30

download 30

of 17

description

makalah blok 30

Transcript of 30

ETIKA dan RAHASIA KEDOKTERANMahasiswa Program Studi Sarjana KedokteranFakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida WacanaJalan Arjuna Utara no.6, Jakarta 11510

KASUSSeorang pasien laki-laki datang ke praktek dokter. Pasien ini dan keluarganya adalah pasien lama dokter tersebut, dan sangat akrab serta selalu mendiskusikan kesehatan keluarganya dengan dokter tersebut. Kali ini pasien laki-laki ini datang sendirian dan mengaku telah melakukan hubungan dengan wanita lain seminggu yang lalu. Sesudah itu ia masih tetap berhubungan dengan isterinya. Dua hari terakhir ia mengeluh bahwa alat kemaluannya mengeluarkan nanah dan terasa nyeri. Setelah diperiksa ternyata ia telah menderita GO. Pasien tidak ingin diketahui isterinya katena bisa terjadi pertengkaran di antara keduanya. Dokter tahu bahwa mengubati penyakit tersebut pada pasien ini tidaklah sulit, tetapi oleh karena ia telah berhubungan juga dengan istrinya maka mungkin istrinya juga sudah tertular. Istrinya juga harus diobati.

BAB IPENDAHULUAN

Peranan dokter dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat sering dihadapkan pada kenyataan bahwa bantuan mereka juga diperlukan oleh kalangan penegak hukum dalam memeriksa korban maupun memberikan keterangan untuk kepentingan hukum dan peradilan. Diperlukan bantuan dokter untuk memastikan sebab, cara, dan waktu kematian pada peristiwa kematian tidak wajar karena pembunuhan, bunuh diri, kecelakaan atau kematian yang mencurigakan.

Pengungkapan rahasia medis saat ini menjadi isu yang cukup kontroversial di kalangan masyarakat bahkan di dalam lingkup medis itu sendiri. Seringkali kewajiban untuk merahasiakan catatan medis seseorang bertabrakan dengan kepentingan umum yang lebih besar. Dalam makalah ini akan dibahas aspek dan hukum yang berkaitan dengan kewajiban menyimpan rahasia medis, sanksi yang berlaku dan kaitannya dengan pembukaan isi rekam medis dalam hal pendidikan, kewajiban dokter untuk melapor pada yang berwajib bila menemukan pasien yang diduga sebagai korban kekerasan, adanya penyakit menular yang membahayakan orang sekitar serta pro-kontranya dengan kebebasan informasi.

BAB IIISI

A. ETIKA dalam DUNIA KEDOKTERAN 1,2Etik dan hukum memiliki tujuan yang sama, yaitu untuk mengatur tertib dan tenteramnya pergaulan hidup dalam masyarakat. Namun pengertian etik dan hukum berbeda. Etik berasal dari kata Yunani ethos, yang berarti yang baik, yang layak. Ini merupakan norma-norma, nilai-nilai atau pola tingkah laku kelompok profesi tertentu dalam memberikan pelayanan jasa kepada masyarakat.Landasan etik kedokteran adalah :1. Sumpah Hippokrates (460-377 SM)2. Deklarasi Geneva (1948)3. International Code of Medical Ethics (1949)4. Lafal Sumpah Dokter Indonesia (1960)5. Kode Etik Kedokteran Indonesia (1983)6. Pernyataan-pernyataan (Deklarasi) Ikatan Dokter Sedunia (World Medical Association, WMA), yaitu antara lain :7. Deklarasi Geneva (1948) tentang Lafal Sumpah Dokter8. Deklarasi Helsinki (1964) tentang Riset Klinik9. Deklarasi Sydney (1968) tentang Saat Kematian10. Deklarasi Oslo (1970) tentang Pengguguran Kandungan atas Indikasi Medik.11. Deklarasi Tokyo (1975) tentang Penyiksaan.

Kaidah dasar (prinsip) Etika / Bioetik adalah aksioma yang mempermudah penalaran etik. Prinsip-prinsip itu harus spesifik. Pada praktiknya, satu prinsip dapat dibersamakan dengan prinsip yang lain. Tetapi pada beberapa kasus, karena kondisi berbeda, satu prinsip menjadi lebih penting dan sah untuk digunakan dengan mengorbankan prinsip yang lain. Keadaan terakhir disebut dengan prima facie. Konsil Kedokteran Indonesia, dengan mengadopsi prinsip etika kedokteran barat, menetapkan bahwa, praktik kedokteran Indonesia mengacu kepada 4 kaidah dasar moral yaitu2-3 : Menghormati martabat manusia (respect for person/autonomy). Menghormati martabat manusia. Pertama, setiap individu (pasien) harus diperlakukan sebagai manusia yang memiliki otonomi (hak untuk menentukan nasib diri sendiri), dan kedua, setiap manusia yang otonominya berkurang atau hilang perlu mendapatkan perlindungan.

Berbuat baik (beneficence). Selain menghormati martabat manusia, dokter juga harus mengusahakan agar pasien yang dirawatnya terjaga keadaan kesehatannya (patient welfare). Pengertian berbuat baik diartikan bersikap ramah atau menolong, lebih dari sekedar memenuhi kewajiban.Tindakan berbuat baik (beneficence) General beneficence : melindungi & mempertahankan hak yang lain mencegah terjadi kerugian pada yang lain, menghilangkan kondisi penyebab kerugian pada yang lain, Specific beneficence : menolong orang cacat, menyelamatkan orang dari bahaya. Mengutamakan kepentingan pasien Memandang pasien/keluarga/sesuatu tak hanya sejauh menguntungkan dokter/rumah sakit/pihak lain Maksimalisasi akibat baik (termasuk jumlahnya > akibat-buruk) Tidak berbuat yang merugikan (non-maleficence).

Praktik Kedokteran haruslah memilih pengobatan yang paling kecil risikonya dan paling besar manfaatnya. Pernyataan kuno: first, do no harm, tetap berlaku dan harus diikuti.Sisi komplementer beneficence dari sudut pandang pasien, seperti :Tidak boleh berbuat jahat (evil) atau membuat derita (harm) pasienMinimalisasi akibat burukKewajiban dokter untuk menganut ini berdasarkan hal-hal :Pasien dalam keadaan amat berbahaya atau berisiko hilangnya sesuatu yang pentingDokter sanggup mencegah bahaya atau kehilangan tersebutTindakan kedokteran tadi terbukti efektifManfaat bagi pasien > kerugian dokter (hanya mengalami risiko minimal).

Keadilan (justice). Perbedaan kedudukan sosial, tingkat ekonomi, pandangan politik, agama dan faham kepercayaan, kebangsaan dan kewarganegaraan, status perkawinan, serta perbedaan jender tidak boleh dan tidak dapat mengubah sikap dokter terhadap pasiennya. Tidak ada pertimbangan lain selain kesehatan pasien yang menjadi perhatian utama dokter.Treat similar cases in a similar way = justice within morality.Memberi perlakuan sama untuk setiap orang (keadilan sebagaifairness) yakni :Memberi sumbangan relatif sama terhadap kebahagiaan diukur dari kebutuhan mereka (kesamaan sumbangan sesuai kebutuhan pasien yang memerlukan/membahagiakannya)Menuntut pengorbanan relatif sama, diukur dengan kemampuan mereka (kesamaan beban sesuai dengan kemampuan pasien).Tujuan : Menjamin nilai tak berhingga setiap pasien sebagai mahluk berakal budi (bermartabat), khususnya : yang-hak dan yang-baik

HUBUNGAN DOKTER- PASIEN1Hubungan dokter dengan pasien pada prinsipnya merupakan hubungan yang berdasarkan atas kepercayaan antara keduanya. Keberhasilan suatu pengobatan tergantung di antaranya pada seberapa besar kepercayaan pasien kepada dokternya. Hal inilah yang menyebabkan hubungan seorang pasien dengan dokternya kadang sulit tergantikan oleh dokter lain.

Sikap profesional seorang dokter ditunjukkan ketika dokter berhadapan dengan tugasnya (dealing with task), yang berarti mampu menyelesaikan tugas-tugasnya sesuai peran dan fungsinya; mampu mengatur diri sendiri seperti ketepatan waktu, pembagian tugas profesi dengan tugas-tugas pribadi yang lain (dealing with one-self); dan mampu menghadapi berbagai macam tipe pasien serta mampu bekerja sama dengan profesi kesehatan yang lain (dealing with others). Di dalam proses komunikasi dokter-pasien, sikap profesional ini penting untuk membangun rasa nyaman, aman, dan percaya pada dokter, yang merupakan landasan bagi berlangsungnya komunikasi secara efektif (Silverman, 1998). Sikap profesional ini hendaknya dijalin terus-menerus sejak awal konsultasi, selama proses konsultasi berlangsung, dan di akhir konsultasi. Contoh sikap dokter ketika menerima pasien:Menyilakan masuk dan mengucapkan salam.Memanggil/menyapa pasien dengan namanya.Menciptakan suasana yang nyaman (isyarat bahwa punya cukup waktu, menganggap penting informasi yang akan diberikan, menghindari tampak lelah).Memperkenalkan diri, menjelaskan tugas/perannya (apakah dokter umum, spesialis, dokter keluarga, dokter paliatif, konsultan gizi, konsultan tumbuh kembang, dan lain-lain).Menilai suasana hati lawan bicaraMemperhatikan sikap non-verbal (raut wajah/mimik, gerak/bahasa tubuh) pasienMenatap mata pasien secara profesional yang lebih terkait dengan makna menunjukkan perhatian dan kesungguhan mendengarkan.Memperhatikan keluhan yang disampaikan tanpa melakukan interupsi yang tidak perlu.Apabila pasien marah, menangis, takut, dan sebagainya maka dokter tetap menunjukkan raut wajah dan sikap yang tenang.Melibatkan pasien dalam rencana tindakan medis selanjutnya atau pengambilan keputusan.Memeriksa ulang segala sesuatu yang belum jelas bagi kedua belah pihak.Melakukan negosiasi atas segala sesuatu berdasarkan kepentingan kedua belah pihak.Membukakan pintu, atau berdiri ketika pasien hendak pulang.

B. INFORM CONSENT 3Informed Consent terdiri dari dua kata yaitu informed yang berarti telah mendapat penjelasan atau keterangan (informasi), dan consent yang berarti persetujuan atau memberi izin. Jadi informed consent mengandung pengertian suatu persetujuan yang diberikan setelah mendapat informasi. Dengan demikian informed consent dapat didefinisikan sebagai persetujuan yang diberikan oleh pasien dan atau keluarganya atas dasar penjelasan mengenai tindakan medis yang akan dilakukan terhadap dirinya serta resiko yang berkaitan dengannya.

Tujuan dari informed consent adalah agar pasien mendapat informasi yang cukup untuk dapat mengambil keputusan atas terapi yang akan dilaksanakan. Informed consent juga berarti mengambil keputusan bersama. Hak pasien untuk menentukan nasibnya dapat terpenuhi dengan sempurna apabila pasien telah menerima semua informasi yang ia perlukan sehingga ia dapat mengambil keputusan yang tepat. Kekecualian dapat dibuat apabila informasi yang diberikan dapat menyebabkan guncangan psikis pada pasien.

SAAT UNTUK MEMBERI INFORMASI Setelah hubungan dokter pasien terbentuk, dokter memiliki kewajiban untuk memberitahukan pasien mengenai kondisinya; diagnosis, diagnosis banding, pemeriksaan penunjang, terapi, risiko, alternatif, prognosis dan harapan. Dokter seharusnya tidak mengurangi materi informasi atau memaksa pasien untuk segera memberi keputusan. Informasi yang diberikan disesuaikan dengan kebutuhan pasien.

ELEMEN-ELEMEN INFORMED CONSENT 3Suatu informed consent harus meliputi : Dokter harus menjelaskan pada pasien mengenai tindakan, terapi dan penyakitnya Pasien harus diberitahu tentang hasil terapi yang diharapkan dan seberapa besar kemungkinan keberhasilannya Pasien harus diberitahu mengenai beberapa alternatif yang ada dan akibat apabila penyakit tidak diobati Pasien harus diberitahu mengenai risiko apabila menerima atau menolak terapi Risiko yang harus disampaikan meliputi efek samping yang mungkin terjadi dalam penggunaan obat atau tindakan pemeriksaan dan operasi yang dilakukan.

RUANG LINGKUP PEMBERIAN INFORMASI3Ruang lingkup dan materi informasi yang diberikan tergantung pada pengetahuan medis pasien saat itu. Jika memungkinkan, pasien juga diberitahu mengenai tanggung jawab orang lain yang berperan serta dalam pengobatan pasien.

Di Florida dinyatakan bahwa setiap orang dewasa yang kompeten memiliki hak dasar menentukan tindakan medis atas dirinya termasuk pelaksanaan dan penghentian pengobatan yang bersifat memperpanjang nyawa. Beberapa pengadilan membolehkan dokter untuk tidak memberitahukan diagnosis pada beberapa keadaan. Dalam mempertimbangkan perlu tidaknya mengungkapkan diagnosis penyakit yang berat, faktor emosional pasien harus dipertimbangkan terutama kemungkinan bahwa pengungkapan tersebut dapat mengancam kemungkinan pulihnya pasien.

Pasien memiliki hak atas informasi tentang kecurigaan dokter akan adanya penyakit tertentu walaupun hasil pemeriksaan yang telah dilakukan inkonklusif.

HAL-HAL YANG DIINFORMASIKAN3

Hasil Pemeriksaan

Pasien memiliki hak untuk mengetahui hasil pemeriksaan yang telah dilakukan. Misalnya perubahan keganasan pada hasil Pap smear. Apabila infomasi sudah diberikan, maka keputusan selanjutnya berada di tangan pasien.

Risiko

Risiko yang mungkin terjadi dalam terapi harus diungkapkan disertai upaya antisipasi yang dilakukan dokter untuk terjadinya hal tersebut. Reaksi alergi idiosinkratik dan kematian yang tak terduga akibat pengobatan selama ini jarang diungkapkan dokter. Sebagian kalangan berpendapat bahwa kemungkinan tersebut juga harus diberitahu pada pasien. Jika seorang dokter mengetahui bahwa tindakan pengobatannya berisiko dan terdapat alternatif pengobatan lain yang lebih aman, ia harus memberitahukannya pada pasien. Jika seorang dokter tidak yakin pada kemampuannya untuk melakukan suatu prosedur terapi dan terdapat dokter lain yang dapat melakukannya, ia wajib memberitahukan pada pasien.

Alternatif

Dokter harus mengungkapkan beberapa alternatif dalam proses diagnosis dan terapi. Ia harus dapat menjelaskan prosedur, manfaat, kerugian dan bahaya yang ditimbulkan dari beberapa pilihan tersebut. Sebagai contoh adalah terapi hipertiroidisme. Terdapat tiga pilihan terapi yaitu obat, iodium radioaktif, dan subtotal tiroidektomi. Dokter harus menjelaskan prosedur, keberhasilan dan kerugian serta komplikasi yang mungkin timbul.

Rujukan/ konsultasi

Dokter berkewajiban melakukan rujukan apabila ia menyadari bahwa kemampuan dan pengetahuan yang ia miliki kurang untuk melaksanakan terapi pada pasien-pasien tertentu. Pengadilan menyatakan bahwa dokter harus merujuk saat ia merasa tidak mampu melaksanakan terapi karena keterbatasan kemampuannya dan ia mengetahui adanya dokter lain yang dapat menangani pasien tersebut lebih baik darinya.

Prognosis

Pasien berhak mengetahui semua prognosis, komplikasi, sekuele, ketidaknyamanan, biaya, kesulitan dan risiko dari setiap pilihan termasuk tidak mendapat pengobatan atau tidak mendapat tindakan apapun. Pasien juga berhak mengetahui apa yang diharapkan dari dan apa yang terjadi dengan mereka. Semua ini berdasarkan atas kejadian-kejadian beralasan yang dapat diduga oleh dokter. Kejadian yang jarang atau tidak biasa bukan merupakan bagian dari informed consent.

Peraturan Tentang Informed Consent 3Pasal 1. Permenkes no.585/MenKes/Per/IX/1989a. Persetujuan tindakan medic/informed consent adalah persetujuan yang diberikan oleh pasien atau keluarganya atas dasar penjelasan mengenai tindakan medic yang akan dilakukan terhadap pasien tersebut. b. Tindakan medic adalah suatu tindakan yang dilakukan terhadap pasien berupa diagnostic atau teraupeutik.c. Tindakan invasive adalah tindakan medic yang langsung dapat mempengaruhi keutuhan jaringan tubuh.d. Dokter adalah dokter umum/ dokter spesialis dan dokter gigi/dokter gigi spesialis yang bekerja di rumah sakit, puskesmas, klinik, atau praktek perorangan/bersama.

Pasal 2a. Semua tindakan medik yang akan dilakukan terhadap pasien harus mendapat persetujuan. b. Persetujuan dapat diberikan secara tertulis maupun lisan. c. Persetujuan sebagaimana dimaksud ayat (1) diberikan setelah pasien mendapat informasi yang adekuat tentang perlunya tindakan medik yang bersangkutan serta risiko yang dapat ditimbulkannya. d. Cara penyampaian dan isi informasi harus disesuaikan dengan tingkat pendidikan serta kondisi dan situasi pasien.

Pasal 3 a. Setiap tindakan medik yang mengandung risiko tinggi harus dengan persetujuan tertulis yang ditandatangani oleh yang berhak memberikan persetujuan. b. Tindakan medik yang tidak termasuk sebagaimana dimaksud dalam pasal ini tidak diperlukan persetujuan tertulis, cukup persetujuan lisan. c. Persetujuan sebagaimana dimaksud ayat (2) dapat diberikan secara nyata-nyata atau secara diam-diam.

Pasal 4a. Informasi tentang tindakan medik harus diberikan kepada pasien, baik diminta maupun tidak diminta. b. Dokter harus memberikan informasi selengkap-lengkapnya, kecuali bila dokter menilai bahwa informasi tersebut dapat merugikan kepentingan kesehatan pasien atau pasien menolak diberikan informasi. c. Dalam hal sebagaimana dimaksud ayat (2) dokter dengan persetujuan pasien dapat memberikan informasi tersebut kepada keluarga terdekat dengan didampingi oleh seorang perawat/paramedic lainnya sebagai saksi.

Pasal 5a. Informasi yang diberikan mencakup keuntungan dan kerugian dari tindakan medic yang akan dilakukan, baik diagnostic maupun terapeutik. b. Informasi diberikan secara lisan. c. Informasi harus diberikan secara jujur dan benar kecuali bila dokter menilai bahwa hal itu dapat merugikan kepentingan kesehatan pasien. d. Dalam hal-hal sebagaimana dimaksud ayat (3) dokter dengan persetujuan pasien dapat memberikan informasi tersebut kepada keluarga terdekat.

Pasal 6 a. Dalam hal tindakan bedah (operasi) atau tindakan invasive lainnya, informasi harus diberikan oleh dokter yang akan melakukan operasi itu sendiri. b. Dalam keadaan tertentu dimana tidak ada dokter sebagaimana dimaksud ayat (1), informasi harus diberikan oleh dokter lain dengan pengetahuan atau petunjuk dokter yang bertanggung jawab. c. Dalam hal tindakan bukan bedah (operasi) dan tindakan yang tidak invasive lainnya, informasi dapat diberikan oleh dokter lain atau perawata, dengan pengetahuan atau petunjuk dokter yang bertanggung jawab.

Pasal 7 a. Informasi juga harus diberikan jika ada kemungkinan perluasan operasi. b. Perluasan operasi yang tidak dapat diduga sebelumnya, dapat dilakukan untuk menyelamatkan jiwa pasien. c. Setelah perluasan operasi sebagaimana dimaksud ayat (2) dilakukan, dokter harus memberikan informasi kepada pasien atau keluarganya.

Pasal 8a. Persetujuan diberikan oleh pasien dewasa yang berada dalam keadaan sadar dan sehat mental. b. Pasien dewasa sebagaimana dimaksud ayat (1) adalah yang telah berumur 21 tahun atau telah menikah.

Pasal 9 a. Bagi pasien dewasa yang berada di bawah pengampuan, persetujuan diberikan oleh wali atau curator. b. Bagi pasien dewasa yang menderita gangguan mental, persetujuan diberikan oleh orang tua wali atau curator.

Pasal 10Bagi pasien di bawah umur 21 tahun dan tidak mempunyai orang tua atau wali dan atau orang tua/wali berhalangan, persetujuan diberikan oleh keluarga terdekat atau induk semang (guardian).

Pasal 11 Dalam hal pasien tidak sadar atau pingsan serta tidak didampingi oleh keluarga terdekat dan secara medic berada dalam keadaan gawat dan atau darurat yang memerlukan tindakan medic segera untuk kepentingannya, tidak diperlukan persetujuan dari siapapun.

Pasal 12a. Dokter bertanggung jawab atas pelaksanaan ketentuan tentang persetujuan tindakan medik. b. Pemberian persetujuan tindakan medic yang dilaksanakan di rumah sakit/klinik, maka rumah sakit/klinik yang bersangkutan ikut bertanggung jawab.

Pasal 13 Terhadap dokter yang melakukan tindakan medic tanpa adanya persetujuan dari pasien atau keluarganya dapat dikenakan sanksi administrative berupa pencabutan surat izin prakteknya.

Pasal 14 Dalam hal tindakan medik yang harus dilaksanakan sesuai dengan program pemerintah dimana tindakan medic tersebut untuk kepentingan masyarakat banyak, maka persetujuan tindakan medic tidak diperlukan.

C. Rahasia KedokteranRahasia kedokteran adalah norma yang secara tradisional dianggap sebagai norma dasar yang menilndungi hubungan dokter dengan pasien. Salah satu sumpah dokter Indonesia berbunyi: saya akan merahasiakan segala sesuatu yang saya ketahui tentang keprofesian saya, sedangkan Kode Etik Kedokteran Indonesia merumuskannya sebagai setiap dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang seorang pasien, bahkan juga setelah pasien itu meninggal dunia.Peraturan pemerintah nomor 10 tahun 1966 yang mengatur tentang wajib simpan rahasia kedokteran mewajibkan seluruh tenaga kesehatan untuk menyimpan segala sesuatu yang diketahuinya selama melakukan pekerjaan dibidang kedokteran sebagai rahasia. Namun PP tersebut memberikan pengecualian sebagaiman terdapat dalam pasal 2, yaitu apabila terdapat peraturan perundang-undangan yang sederajat atau yang lebih tinggi yang mengaturnya lain.

Baik UU Kesehatan maupun UU praktik kedokteran juga mewajibkan tenaga kesehatan untuk menyimpan rahasia kedokteran. Selanjutnya UU praktik kedokteran memberikan peluang pengungkapan informasi kesehatan secara terbatas, yaitu dalam pasal 48 ayat (2):a.Untuk kepentingan kesehatan pasienb.Untuk memenuhi permintaan aparatur penegak hokum dalam rangka penegakan hokumc.Permintaan pasien sendirid.Berdasarkan ketentuan undang-undang.

Ketentuan pasal 50 KUHP yang menyatakan bahwa seseorang tidak akan dipenjara oleh karena melakukan sesuatu perbuatan untuk menjalankan undang-undang memperkuat peluang bagi tenaga kesehatan dalam keadaan atau situasi tertentu dapat membuka rahasia tanpa diancam pidana. Hal ini mengakibatkan bebasnya dokter dan tenaga administrasi kesehatan dalam membuat visum et repertum dan dalam menyampaikan laporan tentang statistic kesehatan, penyakit wabah dan karantina.Alasan lain yang memperbolehkan membuka rahasia kedokteran adlaah adanya izin atau persetujuan atau kuasa dari pasien itu sendiri, perintah jabatan, daya paksa, dan dalam rangka membela diri. Selain itu etika kedokteran umumnya membenarkan pembukaan rahasia kedokteran secara terbatas untuk kepentingan konsultasi professional, pendidikan, dan penelitian. Dalam keadaan memaksa dikenal dua keadaan, yaitu pengaruh daya paksa yang memadai dan keadaan yang memaksa. Keadaan yang memaksa dapat diakibatkan oleh tiga keadaan, yaitu adanya pertentangan antara dua kepentinagn hokum, pertentangan antara kepentingan hokum dengan kewajiban hokum, dan pertentangan antara dua kewajiban hokum.

D. Hukum yang berlaku untuk tindakan dokter tersebut 5,6 Dalam hal ini seorang dokter harus melakukan inform consent.apabila seorang dokter tidak melakukanya namun tetap melakukan tindakan yang pada dasarnya melanggar kode etik maka akan terkena:

1.Hukum PidanaMenyentuh atau melakukan tindakan terhadap pasien tanpa persetujuan dapat dikategorikan sebagai penyerangan (assault).

2.Hukum PerdataUntuk mengajukan tuntutan atau klaim ganti rugi terhadap dokter, maka pasien harus dapat menunjukkan bahwa dia tidak diperingatkan sebelumnya mengenai hasil akhir tertentu dari tindakan dimaksud

3.Pendisiplinan oleh MKDKIBila MKDKI menerima pengaduan tentang seorang dokter atau dokter gigi yang melakukan hal tersebut, maka MKDKI akan menyidangkannya dan dapat memberikan sanksi disiplin kedokteran, yang dapat berupa teguran hingga rekomendasi pencabutan Surat Tanda Registrasi.

Hukum hukum yang berlaku 5,6

Hukum RAHASIA KEDOKTERAN 5,6Kewajiban Dokter Menyimpan Rahasia 5,6Pasal 1 PP No 10 / 1996Yang dimaksud dengan rahasia kedokteran ialah segala sesuatu yang diketahui oleh orang-orang tersebut dalam pasal 3 pada waktu atau selama melakukan pekerjaannya dalam lapangan kedokteran.

Pasal 2 PP No 10 / 1996Pengetahuan tersebut pasal 1 harus dirahasiakan oleh orang-orang yang tersebut dalam pasal 3, kecuali apabila suatu peraturan lain yang sederajat atau lebih tinggi daripada PP ini menentukan.

Pasal 3 PP No 10 / 1996Yang wajib menyimpan rahasia yang dimaksud dalam pasal 1 ialah : a.Tenaga kesehatan menurut pasal 2 UU tentang tenaga kesehatanb.Mahasiswa kedokteran, murid yang bertugas dalam lapangan pemeriksaan, pengobatan dan/atau perawatan, dan orang lain yang ditetapkan oleh menteri kesehatan.

Dampak dari melanggar kerahasiaan kedokteranPasal 4 PP No 10 / 1996Terdapat pelanggaran ketentuan mengenai wajib simpan rahasia kedokteran yang tidak atau tidak dapat dipidana menurut pasal 322 atau pasal 112 KUHP, menteri kesehatan dapat melakukan tindakan administratif berdasarkan pasal UU tentang tenaga kesehatan.

Pasal 5 PP No 10 / 1996Apabila pelanggaran yang dimaksud dalam pasal 4 dilakukan oleh mereka yang disebut dalam pasal 3 huruf b, maka menteri kesehatan dapat mengambil tindakan-tindakan berdasarkan wewenang dan kebijaksanaannya.

Pasal 6 PP No 10 / 1996Dalam pelaksanaan peraturan ini, menteri kesehatan dapat mendengar Dewan Pelindung Susila Kedokteran dan atau badan- badan lain bilamana perlu.

Pasal 322 KUHP(1)Barangsiapa dengan sengaja membuka rahasia yang wajib disimpannya karena jabatan atau pencariannya baik yang sekarang atau yang dahulu, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak sembilan ribu rupiah.(2)Jika kejahatan dilakukan terhadap seorang tertentu, maka perbuatan itu hanya dapat dituntut atas pengaduan orang itu.

Membuka Rahasia Kedokteran Yang Tidak DipidanaPasal 48 UU No. 29 tahun 2004 Tentang praktek kedokteran ditetapkan sebagai berikut:(1)Setiap dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktek kedokteran wajib menyimpan rahasia kedokteran.(2)Rahasia kedokteran dapat dibuka hanya untuk kepentingan kesehatan pasien, memenuhi permintaan aparatur penegak hukum dalam rangka penegakan hukum, permintaan pasien sendiri, atau berdasarkan ketentuan perundang-undangan.

Pasal 10 ayat (2) Peraturan Menteri Kesehatan No 269/Menkes/Per/ III/ 2008 Tentang rekam medis sebagai berikut : informasi tentang identitas, diagnosis, riwayat penyakit, riwayat pemeriksaan dan riwayat pengobatan dapat dibuka dalam hal :a.Untuk kepentingan kesehatan pasienb.Memenuhi permintaan aparatur penegak hukum dalam rangka penegakan hukum atas perintah pengadilanc.Permintaan dan/atau persetujuan pasien sendirid.Permintaan institusi/ lembaga berdasarkan ketentuan perundang-undangan dan e.Untuk kepentingan penelitian, pendidikan, dan audit medis, sepanjang tidak menyebutkan identitas pasien.

Pasal 48 KUHPBarangsiapa melakukan perbuatan karena pengaruh daya paksa tidak dipidana.

MA 117/K/Kr/1968 2 Juli 1969Dalam noostoestand harus dilihat adanya : 1.Pertentangan antara dua kepentingan hukum.2.Pertentangan antara kepentingan hukum dan kewajiban hukum.3.Pertentangan antara dua kewajiban hukum.

Pasal 49 KUHP(1)Tidak dipidana, barangsiapa melakukan perbuatan pembelaan terpaksa untuk diri sendiri maupun orang lain, kehormatan kesusilaan atau harta benda sendiri maupun orang lain, karena ada serangan atau ancaman serangan yang sangat dekat pada saat itu yang melawan hukum.(2)Pembelaan terpaksa yang melampaui batas, yang langsung disebabkan keguncangan jiwa yang hebat karena serangan atau ancaman serangan itu, tidak dipidana.

Pasal 50 KUHPBarangsiapa melakukan perbuatan untuk melaksanakan ketentuan undang-undang tidak dipidana.

Pasal 51 KUHP(1)Barangsiapa melakukan perbuatan untuk melaksanakan perintah jabatan yang diberikan oleh penguasa yang berwenang, tidak dipidana.(2)Perintah jabatan tanpa wewenang, tidak menyebabkan hapusnya pidana, kecuali jika yang diperintah, dengan iktikad baik mengira bahwa perintah diberikan dengan wewenang dan pelaksanaannya termasuk dalam lingkungan pekerjaannya.

BAB IIIPENUTUP

Seorang dokter tidak hanya dituntut bisa mengobati penyakit fisik pasien, namun juga harus bisa membangun komunikasi yang baik dengan pasien, dan menyelenggarakan praktek yang tidak hanya bersifat individual. Hal ini tentu juga berkaitan dengan fungsi dokter sebagai dokter keluarga.

Dalam mengobati pasien, dokter harus mempertimbangkan aspek bioetik kedokteran, tentunya dengan mempertimbangkan apa yang baik buat pasien, bukan untuk orang lain. Selain itu, dokter juga harus menjaga rahasia pasien sesuai dengan sumpah dokter dan kode etik kedokteran.

Pada kasus ini, dokter dapat memberitahukan isteri pasien tentang penyakit pasien. Hal ini berdasarkan Pasal 48 UU No. 29 tahun 2004 dan Pasal 10 ayat (2) Peraturan Menteri Kesehatan No 269/Menkes/Per/ III/ 2008 yang menyatakan dokter dapat membuka rahasia kedokteran demi kepentingan kesehatan pasien. Namun, harus dipertimbangkan aspek privasi, di mana menyatakan seseorang tidak ada hak untuk campur tangan dalam hidup orang lain dan dampak kepada rumahtangga pasien.

Namun, adalah lebih baik dan lebih profesional bagi seorang dokter untuk negosiasi dengan pasien dalam hal pemberitahuan kepada isterinya tentang penyakitnya. Dokter harus berusaha dengan sebaiknya untuk memujuk pasien dan meyakinkan pasien untuk jujur dengan isterinya tentang penyakitnya dan membawa isterinya juga datang melakukan pemeriksaan dan pengobatan. Lebih baik lagi dokter mendapat persetujuan pasien untuk memberitahukan penyakit pasien kepada isteri pasien. Hal ini berdasarkan Pasal 48 UU No. 29 tahun 2004 dan Pasal 10 ayat (2) Peraturan Menteri Kesehatan No 269/Menkes/Per/ III/ 2008 yang menyatakan bahwa dokter dapat membuka rahasia kedokteran jika dengan permintaan atau persetujuan pasien sendiri.

Hal yang sama juga dilakukan jika ternyata pasien tersebut adalah orang dengan AIDS. Yang bisa kita lakukan lebih kearah mencegah supaya pasien tidak menularkan AIDS pada istrinya, yaitu dengan cara memkakai kondom bila melakukan hubungan suami istri.

Pada akhirnya, dalam melakukan komunikasi dokter pasien perlu mempertimbangkan hak pasien, tapi dokter juga mempunyai kewajiban untuk membuat pasien sehat. Pasien juga harus dibuat mengerti semua tindakan yang dilakukan dokter juga untuk kebaikan pasien sendiri.

DAFTAR PUSTAKA1. Muhammad Mulyohadi Ali, Ieda Poernomo Sigit Sidi dan Huzna Zahir. Komunikasi efektif dokter pasien. 2006. Jakarta : Konsil Kedokteran Indonesia. h : 1 40.2. Pedoman Pelaksanaan Kode Etik Kedokteran Indonesia - Majelis Kehormatan Etik Kedokteran Indonesia (MKEK) Ikatan Dokter Indonesia. Fakultas Kedokteran USU : Kode Etik Kedokteran, 2004. USU Repository 2006 di unduh dari http://luk.staff.ugm.ac.id/atur/sehat/Kode-Etik-Kedokteran.pdf 3. Guwandi, Johanes. 2008. Informed Consent. Jakarta: Balai Penerbit FKUI4. Sampurna Budi, Syamsy, Zulhasmar, Ssiswaja, Tjetjep Dwidja, 2007, Bioetik dan Hukum Kedokteran, Jakarta. Pustaka Dwipar5. Bagian kedokteran forensik FKUI. Peraturan perundang-undangan bidang kedokteran. Cetakan kedua. 1994. Jakarta : FKUI. h : 17 18.6. Moeljatno. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Jakarta:Bumi Aksara;2007.h. 3-174.