37 Malik Ibrahim - aifis-digilib.comRelevansi tasawuf dengan problem manusia modern adalah karena...

22
SOSIO-RELIGIA, Vol. 8, Edisi Khusus, Agustus 2009 Tasawuf di Era Modern Peran Tasawuf dalam Menanggulangi Krisis Spiritual Oleh: Malik Ibrahim * Abstrak Di era modern ini ada kebutuhan yang besar terhadap spiritualitasme, baik di dunia pada umumnya maupun dunia muslim pada khususnya semakin terasa, misalnya terlihat dari semakin maraknya budaya hippies yang memberontak terhadap nilai-nilai kemapanan. Demikian pula munculnya beragam bentuk spiritualisme kultus-kultus, baik yang positif maupun yang negatif. Dalam Islam, tasawuf merupakan salah satu tawaran solusi bagi manusia yang hidup di era modern. Relevansi tasawuf dengan problem manusia modern adalah karena tasawuf secara seimbang memberikan kesejukan batin dan disiplin syari’ah sekaligus. Ia bisa dipahami sebagai pembentuk tingkah laku melalui pendekatan tasawuf amali, dan bisa memuaskan dahaga intelektual melalui pendekatan tasawuf falsafi. Ia bisa diamalkan oleh setiap muslim, dari lapisan sosial manapun dan di tempat manapun. Kata kunci: tasawuf, era modern, krisis spiritual A. Pendahuluan Tidak dipungkiri bahwa kaum muslimin di era modern sedang mengalami terkikisnya keimanan karena gelimang pemikiran, aksi modernisme yang hedonisme, dan sekularisme, dimana aspek metafisika menjadi semakin tergerus, terutama pesan spiritual Islam tentang perenungan dan kontemplasi sebagaiman pernah disabdakan Rasul s.a.w. bahwa satu jam bertafakur (berkontemplasi atau bermeditasi) lebih baik daripada enam puluh tahun beribadah. Pesan moralnya adalah bahwa supremasi kontemplasi berada di atas aksi. Bagi kaum muslimin yang goyah imannya, karena pengaruh destruktif dari modernisme dengan ajaran agama beserta tradisi mereka. Dalam bahasa Nasr, kaum muslim harus memahat substansi jiwa mereka menjadi sebuah patung manusia suci yang menunjukkan kepada kita bagaimana kita dapat berada dalam haribaan Allah s.w.t. 1 * Dosen Fakultas Syari'ah Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta. 1 Sayyed Husein Nashr, Tasawuf Dulu dan Sekarang, (terj) Abdul Hadi WM., dari judul asli Living Sufism, (Jakarta: Pustaka Firdaus, t.t.), p. 34.

Transcript of 37 Malik Ibrahim - aifis-digilib.comRelevansi tasawuf dengan problem manusia modern adalah karena...

Page 1: 37 Malik Ibrahim - aifis-digilib.comRelevansi tasawuf dengan problem manusia modern adalah karena tasawuf secara seimbang memberikan kesejukan batin dan disiplin syari’ah sekaligus.

SOSIO-RELIGIA, Vol. 8, Edisi Khusus, Agustus 2009

Tasawuf di Era Modern Peran Tasawuf dalam Menanggulangi Krisis Spiritual

Oleh: Malik Ibrahim ∗

Abstrak

Di era modern ini ada kebutuhan yang besar terhadap spiritualitasme, baik di dunia pada umumnya maupun dunia muslim pada khususnya semakin terasa, misalnya terlihat dari semakin maraknya budaya hippies yang memberontak terhadap nilai-nilai kemapanan. Demikian pula munculnya beragam bentuk spiritualisme kultus-kultus, baik yang positif maupun yang negatif.

Dalam Islam, tasawuf merupakan salah satu tawaran solusi bagi manusia yang hidup di era modern. Relevansi tasawuf dengan problem manusia modern adalah karena tasawuf secara seimbang memberikan kesejukan batin dan disiplin syari’ah sekaligus. Ia bisa dipahami sebagai pembentuk tingkah laku melalui pendekatan tasawuf amali, dan bisa memuaskan dahaga intelektual melalui pendekatan tasawuf falsafi. Ia bisa diamalkan oleh setiap muslim, dari lapisan sosial manapun dan di tempat manapun.

Kata kunci: tasawuf, era modern, krisis spiritual

A. Pendahuluan

Tidak dipungkiri bahwa kaum muslimin di era modern sedang mengalami terkikisnya keimanan karena gelimang pemikiran, aksi modernisme yang hedonisme, dan sekularisme, dimana aspek metafisika menjadi semakin tergerus, terutama pesan spiritual Islam tentang perenungan dan kontemplasi sebagaiman pernah disabdakan Rasul s.a.w. bahwa satu jam bertafakur (berkontemplasi atau bermeditasi) lebih baik daripada enam puluh tahun beribadah. Pesan moralnya adalah bahwa supremasi kontemplasi berada di atas aksi. Bagi kaum muslimin yang goyah imannya, karena pengaruh destruktif dari modernisme dengan ajaran agama beserta tradisi mereka. Dalam bahasa Nasr, kaum muslim harus memahat substansi jiwa mereka menjadi sebuah patung manusia suci yang menunjukkan kepada kita bagaimana kita dapat berada dalam haribaan Allah s.w.t.1

∗ Dosen Fakultas Syari'ah Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga

Yogyakarta. 1 Sayyed Husein Nashr, Tasawuf Dulu dan Sekarang, (terj) Abdul Hadi WM., dari

judul asli Living Sufism, (Jakarta: Pustaka Firdaus, t.t.), p. 34.

Page 2: 37 Malik Ibrahim - aifis-digilib.comRelevansi tasawuf dengan problem manusia modern adalah karena tasawuf secara seimbang memberikan kesejukan batin dan disiplin syari’ah sekaligus.

Malik Ibrahim: Tasawuf di Era Modern: Peran Tasawuf dalam…

SOSIO-RELIGIA, Vol. 8, Edisi Khusus, Agustus 2009

598

Pada saat ini ada kebutuhan yang besar akan spiritualisme, baik di dunia secara umum maupun di kalangan muslimin. Kebutuhan akan spiritualisme di negara-negara maju sudah lama terasa, dibandingkan dengan di negara-negara berkembang. Di Amerika Serikat, misalnya, kebutuhan akan spiritualisme itu sudah kuat terasa sejak tahun 1960-an. Hal ini bisa dilihat dari maraknya budaya hippies, yang memberontak terhadap nilai-nilai kemapanan. Merekapun mencari alternatif baru, ada yang positif, seperti ketika mereka pergi ke India untuk belajar Yoga dan Hinduisme, namun tidak sedikit pula yang tampak negatif. Maka bermuncullanlah beragam bentuk spiritualisme kultus-kultus (cults). Misalnya, Alvin Tofler hampir 20 tahun yang lalu mencatat adanya lebih dari 4000 organisasi semacam itu. Umumnya bersifat misterius dan seringkali menuntut ketaatan buta dari pengikutnya. Betapapun, semua itu bersumber pada gejala yang kecenderungan manusia untuk kembali pada spiritualisme.

Sebuah majalah terkemuka di Amerika Serikat, Times, beberapa tahun lalu melaporkan adanya kecenderungan pada masyarakat Amerika Serikat untuk kembali pada Tuhan. Kecenderungan akan spiritualisme itu pun makin lama makin meningkat.1 Selain ditandai oleh derasnya arus informasi dan dahsyatnya perkembangan teknologi informasi, zaman ini ternyata juga diwarnai arus baru di tengah masyarakat dunia, yaitu kerinduan pada kesejukan batin dan kedamaian jiwa. Mencari inspirasi dan kebijakan dari filsafat Timur dan informasi tentang persoalan inner-self menjadi sesuatu yang trendy belakangan ini.

Di Indonesia mungkin tertinggal sekitar dua puluh tahun. Di Indonesia kecenderungan akan hal itu baru mulai tampak pada sekitar tahun 1980an2. Kecenderungan ke arah spiritualisme ini terasa makin lama makin kuat. Pertanyaan yang muncul kemudian adalah, mengapa orang-orang itu butuh spiritualisme ? Spiritualisme macam apa yang seharusnya dikembangkan? Apakah spiritualisme baru bercorak Timur, seperti sufisme India atau Cina? Atau Islam ? Kenyataannya, kebutuhan orang terhadap tasawuf yakni bentuk spiritualisme Islam makin lama makin besar. Tetapi, pertanyaannya tetap, tasawuf macam apa? Apakah tasawuf yang hanya menekankan kepada aspek ruhaniyah saja dan tidak memiliki concern apa-apa terhadap masalah-masalah sosio ekonomi? Yakni, jenis tasawuf yang selama ini justeru dianggap sebagai salah satu sumber kemunduran kaum muslimin selama lebih dari lima abad? Jawabannya, tentu tidak. Untuk membahas lebih lanjut jawaban terhadap pertanyaan

1 Jalaludin Rahmat, ”Islam Menyongsong Peradaban Dunia Ketiga”, dalam Ulmul Qur’an, Vol. 2, 1989, p. 36.

2 Deliar Noer, Pembangunan di Indonesia, (Jakarta: Mutiara, 1987), p. 27.

Page 3: 37 Malik Ibrahim - aifis-digilib.comRelevansi tasawuf dengan problem manusia modern adalah karena tasawuf secara seimbang memberikan kesejukan batin dan disiplin syari’ah sekaligus.

Malik Ibrahim: Tasawuf di Era Modern: Peran Tasawuf dalam…

SOSIO-RELIGIA, Vol. 8, Edisi Khusus, Agustus 2009

599

tersebut, perlu ditelusuri makna salah satu konsep kunci dalam disiplin spiritualitas Islam, yaitu zuhud.

Relevansi tasawuf dengan problem manusia modern adalah karena tasawuf secara seimbang memberikan kesejukan batin dan disiplin syari’ah sekaligus. Ia bisa dipahami sebagai pembentuk tingkah laku melalui pendekatan tasawuf amali, dan bisa memuaskan dahaga intelektual melalui pendekatan tasawuf falsafi. Ia bisa diamalkan oleh setiap muslim, dari lapisan sosial manapun dan tempat di mana pun.3

B. Pengertian Tasawuf

Para ulama berbeda pendapat dalam mendefinisikan tasawuf, meskipun demikian mereka sepakat bahwa tasawuf adalah moralitas yang berdasarkan Islam (adab). Karena itu seorang sufi adalah mereka yang bermoral, sebab semakin ia bermoral semakin bersih dan bening (shafa) jiwanya. Dengan pengertian bahwa tasawuf adalah moral berarti tasawuf adalah semangat (inti Islam). Sebab ketentuan hukum Islam berdasarkan tanpa tasawuf (moral) adalah ibarat badan tanpa nyawa atau wadah tanpa isi.4

Pengertian masyarakat modern, dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, Poerwodarminta mengatakan bahwa masyarakat modern adalah sekumpulan manusia yang hidup bersama di suatu tempat dengan aturan tertentu yang bersifat mutakhir.5 Masyarakat modern seringkali dilawankan dengan masyarakat tradisonal. Menurut Deliar Noer, ciri-ciri masyarakat modern adalah: 1. Bersifat rasional, yakni lebih mengutamakan pendapat akal pikiran daripada emosi. Sebelum melakukan perkerjaan, masyarakat modern selalu mempertimbangkan terlebih dahulu untung dan ruginya.

2. Berpikir obyektif, yakni melihat segala sesuatu dari sudut pandang fungsi dan kegunaannya bagi masyarakat.

3. Menghargai waktu, yakni selalu melihat bahwa waktu adalah sesuatu yang sangat berharga dan perlu dimanfaatkan sebaik-baiknya dan seefisien mungkin.

4. Berpikir jauh ke depan dan tidak berpikir untuk kepentingan sesaat, sehingga selalu melihat dampak sosialnya secara lebih jauh.

3 M. Solihin dan M Rosyid Anwar, Akhlak Tasawuf, Manusia, Etika dan Makna

Hidup, (Bandung: Nuansa, 2005), p. 49. 4 Abu al-Wafa’ al-Ghanimi al-Taftazani, Sufi dari Zaman ke Zaman, cet. III, terj.

Ahmad Rofi’i Usman, (Bandung: Pustaka, 2003), p. 23. 5 WJS. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, cet. XII, (Jakarta: Balai

Pustaka, 1991), pp. 636 dan 653.

Page 4: 37 Malik Ibrahim - aifis-digilib.comRelevansi tasawuf dengan problem manusia modern adalah karena tasawuf secara seimbang memberikan kesejukan batin dan disiplin syari’ah sekaligus.

Malik Ibrahim: Tasawuf di Era Modern: Peran Tasawuf dalam…

SOSIO-RELIGIA, Vol. 8, Edisi Khusus, Agustus 2009

600

5. Bersikap terbuka, yakni mau menerima saran dan masukan, baik berupa kritik, gagasan dan perbaikan diri dari manapun datangnya.6 Manusia yang hidup di abad modern (ada juga yang menyebut

postmodern) yang dicirikan dengan melimpahnya informasi. Indonesia juga telah menuju era informasi di abad modern. Dalam menyikapi era informasi, masyarakat terbagi menjadi tiga, yaitu masyarakat yang optimis, pesimis, dan mengambil jalan tengah. Masyarakat yang optimis biasanya tertantang untuk lebih maju, sementara itu masyarakat yang pesimis akan menerima dampak buruk karena mereka tidak siap dalam iklim persaingan, bahkan mungkin akan tersingkir. Sedangkan masyarakat yang mengambil jalan tengah mencoba mempertimbangkan dampak baik dan buruk era informasi dan kemoderenan.7

Profil masyarakat modern adalah masyarakat dengan budaya industri, yaitu masyarakat yang mengembangkan cara berpikir rasional. Karena masyarakat modern menurut Sutan Takdir Alisyahbana dalam bukunya ”Pemikiran Islam dalam Menghadapi Globalisasi dan Masa Depan Umat Islam”, dikatakan lahir dari Revolusi Ilmu. Revolusi ilmu melahirkan revolusi teknologi. Revolusi teknologi melahirkan revolusi industri. Revolusi industri melahirklan revolusi perdagangan dan revolusi komunikasi. Profil masyarakat modern akan akan didominasi kebudayaan modern atau yang sering pula disebut kebudayaan industri.8

Problema spiritualitas bagi manusia modern merupakan hal yang tidak mudah untuk dipecahkan begitu saja. Bagi orang modern perbedaan ruh dan jasad hanya ada dalam logika saja, tidak dalam realitas, karena ia adalah sebuah unit dari psikosomatik9. Karena itu, manusia modern telah kehilangan keyakinan-keyakinan metafisis dan eskatologis. Sebab manusia modern lahir dari eksistensialisme yang hanya mengakui eksistensi manusia manakala manusia tersebut sudah merdeka. Dan dia merdeka hanya kalau dia menjadi atesis.10

Manusia modern dalam istilah Auguste Comte, peletak dasar aliran positivisme, adalah mereka yang sudah sampai kepada tingkat pemikiran positif. Pada tahapan ini manusia sudah lepas dari pemikiran religius dan pemikiran filosofis yang masih global. Mereka telah sampai kepada

6 Deliar Noer, Pembangunan di Indonesia, (Jakarta: Mutiara, 1987), p. 24. 7 Zulkifli, Sufi Jawa, Relasi Tasawuf Pesantren, (Yogyakarta: Pustaka Sufi, 2003), p.

90. 8 Simuh dkk., Tasawuf dan Krisis, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar dan IAIN

WaliSongo Press, 2001), p. 52. 9 Amin Syukur, Zuhud di Abad Modern, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1998), p. 21. 10 Amin Syukur, Menggugat Tasawuf, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2000), p. 54.

Page 5: 37 Malik Ibrahim - aifis-digilib.comRelevansi tasawuf dengan problem manusia modern adalah karena tasawuf secara seimbang memberikan kesejukan batin dan disiplin syari’ah sekaligus.

Malik Ibrahim: Tasawuf di Era Modern: Peran Tasawuf dalam…

SOSIO-RELIGIA, Vol. 8, Edisi Khusus, Agustus 2009

601

pengetahuan yang rinci tentang sebab-sebab segala sesuatu yang terjadi di alam semesta ini.11

Dari keterangan di atas, diketahui bahwa manusia modern melihat keberadaannya tidak lebih dari keberadaan sebuah mobil yang tersusun dari berbagai bagian-bagian sebab akibat. Mereka tidak lagi mempercayai adanya spirit yang ada pada dirinya, karena hal tersebut secara materi tidak pernah ada. Fanatisme manusia modern terhadap eksistensialisme dan positivisme membuat mereka menafikan berbagai informasi, baik yang bersumber dari kitab suci maupun dari tradisi mistik yang menyatakan bahwa manusia itu memiliki unsur spiritual. Karenanya manusia modern mengalami krisis spiritual.

Dengan tanpa mengingkari berbagai kemajuan dan keberhasilan, eksistensialisme dan positivisme telah melahirkan manusia yang tidak sempurna, pincang, hanya berorientasi pada kekinian (duniawiyah), mengingkari spiritualitas dan agama. Manusia yang tidak sempurna ini selanjutnya menghasilkan perubahan dalam sosial budaya baik yang terjadi secara evolusi atau revolusi. Setiap perubahan yang tidak dilandasi oleh pegangan hidup dan tujuan hidup yang kuat akan menimbulkan krisis. Sebab hilangnya keyakinan dan ketidaktentuan dalam proses perubahan akan mengakibatkan ketidakpastian, ketidakpastian menyebabkan kesangsian, kebimbangan melahirkan kegelisahan dan akhirnya dan akhirnya memunculkan rasa ketakutan12. Karena itulah, manusia modern selalu dihinggapi oleh rasa tidak aman dan kadang malah merasa terancam oleh kemajuan yang diperolehnya sendiri.

Setidaknya terdapat beberapa ekses dari proses moderenisasi dunia modern atau postmodern, yaitu sebagai berikut: Pertama, ada spesialisasi di bidang keilmuan di satu sisi, dan terjadi disintegrasi ilmu pengetahuan di sisi yang lain. Di sini, ilmu pengetahuan terpisah atau dipisahkan sama sekali dengan unsur-unsur spiritual. Ilmu pengetahuan memiliki paradigma sendiri-sendiri yang kadang saling bertolak belakang, sehingga membingungkan manusia pada umumnya. Hal ini diakui oleh Max Scheler. Menurut Sayyid Hossein Nasr, manusia modern berada pada tepi kehancuran karena tidak lagi memiliki etika dan estetika yang bersumber dari spiritualitas Ilahiah.13 Di era modern, ilmu pengetahuan dan teknologi dipisahkan dari unsur spiritual. Alih-alih menjawab problem klemanusiaan, ilmu pengetahuan dan teknologi justeru menindas manusia dan mengasingkan manusia dari dirinya sendiri. Manusia modern mengalami

11 Azyumardi, Azra Islam Substantif, (Bandung: Mizan, 2000), p. 40. 12 Sayyed Husein Nashr, Tasawuf, p. 34. 13 Ibid.

Page 6: 37 Malik Ibrahim - aifis-digilib.comRelevansi tasawuf dengan problem manusia modern adalah karena tasawuf secara seimbang memberikan kesejukan batin dan disiplin syari’ah sekaligus.

Malik Ibrahim: Tasawuf di Era Modern: Peran Tasawuf dalam…

SOSIO-RELIGIA, Vol. 8, Edisi Khusus, Agustus 2009

602

apa yang disebut sebagai gejala split personality, yaitu pribadi yang terpecah dan terbelah.

Kedua, akibat terpisahnya ilmu pengetahuan dan teknologi dari unsur spiritual, maka ilmu pengetahuan dan teknologi sangat potensial untuk disalahgunakan sesuai kepentingan pragmatis para penguasanya. Ilmu pengetahuan dan teknologi tanpa dibarengi dimensi spiritual justeru bisa merusak dan menghancurkan manusia dan kehidupan, baik secara fisik maupun moral.

Ketiga, pemisahan ilmu pengetahuan dan teknologi dari unsur spiritual tentunya akan mendangkalkan nilai keimanan seseorang dan akan membentuk pola hidup materialisme yang tidak sehat. Di sini, individu menjalin hubungan hanya berdasarkan kalkulasi keuntungan material yang akan diperoleh, tidak memakai pertimbangan akal sehat, hati nurani, rasa kemanusiaan dan keimanan. Manusia modern menghalalkan secara macam cara untuk mencapai tujuannya.

Keempat, akibat kehidupan modern yang demikian kompetitif, maka manusia harus bekerja keras dengan cara mengerahkan seluruh tenaga, pikiran dan kemampuan tanpa mengenal batas dan kepuasan. Manusia modern sangat ambisius, merasa selalu kekuarangan dan tidak pernah mau mensyukuri nikmat Tuhan. Manusia modernpun banyak mengalami stres, frustasi, depresi berat dan kegilaan.

Kelima, manusia modern yang sangat ambisius, tidak mau bersyukur dan kerasukan ideologi materialisme lalu menggunakan aji mumpung. Sewaktu masih muda, mereka bersenang-senang, berfoya-foya dan menuruti hawa nafsunya. Saat tubuh telah digerogoti usia dan terus menua, mereka baru menyesal dan terhenyak. Segala yang telah mereka dapatkan dan kumpulkan ternyata tidak mempunyai arti apa-apa. Manusia modern lalu merasakan bahwa dirinya tidak berharga, tidak mempunyai masa depan, merasakan kekosongan batin dan kehampaan spiritual.14

Karena masyarakat modern menghadapi problem yang komples, carut marut dan berbahaya, maka perlu dicari solusi yang sangat tepat. Masyarakat modern harus menumbuhkan (lagi) spiritualitas diri. Menurut para ahli, inilah satu-satunya obat yang sangat tepat dan ampuh. Sayyed Hossein Nasr adalah salah satu penganjur spiritualitas yang gigih. Menurutnya, paham sufisme mulai mendapat tempat di kalangan masyarakat (termasuk masyarakat barat) karena mereka merasa kering batinnya. Masyarakat modern yang terdera problematika hidup yang

14 Abudin Nata, Akhlak Tasawuf, cet. V, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada,

2003), p. 115.

Page 7: 37 Malik Ibrahim - aifis-digilib.comRelevansi tasawuf dengan problem manusia modern adalah karena tasawuf secara seimbang memberikan kesejukan batin dan disiplin syari’ah sekaligus.

Malik Ibrahim: Tasawuf di Era Modern: Peran Tasawuf dalam…

SOSIO-RELIGIA, Vol. 8, Edisi Khusus, Agustus 2009

603

kompleks dan carut marut mencoba lari ke spiritualitas dan sufisme. Mereka mencoba membangun akhlak tasawuf.

Menurut Komarudin Hidayat, sufisme perlu dimasyarakatkan setidaknya karena tiga hal: Pertama, sufisme mampu mengatasi kebingungan manusia akibat hilangnya nilai-nilai spiritualitas., Kedua, sufisme memberikan referensi dan pemahaman tentang aspek esoteris Islam kepada masyarakat. Ketiga, sufisme menegaskan kembali akan pentingnya aspek esoteris Islam sebagai jantung ajaran Islam itu sendiri 15 Sayyed Hossein Nasr menegaskan bahwa tasawuf, sufisme dan tarikat atau jalan ruhani merupakan dimensi kedalaman dan kerahasiaan (esoteric) dari Islam itu sendiri yang menjadi jiwa dari risalah Islam, sementara jantungnya berakar pada al-Qur’an dan al-Sunnah16.

Terakhir problema masyarakat modern di atas adalah adanya sejumlah manusia yang kehilangan masa depannya, merasa kesunyian dan kehampaan jiwa di tengah-tengah derunya kehidupan. Untuk ini, ajaran akhlak tasawuf yang berkenaan dengan ibadah, dzikir, taubat, dan berdoa menjadi penting adanya, sehingga ia tetap mempunyai harapan yaitu bahagia hidup di akhirat nanti. Bagi orang-orang yang sudah lanjut usia yang dahulu banyak menyimpang hidupnya, akan terus dibayangi perasaan dosa, jika tidak segera bertaubat. Tasawuf akhlak memberi kesempatan bagi penyelamatan manusia yang demikian. Itu penting dilakukan agar ia tidak terperangkap ke dalam praktik kehidupan spiritual yang menyesatkan, sebagaimana yang akhir-akhir ini banyak berkembang di masyarakat.

Demikian pula munculnya sejumlah anak muda yang terjerumus ke dalam perbuatan tercela, seperti menggunakan obat-obat terlarang, praktik hidup bebas tanpa mempedulikan ajaran agama, dan pikiran mereka telah dipenuhi oleh konsep-konsep yang salah. Problem globalisasi lain khususnya-dalam beragama, manusia modern tidak lagi mampu menangkap dan memahami kebenaran-kebenaran agama yang universal dan abadi maka pudarnya visi intelektual semacam ni yang menurut Sayyed Hossein Nashr sebagian besar berkaitan dengan tidak berartinya lagi keberadaan umat manusia.17 Atau dengan bahasa yang sederhana adalah manusia modern sudah tidak lagi sanggup secara obyektif memahami kebenaran suatu agama atau sesuatu yang ada dalam ajaran agama.

15 Ibid. 16 Haidar Bagir, Manusia Modern Mendamba Allah, Renungan Tasawuf Positif,

(Jakarta: Hikmah, 2002). 17 Sayyed Husein Nashr, Tasawuf, p. 34.

Page 8: 37 Malik Ibrahim - aifis-digilib.comRelevansi tasawuf dengan problem manusia modern adalah karena tasawuf secara seimbang memberikan kesejukan batin dan disiplin syari’ah sekaligus.

Malik Ibrahim: Tasawuf di Era Modern: Peran Tasawuf dalam…

SOSIO-RELIGIA, Vol. 8, Edisi Khusus, Agustus 2009

604

B. Arti Penting Tasawuf dalam Kehidupan Modern

Esensi agama Islam khususnya dalam tasawuf adalah moral, yaitu moral antara seorang hamba dengan Tuhannya, antara seorang dengan dirinya sendiri, antara dia dengan orang lain, termasuk anggota masyarakat dengan lingkungannya. Moral yang terjalin dalam hubungan antara hamba dengan Tuhan menegasikan berbagai moral yang buruk, seperti tamak, rakus, gila harta, menindas, mengabdikan diri pada selain Khaliq, membiarkan orang yang lemah dan berkhianat. Karena itulah Nabi s.a.w. bersabda Bahwa seorang mukmin yang sempurna imannya adalah mereka yang sempurna moralnya (akhlak, budi pekertinya).18

Moral seorang dengan dirinya melahirkan tindakan positif bagi diri, seperti menjaga kesehatan jiwa dan raga, menjaga fitrah dan memenuhi kebutuhan-kebutuhan ruh dan jasmani. Dengan demikian, krisis spiritual tidak akan terjadi padanya. Selanjutnya moral yang terjalin pada hubungan antara seorang dengan orang lain, menyebabkan keharmonisan, kedamaian dan keselarasan dalam hidup yang dapat mencegah, mengobati berbagai krisis (spiritual, moral dan budaya).

Moralitas yang diajarkan oleh tasawuf akan mengangkat manusia ke tingkatan shafa al-tauhid. Pada tahap inilah manusia akan memiliki moralitas Ilahiah (al-Takhalluq bi akhlaqi Allah). Dan manakala seseorang dapat berperilaku dengan perilaku Ilahiah, maka terjadilah keselarasan dan keharmonisan antara kehendak manusia dengan kehendak Iradah-Nya. Sebagai konsekuensinya, seseorang tidak akan mengadakan aktifitas kecuali aktifitas yang positif dan membawa kemanfaatan, serta selaras dengan tuntunan Ilahi.

Lebih lanjut tasawuf mampu berfungsi sebagai terapi krisis spiritual. Sebab, pertama tasawuf secara psikologis merupakan hasil dari berbagai pengalaman spiritual dan merupakan bentuk dari pengetahuan langsung mengenai realitas-realitas ketuhanan yang cenderung menjadi inovator dalam agama. Pengetahuan dari pengalaman tersebut disebut neotic Pengalaman keagamaan ini memberikan sugesti dan pemuasan (pemenuhan kebutuhan) yang luar biasa bagi pemeluk agama.

Kedua, kehadiran Tuhan dalam bentuk pengalaman mistis dapat menimbulkan keyakinan yang sangat kuat. Perasaan-perasaan mistik, seperti ma’rifat, ittihat, hulul, mahabbah, uns dan lain sebagainya mampu menjadi moral force bagi amal shalih. Selanjutnya, amal shalih akan membuahkan pengalaman-pengalaman mistis yang lain dengan lebih tinggi kualitasnya. Nabi Muhammad s.a.w. bersabda bahwa: Apabila seorang hamba mendekat kepada Allah melalui ibadah sunnah (nawafil),

18 Mustafa Zahri , Kunci Memahami Tasawuf, (Surabaya: Bina Ilmu, 1995), p. 34.

Page 9: 37 Malik Ibrahim - aifis-digilib.comRelevansi tasawuf dengan problem manusia modern adalah karena tasawuf secara seimbang memberikan kesejukan batin dan disiplin syari’ah sekaligus.

Malik Ibrahim: Tasawuf di Era Modern: Peran Tasawuf dalam…

SOSIO-RELIGIA, Vol. 8, Edisi Khusus, Agustus 2009

605

maka Allah akan mendekat kepadanya. Jika ia mendekat sejengkal, maka Dia akan mendekat sehasta, bila ia mendekat sehasta, maka Dia akan mendekat sedepa. Dan bila ia mendekat dengan berjalan kaki, maka Dia akan mendekatinya dengan berlari.

Ketiga, dalam tasawuf hubungan seorang hamba dengan Allah dijalin atas dasar rasa kecintaan. Allah bagi seorang sufi bukanlah Dzat yang menakutkan, tetapi Dia adalah Dzat yang sempurna, indah, penyayang dan pengasih. Kekal, serta selalu hadir kapanpun dan dimanapun. Oleh karena itu, Dia adalah Dzat yang paling patut dicintai dan diabdi. Hubungan yang mesra ini akan mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu yang baik, lebih baik bahkan yang terbaik, sebagaimana inti dari ajaran taubat. Di samping itu, hubungan tersebut juga dapat menjadi moral kontrol atas penyimpangan-penyimpangan dan berbagai perbuatan yang tercela. Sebab melakukan hal yang tidak terpuji berarti menodai dan mengkhianati makna cinta mistis yang telah terjalin, karena Sang Kekasih hanya menyukai yang baik saja. Dan manakala seseorang telah berbuat sesuatu yang positif saja, maka ia telah memelihara, membersihkan, menghias spirit yang ada dalam dirinya.

Dengan kata lain, moralitas yang menjadi inti dari ajaran tasawuf dapat mendorong manusia untuk memelihara dirinya dari menelantarkan kebutuhan-kebutuhan spiritualitasnya. Sebab, menelantarkan kebutuhan spiritualitas sangat bertentangan dengan tindakan yang dikehendaki Allah. Disamping itu, hubungan perasaan mistis dan berbagai pengalaman spiritual yang dirasakan oleh sufi juga dapat menjadi pengobat, penyegar dan pembersih jiwa yang ada dalam diri manusia.19

Pentingnya esoterisme dalam Islam tidak bisa dipungkiri, namun apakan transendensi seperti dialami oleh para sufi dan yang terpisah dari dunia kini dan disini itu merupakan terminal akhir dari dambaan setiap muslim. Al-Qur’an dengan tegas menyatakan tidak. Sebab menurut al-Qur’an dunia itu adalah riil, bukan maya. Beberapa ayat berulangkali menegaskan agar manusia beriman kepada Allah, hari akhir dan melakukan amal shaleh. Ketiga istilah itu merupakan isyarat sekaligus formulasi yang menyatukan dimensi spiritual yang mengarah pada realitas transndental, dan aktifitas konkrit dalam sejarah. Konsepsi amal shaleh dalam al-Qur’an selalu mengasumsikan tiga hal secara serasi dan serentak.

Pertama, amal shaleh mengharuskan adanya kesadaran spiritual suatu perjuangan dan pendakian spiritual yang berujung pada penyucian diri. Kedua, amal shaleh adalah juga beramal untuk peningkatan dan perbaikan kualitas diri. Tidak ada amal shaleh dalam Islam yang jika

19 Amin Syukur, Zuhud, p. 43.

Page 10: 37 Malik Ibrahim - aifis-digilib.comRelevansi tasawuf dengan problem manusia modern adalah karena tasawuf secara seimbang memberikan kesejukan batin dan disiplin syari’ah sekaligus.

Malik Ibrahim: Tasawuf di Era Modern: Peran Tasawuf dalam…

SOSIO-RELIGIA, Vol. 8, Edisi Khusus, Agustus 2009

606

melakukannya akan merusak pelaku, tetapi yang ada justeru menyehatkan pelakunya. Ketiga, amal shaleh selalu mengasumsikan dampak riil positif bagi perbaikan sosial.

Jadi, kalau mencari tokoh ideal sufi sepanjang sejarah Islam, Muhammad Rasulullah s.a.w. itulah teladannya. Jalan sufi yang dibangun oleh Muhammad bukanlah jalan berbalik untuk membangun mahligai di langit, melainkan jalan turun dari kesadaran langit untuk memenangkan perjuangan bumi. Konsep esoterisme Islam seperti tersebut, lebih banyak dikembangkan oleh Neo-sufisme.20

Tasawuf, diibaratkan oleh Amin Abdullah bagaikan ”magnet”. Dia tidak menampakkan diri ke permukaan, tetapi mempunyai daya kekuatan yang luar biasa. Potensi ini dapat dimanfaatkan untuk apa saja. Dalam kehidupan modern yang serba materi, tasawuf bisa dikembangkan ke arah yang konstruktif, baik yang menyangkut kehidupan pribadi maupun sosial. Ketika suatu masyarakat sudah terkena apa yang disebut alienasi (keterasingan) karena proses pembangunan dan modernisasi, maka di saat itulah, orang butuh pedoman hidup yang bersifat spiritual yang mendalam untuk menjaga integritas kepribadiannya.

Islam sebagai sistem ajaran keagamaan yang lengkap dan utuh, sebagaimana telah dituturkan di atas, telah memberi tempat kepada jenis penghayatan keagamaan, baik yang eksoterik (dhahiri) maupun esoterik (bathini). Seperti dikatakan oleh al-Randi, seorang ahli kesufian dan pemberi syarah kitab al-Hikam, sebuah buku teks tentang tasawuf yang terkenal, menurutnya kaum muslimin dalam beribadah terbagi menjadi dua, satu kelompok lebih menitikberatkan kepada ”ketentuan-ketentuan luar” yakni aspek lahiriyah, dan satu kelompok lagi lebih menitikberatkan kepada ketentuan-ketentuan dalam, yakni segi-segi bathiniyah.20

Jadi, neo sufiisme sangat menekankan perlunya pelibatan diri dalam masyarakat secara lebih kuat dari pada sufisme lama. Sebagai misal, adalah kutipan suatu versi tentang makna zuhud atau asketisme yang inklusif dalam kehidupan. Berasal dari Ibnu Qayyim al-Jauzi, yang mengutip dari pendapat Imam Ahmad bin Hanbal. Ia menyebutkan tiga tahapan yang harus dilalui dalam zuhud. Pertama, meningggalkan segala yang haram (zuhud orang awam), kedua, meninggalkan hal-hal yang berlebihan dalam perkara yang halal (zuhud orang khawwas), dan ketiga, meninggalkan apa saja yang memalingkan diri dari Allah (zuhud orang ’arifin).21

20 Amin Syukur, Menggugat, p. 45. 20 Annemarie Schimmel, Dimensi Mistik Dalam Islam, (terj) Sapardi Joko Damono

dkk, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1986). 21 Abu al-Wafa’ al-Ghanimi al-Taftazani, Sufi dari Zaman ke Zaman, cet. III, (terj)

Ahmad Rofi’i Usman, (Bandung: Pustaka, 2003), p. 67.

Page 11: 37 Malik Ibrahim - aifis-digilib.comRelevansi tasawuf dengan problem manusia modern adalah karena tasawuf secara seimbang memberikan kesejukan batin dan disiplin syari’ah sekaligus.

Malik Ibrahim: Tasawuf di Era Modern: Peran Tasawuf dalam…

SOSIO-RELIGIA, Vol. 8, Edisi Khusus, Agustus 2009

607

Banyak cara yang diajukan oleh para ahli untuk mengatasi masalah dari dampak moderenisasi, dan salah satu cara yang hampir disepakati para ahli adalah dengan cara mengembangkan kehidupan yang berakhlak dan bertasawuf. Salah satu tokoh yang begitu sungguh-sungguh memperjuangkan akhlak tasawuf bagi mengatasi masalah tersebut adalah Sayyed Husein Nasr22. Menurutnya paham sufisme mulai mendapat tempat di kalangan masyarakat (termasuk masyarakat Barat), karena mereka mulai merasakan kekeringan batin. Mereka mulai mencari-cari dimana sufisme yang dapat menjawab sejumlah masalah tersebut di atas.

Dalam situasi kebingungan semacam itu, sementara bagi mereka selama berabad-abad Islam dipandangnya dari isinya yang legalistik formalistis- tidak memiliki dimensi esoteris (batiniah)—maka kini saatnya dimensi batiniah Islam harus diperkenalkan sebagai alternatif. Bagi masyarakat Barat, masih sangat asing kalau Muhammad ditempatkan sebagai tokoh spiritual, dan Islam memiliki kekayaan rohani yang sesungguhnya amat mereka rindukan.

Mengapa sufisme perlu dimasyarakatkan pada mereka ? Jawabannya menurut Komarudin Hidayat terdapat tiga tujuan. Pertama, turut serta terlibat dalam berbagai peran dalam menyelamatkan kemanusiaan dari kondisi kebingungan akibat hilangnya nilai-nilai spiritual. Kedua, memperkenalkan literatur atau pemahaman tentang aspek esoteris (kebatinan) Islam, baik terhadap masyarakat Islam yang mulai melupakannya maupun non Islam, khususnya terhadap masyarakat Barat. Ketiga, untuk memberikan penegasan kembali bahwa sesungguhnya aspek esoteris Islam, yakni sufisme, adalah jantung ajaran Islam, sehingga bila wilayah ini kering dan tidak berdenyut, maka keringlah aspek-aspek lain ajaran Islam. Dalam hal ini Nasr menegaskan ’tarikat” atau ”jalan rohani” yang biasanya dikenal sebagai tasawuf atau sufisme adalah merupakan dimensi kedalaman dan kerahasiaan (esoterik) dalam Islam, sebagaimana syariat berakar pada al-Qur’an dan al-Sunnah. Ia menjadi jiwa risalah Islam, seperti hati yang ada pada tubuh, tersembunyi jauh dari pandangan luar. Betapapun ia tetap merupakan sumber kehidupan yang paling dalam, yang mengatur seluruh organisme keagamaan dalam Islam.23

Uraian di atas memperlihatkan dengan jelas betapa vitalnya dimensi batin atau sufisme Islam ini, yang menurut Nasr kurang mendapat perlakuan semestinya di dunia Islam sendiri. Namun demikian, penggunaan tasawuf mengatasi sejumlah masalah moral sebagaimana tersebut di atas menghendaki adanya intepretasi baru terhadap term-term

22 Sayyed Husein Nashr, Tasawuf, p. 34. 23 Ibid.

Page 12: 37 Malik Ibrahim - aifis-digilib.comRelevansi tasawuf dengan problem manusia modern adalah karena tasawuf secara seimbang memberikan kesejukan batin dan disiplin syari’ah sekaligus.

Malik Ibrahim: Tasawuf di Era Modern: Peran Tasawuf dalam…

SOSIO-RELIGIA, Vol. 8, Edisi Khusus, Agustus 2009

608

tasawuf yang selama ini dipandang sebagai menyebabkan melemahnya daya juang di kalangan umat Islam.

Intisari ajaran tasawuf sebagaimana paham mistisisme dalam agama-agama lain, adalah bertujuan memperoleh hubungan langsung dan disadari dengan Tuhan, sehingga seseorang merasa dengan kesadarannya itu berada di hadirat-Nya. Upaya ini antara lain dilakukan dengan kontemplasi, melepaskan diri dari jeratan dunia yang senantiasa berubah dan bersifat sementara ini. Sikap dan pandangan sufistik ini sangat diperlukan oleh masyarakat modern yang mengalami jiwa yang terpecah sebagaimana disebutklan di atas, asalkan pandangan terhadap tujuan tasawuf tidak dilakukan secara eksklusif dan individual melainkan berdaya aplikatif dalam merespon berbagai masalah yang dihadapi.

Orang yang telah sampai pada tujuan tersebut di atas akan selamat dari jeratan duniawi. Dengan demikian, seseorang yang tidak bisa melepaskan kaca mata ilmiahnya, lalu beralih pada penglihatan mata hatinya, maka sulitlah baginya menangkap bayang-bayang Tuhan, mengadakan dialog denganNya. Seseorang yang terbiasa menggunakan analisisa ilmiah terhadap obyek faktual, sulit padanya ditambati benang merah yang menghubungkan dirinya dengan titik pusat dalam rangka pendakian spiritual menuju makrifat. Yaitu suatu tahap tempat antara hamba dan Tuhannya tidak ada lagi tabir menutup, sementara hati sang hamba telah dipenuhi dengan cinta yang membara, bukan rasa takut terhadap Tuhan. Pengalaman spiritual seperti itu telah dialami oleh Rabi’ah al-Adawiyah dengan mahabbahnya, Zun al-Nun al-Mishri dan al-Ghazali dengan paham ma’rifatnya, Abu Yazid al-Busthami dengan paham ittihadnya, al-Hallaj dengan paham hululnya dan Ibn ’Arabi dengan paham wahdatul wujudnya24.

Kemampuan berhubungan dengan Tuhan ini dapat mengintegrasikan seluruh ilmu pengetahuan yang tampak berserakan, karena melalui tasawuf ini seseorang disadarkan bahwa sumber segala yang ada ini berasal dari Tuhan, bahwa dalam paham wahdatul wujud, alam dan manusia yang menjadi obyek ilmu pengetahuan ini sebenarnya adalah bayang-bayang atau foto copy Tuhan. Dengan cara demikian antara satu ilmu dengan ilmu lainnya akan saling mengarah pada Tuhan. Di sinilah perlunya ilmu dan teknologi yang berwawasan moral, yaitu ilmu yang diarahkan oleh nilai nilai Tuhan.

Orang yang demikian harus cemas jika ilmu yang dimilikinya itu tidak dimanfaatkan sesuai perintah Tuhan. Rasa cemas itu sebagai tanda

24 Asmaran As, Pengantar Studi Tasawuf, edisi Revisi, (Jakarta: PT RajaGrafindo

Persada, 2002), p. 62.

Page 13: 37 Malik Ibrahim - aifis-digilib.comRelevansi tasawuf dengan problem manusia modern adalah karena tasawuf secara seimbang memberikan kesejukan batin dan disiplin syari’ah sekaligus.

Malik Ibrahim: Tasawuf di Era Modern: Peran Tasawuf dalam…

SOSIO-RELIGIA, Vol. 8, Edisi Khusus, Agustus 2009

609

beragama dan bertuhan. William James menegaskan bahwa ”Selama manusia masih memiliki naluri cemas dan mengharap, selama itu pula ia beragama (berhubungan dengan Tuhan). Itulah sebabnya mengapa perasaan takut merupakan salah satu dorongan yang terbesar untuk beragama.25

Dengan adanya bantuan tasawuf, maka ilmu pengetahuan satu dan lainnya tidak akan bertabrakan, karena ia berada dalam satu jalan dan satu tujuan. Di pihak lain, perasaan beragama yang didukung oleh ilmu pengetahuan itu juga akan semakin mantap. Hubungan ilmu dengan ketuhanan yang diajarkan agama jelas sekali. Ilmu mempercepat sampai ke tujuan, agama menentukan arah yang dituju. Ilmu menyesuaikan manusia dengan lingkungannya, dan agama menyesuaikan dengan jati dirinya. Ilmu hiasan lahir, dan agama hiasan batin. Ilmu memberikan kekuatan dan menerangi jalan, dan agama memberi harapan dan dorongan bagi jiwa. Ilmu menjawab pertanyaan yang dimulai dengan ”Bagaimana” dan agama menjawab pertanyaan yang dimulai dengan ”mengapa”. Ilmu tidak jarang mengeluarkan pikiran pemiliknya, sedang agama selalu, menenangkan jiwa pemeluknya yang tulus.26

Dalam kaitan dengan problem masyarakat modern maka secara praktis tasawuf mempunyai potensi besar karena mampu menawarkan pembebasan spiritual, ia mengajak manusia mengenal dirinya sendiri, dan akhirnya mengenal Tuhannya. Tasawuf dapat memberi jawaban-jawaban terhadap kebutuhan spiritual mereka akibat pendewaan mereka terhadap selain Tuhan, seperti materi dan sebagainya.

Misalnya, problem kejiwaan (semacam kecemasan, stres atau bentuk nerosa lainnya) yang banyak dialami manusia modern. Muslim Abdul Kadir menawarkan religious therapy dalam bentuk dzikir, diharapkan orang yang telah melakukannya memiliki spiritual tauhid sebagai berikut: 1. Sehat jasmani dan rohani dalam ukuran Islami, imani, ikhsani dan tauhidi.

2. Dapat memahami dan menghayati mengamalkan dan mengalami segala aktifitas yang berkaitan dengan rohani.

3. Memiliki pengetahuan kausalitas tentang seluruh peristiwa yang bersifat masa lalu, sekarang dan yang akan datang.

4. Merasakan ketenangan jiwa, berakhlakul karimah.27

25 Haidar Bagir, Manusia Modern Mendamba Allah, Renungan Tasawuf Positif,

(Jakarta: Hikmah, 2002), p. 35. 26 M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur’an, cet. III, (Bandung: Mizan, 1996), p.

24. 27 Muslim Abdul Kadir, Ilmu Islam Terapan, Menggagas Paradigma Amali dalam Agama

Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003), p. 253.

Page 14: 37 Malik Ibrahim - aifis-digilib.comRelevansi tasawuf dengan problem manusia modern adalah karena tasawuf secara seimbang memberikan kesejukan batin dan disiplin syari’ah sekaligus.

Malik Ibrahim: Tasawuf di Era Modern: Peran Tasawuf dalam…

SOSIO-RELIGIA, Vol. 8, Edisi Khusus, Agustus 2009

610

Zikir sebagai teknik untuk mengembangkan potensi iman dapat memberi nilai positif dalam kehidupan. Jika pengalaman dzikir dapat dilakukan secara berkesinambungan maka konsentrasi pada penghayatan fungsional sifat-sifat Tuhan akan tumbuh menjadi pusat arus kesadaran yang berlangsung dalam dirinya. Inti penghayatan fungsional adalah kesadaran untuk berbuat sejalan dengan ridha Ilahi, maka dalam diri orang tersebut akan tumbuh pula kesadaran untuk senantiasa berbuat dan berperilaku sesuai dengan ridha-Nya.

Dalam tasawuf terdapat prinsip-prinsip positif yang mampu menumbuhkan masa depan masyarakat, antara lain hendaknya selalu mengadakan instrospeksi (muhasabah), berwawasan hidup moderat, tidak terjerat oleh nafsu rendah, sehingga lupa pada diri dan Tuhannya. Dalam menempuh jenjang kesempurnaan rohani, dikenal adanya tahapan takhalli, tahalli dan tajalli. Dalam takhalli terdapat ciri moralitas Islam, yakni menghindarkan diri dari sifat-sifat tercela, baik secara vertikal maupun horizontal.29

Aktualisasi nilai spiritualisme Islam atau dalam bahasa yang sederhana tanggungjawab sosial tasawuf pada masa dewasa ini, tidak lagi bersifat pasif sebagaimana yang terjadi dalam setting historis tasawuf, akan tetapi kontekstualitas nilai tasawuf yang bersifat aktif dalam berbagai kehidupan, dalam memecahkan problema kehidupan modern seperti kehampaan spiritual, dekadensi moral ataupun problema yang lain.

Nilai-nilai yang diaktualisasikan tasawuf ternyata mampu berhadapan dengan arus globalisasi dengan segala dampak dan nilai-nilai yang dibawanya. Tasawuf yang bertumpu pada nilai moral akhlak-sangat adaptif dan mampu menjadi sarana follow up terhadap akibat problema nilai-nilai yang dibawa arus globalisasi, baik dalam bidang politik, sosial, spiritual ataupun dalam kasus-kasus intelektual.

Tasawuf mampu berfungsi sebagai terapi krisis spiritual disebabkan oleh beberapa hal. Pertama, tasawuf secara psikologis merupakan hasil dari berbagai pengalaman spiritual dan merupakan bentuk dari pengetahuan langsung mengenai realitas-realitas Ketuhanan yang cenderung menjadi inovator dalam agama30 Kedua, kehadiran Tuhan dalam bentuk pengalaman mistik dapat menimbulkan keyakinan yang sangat kuat. Perasaan-perasaan mistik seperti ma’rifat, ittihad, hulul, mahabbah, uns, dan lain sebagainya mampu menjadi moral force bagi amal-amal saleh. Selanjutnya, amal shaleh akan membuahkan pengalaman-

29 Asmaran As, Pengantar, p. 100. 30 Amin Abdullah, Falsafah Kalam Di Era PostModewrnisme, (Yogyakarta: Pustaka

Pelajar, 1998), p. 112.

Page 15: 37 Malik Ibrahim - aifis-digilib.comRelevansi tasawuf dengan problem manusia modern adalah karena tasawuf secara seimbang memberikan kesejukan batin dan disiplin syari’ah sekaligus.

Malik Ibrahim: Tasawuf di Era Modern: Peran Tasawuf dalam…

SOSIO-RELIGIA, Vol. 8, Edisi Khusus, Agustus 2009

611

pengalaman mistis yanglain dengan lebih tinggi kualitasnya.31 Ketiga, dalam tasawuf, hubungan seorang dengan Allah dijalin atas rasa kecintaan. Allah s.w.t. bagi sufi, bukanlah zat yang menakutkan, tetapi Dia adalah zat yang sempurna, indah, penyayang dan pengasih. Hubungan yang mesra ini akan mendorong seseorang untuk melakukan yang baik, lebih baik bahkan terbaik, inti dari ajaran taubat.

Dengan demikian, tasawuf sebagaimana mistisisme pada umumnya, bertujuan membangun dorongan-dorongan terdalam manusia, yaitu dorongan untuk merealisasikan diri secara menyeluruh sebagai mahluk yang secara hakiki adalah bersifat kerohanian dan kekal. Lebih dari sekedar esoteris, ganjil dan hayali, ia justeru sublime, universal dan benar-benar praktis. Tasawuf mempunyai potensi besar karena mampu menawarkan pembebasan spiritual, mengajak manusia mengenal dirinya sendiri, dan akhirnya mengenal Tuhannya. Ini merupakan pegangan hidup manusia yang paling ampuh, sehingga tidak terobang-ambingkan oleh badai kehidupan. Ia menjadi penuntun moral, sehingga dapat menunjukkan eksistensi manusia sebagai makhluk termulia di muka bumi ini.

Dengan kata lain, moralitas yang menjadi inti dari ajaran tasawuf dapat mendorong manusia untuk memelihara dirinya dari menelantarkan kebutuhan-kebutuhan spiritualitasnya. Sebab menelantarkan kebutuhan spiritualuitas sangat bertentangan dengan tindakan yang dikehendaki Allah s.w.t. Di samping itu, hubungan perasaan mistis dan berbagai pengalaman spiritual yang dirasakan oleh sufi juga dapat menjadi pengobat, penyegar dan pembersih jiwa yang ada dalam diri manusia.32

Dalam analisis Muslim Abdul Kadir, untuk mengentaskan permasalahan dunia modern ini, adalah teknologi keberagamaan dalam bentuk zikir perlu dikembangkan. Memang harus diakui bahwa prosedur untuk memberdayakan agama bagi pemecahan masalah praktis, masih memerlukan artikulasi yang lebih lengkap dan rinci. Prosedur pembentukan perbuatan dan perilaku dalam praktik kehidupan, yang dikonsep mampu mengatasi berbagai krisis ini, tidak hanya memerlukan pengelolaan sumber daya kemanusiaan lainnya. Untuk mencapai produk ini, teknik manajemen yang ditawarkan adalah zikir atau wirid. Teknik berzikir ini ada beberapa macam. Cara yang lazim adalah cara mengulang-ulang lafal.33

31 Nurcholish Madjid, Islam Kemoderenan dan Ke-Indonesiaan, cet. III, (Bandung:

Mizan, 1993), p. 30. 32 Simuh, Tasawuf dan Perkembangannya Dalam Islam, (Jakarta: Rajawali Press,

1996), p. 57. 33 Muslim Abdul Kadir, Ilmu Islam Terapan, Menggagas Paradigma Amali dalam Agama

Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003), p. 75.

Page 16: 37 Malik Ibrahim - aifis-digilib.comRelevansi tasawuf dengan problem manusia modern adalah karena tasawuf secara seimbang memberikan kesejukan batin dan disiplin syari’ah sekaligus.

Malik Ibrahim: Tasawuf di Era Modern: Peran Tasawuf dalam…

SOSIO-RELIGIA, Vol. 8, Edisi Khusus, Agustus 2009

612

Umat Islam tidak bisa menghindar atau menjauhi globalisasi, dan di pihak lain tidak boleh menerima apa adanya. Sikap yang benar adalah mengambil yang baik dari globalisasi dan menjauhi yang buruk, dengan berlindung kepada keimanan. Artinya, umat Islam harus mengembangkan ilmu dan amal, meningkatkan pendapatan perkapita, perindustrian dan manajemen serta yang lebih urgen adalah meningkatkan kualitas SDM umat Islam, sehingga umat Islam bukan menjadi beban umat yang lain.

Menurut pandangan Islam, penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi setinggi-tingginya bukanlah hal yang ditabukan. Malah sebaliknya umat Islam harus mampu meraihnya. Hanya saja harus dicatat, ilmu pengetahuan dan teknologi itu harus sesuai dengan pandangan Islam, artinya ilmu pengetahuan dan teknologi yang selaras dengan nilai-nilai Islami.34

Bahwa Ilmu pengetahuan yang tidak didasari landasan keimanan dan ketauhidan, maka lambat lain akan ditinggalkan oleh umat manusia, sebab pada hakikatnya manusia adalah makhluk spiritual dan tidak dapat dilepaskan dari aspek spiritual pula. Ilmu sebagai bagian dari budaya yang berpusat pada pikiran dan hati manusia. Kebudayaan dapat pula disebut sebagai aktifitas pemikiran. Pada tahap ini, kebudayaan adalah usaha dan upaya manusia menjawab tantangan yang dihadapkan kepadanya. Tantangan yang dihadapi manusia makin hari semakin kompleks, sehingga kebudayaan juga menempatkan wajahnya yang penuh kompleksitas.

Dalam konsep Islam, proses kebudayaan dan perkembangan ilmu pengetahuan tidak boleh dilepaskan dari nilai-nilai etika. Karena kebudayaan adalah eksistensi hidup manusia sendiri yang terbingkai dalam nilai-nilai etika. Sejak dari berpikir, berimajinasi, dan beraktualisasi diri dalam pilihan-pilihan serta percobaan-percobaan kreatif dalam realitas kehidupan seharusnya didasarkan pada nilai-nilai yang baik, untuk menciptakan kehidupan yang lebih manusiawi, penuh warna, dinamik dan memperkaya rohani, bukan untuk aktualisasi diri yang merekflesikan hawa nafsu, sehingga, mata, telinga dan hatinya tertutup, sehingga membuatnya cenderung mendorong manusia melakukan kejahatan dengan ilmunya (QS al-Jatsiyah ( 45) ayat 23).35

Dilihat dari kajian epistimologi ilmu, secara epistimologi tasawuf memakai metode intuitif yang dijadikan salah satu alternatif epistemologis dalam abad dewasa ini. Di samping rasionalisme ataupun empirisme, sebagai suatu terobosan baru. Memang intuisi memiliki arah yang berbeda,

34 Amin Abdullah, Islam Historisitas dan Normativitas, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,

1996), p. 54. 35 Departemen Agama, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Jakarta: Departemen Agama

Republik Indonesia Proyek Pengadaan Kitan Suci Al-Qur’an, 1984).

Page 17: 37 Malik Ibrahim - aifis-digilib.comRelevansi tasawuf dengan problem manusia modern adalah karena tasawuf secara seimbang memberikan kesejukan batin dan disiplin syari’ah sekaligus.

Malik Ibrahim: Tasawuf di Era Modern: Peran Tasawuf dalam…

SOSIO-RELIGIA, Vol. 8, Edisi Khusus, Agustus 2009

613

akal maupun indra merupakan instrumen yang lebih berkompeten untuk menghadapi objek-objek materi serta hubungan-hubungan kuantitatif. Adapun intuisi sebagai naluri yang menjadi kesadaran diri mansuia dapat menuntun pada kehidupan (immateri). Sebab dalam setiap diri manusia terdapat intuisi yang bersifat intrintelektual dan supra intelektual. Adapun yang pertama dalam intuisi yang menyertai pikiran dan masuk pikiran manusia melalui indra. Adapun yang kedua adalah intuisi yang tumbuh pada diri manusia tanpa didahului keterangan logis dan tidak tergantung pada pengamatan indra.36

Amin Syukur menyatakan bahwa seseorang terbenam dalam pekerjaan intelektual maka dia juga semakin rindu pada kehangatan spiritualitas (sufisme). Di Barat, belakangan ini bahkan beberapa pemenang Nobel adalah ilmuwan-ilmuwan yang sangat besar kecenderungan mistiknya. Dalam filsafat Ilmu, bahwa ada aliran romantisme yang menganggap bahwa penemuan-penemuan ilmiah dimulai dari pengalaman mistik37

Al-Ghazali dalam karyanya Rakaiz al-Imam baina al-Aql al-Qalb sebagaimana disitir oleh Amin Syukur, mengajak manusia modern agar kembali pada nilai-nilai positif tasawuf. Menurut al-Ghazali, karena di dalam sufisme terdapat nilai-nilai yang tepat untuk diaktualisasikan dalam dunia modern dewasa ini, sebvab dalam tasawuf mengandung nilai-nilai sebagai berikut: 1. Berusaha menjadikan iman yang bersifat nalar, menjadi perasaan yang bergelora, mengubah iman aqli menjadi iman qalbi.

2. Melatih dan mengembangkan diri menuju tingkat kesempurnaan, dengan cara mengumpulkan sifat-sifat mulia dan membersihklan diri dasri sifat-sifat tercela.

3. Memandang dunia ini hanya sebagian kecil dari kehidupan luas yang merentang sampai hari baqa’. 38 Selanjutnya tasawuf melatih manusia agar memiliki ketajaman batin

dan kehalusan budi pekerti. Sikap batin dan kehalusan budi yang tajam ini menyebabkan ia akan selalu mengutamakan pertimbangan kemanusiaan pada setiap masalah yang dihadapi. Dengan cara demikian ia akan terhindar dari melakukan perbuatan-perbuatan tercela menurut agama.

Demikian pula ajaran-ajaran yang terdapat dalam tasawuf akan membawa manusia memiliki jiwa istiqomah, jiwa yang selalu diisi dengan nilai-nilai ketuhanan. Ia selalu mempunyai pegangan dalam hidupnya. Keadaan demikian menyebabkan ia tetap tabah dan tidak musah

36 Amin Syukur, Menggugat, p. 87. 37 Amin Syukur, Zuhud, p. 67. 38 Ibid.

Page 18: 37 Malik Ibrahim - aifis-digilib.comRelevansi tasawuf dengan problem manusia modern adalah karena tasawuf secara seimbang memberikan kesejukan batin dan disiplin syari’ah sekaligus.

Malik Ibrahim: Tasawuf di Era Modern: Peran Tasawuf dalam…

SOSIO-RELIGIA, Vol. 8, Edisi Khusus, Agustus 2009

614

terhempas oleh cobaan yang akan membelokkannya ke jurang kehancuran. Dengan demikian, stres, putus asa dan lainnya akan dapat dihindari.

Selanjutnya ajaran tawakal pada Tuhan, menyebabkan ia memiliki pegangan yang kokoh, karena ia telah mewakilkan atau menggadaikan dirinya sepenuhnya pada Tuhan. Orang yang pada suatu saat menaiki pesawat terbang tidak akan merasa nyaman dan mengasikkan jika ia selalu takut jatuh dan mati. Orang yang demikian akan merasa tenang jika ia bertawakal. Ia serahkan urusannya itu pada Tuhan, karena urusan mati memang bukan urusan manusia. Tugas manusia hanya mengupayakan agar berbagai persyaratan keselamatan penerbangan telah dilakukan. Sikap tawakal ini akan mengatasi sikap stres yang dialami manusia.

Selanjutnya sikap frustasi bahkan hilang ingatan alias gila datap diatasi dengan sikap ridha yang diajarkan dalam tasawuf, yaitu selalu pasrah dan menerima terhadap segala keputusan Tuhan. Ia menyadari bahwa Yang Maha Kuasa atas segala sesuatu adalah Tuhan. Sikap yang demikian itu diperlukan untuk mengatasi masalah frustasi dan sebagainya. Sikap materialistik dan hedonistik yang merajalela dalam kehidupan modern ini dapat diatasi dengan menerapkan konsep zuhud, yang pada intinya sikap yang tidak mau diperbudak atau terperangkap oleh pengaruh duniawi yang sementara. Jika sikap ini telah mantap, maka ia tidak akan berani menggunakan segala cara untuk mencapai tujuan. Sebab tujuan yang ingin dicapai dalam tasawuf adalah menuju Tuhan, maka caranyapun harus ditempuh dengan cara yang disukai Tuhan.39

Demikian pula ajaran uzlah yang terdapat dalam tasawuf, yaitu usaha mengasingkan diri dari terperangkap tipu daya keduniaan, dapat pula digunakan untuk membekali manusia modern agar tidak menjadi sekrup dari mesin kehidupan, yang tidak tahu lagi arahnya mau dibawa. Tasawuf dengan konsep uzlahnya itu berusaha membebaskan manusia dari perangkap-perangkap kehidupan yang memperbudaknya. Ini tidak berarti seorang harus jadi pertapa. Ia tetap terlibat dalam berbagai kehidupan, tetapi ia tetap mengendalikan aktifitasnya sesuai dengan nilai-nilai ketuhanan, dan bukan sebaliknya larut dalam pengaruh keduniaan.

Tema tentang situasi kemanusiaan di zaman modern ini menjadi penting dibicarakan, mengingat dewasa ini manusia menghadapi bermacam-macam persoalan yang benar-benar membutuhkan pemecahan segera. Kadang-kadang dirasa bahwa situasi yang penuh problematik di dunia modern ini justeru disebabkan oleh perkembangan pemikiran manusia sendiri. Di balik kemajuan ilmu dan teknologi, dunia modern

39 Muslim Abdul Kadir, Ilmu, p. 90.

Page 19: 37 Malik Ibrahim - aifis-digilib.comRelevansi tasawuf dengan problem manusia modern adalah karena tasawuf secara seimbang memberikan kesejukan batin dan disiplin syari’ah sekaligus.

Malik Ibrahim: Tasawuf di Era Modern: Peran Tasawuf dalam…

SOSIO-RELIGIA, Vol. 8, Edisi Khusus, Agustus 2009

615

sesungguhnya menyimpan suatu potensi yang dapat menghancurkan martabat manusia.40 Untuk menyelamatkannya perlu tasawuf yang wujud konkretnya dalam akhlak yang mulia. Menurut Jalaludin Rakhmat, sekarang ini di seluruh dunia timbul kesadaran betapa pentingnya memperhatikan etika dalam pengembangan sains. Di beberapa negara maju telah didirikan lembaga-lembaga ”pengawal moral” untuk sains, yang paling terkenal adalah The Institut of Society, Etics dan Life Science di Hasting New York. Kini telah disadari, seperti kata Sir Mac Farlance Burnet, biolog Australia bahwa: “Sulit bagi seorang ilmuwan mengetahui apa yang tidak boleh diketahui. Ternyata, sains tidak bisa dibiarkan lepas dari etika, kalau kita tidak ingin senjata makan tuan”41.

Sekarang dunia tampaknya sepakat bahwa sains harus dilandasi etika, tetapi karena etika pun akarnya pemikiran filsafat pula, yaitu pemikiran yang mengandung keunggulan dan kelemahan, maka masalah etika pun masih mengandung masalah. Untuk itu yang diperlukan adalah akhlak yang bersumber pada al-Qur’an dan al-Hadis.

Tasawuf dengan sistem yang padanya diakui dapat menghubungkan manusia dengan Tuhan, hal tersebut merupakan salah satu alternatif penyembuhan. Pusat-pusat rehabilitasi korban narkotik dan pergaulan bebas ternyata juga dapat dilakukan melalui jalur tasawuf dan pengembangan akhlak.

Itulah sumbangan positif yang dapat digali dan dikembangkan dari ajaran tasawuf akhlak. Untuk itu dalam mengatasi problematika kehidupan masyarakat modern saat ini, akhlak tasawuf harus dijadikan salah satu alternatif terpenting. Ajaran akhlak tasawuf perlu disuntikkan ke dalam seluruh konsep kehidupan. Ilmu pengetahuan, teknologi, ekonomi, sosial, politik, kebudayaan dan lain sebagainya perlu dilandasi ajaran akhlak tasawuf.

C. Penutup

Kehidupan sosial manusia modern yang semakin kompleks, menuntut adanya pencerahan spiritual, ketajaman mata batin di samping kecerdasan rasio. Semakin manusia mampu menyadari pentingnya pesan sufisme dengan segala kandungan spiritual dalam kehidupannya, maka ia akan semkin cerdas secara spiritual. Manusia modern juga perlu mengembalikan aktifitas perenungan dalam kehidupannya. Setiap perenungan yang dilakukan dan diinternalisasikan dalam diri manusia dapat memberikan semacam petunjuk karena adanya proses evaluasi dan

40 Deliar Noer, Pembangunan di Indonesia, (Jakarta: Mutiara, 1987), p. 54. 41 Jalaludin Rahmat, Islam Alternatif, cet. I, (Bandung: Mizan, 1991), p. 70.

Page 20: 37 Malik Ibrahim - aifis-digilib.comRelevansi tasawuf dengan problem manusia modern adalah karena tasawuf secara seimbang memberikan kesejukan batin dan disiplin syari’ah sekaligus.

Malik Ibrahim: Tasawuf di Era Modern: Peran Tasawuf dalam…

SOSIO-RELIGIA, Vol. 8, Edisi Khusus, Agustus 2009

616

instrospeksi di dalamnya. Dengan berkontemplasi, manusia akan semakin tahu siapa dirinya, sehingga dengan demikian juga niscaya mengetahui siapa Tuhannya (man ’arafa nafsahu fa qad ’arafa rabbahu) demikianlah, tasawuf benar-benar merupakan kebutuhan spiritual manusia modern.

Page 21: 37 Malik Ibrahim - aifis-digilib.comRelevansi tasawuf dengan problem manusia modern adalah karena tasawuf secara seimbang memberikan kesejukan batin dan disiplin syari’ah sekaligus.

Malik Ibrahim: Tasawuf di Era Modern: Peran Tasawuf dalam…

SOSIO-RELIGIA, Vol. 8, Edisi Khusus, Agustus 2009

617

Daftar Pustaka

Abdul Kadir, Muslim, Ilmu Islam Terapan, Menggagas Paradigma Amali dalam Agama Islam, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003.

Abdullah, Amin, Falsafah Kalam Di Era PostModewrnisme, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1998.

_______, Islam Historisitas dan Normativitas, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996.

Abror, Robby H., Tasawuf Sosial, Yogyakarta: AK Group dan Fajar Pustaka Baru, 2002.

Asmaran AS, Pengantar Studi Tasawuf, edisi Revisi, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2002.

Azra, Azyumardi, Islam Substantif, Bandung: Mizan, 2000.

Bagir, Haidar, Manusia Modern Mendamba Allah, Renungan Tasawuf Positif, Jakarta: Hikmah, 2002.

Departemen Agama, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Jakarta: Departemen Agama Republik Indonesia Proyek Pengadaan Kitan Suci Al-Qur’an, 1984.

Ghazali, al, Imam, Ihya’ Ulmum al-Din, Juz III, Beirut: Dar al- Fikr, t.t.

Jumantoro, Totok dan Samsul Munir Amin, Kamus Ilmu Tasawuf, Jakarta: Amzah, 2005.

Madjid, Nurcholish, Islam Kemoderenan dan Ke-Indonesiaan, cet. III. Bandung: Mizan, 1993.

Nashr, Sayyed Husein, Tasawuf Dulu dan Sekarang, (terj) Abdul hadi WM., dari judul Asli Living Sufism, Jakarta: Pustaka Firdaus, t.t.

Nata, Abudin, Akhlak Tasawuf, cet. V, Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2003.

Noer, Deliar, Pembangunan di Indonesia, Jakarta: Mutiara, 1987.

Poerwadarminta, W.J.S. Kamus Umum Bahasa Indonesia, cet. XII, Jakarta: Balai Pustaka, 1991.

Qaradhawi, Yusuf, Iman dan Kehidupan (terj), Haidar Bagir, dari judul asli al-Iman wa al-Hayat, cet. I, Jakarta: Bulan Bintang, 1977.

Page 22: 37 Malik Ibrahim - aifis-digilib.comRelevansi tasawuf dengan problem manusia modern adalah karena tasawuf secara seimbang memberikan kesejukan batin dan disiplin syari’ah sekaligus.

Malik Ibrahim: Tasawuf di Era Modern: Peran Tasawuf dalam…

SOSIO-RELIGIA, Vol. 8, Edisi Khusus, Agustus 2009

618

Rahmat, Jalaludin, ”Islam Menyongsong Peradaban Dunia Ketiga”, dalam Ulumul Qur’an, Vol. 2, 1989.

_______, Islam Alternatif, cet. I, Bandung: Mizan, 1991.

Schimmel, Annemarie, Dimensi Mistik Dalam Islam, (terj) Sapardi Joko Damono dkk, Jakarta: Pustaka Firdaus, 1986.

Shihab, M. Quraish, Wawasan Al-Qur’an, cet. III. Bandung: Mizan, 1996.

Simuh dkk, Tasawuf dan Krisis, Yogyakarta: Pustaka Pelajar dan IAIN WaliSongo Press, 2001.

_______, Tasawuf dan Perkembangannya Dalam Islam, Jakarta: Rajawali Press, 1996.

Solihin, M., dan M Rosyid Anwar, Akhlak Tasawuf, Manusia, Etika dan Makna Hidup, Bandung: Nuansa, 2005.

Syukur, Amin, Menggugat Tasawuf, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2000.

_______, Zuhud di Abad Modern, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1998.

Taftazani, Abu al-Wafa’ al-Ghanimi al, Sufi dari Zaman ke Zaman, cet. III, (terj) Ahmad Rofi’i Usman, Bandung: Pustaka, 2003.

Zahri, Mustafa, Kunci Memahami Tasawuf, Surabaya: Bina Ilmu, 1995.

Zulkifli, Sufi Jawa, Relasi Tasawuf Pesantren, Yogyakarta: Pustaka Sufi, 2003.