(3) BAB 1-DAFTAR PUSTAKA-1-4
-
Upload
cystanarisa -
Category
Documents
-
view
13 -
download
2
description
Transcript of (3) BAB 1-DAFTAR PUSTAKA-1-4
BAB I
PENDAHULUAN
Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit yang disebabkan infeksi
virus Dengue (DEN) yang ditransmisikan melalui gigitan nyamuk Aedes, terutama
Ae. aegypti dan Ae. alpoticus. Virus ini tergolong dalam genus Flavivirus, famili
Flaviviridae; dan terbagi kedalam empat serotipe, DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan
DEN-4.1 Infeksi salah satu dari keempat serotipe virus dengue tersebut dapat
menimbulkan penyakit dengan spektrum gejalan klinis yang luas; dari
asimptomatik, demam dengue, sampai demam berdarah dengue (DBD).2
Diperkirakan terjadi 50 juta infeksi akibat virus dengue setiap tahunnya di
seluruh dunia, dengan 2,5 miliar orang tinggal di wilayah endemik dengue.
Wilayah Asia Tenggara dan Pasifik menyumbang 75% terhadap beban global
akibat infeksi virus dengue, dengan 1,8 miliar orang yang berisiko terinfeksi virus
dengue tinggal di wilayah ini. Di Indonesia, infeksi virus dengue tertinggi tercatat
pada tahun 2007 sejumlah 150.000 kasus dengan case fatality rate kurang lebih
1%.1 Pada saat ini DBD dapat ditemukan di seluruh propinsi di Indonesia dan 200
kota telah melaporkan Kejadian Luar Biasa (KLB) DBD.3 Menurut data dari
Profil Kesehatan Indonesia tahun 2011, provinsi Bali merupakan provinsi dengan
kasus DBD tertinggi.4 Dari data Profil Kesehatan Indonesia tahun 2011, di
Provinsi Bali terdapat kasus DBD sebanyak 2996 dengan jumlah kasus meninggal
sebanyak 7 orang dan CFR 0,23.4 Pada tahun 2013, menurut data dari Profil
Kesehatan Indonesia tahun 2013, total kasus DBD di Bali sebanyak 6813.5
Infeksi virus dengue yang dibedakan menjadi infeksi virus dengue
asimtomatik dan simtomatik. Infeksi virus dengeu simtomatik secara umum
memiliki spectrum klinis yang dapat dikelompokkan menjadi 3 yaitu
undifferentiated fever, dengue fever/demam dengue (DD) dan dengue
haemorrhagic fever/demam berdarah dengue (DBD). Secara spesifik, DBD
dibedakan lagi menjadi 4 grade, dengan grade 3 dan 4 merupakan sindrom syok
dengue (SSD)/dengue shock syndrome (DSS).6 Pada responsi ini akan dibahas
mengenai DHF grade III. Pada DHF grade III ini merupakan tanda kegawatan
dengan tanda-tanda yaitu akral dingin, nadi melemah, tekanan nadi ≤20 mmHg 1
dan hipotensi. Hal ini harus mendapat perhatian serius, misalnya saja dari
monitoring pasien supaya pasien bisa mendapatkan terapi yang tepat dengan
segera. Hal ini dikarenakan bila tidak diatasi sebaik-baiknya dan secepatnya dapat
menyebabkan kematian.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Infeksi virus dengue dapat bersifat asimtomatik dan simtomatik. Infeksi
virus dengue yang simtomatik memiliki beberapa spektrum klinis diantaranya
undifferentiated febrile illness, demam dengue (DD), demam berdarah dengue
(DBD) serta dengue shock syndrome (DSS)/sindrom syok dengue (SSD).6
2.1.1 Demam Dengue
Demam Dengue adalah infeksi virus Dengue tanpa disertai dengan
kebocoran plasma. Secara klinis ditemukan demam, suhu pada umumnya antara
39-40°C, bersifat bifasik, menetap antara 5-7 hari. Gambaran perdarahan kulit
pada Demam Dengue terbanyak adalah uji tourniquet positif dengan atau tanpa
petekie. Secara laboratoris pada fase akut (awal demam) akan dijumpai jumlah
leukosit normal, kemudian menjadi leukopenia selama fase demam. Jumlah
trombosit pada umumnya normal, demikian pula semua faktor pembekuan, tetapi
pada saat epidemi, dapat dijumpai trombositopenia. Serum biokimia pada
umumnya normal, namun enzim hati dapat meningkat.1
2.1.2 Demam Berdarah Dengue
DBD adalah infeksi virus Dengue yang disertai dengan kebocoran plasma.
Secara klinis, fase awal DBD menyerupai demam dengue, yang ditandai dengan
demam (39-40°C) yang bersifat bifasik. Perubahan patofisiologi pada infeksi
dengue menentukan perbedaan perjalanan penyakit antara DBD dengan demam
dengue adalah terjadinya gangguan faal hemostasis dan kebocoran plasma. Kedua
kelainan tersebut dapat diketahui dengan adanya trombositopenia dan peningkatan
hematokrit. Oleh karena itu, trombositopenia (sedang sampai berat) dan
hemokonsentrasi merupakan kejadian yang selalu dijumpai pada DBD.1
2.1.3 Dengue Shock Syndrome
Dengue Shock Syndrome (DSS) merupakan suatu keadaan infeksi dari
Demam Berdarah Dengue yang ditandai dengan adanya kegagalan dari sirkulasi
(nadi yang lemah atau bahkan tidak teraba, tekanan nadi yang menyempit yaitu
≤20 mmHg, pasien gelisah dan lemah serta tekanan darah rendah (hipotensi)).1
3
2.2 Epidemiologi
Infeksi virus dengue endemis di beberapa daerah tropis dan subtropis, dan
lebih dari 100 negara di Afrika, Amerika, Mediterania, Asia Selatan, dan Pasifik
Barat. Sekitar 2,5 juta penduduk di daerah tersebut pernah terinfeksi virus dengue.
Menurut WHO terdapat kira-kira 50 – 100 juta kasus infeksi virus dengue setiap
tahunnya, dengan 250.000–500.000 demam berdarah dengue (DBD) dan 24.000
di antaranya meninggal dunia. Di Indonesia DBD merupakan masalah kesehatan,
karena hampir seluruh wilayah Indonesia mempunyai risiko untuk terjangkit
infeksi dengue. Dua belas di antara 30 provinsi di Indonesia merupakan daerah
endemis DBD, dengan case fatality rate 1,2%.4 Menurut data dari Profil
Kesehatan Indonesia tahun 2011, provinsi Bali merupakan provinsi dengan kasus
DBD tertinggi di Indonesia dengan jumlah kasus sebanyak 2996.4
2.3 Etiologi
Demam Dengue (DD) dan Demam Berdarah Dengue (DBD) disebabkan
oleh infeksi virus famili Flaviviridae, genus Flavivirus yang mempunyai 4
serotipe yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4.1 Infeksi salah satu serotipe
akan menimbulkan imunitas terhadap serotipe tersebut, namun tidak akan
memberikan perlindungan yang memadai terhadap serotipe yang lain. Seorang
yang tinggal di daerah endemis dengue dapat terinfeksi oleh 3 atau 4 serotipe
selama hidupnya. Keempat serotipe virus dengue dapat ditemukan di berbagai
daerah di Indonesia. Pengamatan virus dengue yang dilakukan sejak tahun 1975
dibeberapa rumah sakit menunjukkan bahwa keempat serotipe ditemukan dan
bersirkulasi sepanjang tahun. Serotipe DEN-3 merupakan serotipe yang dominan
dan diasumsikan cenderung menunjukkan manifestasi klinis yang berat.2
Virus Dengue (DEN) mempunyai karakteristik yang mirip dengan flavivirus
lain, genomnya terdiri RNA rantai tunggal (single stranded), dikelilingi oleh
nukleokapsid ikosahedral dan ditutupi oleh amplop lipid. Diameter virion sekitar
50nm. Genom flavivirus panjangnya 11 (kilobase), disusun oleh 3 gen protein
struktural yaitu yang mengkode nukleokapsid atau protein inti (core: C), protein
membran (membrane: M), dan protein amplop (envelope: E), dan 7 gen protein
non struktural (NS).1 4
2.4. Patofisiologi Infeksi Virus Dengue
Perbedaan klinis antara Demam Dengue dan Demam Berdarah Dengue
disebabkan oleh mekanisme patofisiologi yang berbeda. Adanya renjatan pada
Demam Berdarah Dengue disebabkan karena kebocoran plasma (plasma leakage)
yang diduga karena proses imunologi. Hal ini tidak didapati pada Demam
Dengue. 7
Pada demam dengue, virus masuk ke dalam tubuh dan berkembang di dalam
peredaran darah dan segera terjadi viremia. Kemudian ditangkap oleh makrofag,
dan kemudian makrofag menjadi APC (Antigen Presenting Cell). Antigen yang
menempel di makrofag akan mengaktifasi sel T-sitotoksik yang akan melisis
makrofag yang sudah memfagosit virus. Antigen tersebut juga mengaktivasi sel B
yang akan melepas antibody yaitu antibody netralisasi, antibody hemaglutinasi
dan antibody fiksasi komplemen.1,7 Proses tersebut menyebabkan terlepasnya
mediator-mediator yang menyebabkan timbulnya gejala seperti demam, nyeri
sendi, nyeri otot, malaise, serta mual dan muntah. Pada demam dengue ini dapat
terjadi perdarahan karena adanya agregasi trombosit yang menyebabkan
trombositopenia, tetapi masih bersifat ringan. 7,8
Pada DBD dan DSS terjadi kebocoran plasma ke dalam ruang
ekstravaskuler disebabkan karena peningkatan akut permeabilitas vaskuler,
sehingga menimbulkan hemokonsentrasi dan penurunan tekanan darah.
Pathogenesis DBD dan DSS masih merupakan masalah yang kontroversial. Dua
teori yang digunakan untuk menjelaskan perubahan pathogenesis pada DBD dan
DSS yaitu hipotesis infeksi sekunder (teori secondary heterologous infection) dan
hypothesis antibody dependent enhancement (ADE).9
Teori infeksi sekunder menyebutkan bahwa apabila seseorang
mendapatkan infeksi primer terhadap salah satu jenis virus dengue, akan terjadi
proses kekebalan terhadap infeksi virus dengue tersebut untuk jangka waktu yang
lama. Seseorang yang pernah mendapat infeksi primer virus dengue, akan
mempunyai antibodi yang dapat menetralisasi untuk jenis virus yang
sama/homologous.7
5
Gambar 1 Teori infeksi sekunder untuk jenis virus yang sama (kompleks
non infeksius)
Tetapi jika orang tersebut mendapatkan infeksi sekunder dengan jenis
serotipe virus lain, maka terjadi infeksi yang berat. Karena, pada infeksi
selanjutnya, antibody heterologous yang telah terbentuk dari infeksi primer akan
membentuk kompleks dengan infeksi virus dengue baru dari serotipe berbeda,
namun tidak dapat dinetralisasi, bahkan membentuk kompleks yang infeksius.7
Gambar 2 Teori infeksi sekunder untuk jenis virus yang berbeda (kompleks
infeksius)
6
Kompleks antigen antibodi tersebut kemudian berikatan dengan Fc
reseptor dari membran sel leukosit terutama makrofag. Oleh karena antibodi
heterolog maka virus tidak dinetralisasikan oleh tubuh sehingga akan bebas
melakukan replikasi dalam sel makrofag.
Hipotesis lainnya yaitu mengenai antibodi dependent enhancement (ADE),
suatu proses yang akan meningkatkan infeksi dan replikasi virus dengue di dalam
sel mononuklear. Sebagai reaksi terhadap infeksi virus dengue tersebut, terjadi
sekresi mediator vasoaktif yang kemudian menyebabkan peningkatan
permeabilitas pembuluh darah, sehingga menagkibatkan keadaan hipovolemia dan
syok.7
Gambar 3 Teori antibodi dependent enhancement (ADE)
Konsentrasi kompleks imun yang tinggi akibat reinfeksi yang
mengakibatkan reaksi amnestik antibodi. Infeksi virus dengue menyababkan
aktivasi macrofag yang memagositosis kopleks virus-antibodi sehingga virus
berkembang di macrofag. Infeksi makrofag oleh virus dengue menyebabkan
aktivasi T-helper dan T-sitotoksis sehingga diproduksilah limfokin dan interferon
gamama. Interferon gama akan mengaktivasi monosit sehingga disekresikanlah
berbagai mediator inflamasi, seperti TNF-α, IL-1, PAF (platelet activating factor),
IL-6, dan histamin yang megakibatkan terjadinya disfungsi sel endotel dan
terjadilah kebocoran plasma.
Patogenesis terjadinya syok berdasarkan hipotesis the secondary
heterologous infection dapat dilihat pada Gambar 2.4 yang dirumuskan oleh
Suvatte, tahun 1977. Sebagai akibat infeksi sekunder oleh tipe virus dengue yang
berlainan pada seorang pasien, respons antibodi anamnestik yang akan terjadi
dalam waktu beberapa hari mengakibatkan proliferasi dan transformasi limfosit
7
dengan menghasilkan titer tinggi antibodi IgG anti dengue. Disamping itu,
replikasi virus dengue terjadi juga dalam limfosit yang bertransformasi, dan hal
ini menyebabkan terdapatnya virus dalam jumlah banyak. Hal ini akan
mengakibatkan terbentuknya virus kompleks antigen-antibodi (virus antibody
complex) yang selanjutnya akan mengakibatkan aktivasi sistem komplemen.
Pelepasan C3a dan C5a akibat aktivasi C3 dan C5 menyebabkan peningkatan
permeabilitas dinding pembuluh darah dan merembesnya plasma dari ruang
intravaskular ke ruang ekstravaskular. Pada pasien dengan syok berat, volume
plasma dapat berkurang sampai lebih dari 30 % dan berlangsung selama 24-48
jam. Perembesan plasma ini terbukti dengan adanya peningkatan kadar
hematokrit, penurunan kadar natrium, dan terdapatnya cairan di dalam rongga
serosa (seperti efusi pleura dan asites). Syok yang tidak ditanggulangi secara
adekuat, akan menyebabkan asidosis dan anoksia, yang dapat berakhir fatal; oleh
karena itu, pengobatan syok sangat penting guna mencegah kematian.7
Gambar 4 Patogenesis Terjadinya Syok pada DBD (Sumber: Suvatte, 1977)
Sebagai reaksi terhadap infeksi virus dengue tersebut, kompleks antigen-
antibodi selain mengaktivasi sistem komplemen, juga menyebabkan agregasi
trombosit dan mengaktivitasi sistem koagulasi melalui kerusakan sel endotel
pembuluh darah (gambar 2.4). Kedua faktor tersebut akan menyebabkan
perdarahan pada DBD. Agregasi trombosit terjadi sebagai akibat dari perlekatan
kompleks antigen-antibodi pada membran trombosit yang mengakibatkan 8
pengeluaran ADP (adenosin di phosphat), sehingga trombosit melekat satu sama
lain. Hal ini akan menyebabkan trombosit dihancurkan oleh RES (reticulo
endothelial system) sehingga terjadi trombositopenia. Agregasi trombosit ini akan
menyebabkan pengeluaran platelet faktor III. Pengeluaran platelet faktor II
tersebut mengakibatkan terjadinya koagulopati konsumtif (KID = koagulasi
intravaskular deseminata) yang ditandai dengan peningkatan FDP (fibrinogen
degradation product) sehingga terjadi penurunan faktor pembekuan. 7
Gambar 5 Patogenesis Perdarahan pada DBD4
Agregasi trombosit ini juga mengakibatkan gangguan fungsi trombosit,
sehingga walaupun jumlah trombosit masih cukup banyak namun tidak berfungsi
baik. Di sisi lain, aktivasi koagulasi akan menyebabkan aktivasi faktor Hageman
sehingga terjadi aktivasi sistem kinin sehingga memacu peningkatan permeabilitas
kapiler yang dapat mempercepat terjadinya syok. Jadi, perdarahan masif pada
DBD diakibatkan oleh trombositpenia, penurunan faktor pembekuan (akibat
KID), kelainan fungsi trombosit, dan kerusakan dinding endotel kapiler.
Akhirnya, perdarahan akan memperberat syok yang terjadi.7
2.5 Kriteria Diagnosis
9
Diagnosis DBD ditegakkan berdasarkan kriteria diagnosis menurut WHO
tahun 2011 terdiri dari kriteria klinis dan laboratoris. Penggunaan kriteria ini
dimaksudkan untuk mengurangi diagnosis yang berlebihan (overdiagnosis).1
Kriteria Klinis
1. Demam tinggi mendadak, tanpa sebab jelas, berlangsung terus menerus
selama 2-7 hari.
2. Terdapat manifestasi perdarahan ditandai dengan:
Uji torniquet positif,
Petekie, ekimosis, purpura,
Perdarahan mukosa, epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis
dan/atau melena.
3. Pembesaran hati. (terdapat pada 90-98% kasus pada anak)
4. Hemokonsentrasi yang ditandai dengan adanya efusi pleura atau ascites
5. Syok yang ditandai dengan nadi cepat (takikardia), perfusi jaringan yang
buruk dengan nadi lemah, serta penurunan tekanan nadi (tekanan nadi 20
mmHg atau kurang), hipotensi dengan adanya kaki dan tangan dingin
dan/atau pasien tampak gelisah.
Kriteria Laboratorium
a. Trombositopeni (100.000/l atau kurang).
b. Hemokonsentrasi, dapat dilihat dari peningkatan hematokrit 20% atau
lebih dari baseline pada populasi sesuai usia.
Dua kriteria pertama ditambah trombositopenia dan hemokonsentrasi atau
peningkatan hematokrit cukup untuk menegakkan diagnosis klinis DBD. Adanya
hepatomegaly sebagai tambahan pada dua kriteria pertama yang ditemukan dapat
menjadi tanda DBD sebelum onset dari kebocoran plasma. Efusi pleura (chest X-
ray atau ultrasound) adalah bukti yang paling objektif dari kebocoran plasma.
Hipoalbuminemia sendiri dapat memperkuat diagnosis terutama pada pasien
anemia dan atau terjadi perdarahan. Pada kasus syok, peningkatan hematokrit dan
adanya trombositopenia yang signifikan mendukung diagnosis dengue shock
syndrome (DSS). Hasil ESR yang rendah (<10mm pada jam pertama) pada saat
syok membedakan DSS dengan syok sepsis.1
10
2.6 Derajat Penyakit
2.6.1 Demam dengue (DD)
Anamnesis: demam mendadak tinggi, disertai nyeri kepala, nyeri otot &
sendi/tulang, nyeri retro-orbital, photophobia, nyeri pada punggung, facial
flushed, lesu, tidak mau makan, konstipasi, nyeri perut, nyeri tenggorok, dan
depresi umum.10
Pemeriksaan fisik10:
Demam: 39-40°C, berakhir 5-7 hari
Pada hari sakit ke 1-3 tampak flushing pada muka (muka kemerahan),
leher, dan dada
Pada hari sakit ke 3-4 timbul ruam kulit makulopapular/rubeolliform
Mendekati akhir dari fase demam dijumpai petekie pada kaki bagian
dorsal, lengan atas, dan tangan
Manifestasi perdarahan: uji bendung positif dan/atau petekie
Convalescent rash, berupa petekie mengelilingi daerah yang pucat pada
kulit yg normal, dapat disertai rasa gatal yang muncul pada fase
konvalesen (penyembuhan).
2.6.2 Demam Berdarah Dengue
Terdapat tiga fase dalam perjalanan penyakit, meliputi fase demam, kritis,
dan masa penyembuhan (convalescence, recovery).10
Fase demam
Anamnesis : demam tinggi, 2-7 hari, dapat mencapai 40°C, serta terjadi kejang
demam. Dijumpai facial flush, muntah, nyeri kepala, nyeri otot dan sendi, nyeri
tenggorok dengan faring hiperemis, nyeri di bawah lengkung iga kanan, dan
nyeri perut.
Pemeriksaan fisik
1. Manifestasi perdarahan yaitu :
Uji bendung positif (≥10 petekie/inch2) merupakan manifestasi
perdarahan yang paling banyak pada fase demam awal.
Petekie pada ekstremitas, ketiak, muka, palatum lunak.11
Epistaksis, perdarahan gusi
Perdarahan saluran cerna
Hematuria (jarang)
Menorrhagia
2. Hepatomegali teraba 2-4 cm di bawah arcus costae kanan dan kelainan
fungsi hati (transaminase) lebih sering ditemukan pada DBD.
Fase kritis
Fase kritis terjadi pada saat perembesan plasma yang berawal pada masa
transisi dari saat demam ke bebas demam (disebut fase time of fever
defervescence) ditandai dengan,
Peningkatan hematokrit 10%-20% di atas nilai dasar
Tanda perembesan plasma seperti efusi pleura dan asites, edema pada dinding
kandung empedu. Foto dada (dengan posisi right lateral decubitus = RLD) dan
ultrasonografi dapat mendeteksi perembesan plasma tersebut.
Terjadi penurunan kadar albumin >0.5g/dL dari nilai dasar / <3.5 g% yang
merupakan bukti tidak langsung dari tanda perembesan plasma
Tanda-tanda syok
Pada fase ini, bisa ditemukan adanya warning sign yang terdiri dari:13
Klinis
- Demam turun tetapi keadaan anak memburuk.
- Nyeri perut dan nyeri tekan abdomen.
- Muntah yang menetap.
- Letargi, gelisah.
- Perdarahan mukosa.
- Pembesaran hati (hepatomegaly).
- Akumulasi cairan.
- Oligouria.
Laboratorium
- Peningkatan kadar hematocrit bersamaan dengan penurunan cepat
jumlah trombosit.
- Hematocrit awal tinggi.12
Fase penyembuhan (convalescence, recovery)
Fase penyembuhan ditandai dengan diuresis membaik dan nafsu makan
kembali merupakan indikasi untuk menghentikan cairan pengganti. Gejala umum
dapat ditemukan sinus bradikardia/ aritmia dan karakteristik confluent petechial
rash seperti pada DD.
2.6.3Dengue Shock Syndrome
Syok biasa terjadi pada saat atau segera setelah suhu turun, antara hari ke 4
sampai hari sakit ke-6. Pasien mula-mula terlihat letargi atau gelisah kemudian
jatuh ke dalam syok yang ditandai dengan kulit dingin-lembab, sianosis sekitar
mulut, nadi cepat-lemah atau bahkan tidak teraba, tekanan nadi < 20 mmHg dan
hipotensi. Jadi untuk menilai tekanan nadi perhatikan tekanan sistolik dan
diastolik, misalnya 100/90 mmHg (berarti tekanan nadi 10 mmHg) atau hipotensi
(tekanan sistolik menurun sampai 80 mmHg atau kurang). Syok merupakan tanda
kegawatan yang harus mendapat perhatian serius, oleh karena bila tidak diatasi
sebaik-baiknya dan secepatnya dapat menyebabkan kematian. Pasien dapat
dengan cepat masuk ke dalam fase kritis yaitu syok berat (profound shock), pada
saat itu tekanan darah dan nadi tidak dapat terukur lagi. Kebanyakan pasien masih
tetap sadar sekalipun sudah mendekati stadium akhir. Dengan diagnosis dini dan
penggantian cairan adekuat, syok biasanya teratasi dengan segera, namun bila
terlambat diketahui atau pengobatan tidak adekuat, syok dapat menjadi syok berat
dengan berbagai penyulitnya seperti asidosis metabolik, perdarahan hebat saluran
cerna, sehingga memperburuk prognosis. Pada masa penyembuhan yang biasanya
terjadi dalam 2-3 hari kadang-kadang ditemukan sinus bradikardi atau aritmia,
dan timbul ruam pada kulit. Tanda prognostik baik apabila pengeluaran urin
cukup dan kembalinya nafsu makan. Sebagian besar pasien masih tetap sadar
walaupun telah memasuki fase terminal. Pasien dengan perdarahan intraserebral
dapat disertai kejang dan koma. Ensefalopati dapat terjadi berhubungan dengan
gangguan metabolik dan elektrolit.1,10
13
2.7 Pemeriksaan Penunjang
2.7.1 Pemeriksaan laboratorium
1. Pemeriksaan Darah Lengkap
Pemeriksaan darah perifer yaitu hemoglobin, leukosit, hitung jenis,
hematokrit dan trombosit rutin dilakukan untuk menskrining pasien
infeksi dengue. Peningkatan nilai hematokrit yang selalu dijumpai pada
DHF merupakan indikator terjadinya perembesan plasma. Selain
hemokonsentrasi juga didapatkan trombositopenia, dan leukopenia.9
2. Pemeriksaan Antigen NS1
Antigen NS1 dapat dideteksi pada hari ke-1 dan akan menurun sehingga
tidak terdeteksi setelah hari ke-5-6. Deteksi antigen virus ini dapat
digunakan untuk diagnosis awal menentukan adanya infeksi dengue,
namun tidak dapat membedakan penyakit DD/DBD.
3. Uji Serologi IgM dan IgG Anti Dengue11
Antibodi IgM anti dengue dapat dideteksi pada hari sakit ke-5 sakit,
mencapai puncaknya pada hari sakit ke 10-14, dan akan menurun/
menghilang pada akhir minggu keempat sakit.
Antibodi IgG anti dengue pada infeksi primer dapat terdeteksi pada
hari sakit ke-14. dan menghilang setelah 6 bulan sampai 4 tahun.
Sedangkan pada infeksi sekunder IgG anti dengue akan terdeteksi
pada hari sakit ke-2.
Tabel 1. Interpretasi uji serologi IgM dan IgG pada infeksi dengue Diagnosis
Antibodi anti dengue Keterangan
IgM IgG
Infeksi Primer positif negatif
Infeksi Sekunder positif positif
Infeksi Lampau negatif positif
Bukan dengue negatif negatif Apabila klinis mengarah ke
infeksi dengue, pada fase
penyembuhan: IgM dan IgG
14
diulang
Untuk pemeriksaan serologi, uji Hambatan Hemaglutinasi yang merupakan gold
standard WHO untuk mendiagnosis infeksi virus dengue.
2.7.2 Isolasi virus
Ada beberapa cara isolasi dikembangkan, yaitu :
a. Inokulasi intraserebral pada bayi tikus albino umur 1 – 3 hari.
b. Inokulasi pada biakan jaringan mamalia ( LLCKMK2 ) dan nyamuk A.
alboptctus.Inokulasi pada nyamuk dewasa secara intratorasik / intraserebri
pada larva.
2.7.2 Pemeriksaan Radiologis
Kelainan yang bisa didapatkan antara lain12:
1. Dilatasi pembuluh darah paru
2. Efusi pleura
3. Kardiomegali atau efusi perikard
4. Hepatomegali
5. Cairan dalam rongga peritoneum
6. Penebalan dinding vesika felea
2.8 Diagnosis Banding
Adapun diagnosis banding dari infeksi virus dengue yaitu:
a. Pada awal perjalanan penyakit, diagnosis banding mencakup infeksi
bakteri, virus, atau penyakit protozoa seperti demam tifoid, campak,
influenza, hepatitis chikungunya, malaria. Adanya trombositopenia yang
jelas disertai hemokonsentrasi dapat membedakan antara DBD dengan
penyakit lain.
b. DBD harus dibedakan pada deman chikungunya (DC). Pada DC biasanya
seluruh anggota keluarga dapat terserang dan penularannya mirip dengan
influenza. Bila dibandingkan dengan DBD, DC memperlihatkan serangan
demam mendadak, masa demam lebih pendek, suhu tubuh tinggi, hampir 15
selalu disertai ruam makulopapular, injeksi kojungtiva dan lebih sering
dijumpai nyeri sendi. Proporsi uji tourniquet positif, petekie dan epistaksis
hampir sama dengan DBD. Pada DC tidak ditemukan perdarahan
gastrointestinal dan syok.
c. Perdarahan seperti petekie dan ekimosis ditemukan pada beberapa
penyakit infeksi, misalnya sepsis, meningitis meningkokus. Pada sepsis,
anak sejak semula kelihatan sakit berat, demam naik turun, dan ditemukan
tanda-tanda infeksi. Disamping itu jelas terdapat leukositosis disertai
dominasi sel polimorfonuklear (pergeseran ke kiri pada hitung jenis).
Pemeriksaan laju endap darah (LED) dapat dipergunakan untuk
membedakan infeksi bakteri dengan virus. Pada meningitis
meningkokokus jelas terdapat rangsangan meningeal dan kelainan pada
pemeriksaan cairan serebrospinalis.
d. Idiopatic Thrombocytopenic Purpura (ITP) sulit dibedakan dengan DBD
derajat II, oleh karena didapatkan demam disertai perdarahan di bawah
kulit. Pada hari-hari pertama, diagnosis ITP sulit dibedakan dendgan
penyakit DBD, tetapi pada ITP demam cepat menghilang, tidak dijumpai
hemokonsentrasi, dan pada fase penyembuhan DBD jumlah trombosit
lebih cepat kembali normal daripada ITP.
e. Perdarahan dapat juga terjadi pada leukemia atau anemia aplastik. Pada
leukemia demam tidak teratur, kelenjar limfe dapat teraba dan anak sangat
anemis. Pemeriksaan darah tepi dan sumsum tulang akan memperjelas
diagnosis leukemia. Pada anemia aplastik anak sangat anemik, demam
timbul karena infeksi sekunder.12
2.9 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan DBD bersifat suportif dan simtomatik, yaitu mengatasi
kehilangan cairan. Pasien DD dapat berobat jalan, pasien DBD di ruang
perawatan biasa, kasus DBD dengan komplikasi memerlukan perawatan
intensif.9,10
Pada pasien tanpa hemokonsentrasi ataupun trombositopeni yang masih
dapat minum dapat diijinkan untuk rawat jalan dengan ditargetkan minum 16
1-2 liter/hari atau satu sendok makan tiap 5 menit. Dapat diberikan jenis
minuman seperti the manis, sirup, jus buah, dan susu selain air mineral.
Jika pasien tidak dapat minum atau terus muntah dapat di rawat inap dan
dipasang infus NaCL 0,45%; Dextrose 5% tetesan rumatan sesuai BB.
Periksa Hb, Ht setiap 6 jam dan trombosit setiap 12 jam.
Pantau gejala klinis dan laboratorium. Jika Ht naik atau Trombosit turun
ganti infus dengan RL/RA/NS dengan ketentuan BB<15 kg berikan 6-
7ml/kgBB/jam. BB 15-40 kg berikan 5ml/kgBB/jam/ BB>40 kg berikan
3-4 ml/kgBB/jam.
Jika terdapat perbaikan yang dapat dilihat dari tidak gelisah, nadi kuat,
tekanan darah stabil, dieresis cukup (>1 ml/kgBB/jam), ht turun. Tetesan
dapat dikurangi dan pemberian infus dapat dihentikan setelah 24-48 jam
bila tanda vital/ht stabil dan dieresis cukup.
Perburukan dengan tanda gelisah, dister pernafasan, frekuensi nadi naik,
hipotensi/tekanan nadi <20 mmHg, dieresis kurang/tidak ada, pengisian
kapiler >2 detik dan Ht tetap tinggi maka masuk ke protokol syok
Berikan infus kristaloid dan atau koloid 20ml/kgBB secepatnya beserta
oksigen 2-4 liter/menit. Dievaluasi hematokrit dan trombosit tiap 4-6 jam.
Jika syok teratasi, cairan dikurangi menjadi 10ml/kgBB/jam dan perlahan
lahan diturunkan menjadi 5ml/kgBB/jam hingga diturunkan ke
3ml/kgBB/jam. Pemberian cairan dapat dihentikan 24-48 jam setelah syok
teratasi dan tanda vital/ht stabil beserta dieresis cukup.
Jika syok belum teratasi, cairan dapat dilanjutkan. Terus dilakukan
observasi tanda vital, dieresis, Hb, Ht, trombosit, leukosit, elektrolit
keseimbangan asam basa.
Jika berikutnya masi belum teratasi dan kadar hematokrit menurun dapat
diberikan tranfusi darah segar 10ml/kgBB
Apabila syok belum teratasi dapat dipertimbangkan pemakaian inotropik
dan koloid HES BM 100.000-300.000
Indikasi Pasien Masuk Rumah Sakit
Tanda-tanda syok17
Perdarahan
Trombosit <100.000/mm3 dan atau peningkatan hematokrit 10-20%
Nyeri abdominal hebat
Tempat tinggal jauh dari rumah sakit
Hiperpireksia
Indikasi Pasien Boleh Pulang
Setidaknya tidak demam dalam 24 jam terakhir tanpa antipiretik
Secara klinis tampak perbaikan
Nafsu makan baik
Nilai hematokrit stabil
Tiga hari sesudah syok teratasi
Tidak ada sesak napas atau takipnea
Trombosit >50.000/mm3
18
Gambar 6. Gambaran Umum Tatalaksana Infeksi Dengue
19
Gambar 7. Tatalaksana Demam Dengue
20
Gambar 8. Tatalaksana DBD grade I dan II
21
Gambar 9. Tatalaksana DBD grade III dan IV
2.10 Prognosis
Terapi yang cepat, tepat dan adekuat memberikan prognosis yang baik. Angka
kematian penyakit DBD masih tergolong tinggi. Perjalanan penyakit pada anak-
anak umumnya lebih berat dibandingkan dengan orang dewasa.7
BAB III
22
LAPORAN KASUS
3.1 Identitas
Nama : NGP
Umur : 13 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Pelajar
Suku : Bali
Kewarganegaraan : Indonesia
Agama : Hindu
Alamat : Br. Lebah Pangkung, Mengwi
Tanggal MRS : 14 April 2015
Tanggal Pemeriksaan : 16 April 2015
3.2 Anamnesis dan Heteroanamnesis
Keluhan Utama : Panas badan
Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien datang sadar ke Poli Anak BRSU Tabanan diantar oleh orang tua
dengan keluhan panas badan. Pasien dikeluhkan mengalami panas badan sejak 4
hari sebelum masuk rumah sakit (MRS) yaitu pada hari Jumat, 10 April 2015
malam. Panas badan dikatakan mendadak tinggi dan pada saat itu dilakukan
pengukuran suhu di dokter pada hari Sabtu tanggal 11 April 2015 dimana suhu
terukur 38,8oC. Panas badan dirasakan berlangsung sepanjang hari dan sempat
turun ketika pasien minum obat penurun panas, namun beberapa jam kemudian
dikatakan panas naik kembali. Sejak mengalami panas badan, aktivitas pasien
dikatakan berkurang, nafsu makan dan minum pasien dikatakan menurun. Panas
badan tidak disertai dengan menggigil dan kejang. Pada saat pemeriksaan tanggal
16 April 2015, pasien sudah tidak mengalami panas badan. Ibu pasien
mengatakan pasien mengalami keringat dingin serta tangan dan kaki pasien
terkadang dingin.
23
Selain mengalami panas badan, pasien dikeluhkan mengalami mual muntah,
nyeri persendian, pegal-pegal seluruh badan, sakit kepala, nyeri perut, mimisan,
gusi berdarah, menstruasi di luar siklus normal dan sesak napas.
Pasien dikeluhkan mengalami mual dan muntah sejak 4 hari sebelum MRS
(10 April 2015). Pasien merasa mual setiap habis makan ataupun minum. Mual
dikatakan pernah disertai muntah. Dikatakan oleh ibu pasien, pernah dalam suatu
hari pasien mengalami muntah sampai 5 kali. Muntah pasien berisikan air dan
makanan yang dimakan dengan volume kurang lebih setengah kantong kresek
kecil. Mual dan muntah sudah tidak dikeluhkan lagi sejak pasien MRS dan diinfus
yaitu tanggal 14 April 2015.
Pasien dikeluhkan mengalami nyeri persendian sejak 4 hari sebelum MRS.
Nyeri sendi dikatakan hilang timbul. Nyeri sendi dikatakan lebih dirasakan oleh
pasien ketika panas badan naik dan dirasakan berkurang ketika pasien beristirahat.
Pasien juga dikeluhkan mengalami sakit kepala sejak 4 hari sebelum MRS.
Sakit kepala dirasakan hilang timbul. Sama seperti nyeri sendi, sakit kepala lebih
dirasakan oleh pasien ketika panas badan naik dan dirasakan berkurang ketika
pasien beristirahat.
Pasien dikeluhkan mengalami nyeri perut sejak 1 hari setelah MRS
(tanggal 15 April 2015). Nyeri perut dirasakan pada perut bagian kanan dan ulu
hati. Pada saat pemeriksaan tanggal 16 April 2015, nyeri perut masih dirasakan
oleh pasien. Nyeri perut lebih dirasakan oleh pasien ketika dilakukan penekanan
dan jika pasien berpindah posisi dari berbaring ke duduk.
Pasien dikeluhkan mengalami mimisan dan gusi berdarah sejak hari Selasa
pagi tanggal 14 April 2015, saat pasien MRS. Mimisan dikatakan terjadi 1 kali
dan mimisan berhenti dengan ditampon menggunakan tisu dan sempat
menggunakan daun sirih. Darah yang keluar pada saat mimisan kurang lebih
sebanyak 4 tetes. Gusi berdarah dikatakan oleh pasien terjadi setelah pasien
menggosok gigi. Darah yang keluar dikatakan tidak terlau banyak dan kemudian
berhenti dengan sendirinya. Pada tanggal 16 April 2015, mimisan sudah tidak
dialami oleh pasien namun gusi berdarah masih dialami oleh pasien terutama
ketika menggosok gigi.
24
Pasien dikeluhkan mengalami menstruasi di luar siklus sejak tanggal 14
April 2015. Menstruasi tersebut dikatakan di luar siklus karena bulan ini pasien
sudah menstruasi dan dikatakan sudah selesai bersih 1 minggu yang lalu. Sejak
tanggal 14 April tersebut, terdapat menstruasi dengan jumlah darah sedikit yang
dikatakan oleh ibu pasien berupa bercak-bercak dengan warna merah kecoklatan.
Pada tanggal 16 April 2015, keluarnya bercak-bercak darah berwarna merah
kecoklatan masih dialami oleh pasien.
Pasien dikeluhkan mengalami sesak sejak tanggal 16 April 2015 (2 hari
setelah MRS). Sesak dikatakan muncul perlahan dan menetap serta tidak
dipengaruhi oleh perubahan posisi. Karena sesak pasien diberikan oksigen dan
setelah itu keluhan sesak sudah dirasakan berkurang oleh pasien.
Riwayat muntah kemerahan atau kehitaman, batuk dan pilek disangkal.
Nafsu makan dan minum pasien dikatakan berkurang semenjak sakit. BAB pasien
dikatakan normal dengan riwayat diare disangkal. BAK pasien juga dikatakan
normal dengan wana kuning jernih.
Riwayat Pengobatan :
Pasien sewaktu panas sempat berobat ke dokter, pada tanggal 11 April 2015,
namun keluhan tidak dirasakan membaik oleh pasien.
Pada tanggal 12 April 2015, pasien sempat dibawa ke UGD oleh orang
tuanya dan dilakukan pemeriksaan darah dengan hasil trombosit masih dalam
batas normal. Pada saat itu pasien tidak dirawat inap dan saat pulang diberikan
obat penurun panas sanmol 3x per hari dan imunos 1x per hari. Ibu pasien juga
mengatakan diberikan penjelasan untuk melakukan kontrol kembali pada tanggal
14 April 2015 jika kondisi pasien tidak membaik.
Riwayat Penyakit Sebelumnya :
Sebelumnya pasien pernah mengalami panas badan. Panas badan
berkurang dengan pemberian obat penurun panas ataupun berkurang spontan
tanpa pemberian obat. Riwayat penyakit asma, alergi, penyakit jantung, kejang
demam dan penyakit sistemik lainnya disangkal
25
Riwayat Penyakit Keluarga:
Riwayat penyakit hipertensi, diabetes mellitus, jantung, asma, kejang,
ginjal dan penyakit sistemik lainnya disangkal.
Riwayat Pribadi/Sosial/Lingkungan
Pasien merupakan anak ketiga dari 3 bersaudara. Kakak pasien dikatakan
dalam kondisi sehat. Nenek pasien dikatakan mengalami demam berdarah dengue
(DBD) baru-baru ini. Tetangga pasien juga banyak yang mengalami DBD. Di
sekolah, pasien mengatakan beberapa temannya ada yang sakit DBD. Di
lingkungan rumah, dikatakan belakangan ini terdapat nyamuk dengan jumlah
yang lebih banyak dari biasanya, sehingga keluarga pasien di rumah
menggunakan obat nyamuk bakar. Selain itu, juga terdapat kolam ikan dan
terkadang terdapat genangan air.
Riwayat Persalinan :
Pasien lahir secara spontan, cukup bulan, ditolong oleh dokter di RSUP
Sanglah dan dikatakan lahir segera menangis. Berat badan lahir 2950 gram,
panjang badan dan lingkar kepala dikatakan lupa. Tidak ada kelainan.
Riwayat Imunisasi :
o BCG 1 kali
o Polio 4 kali
o Hepatitis B 4 kali
o DPT 3 kali
o Campak 1 kali.
Riwayat Nutrisi :
ASI eksklusif: dari usia 0-6 bulan, dengan pemberian ASI dilanjutkan
sampai usia 24 bulan, frekuensi sesuai kebutuhan.
Susu Formula : sejak usia 6 bulan.
Bubur Susu : sejak usia 6 bulan, frekuensi 2-3 x/hari.
26
Bubur Tim : sejak usia 12 bulan, frekuensi 2-3 x/hari.
Makanan Dewasa : sejak usia 13 bulan, frekuensi 3x/hari.
Riwayat Tumbuh Kembang :
Mengangkat kepala : 3 bulan
Membalikkan badan : 4 bulan
Duduk : 6 bulan
Merangkak : 8 bulan
Berdiri sendiri : 10 bulan
Berjalan : 12 bulan
Bicara : 12 bulan
Pasien saat ini sedang duduk di bangku SMP dan mengikuti pelajaran
seperti biasa. Interaksi dengan teman-teman pasien dikatakan baik. Kesan
tumbuh kembang pasien dalam kondisi normal.
3.3 Pemeriksaan Fisik
Tanggal 16 April 2015
Status Present
Kesan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos Mentis
Nadi : 88x/menit lemah
Respirasi : 20x/menit
T.ax : 36 C
TD : 100/70 mmHg
BB : 46 kg
BBI : 44 kg
TB : 155 cm
Status Gizi (menurut waterlow) : 104,54% (gizi baik)
Status General
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterus (-/-), refleks
27
pupil (+/+) isokor, cowong -/-, edema palpebra (-/-),
sekret (-/-)
THT
Telinga : Daun telinga N/N, sekret (-/-)
Hidung : Hidung luar normal, sekret (-/-), epistaksis (+) riwayat
Tenggorokan : Tonsil T1/T1, faring hiperemis (-)
Lidah : Lidah kotor (-), papil lidah atrofi (-), mukosa basah
(+) warna merah
muda
Bibir : Mukosa basah (+) warna merah muda, sianosis (-)
Leher
Kelenjar getah bening : tidak ditemukan pembesaran
Kelenjar parotis & tiroid : tidak ditemukan pembesaran
Thoraks
Jantung
Inspeksi : Tidak tampak pulsasi iktus kordis, pulsasi epigastrial (-)
Palpasi : Iktus kordis teraba di ICS V MCL Sinistra, thrill (-),
lifting (-)
Perkusi : Batas-batas jantung : batas kanan PSL dextra, batas kiri
ICS V MCL sinistra, batas atas ICS II
Auskultasi : Suara jantung S1S2 tunggal, reguler, murmur (-)
Paru
Inspeksi : dinding thoraks simetris statis & dinamis, retraksi (-),
Palpasi : taktil vokal fremitus N/N, pergerakan simetris,
nyeri tekan (-)
Perkusi : sonor/sonor sonor/sonor sonor/sonor
Auskultasi : suara napas ves/ves ronkhi -/- wheezing -/- ves/ves -/- -/- ves/ves -/- -/-
28
Abdomen
Inspeksi : distensi (-), pelebaran pembuluh darah (-),
penonjolan massa (-)
Auskultasi : bising usus (+) normal
Palpasi : nyeri tekan (+) pada regio abdomen kanan dan
epigastrium, hepar dan lien tidak teraba, ballotement (-)
Perkusi : distribusi suara timpani, redup hepar (+)
Ekstremitas
Inspeksi : Sianosis (-), Rumple leed test (+)
Palpasi : Hangat -/- edema -/- -/- -/-
Kulit : Petechie (+), Rumple leed test (+)
Status Antropometri
- Berat badan/usia : p 50
- Panjang badan/usia atau tinggi badan/usia : p 25-50
- Berat badan/tinggi badan : p50-75
- Berat badan ideal : 44 kg
3.4 Pemeriksaan Penunjang
- Laboratorium
Darah Lengkap
29
Tabel 2. Hasil Pemeriksaan Darah Lengkap
Parameter
12/4/15
17:23
Hari-2
14/4/15
11:18
Hari-4
14/4/15
21:49
Hari-4
15/4/15
06:25
Hari-5
15/4/15
17:46
Hari-5
16/4/15
01:41
Hari-6
16/4/15
09:19
Hari-6
WBC (10e3/uL) 3,60(↓) 2,90(↓) 3,20(↓) 3,60(↓) 6,50 6,00 6,30
Neutrophil (%) 65,40 57,80 38,30(↓) 20,9(↓) 14,00(↓) 18,70(↓)
Limfosit (%) 16,00(↓) 26,40 36,50 38,40 39,60 40,30(↑)
Monosit (%) 16,50(↑) 14,60(↑) 23,50(↑) 37,10(↑) 42,90(↑) 37,90(↑)
Eosinofil (%) 1,39 0,81 0,21 1,48 2,64 2,27
Basophil (%) 0,73 1,07(↑) 0,91 2,15(↑) 0,83 0,83
Eritrosit
(10e6/uL)
HGB (g/dl)
5,14(↑)
15,50(↑)
5,34(↑)
16,10(↑)
4,98
15,00
4,95
14,80
4,70
14,10
4,82
14,40
4,81
14,60
HCT (%) 44,50(↑) 45,80(↑) 42,60 42,20 45,40(↑) 41,40 41,00
PLT (10e6/uL) 172,00 92,00(↓) 60,50(↓) 44,50(↓) 31,00(↓) 38,40(↓) 34,90(↓)
Parameter
17/4/15
06:20
Hari-7
17/4/15
17:56
Hari-7
18/4/15
06:34
Hari-8
19/4/15
06:33
Hari-9
WBC (10e3/uL) 6,5 6 6,7 7,1
Neutrophil (%) 27,6 (↓) 33,7(↓) 35(↓) 48,1(↓)
Limfosit (%) 49,5(↑) 53,8(↑) 47,5(↑) 35,7
Monosit (%) 18,3(↑) 8,9(↑) 12,10(↑) 9,59(↑)
Eosinofil (%) 3,72(↑) 3,1(↑) 4,35(↑) 5,89(↑)
Basophil (%) 0,82 0,42 1,04(↑) 0,67
Eritrosit
(10e6/uL)
HGB (g/dl)
4,65
13,9
4,88
14,2
4,68
14,1
4,77
14,5
HCT (%) 40,6 41,80 40,2 41
PLT (10e6/uL) 45,7(↓) 56,3(↓) 75,3(↓) 121(↓)
30
Tes Widal (14/4/2015, 11:29)
- Salmonella typhi A-O : negatif
- Salmonella typhi B-O : negatif
- Salmonella typhi C-O : 1/80
- Antibodi O : negatif
- Salmonella typhi A-H : negatif
- Salmonella typhi B-H : negatif
- Salmonella typhi C-H : negatif
- Antibodi H : negatif
Serologi IgM dan IgG anti dengue (18/4/2015, 08:29)
- IgM anti dengue (+)
- IgG anti dengue (+)
3.5 Diagnosis
Demam Berdarah Dengue derajat III (panas hari ke-6) dengan warning sign + gizi
baik
3.6 Planning
Planning Diagnosis
Cek darah lengkap setiap 12 jam.
Cek serologi IgM IgG anti dengue pada hari ke-7.
Cek faal hemostasis
Planning Terapi
Masuk Rumah Sakit (MRS).
O2 1-2 lpm
Kebutuhan energy: 1305,54 kkal/hari
Kebutuhan protein: 39,6 gram/hari
Kebutuhan cairan: 2020cc/hari
Mampu minum kurang lebih 500cc/hari
31
Kebutuhan cairan intravena (IV): 2020cc-500cc = 1520cc/hari =
63,3cc/jam = 1,05cc/menit, setara dengan 21 tpm makro
Cairan IV yang digunakan: IVFD RL 21 tpm makro.
Paracetamol 10-15 mg/kg/BB/kali setara dengan 460-690 mg/kali
Paracetamol 3x500 mg tab (bisa diulang tiap 4 jam jika suhu axila ≥ 380C
dan dilakukan kompres hangat).
Imunos 1x1 cth.
Aviter 3x1 sch.
Anbacim 3x500 mg.
Planning Monitoring
Observasi tanda vital.
Observasi warning sign.
Observasi balance cairan dan produksi urin.
3.7 Prognosis
Ad vitam : dubius ad bonam
Ad fungsionam : dubius ad bonam
Ad sanationam : dubius ad bonam
3.8 LAPORAN PERKEMBANGAN PASIEN SELAMA DI RUANGAN32
Tabel 3. Laporan Perkembangan Pasien Selama di Ruangan
Tanggal Subjektif Objektif Assessment Planning
14/4/2015
Pk.11:45
Demam (+)
naik turun
sejak 5 hari
sebelum
MRS, mual
(+),
muntah
(+), makan
minum
berkurang,
lemas (+),
mimisan
(+),
BAB/BAK
(+)
Status present:
KU: agak lemah
HR: 100x/menit
TD: 100/70 mmHg
Tax: 370C
Status general:
Mata: anemis -/-,
ikterik -/-,cowong -/-
Cor: S1S2 reguler
normal, murmur (-)
Pulmo: ves +/+, rh -/-,
wh -/-
Abdomen:distensi(-),
BU (+) normal
Ekstremitas: hangat
Hasil DL (14/04/2015
11:18):
WBC: 3,60
RBC: 5,14
HGB: 15,50
HCT: 44,50
PLT: 172,00
DBD derajat
II (panas hari
ke-4)+gizi
baik
Planning diagnosis:
- Cek darah lengkap
setiap 12 jam.
- Cek serologi IgM IgG
anti dengue pada hari
ke-7.
- Cek faal hemostasis
Planning terapi:
- MRS
- IVFD RL 32 tpm
- Paracetamol 3x500 mg
(bisa diulang tiap 4 jam
jika suhu axila ≥ 380C
dan dilakukan kompres
hangat)
- Imunos plus 1x1 cth
- Aviter 3x1 sch
- Anbacym 3x500 mg
- KIE banyak minum
Planning monitoring
- Tanda vital
- Cairan masuk, cairan
keluar
- Warning sign
15/04/2015
Pk.07:30
Demam (-),
mual (-),
muntah (-),
nyeri otot
Status Present :
KU : sakit sedang
Kesadaran : CM
DBD derajat
II (panas hari
ke-5)+gizi
Planning diagnosis:
- Cek darah lengkap
setiap 12 jam.
- Cek serologi IgM IgG
33
(+), sakit
kepala (+),
mimisan
(+), gusi
berdarah
(+),
perdarahan
per
vaginam
(seperti
menstruasi)
di luar
siklus (+),
makan
minum
berkurang,
BAK/BAB
(+)
Tax : 36 C
Status general :
Kepala: Normocephali
Mata: anemis -/-,
ikterik -/-
THT: dbn
Thorax: simetris (+),
retraksi (-)
Cor :S1S2 N reguler
murmur(-)
Pulmo:ves +/+, rh -/-,
wh -/-
Abd : dist (-), BU (+) N
Ekstremitas : hangat
(+),edema(-)
Rumple Leed (+)
Hasil DL (14/04/2015
21:49):
WBC: 3,20
RBC: 5,34
HGB: 16,10
HCT: 45,80
PLT: 92,00
Hasil DL (15/04/2015
06:25):
WBC: 3,60
RBC: 4,95
HGB: 14,80
HCT: 42,20
PLT: 44,50
baik anti dengue pada hari
ke-7.
- Cek faal hemostasis
Planning terapi:
- IVFD RL 32 tpm
- Paracetamol 3x500 mg
(bisa diulang tiap 4 jam
jika suhu axila ≥ 380C
dan dilakukan kompres
hangat)
- Imunos plus 1x1 cth
- Aviter 3x1 sch
- Anbacym 3x500 mg
- KIE banyak minum
Planning monitoring
- Tanda vital
- Cairan masuk, cairan
keluar
- Warning sign
15/04/2015 Nyeri perut
kanan +ulu
Status Present : DBD derajat
III (panas
Planning diagnosis:
- Cek darah lengkap 34
20.00 hati (+),
demam (-),
perdarahan
per
vaginam
(seperti
menstruasi)
di luar
siklus (+),
makam
minum
berkurang,
BAB/BAK
(+)
KU: sakit sedang
Kesadaran: CM
HR : 88x/menit
Tax : 36 C
TD : 100/70 mmHg
Status general :
Mata: konjungtiva
pucat (-), sklera
ikterik (-)
Thorax: simetris (+),
retraksi (-)
Cor :S1S2 N reguler
murmur(-)
Pulmo:ves +/+, rh -/-,
wh -/-
Abd : dist (-), BU (+)
N, nyeri tekan abdome
kanan+epigastrium
Ekstremitas: dingin (+),
edema (-)
Hasil DL (15/04/2015
pk 17:46)
WBC: 6,50
RBC: 4,70
HGB: 14,10
HCT: 45,40
PLT: 31,00
hari ke-5)
dengan
warning sign
+ gizi baik
setiap 12 jam.
- Cek serologi IgM IgG
anti dengue pada hari
ke-7.
- Cek faal hemostasis
Planning terapi:
- IVFD RL 32 tpm
- Paracetamol 3x500 mg
(bisa diulang tiap 4 jam
jika suhu axila ≥ 380C
dan dilakukan kompres
hangat)
- Imunos plus 1x1 cth
- Aviter 3x1 sch
- Anbacym 3x500 mg
- KIE banyak minum
- Pasien direncanakan
pindah ke ICU namun
saat ini kondisi ICU
penuh
Planning monitoring
- Tanda vital
- Cairan masuk, cairan
keluar
- Warning sign
16/04/2015
Pk.09:20
Demam (-),
mual (-),
muntah (-),
Status Present :
KU: sakit sedang
DBD derajat
III (panas
hari ke-6)
Planning diagnosis:
- Cek darah lengkap
35
nyeri otot
(-), sakit
kepala (-),
lemas (+),
BAB/BAK
(+),
mimisan
(-), gusi
berdarah
(+), sesak
(+)
Kesadaran: CM
Nadi : 88x/menit
RR : 20x/menit
Tax : 360 C
TD : 100/70 mmHg
Status general :
Mata: anemis -/-,
ikterik -/-
THT: dbn
Thorax: simetris (+),
retraksi (-)
Cor :S1S2 N reguler
murmur(-)
Pulmo:ves +/+, rh -/-,
wh -/-
Abd : dist (+), BU
(+)N, nyeri tekan (+)
regio epigastrium dan
abdomen kanan
Ext: dingin (+)
Hasil DL (16/04/2015,
01:41)
WBC: 6,00
RBC: 4,82
HGB: 14,40
HCT: 41,40
PLT: 38,40
Hasil DL (16/04/2015,
dengan
warning sign
+ gizi baik
setiap 12 jam.
- Cek serologi IgM IgG
anti dengue pada hari
ke-7.
- Cek faal hemostasis
Planning terapi:
- IVFD RL 32 tpm
- Paracetamol 3x500 mg
(bisa diulang tiap 4 jam
jika suhu axila ≥ 380C
dan dilakukan kompres
hangat)
- Imunos plus 1x1 cth
- Aviter 3x1 sch
- Anbacym 3x500 mg
- KIE banyak minum
Planning monitoring
- Tanda vital
- Cairan masuk, cairan
keluar
- Warning sign
36
09:19)
WBC: 6,30
RBC: 4,81
HGB: 14,60
HCT: 41,00
PLT: 34,90
18/04/2015
Pk.08:15
Demam (-),
mual (-),
muntah (-),
nyeri otot
(-), sakit
kepala (-),
lemas (-),
BAB/BAK
(+),
mimisan
(-), gusi
berdarah
(-), sesak
(-)
Status Present :
KU: sakit ringan
Kesadaran: CM
Nadi : 76x/menit
RR : 24x/menit
Tax : 360 C
TD : mmHg
Status general :
Mata: anemis -/-,
ikterik -/-
THT: dbn
Thorax: simetris (+),
retraksi (-)
Cor :S1S2 N reguler
murmur(-)
Pulmo:ves +/+, rh -/-,
wh -/-
Abd : dist (+), BU
(+)N, nyeri tekan (-)
regio epigastrium dan
abdomen kanan
Ext:hangat(+),edema+
DBD derajat
III dengan
warning sign
(panas hari
ke-8) + gizi
baik
Planning diagnosis:
- Cek darah lengkap
setiap 12 jam.
- Cek faal hemostasis
Planning terapi:
- IVFD RL 32 tpm
- Paracetamol 3x500 mg
(bisa diulang tiap 4 jam
jika suhu axila ≥ 380C
dan dilakukan kompres
hangat)
- Imunos plus 1x1 cth
- Aviter 3x1 sch
- Anbacym 3x500 mg
- KIE banyak minum
Planning monitoring
- Tanda vital
- Cairan masuk, cairan
keluar
- Warning sign
BAB IV
PEMBAHASAN37
Berdasarkan anamnesis pasien datang dengan keluhan panas badan yang
mendadak tinggi dan naik turun semenjak 4 hari sebelum MRS cukuplah susah
untuk dapat menegakkan diagnosis pada pasien tersebut. Namun perlu juga
dipertimbangkan adanya tanda perdarahan spontan seperti mimisan, gusi berdarah
dan menstruasi diluar siklus haid serta keluhan – keluhan lain seperti nyeri kepala,
nyeri persendian, pegal-pegal pada seluruh badan, mual dan muntah serta
terutama adanya orang-orang di lingkungan sekitar yang pernah mengalami
keluhan serupa bahkan sudah di diagnosis DBD. Pasien juga mengeluhkan kulit
terutama tangan dan kaki dirasakan dingin dan lembab serta nyeri perut pada ulu
hati dan perut bagian kanan atas yang lebih dirasakan ketika berubah posisi dari
berbaring ke duduk. Untuk itu diperlukan pemeriksaan fisik pada daerah abdomen
untuk mendeteksi dengan cepat adanya hepatomegali.
Pada pemeriksaan fisik dilakukan dengan pemeriksaan tanda-tanda vital,
pemeriksaan untuk mencari kelainan sistemik. Dari pemeriksaan tanda vital
didapatkan bahwa suhu tubuh pasien pada demam hari ke-2 yaitu 38.80C
kemudian naik turun dengan pemberian obat penurun panas, lalu pada hari ke-4
turun menjadi 370C, dan 360C pada hari ke-5 dan ke-6. Pola demam pada pasien
ini dapat diperkirakan mengikuti pola demam pada DBD, dimana terjadi demam
mendadak tinggi pada hari pertama kemudian akan naik turun akibat pengaruh
obat penurun panas dan akan mengalami fase dimana demam turun hingga
mencapai suhu normal. Namun, pada saat suhu tubuh pasien berada pada angka
normal, justru disanalah perlu dilakukan observasi ketat karena merupakan suatu
periode kritis yang dapat mengarah pada terjadinya syok.
Untuk lebih memastikan diagnosis pada pasien tersebut dapat dilihat dari
hasil pemeriksaan fisik dimana ditemukan Rumple leed test (+) dan tanda
perdarahan spontan berupa mimisan, gusi berdarah, menstruasi diluar siklus
haid.Pada pemeriksaan juga ditemukan adanya akral dingin dan lembab, serta nadi
teraba lemah yang menandakan adanya kegagalan sirkulasi. Tekanan darah pasien
100/70 mmHg yang menunjukan adanya penurunan tekanan darah namun belum
sampai mengalami tanda syok berat berupa hipotensi (sistolik <80mmHg) ataupun
tekanan nadi yang <20mmHg. Dengan adanya Rumple leed test (+), tanda 38
perdarahan spontan (+), dan tanda kegagalan sirkulasi namun tekanan darah dan
nadi masih bisa terukur, maka sudah dapat digolongkan ke dalam kriteria demam
berdarah dengue derajat III.
Pada pemeriksaaan fisik yang dilakukan pada tanggal 16 April 2015 juga
ditemukan adanya nyeri tekan pada regio epigastrium dan abdomen kanan atas,
namun tidak ditemukan adanya pembesaran lien. Pemeriksaan ini dilakukan untuk
mengetahui adanya hepatomegali yang mengakibatkan nyeri perut kanan atas
yang merupakan salah satu warning sign.
Berdasarkan literatur, setiap pasien yang dicurigai DBD harus dilakukan
pemeriksaan darah lengkap, dan serologis dengue. Pemeriksaan darah lengkap
(DL) dilakukan untuk menilai jumlah white blood cell (WBC), platelet (PLT) dan
hematokrit (HCT). Pemeriksaan DL ada yang dilakukan setiap 8 jam atau 12 jam
dengan tujuan untuk bisa memonitor kondisi pasien dari jumlah trombosit dan
kadar hematokrit, apakah pasien cenderung stabil, masuk ke dalam fase syok
ataupun pasien dapat dipulangkan atau tidak. Dari hasil pemeriksaan DL
ditemukan jumlah WBC yang menurun dari awal pemeriksaan (tanggal 12 April
2015 pk. 17:23) sampai dengan pemeriksaan tanggal 15 April 2015 pk. 06:25.
Namun jumlah WBC ditemukan normal pada pemeriksaan tanggal 15 April 2015
pk. 17:46. Hal ini sesuai dengan yang terdapat pada referensi dimana pada infeksi
virus dengue ditemukan jumlah WBC yang menurun (leukopeni) pada awal
penyakit yang kemudian menjadi normal setelah beberapa hari.15
Jumlah trombosit ditemukan dibawah normal dari pemeriksaan DL demam
hari ke-4 (tanggal 14 April 2015, pk 11:18) sampai dengan pemeriksaan terakhir
(tanggal 19 April 2015, pk 06:33). Hasil ini sesuai dengan yang terdapat pada
referensi dimana pada pasien dengan infeksi virus dengue dimana penurunan
jumlah PLT hingga 100×103/µL ditemukan antara hari ke-3 hingga 8 dan
penurunan bisa terus berlangsung hingga <100×103/µL.15 Dan untuk hematokrit,
terjadi kecenderungan peningkatan kadar hematokrit sebanyak 13%.
Selain itu diagnosis demam berdarah dengue dapat diperkuat dengan adanya
tanda kebocoran plasma.Tanda-tanda kebocoran plasma pada pasien ini perlu
dievaluasi, seperti adanya asites ataupun efusi pleura. Adanya keluhan sesak
napas yang dirasakan sejak 2 hari MRS perlu diwaspai sebagai tanda adanya efusi 39
pleura. Untuk itu perlu dilakukan observasi dan pemeriksaan lebih lanjut untuk
memastikannya, sehingga dapat diberikan penanganan yang tepat.
Berdasarkan literatur, diagnosis pasti pada kasus ini ditegakkan dengan
melakukan tes serologi dengue , dimana pada pasien ini didapatkan hasil IgM dan
IgG anti dengue positif, yang menandakan terjadinya infeksi sekunder pada
pasien ini.
Dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang ditentukan
diagnosis kerja pada pasien ini yakni demam berdarah dengue derajat III.
Diagnosis banding seperti demam tifoid, demam cikungunya ataupun penyakit
lain yang memiliki gejala serupa sudah dapat disingkirkan dengan adanya semua
hasil pemeriksaan terutama pemeriksaan serologi yang mendukung diagnosis
DBD. Dari pengukuran antropometri didapatkan pasien memiliki berat badan 46
kg dan tinggi badan 155 cm, dan berat badan ideal didapatkan 44 kg setelah di
plot di kurva CDC. Berdasarkan Waterlow, pasien ini memiliki status gizi baik
dengan persentasi 104,54%.
Penatalaksanaan DBD bersifat suportif dan simtomatik, yaitu dengan
mengatasi demam dan kehilangan cairan.Pada pasien ini diberikan penanganan
rawat inap atas indikasi keadaan umum pasien lemah, kemampuan makan dan
minum berkurang, adanya perdarahan, PLT <100.000, nyeri abdomen, dan adanya
tanda kegagalan sirkulasi. Pada kasus ini pasien diberikan cairan kristaloid Ringer
Laktat (RL) 21 tetes makro/menit dengan tujuan untuk mencegah terjadinya
hemokonsentrasi karena terjadinya perembesan plasma yang dapat mengakibatkan
pasien kekurangan cairan. Pasien diberikan antipiretik berupa Paracetamol
3x500mg tab (dapat diulang tiap 4 jam jika demam ≥ 380C) dan juga diberikan
penjelasan untuk dilakukan kompres hangat jika demam. Untuk meningkatkan
sistem kekebalan tubuh, pasien juga diberikan Imunos 1x1 cth dan Aviter 3x1 sch.
Pasien juga diberikan obat Anbacim 3x500 mg, dengan tujuan sebagai profilaksis
terhadap infeksi sekunder seperti faringitis yang dapat menyebabkan pasien lebih
susah lagi untuk makan dan minum.
Monitoring tanda vital, status klinis, evaluasi nilai hematokrit dan kecepatan
tetes infus penting dilakukan untuk dapat mencegah munculnya komplikasi lebih
lanjut. Selain itu, juga perlu monitoring perfusi perifer (setiap 1-4 jam sampai 40
pasien melewati fase kritis), balance cairan dan produksi urine, hematokrit
(sebelum dan sesudah terapi pengganti cairan, kemudian setiap 6-12 jam), gula
darah, dan fungsi organ lainnya (profil ginjal, hati, dan fungsi koagulasi sesuai
indikasi).
Prognosis pasien dengan DBD biasanya tergantung pada kecepatan dan
ketepatan penanganan yang diberikan. Pada pasien ini tergolong dubius ad bonam
karena pasien sudah mendapat penanganan dengan cepat sebelum munculnya
komplikasi, terlihat dari keadaan umum pasien sudah membaik dan munculnya
rash konvalesen.
41
BAB V
KESIMPULAN
1. DBD adalah infeksi virus dengue yang disertai dengan kebocoran plasma.
Perubahan patofisiologi pada infeksi dengue menentukan perbedaan
perjalanan penyakit antara DBD dengan DD.
2. Demam Dengue (DD) dan DBD disebabkan virus dengue yang termasuk
kelompok B Arthropod Borne Virus (Arboviroses) yang sekarang dikenal
sebagai genus Flavivirus, famili Flaviviridae, dan mempunyai 4 jenis
seroptipe, yaitu : DEN-1, DEN-2, DEN-3, DEN-4.
3. Diagnosis DBD ditegakkan berdasarkan kriteria klinis dan laboratoris.
4. Adapun gejala DBD yaitu demam tinggi, mendadak 2-7 hari dengan
gambaran demam bifasik. Keluhan seperti anoreksia, sakit kepala, nyeri
otot, tulang, sendi, mual, dan muntah sering ditemukan. Ditemukan juga
nyeri perut dirasakan di epigastrium dan perut kanan atas.
5. Penatalaksanaan infeksi virus dengue berupa terapi cairan, pemberian obat
penurun panas jika pasien mengalami demam dan memonitor vital sign,
keseimbangan cairan, tanda- tanda perdarahan serta tanda- tanda
terjadinya syok.
42
DAFTAR PUSTAKA
1. WHO, Regional Office for South East Asia. 2011. Comprehensive
Guidelines for Prevention and Control of Dengue and Dengue
Haemorrhagic Fever: Revised and expanded edition. SEARO Technical
Publication Series No. 60. India
2. Soegijanto, Soegengdkk. 2012. The Changing Clinical Performance Of
Dengue Virus Infection In The Year 2009. Indonesian Journal of Tropical
and Infectious Disease, Vol. 3. No. 1 January–March 2012: 5−9
3. Oscar. 2007. Dengue Haemorrhagic Fever. Bagian Ilmu Kesehatan Anak
FK UNUD/RSUP Sanglah Denpasar.
4. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2012. Profil Data Kesehatan
Indonesia Tahun 2011. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia. [Online] Tersedia di:
http://www.depkes.go.id/folder/view/01/structure-publikasi-pusdatin-
profil-kesehatan.html [diunduh: 16 April 2015]
5. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2014. Profil Data Kesehatan
Indonesia Tahun 2013. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia. [Online] Tersedia di:
http://www.depkes.go.id/folder/view/01/structure-publikasi-pusdatin-
profil-kesehatan.html [diunduh: 16 April 2015]
6. WHO. 2009. Dengue: Guidelines for Diagnosis, Treatment, Prevention
and Control. France: WHO Press. [Online] Tersedia di:
http://www.who.int/rpc/guidelines/9789242547871/en/ [diunduh: 16 April
2015]
7. Suhendro, Nainggolan Leonard, Khie Chen, dan Pohan HT. 2009. Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi V Jilid III. Fakultas Kedokteran UI :
Media Aescullapius. Jakarta.
8. Suzanne Moore Shepherd. 2014. Dengue. Pennsylvania. Hospital of
University of Pennsylvania.
43
9. Amin P. et al, Dengue, Dengue Haemorrhagic Fever, Dengue Shock
Syndrome. Tersedia di:http://www.bhj.org/journal/2001 4303 july
01/review 380.htm. Diakses 17 April 2012.
10. Karyanti MR. Diagnosis dan Tata Laksana Terkini Dengue. Divisi Infeksi
dan Pediatri Tropik, Departemen Ilmu Kesehatan Anak, RSUPN Cipto
Mangunkusumo, FKUI.
11. Shu PY. Comparison of a capture immunoglobulin M (IgM) and IgG
ELISA and non-structural protein NS1 serotype-specific IgG ELISA for
differentiation of primary and secondary dengue virus infections.
ClinDiagn Lab Immunol2006;10:622-30.
12. Oscar. 2007. Dengue Haemorrhagic Fever. Bagian Ilmu Kesehatan Anak
FK UNUD/RSUP Sanglah Denpasar.
13. Hadinegoro SR, Ismoedijanto M, Alex C. 2014. Pedoman Diagnosis dan
Tata Laksana Infeksi Virus Dengue pada Anak. Bagian Penerbit Ikatan
Dokter Anak Indonesia.
44