2_fullpaper_adhimuhtadi.pdf

6
ANALISIS PERILAKU LALU LINTAS SEBELUM DAN SESUDAH RENCANA PEMBANGUNAN SIMPANG TAK SEBIDANG KENTUNGAN YOGYAKARTA Adhi Muhtadi 1 dan Supani 2 1 Universitas Narotama Surabaya, email: [email protected] 2 Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya, email:[email protected] ABSTRAK Derajat kejenuhan di Simpang Bersinyal Kentungan pada Tahun 2014 pada jam puncaknya mencapai 0.80 hingga 1,55 untuk keseluruhan pendekat. Hanya pendekat selatan (Jl. Kaliurang bag Selatan) saja yang masih dalam kondisi ideal. Oleh karena itu, Pemprov DIY berencana melakukan pembangunan simpang tak sebidang. Pembangunan simpang tak sebidang diasumsikan antara Tahun 2015 sd 2017. Pada awal operasional simpang tak sebidang tersebut, derajat kejenuhannya menuun drastis hingga 0,41 sd 0,79 untuk seluruh pendekat. Hal ini masih dalam kondisi ideal karena kurang dari 0,85 (MKJI 1997). Menurut Munawar (2013), pertumbuhan kendaraan bermotor di Yogyakarta adalah 9,7%/tahun. Sehingga setelah 10 tahun beroperasi (Tahun 2027), diperkirakan nilai derajat kejenuhan simpang tak sebidang tersebut pada jam puncak mencapai 0,99 hingga 2,00. Hal ini menunjukkan pembangunan simpang tidak sebidang tersebut diprediksi hanya mampu bertahan kurang lebih selama 10 tahun saja setelah beroperasi. Alangkah baiknya, apabila Pemprov mampu menekan pertumbuhan laju kendaraan bermotor dengan memprioritaskan pengembangan sarana dan prasarana transportasi yang mendukung integrasi beberapa moda angkutan umum massal seperti Trans Yogya yang sekarang telah beroperasi dan juga beberapa langkah yang bisa menghambat pertumbuhan laju kendaraan pribadi semisal penerapan pajak progresif yang lebih tinggi, penerapan ERP (electronic road pricing) dan pembatasan jumlah kendaraan pribadi dalam 1 keluarga. Kata kunci: perilaku, lalu lintas, simpang tak sebidang, derajat kejenuhan 1. PENDAHULUAN Kota Yogyakarta mempunyai pertumbuhan jumlah kendaraan yang cukup tinggi yakni 9,7%/tahun (Munawar, 2013). Hal ini menjadikan beberapa simpang di Yogyakarta mengalami tundaan dan antrian yang panjang. Salah satu simpang yang mempunyai antrian yang panjang adalah Simpang Bersinyal Kentungan Yogyakarta. Hal ini menjadikan Pemprov DIY dan instansi terkait mempunyai rencana untuk membangun simpang tak sebidang di Keuntungan tersebut. Oleh karena itu, penulis berencana melakukan studi perilaku lalu lintas di Simpang Bersinyal Kentungan Yogyakarta untuk sebelum dan sesudah adanya operasional simpang tak sebidang di daerah tersebut. Dari hasil prediksi derajat kejenuhan, dapat menjawab apakah simpang tak sebidang tersebut cukup efektif guna mengatasi permasalahan lamanya tundaan dan panjangnya antrian di Simpang Bersinyal Kentungan tersebut. 2. DASAR TEORI Penelitian ini menggunakan beberapa perumusan dari simpang bersinyal dan ruas jalan perkotaan yang bersumber dari MKJI 1997. Untuk derajat kejenuhan menggunakan rumus sbb: DS = Q/C, dimana DS = derajat kejenuhan; Q = volume kendaraan

Transcript of 2_fullpaper_adhimuhtadi.pdf

  • ANALISIS PERILAKU LALU LINTAS SEBELUM DAN

    SESUDAH RENCANA PEMBANGUNAN SIMPANG TAK

    SEBIDANG KENTUNGAN YOGYAKARTA

    Adhi Muhtadi1 dan Supani2

    1Universitas Narotama Surabaya, email: [email protected] 2 Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya, email:[email protected]

    ABSTRAK

    Derajat kejenuhan di Simpang Bersinyal Kentungan pada Tahun 2014 pada jam puncaknya mencapai

    0.80 hingga 1,55 untuk keseluruhan pendekat. Hanya pendekat selatan (Jl. Kaliurang bag Selatan) saja

    yang masih dalam kondisi ideal. Oleh karena itu, Pemprov DIY berencana melakukan pembangunan

    simpang tak sebidang. Pembangunan simpang tak sebidang diasumsikan antara Tahun 2015 sd 2017.

    Pada awal operasional simpang tak sebidang tersebut, derajat kejenuhannya menuun drastis hingga 0,41

    sd 0,79 untuk seluruh pendekat. Hal ini masih dalam kondisi ideal karena kurang dari 0,85 (MKJI 1997).

    Menurut Munawar (2013), pertumbuhan kendaraan bermotor di Yogyakarta adalah 9,7%/tahun.

    Sehingga setelah 10 tahun beroperasi (Tahun 2027), diperkirakan nilai derajat kejenuhan simpang tak

    sebidang tersebut pada jam puncak mencapai 0,99 hingga 2,00. Hal ini menunjukkan pembangunan

    simpang tidak sebidang tersebut diprediksi hanya mampu bertahan kurang lebih selama 10 tahun saja

    setelah beroperasi. Alangkah baiknya, apabila Pemprov mampu menekan pertumbuhan laju kendaraan

    bermotor dengan memprioritaskan pengembangan sarana dan prasarana transportasi yang mendukung

    integrasi beberapa moda angkutan umum massal seperti Trans Yogya yang sekarang telah beroperasi dan

    juga beberapa langkah yang bisa menghambat pertumbuhan laju kendaraan pribadi semisal penerapan

    pajak progresif yang lebih tinggi, penerapan ERP (electronic road pricing) dan pembatasan jumlah

    kendaraan pribadi dalam 1 keluarga.

    Kata kunci: perilaku, lalu lintas, simpang tak sebidang, derajat kejenuhan

    1. PENDAHULUAN

    Kota Yogyakarta mempunyai pertumbuhan jumlah kendaraan yang cukup tinggi yakni

    9,7%/tahun (Munawar, 2013). Hal ini menjadikan beberapa simpang di Yogyakarta

    mengalami tundaan dan antrian yang panjang. Salah satu simpang yang mempunyai

    antrian yang panjang adalah Simpang Bersinyal Kentungan Yogyakarta. Hal ini

    menjadikan Pemprov DIY dan instansi terkait mempunyai rencana untuk membangun

    simpang tak sebidang di Keuntungan tersebut. Oleh karena itu, penulis berencana

    melakukan studi perilaku lalu lintas di Simpang Bersinyal Kentungan Yogyakarta untuk

    sebelum dan sesudah adanya operasional simpang tak sebidang di daerah tersebut. Dari

    hasil prediksi derajat kejenuhan, dapat menjawab apakah simpang tak sebidang tersebut

    cukup efektif guna mengatasi permasalahan lamanya tundaan dan panjangnya antrian di

    Simpang Bersinyal Kentungan tersebut.

    2. DASAR TEORI

    Penelitian ini menggunakan beberapa perumusan dari simpang bersinyal dan ruas jalan

    perkotaan yang bersumber dari MKJI 1997. Untuk derajat kejenuhan menggunakan rumus sbb: DS = Q/C, dimana DS = derajat kejenuhan; Q = volume kendaraan

  • Jangan menulis apapun pada header

    Please leave the footers empty

    (smp/jam) dan C adalah kapasitas (smp/jam). Sedangkan untuk perumusan panjang

    antrian (NQ1) adalah sbb:

    Dimana: NQ1 = jumlah smp yang tersisa dari fase hijau sebelumnya; DS = derajat

    kejenuhan; GR = rasio hijau; dan C = kapasitas (smp/jam).

    Perumusan untuk panjang antrian NQ2 adalah sbb:

    Dimana: NQ1 = jumlah smp yang datang setelah fase merah; DS = derajat kejenuhan;

    GR = rasio hijau; c = siklus waktu; dan Q = arus lalu lintas pada tempat masuk di luar

    LTOR.

    Sehingga didapatkan jumlah kendaraan antri (NQ) = NQ1 + NQ2.

    Sedangkan panjang antrian didapatkan dengan rumus sbb:

    Dimana: QL = panjang antrian, NQMAX = jumlah kendaraan antri; WMASUK = lebar

    masuk; 20 = luas rata-rata yang digunakan 1 smp (20 m2).

    Perumusan Angka henti (NS) adalah sbb:

    Dimana: NQ = jumlah kendaraan antri; Q = arus lalu lintas (smp/jam) dan c = waktu

    siklus (detik)

    Perumusan untuk jumlah kendaraan terhenti (NSV) adalah sbb:

    Perumusan untuk tundaan lalu lintas rata-rata (DT) adalah sbb:

    Sedangkan rumus tundaan geometri rata-rata masing-masing pedekat (DG) adalah sbb:

    ..(1)

    ..(2)

    .(3)

    .(4)

    ..(5)

    ..(6)

  • Jangan menulis apapun pada header

    Jangan menulis apapun pada footer

    3. METODE PENELITIAN

    Metode penelitian ini menggunakan alur penelitian seperti pada simpang bersinyal dan

    ruas jalan perkotaan pada MKJI 1997. Survey volume lalu lintas dilakukan pada pada

    Hari Rabu dan Kamis tanggal 7 dan 8 Mei 2014 selama 2 x 24 jam. Survey dilakukan

    pada simpang bersinyal Kentungan Yogyakarta. Jam puncak terjadi pada Hari Kamis

    tanggal 8 Mei 2014 pada pukul 16.45 17.45 WIB. Total kendaraan pada jam puncak untuk seluruh pendekat adalah 5982 smp/jam. Data jumlah kendaraan pada keseluruhan

    pendekat adalah sbb:

    Tabel 1: Jumlah kendaraan (smp/jam) pada jam puncak untuk keseluruhan pendekat

    Utara Selatan Timur Barat Total

    1140 1336 1628 1828 5982

    4. ANALISIS DAN PEMBAHASAN

    Pada Tahun 2014 telah dilakukan perhitungan tentang perlaku lalu lintas di Simpang

    Bersinyal Kentungan dengan hasil sbb:

    Tabel 2: Perilaku Lalu Lintas di Simpang Bersinyal Kentungan pada Tahun 2014

    Dari tabel 2 di atas, tampak bahwa hanya DS pada pendekat Selatan yang nilainya

    masih dibawah 0,85. Hal ini berarti dari 4 pendekat yang ada, hanya 1 pendekat yang

    masih dalam kondisi ideal. Asumsi pembangunan simpang tak sebidang dilaksanakan

    hingga Tahun 2017. Simpang tak sebidang akan dibangun pada ruas jalan ring road

    utara (timur barat). Pada Tahun 2014, ruas jalan sisi timur barat mempunyai masing-masing 4 lajur: 1 lajur untuk belok kanan, 1 lajur untuk belok kiri dan 2 lajur untuk arah menerus.

    Sedangkan pada Tahun 2017 (setelah terbangunnya simpang tak sebidang di sisi timur barat, terjadi perubahan peruntukan lajur untuk kendaraan: 2 lajur khusus

  • Jangan menulis apapun pada header

    Please leave the footers empty

    menghubungkan antara sisi timur barat, 1 lajur untuk menerus dan belok kanan dan 1 lajur untuk belok kiri.

    Sehingga akan terjadi perubahan perilaku lalu lintas yang ada di Simpang Kentungan

    tersebut yakni seperti Tabel 3 berikut ini.

    Tabel 3: Prediksi Perilaku Lalu Lintas Setelah Simpang Tak Sebidang Kentungan

    Terbangun

    Dari Tabel 3 diatas, tampak bahwa nilai derajat kejenuhan setelah simpang tak sebidang

    terbangun akan mengalami penurunan. Untuk keseluruhan pendekat nilainya dibawah

    0,85 dan ini berarti untuk keseluruhan pendekat masih dalam kondisi ideal. Sementara

    itu apabila tidak ada upaya-upaya yang signifikan tentang kebijakan penggunaan

    angkutan umum, maka perkembangan jumlah kendaraan pribadi di Yogyakarta tentu

    juga akan semakin besar. Oleh karena itu, tim peneliti juga melakukan prediksi kondisi

    perilaku lalu lintas pada Tahun 2027 di Simpang Kentungan Yogyakarta. Meskipun

    telah memiliki simpang tak sebidang yang dioperasikan pada Tahun 2017, namun

    dikhawatirkan pada jam puncak akan terjadi penurunan kinerja perilaku lalu lintas.

    Berikut asumsi prediksi kinerja lalu lintas di Simpang Kentungan pada Tahun 2027.

    Tabel 4: Prediksi Perilaku Lalu Lintas pada Simpang Kentungan pada Tahun 2027

  • Jangan menulis apapun pada header

    Jangan menulis apapun pada footer

    Dari Tabel 4 tersebut di atas, nampak bahwa nilai derajat kejenuhan berkisar antara 0.99

    hingga 2,00 untuk keseluruhan pendekat. Untuk keseluruhan pendekat nilainya sudah

    diatas 0,85. Sehingga derajat kejenuhannya sudah dalam kondisi yang tidak ideal. Hal

    ini dapat dilihat juga pada jumlah kendaraan antri yang mencapai 122 hingga 900

    kendaraan pada tiap jam puncaknya. Panjang antrian juga mencapai 92 kendaraan

    hingga 140 meter. Jumlah kendaraan terhenti antara 2858 hingga 21128 smp/jam.

    Sedangkan tundaan rata-rata antara 85 hingga 1902 detik/smp. Dari hasil prediksi pada

    Tahun 2027 ini menunjukkan bahwa kinerja Simpang Kentungan meskipun telah

    dibangun simpang tak sebidang, akan semakin memburuk setelah beroperasi pada

    waktu 10 tahun dibandingkan dengan kinerja pada Tahun 2014. Jadi pembangunan

    simpang tak sebidang hanya efektif untuk melayani jam puncak sebatas dibawah 10

    tahun.

    5. KESIMPULAN DAN SARAN

    Kesimpulan

    1. Prediksi perilaku lalu lintas pada Tahun 2017 setelah dioperasikannya simpang tak sebidang Kentungan nilai derajat kejenuhannya dibawah 0,85 untuk

    keseluruhan pendekat.

    2. Prediksi perilaku lalu lintas pada Tahun 2027 lebih buruk daripada Tahun 2014 (sebelum dilakukannya pembangunan simpang tak sebidang). Hal ini

    ditunjukkan oleh nilai derajat kejenuhan yang nilainya diatas 0,85 untuk

    keseluruhan pendekat, jumlah kendaraan antri yang mencapai 122 hingga 900

    kendaraan pada tiap jam puncaknya. Panjang antrian juga mencapai 92

    kendaraan hingga 140 meter. Jumlah kendaraan terhenti antara 2858 hingga

    21128 smp/jam. Sedangkan tundaan rata-rata antara 85 hingga 1902 detik/smp.

    Saran Untuk meminimalkan penggunaan kendaraan pribadi, maka diperlukan beberapa

    kebijakan yang memprioritaskan penggunaan angkutan umum. Beberapa kebijakan

    tersebut antara lain (Susilo, 2009):

    1. Memperbanyak alternatif sarana transportasi, kuantitas dan rute angkutan umum hingga menyentuh sebagian besar wilayah Kota Yogyakarta.

    2. Melakukan sinergi yang lebih baik dalam hal konektivitas antara angkutan umum dengan kendaraan pribadi.

    3. Menerapkan sistem park and ride dan kiss and ride untuk memberikan fasilitas bagi pengguna kendaraan pribadi untuk beralih ke angkutan umum. Menerapkan

    tiket parkir yang tinggi bagi pengguna kendaraan pribadi yang tidak beralih ke

    angkutan umum (parking meter).

    4. Subsidi operasional diberikan kepada angkutan umum sehingga angkutan umum mampu bersaing dengan kendaraan pribadi. Tarif yang ditawarkan juga tidak

    memberatkan calon penumpang baik yang berasal dari pengguna kendaraan

    pribadi maupun penumpang angkutan umum yang merupakan captive user.

    5. Sistem buy the service sebaiknya diterapkan sehingga para pengemudi tidak melakukan kerja dengan cara uber setoran seperti yang selama ini diterapkan.

    6. Meningkatkan kualitas pelayanan yang terdiri dari kesesuaian jadwal keberangkatan, kedatangan, kenyamanan, kebersihan dan ketertiban operasional

    keseluruhan angkutan umum yang disediakan.

    7. Membatasi keleluasaan pengguna kendaraan pribadi dengan cara penerapan pajak progresif yang tinggi, menghapus program mobil LCGC yang memicu

  • Jangan menulis apapun pada header

    Please leave the footers empty

    pembelian kendaraan bermotor, dan beberapa kebijakan lainnya yang

    mendukung pengutamaan penggunaan angkutan umum.

    8. Menerapkan kebijakan ERP (Electronic Road Pricing) bagi pengguna kendaraan pribadi yang memasuki kawasan kota.

    6. DAFTAR PUSTAKA

    1. Dirjen PU Bina Marga, Bina Karya dan Sweroad (1997), Manual Kapasitas Jalan Indonesia,Jakarta: PU Bina Marga

    2. Susilo, Djoko (2009), Implementasi Transportasi Makro Di Jabodetabek: Merancang

    Solusi Cerdas Di Tengah Keterbatasan, Jakarta: Polda Metro Jaya

    3. UU Lalu Lintas No. 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

    4. Nasution H.M.N (1996), Manajemen Transportasi, Jakarta: Penerbit Ghalia Indonesia

    5. Muhtadi, Adhi (2011), Rekayasa Lalu Lintas Berbasis Penelitian, Surabaya: Narotama

    University Press

    6. Wells, G.R. (1993), Rekayasa Lalu Lintas, Cetakan ke-3, Edisi Bahasa Indonesia, Jakarta:

    Penerbit Bhratara Niaga Media