3. Hukum Lh (Sarjuni)

67
HUKUM LINGKUNGAN HIDUP

Transcript of 3. Hukum Lh (Sarjuni)

Page 1: 3. Hukum Lh (Sarjuni)

HUKUM LINGKUNGAN HIDUP

Page 2: 3. Hukum Lh (Sarjuni)

LINGKUNGAN HIDUP

Kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain.

Page 3: 3. Hukum Lh (Sarjuni)

PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP

Upaya terpadu untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup yang meliputi kebijaksa naan penataan, pemanfaatan, pengemba-ngan, pemeliharaan, pemulihan, pengawa-san, dan pengendalian lingkungan hidup.

Page 4: 3. Hukum Lh (Sarjuni)

WEWENANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP

1) Pemerintah menetapkan kebijaksanaan nasional tentang pengelolaan LH dan penataan ruang dengan tetap memperhatikan nilai-nilai agama, adat istiadat, dan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat.

2) Pengelolaan LH, dilaksanakan secara terpadu oleh instansi pemerintah sesuai dengan bidang tugas dan tanggung jawab masing-masing, masyarakat, serta pelaku pembangunan lain dengan memperhatikan keterpaduan perencanaan dan pelaksanaan kebijaksanaan nasional pengelolaan lingkungan hidup.

3) Pengelolaan LH wajib dilakukan secara terpadu dengan penataan ruang, perlindungan sumber daya alam non hayati, perlindungan sumber daya buatan, konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya, cagar budaya, keanekaragaman hayati dan perubahan iklim.

4) Keterpaduan perencanaan dan pelaksanaan kebijaksanaan nasional pengelolaan LH, sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dikoordinasikan oleh Menteri.

Page 5: 3. Hukum Lh (Sarjuni)

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN BERKAITAN DENGAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP

UU No 5 Tahun 1984 Ttg Perindustrian

UU No. 5 Tahun 1990 Ttg Konserfasi SDA

Hayati dan Ekosistemnya

UU No 5 Tahun 1992Ttg Benda Cagar Budaya

UU No 41 Tahun 1999Ttg Kehutanan

UU No.26Tahun 2007Ttg Penataan Ruang

UU No 14 Tahun 1992Ttg Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

UMUM

PP No 13 Tahun 1995Ttg Izin usaha Industri

PP No 68 Tahun 1998Ttg Kawasan Suaka Alam Dan Kawasan

Pelestarian Alam

PP No 69 Tahun 1996Ttg Pelak. Hak dan Kew.Serta Bentuk dan Tata

Cara Peraan serta Masyarakat dlm

Penaataan Ruang

PP No 42 Tahun 1993 Ttg Pemeriksaan

Kendaraan Bermotor di Jalan

Page 6: 3. Hukum Lh (Sarjuni)

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP

KHUSUS

UU No. 23 Tahun 1997 Ttg Pengelolaan Lingkungan Hidup

PP No 27 Tahun 1999 Ttg AMDAL

PP No 85 Tahun 1999 jo PP No 18 Tahun 1999 Ttg Limbah B3

PP No 19 Tahun 1999 Ttg Pengendalian Pencemaran dan/atau

Perusakan Laut

PP No 41 Tahun 1999 Ttg Pengendalian Pencemaran Udara

PP No 150 Tahun 1999 Ttg Pengendalian Kerusakan Tanah

Untuk Produksi Bio Masa

PP No 4 Tahun 2001 Ttg Pengendalian Kerusakan dan/atau

Pencemaran Lh yang Berkaitan dengan Kebakaran Hutan dan/atau

Lahan

PP No 74 Tahun 2001 Ttg Bahan Berbahaya dan Beracun

PP No 82 Tahun 2001 Ttg Pengelolaan Kualitas Air dan

Pengendalian Pencemaran Air

Page 7: 3. Hukum Lh (Sarjuni)

HAK DAN KEWAJIBAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP

HAK : Setiap orang mempunyai hak yang sama atas LH yang baik dan

sehat; Setiap orang mempunyai hak atas informasi LH yang berkaitan

dengan peran dalam pengelolaan LH; Setiap orang mempunyai hak untuk berperan dalam rangka

pengelolaan LH sesuai dengan peraturan perUU yang berlaku;

KEWAJIBAN : Setiap orang berkewajiban memelihara kelestarian fungsi L.H

serta mencegah dan menanggulangi pencemaran dan perusakan LH

Setiap orang yang melakukan usaha/kegiatan berkewajiban memberikan informasi yang benar dan akurat mengenai pengelolaan lingkungan hidup

Page 8: 3. Hukum Lh (Sarjuni)

PELESTARIAN FUNGSI LINGKUNGAN HIDUP

Setiap usaha/kegiatan dilarang melanggar baku mutu dan kriteria baku kerusakan LH

Setiap rencana usaha/kegiatan yang mungkin dapat menimbulkan dampak besar dan penting terhadap LH wajib memiliki AMDAL

Setiap penanggungjawab usaha/kegiatan wajib melakukan pengelolaan limbah hasil usaha/ kegiatan

Setiap penanggungjawab usaha/kegiatan wajib melakukan pengelolaan limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) yang dihasilkan

Page 9: 3. Hukum Lh (Sarjuni)

Apa ItuBaku Mutu Lingkungan ?

BML adalah ukuran batas atau kadar makhluk hidup, zat, energi, atau komponen yang ada atau harus ada dan/atau unsur pencemar yang ditenggang keberadaan nya dalam suatu sumber daya tertentu sebagai unsur lingkungan hidup.

Page 10: 3. Hukum Lh (Sarjuni)

UUPLH No 23 Tahun 1997

PP No. 82 Tahun 2001 Ttg Pengel. Kualitas Air dan Peng. Pencemaran Air

Kep.Men LH :1. No. 51/MenLH/10/95 Ttg Baku Mutu Libah air Bagi Kegiatan Industri 2. No. 52/MenLH/10/95 Ttg Baku Mutu Libah air Bagi Kegiatan Hotel3. No. 58/MenLH/10/95 Ttg Baku Mutu Libah air Bagi Kegiatan Rumah Sakit4. No. 42/MenLH/10/96 Ttg Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan Minyak

dan Gas serta Panas Bumi5. No. 09/MenLH/4/97 Ttg Perubahan KepMenLH No. 42/MenLH/10/96

Tentang Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan Minyak dan Gas serta Panas Bumi

6. No. 03/MenLH/1/98 Ttg Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kawasan Industri7. No. 112 Tahun 2003 Tentang Baku Mutu Air Limbah Domestik8. No. 113 Tahun 2003 Tentang Baku Mutu Air Limbah bagi Usaha dan atau

Kegiatan Pertambangan Batu Bara

BAKU MUTU LIMBAH CAIR

Page 11: 3. Hukum Lh (Sarjuni)

PERSYARATAN PEBUANGAN AIR LIBAH

1. Setiap penanggung jawab usaha/kegiatan yg membuang air limbah ke air atau badan air wajib mencegah dan menanggulangi terjadinya pencemran (ps 37 UUPLH)

2. Setiap penanggung jawab usaha/kegiatan yg membuang air limbah ke air atau badan air wajib mentaati persyaratan yg ditetapkan dalam izin (ps 38 UUPLH)

3. Persyaratan izin pembuangan air limbah (ps 38 UUPLH), wajib mencantumkan : Kewajiban untuk mengolah limbah Persyaratan mutu dan kualitas air limbah yg boleh dibuang ke media

lingkungan Persyaratan cara pembuangan air limbah Persyaratan untuk mengadakan sarana dan prosedur penanggulangan

keadaan darurat Persyaratan untuk melakukan pemantauan mutu dan debit air limbah Persyaratan lain yg ditentukan dalam AMDAL Larangan membuang secara sekaligus dalam satu saat atau pelepasan

dadakan Larangan untuk melakukan pengenceran air limbah dalam upaya

penaatan batas kadar yang dipersyaratkan Kewaajiban melakukan swapantau dan melaporkan hasilnya

Page 12: 3. Hukum Lh (Sarjuni)
Page 13: 3. Hukum Lh (Sarjuni)
Page 14: 3. Hukum Lh (Sarjuni)

UUPLH No 23 Tahun 1997

PP No. 41 Tahun 1999 Ttg Pengendalian Pencemaran Udara

Kep.MenLH: No.35/MenLH/10/93 Ttg Ambang Batas Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor No.13/MenLH/10/95 Ttg Baku Mutu Emisi Sumber tidak bergerak No.48/MenLH/10/96 Ttg Baku Tingkat Kebisingan No.49/MenLH/10/96 Ttg Baku Tingkat Getaran No.50/MenLH/10/96 Ttg Baku Tingkat Kebauan No.129/MenLH/2003 Ttg Baku Mutu Emisi Usaha dan/atau Kegiatan Minyak dan Gas Bumi No. 141/MenLH/2003 Ttg Ambang Batas Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor Tipe Baru dan Kendaraan Bermotor yang sedang diproduksi

BAKU MUTU UDARA

Page 15: 3. Hukum Lh (Sarjuni)

PERSYARATAN PEMBUANGAN EMISI KE UDARA BAGI SUMBER TIDAK BERGERAK

1. Mentaati baku mutu udara ambien, emisi dan baku tingkat gangguan yang telah ditetapkan

2. Melakukan pencegahan dan/atau penanggulangan pencemaran sebagai akibat usaha dan/atau kegiatan yang dilakukan

3. Membuat cerobong emisi yg dilengkapi dengan sarana pendukung dan alat pengaman

4. Memasang alat ukur pemantauan yg meliputi kadar dan laju alir volume untuk setiap cerobong emisi

5. Melakukan pencatatan hasil uji emisi yg dikeluarkan dari setiap cerobong emisi

6. Melaporkan hasil pemeriksaan dan laporan kondisi tdk normal yg mengakibatkan baku mutu emisi dilampoi

7. Penanggung jawab usaha/kegiatan yang menyebab kan terjadinya pencemaran udara/gangguan wajib melakukan penanggulangan dan pemulihan

Page 16: 3. Hukum Lh (Sarjuni)
Page 17: 3. Hukum Lh (Sarjuni)
Page 18: 3. Hukum Lh (Sarjuni)

UUPLH No 23 Tahun 1997

KRITERIA BAKU KERUSAKAN LINGKUNGAN

1. KepenLH No 04 Tahun 2001 Ttg Kriteria Baku Kerusakan Terumbu Karang

2. Kep.Men LH No.43/MenLH/10/96 Ttg Kriteria Kerusakan Lingkungan Bagi saha dan/atau Kegiatan Penambangan Bahan Galian Golongan C Jenis Lepas di Daratan

PP No.150 Tahun 2000 Ttg Pengendalian Kerusakan Tanah untuk Produksi BiomasaPP No. 4 Tahun 2001 Ttg Kerusakan dan/atau Pencemaran LH yang berkaitan dengan Kebakaran Hutan dan/atau Lahan

Page 19: 3. Hukum Lh (Sarjuni)

PERSYARATAN PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA

• Setiap penanggung jawab usaha/kegiatan yang dapat menimbulkan kerusakan tanah untuk produksi biomasa wajib melakukan upaya pencegahan kerusakan tanah (ps 11 PP 150/2000)

• Kriteria baku kerusakan tanah meliputi:a. Kriteria baku kerusakan tanah akibat erosib. Kriteria baku kerusakan tanah dilahan keringc. Kriteria baku kerusakan tanah dilahan basah

• Setiap penanggung jawab usaha/kegiatan yang mengakibatkan kerusakan tanah untuk produksi biomassa wajib melakukan upaya pencegahan kerusakan tanah (ps 12 PP 150/2000)

• Setiap penanggung jawab usaha/kegiatan yang mengakibatkan kerusakan tanah untuk produksi biomassa wajib melakukan pemulihan kondisi tanah (ps 13 PP 150/2000)

Page 20: 3. Hukum Lh (Sarjuni)

PERSYARATAN PENGENDALIAN KERUSAKAN/PENCEMARAN BERKAITAN

DENGAN KEBAKARAN HUTAN/LAHAN

• Setiap orang dilarang melakukan pembakaran hutan dan atau lahan

• Setiap penanggung jawab usaha/kegiatan wajib memiliki sarana dan prasarana yang memadai untuk mencegah terjadinya kebakaran hutan/lahan di lokasi usahanya, meliputi :a. Sistem deteksi dini untuk mengetahui terjadinya kebakaran

hutan/lahanb. Alat pencegahan kebakaran hutan/lahanc. Prosedur operasi standar untuk mencegah dan menanggulangi

terjadinya kebakaran hutan/lahand. Perangkat organisasi yang bertanggung jawab dalam mencegah

dan menanggulangi terjadinya kebakaran hutan/lahane. Pelatihan penanggulangan kebakaran hutan/lahan secara berkala

• Setiap orang yang melakukan pembakaran hutan/lahan wajib melakukan pemulihan dampak lingkungan hidup.

Page 21: 3. Hukum Lh (Sarjuni)

PERSYARATAN PENGENDALIAN KERUSAKAN AKIBAT PENAMBANGAN GALIAN GOL. C JENIS

LEPAS DI DATARAN

• Setiap penanggung jawab usaha dan/ atau kegiatan penambangan bahan galian gol. C jenis lepas di dataran wajib melaksanakan persyaratan-persyaratan yang ditetapkan baginya (ps 2 KepMenLH No. 43/96)

• Gub/Bupati/Walikota dalam proses pemberian SIPD wajib mencantumkan kriteria kerusakan lingkungan yang tidak boleh dilanggar oleh penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan (ps 7 KepMenLH No. 43/96)

• Bagi kegiatan penambangan galian gol. C yang sedang berlangsung atau masa penambangannya telah berakhir, wajib dilakukan evaluasi oleh Gub/Bupati/ Walikota berdasarkan kriteria kerusakan lingkungan (ps 12 KepMenLH No. 43/96)

Bagi kegiatan yang sedang dalam proses permohonan dan perpanjangan SIPD wajib disesuaikan dengan kriteria kerusakan lingkungan yang berlaku

Page 22: 3. Hukum Lh (Sarjuni)
Page 23: 3. Hukum Lh (Sarjuni)
Page 24: 3. Hukum Lh (Sarjuni)
Page 25: 3. Hukum Lh (Sarjuni)

AMDAL

Page 26: 3. Hukum Lh (Sarjuni)

Apa Itu AMDAL ?

AMDAL adalah kajian mengenai dampak besar dan penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungaan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan (ps 1 (21) UUPLH)

Page 27: 3. Hukum Lh (Sarjuni)

UU No. 4 Tahun 1982 Tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup

PP No. 29 Tahun 1986 Tentang AMDAL

PIL

KA-ANDAL

ANDAL

RKL-RPL

AMDAL SEMDAL

PEL

KA-SEL

SEL

RKL-RPL

TidakAdadampak penting

AdaDampakpenting

TidakAdadampak penting

Rencanakegiatan

KegiatanSdh jalan

Page 28: 3. Hukum Lh (Sarjuni)

PP No. 51 Tahun 1993 Tentang AMDAL

UU No. 4 Tahun 1982 Tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup

AMDAL UKL-UPL DPL

KA-ANDAL

ANDAL

RKL-RPL

Dampak Penting Dampak tdk PentingKeg. Berjalan

Blm Memiliki AMDAL/SEMDAL

KepMen LH No. 12/MENLH/3/1994Ttg Pedoman Umum UKL-UPL

KepMen LH No. 30/MENLH/3/1999Ttg Dokuen Pengelolaan lingkungan hidup

KepMen LH No. 11/MENLH/3/1994Ttg Jenis Kegiatan Wajib AMDAL

Page 29: 3. Hukum Lh (Sarjuni)

PP No. 27 Tahun 1999 Tentang AMDAL

UU No. 23 Tahun 1997 Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup

AMDAL UKL-UPL DPPL

KA-ANDAL

ANDAL

RKL-RPL

Dampak Penting Dampak tdk PentingKeg. Berjalan

Blm Memiliki AMDAL/SEMDAL

KepMen LH No. 86 Tahun 2002Ttg Pedoman Pelaksanan UKL-UPL

KepMen LH No. 3 Tahun 2000KepMen LH No. 17 Tahun 2001PerMen LH No. 11 Tahun 2006Ttg Jenis Kegiatan Wajib AMDAL

Diganti dengan

Permen LH No. 12 Tahun 2007

Page 30: 3. Hukum Lh (Sarjuni)

AMDAL bagian integral dari Studi Kelayakan Kegiatan Pembangunan

AMDAL bertujuan menjaga keserasian hubungan antara berbagai kegiatan agar dampak dapat

diperkirakan sejak awal perencanaan

AMDAL berfokus pada analisis: Potensi masalah, Potensi konflik, Kendala SDA, Pengaruh kegiatan

sekitar terhadap proyek

Dengan AMDAL, pemrakarsa dapat menjamin bahwa proyeknya bermanfaat bagi masyarakat,

aman terhadap lingkungan

2

3

4

1

Prinsip-prinsip Prinsip-prinsip AMDALAMDAL

Page 31: 3. Hukum Lh (Sarjuni)

Jenis Kegiatan Wajib Amdal

• Lampiran dalam Permen LH No.11 Tahun 2006

• Bupati/Walikota/Gubernur DKI untuk menetapkan skala/besaran lebih kecil atas pertimbangan daya dukung dan daya tampung lingkungan

• Lokasi berbatasan langsung dengan kawasan lindung

• Bupati/Walikota/Gubernur DKI /masyarakat mengusulkan kepada MenLH suatu kegiatan baru menjadi wajib AMDAL karena kegiatan tersebut dianggap berdampak penting terhadap lingkungan

Page 32: 3. Hukum Lh (Sarjuni)

Bagaimana Dengan AMDAL ?

Setiap rencana usaha dan/atau kegiatan yang kemungkinan dapat menimbulkan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup, wajib memiliki AMDAL (ps 15 UUPLH) Setiap usaha dan atau kegiatan yang menim- bulkan dampak besar dan penting terahadap lingkungan hidup wajib memiliki AMDAL untuk memperoleh izin melakukan usaha dan/atau kegiatan (ps 18 UUPLH).

Page 33: 3. Hukum Lh (Sarjuni)

IZIN APA ?dipersyaratkan AMDAL

• Izin Prinsip

• Izin Lokasi

• Izin IMB/IMBB

• Izin HO

• Izin Kelayakan Bangunan

• Izin Usaha Tetap

• Atau Izin yang mana ?

Page 34: 3. Hukum Lh (Sarjuni)

AMDAL dalam Sistem Perizinan Pasal 7 PP No. 27 Tahun 1999 tentang AMDAL

menyebutkan bahwa :1) Analisis Dampak Lingkungan hidup merupakan syarat yang harus

dipenuhi untuk mendapatkan izin melakukan usaha dan/atau kegiatan yang diterbitkan oleh pejabat yang berwenang.

2) Permohonan izin melakukan usaha dan/atau kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan oleh pemrakarsa kepada pejabat yang berwenang menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku dan wajib melampirkan keputusan kelayakan lingkungan hidup suatu usaha dan/atau kegiatan yang diberikan instansi yang bertanggung jawab.

3) Pejabat yang berwenang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mencantumkan syarat dan kewajiban sebagaimana ditentukan dalam rencana pengelolaan lingkungan hidup dan pemantauan lingkungan hidup sebagai ketentuan dalam izin melakukan usaha dan/atau kegiatan yang diterbitkan.

4) Ketentuan dalam izin melakukan usaha dan/atau kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) wajib dipatuhi dan dilaksanakan oleh pemrakarsa, dalam menjalankan usaha dan/atau kegiatan.

Page 35: 3. Hukum Lh (Sarjuni)

Kapan AMDAL disusun ?

• Studi kelayakan bagi rencana usaha dan/atau kegiatan yang menimbulkan dampak penting terhadap LH meliputi analisis teknis, ekonomis-finansial, dan AMDAL

• Oleh karena itu AMDAL sudah harus disusun dan mendapatkan keputusan dari instansi yang bertanggung jawab sebelum kegiatan konstruksi usaha dan/atau kegiatan yang bersangkutan dilaksanakan (penjelasan ps 2 PP 27/99)

• Kalau dikaitkan dengan izin AMDAL disusun setelah izin lokasi sebelum Prakonstruksi

Page 36: 3. Hukum Lh (Sarjuni)

SUMBERDAMPAK

•PEMBEBASAN TANAH

•LAND CLEARING

PRA KONSTRUKSI

IPSP PMASP PMDN

DAMPAK

IL

SUNAMDAL/UKL-UPL

SETAMDAL/UKL-UPL

BT IMB

• SOSIAL

(GANTI RUGI)

•PENGGALIAN

•TRANSPORTASI BAHAN BANGUNAN

•PEMBANGUNAN GEDUNG, DLL

I UUG/HO

•DEBU

•BISING

•LALU LINTAS

PELAKSANAAN AMDAL, UKL-UPL

KONSTRUKSI

IUT•AIR

•UDARA

•BISING

•GETAR, DLL

OPERASI

PASCA

OPERASI

6 BLN

Page 37: 3. Hukum Lh (Sarjuni)

AMDAL DAN TATA RUANG

Instansi yang bertanggungjawab wajib menolak KA-ANDAL yang diajukan apabila rencana lokasi dilaksanakan nya usaha dan/atau kegiatan terletak dalam kawasan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang wilayah dan/atau rencana tata ruang kawasan (ps 16 (4))

Page 38: 3. Hukum Lh (Sarjuni)

KADALUWARSA DAN BATALNYA KEPUTUSAN AMDAL

• Keputusan kelayakan lingkungan hidup suatu usaha dan/atau kegiatan dinyatakan kadaluwarsa apabila rencana usaha dan/atau kegiatan tidak dilaksanakan dalam jangka waktu 3 (tiga) tahun sejak diterbitkan keputusan.

• Apabila keputusan kelayakan lingkungan dinyatakan kadaluwarsa, maka untuk melaksanakan rencana usaha dan/atau kegiatan pemrakarsa wajib mengajukan kembali permohonan persetujuan AMDAL kepada instansi yang bertanggung jawab

• Atas permohonan tersebut instansi yang bertanggung jawab memutuskan;a. AMDAL yang pernah disetujui dapat sepenuhnya

dipergunakan kembali, ataub. Pemrakarsa wajib membuat AMDAL baru (ps 24 PP 27/99)

Page 39: 3. Hukum Lh (Sarjuni)

BATALNYA KEPUTUSAN KELAYAKAN LINGKUNGAN HIDUP (AMDAL)

• Pemrakarsa memindahkan rencana lokasi usaha dan/atau kegiatan

• Pemrakarsa mengubah desain dan/atau proses dan/atau kapasitas dan/atau bahan baku dan/atau bahan penolong

• Terjadi perubahan lingkungan hidup yang sangat mendasar akibat peristiwa alam atau akibat lain sebelum dan pada waktu kegiatan tersebut dilaksanakan (ps 25 PP 27/99)

Page 40: 3. Hukum Lh (Sarjuni)

PENYUSUNAN AMDAL

Siapa menyusun AMDAL ? AMDAL disusun oleh Pemrakarsa usaha/kegiatan

Bagaimana menyusun AMDAL ? Pemrakarsa dapat bekerja sama dengan konsultan atau PSLH

Perguruan Tinggi selama lembaga tersebut tidak melaksanakan tugas sebagai evaluator/Tim penilai studi AMDAL, dengan syarat yaitu :

a. Koordinator Tim Penyusun memiliki sertifikat kursus Peyusun AMDAL (AMDAL B) dengan pengalaman menyusun dokumen sekurang-kurangnya 3 kali b. Koordinator Bidang memiliki sertifikat kursus Peyusun AMDAL (AMDAL B) dan Pakar dibidangnya c. Anggota Tim Penyusun sekurang-kurangnya memiliki sertifikat kursus Dasar-asar AMDAL (AMDAL A)

Page 41: 3. Hukum Lh (Sarjuni)

PEDOMAN TEKNIS PENYUSUNAN DOKUMEN AMDAL

• PerMenLH Nomor 8 Tahun 2006 sebagai pengganti Kepka Bapedal No. 9 Tahun 2000 Tentang Pedoman Penyusunan AMDAL

• Kepka Bapedal No. 08 Tahun 2000 tentang Keterlibatan Masyarakat dan Keterbukaan Informasi dalam Proses AMDAL

Page 42: 3. Hukum Lh (Sarjuni)

PENULISAN DASAR HUKUM DALAM PENYUSUNAN AMDAL(Permen LH No. 8 Tahun 2006)

• Peraturan terkait dengan rencana usaha/ kegiatan sebagai dasar penyusunan AMDAL ada relevensinya

• Penulisan peraturan dilengkapi alasan singkat mengapa digunakan sebagai acuan atau dasar penyusunan AMDAL

Page 43: 3. Hukum Lh (Sarjuni)

Keterlibatan Masyarakat dalam Proses AMDAL (Kepka Bapedal No. 08 Tahun 2000)

• Pengumuman– Surat Kabar– Majalah– Papan Pengumuman di lokasi rencana kegiatan dan kantor pemerintah

setempat– Berkaitan dengan rencana kegiatan dan dampaknya

• Konsultasi Masyrakat– Dilakukan dengan cara diskusi atau wawancara– Mengarah pada dampak yang akan muncul – Dijadikan issue dalam KA-ANDAL

• Wakil Masyarakat– Libatkan masyarakat melalui perwakilan (pemuda, wanita, agama, dsb)– Siapkan surat pernyataan bersama atau berita acara tentang wakil

masyarakat yang akan duduk dalam anggota komisi penilai AMDAL

Page 44: 3. Hukum Lh (Sarjuni)

PERATURAN AMDAL• Undang-undang No. 23 tahun 1997 • PP No. 27 tahun 1999 • Peraturan/Keputusan Menteri LH:

– KepMen No. 2 tahun 2000 tentang Panduan Penilaian Dokumen AMDAL– KepMen No. 40 tahun 2000 tentang Pedoman Tata Kerja Komisi Penilai Analisis

Mengenai Dampak Lingkungan Hidup– KepMen No. 41 tahun 2000 tentang Pedoman Pembentukan Komisi Penilai Analisis

Mengenai Dampak Lingkungan Hidup Kabupaten/Kota– KepMen No. 42 tahun 2000 tentang Susunan Keanggotaan Komisi Penilai dan Tim

Teknis Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup Pusat– PerMen LH No.11 tahun 2006 sbg pengganti KepMen No.11 tahun 2001 tentang

Jenis Rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang Wajib Dilengkapi dengan AMDAL– KepMen No.45 tahun 2005 tentang Pedoman Penyussunan Laporan Rencana

Pengelolaan Lingkungan (RKL) dan Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL)– PerMen LH No. 8 tahun 2006 sebagai pengganti KepKa Bapedal No.09 tahun 2000

tentang Pedoman Penyusunan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup

• Keputusan Kepala Bapedal:– KepKa No.8 tahun 2000 tentang Keterlibatan Masyarakat dan Keterbukaan

Informasi dalam Proses Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup– KepKa No.56 tahun 1994 tentang Pedoman Mengenai Ukuran Dampak Penting

Page 45: 3. Hukum Lh (Sarjuni)

Peraturan yang terkait dengan AMDAL

Undang-UndangUU No. 24 Tahun 1992 Tentang Penaataan RuangUU No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah DaerahPeraturan Pemerintah• PP 85 TAHUN 1999 jo PP 18 Tahun 1999 Tentang Pengelolaan libah Bahan Berbahaya dan

Beracun• PP 41 Tahun 1999 Tentang Pengendalian Penearan Udara• PP 74 Tahun 2001 Tentang Bahan Berbahaya dan Beraun• PP 82 Tahun 2001 Tentang Pengendalian Penearan Air

Keputusan Menteri1. KepMenLH No.51/MENLH/10/1995 Tentang Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan Industri2. KepMenLH No.52/MENLH/10/1995 Tentang Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan Hotel3. KepMenLH No.58/MENLH/10/1995 Tentang Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan Runah Sakit4. KepMenLH No.03/MENLH/1/1998 Tentang Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kawasan Industri5. KepMenLH No.13 Tahun 1995 Tentang Baku Mutu Emisi Sumber Tidak Bergerak6. KepMenLH No.48 Tahun 1995 Tentang Baku Tingkat Kebisingan7. KepMenLH No.49 Tahun 1996 Tentang Baku Tingkat Getaran8. KepMenLH No.50 Tahun 1996 Tentang Baku Tingkat Kebauan9. KepenLH No.01/Bapedal/09/1995 Tentang Tata Cara dan Persyaratan Teknis Penyimpanan danPengumpulan Limbah B310.KepenLH No.02/Bapedal/09/1995 Tentang Dokumen Limbah B311.KepenLH No.03/Bapedal/09/1995 Tentang Persyaratan Teknis Peengelolaan Limbah B3

Page 46: 3. Hukum Lh (Sarjuni)

Dasar HukumDasar Hukum

Pasal 32 Ayat (1) Pasal 32 Ayat (1) PP 27 Tahun PP 27 Tahun 19991999Pemrakarsa usaha/kegiatan wajib

menyampaikan laporan pelaksanaan RKL dan RPL pada instansi yang membidangi usaha dan atau kegiatan yang bersangkutan dan instansi yang ditugasi mengendalikan dampak lingkungan hidup dan gubernur

KepMenLH Nomor 45 Tahun 2005

PELAPORAN RKL-RPL

Page 47: 3. Hukum Lh (Sarjuni)

AMDAL dan Sanksi Administrasi

• AMDAL bukan izin tetapi merupakan salah satu syarat dalam izin

• Agar saksi administrasi dapat dilaksanakan maka Peraturan Daerah yang berkaitan dengan izin mensyaratkan kewajiban AMDAL

• Dengan dipersyaratkannya AMDAL dalam izin, maka tidak dilaksanakannya AMDAL dapat dikenai sanksi administrasi

Page 48: 3. Hukum Lh (Sarjuni)

Bahan Berbahaya Beracun

Page 49: 3. Hukum Lh (Sarjuni)

Bahan Berbahaya dan Beracun (B3)

UUPLH No 23 Tahun 1997

PP No 85 Tahun 1999 jo PP No 18 Tahun 1999 Ttg Limbah B3

PP No 74 Tahun 2001 Ttg Bahan Berbahaya dan Beracun

1. KepKa Bapedal No.68/BAPEDAL/05/1994 Ttg Tata Cara Memperoleh Izin Penyimpanan, Pengumpulan, Pengoperassian alat Pengolahan, Pengolahan dan Penimbunan Akhir Limbah B3

2. KepKa Bapedal No.01/BAPEDAL/09/1995 Ttg Tata Cara dan Persyaratan Teknis Penyimpanan dan Pengumpulan Limbah B3

3. KepKa Bapedal No.02/BAPEDAL/09/1995 Ttg Dokumen Limbah B3

4. KepKa Bapedal No.03/BAPEDAL/09/1995 Ttg Persyaratan Teknis Pengelolaan Limbah B3

5. KepKa Bapedal No.04/BAPEDAL/09/1995 Ttg Tata Cara Persyaratan Penimbunan Hasil Pengolahan, Persyaratan Lokasi bekas Pengolahan, dan Lokasi Bekas Penimbunan Limbah B3

6. KepKa Bapedal No.05/BAPEDAL/09/1995 Ttg Simbul dan Label Limbah B3

7. KepKa Bapedal No.255/BAPEDAL/08/1996 Ttg Tata Cara dan Persyaratan Penyimpanan dan pengumpulan Minyak Pelumas Bekas

Page 50: 3. Hukum Lh (Sarjuni)

PERSYARATAN PENGELOLAAN LIMBAH B3

1. Setiap orang yang melakukan usaha/kegiatan yang menghasilkan libah B3 dilarang membuang limbah B3 yang dihasilkannya itu secara langsung ke dalam media lingkungan hidup, tanpa pengolahan terlebih dahulu

2. Pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun meliputi, penghasil, pengumpul, pengangkut, pemanfaat, pengolah, penimbun;

a. Penghasil limbah B3 wajib mengolah limbahnya sesuai teknologi yang ada, jika tidak mampu dapat bekerja sama dengan pihak ke tiga yang meemenuhi syarat sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku

b. Pengumpul limbah B3 wajib membuat catatan tentang jenis, karakteristik, jumlah dan waktu diterimanya limbah B3 dari penghasil limbah B3, dan membuat catatan penyerahan limbah B3 kepada pemanfaat, pengolah dan/atau penimbun

c. Pengangkutan limbah B3 wajib dilengkapi dokumen limbah B3d. Pemanfaat, pengolah dan penimbun limbah B3 wajib membuat dan

menyimpan catatan mengenai, sumber limbah, jenis, karakteristik dan jumlah limbah yang dikumpulkan dan dimanfaatkan serta nama pengangkut yang melakukan pengangkutan dari penghasil atau pengumpul limbah B3

3. Ketentuan mengenai pengelolaan bahan berbahaya dan beracun di atur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Page 51: 3. Hukum Lh (Sarjuni)
Page 52: 3. Hukum Lh (Sarjuni)
Page 53: 3. Hukum Lh (Sarjuni)

PENGAWASAN

Kegiatan yang dilaksanakan secara langsung atau tidak langsung oleh Pejabat Pengawas LH untuk mengetahui tingkat ketaatan penanggung jawab usaha/kegiatan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan pengendalian pencemaran/perusakan LH

Page 54: 3. Hukum Lh (Sarjuni)

Pengawasan

Penanggung jawab usaha/kegiatan

Pemerintah• Langsung• Tidak Langsung

Masyarakat

Page 55: 3. Hukum Lh (Sarjuni)

PengawasanPemerintah

Langsung

Tidak Langsung

Dilakukan langsung kelokasi kegiatanDengan melihat bagaimana penang -gung jawab usaha/kegiatan dalammelaksnakan pengelolaan lingkunganHidup

•Pegawasan atas laporan masyarakat•Pengawasan berdasarkan hasil pela- poran penanggung jawab usaha/ kegiatan

Page 56: 3. Hukum Lh (Sarjuni)

Kenapa Dilakukan Pengawasan ?

Penaatan Hukum

Mengetahui tingkat ketaatan dalam pengelolaan lingkungan hidup berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku

Apa yang ditaati ? Oleh siapa ?

Page 57: 3. Hukum Lh (Sarjuni)

AUDIT LINGKUNGAN

Sesuai dengan UU No 23 Tahun 1997 audit lingkungan ada dua jenis :• Audit yang dilakukan secara suka reka, (ps 28), yaitu

dalam rangka meningkatkan kenerja perusahaan dalam pengelolaan lingkungan hidup (penyusunannya berpedoman pada KepMenLH No. 42 Tahun 1994 tentang Pedoman Umum Audit Lingkungan Hidup)

• Audit yang dipaksakan, (ps 29), yaitu audit yang diperintahkan oleh Menteri atas ketidak patuhan dalam melaksanakan pengelolaan lingkungan hidup, (penyusunannya didasarkan pada KepMenLH No. 30 Tahun 2001 tentang Pedoman Pelaksanaan Audit Lingkungan Hidup Yang diwajibkan)

Page 58: 3. Hukum Lh (Sarjuni)

Apa itu Pencemaran LH ?

Pencemaran LH adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain kedalam LH oleh kegiatan manusia sehingga kualitasnya turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan LH tidak dapat berfungsi sesuai dengan peruntukannya

Page 59: 3. Hukum Lh (Sarjuni)

Apa itu Perusakan LH ?

Perusakan LH adalah tindakan yang menimbulkan perubahan langsung atau tidak langsung terhadap sifat fisik dan/atau hayatinya yang mengakibatkan LH tidak berfungsi lagi dalam menunjang pembangunan berkelanjutan

Page 60: 3. Hukum Lh (Sarjuni)

PENYELESAIAN SENGKETA LINGKUNGAN HIDUP

Page 61: 3. Hukum Lh (Sarjuni)

PENYELESAIAN SENGKETA

LINGKUNGAN HIDUP

Di Luar Pengadilan

Pengadilan

• Dampak akibat perbuatannya bersifat keperdataan

• Mencapai kesepakatan mengenai bentuk dan besarnya ganti rugi dan/atau tindakan pemulihan fungsi LH yang telah tercemar/ rusak

• Tindakan tertentu guna menjamin tidak akan terjadi atau terulangnya dampak negatif terhadap LH

• Merupakan keinginan para pihak • Diselenggarakan oleh STP2LH

• Dampak akibat perbuatannya mengandung unsur pidana

• Penyelesaian diluar pengadilan tidak mem- peroleh kata sepakat

• Dilakukan dengan mengajukan gugatan ganti rugi dan/atau tuntutan melakukan tindakan tertentu atas kerugian yang diderita manusia dan lingkungan yang tercemar/rusak

• Merupakan keinginan para pihak• Dilakukan oleh Pemerintah yang dikuasa

kan kepada kejaksaan Agung/Tinggi

Page 62: 3. Hukum Lh (Sarjuni)

PENYELESAIAN SENGKATA LH DI

LUAR PENGADILAN

DISELENGGARAKAN UNTUK MENCAPAIKESEPAKATAN MENGENAI :

1. Bentuk dan besarnya ganti rugi dan/atau tindakan pemulihan fungsi LH yang telah tercemar/ rusak

2. Tindakan tertentu guna menjamin tidak akan terjadi/terulangnya dampak negatif terhadap LH

Pemerintah dan atau masyarakat dapat membentuk lembaga penyedia jasa pelayanan penyelesaian sengketa LH yang bersifat bebas dan tidak berpihak

PIHAK YANG TIDAK MEMPUNYAI KEWENANAGAN MENGAMBIL KEPUTUSAN :

1. NEGOSIASI

Penyelesaian sengketa LH dilakukan langsung antar pihak yang bersengketa

2. MEDIASI

Penyelesaian sengketa LH diselenggarakan lewat jasa pihak ke Tiga

3. KONSILIASI

Penyelesaian sengketa LH diselenggarakan melalui jasa KONSILIATOR

PIHAK YANG MEMPUNYAI KEWENANGAN MENGAMBIL KEPUTUSAN

ARBITRASI

Penyelesaian sengketa LH melalui jasa ABITRATOR

Diatur dalam PP 54 Tahun

2000

Jasa Pihak ke 3

Page 63: 3. Hukum Lh (Sarjuni)

Penyelesaian Melalui

Pengadilan

1. Setiap perbuatan melanggar hk berupa pencemaran dan/atau perusakan LH yang menimbulakan kerugian pada orang lain atau LH, mewajibkan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan untuk membayar ganti rugi dan/atau melakukan tindakan tertentu (ps 34 (1) UUPLH)

2. Selain pembebenan untuk melakukan tindakan tertentu sebagaimana dimaksud diatas, hakim dapat menetapkan pembayaran uang paksa atas setiap hari keterlambatan penyelesaian tindakan tertentu tersebut(Ps 34 (2) UUPLH)

3. Penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang usaha dan/atau kegiatannya menimbulkan dampak besar dan penting terhadap LH, yang menggunakan B3, dan atau menghasilkan limbah B3, bertanggung jawab secara mutlak atas kerugian yang ditimbulkan, dengan kewajiban membayar ganti rugi secara langsung dan seketika pada saat terjadinya pencemaran dan/atau perusakan LH (ps 35 (1) UUPLH)

4. Penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan dapat dibebaskan dari kewajiban membayar ganti rugi jika yang bersangkutan dapat membuktikan bahwa pencemaran dan/atau perusakan LH disebabkan salah satu alasan:

a. Adanya bencana alam atau peperangan; atau

b. Adanya keadaan terpaksa diluar kemampuan manusia; atau

c. Adanya tindakan pihak ketiga yang menyebabkan terjadinya pencemaran dan/atau perusakan LH

5. Dalam hal terjadi kerugian yang disebabkan oleh pihak ketiga, pihak ketiga bertanggung jawab membayar ganti rugi (ps 35 (3) UUPLH).

Page 64: 3. Hukum Lh (Sarjuni)

PENEGAKAN HUKUM PIDANA(Penyidikan)

• Penyidikan dilakukan apabila telah adanya bukti permulaan yang cukup

• Dilakukan oleh Penyidik POLRI dan/atau PPNS-LH

• Sebelum berkas perkara tahap pertama diserahkan kepada penuntut umum penyidik wajib melakukan gelar perkara

Page 65: 3. Hukum Lh (Sarjuni)

PENEGAKAN HUKUM PIDANA(Penuntutan)

• Penuntutan tindak pidana LH dilakukan terhadap perkara hasil penyidikan yang telah dinyatakan memenuhi syarat formil dan materiil oleh penuntut umum dan telah diikuti dengan penyerahan tersangka serta barang bukti kepada penuntut umum

• Penuntutan dapat dilakukan oleh jaksa penuntut umum

• Sebelum melimpahkan perkara ke pengadilan, wajib menyiapkan segala sesuatunya yang berkaitan dengan pelimpahan perkara ke pengadilan

Page 66: 3. Hukum Lh (Sarjuni)

TINDAKAN ADM PREVENTIF

Tertulis

• Limbah Buangan/ Gangguan tidak sesuai BML• Tidak memiliki do- kumen Peng. LH• Tidak memiliki izin pembuangan lim- bah cair• Tidak melakukan uji kualitas lingk.• Tidak memasang alat ukur debit• Tidak melakukan pencatat debit/laju alir• Tidak melakukan pelaporan

Lisan

SANKSIADMINISTRASI

Keresahan

Penutupan saluran limbah

Pencabutan izin

TINDAKAN ADM. REPRESIF

Pencabutan izin

1 Mencegah dan me- ngakhiri terjadinya pelanggaran2 Menanggulangi akibat yang ditimbul kan oleh suatu pe- langgaran3 Melakukan tindakan penyelamatan dan/ atau pemulihan atas beban biaya penang- gungjawab usaha/ke- giatan (dapat diganti sejumlah uang terten- tu)

PAKSAAN PEMERINTAH

SK Gub No. 5 Tahun 2003 Ttg Tindakan Adm Bagi Usaha dan/atau Kegiatan yg melakukan Pelanggaran LH

Page 67: 3. Hukum Lh (Sarjuni)

TERIMA KASIH

Mohon maaf apa bila ada kesalahan