37398371-GERD

11
GERD GERD Gastro-Esophageal Reflux Disease Pendahuluan Penyakit refluks gastroesofageal atau yang lebih banyak dikenal dengan singkatan GERD adalah penyakit organ esophagus yang banyak ditemukan di negara-negara Barat. Berbagai survey menunjukkan bahwa sekitar 20-40% populasi dewasa menderita heartburn (rasa panas membakar di daerah retrosternal), yang merupakan suatu keluhan klasik pada GERD. Di negara kita Indonesia, penyakit ini sepintas tidak banyak ditemukan, bahkan tidak pernah dibuat diagnosanya oleh karena tidak sering terpikirkan. Lagipula hanya sebagian pasien GERD yang datang ke dokter karena pada umumnya keluhannya ringan dan menghilang setelah diobati sendiri dengan antasida. Dengan demikian hanya kasus yang berat dan disertai kelainan endoskopi berupa esofagitis dan berbagai macam komplikasinya yang datang berobat ke dokter. Kondisi ini dapat diibaratkan sebagai fenomena puncak gunung es. Dimana terlihat hanya sedikit sekali yang menderita penyakit GERD ini, padahal ada banyak sekali pasien-pasien lainnya yang menderita GERD tapi tidak diketahui. Definisi Refluks gastroesofageal (GERD) adalah fenomena biasa yang dapat timbul pada setiap orang sewaktu-waktu, dan merupakan keadaan patologis akibat terjadinya refluk kandungan lambung ke dalam esophagus. Pada orang normal, refluks ini dapat terjadi pada posisi tegak setelah makan. Karena sikap posisi tegak tadi dibantu dengan adanya kontraksi peristaltic primer, sehingga isi lambung yang mengalir masuk ke esophagus

Transcript of 37398371-GERD

Page 1: 37398371-GERD

GERD

GERD

Gastro-Esophageal Reflux Disease

Pendahuluan

Penyakit refluks gastroesofageal atau yang lebih banyak dikenal dengan singkatan GERD

adalah penyakit organ esophagus yang banyak ditemukan di negara-negara Barat.

Berbagai survey menunjukkan bahwa sekitar 20-40% populasi dewasa menderita

heartburn (rasa panas membakar di daerah retrosternal), yang merupakan suatu keluhan

klasik pada GERD. Di negara kita Indonesia, penyakit ini sepintas tidak banyak

ditemukan, bahkan tidak pernah dibuat diagnosanya oleh karena tidak sering terpikirkan.

Lagipula hanya sebagian pasien GERD yang datang ke dokter karena pada umumnya

keluhannya ringan dan menghilang setelah diobati sendiri dengan antasida. Dengan

demikian hanya kasus yang berat dan disertai kelainan endoskopi berupa esofagitis dan

berbagai macam komplikasinya yang datang berobat ke dokter. Kondisi ini dapat

diibaratkan sebagai fenomena puncak gunung es. Dimana terlihat hanya sedikit sekali

yang menderita penyakit GERD ini, padahal ada banyak sekali pasien-pasien lainnya

yang menderita GERD tapi tidak diketahui.

Definisi

Refluks gastroesofageal (GERD) adalah fenomena biasa yang dapat timbul pada setiap

orang sewaktu-waktu, dan merupakan keadaan patologis akibat terjadinya refluk

kandungan lambung ke dalam esophagus. Pada orang normal, refluks ini dapat terjadi

pada posisi tegak setelah makan. Karena sikap posisi tegak tadi dibantu dengan adanya

kontraksi peristaltic primer, sehingga isi lambung yang mengalir masuk ke esophagus

Page 2: 37398371-GERD

segera dapat dikembalikan ke lambung. Refluks sejenak ini tidak akan merusak mukosa

esophagus, dan tidak menimbulkan gejala dank arena inilah dinamakan refleks fisiologis.

Keadaan ini baru dikatakan patologis dan disebut suatu penyakit, yaitu penyakit refluks

gastroesofageal (GERD), bila terjadi refluks yang berulang-ulang sehingga menyebabkan

esophagus bagian distal terkena pengaruh isi lambung untuk waktu yang lama. Kerusakan

esophagus tersebut dikarenakan refluks cairan lambung, seperti erosi dan ulserasi epitel

skuamosa esophagus.

Epidemiologi

Keluhan heartburn sering ditemukan pada masyarakat luas. Survey di negara bagian barat

menunjukan bahwa 20-40% populasi umum mempunyai keluihan heartburn atau

regurgitasi. Sedangkan yang di Timur, keluhan ini jarang dijumpai. Di Indonesia sendiri

belum pernah dilakukan survey, dan jarang bahkan belum pernah dibicrakan pada

pertemuan-pertemuan. Tapi penyakit ini ternyata tidak sedikit juga ditemukan di antara

pasien yang datang pada seorang ahli gastroenterology.

Patofisiologis

Etiologi GERD adalah multifaktoral, yang artinya ada beberapa keadaan yang dapat

memudahkan terjadinya refluks patologis, antara lain bisa terjadi karena

ketidakseimbangan antara factor defensive dan ofensif dari bahan refluksat.

• Faktor defensive

- Rintangan anti refluks (Lower Esofageal Sphincter/LES atau Anti- reflux Barrier)

Kontraksi LES memegang peranan penting untuk mencegah terjadinya GERD. Refluks

dapat terjadi biasanya pada tekanan LES yang lebih kecil dari 6mmHg (hipotonik).

Namun refluks bisa saja terjadi pada tekanan LES yang normal. Ini dinamakan

inappropriate atau transient sphincter relaxation, yaitu pengendoran sphincter yang terjadi

di luar proses menelan. Ditemukan adanya hubungan antara Hernia hiatal (HH) dan

GERD, HH merupakan factor penunjang terjadinya GERD karena kantong hernia dapat

mengganggu fungsi LES, terutama sewaktu menelan. Akhir-akhir ini dikemukakan

bahwa proses radang kardia yang disebabkan infeksi kuman Helicobacter pylori

Page 3: 37398371-GERD

mempengaruhi faal LES yang memperberat keadaan esofagitis.

Faktor hormonal (kolesistokinin, sekretin) juga dapat menurunkan tekanan LES seperti

yang terjadi setelah makan hidangan yang berlemak. Pada keadaan hamil dan pada pasien

yang menggunakan pil KB yang mengandung progesterone atau estrogen, tekanan LES

juga turun. Begitu pula coklat dan beberapa jenis obat pun turut menpengaruhi tekanan

LES, dan secara tidak langsung mempermudah terjadinya GERD.

- Mekanisme pembersihan esophagus (Bersihan asam dari lumen esophagus)

Pada keadaan normal (fisiologis) proses bersih diri esophagus terdiri dari 4 macam

mekanisme, yaitu gaya gravitasi, peristaltic, salviasi, dan pembentukan bikarbonat

intrinsic oleh esophagus. Proses membersihkan esophagus dari asam (esophagus acid

clearance) ini sesungguhnya berlangsung dalam 2 tahapan. Mula-mula peristaltic

esophagus primer timbul pada waktu menelan dengan cepat mengosongkan isi

esophagus, kemudian air liur yang alkalis dan dibentuk sebanyak 0.5 ml/menit serta

bikarbonat yang dibentuk oleh mukosa esophagus itu sendiri menetralisasi asam yang

masih tersisa di esophagus. Sebagian besar asam yang masuk ke esophagus akan turun

kembali ke lambung karena adanya gaya gravitasi dan peristaltic. Refluks yang terjadi

pada malam hari sewaktu tidur paling merugikan, oleh karena dalam posisi tidur gaya

gravitasi tidak bisa membantu, salvias, dan juga proses melelan bisa dikatakan berhenti

dan karena itu peristaltic primer dan saliva tidak bisa berfungsi untuk proses pembersihan

asam di esophagus. Kemudian, kehadiran hernia hiatal juga dikatakan sangat

mengganggu proses pembersihan tersebut.

- Ketahanan epitel esofagus

• Faktor offensive

- Bahan refluks

Asam empedu atau lisoksitin dan asam pepsin yang ada dalam bahan refluks memiliki

daya perusak terhadap mukosa esophagus. Beberapa jenis makanan tertentu seperti air

jeruk nipis, tomat, dan kopi juga menambah keluhan pada pasien GERD.

- Isi lambung dan pengosongannya

GERD lebih sering terjadi sewaktu habis makan daripada keadaan puasa, oleh karena isi

lambung merupakan factor penentu terjadinya refluks. Lebih banyak isi lambung, maka

lebih sering juga terjadinya refluks. Selanjutnya pengosongan lambung yang lamban akan

Page 4: 37398371-GERD

menambah kemungkinan terjadinya refluks.

- Kelainan di lambung

Kelainan pada lambung juga merupakan factor pendukung terjadinya GERD, seperti

contohnya dilatasi lambung, obstruksi gastric outlet, dan delayed gastric emptying seperti

yang telah dijabarkan di point sebelumnya.

- Helicobacter pylori (memiliki peranan kecil)

Akhir-akhir ini dikemukakan bahwa proses radang kardia yang disebabkan infeksi kuman

Helicobacter pylori mempengaruhi faal LES yang memperberat keadaan esofagitis.

- Non-acid reflux (refluks gas)

Gejala

Gejala atau manifestasi klinis yang sering ditemukan atau dikeluhkan oleh pasien adalah

- Rasa nyeri atau tidak enak di bagian epigastrium/retrosternal bawah

- Rasa nyeri: terbakar (lebih sering dikenal dengan sebutan heartburn), disphagia

(kesulitan menelan makanan), odinofagia (rasa sakit sewaktu menelan), mual, regurgitasi,

rasa pahit di lidah.

Heartburn kadang-kadang dapat dijumpai pada orang sehat, namun bila terjadi setiap hari

dan berulang-ulang ini bisa merupakan gejala dari GERD. Yang dimaksud dengan

heartburn adalah rasa panas atau membakar yang dirasakan di daerah epigastrium dan

bergerak ke daerah retrosternal sampai ke tenggorok. Keluhan ini terutama timbula pada

malam hari pada waktu berbaring atau setelah makan. Keluhan akan bertambah pada

waktu membungkuk atau setelah minum minuman beralkhol, sari buah, kopi, minuman

panas atau dingin.

- Gejala ekstraesofageal : non-cardiac chest pain, suara serak, laryngitis, batuk,

bronkiektasis, astma.

- Bersendawa, cepat kenyang

Diagnosis

Diagnosis GERD terutama didasarkan atas keluhan pasien da dibantu pemeriksaan-

pemeriksaan khusus juka diperlukan. Keluhan yang sering dikemukakan pasien adalah

heartburn dan regurgitasi asam. Pada umumnya anamnesis yang cerat pada seorang

pasien dengan heartburn yang khas sudah cukup untuk membuat diagnosis GERD dengan

Page 5: 37398371-GERD

tepat. Tindakan pemeriksaan tambahan baru diperlukan jika ditemukan keadaan yang

meragukan, bilah terjadi keluhan lain seperti terjadinya perdarahan ataui disfagia

odinofagia, komplikasi GERD, atau jika tidak memberikan reaksi terhadap terapi.

- Anamnesis

- Pemeriksaan fisik

- Pemeriksaan penunjang lainnya

Komplikasi

Yang paling sering terjadi adalah striktur. Isi lambung yang sifatnya merusak

menyebabkan radang transural dengan akibat pembentukan fibrosis dan terjadinya

striktur. Diperkirakan komplikasi ini terjadi pada sekitar 10% pasien dengan GERD

berat. Meskipun jarang, kadang-kadang bisa terjadi perdarahan pada bentuk esofagitis

yang difus ulseatif. Akhirnya pada beberapa pasien terjadi pergantian epitel skuamus oleh

epitel tipe kolumnar metaplastik, suatu keadaan yang disebut Barret’s esophagus.

Pentelitian menunjukkan bahwa kemungkinan terjadinya esophagus Barret berhubungan

erat dengan lamanya waktu keluhan GERD. Selanjutnya pada pemeriksaan endoskopi

pada pasien dengan keluhan refluks ditemukan esophagus Barret sekitar 12.4%. Arti

klinis keadaan ini terletak pada potensi keganasan dengan resiko terjadinya

adenokarsinoma sekitar 10%. Angka kejadian adenokarsinoma pada esophagus distal

dewasa ini meningkat demikian rupa hingga mencapai 50% dari semua kanker esophagus

di Amerika Serikat. Keadaan serupa ditemukan di Denmark, Perancis, Swedia, Swiss,

dan Inggris. Isi refluks lambung dapat juga menyebabkan laryngitis dan astma. Pada

kenyataannya GERD terjadi pada 80% pasien astma dan pada sebagian besar pasien

dengan laryngitis kronik.

Pemeriksaan

Endoskopi

Dewasa ini endoskopi merupakan pemeriksaan pertama yang dipilih untuk evaluasi

pasien dengan dugaan GERD. Namun harus diingat bahwa GERD tidak selalu disertai

kerusakan mukosa yang dapat dilihat secara makroskopik dan dalam keadaan seperti ini

diperlukan biopsy. Prevalensi esofagitis pada pasien GERD menurut Gitnick bervariasi

Page 6: 37398371-GERD

dari satu seri dengan seri yang lain dan berkisar sekitar 30% hingga 60%. Biopsi

diperlukan untuk memastikan diagnosis, menyingkirkan etiologi radang lainnya, seperti

kandidiasis atau virus (Herpes simpkels, Cytomegalo virus), menetapkan adanya Barret’s

esophagus atau keganasan. Selanjutnya endoskopi menetapkan tempat asal pendarahan,

striktur, dan berguna pula untuk pengobatan(dilatasi endoskopik). Kelainan endoskopik

menurut Savary dan Miller dibagi dalam 4 tingkat.

Tingkat I

Adanya gambaran erosi kecil-kecil yang tidak menyatu (non-confluent) disertai bercak-

bercak atau garis-garis merah, sedikit proksimal dari daerah peralihan mukosa

Tingkat II

Erosi memanjang, menyatu (confluent), yang tidak melingkar (non-circumferential)

Tingkat III

Erosi longitudinal, menyatu , dan melingkar, mudah berdarah

Tingkat IV

a. adanya satu atau lebih dari satu tukak pada daerah peralihan mukosa yang bisa disertai

metaplasi atau striktur.

b. adanya striktur tanpa tukak atau erosi

Pemeriksaan endoskopi SCBA merupakan standard baku untuk menegakkan diagnosis,

jika ditemukan adanya mucosal break di esophagus. Jika keadaan klinis pasien ada gejala

GERD, sedangkan mucosal break tidak ditemukan, dinamakan NERD (Non Erosive

Reflux Disease).

Radiologi

Dibanding dengan endoskopi, pemeriksaan ini kurang peka dan seringkali tidak

menunjukkan kelainan, terutama pada kasus esofagitis ringan. Di samping itu hanya

sekitar 25% pasien GERD menunjukkan refluks barium secara spontan pada pemeriksaan

fluoroskopi. Pada keadaan yang lebih berat, gambar radiology dapat berupa penebalan

dinding dan lipatan mukosa, tukak, atau penyempitan lumen.

Tes provokatif

Page 7: 37398371-GERD

a. Tes perfusi asam (Bernstein) untuk mengevaluasi kepekaan mukosa esophagus

terhadap asam.

Digunakan larutan 0.1M HCl yang diteteskan dengan kecepatan 6-8ml/menit ke dalam

esophagus melalui kateter. Bila larutan ini menimbulkan rasa nyeri dada seperti yang

dialami oleh psrin, sedangkan larutan NaCl tidak, maka tes ini disebut positif. Tes

Bernstein yang negative tidak memiliki arti diagnostic dan tidak bisa menyingkirkan

nyeri asal esophagus. Kepekaan tes perfusi asam untuk nyeri dada asal esophagus

menurut kepustakaan sekitar 80-90%.

b. Tes edrofonium

Tes farmakologis ini menggunakan obat Edrofonium yang disuntikkan intravenosus.

Dengan dosis 80µ/kg berat badan untuk menentukan adanya komponen nyeri motorik

yang dapat dilihat dari rekaman gerak peristaltic esophagus secara manometrik untuk

memastikan nyeri dada asal esophagus.

Pengukuran pH dan tekanan esophagus

Pengukuran pH pada esophagus bagian bawah dapat memastikan ada tidaknya GERD. Ph

di bawah 4 pada jarak 5 cm di atas LES dianggap diagnostic untuk GERD. Cara lain

untuk memastikan hubungan nyeri dada dengan GERD adalah menggunakan alat yang

mencata secara terus menerus selama 24 jam pH intra-esofagus dan tekanan manometrik

esophagus. Selama rekaman pasien diberi tanda serangan dada yang dialaminya, sehingga

dapat dilihat hubungan antara serangan dan pH esophagus/gangguan motorik esophagus.

Dewasa ini tes tersebut dianggap sebagai gold standard untuk memastikan adanya GERD.

Tes Gastro-Esophageal Scintigraphy

Tes ini menggunakan bahan radio-isotop untuk penilaian pengosongan esophagus dan

sifatnya non-invasif.

Penatalaksanaan

Target :

Page 8: 37398371-GERD

- Menyembuhkan lesi esophagus

- Menghilangkan keluhan

- Mencegah kekambuhan

- Memperbaiki kualitas hidup

- Mencegah komplikasi : ulserasi esophagus, striktur esophagus, maupun Barret’s

esophagus (lesi pre-malignant)

Dikenal ada 3 bentuk pengobatan untuk menangani pasien GERD

1. Tindakan khusus atau modifikasi gaya hidup

- jangan berbaring setelah makan

- hindari mengangkat barang berat

- hindari memakai pakaian yang ketat; terutama di daerah pinggang (↑ tekanan intra

abdomen)

- meninggikan posisi kepala pada saat tidur

- menghindari makan menjelang tidur

- turunkan berat badan pada pasien yang gemuk (↑ tekanan intra abdomen)

- jangan makan terlalu kenyang (↑ distensi lambung)

- hindari makan makanan yang berlemak (↑ distensi lambung)

- berhenti merokok dan alcohol (↓ tonus LES)

- hindari tea, coklat, peppermint, kopi, minuman bersoda (↑ sekresi asam)

- hindari antikolinergik, teofilin, diazepam, opiate, antagonis kalsium (↓ tonus LES)

2. Terapi medika mentosa

Terapi untuk stadium akut

Tujuan pengobatan medis adalah untuk mempercepat pengosongan lambung, melindungi

permukaan mukosa dan menetralisasi atau menekan pembentukan asam lambung.

a. Obat prokinetik

Termasuk dalam golongan obat ini adalah betanekol, metoklopramid, domperidon, dan

cisapnde, yang semuanya memiliki sifat mempercepat peristaltic saluran gastrointestinal

di samping meninggikan tekanan LES. Betanekol tergolong obat kolinergik yang

merangsang pembentukan asam lambung dan menimbulkan efek samping seperti nyeri

kolik, diare, dan penglihatan kabur sehingga tidak dianjurkan pemakaiannya.

Page 9: 37398371-GERD

Metoklopramid yang bekerja sebagai antagonis dopamine membuat pasie mengantuk dan

selain itu melintas sawar darah otak, sehingga dapat menimbulkan gejala neurologist

ekstra pyramidal. Domperidon, juga sebagai antagonis dopamine pada saraf perifer,

meskipun tidak melintas sawar darah otak, dapat meningkatkan kadar prolaktin plasma

dan mengakibatkan galaktorea dan amenorea. Berbeda dengan obat prokinetik tersebut di

atas, cisapride bekerja langsung pada susunan saraf pleksus mienterik, meningkatkan

penglepasan asetilkolin pada sisi post- ganglionic tanpa disertai efek kolinomimetik di

luar saluran gastrointestinal. Selanjutnya cisapride tidak berpengaruh pada sekresi

gastrointestinal dan tidak menaikkan kadar prolaktin darah. Selain itu, cisapride

meningkatkan tekanan LES, meningkatkan peristaltic esophagus dan mempercepat

pengosongan lambung.

- metoklopramid 3 x 10 mg

- domperidon 3 x 10 mg

antagonis dopamine, tidak melalui sawar darah otak

efektivitas klinis tidak diketahui, namun diketahui meningkatkan tonus LES, dan

mempercepat pengosongan lambung

- Cisapride 3 x 10 mg

antagonis reseptor 5 HT4, meningkatkan tonus LES, mempercepat pengosongan

lambung, dan efektifitas klinis lebih besar disbanding domperidon.

b. Obat anti-sekretorik

Obat anti-sekretorik yang mampu menekan sekresi asam pada umumnya tergolong

antagonis reseptor H2(ARH2) seperti simetidin, ranitidine, dan famotidin. Obat-obat

tersebut tidak hanya mengurangi keasaman, tetapi juga menurunkan jumlah sekresi

lambung. Obat golongan antagonis reseptor H2 yang biasanya hanya diberikan sekali

sehari menjelang tidur malam untuk pengobatan tukak peptic ternyata tidak cukup, tetapi

harus diberikan berulang selama 24 jam. Dosis pun harus lebih tinggi dari dosis standard

yang diperlukan untuk tukak peptic. Obat supresi asam lebih efektif daripada pemberian

obat prokinetik untuk gangguan motilitas.

Hanya selektif untuk lesi ringan-sedang, dosis 2x > dosis ulkus, yaitu:

- simetidine 2 x 800 mg

Page 10: 37398371-GERD

- ranitidine 4 x 150 mg

- famotidin 2 x 20 mg

c. Antasida

Pengobatan dengan antasida kurang memuaskan oleh karena waktu kerjanya singkat dan

tidak dapat diandalkan untuk menetralisasi sekresi asam tengah malam (noctural acid

secretion). Selanjutnya ada resiko terjadi sekresi asam yang melambung kembali

(rebound acid secretion), serta dapat menimbulkan efek samping seperti diare atau

konstipasi. Antasida efektif meredakan gejala, tapi tidak menyembuhkan lesi esofagitis.

d. Obat pelindung mukosa

Sukralfat adalah garam aluminium dari sukrosa sulfat (basic alumunium salt of sulfated

sucrose) yang pertama kali diakui efektif untuk pengobatan tukak duodenum. Berbeda

dengan antasida dan antagonis reseptor H2, sukralfat tidak memiliki efek langsung

terhadap asam lambung dan bekerja dengan cara meningkatkan ketahanan mukosa.

Mekanisme kerja farmakologis hingga kini masih belum diketahui dengan jelas, tetapi

ada dugaan bahwa menjangkau banyak segi, antara lain obat ini bereaksi dengan protein

pada dasar tukak dan membentuk lapisan protektif terhadap daya perusak asam, pepsin,

dan empedu. Selanjutnya sukralfat meredam aktivitas pepsin dan mengikat asam empedu

serta pepsin.

Dosis 4 x 1 gram

Pasien dengan GERD ringan pada umumnya cukup diobati dengan obat golongan ARH2.

Sedangkan kelompok pasien dengan esofagitis refluks disertai ulserasi berat sebaiknya

pengobatan langsung dimulai dengan obat golongan PPP. Pengobatan pasien GERD yang

dianjurkan dewasa ini adalah pendekatan secara bertahap.

1 Pengobatan step up

Pengobatan dimulai dengan tindakan non-farmakologi, yaitu modifikasi gaya hidup. Bila

dengan tindakan tersebut keluhan menetap, pengobatan medis dimulai dengan memberi

obat prokinetik atau golongan ARH2. Bila tetap tidak bisa, pertimbangkan pemberian

obat PPP. Tindakan bedah pada umumnya dilakukan pada kelompok pasien yang tidak

patuh atau memerlukan dosis tinggi obat-obat tadi untuk mengatasi keluhan dan

Page 11: 37398371-GERD

mempertahankan kesembuhan.

2 Pengobatan step down

Untuk golongan pasien dengan GERD yang berat dengan ulserasi dan komplikas-

komplikasi lainnya, pengobatan secara step up tidak akan berhasil, dan dianjurkan

memulai pegobatan dengan obat golongan PPP dan kemudian dikurangi dosis atau

beralih ke obat golongan ARH2 dan atau prokinetik.

PPI adalah lini pertama, diberikan 6-8 weeks, selanjutnya maintenance atau on demand.

Penghambat Pompa Proton (PPP/PPI) merupakan obat pilihan untuk GERD, bekerja pada

pompa proton sel parietal lambung, dan efektif menghilangkan keluhan dan

menyembuhkan lesi.

- omeprazol 2 x 20mg

- lansoprazol 2 x 30 mg

- pantoprazol 2 x 40 mg

- esomeprazol 2 x 40 mg

lama terapi: 6-8 minggu, selanjutnya maintenance selama 4 bulan atau on demand. Lebih

efektif bila dikombinasi dengan prokinetik. Karena prokintetik memperbaiki gerakan

saluran cerna

Untuk terapi komplikasi

- Striktur esophagus : dilatasi dengan busi

- Barret’s esophagus : bila displasia (-), biopsy tiap tahun

- Gagal terapi medika mentosa :

+ diagnosis salah

+ GERD disertai kembung, rasa kenyang, mual

+ perlu terapi PPP lebih lama

+ Barret, adenokarsinoma

+ striktur, stasis lambung, disfungsi LES

- Terapi bedah : alternate bila medika mentosa gagal, dilakukan fundoplikasi