3. LAPORAN KEGIATAN 3.1 Perancangan Business Continuity …
Transcript of 3. LAPORAN KEGIATAN 3.1 Perancangan Business Continuity …
13
3. LAPORAN KEGIATAN
3.1 Perancangan Business Continuity Plan
BCP di PT X merupakan proyek yang penting untuk mempertahankan
keberadaan perusahaan, oleh karena itu dukungan menajemen menjadi bagian
penting dalam perancangannya. Proyek BCP dimulai sejak November 2002 dengan
tahap inisiasi. Pada awal bulan Februari 2003 telah tercapai hasil akhir Functional
Requirement phase dari tujuh langkah BCP yang ada. Langkah-langkah BCP tersebut
adalah sebagai berikut:
1. Project Initiation Phase.
2. Functional Requirement Phase.
3. Design and Development Phase.
4. Implementation Phase.
5. Testing and Exercise Phase.
6. Maintenance and Updating Phase.
7. Execution Phase
Setelah selesai dengan langkah tersebut dilakukan perancangan BCP mulai
dengan langkah desain dari respon darurat hingga pemulihan fungsi bisnis dari
insiden. Metode pendekatan rencana BCP yang digunakan oleh PT X dalam
mendesain menggunakan pengembangan rencana dari atas kebawah (top-down)
sebagai suatu piramida. Contoh pendekatan dapat dilihat pada Gambar 3.1.
Pendekatan rancangan awal dilakukan pada level senior management, dan diteruskan
hingga ke bawahnya sampai departemen dan pendukungnya.
3.1. 1. Project Initiation phase
Project Initiation adalah tahap awal pengenalan dan pendekatan kepada
Senior Management dan line manajemen. Inisiasi penting dilakukan untuk
memberikan pandangan pentingnya BCP bagi perusahaan dan untuk memperoleh
totalitas dan peran serta manajemen.
14
Office Head
Supportingstaff
Core Activities
Departemental Operations Departemental Operations
Business UnitCore Business
SupportingDepartement
Business UnitCore Business
SupportingDepartement
Rencana strategi BCP
Tujuan perusahaanKebijaksanaan Management
Recovery Time Objective (RTO)
Rencana OperasionalRencana BCP
Gambar 3.1. Metode Pendekatan Rencana BCP
Sosialisasi BCP diberikan kepada Senior Management dan line manajemen
yang bertujuan untuk mendapatkan komitmen dari para manajemen dan
menyamakan persepsi. Bentuk sosialisasi yang dilakukan berupa awareness dan
rapat (kick-off meeting) sebanyak dua kali pertemuan. Rapat dihadiri oleh level
manajemen pada directorate operational. Materi sosialisasi yang diberikan meliputi:
a. Definisi BCP, dan bagaimana BCP dapat mengontrol hal-hal yang dapat
menimbulkan kerusakan berhubungan dengan proses kerja.
b. Definisi bencana besar (catastrophe) yang digunakan dalam BCP.
c. Definisi fungsi bisnis yang penting dan utama yang mempengaruhi nilai-nilai
perusahaan.
d. Komponen-komponen BCP, yaitu: (lihat Gambar 3.2.)
• Emergency Response
Emergency response adalah keadaan saat insiden terdeteksi dan perusahaan
masih dalam kondisi genting atau darurat.
• Crisis Management and Communication
15
Crisis management and communication adalah keadaan setelah insiden
terdeteksi dan kerugian (pekerja, material, aset) dapat diperkirakan. Selain itu
juga dilakukan penilaian kerusakan serta penanganan korban dan
keluarganya, selain itu juga mengendalikan komunikasi terhadap media dan
karyawan agar tidak panik.
• Business Recovery
Business recovery adalah usaha memulihkan dan memulai kembali proses
bisnis penting yang mengalami kerusakan.
e. Tujuan akhir yang ingin dicapai dalam BCP.
f. Perkenalan project team BCP yaitu Safety department.
Gambar 3.2. Komponen BCP
Metode pelaksanaan yang digunakan oleh PT X dalam membuat rencana
recovery adalah metode yang kontinyu. Nilai-nilai perusahaan dijaga secara terus-
menerus dengan melakukan proses perencanan yang terus diperbarui (update) dan
menjalankan proses recovery dengan kontinyu. Proses yang terjadi berawal dari
ruang lingkup proyek yang telah ditetapkan perusahaan kemudian dilakukan
penilaian terhadap kondisi bahaya. Jika insiden terjadi berawal dengan melakukan
Emergency Response, Crisis Management, Recovery dan training. Setelah training
proses akan kembali untuk mereview jangkauan proyek apakah perlu diperluas.
Kemudian dilakukan audit dan penilaian. Hal ini terjadi berulang-ulang untuk
mempertahankan nilai bisnis perusahaan (enterprise value). Alur metode
pelaksanaan tersebut dapat dilihat pada Gambar 3.3.
Pada tahap inisiasi didapatkan komitmen manajemen berupa kebijakan BCP
(BCP policy), objective dan charter dari level top manajemen. Ketiga hal tersebut
dapat dilihat pada Lampiran 1 mengenai Overview.
Business Continuity Plan(BCP)
EmergencyResponse
CrisisManagement
BusinessRecovery
16
Project Scope / Review
Risk Assesment & AuditTraining/ Awareness
Business RecoveryStrategies
Emergency response
Crisis Management/Communication
Enterprise Value
Gambar 3.3. Metode Pelaksanaan BCP
PT X telah mempunyai kebijakan terpadu yang digunakan sebagai
komitmen manajemen untuk menjalankan BCP, ISO 9001, ISO 14001 dan Safety
management. Selain kebijakan BCP juga disepakati project scope BCP di PT X yang
meliputi directorate operation. Operation merupakan inti dari fungsi bisnis yang
dijalankan oleh PT X. Dengan adanya BCP pada operation diharapkan operasional
perusahaan tidak terhenti jika terjadi insiden. Directorate operation meliputi 5 divisi
penting di PT X yang tersebar di berbagai plant, sehingga setiap plant mempunyai
BCP sendiri-sendiri. Rancangan BCP akan dikembangkan untuk 6 plant PT X.
3.1.2. Functional Requirement Phase
Functional requirement phase adalah tahap dilakukannya penilaian resiko
dan kerugiannya terhadap fungsi bisnis penting di PT X. Tahap penilaian resiko
dilakukan dengan cara mewawancarai seluruh manager bagian operation sesuai
dengan scope BCP. Wawancara tersebut dilakukan secara bergantian. Inti dari
wawancara tersebut sebagai berikut:
a. Mengetahui fungsi bisnis penting pada perusahaan dan mengetahui proses yang
terjadi.
b. Mendata potensi resiko apa saja yang mungkin terjadi dan dampaknya pada
proses bisnis mereka (didukung oleh laporan kecelakaan kerja).
c. Mengurutkan resiko tersebut dari yang paling besar kemungkinan terjadinya.
17
d. Upaya-upaya yang telah dilakukan untuk meminimalkan resiko tersebut.
e. Upaya lainnya jika fungsi bisnis mereka terhenti (alternative solution).
Berdasarkan hasil wawancara tersebut didapatkan beberapa resiko terbesar
pada lingkup operation. Hasil yang didapatkan sebagai berikut:
a. Resiko yang ada pada tiap departemen umumnya hampir sama.
b. Diidentifikasi terdapat 30 jenis resiko.
c. Enam Resiko terbesar yang terangkum dapat dilihat pada Tabel 3.1.
d. Pada setiap resiko yang ada diberikan nilai kemungkinan terjadi yang didapatkan
dari interview juga.
e. Dianalisa juga dampaknya terhadap operasional perusahaan.
Tabel 3.1. Resiko Terbesar PT X
Resiko LokasiKemung
kinan Dampak Keterangan Rationale
Ketersediaantenaga kerja ataumogok kerja
Seluruh Rendah Medium
Manufacturingsangat tergantungpada manusia,tetapi hubunganyang baik dapatdiciptakan denganmanajemen yangaktif dankomunikasi.
Kehilangankemampuan IT
Seluruh Rendah Medium
Manufacturingtidak sepenuhnyatergantung akan IT,tetapi fungsipendukungnyaseperti keuangandan pembelianmenggunakan IT.
BCP dan DRPperlu disinkronkan,fungsi pendukungtidak dapat bekerjaefektif tanpa ITdalam waktu lama.
Masalah SupplyChain (external &internal) termasukketergantungandengan pihak ke-3,transportasi dandistribusi.
Seluruh Medium Tinggi
Tidak tersedianyamaterial danbagian-bagiannya,mesin-mesin yangtidak dapatdijalankan atautidak tersedia,transportasi.
Kehilanganfasilitas atau aksesmasuk terblok
Seluruh Rendah Medium
Gedung rusak olehkebakaran/ledakan/ bom/teroris/pemogokan/penduduk sipil,sabotase.
18
Kehilangan tenagalistrik Seluruh Rendah Tinggi
Peraturanpemerintah
Seluruh Medium Tinggi
Dampak darisemakin ketatnyaperaturanpemerintah.
Penilaian terhadap kemungkinan terjadi insiden dan dampaknya dilakukan
dengan cara memberikan tingkatan rendah, medium dan tinggi. Penilaian tersebut
telah disetujui oleh para top management. Hasil wawancara pada tiap departemen
digunakan juga untuk mengembangkan Contingency Planning (CP).
3.1.3. Design and Development Phase
Pada tahap design and development mulai dilakukan perancangn BCP.
Strategi mengembangkan BCP diawali dengan melihat ruang lingkup yang
digunakan untuk kehilangan total fasilitas. Desain awal didapatkan bahwa BCP akan
dirancang untuk enam plant. Strategi yang dilakukan untuk masing-masing plant
mungkin saja berbeda sesuai dengan fungsi bisnis yang terjadi pada plant tersebut.
Salah satu plant PT X di luar kota tidak jauh dari Surabaya memiliki lima fungsi atau
departemen penting sedangkan untuk lima plant lainnya memiliki scope yang lebih
kecil dan sama pentingnya. Perancangan BCP dilakukan pada plant terbesar karena
merupakan plant yang sangat mempengaruhi plant lainnya dan kompleks. Langkah
awal perancangan BCP meliputi:
a. Command and Control Structure (Struktur tim BCP)
Command and control structure dapat dilihat pada Gambar 3.4. Struktur tim BCP
dirancang berdasarkan tiga komponen BCP yang digunakan yaitu terdiri dari
Emergency, Crisis Management dan Recovery. Selain tiga bagian besar tersebut
juga dipertimbangkan fungsi-fungsi lainnya dalam perusahaan seperti customer,
supplier, dan pemerintahan. Posisi penempatan tugas dirancang berdasarkan
posisi kerja yang ada di PT X dan pengalaman kerjanya. Tim BCP terdiri dari:
• Emergency Controller (EC)
Emergency Controller pada PT X adalah Operations Manager dan sebagai
backup adalah Safety Manager. Mereka adalah orang yang mengerti dan
19
menguasi keadaan dan lingkungan perusahaan. EC adalah bagian yang
bertanggung jawab mengontrol jalannya BCP dan mengontrol tindakan
selama kondisi krisis. Selain itu EC juga bertanggung jawab kepada Senior
Management untuk memberikan laporan situasi dan tindakan. EC membagi
tugas dan terus mengontrol Crisis Management dan ERT .
• Emergency Response Team (ERT)
ERT terdiri dari Safety Engineer, Security, dan Personnal & General Affair
(PGA). Mereka adalah orang-orang yang lebih berpengalaman dalam
melakukan penggulangan kejadian sebab telah banyak mengikuti pelatihan.
ERT melakukan tindakan evakuasi awal setelah kejadian terdeteksi untuk
meminimalkan resiko kerugian dan mencegah kerusakan pada bagian penting
perusahaan. ERT memberikan laporan kejadian kepada Crisis Management
Team Leader.
• Crisis Management Team Leader
Crisis Management Team Leader terdiri dari Manafacturing Manager dan
sebagai backup adalah Head of Public Relation. Tugas seorang pemimpin
crisis management adalah berkoordinasi dengan anggotanya dan menjadi
pusat komando dan informasi. Selain itu juga mengambil keputusan
dijalankannya BCP. Pelaksanaan recovery juga dipantau oleh pemimpin
crisis management selain dengan tim business recovery sendiri.
• Crisis Management Team (CMT)
CMT terdiri dari BM, Logistic, Procurement, dan PGA. CMT yang mengolah
keputusan (strategic concept) dari pemimpinnya berdasarkan hasil penilaian
kerusakan. Penilaian kerusakan tersebut akan menjadi bahan pertimbangan
memutuskan pelaksanaan upaya recovery. Selain itu juga bertindak agar
berita yang tersebar tidak merugikan perusahaan tetapi memberikan informasi
yang jelas kepada korban dan keluarganya serta media. Bertanggung jawab
untuk memberikan informasi kepada customers, suppliers, dan pemerintah
setempat.
20Gambar 3.4. Command and Control Structure
21
• Busines Recovery Team (site specific)
Business Recovery Team terdiri dari lima kelompok yaitu primary
processing, secondary processing, logistic, preliminary processing, dan
preliminary logistic. Business recovery team adalah tim yang menjalankan
rencana pemulihan. Bagian ini terbagi menjadi lima kelompok berdasarkan
tempat atau lokasi yang ada di perusahaan dan fungsi penting untuk
menjalankan supaya fungsi bisnis perusahaan tetap berjalan. Pada umumnya
setiap proses di PT X dipisahkan gedungnya, sehingga untuk tim recovery
merupakan orang di tiap divisi tersebut dan dibantu oleh fungsi pendukung
lainnya dalam tiap gedung.
b. Senior Management and Group
Senior management terdiri dari President Director, Managing Director, CEO
dan CFO. Senior management menerima informasi situasi dan kondisi
perusahaan dari EC.
c. Related function
Fungsi yang berhubungan di dalam tim BCP terdiri dari customer, suppliers,
stakeholders, asuransi, dan pemerintah. Related function ini sifatnya menerima
informasi sesuai dengan fungsinya, misalnya supplier berhak menerima
informasi yang berhubungan dengan fungsinya sebagai supplier agar mereka
dapat mengantisipasi dengan mengalihkan barangnya ketempat lainnya. Pada PT
X key customer dan sebagian besar suppliernya masih di bawah perusahaan yang
sama dengan manajemen yang berbeda.
d. Contact list BCP
Contact list BCP adalah daftar nomor telepon yang digunakan untuk internal PT
X. Daftar ini berisi identitas dan nomor telepon setiap tim dalam BCP dan
ditambah dengan nomor penting seperti pos jaga atau keamanan dan posko
pasukan pemadam kebakaran PT X. Daftar tersebut dirancang untuk memberikan
kemudahan dalam menghubungi tim BCP. Daftar tersebut dirancang dengan
informasi lengkap meliputi posisi pekerjaan, nama, lokasi kerja, telepon kantor,
telepon rumah tinggal, telepon genggam (hand phone) dan alamat tinggal.
22
Contact List BCP dapat dilihat pada Lampiran 5. Pembuatannya dilakukan
dengan mengumpulkan daftar nomor-nomor telepon yang ada saat ini.
e. Contact list external
Daftar nomor telepon untuk eksternal terdiri dari customer, supplier, insurance,
utility supplier, electrician, kepolisian, rumah sakit, dan pemadam kebakaran
(emergency services). Daftar nomor telepon eksternal bermanfaat untuk
memberikan kemudahan CMT dan recovery team untuk melakukan tugasnya.
Contact list external dapat dilihat pada Lampiran 6.
f. Telephone tree
Dalam keadaan darurat tentunya seluruh bagian dalam PT X perlu
mengetahuinya agar dapat mengantisipasi, tidak panik, dan mengetahui kapan
mereka akan dihubungi kembali dan bekerja. Oleh karena itu penyampaian
informasi dan komunikasi di dalam perusahaan sendiri harus tertata rapi. Alur
komunikasi melalui telepon dibuat dalam bentuk diagram pohon yang dapat
dilihat pada Lampiran 7. Alur komunikasi dibuat berdasarkan struktur organisasi
PT X dan didalam setiap departemen tersebut masih mempunyai alur komunikasi
sendiri. Alur komunikaasi mulai dari atasan hingga bawahan dan kembali lagi
keatasannya. Informasi yang diberikan meliputi tiga nomor telepon yaitu nomor
telepon kantor, rumah dan handphone.
Komponen utama dalam BCP yang digunakan telah diberikan di awal tetapi
pada pelaksanaannya komponen tersebut berurutan sesuai dengan waktu dan ada
bagian yang overlap. Melalui urut-urutan kejadian komponen BCP dapat dibagi
menjadi tiga tahapan yang dapat dilihat pada Gambar 3.5. Pada gambar tersebut
terlihat sebelum adanya kejadian PT X telah mempunyai upaya-upaya pencegahan
dan kontrol. Pelaksanaan BCP dilakukan sesuai dengan urutan waktu hingga tercapai
tujuan pemulihannya. Pelaksanaan tiga fase tersebut mempunyai waktu mulai yang
berbeda-beda. Durasi waktu dari tiga komponen tersebut berjalan sesuai dengan
kesepakatan dari PT X yang menyatakan kesanggupannya menyelesaikan fase
tersebut. Pada Emergency Response waktu yang diperlukan kurang lebih dua jam
sedangkan untuk Crisis Management waktu yang diperlukan kurang lebih dua hari
sampai dengan satu minggu. Sedangkan waktu untuk recovery merupakan waktu
yang disepakati oleh manajemen sebagai Recovery Time Objective (RTO) BCP.
23
Setiap divisi atau departemen harus dapat memulihkan departemennya tidak lebih
dari RTO perusahaan yang seharusnya ditetapkan di awal. Waktu untuk recovery ini
belum ditentukan oleh manajemen PT X. Waktu yang dibutuhkan pada setiap fase
berbeda-beda pada tiap plant hal ini tergantung dari luas dan jumlah personnelnya.
Timeline 0-2 jam 1 minggu ≥1 minggu
Gambar 3.5. Urutan Kejadian BCP
3.1.3.1. Emergency Response Phase
Respon keadaan darurat adalah tahapan yang mencakup tindakan awal yang
penting untuk dilakukan setelah kejadian terdeteksi, atau setelah dilakukan
penanggulangan darurat kejadian. Pada tahapan ini dapat dikatakan merupakan awal
tindakan dari nol hingga dua jam pertama setelah kejadian terdeteksi dilakukan
penanggulangan terhadap pekerja dan evakuasi. Bagian ini berisi beberapa point
penting yang dirancang dapat dilihat pada Lampiran 2 yang terdiri dari:
a. Pengenalan Kondisi Darurat
Sebelum melakukan BCP tim perlu mengenali dahulu dampak apa saja yang
mungkin terjadi. Pengenalan kondisi darurat memberikan pengenalan terhadap
keadaan darurat apa saja yang berpotensi menjadi lingkup BCP dijalankan. Isi
dari bagian ini merupakan garis besar penanganan reaksi cepat dan informasi
mengenai kejadian dan dampak yang mungkin terjadi. Pengenalan kondisi
Rencana awal,Pengontrolan Masalah
Incident
Crisis Management Phase
Emergency Response Phase
Business Recovery PhaseDETECTION
RECOVERY
24
darurat memuat dampak terburuk yang mungkin dapat terjadi di PT X. Dampak
terburuk tersebut telah didapatkan dari hasil wawancara pada tahap sebelumnya
(risk assesment). Untuk memudahkan tim BCP menjalankan fase ini diberikan
referensi dokumen yang berhubungan seperti penanganan kebakaran, kehilangan
daya listrik, dan lainnya. Pada saat melakukan tugasnya tim BCP mengetahui
bahwa sebelum tugas mereka berjalan sudah ada tindakan penanganan
sebelumnya (tertera pada dokumen yang berhubungan). Selain itu dengan
memberikan referensi dokumen yang berkaitan dapat dilakukan cek ulang
dokumen yang telah ada dan penambahan prosedur jika dibutuhkan. Hingga saat
ini safety department masih mengidentifikasi dokumen tersebut dan masih
didapatkan penanggulangan terhadap kebakaran yang sedang disinkronkan
dengan ISO 14001. Sedangkan untuk IT akan terangkum di dalam Disaster
Recovery Plan (DRP) yang dirancang oleh divisi IT. Melihat kondisi di beberapa
negara yang akhir-akhir ini banyak ancaman bom maka pada bagian ini ancaman
bom dimasukkan sebagai salah satu insiden yang mungkin terjadi dan prosedur
BCP dilengkapi dengan checklist ancaman bomb.
b. Emergency response pada jam kerja
Emergency response berisi tindakan-tindakan reaksi cepat terhadap penyelamatan
siapa saja yang berada di lokasi dan digunakan pada saat jam kerja. Orang yang
lebih banyak terlibat pada manajemen fase emergency ini adalah EC dan ERT.
Karyawan, tamu dan kontraktor pada tahap ini lebih mengarah kepada tindakan
penyelamatan diri. Sedangkan petugas keamanan lebih mengarah kepada
tindakan penyelamatan dan pengamanan. Penerima tamu berperan dalam
memberikan daftar tamu agar tim keamanan dapat mencari dan meyelamatkan
para tamu. Dokumentasi dibuat dalam bentuk aliran dan juga disertakan
keterangan dokumen atau prosedur yang berkaitan.
c. Emergency response di luar jam kerja
Emergency response yang berisi tindakan untuk reaksi cepat terhadap
penyelamatan siapa saja yang berada di lokasi dan digunakan pada saat di luar
jam kerja. Orang yang terlibat sama seperti pada saat jam kerja hanya penerima
tamu saja yang tidak lagi terlibat. Dokumentasi dibuat dalam bentuk aliran
disertakan keterangan prosedur yang berkaitan.
25
d. Assembly point (tempat berkumpul)
Rancangan ini berisi peta tempat berkumpul dan jalur evakuasi. Peta tersebut
digunakan sebagai dokumen pendukung pada Emergency Response pada jam
kerja dan di luar kam kerja. Pada setiap plant terdapat beberapa tempat
berkumpul dan pada setiap gedung terdapat dua tempat berkumpul. Jika ada
suatu kejadian maka orang yang ada didalam gedung akan menuju tempat
berkumpul terdekat. Pada peta tersebut juga dilengkapi dengan lokasi
penempatan alat-alat fire fighting.
e. Form Incident report
Form laporan kejadian dirancang untuk memberikan laporan mengenai
penyebab, waktu, dan korban insiden. Form ini diisi oleh pihak keamanan yang
melakukan evakuasi dan nantinya dievaluasi oleh EC dan ERT. Form ini berbeda
dengan laporan yang berisi keadaan korban tetapi lebih kepada informasi
terhadap kejadian itu sendiri. Kelangkapan informasi akan sangat membatu PT X
dalam menghadapi ancaman.
f. Form Injury report (form laporan kondisi korban)
Form injury report berisi identitas korban, kondisi korban dan dimana
keberadaan korban. Berdasarkan laporan tersebut PT X dapat mengetahui kondisi
dan situasi keryawannya. Laporan tersebut akan diberikan dan dipantau terus
perkembangannya oleh Crisis Management Team (CMT).
3.1.3.2. Crisis Management Phase
Fase crisis management merupakan fase komunikasi, komunikasi menjadi
sangat penting dalam mengatur perusahaan setelah kejadian terdeteksi. Lamanya fase
ini ditetapkan oleh PT X mulai dari enam jam hingga satu minggu. Point penting
perancangan fase ini dapat dilihat pada Lampiran 3 yang terdiri dari:
a. Crisis Management
Dokumen crisis management berisi tindakan-tindakan yang dilakukan oleh CMT
terutama mengenai komunikasi kepada para pekerja, keluarga korban, media, dan
pihak yang berkepentingan terutama dengan keuangan. Selain komunikasi juga
dilakukan penilaian terhadap kerusakan dan mulai memikirkan tindakan apa yang
akan dilakukan untuk recovery. Pada fase ini tindakan yang dilakukan akan
26
terbagi-bagi berdasarkan urutan waktu mulai dari enam jam hingga satu minggu.
ERT pada fase ini tidak berhenti bertugas tetapi ikut terus mengontrol situasi
terutama BM dan IT. BM bertugas untuk melakuakan penilaian kerusakan dan
konsep rencana perbaikan fasilitas dan gedung. IT bertugas untuk menilai
kerusakan dan merancang konsep perbaikan sistem informasi. Tindakan yang
dilakukan oleh IT akan dirancang di dalam DRP. Sedangkan untuk manajer
setiap departmen atau gedung bersiap-siap untuk menjalankan recovery plan,
siap dengan recovery plan dan berkumpul dengan timnya. Dokumentasi dibuat
dalam bentuk aliran dari enam jam hingga satu minggu.
b. Press and Media Management
Pengaturan terhadap pers dan media sangat penting karena berhubungan dengan
reputasi atau image perusahaan. Pengaturan ini dilakukan agar media interest
dapat dialihkan pada hal yang ingin disampaikan oleh perusahaan saja. Selain itu
juga memberikan batasan-batasan terhadap karyawan dalam menghadapi dan
menanggapi media. Untuk dapat melengkapi prosedur ini diperlukan kerjasama
dengan Public Relation (PR) sebagai departemen yang banyak berhubungan
dengan media dan masyarakat luas, tetapi hal ini oleh PT X belum terlakasana.
Dokumentasi dibuat dalam bentuk aliran dengan waktu sampai dengan empat
jam. Dalam menghadapi media diperlukan persiapan. Rancangan persiapan
menghadapi media yang dilakukan di PT X mulai dari koordinasi internal,
informasi kepada pemegang saham, mempersiapkan bahan wawancara dan
melaksanakan konfrensi pers.
c. Prosedur Pengambilan Keputusan
Prosedur pengambilan keputusan digunakan oleh CMT untuk mengambil
keputusan apakah BCP dijalankan secara total atau parsial. Keputusan tersebut
dibuat berdasarkan besarnya kerusakan yang terjadi, lokasi kerusakan apakah
pada seluruh proses bisnis penting.
d. Mendirikan Command Centre
Command centre adalah tempat CMT berkumpul untuk memberikan perintah dan
memantau seluruh kegiatan dan informasi yang berhubungan dengan insiden.
Tempat yang ditentukan oleh PT X sebisa mungkin berada tidak jauh dari lokasi
kejadian dan tersedia fasilitas yang memadai. Hal tersebut untuk memudahkan
27
CMT dalam mengawasi dan menerima informasi. Di PT X command center
ditentukan tidak jauh dari plant di sebuah real estate milik PT X. Sebagai
cadangan jika tempat tersebut tidak memungkinkan PT X menggunakan hotel
karena telah memberikan fasilitas lengkap. Fasilitas yang dibutuhkan sudah
tertera di lampiran 3 mengenai emergency response phase. Lokasi kontrol yang
belum ditentukan dan akan segera ditentukan oleh PT X. Dokumen ini dirancang
dengan memberikan keterangan dimana command centre dapat didirikan dan
tindakan apa saja untuk mendirikannya. Didalam dokumen juga dituliskan
alamat, nomor telepon dan nomor fax command centre jika ada.
e. Prosedur telephone direct
Sambungan telepon atau jalur komunikasi mempunyai peran penting dan sebab
membantu PT X dalam mengkomunikasikan kondisinya. PT X merancang
telephone direct dengan bekerja sama dengan TELKOM. Sedangkan hal-hal
yang tidak berhubungan dengan telepon akan dikerjakan oleh departemen IT
sendiri. Rancangan tindakan yang dilakukan sebagai berikut:
• Meminta pengalihan nomor telepon perusahaan ke nomor telepon di CMT
command center. Jika pengalihan telepon ini tidak memungkinkan akan
diberikan informasi pengalihan nomor telepon pada saat penelepon
menghubungi nomor lama.
• Meminta nomor khusus untuk bantuan informasi para pekerja dan
keluarganya (employee help line).
• Meminta nomor khusus untuk informasi pihak ke-3 seperti vendor, supplier,
customer, mitra kerja.
• Menggunakan hand phone untuk telepon keluar jika diperlukan.
f. Flipcharts untuk Command Centre
Flipchart merupakan papan yang memuat laporan dan informasi mengenai semua
aktivitas di PT X selama insiden. Flipchart dapat berupa papan informasi yang
berbeda-beda, misalnya untuk mencatat urutan kejadian, korban, media, transaksi
dan lainnya. Flipchart digunakan dan ditaruh di command center yang bertujuan
agar para manajemen dapat memantau setiap event yang terjadi di perusahaan. Di
dalam dokumen flipchart untuk command centre menyarankan untuk membuat
heading flipchart yang terpisah-pisah dan memuat kolom detil yang disarankan.
28
g. Penanganan Media
Prosedur penanganan media dirancang untuk memberikan langkah menghadapi
media, menyampaikan berita dan mengadakan konfrensi pers kepada juru bicara
dan seluruh manajemen PT X. Safety department belum berkoordinasi dengan
divisi communication untuk menyelaraskan prosedur penanganan terhadap media
tersebut.
h. Aturan utama media
Informasi yang diberikan oleh PT X diatur di dalam prosedur aturan utama
media. Tidak semua informasi mengenai perusahaan dan insiden dapat
dikeluarkan, sebab pernyataan yang dikeluarkan akan menentukan sikap
perusahaan. Dalam hal ini PT X merancang prosedur yang memuat apa saja yang
boleh dan tidak boleh dilakukan.
i. Spesifikasi gedung
Spesifikasi gedung memuat informasi mengenai jumlah orang di dalam, luasan,
jenis, dan jumlah gedung. Rancangan informasi ini digunakan untuk identifikasi
kemungkinan gedung yang dapat digunakan dalam kasus BCP. Informasi tidak
terbatas pada gedung yang terdapat di plant ini saja tetapi bisa juga yang di luar
plant. Gedung dengan luasan lebih kecil dan jumlah orang yang lebih kecil dapat
digunakan untuk menjalankan kembali business operation pada level yang dapat
diterima saat kondisi krisis. PT X membagi gedungnya menjadi tiga jenis yaitu
produksi, kantor dan penyimpanan.
j. Form Laporan Kerusakan
Rancangan laporan kerusakan digunakan untuk menilai kerusakan pada gedung
dan sistem informasi. Laporan kerusakan mendeskripsikan seluruh kerusakan
sebagai penilaian yang digunakan oleh BM dan IT. Laporan tersebut akan
diberikan kepada pemilik proses dan fungsi pendukungnya untuk menentukan
rencana perbaikan.
3.1.3.3. Business Recovery Phase
Fase recovery banyak memuat rencana-rencana pemulihan fungsi bisnis
yang critical dapat dilihat pada Lampiran 4. Recovery plan di PT X dibuat untuk
tiap-tiap gedung yang terintegrasi dan terkoordinasi untuk satu plant. Sedangkan
29
untuk recovery yang berhubungan dengan sistem informasi akan dikembangkan oleh
IT yang dibuat dalam DRP. Langkah yang dirancang utuk ditempuh PT X dalam
membuat recovery plan sebagai berikut:
a. Option.
Langkah awal untuk membuat rencana recovery yaitu dengan memberikan
berbagai alternatif rencana yang mungkin ditempuh dan sesuai dengan RTO yang
telah ditetapkan pada inisiasi. Alternatif rencana yang diberikan harus di luar
plant asal sebab dalam kasus BCP seluruh gedung mengalami kerusakan
misalnya memindahkan proses ke plant lainnya atau memesan dari perusahaan
sejenis. Solusi recovery diberikan oleh para manajemen terutama yang
bertanggung jawab terhadap proses pada gedung tersebut. Para manajemen
melakukan brainstorming untuk memberikan pilihan rencana recovery, bukan
hanya pemikiran seorang saja.
b. Evaluation.
Setelah pilihan recovery tersedia dilakukan evaluasi. Setiap pilihan tersebut
dievaluasi oleh para manajemen. Evaluasi dilakukan dengan memberikan rating
low, medium, dan high pada beberapa criteria. Kriteria yang diberikan yaitu:
• Waktu
Menilai waktu yang dibutuhkan untuk melakukan recovery dari tiap-tiap
pilihan yang diajukan.
• Biaya
Menilai biaya yang dibutuhkan untuk melakukan recovery. Biaya yang
dikeluarkan untuk recovery hanya merupakan estimasi pada umumnya biaya
yang telah diperhitungkan akan berbeda jauh dengan kenyataannya.
• Logistik
Menilai tingkat kemudahan mendapatkan material. Pada saat kejadian
material yang tersedia sebelumnya dapat mengalami kerusakan juga,
sehingga harus mendapatkan material baru kembali dengan cepat.
• Practicable
Menilai tingkat kemudahan menjalankan rencana. Jika fasilitas yang
dibutuhkan tersedia semakin lengkap maka semakin mudah rencana
dijalankan.
30
• Capacity
Menilai kapasitas yang dapat dihasilkan. Semakin mendekati kapasitas
normal akan semakin baik.
• Kualitas
Menilai kualitas produk yang dihasilkan. Dalam keadaan krisis perusahaan
tidak dapat benar-benar mempertahankan kualitas dengan baik. Yang perlu
diingat BCP merupakan proses untuk mempertahankan (survival) produk
untuk tetap ada dipasaran.
Contoh rancangan dalam memberikan batasan untuk evaluasi dapat dilihat pada
Tabel 3.2.
Tabel 3.2. Contoh Penilaian Evaluasi
Bobot Cost Practicable Capacity
Low (L)Ada peralatan &
perlengkapanGedung benar-benar baru
(masih kosong)Tidak ada mesin
Medium (M)Tidak ada peralatan, ada
perlengkapanGedung bekas produksi
Ada mesin, hanya dapat memenuhi < 30%
requirement
High (H)Tidak ada peralatan &
perlengkapan
Gedung sudah siap dengan ruangan cukup, mudah untuk instalasi mesin
Ada mesin, dapat memenuhi > 30 % requirement
c. Selection
Setelah berbagai alternatif pemulihan dievaluasi, para manager menentukan salah
satu pilihan rencana yang terbaik.
d. Rencana
Pilihan rencana yang terbaik dibuat rancangan tindakan-tindakan penting yang
harus dilakukan untuk rencana recovery secara berurutan. Rencana ini dibuat
sampai batas yang ditentukan oleh senior management, misalnya sampai 30%
kapasitas normal. Contingency Plan akan sangat membantu rancangan untuk
menentukan komponen apa saja yang critical dan harus dipenuhi terlebih dahulu.
e. Dokumentasi
Rencana yang telah dirancang dituangkan kedalam dokumen. Dokumentasi
dibuat dalam dua jenis. Jenis pertama digunakan oleh manajer yang berisi poin-
poin penting langkah recovery. Sedangkan dokumen berikutnya berisi detil
31
langkah-langkah recovery yang digunakan oleh pelaksana dan penanggung jawab
tindakan recovery.
Langkah-langkah membuat rencana pemulihan perlu disosialisasikan kepada
team recovery BCP. PT X pada business recovery phase baru melangkah untuk satu
gedung dan belum sepenuhnya selesai. Koordinasi dilakukan dengan shift manager
dan hasilnya belum diberikan kepada managernya.
3.1.4. Dokumentasi BCP
Dokumentasi BCP harus dilakukan agar memudahkan dan membantu PT X
dalam penerapannya. Jika terjadi insiden dokumen BCP akan memberikan panduan
para tim dalam melakukan tindakan. BCP merupakan suatu proses yang terus-
menerus sehingga pelaksanaannya dalam keseharian perlu diketahui. Untuk
mengontrol jalannya BCP kesehariannya BCP perlu dibuat dalam living document.
Living document ini akan terus diperbarui sesuai dengan kondisi perusahaan, sifatnya
sama dengan dokumentasi ISO.
Pada pendokumentasian BCP diberikan berberapa item tetap seperti:
a. Nomor, pemberian nomor bertujuan untuk memudahkan dalam sosialisai.
b. Revision, nomor revisi menunjukkan dokumen tersebut telah direvisi beberapa
kali dan memberikan kemudahan bagi para pengguna dalam penelusuran ketidak
sesuaian. Dokumen revisi yang lama tetap disimpan dan dapat menjadi rencana
cadangan.
c. Date issued, menunjukkan tanggal mulai diberlakukannya dokumen.
d. Document controller, berisi tanda tangan dokumen kontrol sebagai tanda bahwa
dokumen tersebut telah melalui proses kontrol.
Pemberian beberapa item pada dokumen tersebut memudahkan dokumen
kontrol untuk mendistribusikannya. Penamaan dokumen belum ada ketetapannya,
hanya saja jika dokumen tersebut dibuat pada perancangan BCP disebut dengan
dokumen business continuity (BC). Dokumentasi dibuat dalam dua jenis yaitu
diagram, dan prosedur. Diagram menunjukkan aktivitas yang dilakukan berdasarkan
urutan waktu.
Dokumen akan menjadi panduan pada saat audit terhadap kesesuaian
dilapangan oleh sebab itu dokumen juga perlu dikendalikan. Pengendalian dokumen
32
dilakukan dengan membuat daftar distribusi. Dokumen BCP dapat didistribusikan
secara lengkap atau sebagian sesuai dengan kebutuhan setiap bagian.
3.2. Perancangan Contingency Plan (CP)
CP pada PT X dikembangkan untuk fungsi bisnis critical yang merupakan
inti bisnis operasional perusahaan. Hal ini dilakukan agar PT X dapat melakukan
pemulihan dengan cepat pada divisi yang mengalami bencana. Jika BCP mencakup
recovery seluruh plant karena kerusakan atau gagalnya seluruh plant PT X, maka CP
mencakup satu divisi saja. Setiap fungsi bisnis atau divisi yang critical pada PT X
mempunyai CP, total divisi yang membuat CP pada semua lokasi PT X terdapat 17
divisi. Pada kick-off meeting (inisiasi) para manajer diperkenalkan juga pada CP. CP
yang dikembangkan oleh PT X dilakukan hingga pengenalan critical business
process. Langkah-langkah yang dilakukan PT X untuk CP menggunakan media form
yang diisi oleh para manager. Form yang dibuat terdiri dari 3 bagian yang saling
berhubungan yaitu:
a. Main Process Identification
Form pertama menjelaskan dengan singkat semua proses bisnis utama yang
normal dilakukan pada setiap departemen dan memberikan penilaian critical.
Proses utama tersebut tidak termasuk proses logistik, penyimpanan dan
penanganan limbah. Penilain critical atau tidaknya suatu proses ditinjau dari
sudut pandang BCP atau CP berdasarkan 6 resiko terbesar. Setiap departemen
untuk memudahkan dalam mengidentifikasi proses yang critical, dapat melihat
potential accident list (PAL) pada aspect impact ISO 14001.
b. Dependency List
Form kedua ini menjelaskan ketergantungan pada proses utama yang critical.
Ketergantungan tersebut diberikan penilaian dengan dapat diabaikan tidaknya
komponen didalamnya. Komponen yang dapat diabaikan artinya proses tersebut
dapat tetap berjalan tanpa komponen tersebut. RTO ditentukan untuk
memberikan kepastian apakah komponen-komponen tersebut dapat dipenuhi
kembali dalam waktu tersebut. Kolom RTO oleh seluruh divisi yang
mengembangkan CP belum terisi sebab belum ditentukan dengan pasti oleh para
manajernya.
33
c. Critical Business Function
Form ketiga mengidentifikasi komponen proses yang kritis atau mempengaruhi
jalannya proses. Fungsi yang kritis tersebut beresiko menyebabkan kecelakaan
misalnya yang terdapat pada enam resiko terbesar. Pada bagian ini diberikan
beberapa pilihan tindakan yang dapat dilakukan untuk menangani komponen
yang tidak dapat diabaikan, misalnya merubah metode kerja dengan
memindahkan proses ke tempat lainnya. Pilihan tindakan tersebut harus melihat
juga pada RTO, sebab tindakan-tindakan tersebut harus selesai dalam kurun
waktu RTO. Jika tidak dapat memenuhi RTO dapat diambil tindakan lainnya
untuk mempercepat tindakan pemulihan atau memperpanjang RTO jika masih
memungkinkan. Pilihan tindakan yang bergantung pada pihak lainnya diluar PT
X atau pihak ketiga harus dipastikan bahwa tindakan tersebut mungkin dilakukan
bagi pihak ketiga tersebut tetapi hal ini belum dilakukan. Tindakan yang
diberikan secara nyata bukan hanya pernyataan tetapi sudah mempunyai bukti
nyata misalnya berupa prosedur atau dokumen.
Proses pengisian form dapat dilihat pada Gambar 3.6. Proses
mengidentifikasi CP didapatkan melalui wawancara dan diskusi singkat dengan plant
manager atau shift manager. PT X belum menindaklanjuti bagian lainnya yang
berhubungan, misalnya dengan plant engineer (PE) yang menangani masalah tenaga
listrik dan logistic yang menangani pengadaan material. Contoh salah satu divisi
yang mengembangkan CP dapat dilihat pada lampiran 8.