4. BAB I & II PRINT Malaysia (Ambalat)

38
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Geopolitik merupakan permasalahan yang sangat penting. Permasalahan ini menjadi penting karena manusia yang telah berbangsa membutuhkan wilayah sebagai tempat tinggalnya yang kemudian di kenal dengan Negara. Dalam perkembangannya pengertian tidak saja diartikan sebagai intuisi yang secara minimal meliputi unsur wilayah, rakyat, dan pemerintah yang berkuasa. Unsur rakyat suatu negara disamping warga negara juga meliputi bukan warga negara. Agar negara mencapai tujuan nasional aman dan sejahtera (Pembukaan UUD ’45 Alinea IV) perlu pendidikan kewarganegaraan. Pendidikan yang dimaksud agar warga negara Indonesia tahu tentang hak dan kewajiban, serta mampu berdiri dan tetap menjaga dirinya di tengah arus globalisasi. Seperti yang dikatakan Ir. Soekarno pada 1 Juni 1945 dihadapan sidang BPUPKI bahwa orang dan tempat tak dapat dipisahkan atau rakyat tak dapat dipisahkan dari bumi yang ada dibawah kakinya. Oleh karena itu, setelah membangsa orang menyatakan tempat tinggal sebagai negara. Dalam perkembangan selanjutnya pengertian negara tidak hanya tempat tinggal, tetapi diartikan lebih luas lagi yang meliputi institusi, yaitu pemerintah, rakyat, kedaulatan, dan lain-lain. Karena orang dan tempat tinggalnya tak dapat dipisahkan, ruang yang menjadi hal yang menimbulkan konflik antar manusia, keluarga, masyarakat, dan bangsa hingga kini, meskipun bentuknya dapat secara fisik maupun non fisik. Untuk dapat mempertahankan ruang hidupnya, suatu bangsa harus mempunyai 1

description

Studi Kasus Malaysia Indonesia Ambalat Pendidikan Kewarganegaraan Wawasan Nusantara Geopolitik Indonesia PKN

Transcript of 4. BAB I & II PRINT Malaysia (Ambalat)

Page 1: 4. BAB I & II PRINT Malaysia (Ambalat)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Geopolitik merupakan permasalahan yang sangat penting. Permasalahan ini menjadi

penting karena manusia yang telah berbangsa membutuhkan wilayah sebagai tempat

tinggalnya yang kemudian di kenal dengan Negara. Dalam perkembangannya pengertian

tidak saja diartikan sebagai intuisi yang secara minimal meliputi unsur wilayah, rakyat, dan

pemerintah yang berkuasa. Unsur rakyat suatu negara disamping warga negara juga meliputi

bukan warga negara. Agar negara mencapai tujuan nasional aman dan sejahtera (Pembukaan

UUD ’45 Alinea IV)  perlu pendidikan kewarganegaraan. Pendidikan yang dimaksud agar

warga negara Indonesia tahu tentang hak dan kewajiban, serta mampu berdiri dan tetap

menjaga dirinya di tengah arus globalisasi.

Seperti yang dikatakan Ir. Soekarno pada 1 Juni 1945 dihadapan sidang BPUPKI bahwa

orang dan tempat tak dapat dipisahkan atau rakyat tak dapat dipisahkan dari bumi yang ada

dibawah kakinya. Oleh karena itu, setelah membangsa orang menyatakan tempat tinggal

sebagai negara. Dalam perkembangan selanjutnya pengertian negara tidak hanya tempat

tinggal, tetapi diartikan lebih luas lagi yang meliputi institusi, yaitu pemerintah, rakyat,

kedaulatan, dan lain-lain.

Karena orang dan tempat tinggalnya tak dapat dipisahkan, ruang yang menjadi hal yang

menimbulkan konflik antar manusia, keluarga,  masyarakat, dan bangsa hingga kini,

meskipun bentuknya dapat secara fisik maupun non fisik. Untuk dapat mempertahankan

ruang hidupnya, suatu bangsa harus mempunyai kesatuan cara pandang yang dikenal sebagai

wawasan nasional. Para ilmuan politik dan militer menyebutnya sebagai geopolitik yang

merupakan kepanjangan dari geografi politik.

1.2 Rumusan Masalah

1) Apa yang dimaksud dengan geopolitik?

2) Apa yang dimaksud dengan wawasan nusantara?

3) Bagaimana dampak dari kasus“ Kapal Tongkang Sedot Pasir Laut ” bagi wilayah

NKRI ?

4) Bagaimana upaya pemerintah untuk mengatasi kasus“ Kapal Tongkang Sedot Pasir

Laut” ?

1

Page 2: 4. BAB I & II PRINT Malaysia (Ambalat)

2

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan pembahasan makalah ini, antara lain:

1) untuk mengetahui pengertian geopolitik;

2) untuk mengetahui pengertian wawasan nusantara;

3) untuk mengetahui dampak dari kasus “Kapal Tongkang Sedot Pasir Laut” bagi

wilayah NKRI; dan

4) untuk mengetahui kebijakan pemerintah untuk mengatasi kasus “Kapal Tongkang

Sedot Pasir Laut”.

Page 3: 4. BAB I & II PRINT Malaysia (Ambalat)

3

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Geopolitik

Menurut Widyo Alfandi (2002: 5-8) geopolitik merupakan perpaduan kata geografi dan

politik. Geografi adalah ilmu pengetahuan yang meliputi disiplin imu fisik maupun disiplin

ilmu sosial, yang obyeknya yaitu:

a. Suatu telaah geografi sistematik dengan pendekatan multidisipliner yang diterapkan

dalam suatu wilayah tertentu.

b. Suatu telaah geografi berdasarkan pendekatan holistik transdisipliner menggunakan

analisis tertentu.

Geografi politik adalah cabang geografi manusia yang obyek studinya aspek kekurangan,

pemerintahan atau kenegaraan, yang meliputi hubungan regional dan internasional

dipermukaan bumi, geografi politik bersifat statis dan adapun cirinya adalah wilayah politik,

aktivitas politik dan institusi politik.

Geopolitik adalah ilmu yang mempelajari kondisi fisik, ekonomi, sosial-politik,

antropologi, sebagai faktor-faktor yang memengaruhi proses kebijakan pemerintah mengenai

politik dan hankam (pertahanan dan keamanan) yang bersifat intren dan ekstern.

Kata politik diartikan sebagai aktivitas yang berkaitan dengan relasi-relasi antar bangsa

dan kelompok sosial lainnya, yang berhubungan dengan perkara penggunaan kekuasaan

negara. Ilmu politik adalah cabang pengetahuan kemasyarakatan yang mempelajari berbagai

gejala dalam kehidupan mayarakat dengan pemuatan perhatian pada perjuangan manusia

mencari, mempertahankan, atau memperbesar kekuasaan guna mencapai apa yang

diinginkan. Teori politik adalah pembahasan dan generalisasi dari pokok-pokok persoalan

yang bersifat politik, yang meliputi tujuan kegiatan politik, langkah-langkah pencapaian

tujuan, kemungkinan dan kebutuhan yang ditimbulkan dari kondisi politik, serta kewajiban-

kewajiban yang ditimbulkan dari tujuan tersebut.

Adapun ajaran atau pandangan tentang goepolitik dari beberapa ahli:

a. Fredrick Ratzel (1884-1904)

Fredrick Ratzel berpendapat bahwa dalam hal tertentu pertumbuhan negara mirip

dengan prtu,nuham organisme yang memerlukan ruang hidup dan juga melalui proses

lahir, berkembang, menyusut dan mati yang kemudia konsep ini disebut dengan konsep

Page 4: 4. BAB I & II PRINT Malaysia (Ambalat)

4

ruang (teori ruang) yang melihat negara sebagai ruang yang ditempati oleh kelompok

politik. Inti ajarannya ialah bahwa hanya bangsa yang unggul yang dapat bertahan hidup

serta membenarkan hukum ekspansi mengenai batas suatu negara yang dapat berubah

demi memenuhi kebutuhannya.

b. Rudolf Kjellen (1864-1922)

Rudolf mengembangkan teori Fredrick bahwasanya negara bukan saja suatu

organisme tetapi juga harus memiliki intelektual, dimana sauatu negara harus mampu

berswasembada serta memanfaatkan kebudayaan dan teknologi untuk meningkatkan dan

mencapai persatuan dan kesatuan yang harmonis serta untuk memperoleh batas negara

yang lebih baik.

c. Karl Houshoffer (1896-1946)

Ajaran Karl dilandasi dengan semangat materialisme dan fasisme yang digunakan

Jerman (Nazi) dan Jepang (hakko ichiu). Inti dari ajaran Karl ialah:

1) Kekuasaan imperium daratan yang kompak akan dapat mengejar kekuasaan imperium

maritim untuk menguasai pengawasan di laut.

2) Beberapa negara besar di dunia akan timbul dan akan menguasai Eropa, Afrika dan

Asia Barat (Jerman, Italia dan Jepang).

Karl juga berpendapat bahwa geopolotik adalah doktrin negara di bumi yang berupa

doktrin perkembangan politik yang didasarkan kepada hubungannya dengan bumi.

Geopolitik juga merupakan ilmu yang mempelajari organisme politik dan ruang

susunannya. Geopolitik juga merupakan landasan ilmiah bagi tindakan politik dalam

perjuangan kelangsungan hidup suatu negara untuk mendapat ruang hidupnya.

d. Sir Hafford Mackinder (1861-1947)

Hafford mencetuskan wawasan benua atau konsep kekuatan didarat, dikatakan bahwa

barang siapa yang menguasai daerah jantung (Eurasia, Afrika) yang akan menguasai

dunia.

e. Sir Walter Raleigh (1554-1618) dan Alfred Thajer (1804-1914)

Walter dan Alfred mengemukakan wawasan bahari atau konsep kekuatan di laut,

dikatakan bahwa siapa yang menguasai lautan akan menguasai perdagangan yang berarti

penguasaan kekayaan dunia akan dikuasainya.

f. W. Mitchel (1887-1896), Ciulio Douhet (1896-1930) dan Fuller (1878)

Page 5: 4. BAB I & II PRINT Malaysia (Ambalat)

5

Mitchel, Douhet dan Fuller melahirkan teori wawasan dirgantara atau konsep kekuata

di udara. Mereka berpendapat bahwa kekuatan di udara merupakan daya tangkal yang

ampuh terhadap ancaman dan dapat melumpuhkan musuh di kandang sendiri.

g. Nicholas J. Spykman (1893-1943)

Spykman menghasilkan teori daerah batas (rimland) yang merupakan teori wawasan

kombinasi. Teori ini banyak digunakan ahli geopolitik dan strategi untuk menyusun

kekuatan bagi negaranya.

Jika ditinjau dari sudut pandnag Pancasila, geopolitik yang telah dipaparkan tidak

sepenuhnya benar karena bangsa Indonesia tidak dapat mengembangkan benih

ekspansionisme dan adu kekuaatan. Geopolitik di Indonesia dipergunakan sebagai

pertimbangan untuk menentukan politik nasionalnya dengan mempertimbangkan kondisi

dan konstelasi geografi wilayah Indonesia sebagai suatu kesatuan yang utuh untuk

mewujudkan cita-cita dan tujuan nasionalnya. Kemudian wawasan nusantara adalah

geopolitik Indonesia. Hal ini dipahami berdasarkan pengertian bahwa dalam wawasan

nusantara terkandung konsepsi geopolitik Indonesia, yaitu unsur ruang, yang kini

berkembang tidak saja secara fisik geografis, melainkan dalam pengertian secara

keseluruhan.

2.2 Pengertian Wawasan Nusantara

Istilah wawasan berasal dari kata ‘wawas’ yang berarti pandangan, tinjauan, atau

penglihatan indrawi. Akar kata ini membentuk kata ‘mawas’ yang berarti memandang,

meninjau, atau melihat, atau cara melihat.sedangkan istilah nusantara berasal dari kata ‘nusa’

yang berarti diapit diantara dua hal. Istilah nusantara dipakai untuk menggambarkan kesatuan

wilayah perairan dan gugusan pulau-pulau Indonesia yang terletak diantara samudra Pasifik

dan samudra Indonesia, serta diantara benua Asia dan benua Australia.

Secara umum wawasan nasional berarti cara pandang suatu bangsa tentang diri dan

lingkungannya yang dijabarkan dari dasar falsafah dan sejarah bangsa itu sesuai dengan

posisi dan kondisi geografi negaranya untuk mencapai tujuan atau cita-cita nasionalnya.

Sedangkan wawasan nusantara memiliki arti cara pandang bangsa Indonesia tentang diri dan

lingkungannya berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 serta sesuai dengan

geografi wilayah nusantara yang menjiwai kehidupan bangsa dalam mencapai tujuan dan

cita-cita nasionalnya.

Menurut Hamdan Mansyur (2006: 64-78), dalam menentukan, membina, dan

mengembangkan wawasan nasionalnya, Bangsa Indonesia menggali dan mengembangan dari

Page 6: 4. BAB I & II PRINT Malaysia (Ambalat)

6

kondisi nyata yang terdapat di lingkungan Indonesia sendiri. Wawasan nasional Indonesia

dibentuk dan dijiwai oleh pemahaman kekuasaan bangsa Indonesia yang berlandaskan

falsafah pancasila dan oleh pandangan geopolitik Indonesia yang berlandaskan pemikiran

kewilayahan dan kehidupan bangsa. Oleh karena itu, pemahaman latar belakang filosofis

sebagai pemikiran dasar pengembangan wawasan nasional Indonesia dapat ditinjau dari:

1. Falsafah Pancasila

Pengembangan wawasan nasional didasari nilai-nilai pancasila, antara lain kebebasan

menjalankan ibadah sesuai agama masing-masing sebagai wujud nyata hak asasi

manusia. Mengedepankan kepentingan masyarakat yang lebih luas tanpa mematikan

kepentingan kelompok atau golongan. Mementingakan musyawarah dalam pengambilan

keputusan bersama, tidak merugikan orang lain. Dimana sikap tersebut diatas mewarnai

wawasan nasional yang dianut dan dikembangkan bangsa Indonesia.

2. Aspek Kewilayahan

Pengaruh geografi merupakan suatu yang mutlak yang perlu diperhitungkan karena

mengandung beranekaragam kekayaan alam dan jumlah penduduk yang besar. Dengan

demikian, kondisi objektif Indonesia yang terdiri dari ribuan pulau, memiliki keunggulan

dan kelemahan yang perlu dicermati dan diperhitungkan dalam perumusan geopolitik

Indonesia.

3. Aspek Sosial Budaya

Menurut ahli antropologi, tidak mungkin ada masyarakat kalau tidak ada kebudayaan

serta sebaliknya bahwa tidak mungkin ada kebudayaan jika tidak ada masyarakat.

Indonesia terdiri atas banyak suku bangsa yang masing-masing memiliki adat istiadat,

bahasa, agama dan kepercayaan. Oleh karena itu, kehidupan nasional yang berhubungan

dengan interaksi antar golongan berpotensi menimbulkan konflik yang besar, ditambah

lagi dengan wawasan nasional masyarakat yang masih relatif rendah dan jumlah

masyarakat terdidik yang relatif terbatas.

4. Aspek Historis

Dengan semangat yang menghasilkan proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945, saat

Indonesia mulai merdeka, maka semangan inilah yang harus dipertahankan dengan

semangat persatuan yang esensinya adalah mempertahankan persatuan bangsa dan

menjaga wilayah kesatuan Indonesia. Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia

merupakan wilayah nasional Indonesia yang diwarnai oleh pengalaman sejarah yang

tidka menghendaki terulangnya perpecahan dalam lingkungan bangsa dan negara

Indonesia.

Page 7: 4. BAB I & II PRINT Malaysia (Ambalat)

Landasan Konsepsional

PembukaanUUD 1945(Pancasila)

UUD 1945

Wawasan Nusantara

Ketahanan Nasional

Dokumen Rencana Pembangunan

Landasan Idiil

Landasan Konstitusional

Landasan Visional

Landasan Operasional

PARADIGMA KETATANEGARAANREPUBLIK INDONESIA

7

2.3 Kedudukan, Fungsi dan Tujuan Wawasan Nusantara

1. Kedudukan Wawasan Nusantara

Wawasan nusantara berkedudukan sebagai visi bangsa. Visi adalah keadaan atau

rumusan umum mengenai keadaan yang diinginkan. Wawasan nasional merupakan visi

bangsa yang bersangkutan dalam menuju masa depan. Visi bangsa Indonesia sesuai

dengan konsep wawasan nusantara adalah menjadi bangsa yang satu dengan wilayah yang

satu dan utuh pula. Wawasan nusantara dalam paradigma nasional menurut Rahman HI

(2008: 145-148) dapat dilihat dari spesifikasinya sebagai berikut:

a) Pancasila sebagai falsafah, ideologi bangsa, dan dasar negara berkedudukan sebagai

landasan idiil.

b) Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 sebagai konsitusi negara yang berkedudukan

sebagai landasan konstitusional.

c) Wawasan nusantara sebagai visi nasional, berkedudukan sebagai landasan visional.

d) Ketahanan nasional sebagai konsepsi nasional, berkedudukan sebagai landasan

konsepsional.

e) Dokumen Rencana Pembangunan sebagai kebijakan nasional, berkedudukan sebagai

landasan operasional.

2. Fungsi Wawasan Nusantara

Wawasan nusantara berfungsi sebagai pedoman, motivasi, dorongan serta rambu-ramu

dalam menentukan segala kebijakan, keputusan, tindakan dan perbuatan bagi

Page 8: 4. BAB I & II PRINT Malaysia (Ambalat)

8

penyelenggara negara di tingkat pusat dan daerah, maupun bagi seluruh rakyat Indonesia

dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

3. Tujuan Wawasan Nusantara

Dasar pemikiran disusunnya wawasan nusantara sebagai cara pandang bangsa

Indonesia tentang diri dan lingkungannya berdasarkan Pancasila dalah dalam rangka

mencapai tujuan nasional. Sehingga, tujuan wawasan nusantara harus sejalan dengan

tujuan nasional, yaitu mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur. Wawasan

nusantara memiliki tujuan kedalam, yaitu untuk kepentingan nasional, yaitu mewujudkan

satu kesatuan segenap aspek kehidupan nasional baik alamiah (geografi, demografi dan

kekayaan alam) maupun aspek sosial (ideolodi, sosiologi, politik, ekonomi, sosial budan

dan pertahanan keamanan). Sedangkan tujuan keluar wawasan nusantara adalah untuk ikut

serta dalam usaha penyelenggaraan dan membina kesejahteraan dan perdamaian dunia.

2.4 Wawasan Nusantara sebagai Wawasan Wilayah

Jika meninjau latar belakang wawasan nusantara dengan pendekatan historis dan

yuridis, maka berarti meninjau pula perjuangan bangsa Indonesia untuk mengembangkan dan

mempertahankan wawasan nusantara di forum internasional.

Gagasan wawasan nusantara menurut Lemhannas (1997: 27-35) berpangkal dari

konsepsi negara kepulauan (archipelagic state concept). Konsepsi negara kepulauan mula-

mula ditemukan pada tanggal 13 Desember 1957 dalam bentuk “Deklarasi Juanda” yang

menyatakan:

1. Bahwa bentuk geografi Indonesia sebagai suatu negara kepulauan mempunyai sifat dan

corak sendiri.

2. Bahwa menurut sejarah sejak dulu kala kepulauan Indonesia merupakan suatu kesatuan.

3. Bahwa batas laut teritorial yang termaktub dalam Teritoriale Zee en Maritime Kringen

Ordonnatie 1939 memecah keutuhan teritorial Indonesia karena membagi wilayah daratan

Indonesia dalam bagian-bagian terpisah dengan teritorialnya sendiri-sendiri.

Dalam konferensi Jenewa pada tahun 1958 mengenai konferensi hukum laut

internasional, pendirian Indonesia diperdebatkan tetapi hasilnya masih kurang

menguntungkan bagi Indonesia. Keunikan Indonesia sebagai negara kepulauan belum dapat

dipahami oleh negara maritim yang berpengaruh, meskipun kelihatan dengan nyata bahwa

integritas teritorial Indonesia terganggu dengan adanya kapal perang Belanda yang lalu lalang

di perairan Nusantara mengganggu pelayaran kapal-kapal Indonesia.

Page 9: 4. BAB I & II PRINT Malaysia (Ambalat)

9

Kesukaran untuk meyakinkan kebenaran pendirian Indonesia, disebabkan karena pada

saat itu yang dikenal rezim archipelago, sedangkan rezim archipelagic state belum dikenal.

Yurisprudensi Mahkamah Internasional dalam kasus Inggris lawan Norwegia mengenai

pengukuran wilayah dengan teori dan titik luar ke titik luar berikutnya terbatas pada coastal

archipelago sedangkan untuk mid-ocean archipelago belum ada yurisprudensinya.

Untuk memperkuat kedudukan hukumannya, Deklarasi Juanda dipertegas dengan

Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (PERPU) No. 4 tahun 1960 yang diikuti

dengan peraturan pelaksanaan mengenai lalu lintas damai kendaraan laut asing dalam bentuk

Peraturan Pemerintah (PP) No. 8 Tahun 1962.

Dengan berlakunya PERPU No. 4 Tahun 1960 yang menyatakan bahwa laut wilayah

lebarnya 12 mil diukur dari garis pangkal lurus (straight base line) dan bahwa semua

kepulauan dan laut yang terletak diantaranya harus dianggap sebagai satu kesatuan yang bulat

maka luas wilayah Indonesia menjadi 5.193.250 km2 dengan perincian luas daratan 2.027.087

km2 dan luas perairan nasional menjadi 3.166.163 km2 (terdiri atas laut teritorial dan laut

nasional).

Selama ini luas wilayah Indonesia yang tercatat hanya wilayah daratan saja, sedangkan

wilayah laut teritorial tidak pernah diukur karena berdasarkan ordonantie tahun 1939, setiap

pulau mempunyai laut wilayah sendiri-sendiri sehingga tidak memungkinkan menghitung

luas laut wilayah dari 17.508 pulau yang ada.

Sementara itu, pemerintah Indonesia menganggap perlu untuk mengamankan sumber

daya alam yang terdapat dalam wilayah laut nasionalnya mengingat bahwa eksplorasi dan

eksploitasi sumber daya alam dilandas kontinen sudah dapat dilakukan berhubung adanya

kemajuan teknologi. Untuk itu pada tanggal 17 Februari 1969, pemerintah Indonesia

mengeluarkan deklarasi tentang landas kontinen dengan pertimbangan antara lain berikut:

1. Segala sumber mineral dan sumber kekayaan alam lainnya, termasuk organisme-

organisme hidup yang merupakan jenis sedentair yang terdapat pada dasar laut dan tanah

dibawahnya dilandasan kontinen, merupakan milik Indonesia dan merupakan di bawah

yuridikasinya yang eksklusif.

2. Dalam hal landas kontinen Indonesia, termasuk deressie-depressie (bagian yang dalam)

yang terdapat dalam landas kontinen atau kepulauan Indonesia berbatasan dengan suatu

negara lain, maka Pemerintah Republik Indonesia bersedia untuk melalui perundingan

Page 10: 4. BAB I & II PRINT Malaysia (Ambalat)

10

dengan negara yang bersangkutan menetapkan suatu garis batas sesuai dengan prinsip-

prinsip hukum dan keadilan.

3. Menjelang tercapainya persetujuan seperti maksud diatas, Pemerintah Republik

Indonesia akan mengeluarkan izin untuk produksi minyak dan gas bumi untuk

eksploitasi sumber-sumber mineral ataupun kekayaan alam lainnya, hanya untuk daerah

sebelah Indonesia dari garis tengah (median line) yang ditarik dari pantai daripada pulau-

pulau Indonesia yang terluar.

4. Ketentuan-ketentuan tersebut diatas tidak akan memengaruhi sifat serta status daripada

perairan diatas landas kontinen Indonesia sebagai laut lepas, demikian pula ruang udara

diatasnya.

Pengumuman Pemerintah Republik Indonesia tersebut sesuai dengan kebiasaan praktek

negara dan dibenarkan pula oleh hukum internasional bahwa suatu negara pantai mempunyai

penguasaan dan yuridiksi yang eksklusif atas kekayaan mineral dan kekayaan lainnya dalam

dasar laut dan tanah didalamnya di lantasan kontinen.

Selain itu, Pemerintah Republik Indonesia merasa penting untuk menyelesaikan soal-

soal garis landasan kontinen, dengan negara tetangga sebelum ditentukan deposit (endapan

mineral) agar penyelesaiannya lebih mudah.

Perundingan segera diadakan dengan negara tetangga dan berkat semangat

kebijaksanaan bertetangga baik (good neighborhood policy) maka perjanjian segara dapat

ditandatangai pada tahun itu juga.

Perjanjian garis batas landas kontinen yang pertama berhasil diadakan dengan Malaysia

pada bulan Oktober tahun 1969, yang kemudian disusul oleh penandatanganan perjanjian

dengan negara tetangga lain sebagai berikut:

1. Perjanjian RI-Malaysia tentang Penetapan Garis Batas Landas Kontinen kedua negara

(Selat Malaka dan Laut Cina Selatan) ditandatangani pada tanggal 27 Oktober 1969

mulai berlaku tanggal 7 November 1969.

2. Perjanjian RI-Thailand tentang Landas Kontinen Selat Malaka bagian Utara dan Laut

Andaman, ditandatangani tanggal 17 Desember 1971 dan berlaku mulai tanggal 7 April

1972.

3. Persetujuan RI-Malaysia dan Thailand mengenai Landas Kontinen bagian Utara tanggal

21 Desember 1971 dan berlaku tanggal 16 Juli 1973.

Page 11: 4. BAB I & II PRINT Malaysia (Ambalat)

11

4. Persetujuan RI-Australia tentang penetapan atas batas dasar laut tertentu (di Laut Arfuru,

didepan pantai selatan pulai Irian dan di depan pantai utara Irian) tanggal 18 Mei 1971

dan berlaku mulai tanggal 19 November 1973.

5. Persetujuan RI-Australia tentang penetapan batas-batas dasar laut tertentu didaerah Laut

Timor dan Laut Arafuru sebagai tambahan pada persetujuan tanggal 18 Mei 1971 dan

berlaku mulai 9 Oktober 1972.

6. Persetujuan RI-India tentang penetapan garis batas landas kontinen antara kedua negara

(batas antara Sumatera dan Nikobar) ditandatangani dan mulai berlaku tanggal 8 Agustus

1974.

Persetujuan batas kontinen dengan negara tetangga diatas telah menguatkan pendirian

bahwa RI mempunyai kedaulatan atas kekayaan alam landas kontinen seluas ±800.000 mil2

(±20.720.000 km2). Indonesia mempunyai penguasaan penuh dan hak eksklusif atas kekayaan

alam di landas kontinen Indonesia, pemilikannya ada pada negara Indonesia. Selanjutnya

Pengumunan Pemerintah tentanh landas kontinen tahun 1969 telah dikukuhkan dengan

Undang-Undang No. 1 tahun 1973 tentang Landas Kontinen Indonesia.

Disamping persetujuan mengenai garis batas landas kontinen diatas, Pemerintah

Republik Indonesia telah mengadakan pula perjanjian garis batas laut wilayah dan perjanjian

perbatasan (melalui perbatas darat dan laut) dengan negara tetangga sebagai berikut:

1. Perjanjian antara Indonesia –Malaysia tentang penetapan garis batas laut wilayah kedua

negara di Selat Malaka ditandatangani pada tanggal 17 Maret 1970.

2. Perjanjian antara RI-Singapura tentang Penetapan Garis Batas Laut Wilayah kedua

negara di Selat Singapura ditandatangi pad tanggal 25 Mei 1973.

3. Perjanjian antara Indonesia-Australia mengenai Garis-Garis Batas Tertentu antara Papua

New Guinea, ditandangani pada tanggal 17 Februari 1973.

Perjuangan untuk menegakkan Wawasan Nusantara bidang wilayah di forum negara

tetangga yang telah menghasilkan persetujuan dan perjanjian tersebut diatas dilanjutkan

dengan perjuangan di Konferensi Hukum Laut Internasional ke III yang diselenggarakan oleh

PBB (United Nation Conference on the Law of the Sea/UNICLOS).

Dalam konferensi Internasional itu, Indonesia dengan aktif memperjuangkan “asas

kepulauan” yang selama ini belum dikenal dalam rezim hukum laut internasional. Dengan

singkat dapat dikemukakan bahwa perjuangan yang dilakukan sejak tahun 1957 baru berhasil

Page 12: 4. BAB I & II PRINT Malaysia (Ambalat)

12

setelah diterimanya hukum laut internasional yang sesuai dengan konsep Nusantara pada

tahun 1982 yang telah ditandatangani hampir smua negara di dunia.

Setelah itu, untuk membulatkan konsep kewilayahannya, pada tanggal 21 Maret 1980

Pemerintah Indonesia telah mengumumkan tentang Zona Eksklusif Ekonomi Indonesia yang

lebarnya 200 mil diukur dari garis pantai pangkal laut wilayah Indonesia.

2.5 Wawasan Nusantara sebagai Wawasan dalam Mencapai Tujuan Pembangunan

Nasional

Wawasan nusantara sebagai cara pandang bangsa Indonesia tentang diri dan

lingkungannya berdasarkan Pancasila telah dikukuhkan secara hukum dengan dimuatnya

dalam TAP MPR, yaitu TAP MPR No. II/MPR/1983, TAP MPR No. II/MPR/1988, TAP

MPR No. II/MPR/1993, dan TAP MPR No. II/MPR/1998 tentang Garis-Garis Besar Haluan

Negara (GBHN).

1. Perwujudan kepulauan nusantara sebagai satu kesatuan politik

a) Bahwa kedulatan wilayah nasional dengan segala isi dan kekayaannya merupakan satu

kesatuan wilayah, wadah, ruang hidup, dan kesatuan matra, seluruh bangsa, serta

menjadi modal dan milik bersama bangsa.

b) Bahwa bangsa Indonesia terdiri atas berbagai suku dan berbicara dalam berbagai

bahasa daerah, memeluk dan meyakini berbagai agama dan kepercayaan terhadap

Tuhan Yang Maha Esa harus merupakan satu kesatuan bangsa yang bulat dalam arti

yang seluas-luasnya.

c) Bahwa secara psikologis, bangsa Indonesia harus merasa satu, senasib

sepenanggungan, sebangsa dan setanah air, serta mempunyai satu tekad di dalam

mencapai cita-cita bangsa.

d) Bahwa pancasila adalah satu-satunya falsafah serta teologi bangsa dan negara yang

melandasi, membimbing dan mengarahkan bangsa menuju tujuannya.

e) Bahwa seluruh kepulauan Nusantara merupakan satu kesatuan hukum dalam arti bahwa

ada satu hukum nasional yang mengabdi kepada kepentingan nasional.

2. Perwujudan kepulauan nusantara sebagai satu kesatuan ekonomi

a) Bahwa kekayaan wilayah nusantara, baik potensial maupun efektif adalah modal dan

milik bersama bangsa dan bahwa keperluan hidup sehari-hari harus tersedia merata di

seluruh wilayah tanah air.

Page 13: 4. BAB I & II PRINT Malaysia (Ambalat)

13

b) Tingkat perkembangan ekonomi harus serasi dan seimbang di seluruh daerah, tanpa

meninggalkan ciri-ciri khas yang dimiliki oleh daerah-daerah dalam mengembangkan

kehidupan ekonominya.

3. Perwujudan kepulauan nusantara sebagai satu kesatuan sosial budaya

a) Bahwa masyarakat Indonesia adalah satu, perikehidupan bangsa harus merupakan

kehidupan yang serasi dengan terdapatnya tingkat kemajuan masyarakat yang sama,

merata dan seimbang serta adanya keselarasan kehidupan yang sesuai dengan kemajuan

bangsa.

b) Bahwa budaya bangsa Indonesia pada hakikatnya adalah satu, sedangkan corak ragam

budaya yang ada menggambarkan kekayaan budaya yang menjadi modal dan landasan

pengembangan budaya bangsa seluruhnya, yang hasil-hasilnya dapat dinikmati oleh

bangsa.

4. Perwujudan kepulauan nusantara sebagai satu kesatuan pertahanan dan keamanan

a) Bahwa ancaman terhadap satu daerah pada hakikatnya merupakan ancaman bagi

seluruh bangsa dan negara.

b) Bahwa tiap-tiap warga negara mempunyai hak dan kewajiban yang sama di dalam

pembelaan warga negara.

2.6 Unsur Dasar Wawasan Nusantar

Wawasan nusantara sebagai cara pandang bangsa Indonesia merupakan fenomena

dinamis yang memiliki tiga unsur dasar, yaitu wadah, isi dan tata laku. Unsur wadah dan isi

yang membentuk wawasan nusantara sedangkan tata laku merupakan konsepsi pelaksanaan

mewujudkan wawasan nusantara.

1. Unsur Wadah

Wadah sebagai unsur terbentuknya konsepsi wawasan nusantara adalah tempat atau

organisasi dimana bangsa Indonesia memandang diri dan lingkungannya berdasarkan

pancasila dan UUD 1945 yang berwujud sebagai satu kesatuan wilayah yang utuh berupa

Negara Kesatuan Republik Indonesia. Wilayah dari NKRI merupakan satu kesatuan dari

wilayah perairan dan daratan sesuai dengan deklarasi Djuanda dan sejalan dengan asas

archipelago. Archipelago berasal dari bahasa Yunani, archi yang berarti penting dan

pelagos yang berarti lautan. Dengan demikian asas archipelago menganut bahwa, perairan

Page 14: 4. BAB I & II PRINT Malaysia (Ambalat)

14

lebih penting dari daratan. Asas archipelago mengandung pengertian wilayah lautan

dengan kumpulan pulau-pulau didalamnya.

2. Unsur Isi

Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai wadah dari wawasan nusantara baik

sebagai wujud wilayah maupun organisasi negara perlu diisi dengan kehendak atau

aspirasi dari bangsa Indonesia yang berupa cita-cita nasioanl berdasarkan pancasila da

UUD 1945 dalam mewujudkan satu cara pandang bangsa Indonesia yang melihat

Indonesia sebagai satu kesatuan yang utuh dalam rangka mencapai tujuan nasional.

3. Tata Laku

Tata laku sebagai unsur dari wawasan nusantara adalah kegiatan atau perilaku bangsa

Indonesia dalam melaksanakan aspirasi guna mewujudkan Indonesia sebagau satu

kesatuan yang utuh menyeluruh dalam mencapai tujuan nasional. Tata laku terdiri dari tata

laku batiniyyah yang berwujud pengamalan pancasila yang melahirkan sikap mental

bangsa dan tata laku lahiriyyah yang berwujud pelaksanaan UUD 1945 oleh seluruh rakyat

maupun aparatur negara.

2.7 Sasaran Implementasi Wawasan Nusantara dalam Kehidupan Nasional

Implementasi atau penerapan wawasan nusantara sebagai landasan visional bangsa

haruslah tercermin pada pola pikir, pola sikap dan pola tindak yang senantiasa mendahulukan

kepentingan bangsa dan negara daripada kepentingan pribadi atau kelompok. Dengan kata

lain wawasan nusantara menjadi dasar cara berpikir, bersikap dan bertindak dalam

menghadapi berbagai permasalahan yang menyangkut kehidupan bermasyarakat, berbangsa

dan bernegara. Implementasi wawasan nusantara haru berorientasi pada kepentingan rakyat

dan wilayah tanah air secara utuh dan menyeluruh, sebagai berikut:

1. Politik

Implementasi wawasan nusantara dalam kehidupan politik akan menciptakan iklim

penyelenggaraan negara yang sehat dan dinamis. Hal tersebut napak dalam wwujud

pemerinahan yang kuat aspiratif dan terpercaya yang dibangun sebagai penjelmaan

kedaulatan rakyat.

2. Ekonomi

Implementasi dalam bidang ekonomi akan menciptakan tatanan ekonomi yang

menjamin pemenuhan dan peningkatan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat secara

merata dan adil. Disamping itu, implementasi wawasan nusantara mencerminkan tanggung

Page 15: 4. BAB I & II PRINT Malaysia (Ambalat)

15

jawab pengelolaan sumber daya alam yang memerhatikan kebutuhan masyarakat

antardaerah secara timbal balik serta kelestarian sumber daya alam itu sendiri.

3. Sosial Budaya

Implementasi wawasan nusantara dalam kehidupan sosial budaya akan menciptakan

sikap batiniah dan lahiriah yang mengakui, menerima dan menghormati setiap bentuk

perbedaan sebagai kenyataan hidup sekaligus karunia sang pencipta serta akan

menciptakan kehidupan yang rukun dan bersatu tanpa diskriminasi suku, asal-usul daerah,

agama ataupun status sosialnya.

4. Pertahanan Keamanan

Implementasi di bidang pertahanan keamanan akan menumbuhkembankan

kesadaran cinta tanah air dan bangsa yang lebih lanjut akan membentuk sikap bela negara

pada setiap warga negara Indonesia. Sikap bela negara akan menjadi modal utama yang

akan menggerakkan partisipasi setiap warga negara Indonesia dalam menanggapi suatu

bentuk ancaman.

Pengimplementasian wawasan nusantara dalam setiap pranata sosial yang berlaku di

masyarakat yang heterogen akan mendinamiskan kehidupan sosial yang akrab, peduli,

toleran, hormat dan taat hukum. Hal ini menggambarkan sikap, paham, dan semangat

kebangsaan atau nasionalisme yang tinggi sebagai identitas bangsa Indonesia.

Page 16: 4. BAB I & II PRINT Malaysia (Ambalat)

16

BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Kasus Pencurian dan Pengambilan Pasir Indonesia oleh Singapura

Ambalat adalah sebuah gugus pulau di sekitar 118.2558 Bujur Timur (BT)-118.254167

BT dan 2.56861 Lintang Utara (LU)- 3.79722 LU yang terletak di perairan Laut Sulawesi,

sebelah timur Pulau Kalimantan Timur. Sengketa Ambalat Indonesia-Malaysia menyeruak

karena klaim kepemilikan. Pada 2005, krisis Ambalat ditandai dengan show of force kedua

angkatan bersenjata, penembakan kapal nelayan kita oleh Malaysia, dan aneka aksi

demonstrasi mengecam Malaysia. Ambalat disebut sebagai wilayah Republik Indonesia (RI)

sesuai Undang-undang No 4 Tahun 1960 tentang Perairan RI yang telah sesuai dengan

konsep hukum Negara Kepulauan (Archipelagic State). Undang-undang ini telah diakui

dalam Konvensi PBB tentang Hukum Laut (United Nations Convention on the Law of the

Sea/UNCLOS) ditetapkan dalam Konferensi III PBB di Montego Boy, Jamaika, 10

Desember 1982. Konvensi ini kemudian diratifikasi oleh Indonesia dengan Undang-undang

No 17 Tahun 1985 tentang pengesahan UNCLOS.

Malaysia mengklaim Ambalat sebagai wilayah kedaulatannya sesuai dengan peta

wilayah yang dibuat Malaysia pada 1979. Peta itu didasarkan pada The Convention on The

Territorial Sea and the Contiguous zone 1958 dan The Continental Self Convention 1958.

Peta Laut 1979 tersebut juga telah memasukkan Pulau Sipadan dan Ligitan ke dalam

wilayah Malaysia. Malaysia memberi Ambalat (wilayah XYZ) kepada Shell atas dasar

perjanjian bagi hasil (Production Sharing Contract ) pada 16 Februari 2005.

Masalah Penting

Masalah Ambalat menjadi penting bagi Indonesia karena setidak-tidaknya ia mencakup

tiga dari empat variabel kepentingan nasional. Pertama, dari sisi keamanan nasional, ada

masalah penjagaan integritas wilayah nasional yang cukup sensitif. Bagi kaum realisme

politik internasional, masalah- masalah keamanan nasional semacam ini justru menjadi fokus

utama kebijakan negara. Pengamat militer, Andi Wijayanto dalam wawancara TVOne

Page 17: 4. BAB I & II PRINT Malaysia (Ambalat)

17

(27/5/09) menyatakan, langkah Malaysia sejatinya bisa dimaknai sebagai upaya ingin

menguji kedaulatan efektif kita atas Ambalat.

Kedua, ada persoalan citra dan harga diri bangsa karena perasaan terlecehkan sebagai

negara berdaulat dengan manuver angkatan laut Malaysia. Ini berakumulasi dengan memori

kehilangan kita atas Sipadan dan Ligitan, aneka kasus kekerasan pada TKI, klaim Malaysia

atas Lagu ”Rasa Sayange”, reog dan batik misalnya. Artinya para patriot dan nasionalis

menginginkan bahwa harga diri kita harus tegak sebagai bangsa berdaulat.

Ketiga ada ancaman bagi kesejahteraan ekonomi karena potensi ekonomi dari minyak

Ambalat ditakutkan jatuh ke pihak luar. Pakar ekonomi minyak Dr Kurtubi pada 2005

menyatakan secara kasar Ambalat memiliki cadangan migas seharga 40 miliar dolar AS.

Tentu, nilai ini cukup signifikan jika bisa masuk ke kas negara kita

Dengan ketiga kepentingan nasional tersebut, maka pilihan instrumen politik luar negeri

yang tersedia adalah diplomasi atau konfrontasi. Namun diplomasi memiliki beberapa

kelebihan. Pertama, pada tataran praktik, secara nyata telah ada upaya diplomasi sejak 2005

yang dijalankan kedua negara untuk menyelesaikan Ambalat. Menteri Pertahanan Juwono

Sudarsono (20/5/09) juga menyatakan perundingan Ambalat masih berlangsung. Artinya

pilihan penyelesaian diplomatik adalah yang paling rasional meski harus dikawal.

Komunikasi Diplomatik

Penyelesaian diplomatik dimulai dengan pembukaan komunikasi diplomatik Indonesia

dengan Malaysia (keterangan pers Departemen Luar Negeri, Jumat 4 Maret 2005). Malaysia

menjawab pada 25 Februari 2005 dengan menyampaikan pandangan mereka bahwa wilayah

itu adalah wilayahnya. Presiden SBY kemudian berkomunikasi dengan Perdana Menteri

Malaysia Abdullah Ahmad Badawi melalui telepon Senin 8 Maret 2005 sebelum meninjau

Ambalat. Pembicaraan berlangsung konstruktif untuk menyelesaikan masalah dengan baik

dan Badawi pun akan mengirimkan Menteri Luar Negeri Malaysia untuk mengunjungi

Indonesia.

Diplomasi memasuki babak baru setelah Menlu Malaysia Syed Hamid Albar bertemu

dengan Menlu RI Hasan Wirajuda di Jakarta (9/3/2005) bahkan diterima oleh Presiden SBY.

Dalam pertemuan antarmenlu telah disepakati bahwa kedua belah pihak akan membentuk tim

teknis yang akan melakukan perundingan ke arah penyelesaian Blok Ambalat. Pertemuan

”penyelesaian diplomasi” pertama dilakukan pada 22 dan 23 Maret 2005. Pertemuan tim

teknis Indonesia-Malaysia dilanjutkan di Langkawi pada 25-26 Mei, di Yogyakarta 25-26

Juli, di Johor Baru pada 27-28 September 2005 dan Desember 2005.

Page 18: 4. BAB I & II PRINT Malaysia (Ambalat)

18

Namun hingga 2006 masalah sengketa Blok Ambalat antara Malaysia dan Indonesia

masih dalam proses perundingan oleh kedua negara dan belum ada penyelesaian yang dapat

diterima oleh kedua negara. Dalam pertemuan bilateral antara PM Abdullah Ahmad Badawi

dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Gedung Negara Tri Arga, Bukittinggi,

Sumatera Barat, pada 12-13 Januari 2006 telah disepakati bahwa, sengketa Blok Ambalat

akan terus diselesaikan secara perundingan.

Kedua, secara moral penyelesaian diplomasi lebih dipilih karena diplomasi merupakan

instrumen politik luar negeri yang beradab, murah, dan terukur. Konfrontasi dan perang

semakin banyak dicibir karena tidak hanya mahal tetapi juga karena efek rusaknya yang sulit

terkontrol. Yang menyedihkan adalah analisa bahwa dari sisi Alutsista kita akan kalah.

Perintah untuk tidak mengeluarkan tembakan dari kapal perang kita da cukup mengusir kapal

Malaysia cukup bijaksana. Alasan lain, Indonesia dan Malaysia adalah tetangga serumpun

yang ada dalam kerangka ”the ASEAN Way” dalam penyelesaian aneka sengketa yang ada.

Fase Diplomasi

Alur penyelesaian diplomatik yang telah disepakati sendiri mencakup dua fase. Fase

pertama adalah pembicaraan untuk mengeksplorasi dan mengetahui posisi masing-masing

negara atas klaimnya di Blok Ambalat. Fase kedua adalah bagaimana kedua negara bisa

menyepakati jalan keluar dari klaim tumpang tindih atas Blok Ambalat. Jalan keluar ini ada

tiga alternatif. Satu, negara yang bersengketa tidak menyepakati solusi dan membiarkan

permasalahan ini tidak terselesaikan (baca: mengambang) dengan catatan negara yang

bersengketa menyepakati suatu status quo. Dua, negara yang bersengketa tidak menyepakati

batas, tetapi bersepakat untuk melakukan pengelolaan bersama. Tiga, negara yang

bersengketa sepakat untuk membawa sengketa mereka ke forum penyelesaian sengketa. Alur

penyelesaian diplomatik yang telah disepakati sendiri mencakup dua fase. Fase pertama

adalah pembicaraan untuk mengeksplorasi dan mengetahui posisi masing-masing negara atas

klaimnya di Blok Ambalat. Fase kedua adalah bagaimana kedua negara bisa menyepakati

jalan keluar dari klaim tumpang tindih atas Blok Ambalat.

Jika diplomasi gagal maka krisis bisa kembali terjadi kapan saja. Konfrontasi akan

sangat kontra produktif bagi hubungan bilateral, maupun stabilitas regional ASEAN ke

depan. Krisis dan konfrontasi juga akan berakibat perluasan spektrum politik luar negeri tidak

lagi semata menjadi pembahasan para elite decision makers tetapi meluas merambah ke

wilayah keterlibatan publik. Ini tentu saja positif dalam konteks demokratisasi politik luar

negeri agar kebijakan yang diambil accountable terhadap rakyat.

Page 19: 4. BAB I & II PRINT Malaysia (Ambalat)

19

Tetapi sayang, mencermati krisis terdahulu, keterlibatan publik lebih cenderung

mengarah kepada ekspresi emosi, kemarahan, sweeping, ajakan berperang, penggalangan

relawan dan sebagainya. Padahal eloknya keterlibatan itu lebih terarah kepada pernyataan

sikap, artikulasi kepentingan, maupaun aksi yang rasional dan terukur.

Penyelesaian Ambalat membutuhkan tidak hanya tekad dan upaya diplomasi bilateral

berkelanjutan tetapi juga sikap saling respek untuk tidak melakukan provokasi. Selagi

diplomasi masih bergulir, provokasi dan pelanggaran teritori tentu berbahaya. Bagi

Indonesia, diplomasi juga harus dikawal dengan menunjukkan kewibawaan, kekuatan dan

ketegasan. Kaum realis mengatakan, ‘’Jika ingin damai bersiaplah untuk berperang’’ (if you

want peace, prepare for war).

3.2 Upaya mengatasi Kasus Pencurian dan Pengambilan Pasir

Pendahuluan

Malaysia dan Indonesia adalah dua negara tetangga yang sangat dekat, bukan hanya dari

segi letak geografis tetapi dari segi budaya dan asal-usul bangsanya. Akan tetapi, walau

serumpun dengan bahasa yang mirip, hubungan kedua negara tidak bisa dikatakan selalu

rukun dan manis. Sejarah kedua bangsa pernah dihiasi tinta hitam peperangan, yang dikenal

dengan Konfrontasi Malaysia Indonesia pada tahun 1962-1965. Beberapa kasus sengketa

perbatasan wilayah pun pernah terjadi antara keduanya.

Pembahasan Masalah

Masalah antara Indonesia dan Malaysia seputar blok Ambalat mengemuka ketika terbetik

kabar bahwa pemerintah Malaysia melalui perusahaan minyak nasionalnya, Petronas,

memberikan konsesi minyak (production sharing contract) kepada perusahaan minyak Shell,

atas cadangan minyak yang terletak di Laut Sulawesi (perairan sebelah timur Kalimantan).

Pemerintah Indonesia mengajukan protes atas hal ini karena merasa bahwa wilayah itu berada

dalam kedaulatan negara Indonesia.

Sebenarnya klaim Malaysia terhadap cadangan minyak di wilayah itu sudah diprotes

Indonesia sejak tahun 1980, menyusul diterbitkannya peta wilayah Malaysia pada tahun

1979. Peta tersebut mengklaim wilayah di Laut Sulawesi sebagai milik Malaysia dengan

didasarkan pada kepemilikan negara itu atas pulau Sipadan dan Ligitan. Malaysia

beranggapan bahwa dengan dimasukkannya Sipadan dan Ligitan sebagai wilayah kedaulatan

Malaysia, secara otomatis perairan di Laut Sulawesi tersebut masuk dalam garis wilayahnya.

Page 20: 4. BAB I & II PRINT Malaysia (Ambalat)

20

Indonesia menolak klaim demikian dengan alasan bahwa klaim tersebut bertentangan dengan

hukum internasional.

Untuk memperjelas pokok permasalahan mengenai sengketa wilayah ini, kutipan dari

tulisan Melda Kamil Ariadno, Pengajar Hukum Laut Fakultas Hukum UI, Ketua Lembaga

Pengkajian Hukum Internasional (LPHI) FHUI, yang dimuat di Kompas, 8 Maret 2005, dapat

membantu.

Walaupun pemerintah Indonesia dan Malaysia berulang kali menegaskan bahwa

penyelesaian dengan cara kekerasan bukanlah pilihan yang mau diambil, dan kedua pihak

akan mengedepankan dialog melalui jalur-jalur diplomasi, masalah ini berkembang menjadi

perdebatan seru karena kedua pihak sama-sama kukuh pada pendiriannya. Malaysia melalui

Perdana Menteri Abdullah Badawi dan Menlu Syeh Hamid Albar menegaskan bahwa

pihaknya tidak salah dalam melakukan uniteralisasi peta 1979, dan bahwa konsesi yang

diberikan Petronas kepada Shell di perairan Laut Sulawesi berada di wilayah teritorial

Malaysia. Sementara pemerintah Indonesia melalui pernyataan-pernyataan yang dikeluarkan

Deplu, TNI, maupun presiden Susilo Bambang Yudhoyono, menegaskan bahwa Indonesia

tidak akan melepaskan wilayah itu karena wilayah itu merupakan kedaulatan penuh

Indonesia. Tentang hal itu jurubicara TNI AL, Laksamana Pertama Abdul Malik Yusuf

mengatakan kepada Asia Times, “We will not let an inch of our land or a drop of our ocean

fall into the hands of foreigners.”

Di Indonesia masalah ini kemudian menjadi santapan media massa dan memancing

reaksi keras dari berbagai kalangan masyarakat. Sentimen anti-Malaysia dengan slogan

“Ganyang Malaysia” pun lalu berkumandang. Kedutaan Besar dan Konsulat-konsulat

Malaysia tiba-tiba disibukkan dengan aksi unjuk rasa berbagai elemen masyarakat yang

mengecam sikap Malaysia itu. Di beberapa daerah aksi tersebut diwarnai dengan pembakaran

bendera Malaysia dan penggalangan sukarelawan “Front Ganyang Malaysia.” Pihak DPR-RI

pun bersuara keras meminta pemerintah bertindak tegas atas pelanggaran terhadap wilayah

kedaulatan RI di Laut Sulawesi. Di wilayah yang dipersengketakan pun ketegangan-

ketegangan terjadi antara tentara Malaysia dengan TNI. TNI menggelar pasukan dan kapal-

kapal perangnya di wilayah tersebut, yang dikatakan untuk mengimbangi kapal-kapal perang

Malaysia yang sudah lebih dulu ada di sana. Bahkan di Pulau Sebatik, yang berbatasan darat

dengan Malaysia, TNI dan Tentara Diraja Malaysia saling mengarahkan moncong senjatanya,

dan konon saling ejek pun kerap terjadi. Kapal-kapal perang Malaysia diberitakan

mengganggu pembangunan mercusuar di atol Karang Unarang, bahkan sempat menangkap

dan menyiksa seorang pekerjanya. Saling intimidasi antara kapal-kapal perang Malaysia dan

Page 21: 4. BAB I & II PRINT Malaysia (Ambalat)

21

kapal-kapal TNI AL terjadi tiap hari. Yang paling parah terjadi pada tanggal 8 April 2005,

ketika KRI Tedong Naga saling serempet dengan KD Rencong di dekat Karang Unarang.

Insiden serempetan dua kapal perang itu kembali menghangatkan suasana, padahal

sebelumnya pada tanggal 22-23 Maret 2005, telah diadakan pertemuan teknis antara

perwakilan kedua negara untuk mencari solusi yang damai. Menlu Malaysia pun telah

diterima presiden, dan beberapa anggota DPR RI pun telah menemui PM Malaysia, untuk

membicarakan langkah-langkah diplomasi. Kedua pemerintahan juga sudah sepakat

melanjutkan dialog berkala setiap dua bulan.

Upaya Penyelesaian

Untuk mencari alternatif jalan keluar bagi masalah ini, kami akan memulai dengan

melihat bagaimana reaksi sangat keras muncul dari masyarakat Indonesia terhadap isu ini.

Padahal di Malaysia, menurut Menlu Malaysia dalam wawancaranya dengan Gatra,

masyarakatnya tenang-tenang saja dan menyerahkan persoalan sepenuhnya di tangan

pemerintah. Memakai pemikiran Shriver dalam bukunya An Ethics for Enemis:

Forgivenessin Politics , reaksi keras semacam ini bisa dikatakan sebagai akibat memori

kolektif sejarah ‘kekalahan’ Indonesia terhadap Malaysia. Memori masa konfrontasi dengan

Malaysia di zaman Sukarno, dan kemudian kekalahan Indonesia dari Malaysia dalam kasus

Sipadan-Ligitan di Mahkamah Internasional, serta merta membangkitkan kemarahan kolektif

juga ketika Malaysia diberitakan ‘berulah’ lagi. Hal ini bisa dilihat dari porsi demikian besar

yang diberikan media terhadap masalah ini. Selain itu terlihat juga melalui komentar-

komentar yang dilontarkan, bukan hanya oleh masyarakat biasa, tetapi juga oleh para politisi.

Banyak yang mendorong pemerintah untuk bersikap keras, bahkan Zaenal Ma’arif, seorang

politisi dari Partai Bintang Reformasi (PBR) meminta pemerintah untuk segera menyatakan

perang melawan Malaysia.

Bila ditarik lebih jauh lagi, memori kolektif ‘kekalahan’ terhadap Malaysia ini bisa

dikaitkan juga dengan kenyataan bahwa jutaan orang Indonesia mengadu nasib sebagai

pekerja kelas rendahan di Malaysia. Rasa rendah diri sebagai bangsa bisa jadi tanda disadari

telah tertanam dalam memori kolektif bangsa, sehingga ketika ada gejolak sedikit saja, rasa

‘terinjak-injak’ itu begitu kuat. Namun demikian, kami menyadari juga bahwa untuk

menelusuri memori kolektif ini, diperlukan penelitian lanjut yang lebih mendalam. Akan

tetapi, dengan memperhatikan gejala-gejala yang ada, yaitu dalam reaksi keras masyarakat

Indonesia, setiap kali terjadi ‘persinggungan’ dengan Malaysia , kami berpendapat bahwa

Page 22: 4. BAB I & II PRINT Malaysia (Ambalat)

22

langkah awal untuk menyelesaikan masalah dengan Malaysia untuk jangka panjang adalah

dengan menelusuri dan mengungkapkan memori kolektif itu. Tanpa itu dilakukan, hubungan

kedua bangsa yang bertetangga dan bersaudara serumpun ini, akan terus mengalami gejolak

seperti yang terjadi belakangan ini.

Selain mencermati reaksi keras masyarakat Indonesia, langkah berikutnya adalah

mencermati tindakan Malaysia melakukan klaim atas blok Ambalat ini. Memang informasi

yang dapat dikumpulkan tentang hal ini tidak begitu banyak, karena pemerintah Malaysia

maupun media Malaysia kelihatannya tidak terlalu membicarakan hal ini dengan terbuka.

Akan tetapi, kami tertarik melihat sikap Malaysia yang terlihat begitu enteng dalam

melakukan klaim, dan juga begitu yakin akan posisinya. PM Malaysia ketika ditanya tentang

protes Indonesia terhadap klaim Malaysia dengan enteng menyampaikan bahwa konsesi yang

diberikan Petronas kepada Shell di perairan Laut Sulawesi berada di wilayah teritorial

Malaysia. “Petronas pasti mengerti bahwa wilayah itu adalah wilayah Malaysia karena jika

itu wilayah orang lain, untuk apa Petronas sampai ke sana.”

Malaysia juga begitu yakin dengan pendiriannya menarik batas wilayah dengan

memakai asas titik pulau terluar, yang berlaku bagi negara kepulauan, padahal Malaysia

bukan termasuk Negara kepulauan. Bila memakai prinsip ini, maka terlihat bahwa klaim

Malaysia tidak hanya akan mencakup perairan Ambalat saja, tetapi bisa jauh masuk ke dalam

wilayah perairan antara Kalimatan bagian Timur dan Sulawesi Utara bagian Barat.

Sikap enteng Malaysia ini oleh beberapa pihak diduga karena Malaysia menganggap

masalah ini hanya masalah sumber daya alam. Sementara bagi Indonesia sengketa Ambalat

bukanlah sekadar sengketa untuk mendapatkan sumber daya alam. Blok Ambalat merupakan

wujud dari wilayah kedaulatan Indonesia. Kehilangan blok Ambalat berarti kehilangan

sebagian wilayah kedaulatan. Bahkan blok Ambalat bisa menjadi taruhan bagaimana

Indonesia mempertahankan kedaulatannya di wilayah yang dipersengketakan oleh negara

lain. Rakyat di Indonesia melihat sengketa blok Ambalat lebih sebagai masalah kedaulatan

dan harga diri bangsa ketimbang sekadar perebutan potensi sumber daya alam.

Dengan mengadopsi tujuh langkah penciptaan perdamaiannya Glenn Stassen, apa yang

dilakukan Malaysia ini jelas-jelas bukan langkah untuk menciptakan perdamaian. Karena itu

adalah tidak ada artinya sama sekali ketika Menlu Malaysia mengatakan bahwa pihaknya siap

berunding dengan pihak-pihak yang merasa dirugikan oleh klaimnya.

Langkah pertama dalam penciptaan perdamaian menurut Stassen adalah menetapkan

keamanan bersama (affirm common security), dengan membangun tatanan yang damai dan

adil bagi semua pihak. Penetapan batas wilayah dengan membuat peta secara sepihak, dengan

Page 23: 4. BAB I & II PRINT Malaysia (Ambalat)

23

memakai pertimbangan menurut pengertian sepihak, seperti yang dilakukan oleh Malaysia,

adalah tindakan yang bisa dianggap kebalikan dari langkah ini. Penetapan batas wilayah

seperti itu justru menggoyahkan keamanan bersama, bahkan menciptakan ancaman bagi

pihak yang lain. Ketika ancaman sudah terjadi, dialog yang mau diadakan pun akan menjadi

lebih sulit untuk dijalankan dengan baik. Ini terlihat dalam pertemuan teknis Malaysia-

Indonesia membahas masalah Ambalat yang diadakan di Bali tanggal 22-23 Maret lalu.

Pertemuan itu berakhir tanpa hasil apa-apa, karena kedua pihak tetap pada pendirian masing-

masing.

Karena dalam kasus ini ancaman sudah terjadi, dan tatanan yang damai dan adil

digoyahkan, langkah kedua yang dianjurkan Stassen perlu diperhatikan baik-baik. Itu adalah

mengambil inisiatif lebih dulu untuk perdamaian (take independent initiatives). Dalam kasus

ini, pihak yang manakah yang mengambil inisiatif lebih dulu untuk menyelesaikan masalah?

Pemerintah Indonesia menyatakan bahwa telah mengupayakan dialog atas klaim Malaysia ini

sejak lama, yaitu sejak tahun 1980, tetapi tidak mendapat tanggapan berarti, sampai kasusnya

menjadi besar karena diberikannya konsesi kepada Shell oleh Petronas Malaysia.

Pemerintah Malaysia melalui Menlunya mengatakan bahwa justru Indonesialah yang

melakukan inisiatif provokatif, dengan membangun mercusuar di atol Karang Unarang yang

diklaim Malaysia sebagai wilayahnya, sedangkan Malaysia selalu siap untuk berunding.

Hanya pertanyaan yang diajukan pihak Indonesia adalah berunding dengan kondisi seperti

apa? Apakah dengan kondisi melakukan pengakuan implisit akan klaim Malaysia lebih dulu

(dengan tidak memasuki lagi wilayah yang sudah diklaim Malaysia)? Pemerintah Indonesia

bersikukuh dialog dilakukan dengan tetap membangun mercusuar itu, karena itu termasuk

wilayahnya. Jalan tengah yang bisa ditawarkan adalah dengan membiarkan wilayah itu

menjadi wilayah tak bertuan untuk sementara, sampai ditemukan titik temu melalui dialog.

Namun, melihat perkembangan yang ada sekarang. Kelihatannya pilihan status quo itu juga

enggan untuk diterima.

Akan tetapi, ada langkah ketiga menurut Stassen, yaitu Talk to your enemy. Bicaralah,

lakukan negosiasi/perundingan, cari jalan keluar dengan memakai metode-metode

penyelesaian konflik Tentang hal ini, sudah dilakukan satu kali dan belum berhasil. Namun

dijanjikan untuk bertemu kembali bulan Mei, dan kita harus menunggu.

Sambil menunggu, langkah keempat mungkin bisa dilakukan. Itu adalah

mengutamakan hak asasi manusia dan keadilan. Penyelesaian konflik yang sudah terjadi

harus mengingat hal ini. Kampanye-kampanye anti Malaysia dengan semangat berperang

seperti membentuk Front Ganyang Malaysia, merekrut sukarelawan yang siap membela tanah

Page 24: 4. BAB I & II PRINT Malaysia (Ambalat)

24

air melawan Malaysia, harus ditinggalkan. Perang hanya akan meninggalkan kesengsaraan.

Pengalaman konfrontasi berdarah di masa Soekarno seharusnya menjadi pelajaran. Banyak

jiwa yang melayang dan perekonomian negara pun morat marit karenanya. Yang harus

dikampanyekan adalah bagaimana menyembuhkan luka-luka bersama akibat memori kolektif

tadi itu. Selain itu, satu hal lain yang harus diperhatikan pemerintah Indonesia adalah

meningkatkan perhatiannya terhadap wilayah-wilayah terluar Indonesia. Sudah lama

wilayah-wilayah perbatasan seperti di ujung Barat Sumatera, ujung Utara Sulawesi, ujung

Selatan Timor, dan ujung Timur Papua, menjadi ‘anak terlantar’. Perhatian melalui

pembangunan fasilitas sosial bagi masyarakat di wilayah-wilayah ini sangat penting. Sipadan

dan Ligitan ditetapkan sebagai wilayah Malaysia oleh Mahkamah Internasional di tahun 1998

juga karena kedua wilayah itu tidak pernah ‘disentuh’ oleh Indonesia, namun dibangun dan

dikelola oleh Malaysia.

Langkah kelima dan keenam, yang menurut kami masih berkaitan erat adalah Memutus

lingkaran setan kekerasan, turut serta dalam penciptaan perdamaian dan Mengakhiri

propaganda saling menyalahkan, termasuk memberikan kompensasi/ganti rugi kepada yang

dirugikan. Langkah-langkah ini sangat penting, dan dalam kasus Malaysia dan Indonesia,

menurut saya kedua bangsa harus menoleh bersama ke belakang, sejarah konflik yang pernah

terjadi antara kedua bangsa harus diungkapkan, dan kemudian mencari jalan untuk

mengakhiri semua kecurigaan satu dengan yang lain .Kedua langkah ini terkait erat dengan

teori Shriver, “mengungkapkan untuk mengingat kejahatan yang sudah dilakukan, dan

kemudian mengampuni.”

Kemudian langkah yang terakhir adalah bekerja bersama-sama untuk menyelesaikan

konflik ini dengan transparan dan terbuka. Semua upaya untuk pengungkapan masalah

dilakukan dengan jujur dan terbuka untuk kedua bangsa. Kami tidak setuju dengan pendapat

Menlu Malaysia yang mengatakan bahwa masalah ini hanya masalah teknis sehingga

masyarakat Malaysia tidak perlu tahu. Ini hanya urusan dua pemerintahan. Proses negosiasi,

kemajuan-kemajuan dan hambatan-hambatannya harus dibuat terbuka kepada publik,

sehingga publik bisa turut berpartisipasi dengan menyumbangkan opininya.

Penutup

Dengan menerapkan tujuh langkah ini dalam proses perundingan, serta dengan

menjalankan juga pengungkapan luka dalam memori kolektif kedua bangsa, masalah

sengketa Ambalat ini menurut kami akan bisa diselesaikan dengan lebih menyeluruh. Bukan

hanya sekedar menyelesaikan satu kasus yang sekarang saja, tetapi juga meletakkan dasar

Page 25: 4. BAB I & II PRINT Malaysia (Ambalat)

25

bersama untuk menghadapi masalah-masalah serupa di masa mendatang. Namun demikian,

kami menyadari bahwa berteori selalu lebih mudah daripada menerapkan dalam kenyataan.

Memakai cara Shriver dan Stassen untuk menyelesaikan sengketa Ambalat juga masih perlu

dibuktikan. Akan tetapi, Glenn Stassen menunjukkan keberhasilan teorinya dalam

menyingkirkan rudal-rudal balistik di Eropa, karena itu kami bisa optimis juga, kalau cara ini

juga bisa saja berhasil di sini