266-604-1-PB
-
Upload
jack-sparw -
Category
Documents
-
view
3 -
download
0
description
Transcript of 266-604-1-PB
-
47
JURNAL REKAYASA SIPIL / Volume 8, No.1 2014 ISSN 1978 - 5658
PENGARUH JARAK TULANGAN BAMBU PADA STRUKTUR
CANGKANG BETON BAMBU KOMPOSIT
Siti Nurlina, Hendro Suseno, Devi Nuralinah, Indradi Wijatmiko,
Bhondana Bayu B.K .
Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Brawijaya
Jl. MT. Haryono 167 Malang - 65145
ABSTRAK
Cangkang dalam pengunaannya pada teknologi struktur tingkat lanjut, umumnya menggunakan
tulangan baja untuk perkuatan dan daktilitas. Tetapi pada masa sekarang, tulangan baja yang dijual
di pasaran relatif mahal. Oleh karena itu, perlu adanya bahan pengganti tulangan baja yang lebih
murah. Penggunaan komposit anyaman bambu dapat digunakan sebagai alternatif tulangan pada
struktur cangkang. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membandingkan kapasitas beban dari
cangkang yang berukuran (120 x 60) cm degan sudut lengkung 54 derajat dengan variasi jarak
tulangan bambu yaitu 10cm, 8cm, dan 6cm. Masing-masing tiga benda uji, dan menggunakan
model sruktur cangkang 1 arah. Pembebanan dengan menggunakan beban garis pada 3 lokasi.
pada hasil eksperimen dan uji statistik pada data hasil pengujian cangkang tipis dengan
menggunakan variasi jarak tulangan bambu, tak terlihat adanya pengaruh yang signifikan, maka
dapat diambil kesimpulan bahwa cangkang bekerja sebagai struktur tekan penuh, sehingga tulangan
hanya bekerja sebagai pengekang dan beton berkerja sepenuhnya.
Kata-kata kunci : cangkang tipis, beton pracetak, tulangan bambu, komposit.
Beton dibentuk oleh pengerasan
campuran semen, air, agegat halus,
agregat kasar, udara, dan kadang-kadang
campuran bahan tambahan lainnya.
Campuran yang masih plastis ini dicor
ke dalam acian dan dirawat untuk
mempercepat reaksi hidrasi campuran
semen-air, yang menyebabkan
pengerasan beton. Bahan yang terbentuk
ini mempunyai kekuatan tekan yang
tinggi, dan ketahanan terhadap tarik
rendah, atau kira-kira kekuatan tariknya
0,1 kali kekuatan terhadap tekan. Maka
penguatan tarik dan geser harus
diberikan pada daerah tarik dari
penampang (Nawy, 2008).
Bambu tersedia dalam jumlah yang
cukup banyak dan harganya juga relatif
lebih murah dibandingkan dengan kayu
maupun baja. Bambu memiliki kuat tarik
yang tinggi terhadap lentur pada arah
lateral, maka dapat digunakan menjadi
komposit dengan beton. Dengan kuat
tarik yang tinggi maka bambu secara
efektif dapat digunakan sebagai bahan
bangunan yang andal, bambu dengan
bahan beton sudah lama diupayakan dan
diteliti. (Dewi, 2005).
Dengan memberikan tulangan
anyaman bambu pada cangkang komposit
ini maka diharapkan anyaman bambu
akan berfungsi sebagai tulangan pada saat
cangkang mengalami lendutan. Lapisan
anyaman bambu akan berperan serta
dalam menahan lendutan yang terjadi
bersama-sama dengan beton diharapkan
akan menambah daktilitas dan kekuatan
dari cangkang tersebut. Sehingga
keruntuhan yang terjadi tidak
membahayakan. Sifat fisik bambu adalah
mempunyai banyak serat. Serat-serat
inilah yang mempunyai pengaruh
-
48
JURNAL REKAYASA SIPIL / Volume 8, No.1 2014 ISSN 1978 - 5658
terhadap besarnya gaya normal yang
dapat ditahan oleh bambu. Menurut
penelitian para ahli, bambu memiliki
tegangan tarik yang cukup besar terutama
pada bagian kulitnya. Morisco pada tahun
1994-1999 melakukan penelitian
kekuatan tarik beberapa jenis bambu..
Hasil pengujian seperti yang tercantum
pada Tabel 1.
Tabel 1. Kuat tarik bambu
Jenis bambu
Tanpa
buku
(MPa)
Dengan
Buku
(MPa)
bambu Ori
291
128
bambu Petung 190 116
bambu Wulung 166 147
bambu Legi 288 126
bambu Tutul 216 74
bambu Apus 151 55
(Sumber : Morisco (2005)
Dinas Penelitian Masalah
Bangunan (DPMB) melakukan penelitian
sifat mekanika bambu pada tahun 1984,
salah satunya adalah penelitian Modulus
elastisitas bambu seperti pada Tabel 2.
Pengujian dilakukan dengan bambu
Apus, bambu Temen, dan bambu Petung.
Bambu yang digunakan yang baik dan
bebas cacat, berumur lebih dari tiga
tahun, tinggi bambu 12 m. Dalam
penelitian ini digunakan data kuat tarik
bambu apus dengan buku, yaitu 55 Mpa
dan modulus elastisitasnya sebesar 4.467
MPa. Yang akan digunakan datanya
untuk analisis numeris menggunkan
program komputer.
Cangkang beton merupakan sebuah
bidang lengkung yang lebar, cangkang
memiliki ketebalan yang jauh lebih kecil
dan memberikan kekakuan yang lebih
besar jika dibandingkan dengan dimensi
struktur yang lain. Struktur ini banyak
sekali digunakan dalam bidang teknik
sipil, misalnya pada struktur arsitektural,
atap (arc), jembatan, bendungan tinggi,
Kubah, anggar dan sebagainya. (Tedesko,
1995).
Dalam pembahasan cangkang
silindris kita dapat melihat potongan
sepanjang dx dan selebar dy dari
cangkang terhadap penampang
keseluruhan geometri (a) dan
divisualisasikan juga skema gayagaya yang terjadi pada potongan tersebut (b)
dan kita anggap bahwa rusuk cangkang
tersebut horisontal dan sejajar terhadap
sumbu x. (Timoshenko, 1999) seperti
pada Gambar 1.
Tabel 2. Modulus elastisitas bambu
Jenis
Bambu
Ebambu
Dengan
Buku
Tanpa
Buku
B. Apus
B. Temen
B. Petung
4.467
9.193
12.533
7.796
2.435
18.989
(Sumber : Morisco (2005)
(Sumber : Thimosenko, 1999)
Gambar 1. Skema gaya pada penampang
cangkang
-
49
JURNAL REKAYASA SIPIL / Volume 8, No.1 2014 ISSN 1978 - 5658
Gambar 2. Statika pada cangkang
Cangkang silindris yang dibebani
secara simetris terhadap sumbunya.
dalam penerapan paraktis, sering kali
dihadapkan pada perlahan cangkang
silindris yang bundar dan mengalami
pembebanan gaya yang terbagi rata
terhadap sumbu silindrisnya. Dengan
menggunakan persamaan matematis dan
statika sederhana untuk mengetahui
kelengkungan dari cangkang dan reaksi
tumpuan yaitu terlihat pada Gambar 2.
Tujuan dari penelitian ini adalah
untuk mengetahui prilaku struktur
cangkang tipis komposit beton-bambu
pracetak pada skala eksperimental, dan
pengaruh variasi jarak tulangan anyaman
bambu terhadap kekuatan struktur
cangkang tipis komposit beton-bambu
pracetak.
METODE PENELITIAN
Model eksperimen cangkang
Jumlah benda uji dalam penelitian
ini adalah 9 (sembilan) unit yang terdiri
dari :
1. 3 (tiga ) buah cangkang tipe A
dengan jarak tulangan bambu 10
cm.
2. 3 (tiga) buah cangkang tipe B
dengan jarak tulangan bambu 8 cm.
3. 3 (tiga) buah cangkang tipe C
dengan jarak tulangan bambu 6 cm.
Masing-masing benda uji terdiri
dari cangkang beton dengan tebal 2 cm
diberi tulangan bambu dalam dua arah x
dan y yang berada ditengah penampang
cangkang (tulangan tengah) dan dengan
luas per lajur tulangan bambu yaitu
sebesar 1,5 x 0,2 cm, fsb = 55MPa
modulus elastisitas searah serat bambu
sebesar 4.467MPa. Hasil penelitian yang
diperoleh kemudian diolah dan dianalisis
dengan menggunakan ANOVA satu arah.
Pemodelan benda uji menggunakan
tulangan anyaman bambu seperti terlihat
pada Gambar 3.
(a) Penulangan dan posisi strain gauge
(a) Pemodelan 3 demensi
Gambar 3. Benda uji cangkang.
Setting up eksperimen
Pada setiap tipe variasi cangkang
(shell) dipasang DG (Dial Gauge) dengan
jumlah dan letak yang sama, dan dengan
penumpuan sederhana. Penentuan jumlah
dan letak DG didasarkan pada hasil
pemodelan awal struktur dengan program
bantu Hasil dari pemodelan tersebut
-
50
JURNAL REKAYASA SIPIL / Volume 8, No.1 2014 ISSN 1978 - 5658
menampilkan perilaku deformasi struktur
jika dibebani, DG dipasang pada titiktitik yang dapat merepresentasikan
perilaku struktur yang terdeformasi.
Pemberian beban, kondisi tumpuan,
jumlah dan posisi DG pada cangkang
tampak samping dan atas dapat dilihat
pada Gambar 4 dan 5.
Gambar 4. Rancangan eksperimen.
Gambar 5. Tampak atas pembebanan.
Variabel penelitian
1. Variabel Bebas (independent variable)
yaitu jarak tulangan bambu, dan beban
tahap.
2. Variabel Terikat (dependent variable):
yaitu beban batas, beban retak,
lendutan, regangan dan pola retak.
HASIL PENELITIAN
Pengujian cangkang dilakukan
dengan menggunakan 3 buah dial gauge
yang diletakkan seperti pada Gambar 5.
Maka grafik hubungan beban (P) dan
lendutan () pada cangkang dapat dilihat pada Gambar 6 sampai 8.
Gambar 6. Perbandingan grafik beban dan
lendutan rata-rata DG1
Gambar 7. Perbandingan grafik beban dan
lendutan rata-rata DG2
Gambar 8. Perbandingan grafik beban dan
lendutan rata-rata DG3
-
51
JURNAL REKAYASA SIPIL / Volume 8, No.1 2014 ISSN 1978 - 5658
Dari Gambar 6 sampai dengan
Gambar 8 dapat diketahui bahwa beban
maksimum dari cangkang tipe A sebesar
1242 kg, tipe B sebesar 1380 kg, dan tipe
C sebesar 1530 kg, dengan fc sebesar 27,1 MPa, maka tak begitu memberikan
perbedaan yang signifikan pada beban
maksimum di setiap variasi cangkang,
sedangkan lendutan di P = 966 kg pada
setiap variasi cangkang dapat dilihat pada
Tabel 3.
Tabel 3. Lendutan cangkang rata-rata di P =
966 kg
Dari Tabel 3 dapat dilihat bahwa
terdapat perbedaan nilai lendutan dari
setiap variasi cangkang, berarti bahwa
angka tulangan berpengaruh pada
stabilitas cangkang.
Hubungan beban dan regangan.
Perbandingan yang dapat diamati
yaitu antara variasi jarak tulangan bambu
10 cm (tipe A), 8cm (tipe B), dan 6cm
(tipe C). Grafik perbandingan beban (P)
dan regangan () setiap varisai cangkang pada regangan ujung dan tengah sesuai
dengan Gambar 4 (a) dan hasilnya dapat
dilihat pada Gambar 9 dan Gambar 10.
Dari Gambar 9 terlihat bahwa pada
ujung terjadi regangan tarik pada interval 0-400, setelah itu terjadi
regangan tekan pada interval 4001100 kg, dan kembali memiliki regangan tarik
pada pembebanan 1100 keatas hingga
runtuh.
Dari Gambar 10 terlihat bahwa
pada tengah, regangan terus bertambah secara proporsional pada interval beban
0-140 kg. Regangan meningkat setelah
retak awal pada inerval beban 140400 kg, Regangan kembali stabil pada interval
beban 400-1200 kg, dan kembali
meningkat setelahnya hingga runtuh.
Dari Gambar 10 terlihat bahwa
pada tengah, regangan terus bertambah secara proporsional pada interval beban
0-140 kg. Regangan meningkat setelah
retak awal pada inerval beban 140400 kg, Regangan kembali stabil pada interval
beban 400-1200 kg, dan kembali
meningkat setelahnya hingga runtuh.
Gambar 9. Grafik hubungan beban dan
regangan ujung cangkang
Gambar 10. Grafik hubungan beban dan
regangan tengah cangkang
Hubungan jarak tulangan bambu,
lendutan dan kapasitas beban.
Analisis statistik dengan
menggunakan ANOVA satu aah dapat
dilihat pada Tabel 4 dan Tabel 5.
Tipe Cangkang
DG A B C
1 9.6 6.7 5.8
2 14.7 11.3 10.5
3 10.2 7.31 5.95
-
52
JURNAL REKAYASA SIPIL / Volume 8, No.1 2014 ISSN 1978 - 5658
Tabel 4. Analisis Statistik pada Lendutan di
P = 966 kg
Tabel 5. Analisis Statistik pada beban
maksimum
Pada Tabel 4 menunjukan analisis
statistik pada lendutan cangkang dengan
nilai f hitung lebih kecil dibandingkan
dengan F tabel maka diambil keputusan
terima H0 dalam arti tidak ada pengaruh
dari variasi jarak tulangan bambu yang
signifikan terhadap lendutan cangkang,
dan pada Tabel 5 terbukti pula bahwa
pada analisis statistik pada beban
maksimum cangkang menunjukan nilai
fhitung lebih kecil dibandingkan dengan
nilai Ftabel maka diambil keputusan
terima H0 berarti tidak ada pengaruh
yang signifikan dari variasi jarak
tulangan bambu terhadap beban
maksimum pada cangkang.
Pola retak cangkang
Pada setiap variasi cangkang (Tipe
A, sampai tipe C), memiliki pola retak
dan retak awal (initial crack) yang
hampir serupa seperti terlihat pada
Gambar 13.
Pada Gambar 12 terlihat pola retak
dimulai dari bagian tengah bawah
cangkang tepat di titik dimana dial gauge
2 diletakkan (a). Retak awal ini
merupakan retak lentur atau tarik dimana
kekuatan struktur sepenuhnya masih
dipikul oleh beton tarik, pada tahap
pemberian beban berikutnya sampai
mencapai 2/3 beban puncak, keretakan
tarik semakin banyak dan panjang, lalu
terjadi retak di bagian atas cangkang yang
berada di penampang cangkang di kiri
dan kanan, dan mulai mengarah kepada
keretakan tekan, dimana retak tersebut
mulai mengarah ke daerah tumpuan (b).
(a) Tampak bawah cangkang
(b) Tampak samping cangkang
Gambar 12. Pola retak cangkang
PEMBAHASAN
Anton Tedekso dan beberapa
penelitian serta disainnya mengenai
struktur cangkang beton untuk atap
anggar, gudang, dan aula pasar
menegaskan efektifitas penggunaan
struktur cangkang yang sangat luar biasa
dan telah diterapkan diberbagai
konstruksi di dunia, serta juga dibuktikan
dalam penelitian ini, beliau juga
menegaskan bahwa penggunaan struktur
cangkang dengan perbedaan biaya yang
tak signifikan dibandingkan struktur
pelat, dapat memberikan kekakuan yang
lebih besar serta aplikasinya dilapangan
yang dinilai tak begitu sulit dan
kompleks, maka struktur cangkang
adalah inovasi yang brilian di dunia
akonstruksi dunia (Tedesko, 1950).
SK DB (JK) (KT) f.h F.t
Variasi 3 29.9 14.9 2.1 3,5
Galat 9 43.8 7.3
SK DB JK KT f.h F.t
Variasi 3 102038 51,1 2.5 3.5
Galat 9 120377 20,1
-
53
JURNAL REKAYASA SIPIL / Volume 8, No.1 2014 ISSN 1978 - 5658
Dari hasil eksperimen ini dengan
menggunakan struktur cangkang dengan
tebal 2 cm dan panjang bentang 120 cm
dengan penyetaraan dari penelitian
Tedesko dkk yang memiliki tebal 13 cm
dengan panjang bentang 10 m, maka
terbukti bahwa struktur cangkang
cangkang memiliki kekuatan yang lebih
besar yaitu dengan beban lentur (P)
berkisar antara 1300 sampai 1500 kg
dibandingkan dengan pelat yang hanya
memberikan beban vertikal batas sebesar
100 sampai dengan 200 kg dengan
ketebalan dan bentang yang sama
(Bhondana, 2005).
Dari hasil pengamatan lendutan
cangkang pun menunjukan hasil yang
menjanjikan pada penelitian ini dimana
cangkang tidak retak selama masih
bersifat elastis, walaupun telah mencapai
beban batasnya lendutan yang dihasilkan
masih dapat diterima, sama halnya pada
penelitian oleh Dyckerhoff dan Widmann
yang telah mendisain penelitian paling
inovatif di eranya pada tahun 1950.
Dari Gambar 7 sampai dengan
Gambar 9 yang menunjukan hubungan
beban dan lendutan pada cangkang
silindris yang juga merepresentasikan
hubungan momen dan kelengkungan
(moment curvature) data hasil dari
eksperimen ini dapat dilihat bahwa
prilaku struktur cangkang tidak jauh
berbeda dengan hasil uji yang dilakukan
oleh polak dan vecchio (lihat polak and
vecchio gambar 10) yang dalam
pembahasannya menjelaskan bahwa
cangkang memiliki sifat statis taktentu
tingkat tinggi dan memiliki lebih dari satu
orde keruntuhan maka dari gambar
hubungan antara momen dan
kelengkungan terlihat adanya perkuatan
lagi setelah retak dan pada kondisi
stabilitas orde yang lebih tinggi.
Pengaruh angka tulangan dan
luasan tulangan pada struktur cangkang
tak menunjukan angka yang signifikan,
terbukti dari data penelitian secara
statistik terlihat pada Tabel 4 dan Tabel
5 maka banyak penelitian dan analisa
numerik tidak memperhitungkan angka
dan luasan tulangan serta hal ini juga
dibuktikan dari beberapa penelitian dan
analisis teoritis para peneliti sebelumnya
maka didapat kesimpulan bahwa
cangkang memiliki prilaku struktur tekan
dan lentur sekaligus dan terlihat pula dari
prilaku retak pada cangkang, member
cangkang dalam pembebanan lentur
memberikan prilaku tekan (membrane)
lebih dominan dan tertekuk pada orde ke
tiga (Tedesko, 1995).
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan dari penelitian ini yaitu:
(1) Setiap tipe cangkang pracetak bambu
komposit, memiliki nilai hubungan
beban dan lendutan yang sama, yaitu
setelah retak pertama cangkang
mengalami penurunan kekuatan,
setelah itu kembali menguat pada
pembebanan berikutnya hingga retak
kedua dan seterusnya, dan cangkang
tertekuk pada orde ke tiga.
(2) Dari hasil eksperimen, dan analisis
statistik tidak terlihat juga adanya
pengaruh yang segnifikan dari variasi
jarak tulangan terhadap kekuatan
cangkang komposit beton-bambu, hal
ini membuktikan bahwa beton
bekerja sepenuhnya dan akan lebih
baik menggunakan beton mutu
tinggi.
Penulis memberikan saran yaitu:;
1) Dalam penelitian selanjutnya dapat
dilakukan dengan menggunakan tipe
dan jenis cangkang yang lain.
2) Dalam penelitian selanjutnya dapat
dilakukan dengan menggunakan
beton mutu tinggi, sehingga dapat di
bandingkan seberapa sinifikan
perbedaannya dengan menggunakan
beton mutu biasa.
-
54
JURNAL REKAYASA SIPIL / Volume 8, No.1 2014 ISSN 1978 - 5658
3) Dalam penelitian selanjutnya dapat
dilakukan dengan menggunakan
struktur cangkang dua arah yang
diharapkan dapat lebih memberikan
informasi mengenai prilaku
cangkang.
4) Pada penelitian selanjutnya
hendaknya memperhitungkan
karakteristik agregat.
5) Pada penelitian selanjutnya
hendaknya menggunakan asumsi
yang lebih tepat pada analisis
numeris.
DAFTAR PUSTAKA Bayu, Bhondana. 2010, Pengaruh Variasi Jarak
Shear Conector dan Proporsi Campuran
Terhadap Kapasitas Lentur Pelat Lapis
Gedek dengan Menggunakan Agregat
kasar Limbah Beton, Skripsi, Unibraw,
malang.
Dewi, Srimurni, 2005, Perilaku Pelat Lapis
Komposit Bambu Spesi Pada Beban in-
plane dan Beban Lentur, Disertasi S3 ITS,
Surabaya.
Dyckerhoff dan Widmann, 1935. Verzichnis Der
Ausgefurhrten Schalenbauten. Princeton
Tedesko Archive, Princeton, N,J.
Morisco. 1996. Bambu Sebagai Bahan Rekayasa,
Fakultas Teknik Sipil dan Arsitektur
UGM.
Nawi, Edward G. 1998. Beton Bertulang, Suatu
Pendekatan Dasar. Terjemahan Ir.
Bambang Suryoatmono, M.Sc. Bandung:
PT Refika Aditama.
Polak, M.A & Vecchio, F.J Reinforched concrete
shell element subjected to bending and
membrane load, ACI JOURNALS vol 91,
1994 , hal. 262-268.
Tedesko, A. Anton tedekso and the introduction
of thin shell concrete roof in united states,
ASCE JOURNALS vol 130, no 11, 2004 ,
hal. 1639-1650.
Timoshenko, Stephen P & Krieger, S
Woinowsky. 1959. Theory Plates and
Shells. McGraw Hillkogakusha, Ltd.