3.1 DEFINISI MUTU · Oleh karena itu program ... ditanganinya dengan pembuktian kepemilikan...

14
11 III. TINJAUAN PUSTAKA 3.1 DEFINISI MUTU Tantangan bagi perusahaan untuk menjadi dan tetap kompetitif belum pernah sekeras sekarang. Landasan persaingan bukan berpusat pada biaya saja, tetapi pada sejumlah faktor kesuksesan lain seperti mutu, pelayanan, dan inovasi. Perusahaan dengan mutu bagus dapat mengendalikan harga yang lebih tinggi dan akan selalu diingat konsumen. Mutu merupakan istilah yang mempunyai makna berbeda bagi setiap orang. Memahami dimensi mutu produk perusahaan merupakan langkah awal dalam mengembangkan dan memelihara keunggulan produk dalam persaingan bisnis. Disukai atau tidak, konsumen merupakan pihak yang paling berkepentingan dalam menilai mutu produk yang dikonsumsinya. Nasution (2005) mengatakan ada hubungan yang erat antara mutu produk (barang dan jasa), kepuasan pelanggan, dan laba perusahaan. Semakin tinggi mutu, semakin tinggi kepuasan pelanggan dan pada waktu yang bersamaan mendukung harga jual yang tinggi dan seringkali biaya produksi menjadi rendah. Oleh karena itu program perbaikan mutu umumnya meningkatkan laba. Dalam pemilihan setiap produk yang akan dikonsumsi, konsumen seringkali mempertimbangkan mutu dari produk tersebut. Sama halnya dengan perusahaan dalam memproduksi dan menyalurkan suatu produk selalu mengaitkan dengan mutu produk tersebut. Jelas dapat kita lihat bahwa mutu memegang peranan yang penting baik bagi pihak konsumen maupun produsen. Beberapa pakar mutu mendefinisikan mutu dalam pengertian yang berbeda. Berikut merupakan definisi mutu yang dikemukakan oleh para ahli: - Joseph M. Juran Juran berpendapat bahwa mutu berarti kesesuaian dengan penggunaan (fitness for use). Juran menjelaskan arti fitness for use sebagai: (1) quality of design (mutu rancangan) atau sering disebut sebagai mutu absolut artinya mutu yang dirancang dan direncanakan dan (2) quality of conformance (mutu kesesuaian), yaitu tingkat kesesuaian produk atau jasa terhadap rancangan yang sudah dibuat. Produk dan jasa dapat mempunyai rancangan yang baik tetapi dalam pembuatannya memiliki kemungkinan terjadinya ketidaksesuaian (kekurangan). Hal ini dapat mengakibatkan scrap (waste), pekerjaan ulang, penurunan mutu, dan jika lolos ke pasar tidak laku atau malah akan menimbulkan citra negatif ( Muhandri dan Kadarisman 2008). - Philips B. Crosby Didefinisikan bahwa mutu sebagai conformace to requirement. Dengan definisi ini Crosby menitikberatkan kegiatan mutu perusahaan untuk mencoba mengerti harapan- harapan konsumen, memenuhi harapan-harapan konsumen tersebut, sehingga perlu pandangan eksternal mengenai mutu agar penyusunan sasaran mutu lebih realistis dan sesuai dengan permintaan dan keinginan (Tenner 1992).

Transcript of 3.1 DEFINISI MUTU · Oleh karena itu program ... ditanganinya dengan pembuktian kepemilikan...

Page 1: 3.1 DEFINISI MUTU · Oleh karena itu program ... ditanganinya dengan pembuktian kepemilikan Sertifikat Penyuluhan Keamanan ... prinsip dan praktek higiene dan sanitasi pangan serta

11

III. TINJAUAN PUSTAKA

3.1 DEFINISI MUTU

Tantangan bagi perusahaan untuk menjadi dan tetap kompetitif belum pernah

sekeras sekarang. Landasan persaingan bukan berpusat pada biaya saja, tetapi pada

sejumlah faktor kesuksesan lain seperti mutu, pelayanan, dan inovasi. Perusahaan dengan

mutu bagus dapat mengendalikan harga yang lebih tinggi dan akan selalu diingat

konsumen. Mutu merupakan istilah yang mempunyai makna berbeda bagi setiap orang.

Memahami dimensi mutu produk perusahaan merupakan langkah awal dalam

mengembangkan dan memelihara keunggulan produk dalam persaingan bisnis. Disukai

atau tidak, konsumen merupakan pihak yang paling berkepentingan dalam menilai mutu

produk yang dikonsumsinya.

Nasution (2005) mengatakan ada hubungan yang erat antara mutu produk

(barang dan jasa), kepuasan pelanggan, dan laba perusahaan. Semakin tinggi mutu,

semakin tinggi kepuasan pelanggan dan pada waktu yang bersamaan mendukung harga

jual yang tinggi dan seringkali biaya produksi menjadi rendah. Oleh karena itu program

perbaikan mutu umumnya meningkatkan laba. Dalam pemilihan setiap produk yang akan

dikonsumsi, konsumen seringkali mempertimbangkan mutu dari produk tersebut. Sama

halnya dengan perusahaan dalam memproduksi dan menyalurkan suatu produk selalu

mengaitkan dengan mutu produk tersebut. Jelas dapat kita lihat bahwa mutu memegang

peranan yang penting baik bagi pihak konsumen maupun produsen.

Beberapa pakar mutu mendefinisikan mutu dalam pengertian yang berbeda.

Berikut merupakan definisi mutu yang dikemukakan oleh para ahli:

- Joseph M. Juran

Juran berpendapat bahwa mutu berarti kesesuaian dengan penggunaan (fitness

for use). Juran menjelaskan arti fitness for use sebagai: (1) quality of design (mutu

rancangan) atau sering disebut sebagai mutu absolut artinya mutu yang dirancang dan

direncanakan dan (2) quality of conformance (mutu kesesuaian), yaitu tingkat kesesuaian

produk atau jasa terhadap rancangan yang sudah dibuat. Produk dan jasa dapat

mempunyai rancangan yang baik tetapi dalam pembuatannya memiliki kemungkinan

terjadinya ketidaksesuaian (kekurangan). Hal ini dapat mengakibatkan scrap (waste),

pekerjaan ulang, penurunan mutu, dan jika lolos ke pasar tidak laku atau malah akan

menimbulkan citra negatif ( Muhandri dan Kadarisman 2008).

- Philips B. Crosby

Didefinisikan bahwa mutu sebagai conformace to requirement. Dengan definisi

ini Crosby menitikberatkan kegiatan mutu perusahaan untuk mencoba mengerti harapan-

harapan konsumen, memenuhi harapan-harapan konsumen tersebut, sehingga perlu

pandangan eksternal mengenai mutu agar penyusunan sasaran mutu lebih realistis dan

sesuai dengan permintaan dan keinginan (Tenner 1992).

Page 2: 3.1 DEFINISI MUTU · Oleh karena itu program ... ditanganinya dengan pembuktian kepemilikan Sertifikat Penyuluhan Keamanan ... prinsip dan praktek higiene dan sanitasi pangan serta

12

- Feigenbaum

Feigenbaum mengemukakan bahwa mutu sebagai total composite product and

service characteristics of marketing, engineering, manufacture, and maintenance

through which the 20 product and service in use will meet the expectation of the

customer. Memiliki pengertian bahwa mutu merupakan keseluruhan gabungan

karakteristik produk dan jasa dari pemasaran, rekayasa, pembikinan, dan pemeliharaan

yang membuat produk dan jasa yang digunakan memenuhi harapan-harapan pelanggan

(Feigenbaum 1996).

- ISO 9000

ISO 9000 mendefinisikan mutu sebagai derajat dari serangkaian karakteristik

produk dan jasa yang memenuhi kebutuhan atau harapan yang dinyatakan (Suardi

2001). Muhandri dan Kadarisman (2008) menyimpulkan bahwa mutu adalah kesesuaian

serangkaian produk atau jasa dengan standar yang ditetapkan perusahaan berdasarkan

syarat, kebutuhan dan keinginan konsumen. Pemahaman mengenai mutu dapat dilihat

pada Gambar 1.

Gambar 2. Pemahaman mengenai mutu (Muhandri dan Kadarisman 2005).

Dari berbagai definisi mutu yang ada Manik (2004) juga menjelaskan bahwa

semuanya mengacu pada suatu konsep mutu, yakni total customer satisfaction yang

dijelaskan pada Gambar 3.

Perusahaan Produk/Jasa

Karakteristik

Standar

Konsumen

- Syarat

- Kebutuhan

- Keinginan

Membuat

Menetapkan

sesuai

Permintaa n

Page 3: 3.1 DEFINISI MUTU · Oleh karena itu program ... ditanganinya dengan pembuktian kepemilikan Sertifikat Penyuluhan Keamanan ... prinsip dan praktek higiene dan sanitasi pangan serta

13

Permintaan konsumen terus berkembang

Persyaratan mutu juga berkembang

Diperlukan pengembangan metode atau pendekatan (tools) untuk menghasilkan mutu

yang baik

Karena mutu memiliki berbagai karakteristik maka perlu didefinisikan dengan tepat

Tanpa definisi yang jelas maka mutu sulit untuk dibangun, diukur, dikendalikan, dan

dikembangkan

Gambar 3. Konsep mutu (Manik 2004)

3.2 GOOD MANUFACTURING PRACTICES (GMP)

Good Manufacturing Practices merupakan prasyarat minimum untuk

pengolahan dan sanitasi yang harus diterapkan di semua industri pengolahan makanan

agar dapat menghasilkan produk yang bermutu baik dan aman secara konsisten.

Cara Produksi Pangan Yang Baik Untuk Industri Rumah Tangga (CPPB-IRT)

Menurut Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia

nomor HK.03.1.23.04.12.2206 Tahun 2012 mencakup:

1. Lokasi dan Lingkungan Produksi

Lokasi IRTP seharusnya dijaga tetap bersih, bebas dari sampah, bau, asap,

kotoran, dan debu. Lingkungan seharusnya selalu dipertahankan dalam keadaan bersih.

2. Bangunan dan Fasilitas

Ruang produksi sebaiknya cukup luas dan mudah dibersihkan. Ruang produksi

sebaiknya tidak digunakan untuk memproduksi produk lain selain pangan Dari segi

konstruksi ruangan sebaiknya terbuat dari bahan yang tahan lama dan seharusnya mudah

dipelihara dan dibersihkan atau didesinfeksi, serta meliputi: lantai, dinding atau pemisah

ruangan, atap dan langit-langit, pintu, jendela, lubang angin atau ventilasi dan permukaan

tempat kerja serta penggunaan bahan gelas.

3. Peralatan Produksi

Peralatan produksi sebaiknya terbuat dari bahan yang kuat, tahan lama, tidak

beracun, mudah dipindahkan atau dibongkar pasang sehingga mudah dibersihkan dan

dipelihara serta memudahkan pemantauan dan pengendalian hama. Permukaan yang

kontak langsung dengan pangan harus halus, tidak bercelah atau berlubang, tidak

mengelupas, tidak berkarat dan tidak menyerap air. Peralatan harus tidak menimbulkan

pencemaran terhadap produk pangan oleh jasad renik, bahan logam yang terlepas dari

Page 4: 3.1 DEFINISI MUTU · Oleh karena itu program ... ditanganinya dengan pembuktian kepemilikan Sertifikat Penyuluhan Keamanan ... prinsip dan praktek higiene dan sanitasi pangan serta

14

mesin / peralatan, minyak pelumas, bahan bakar dan bahan-bahan lain yang menimbulkan

bahaya; termasuk bahan kontak pangan /zat kontak pangan dar kemasan pangan ke dalam

pangan yang menimbulkan bahaya.

4. Suplai Air atau Sarana Penyediaan Air

Air yang digunakan untuk proses produksi harus air bersih dan sebaiknya dalam

jumlah yang cukup memenuhi seluruh kebutuhan

5. Fasilitas dan Kegiatan Higiene dan Sanitasi

Sarana pembersihan / pencucian bahan pangan, peralatan, perlengkapan dan

bangunan (Iantai, dinding dan lain-lain), seperti sapu, sikat, pel, lap dan / atau kemoceng,

deterjen, ember, bahan sanitasi sebaiknya tersedia dan terawat dengan baik.

. Sarana higiene karyawan seperti fasilitas untuk cuci tangan dan toilet / jamban

seharusnya tersedia dalam jumlah cukup dan dalam keadaan bersih untuk menjamin

kebersihan karyawan guna mencegah kontaminasi terhadap bahan pangan.

6. Kesehatan dan Higiene Karyawan

Karyawan yang bekerja di bagian pangan harus memenuhi persyaratan

diantaranya dalam keadaan sehat, Jika sakit atau baru sembuh dari sakit dan diduga

masih membawa penyakit tidak diperkenankan masuk ke ruang produksi. Jika

menunjukkan gejala atau menderita penyakit menular, tidak diperkenankan masuk ke

ruang produksi.

7. Pemeliharaan dan Program Higiene dan Sanitasi

Lingkungan, bangunan, peralatan dan lainnya seharusnya dalam keadaan terawat

dengan baik dan berfungsi sebagaimana mestinya. Peralatan produksi harus dibersihkan

secara teratur untuk menghilangkan sisa-sisa pangan dan kotoran. Bahan kimia pencuci

sebaiknya ditangani dan digunakan sesuai prosedur dan disimpan di dalam wadah yang

berlabel untuk menghindari pencemaran terhadap bahan baku dan produk pangan

8. Penyimpanan

Bahan dan produk akhir harus disimpan terpisah dalam ruangan yang bersih,

sesuai dengan suhu penyimpanan, bebas hama, penerangannya cukup .Penyimpanan

bahan baku tidak boleh menyentuh lantai, menempel ke dinding maupun langit-langit.

Penyimpanan bahan dan produk akhir harus diberi tanda dan menggunakan

sistem First In First Out (FIFO) dan sistem First Expired First Out (FEFO), yaitu bahan

yang lebih dahulu masuk dan / atau memilki tanggal kedaluwarsa lebih awal harus

digunakan terlebih dahulu dan produk akhir yang lebih dahulu diproduksi harus

digunakan / diedarkan terlebih dahulu.

9. Pengendalian Proses

Untuk menghasilkan produk yang bermutu dan aman, proses produksi harus

dikendalikan dengan benar. Pengendalian proses produksi pangan industri rumah tangga

pangan dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut :

a) Penetapan spesifikasi bahan;

b) Penetapan komposisi dan formulasi bahan;

Page 5: 3.1 DEFINISI MUTU · Oleh karena itu program ... ditanganinya dengan pembuktian kepemilikan Sertifikat Penyuluhan Keamanan ... prinsip dan praktek higiene dan sanitasi pangan serta

15

c) Penetapan cara produksi yang baku ;

d) Penetapan jenis, ukuran, dan spesifikasi kemasan

e) Penetapan keterangan lengkap tentang produk yang akan dihasilkan termasuk nama

produk, tanggal produksi, tanggal kadaluwarsa.

10. Pelabelan Pangan

Label pangan IRT harus memenuhi ketentuan yang tercantum dalam Peraturan

Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan atau perubahannya;

dan peraturan lainnya tentang label dan iklan pangan. Label pangan sekurang-kurangnya

memuat :

a) Nama produk sesuai dengan jenis pangan IRT yang ada di Peraturan Kepala Badan

POM HK.03.1.23.04.12.2205 Tahun 2012 tentang Pemberian Sertifikat Produksi

Pangan Industri Rumah Tangga.

b) Daftar bahan atau komposisi yang digunakan

c) Berat bersih atau isi bersih

d) Nama dan alamat IRTP

e) Tanggal, bulan dan tahun kedaluwarsa

f) Kode produksi

g) Nomor P-IRT Label pangan IRT tidak boleh mencantumkan klaim kesehatan atau

klaim gizi

11. Pengawasan dan Penanggung Jawab

Penanggung jawab minimal harus mempunyai pengetahuan tentang prinsip-

prinsip dan praktek higiene dan sanitasi pangan serta proses produksi pangan yang

ditanganinya dengan pembuktian kepemilikan Sertifikat Penyuluhan Keamanan Pangan

(Sertifikat PKP). Penanggungjawab seharusnya melakukan pengawasan secara rutin yang

mencakup : Pengawasan bahan dan pengawasan koreksi serta tindakan koreksi yang

mungkin diperlukan

12. Penarikan Produk

Penarikan produk pangan adalah tindakan menghentikan peredaran pangan

karena diduga sebagai penyebab timbulnya penyakit/keracunan pangan atau karena tidak

memenuhi persyaratan/ peraturan perundang-undangan di bidang pangan. Tujuannya

adalah mencegah timbulnya korban yang lebih banyak karena mengkonsumsi pangan

yang membahayakan kesehatan dan/ atau melindungi masyarakat dari produk pangan

yang tidak memenuhi persyaratan keamanan pangan

.

13. Pencatatan dan Dokumentasi

Pemilik seharusnya mencatat dan mendokumentasikan Penerimaan bahan baku,

bahan tambahan pangan (BTP), dan bahan penolong sekurang-kurangnya memuat nama

bahan, jumlah, tanggal pembelian, nama dan alamat pemasok.

Dan untuk Produk akhir sekurang-kurangnya memuat nama jenis produk,

tanggal produksi, kode produksi, jumlah produksi dan tempat distribusi / penjualan

Page 6: 3.1 DEFINISI MUTU · Oleh karena itu program ... ditanganinya dengan pembuktian kepemilikan Sertifikat Penyuluhan Keamanan ... prinsip dan praktek higiene dan sanitasi pangan serta

16

14. Pelatihan dan Karyawan

Pimpinan dan karyawan IRTP harus mempunyai pengetahuan dasar mengenai

prinsip - prinsip dan praktek higiene dan sanitasi pangan serta proses Pengolahan pangan

yang ditanganinya agar mampu mendeteksi resiko yang mungkin terjadi dan bila perlu

mampu memperbaiki penyimpangan yang terjadi serta dapat memproduksi pangan yang

bermutu dan aman.

3.3 SANITATION STANDARD OPERATING PROCEDURE

(SSOP)

Sanitation Standard Operating Procedure (SSOP) adalah prosedur tertulis

dimana proses pembuatan pangan harus diproduksi dalam kondisi dan cara yang saniter.

SSOP merupakan prosedur dimana proses produksi harus dilakukan dalam kondisi dan

cara yang saniter. SSOP menurut FDA (1995) terdiri dari delapan aspek, yaitu:

1. Keamanan air untuk proses produksi

Air yang kontak langsung dengan makanan atau peralatan dan digunakan dalam

proses produksi harus aman dan bersumber dari air yang bersih.

2. Kondisi kebersihan permukaan yang kontak dengan bahan pangan

Semua peralatan dan perlengkapan yang kontak dengan bahan pangan harus

didesain dan terbuat dari bahan yang mudah dibersihkan, tidak toksik dan tidak mudah

terkikis. Semua peralatan dan perlengkapan yang kontak dengan bahan harus dibersihkan

dengan metode pembersihan yang efektif setiap setelah selesai produksi. Sarung tangan

dan seragam produksi yang kontak dengan bahan pangan harus terbuat dari bahan yang

kuat dan tidak mudah terkelupas.

3. Pencegahan kontaminasi silang dari objek yang tidak saniter

Tangan pekerja, sarung tangan, seragam produksi, peralatan dan perlengkapan

yang kontak dengan bahan pangan harus dalam keadaan bersih dan tidak boleh digunakan

jika terkena kotoran atau cemaran. Tangan pekerja, sarung tangan, seragam produksi,

peralatan dan perlengkapan yang kontak dengan bahan pangan tidak boleh digunakan jika

tercemar dengan bahan baku yang mempengaruhi mutu produk akhir. Proses pengolahan

kondisi peralatan atau perlengkapan produksi harus tertutup untuk mencegah kontaminasi

silang selama proses.

4. Penyediaan dan pemeliharaan fasilitas sanitasi, cuci tangan dan toilet

Lokasi fasilitas sanitasi dan cuci tangan harus mudah dijangkau oleh pekerja dan

dekat dengan area pengolahan. Fasilitas toilet harus cukup tersedia dan dilengkapi dengan

tempatpenggantian pakaian kotor.

5. Perlindungan bahan pangan, kemasan untuk produk akhir dan bahan yang kontak

dengan bahan pangan

Bahan pangan, kemasan untuk produk akhir dan bahan yang kontak dengan

bahan pangan harus terlindung dari cemaran kimia, fisik dan biologis. Bahan pangan,

kemasan untuk produk akhir dan bahan yang kontak dengan bahan pangan harus

terlindung dari tetesan, aliran air dan debu/kotoran yang jatuh ke bahan pangan.

Page 7: 3.1 DEFINISI MUTU · Oleh karena itu program ... ditanganinya dengan pembuktian kepemilikan Sertifikat Penyuluhan Keamanan ... prinsip dan praktek higiene dan sanitasi pangan serta

17

6. Pelabelan dan Penyimpanan

Komponen yang toksik harus dalam kemasan yang tertutup rapat dan terpisah

penempatannya dari peralatan produksi dan produk akhir Pengemasan dan penyimpanan

didesain untuk meminimumkan kontaminasi silang dari cemaran fisik, kimia, dan biologis

7. Kontrol kesehatan pekerja

Kondisi yang dalam keadaan sakit, luka yang dapat menjadi sumber kontaminasi

pada proses pengolahan, kemasan dan produk akhir tidak boleh masuk sampai kondisinya

normal

8. Pencegahan hama pabrik

Ruang produksi, gudang dan ruang lain harus bebas dari hama pabrik, seperti

tikus, serangga, dan lain-lain

3.4 SISTEM MUTU Feigenbaum (1996) mendefinisikan suatu sistem adalah sesuatu yang disetujui

bersama, struktur kerja operasi keseluruhan perusahaan dan pabrik terdokumentasi dalam

prosedur-prosedur manajerial dan teknik terpadu yang efektif, untuk membimbing tindakan-

tindakan terkoordinasi dari orang, mesin, dan informasi di perusahaan dan pabrik tersebut

melalui cara yang baik dan paling praktis untuk menjamin kepuasan pelanggan akan mutu dan

biaya mutu yang ekonomis. Sistem mutu yang tangguh menyediakan suatu landasan

manajemen dan kerekayasaan untuk kendali yang berorientasi pada pencegahan efektif yang

menangani secara ekonomis dan serasi tingkat kerumitan masa kini dari manusia, mesin, dan

informasi yang merupakan karakteristik operasi pabrik dan perusahaan masa kini.

Sedangkan sistem mutu menurut ISO 9000 dalam Kadarisman (1994) mencakup mutu

(karakteristik menyeluruh produk atau jasa), kebijakan mutu (keseluruhan maksud dan tujuan

organisasi), manajemen mutu (seluruh aspek fungsi manajemen yang menetapkan dan

melaksanakan kebijakan mutu), pengendalian mutu (teknik dan kegiatan operasional untuk

memenuhi persyaratan mutu), dan jaminan mutu (perencanaan dan kegiatan sistematis yang

diperlukan untuk memberikan keyakinan). Sistem mutu dimaksudkan untuk mengidentifikasi

seluruh tugas yang berkaitan dengan mutu, mengalokasikan tanggung jawab dan membangun

hubungan kerjasama dalam perusahaan. Sistem mutu juga dimaksudkan untuk membangun

mekanisme dalam rangka memadukan semua fungsi menjadi suatu sistem yang menyeluruh.

3.4.1 HACCP HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point) adalah suatu sistem jaminan mutu

yang mendasarkan kepada kesadaran atau penghayatan bahwa hazard (bahaya) dapat timbul

pada berbagai titik atau tahap produksi tertentu, teteapi dapat dilakukan pengendalian untuk

mengontrol bahaya tersebut. Kunci utama HACCP adalah antisipasi bahaya dan identifikasi

titik pengawasan yang mengutamakan kepada tindakan pencegahan daripada mengandalkan

pengujian produk akhir (Winarno 2004).

Page 8: 3.1 DEFINISI MUTU · Oleh karena itu program ... ditanganinya dengan pembuktian kepemilikan Sertifikat Penyuluhan Keamanan ... prinsip dan praktek higiene dan sanitasi pangan serta

18

Sistem HACCP bukan merupakan sistem jaminan keamanan pangan yang zero risk atau

tanpa resiko, tetapi dirancang untuk meminimukan resiko bahaya keamanan pangan. Sistem

HACCP juga dianggap sebagai alat manajemen yang digunakan untuk memproteksi rantai

pasokan pangan dan proses produksi terhadap kontaminasi bahaya-bahaya mikrobiologis,

kimia dan fisik (Winarno 2004).

Para pakar ilmu pangan berpendapat bahwa HACCP memberikan elemen-elemen penting

dalam sistem manajemen keamanan maupun GMP (Good Manufacturing Practices) dengan

cara yang sangat sistematis dan mudah sehingga dapat diterapkan dalam berbagai level industri

pangan, dan seluruh rantai produksi pangan.

Codex Alimentarius Commission pada tahun 1993 mengadopsi sistem HACCP yang

kemudian disempurnakan pada tahun 1996, telah memberikan pedoman implementasi HACCP

dengan membagi langkah-langkah penerapan secara sistematis menjadi 12 langkah, yang

terdiri dari 5 langkah awal persiapan dan diikuti 7 langkah berikutnya yang merupakan 7

prinsip HACCP. Kedua belas langkah tersebut digambarkan sebagai suatu alur tahap

penerapan HACCP. Menurut Winarno (2004), Aplikasi HACCP terdiri dari 12 tahapan, yaitu

menyusun tim HACCP, deskripsi produk, identifikasi tujuan penggunaan, menyusun diagram

alir, verifikasi diagram alir, analisa bahaya dan tindakan pencegahannya, menetapkan titik

kendali kritis (CCP), menyusun batas kritis untuk masing-masing CCP, menentukan prosedur

pemantauan, menentukan prosedur tindakan koreksi, prosedur verifikasi, dan membuat sistem

pencatatan yang efektif

3.5 PENGENDALIAN PROSES SECARA STATISTIK

Menurut Gaspersz (1998), pengendalian proses statistikal adalah suatu metodologi

pengumpulan dan analisis data mutu, serta penentuan dan interpretasi pengukuran-pengukuran

yang menjelaskan tentang proses dalam sistem suatu industri untuk meningkatkan mutu produk

yang dihasilkan guna memenuhi kebutuhan dan ekspektasi atau kepuasan pelanggan. Menurut

Deming (1995), pengendalian proses secara statistik ialah alat yang digunakan industri dan

bisnis untuk mencapai mutu yang diinginkan dari suatu produk dan jasa.

Menurut Wayworld (2001), pengendalian proses secara statistik adalah metode

pengukuran, pemahaman, dan pengawasan variasi dalam suatu proses manufacturing.

Pengendalian proses secara statistik juga menyediakan alat yang andal untuk memonitor

stabilitas dari variabel proses. Pengendalian proses statistikal bertujuan untuk 1)

mengendalikan dan memantau terjadinya penyimpangan mutu produk, 2) memberikan

peringatan dini untuk mencegah terjadinya penyimpangan mutu produk lebih lanjut, 3)

memberikan petunjuk waktu yang tepat untuk segera melakukan tindakan koreksi dari proses

yang menyimpang, dan 4) mengenali penyebab keragaman atau penyimpangan produk

(Hubeis 1999).

Tujuan utama pengendalian proses secara statistik adalah pengurangan variasi yang

sistematik dalam karakteristik mutu kunci produk. Pengendalian proses secara statistik akan

menstabilkan proses dan mengurangi variasi sehingga menghasilkan biaya mutu yang lebih

rendah dan mempertinggi posisi dalam kompetisi yang semakin ketat (Montgomery 1996).

Mengetahui variasi suatu proses dalam menghasilkan output sangat penting, agar dapat

mengambil tindakan-tindakan perbaikan terhadap proses itu secara tepat. Metode statistik

diperlukan untuk mengidentifikasi penyimpangan dan menunjukkan penyebab berbagai

Page 9: 3.1 DEFINISI MUTU · Oleh karena itu program ... ditanganinya dengan pembuktian kepemilikan Sertifikat Penyuluhan Keamanan ... prinsip dan praktek higiene dan sanitasi pangan serta

19

penyimpangan baik untuk proses produksi maupun bisnis, sehingga menyebabkan peningkatan

produktivitas (Ryan 1989).

Pengendalian proses secara statistik berarti proses itu dikendalikan berdasarkan catatan

data yang secara terus menerus dikumpulkan dan dianalisis agar menghasilkan informasi yang

dapat digunakan dalam mengendalikan dan meningkatkan proses sehingga proses memiliki

kemampuan untuk memenuhi spesifikasi output yang diinginkan (Gaspersz 1998).

Menurut Gaspersz (1998), teknik-teknik pengendalian proses yang dapat digunakan

berupa : 1) lembar pemeriksaan (check sheet), 2) stratifikasi, 3) diagram Pareto, 4) diagram

pencar (scatter diagram), 5) diagram sebab-akibat, 6) histogram, dan 7) bagan kendali

(control chart). Sedangkan Langkah - langkah pengendalian proses secara statistikal dapat

diuraikan sebagai berikut : 1) merencanakan penggunaan alat-alat statistikal, 2) memulai

menggunakan alat-alat statistikal, 3) mempertahankan atau menstabilkan proses dengan cara

menghilangkan variasi penyebab khusus yang dianggap merugikan, 4) merencanakan

perbaikan proses terus-menerus melalui pengurangan variasi penyebab umum, dan 5)

mengevaluasi dan meninjau ulang terhadap penggunaan alat-alat statistikal tersebut

1. Lembar Pemeriksaan (Check Sheet)

Check sheet adalah alat bantu manajemen mutu sederhana yang bentuknya

menyerupai tabel dan digunakan untuk mengoleksi data. Check sheet dalam

pengertian yang sebenarnya tak lain adalah tempat menuliskan catatan tentang

jumlah sesuatu, di mana jumlah tersebut diisikan satu demi satu, sehingga pada

akhirnya dapat dijumlahkan nilai totalnya. Lembar pemeriksaan memiliki banyak

tujuan, tetapi yang utama adalah untuk memudahkan pengumpulan data dalam

bentuk yang dapat dengan mudah digunakan, dan dianalisis secara otomatis. Lembar

pemeriksaan yang biasanya digunakan pada suatu pabrik mempunyai fungsi

pemeriksaan distribusi proses produksi, pemeriksaan item cacat, pemeriksaan lokasi

cacat, pemeriksaan penyebab cacat, pemeriksaan konfirmasi pemeriksaan, dan lain-

lain. Salah satu fungsi yang disebutkan adalah pemeriksaan item cacat, untuk

mengurangi jumlah cacat yang terjadi dalam suatu proses perlu diketahui macam

kerusakan dan persentasenya. Karena setiap kerusakan mempunyai penyebab yang

berlainan, maka tidak tepat kalau hanya mencatat jumlah total kerusakan (Ishikawa

1989).

2. Bagan Kendali (Control Chart)

Bagan kendali pertama kali diperkenalkan oleh Dr. Walter Andrew Shewhart

dari Bell Telephone Laboratories, Amerika Serikat, pada tahun 1924 dengan maksud

untuk menghilangkan variasi tidak normal melalui pemisahan variasi yang

disebabkan oleh penyebab khusus (special-causes variation) dari variasi yang

disebabkan oleh penyebab umum (common-causes variation) (Gaspersz 2001).

Menurut Muhandri dan Kadarisman (2005), bagan kendali (control chart)

merupakan grafik garis yang mencantumkan batas maksimum dan batasminimum

yang merupakan daerah batas pengendalian. Menurut Gaspersz (1998), pada

dasarnya setiap bagan kendali memiliki : 1) sumbu X melambangkan nomor contoh,

2) sumbu Y melambangkan karakteristik output, 3) garis tengah atau Central Line

(CL), dan 4) sepasang batas pengendali, yaitu Batas Pengendali Atas (BPA) atau

Page 10: 3.1 DEFINISI MUTU · Oleh karena itu program ... ditanganinya dengan pembuktian kepemilikan Sertifikat Penyuluhan Keamanan ... prinsip dan praktek higiene dan sanitasi pangan serta

20

Upper Control Limit (UCL) dan Batas Pengendali Bawah (BPB) atau Lower Control

Limit (LCL).

Data variabel menunjukkan karakteristik mutu yang mempunyai dimensi

kontinyu yang dapat mengambil nilai-nilai kontinyu dalam kemungkinan yang tidak

terbatas, seperti : panjang, kecepatan, volume, volume, dan lain-lain. Data atribut

hanya memiliki dua nilai yang berkaitan dengan YA atau TIDAK, seperti : sesuai

atau tidak sesuai, berhasil atau gagal, lulus atau tidak lulus, hadir atau tidak hadir,

dan lain-lain (Gaspersz 1998).

Bagan kendali X-bar (rata-rata) dan R (Range) digunakan untuk memantau

proses yang mempunyai karakteristik berdimensi kontinyu, sehingga bagan kendali

X-bar dan R sering disebut sebagai bagan kendali untuk data variabel. Bagan kendali

X-bar menjelaskan tentang apakah perubahan-perubahan telah terjadi dalam ukuran

titik pusat (central tendency) atau rata-rata dari suatu proses. Hal ini mungkin

disebabkan oleh faktor-faktor seperti peralatan yang dipakai, peningkatan suhu

secara gradual, perbedaan metode yang digunakan dalam shift, material baru, tenaga

kerja baru yang belum dilatih, dan lain-lain. Sementara itu bagan kendali R (Range)

menjelaskan tentang apakah perubahan-perubahan telah terjadi dalam ukuran variasi,

dengan demikian berkaitan dengan perubahan homogenitas produk yang dihasilkan

melalui suatu proses. Hal ini mungkin disebabkan oleh faktor-faktor seperti bagian

peralatan yang hilang, minyak pelumas mesin yang tidak mengalir dengan baik,

kelelahan pekerja, dan lain-lain (Gaspersz 2001).

Menurut Tapiero (1996), bagan kendali X-bar digunakan untuk mengetahui

tingkat mutu proses rata-rata, sedangkan bagan kendali R digunakan untuk

mengetahui kisaran atau keragaman mutu. Menurut Gaspersz (2001), pembuatan

bagan kendali individual X dan MR (Moving Range = rentang bergerak) diterapkan

pada proses yang menghasilkan produk relatif homogen, misalnya dalam cairan

kimia, kandungan mineral dalam air, makanan, dan lain-lain.

Menurut Gaspersz (1998), pada dasarnya setiap bagan kendali memiliki : 1)

sumbu x yang melambangkan nomor contoh, 2) sumbu y yang melambangkan

karakteristik output, 3) garis tengah atau central line, 4) sepasang batas pengendali.

Satu batas pengendali ditempatkan di atas garis tengah yang dikenal sebagai Batas

Pengendali Atas (BPA) atau Upper Control Limit (UCL) dan yang satu lagi

ditempatkan di bawah garis tengah yang dikenal sebagai Batas Pengendali Bawah

(BPB) atau Lower Control Limit (LCL).

Menurut Deming (1995), kegunaan bagan kendali adalah : 1) meningkatkan

produktivitas, 2) mencegah produk cacat, 3) mencegah pengaturan proses yang tidak

perlu, 4) memberikan informasi tentang proses, dan 5) memberikan informasi tentang

kapabilitas proses. Proses terkendali secara statistik dicirikan oleh bagan kendali

yang semua titik-titik contohnya berada dalam batas-batas pengendalian (diantara

batas pengendali atas dan batas pengendali bawah). Dengan demikian apabila nilai-

nilai yang ditebarkan pada bagan kendali jatuh diluar batas pengendali, maka dapat

dinyatakan bahwa proses berada dalam keadaan tidak terkendali secara statistik

(Gaspersz 1998).

Menurut Montgomery (1996), bila proses terkendali, hampir semua titik

contoh akan berada di antara kedua batas pengendali. Titik yang berada di luar batas

pengendali menandakan bahwa proses tidak terkendali, dalam hal ini perlu diadakan

Page 11: 3.1 DEFINISI MUTU · Oleh karena itu program ... ditanganinya dengan pembuktian kepemilikan Sertifikat Penyuluhan Keamanan ... prinsip dan praktek higiene dan sanitasi pangan serta

21

penyelidikan untuk menemukan penyebabnya dan perbaikan pada proses untuk

menghilangkan penyebab tersebut.

3. Diagram Ishikawa (Sebab-Akibat)

Diagram tulang ikan (fishbone diagram) atau Diagram Ishikawa pertama kali

diperkenalkan oleh ahli management berkebangsaan Jepang yang bekerja di

perusahaan Kawasaki bernama Kaoru Ishikawa pada sekitar awal tahun 1960. Oleh

karena diagram ini berbentuk seperti tulang ikan, maka sering disebut juga Diagram

Tulang Ikan. Selain itu, karena penggunaannya untuk mengungkapkan semua

kemungkinan faktor yang menjadi menyebab suatu masalah, maka dinamakan

diagram sebab-akibat. Diagram ini dapat dikategorikan atas jenis klasifikasi proses,

dengan identifikasi proses dibuat terpisah atas dua bagian, dan jenis analisis

keragaman yang didasarkan pada faktor sebab utama dan lainnya (faktor

pendukung) atau hubungan sekuensial (Hubeis dan Kadarisman 2007).

Penyusunan Diagram Ishikawa bertujuan untuk mencari dan menemukan

beberapa sumber masalah yang menjadi kunci penyebab suatu masalah. Sumber-

sumber masalah yang teridentifikasi kemudian dijadikan target perbaikan. Diagram

ini juga mengungkapkan hubungan hirarki antar faktor penyebab masalah menuju

akibat yang ditimbulkannya. Mutu yang ingin kita perbaiki dan kendalikan secara

jelas disajikan dengan angka-angka yang menunjukkan panjang, kekerasan,

persentase cacat, dan sebagainya. Mereka disebut dengan “karakteristik mutu”.

Komposisi kimia, ukuran, dan seterusnya yang dapat menyebabkan penyebaran,

disebut faktor. Untuk mengilustrasikan pada sebuah diagram hubungan antara sebab

dan akibat, kita ingin mengetahui sebab dan akibat dalam bentuk yang nyata. Oleh

karenanya, akibat adalah karakteristik mutu dan sebab adalah faktor (Ishikawa

1989).

Menurut Muhandri dan Kadarisman (2008), secara umum terdapat lima

faktor utama yang berpengaruh terhadap suatu masalah, yaitu: lingkungan, manusia,

metode, bahan, mesin dan peralatan. Faktor penyebab akan digolongkan ke dalam

beberapa faktor utama tersebut yang diyakini sebagai sumber penyebab dari

masalah. Penyebab turunannya kemudian disusun berdasarkan hirarki

kepentingannya atau menurut detilnya, sehingga mampu mengungkap dan

menggambarkan hubungan sebab-akibat yang terjadi antar golongan penyebab itu.

Dengan demikian, diagram ini akan sangat bermanfaat untuk menelusuri akar

permasalahan, mengidentifikasi daerah-daerah di mana dapat timbul masalah serius

serta berguna dalam membandingkan kepentingan relatif berbagai penyebab

masalah tersebut.

Bentuk umum Diagram Ishikawa adalah bentuk tulang ikan yang disertai

berbagai tulang-tulang cabang dan ranting tergambarkan pada Gambar 4.

Page 12: 3.1 DEFINISI MUTU · Oleh karena itu program ... ditanganinya dengan pembuktian kepemilikan Sertifikat Penyuluhan Keamanan ... prinsip dan praktek higiene dan sanitasi pangan serta

22

Gambar 4. Bentuk Diagram Ishikawa.

Perlu diingat bahwa diagram diatas hanya merupakan alat untuk

mengidentifikasi faktor-faktor yang berpeluang menjadi penyebab masalah, bukan

mengidentifikasi penyebab masalah. langkah selanjutnya adalah melakukan

verifikasi di industri untuk menjawab pertanyaan “apakah setiap faktor sudah sesuai

dengan SOP atau aturan baku?”. Dari kegiatan verifikasi ini akan diperoleh faktor-

faktor yang diduga kuat menjadi penyebab masalah, perbaikan mutu dapat

difokuskan pada faktor-faktor ini (Muhandri dan Kadarisman 2008).

4. Why-Why Analysis

Why-Why Analysis adalah alat bantu (tools) root cause

analysis untuk problem solving. Tools ini membantu mengidentifikasi akar masalah

atau penyebab dari sebuah ketidaksesuaian pada proses atau produk. Why-Why

Analysis atau 5 Why’s Analysis biasa digunakan bersama dengan Diagram Tulang

Ikan (Fishbone Diagram) dan menggunakan teknik iterasi dengan bertanya mengapa

(Why) dan diulang beberapa kali sampai menemukan akar masalahnya (Anonim

2011)

5. Diagram Pareto

Nama Diagram Pareto diambil dari nama seorang ahli eknonomi

berkebangsaan Italia, Vilfredo Pareto, yang hidup disekitar awal abad ke-20.

Diagram Pareto didasarkan pada fakta bahwa sebagian besar dari masalah yang

timbul berakar pada sebagian kecil masalah utama. Diagram ini pada awalnya

menampilkan distribusi frekuensi tentang kesejahteraan beberapa negara, yang

kemudian ternyata sesuai untuk diterapkan pada manajemen mutu. Diagram Pareto

menunjukkan bahwa sekitar 80 % dari kekayaan atau kesejahteraan negara-negara

dikuasai oleh sekelompok kecil negara. Jika diterapkan pada manajemen mutu,

Diagram Pareto umumnya mengatakan bahwa 80% dari problem dapat diselesaikan

jika penyebab utamanya, yang umumnya ditimbulkan oleh sekelompok kecil

penyebab utama (20%), dapat diselesaikan (Hoyle 1994).

Diagram Pareto merupakan diagram yang terdiri atas grafik balok dan grafik

baris yang menggambarkan perbandingan masing-masing jenis data terhadap

keseluruhan (Muhandri dan Kadarisman 2008). Sebuah Diagram Pareto seperti ini,

menunjukkan masalah apa yang pertama harus kita pecahkan untuk menghilangkan

Page 13: 3.1 DEFINISI MUTU · Oleh karena itu program ... ditanganinya dengan pembuktian kepemilikan Sertifikat Penyuluhan Keamanan ... prinsip dan praktek higiene dan sanitasi pangan serta

23

kerusakan dan memperbaiki operasi. Walaupun ini terlihat sangat sederhana, grafik

balok ini sangat berguna dalam pengendalian mutu pabrik (Ishikawa 1989). Secara

rinci, Diagram Pareto berguna untuk hal-hal berikut (Muhandri dan Kadarisman

2008):

a. Menunjukkan masalah utama.

b. Menyatakan perbandingan masing-masing masalah terhadap keseluruhan.

c. Menunjukkan tingkat perbandingan setelah dilakukan tindakan pada masalah

terpilih.

d. Menunjukkan perbandingan masing-masing masalah sebelum dan sesudah

perbaikan.

Langkah-langkah pembuatan Diagram Pareto (Muhandri dan Kadarisman

2008):

a. Stratifikasi masalah dan nyatakan dengan angka.

b. Tentukan jangka waktu pengumpulan data.

c. Atur masing-masing penyebab (dari hasil stratifikasi dibuat berurutan sesuai

dengan besarnya nilai dan gambarkan grafik kolom (balok). Penyebab terbesar

ada di sebelah paling kiri.

d.Gambar grafik baris yang menunjukkan jumlah persentase pada bagian atas

grafik kolom, dimulai dari yang terbesar. Di bagian bawah masing- masing

kolom ditulis nama atau keterangan kolom.

e.Pada bagian atas atau samping diberikan keterangan atau nama diagram dan

jumlah unit seluruhnya.

3.6 KAPABILITAS PROSES

Menurut Gaspersz (1998), kapabilitas proses adalah kemampuan dari proses

dalam menghasilkan produk yang memenuhi spesifikasi. Jika proses memiliki

kapabilitas yang baik, proses itu akan menghasilkan produk yang berada dalam batas-

batas spesifikasi. Sebaliknya, apabila proses memiliki kapabilitas yang tidak baik,

proses itu akan menghasilkan banyak produk yang berada diluar batas-batas

spesifikasi, sehingga menimbulkan kerugian karena banyak produk yang ditolak.

Apabila ditemukan banyak produk yang ditolak, hal itu mengindikasikan bahwa

proses produksi memiliki kemampuan proses yang rendah untuk menghasilkan output

sesuai dengan yang diharapkan.

Perhitungan kapabilitas proses dilakukan berdasarkan indeks kapabilitas proses

(Cp). Indeks Cp memiliki dua kekurangan besar. Pertama, tidak dapat digunakan

kecuali terdapat baik spesifikasi atas maupun bawah. Kedua, tidak dapat menghitung

data yang distribusinya tidak normal. Jika rata-rata proses tidak berada pada garis

tengah pada persyaratan perekayasaan, indeks Cp akan memberikan hasil yang

menyesatkan. Situasi ini akan lebih direfleksikan secara akurat dengan menghitung

indeks kapabilitas proses yang baru, Cpk. Dalam hal ini indeks Cp digantikan dengan

Cpk (Pyzdek 2002). Untuk parameter yang hanya memiliki satu spesifikasi (atas atau

bawah) maka yang dipakai adalah nilai CPU (Upper Capability Indeks) dan CPL

(Lower Capability Indeks).

Page 14: 3.1 DEFINISI MUTU · Oleh karena itu program ... ditanganinya dengan pembuktian kepemilikan Sertifikat Penyuluhan Keamanan ... prinsip dan praktek higiene dan sanitasi pangan serta

24

Kriteria yang digunakan untuk penilaian adalah sebagai berikut : Cp > 1.33,

maka proses memiliki kapasitas baik; 1.00 < Cp < 1.33, maka proses dianggap baik

namun perlu pengendalian apabila Cp telah mendekati 1.00, dan Cp < 1.00, maka proses

dianggap tidak baik (Gasperz 1998).

Kriteria yang digunakan untuk penilaian Cpk : Cpk > 1.33, maka proses masih

mampu memenuhi batas spesifikasi bawah atau atas; 1.00 < Cpk < 1.33, maka proses

masih mampu memenuhi batas spesifikasi bawah atau atas, dan Cpk < 1.00, maka proses

tidak mampu memenuhi batas spesifikasi atas atau bawah (Gasperz 1998).