260110150015 Fachreza Erdi Pratama Argentometri

21
LAPORAN PRAKTIKUM PENGANTAR KIMIA FARMASI ARGENTOMETRI Senin, 16 November 2015 Kelompok III Senin, Pukul 10.00 – 13.00 WIB Nama NPM Fachreza Erdi Pratama 260110150015 LABORATORIUM PENGANTAR KIMIA FARMASI FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS PADJADJARAN 2015 ARGENTOMETRI Nilai TTD (Wilda S.) (Shasti Widhia M.S.)

description

Laporan Akhira Praktikum

Transcript of 260110150015 Fachreza Erdi Pratama Argentometri

LAPORAN PRAKTIKUM PENGANTAR KIMIA FARMASI

ARGENTOMETRI

Senin, 16 November 2015 Kelompok III

Senin, Pukul 10.00 – 13.00 WIB

Nama NPM Fachreza Erdi Pratama 260110150015

LABORATORIUM PENGANTAR KIMIA FARMASI FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS PADJADJARAN 2015

ARGENTOMETRI

Nilai TTD

(Wilda S.) (Shasti Widhia M.S.)

I. Tujuan

Menentukan kadar senyawa halogen atau garam halida dengan metode

argentometri.

II. Prinsip

1. Argentometri

Argentometri merupakan metode umum untuk menetapkan kadar

halogenida dan senyawa-senyawa lain yang membentuk endapan dengan perak

nitrat pada suasana tertentu (Sudjadi, 2007).

2. Metode Mohr

Metode ini digunakan untuk menetapkan kadar klorida dan bromida

dalam suasana netral dengan larutan baku perak nitrat dengan penambahan larutan

kalium kromat sebagai indikator (Sudjadi, 2007).

3. Metode Volhard

Perak dapat ditetapkan secara teliti dalam suasana asam dengan larutan

baku kalium atau amonium tiosianat (Sudjadi, 2007).

4. Metode Fajans

Pada metode ini digunakan indikator adsorpsi yang mana pada titik

ekuivalensi, indikator teradsorpsi oleh endapan (Sudjadi, 2007).

5. Pengendapan

Pengendapan adalah proses pada suatu zat yang memisahkan diri

sebagai suatu fase padat keluar dari larutan (Vogel, 1985). Reaksi pengendapan

memiliki ciri terbentuknya produk yang tak larut. Reaksi pengendapan biasanya

melibatkan senyawa-senyawa ionik (Chang, 2005).

III. Reaksi

Ag+ + Cl- AgCl

2 Ag+ + CrO42- Ag2CrO4

(Vogel, 1985).

IV. Teori Dasar

Pada dasarnya analisis kimia dapat dilakukan dengan analisis kulitatif,

analisis kuantitatif dan analisis instrumentrasi. Analisis kualitatif bertujuan untuk

mencari jenis ion, molekul, atau radikal yang terdapat dalam sampel. Analisis

kuantitatif bertujuan untuk menentukan kadar ion atau molekul dalam suatu

senyawa. Sedangkan analisis instrumentasi adalah gabungan dari analisis

kualitatif dan analisis kuantitatif dengan menggunakan peralatan elektronik

(Sumardjo, 2009).

Analisis kuantitatif bertujuan untuk mengetahui jumlah suatu unsur atau

senyawa dalam suatu cuplikan atau sampel. Teknik yang digunakan dalam

analisis kuantitatif didasarkan pada penampilan kuantitatif reaksi-reaksi kimia

yang cocok atau pengukuran banyaknya pereaksi yang diperlukan untuk

menyempurnakan reaksi atau pemastian banyaknya reaksi, pengukuran sifat-sifat

kelistrikan, pengukuran sifat optik tertentu dan kombinasi pengukuran optik atau

listrik dan reaksi kimia kuantitatif (Sahirman, 2013).

Contoh metode analisis kuantitatif yaitu titrasi argentometri. Metode

argentometri disebut juga metode pengendapan karena memerlukan pembentukan

senyawa yang relatif tidak larut atau endapan (Sudjadi, 2007).

Titrasi pengendapan atau titrasi argentometri adalah penetapan kadar yang

didasarkan atas reaksi pembentukan endapan dari komponen zat uji yaitu titran

dengan larutan titer perak nitrat (Harjadi, 1993).

Pada titrasi argentometri, ion perak memegang peranan penting dalam

pembentukan endapan. Cara ini dipakai untuk penetapan kadar ion halida, anion

yang dapat membentuk endapan garam perak, atau untuk penetapan kadar perak

itu sendiri (Harjadi, 1993).

Prinsip dasar proses titrasi argentometri adalah pengendapan bertingkat

berdasarkan perbedaan harga ksp nya, yaitu :

a. Titik ekuivalen (TE) ditandai dengan terbentuknya endapan garam Ag-sampel

(endapan 1).

b. Titik akhir titrasi (TAT) ditandai dengan terbentuknya endapan Ag-indikator

(endapan 2).

Kedua endapan ini berdasarkan harga Ksp masing-masing (Husein, 2014).

Oleh karena garam perak peka terhadap cahaya, maka pengaruh cahaya

matahari langsung atau sinar neon langsung harus dihindari (Harjadi, 1993).

Metode argentometri lebih luas lagi digunakan adalah metode titrasi

kembali. Perak nitrat berlebihan ditambahkan kembali ke sampel yang

mengandung ion klorida atau bromida. Sisa perak nitrat selanjutnya dititrasi

kembali dengan amonium tiosianat menggunakan indikator besi (III) amonium

sulfat. Sebelum dititrasi kembali, endapan AgCl harus disaring terlebih dahulu

atau dilapisi dengan penambahan dietilftalat untuk mencegah disosiasi AgCl oleh

ion tiosianat. Halogen yang terikat dengan cincin aromatis tidak dapat dibebaskan

dengan hidrolisis sehingga harus dibakar dengan labu oksigen untuk melepaskan

halogen sebelum dititrasi (Sudjadi, 2007).

Metode-metode dalam titrasi argentometri yaitu :

1. Metode Mohr

Titrasi Mohr terbatas untuk larutan dengan nilai pH antara 6-10. Dalam

larutan yang lebih basa, perak oksida akan mengendap. Dalam larutan asam,

konsentrasi ion kromat akan sangat dikurangi karena HCrO4 hanya terionisasi

dikit sekali. Lagipula hidrogen kromat berada dalam keseimbangan dengan ion

kromat (Svehla, 1990).

Dalam suasana asam, perak kromat larut karena terbentuk dikromat dalam

suasana basa akan terbentuk endapan perak hidroksida dalam asam :

2CrO4- + 2H+ Cr2O7

-2 + H2O

2Ag+ + 2 OH- 2AgOH (Underwood, 1986).

Dalam suasana asam perak kromat larut karena terbentuk dikromat,

konsentrasi ion kromat yang mengecil akan menyebabkan perlunya

menambahkan ion perak dengan sangat berlebih untuk mengendapkan perak

kromat dan karenanya menimbulkan galat yang besar. Pada umumnya garam

dikromat cukup dalam larut (Svehla, 1990).

Cara yang mudah untuk membuat larutan netral dari larutan asam adalah

dengan menambahkan CaCO3 atau NaHCO3 secara berlebihan. Untuk larutan

alkali diasamkan dengan asam asetat kemudian ditambah sedikit berlebih CaCO3

(Svehla, 1990).

Kerugian metode Mohr yaitu :

a. Bromida dan klorida kadarnya dapat ditetapkan dengan metode Mohr, tapi

untuk iodida dan tiosianat tidak memberikan hasil yang memuaskan, karena

endapan perak iodida atau perak tiosianat akan mengadsorpsi ion kromat

sehingga memberikan titik akhir yang kacau.

b. Adanya ion-ion seperti sulfida, fosfat dan arsenat juga akan mengendap.

c. Titik akhir kurang sensitif jika menggunakan larutan yang encer.

d. Ion-ion yang diadsorpsi dari sampel menjadi terjebak dan mengakibatkan

hasil yang rendah sehingga penggojogan yang kuat mendekati titik akhir

titrasi diperlukan untuk membebaskan ion yang terjebak tadi (Sudjadi, 2007).

2. Metode Volhard

Perak dapat ditetapkan secara teliti dalam suasana asam dengan larutan

kalium atau amonium tiosianat yang mempunyai hasil kali kelarutan 7,1 x 10-13.

Kelebihan tiosianat dapat ditentukan secara jelas dengan garam besi (III) nitrat

atau besi (III) amonium sulfat sebagai indikator yang membentuk warna merah

dari kompleks besi (III). Metode penetapannya :

a. Penetapan perak

Penetapan perak ditetapkan dengan titrasi langsung dengan larutan titer

tiosianat (KSCN atau NH4SCN) menggunakan indikator besi (III) nitrat atau

besi (III) amonium sulfat. Titik akhir ditandai oleh terjadinya kompleks besi

(III) tiosianat yang larut.

Ag+ + CNS AgCNS (putih)

Fe3+ + CNS Fe(CNS)2+ (Legopermono, 2011).

b. Penetapan halida

Halida ditetapkan kadarnya dengan cara titrasi kembali. Larutan halida mula-

mula ditambah larutan titer perak nitrat berlebih lalu kelebihan perak nitrat

dititrasi dengan tiosianat mengenakan indikator besi (III).

X- + Ag+ (berlebih) AgX

Ag+ (sisa) + CNS AgCNS

Ag+ + CNS- Fe(CNS)2+

Indikator akan berubah warna menjadi merah pada saat titik akhir titrasi

(Legopermono, 2011).

3. Metode Fajans

Metode Fajans adalah suatu analisis kadar menggunakan perak nitrat

dengan indikator adsorpsi (Khopkar, 1990).

Pada metode ini, digunakan indikator adsorpsi yang mana pada titik

ekuivalen, indikator teradsorpsi oleh endapan. Indikator ini tidak memberikan

perubahan warna pada larutan, tetapi pada permukaan endapan (Legopermono,

2011).

Hal-hal yang harus diperhatikan dalam metoda ini adalah endapan harus

dijaga sedapat mungkin dalam bentuk koloid. Garam netral dalam jumlah besar

dan ion bervalensi banyak harus dihindarkan karena mempunyai daya

mengkoagulasi. Larutan tidak boleh terlalu encer karena endapan yang terbentuk

sedikit sekali sehingga mengakibatkan perubahan warna indikator yang tidak

jelas. Ion indikator harus bermuatan berlawanan dengan ion pengendap. Ion

indikator harus tidak teradsorpsi sebelum tercapai titik ekuivalen, tetapi harus

segera teradsorpsi kuat setelah tercapai titik ekuivalen (Sudjadi, 2007).

Senyawa organik yang berwarna digunakan untuk mengadsorpsi pada

suatu permukaan endapan sehingga mengubah struktur organiknya dan warna

tersebut masih memungkinkan untuk mengubah diri menjadi lebih tua lagi,

sehingga sering digunakan sebagai pendeteksi titik akhir pada endapan perak

tersebut sebagai indikator adsorpsi (Mufida, 2010).

Jadi pada proses titrasi argentometri terdapat proses pengendapan. Proses

pengendapan sendiri berarti proses yang terjadi pada suatu zat yang memisahkan

diri sebagai suatu fase padat keluar dari larutan (Vogel, 1985).

Pada proses pengendapan, endapan yang dikehendaki yaitu yang mudah

disaring dan dipisahkan dari pengotor, memiliki kelarutan yang cukup rendah,

tidak reaktif terhadap udara, setelah dikeringkan menghasilkan produk yang

diketahui komposisinya (Widiarto, 2009).

Kemurnian endapan tergantung antara lain dari bahan-bahan yang ada

dalam larutan sebelum atau setelah penambahan pereaksi dan juga kondisi

pengendapan (Sudjadi, 2007).

Penetapan titik akhir titrasi dalam reaksi pengendapan bisa dilihat dari :

Pembentukan suatu endapan berwarna.

Pembentukan suatu senyawa berwarna yang dapat larut.

Penggunaan indikator adsorpsi (Basset, 1994).

V. Alat dan Bahan

5.1 Alat

5.1.1 Beaker Glass

5.1.2 Buret

5.1.3 Corong

5.1.4 Gelas ukur

5.1.5 Labu erlenmeyer

5.1.6 Labu ukur

5.1.7 Pipet tetes

5.1.8 Pipet volume

5.1.9 Plastik hitam

5.1.10 Statif dan klem

5.2 Bahan

5.2.1 AgCl

5.2.2 Aquades

5.2.3 K2CrO4

5.2.4 KCl

5.3 Gambar alat

Beaker glass Buret Corong

Gelas ukur

Labu erlenmeyer

Labu ukur

Pipet tetes

Pipet volume

Plastik hitam

Statif dan klem

VI. Prosedur

Pada percobaan ini, digunakan metode Mohr untuk menentukan kadar

KCl. Prosedur yang dilakukan ada tiga, yaitu proses pembakuan AgNO3,

pembuatan blanko indikator, dan yang terakhir yaitu penentuan kadar KCl.

Pada proses pembakuan AgNO3, hal yang pertama dilakukan yaitu 10 ml

larutan baku NaCl 0,1 N dipipet dengan pipet volume, lalu dimasukkan ke labu

erlenmeyer dan ditambahkan air 15 ml. Selanjutnya larutan ditambahkan 1 ml

indikator K2CrO4 5%. Selanjutnya larutan dititrasi dengan AgNO3 0,1 N sampai

tercapai titik akhir titrasi.

Pada prosedur pembuatan blanko indikator K2CO4, yang pertama

dilakukan yaitu air sebanyak 50 ml dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer.

Setelah itu ditambahkan 1 ml indikator K2CrO4, setelah itu campuran larutan

dikocok hingga rata. Jika sudah, larutan dititrasi dengan AgNO3 sampai muncul

perubahan warna.

Prosedur yang terakhir yaitu penentuan kadar KCl dengan titrasi

argentometri metode Mohr. Pertama, KCl sejumlah 25 ml dimasukkan ke dalam

labu erlenmeyer yang dilapisi plastik hitam, lalu ditambahkan 5 tetes indikator

K2CrO4. Jika sudah, larutan dititrasi dengan AgNO3 hingga terbentuk endapan

merah. Selanjutnya volume AgNO3 yang dibutuhkan untuk mentitrasi dicatat, lalu

kadar KCl dihitung menggunakan rumus.

VII. Data Pengamatan

a. Pembuatan Blanko K2CrO4

No.

Percobaan Vaquades VK2CrO4 VAgNO3

1. 1 50 mL 1 mL 0,5 mL 2. 2 50 mL 1 mL 0,7 mL Volume rata-rata : 0,6 mL

b. Pembakuan AgNO3

No. Percobaan VNaCl VK2CrO4 VAgNO3 1. 1 10 mL 2 tetes 10,5 mL 2. 2 10 mL 2 tetes 10 mL 3. 3 10 mL 2 tetes 10 mL Volume rata-rata : 10,167 mL

c. Penetapan Kadar KCl

No. Percobaan VKCl V K2CrO4 VAgNO3 1. 1 25 mL 2 tetes 28 mL 2. 2 25 mL 2 tetes 27 mL 3. 3 25 mL 2 tetes 27,5 mL

VIII. Pembahasan

Pada praktikum kali ini, akan ditentukan kadar KCl dengan menggunakan

titrasi argentometri metode Mohr. KCl dalam bentuk ioniknya akan membentuk

K+ dan Cl-. Ion Cl- inilah yang nantinya akan bereaksi dengan Ag+ pada titran

AgNO3 dan membentuk endapan AgCl. Pada titik akhir titrasi, ion Ag+ akan

bereaksi dengan indikator membentuk suatu kompleks.

Pada awal titrasi terjadi reaksi Cl– atau Br– dengan Ag+ menghasilkan

endapan AgCl atau AgBr berwarna putih untuk AgCl dan agak kuning muda

untuk warna endapan AgBr. Pada titik akhir titrasi ion CrO42– akan bereaksi

dengan kelebihan Ag+ yang ditambahkan, membentuk endapan Ag2CrO4 yang

berwarna merah coklat (Krisnadwi, 2014).

Metode Mohr hanya cocok untuk menentukan kadar ion halida Br- dan Cl-

saja. Untuk ion I- dan SCN- tidak cocok digunakan metode Mohr karena AgI dan

AgSCN dapat mengabsorpsi ion CrO4-2 sehingga memungkinkan terjadinya

kesalahan pada proses pengamatan titik akhir titrasi karena perubahan warna yang

terjadi akan terganggu, bahkan bisa saja tidak terbentuk endapan.

Selanjutnya, ketika menggunakan metode Mohr, harus dikerjakan dalam

suasana netral atau kalau mau dalam suasana asam yang sangat lemah atau basa

yang sangat lemah. Karena ketika metode Mohr dikerjakan dalam suasana asam,

maka ion CrO4-2 akan terhidrolisis dalam suasana asam menjadi Cr2O7

-2 sehingga

tidak akan terbentuk endapan karena ion Cr2O7-2 jika bereaksi dengan Ag+ akan

melarut. Lalu tidak dikerjakan dalam suasana basa karena AgNO3 akan

membentuk Ag2O berupa endapan hitam.

Jika larutan bersifat asam akan terjadi reaksi :

2CrO42– + 2H+ 2HCrO4

– Cr2O72– + H2O (Krisnadwi, 2014).

Reaksi ini menyebabkan berkurangnya CrO4–, dan mungkin Ksp Ag2CrO4

tidak akan terlampaui. Untuk menetralkan larutan yang asam dapat ditambahkan

CaCO3 atau NaHCO3. sedangkan untuk larutan yang basa dapat diatur pHnya

dengan menambahkan asam asetat, lalu ditambahkan CaCO3 yang agak berlebih

(Krisnadwi, 2014).

Syarat selanjutnya yaitu kelarutan Ag2CrO4 harus lebih besar daripada

kelarutan AgCl, sehingga endapan AgCl akan terbentuk terlebih dahulu.

Sebaiknya setiap masuk lab, digunakan jas lab dan perlengkapan lainnya

seperti lateks dan masker untuk menunjang keselamatan diri. Karena bahan-bahan

yang digunakan pada saat praktikum banyak yang bersifat berbahaya bagi tubuh.

AgNO3 bersifat beracun, berbahaya, korosif, menyebabkan luka bakar

pada setiap jaringan tubuh, bisa fatal jika tertelan serta berbahaya jika dihirup.

K2CrO4 diesbut juga kalium kromat. Sifat K2CrO4 yaitu berbentuk padat,

bisa dibentuk menjadi larutan, berwarna kuning, larutannya tidak mempunyai bau,

dan kalium kromat mempunyai rentang pH antara pH 9 sampai pH 9,8.

Pada percobaan ini, sebelum AgNO3 digunakan sebagai titran, maka harus

distandarisasi terlebih dahulu oleh NaCL. AgNO3 harus distandarisasi karena

AgNO3 merupakan larutan baku sekunder. mana larutan baku sekunder ini

memiliki ciri-ciri sulit ditemukan dalam keadaan murni, bersifat higroskopis (zat

mudah bereaksi ketika disimpan diudara terbuka sehingga konsentrasinya pun

turut berubah, perubahan itu bisa dipengaruhi oleh udara juga bisa dipengaruhi

oleh karbondioksida). Dalam hal penyimpanan, jika zat tersebut berupa serbuk/

padatan biasanya ditutup dengan rapat ketika akan dipindahkan dari satu wadah

ke wadah lain. Sedangkan jika berupa larutan disimpan didalam botol tertutup

atau gelas yang ditutup oleh plastik wrap.

Sedangkan alasan menggunakan NaCl untuk menstandarisasi adalah

karena NaCl merupakan larutan baku primer. NaCl cenderung memiliki massa

yang relatif tinggi sehingga ketika dilakukan proses standarisasi kesalahan yang

terjadi kemungkinan lebih kecil. Proses standarisasi AgNO3 ini dilakukan dengan

cara titrasi.

Saat pembakuan larutan AgNO3, pertama dibuat dulu larutan AgNO3 0,1

N. Selanjutnya AgNO3 dimasukkan ke dalam buret untuk distandarisasi oleh

NaCl.

Setiap prosedur yang melibatkan atau menggunakan AgNO3, diharuskan

menggunakan tempat atau wadah yang berwarna gelap dan tidak tembus cahaya,

atau dapat juga alat-alat yang digunakan dilapisi terlebih dahulu dengan plastik

hitam. Hal ini bertujuan untuk menghindari AgNO3 dari cahaya matahari. Saat

pembuatan, pengocokan maupun proses titrasi yang menggunakan larutan

AgNO3, sebaiknya dilakukan di tempat yang gelap atau terhindar dari cahaya

matahari langsung. Karena jika AgNO3 terkena cahaya, akan cepat terurai menjadi

Ag2O. Penaruhan AgNO3 di botol coklat dan pengocokan di tempat yang gelap

juga bertujuan untuk meminimalisir AgNO3 agar tidak terkena cahaya langsung.

Reaksi antara cahaya matahari dengan AgNO3 yang menyebabkan senyawa

tersebut terurai menjadi Ag2O disbut reaksi fotolisis. Penjauhan reaksi dari cahaya

juga untuk mengoptimalkan rekais yang akan terjadi sehingga pengendapan akan

sesuai seperti yang diharapkan.

Setelah itu hitung normalitas AgNO3 nya. Normalitas AgNO3 yang

dihasilkan mendekati normalitas AgNO3 menurut ketentuan (sesuai dengan teori).

Normalitas AgNO3 yang dihasilkan adalah 0,108 N sedangkan normalitas AgNO3

itu sebelumnya telah ditentukan berupa 0, 1 N. Terjadinya perbedaan yang bisa

dikatakan kecil itu bisa terjadi oleh faktor-faktor tertentu. Misalnya karena kurang

telitinya dalam menentukan titik akhir titrasinya. Perubahan warna indikatornya

pada setiap larutan tidak sama kepekatan warna merahnya. Tapi faktor-faktor itu

tidak terlalu berpengaruh karena normalitasnya tidak terlalu jauh perbedaannya.

Lalu selain pembakuan AgNO3, dilakukan juga prosedur pembuatan

blanko indikator. Hal ini bertujuan untuk membuat patokan warna perubahan

warna indikator yang akan digunakan pada proses titrasi dengan AgNO3 pada saat

penentuan kadar KCl.

Blanko indikator dapat digunakan untuk mengurangi kesalahan saat titrasi.

Kesalahan titrasi akan makin besar jika konsentrasi larutan yang dititrasi makin

encer. Kesalahan ini dapat dihitung dengan menentukan blanko indikator, yaitu

dengan mengukur volume larutan AgNO3 baku yang diperlukan untuk

menimbulkan warna jika ditambahkan ke dalam air suling dengan volume yang

sama yang mengandung sejumlah indikator yang sama dengan indikator pada

titrasi yang dilakukan (Krisnadwi, 2014).

Prosedur selanjutnya yaitu penentuan kadar KCl dengan titrasi

pengendapan. Pada percobaan ini, disediakan KCl berbentuk larutan, sehingga

dapat langsung digunakan. Jika didapat KCl dalam fase padat, maka padatan KCl

tersebut harus dilarutkan terlebih dahulu.

Dalam titrasi, ada zat yang bertindak sebagai titran (zat yang mentitrasi)

dan ada pula zat yang bertindak sebagai analit (zat yang dititrasi). Pada percobaan

ini, AgNO3 bertindak sebagai titran dan KCl bertindak sebagai analit.

Pada titrasi pengendapan, ada dua hal yang terjadi, yaitu pembentukan

suatu endapan dan pembentukan suatu ion kompleks.

Yang memengaruhi pembentukan endapan endapan yaitu :

1. Temperature meningkatnya suhu akan menaikkan kelarutan seuatu

zat, sehingga akan mengurangi pengendapan yang terjadi

2. Sifat alami pelarut perbedaan suatu kelarutan zat dengan di dalam

berbagai pelarut dapat mempercepat ataupun mengurangi jumlah

endapan

3. Ion sejenis semakin besar konsentrasi ion sejenis, maka endapan

yang dihasilkan akan semakin banyak

4. Pengaruh pH

5. Pengaruh hidrolisis adanya hidrolisis mengakibatkan peningkatan

kelarutan garam sehingga pengendapan terhambat

6. Pengaruh ion kompleks kelarutan garam yang tidak mudah larut

akan meningkat seiring dengan embentukan ion kompleks anatara

ligan dengan kation garam tersebut

Indikator yang digunakan pada percobaan ini adalah kalium kromat. Pada

saat penambahan kalium kromat pada analit. Selanjutnya setelah dititrasi akan

terbentuk endapan berwarna merah. Hal ini merupakan tanda bahwa larutan sudah

mencapai titik akhir titrasi.

Setelah mencapai titik akhir titrasi proses titrasi dihentikan, selanjutnya

dilihat berapa banyak volume AgNO3 yang dibutuhkan untuk membuat larutan

tersebut mencapai titik akhir titrasi.

Dalam penentuan kadar AgNO3 bisa dihitung dengan cara

=3 3

Pada proses titrasi alat yang dibutuhkan adalah buret, statif, dan labu

erlenmeyer. Pada penggunaan buret harus dilakukan dengan hati-hati karena buret

merupakan alat gelas yang cukup mahal, sebelum digunakan cek terlebih dahulu

keadaan buret, apakah masih baik atau tidak. Dilihat dari kondisi keran pada buret

apakah macet atau tidak. Dan kondisi buret apakah ada yang retak atau tidak.

Setelah itu, pasang buret pada statif, pemasangan buret pada statif harus dipasang

dengan tegak tidak miring, agar dalam proses penentuan volume titran yang

digunakan didapat hasil yang akurat. Jika posisi buret masih miring dapat

ditegakan dengan menambahkan tisu sebagai ganjalan pada klem distatif. Lalu

sebelum memasukan titran ke buret, buret harus dibersihkan terlebih dahulu

dengan cara mengalirkan air kedalam buret dengan posisi keran buret yang

terbuka. Setelah itu, tutup kembali keran pada buret dan masukan titran kedalam

buret lalu dibuka lagi kerannya. Pembukaan pada keran bertujuan untuk

menghilangkan sisa-sisa air yang masih terdapat pada dinding buret sehingga

tidak mempengaruhi konsentrasi titran yang digunakan. Jika buret sudah

dipastikan bebas dari air maka tutup kembali keran buret dan masukan titran

hingga tanda batas maksimum pada buret. Perhatikan juga lengkung miniskus

titran, miniskus yang digunakan adalah miniskus miniskus atas karena buret yang

digunakan pada percobaan ini memiliki batas miniskus atas.

Pada proses titrasi juga menggunakan labu erlenmeyer. Labu erlenmeyer

digunakan agar lebih mudah pada saat proses pengocokan sehingga tidak ada zat

atau cairan yang terciprat keluar labu. Pada proses titrasi dibawah labu erlenmeyer

diberi alas oleh kertas berwarna putih. Hal ini bertujuan untuk memperjelas

perubahan warna indikator pada saat mencapai titik akhir titrasi.

IX. Perhitungan

I. Pembuatan Blangko

3 =0,5 + 0,7

2

3 = 0, 6

II. Pembakuan AgNO3

3 =10,5 + 10 + 10

3

3 = 10, 167

= 3 3

10 0,1 = 10,167 3

3 = 0,098357

III. Penetapan kadar KCl

= 3 3

25 = 27,5 0,098357

= 0,108

=3 3

=27,5 0, 0983 75,5 52,5

25

= 428, 60 52,5

= 816, 38 100

X. Simpulan

Pada percobaan kelompok 3 dengan sampel KCl 1 titrasi argentometri

dengan metode Mohr ini diperoleh kadar KCl sebesar 816, 38

Daftar Pustaka

Bassett, J. 1994. Buku Ajar Vogel : Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik. Jakarta

: EGC.

Chang, Raymond. 2005. Kimia Dasar Konsep-Konsep Inti Edisi 3 Jilid 1. Jakarta

: Erlangga.

Harjadi. 1993. Ilmu Kimia Analitik Dasar. Jakarta : Gramedia Pustaka.

Husein. 2014. Argentometri. Tersedia online di http://kampungilmu-

fst12.web.unair.ac.id/artikel_detail-92363-Kimia%20Analitik-

ARGENTOMETRI.html. [diakses 15 November 2015].

Khopkar, S. M. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta : Universitas

Indonesia.

Krisnadwi. 2014. Titrasi Pengendapan. Tersedia online di

http://bisakimia.com/2014/09/06/titrasi-pengendapan/. [diakses 15

November 2015].

Legopermono, Helena Odelia. 2011. Uji Nyala Kation. Tersedia online

modul.techbandung.com/kimiakuantitatif. [diakses 15 November 2015].

Mufida. 2010. Metode Fajans Argentometri. Tersedia online di

mufida.FKI.unair.co.id.html. [diakses 15 November 2015].

Sahirman. 2013. Analisis Kimia Dasar II. Tersedia online di

belajar.ditpsmk.net/wp-content/uploads/2014/09/kimia-dasar-2.pdf/.

[diakses 20 September 2015].

Sudjadi. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Sumardjo, Damin. 2009. Pengantar Kimia : Buku Panduan Kuliah Mahasiswa Kedokteran dan Program Strata I Fakultas Bioeksakta. Jakarta: EGC.

Svehla. 1990. Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semi Mikro.

Jakarta : PT Kalman Media Pustaka.

Underwood, A.L., Day, R.A. 1986. Analisis Kimia Kuantitatif. Jakarta : Erlangga.

Vogel. 1985. Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semi Mikro.

Jakarta : PT Kalman Media Pustaka.

Widiarto, Sonny. 2009. Gravimetri. Tersedia online di

staff.unila.ac.id/sonnywidiarto/files/2011/09/gravimetri.pdf. [diakses 1

November 2015].

Lampiran

Prosedur penentuan kadar KCl

No. Prosedur Foto

1. Menutup alat kaca yang akan

digunakan dengan plastik hitam

2. Mengukur sejumlah 25 ml KCl

3. Memasukkan 25 ml KCl ke

dalam labu erlenmeyer

4. Menambahkan larutan KCl

dengan 5 tetes indikator kalium

kromat

5. Memasukkan perak nitrat yang

sudah dibakukan ke buret dengan

bantuan corong

6. Menitrasi larutan KCl + indikator

dengan perak nitrat dan

menghentikan proses titrasi saat

sudah terbentuk endapan merah