3. METODE 3.1 Waktu dan Tempat - repository.ipb.ac.id · beberapa tahapan yang meliputi...

15
24 3. METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan September 2010. Pembuatan tepung ikan dan pengolahan formula biskuit bertempat di Laboratorium Pengolahan Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Analisis kimia dan fisik tepung ikan dilakukan bertempat di Laboratorium Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi, LPPM IPB. Pemeliharaan mencit menggunakan kandang metabolik dilakukan di Laboratorium Terpadu Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. 3.2 Alat dan bahan Alat-alat yang digunakan dalam pembuatan tepung ikan lele dumbo dan formula biskuit diantaranya adalah ember dan baskom plastik sebagai penampung, timbangan untuk menakar kebutuhan bahan, panci presto (presto pan) bertenaga listrik dengan kapasitas 20 liter yang dipakai untuk pemasakan awal daging ikan segar agar menjadi lebih lumat, kain kasa dan hidrolik pres dengan kapasitas maksimum 6 kg yang digerakan dengan tenaga listrik yang digunakan untuk mengurangi kandungan air pada ikan lele sebelum dikeringkan, grinder listrik merk Nasional dengan diameter filter sebesar 3 mm yang digunakan untuk menghaluskan ikan sebelum dikeringkan, grinder juga digunakan untuk mencetak formula biskuit menjadi produk akhir dalam bentuk pelet, gambar produk pelet dan formula biskuit tepung dapat dilihat pada Lampiran 7. Blender listrik 3 speed merk Philips dengan kapasitas 2 liter yang digunakan untuk menghaluskan serpihan ikan kering agar menjadi tepung ikan. Oven dan loyang aluminium sebagai wadah pengeringan untuk pengeringan akhir, oven yang digunakan dalam penelitian adalah oven dengan merk Mammert dengan spesifikasi suhu antara 30-105 0 C, dengan kapasitas pengeringan maksimal 3 lapisan, untuk setiap lapisan mampu menampung loyang ukuran 25x25 cm, gambar alat-alat yang digunakan dalam penelitian dapat dilihat pada Lampiran 1. Pada hewan percobaan, peralatan yang digunakan adalah kandang metabolik yang telah memenuhi syarat kesehatan dan keamanan dengan ukuran kandang 20x20x20 cm yang terbuat dari stainless stell dan dilengkapi dengan tempat penampungan feces dan urine, tempat makan/ransum dan tempat

Transcript of 3. METODE 3.1 Waktu dan Tempat - repository.ipb.ac.id · beberapa tahapan yang meliputi...

24

3. METODE

3.1 Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan September

2010. Pembuatan tepung ikan dan pengolahan formula biskuit bertempat di

Laboratorium Pengolahan Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu

Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Analisis kimia dan fisik tepung ikan dilakukan

bertempat di Laboratorium Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan

Bioteknologi, LPPM IPB. Pemeliharaan mencit menggunakan kandang metabolik

dilakukan di Laboratorium Terpadu Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas

Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.

3.2 Alat dan bahan

Alat-alat yang digunakan dalam pembuatan tepung ikan lele dumbo dan

formula biskuit diantaranya adalah ember dan baskom plastik sebagai

penampung, timbangan untuk menakar kebutuhan bahan, panci presto (presto

pan) bertenaga listrik dengan kapasitas 20 liter yang dipakai untuk pemasakan

awal daging ikan segar agar menjadi lebih lumat, kain kasa dan hidrolik pres

dengan kapasitas maksimum 6 kg yang digerakan dengan tenaga listrik yang

digunakan untuk mengurangi kandungan air pada ikan lele sebelum dikeringkan,

grinder listrik merk Nasional dengan diameter filter sebesar 3 mm yang

digunakan untuk menghaluskan ikan sebelum dikeringkan, grinder juga

digunakan untuk mencetak formula biskuit menjadi produk akhir dalam bentuk

pelet, gambar produk pelet dan formula biskuit tepung dapat dilihat pada

Lampiran 7. Blender listrik 3 speed merk Philips dengan kapasitas 2 liter yang

digunakan untuk menghaluskan serpihan ikan kering agar menjadi tepung ikan.

Oven dan loyang aluminium sebagai wadah pengeringan untuk pengeringan

akhir, oven yang digunakan dalam penelitian adalah oven dengan merk

Mammert dengan spesifikasi suhu antara 30-1050C, dengan kapasitas

pengeringan maksimal 3 lapisan, untuk setiap lapisan mampu menampung

loyang ukuran 25x25 cm, gambar alat-alat yang digunakan dalam penelitian

dapat dilihat pada Lampiran 1.

Pada hewan percobaan, peralatan yang digunakan adalah kandang

metabolik yang telah memenuhi syarat kesehatan dan keamanan dengan ukuran

kandang 20x20x20 cm yang terbuat dari stainless stell dan dilengkapi dengan

tempat penampungan feces dan urine, tempat makan/ransum dan tempat

25

minum. Peralatan lain yang digunakan adalah cawan, sendok/pengaduk dan

timbangan analitik yang digunakan untuk menimbang berat badan mencit,

kebutuhan ransum serta menimbang sisa urine dan feces. Gambar kandang

metabolik yang digunakan dalam penelitian dapat dilihat pada Lampiran 2.

Bahan yang digunakan dalam pembuatan tepung ikan lele adalah ikan lele

dumbo segar varietas sangkuriang yang diperoleh langsung dari peternak di

Desa Cilubang, Darmaga Bogor. Bahan-bahan yang digunakan dalam

pembuatan formula biskuit antara lain tepung ikan lele, tepung terigu, gula halus,

kuning telur, susu skim, baking powder, margarin serta fortifikan. Bahan yang

digunakan untuk perlakuan pada hewan percobaan adalah formula biskuit (pelet)

yang diberikan secara terus menerus (ad libitum), begitu juga pemberian air

minum pada hewan percobaan dilakukan secara ad libitum. (Malole dan

Pramono 1989).

Bahan yang digunakan untuk fortifikasi produk adalah Iron (II) Sulphate

(FeSO4 7H2O) produk Univar, Vitamin A Palmitate 1.7 m.IU/g produk Roche, dan

asam folat (Folavit 400mg) produk Sanbe, ketiga produk fortifikan ini berbentuk

serbuk. Bahan yang digunakan untuk analisis serum diantaranya

metylumbelliferyl fosfat, glass fiber matrix, speciment diluents, reaction cell,

enzyme labeled antibody, matrix, fluorescent, MEIA optical assembly, potasium

hidroksida, alkalin fosfatase, albumin, asam askorbat, polyanion/protein, buffer

borat, buffer asetat denaturant, dithiothreitol dalam, capture reagent,

Hewan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah mencit (Mus

mucuslus) dengan jenis Wistar yang berjumlah 75 ekor. Mencit yang digunakan

adalah mencit dalam usia produktif antara 50-70 hari dengan rata-rata bobot

mencit 29 gram/ekor dengan spesifikasi mencit dalam keadaan bunting pertama.

Mencit yang digunakan sebagai hewan percobaan dalam penelitian ini diperoleh

dari hasil budidaya pada Laboratorium Satwa Harapan, Fakultas Peternakan

Institut Pertanian Bogor. Gambar mencit yang digunakan dalam penelitian dapat

dilihat pada Lampiran 3 dan anak mencit yang dilahirkan dapat dilihat pada

Lampiran 4.

3.3 Metode penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dalam dua tahap yaitu penelitian pendahuluan

dan tahap penelitian utama. Penelitian pendahuluan dilakukan pembuatan

tepung badan ikan lele dan tepung kepala ikan. Tahapan ini meliputi pemilihan

26

ikan lele, pemisahan kepala dan badan, penghalusan, pemasakan dan

pengeringan hingga menjadi tepung kepala dan tepung badan ikan lele. Pada

penelitian pendahuluan ini, produk tepung yang dihasilkan kemudian diujikan

secara fisik meliputi uji aktifitas air (aw) dan uji rendemen, dan uji secara kimia

proksimat (AOAC 1995) yang meliputi: (1) kadar air; (2) kadar lemak; (3) kadar

abu; (4) kadar protein dan; (5) kadar karbohidrat. kimia ini

Penelitian utama dilakukan dengan mengaplikasikan tepung badan ikan dan

tepung kepala ikan lele dengan formulasi biskuit yang difortifikasi (vitamin A,

asam folat, dan zat besi). Dari aplikasi ini akan dihasilkan empat macam formula

biskuit yaitu formula biskuit dengan bahan baku tepung kepala yang difotifikan

(F1), tepung kepala non fortifikan (F2), tepung badan dengan fortifikan (F3) dan

tepung badan non fortifikan (F4) yang kemudian akan di ujikan secara in vivo

kepada mencit (Mus mucuslus). Penelitian utama juga menggunakan satu jenis

formula biskuit lain sebagai kontrol, formula biskuit yang digunakan sebagai

kontrol adalah pakan ayam pedaging (pelet dengan diameter 3mm) yang

diperjualbelikan dipasaran.

Pada penelitian utama akan dilakukan uji terhadap formula biskuit yang

meliputi uji rendemen, kandungan energi formula biskuit (Fennema 1996),

analisis daya cerna protein (Anwar 1994), analisis metabolisme total serum yang

meliputi metabolisme asam folat serum (Spektrofotometr ELISA), metabolisme

retinol serum (HPLC) dan metabolisme feritin serum (Spektrofotometr ELISA). Uji

kimia proksimat (AOAC1995) yang meliputi: (1) kadar air; (2) kadar lemak; (3)

kadar abu; (4) kadar protein dan; (5) kadar karbohidrat.

3.3.1 Penelitian pendahuluan

Tahapan pembuatan tepung badan dan tepung kepala ikan lele melalui

beberapa tahapan yang meliputi pembersihan, pembuangan jeroan dan insang,

pemisahan antara bagian kepala dengan badannya. Setelah itu badan ikan lele

dan kepala ikan lele masing-masing dimasak secara terpisah dengan tekanan

tinggi (presto) dengan autoklaf pada suhu 1210C selama 2 jam untuk bagian

kepala dan 1,5 jam untuk bagian badan ikan.

Penggunaan autoklaf dimaksudkan untuk menghancurkan tulang ikan lele

sehingga dapat dikeringkan dan digiling bersama daging ikan. Penggunaan

autoklaf sangat penting dalam pembuatan tepung kepala ikan agar kepala ikan

menjadi lebih lunak. Proses selanjutnya, badan ikan dan kepala ikan yang telah

27

matang masing-masing dibungkus dengan kain kasa dan dipress dengan hidrolik

pres. Tujuan dari pengepresan adalah untuk menurunkan kandungan air dari

ikan sehingga memudahkan dalam proses pengeringan. Ikan yang agak kering

kemudian dikeringkan dengan oven pada suhu 80 0C selama 12 jam. Lalu

serpihan ikan yang telah kering digiling lagi dengan blender sehingga

menghasilkan tepung badan dan tepung kepala ikan lele yang merupakan bahan

baku pembuat formula biskuit. Diagram alir pembuatan tepung badan ikan dan

tepung kepala ikan lele dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2 Diagram alir proses pembuatan tepung ikan lele pada tahapan penelitian pendahuluan

Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus)

Pembersihan dari jeroan dan insang

Pemisahan bagian badan dengan kepalanya

Kepala / Badan

Pemasakan dengan presto pan pada suhu 1210C selama 2 jam

Kepala / Badan ikan matang

Pengepresan dengan hidrolik pres

Badan / kepala ikan agak kering

Pengeringan dengan oven

pada suhu 800C selama 12 jam

Badan / kepala ikan kering

Penghalusan dengan Blender

Tepung badan / kepala

1. Uji aw 2. Uji Rendemen 3. Uji proksimat

28

Setelah selesai tahapan pembuatan tepung berbahan dasar kepala dan

tepung berbahan dasar badan ikan lele ini, tahapan selanjutnya adalah

melakukan uji terhadap kedua jenis tepung yang nantinya akan digunakan

sebagai bahan baku dalam penelitian utama. Uji yang akan dilakukan meliputi uji

sifat fisik dan uji sifat kimia terhadap tepung kepala dan tepung badan yang

meliputi: (1) uji fisik : uji aktivitas air (aw) dan rendemen; (2) analisis kimia tepung

proksimat (AOAC 1995)badan ikan lele dan tepung kepala ikan lele yang terdiri

dari: kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar protein dan kadar karbohidrat.

3.3.2 Penelitian utama

Pada penelitian utama akan dilakukan formulasi terhadap beberapa jenis

bahan baku. Formulasi dimulai dengan mencampurkan bahan baku utama

tepung badan ikan dan tepung kepala ikan lele dumbo dengan bahan-bahan

penyusun lainnya seperti tepung terigu, tepung gula, margarin, pengembang,

susu skim, dan kuning telur beserta bahan fortifikan zat besi, asam folat, dan

vitamin A sehingga menjadi formula biskuit dalam bentuk pelet. Formula biskuit

pakan mencit yang mengadopsi komposisi makanan ringan (biskuit). Adapun

komposisi bahan baku yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10 Komposisi bahan baku formula bahan baku biskuit

Bahan Baku Jumlah (gram)

Tepung kepala / badan ikan lele 24,2

Tepung terigu 16,1

Tepung gula 20,2

Susu skim 6,0

Margarin 26,5

Kuning Telur 6,0

Baking powder 1,0

Total 100,0

Sumber : Ambarani (2004)

Penambahan jumlah fortifikan didasarkan pada angka kecukupan gizi

(AKG) untuk wanita hamil (WNPG 1998). Jenis fortifikan yang digunakan dalam

penelitian ini terdiri atas zat besi (fero sulfat), vitamin A (retinol A), dan asam folat

(folic acid), ketiga fortifikan ini yang umum digunakan dalam pangan, bentuk

29

komersil ketiganya dalam bentuk serbuk (WNPG 1998). Jumlah yang dianjurkan

dalam angka kecukupan gizi untuk ibu hamil dapat dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11 Angka Kecukupan Gizi (AKG yang dianjurkan untuk ibu hamil)

Jenis kandungan gizi Kebutuhan

Vitamin A 700 g RE*

Asam folat 300 µg/hari

Zat besi 34-46 mg/hari Sumber : WNPG (1998)

* : Retinol Ekuivalen

Komposisi dan jumlah pencampuran bahan fortifikan yang digunakan

dalam pembuatan formula biskuit mengacu pada acuan standar yang

dikeluarkan oleh Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (1998) seperti yang

disajikan pada tabel 12.

Tabel 12 Jumlah fortifikan yang ditambahkan pada 100 gram produk

Jenis fortifikan Jumlah (mg)

Vitamin A 11,2

Asam folat 1,1

Zat besi 43,3

Sumber: WNPG (1998)

Formula biskuit yang dibuat terdiri dari 4 tipe, yaitu formula biskuit dengan

bahan baku utama tepung kepala yang difotifikan (F1), tepung kepala non

fortifikan (F2), tepung badan dengan fortifikan (F3) dan tepung badan non

fortifikan (F4). Jenis formula biskuit yang difortifikasi akan ditambahkan bahan

fortifikan yang terdiri atas asam folat (folic acid), vitamin A, dan zat besi.

Formulasi pembuatan formula biskuit ikan lele dumbo dalam dapat dilihat pada

Tabel 12. Diagram alir proses formulasi biskuit dan proses in-vivo pada mencit

dalam penelitian utama dapat dilihat pada Gambar 3.

30

Pengumpulan data : 1. Feses 2. Urine

3. serum

Hasil dan Pembahasan

Pengujian pada Mencit

Bunting

1. Uji Rendemen 2. Uji proksimat 3. Kandungan energi

sampel

6. Analisis Penilaian Kualitas

Protein (Daya Cerna Protein) 7. Analisis Status Metabolisme

Total Serum

Status Metabolisme Asam Folat

Status Metabolisme Zat Besi

Status Metabolisme Vitamin A

4. Pertumbuhan Berat Badan Mencit 5. Pertumbuhan Berat Badan Anak

Mencit

Gambar 3 Diagram alir proses formulasi biskuit dan proses in-vivo

pada mencit dalam penelitian utama

Tepung kepala / badan

Pencampuran tepung ikan dengan bahan tambahan

dan fortifikan

Tipe sampel : F1. Kepala dengan fortifikan F2. Kepala non fortifikan F3. Badan dengan fortifikan F4. Badan non fortifikan

Pengeringan menggunakan oven pada suhu 80

0C selama 12 jam

Pencetakan sampel menjadi pelet

menggunakan grider

31

Tabel 13 Formulasi yang digunakan dalam pengolahan formula biskuit

Jenis Bahan F 1 F 2 F 3 F 4 F5

Tepung Kepala √ √ x x x

Tepung Badan x x √ √ x

Asam folat √ x √ x x

Vitamin A √ x √ x x

Zat besi √ x √ x x

Keterangan : Formula 1 (F1) : Sampel dari tepung kepala dengan fortifikan

Formula 2 (F2) : Sampel dari tepung kepala tanpa fortifikan

Formula 3 (F3) : Sampel dari tepung badan dengan fortifikan

Formula 4 (F4) : Sampel dari tepung badan tampa fortifikan

Formula 5 (F5) : Sampel pakan komersil ayam ras pedaging

Formula biskuit kontrol (F5) yang digunakan dalam penelitian ini adalah

pakan komersil ayam ras pedaging dalam bentuk pelet dengan diameter 3 mm.

Pemilihan formula ini didasarkan karena pada awal pemeliharaan induk mencit

telah menggunakan pakan jenis ini. Adapun data kimia dari formula biskuit F5

disajikan pada Tabel 14.

Tabel 14 Kandungan kimia formula biskuit F5

Kandungan Jumlah

Kadar air 13,5 % Kadar protein kasar 20 % Lemak kasar 5 % Serat kasar 5,5 % Kadar abu 6,7 % Calsium (Ca) 0,9 % Phosphor (P) 0,8 % L-Lysine 0,7 % DL-Methionine 0,06 % Alfatoksin 60 ppb

Sumber : Utama Jaya (2010)

Pada formula biskuit dengan berbagai tipe perlakuan yang telah ditetukan,

selanjutnya akan dilakukan analisis lebih lanjut terhadap formula biskuit. Analisis

yang akan dilakukan meliputi analisis fisik dan analisis kimia terhadap empat

jenis formula biskuit, adapun analisis yang dilakukan meliputi (1) sifat fisik :

aktivitas air (aw) dan rendemen (2) sifat kimia : analisis proksimat (AOAC 1995)

dan analisis kandungan energi formula biskuit, analisis proksimat meliputi :

kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar protein, kadar karbohidarat.

Pada penelitian ini menggunakan mencit sebanyak 75 ekor, mencit yang

digunakan yaitu mencit betina yang berusia produktif antara 50-70 hari dengan

spesifikasi mencit dalam keadaan bunting pertama. Penggunaan mencit

32

berjumlah 5 (lima) ekor untuk masing-masing perlakuan yang terdiri dari 5 (lima)

perlakuan (F1-F2-F3-F4-F5) dengan 3 (tiga) kali proses ulangan. Dalam

penelitian ini, disiapkan 10 ekor mencit tambahan yang terdiri dari 2 ekor untuk

masing-masing perlakuan pakan, penambahan mencit ini digunakan sebagai

penggganti jika dalam masa pengamatan terdapat mencit yang mati.

Setelah diberikan perlakuan selama proses penelitian, selanjutnya

dilakukan analisis terhadap hewan percobaan. Tahapan analisis yang akan

dilakukan pada mencit setelah mendapatkan perlakuan pada ransum meliputi:

1) pertumbuhan berat badan mencit; 2) pertumbuhan berat badan anak mencit;

3) analisis daya cerna protein; 4)analisis status metabolisme total serum asam

folat, zat besi dan vitamin A.

3.3.3 Metode analisis

Tahapan selanjutnya dari penelitian ini adalah melakukan beberpa uji yang

diharapkan dapat menjawab tujuan penelitian. Adapun uji yang akan dilakukan

meliputi uji sifat fisik yang meliputi: (1) Uji aktivitas air (aw), (2) Rendemen,

(3)Tekstur. Analisis kimia tepung badan ikan lele dan tepung kepala ikan lele

(4) Analisis proksimat (kadar air, kadar lemak, kadar abu, kadar protein dan

kadar karbohidrat) (5) Pertumbuhan berat badan mencit (6) Pertumbuhan berat

badan anak mencit (7) Analisis penilaian kualitas protein (daya cerna protein), (8)

Analisis status metabolisme total serum (asam folat, zat besi dan vitamin A).

3.3.3.1 Analisis pada tepung dan formula biskuit

Analisis yang dilakukan pada tepung meliputi kedua jenis tepung

ikan lele yang dihasilkan, yaitu tepung kepala dan tepung badan.

Sedangkan pada formula biskuit meliputi keempat jenis formulasi biskuit,

yaitu formula biskuit dengan bahan baku utama tepung kepala yang

difotifikan (F1), tepung kepala non fortifikan (F2), tepung badan dengan

fortifikan (F3) dan tepung badan non fortifikan (F4). Berikut ini adalah

beberapa jenis analisa yang dilakukan terhadap formula biskuit tepung dan

formula biskuit pakan ikan:

1) Aktivitas air (aw) (Wiyati 2004)

Aktivitas air (aw) adalah perbandingan antara tekanan uap larutan

dengan tekanan uap air solven murni pada suhu yang sama (aw= p/po). Ini

merupakan jumlah air yang tersedia untuk pertumbuhan mikrobia dalam

33

pangan dan bukan berarti jumlah total air yang terkandung dalam bahan

makanan sebab adanya adsorpsi pada konstituen tak larut dan absorpsi

oleh konstituen larut (gula, garam). Air murni mempunyai aw=1,0 dan

bahan makanan yang sepenuhnya terdehidrasi memiliki aw= 0. Bakteri

Gram negatif lebih sensitif terhadap penurunan aw dibandingkan bakteri

lain. Batas aw minimum untuk multiplikasi sebagian besar bakteri adalah

0,90. Escherichia coli membutuhkan aw minimum sebesar 0,96, sedangkan

penicillium 0,81 dan aw minimum staphylococcus aureus adalah 0,85.

2) Rendemen

Rendemen dapat diartikan sebagai prosentase hasil bagi antara berat

produk yang dihasilkan dibandingkan dengan berat produk awal.

Penghitungan rendemen dilakukan bertujuan untuk mengetahui seberapa

besar produk akhir yang dihasilkan dari sejumlah bahan mentah yang

digunakan.

3) Analisis sifat kimia (Uji proksimat AOAC 1995)

Analisis sifat kimia dilakukan pada kedua jenis formula biskuit yang

dihasilkan yaitu pada tepung dan jenis formula biskuit. Adapun analisis

kimia proksimat yang dilakukan meliputi 1) Kadar Air, 2) Kadar Lemak, 3)

Kadar Abu, 4) Kadar protein dan 5) Kadar Karbohidrat.

a. Kadar air

Sebanyak 1 gram sampel ditimbang dalam cawan, kemudian sampel

dimasukkan ke dalam oven dengan suhu 1500C selama 8 jam lalu

ditimbang. Kadar air di hitung dengan rumus :

b. Kadar abu

Sebanyak 1 gram sampel ditempatkan dalam cawan porselen lalu

dibakar sampai tidak berasap, kemudian diabukan dalam tanur suhu 600C

selama 2 jam, lalu sampel timbang. Kadar abu di hitung dengan rumus :

Bobot Tepung Ikan Bobot Ikan Segar

x 100 % Rendemen Nyata =

Bobot abu Bobot sampel

x 100 % Kadar abu =

Bobot sampel (segar-kering)

Bobot sampel segar x 100 % Kadar air =

34

c. Kadar lemak

Sebanyak 2 gram sampel disebar di atas kapas yang beralas kertas

saring dan digulung membentuk thimble, lalu dimasukkan kedalam labu

soxhlet. Kemudian sampel diekstraksi selama 6 jam dengan pelarut

lemak berupa heksana sebanyak 150 ml. Lemak yang terekstrak

dikeringkan dalam oven pada suhu 100 0C selama 1 jam. Kadar lemak di

hitung dengan rumus :

d. Kadar protein

Sebanyak 0,25 gram sampel dimasukkan dalam labu kjeldahl 100 ml

dan ditambahkan selenium 0,25 gram dan 3 ml H2SO4 pekat. Kemudian

lakukan destruksi (pemanasan dalam keadaan mendidih) selama 1 jam

sampai larutan jernih, setelah dingin sampel ditambahkan dengan 50 ml

akuades dan 20 ml NaOH 40%, lalu didestilasi. Destilat ditampung dalam

labu erlenmeyer yang berisi campuran 10 ml H3BO3 2% dan 2 tetes

indikator Brom Cresol Green-Methyl Red berwarna merah muda. Setelah

volume hasil tampungan (destilat) menjadi 10 ml dan berwarna hijau

kebiruan kemudian proses destilasi dihentikan dan destilat dititrasi dengan

HCl 0,1 N sampai berwarna merah muda. Perlakuan yang sama dilakukan

juga terhadap blanko. Kadar protein diperoleh dengan mengalikan kadar

nitrogen dengan faktor perkalian untuk berbagai bahan pangan sebesar

6,25. Dengan metode ini diperoleh kadar nitrogen total yang dihitung

dengan rumus:

Keterangan : S : volume titran sampel (ml) B : volume titran blanko (ml) W : bobot sampel kering (mg)

e. Kadar karbohidrat (by difference)

Kadar karbohidrat total ditentukan dengan metode karbohidrat by

difference yaitu nilai keseluruhan dari bobot sampel dikurangi dengan

bobot air, protein dan lemak. Kadar protein N free menunjukkan besarnya

kandungan karbohidrat yang dicerna dari suatu bahan pangan.

Bobot lemak terekstrak

Bobot sampel x 100 % Kadar lemak =

(S – B) x N HCl x 14

W x 1000 x 100 % % N =

35

Ditentukan dengan cara 100% - (kadar air + abu + lemak + protein + serat

kasar).

4) Penghitungan jumlah energi (Fennema 1996)

Penghitungan jumlah energi dapat dilakukan dengan mengkonversikan

kandungan kimia (kadar karbohidrat, kadar lemak dan kadar protein) pada

formula biskuit hasil pengolahan. Dalam metode ini, karbohidrat memiliki

faktor konversi yang sama dengan kadar protein, yaitu sebesar 4 kkal/g,

sedangkan faktor konversi pada kadar lemak sebesar 9 kkal/g. Secara

matematis, penghitungan jumlah energi pada formula biskuit dapat

disajikan kedalam rumus sebagai berikut :

Dimana : A = Karbohidrat B = Protein C = Lemak

3.3.3.2 Analisis pada hewan percobaan

Analisis yang akan dilakukan pada hewan percobaan mencit

meliputi pengamatan perubahan berat badan selama penelitian.

Pengamatan terhadap perubahan berat badan akan dilakukan baik pada

mencit dewasa maupun anak mencit yang dilahirkan.

1. Pertumbuhan berat badan

Pertumbuhan merupakan pertambahan ukuran (misalnya bobot badan)

yang dinyatakan dengan angka. Bobot badan dapat digunakan sebagai

salah satu tolak ukur untuk menentukan tingkat kesehatan mahluk hidup.

Pertumbuhan berat badan pada induk mencit diukur dengan metode

penimbangan berat badan hewan percobaan yang dilakukan dua hari

sekali selama masa bunting hingga melahirkan. Sedangkan pengukuran

berat badan pada anak mencit dengan metode penimbangan hewan

percobaan yang dilakukan setiap hari sejak hari pertama kelahiran hingga

anak mencit siap lepas sapih dari induk mencit.

2. Evaluasi nilai mutu protein secara biologis (daya cerna protein)

(Anwar 1994)

Untuk mengetahui kualitas protein dalam suatu bahan pangan dapat

dilakukan dengan menggunakan indikator Protein Efficiency Ratio (PER).

Jumlah Energi/100 gram = (4A + 4B + 9C) Jumlah Energi/100 gram = (4A + 4B + 9C)

36

PER adalah perbandingan anatara kenaikan berat badan dengan jumlah

protein yang dimakan. Penentuan ini biasanya dilakukan pada tikus yang

masih tumbuh. Prinsip dari penentuan PER adalah menganggap bahwa

semua protein yang dimakan digunakan untuk pertumbuhan.

Determinasi dari PER yaitu mengukur pertumbuhan pada binatang

yang diinformasikan dengan berat badan dengan protein yang dikonsumsi.

Keuntungan dengan menggunakan metode ini adalah relatif mudah hanya

dengan menggunakan alat/kandang, tempat makan/ransum, botol air

minum, keseimbangan lingkungan, sehingga cara ini sangat sederhana,

mudah, murah dan efektif dan efisien. Kelemahan metode ini yaitu hanya

secara langsung menghitung secara total dan tidak bisa membedakan

berat badan yang dicapai sebagai lemak atau tanpa lemak (lean body

mass) (Sibrani, 1986).

Evaluasi nilai gizi protein secara biologis (in-vivo) dilakukan dengan

menggunakan tikus percobaan. Keuntungan menggunakan tikus putih

adalah tikus mempunyai kemiripan dengan manusia dalam sistem

metabolisme, siklus hidupnya relatif pendek, tidak memuntahkan kembali

isi perutnya dan tidak pernah berhenti tumbuh, namun kecepatan

pertumbuhannya akan menurun setelah berumur seratus hari (Muhtadi,

1993).

3.3.3.3 Analisis status metabolisme total serum induk mencit

Status metabolisme total serum dalam penelitian ini menggunakan

serum darah sebagai objek analisis, dimana serum awal diambil satu hari

(H-1) sebelum hewan percobaan diberikan perlakuan formula biskuit,

sedangkan serum akhir diambil pada hari ke-15 perlakuan formula biskuit.

Adapun analisis total serum yang diujikan meliputi kadar asam folat serum,

retinol serum dan feritin serum. Pengujian analisis metabolisme asam folat

dan feritin serum menggunakan metode Spektrofotometer ELISA (Enzym-

Linked Immuno Assays), sedangkan kadar retinol serum menggunakan

metode HPLC (High Perpformence Liquid Cromatografi).

Fungsi fortifikan asam folat adalah sebagai pembentukan sel

darah merah dan sel darah putih dalam sumsum tulang dan untuk

pendewasaannya. Fungsi fortifikan vitamin A memegang peranan aktif

Kenaikan berat tikus (g) Jumlah protein yang dikonsumsi

PER =

37

dalam kegiatan inti sel, dengan demikian dalam pengaturan faktor penentu

keturunan/gen yang berpengaruh terhadap sintesis protein, serta berperan

dalam sel darah merah. Sedangkan fungsi fortifikan zat besi (Fe) dalam

metabolisme energi berperan dalam langkah-langkah akhir metabolisme

energi. (Almatsier 2001).

1) Status metabolisme asam folat serum (Spektrofotometer ELISA)

Penghitungan analisis kadar folat pada serum dilakukan menggunakan

metode spektrofotometer ELISA (Enzym-Linked Immuno Assays). Dengan

standar pengelompokan kadar folat berdasarkan pada ketentuan WHO

(1994) yaitu <3ng/ml didefinisikan sebagai defisiensi folat, anatar 3-6ng/ml

di kategorikan marjianl, sedangkan kadar folat >6ng/ml adalah cukup.

Asam folat (folic Acid) adalah sejenis vitamin B, yang penting dalam

pembentukan sel-sel baru dan perawatan sel, khususnya dalam kehamilan

karena pada masa itu terjadi pertumbuhan sel-sel baru dengan sangat

pesat. Secara tabulasi dapat dilihat pada Tabel 15 dan prosedur

penetapan folat serum dengan metode spektrofotometer elissa dapat

dilihat pada Lampiran 5.

Tabel 15 Pengelompokan standar folat serum

Status Jumlah (ng/ml)

Defisiensi <3

Marjinal 3-6

Cukup > 6 Sumber : WHO (1994)

Asam folat dapat ditemukan pada sayuran berwarna hijau dan buah-

buahan berwarna jingga dan merah seperti semangka, jeruk, pisang, kiwi,

nanas, alpukat, asparagus dan brokoli. Kebutuhan akan folat bisa

dipenuhi dengan banyak mengkonsumsi sayur- sayuran hijau dan buah-

buahan segar. Sangat dianjurkan bagi wanita hamil untuk mengkonsumsi

makanan dengan gizi seimbang, kaya asam folat, dan jika perlu minum pil

suplemen asam folat secara teratur, bahkan semenjak sebelum hamil

dalam masa persiapan kehamilannya.

2) Status metabolisme retinol serum (HPLC)

Analisis vitamin A (retinol serum) pada penelitian dilakuan pada

tahapan sebelum dan sesudah perlakuan formula biskuit. Metode

pengujian kadar retinol serum menggunakan metode HPLC (High

38

Perpformence Liquid Cromatografi). Standarisasi pengelompokan retinol

serum disajikan pada Tabel 16 dan prosedur penetapan retinol serum

dengan metode HPLC Waters 501 dapat dilihat pada Lampiran 6.

Tabel 16 Pengelompokan standar retinol serum

Status : Jumlah (µg/dl)

Defisiensi <10 Marjinal 10-20 Cukup 20-30 Baik >30

Sumber : WHO (1994)

Vitamin A merupakan zat gizi mikro mikro larut lemak yang berperan

pada penglihatan, reproduksi, pertumbuhan dan pengaturan proliferasi sel.

vitamin A esensial saat kehamilan akan sangat berpengaruh pada fetus

serta bayi yang dilahirkan. Bayi yang dilahirkan dalam kondisi konsentrasi

vitamin A rendah akan lebih beresiko sakit karena status imunnya lemah

(Humphrey et al, 1992).

3) Status metabolisme feritin serum (Spektrofotometer ELISA)

Pengujian kadar feritin serum dalam penelitian ini menggunakan

metode spektrofotometer ELISA (Enzym-Linked Immuno Assays).

Pengelompokan feritin berdasarkan pada ketentuan WHO (1994) yaitu

≤12µg/l didefinisikan sebagai defisiensi Fe, sedangkan kadar feritin >12µg/l

di adalah normal. Secara tabulasi dapat dilihat pada Tabel 17 dan prosedur

penetapan feritin serum dengan metode spektrofotometer elissa dapat

dilihat pada Lampiran 7.

Tabel 17 Pengelompokan stadar feritin serum

Status Jumlah (µg/liter)

Defisiasi < 12

Normal ≥12

Kelebihan > 200

Sumber : WHO (1994)

Zat besi dalam tubuh disimpan sebagai feratin atau hemosiderin dalam

beberapa jaringan organ tubuh, terutama pada hati, limpa dan sumsum

tulang belakang. Pada laki-laki dewasa, simpanan besi berkisar antara

500-1000mg, sedangkan pada wanita lebih rendah dan jarang mencapai

500mg.