3

31
3. Kelainan uterus Kelainan uterus dapat dibagi menjadi kelainan akuisita dan kelainan yang timbul dalam proses perkembangan janin, defek duktus mulleri yang dapat terjadi secara spontan atau yang ditimbulkan oleh pemberian dietilstilbestrol (DES). Cacat uterus akuisita yang berkaitan dengan abortus adalah leiomioma dan perlekatan intrauteri. Leiomioma uterus yang besar dan majemuk sekalipun tidak selalu disertai dengan abortus, bahkan lokasi leiomioma tampaknya lebih penting daripada ukurannya. Mioma submokosa, tapi bukan mioma intramural atau subserosa, lebih besar kemungkinannya untuk menyebabkan abortus. Namun demikian, leiomioma dapat dianggap sebagai faktor kausatif hanya bila hasil pemeriksaan klinis lainnya ternyata negatif dan histerogram menunjukkan adanya defek pengisian dalam kavum endometrium. Miomektomi sering mengakibatkan jaringan parut uterus yang dapat mengalami ruptur pada kehamilan berikutnya, sebelum atau selama persalinan. Perlekatan intrauteri (sinekia atau sindrom Ashennan) paling sering terjadi akibat tindakan kuretase pada abortus yang terinfeksi atau pada missed abortus atau mungkin pula akibat komplikasi postpartum. Keadaan tersebut disebabkan oleh destruksi endometrium yang sangat luas.

description

jhajhusihyeytd7egsuieuehjdgyd

Transcript of 3

Page 1: 3

3. Kelainan uterus

Kelainan uterus dapat dibagi menjadi kelainan akuisita dan kelainan yang

timbul dalam proses perkembangan janin, defek duktus mulleri yang dapat

terjadi secara spontan atau yang ditimbulkan oleh pemberian dietilstilbestrol

(DES). Cacat uterus akuisita yang berkaitan dengan abortus adalah

leiomioma dan perlekatan intrauteri. Leiomioma uterus yang besar dan

majemuk sekalipun tidak selalu disertai dengan abortus, bahkan lokasi

leiomioma tampaknya lebih penting daripada ukurannya. Mioma

submokosa, tapi bukan mioma intramural atau subserosa, lebih besar

kemungkinannya untuk menyebabkan abortus. Namun demikian, leiomioma

dapat dianggap sebagai faktor kausatif hanya bila hasil pemeriksaan klinis

lainnya ternyata negatif dan histerogram menunjukkan adanya defek

pengisian dalam kavum endometrium. Miomektomi sering mengakibatkan

jaringan parut uterus yang dapat mengalami ruptur pada kehamilan

berikutnya, sebelum atau selama persalinan. Perlekatan intrauteri (sinekia

atau sindrom Ashennan) paling sering terjadi akibat tindakan kuretase pada

abortus yang terinfeksi atau pada missed abortus atau mungkin pula akibat

komplikasi postpartum. Keadaan tersebut disebabkan oleh destruksi

endometrium yang sangat luas. Selanjutnya keadaan ini mengakibatkan

amenore dan abortus habitualis yang diyakini terjadi akibat endometrium

yang kurang memadai untuk mendukung implatansi hasil pembuahan.50

Inkomptensi serviks adalah ketidakmampuan serviks untuk

mempertahankan suatu kehamilan oleh karena defek fungsi maupun struktur

pada serviks. Inkompetensi serviks biasanya menyebabkan abortus pada

trimester kedua dengan insidensi 0,5-8%. Keadaan ini juga dapat

menyebabkan hilangnya barrier mekanik yang memisahkan kehamilan dari

flora bakteri vagina dan kebanyakan asimptomatik. Serviks merupakan

barier mekanik yang memisahkan kehamilan dari flora bakteri vagina.

Ekspulsi jaringan konsepsi terjadi setelah membran plasenta mengalami

ruptur pada prolaps yang disertai dengan balloning membran plasenta ke

dalam vagina.51

1. Kelainan endokrin

Page 2: 3

a. Defek Fase Luteal dan Defisiensi Progesteron

Defek fase luteal disebut juga defisiensi progesteron merupakan suatu

keadaan dimana korpus luteum mengalami kerusakan sehingga produksi

progesteron tidak cukup dan mengakibatkan kurang berkembangnya dinding

endometrium.

b. Sindrom ovarium polikistik, hipersekresi LH, dan hiperandrogenemia

Sindrom ovarium polikistik terkait dengan infertilitas dan abortus. Dua

mekanisme yang mungkin menyebabkan hal tersebut terjadi adalah

peningkatan hormon LH dan efek langsung hiperinsulinemia terhadap

fungsi ovarium.

c. Faktor Endokrin Sistemik seperti DM atau hipotiroid.

d. Defisiensi progesteron karena kurangnya sekresi hormon tersebut dari

korpus luteum atau plasenta mempunyai hubungan dengan kenaikan insiden

abortus. Karena progesteron berfungsi mempertahankan desidua, defisiensi

hormon tersebut secara teoritis akan mengganggu nutrisi pada hasil konsepsi

dan dengan demikian turut berperan dalam peristiwa kematiannya.27,51

2. Kelainan Koagulasi dan Imunologi

Kehamilan adalah suatu keadaan di mana hemostatis berada dalam kondisi

prokoagulasi dengan peningkatan konsentrasi faktor koagulan dan

penurunan faktor antikoagulan.52 Mikropartikel prokoagulan yang

bersirkulasi berada adalam keadaan tidak stabil.53 Pasien dengan abortus

rekuren selalu berada dalam konsisi protombotik.54

HCG dan glikodelin diproduksi dalam kadar yang tinggi oleh desidualisasi

endometrium. Glikodelin spesifik dan oligosakarida membentuk struktur

yang disebut struktur LacdiNAc. Glikodelin memicu pembentukan mRNA

hCG, produksi protein pada trimester pertama, dan perkembangan sel

tropoblas trimester tiga.55 hCG membawa struktur SLeX dan SLea yang

menyebabkan pencegahan perlekatan selektin E, L, atau P dari leukosit

maternal ke sinsitiotropoblas janin. Pada pasien abortus, glikodelin meurun

sehingga terjadi aktivasi system imun maternal sehingga terjadi rejeksi

janin.56 Selain itu, penelitian Gardiner pada 22 pasien abortus rekuren

Page 3: 3

trimester awal menunjukkan penurunan kadar tissue factor pathway

inhibitor yang penting dalam regulasi aktivasi protein C/S.57

a. Trombofilia: mekanisme yang berhubungan adalah trombosis uteroplasenta

sehingga mengganggu oksigenasi ke janin.

b. Antibodi antifosfolipid: patogenesis aPL terkait dengan trombosis plasenta

yang menyebabkan cacat desidualisasi pada endometrium dan kelainan

fungsi dan diferensiasi tropoblas dini.

c. Defek Trombofilik yang diturunkan: penyakit ini merupakan kelainan faktor

pembekuan yang diturunkan secara genetik yang dapat menyebabkan

trombosis patologis akibat ketidakseimbangan antara jalur pembekuan darah

dan antikoagulasi. Teori yang paling banyak menjelaskan tentang hal ini

adalah resistensi terhadap protein C yang disebabkan oleh mutasi faktor V

Leiden atau yang lainnya, penurunan atau tidak adanya aktivitas antitrombin

III, mutasi gen protrombin dan mutasi gen untuk methylene tetrahydrofolate

reductase yang menyebabkan peningkatan kadar homosistein serum

(hiperhomosisteinemia).27,51

3. Kelainan Imunologi

Sekitar 15% dari 1000 wanita dengan abortus habitualis memiliki faktor

autoimun. Faktor autoimun misal SLE, APS, antikoagulan lupus, antibodi

antikardiolipin. Insidensi berkisar 1-5% tetapi risikonya mencapai 70%.

Selain itu, faktor alloimun dapat mempengaruhi melalui HLA. Bila kadar

atau reseptor leptin menurun, terjadi aktivasi sitrokin proinflamasi, dan

terjadi peningkatan risiko abortus. Mekanismenya berhubungan dengan

timbal balik aktif reseptor di vili dan ekstravili tropoblas.58

4. Inflamasi

Sitokin pada fetomaternal penting dalam survival fetus dan ibu juga

angiogenesis. Ketidakseimbangan Th1/Th2, keseimbangan aktivasi inhibisi

sel NK berperan penting dalam mengatur hal ini.59 Penurunan ekspresi Ki-

67 dan peningkatan materi apoptosis ditemukan pada pemeriksaan

sinsiotropoblas jaringan abortus yag mana menandakan adanya hubungan

antara mekanisme inflamasi dan apoptosis dalam abortus.60 Kokawa et al.

Menunjukkan adanya fragmen DNA internukleosomal dan perubahan

Page 4: 3

apoptosis pada vili korionik manusia dan desidua selama kehamilan

trimester pertama.61 Lea et al. juga menunjukkan adanya peingkatan

apoptosis pada sel epitel di sekeliling iterus saat implantasi plasenta.62

5. Infeksi. Berbagai macam infeksi dapat menyebabkan abortus pada manusia,

tetapi hal ini tidakumum terjadi. Organisme seperti Treponema pallidum,

Chlamydia trachomatis, Neisseria gonorhoeae, Streptococcus agalactina,

virus herpes simpleks, sitomegalovirus, Listeria monocytogenes dicurigai

berperan sebagai penyebab abortus. Toxoplasma juga disebutkan dapat

menyebabkan abortus. Isolasi Mycoplasma hominis dan Ureaplasma

urealyticum dari 4 traktus genetalia sebagaian wanita yang mengalami

abortus telah menghasilkan hipotesis yang menyatakan bahwa infeksi

mikoplasma yang menyangkut traktus genetalia dapat menyebabkan

abortus. Dari kedua organisme tersebut, Ureaplasma Urealyticum

merupakan penyebab utama.27,51

6. Penyakit kronik

Pada awal kehamilan, penyakit-penyakit kronis yang melemahkan keadaan

ibu misalnya penyakit tuberkulosis atau karsinomatosis jarang menyebabkan

abortus.27 Hipertensi jarang disertai dengan abortus pada kehamilan sebelum

20 minggu, tetapi keadaan ini dapat menyebabkan kematian janin dan

persalinan prematur. Pada saat ini, hanya malnutrisi umum sangat berat yang

paling besar kemungkinanya menjadi predisposisi meningkatnya

kemungkinan abortus. 51

7. Trauma

Sekitar 7% wanita mengalami trauma selama kehamilan tetapi banyak kasus

yang tidak dilaporkan. Berdasarkan studi kasus yang terjadi, mekanisme

trauma paling banyak adalah kecelakaan lalu lintas (55%), jatuh (13%),

penyiksaan diri sendiri (10%), jatuh dari sepeda (4%), jatuh saat berjalan

(4%), atau penyebab lainnya (11%). Pada umumnya, mekanisme trauma

yang paling banyak adalah jatuh sendiri dan kesengajaan. Data

epidemiologis 16 negara menunjukkan bahwa kecelakaan lalu lintas,

kebakaran, dan jatuh yang paling banyak menyebabkan mortalitas maternal.

Page 5: 3

Keadaan ini akan menyebabkan abrupsio plasenta, pendarahan fetomaternal,

rupture uteri, trauma janin langsung.63

Kontraksi preterm ditemukan pada 25% pasien trauma dan semakin

meningkat sesuai dengan ISS. Penelitian Ikossi, et al. (2004) pada 1195

wanita hamil yang mengalami trauma menunjukkan bahwa 17 meninggal

dan dari wanita hamil yang selamat, 66 mengalami risko tinggi abortus.

5,1% pasien melahirkan secara normal, 75% dengan sectio caesarea yang

dilakukan <24 jam melahirkan. Indikasi dilakukan sectio caesarea cito

adalah fetal distress, maternal distress, atau kombinasi keduanya.64

Penelitian Shah, et al. pada 114 pasien, ditunjukkan bahwa faktor-faktor

yang menyebabkan abortus adalah kematian maternal, trauma abdomen

berat, syok hemoragik. Pasien dengan ISS >15, trauma terutama pada

toraks, abdomen, atau ekstremitas inferior (AIS >2) atau AIS pada kepala >

2 akan memiliki risiko tinggi untuk mengalami keguguran. Hal ini berkaitan

dengan hipoksia janin dan vaskokontriksi pembuluh darah maternal.65

Penelitian Ali, et al. pada 20 wanita hamil menunjukkan bahwa ISS>12

menunjukkan 65% abortus dengan 1 kematian maternal 25. Kematian fetal

dibanding maternal berkisar 3-9:1 26.66

Uterus dilindungi pelvik sampai usia kehamilan 12 minggu, jadi jarang

terjadi trauma akibat trauma abdomen lansung. Setelah 20 minggu, diatas

umbulukus, kandung kemih tersisihkan oleh pembesaran uterus sehingga

uterus lebih rentan terkena trauma. Dinding uterus juga menjadi lebih tipis

dan cairan amnion menurun seiring dengan penambahan gestasi. Pada

trauma kapitis, terjadi perubahan fungsi HPA sehingga regulasi hormon

yang menyokong kehamilan menjadi terganggu.67 Kelley, et al.

menunjukkan adanya hipopituarisme pada 40% pasien dengan trauma

kapitis.68 Penelitian Weiss, et al. pada 761 wanita hamil yang mengalami

trauma, biasanya berusia muda.69

Trauma akibat laparotomi kadang-kadang dapat mencetuskan terjadinya

abortus. Pada umumnya, semakin dekat tempat pembedahan tersebut

dengan organ panggul, semakin besar kemungkinan terjadinya abortus.

Meskipun demikian, sering kali kista ovarii dan mioma bertangkai dapat

Page 6: 3

diangkat pada waktu kehamilan apabila mengganggu gestasi. Peritonitis

dapat menambah besar kemungkinan abortus.27

2.5. Klasifikasi

Abortus dapat diklasifikasikan berdasarkan

1. Tujuan

a. Abortus medisinalis yaitu abortus yang sengaja dilakukan dengan alasan

bila kehamilan dilanjutkan dapat membahayakan jiwa ibu. Pertimbangan ini

dilakukan oleh minimal 3 dokter spesialis yaitu spesialis kebidanan dan

kandungan, spesialis penyakit dalam, dan spesialis jiwa, bila perlu ditambah

dengan pertimbangan dari tokoh agama yang terkait.

b. Abortus kriminalis yaitu abortus yang terjadi oleh karena tindakan-tindakan

yang tidak legal atau tidak berdasarkan indikasi medis.51,70

c. Abortus spontan yaitu abortus yang terjadi tanpa tindakan apapun.

2. Jenis (dibahas pada diagnosis)

3. Waktu

Page 7: 3

Menurut Shiers (2003), disebut abortus dini bila abortus tejadi pada usia

kehamilan <12 minggu dan >12 minggu disebut abortus lanjut.71 Abortus

trimester satu biasanya diakibatkan kelaian genetik atau penyakit autoimun

yang diderita ibu, abortus trimester dua biasanya disebabkan oleh kelainan

uterus, dan abortus trimester tiga.72

2.6. Patogenesis & Patofisiologi

Mekanisme awal terjadinya abortus adalah lepasnya sebagian atau seluruh

bagian embrio akibat adanya perdarahan minimal pada desidua yang

menyebabakn nekrosis jaringan. Kegagalan fungsi plasenta yang terjadi akibat

perdarahan subdesidua tersebut menyebabkan terjadinya kontraksi uterus dan

mengawali adanya proses abortus. Karena hasil konsepsi tersebut terlepas dapat

menjadi benda asing dalam uterus yang menyebabkan uterus kontraksi dan

mengeluarkan isinya.

Pada kehamilan kurang dari 8 minggu, embrio rusak atau cacat yang masih

terbungkus dengan sebagian desidua dan villi chorialis cenderung dikeluarkan

secara in toto, meskipun sebagian dari hasil konsepsi masih tertahan dalam

cavum uteri atau di kanalis servikalis. Perdarahan pervaginam terjadi saat proses

pengeluaran hasil konsepsi. Pada kehamilan 8-14 minggu biasanya diawali

dengan pecahnya selaput ketuban dan diikuti dengan pengeluaran janin yang cacat

namun plasenta masih tertinggal dalam cavum uteri. Jenis ini sering menimbulkan

perdarahan pervaginam banyak. Pada kehamilan minggu ke 14-22, janin biasanya

sudah dikeluarkan dan diikuti dengan keluarnya plasenta beberapa saat kemudian.

Kadang-kadang plasenta masih tertinggal dalam uterus sehingga menimbulkan

gangguan kontraksi uterus dan terjadi perdarahan pervaginam banyak. Perdarahan

pervaginam umumnya lebih sedikit namun rasa sakit lebih menonjol.

Pada abortus hasil konsepsi yang dikeluarkan terdapat dalam berbagai

bentuk yaitu kantong amnion kosong, di dalam kantung amnion terdapat benda

kecil yang bentuknya masih belum jelas (blighted ovum), atau janin telah mati

lama. Plasentasi tidak adekuat sehingga sel tropoblas gagal masuk ke dalam arteri

spiralis. Akibatnya, terjadi peredaran darah prematur dari ibu ke anak.27,51,70

Page 8: 3

2.7. Diagnosis

Abortus diduga pada wanita yang pada masa reproduktif mengeluh tentang

perdarahan pervaginam setelah terlambat haid. Hipotesis dapat diperkuat pada

pemeriksaan bimanual dan tes kehamilan. Harus diperhatikan banyaknya

perdarahan, pembukaan serviks, adanya jaringan dalam kavum uteri atau vagina.

Bentuk perdarahan bervariasi diantaranya sedikit-sedikit dan berlangsung

lama, ekaligus dalam jumlah yang besar dapat disertai gumpalan, dan akibat

perdarahan tidak menimbulkan gangguan apapun atau syok. Disebut pendarahan

ringan-sedang bila doek bersih selama 5 menit, darah segar tanpa gumpalan, darah

yang bercampur dengan mukus. Pendarahan berat bila pendarahan yang banyak,

merah terang, dengan atau tanpa gumpalan, doek penuh darah dalam waktu 5

menit, dan pasien tampak pucat.3

Bentuk pengeluaran hasil konsepsi bervariasi berupa pada usia gestasi di

bawah 14 minggu dimana plasenta belum terbentuk sempurna dikeluarkan seluruh

atau sebagian hasil konsepsi, di atas 16 minggu, dengan pembentukan plasenta

sempurna dapat didahului dengan ketuban pecah diikuti pengeluaran hasil

konsepsi, dan dilanjutkan dengan pengeluaran plasenta, berdasarkan proses

persalinannya dahulu disebutkan persalinan immaturus, dan hasil konsepsi yang

tidak dikeluarkan lebih dari 6 minggu, sehingga terjadi ancaman baru dalam

bentuk gangguan pembekuan darah.73

Diagnosis abortus dilakukan berdasarkan jenisnya, yaitu:27,51,70,73,74

1. Abortus Iminens adalah pendarahan dari uterus pada kehamilan kurang dari

20 minggu, hasil konsepsi masih di dalam uterus dan tidak ada dilatasi

serviks. Pasien akan atau tidak mengeluh mules-mules, uterus membesar,

terjadi pendarahan sedikit seperti bercak-bercak darah menstruasi tanpa

riwayat keluarnya jaringan terutama pada trimester pertama kehamilan.

Pada pemeriksaan obstetrik dijumpai tes kehamilan positif dan serviks

belum membuka. Pada inspekulo dijumpai bercak darah di sekitar dinding

vagina, porsio tertutup, tidak ditemukan jaringan.

2. Abortus Insipiens adalah erdarahan kurang dari 20 minggu karena dilatasi

serviks uteri meningkat dan hasil konsepsi masih dalam uterus. Pasien akan

mengeluhkan mules yang sering dan kuat, keluar darah dari kemaluan tanpa

Page 9: 3

riwayat keluarnya jaringan, pendarahan biasanya terjadi pada trimester

pertama kehamilan, darah berupa darah segar menglair. Pada inspekulo,

ditemukan darah segar di sekitar dinding vagina, porsio terbuka, tidak

ditemukan jaringan.

3. Abortus inkomplit adalah pengeluaran hasil konsepsi pada kehamilan

sebelum 20 minggu dengan masih terdapat sisa hasil konsepsi tertinggal

dalam uterus. Pada anamnesis, pasien akan mengeluhkan pendarahan

berupa darah segar mengalir terutama pada trimester pertama dan ada

riwayat keluarnya jaringan dari jalan lahir.

4. Abortus Komplit adalah keaddan di mana semua hasil konsepsi telah

dikeluarkan. Pada penderita terjadi perdarahan yang sedikit, ostium uteri

telah menutup dan uterus mulai mengecil. Apabila hasil konsepsi saat

diperiksa dan dapat dinyatakan bahwa semua sudah keluar dengan lengkap.

Pada penderita ini disertai anemia sebaiknya disuntikan sulfas ferrosus atau

transfusi bila anemia. Pendarahan biasanya tinggal bercak-bercak dan

anamnesis di sini berperan penting dalam menentukan ada tidaknya riwayat

keluarnya jaringan dari jalan lahir Pada inspekulo, ditemukan darah segar

di sekitar dinding vagina, porsio terbuka, tidak ditemukan jaringan

5. Missed Abortion ditandai dengan kematian embrio atau fetus dalam

kandungan >8 minggu sebelum minggu ke-20. Pada anamnesis akan

ditemukan uterus berkembang lebih rendah dibanding usia kehamilannya,

bisa tidak ditemukan pendarahan atau hanya bercak-bercak, tidak ada

riwayat keluarnya jaringan dari jalan lahir. Pada inspekulo bisa ditemukan

bercak darah di sekitar dinding vagina, portio tertutup, tidak ditemukan

jaringan

6. Abortus rekuren adalah abortus spontan sebanyak 3x/ lebih berturut-turut.

Pada anamnesis akan dijumpai satu atau lebih tanda-tanda abortus di atas,

riwayat menggunakan IUD atau percobaan aborsi sendiri, dan adanya

demam.

7. Abortus Septik ditandai penyebaran infeksi pada peredaran darah tubuh atau

peritonium. Hasil diagnosis ditemukan: panas, lemah, takikardia, sekret

Page 10: 3

yang bau dari vagina, uterus besar dan ada nyeri tekan dan bila sampai

sepsis dan syok (lelah, panas, menggigil)

8. Blighted ovum adalah suatu keadaan di mana embrio tidak terbentuk tetapi

terdapat kantung gestasi. Kofirmasi tidak ada embrio pada kantung gestasi

(diameter minimal 25 mm) dengan USG.

2.8. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk abortus meliputi:3,51,75

1. Ultrasonografi

Pada usia 4 minggu, dapat terlihat kantung gestasi eksentrik dengan

diameter 2-3 mm. Pada usia gestasi 5 minggu, terlihat diameter kantung

gestasi 5 mm, kantung telur 3-8 mm. Pada usia gestasi 6 minggu, terlihat

diameter kantung gestasi 10 mm, embrio 2-3 mm, dan terdapat aktivitas

jantung. Pada usia gestasi 7 minggu, diameter kantung gestasi 20 mm,

terlihat bagian kepala dan badan yang menyatu. Pada usia gestasi 8

minggu, diameter kantung gestasi 25 mm, herniasi midgut, terlihat

rhombencephalon, dan limb buds. Pada usia gestasi 9 minggu, tampak

pleksus koroidalis, vertebra, dan ekstremitas. Pada usia gestasi 10 inggu,

telah terlihat bilik jantung, lambung, kandung kemih, dan osifikasi tulang,

pada usia gestasi 11, usus telah terbentuk dan struktur lainnya cenderung

telah terbentuk dengan baik. Abortus dapat ditegakkan dari USG

transabdominal bila pada embrio >8 mm tidak ditemukan aktivitas jantung.

Page 11: 3

2. Kariotipe genetik

3. Tiroid, KGD

4. BIopsi endometrium fase luteal untuk kadar progesteron

5. Infeksi

6. Imunologis

7. Beta hCG

Serum beta HCG >2500 IU per mL disertai dengan USG

transvaginal90% KDR

Serum beta HCG >6500 IU per mL disertai dengan USG abdomen 90%

KDR

2.9. Diagnosis banding27,51,70,73,74

Diagnosis banding

Gejala Pemeriksaan fisik Pemeriksaan penunjang

Abortus iminens

- perdarahan dari uterus pada kehamilan sebelum 20 minggu berupa flek-flek

- nyeri perut ringan- keluar jaringan (-)

- TFU sesuai dengan umur kehamilan

- Dilatasi serviks (-)

- tes kehamilan urin masih positif

- USG : gestasional sac (+), fetal plate (+), fetal movement (+), fetal heart movement (+)

Abortus insipien

- perdarahan banyak dari uterus pada kehamilan sebelum 20 minggu

- nyeri perut berat- keluar jaringan (-)

- TFU sesuai dengan umur kehamilan

- Dilatasi serviks (+)

- tes kehamilan urin masih positif

- USG : gestasional sac (+), fetal plate (+), fetal movement (+/-), fetal heart movement (+/-)

Abortus inkomplit

- perdarahan banyak / sedang dari uterus pada kehamilan sebelum 20 minggu

- nyeri perut ringan- keluar jaringan

sebagian (+)

- TFU kurang dari umur kehamilan

- Dilatasi serviks (+)- teraba jaringan dari

cavum uteri atau masih menonjol pada osteum uteri eksternum

- tes kehamilan urin masih positif

- USG : terdapat sisa hasil konsepsi (+)

Abortus komplit

- perdarahan (-)- nyeri perut (-)- keluar jaringan (+)

- TFU kurang dari umur kehamilan

- Dilatasi serviks (-)

- tes kehamilan urin masih positif

bila terjadi 7-10 hari setelah abortus.

USG : sisa hasil konsepsi (-)

Page 12: 3

Missed abortion

- perdarahan (-)- nyeri perut (-)- biasanya tidak

merasakan keluhan apapun kecuali merasakan pertumbuhan kehamilannya tidak seperti yang diharapkan. Bila kehamilannya > 14 minggu sampai 20 minggu penderita merasakan rahimnya semakin mengecil, tanda-tanda kehamilan sekunder pada payudara mulai menghilang.

- TFU kurang dari umur kehamilan

- Dilatasi serviks (-)

- tes kehamilan urin negatif setelah 1 minggu dari terhentinya pertumbuhan kehamilan.

- USG : gestasional sac (+), fetal plate (+), fetal movement (-), fetal heart movement (-)

Mola hidatidosa

- Tanda kehamilan (+)- Terdapat banyak atau

sedikit gelembung mola

- Perdarahan banyak / sedikit

- Nyeri perut (+) ringan

- Mual - muntah (+)

- TFU lebih dari umur kehamilan

- Terdapat banyak atau sedikit gelembung mola

- DJJ (-)

- tes kehamilan urin masih positif

(Kadar HCG lebih dari 100,000 mIU/mL)

- USG : adanya pola badai salju (Snowstorm).

Blighted ovum

- Perdarahan berupa flek-flek

- Nyeri perut ringan- Tanda kehamilan (+)

- TFU kurang dari usia kehamilan

- OUE menutup

- tes kehamilan urin positif

- USG : gestasional sac (+), namun kosong (tidak terisi janin).

KET - Nyeri abdomen (+)- Tanda kehamilan (+)- Perdarahan

pervaginam (+/-)

- Nyeri abdomen (+)- Tanda-tanda syok

(+/-) : hipotensi, pucat, ekstremitas dingin.

- Tanda-tanda akut abdomen (+) : perut tegang bagian bawah, nyeri tekan dan nyeri lepas dinding abdomen.

- Rasa nyeri pada pergerakan servik.

- Uterus dapat teraba agak membesar dan teraba benjolan disamping uterus yang batasnya sukar ditentukan.

- Cavum douglas menonjol berisi darah dan nyeri bila diraba

- Lab darah : Hb rendah, eritrosit dapat meningkat, leukosit dapat meningkat.

- Tes kehamilan positif- USG : gestasional sac

diluar cavum uteri.

Page 13: 3

2.9. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan abortus masih kontroversial. Namun, biasanya didasari

oleh jenis abortus yang terjadi. Terapi dengan hormon progesteron, vitamin,

hormon tiroid dan lainnya mungkin hanya mempunyai pengaruh psikologis.

Langkah pertama dari serangkaian penatalaksanaan abortus adalah penilaian

kondisi klinis pasien. Penilaian ini masih berkaitan dengan upaya diagnosis dan

memulai pertolongan awal kegawatdaruratan. Dengan langkah ini, dapat dikenali

berbagai komplikasi yang dapat mengancam keselamatan pasien seperti syok,

infeksi/sepsis, perdarahan hebat (masif) atau taruma intraabdomen. Melalui

pengenalan ini, dapat diambil langkah untuk mengatasi kondisi kegawatdarutan.3

Penatalaksanaan abortus secara spesifik disesuaikan dengan jenis

abortusnya yaitu:

1. Abortus imminens

Tirah baring tidak memberikan hasil lebih baik namun dianjurkan untuk

membatasi aktivitas agar meminimalkan kemungkinan rangsangan

prostaglandin. Tidak dianjurkan terapi dengan hormon estrogen dan

progesteron. Meta analisis menunjukkan bahwa tatalaksana abortus

imminens dengan preparat progesteron dengan plasebo menunjukkan hasil

yang hampir sama (RR 0,53; 95CI 0,35-0,79). Regimen progesteron yang

dipakai yaitu dydrogesteron oral 40 mg lalu 10 mg dilanjutkan sampai 16

minggu, pervaginam 25-90 mg sampai 14 hari berhenti berdarah, dan

dydrogesteron oral 10 mg dilanjutkan sampai 1 minggu setelah berhenti

berdarah.77

Terapi dydrogesteron dipertimbangkan dengan asumsi farmakodinamik

untuk menyokong pertumbuhan uterus. Akan tetapi, penelitian

menunjukkan bahwa perbandingan abortus antara kelompok yang menerima

dydrogesteron dengan kelompok kontrol tidak menunjukkan hasil yang

berbeda (p<0,001) dengan konsentrasi progesteron yang hampir sama.78

Page 14: 3

Akan tetapi, penelitian Zibdeh et al. menunjukkan adanya pengurangan

insidensi abortus rekuren pada kelompok yang diterapi dydrogesteron

dibanding kelompok kontrol (OR 0,38, p<0,001).79 Begitu juga pada kasus

abortus iminens (OR 3,77).80

Hindari campur terlebih dahulu karena dapat terjadi kolonisasi bakteri pada

kavum uteri di mana bakteri dapat lanjut menginvasi membran fetus,

plasenta, cairan amnion yang meningkatkan risiko abortus. Selain itu, cairan

semen dari laki-laki dapat merangsang kontraksi uterus dan pengeluaran

oksitosin.81 Vitamin diberkan dengan asumsi fungsi antioksidan untuk

mengatasi penyebab stres oksidatif pada kasus abortus. Penelitian Rumbold,

et al. (2005) pada 35353 kehamilan menunjukkan bahwa pemberian vitamin

A gagal menunjukkan penurunan angka abortus tetapi pemberian vitamin C

dan E meunjukkan hasil sebaliknya.82 Suatu RCT pada 183 wanita

menunjukkan bahwa suplementasi hCG tidak menurunkan angka abortus

pada abortus imminens.83 Pemberian tokolitik seperti beta agonis dinilai

bermanfaat dalam menurunkan risiko abortus (OR 0,17).84

2. Abortus insipiens

Umumnya harus dirawat. Karena tidak ada kemungkinan kelangsungan

hidup bagi janin, maka dapat diberikan misoprostol untuk mengeluarkan

konsepsi. Dapat analgetik mungkin diberikan. Demikian pula, setelah janin

lahir, kuretase mungkin diperlukan.77

Pada kehamilan kurang dari 12 atau 16 minggu biasanya perdarahan tidak

banyak namun bahaya perforasi lebih besar pada kerokan sehingga proses

abortus harus dipercepat. Dengan pemberian infuse oksitosin janin dapat

keluar. Regimen lain yang dapat diberikan adalah ergometrin im (dapat

diulang setelah 15 menit bila perlu) atau misoprostol 400 μg oral (dapat

diulang sekali setelah 4 jam bila perlu). Apabila plasenta masih tertinggal

pengeluaran plasenta dilakukan secara manualdan disusul kerokan. Namun

bahaya yang perforasi yang terakhir ini tidak begitu besar karena dinding

uterus jadi lebih tebal karena hasil konsepsi telah keluar.51,70

3. Abortus inkomplit

Page 15: 3

Abortus inkomplit dapat ditatalaksana dengan rawat ekspektatif,

pembebahan, maupun medikamentosa. Efektivitas rawat ekspektatif

berkisar antara 52%-81% setelah follow up 2 minggu.84 Terapi

medikamentosa dengan misoprostol menunjukkan efektivitas 80% ke atas.

Namun, tidak ada perbedaan statistik yang signifikan antara keduanya.85

Reynold et al. (2005) menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan statistik

yang signifikan mengenai efikasi medikamentosa dan pembedahan dalam

penatalaksanaan abortus inkomplit. Namun, terdapat peningkatan risiko

infeksi pelvik pada penatalaksanaan secara surgikal (p<0,001). Hal ini

berlaku saat kantung gestas <24 mm. Setelahnya, efikasi medikamentosa

dibanding pemebdahan akan berkurang 85%.86 Penelitian Weeks et al.

Dengan 600 mcg misoprostol oral dengan aspirasi vakum manual

menunjukkan bahwa lebih baik dengan misoprostol, tetapi tidak bermakna

(96,3 vs 91,4).87

a. Perbaiki keadaan umum: volume intravaskuler efektif harus dipertahankan

untuk memberikan perfusi jaringan yang adekuat.

b. Infeksi harus dikendalikan dengan antibiotik yang tepat

Sekitar 13% abortus bersifat infeksius baik pre dan post operasi. Fawcus et

al. (1997) menunjukkan 49,5% wanita hamil dengan abortus inkomplit

diberikan terapi antibiotik dan transfusi.88 Penelitian Chow et al. (1997)

pada 77 pasien abortus menunjukkan penatalaksanaan dengan penicillin +

chloraphenicol lebih baik dibanding chloramphenicol tunggal.89 Seeras

(1989) menunjukkan tidak ada perbedaan insidensi sepsis antara kelompok

kontrol dengan kelompok yang menerima tetrasiklin kapsul 500 mg 4 kali

sehari (RR 1,36, 95CI 0,86-2,14).90 Pada RCT yang menilai profilaksis

doksisiklin sebelum kuretase, ditunjukkan tidak ada efek yang bermakna

terhadap penurunan motralitas infeksi pasca kuretase.91

c. Hasil konsepsi dalam uterus harus dievakuasi, bila perlu dilakukan

laparotomi eksplorasi, sampai pengangkatan rahim

Pada perdarahan ringan dan kehamilan <16 minggu, dapat dilakukan

pengeluaran hasil konsepsi yang terjepit pada serviks dengan jari atau

forceps cincin. Bila perdarahan sedang-berat dan usia kehamilan <16

Page 16: 3

minggu, dilakukan evakuasi hasil konsepsi dari uterus dengan pilihan

aspirasi vakum. Indikasi aspirasi vakum manual adalah pada kasus abortus

insipien atau inkomplit <16 minggu (sumber lain menyebutkan batasan usia

kehamilan <12-14 minggu). Bila evakuasi tidak memungkinkan untuk

segera dilakukan, berikan ergometrin 0,2 mg IM (dapat diulang setelah 15

menit bila diperlukan) atau misoprostol 400 μg oral (dapat diulang setelah 4

jam bila diperlukan). Pada kehamilan >16 minggu, dilakukan induksi

ekspulsi janin infus oksitosin 40 IU dalam 1 L kristaloid dengan kecepatan

40 tetes per menit sampai ekspulsi hasil konsepsi terjadi. Bila perlu, dapat

diberikan misoprostol 200 μg per vaginam tiap 4 jam hingga terjadi

ekspulsi, dosis total tidak lebih dari 800 μg. Setelah itu, mengevakuasi sisa

hasil konsepsi yang tersisa dari uterus.77

Penelitian Gulmezoglu menunjukkan bahwa metode operatif yang dipilih

untuk abortus inkomplit adalah aspirasi vakum dengan efek samping yang

rendah: kehilangan darah minimal (RR 0,28), nyeri minimal (RR 0,74),

waktu lebih singkat (-1,2 menit) dibanding kuretase tajam. Di samping itu,

prosedur ini tidak memerlukan anestesi umum dan memiliki efektivitas yang

cukup baik (persentase evakuasi komplit rata-rata >98%). Walaupun begitu,

perhitungan statistik menunjukkan perbedaan yang tidak bermakna.88 Heath

et al. menunjukkan bahwa tidak ada manfaat pemeriksaan histopatologi

jaringan kuretase. Akan tetapi, hal ini tetap saja diperiksakan untuk

mencegah kemungkinan KET.92

Beberapa studi menganjurkan terapi misoprostol.93 Efikasi misoprostol

berkisar 13%-96% dengan banyak faktor yang mempengaruhinya misal,

abortus, dan ukuran kantung gestasi. Angka keberhasilan tinggi (70%-96%)

ditemukan pada kasusu abortus inkomplit dengan misoprostol dosis tinggi

(1200 mcg-2400 mcg) yang berikan pervaginam.94,95

Page 17: 3

Chung et al. menunjukkan bahwa 400 mcg misoprostol oral setiap 4 jam

menunjukkan efikasi yang baik dengan dosis maksimum 1200 mcg.96

Gonlund yang membandingkan rawat ekspektatif dengan misoprostol

vaginal 400 mcg menunjukkan keberhasilan 90% lebih baik dengan evaluasi

pada hari 8 dan 14.97 Studi yang membandingkan rute oral dan vaginal

menunjukkan bahwa vaginal lebih baik.98 Meka et al. menganjurkan

penatalaksanaan dengan 600 mcg misoprostol pervaginam dan kontrol tes

kehailan urin setelah 3 minggu tatalaksana.99

Mengenai efektivitas melalui rute apa misoporstol harus diberikan masih

kontroversial. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa misoprostol lebih

efektif diberikan per bukal atau per vaginam agar tidak perlu melalui proses

first pass metabolism. Meta analisis pada 15 penelitian (2118 wanita)

menunjukkan tidak ada perbedaan yang bermakna kejadian abortus pada

kelompok yang diberikan progestogen oral/im/vaginal dan plasebo. Mittal et

al. (2004) juga menunjukkan efikasi misoprostol yang sama antara kedua

kelompok.100 Wiebe et al (2004) pada wanta abortsi menunjukkan bahwa

terapi misoprostol vaginal lebih efektif dibanding bukal setelah terapi

metroteksat.101 Akan tetapi, Middleton et al. (2005) pada 442 wanita

menunjukkan bahwa efikasi terapi misoprostol bukal lebih baik dibanding

vaginal setelah mifepriston.102

Page 18: 3

4. Abortus komplit

a. Perbaiki keadaan umum

b. Infeksi harus dikendalikan dengan antibiotik yang tepat

c. Hasil konsepsi dalam uterus harus dievakuasi, bila perlu dilakukan

laparotomi eksplorasi, sampai pengangkatan rahim.51,77

5. Abortus rekuren

Penyebab abortus habitualis untuk sebagian besar tidak diketahui. Oleh

karena itu, penanganannya terdiri atas: memperbaiki keadaan umum,

pemberian makanan yang sempurna, anjuran istirahat cukup banyak,

larangan koitus dan olah raga. Terapi dengan hormon progesteron, vitamin,

hormon tiroid, dan lainnya mungkin hanya mempunyai pengaruh psikologis.

Risiko perdarahan pervaginam yang hebat maka perlu diperhatikan adanya

tanda-tanda syok dan hemodinamik yang tidak stabil serta tanda-tanda vital.

Jika pasien hipotensi, diberikan secara intravena-bolus kristaloid untuk

stabilisasi hemodinamik, memberikan oksigen, dan mengirim jaringan yang

ada, ke rumah sakit untuk diperiksa.51

6. Missed abortion

Bila gestasional <12 minggu, bisa langsung dilakukan dilatasi dan kuretase

jika seviks memungkinkan. Bila gestasional >12 minggu / <20 minggu,

dilakukan induksi (untuk mengeluarkan janin) & diberi Invus (iv) cairan

oksitosin (untuk profilaksis retensi cairan). Terdapat tehnik pemberian

prostagalandin untuk induksi serta berefek pd pembukaan ostium serviks,

dgn pemberian mesoprostol (sublingual). Bila usia gestasi lebih dari 4

Page 19: 3

minggu memungkinkan terjadinya gangguan trombosis darah oleh karena

hipofibrinogenemia sehingga perlu diperiksa koagulasi sebelum tindakan

evakuasi dan kuretase.27

7. Abortus infeksi atau septik

Kuretase dilakukan setelah 6 jam diberikan antibiotika yang adekuat. Pada

infeksi berat, diberikan ampisilin intravena 2 g setiap 6 jam, gentamisin 5

mg/kgBB intravena selama 24 jam, dan metronidazole 500 mg intravena

setiap 8 jam. Pada infeksi ringan, cukup diberikan amoxicillin oral 3 kali

sehari selama 5 hari, metronidazole oral 400 mg 3 kali sehari selama 5 hari,

dan gentamisin intravena 5 mg/kgBB bila perlu.103

8. Blighted ovum

Dilatasi dan kuraetase secara selektif.

2.11. Pencegahan

Pada serviks inkompeten, dilakukan operasi untuk mengecilkan ostium uteri

pada kehamilan 12 minggu atau lebih sedikit. Dasar operasinya adalah

memperkuat jaringan serviks yang lemah dengan melingkari daerah ostium uteri

internum dengan benang sutera atau dakron yang tebal. Jika berhasil maka

kehamilan dapat dilanjutkan sampai hampir cukup bulan dan benang dipotong

pada usia kehamilan 38 minggu. Operasi tersebut dapat dilakukan menurut cara

Shirodkar atau cara Mac Donald.104

2.12. Prognosis

Selain pada kasus antibodi antifosfolipid dan serviks inkompeten, angka

kesembuhan setelah tiga kali abortus berturut-turut berkisar antara 70 dan 85 %,

apapun terapinya. Bahkan, Warburton dan Fraser (1964) menunjukkan

kemungkinan abortus rekuren adalah 25-30% berapapun jumlah abortus

sebelumnya. Poland, et al. (1977) mencatat bahwa apabila seorang wanita pernah

melahirkan bayi hidup, risiko untuk setiap abortus rekuren adalah 30%. Namun,

apabila wanita belum pernah melhairkan bayi hidup dan pernah mengalami paling

sedikit satu kali abortus spontan, risiko abortus adalah 46%. Wanita dengan

abortus spontan tiga kali atau lebih berisiko lebih besar mengalami pelahiran

Page 20: 3

preterm, plasenta previa, presentasi bokong, dan malformasi janin pada kehamilan

berikutnya (Thom dkk, 1992).27,51