2.8. Mengelola Fungsi Lingkungan Kebun OK

41
BAHAN AJAR PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI ASISTEN KEBUN KELAPA SAWIT KODE PROGRAM PELATIHAN : A.0126201.01.15 Mengelola Fungsi Lingkungan Kebun (Kode: TAN. KS02.008.01) KEMENTERIAN PERTANIAN RI BADAN PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA PERTANIAN Jl. Harsono RM No.3 Ragunan Jakarta Selatan 2015

description

lh

Transcript of 2.8. Mengelola Fungsi Lingkungan Kebun OK

Page 1: 2.8. Mengelola Fungsi Lingkungan Kebun OK

BAHAN AJARPELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI

ASISTEN KEBUN KELAPA SAWIT

KODE PROGRAM PELATIHAN : A.0126201.01.15

Mengelola Fungsi Lingkungan Kebun(Kode: TAN. KS02.008.01)

I. Judul Unit Kompetensi : MENGELOLA FUNGSI LINGKUNGAN KEBUN

KEMENTERIAN PERTANIAN RIBADAN PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN

SUMBER DAYA MANUSIA PERTANIANJl. Harsono RM No.3 Ragunan Jakarta Selatan

2015

Page 2: 2.8. Mengelola Fungsi Lingkungan Kebun OK

II. Kompetensi Dasar :

Setelah mengikuti pembelajaran ini peserta diharapkan mampu mengelola fungsi

lingkungan kebun tanaman kelapa sawit.

III. Indikator Kompetensi : Setelah selesai pembelajaran peserta dapat ,

1. Menyiapkan Pekerjaan

2. Melakukan Konservasi Keanekaragaman Hayati

3. Melakukan pengelolaan fungsi lingkungan fisik kebun

IV. Langkah Kerja:

1. Mengidentifikasi kebijakan yang terkait dengan fungsi lingkungan kebun

dalam pengelolaan lingkungan kebun.

2. Memahami konsep konservasi keanekaragaman hayati sebagai bagian dari

lingkungan kebun.

3. Menyusun dan menetapkan perencanaan pengelolaan fungsi lingkungan

kebun.

4. Melakukan koordinasi dengan pihak terkait dan relevan dilakukan sesuai

dengan kebijakan dan prosedur.

5. Mengidentifikasi keanekaragaman melakukan konservasi keanekaragaman

hayati.

6. Merencanakan konservasi sesuai dengan lingkungan.

7. Mengintegrasikan konservasi sesuai dengan ketentuan dalam pengelolaan

kebun.

8. Menyusun rencana pengelolaan fungsi lingkungan fisik kebun sesuai dengan

ketentuan.

9. Mengelola fungsi lingkungan fisik kebun sesuai dengan standar pengelolaan

kebun.

10.Melakukan penanganan limbah kebun sesuai dengan ketentuan

11.Membuat catatan dan rekaman hasil pengelolaan fungsi lingkungan kebun

dengan menggunakan format dan prosedur yang ditetapkan.

V. Teori Fungsional

Gencarnya isu negatif, masalah, dan tuntutan bagi industri sawit

merupakan sebuah tantangan bagi perkembangan dunia persawitan. Berkenaan

Page 3: 2.8. Mengelola Fungsi Lingkungan Kebun OK

dengan hal tersebut,  dewasa ini di kalangan pemangku kepentingan perkebunan

termasuk kelapa sawit Indonesia telah berkembang wacana dan bahkan telah

dijabarkan dalam langkah kongkrit sebagai upaya agar Indonesia memiliki sistem

sendiri tentang pembangunan kelapa sawit yang berpedoman pada prinsip

berkelanjutan (sustainability) yang berwawasan lingkungan.

Penetapan prinsip sustainability dalam pembangunan kelapa sawit

Indonesia yang berwawasan lingkungan tentu berdasar pada 1) komitmen

internasional; 2) UUD 1945; 3) UU Nomor 18 Tahun 2004 tentang Perkebunan;

4) referensi kepada tuntutan pembeli dan komitmen dari produsen; 5) Uni Eropa

dan seluruh jaringannya di luar negeri hanya akan membeli minyak sawit yang

sustainable pada tahun 2015. Di samping itu juga berpedoman pada

Commitment International di bawah UNCED Agenda 21 (Global Programme of

Action on Sustainable Development) yaitu 1) Rio Earth Summit 1992; 2) Earth

Summit +5  1997; 3) World Summit on Sustainable Development 2002

(Johannesburg); 4) International Conference on Financing Development (DOHA

Round)-Monterey Consensus. Dimana Hasilnya organisasi PBB ini meminta

semua negara sejumlah 178 menerapkan sustainable development principles.

Penerapan prinsip sustainability tersebut selanjutnya dijabarkan dalam

beberapa kebijakan Pemerintah Indonesia. Diantaranya:

1) Memberlakukan Peraturan Menteri Pertanian

Nomor 26/Permentan/OT.140/2/2007 tanggal 28 Februari 2007 tentang

Pedoman Penilaian Usaha Perkebunan;

2) Memberlakukan secara resmi mulai Maret 2012 Peraturan Menteri Pertanian

Nomor 19/Permentan/OT.140/3/2011 tanggal 29 Maret 2011 tentang

Pedoman Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan (ISPO);

3) Membuat kebijakan bahwa kebun kelapa sawit yang sudah mendapat Kelas I,

Kelas II, dan Kelas III dapat langsung mengajukan permohonan Sertifikasi

ISPO; kebun kelapa sawit Kelas I, Kelas II, dan Kelas III harus menerapkan

ISPO paling lambat 31 Desember 2014;

4) Penerapan ISPO bersifat mandatory (harus/wajib) dalam artian semua

ketentuan terkait yang berlaku di Indonesia wajib dipatuhi dan diterapkan oleh

seluruh pelaku usaha perkebunan kelapa sawit serta akan ditindak bagi yang

melanggar.

Page 4: 2.8. Mengelola Fungsi Lingkungan Kebun OK

ISPO merupakan tuntunan/guidance pengembangan perkebunan kelapa

sawit berkelanjutan Indonesia yang didasarkan kepada peraturan perundang-

undangan yang berlaku di Indonesiadan merespons tuntutan pasar global.

Adapun tujuan ditetapkannya ISPO adalah meningkatkan kesadaran

tentang pentingnya memproduksi minyak sawit lestari; meningkatkan daya saing

minyak sawit Indonesia di pasar internasional; mendukung komitmen Indonesia

untuk mengurangi emisi GRK; mendukung  komitmen  unilateral pemerintah

Indonesia di Kopenhagen (2009) dan Program Based Line on LOI Indonesia dan

Norwegia (2010). Dengan demikian ISPO merupakan mandatory/kewajiban yang

harus dilaksanakan oleh seluruh pelaku usaha perkebunan kelapa sawit di

Indonesia.

Tujuan lainnya adalah untuk memposisikan pembangunan kelapa sawit

sebagai bagian integral dari pembangunan ekonomi Indonesia; memantapkan

sikap dasar bangsa Indonesia untuk  memproduksi minyak kelapa sawit

berkelanjutan sesuai tuntutan masyarakat global; mendukung komitmen

Indonesia dalam pelestarian Sumber Daya Alam dan fungsi lingkungan hidup.

Pelaksanaan sertifikasi ISPO mengacu pada ketentuan nasional (Komite

Akreditasi Nasional) dan internasional (ISO). Persyaratan dalam ISPO meliputi 7

prinsip, 39 (41) kriteria dan 128 indikator. Dimana kewajiban yang harus dipenuhi

pelaku usaha pengembangan kelapa sawit berkelanjutan meliputi 7 prinsip

sebagai berikut:

1) Sistem Perizinan dan Manajemen Perkebunan,

2) Penerapan Pedoman Teknis Budidaya dan Pengolahan Kelapa Sawit,

3) Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan;

4) Tanggung Jawab Terhadap Pekerja,

5) Tanggung Jawab Sosial dan Komunitas,

6) Pemberdayaan Kegiatan Ekonomi Masyarakat,

7) Peningkatan Usaha Secara Berkelanjutan.

1. Sistem Perijinan dan Manajemen Perkebunan

       1.1. Perizinan dan sertifikat.

              Pengelola perkebunan harus memperoleh perizinan serta sertifikat tanah.

       1.2. Pembangunan kebun untuk masyarakat sekitar

Page 5: 2.8. Mengelola Fungsi Lingkungan Kebun OK

Perusahaan perkebunan yang memiliki IUP atau IUP-B wajib membangun

kebun untuk masyarakat sekitar paling rendah seluas 20% dari total luas

areal kebun yang diusahakan

        1.3. Lokasi Perkebunan

Pengelola perkebunan harus memastikan bahwa penggunaan lahan

perkebunan telah sesuai dengan Rencana Umum Tataruang Wilayah

Provinsi (RUTWP) atau Rencana Umum Tata ruang Wilayah

Kabupaten/Kota (RUTWK) sesuai dengan perundangan yang berlaku atau

kebijakan lain yang sesuai dengan ketetapan yang ditentukan oleh

pemerintah atau  pemerintah setempat.

       1.4. Tumpang Tindih  dengan Usaha Pertambangan

Pengelola usaha Perkebunan apabila di dalam areal

perkebunannya terdapat Izin usaha Pertambangan harus diselesaikan

sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

       1.5. Sengketa Lahan dan Kompensasi

Pengelola perkebunan harus memastikan bahwa lahan perkebunan

yang digunakan  bebas dari status sengketa dengan masyarakat/petani

disekitarnya. Apabila terdapat sengketa maka harus diselesaikan secara

musyawarah untuk mendapatkan kesepakatan sesuai dengan peraturan

perundangan dan /atau ketentuan adat yang berlaku namun bila tidak

terjadi kesepakatan maka penyelesaian lahan harus menempuh jalur

hukum.

       1.6. Bentuk Badan Hukum

Perkebunan kelapa sawit yang dikelola harus mempunyai bentuk badan

hukum yang jelas sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.

       1.7. Manajemen Perkebunan

Perkebunan harus memiliki perencanaan jangka panjang untuk

memproduksi minyak sawit lestari.

       1.8. Rencana dan realisasi pembangunan kebun dan pabrik

       1.9. Pemberian informasi kepada instansi terkait sesuai ketentuan yang berlaku 

              dan pemangku kepentingan lainnya terkecuali  menyangkut hal yang patut 

              dirahasiakan

2. Penerapan Pedoman Teknis Budidaya dan Pengolahan Kelapa Sawit

       2.1.Penerapan pedoman teknis budidaya

Page 6: 2.8. Mengelola Fungsi Lingkungan Kebun OK

1).Pembukaan lahan

               Pembukaan lahan yang memenuhi kaidah-kaidah konservasi tanah dan air

           2). Konservasi Terhadap Sumber dan Kualitas Air

          3). Perbenihan

Pengelola perkebunan dalam menghasilkan benih unggul bermutu harus

mengacu kepada peraturan perundang-undangan yang berlaku dan

baku teknis perbenihan.

4). Penanaman pada lahan mineral

               Pengelola perkebunan harus melakukan penanaman sesuai baku teknis

          5). Penanaman pada Lahan Gambut

Penanaman kelapa sawit pada lahan gambut dapat dilakukan

dengan memperhatikan karakteristik lahan gambut sehingga tidak

menimbulkan kerusakan fungsi lingkungan

          6). Pemeliharaan tanaman

          7). Pengendalian Organisme Pengganggu Tanaman (OPT)

Pengelola perkebunan harus menerapkan sistem Pengendalian Hama

Terpadu (PHT) sesuai Pedoman Teknis.

          8). Pemanenan

Pengelola perkebunan melakukan panen tepat waktu dan dengan cara

yang benar

2.2 Penerapan pedoman teknis pengolahan hasil perkebunan.

1). Pengangkutan Buah.

Pengelola perkebunan harus memastikan bahwa TBS yang dipanen harus

segera diangkut ke  tempat pengolahan untuk menghindari penurunan

kualitas.

2). Penerimaan TBS di Pabrik

Pengelola pabrik memastikan bahwa TBS yang diterima sesuai

dengan persyaratan yang telah ditetapkan.

3). Pengolahan TBS.

Pengelola pabrik harus merencanakan dan melaksanakan pengolahan TBS 

melalui penerapan  praktek pengelolaan / pengolahan terbaik (GHP/GMP).

4). Pengelolaan limbah.

Pengelola pabrik memastikan bahwa limbah pabrik kelapa sawit dikelola

sesuai dengan ketentuan yang berlaku

Page 7: 2.8. Mengelola Fungsi Lingkungan Kebun OK

5). Pengelolaan  Limbah B3

Limbah B3 merupakan limbah  yang mengandung bahan berbahaya dan

atau beracun yang karena sifat dan konsentrasinya dan atau jumlahnya

dapat mencemarkan dan atau merusak lingkungan hidup, oleh karena itu

harus dilakukan upaya optimal agar kualitas lingkungan kembali kepada

fungsi semula.

6). Gangguan dari Sumber yang tidak Bergerak

Gangguan sumber yang tidak bergerak  berupa baku tingkat kebisingan,

baku  tingkat getaran, baku tingkat kebauan dan baku tingkat gangguan

lainnya ditetapkan dengan mempertimbangkan aspek kenyamanan

terhadap manusia dan/atau aspek keselamatan  sarana fisik serta

kelestarian bangunan.

7). Pemanfaatan limbah.

Pengelola Perkebunan/Pabrik harus memanfaatkan limbah untuk

meningkatkan efisiensi dan mengurangi dampak lingkungan.

3. Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan

3.1 Kewajiban pengelola kebun yang memiliki pabrik

Pengelola perkebunan yang memiliki pabrik harus melaksanakan

kewajiban pengelolaan dan pemantauan lingkungan sesuai ketentuan

yang berlaku.

3.2 Kewajiban terkait analisa dampak lingkungan AMDAL,UKL dan UPL.

Pengelola perkebunan harus melaksanakan kewajibannya terkait AMDAL,

UKL dan UPL  sesuai  ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

3.3 Pencegahan dan penanggulangan kebakaran.

Pengelola perkebunan harus melakukan pencegahan dan

penanggulangan kebakaran

3.4 Pelestarian biodiversity

 Pengelola perkebunan harus menjaga dan melestarikan keaneka

ragaman hayati pada areal yang dikelola sesuai dengan ijin usaha

perkebunannya

3.5 Identifikasi dan perlindungan kawasan yang mempunyai nilai konservasi

tinggi 

Pengelola perkebunan harus melakukan identifikasi  kawasan yang

mempunyai nilai  konservasi tinggi yang merupakan kawasan yang

Page 8: 2.8. Mengelola Fungsi Lingkungan Kebun OK

mempunyai fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang

mencakup sumber alam, sumber daya buatan dan nilai sejarah serta

budaya bangsa dengan tidak membuka untuk usaha perkebunan kelapa

sawit.

3.6 Mitigasi Emisi Gas Rumah Kaca (GRK)

Pengelola usaha perkebunan harus mengidentifikasi sumber emisi GRK.

3.7 Konservasi kawasan dengan potensi erosi tinggi.

Pengelola perkebunan harus melakukan koservasi lahan dan

menghindari erosi sesuai ketentuan yang berlaku.

4. Tanggung Jawab  terhadap Pekerja

1.1. Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3).

Pengelola perkebunan wajib menerapkan  Sistem Manajemen

Keselamatan dan Kesehatan Kerja  (SMK3)

1.2. Kesejahteraan dan peningkatan kemampuan pekerja / buruh.

 Pengelola perkebunan harus memperhatikan kesejahteraan pekerja

dan meningkatkan kemampuannya.

1.3. Penggunaan Pekerja Anak dan Diskriminasi pekerja (Suku, Ras, Gender

dan Agama)

Pengelola perkebunan tidak boleh mempekerjakan anak di bawah umur

dan melakukan diskriminasi.

1.4. Pembentukan Serikat Pekerja.

Pengelola perkebunan harus memfasilitasi terbentuknya Serikat Pekerja

dalam rangka memperjuangkan hak-hak karyawan / buruh.

1.5. Perusahaan mendorong dan memfasilitasi pembentukan

koperasi pekerja

2. Tangung Jawab Sosial dan Komunitas

2.1. Tanggung jawab sosial dan lingkungan kemasyarakatan

Pengelola perkebunan harus memiliki komitmen sosial, kemasyarakatan 

dan pengembangan potensi  kearifan lokal.

2.2. Pemberdayaan Masyarakat Adat/ Penduduk Asli

Pengelola perkebunan berperan dalam mensejahterakan masyarakat

adat/ penduduk asli.

3. Pemberdayaan Kegiatan Ekonomi Masyarakat

3.1. Pengembangan Usaha Lokal

Page 9: 2.8. Mengelola Fungsi Lingkungan Kebun OK

Pengelola perkebunan memprioritaskan untuk memberi

peluang pembelian / pengadaan barang dan  jasa kepada masyarakat di

sekitar kebun.

4. Peningkatan Usaha Secara Berkelanjutan

Pengelola perkebunan dan pabrik harus terus menerus meningkatkan kinerja

(sosial  ekonomi dan  lingkungan) dengan mengembangkan dan

mengimplementasikan rencana aksi yang mendukung peningkatan produksi

berkelanjutan.

Selain itu kebun yang dikelola perusahaan agar tidak menganggu dan

merusak kelestarian lingkungan hidup antara lain melalui pemantauan

lingkungan secara rutin diseluruh pabrik, pemantauan kinerja IPAL (Instalasi

Pengolahan Air Limbah), kajian awal, perancangan dan pengembangan Sistem

Manajeman Lingkungan dalam rangka Penerapan ISO 14001:2004, dan

kerjasama dengan BAPEDAL Propinsi dan Kabupaten.

Beberapa tanggung jawab kebun/perusahaan yang perlu dilakukan

sebagai berikut:

5. Tanggung Jawab Sosial Perusahaan

Sebagai salah satu entitas bisnis yang besar di Provinsi Riau, Perusahaan

selalu berusaha keras untuk terus menjaga eksistensi dan keberlanjutan

operasionalnya agar dapat memberikan manfaat optimal baik bagi para

pemegang saham (shareholders) maupun stakeholders. Komitmen tersebut

menjadi salah satu pegangan penting bagi manajemen untuk mengelola

perusahaan. Perusahaan sebagai bagian dari lingkungan bisnis menjaga

keharmonisan dan keselarasan dengan komponen lingkungan internal dan

eksternal seperti karyawan, konsumen, pemasok, masyarakat sekitar, lingkungan

ekologi dan komponen lainnya. Salah satu usaha yang dilakukan Perusahaan

adalah selalu mengikuti perkembangan Konferensi Minyak Sawit Lestari atau

RSPO (Roundtable on Sustainable Palm Oil).

RSPO merupakan prakarsa berbagai pengambil keputusan di dunia

mengenai minyak sawit lestari dan telah menghasilkan 8 prinsip dan 39 kriteria

yang meliputi dimensi hukum, tanggung jawab lingkungan atau ekologi, tenaga

kerja dan sosial, dan komitmen ekonomi jangka panjang. Tujuan utama RSPO

adalah untuk meningkatkan pertumbuhan dan penggunaan minyak sawit lestari

Page 10: 2.8. Mengelola Fungsi Lingkungan Kebun OK

melalui kerjasama dalam mata rantai pemasokan dan membuka dialog antara

para pengambil keputusan.

6. Tanggung Jawab Lingkungan Ekologis

Isu miring kerusakan lingkungan hidup akibat alih fungsi hutan menjadi

areal perkebunan merupakan salah satu bentuk kampanye negatif yang sangat

tidak menguntungkan bagi keberlanjutan industry perkebunan, khususnya sektor

industri kelapa sawit dan karet, yang diusahakan Perusahaan karena secara

tidak langsung dapat memengaruhi citra dan kinerja Perusahaan.

Hal tersebut menjadi salah satu perhatian serius pihak manajemen dan telah

ditindaklanjuti antara lain dengan mengawasi dan mengontrol seluruh kegiatan

operasional baik pabrik maupun kebun yang dikelola Perusahaan agar tidak

menganggu dan merusak kelestarian lingkungan hidup antara lain melalui

pemantauan lingkungan secara rutin diseluruh pabrik, pemantauan kinerja IPAL

(Instalasi Pengolahan Air Limbah), kajian awal, perancangan dan pengembangan

Sistem Manajeman Lingkungan dalam rangka Penerapan ISO 14001:2004, dan

kerjasama dengan BAPEDAL Propinsi dan Kabupaten.

7. Tanggung Jawab Terhadap Konsumen

Perusahaan senantiasa memelihara kualitas produk yang diserahkan

kepada pembeli. Perusahaan menetapkan batasan indikator-indikator mutu atas

produk yang diserahkan kepada pembeli, antara lain kadar asam lemak bebas,

kadar air, kadar kotoran dan sebagainya.

8. Tanggung Jawab Terhadap Karyawan

Hubungan antara Perusahaan dan karyawan dituangkan dalam Perjanjian

Kerja Bersama (PKB) yang disusun oleh Perusahaan dan karyawan yang diwakili

oleh Serikat Pekerja Perkebunan (SP Bun). Perjanjian yang diperbaharui setiap

dua tahun ini mengatur hak dan kewajiban Perusahaan dan karyawan serta

tunduk pada Undang-Undang Ketenagakerjaan No. 13 Tahun 2003 dan

peraturan ketenagakerjaan lainnya. Perusahaan memberikan fasilitas yang

memadai kepada karyawan, baik fasilitas kesehatan, fasilitas peribadatan,

fasilitas ekonomi (melalui koperasi karyawan), fasilitas olahraga dan fasilitas

lainnya.

Perusahaan menyelenggarakan program pensiun manfaat pasti (defined

benefit) untuk seluruh karyawan tetap melalui Dana Pensiun Perkebunan

Page 11: 2.8. Mengelola Fungsi Lingkungan Kebun OK

(Dapenbun). Dalam program ini, manfaat pensiun yang akan dibayarkan dihitung

berdasarkan gaji pokok terakhir dan masa kerja karyawan.

Pembinaan karyawan dilaksanakan secara terstruktur melalui mekanisme

reward and punishment serta mutasi dan promosi. Sedangkan untuk

pengembangan karyawan, Perusahaan memberikan kesempatan untuk

mengikuti berbagai program pendidikan, baik yang diselenggarakan secara

internal (in house training) maupun yang diselenggarakan oleh lembaga-lembaga

pendidikan. Perusahaan juga menyediakan peluang yang sama kepada

karyawan yang memiliki kompetensi bidang kerja yang dibutuhkan Perusahaan

untuk pengembangan karirnya sesuai dengan kelayakan dan kemampuan.

Proses pengembangan karir karyawan dilakukan melalui tahapan-tahapan

uji kelayakan dan kepatutan sesuai dengan standar Perusahaan. Pelaksanaan

rekrutmen karyawan baru didasari atas kebutuhan Perusahaan dan dilaksanakan

melalui lembaga independen.

Selain tanggung jawab diatas, masih ada hal yang perlu dilakukan dalam

rangka mengelola funsi lingkungan kebun diantaranya:

1. Komunitas Bina Lingkungan

Sebagai wujud kepedulian Perusahaan terhadap masyarakat tempatan

dan sekaligus membantu pemerintah dalam mengentaskan kemiskinan serta

mengurangi kesenjangan sosial, Perusahaan bisa menyalurkan dana Bina

Lingkungan/CD untuk Kabupaten/Kota. Bentuk bantuan Bina Lingkungan yang

bias diberikan kepada masyarakat di lingkungan Perusahaan diberikan bagi

sektor Pendidikan, sektor Kerohanian, sektor Kesehatan, sektor Olahraga, sektor

Kesenian, bantuan untuk Bencana Alam dan Infrastruktur.

2. Proyek Kredit Koperasi Primer Anggota (KKPA)

Dalam rangka pemerataan pembangunan melalui penyebaran

pendapatan masyarakat tempatan yang belum terakomodasi dalam kegiatan

pembangunan, Perusahaan bias melakukan kemitraan dengan petani. Hal ini

diwujudkan melalui pembangunan kebun kelapa sawit pola KKPA. Perusahaan

bermitra dengan sejumlah 15 Koperasi Unit Desa.

3. Petani Plasma

Hubungan antara perusahaan dan petani harus terus dijaga dalam

mengelola bisnis kelapa sawit. Perusahaan memberikan pembinaan manajemen

Page 12: 2.8. Mengelola Fungsi Lingkungan Kebun OK

dan bantuan teknis kepada petani plasma sekitar kebun. Keberadaan

perusahaan harus merupakan salah satu faktor dalam meraih sukses dan

memberikan standar kehidupan yang lebih baik bagi petani.

4. Pengelolaan Limbah

Perusahaan mengupayakan teknologi yang lebih bersih dan ramah

lingkungan pada setiap kegiatan produksi. Perusahaan harus memastikan tidak

terdapat pencemaran terhadap tanah, udara dan air melalui pengelolaan limbah

seperti zero burning, land application dan analisa mengenai dampak lingkungan.

Perusahaan juga mencoba merubah anggapan bahwa produk sampingan seperti

cangkang, fiber, buangan pabrik bukanlah limbah, dan dapat dijadikan pupuk bila

diangkut ke kebun. Perusahaan yakin penciptaan lingkungan kerja yang sehat,

nyaman dan aman bukan hanya membawa kebaikan tetapi memberikan dampak

potensial bagi pertumbuhan usaha.

5. Koperasi dan PUKK

Program Kemitraan merupakan wujud pertanggung jawaban sosial

Perusahaan yang didanai dari alokasi hasil laba Perusahaan. Program ini

berbentuk pemberian pinjaman modal kerja kepada sektor usaha kecil, mikro dan

koperasi dengan imbal jasa (bunga) yang terjangkau. Pengembalian modal kerja

tersebut dan hasil pengembangannya dialokasikan kembali untuk membantu

usaha kecil, mikro dan koperasi lainnya.

Dampak Pembangunan perkebunan Kelapa Sawit Terhadap Keragaman Hayati

1. Dampak Ekologi dan Lingkungan Akibat Perkebunan Sawit Skala Besar

Pertumbuhan sub-sektor kelapa sawit telah menghasilkan angka-angka

pertumbuhan ekonomi yang sering digunakan pemerintah bagi kepentingannya

untuk mendatangkan investor ke Indonesia. Namun pengembangan areal

perkebunan kelapa sawit ternyata menyebabkan meningkatnya ancaman terhadap

keberadaan hutan Indonesia karena pengembangan areal perkebunan kelapa sawit

utamanya dibangun pada areal hutan konversi.

Konversi hutan alam masih terus berlangsung hingga kini bahkan semakin

menggila karena nafsu pemerintah yang ingin menjadikan Indonesia sebagai

produsen minyak sawit terbesar di dunia. Demi mencapai maksudnya tadi,

pemerintah banyak membuat program ekspnasi wilayah kebun meski harus

mengkonversi hutan.

Page 13: 2.8. Mengelola Fungsi Lingkungan Kebun OK

Sebut saja Program sawit di wilayah perbatasan Indonesia – Malaysia di

pulau Kalimantan seluas 1,8 jt ha dan Program Biofuel 6 juta ( tribun Kaltim, 6 juta

ha untuk kembangkan biofuel) ha. Program pemerintah itu tentu saja sangat diminati

investor, karena lahan peruntukan kebun yang ditunjuk pemerintah adalah wilayah

hutan. sebelum mulai berinvestasi para investor sudah bisa mendapatkan

keuntungan besar berupa kayu dari hutan dengan hanya mengurus surat Ijin

Pemanfaatan Kayu (IPK) kepda pihak pemerintah, dalam hal ini departemen

kehutanan.  

Akibat deforetasi tersebut bisa dipastikan Indonesia mendapat ancaman

hilangnya keanekaragaman hayati dari ekosistem hutan hujan tropis. Juga

menyebabkan hilangnya budaya masyarakat di sekitar hutan. Disamping itu praktek

konversi hutan alam untuk pengembangan areal perkebunan kelapa sawit telah

menyebabkan jutaan hektar areal hutan konversi berubah menjadi lahan terlantar

berupa semak belukar dan/atau lahan kritis baru, sedangkan realisasi pembangunan

perkebunan kelapa sawit tidak sesuai dengan yang direncanakan.

Dampak negatif yang terungkap dari aktivitas perkebunan kelapa sawit

diantaranyai:

1. Persoalan tata ruang, dimana monokultur, homogenitas dan overloads konversi.

Hilangnya keaneka ragaman hayati ini akan memicu kerentanan kondisi alam

berupa menurunnya kualitas lahan disertai  erosi, hama dan penyakit.

2. Pembukaan lahan sering kali dilakukan dengan cara tebang habis dan land

clearing dengan cara pembakaran demi efesiensi biaya dan waktu.

3. Kerakusan unsur hara dan air tanaman monokultur seperti sawit, dimana dalam

satu hari satu batang pohon sawit bisa menyerap 12 liter (hasil peneliti

lingkungan dari Universitas Riau) T. Ariful Amri MSc Pekanbaru/ Riau

Online). Di samping itu pertumbuhan kelapa sawit mesti dirangsang oleh

berbagai macam zat fertilizer sejenis pestisida dan bahan kimia lainnya.

4. Munculnya hama migran baru yang sangat ganas karena jenis hama baru ini

akan mencari habitat baru akibat kompetisi yang keras dengan fauna lainnya.

Ini disebabkan karena keterbatasan lahan dan jenis tanaman akibat

monokulturasi.

5. Pencemaran yang diakibatkan oleh asap hasil dari pembukaan lahan dengan

cara pembakaran dan  pembuangan limbah, merupakan cara-cara perkebunan

yang meracuni makhluk hidup dalam jangka waktu yang lama.  Hal ini semakin

Page 14: 2.8. Mengelola Fungsi Lingkungan Kebun OK

merajalela karena sangat terbatasnya lembaga (ornop) kemanusiaan yang

melakukan kegiatan tanggap darurat kebakaran hutan dan penanganan Limbah.

6. Terjadinya konflik horiziontal dan vertikal akibat masuknya perkebunan kelapa

sawit. sebut saja konflik antar warga yang menolak dan menerima masuknya

perkebunan sawit dan bentrokan yang terjadi antara masyarakat dengan aparat

pemerintah akibat sistem perijinan perkebunan sawit.

7. Selanjutnya, praktek konversi hutan alam untuk pembangunan perkebunan

kelapa sawit seringkali menjadi penyebab utama bencana alam seperti banjir

dan tanah longsor

Dampak negatif terhadap lingkungan menjadi bertambah serius karena dalam

prakteknya pembangunan perkebunan kelapa sawit tidak hanya terjadi pada

kawasan hutan konversi, melainkan juga dibangun pada kawasan hutan produksi,

hutan lindung, dan bahkan di kawasan konservasi yang memiliki ekosistem yang

unik dan mempunyai nilai keanekaragaman hayati yang tinggi (Manurung, 2000;

Potter and Lee, 1998).

Masihkan kita membutuhkan konversi hutan untuk menjadi kebun sawit

mengingat dampak negatif yang munculkannya begitu banyak bahaya dan jelas-

jelas mengancam keberlangsungan lingkungan hidup? Sebuah pertanyaan untuk

kita permenungkan  demi kelangsungan dan keseimbangan alam serta

penghuninya. (cepot)

2. Aspek Ekonomi Perkebunan Kelapa Sawit

Dalam perekonomian Indonesia, komoditas kelapa sawit memegang peran

yang cukup strategis karena komoditas ini mempunyai prospek yang cukup cerah

sebagai sumber devisa. Disamping itu minyak sawit merupakan bahan baku utama

minyak goreng yang banyak dipakai diseluruh dunia, sehingga secara terus menerus

mampu menjaga stabilitas harga minyak sawit. Komoditas ini mampu pula

menciptakan kesempatan kerja yang luas dan meningkatkan kesejahteraan

Masyarakat. Pemerintah Indonesia dewasa ini telah bertekad untuk menjadikan

komoditas kelapa sawit sebagai salah satu industri non migas yang handal.

Bagi Pemerintah Daerah komoditas kelapa sawit memegang peran yang

cukup penting sebagai sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) selain itu membuka

peluang kerja yang besar bagi Masyarakat setempat yang berada disekitar lokasi

perkebunan yang dengan sendirinya akan meningkatkan kesejahteraan Masyarakat.

Page 15: 2.8. Mengelola Fungsi Lingkungan Kebun OK

Komoditas perkebunan yang dikembangkan di Kalimantan Tengah tercatat 14 jenis

tanaman, dengan karet dan kelapa sebagai tanaman utama perkebunan rakyat, dan

kelapa sawit sebagai komoditi utama perkebunan besar yang dikelola oleh

pengusaha perkebunan baik sebagai Perkebunan Besar Swasta Nasional/Asing

ataupun PIR-Bun (perusahaan inti rakyat perkebunan) dan KKPA (Kredit Koperasi

Primer untuk Anggotanya).

3. Aspek Sosial Budaya Perkebunan Kelapa Sawit

Pembangunan sebagai proses kegiatan yang berkelanjutan memiliki dampak

yang luas bagi kehidupan Masyarakat. Dampak tersebut meliputi perubahan

lingkungan yang berpengaruh terhadap ekosistem, yaitu terganggunya

keseimbangan lingkungan alam dan kepunahan keanekaragaman

hayati(biodiversity). Terhadap kehidupan Masyarakat, dapat membentuk

pengetahuan dan pengalaman yang akan membangkitkan kesadaran bersama

bahwa mereka adalah kelompok yang termaginalisasi dari suatu proses

pembangunan atau kelompok yang disingkirkan dari akses politik, sehingga

menimbulkan respon dari Masyarakat yang dapat dianggap mengganggu jalannya

proses pembangunan.

Paradigma pembangunan pada era otonomi daerah memposisikan

Masyarakat sebagai subjek pembangunan yang secara dinamik dan kreatif didorong

untuk terlibat dalam proses pembangunan, sehingga terjadi perimbangan kekuasaan

(power sharing) antara pemerintah dan Masyarakat. Dalam hal ini, kontrol dari

Masyarakat terhadap kebijakan dan implementasi kebijakan menjadi sangat penting

untuk mengendalikan hak pemerintah untuk mengatur kehidupan Masyarakat yang

cenderung berpihak kepada pengusaha dengan anggapan bahwa kelompok

pengusaha memiliki kontribusi yang besar dalam meningkatkan pendapatan daerah

dan pendapatan nasional.

4. Aspek Lingkungan Perkebunan Kelapa Sawit

Hutan mempunyai fungsi ekologi yang sangat penting, antara lain, hidro-

orologi, penyimpan sumberdaya genetik, pengatur kesuburan tanah hutan dan iklim

serta rosot (penyimpan, sink) karbon, Hutan juga berfungsi sebagai penyimpan

keanekaragaman hayati. Ekspansi perkebunan kelapa sawit memiliki dampak-

dampak besar bagi penduduk Indonesia Umumnya, khususnya Masyarakat

Kalimantan Tengah.

Page 16: 2.8. Mengelola Fungsi Lingkungan Kebun OK

Perluasan perkebunan kelapa sawit telah mengakibatkan pemindahan lahan

dan sumberdaya, perubahan luar biasa terhadap vegetasi dan ekosistem setempat.

Lingkungan menjadi bagian yang sangat rawan terjadi perubahan kearah rusaknya

lingkungan biofisik yang terdegredasi serta bertambahnya lahan kritis. apabila

dikelola secara tidak bijaksana. Aspek lingkungan mempunyai dimensi yang sangat

luas pengaruhnya terhadap kualitas udara dan terjadinya bencana alam seperti

kebakaran, tanah longsor, banjir dan kemarau akibat adanya perubahan iklim global.

5. Dampak Positif dan Negatif  Pengembangan Perkebunan Kelapa Sawit

Pengembangan perkebunan kelapa sawit memiliki dampak positif dan

dampak negatif. Dampak positif yang ditimbulkan antara lain adalah meningkatkan

pendapatan masyarakat, meningkatkan penerimaan devisa negara, memperluas

lapangan pekerjaan, meningkatkan  produktivitas, dan daya saing, serta memenuhi

kebutuhan konsumsi dan bahan baku industri dalam negeri.

Selain dampak positif ternyata juga memberikan dampak negatif. Secara

ekologis sistem monokultur pada perkebunan kelapa sawit telah merubah ekosistem

hutan, hilangnya keanekaragaman hayati dan ekosistem hutan hujan tropis, serta

plsama nutfah, sejumlah spesies tumbuhan dan hewan. Selain itu juga

mengakibatkan hilangnya sejumlah sumber air, sehingga memicu kekeringan,

peningkatan suhu, dan gas rumah kaca yang mendorong terjadinya bencana alam.

Secara sosial juga sering menimbulkan terjadinya konflik antara perusahaan dengan

masyarakat sekitar baik yang disebabkan oleh konflik kepemilikan lahan atau karena

limbah yang dihasilkan oleh industri kelapa sawit. Limbah yang dihasilkan oleh

industri kelapa sawit merupakan salah satu bencana yang mengintip, jika

pengelolaan limbah tidak dilakukan secara  baik dan profesional, mengingat industri

kelapa sawit merupakan industri yang sarat dengan residu hasil pengolahan

6. Pencemaran Limbah Industri Kelapa Sawit dan Tata Cara pengelolaanya

Limbah adalah kotoran atau buangan yang merupakan komponen penyebab

pencemaran yang terdiri dari zat atau bahan yang tidak mempunyai kegunaan lagi

bagi masyarakat (Agustina,dkk, 2009). Dalam pengelolaan industri kelapa sawit juga

dihasilkan limbah baik yang dihasilkan oleh perkebunan kelapa sawit maupun yang

dihasilkan oleh industri pengolahan kelapa sawit.Untuk menghindari masalah

lingkungan yang diakibatkan oleh limbah industri kelapa sawit,maka diperlukan

konsep pembangunan yang berkelanjutan. Hal ini didukung oleh sikap

untukmenciptakan produk yang harus berorientasi lingkungan dan harus dibuat

Page 17: 2.8. Mengelola Fungsi Lingkungan Kebun OK

dengan proses yangramah lingkungan (green consumerism) dan menempatkan

lingkungan sebagai non tariff barrier. Oleh karena itu pendekatan yang banyak

diterapkan adalah konsep produk bersih (cleaner production).

Konsep ini dilakukan dengan strategi pengelolaan lingkungan yang bersifat

preventif, terpadu, dan diterapkan secara terus menerus pada setiap kegiatan mulai

dari hulu hingga hilir yang terkait dengan proses produksi, produk, dan jasa untuk

meningkatkan efesiensi pemakaian sumberdaya alam, mencegah terjadinya

pencemaran lingkungan dan dan mengurangi terbentuknya limbah pada sumbernya,

sehingga dapat meminimalisasi resiko terhadap kesehatan dan keselamatan

manusia serta kerusakan lingkungan. Kata kunci yang diperlukan dalam pengelolaan

adalah menimalkan limbah, analisis daur hidup, teknologi ramah lingkungan.Pola

pendekatan untuk meciptakan produk bersih adalah pencegahan dan

meminimalisasi limbah yang menggunakan hirarki pengelolaan melalui 1E 4R yaitu

Elimination (pencegahan),Reduce (pengurangan), Reuse (penggunaan kembali),

Recycle (daur ulang), Recovery/Reclaim(pungut ulang) (Panca Wardhanu, 2009)

1) Pengelolaan Limbah Cair Limbah Industri Kelapa Sawit

Industri kelapa sawit merupakan industri yang sarat dengan residu hasil

pengolahan. Limbah yang dihasilkan dari industri pengolahan kelapa sawit dapat

berupa limbah cair dan limbah padat. Limbah cair yang dihasilkan berupa Palm

Oil Mill Effluent (POME) air buangan kondensat (8-12 %) an air hasil pengolahan

(13-23 %). Menurut Djajadiningrat dan Femiola (2004) dari 1 ton Tandan Buah

Segar (TBS) kelapa sawit dapat dihasilkan 600-700 kg limbah cair. Bahkan saat

ini limbah cair hasil pengolahan kelapa sawit di Indonesia mencapai 28,7 juta ton

limbah / tahun. Ketersediaan limbah itu meupakan potensi yang sangat besar jika

dikelola dan dimanfaatkan dengan baik. Namun sebaliknya akan menimbulkan

bencana bagi lingkungan dan manusia jika pengelolaannya tidak dilakukan

dengan baik dan profesional.

Limbah cair kelapa sawit dapat menghasilkan biogas dengan melakukan

rekayasa. Limbah cair ditempatkan pada tempat khusus yang disebut bioreaktor.

Bioreaktor dapat diatur sedemikian rupa sehingga kondisinya optimum untuk

meproduksi biogas. Selain itu juga dapat ditambahkan mikroba untuk

mempercepat pembentukan gas metan untuk menghasilkan biogas. Proses

tersebut dapat menghasilkan potensi yang sangat besar. Dari 28,7 juta ton

Page 18: 2.8. Mengelola Fungsi Lingkungan Kebun OK

limbah cair kelapa sawit dapat dihasilkan 90 juta m3 biogas yang setara dengan

187,5 milyar ton gas elpiji (Anonim, 2009).

Selain itu limbah cair dapat juga dimanfaatkan untuk pakan ternak, bahan

pembuat sabun, serta pembuatan biodiesel, dan air sisanya dapat digunakan

untuk pengairan bila telah memenuhi standar baku mutu lingkungan.

2) Pengelolaan Limbah Padat Limbah Industri Kelapa Sawit

Limbah padat yang dihasilkan oleh industri pengolahan kelapa sawit terdiri

atas tandan kosong kelapa sawit (20-23 %), serat (10-12 %), dan tempurung /

cangkang (7-9 %) (Naibaho, 1996). Tandan kosong kelapa sawit dapat

dimanfaatkan untuk pembuatan pupuk kompos dengan proses fermentasi dan

dimanfaatkan kembali untuk pemupukan kelapa sawit itu sendiri. Penggunaan

pupuk tandan kosong kelapa sawit dapat menghemat penggunaan pupuk kalium

hingga 20 %. 1 ton tandan kosong kelapa sawit dapat menghasilkan 600-650 kg

kompos.

Selain itu tandan kosong kelapa sawit mengandung 45 % selulose dan 26

% hemiselulose. Tingginya kadar selulose pada polisakarida tersebut dapat

dihidrolisis menjadi gula sederhana dan selanjutnya difermentasi menjadi

bioetanol. Bioetanol ini dapat digunakan sebagai bahan bakar yang ramah

lingkungan dan dapat diperbaharui dengan cepat (renewable). 1 ton tandan

kosong kelapa sawit dapat menghasilkan 120 liter bioetanol (Anonim, 2009).

Tandan kosong kelapa sawit juga dapat dimanfaatkan sebagai salah satu

bahan pulp untuk pembuatan kertas. Selain itu dapat dimanfaatkan untuk

pembuatan sabun dan media budidaya jamur, sehingga dapat menambah

pendapatan dan mengurangi limbah padat.

Cangkang dan serat kelapa sawit dapat dipergunakan sebagai sumber

energi potensial. Cangkang dan serat kelapa sawit biasanya dibakar untuk

menghasilkan energi. Energi yang dihasilkan oleh pembakaran cangkang dan

serat telah mencukupi kebutuhan energi pengolahan pabrik kelapa sawit. Namun

seiring dengan pelarangan pembakaran cangkang dan serat, maka serat dan

cangkang dimanfaatkan untuk keperluan lain. Cangkang saat ini telah

dimanfaatkan untuk pembuatan berikat arang aktif dan bahan campuran

pembuatan keramik. Sedangkan serat dimanfaatkan untuk pembuatan pupuk.

Sementara itu limbah yang dihasilkan oleh perkebunan kelapa sawit

berupa pelepah kelapa sawit dan batang kelapa sawit telah dimanfaatkan

Page 19: 2.8. Mengelola Fungsi Lingkungan Kebun OK

sebagai bahan pulp untuk pembuatan kertas dan perabot. Sedangkan daun dan

pelepah kelapa sawit digunakan untuk pakan ternak ruminansia.

7. Masalah Kelapa Sawit Indonesia : Lingkungan, ketahanan pangan

7.1 Kerusakan Lingkungan

Budidaya tanaman kelapa sawit menerapkan sistem monokultur yang

mensyaratkan pembersihan awal pada lahan yang akan digunakan (land

clearing). Secara ekologis, memang pola monokultur lebih banyak merugikan

karena penganak-emasan tanaman tersebut akan berdampak pada

penghilangan (atau pengurangan tanaman lain).

Jika lahan baru yang dibuka berupa hutan, maka tentu saja ini akan

berdampak pada berkurangnya -atau bahkan hilangnya- keanekaragaman hayati

yang sudah ada sebelumnya. Keanekaragaman hayati membentuk ekosistem

yang kompleks dan saling melengkapi, gangguan atas ekosistem tentu akan

mengganggu keseimbangan alam, misalnya pada hilangnya aktor-aktor alam

yang berperan dalam rantai makanan. Kehilangan satu aktor yang ada pada

rantai makanan dalam posisi lebih tinggi dari aktor lainnya akan menyebabkan

peningkatan populasi aktor dibawahnya tanpa dikontrol oleh predator alami yang

ada di atasnya. Bisa dibayangkan jika ledakan populasi itu merupakan ancaman

bagi populasi lain. Contoh paling gampang adalah populasi yang mengganggu

dan kemudian disebut hama.

Pada beberapa kasus, pembukaan lahan hutan -tidak hanya lahan sawit-

diikuti dengan pembakaran untuk mempercepat proses land clearing. Kasus

asap yang muncul dari kebakaran (atau pembakaran) hutan sangat sering

muncul beberapa waktu lalu dan kita semua sudah tahu dampaknya.

Adapun untuk lahan yang sudah beroperasi, kegiatan pertanian dan

perkebunan, seperti aktivitas pemupukan, pengangkutan hasil, termasuk juga

pengolahan tanah dan aktivitas lainnya, secara kumulatif telah mengakibatkan

tanah mengalami penurunan kualitas (terdegradasi), karena secara fisik, akibat

kegiatan tersebut mengakibatkan tanah menjadi bertekstur keras, tidak mampu

menyerap dan menyimpan air. Penggunaan herbisida dan pestisida dalam

kegiatan perkebunan akan menimbun residu di dalam tanah. Demikian juga

dengan pemupukan yang biasanya menggunakan pupuk kimia dan kurang

menggunakan pupuk organik akan mengakibatkan pencemaran air tanah dan

peningkatan keasaman tanah.

Page 20: 2.8. Mengelola Fungsi Lingkungan Kebun OK

Tanaman kelapa sawit juga merupakan tanaman yang rakus air.

Ketersediaan air tanah pada lahan yang menjadi perkebunan kelapa sawit

tersebut akan semakin berkurang. Hal ini akan mengganggu ketersediaan air,

tidak hanya bagi manusia namun bagi tanaman itu sendiri. Dengan berkurangnya

kuantitas air pada tanah dapat menyebabkan para petani akan sulit

mengembangkan lahan pertanian pasca lahan perkebunan kelapa sawit ini

beroperasi.

Jika dibiarkan tanpa antisipasi atas dampak jangka panjang, maka lahan

demikian akan menjadi terlantar dan pada akhirnya akan menjadi lahan kering

juga gersang yang terbengkalai.

Dampak lingkungan tersebut memang cukup mengkhawatirkan. Namun

bukan berarti tidak ada solusi yang bisa dikembangkan guna mengantisipasi

dampak tersebut.

Kita harus mempertimbangkan ulang pembukaan hutan, terutama pada

hutan-hutan yang berfungsi sebagai daerah resapan dan di masa mendatang

diproyeksikan sebagai sumber air untuk infrastruktur pendukung pertanian

seperti waduk. Namun memang diperlukan sinergi supaya semua kebijakan

tersebut dapat saling topang.

Konservasi hutan dalam jangka panjang akan membantu konversi balik

lahan sawit menjadi lahan pertanian jika pasokan air yang mencukupi dari hutan

yang terkonservasi dapat dijaga. Atau dalam konteks perkebunan kelapa sawit

itu sendiri, pasokan air yang mencukupi akan membantu pertumbuhan tanaman

kelapa sawit dalam hal ketersediaan air dalam jangka panjang.

Demikian juga penggunaan masif pupuk kimia harus mulai dikombinasi

dengan pupuk organik berbasis bioteknologi yang memiliki kadar mikroba

penyubur/pembenah tanah. Penggunaan pupuk kimia yang lebih berorientasi

pada pertumbuhan tanaman harus dikombinasi dengan pupuk organik yang

berorientasi pada kesuburan tanah dengan menjaga proses biologi dan kimia

tanah tetap berlangsung. Kesuburan tanah diharapkan bisa tetap terjaga

sehingga tidak hanya menguntungkan bagi tanaman, namun mencegah proses

penggurunan yang terjadi.

7.2 Ancaman Ketahanan Pangan

Jika lahan yang akan digunakan bukan hutan dan merupakan lahan

produktif pertanian tanaman lain terlebih tanaman pangan maka konversi lahan

Page 21: 2.8. Mengelola Fungsi Lingkungan Kebun OK

ini pasti akan berdampak pada ketahanan pangan. Pola perubahan lahan seperti

ini sangat dipengaruhi oleh faktor ekonomi yang menunjukkan bahwa komoditas

kelapa sawit merupakan komoditas yang memiliki nilai ekonomis yang cukup

menjanjikan karena tren konsumsi yang terus meningkat pada pasar

internasional.

Faktor ekonomi tersebut pada level pengusaha perkebunan skala kecil

akan mendorong mereka melakukan konversi lahan karena secara modal

mungkin tidak memiliki kemampuan untuk membuka lahan baru dengan cara

konversi hutan. Fluktuasi harga kelapa sawit yang relatif stabil mendorong

masyarakat yang memiliki lahan pertanian pangan mengalihkannya ke

perkebunan sawit. Hal itu terjadi di sejumlah sentra perkebunan sawit. Jambi

misalnya, saat ini telah menggantungkan pasokan berasnya ke daerah lain akibat

banyaknya lahan padi yang dikonversi.

Demikian juga dengan para pengusaha dalam skala besar, konversi lahan

ini akan menjadi pilihan ketika konversi hutan dihentikan sementara oleh

pemerintah melalui moratorium Inpres No 10 Tahun 2011. Inpres ini berlaku

khusus untuk 64,2 juta hektar hutan alam primer dan lahan gambut di Indonesia.

Permintaan internasional yang tidak pernah turun dan mempunyai tren

meningkat ditambah dengan tingginya produksi minyak kelapa sawit dibanding

minyak nabati lainnya dalam hal efisiensi lahan,  jalan keluar yang terlihat karena

tembok moratorium adalah konversi lahan yang sudah ada saat ini.

Konversi lahan pertanian pangan menjadi perkebunan termasuk kelapa

sawit bisa memicu semakin tingginya harga pangan. Pasalnya, luas lahan

pertanian semakin menyusut dan berimbas terhadap penurunan produksi atau

bahkan hilangnya komoditas pangan di daerah tersebut. Di Sumatra Utara, beras

yang selama ini menjadi andalan, beras Ramos Leidong sudah ‘menghilang.’

Dan tidak tertutup kemungkinan akan menyusul komoditas lainnya.

Dalam konteks ketahanan pangan, kondisi ini akan mendorong masuknya

produk impor untuk komoditas pangan. Sehingga langsung atau tidak, akan

berdampak pada naiknya harga kebutuhan pangan dan ketergantungan atas

pangan dari luar.

Masalah ketahanan pangan memang tidak bisa hanya dibebankan pada

komoditas kelapa sawit atau komoditas lain perkebunan besar saja. Masalah ini

selalu saja menjadi topik ‘panas’ yang menjadi pekerjaan besar pemerintah.

Page 22: 2.8. Mengelola Fungsi Lingkungan Kebun OK

Masalah ini lebih pada keberpihakan pemerintah pada kesejahteraan petani

tanaman pangan. Bagaimana mungkin petani menanam komoditas yang tidak

bisa menopang kehidupannya?

Subsidi dan insentif sangat dibutuhkan pada urusan ketahanan pangan.

Subsidi bukan hanya untuk pupuk, namun juga untuk stabilitas dan kepastian

harga jual petani. Bantuan permodalan harus serius diselenggarakan dan bukan

hanya sebatas program kerja dan pernyataan namun benar-benar terealisasi ke

bawah dan dirasakan petani sebagai bentuk perhatian negara/pemerintah.

Demikian juga infrastruktur yang memadai dan terus terpelihara.

Insentif bagi perkebunan besar harus diberikan untuk mendorong

penggunaan lahan-lahan ‘terbengkalai.’ Lahan tidur yang sulit dimanfaatkan

pertanian pangan dapat diinisiasi untuk lahan perkebunan dengan membuat

persyaratan yang tegas mengenai tanggungjawab lingkungan. Misalkan

pembukaan perkebunan yang mensyaratkan adanya reservoir air dan

sebagainya. Insentif dapat diberikan dengan pengurangan pajak, memberikan

kemudahan ijin dan perpanjangan HGU dan sebagainya yang bisa dikalkulasi

secara ekonomi oleh pengusaha perkebunan. Tapi lagi-lagi perlu ditekankan

konsistensi atas kebijakan ini. Dan seperti pada masalah lingkungan hidup,

sinergi lagi-lagi diperlukan agar kebijakan ini bisa menjadi bagian dari strategi

besar yang akan dilakukan. Jangan hari ini bicara insentif, tahun depan kenaikan

pajak dan diversifikasi pajak dilakukan.

VI. Gambar

Gambar 1. Koordinasi dengan pihak terkait

Page 23: 2.8. Mengelola Fungsi Lingkungan Kebun OK

Gambar 2. Menyiapkan tenaga kerja

Gambar 3. Membuat terasering dan sumber air

Gambar 4. Instalasi pengelolaan limbah cair

Page 24: 2.8. Mengelola Fungsi Lingkungan Kebun OK

Gambar 5. Pengelolaan limbah padat tandan sawit

Gambar 6. Salah satu bentuk kegiatan kemitraan dengan masyarakat sekitar

Gambar 7. Kegiatan pengamatan lingkungan

VII. Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan untuk menunjang kegiatan ini adalah:

- Alat tulis.

- Alat dokumentasi digital.

- Global Positioning System (GPS).

- Alat komunikasi.

VIII. Keamanan Kerja

Hal yang perlu diperhatikan pada saat melakukan kegiatan mengelola fungsi

lingkungan kebun pada kebun kelapa sawit sebagai berikut:

- Topi kerja

- Sepatu boot

- Sarung tangan

- Pakaian kerja

Page 25: 2.8. Mengelola Fungsi Lingkungan Kebun OK

- Racun pemadam

IX. Kriteria Yang Dinilai

Kriteria yang dinilai untuk unit kompetensi ini sebagai berikut:

- Mengidentifikasi fungsi lingkungan kebun;

- Membuat program kegiatan konservasi;

- Merencanakan dan melakukan penanganan limbah;

- Merencanakan dan melakukan penanganan limbah.

Page 26: 2.8. Mengelola Fungsi Lingkungan Kebun OK

X. Evaluasi

1. Apa yang yang menjadi dasar penetapan prinsip sustainability dalam

pembangunan kelapa sawit Indonesia?

2. Apa tujuan ditetapkannya ISPO?

3. Sebutkan 7 prinsip persyaratan ISPO!

4. Sebutkan system perijinan dan management kebun kelapa sawit!

5. Bagaimana cara pemantauan dan pengelolaan lingkungan?

6. Bagaimana bentuk tanggun jawab social dan komunitas bagi pengelola

kebun?

Page 27: 2.8. Mengelola Fungsi Lingkungan Kebun OK

XI. Kunci Jawaban

1. Penetapan prinsip sustainability dalam pembangunan kelapa sawit Indonesia

yang berwawasan lingkungan berdasar pada:

a. komitmen internasional;

b. UUD 1945;

c. UU Nomor 18 Tahun 2004 tentang Perkebunan;

d. Referensi kepada tuntutan pembeli dan komitmen dari produsen;

e. Uni Eropa dan seluruh jaringannya di luar negeri hanya akan membeli

minyak sawit yang sustainable pada tahun 2015.

2. Tujuan ditetapkannya ISPO adalah

a. Meningkatkan kesadaran tentang pentingnya memproduksi minyak sawit

lestari;

b. meningkatkan daya saing minyak sawit Indonesia di pasar internasional;

mendukung komitmen Indonesia untuk mengurangi emisi GRK;

c. Mendukung  komitmen  unilateral pemerintah Indonesia di Kopenhagen

(2009) dan Program Based Line on LOI Indonesia dan Norwegia (2010).

d. Memposisikan pembangunan kelapa sawit sebagai bagian integral dari

pembangunan ekonomi Indonesia;

e. Memantapkan sikap dasar bangsa Indonesia untuk  memproduksi minyak

kelapa sawit berkelanjutan sesuai tuntutan masyarakat global;

f. Mendukung komitmen Indonesia dalam pelestarian Sumber Daya Alam

dan fungsi lingkungan hidup.

3. 7 prinsip persyaratan dalam ISPO sebagai berikut:

1) Sistem Perizinan dan Manajemen Perkebunan,

2) Penerapan Pedoman Teknis Budidaya dan Pengolahan Kelapa Sawit,

3) Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan’

4) Tanggung Jawab Terhadap Pekerja,

5) Tanggung Jawab Sosial dan Komunitas,

6) Pemberdayaan Kegiatan Ekonomi Masyarakat,

7) Peningkatan Usaha Secara Berkelanjutan.

4. Sistem Perijinan dan Manajemen Perkebunan sebagai berikut:

1) Pengelola perkebunan harus memperoleh perizinan serta sertifikat tanah.

Page 28: 2.8. Mengelola Fungsi Lingkungan Kebun OK

2) Perusahaan perkebunan yang memiliki IUP atau IUP-B wajib membangun

kebun untuk masyarakat sekitar paling rendah seluas 20% dari total luas

areal kebun yang diusahakan

3) Pengelola perkebunan harus memastikan bahwa penggunaan lahan

perkebunan telah sesuai dengan Rencana Umum Tata ruang Wilayah

Provinsi (RUTWP) atau Rencana Umum Tata ruang Wilayah

Kabupaten/Kota (RUTWK) sesuai dengan perundangan yang berlaku atau

kebijakan lain yang sesuai dengan ketetapan yang ditentukan oleh

pemerintah atau  pemerintah setempat.

4) Apabila di dalam areal perkebunannya terdapat Izin usaha Pertambangan

harus diselesaikan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

5) Pengelola perkebunan harus memastikan bahwa lahan perkebunan

yang digunakan  bebas dari status sengketa dengan masyarakat/petani

disekitarnya.

6) Perkebunan kelapa sawit yang dikelola harus mempunyai bentuk badan

hukum yang jelas sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.

7) Perkebunan harus memiliki perencanaan jangka panjang untuk

memproduksi minyak sawit lestari.

8) Rencana dan realisasi pembangunan kebun dan pabrik

9) Pemberian informasi kepada instansi terkait sesuai ketentuan yang

berlaku dan pemangku kepentingan lainnya terkecuali  menyangkut hal

yang patut dirahasiakan

5. Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan

1) Pengelola perkebunan yang memiliki pabrik harus melaksanakan

kewajiban pengelolaan dan pemantauan lingkungan sesuai ketentuan yang

berlaku.

2) Kewajiban terkait analisa dampak lingkungan AMDAL,UKL dan UPL.

3) Pencegahan dan penanggulangan kebakaran.

4) Pelestarian biodiversity

5) Identifikasi dan perlindungan kawasan yang mempunyai nilai konservasi

tinggi 

6) Mitigasi Emisi Gas Rumah Kaca (GRK)

7) Konservasi kawasan dengan potensi erosi tinggi.

Page 29: 2.8. Mengelola Fungsi Lingkungan Kebun OK

6. Tangung Jawab Sosial dan Komunitas

a. Tanggung jawab sosial dan lingkungan kemasyarakatan

Pengelola perkebunan harus memiliki komitmen sosial, kemasyarakatan 

dan pengembangan potensi  kearifan lokal.

b. Pemberdayaan Masyarakat Adat/ Penduduk Asli

Pengelola perkebunan berperan dalam mensejahterakan masyarakat

adat/ penduduk asli salah satunya dengan pengembangan usaha lokal