266-604-1-PB

8
47 JURNAL REKAYASA SIPIL / Volume 8, No.1 2014 ISSN 1978 - 5658 PENGARUH JARAK TULANGAN BAMBU PADA STRUKTUR CANGKANG BETON BAMBU KOMPOSIT Siti Nurlina, Hendro Suseno, Devi Nuralinah, Indradi Wijatmiko, Bhondana Bayu B.K . Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Brawijaya Jl. MT. Haryono 167 Malang - 65145 ABSTRAK Cangkang dalam pengunaannya pada teknologi struktur tingkat lanjut, umumnya menggunakan tulangan baja untuk perkuatan dan daktilitas. Tetapi pada masa sekarang, tulangan baja yang dijual di pasaran relatif mahal. Oleh karena itu, perlu adanya bahan pengganti tulangan baja yang lebih murah. Penggunaan komposit anyaman bambu dapat digunakan sebagai alternatif tulangan pada struktur cangkang. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membandingkan kapasitas beban dari cangkang yang berukuran (120 x 60) cm degan sudut lengkung 54 derajat dengan variasi jarak tulangan bambu yaitu 10cm, 8cm, dan 6cm. Masing-masing tiga benda uji, dan menggunakan model sruktur cangkang 1 arah. Pembebanan dengan menggunakan beban garis pada 3 lokasi. pada hasil eksperimen dan uji statistik pada data hasil pengujian cangkang tipis dengan menggunakan variasi jarak tulangan bambu, tak terlihat adanya pengaruh yang signifikan, maka dapat diambil kesimpulan bahwa cangkang bekerja sebagai struktur tekan penuh, sehingga tulangan hanya bekerja sebagai pengekang dan beton berkerja sepenuhnya. Kata-kata kunci : cangkang tipis, beton pracetak, tulangan bambu, komposit. Beton dibentuk oleh pengerasan campuran semen, air, agegat halus, agregat kasar, udara, dan kadang-kadang campuran bahan tambahan lainnya. Campuran yang masih plastis ini dicor ke dalam acian dan dirawat untuk mempercepat reaksi hidrasi campuran semen-air, yang menyebabkan pengerasan beton. Bahan yang terbentuk ini mempunyai kekuatan tekan yang tinggi, dan ketahanan terhadap tarik rendah, atau kira-kira kekuatan tariknya 0,1 kali kekuatan terhadap tekan. Maka penguatan tarik dan geser harus diberikan pada daerah tarik dari penampang (Nawy, 2008). Bambu tersedia dalam jumlah yang cukup banyak dan harganya juga relatif lebih murah dibandingkan dengan kayu maupun baja. Bambu memiliki kuat tarik yang tinggi terhadap lentur pada arah lateral, maka dapat digunakan menjadi komposit dengan beton. Dengan kuat tarik yang tinggi maka bambu secara efektif dapat digunakan sebagai bahan bangunan yang andal, bambu dengan bahan beton sudah lama diupayakan dan diteliti. (Dewi, 2005). Dengan memberikan tulangan anyaman bambu pada cangkang komposit ini maka diharapkan anyaman bambu akan berfungsi sebagai tulangan pada saat cangkang mengalami lendutan. Lapisan anyaman bambu akan berperan serta dalam menahan lendutan yang terjadi bersama-sama dengan beton diharapkan akan menambah daktilitas dan kekuatan dari cangkang tersebut. Sehingga keruntuhan yang terjadi tidak membahayakan. Sifat fisik bambu adalah mempunyai banyak serat. Serat-serat inilah yang mempunyai pengaruh

description

RTRTRS

Transcript of 266-604-1-PB

  • 47

    JURNAL REKAYASA SIPIL / Volume 8, No.1 2014 ISSN 1978 - 5658

    PENGARUH JARAK TULANGAN BAMBU PADA STRUKTUR

    CANGKANG BETON BAMBU KOMPOSIT

    Siti Nurlina, Hendro Suseno, Devi Nuralinah, Indradi Wijatmiko,

    Bhondana Bayu B.K .

    Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Brawijaya

    Jl. MT. Haryono 167 Malang - 65145

    ABSTRAK

    Cangkang dalam pengunaannya pada teknologi struktur tingkat lanjut, umumnya menggunakan

    tulangan baja untuk perkuatan dan daktilitas. Tetapi pada masa sekarang, tulangan baja yang dijual

    di pasaran relatif mahal. Oleh karena itu, perlu adanya bahan pengganti tulangan baja yang lebih

    murah. Penggunaan komposit anyaman bambu dapat digunakan sebagai alternatif tulangan pada

    struktur cangkang. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membandingkan kapasitas beban dari

    cangkang yang berukuran (120 x 60) cm degan sudut lengkung 54 derajat dengan variasi jarak

    tulangan bambu yaitu 10cm, 8cm, dan 6cm. Masing-masing tiga benda uji, dan menggunakan

    model sruktur cangkang 1 arah. Pembebanan dengan menggunakan beban garis pada 3 lokasi.

    pada hasil eksperimen dan uji statistik pada data hasil pengujian cangkang tipis dengan

    menggunakan variasi jarak tulangan bambu, tak terlihat adanya pengaruh yang signifikan, maka

    dapat diambil kesimpulan bahwa cangkang bekerja sebagai struktur tekan penuh, sehingga tulangan

    hanya bekerja sebagai pengekang dan beton berkerja sepenuhnya.

    Kata-kata kunci : cangkang tipis, beton pracetak, tulangan bambu, komposit.

    Beton dibentuk oleh pengerasan

    campuran semen, air, agegat halus,

    agregat kasar, udara, dan kadang-kadang

    campuran bahan tambahan lainnya.

    Campuran yang masih plastis ini dicor

    ke dalam acian dan dirawat untuk

    mempercepat reaksi hidrasi campuran

    semen-air, yang menyebabkan

    pengerasan beton. Bahan yang terbentuk

    ini mempunyai kekuatan tekan yang

    tinggi, dan ketahanan terhadap tarik

    rendah, atau kira-kira kekuatan tariknya

    0,1 kali kekuatan terhadap tekan. Maka

    penguatan tarik dan geser harus

    diberikan pada daerah tarik dari

    penampang (Nawy, 2008).

    Bambu tersedia dalam jumlah yang

    cukup banyak dan harganya juga relatif

    lebih murah dibandingkan dengan kayu

    maupun baja. Bambu memiliki kuat tarik

    yang tinggi terhadap lentur pada arah

    lateral, maka dapat digunakan menjadi

    komposit dengan beton. Dengan kuat

    tarik yang tinggi maka bambu secara

    efektif dapat digunakan sebagai bahan

    bangunan yang andal, bambu dengan

    bahan beton sudah lama diupayakan dan

    diteliti. (Dewi, 2005).

    Dengan memberikan tulangan

    anyaman bambu pada cangkang komposit

    ini maka diharapkan anyaman bambu

    akan berfungsi sebagai tulangan pada saat

    cangkang mengalami lendutan. Lapisan

    anyaman bambu akan berperan serta

    dalam menahan lendutan yang terjadi

    bersama-sama dengan beton diharapkan

    akan menambah daktilitas dan kekuatan

    dari cangkang tersebut. Sehingga

    keruntuhan yang terjadi tidak

    membahayakan. Sifat fisik bambu adalah

    mempunyai banyak serat. Serat-serat

    inilah yang mempunyai pengaruh

  • 48

    JURNAL REKAYASA SIPIL / Volume 8, No.1 2014 ISSN 1978 - 5658

    terhadap besarnya gaya normal yang

    dapat ditahan oleh bambu. Menurut

    penelitian para ahli, bambu memiliki

    tegangan tarik yang cukup besar terutama

    pada bagian kulitnya. Morisco pada tahun

    1994-1999 melakukan penelitian

    kekuatan tarik beberapa jenis bambu..

    Hasil pengujian seperti yang tercantum

    pada Tabel 1.

    Tabel 1. Kuat tarik bambu

    Jenis bambu

    Tanpa

    buku

    (MPa)

    Dengan

    Buku

    (MPa)

    bambu Ori

    291

    128

    bambu Petung 190 116

    bambu Wulung 166 147

    bambu Legi 288 126

    bambu Tutul 216 74

    bambu Apus 151 55

    (Sumber : Morisco (2005)

    Dinas Penelitian Masalah

    Bangunan (DPMB) melakukan penelitian

    sifat mekanika bambu pada tahun 1984,

    salah satunya adalah penelitian Modulus

    elastisitas bambu seperti pada Tabel 2.

    Pengujian dilakukan dengan bambu

    Apus, bambu Temen, dan bambu Petung.

    Bambu yang digunakan yang baik dan

    bebas cacat, berumur lebih dari tiga

    tahun, tinggi bambu 12 m. Dalam

    penelitian ini digunakan data kuat tarik

    bambu apus dengan buku, yaitu 55 Mpa

    dan modulus elastisitasnya sebesar 4.467

    MPa. Yang akan digunakan datanya

    untuk analisis numeris menggunkan

    program komputer.

    Cangkang beton merupakan sebuah

    bidang lengkung yang lebar, cangkang

    memiliki ketebalan yang jauh lebih kecil

    dan memberikan kekakuan yang lebih

    besar jika dibandingkan dengan dimensi

    struktur yang lain. Struktur ini banyak

    sekali digunakan dalam bidang teknik

    sipil, misalnya pada struktur arsitektural,

    atap (arc), jembatan, bendungan tinggi,

    Kubah, anggar dan sebagainya. (Tedesko,

    1995).

    Dalam pembahasan cangkang

    silindris kita dapat melihat potongan

    sepanjang dx dan selebar dy dari

    cangkang terhadap penampang

    keseluruhan geometri (a) dan

    divisualisasikan juga skema gayagaya yang terjadi pada potongan tersebut (b)

    dan kita anggap bahwa rusuk cangkang

    tersebut horisontal dan sejajar terhadap

    sumbu x. (Timoshenko, 1999) seperti

    pada Gambar 1.

    Tabel 2. Modulus elastisitas bambu

    Jenis

    Bambu

    Ebambu

    Dengan

    Buku

    Tanpa

    Buku

    B. Apus

    B. Temen

    B. Petung

    4.467

    9.193

    12.533

    7.796

    2.435

    18.989

    (Sumber : Morisco (2005)

    (Sumber : Thimosenko, 1999)

    Gambar 1. Skema gaya pada penampang

    cangkang

  • 49

    JURNAL REKAYASA SIPIL / Volume 8, No.1 2014 ISSN 1978 - 5658

    Gambar 2. Statika pada cangkang

    Cangkang silindris yang dibebani

    secara simetris terhadap sumbunya.

    dalam penerapan paraktis, sering kali

    dihadapkan pada perlahan cangkang

    silindris yang bundar dan mengalami

    pembebanan gaya yang terbagi rata

    terhadap sumbu silindrisnya. Dengan

    menggunakan persamaan matematis dan

    statika sederhana untuk mengetahui

    kelengkungan dari cangkang dan reaksi

    tumpuan yaitu terlihat pada Gambar 2.

    Tujuan dari penelitian ini adalah

    untuk mengetahui prilaku struktur

    cangkang tipis komposit beton-bambu

    pracetak pada skala eksperimental, dan

    pengaruh variasi jarak tulangan anyaman

    bambu terhadap kekuatan struktur

    cangkang tipis komposit beton-bambu

    pracetak.

    METODE PENELITIAN

    Model eksperimen cangkang

    Jumlah benda uji dalam penelitian

    ini adalah 9 (sembilan) unit yang terdiri

    dari :

    1. 3 (tiga ) buah cangkang tipe A

    dengan jarak tulangan bambu 10

    cm.

    2. 3 (tiga) buah cangkang tipe B

    dengan jarak tulangan bambu 8 cm.

    3. 3 (tiga) buah cangkang tipe C

    dengan jarak tulangan bambu 6 cm.

    Masing-masing benda uji terdiri

    dari cangkang beton dengan tebal 2 cm

    diberi tulangan bambu dalam dua arah x

    dan y yang berada ditengah penampang

    cangkang (tulangan tengah) dan dengan

    luas per lajur tulangan bambu yaitu

    sebesar 1,5 x 0,2 cm, fsb = 55MPa

    modulus elastisitas searah serat bambu

    sebesar 4.467MPa. Hasil penelitian yang

    diperoleh kemudian diolah dan dianalisis

    dengan menggunakan ANOVA satu arah.

    Pemodelan benda uji menggunakan

    tulangan anyaman bambu seperti terlihat

    pada Gambar 3.

    (a) Penulangan dan posisi strain gauge

    (a) Pemodelan 3 demensi

    Gambar 3. Benda uji cangkang.

    Setting up eksperimen

    Pada setiap tipe variasi cangkang

    (shell) dipasang DG (Dial Gauge) dengan

    jumlah dan letak yang sama, dan dengan

    penumpuan sederhana. Penentuan jumlah

    dan letak DG didasarkan pada hasil

    pemodelan awal struktur dengan program

    bantu Hasil dari pemodelan tersebut

  • 50

    JURNAL REKAYASA SIPIL / Volume 8, No.1 2014 ISSN 1978 - 5658

    menampilkan perilaku deformasi struktur

    jika dibebani, DG dipasang pada titiktitik yang dapat merepresentasikan

    perilaku struktur yang terdeformasi.

    Pemberian beban, kondisi tumpuan,

    jumlah dan posisi DG pada cangkang

    tampak samping dan atas dapat dilihat

    pada Gambar 4 dan 5.

    Gambar 4. Rancangan eksperimen.

    Gambar 5. Tampak atas pembebanan.

    Variabel penelitian

    1. Variabel Bebas (independent variable)

    yaitu jarak tulangan bambu, dan beban

    tahap.

    2. Variabel Terikat (dependent variable):

    yaitu beban batas, beban retak,

    lendutan, regangan dan pola retak.

    HASIL PENELITIAN

    Pengujian cangkang dilakukan

    dengan menggunakan 3 buah dial gauge

    yang diletakkan seperti pada Gambar 5.

    Maka grafik hubungan beban (P) dan

    lendutan () pada cangkang dapat dilihat pada Gambar 6 sampai 8.

    Gambar 6. Perbandingan grafik beban dan

    lendutan rata-rata DG1

    Gambar 7. Perbandingan grafik beban dan

    lendutan rata-rata DG2

    Gambar 8. Perbandingan grafik beban dan

    lendutan rata-rata DG3

  • 51

    JURNAL REKAYASA SIPIL / Volume 8, No.1 2014 ISSN 1978 - 5658

    Dari Gambar 6 sampai dengan

    Gambar 8 dapat diketahui bahwa beban

    maksimum dari cangkang tipe A sebesar

    1242 kg, tipe B sebesar 1380 kg, dan tipe

    C sebesar 1530 kg, dengan fc sebesar 27,1 MPa, maka tak begitu memberikan

    perbedaan yang signifikan pada beban

    maksimum di setiap variasi cangkang,

    sedangkan lendutan di P = 966 kg pada

    setiap variasi cangkang dapat dilihat pada

    Tabel 3.

    Tabel 3. Lendutan cangkang rata-rata di P =

    966 kg

    Dari Tabel 3 dapat dilihat bahwa

    terdapat perbedaan nilai lendutan dari

    setiap variasi cangkang, berarti bahwa

    angka tulangan berpengaruh pada

    stabilitas cangkang.

    Hubungan beban dan regangan.

    Perbandingan yang dapat diamati

    yaitu antara variasi jarak tulangan bambu

    10 cm (tipe A), 8cm (tipe B), dan 6cm

    (tipe C). Grafik perbandingan beban (P)

    dan regangan () setiap varisai cangkang pada regangan ujung dan tengah sesuai

    dengan Gambar 4 (a) dan hasilnya dapat

    dilihat pada Gambar 9 dan Gambar 10.

    Dari Gambar 9 terlihat bahwa pada

    ujung terjadi regangan tarik pada interval 0-400, setelah itu terjadi

    regangan tekan pada interval 4001100 kg, dan kembali memiliki regangan tarik

    pada pembebanan 1100 keatas hingga

    runtuh.

    Dari Gambar 10 terlihat bahwa

    pada tengah, regangan terus bertambah secara proporsional pada interval beban

    0-140 kg. Regangan meningkat setelah

    retak awal pada inerval beban 140400 kg, Regangan kembali stabil pada interval

    beban 400-1200 kg, dan kembali

    meningkat setelahnya hingga runtuh.

    Dari Gambar 10 terlihat bahwa

    pada tengah, regangan terus bertambah secara proporsional pada interval beban

    0-140 kg. Regangan meningkat setelah

    retak awal pada inerval beban 140400 kg, Regangan kembali stabil pada interval

    beban 400-1200 kg, dan kembali

    meningkat setelahnya hingga runtuh.

    Gambar 9. Grafik hubungan beban dan

    regangan ujung cangkang

    Gambar 10. Grafik hubungan beban dan

    regangan tengah cangkang

    Hubungan jarak tulangan bambu,

    lendutan dan kapasitas beban.

    Analisis statistik dengan

    menggunakan ANOVA satu aah dapat

    dilihat pada Tabel 4 dan Tabel 5.

    Tipe Cangkang

    DG A B C

    1 9.6 6.7 5.8

    2 14.7 11.3 10.5

    3 10.2 7.31 5.95

  • 52

    JURNAL REKAYASA SIPIL / Volume 8, No.1 2014 ISSN 1978 - 5658

    Tabel 4. Analisis Statistik pada Lendutan di

    P = 966 kg

    Tabel 5. Analisis Statistik pada beban

    maksimum

    Pada Tabel 4 menunjukan analisis

    statistik pada lendutan cangkang dengan

    nilai f hitung lebih kecil dibandingkan

    dengan F tabel maka diambil keputusan

    terima H0 dalam arti tidak ada pengaruh

    dari variasi jarak tulangan bambu yang

    signifikan terhadap lendutan cangkang,

    dan pada Tabel 5 terbukti pula bahwa

    pada analisis statistik pada beban

    maksimum cangkang menunjukan nilai

    fhitung lebih kecil dibandingkan dengan

    nilai Ftabel maka diambil keputusan

    terima H0 berarti tidak ada pengaruh

    yang signifikan dari variasi jarak

    tulangan bambu terhadap beban

    maksimum pada cangkang.

    Pola retak cangkang

    Pada setiap variasi cangkang (Tipe

    A, sampai tipe C), memiliki pola retak

    dan retak awal (initial crack) yang

    hampir serupa seperti terlihat pada

    Gambar 13.

    Pada Gambar 12 terlihat pola retak

    dimulai dari bagian tengah bawah

    cangkang tepat di titik dimana dial gauge

    2 diletakkan (a). Retak awal ini

    merupakan retak lentur atau tarik dimana

    kekuatan struktur sepenuhnya masih

    dipikul oleh beton tarik, pada tahap

    pemberian beban berikutnya sampai

    mencapai 2/3 beban puncak, keretakan

    tarik semakin banyak dan panjang, lalu

    terjadi retak di bagian atas cangkang yang

    berada di penampang cangkang di kiri

    dan kanan, dan mulai mengarah kepada

    keretakan tekan, dimana retak tersebut

    mulai mengarah ke daerah tumpuan (b).

    (a) Tampak bawah cangkang

    (b) Tampak samping cangkang

    Gambar 12. Pola retak cangkang

    PEMBAHASAN

    Anton Tedekso dan beberapa

    penelitian serta disainnya mengenai

    struktur cangkang beton untuk atap

    anggar, gudang, dan aula pasar

    menegaskan efektifitas penggunaan

    struktur cangkang yang sangat luar biasa

    dan telah diterapkan diberbagai

    konstruksi di dunia, serta juga dibuktikan

    dalam penelitian ini, beliau juga

    menegaskan bahwa penggunaan struktur

    cangkang dengan perbedaan biaya yang

    tak signifikan dibandingkan struktur

    pelat, dapat memberikan kekakuan yang

    lebih besar serta aplikasinya dilapangan

    yang dinilai tak begitu sulit dan

    kompleks, maka struktur cangkang

    adalah inovasi yang brilian di dunia

    akonstruksi dunia (Tedesko, 1950).

    SK DB (JK) (KT) f.h F.t

    Variasi 3 29.9 14.9 2.1 3,5

    Galat 9 43.8 7.3

    SK DB JK KT f.h F.t

    Variasi 3 102038 51,1 2.5 3.5

    Galat 9 120377 20,1

  • 53

    JURNAL REKAYASA SIPIL / Volume 8, No.1 2014 ISSN 1978 - 5658

    Dari hasil eksperimen ini dengan

    menggunakan struktur cangkang dengan

    tebal 2 cm dan panjang bentang 120 cm

    dengan penyetaraan dari penelitian

    Tedesko dkk yang memiliki tebal 13 cm

    dengan panjang bentang 10 m, maka

    terbukti bahwa struktur cangkang

    cangkang memiliki kekuatan yang lebih

    besar yaitu dengan beban lentur (P)

    berkisar antara 1300 sampai 1500 kg

    dibandingkan dengan pelat yang hanya

    memberikan beban vertikal batas sebesar

    100 sampai dengan 200 kg dengan

    ketebalan dan bentang yang sama

    (Bhondana, 2005).

    Dari hasil pengamatan lendutan

    cangkang pun menunjukan hasil yang

    menjanjikan pada penelitian ini dimana

    cangkang tidak retak selama masih

    bersifat elastis, walaupun telah mencapai

    beban batasnya lendutan yang dihasilkan

    masih dapat diterima, sama halnya pada

    penelitian oleh Dyckerhoff dan Widmann

    yang telah mendisain penelitian paling

    inovatif di eranya pada tahun 1950.

    Dari Gambar 7 sampai dengan

    Gambar 9 yang menunjukan hubungan

    beban dan lendutan pada cangkang

    silindris yang juga merepresentasikan

    hubungan momen dan kelengkungan

    (moment curvature) data hasil dari

    eksperimen ini dapat dilihat bahwa

    prilaku struktur cangkang tidak jauh

    berbeda dengan hasil uji yang dilakukan

    oleh polak dan vecchio (lihat polak and

    vecchio gambar 10) yang dalam

    pembahasannya menjelaskan bahwa

    cangkang memiliki sifat statis taktentu

    tingkat tinggi dan memiliki lebih dari satu

    orde keruntuhan maka dari gambar

    hubungan antara momen dan

    kelengkungan terlihat adanya perkuatan

    lagi setelah retak dan pada kondisi

    stabilitas orde yang lebih tinggi.

    Pengaruh angka tulangan dan

    luasan tulangan pada struktur cangkang

    tak menunjukan angka yang signifikan,

    terbukti dari data penelitian secara

    statistik terlihat pada Tabel 4 dan Tabel

    5 maka banyak penelitian dan analisa

    numerik tidak memperhitungkan angka

    dan luasan tulangan serta hal ini juga

    dibuktikan dari beberapa penelitian dan

    analisis teoritis para peneliti sebelumnya

    maka didapat kesimpulan bahwa

    cangkang memiliki prilaku struktur tekan

    dan lentur sekaligus dan terlihat pula dari

    prilaku retak pada cangkang, member

    cangkang dalam pembebanan lentur

    memberikan prilaku tekan (membrane)

    lebih dominan dan tertekuk pada orde ke

    tiga (Tedesko, 1995).

    KESIMPULAN DAN SARAN

    Kesimpulan dari penelitian ini yaitu:

    (1) Setiap tipe cangkang pracetak bambu

    komposit, memiliki nilai hubungan

    beban dan lendutan yang sama, yaitu

    setelah retak pertama cangkang

    mengalami penurunan kekuatan,

    setelah itu kembali menguat pada

    pembebanan berikutnya hingga retak

    kedua dan seterusnya, dan cangkang

    tertekuk pada orde ke tiga.

    (2) Dari hasil eksperimen, dan analisis

    statistik tidak terlihat juga adanya

    pengaruh yang segnifikan dari variasi

    jarak tulangan terhadap kekuatan

    cangkang komposit beton-bambu, hal

    ini membuktikan bahwa beton

    bekerja sepenuhnya dan akan lebih

    baik menggunakan beton mutu

    tinggi.

    Penulis memberikan saran yaitu:;

    1) Dalam penelitian selanjutnya dapat

    dilakukan dengan menggunakan tipe

    dan jenis cangkang yang lain.

    2) Dalam penelitian selanjutnya dapat

    dilakukan dengan menggunakan

    beton mutu tinggi, sehingga dapat di

    bandingkan seberapa sinifikan

    perbedaannya dengan menggunakan

    beton mutu biasa.

  • 54

    JURNAL REKAYASA SIPIL / Volume 8, No.1 2014 ISSN 1978 - 5658

    3) Dalam penelitian selanjutnya dapat

    dilakukan dengan menggunakan

    struktur cangkang dua arah yang

    diharapkan dapat lebih memberikan

    informasi mengenai prilaku

    cangkang.

    4) Pada penelitian selanjutnya

    hendaknya memperhitungkan

    karakteristik agregat.

    5) Pada penelitian selanjutnya

    hendaknya menggunakan asumsi

    yang lebih tepat pada analisis

    numeris.

    DAFTAR PUSTAKA Bayu, Bhondana. 2010, Pengaruh Variasi Jarak

    Shear Conector dan Proporsi Campuran

    Terhadap Kapasitas Lentur Pelat Lapis

    Gedek dengan Menggunakan Agregat

    kasar Limbah Beton, Skripsi, Unibraw,

    malang.

    Dewi, Srimurni, 2005, Perilaku Pelat Lapis

    Komposit Bambu Spesi Pada Beban in-

    plane dan Beban Lentur, Disertasi S3 ITS,

    Surabaya.

    Dyckerhoff dan Widmann, 1935. Verzichnis Der

    Ausgefurhrten Schalenbauten. Princeton

    Tedesko Archive, Princeton, N,J.

    Morisco. 1996. Bambu Sebagai Bahan Rekayasa,

    Fakultas Teknik Sipil dan Arsitektur

    UGM.

    Nawi, Edward G. 1998. Beton Bertulang, Suatu

    Pendekatan Dasar. Terjemahan Ir.

    Bambang Suryoatmono, M.Sc. Bandung:

    PT Refika Aditama.

    Polak, M.A & Vecchio, F.J Reinforched concrete

    shell element subjected to bending and

    membrane load, ACI JOURNALS vol 91,

    1994 , hal. 262-268.

    Tedesko, A. Anton tedekso and the introduction

    of thin shell concrete roof in united states,

    ASCE JOURNALS vol 130, no 11, 2004 ,

    hal. 1639-1650.

    Timoshenko, Stephen P & Krieger, S

    Woinowsky. 1959. Theory Plates and

    Shells. McGraw Hillkogakusha, Ltd.