3. ISI(1)

40
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tutorial kali ini, Blok 24 di semester 6 tahun 2014, membahas dan mempelajari mengenai Pediatri dan Geriatri dari Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) Pendidikan Dokter Umum Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya Palembang. Pada kesempatan ini, dilakukan tutorial studi kasus sebagai bahan pembelajaran untuk menghadapi kasus yang sebenarnya pada waktu yang akan datang. 1.2 Maksud dan Tujuan Adapun maksud dan tujuan dari materi tutorial ini, yaitu : 1. Sebagai laporan tugas kelompok tutorial yang merupakan bagian dari sistem pembelajaran KBK di Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya Palembang. 2. Dapat menyelesaikan kasus yang diberikan pada skenario dengan metode analisis dan pembelajaran diskusi kelompok. 3. Tercapainya tujuan dari metode pembelajaran tutorial dan memahami konsep dari skenario ini. 1

description

aaa

Transcript of 3. ISI(1)

Page 1: 3. ISI(1)

BAB IPENDAHULUAN

1.1 Latar BelakangTutorial kali ini, Blok 24 di semester 6 tahun 2014, membahas dan mempelajari

mengenai Pediatri dan Geriatri dari Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) Pendidikan Dokter Umum Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya Palembang.

Pada kesempatan ini, dilakukan tutorial studi kasus sebagai bahan pembelajaran untuk menghadapi kasus yang sebenarnya pada waktu yang akan datang.

1.2 Maksud dan TujuanAdapun maksud dan tujuan dari materi tutorial ini, yaitu :1. Sebagai laporan tugas kelompok tutorial yang merupakan bagian dari sistem

pembelajaran KBK di Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya Palembang.2. Dapat menyelesaikan kasus yang diberikan pada skenario dengan metode analisis dan

pembelajaran diskusi kelompok.3. Tercapainya tujuan dari metode pembelajaran tutorial dan memahami konsep dari

skenario ini.

1

Page 2: 3. ISI(1)

BAB IIPEMBAHASAN

2.1 Data TutorialTutor : dr. Tia SabrinaModerator : Marini SyuryatiSekretaris : Alifvia NabdakhHari, Tanggal : Senin, 7 April 2013

Rabu, 5 Februari 2013Peraturan : 1. Alat komunikasi di nonaktifkan.

2. Semua anggota tutorial harus mengeluarkan pendapat (aktif). 3. Dilarang makan dan minum.

2.1 Skenario B Blok 24

Athar, anak laki-laki, usia 15 bulan, di bawa ke klinik karena belum bisa duduk dan merangkak. Athar anak ketiga dari ibu usia 40 tahun. Lahir spontan dengan bidan pada kehamilan 39 minggu. Selama hamil ibu tidak ada keluhan dan periksa kehamilan ke bidan 4 kali. Lahir langsung menangis. Berat badan lahir 3.250 gram saat ini athar baru bisa tengkurap bolak balik di usianya ke 8 bulan, bisa meraih benda dan memegang mainan sendiri, athar belum bisa tepuk tangan dan melambaikan tangan, belum bisa memanggil mama, papa dan menangis bila ingin sesuatu. Tidak ada riwayat kejang.

Pemeriksaan fisik : berat badan 7.8 kg, panjang badan 75 cm, lingkaran kepala 41 cm. Anak sadar. Jarak antara kedua mata jauh, hidung pesek, telinga kecil dan letaknya lebih rendah dari garis ujung mata, lidah terlihat selalu keluar dari mulut, leher pendek, kontak mata baik, mau melihat dan tersenyum kepada pemeriksa. Menoleh ketika dipanggil namanya. Tidak terdapat gerakan yang tidak terkontrol. Pada posisi tengkurap dapat mengangkat dan menahan kepala beberapa detik. Refleks moro dan refleks genggam tidak ditemukan. Kekuatan lengan dan tungkai 4, refleks tendon menurun, tungkai dan lengan sangat lembek dan mudah sekali ditekuk. Telapak tangan terdapat simian crease. Tungkai pendek dan jarak ibu jari kaki dengan jari kedua lebar

2.3 PaparanI. Klarifikasi Istilah

1. Lahir spontan : proses kelahiran dengan mengunakan tenaga ibu sendiri melalui jalan lahir pervaginam

2. Kejang : suatu kondisi medis saat otot tubuh mengalami fluktuasi kontraksi dan peregangan dengan sangat cepat sehingga menyebabkan gerakan yang tidak terkendali.kontraksi involunter (yang tidak disadari)

3. Reflex moro : fleksi paha dan lutut bayi jari-jari tangan dan kemudian mengepal disertai kedua lengan mulanya bergerak keluar dan kemudian bersama-sama seperti hendak memeluk sesuatu

2

Page 3: 3. ISI(1)

4. Reflex mengenggam :reflex gerakan jari-jari tangan megcengkram yang disentuhkan ke bayi

5. Reflex tendon :kontraksi otot yang disebbabkan oleh perkusi tendon6. Simian crase : alur palmaris melintang tunggal yang dibentuk oleh fusi alur

palmaris proksimal dan distal yang normal, terllihat pada kelainan kongenital tertentu

II. Identifikasi masalah

1. Athar, anak laki-laki, usia 15 bulan, dibawa ke klinik karena belum bisa duduk dan merangkak.

a. Bagaimana tumbuh kembang bayi yang normal pada usia 15 bulan?1

Usia 15 bulan (Nelson (2013: 56)):

Motor: Berjalan sendiri; merangkak naik tangga

Adaptif: Membuat menara tiga kubus; Membuat garis dengan pensil berwarna

(crayon); Memasuki pellet ke dalam botol

Bahasa: Campuran; Mengikuti perintah sederhana; dapat menamai objek yang

familiar (bola)

Sosial: Menunjukkan beberapa keinginan atau kebutuhan dengan menunjuk; memeluk

orang tua

b. Apa makna klinis belum bisa duduk dan merangkak pada 15 bulan?2 athar belum bisa duduk dan merangkak pada usia 15 bulan hal ini menunjukan terjadinya

gangguan perkembangan motorik. Seharusnya pada usia 7-8 bulan bayi sudah bisa

merangkak, dan duduk sudah bisa pada usia 6,5 bulan. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi

gangguan perkembangan motorik (motor delay) yang mempengaruhi kemampuan anak

menggunakan ototnya. Gangguan motorik kasar (Gross motor delays) menyerang otot-otot

besar seperti lengan dan kaki. Sedangkan gangguan motorik halus (fine motor delays)

mengganggu otot-otot yang lebih kecil.

c. Etiologi dari keterlambatan tumbuh kembang pada kasus?3b

3

Page 4: 3. ISI(1)

Penentu kemampuan pada setiap individu adalah kompleks dan banyak faktor. Sebab-sebab

neurobiologis retardasi mental mungkin terdapat pada berbagai faktor seperti malformasi

struktural otak, kelainan metabolic, dan defisit sistem saraf sentral yang terkait dengan

infeksi, malnutrisi atau jejas hipoksik-iskemik. Pada kasus, etiologinya bisa disebabkan oleh

Gangguan Embrio Awal yaitu Gangguan Kromosom (misalnya trisomi). (Nelson (2013:

161-162))

d. Patofisiologi dari keterlambatan tumbuh kembang pada kasus?4Penentu kemampuan pada setiap individu adalah kompleks dan banyak faktor. Tanpa

memandang tingkat kemampuannya, kemampuan setiap anak dipengaruhi oleh status

integritas maupun maturasi sistem saraf dan oleh sifat serta kualitas pengalaman hidupnya.

Beberapa anak terus-menerus mengalami gangguan neurologis yang berarti dan

kemampuannya berkembang normal. Yang lain menampakkan gangguan kognitif berat

meskipun tidak ada tanda-tanda neurologis setempat yang dapat dikenali atau bukti adanya

riwayat faktor resiko disfungsi sistem saraf sentral yang bermakna. Sebab-sebab

neurobiologis retardasi mental mungkin terdapat pada berbagai faktor seperti malformasi

struktural otak, kelainan metabolic, dan defisit sistem saraf sentral yang terkait dengan

infeksi, malnutrisi atau jejas hipoksik-iskemik. Agaknya, ketidakmampuan perkembangan

menggambarkan interaksi yang kompleks antara berbagai faktor resiko dan faktor protektif.

Pada kasus, etiologinya bisa disebabkan oleh Gangguan Embrio Awal yaitu Gangguan

Kromosom (misalnya trisomi). (Nelson (2013: 161-162))

Etiologi berupa faktor organik yaitu faktor prenatal gangguan embrio awal (gangguan

kromosom) karena faktor resiko usia ibu 40 tahun dan faktor lainnya → terjadi gangguan

pertumbuhan dan perkembangan selama masa kehamilan → postnatal, memasuki usia

bayi → Gejala klinis yang khas pada fisik down syndrome dan keterlambatan

perkembangan global (Global Development Delayed) → keterlambatan motorik kasar,

motoric halus, komunikasi dan bahasa, dan sosialisasi.

2. Athar anak ketiga dari ibu usia 40 tahun.lahir spontan dengan bidan pada kehamilan 39 minggu. Selama hamil ibu tidak ada keluhan dan periksa kehamilan ke bidan 4 kali. Lahir langsung menangis. Berat badan lahir 3250 gram.

a. Hubungan usia ibu dengan keterlambatan tumbuh kembang Athar?5 dari pemeriksaan fisik kemungkinan athar memiliki syndrome down. Berikut ini adalah kisaran risiko memiliki anak DS terkait usia ibu, yakni:

• Usia 25 tahun (1 dari 1250 bayi).

4

Page 5: 3. ISI(1)

• Usia 30 tahun (1 dari 1000 bayi).

• Usia 35 tahun (1 dari 400 bayi).

• Usia 40 tahun (1 dari 100 bayi).

• Dan 45 tahun (1 dari 30 bayi).

ibu usia 39 tahun tidak ideal untuk hamil, Karena bertambahnya resiko terjadinya Gangguan

Embrio Awal yaitu Gangguan Kromosom (misalnya trisomi), Yang berakibat pada

gangguan pertumbuhan dan perkembangan masa prenatal, kemudian pada saat lahir

menimbulkan gejala klinis yang khas, berupa penundaan pencapaian peristiwa-peristiwa

perkembangan merupakan gejala utama retardasi mental.

b. Apa dampak kehamilan pada usia tua bagi anak?6 Resiko kehamilan pada usia tua (di atas 35 tahun) :

Adanya kemungkinan gangguan fungsi dan kerja organ pada sang ibu

Kecenderungan untuk mengalami hipertensi saat hamil meningkat 2 – 4 kali lipat

dibandingkan hamil pada usia ideal

Kecenderungan untuk mengalami pendarahan setelah melahirkan meningkat karena daya

kerja organ reproduksi sudah mulai menurun

Resiko mengalami keguguran lebih besar dibandingkan hamil pada usia ideal

Kecenderungan janin untuk mengalami sindrom down meningkat. Tabel perbandingan

usia ibu dan kasus sindrom down :

Usia Ibu Resiko memiliki anak Down Syndrom

30 1 : 800

35 1 : 384

36 1 : 307

37 1 : 242

38 1 : 189

39 1 : 146

40 1 : 112

45 1 : 32

c. Klasifikasi berat badan bayi baru lahir?7 Klasifikasi Berat Badan bayi baru lahir:

5

Page 6: 3. ISI(1)

Normal : 2500-3500 gram

BBLR : < 2500 gram

BBLSR : < 1500 gram

BBLER : < 1000 gram

d. Pemeriksaan apa saja yang dibutuhkan selama masa kehamilan?8Pemeriksaan Penunjang yang dibutuhkan (Ilmu kebidanan Sarwono prawirohardjo (2011:

221, 247) :

Uji Hormonal Kehamilan hCG dapat dideteksi pada sekitar 26 hari setelah konsepsi

dan peningkatan eksresinya sebanding meningkatnya usia kehamilan diantara 30-60

hari, puncaknya 60-70 hari.

Kardiotokografi Janin dan Velosimetri Doppler untuk menilai detak jantung janin

dalam hubungannya dengan adanya kontraksi ataupun aktivitas janin.

USG untuk menilai morfologi dan fungsi organ janin, fungsi hemodinamik uterus

plasenta janin, yang pada trimester I (kehamilan 11 minggu), II (kehamilan 20

minggu), dan III merupakan indikasi kecurigaan adanya kelainan kromosomal (usia

ibu ≥ 35 tahun, atau hasil tes biokimiawi abnormal) → volume cairan amnion

abnormal (oligohidramnion atau polihidroamnion), PJT (terutama pada usia

kehamilan < 20 minggu), kelainan morfologi bentuk tubuh dan struktur organ janin

(mikrosefalus, palatozosis, omfalosel), ukuran biometri janin abnormal, ukuran

plasenta abnormal, arteri umbilical tunggal, dan biofisik janin berkurang.

Chorionic Villus Sampling (CVS) untuk mendeteksi kelainan kromosom

Amniosintesis untuk mendeteksi kelainan kromosom (karyotyping)

Kordosintesis

Transfuse intrauterine

Amnioinfusi

3. Saat ini Athar baru bisa tengkurap bolak-balik di usianya ke-8 bulan, bisa meraih benda dan memegang mainan sendiri, Athar belum bisa tepuk tangan dan melambaikan tangan, belum bisa memanggil mama, papa dan menangis bila ingin sesuatu. Tidak ada riwayat kejang.

a. Bagaimana tahapan tumbuh kembang bayi? 9

6

Page 7: 3. ISI(1)

b. Makna klinis usia 15 bulan belum bisa memanggil mama dan papa dan menangis bila ingin sesuatu, belum bisa tepuk tangan dan melambaikan tangan,dan makna klinis tidak ada riwayat kejang ?10 Penundaan pencapaian peristiwa-peristiwa perkembangan merupakan gejala utama retardasi

mental. (Nelson (2013: 161). Hal ini menunjukan pada athar telah terjadi keterlambatan

perkembangan karena down syndrom.

Makna klinis tidak ada riwayat kejang untuk menyingkirkan diagnosis banding berupa

cerebral palsy.

c. Bagaimana mekanisme dari belum bisa memanggil mama dan papa, menangis bila ingin sesuatu, belum bisa tepuk tangan dan melambaikan tangan,?11Etiologi berupa faktor organik yaitu faktor prenatal gangguan embrio awal (gangguan

kromosom) karena faktor resiko usia ibu 40 tahun dan faktor lainnya → terjadi gangguan

pertumbuhan dan perkembangan selama masa kehamilan → postnatal, memasuki usia bayi

→ Gejala klinis yang khas pada fisik down syndrome dan keterlambatan perkembangan

7

Page 8: 3. ISI(1)

global (Global Development Delayed) → keterlambatan motorik kasar, motoric halus,

komunikasi dan bahasa, dan sosialisasi → belum bisa memanggil mama dan papa, menangis

bila ingin sesuatu, belum bisa tepuk tangan dan belum bisa melambaikan tangan

4. Pemeriksaan fisik : berat badan 7.8 kg, panjang badan 75 cm, lingkaran kepala 41 cm. Anak sadar. Jarak antara kedua mata jauh, hidung pesek, telinga kecil dan letaknya lebih rendah dari garis ujung mata, lidah terlihat selalu keluar dari mulut, leher pendek, kontak mata baik, mau melihat dan tersenyum kepada pemeriksa. Menoleh ketika dipanggil namanya. Tidak terdapat gerakan yang tidak terkontrol. Pada posisi tengkurap dapat mengangkat dan menahan kepala beberapa detik. Refleks moro dan refleks genggam tidak ditemukan. Kekuatan lengan dan tungkai 4, refleks tendon menurun, tungkai dan lengan sangat lembek dan mudah sekali ditekuk. Telapak tangan terdapat simian crease. Tungkai pendek dan jarak ibu jari kaki dengan jari kedua lebar

a. Intepretasi pemeriksaan fisik?12

Pemeriksaan Fisik InterpretasiBerat Badan 7.8 Kg UnderweightPanjang Badan 75 cm NormalLingkar Kepala 41 cm Abnormal: Mikrosefali

Jarak Antara Kedua Mata Jauh

Abnormal Khas Pada Down Syndrome

Hidung Pesek

Abnormal Khas Pada Down Syndrome

Telinga Kecil dan Letaknya Lebih Rendah dari Garis Ujung Mata

Abnormal Khas Pada Down Syndrome

Lidah Terlihat Selalu Keluar Dari Mulut

8

Page 9: 3. ISI(1)

Abnormal Khas Pada Down Syndrome

Leher Pendek

Abnormal Khas Pada Down Syndrome

Kontak Mata Baik NormalMau Melihat dan Tersenyum Kepada Pemeriksa NormalMenoleh Ketika Dipanggil Namanya NormalTidak Terdapat Gerakan Tidak Terkontrol NormalSaat Tengkurap Dapat Mengangkat dan Menahan Kepala Beberapa Detik

Abnormal

Refleks Moro dan Refleks Genggam Tidak Ditemukan

Normal

Kekuatan Lengan dan Tungkai 4 NormalRefleks Tendon Menurun AbnormalTungkai dan Lengan Sangat Lembek dan Mudah Sekali Ditekuk

Abnormal

Telapak Tangan Terdapat Simian Crease

Abnormal Khas Pada Down Syndrome

Tungkai Pendek dan Jarak Ibu Jari Kaki Dengan Jari Kedua Lebar

Abnormal Khas Pada Down Syndrome

Berat badan 7,8 kg

BB/U = 7,9/15 à below -2 SD à underweight (BB tidak sesuai usia atau

kehilangan BB)

9

Page 10: 3. ISI(1)

Interpretasi grade malnutrisi: 7,9/10,3 x 100% = 76,7 à mild

PB/U = 75/15 à below -1 SD à normal

Interpretasi grade malnutrisi: 75/79 x 100% = 94,93 à mild

BB/PB = 7,9/75 à below -2 SD à wasted (BB tidak sesuai TB atau

kehilangan BB)

Interpretasi grade malnutrisi: 7,9/9,5 x 100% = 83,15 à mild

Lingkar kepala : < 3 SD à mikrosefali

Interpreting Growth Indicator

10

Page 11: 3. ISI(1)

Hidung pesek, telinga kecil dan lebih rendah, kepala bagian belakang datar, leher

pendek, tungkai pendek, jarak ibu jari dengan jari kedua lebar menunjukkan

gambaran khas pada sindroma Down.

Refleks moro dan refleks menggenggam tidak ditemukan lagi pada usia 15 bulan

berarti tidak ada lesi pada SSP. Refleks Moro dan menggenggam semestinya

hilang pada usia 6 bulan.

Lengan dan tungkai lembek, mudah ditekuk, kekuatan 4 dan refleks tendon yang

menurun berarti ada kelemahan pada anggota gerak yang bersifat hipotoni, simian

crease menunjukkan tanda Sindroma Down.

b. Mekanisme abnormal pemeriksaan fisik?13 c. Bagaimana cara pemeriksaan fisik pada bayi?14

Jenis Pemeriksaan

Cara Pemeriksaan Keterangan

• Alat : timbangan bayi, • BBL: 2,7 – 4,1 kg

11

Page 12: 3. ISI(1)

Berat Badan

dacin, timbangan berdiri

• Timbangan elektronik lebih tepat

• Bayi : telanjang

• Anak : Baju dalam

• Jarum penunjuk selalu pada angka 0

• Timbangan harus ditera secara berkala

• Menggunakan Grow Chart Berat Badan WHO

• Mg I: BB turun tidak > 10%

• Mg II: BB minimal = BBL

• Tw I : naik 150-250 g/mg

• Tw II: naik 500-600 g/bl

• Tw III: naik 350-450 g/bl

• TW IV : naik 250-350 g/bl

Atau • 5-6 bl : 2 x BBL• 1 th : 3 x BBL• 2 th : 4 x BBL• 5 th : 5 x BBL

Tinggi Badan Bayi s/d usia 2 tahun:

Posisi berbaring, alat infantometer → panjang badan

Anak > 2 tahun :Posisi berdiri alat stadiometer → tinggi badan

Menggunakan Grow Chart Panjang Badan WHO

• Lahir : + 50 cm

• 1 th : 1 ½ x PBL

• 4 th : 2 x PBL

• 5 th : 2 x PBL + 5 cm

• 13 th : 3 x PBL

12

Page 13: 3. ISI(1)

Lingkar Kepala

• Alat : pita metal yg fleksibel

• Lingkaran oksipitofrontal, dari oksiput melingkar kearah supraorbita & glabella

• Terutama untuk bayi sampai anak usia 3 tahun

• Lahir : 33 – 35,6 cm• 1 th : 43,2-45,7 cm• 2 th : 49,5-52,1 cm• Dewasa : 52,1-55,1 cm

Penutupan Ubun-ubun

Mengukur lebarnya ± 5 cm 90-95 % menutup pada usia 19-24 bulan

Gigi Geligi • 6 – 8 bl : gigi I

• 2 th : gigi susu lengkap (20 buah)

• 6 th : gigi permanen I (24 buah)

• 12 th : gigi permanen II (28 buah)

18-20 th : gigi permanen III (32 buah)

KPSP (Kuesioner Pra Skrining Perkembangan)

• Bisa dilakukan di sarana Pel. Kes. Dasar

• Yang dinilai : sosialisasi kemandirian,gerak kasar & halus, bahasa.

• Untuk anak 3 – 6 bulan

13

Page 14: 3. ISI(1)

d. Mengapa reflex moro dan reflex menggengam tidak ditemukan?15

Kedua reflex tersebut merupakan reflex primitif, yang hilang saat bayi berusia 3-6 bulan.

Menandakan tidak ada lesi pada SSP.

5. Apa diagnosis banding pada kasus?16 Diagnosa Banding:

GDD karena Down Syndrome

Kongenital Hipotiroid

gizi kurang

mikrosefali

6. Bagaimana cara menegakkan diagnosis dan pemeriksaan penunjang yang diperlukan pada kasus?17 Cara Menegakkan Diagnosis dan Pemeriksaan Penunjang:

Anamnesis untuk mencari penyebab kelainan à organik / non organic

Pemeriksaan Fisik: kenali manifestasi klinis yang khas, serta tanda dan gejala

Skrining à Tes Denver

Anak RM perkembangan terlambat di semua bidang, kecuali kadang-kadang

pada bidang motorik kasar

Tes IQ ( usia > 6 tahun )

Pemeriksaan laboratorium atas indikasi, bukan rutin

7. Apa diagnosis kerja pada kasus?18 Diagnosis Kerja: Global Development Delayed (GDD) et causa Down Syndrome

8. Pathogenesis?19 Sindroma Down disebabkan oleh trisomi pada kromosom 21, autosomal trisomi yang paling

sering pada bayi baru lahir. Tiga tipe abnormalitas fenotipe Sindroma Down adalah: trisomi

21 (47, +21), di mana terdapat sebuah salinan tambahan pada kromosom 21, diperkirakan

94%. Translokasi Robertsonian pada kromosom 21, sekitar 3-4%. Translokasi Robertsonian

adalah penyusunan seluruh lengan pada kromosom akosentrik (kromosom manusia 13-15, 21,

14

Page 15: 3. ISI(1)

dan 22) dan juga ias berupa sebuah translokasi antara kromosom 21 (atau ujung 21q saja) dan

sebuah kromosom nonakrosentrik. Trisomi 21 mosaikisme (47, +21/46), terjadi pada 2-3%

kasus. Pada bentuk ini, terdapat dua kelompok sel: sebuah sel normal dengan 46 kromosom

dan kelompok lain dengan trisomi 21.

9. Etiologi dan Faktor resiko?20 1) Riwayat sifilis dan tuberkulosis

2) Radiasi

3) Infeksi virus

4) Predisposisi genetik

5) Autoimun

6) Usia ibu yang tua

10. Epidemiologi pada kasus21 Menurut Soetjiningsih (1998: 211), sindrom Down merupakan kelainan kromosom autosomal

yang paling banyak terjadi pada manusia. Diperkirakan angka kejadian terakhir adalah 1,0-

1,2 per 1000 kelahiran hidup dimana 20 tahun sebelumnya dilaporkan 1,6 per 1000.

penurunan ini diperkirakan berkaitan dengan menurunnya kelahiran dari wanita yang

berumur. Diperkirakan 20% anak dengan sindrom Down dilahirkan oleh ibu yang berumur di

atas 35 tahun.

Sindrom Down dapat terjadi pada semua ras. Dikatakan bahwa angka kejadiannya pada

bangsa kulit putih lebih tinggi daripada kulit hitam, tetapi perbedaan ini tidak bermakna.

Sedangkan angka kejadian pada berbagai golongan sosial ekonomi adalah sama.

11. Penatalaksanaan pada kasus ?22 Menurut Soetjiningsih (1998: 217-220), anak dengan sindrom Down memerlukan

penanganan secara multidisiplin yang mencakup hal-hal berikut:

1. Penanganan secara medis

Anak dengan kelainan ini memerlukan perhatian dan penanganan medis yang sama

dengan anak yang normal. Mereka memerlukan pemeliharaan kesehatan, imunisasi,

kedaruratan medis, serta dukungan dan bimbingan dari anggota keluarganya. Tetapi terdapat

beberapa keadaan dimana anak dengan sindrom Down memerlukan perhatian khusus, yaitu

dalam hal :

15

Page 16: 3. ISI(1)

a. Pendengaran

70-80% anak dengan sindrom Down dilaporkan terdapat gangguan pendengaran. Oleh

karenanya diperlukan pemeriksaan telinga sejak awal kehidupannya, serta dilakukan tes

pendengaran secara berkala oleh ahli THT.

b. Penyakit jantung bawaan

30-40% anak dengan sindrom Down disertai dengan penyakit jantung bawaan. Mereka

memerlukan penanganan jangka panjang oleh seorang ahli jantung anak.

c. Penglihatan

Anak dengan kelainan ini sering mengalami gangguan penglihatan atau katarak.

Sehingga perlu evaluasi secara rutin oleh ahli mata.

d. Nutrisi

Beberapa kasus, terutama yang disertai kelainan congenital yang berat lainnya, akan

terjadi gangguan pertumbuhan pda masa bayi/prasekolah. Sebaliknya ada juga kasus justru

terjadi obesitas pada masa dewasa atau setelah dewasa. Sehingga diperlukan kerjasama

dengan ahli gizi.

e. Kelainan tulang

Kelainan tulang juga dapat terjadi pada sindrom Down, yang mencakup dislokasi

patella, subluksasio pangkal paha, atau ketidakseimbangan atlantoaksial. Bila keadaan yang

terakhir ini sampai menimbulkan depresi medulla spinalis, atau apabila anak memegang

kepalanya dalam posisi seperti kortikolis, maka diperlukan pemeriksaan radiologist untuk

memeriksa spina servikalis dan diperlukan konsultasi neurologist.

f. Lain-lain

Aspek medis lainnya yang memerlukan konsultasi dengan ahlinya, meliputi

masalah imunologi, gangguan fungsi metabolisme, atau kekacauan biokoimiawi.

Diet tinggi kalori dan protein

Konseling genetik

Edukasi dan motivasi keluarga

16

Page 17: 3. ISI(1)

Anak sindrom down sejak dari bayi sudah diberikan stimulasi dini yang khusus

sesuai dengan kelainan fisik yang ada. Intervensi dini diperlukan agar anak

sindrom dapat berkembang semaksimal yang mungkin anak dapat lakukan. Anak

diharapkan bisa mandiri dan mampu menolong dirinya sendiri.

Anak tersebut sebaiknya segera diberikan fisioterapi dan terapi bicara, sehingga

tetap dapat bersosialisasi dengan lingkungan sekitarnya serta belajar hidup

dengan mandiri. Fisioterapi pada Down Syndrom adalah membantu anak belajar

untuk menggerakkan tubuhnya dengan cara/gerakan yang tepat (appropriate

ways). 

12. pencegahan pada kasus?23 Screening test, yang sering dilakukan adalah dengan menggunakan metode amniocentesis.

Amniocentesis (disebut juga sebagai tes cairan ketuban “ Amniotic Fluid

Test” atau AFT) adalah prosedur medis yang digunakan dalam diagnosis  pralahir kelainan

kromosom dan infeksi janin, di mana sejumlah kecil cairan ketuban, yang berisi jaringan

janin, adalah sampel dari kantung amnion atau ketuban yang mengelilingi janin yang sedang

berkembang, dan DNA janin diperiksa untuk kelainan genetik.

Menghindari faktor resiko seperti usia ibu yang tua, menghindari infeksi dan radiasi.

13. Komplikasi?24 Congenital heart diseases (4-45%)

– VSD, TOF, PDA, ASD

Anomalies of the GI tract (10-12%)

– Tracheoesophageal fistula, esophageal atresia, pyloric stenosis,

duadenal atresia, aganglionic megcolon, imperforate anus

Congenital cataracts (3%)

Nutritional aspects à feeding problems and poor weight gain

Infectious diseases à respiratory infections, otitis media, skin infections

Dental concerns à tooth eruption, tooth shape, absence or fusion of teeth,

gingivitis, periodontitis

Visual impairment à strabismus, nystagmus, refractive errors

Audiologic disfunctions

Seizure disorders

17

Page 18: 3. ISI(1)

Sleep apnea

Thyroid dysfunction

Orthopaedic problems

Dermatological concerns

Hematological diseases à leukemia

14. Prognosis?25 Prognosis dubia bila keluarga mendapat edukasi yang baik, anak dengan Down Syndrome

bisa bersosialisasi dengan baik. Usia rata-rata tertinggi anak dengan Down Syndrome yaitu

bisa mencapai 50 tahun.

15. SKDI(kapan dirujuk) kalau bukan 4 siapa lagi?263A

18

Page 19: 3. ISI(1)

Learning Issue

Pertumbuhan dan perkembangan bayi

Sindrom Down

a. Sejarah

19

Page 20: 3. ISI(1)

Pada tahun 1866, seorang dokter sekaligus bernama John Langdon Down, mempublikasikan

sebuah esai di Inggris, di mana ia mendeskripsikan sekelompok anak yang memiliki retardasi

mental. Down adalah seorang kepala sebuah rumah sakit untuk anak-anak dengan retardasi

mental di Surrey, Inggris ketika ia membedakan antara anak - anak yang mengalami

kreatinisme (kemudian ditemukan mengalami hipotiroidisme) dengan anak – anak yang

mengalami retardasi mental yang kemudian ia maksudkan sebagai “Mongloidisme”.

Nama yang rasial itu membuat peneliti genetika Asia marah. Istilah itu kemudian tidak

dipakai lagi dalam penggunaan ilmiah dan diganti menjadi “Down’s Syndrome”. Sebuah

artikel ilmiah yang direvisi oleh bangsa Amerika mengubahnya menjadi “Down Syndrome”

agar lebih sederhana. Meski pun begitu, “Down’s Syndrome” masih dipakai di Inggris dan

beberapa negara di Eropa.

Pada awal abad ke dua puluh, banyak sekali spekulasi mengenai penyebab Sindroma Down.

Orang pertama yang berspekulasi bahwa Down Sindrom mungkin disebabkan oleh adanya

kelainan kromosom adalah Waardenburg dan Bleyer pada tahun 1930an. Pada tahun 1959,

Jerome Lejeune dan Patricia Jacobs untuk pertama kalinya menemukan bahwa penyebab

Down Sindrom adalah trisomi pada kromosom ke dua puluh satu. Kasus mosaik dan

translokasi dipaparkan tiga tahun kemudian.

b. Etiologi

Sindroma Down disebabkan oleh trisomi pada kromosom 21, autosomal trisomi yang paling

sering pada bayi baru lahir. Tiga tipe abnormalitas fenotipe Sindroma Down adalah: trisomi

21 (47, +21), di mana terdapat sebuah salinan tambahan pada kromosom 21, diperkirakan

94%. Translokasi Robertsonian pada kromosom 21, sekitar 3-4%. Translokasi Robertsonian

adalah penyusunan seluruh lengan pada kromosom akosentrik (kromosom manusia 13-15, 21,

dan 22) dan juga bisa berupa sebuah translokasi antara kromosom 21 (atau ujung 21q saja)

dan sebuah kromosom nonakrosentrik. Trisomi 21 mosaikisme (47, +21/46), terjadi pada 2-

3% kasus. Pada bentuk ini, terdapat dua kelompok sel: sebuah sel normal dengan 46

kromosom dan kelompok lain dengan trisomi 21.

Karyotype orang dengan sindrom down :

20

Page 21: 3. ISI(1)

Salinan tambahan pada kromosom 21 biasanya disebabkan oleh nondisjunction, sebuah

kesalahan selama meosis. Nondisjunction adalah kegagalan kromosom homolog untuk

pemisahan selama meosis I atau meosis II. Oleh karena itu, salah satu sel anakan hasil

pembelahan akan menurunkan tiga kromosom (trisomi) untuk salah satu jenis kromosom,

sedangkan sel anakan lainnya menurunkan satu kromosom yang menyebabkan monosomi.

Kesalahan dalam meosis yang menyebabkan nondisjunction sebagian besar diturunkan dari

ibu; hanya sekitar 5% terjadi selama spermatogenesis. Kesalahan pada meosis meningkat

seiring dengan pertambahan usia ibu. Kesalahan yang diturunkan dari ibu paling sering

terjadi pada meosis I (76-80%) dan terjadi pada 67-73% pada kasus trisomi 21. Kesalahan

yang diturunkan dari ibu lainnya terjadi pada meosis II dan mungkin diakibatkan oleh

kegagalan pemisahan pasangan kromatid. Mereka terjadi pada 18-20% kasus trisomi 21.

Nondisjunction yang diturunkan dari ayah biasanya terjadi pada meosis II.

Translokasi trisomi 21, yaitu ketidakseimbangan translokasi Robertsonian, mengakibatkan

seluruh lengan panjang pada sebuah kromosom ditranslokasikan ke lengan panjang pada

sebuah kromosom akosentrik lain melalui penggabungan sentral. Pada Sindroma Down,

bentuk yang paling umum adalah translokasi kromosom 14 dan 21. Individu memiliki 46

kromosom, tetapi kromosom 14 mengandung lengan panjang kromosom 14 dan 21. Hal ini

memberikan tiga salinan pada lengan panjang kromosom 21 (dua berasal dari kromosom 21

dan yang ketiga berasal dari lengan panjang yang ditranslokasikan dari kromosom 14).

Translokasi Robertsonian hampir selalu berasal dari ibu dan terjadi terutama selama

21

Page 22: 3. ISI(1)

oogenesis. Sindroma Down yang disebabkan oleh mekanisme ini tidak berhubungan dengan

umur ibu.

Sejauh ini, tidak ditemukan hubungan antara Sindroma Down dan diet, obat-obatan,

ekonomi, status, ataupun gaya hidup. Risiko Sindroma Down juga tidak meningkat meskipun

memiliki saudara dengan Sindroma Down. Beberapa bukti menunjukkan bahwa Sindroma

Down sedikit lebih sering terjadi pada keluarga dengan riwayat penyakit Alzheimer dalam

satu atau lebih anggota keluarga yang lebih tua.

Gen-gen yang terlibat dalam Sindroma Down adalah:

• Superoxide Dismutase (SOD1) -- overexpression menyebabkan penuaan dini dan

menurunnya fungsi sistem imun. Gen ini berperan dalam demensia pada tipe Alzheimer

• COL6A1 -- overexpression menyebabkan cacat jantung.

• ETS2 -- overexpression menyebabkan abnormalitas skeletal.

• CAF1A -- overexpression menyebabkan detrimental pada sintesis DNA

• Cystathione Beta Synthase (CBS) -- overexpression menyebabkan gangguan metabolisme

dan perbaikan DNA

• DYRK -- overexpression menyebabkan retardasi mental.

• CRYA1 -- overexpression menyebabkan katarak.

• GART -- overexpression menyebabkan gangguan sintesis dan perbaikan DNA

• IFNAR – gen yang mengekspresiakn interferon, overexpression mempengaruhi sistem imun

dan organ sistem lainnya.

c. Ciri khas penderita Down Sindrom

Sindroma Down memiliki banyak ciri khas pada tubuh yang dapat dengan mudah

mengenalinya. Selain itu, Sindroma Down juga menyebabkan berbagai gangguan fungsi

organ yang dibawa sejak lahir. Ciri-ciri tersebut adalah sebagai berikut.

• Pertumbuhan: tumbuh pendek dan obesitas terjadi selama masa remaja

• Sistem saraf pusat: retardasi mental sedang sampai berat, dengan IQ 20-85 (rata-rata 50).

Hipotonia meningkat sejalan dengan umur. Gangguan artikulasi. Sleep apnea terjadi ketika

aliran udara inspirasi dari saluran napas atas ke paru mengalami hambatan selama 10 detik

atau lebih. Hal itu sering mengakibatkan hipoksemia atau hiperkarbia.

• Tingkah laku: spontanitas alami, sikap yang hangat, menyenangkan, lemah lembut, sabar,

dan toleransi. Hanya sedikit pasien yang mengalami kecemasan dan keras kepala.

22

Page 23: 3. ISI(1)

• Gangguan kejang: spasme infantil sering terjadi pada masa bayi, sedangkan kejang tonik-

klonik sering pada pasien yang lebih tua.

• Penuaan dini: berkurangnya tonus kulit, kerontokan atau pemutihan rambut lebih awal,

hipogonadisme, katarak, kehilangan pendengaran, hipotiroidisme yang berkaitan dengan

umur, kejang, keganasan, penyakit vaskular degeneratif, hilangnya kemampuan adaptasi, dan

meningkatnya demensia tipe Alzheimer.

• Tulang tengkorak: brachycephaly, microcephaly, kening melandai, oksiput datar, fontanela

besar dengan penutupan yang lambat, patent metopic suture, tidak adanya sinus frontalis dan

sfenoidalis, dan hipolplasia sinus maksilaris.

• Mata: fisura palpebra yang condong ke depan, lipatan epikantus bialteral, brushfield spots

(iris yang berbintik), gangguan refrakter (50%), strabismus (44%), nistagmus (20%),

blepharitis (31%), konjungtivitis, kongenital katarak (3%), pseudopapiledema, kekeruhan

lensa yang didapat (30-60%), dan keratokonus pada orang dewasa.

• Hidung: tulang hidung hipoplastik dan jembatan hidung yang datar.

• Mulut dan gigi: mulut terbuka dengan penonjolan lidah, lidah yang bercelah, pernapasan

mulut dengan pengeluaran air liur, bibir bawah yang merekah, angular cheilitis, anodonsia

parsial (50%), agenesis gigi, malformasi gigi, erupsi gigi yang terlambat, mikroodonsia (35-

50%) pada pertumbuhan gigi primer dan sekunder, hipoplastik dan hipokalsifikasi gigi, dan

maloklusi.

• Telinga: telinga kecil dengan lipatan heliks yang berlebihan. Otitis media kronis dan hilang

pendengaran sering terjadi.

• Leher: atlantoaksial tidak stabil (14%) dapat menyebabkan kelemahan ligamen transversal

yang menyangga proses odontoid dekat dengan atlas yang melengkung. Kelemahan itu dapat

menyebabkan proses odontoid berpindah ke belakang, mengakibatkan kompresi medula

spinalis.

• Penyakit jantung bawaan: penyakit jantung bawaan sering terjadi (40-50%); hal itu biasanya

diobservasi pada pasien dengan Sindroma Down yang berada di rumah sakit (62%) dan

penyebab kematian yang sering terjadi pada kasus ini pada 2 tahun pertama kehidupan.

• Abdomen: rektum diastasis dan hernia umbilikalis dapat terjadi.

• Sistem saluran cerna (12%): atresia atau stenosis duodenum. Penyakit Hirschprung (<1%),

fistula trakeoesofagus, divertikulum Meckel, anus imperforata, dan omfalokel juga dapat

terjadi.

• Saluran urin dan kelamin: malformasi ginjal, hipospadia, mikropenis, dan kriptorkoidisme.

23

Page 24: 3. ISI(1)

• Skeletal: tangan pendek dan lebar, klinodaktil pada jari ke lima dengan lipatan fleksi

tunggal (20%), sendi jari hiperekstensi, meningkatnya jarak antara dua jari kaki pertama dan

dislokasi panggul yang didapat.

• Sistem endokrin: tiroiditis Hashimoto yang menyebabkan hipotiroidisme adalah gangguan

tiroid yang paling sering didapat pada pasien Sindroma Down. Diabetes dan menurunnya

kesuburan juga dapat terjadi.

• Sistem hematologi: anak dengan Sindroma Down memiliki risiko untuk mengalami

leukemia, termasuk leukemia limfoblastik akut dan leukemia mieloid. Risiko relatif leukemia

akut pada umur 5 tahun 56 kali lebih besar daripada anak tanpa Sindroma Down. Transient

Myeloproliferative Disease (TMD) adalah abnormalitas hematologi yang sering mengenai

bayi Sindroma Down yang baru lahir. TMD dikarakteristikkan dengan proliferasi mieoblas

yang berlebihan di darah dan sumsum tulang. Diperkirakan 10% bayi dengan Sindroma

Down mengalami TMD.

• Imunodefisiensi: pasien Sindroma Down memiliki risiko 12 kali untuk terkena penyakit

infeksi, terutama pneumonia, karena kerusakan imunitas seluler.

• Kulit: xerosis, lesi hiperkeratotik terlokalisasi, serpiginosa elastosis, alopesia areata, vitiligo,

dan infeksi kulit berulang

d. Proses Screening dan diagnosis prenatal gejala Down Sindrom

Semua ibu hamil dengan usia di atas 35 tahun melakukan screening prenatal untuk Sindroma

Down mengingat risk factor ibu hamil dengan usia di atas 35 tahun lebih besar bila

dibandingkan usia ideal.

Tabel perbandingan usia ibu dan resiko memiliki anak Down Sindrom:

Usia Ibu Resiko memiliki anak Down Syndrom

30 1 : 800

35 1 : 384

36 1 : 307

37 1 : 242

38 1 : 189

39 1 : 146

40 1 : 112

45 1 : 32

Tabel angka kejadian (prevalensi) down sindrom :

24

Page 25: 3. ISI(1)

Usia Ibu HamilKejadian Down

SyndromeUsia Ibu Hamil

Kejadian Down Syndrome

20 tahun 1 dari 2000 35 tahun 1 dari  350

21 tahun 1 dari  1700 36 tahun 1 dari  300

22 tahun 1 dari  1500 37 tahun 1 dari  250

23 tahun 1 dari  1400 38 tahun 1 dari  200

24 tahun 1 dari  1300 39 tahun 1 dari  150

25 tahun 1 dari  1200 40 tahun 1 dari  100

26 tahun 1 dari  1100 41 tahun 1 dari  80

27 tahun 1 dari  1050 42 tahun 1 dari  70

28 tahun 1 dari  1000 43 tahun 1 dari  50

29 tahun 1 dari  950 44 tahun 1 dari  40

30 tahun 1 dari  900 45 tahun 1 dari  30

31 tahun 1 dari  800 46 tahun 1 dari  25

32 tahun 1 dari  720 47 tahun 1 dari  20

33 tahun 1 dari  600 48 tahun 1 dari  15

34 tahun 1 dari  450 49 tahun 1 dari  10

Sebuah penelitian trial telah membandingkan screening trimester pertama untuk Sindroma

Down dengan screening trimester kedua (pemeriksaan yang standard saat ini) dan screening

pada kedua trimester tersebut. Hasilnya menunjukkan bahwa screening trimester pertama

memiliki efektifitas yang tinggi, tetapi kombinasi pengukuran pada trimester pertama dan

kedua mempunyai angka deteksi yang lebih tinggi dan angka kesalahan semu yang lebih

rendah. Hasil screening yang negatif berarti risiko untuk mempunyai bayi dengan Sindroma

Down lebih kecil, tetapi itu tidak menghilangkan kemungkinan untuk mendapat Sindroma

Down. Setelah screening tes yang positif, akan lebih baik jika orang tua tersebut menemui

konsultan genetika untuk memberikan informasi yang lengkap dan pilihan manajemen.

Determinasi kariotip fetus adalah diagnosis defenitif. Pada trimester pertama, kariotip didapat

dari sampel korionik vili (CVS). Pada trimester kedua, dilakukan amniocentesis untuk

analisis kromosom. Metode analisis sitogenik yang banyak digunakan adalah in situ

hybridization (FISH) pada nukleus interfase, menggunakan spesifik probe dari kromosom 21.

Metode alternatif yang saat ini dilakukan di beberapa negara adalah quantitative fluoresence

PCR (QF-PCR). Pada metode ini, penanda polimorfik DNA (mikrosatelit) pada kromosom

25

Page 26: 3. ISI(1)

21 digunakan untuk menentukan adanya tiga alel yang berbeda. Metode lainnya adalah

dengan mengukur salinan rangkaian DNA termasuk pada multiple amplifiable probe

hybridization (MAPH) dan multiplex probe ligation assay (MPLA).

e. Tatalaksana penderita Down Sindrom

Semua bayi dengan Sindroma Down harus dievaluasi mengenai penyakit jantung bawaan

dengan mengkonsultasikan ke ahli kardiologi anak. Echokardiogram direkomendasikan untuk

mendeteksi abnormalitas yang tidak memiliki gejala ataupun tidak tampak pada pemeriksaan

fisik. Evaluasi klinis jantung harus berkesinambungan karena risiko muncunya kelainan pada

jantung dan aorta yang tinggi pada masa remaja dan dewasa muda.

Pendengaran: bayi baru lahir harus dinilai pendengarannya dan, jika ada kelainan, maka

dibutuhkan evaluasi brainstem auditory evoked response dan otoacoustic emission.

Pendengaran harus dievaluasi secara teratur sejak masa kanak-kanak.

Gangguan oftalmologi: penilaian oftalmologi harus dilakukan pada bayi baru lahir atau

paling tidak pada umur 6 bulan untuk menilai strabismus, nistagmus, dan katarak. Anak-anak

yang mengalami hal tersebut harus melakukan penilaian penglihatan secara berkala.

Fungsi tiroid: tes fungsi tiroid harus dilakukan pada saat bayi baru lahir. Tes harus diulang

pada umur 6 dan 12 bulan, dan kemudian setiap tahun. Tinggi dan berat badan harus diukur

setiap tahun karena adanya kombinasi deselerasi dari pertumbuhan linear berkaitan dengan

pertambahan berat badan adalah indikator yang sensitif untuk hipotiroid.

Hematologi: pemeriksaan darah lengkap harus dilakukan pada saat lahir untuk mengevaluasi

kelainan pada darah.

Penyakit periodontal: penyakit periodontal sering pada anak-anak dan dewasa dengan

Sindroma Down. Mekanisme ini diperkirakan karena perubahan flora normal pada mulut,

dengan frekuensi Actinobacillus actinomycetemcomitansi yang lebih tinggi. Gigi yang

tumpang tindih, kurangnya kebersihan gigi, dan defisiensi sistem imun juga berpengaruh.

Atlantoaksial yang tidak stabil: AAP merekomendasikan pemeriksaan radiografi pada

keadaan atlantoaksial yang tidak stabil atau subluksasio pada umur 3 sampai 5 tahun. Selain

itu, juga dibutuhkan evaluasi neurologis untuk menilai adanya kerusakan medula spinalis.

Screening ini sebaiknya dilakukan paling tidak setiap tahun. Anak yang mempunyai gejala

neurologis harus dilakukan pemeriksaan MRI untuk mengetahui apakah terdapat kompresi

medula spinalis dan harus diperlukan pengobatan defenitif.

Pengobatan alternatif: stres oksidatif, ketidakseimbangan produksi dan pembuangan oksigen,

dapat mempengaruhi beberapa gejala dan ciri dari Sindroma Down, seperti menurunnya

26

Page 27: 3. ISI(1)

sistem imun, penuaan dini, gangguan fungsi mental, dan keganasan. Suplemen dengan nutrisi

antioksidan telah diajukan untuk terapi Sindroma Down. Suplemen yang dimaksud mencakup

zink, selenium, megavitamin dan mineral, vitamin A, vitamin B6, dan koenzim Q10. Tetapi

dari hasil penelitian, hal ini tidak memberikan pengaruh yang signifikan bagi pasien.

Konseling: konseling dapat dimulai sejak diagnosis prenatal ataupun pada kasus yang

dicurigai. Diskusi tersebut sebaiknya mencakup tentang variabilitas dari manifestasi dan

prognosis. Pengobatan medis dan edukasi dan juga penting untuk dibicarakan.

f. Prognosis penderita Down Sindrom

Prognosisnya sangat bergantung pada adanya dan keparahan dari cacat jantung.

Kemungkinan pasien untuk mengalami penyakit saluran napas meningkat dan dapat terjadi

leukemia akut. Apabila sindroma ini mengenai laki-laki maka akan menjadi infertil. Hampir

80% pasien tanpa cacat jantung dapat mencapai umur 30 tahun; 60% dari semua pasien masih

hidup pada usia 50 tahun.

V. Kerangka Konsep

27

Usia ibu >35 tahunAsupan nutrisi bergizi

yang kurang

Page 28: 3. ISI(1)

BAB IIIPENUTUP

28

Athar,15 bulan mengalami sindrom

downMengalami mutasi

kromosom 21

Jarak antara kedua mata jauh,hiding pesek,telinga kecil,leher pendek,tungkai dan lengan sangat lembek,terdapat simian crease pada telapak tangan.

Mengalami keterlambatan tumbuh kembang

BB kurang

Gangguang perkemban

gan dan pertumbuhan

Mikrosefali

Global development delay

Page 29: 3. ISI(1)

1.1 KESIMPULAN Athar anak laki-laki usia 15 bulan mengalami Global Development Delay (GDD) et causa Down Syndrome dengan status gizi yang buruk dan mikrosefali.

29