigma, dan prespektif, ini menunjukkan heterogenitas

Page 11: 43225431-posmodernisme

11

fenomena, pluralitas perspekstif yang menghasilkan polivokalitas., lokalitas pengetahuan

(keanekaragaman wacana).

Perspektivisme tentang ilmu pengetahuan yang berasal dari Nietzche digunakan

Lyotard untuk menolak pandangan ilmu pengetahuan yang universal dan total.

Menurutnya tidak ada perspektif tunggal tentang realitas objektif yang universal.

Manusia tidak memiliki akses untuk melihat dunia sebagaimana nyatanya, anggapan dan

keinginan untuk mencapai itu adalah sia-sia. Kebutuhan dan keinginan untuk menemukan

kebenaran ilmu pengetahuan, sesungguhnya hanyalah sekedar istilah yang mengacu pada

wacana (discourse) yang berhasil dan bermanfaat. Ini berlaku bagi semua pengetahuan

dan logika yang selalu bersifat profesional dan perspektif.

Pada situasi postmodern ini ilmu pengetahuan dan filsafat bertujuan bukan lagi

untuk penemuan kebenaran (apalagi kebenaran tunggal) akan tetapi lebih pada tujuan

performatif dan nilai-nilai pragmatis.

Dalam pandangan Lyotard relativisme dan kebenaran absolut sama-sama

memiliki kelemahan. Kelemahan pandangan kebenaran absolut-universal adalah karena

pada kenyataannya ilmuwan memiliki keterbatasan ketika menghadapi (meneliti) realitas.

Apalagi kebenara teori juga bersifat tentatif atau propabilitas, sehingga pandangan

bahwa teori bersifat benar secara absolut-universal tidak dapat dibenarkan. Di sisi lain

perspektivisme mengarahkan kita pada relativisme ilmiah, tetapi relativisme ilmiah ini

tidak identik dengan penolokan akan kebenaran, akan tetapi mengakui kebenaran ilmu

yang relatif, yaitu kebenaran sesuai dengan perspektif/paradigma yang digunakan. Bisa

jadi perspektif tertentu dianggap lebih memilki kesempurnaan dibanding perspektif yang

lain karena lebih akurat, lebih mendekati kebenaran dan lebih berguna

3. Language Games

Jean Francois Lyotard menolak untuk menyususn sebuah cara pandang tunggal

(paradigma tunggal) yang menyatakan tentang adanya berbagai paradigma, perspektif

dalam melihat realitas (dunia). Pandangan modern digantikan dengan postmodern,

singgasana ilmu pengetahuan digantikan oleh hermeneutika (penafsiran) tentang realitas.

Kebenaran ilmu mengacu pada spisifikalitas, historisitas dan linguistikalitas.

Page 12: 43225431-posmodernisme

12

Sains setelah mengalami krisis legitimasi terbukti bukan lagi pemonopoli

kebenaran tunggal, karena dihadapkan pada kenyataan bahwa dirinya sekedar satu dari

sekian banyak permainan bahasa. Permainan bahasa sains adalah permainan bahasa

denotatif. Aturan main permainan bahasa denotatif adalah sebuah pernyataan harus

disertai bukti dari pihak yang mengajukan pernyataan untuk meyakinkan pihak kedua

sebagai pihak yang wajib memberikan persetujuan atau penolakan berdasarkan bukti

yang diajukan pihak pertama

Terjadinya pergantian paradigam ilmiah dari mono-paradigma menjadi multi-

paradigma ini dianggap sebagai terjadinya keterputusan epistimologis. Ia kemudian

membatasi ilmu pengetahuan sebagai permainan bahasa dan mengungkapkan konsep

Language games yang mengacu pada keanekaragaman penggunaaan bahasa dapam

kehidupan sehari-hari, dimana masing-masing bahasa menggunakan aturannya sendiri-

sendiri.

Konsep permainan bahasa ini merupakan pergeseran dari bahasa sebagai cermin

realitas kepada bahasa sebagai suatu permainan, yang memiliki aturan sebagai berikut :

1. Only denotative (descriptive) statements are scientific. (pernyataan atau proposisi

ilmiah adalah pernyataan denotatif (descriptif).

2. Scientific statements are Quite different from thode (concerned with origins)

constituting the social bond. (Proposisi ilmiah berbeda dengan proposisi yang

menekankan ikatan social atau yang terkait dengan asal-asul).

3. Competence is only required on the part of the sender of scientific massage, not

on the part of the receiver. (kompetensi hanya diperlukan pada pengirim bukan

pada penerima)

4. A Scientific statements only exist within aseries of statements wich are validated

by argument and by proof. (Proposisi ilmiah adalah sekumpulan pertanyaan yang

dapat diuji oleh bukti dan argument).

5. In light of (4) the scientifict language game requires a knowledge of the existing

state of scientifict knowledge. Science no longer requires a narrative for its

legitimation, for the rules of science are immanent in its game (Berkaitan dengan

4 (empat point diatas konsep ini mengharuskan pemahaman tentang situasi

pengetahuan ilmiah yang sedang berlangsung. Untuk legitimasi ilmiah, ilmu

Page 13: 43225431-posmodernisme

13

pengetahuan tidak memerlukan satu narasi (meta narasi) karena aturan-aturan

ilmiah itu bersifat imanen dalam permainannya (paradigmanya sendiri). (Leche,

1994, sebagaimana dikutip oleh Lubis, 2006)

Lyotard mengembangkan konsep perbedaan difference. Sesuai dengan konsep

pluralitas budaya, pluralitas permainan bahasa, ada banyak genres de discours (wacana),

maka postmodern menghargai adanya perbedaan, membuka suara bagi yang lain (the

other), penghargaan pada pendekatan lokal, regional, etnik, baik pada masalah sejarah,

seni, politik, dan masyarakat. Penelitian yang bersifat lokal, etnik, menghasilkan

deskripsi atau narasi khas dengan rezim frase dan genre diskursus masing-masing.

4. Antifundasionalisme

Antifundasionalisme dalam teori sosial budaya dan filsafat menegaskan bahwa

metanarasi (metode, humanisme, sosialisme, universalisme) yang dijadikan fundasi

dalam modernitas barat dan hak-hak istimemewanya adalah cacat. Karena itu kita harus

mencoba menghasilkan model pengetahuan yang lebih sensitif terhadap berbagai bentuk

perbedaan. Hal ini dimungkinkan ketika para intektual menggantikan peran mereka

sebagai legislator kepercayaan kepercayaan menjadi seorang interpreter. Karena itu

Postmodernis lebih menerima metode interpretasi (hermeneutika) dari pada pendekatan

logika/metode linear yang dominan pada era modern.

Antifundasionalisme itu dapat dimengerti sebagai berikut :

1. Antifundasionalis dalam teori sosial budaya dan filsafat menegaskan bahwa meta

narasi yang dijadikan fundasi dalam modernitas Barat dengan universalitas dan

hak-hak istimewanya adalah cacat. Maka harus ada mode pengetahuan yang lebih

sensitif terhadap perbedaan.

2. Pemberian hak istimewa pada hal-hal yang bersifat lokal dan vernakuler ini

diterjemahkan sebagai seorang demokrat dan populis yang mengharuskan hirarkhi

simbolik dikalangan akademik, intelektual dan seni.

3. Peralihan dari bentuk upaya diskursif ke arah bentuk budaya figural yang tampak

dalam penekanan dan imajinasi visual dan bukan kata-kata, proses primer ego dan

bukan proses skunder, apresiasi dengan cara melibatkan diri bukan mengambil

jarak dengan penonton yang tidak memihak.

Page 14: 43225431-posmodernisme

14

4. aspek ini ditangkap sebagai fase budaya dangkal postmodern.

Pandangan ini sejalan dengan Anderson yang mengemukakan ciri kaum

postmoernis dengan tidak adanya kemutlakan dalam ilmu pengetahuan dan budaya.

Namun justru mendukung pluralisme dengan menyatakan bahwa kita harus berhadapan

satu sama lain sebagai orang-orang dengan informasi yang berbeda, cerita dan visi-visi

yang berbeda. Postmodern percaya perbedaan dan keanekaragaman tidak akan

menimbulkan konflik dan pertentangan. (Aderson, 1980). Keanekaragaman akan

membuat kehidupan semakin indah asal saja pluralisme dan heterogenitas itu dihadapi

dengan keterbukaan, dialog, solidaritas dan bukan egoisme dan anarkisme kelompok.

Kebebasan memilih paradigma dan metode sejalan dengan anti fundasionalisme

dan postmodernisme. Dalam ilu pengetahuan refleksi tentang teori (metanarasi) dan

antifundasionalisme merupakan hal yang penting dalam ilmu pengetahuan postmodern.

Metateori itu sendiri bersifat antifundasional, karena seluruh teori yang kuat dan lemah

sama-sama berperan dalam kehidupan sosial. Maka metateori bersifat inheren dalam

postmodern.

5. Analisis Kritik Terhadap Pemikiran Lyotard

Jika dilihat dari sisi epistemologis, skala berpikir yang disodorkan oleh teori

postmodernis sangatlah dangkal. Banyak paradoksi yang akan kita dapati dari teori

tersebut, jika dipaksakan pada dataran praksis akan terjadi apa yang disebut dengan

“nihilisme”, kekosongan. Kosong dari prinsip, ideologi, argumentasi rasional, logika

sehat, pemahaman teks, konsep beragama dsb. Menurut keyakinan postmodernisme,

tidak ada satu hal pun yang bersifat universal dan permanen. Sedang disisi lain, doktrin

mereka, manusia selalu dituntut untuk selalu mengadakan pergolakan. Kemudian

bagaimana mungkin manusia akan selalu mengadakan pergolakan, sementara tidak ada

tolok ukur jelas dalam penentuan kebenaran akan pergolakan? Bagaimana mungkin

manusia selalu mengkritisi segala argumentasi yang muncul, sedang tidak ada tolok ukur

kebenaran berpikir? Bagaimana mungkin manusia bisa beragama, sedang konsep

beragama harus dibarengi dengan keimanan, sementara menurut postmodernis tidak ada

Page 15: 43225431-posmodernisme

15

keimanan dan keyakinan universal dan permanen? dan masih banyak lagi persoalan-

persoalan yang bisa dimunculkan dari asas-asas dasar postmodernisme.

Salah satu pertanyaan prinsip yang bisa dilontarbalikkan kepada para pendukung

aliran ini adalah : adakah asas-asas postmmodernisme sendiripun bersifat universal atau

permanen? Tentunya berdasar pondasi pemikiran mereka jawabannya negatif, Hal ini

berarti postmodernisme tidak memiliki asas-asas yang jelas (universal dan permanen).

Bagaimana mungkin akal sehat manusia dapat menerima sesuatu yang tidak jelas asas

dan landasannya?. Jika jawaban mereka positif, jelas sekali, hal itu bertentangan dengan

statemen mereka sendiri. Sebagaimana postmodernis selalu menekankan untuk

mengingkari bahkan menentang hal-hal yang bersifat universal dan permanen. Maka atas

dasar postmodernisme pula seseorang dapat menggugat ke-universal-an dan ke-

permanen-an asas-asasnya yang telah mereka sepakati. Jadi, atas dasar pemikiran

postmodernisme seorang individu dapat menolak postmodernisme, hal itu dikarenakan

postmodernisme tidak meyakini adanya prinsip logika yang jelas dalam menentukan

tolok ukur kebenaran berpikir, relativitas kebenaran. Ini salah satu bukti dari sekian

banyak kerancuan berpikir dalam konsep postmodernisme.

D. KESIMPULAN

Pemikiran Lyotard sebagai postmodern secara umum sejalan dengan pemikiran

para posmodernis lainnya yaitu menawarkan intermediasi dari determinasi, perbedaan

(diversity) dari pada persatuan (unity). Antifundasionalis dalam filsafat dan ilmu

pengetahuan sosial budaya menegaskan bahwa metanarasi yang dijadikan fundasi ilmu

pengetahuan, humanisme, sosialisme dan lain-lain, adalah cacat. Untuk itu metode

pengetahuan harus lebih sensitif terhadap berbagai perbedaan. Peran para intelektual

sebagai legislator kepercayaan digantikan dengan interpreter.

Konsep perbedaan, perspektif, multivokalitas, languge game dan hal-hal yang

bersifat lokal lainnya menjadi perhatian khusus dalam pemikiran postmodern menurut

Lyotard.

Budaya dangkal postmodern sebagai salah satu pengakuan terhadap keterbatasan

ilmuwan dalam menemukan esensi realitas (kebenaran objektif universal). Pandangan

Page 16: 43225431-posmodernisme

16

esensialisme yang didukung oleh paradigma positivisme dianggap tidak relistik dan tidak

mampu menjelaskan fenomena sosial budaya yang begitu beraneka ragam (heterogen).

Sehingga pemikiran dan konsep-konsep tersebut mempunyai pengaruh yang sangat besar

terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dan kajian sosial-budaya.

Page 17: 43225431-posmodernisme

17

DAFTAR PUSTAKA

Dahana, Radhar Panca. 2004 Jejak posmodernisme; pergulatan kaum intelektual

Indonesia. Bandung : Bentang.

Dedi, 2005. Kebenaran tanpa kebenaran. http://dedi-maestro.blogspot.com/2005/10/

kebenaran-tanpa-kebenaran-1.html. diakses tanggal 10 Oktober.

Lubis, Akhyar Yusuf. 2004. Filsafat Ilmu dan Metodologi Postmodernis. Bogor :

Akademia.

Lubis, Akhyar Yusuf. 2003. Setelah Kebenaran dan Kepastian dihancurkan Masih

Adakah tempat Berpijak Bagi Ilmuwan. Bogor : Akademia.

Huda, Nurul 2006. Jameson, Posmodernisme, dan Logika Kapitalisme Lanjut. http://

nurulhuda.wordpress.com/2006/11/24/jameson-posmodernisme-kapitalisme/Di

akses tanggal 22 Oktober 2007

http://en.wikipedia.org/wiki/Postmodernism

http://www. itu.dk/courses/VV/E2000/Frank-PoMo.doc.

Muchtar Luthfi. 2007. Postmodernisme: Fatamorgana Alam Khayal. http://www.al-

shia.com/html/id/service/maqalat/002.htm.

Stanley J. Grenz. Postmodernisme: Sebuah Pengenalan http://www. sabda.org/

reformed/etos_postmodern, diakses tanggal 06 Okt 2007