239274718 Preskas Efusi Pleura Ec Tb Paru

84
PRESENTASI KASUS EFUSI PLEURA DEXTRA ET CAUSA TB PARU KASUS BARU Pembimbing : dr. Alvin Kosasih, Sp.P Disusun oleh : Aulia Ajrina (NIM 1110103000065) Bening Putri R U (NIM 1110103000084) Emi Ramadhani (NIM 1110103000029) Tarikh Azis (NIM 109103000012)

description

interna

Transcript of 239274718 Preskas Efusi Pleura Ec Tb Paru

Page 1: 239274718 Preskas Efusi Pleura Ec Tb Paru

PRESENTASI KASUS

EFUSI PLEURA DEXTRA ET CAUSA TB PARU KASUS BARU

Pembimbing : dr. Alvin Kosasih, Sp.P

Disusun oleh : Aulia Ajrina (NIM 1110103000065)

Bening Putri R U (NIM 1110103000084)Emi Ramadhani (NIM 1110103000029)

Tarikh Azis (NIM 109103000012)

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit ParuRSPG Cisarua

Fakultas Kedokteran UIN Syarif Hidayatullah JakartaPeriode 24 Maret-5 April 2014

Page 2: 239274718 Preskas Efusi Pleura Ec Tb Paru

2

LEMBAR PENGESAHAN

Yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwa:

Nama : Aulia Ajrina (NIM 1110103000065)

Bening Putri R U (NIM 1110103000084)

Emi Ramadhani (NIM 1110103000029)

Tarikh Azis (NIM 109103000012)

Judul Case : Efusi Pleura Dextra Et Causa TB Paru Kasus Baru

Telah menyelesaikan tugas presentasi kasus dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian Ilmu

Penyakit Paru Fakultas Kedokteran UIN Syarif Hidayatullah Jakarta di RSPG Cisarua periode

24 Maret – 5 April 2014.

Cisarua, 30 Maret 2014

Mengetahui,

Pembimbing

dr. Alvin Kosasih, Sp.P

2

Page 3: 239274718 Preskas Efusi Pleura Ec Tb Paru

3

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan YME yang telah memberikan

limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas case report ini

mengenai “Efusi Pleura Dextra dengan TB Paru Kasus Baru” sebagai salah satu syarat

Kepaniteraan Klinik Bidang Ilmu Penyakit Paru Fakultas Kedokteran UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta di RSPG Cisarua periode 24 Maret – 5 April 2014.

Presentasi kasus ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya karena adanya dukungan,

bantuan, dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih

kepada :

1. dr.Zubaedah, Sp.P selaku Direktur Utama RSPG Cisarua.

2. dr. Alvin Kosasih,Sp.P selaku Pembimbing Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Paru di

RSPG Cisarua.

3. dr. Neni S.,Sp.P selaku Pembimbing Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Paru di RSPG

Cisarua.

4. dr.Budi S.,Sp.P selaku Pembimbing Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Paru di RSPG

Cisarua.

5. dr.Fordiastiko,Sp.P selaku Pembimbing Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Paru di

RSPG Cisarua.

6. Rekan perawat dan teman-teman sejawat kepaniteraan klinik stase Ilmu Penyakit Paru

Fakultas Kedokteran UIN Syarif Hidayatullah Jakarta di RSPG Cisarua.

Penulis menyadari bahwa presentasi kasus ini masih jauh dari kata sempurna. Penulis

mengharapkan kritik dan saran sebagai masukan yang membangun untuk menjadi lebih baik dan

semoga presentasi kasus ini dapat bermanfaat dengan baik.

Cisarua, 30 Maret 2014

Penulis

3

Page 4: 239274718 Preskas Efusi Pleura Ec Tb Paru

4

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL................................................................................................i

LEMBAR PENGESAHAN.....................................................................................2

KATA PENGANTAR.............................................................................................3

DAFTAR ISI............................................................................................................4

BAB I PENDAHULUAN......................................................................................6

BAB II LAPORAN KASUS……………………………………………………..7

BAB III TINJAUAN PUSTAKA.........................................................................13

2.1 Efusi Pleura………………………………………………………..13

2.1.1 Anatomi Fisiologi Pleura..................................................................13

2.1.2Definisi...............................................................................................14

2.1.3.Epidemiologi.....................................................................................14

2.1.4.Etiologi..............................................................................................15

2.1.5.Patofisiologi......................................................................................15

2.1.6.Klasifikasi.........................................................................................16

2.1.7.Manifestasi Klinis.............................................................................17

2.1.8 Diagnosis...........................................................................................17

2.1.9 Penatalaksanaan................................................................................21

2.1.10Prognosis..........................................................................................22

2.2 TB Paru…………………………………………………………………...25

2.2.1 Anatomi Fisiologi Paru...................................................................25

2.2.2Definisi...............................................................................................25

2.2.3.Etiologi..............................................................................................25

2.2.4.Klasifikasi.........................................................................................26

2.2.5. Patogenesis.......................................................................................29

2.2.6.Patofisiologi......................................................................................30

2.2.7 Manifestasi Klinis.............................................................................31

2.2.8 Diagnosis...........................................................................................32

2.2.9 Tatalaksana........................................................................................38

2.2.10 Komplikasi......................................................................................50

2.2.11 Prognosis.........................................................................................50

4

Page 5: 239274718 Preskas Efusi Pleura Ec Tb Paru

5

BAB IV ANALISIS KASUS ................................................................................54

BAB V KESIMPULAN ........................................................................................57

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................58

5

Page 6: 239274718 Preskas Efusi Pleura Ec Tb Paru

6

BAB I

PENDAHULUAN

Pleura dan rongga pleura dapat menjadi tempat sejumlah gangguan yang dapat

menghambat pengembangan paru atau alveolus atau keduanya. Reaksi ini dapat disebabkan oleh

penekanan pada paru akibat penimbunan cairan, darah atau nanah dalam rongga pleura. Pleura

parietalis dan viseralis letaknya berhadapan satu sama lain dan hanya dipisahkan oleh selapis

tipis cairan serosa. Lapisan tipis ini memperlihatkan adanya keseimbangan antara transudasi dari

kapiler-kapiler pleura dan reabsorpsi oleh vena visceral dan parietal dan saluran getah bening.

Efusi pleura adalah istilah yang digunakan untuk penimbunan cairan dalam rongga pleura. Efusi

pleura dapat berupa transudat atau eksudat.1

Tuberkulosis paru adalah penyakit infeksi kronik pada paru yang disebabkan oleh hasil

mycobacterium tuberculosis, ditandai dengan pembentukan granuloma dan adanya reaksi

hipersensifitas tipe lambat.2

Penyakit TB banyak menyerang kelompok usia kerja produktif, kebanyakan dari

kelompok sosial ekonomi rendah dan berpendidikan rendah. Meningkatnya kasus Human

immunodeficiency virus (HIV) yang menurunkan daya tahan tubuh juga menyebabkan

meningkatnya kembali penyakit TB (reemerging disease) di negara-negara yang tadinya sudah

berhasil mengendalikan penyakit ini.3

6

Page 7: 239274718 Preskas Efusi Pleura Ec Tb Paru

7

BAB II

LAPORAN KASUS

Identitas Pasien

Nama                      : Tn.M

Umur                      : 23 Tahun

Jenis Kelamin         : Laki-laki

Agama                    : Islam

Suku                       : Sunda

Bangsa                    : Indonesia

Pendidikan              : SMA

Pekerjaan                : Karyawan swasta

Alamat                    : Kp.Sindang Barang Pilar RT/RW 01/07 Kota Bogor – Jawa Barat

Tanggal Periksa      : 26 Maret 2014

Status Menikah : Belum menikah

Anamnesis

Dilakukan autoanamnesis dan alloanamnesis dengan ibu pasien pada hari Rabu tanggal 26 Maret

2014

Keluhan Utama : Sesak napas sejak 2 minggu yang lalu

Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien laki-laki (23 tahun) datang ke IGD RSPG Cisarua dengan keluhan sesak napas

sejak ± 2 minggu yang lalu. Sesak napas dirasakan pasien terus menerus, semakin hari semakin

memberat. Sesak napas dirasakan sepanjang hari, baik saat beraktifitas maupun saat istirahat.

Sesak sedikit berkurang dengan perubahan posisi yaitu jika pasien miring ke kanan. Sesak tidak

disertai bunyi mengi atau ‘ngik-ngik’. Sesak tidak berkurang dengan penggunaan 3 bantal saat

tidur.

Pasien juga mengeluhkan batuk-batuk sejak ± 1 bulan yang lalu. Batuk tidak disertai

dahak dan tidak berdarah. Pasien juga mual dan terkadang sampai muntah sehingga susah

makan. Pasien mengeluh nafsu makan dan berat badan menurun. Pasien mengeluh badan terasa

lemah dan lemas. Terkadang pasien merasakan nyeri dada. Pasien juga mengalami demam yang

baru dirasakan 2 hari yang lalu. Keluhan keringat pada malam hari disangkal oleh pasien.

Keluhan nyeri kepala disangkal. BAB dan BAK dalam batas normal.

7

Page 8: 239274718 Preskas Efusi Pleura Ec Tb Paru

8

Pasien sebelumnya belum pernah pergi ke dokter atau mengkonsumsi obat apapun untuk

meredakan keluhan sesak yang dirasakannya. Sekitar 3 minggu yang lalu, pasien membeli obat

batuk di warung, kemudian batuk yang dirasakan sedikit berkurang, namun kemudian muncul

kembali.

Segera setelah tiba di IGD RSPG Cisarua, pasien sudah mendapat terapi oksigen dan

infus. Kemudian, cairan di paru kanan pasien sudah dikeluarkan, dan saat ini pasien merasa

sesaknya sudah berkurang.

Riwayat Penyakit Dahulu :

Keluhan seperti ini tidak pernah dirasakan sebelumnya. Tidak ada riwayat penyakit jantung, hati,

hipertensi, DM, dan asma. Riwayat trauma dada juga disangkal. Tidak ada riwayat pengobatan

paru dengan OAT.

Riwayat Penyakit Keluarga :

Dikeluarga tidak ada yang mengalami keluhan yang sama seperti pasien. Tidak ada yang

mengalami batuk lama. Riwayat penyakit jantung, hati, hipertensi, DM, dan asma disangkal.

Riwayat alergi tidak ada di keluarga.

Riwayat Kebiasaan :

Pasien tidak merokok, minum alkohol maupun narkoba. Pasien biasa mengendarai motor jika

pergi dan pulang bekerja pada malam hari, memakai helm dan masker. Teman kerja dan

tetangga pasien tidak ada yang mengalami batuk lama. Tempat tinggal pasien di perkampungan

yang padat penduduk, rumah memiliki ventilasi yang cukup baik.

PEMERIKSAAN FISIK

Kesadaran : Compos Mentis

GCS : E4M6V5

Keadaan Umum : Tampak sakit sedang

Tanda Vital : Tekanan darah : 130/80 mmHg

Nadi : 102x/menit, irama teratur,isi

cukup

Suhu : 36,8o C

Pernafasan : 24 x/menit, regular

8

Page 9: 239274718 Preskas Efusi Pleura Ec Tb Paru

9

Status Gizi : TB : 165 cm

BB : 54 kg

IMT : 19,83 kg/m2

Kepala : Normochepal, rambut tersebar merata, tidak mudah dicabut.

Wajah : Ekspresi wajah simetris, tidak ada parese, tidak ada nyeri tekan sinus

Mata : Konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, RCL +/+, RCTL +/+

Telinga : Normotia +/+, nyeri tekan tragus dan anti tragus -/- , serumen +/+

minimal

Hidung : Deviasi septum -/-, sekret -/-, konka hiperemis -/-

Mulut : Bibir tidak kering, lidah tidak kotor, tidak ada gigi karies

Leher : Trakea terletak ditengah, KGB tidak teraba membesar, kelenjar tiroid

tidak teraba membesar, JVP 5-2cmH 2 O

Thoraks :

Pemeriksaan dada depan

Paru I : Bentuk dada normal, bintik kemerahan (-), luka (-), bekas luka (-),

benjolan (-), perubahan warna (-), memar (-), spider nevi (-), pelebaran

sela iga (-), kedua dinding dada simetris saat statis, dinding dada kanan

tertinggal saaat dinamis.

P : Benjolan (-), nyeri tekan (-), perubahan suhu (-), vokal fremitus kanan

melemah dibanding kiri, ekspansi dada 2 cm.

P : Lapang paru kanan redup mulai ICS 4, lapang paru kiri sonor.

A : Vesikuler melemah pada paru kanan, ronkhi -/-, wheezing -/-

Jantung I : Ictus cordis tidak terlihat

P : Ictus cordis teraba di ICS 5 AAL sinistra

P : Batas Kanan : ICS 5 PSL dekstra; batas kiri : ICS 5 AAL sinistra;

pinggang jantung : ICS 3 PSL sinistra

A : S1 S2 Normal reguler, murmur (-), galllop (-)

Pemeriksaan dada belakang

Paru I : Luka (-), bekas luka (-), benjolan (-), perubahan warna (-), memar (-),

nevus pigmentosus (-)

9

Page 10: 239274718 Preskas Efusi Pleura Ec Tb Paru

10

P : Benjolan (-), nyeri tekan (-), perubahan suhu (-), vokal fremitus kanan

melemah dibanding kiri

P : Redup pada paru kanan, sonor pada paru kiri

A : Vesikuler melemah pada paru kanan, ronkhi -/-, wheezing -/-

Abdomen I : Datar, luka (-), bekas luka (-), benjolan (-), perubahan warna (-), memar

(-), spider nevi (-).

P : Nyeri tekan (-), benjolan (-), Hepar dan lien tidak teraba membesar

P : Timpani, shifting dullness (-)

A : bising usus (+) normal

Ektremitas : akral hangat, edema −¿− ¿−¿−¿¿ ¿ , clubbing finger (-)

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Foto Rontgen Thoraks

Identitas pasien lengkap

Foto kekerasan cukup

Posisi foto PA dan lateral, posisi foto kanan dan kiri simetris

Tulang dan jaringan lunak normal

Diafragma kanan sulit dinilai, Diafragma kiri normal

Sudut costofrenikus kanan sulit dinilai, Sudut costofrenikus kiri lancip

Corakan bronkovaskular meningkat

10

Page 11: 239274718 Preskas Efusi Pleura Ec Tb Paru

11

Pada lapang tengah sampai bawah paru kanan terdapat perselubungan homogen, terdapat

infiltrat di semua lapang paru

Jantung: CTR dan aorta sulit dinilai

Hilus normal

Trakea terdorong ke kiri

Kesimpulan : Efusi Pleura Dextra dengan TB paru

Pemeriksaan darah rutin

Hb : 13,9 g/dl

Ht : 38,5%

Leukosit : 7.200/mm3

Trombosit : 391.000/mm3

Resume

Pasien laki-laki (23 tahun) datang ke IGD RSPG Cisarua dengan keluhan sesak napas

sejak ± 2 minggu yang lalu yang dirasakan terus-menerus, semakin hari semakin memberat, dan

sedikit berkurang jika pasien miring ke kanan. Pasien juga mengeluh batuk-batuk sejak ± 1

bulan yang lalu tanpa dahak dan darah. Nyeri dada (+), mual (+), muntah (+). Demam (+) sejak

2 hari yang lalu. Pasien sudah mendapat terapi oksigen dan infus. Cairan di paru kanan pasien

sudah dikeluarkan, dan saat ini pasien merasa sesaknya sudah berkurang. Dari pemeriksaan fisik,

didapatkan pasien compos mentis, tampak sakit sedang, TD 130/80 mmHg, HR 102x/menit, RR

24x/menit, suhu afebris. Dari pemeriksaan fisik paru, didapatkan pergerakan dada kanan

tertinggal saat dinamis, vocal fremitus kanan melemah, redup pada paru kanan mulai ICS 4, dan

suara napas vesikuler melemah pada paru kanan. Status generalis lain dalam batas normal. Hasil

foto rontgen thorax menunjukkan kesan efusi pleura dextra dengan TB paru LLKB.

Diagnosis Kerja

Efusi pleuDra dextra ec TB paru LLKB DD/ Pneumonia DD/ Tumor paru

11

Page 12: 239274718 Preskas Efusi Pleura Ec Tb Paru

12

Anjuran pemeriksaan penunjang

- Sputum BTA 3X

- Sitologi dan analisis cairan pleura

- CT Scan toraks setelah cairan berkurang

- Pemeriksaan fungsi hati jika akan diberikan terapi OAT

Penatalaksanaan

- Pemberian oksigen menggunakan nasal canule 2 liter/menit

- Infus RL 500cc/8 jam

- Seftriakson 1x1 gr

- RHZE 450/300/1000/1000

- Dexametason 3x1

- Ranitidin 2x1

- Telah dilakukan punksi pleura dextra dan keluar cairan kuning jernih sebanyak

±500 cc

Prognosis

• Quo ad vitam: dubia ad bonam

• Quo ad fungsional: dubia ad bonam

• Quo ad sanationam: dubia ad malam

12

Page 13: 239274718 Preskas Efusi Pleura Ec Tb Paru

13

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Efusi Pleura

3.1.1 Anatomi dan Fisiologi Pleura

Pleura adalah membran tipis yang melapisi diluar paru dan didalam rongga dada

yang terdiri dari 2 lapisan yaitu pleura viseral dan pleura parietal. Pleura viseral

menempel di paru, bronkus dan fisura mayor, sedangkan pleura parietal melekat di

dinding dada bagian dalam dan mediastinum. Kedua lapisan ini dipisahkan oleh rongga

kedap udara yang berisi cairan lubrikan. Kedua lapisan pleura bersatu didaerah hilus dan

mengadakan penetrasi dengan cabang utama bronkus , arteri dan vena bronkialis, serabut

saraf dan pembuluh limfe. Secara histologis, kedua lapisan ini terdiri dari sel mesotelial,

jaringan ikat, pembuluh darah kapiler dan pembuluh getah bening. 5

Pleura normal memiliki permukaan licin, mengkilap, dan semitransparan. Luas

permukaan pleura visceral sekitar 4000 cm2 pada laki-laki dewasa dengan berat badan 70

kg. Pleura parietal terbagi menjadi beberapa bagian, yaitu pleura kostalis yang berbatasan

dengan iga dan otot-otot intercostal, pleura diafragmatik, pleura servikal sepanjang 2-3

13

Page 14: 239274718 Preskas Efusi Pleura Ec Tb Paru

14

cm menyusur sepertiga medial klavikula di belakang otot-otot sternokleidomastoideus,

dan pleura mediastinal yang membungkus organ-organ mediastinum.5

Eliminasi akumulasi cairan pleura terutama diatur oleh sistem limfatik sistemik di

pleura parietal. Cairan masuk ke dalam rongga pleura melalui arteriol interkostalis pleura

parietal melewati mesotel dan kembali ke sirkulasi melalui stoma pada pleura parietal

yang terbuka langsung menuju sistem limfatik.5

Pleura berperan dalam sistem pernapasan melalui tekanan pleura yang

ditimbulkan oleh rongga pleura. Tekanan pleura bersama dengan tekanan jalan napas

akan menimbulkan tekanan transpulmoner yang selanjutnya akan mempengaruhi

pengembangan paru dalam proses respirasi.6

Rongga pleura terisi cairan dari pembuluh kapiler pleura, ruang interstisial paru,

saluran limfatik intratoraks, pembuluh kapiler intratoraks, dan rongga peritoneum.

Jumlah cairan pleura bergantung pada mekanisme gaya Starling (laju filtrasi kapiler di

pleura parietal) dan sistem penyaliran limfatik melalui stoma di pleura parietal. Senyawa-

senyawa protein, sel-sel, dan zat-zat partikulat dieliminasi dari rongga pleura melalui

penyaliran limfatik ini. Seseorang dengan berat badan 60 kg akan memiliki nilai aliran

limfatik dari masing-masing sisi rongga pleura sebesar 20 mL/jam atau 500 mL/hari.6

3.1.2. Definisi

Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terjadi penumpukan cairan di dalam rongga

pleura.6

3.1.3 Epidemiologi

14

Page 15: 239274718 Preskas Efusi Pleura Ec Tb Paru

15

Estimasi prevalensi efusi pleura ada;ah 320 kasus per 100.000 orang di negara-negara

industri, dengan distribusi etiologi terkait dengan prevalensi penyakit yang mendasarinya. Secara

umum, kejadian efusi pleura sama antara laki-laki dan perempuan. Namun, penyebab tertentu

memiliki kecenderungan seks.Sekitar dua per tiga efusi pleura ganas terjadi pada

perempuan.Efusi pleura ganas berhubungan secara signifikan dengan keganasan payudara dan

ginekologi.Efusi pleura yang terkait dengan lupus eritematosus sistemik juga lebih sering terjadi

pada wanita dibanding pria.1

3.1.4 Etiologi dan Faktor Resiko6

Gagal jantung kongestif

Sirosis hati

Sindrom nefrotik

Dialisis peritoneum

Hipoalbuminemia oleh berbagai keadaan

Perikarditis konstriktiva

Keganasan

Atelektasis paru

Pneumotoraks.

TB paru

3.1.5 Patofisiologi

Patofisiologi terjadinya efusi pleura tergantung dari keseimbangan antara cairan

dan protein dalam rongga pleura. Dalam keadaan normal, cairan pleura dibentuk secara

lambat sebagai filtrasi melalui pembuluh darah kapiler. Filtrasi ini terjadi karena

perbedaan tekanan osmotik plasma dan jaringan interstitial submesotelial, kemudian

melalui sel mesotelial masuk kedalam rongga pleura. Selain itu cairan pleura dapat

melalui pembuluh limfe sekitar paru. Efusi pleura dapat berupa transudat atau eksudat.6

Proses penumpukan cairan dapat disebabkan oleh peradangan. Bila proses radang

oleh kuman piogenik akan terbentuk pus / nanah, sehingga terjadi empiema / piotoraks.

Bila proses ini mengenai pembuluh darah sekitar pleura dapat menyebabkan hemotoraks.

Efusi cairan yang berupa transudat terjadi apabila hubungan normal antara tekanan

kapiler hidrostatik dan koloid osmotik menjadi terganggu, sehingga terbentuknya cairan

pada satu sisi pleura akan melebihi reabsorpi oleh pleura lainnya. Biasanya hal ini terjadi

pada :6

15

Page 16: 239274718 Preskas Efusi Pleura Ec Tb Paru

16

1. Meningkatnya tekanan kapiler sistemik

2. Meningkatnya tekanan kapiler pulmoner

3. Menurunnya tekanan koloid osmotik dalam pleura

4. Menurunnya tekanan intrapleura

Penyebabnynya karena penyakit lain bukan primer paru seperti gagal jantung

kongestif, sirosis hati, sindrom nefrotik, dialisis peritoneum, hipoalbuminemia oleh

berbagai keadaan, perikarditis konstriktiva, keganasan, atelektasis paru dan

pneumotoraks. Efusi eksudat terjadi bila ada proses peradangan yang menyebabkan

permeabilitas kapiler pembuluh darah pleura meningkat sehingga sel mesotelial berubah

menjadi bulat atau kuboidal dan terjadi pengeluaran cairan ke dalam rongga pleura.

Penyebab pleuritis eksudativa yang paling sering adalah karena mikobakterium

tuberkulosis dan dikenal sebagai pleuritis eksudativa tuberkulosa. Sebab lain seperti

parapneumonia, parasit, jamur, pneumonia atipik, keganasan paru, proses imunologik

seperti pleuritis lupus, pleuritis reumatoid, sarkoidosis, radang sebab lain seperti

pankreatitis, asbestosis, pleuritis uremia dan akibat radiasi.6

3.1.6 Klasifikasi 6

1. Transudat

– (filtrasi plasma yang mengalir menembus dinding kapiler yang utuh) terjadi jika faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan dan reabsorpsi cairan pleural terganggu à ketidakseimbangan tekanan hidrostatik atau onkotik.

– Biasanya hal ini terdapat pada:

• Meningkatnya tekanan kapiler sistemik

• Meningkatnya tekanan kapiler pulmonal

• Menurunnya tekanan koloid osmotik dalam pleura

• Menurunnya tekanan intra pleura

• Penyakit-penyakit yang menyertai transudat adalah:

– Gagal jantung kiri (terbanyak)  Sindrom nefrotik

– Obstruksi vena cava superior

– Asites pada sirosis hati

16

Page 17: 239274718 Preskas Efusi Pleura Ec Tb Paru

17

• Eksudat

– merupakan cairan pleura yang terbentuk melalui membran kapiler yang permeable abnormal dan berisi protein transudat à akibat inflamasi oleh produk bakteri atautumor yang mengenai permukaan pleural.

– Penyakit yang menyertai eksudat, antara lain:

– infeksi (tuberkulosis, pneumonia) tumor pada pleura,infark paru, karsinoma bronkogenik radiasi, penyakit dan jaringan ikat/kolagen/ SLE (Sistemic Lupus Eritematosis).

• Hidrotoraks dan pleuritis eksudativa terjadi karena infeksi

• Rongga pleura berisi darah à hemotoraks

• Rongga pleura berisi cairan limfe à kilotoraks

• Rongga pleura berisi pus/nanah à empiema/piotoraks

• Rongga pleura berisi udara à pneumotoraks

3.1.7 Manifestasi klinis 1,7

Gejala

Sesak napas

Batuk

Nyeri dada, nyeri pleuritik biasanya mendahului efusi jika penyakit pleura

Tanda

Pergerakan dada berkurang dan terhambat pada bagian yang terkena

Ruang interkostal menonjol (efusi yang berat)

3.1.8. Diagnosis

Anamnesis1,7

Sesak napas

Batuk

Nyeri dada, nyeri pleuritik biasanya mendahului efusi jika penyakit pleura

Perlu ditanyakan faktor resiko dan gejala dari etiologi penyakit, seperti gejala-gejala pada :

Gagal jantung kongestif

Sirosis hati

Sindrom nefrotik

17

Page 18: 239274718 Preskas Efusi Pleura Ec Tb Paru

18

Dialisis peritoneum

Hipoalbuminemia oleh berbagai keadaan

Perikarditis konstriktiva

Keganasan

Atelektasis paru

Pneumotoraks.

TB paru

Pemeriksaan fisik1,7

Pada pemeriksaan fisik paru, dapat didapatkan :

Inspeksi : pergerakan dada berkurang dan terhambat pada bagian yang terkena. Ruang

interkostal menonjol (efusi pleura berat)

Palpasi : fremitus vocal dan raba berkurang pada bagian yang terkena.

Perkusi : perkusi meredup di atas efusi pleura

Auskultasi : suara napas berkurang di atas efusi pleura

Pemeriksaan Penunjang

Foto Thoraks (X-Ray)Permukaan cairan yang terdapat dalam rongga pleura akan membentuk bayangan seperti

kurva dengan permukaan daerah lateral lebih tinggi daripada bagian medial. Bila permukaannya horizontal dari lateral ke medial pasti terdapat udara dalam rongga tersebut yang dapat berasal dari luar atau dalam paru-paru sendiri. Terkadang sulit membedakan antara bayangan cairan bebas dalam pleura dengan adhesi karena radang (pleuritis). Perlu pemeriksaan foto dada dengan posisi lateral dekubitus, cairan bebas akan mengikuti posisi gravitasi. Cairan dalam pleura juga dapat tidak membentuk kurva karena terperangkap atau terlokalisasi. Keadaan ini sering terdapat pada daerah bawah paru yang berbatasan dengan permukaan atas diafragma. Cairan ini dinamakan efusi subpulmonik. Cairan dalam pleura kadang-kadang menumpuk mengelilingi lobus paru (biasanya lobus bawah) dan terlihat dalam foto sebagai bayangan konsolidasi parenkim lobus, dapat juga mengumpul di daerah paramediastinal dan terlihat dalam foto sebagai fisura interlobaris, bisa juga terdapat secara parallel dengan sisi jantung sehingga terlihat sebagai kardiomegali. Cairan seperti empiema dapat juga terlokalisasi, gambaran seperti bayangan dengan densitas keras di atas diafragma, keadaan ini sulit dibedakan dengan tumor paru. Hal lain yang dapat terlihat dari foto dada pada efusi pleura adalah terdorongnya mediastinum pada sisi yang berlawanan dengan cairan. Disamping itu, gambaran foto dada dapat juga menerangkan asal mula terjadinya efusi pleura yakni bila terdapat jantung yang membesar, adanya massa tumor, adanya densitas parenkim yang lebih keras pada pneumonia atau abses paru.6

18

Page 19: 239274718 Preskas Efusi Pleura Ec Tb Paru

19

19

Page 20: 239274718 Preskas Efusi Pleura Ec Tb Paru

20

TorakosentesisAspirasi cairan pleura (torakosintesis) berguna sebagai sarana untuk diagnostik maupun

terapeutik. Pelaksanaannya sebaiknya dilakukan pada pasien dengan posisi duduk. Aspirasi

dilakukan pada bagian bawah paru sela iga garis aksilaris posterior dengan memakai jarum

abbocath nomor 14 atau 16. Pengeluaran cairan pleura sebaiknya tidak melebihi 1000- 1500 cc

pada sekali aspirasi. Aspirasi lebih baik dikerjakan berulang-ulang daripada satu kali aspirasi

sekaligus yang dapat menimbulkan pleura shock (hipotensi) atau edema paru akut. Edema paru

dapat terjadi karena paru-paru mengembang terlalu cepat. Mekanisme sebenarnya belum

diketahui betul, tapi diperkirakan karena adanya tekanan intrapleura yang tinggi dapat

menyebabkan peningkatan aliran darah melalui permeabilitas kapiler yang abnormal. 6

Komplikasi torakosintesis adalah sebagai berikut:

- Pneumotoraks (paling sering udara masuk melalui jarum).

- Hemotoraks (karena trauma pada pembuluh darah interkostalis)

- Emboli udara (jarang terjadi)

- Laserasi pleura viseralis, tapi biasanya dapat sembuh sendiri dengan cepat. Bila laserasinya

cukup dalam, dapat menyebabkan udara dari alveoli masuk ke vena pulmonalis, sehingga terjadi

emboli udara. Untuk mencegah emboli ini terjadi emboli pulmoner atau emboli sistemik, pasien

dibaringkan pada sisi kiri dibagian bawah, posisi kepala lebih rendah daripada leher, sehingga

udara tersebut dapat terperangkap diatrium kanan. 6

Berikut ini adalah aspek-aspek yang dinilai dalam menegakkan diagnosis cairan pleura:

Warna cairan . biasanya cairan pleura berwarna agak kekuning-kuningan ( serous-santokrom).

Bila agak kemerah-merahan, dapat terjadi trauma, infark paru, keganasan dan adanya kebocoran

aneurisma aorta. Bila kuning kehijauan agak purulen, ini menunjukkan adanya empiema. Bila

merah kecoklatan, ini menunjukkan adanya abses karena amuba.6

Biokimia. Secara biokimia, efusi pleura terbagi atas transudat dan eksudat.

Transudat Eksudat

Kadar protein dalam efusi (g/dl) < 3 >3

Kadar protein dalam efusi <0.5 >0.5

Kadar protein dalam serum

Kadar LDH dalam efusi (I.U)

Kadar LDH dalam efusi

<200

<0.6

>200

>0.6

Kadar LDH dalam serum

Berat jenis cairan efusi <1.016 >1.016

20

Page 21: 239274718 Preskas Efusi Pleura Ec Tb Paru

21

Rivalta Negatif positif

Sitologi . pemeriksaan sitologi terhadap cairan pleura sangat penting untuk diagnostik penyakit

pleura, terutama bila ditemukan sel-sel patologis atau dominasi sel tertentu.

o Sel neutrofil : menunjukkan adanya infeksi akut

o Sel limfosit : menunjukkan adanya infeksi kronik seperti pleuritis tuberkulosa atau limfoma

maligna

o Sel mesotel : bila jumlahnya meningkat , ini menunjukkan adanya infark paru. Biasanya juga

ditemukan banyak sel eritrosit

o Sel mesotel maligna : pada mesotelioma

o Sel-sel besar dengan banyak inti: pada artritis reumatoid

o Sel L.E : pada lupus eritematosus sistemik

o Sel maligna : pada tumor paru / metastasis

Bakteriologi. Biasanya cairan pleura steril, tapi kadang-kadang dapat mengandung

mikroorganisme, apalagi bilacairannya purulen (menunjukkan empiema). Efusi yang purulen

dapat mengandung kuman-kuman yang aerob atau anaerob. 6

Biopsi pleura. Pemeriksaan histopatologi satu atau beberapa contoh jaringan pleura dapat

menunjukkan 50 – 75 % diagnosis kasus-kasus pleuritis tuberkulosis dan tumor pleura. Bila

ternyata hasil biopsi pertama tidak memuaskan, dapat dilakukan beberapa biopsi ulangan.

Komplikasi biopsi adalah pneumotoraks, hematotoraks, penyebaran infeksi atau tumor pada

dinding dada. 6

gambar pleural effusion7

21

Page 22: 239274718 Preskas Efusi Pleura Ec Tb Paru

22

3.1.9 Tatalaksana

Tatalaksana

Tatalaksana pada efusi leura bertujuan untuk menghilangkan gejala nyeri dan sesak yang

dirasakan pasien, mengobati penyakit dasar, mencegah fibrosis pleura, dan mencegah

kekambuhan.8

a) Aspirasi cairan pleura

Aspirasi cairan pleura (torakosintesis) berguna sebagai sarana untuk diagnostik

maupun terapeutik.Berikut ini cara melakukan torakosentesis :

Pasien dalam posisi duduk dengan kedua lengan merangkul atau

diletakkan di atas bantal. Jika tidak mungkin duduk, aspirasi dapat

dilakukan dalam posisi tidur terlentang.

Lokasi penusukan jarum dapat didasarkan pada hasil foto toraks, atau di

daerah sedikit medial dari ujung scapula, atau pada linea aksilaris media di

bawah batas suara sonor dan redup.

Setelah dilakukan anestesi secara memadai, dilakukan penusukan dengan

jarum ukuran besar, misalnya nomor 18.

Pengeluaran cairan pleura sebaiknya tidak melebihi 1000- 1500 cc pada

sekali aspirasi. Aspirasi lebih baik dikerjakan berulang-ulang daripada

satu kali aspirasi sekaligus yang dapat menimbulkan pleura shock

(hipotensi) atau edema paru akut. Edema paru dapat terjadi karena paru-

paru mengembang terlalu cepat.8

Komplikasi torakosintesis adalah sebagai berikut:

- Pneumotoraks (paling sering udara masuk melalui jarum).

- Hemotoraks (karena trauma pada pembuluh darah interkostalis)

- Emboli udara (jarang terjadi)

- Laserasi pleura viseralis, tapi biasanya dapat sembuh sendiri dengan cepat.

Bila laserasinya cukup dalam, dapat menyebabkan udara dari alveoli masuk ke

vena pulmonalis, sehingga terjadi emboli udara.Untuk mencegah emboli ini

terjadi emboli pulmoner atau emboli sistemik, pasien dibaringkan pada sisi kiri

dibagian bawah, posisi kepala lebih rendah daripada leher, sehingga udara

tersebut dapat terperangkap diatrium kanan.

22

Page 23: 239274718 Preskas Efusi Pleura Ec Tb Paru

23

Cairan pleura dapat dikeluarkan dengan jalan aspirasi berulang atau dengan

pemasangan selang toraks yang dihubungkan dengan Water Seal Drainage

(WSD).Cairan yang dikeluarkan pada setiap pengambilan sebaiknya tidak lebih dari

1000 ml untuk mencegah terjadinya edema paru akibat pengembangan paru secara

mendadak. Selain itu, pengeluaran cairan dalam jumlah besar secara tiba-tiba dapat

menimbulkan refleks vagal, berupa batuk-batuk, bradikardi, aritmi yang berat, dan

hipotensi.9

Jika jumlah cairan cukup banyak, sebaiknya dipasang selang toraks dihubungkan

dengan WSD, sehingga cairan dapat dikeluarkan secara lambat namun aman dan

sempurna. Pemasangan WSD dapat dilakukan sebagai berikut:

Tempat untuk memasukkan selang toraks biasanya diruang sela iga 7, 8

atau 9 linea aksilaris media atauruang sela iga 2 atau 3 linea

medioklavikularis

Setelah dibersihkan dan dianastesi, dilakukan sayatan transversal selebar

kurang lebih 2 cm sampai subkutis

Dibuat satu jahitan matras untuk mengikat selang

Jaringan subkutis dibebaskan dengan klem sampai menemukan pleura

parietalis

Selang dan trokar dimasukkan kedalam rongga pleura dan kemudian

trokar ditarik

Pancaran cairan diperlukan untuk memastikan posisi selang toraks

Setelah posisi benar, selang dijepit dengan klem dan luka kulit dijahit

dengan serta dibebat dengan kassa dan plester

Selang dihubungkan dengan dengan botol penampung cairan pleura

Ujung selang sebaiknya diletakkan dibawah permukaan air sedalam

sekitar 2 cm, agar udara dari luar tidak dapat masuk kedalam rongga

pleura

WSD perlu diawasi setiap hari dan jika sudah tidak terlihat undulasi pada selang,

maka cairan mungkin sudah habis dan jaringan paru sudah mengembang.Untuk

memastikan hal ini, dapat dilakukan pembuatan foto toraks.Selang toraks dapat dicabut

jika prosuksi cairan kurang dari 100 ml dan jaringan paru telah mengembang, ditandai

dengan terdengarnya kembali suara napas dan terlihat pengembangan paru pada foto

toraks. Selang dicabut pada waktu ekspirasi maksimum.9

23

Page 24: 239274718 Preskas Efusi Pleura Ec Tb Paru

24

Indikasi pemasangan WSD:

- Hemotoraks, efusi pleura

- Pneumotoraks > 25 %

- Profilaksis pada pasien trauma dada yang akan dirujuk

- Flail chest yang membutuhkan pemasangan ventilator

Kontraindikasi pemasangan WSD:

- Infeksi pada tempat pemasangan

- Gangguan pembekuan darah yang tidak terkontrol

b) Pleurodesis

Tujuan utama tindakan ini adalah melekatkan pleura viseral dengan pleura

parietalis, dengan jalan memasukkan suatu bahan kimia atau kuman ke dalam rongga

pleura sehingga terjadi keadaan pleuritis obliteratif.Pleurodesis merupakan penanganan

terpilih pada efusi keganasan.Bahan kimia yang lazim digunakan adalah sitostatika

seperti kedtiotepa, bleomisin, nitrogen mustard, 5-fluorourasil, adriamisin dan

doksorubisin.Setelah cairan efusi dapat dikeluarkan sebanyak-banyaknya, obat sitostatika

(misalnya tiotepa 45 mg) diberikan dengan selang waktu 710 hari; pemberian obat tidak

perlu disertai pemasangan WSD. Setelah 13 hari, jika berhasil, akan terjadi pleuritis

obliteratif yang menghilangkan rongga pleura sehingga mencegah penimbunan kembali

cairan didalam rongga tersebut. Obat lain yang murah dan mudah didapatkan adalah

tetrasiklin. Pada pemberian obat ini, WSD harus dipasang dan paru sudah dalam keadaan

mengembang. Tetrasiklin 500 mg dilarutkan kedalam 3050 ml larutan garam faal,

kemudian dimasukkan kedalam rongga pleura melalui selang toraks, ditambah dengan

larutan garam faal, kemudian ditambah dengan larutan garam faal 1030 ml untuk

membilas selang serta 10 ml lidokain 2% untuk mengurangi rasa nyeri yang ditimbulkan

oleh obat ini. Analgesik narkotik yang diberikan 11.5 jam sebelum pemberian tetrasiklin

juga berguna juga untuk mengurangi rasa nyeri tersebut. Selang toraks diklem selama

sekitar 6 jam dan posisi penderita diubah-ubah agar penyebaran tetrasiklin merata

diseluruh bagian rongga pleura. Apabila dalam waktu 24-48 jam cairan tidak keluar lagi,

selang toraks dapat dicabut.10

c) Pembedahan

24

Page 25: 239274718 Preskas Efusi Pleura Ec Tb Paru

25

Pleurektomi jarang dikerjakan pada efusi pleura keganasan, oleh karena efusi

pleura keganasan pada umumnya merupakan stadium lanjut dari suatu keganasan dan

pembedahan menimbulkan resiko yang besar. Bentuk operasi yang lain adalah ligasi

duktus toraksikus dan pintas pleuroperitonium, kedua pembedahan ini terutama

dilakukan pada efusi pleura keganasan akibat limfoma atau keganasan lain pada kelenjar

limfe hilus dan mediastinum, dimana cairan pleura tetap terbentuk setelah dilakukan

pleurodesis.10

3.1.10 Prognosis

Prognosis efusi pleura bervariasi tergantung pada penyakit yang mendasari.Morbiditas dan

mortalitas pada pasien efusi pleura berhubungan langsung dengan etiologi, stadium penyakit,

dan hasil pemeriksaan biokimia cairan pleura.Pasien dengan efusi pleura maligna biasanya

memiliki prognosis yang buruk.10

3.2 TB Paru

3.2.1 Definisi

Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB

(Mycobacterium tuberculosis).11

3.2.2 Etiologi dan Epidemiologi

Tuberkulosis di Indonesia merupakan salah satu masalah utama kesehatan masyarakat,

dimana jumlah penderita TB di Indonesia merupakan urutan ke-3 terbanyak di dunia setelah

India dan China.Indonesia menyumbang sekitar 10% dari seluruh kejadian TB di dunia. Pada

tahun 2004, diperkirakan terdapat 539.000 kasus baru dengan angka kematian 101.000 orang.11

Berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2001, penyakit system

pernapasan merupakan penyebab kematian kedua setelah penyakit system sirkulasi, dan TB

merupakan penyebab kematian pertama pada golongan penyakit infeksi.12

Sekitar sepertiga penduduk dunia diperkirakan telah terinfeksi kuman TB. Selain itu,

diperkirakan 95% kasus TB dan 98% kasus kematian akibat TB terjadi di negara berkembang.

Saat ini, tingginya angka kejadian HIV/AIDS di dunia meningkatkan angka kejadian TB

secara signifikan. Di samping itu, masalah resistensi kuman terhadap obat (multidrug

25

Page 26: 239274718 Preskas Efusi Pleura Ec Tb Paru

26

resistance / MDR) menjadi masalah berat dalam menanggulangi dan menurunkan angka

kejadian TB di dunia.11

3.2.3 Klasifikasi

a) pembagian secara patologis :6

Tuberkulosis primer (childhood tuberculosis)

Tuberkulosis post primer (adult tuberculosis)

b) pembagian secara aktivitas radiologis. Tuberkulosis paru aktif, non aktif, dan quiescent

(bentuk aktif yang mulai menyembuh).6

c) pembagian secara radiologis (luas lesi)

Tuberculosis minimal. Terdapat sebagian kecil infiltrate non kavitas pada satu paru

maupun kedua paru tetapi jumlahnya tidak melebihi satu lobus paru.

Moderately advanced tuberculosis. Ada kavitas dengan diameter tidak lebih dari 4 cm.

jumlah infiltrate bayangan halus tidak lebih dari satu bagian paru. Bila bayangannya

kasar tidak lebih dari sepertiga bagian satu paru.

Far advanced tuberculosis. Terdapat infiltrate dan kavitas yang melebihi keadaan pada

moderately advanced tuberculosis.

Pada tahun 1974, American Thoracic Society memberikan klasifikasi6

Kategori 0 : tidak pernah terpajan, tidak terinfeksi, riwayat kontak negative, tes

tuberculin negative.

Kategori I : terpajan tuberculosis tetapi tidak terbukti ada infeksi. Riwayat kontak positif,

tes tuberculin negative.

Kategori II : terinfeksi tuberculosis, tetapi tidak sakit. Tes tuberculin positif, radiologis

dan sputum negative.

Kategori III : terinfeksi tuberculosis dan sakit.

Klasifikasi yang banyak digunakan di Indonesia adalah :6

Tuberculosis paru

Bekas tuberculosis paru

Tuberculosis paru tersangka, yang terbagi dalam : a) TB paru tersangka yang diobati.

Sputum BTA negative tetapi tanda lain postif. B) TB paru tersangka yang tidak diobati.

Sputum BTA negative dan tanda lain meragukan.

26

Page 27: 239274718 Preskas Efusi Pleura Ec Tb Paru

27

Dalam 2-3 bulan, TB tersangka ini sudah harus dipastikan termasuk TB paru aktif atau bekas TB

paru. Dalam klasifikasi ini perlu dicantumkan : 1) status bakteriologi, 2) Mikroskopis sputum

BTA (langsung), 3) biakan sputum BTA, 4) status radiologis, 5) status kemoterapi, riwayat

pengobatan dengan obat anti tuberculosis.6

WHO 1991 berdasarkan terapi membagi TB dalam 4 kategori yakni :6

Kategori I :

Kasus baru dengan sputum positif

Kasus baru dengan bentuk TB berat

Kategori II :

Kasus kambuh

Kasus gagal dengan sputum BTA positif

Kategori III :

Kasus BTA negative dengan kelainan paru yang tidak luas

Kasus TB ekstra paru selain dari yang disebut dalam kategori I

Kategori IV : TB kronik.

Klasifikasi berdasarkan organ tubuh yang terkena:13

1) Tuberkulosis paru. Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan

(parenkim) paru. tidak termasuk pleura (selaput paru) dan kelenjar pada hilus.

2) Tuberkulosis ekstra paru. Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru,

misalnya pleura, selaput otak, selaput jantung (pericardium), kelenjar lymfe, tulang, persendian,

kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin, dan lain-lain. Diagnosis sebaiknya didasarkan

atas kultur positif atau patologi anatomi. Untuk kasus-kasus yang tidak dapat dilakukan

pengambilan spesimen maka diperlukan bukti klinis yang kuat dan konsisten dengan TB ekstra

paru aktif.

Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis, yaitu pada TB Paru:13

1) Tuberkulosis paru BTA positif.

a) Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif.

27

Page 28: 239274718 Preskas Efusi Pleura Ec Tb Paru

28

b) 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks dada menunjukkan

gambaran tuberkulosis.

c) 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan kuman TB positif.

d) 1 atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimen dahak SPS pada

pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada perbaikan setelah

pemberian antibiotika non OAT.

2) Tuberkulosis paru BTA negatif

Kasus yang tidak memenuhi definisi pada TB paru BTA positif. Kriteria diagnostik TB

paru BTA negatif harus meliputi:

a) Paling tidak 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negative

b) Foto toraks abnormal menunjukkan gambaran tuberkulosis.

c) Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.

d) Ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi pengobatan.

c. Klasifikasi berdasarkan tingkat keparahan penyakit.13

1) TB paru BTA negatif foto toraks positif dibagi berdasarkan tingkat keparahan

penyakitnya, yaitu bentuk berat dan ringan. Bentuk berat bila gambaran foto toraks

memperlihatkan gambaran kerusakan paru yang luas (misalnya proses “far advanced”),

dan atau keadaan umum pasien buruk.

2) TB ekstra-paru dibagi berdasarkan pada tingkat keparahan penyakitnya, yaitu:

a) TB ekstra paru ringan, misalnya: TB kelenjar limfe, pleuritis eksudativa

unilateral, tulang (kecuali tulang belakang), sendi, dan kelenjar adrenal.

b) TB ekstra-paru berat, misalnya: meningitis, milier, perikarditis, peritonitis,

pleuritis eksudativa bilateral, TB tulang belakang, TB usus, TB saluran kemih dan

alat kelamin.

Catatan:

• Bila seorang pasien TB paru juga mempunyai TB ekstra paru, maka untuk

kepentingan pencatatan, pasien tersebut harus dicatat sebagai pasien TB paru.

• Bila seorang pasien dengan TB ekstra paru pada beberapa organ, maka dicatat

sebagai TB ekstra paru pada organ yang penyakitnya paling berat.

Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya13

28

Page 29: 239274718 Preskas Efusi Pleura Ec Tb Paru

29

Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya dibagi menjadi beberapa tipe pasien,

yaitu:

1) Kasus baru

Adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah menelan

OAT kurang dari satu bulan (4 minggu).

2) Kasus kambuh (Relaps)

Adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan

tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, didiagnosis

kembali dengan BTA positif (apusan atau kultur).

3) Kasus setelah putus berobat (Default )

Adalah pasien yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan atau lebih dengan BTA

positif.

4) Kasus setelah gagal (Failure)

Adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali menjadi

positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan.

5) Kasus Pindahan (Transfer In)

Adalah pasien yang dipindahkan dari UPK yang memiliki register TB lain untuk

melanjutkan pengobatannya.

6) Kasus lain:

Adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas. Dalam kelompok ini

termasuk Kasus Kronik, yaitu pasien dengan hasil pemeriksaan masih BTA positif

setelah selesai pengobatan ulangan.

TB paru BTA negatif dan TB ekstra paru, dapat juga mengalami kambuh, gagal, default maupun

menjadi kasus kronik. Meskipun sangat jarang, harus dibuktikan secara patologik, bakteriologik

(biakan), radiologik, dan pertimbangan medis spesialistik.

3.2.4 Patogenesis

Kuman M.tuberculosis dapat masuk melalui saluran pernapasan, saluran pencernaan, dan

luka terbuka pada kulit. Infeksi TB sering terjadi melalui udara, yaitu melalui inhalasi droplet

yang mengandung kuman-kuman basil tuberkel yang berasal dari orang yang terinfeksi. TB

adalah penyakit yang dikendalikan oleh respon imunitas diperantarai sel. Sel efektor adalah

makrofag dan limfosit (biasanya sel T) adalah sel imunoresponsif. Tipe imunitas ini biasanya

29

Page 30: 239274718 Preskas Efusi Pleura Ec Tb Paru

30

lokal melibatkan makrofag yang diaktifkan di tempat infeksi oleh limfosit dan limfokinnya.

Respon ini disebut sebagai reaksi hipersensitivitas selular (lambat).1

Basil tuberkel yang mencapai permukaan alveolus biasanya diinhalasi sebagai suatu unit

yang terdiri dari satu sampai tiga basil, gumpalan basil yang lebih besar cenderung tertahan di

saluran hidung dan cabang besar bronkus dan tidak menyebabkan penyakit. Setelah berada

dalam ruang alveolus, biasanya dibagian bawah lobus atas paru atau di bagian atas lobus bawah,

basil tuberkel ini membangkitkan reaksi inflamasi. Leukosit polimorfonuklear terdapat pada

tempat tersebut dan memfagosit bakteri namun tidak membunuh organisme tersebut. Sesudah

hari-hari pertama, leukosit diganti oleh makrofag. Alveoli yang terserang akan mengalami

konsolidasi dan timbul pneumonia akut. Pneumonia seluler ini akan sembuh dengan sendirinya

sehingga tidak ada sisa yang tertinggal atau proses dapat berjalan terus dan bakteri terus

difagosit atau berkembang biak di dalam sel.1

Basil juga menyebar melalui getah bening menuju ke kelenjar getah bening regional. Makrofag

yang mengadakan infiltrasi menjadi lebih panjang dan sebagian bersatu sehingga membentuk sel

tuberkel epiteloid yang dikelilingi oleh limfosit. Reaksi ini biasanya membutuhkan waktu 10-20

hari. Nekrosis bagian sentral lesi memberikan gambaran yang relative padat dan seperti keju

yang disebut nekrosis kaseosa. Daerah yang mengalami nekrosis kaseosa dan jaringan granulasi

disekitarnya yang terdiri dari sel epiteloid dan fibroblast menimbulkan respon yang berbeda.

Jaringan granulasi menjadi lebih fibrosa, membentuk jaringan parut kolagenosa yang akhirnya

akan membentuk suatu kapsul yang mengelilingi tuberkel.1

Lesi primer paru disebut fokus Ghon dan kumpulan dari kelenjar getah bening regional

yang terserang dan lesi primer disebut kompleks Ghon. Kompleks Ghon yang mengalami

perkapuran ini dapat dilihat pada orang sehat yang menjalani pemeriksaan radiogram rutin.

Respon lain yang dapat terjadi pada daerah nekrosis adalah pencairan yaitu bahan cair lepas ke

dalam bronkus yang berhubungan dan menimbulkan kavitas. Bahan tubercular yang dilepaskan

dari dinding kavitas akan masuk ke dalam percabangan trakeobronkial. Walaupun tanpa

pengobatan, kavitas yang kecil dapat menutup dan meninggalkan jaringan parut fibrosis. Bila

peradangan mereda, lumen bronkus dapat menyempit dan tertutup oleh jaringan parut. Penyakit

dapat menyebar melalui getah bening atau pembuluh darah. Organisme yang lolos dari kelenjar

getah bening akan mencapai aliran darah dalam jumlah yang kecil yang terkadang dapat

menimbulkan lesi pada berbagai organ lain. Jenis penyebaran ini disebut sebagai penyebaran

limfohematogen, yang biasanya sembuh sendiri. Penyebaran hematogen merupakan suatu

fenomena akut yang biasanya menyebabkan TB milier, ini terjadi jika fokus nekrotik merusak

30

Page 31: 239274718 Preskas Efusi Pleura Ec Tb Paru

31

pembuluh darah sehingga banyak organisme masuk ke dalam sistem vaskular dan tersebar ke

organ-organ tubuh.1

3.2.5 Patofisiologi

Tuberkulosis Primer

Penularan TB Paru terjadi karena kuman dibatukkan atau dibersinkan keluar menjadi

droplet nuclei dalam udara sekitar kita. Partikel infeksi ini dapat menetap dalam udara bebas

selama 1-2 jam tergantung pada ada atau tidaknya sinar ultraviolet, ventilasi yang buruk dan

kelembaban. Dalam suasana yang lembab dan gelap, kuman dapat bertahan berhari-hari sampai

berbulan-bulan. Bila partikel infeksi ini terhisap oleh orang sehat, ia akan menempel pada

saluran napas atau jaringan paru. Partikel dapat masuk ke alveolar bila ukuran partikel <5

mikrometer. Kuman akan direspon pertama kali oleh neutrofil, kemudian oleh makrofag.

Kebanyakan partikel ini akan mati atau dibersihkan oleh makrofag keluar dari percabangan

trakeobronkial bersama gerakan silia dengan sekretnya.6

Bila kuman menetap di jaringan paru, berkembang biak dalam sitoplasma makrofag.

Disini ia dapat terbawa masuk ke organ tubuh yang lain. Kuman yang bersarang di jaringan paru

akan berbentuk sarang tuberculosis pneumonia kecil dan disebut sarang primer atau afek primer

atau sarang (fokus) Ghon. Sarang primer ini terjadi di setiap bagian jaringan paru. Bila menjalar

sampai ke pleura, maka dapat terjadi efusi pleura. Kuman dapat pula masuk melalui saluran

pencernaan, jaringan limfe, orofaring, dan kulit, terjadi limfadenopati regional kemudian bakteri

masuk ke dalam vena dan menjalar ke seluruh organ seperti paru, otak, ginjal, tulang. Bila

masuk ke arteri pulmonalis maka terjadi penjalaran ke seluruh bagian paru menjadi TB milier.

Dari sarang primer akan timbul peradangan saluran getah bening menuju hilus (limfangitis local)

dan juga diikuti pembesaran kelenjar getah bening hilus (limfadenitis regional). Sarang primer

limfangitis local dengan limfadenitis regional disebut kompleks primer (Ranke). Semua proses

ini membutuhkan waktu 3-8 minggu. Kompleks primer ini selanjutnya akan menjadi :6

Sembuh sama sekali tanpa meninggalkan cacat. Ini yang paling sering terjadi.

Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas berupa garis fibrotic, kalsifikasi di hilus,

keadaan ini terdapat pada lesi pneumonia yang luasnya >5 mm dan sekitar 10%

diantaranya dapat terjadi reaktivasi lagi karena kuman yang dorman.

Berkomplikasi dan menyebar secara : a) perkontinuitatum, yakni menyebar ke

sekitarnya, b) secara bronkogen pada paru yang bersangkutan maupun paru di

31

Page 32: 239274718 Preskas Efusi Pleura Ec Tb Paru

32

sebelahnya. Kuman dapat juga tertelan bersama sputum dan ludah sehingga menyebar ke

usus, c) secara limfogen, ke organ tubuh lain, d) secara hematogen, ke organ lain.

Tuberkulosis Pasca Primer (Tuberkulosis Sekunder)

Kuman yang dorman pada tuberculosis primer akan muncul bertahun-tahun kemudian

sebagai infeksi endogen menjadi tuberculosis dewasa (Tuberkulosis sekunder). Mayoritas

reinfeksi mencapai 90%. Tuberkulosis sekunder terjadi karena imunitas menurun seperti

malnutrisi, alcohol, penyakit maligna, diabetes, AIDS, gagal ginjal. Tuberculosis sekunder ini

dimulai dengan sarang dini yang berlokasi di regio atas paru (bagian apical-posterior lobus

superior atau inferior). Invasinya adalah ke daerah parenkim paru dan tidak ke nodus hilus paru.

Sarang dini ini mula-mula juga berbentuk sarang pneumonia kecil. Dalam 3-10 minggu sarang

ini menjadi tuberkel yakni suatu granuloma yang terdiri dari sel-sel Histiosit dan sel Datia

Langhans yang dikelilingi oleh sel-sel limfosit dan jaringan ikat. TB sekunder juga dapat berasal

dari infeksi eksogen dari usia muda menjadi TB usia tua. Tergantung dari jumlah kuman,

virulensi, dan imunitas pasien, sarang dini ini menjadi :6

Direabsorbsi kembali dan sembuh tanpa meninggalkan cacat

Sarang yang mula-mula meluas, tetapi segera menyembuh dengan sebukan jaringan

fibrosis. Ada yang membungkus diri menjadi keras, menimbulkan perkapuran. Sarang

dini yang meluas sebagai granuloma berkembang menghancurkan jaringan ikat

sekitarnya dan bagian tengahnya mengalami nekrosis, menjadi lunak membentuk

jaringan keju. Bila jaringan keju dibatukkan keluar akan terjadilah kavitas. Kavitas ini

mula-mula berdinding tipis, lama-lama semakin menebal karena infiltrasi jaringan

fibrosis dalam jumlah besar sehingga menjadi kavitas sklerotik (kronik). Terjadinya

perkijuan dan kavitas adalah karena hidrolisis protein lipid dan asam nukleat oleh enzim

yang diproduksi oleh makrofag dan proses yang berlebihan sitokin dengan TNF-nya.

Bentuk perkijuan lain adalah cryptic disseminate TB yang terjadi pada imunodefisiensi

dan usia lanjut.

Kavitas dapat : a) meluas kembali dan menimbulkan sarang pneumonia baru. Bila isi

kavitas ini masuk dalam peredaran darah arteri maka akan terjadi TB milier. Dapat juga

masuk ke paru sebelahnya atau tertelan masuk lambung dan selanjutnya ke usus menjadi TB

usus. Sarang ini selanjutnya mengikuti perjalanan seperti sudah dijelaskan. Bisa juga terjadi

TB endobronkial dan TB endotrakeal atau empiema bila ruptur ke pleura, b) memadat atau

32

Page 33: 239274718 Preskas Efusi Pleura Ec Tb Paru

33

membungkus diri sehingga menjadi tuberkuloma. Tuberkuloma ini dapat mengapur atau

menyembuh atau dapat kembali aktif menjadi cair dan jadi kavitas lagi.6

Secara keseluruhan akan terdapat 3 macam sarang : 1) sarang yang sudah sembuh.

Sarang tipe ini tidak butuh pengobatan lagi. 2) sarang aktif eksudatif. Sarang bentuk ini

butuh pengobatan yang lengkap dan sempurna, 3) sarang yang berada antara aktif dan

sembuh. Sarang bentuk ini akan sembuh spontan, tetapi sebaiknya diberikan pengobatan

sempurna.6

3.2.6 Manifestasi Klinis 6,13

Penderita TB akan mengalami berbagai gangguan kesehatan, seperti batuk

berdahak kronis, demam subfebril, berkeringat tanpa sebab di malam hari, sesak napas,

nyeri dada, dan penurunan nafsu makan. Semuanya itu dapat menurunkan produktivitas

penderita bahkan kematian. Adapun gejala utama penderita TB yaitu batuk terus-

menerus dan berdahak selama dua sampai tiga minggu atau lebih. Selain itu, gejala yang

sering dijumpai yaitu dahak bercampur darah, batuk darah, sesak nafas dan rasa nyeri

dada, badan lemah, nafsu makan menurun, berat badan menurun, rasa kurang enak badan

(malaise), berkeringat malam walaupun tanpa kegiatan, dan demam meriang lebih dari

satu bulan.

3.2.7 Diagnosis 6,13

Infeksi oleh Mycobacterium tuberculosis bisa menimbulkan efek lokal di bagian

tubuh mana pun atau efek sistemik infeksi kronis.

Anamnesis. Dalam melakukan anamnesis pada pasien TB, diperlukan indeks

kecurigaan yang tinggi terutama pada pasien dengan imunosupresi atau dari daerah

endernisnya. Orang yang terkena TB dpat mengalami banyak gejala, baik gejala local

maupun sistemik.

Berikut adalah gejala – gejala yang sering didapatkan dari anamnesis pada

penderita TB.

Gejala lokal:

Batuk

sesak napas

hemoptisis

limfadenopati

33

Page 34: 239274718 Preskas Efusi Pleura Ec Tb Paru

34

ruam (rnisalnya lupus vulgaris)

kelainan rontgen toraks

gangguan GI.

Efek sistemik:

Demam,

keringat malam

anoreksia

penurunan berat badan

Riwayat penyakit dahulu . Pada pasien yang kita curigai menderita TB, pertanyaan –

pertanyaan berikut harus disertakan pada anamnesis riwayat penyakit dulu.

Pernahkah pasien berkontak dengan pasien TB?

Apakah pasien mengalarni imunosupresi (kortikosteroid/HIV)?

Apakah pasien pernah menjalani pemeriksaan rontgen toraks dengan hasil abnormal?

Adakah riwayat vaksinasi BeG atau tes Mantoux? Adakah riwayat diagnosis TB?

Obat-obatan

Pertanyaan mengenai obat- obatan juga perlu ditanyakan.

Pemahkah pasien menjalani terapi TB?

Jika ya, obat apa yang digunakan, berapa lama terapinya

Bagaimana kepatuhan pasien mengikuti terapi, dan apakah dilakukan pengawasan terapi?

Riwayat keluarga dan sosial

Adakah riwayat TB di keluarga atau lingkungan sosial?

Tanyakan konsumsi alkohol, penggunaan obat intravena?

Riwayat bepergian ke luar negeri.

Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan pertama terhadap keadaan umum pasien sering ditemukan konjunktiva mata

atau kulit yang pucat karena anemia, suhu demam (Subfebris), badan kurus atau berat

badan menurun.

Pada pemeriksaan fisis pasien sering tidak menunjukkan suatu kelainan pun terutama

pada kasus-kasus dini atau yang sudah terinfiltrasi secara asimtomatik. Demikian juga bila

sarang penyakit terletak di dalam, akan sulit menemukan kelainan pada pemeriksaan fisis,

34

Page 35: 239274718 Preskas Efusi Pleura Ec Tb Paru

35

karena hantaran getaran/suara yang lebih dari 4 cm ke dalam paru sulit dinilai seeara pal -

pasi, perkusi dan auskultasi. Secara anamnesis dan pemeriksaan fisis, TB paru sulit

dibedakan dengan pneumonia biasa.

Tempat kelainan lesi TB paru yang paling dicurigai adalah bagian apeks (puncak) paru.

Bila dieurigai adanya infiltrat yang agak luas, maka didapatkan perkusi yang redup dan

auskultasi suara napas bronkial. Akan didapatkan juga suara napas tambahan berupa ronki

basah, kasar, dan nyaring. Tetapi bila infiltrat ini diliputi oleh penebalan pleura, suara

napasnya menjadi vesikular melemah. Bila terdapat kavitas yang cukup besar, perkusi

memberikan suara hipersonor atau timpani dan auskultasi memberikan suara amforik.

Pada tuberkulosis paru yang lanjut dengan fibrosis yang luas sering ditemukan atrofi dan

retraksi otot-otot interkostal. Bagian paru yang sakit jadi menciut dan menarik isi

mediastinum atau paru lainnya. Paru yang sehat menjadi lebih hiperinflasi. Bila jaringan

fibrotik amat luas yakni lebih dari setengah jumlah jaringan paru-paru, akan terjadi pe-

ngecilan daerah aliran darah paru dan selanjutnya meningkatkan tekanan arteri pulmonalis

(hipertensi pulmonal) diikuti terjadinya kor pulmonal dan gagal jantung kanan. Di sini

akan didapatkan tanda-tanda kor pulmonal dengan gagal jantung kanan seperti takipnea,

takikardia, sianosis, right ventricular lift, right atrial gallop, murmur Graham-Steel, bunyi

P2 yang mengeras, tekanan vena jugularis yang meningkat, hepatomegali, asites, dan

edema.

Bila tuberkulosis mengenai pleura, sering terbentuk efusi pleura. Paru yang sakit terlihat

agak tertinggal dalam pernapasan. Perkusi memberikan suara pekak. Auskultasi

memberikan suara napas yang lemah sampai tidak terdengar sama sekali.

Dalam penampilan klinis, TB paru sering asimtomatik dan penyakit baru dicurigai

dengan didapatkannya kelainan radiologi ada pada pemeriksaan rutin atau uji tuberkulin

yang positif.

Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan Radiologis

Pada saat ini pemeriksaan radiologis dada merupakan cara yang praktis untuk

menemukan lesi tuberkulosis. Pemeriksaan ini memang membutuhkan biaya lebih

dibandingkan pemeriksaan sputum, tetapi dalam beberapa hal ia memberikan keuntungan

seperti pada tuberkulosis anak-anak dan tuberkulosis milier. Pada kedua hal di atas

diagnosis dapat diperoleh melalui pemeriksaan radiologis dada, sedangkan pemeriksaan

35

Page 36: 239274718 Preskas Efusi Pleura Ec Tb Paru

36

sputum hampir selalu negatif.

Lokasi lesi tuberkulosis umumnya di daerah apeks paru (segmen apikal lobus atas

atau segmen apikal lobus bawah), tetapi dapat juga mengenai lobus bawah (bagian inferior)

atau di daerah hilus menyerupai rumor paru (misalnya pada tuberkulosis endobronkial).

Pada awal penyakit saat lesi masih merupakan sarang-sarang pneumonia,

gambaran radiologis berupa bercak-bercak seperti awan dan dengan batas-batas yang tidak

tegas. Bila lesi sudah diliputi jaringan ikat maka bayangan terlihat berupa bulatan dengan

batas yang tegas. Lesi ini dikenal sebagai tuberkuloma.

Pada kavitas bayangannya berupa cincin yang mula-mula berdinding tipis, Lama-lama

dinding jadi sklerotik dan terlihat menebal. Bila terjadi fibrosis terlihat bayangan yang

bergaris-garis. Pada kalsifikasi bayangannya tampak sebagai bercak-bercak padat dengan

densitas tinggi. Pada atelektasis terlihat seperti fibrosis yang luas disertai penciutan yang

dapat terjadi pada sebagian atau satu lobus maupun pada satu bagian paru.

Gambaran tuberkulosis milier terlihat berupa bercak-bercak halus yang umumnya

tersebar merata pada seluruh lapangan paru.

Gambaran radiologis lain yang sering menyertai tuberkulosis paru sdalah

penebalan pleura (pleuritis), massa cairan di bagian bawah paru efusi pleura/empiema),

bayangan hitam radio-Iusen di pinggir paru pleura pneumotoraks).

Pada satu foto dada sering didapatkan bermacam-macam bayangan sekaligus

(pada tuberkulosis yang sudah lanjut) seperti infiltrat, garis- garis fibrotik, kalsifikasi,

kavitas (non sklerotik/sklerotik) maupun atelektasis dan emfisema.

Tuberkulosis sering memberikan gambaran yang aneh-aneh, terutama gambaran

radiologis, sehingga dikatakan tuberculosis is the greatest imitator. Gambaran infiltrasi

dan tuberkuloma sering diartikan sebagai pneumonia, mikosis paru, karsinoma bronkus

atau karsinoma metastasis. Gambaran kavitas sering diartikan sebagai abses paru. Di

samping itu perlu diingat juga faktor kesalahan dalam membaca foto. Faktor kesalahan ini

dapat mencapai 25%. Oleh sebab itu untuk diagnostik radiologi sering dilakukan juga foto

lateral, top lordotik, oblik, tomografi dan foto dengan proyeksi densitas keras.

Adanya bayangan (lesi) pada foto dada, bukanlah menunjukkan adanya aktivitas

penyakit, kecuali suatu infiltrat yang betul-betul nyata. Lesi penyakit yang sudah non-aktif,

sering menetap selama hidup pasien. Lesi yang berupa fibrotik, kalsifikasi, kavitas,

schwarte, sering dijumpai pada orang-orang yang sudah tua.

Pemeriksaan khusus yang kadang-kadang juga diperlukan adalah bronkografi,

36

Page 37: 239274718 Preskas Efusi Pleura Ec Tb Paru

37

yakni untuk melihat kerusakan bronkus atau paru yang disebabkan oleh tuberkulosis,

Pemeriksaan ini umumnya dilakukan bila pasien akan menjalani pembedahan paru.

Pemeriksaan radiologis dada yang lebih canggih dan saat ini sudah banyak

dipakai di rumah sakit rujukan adalah Computed Tomography Scanning (CT Scan).

Pemeriksaan ini lebih superior dibanding radiologis biasa. Perbedaan densitas jaringan

terlihat lebih jelas dan sayatan dapat dibuat transversal.

Pemeriksaan lain yang lebih canggih lagi adalah Magnetic Resonance Imaging

(MRI), Pemeriksaan MRI ini tidak sebaik CT Scan, tetapi dapat mengevaluasi proses-

proses dekat apeks paru, tulang belakang, perbatasan dada-perut, Sayatan bisa dibuat

transversal, sagital dan koronal.

Pemeriksaan laboratorium

Darah

Pemeriksaan ini kurang mendapat perhatian, karena hasilnya kadang-kadang

meragukan, hasilnya tidak sensitif dan juga tidak spesifik. Pada saat tuberkulosis baru

mulai (aktif) akan didapatkan jumlah leukosit yang sedikit meninggi dengan hitung jenis

pergeseran ke kiri. Jumlah lirnfosit masih di bawah normal. Laju endap darah mulai

meningkat. Bila penyakit mulai sembuh, jumlah leukosit kembali normal dan jumlah

limfosit masih tinggi. Laju endap darah mulai turun ke arah normal lagi.

Hasil pemeriksaan darah lain didapatkan juga: 1). Anemia ringan dengan

gambaran normokrom dan normositer; 2). Gama globulin meningkat; 3). Kadar natrium

darah menurun, Pemeriksaan tersebut di atas nilainya juga tidak spesifik, Pemeriksaan

serologis yang pernah dipakai adalah reaksi Takahashi.

Pemeriksaan ini dapat menunjukkan proses tuberkulosis masih aktif atau tidak.

Kriteria positif yang dipakai di Indonesia adalah titer 1/128. Pemeriksaan ini juga kurang

mendapat perhatian karena angka-angka positif palsu dan negatif palsunya masih besar.

Belakangan ini terdapat pemeriksaan serologis yang banyak juga dipakai yakni

Peroksidase Anti Peroksida (pAP-TB) yang oleh beberapa peneliti mendapatkan nilai

sensitivitas dan spesifisitasnya cukup tinggi (85-95%), tetapi beberapa peneliti lain

meragukannya karena mendapatkan angka-angka yang lebih rendah. Sungguhpun begitu

PAPTB ini masih dapat dipakai, tetapi kurang bermanfaat bila digunakan sebagai sarana

tunggal untuk diagnosis TB, Prinsip dasar uji PAP-TB ini adalah menentukan adanya

antibodi IgG yang spesifik terhadap antigen M.tuberculosis. Sebagai antigen dipakai

37

Page 38: 239274718 Preskas Efusi Pleura Ec Tb Paru

38

polimer sitoplasma M. tuberculin var bovis BCG yang dihancurkan secara ultrasonik dan

dipisahkan secara ultrasentrifus. Hasil uji PAP-TB dinyatakan patologis bila pada titer 1:

10.000 didapatkan hasil uji PAP-TB positif. Hasil positif palsu kadangkadang masih

didapatkan pada pasien reumatik, kehamilan dan masa 3 bulan revaksinasi BCG.

Uji serologis lain terhadap TB yang hampir sama cara dan nilainya dengan uji

PAP-TB adalah uji Mycodol. Di sini dipakai antigen LAM (Lipoarabinomannan) yang

dilekatkan pada suatu alat berbentuk sisir plastik. Sisir ini dicelupkan ke dalam serum

pasien. Antibodi spesifik anti LAM dalam serum akan terdeteksi sebagai perubahan warna

pada sisir yang intensitasnya sesuai dengan jumlah antibodi.

Sputum

Pemeriksaan sputum adalah penting karena dengan ditemukannya kuman BTA,

diagnosis tuberkulosis sudah dapat dipastikan. Di samping itu pemeriksaan sputum juga

dapat memberikan evaluasi terhadap pengobatan yang sudah diberikan. Pemeriksaan ini

mudah dan murah sehingga dapat dikerjakan di lapangan (puskesmas). Tetapi kadang-

kadang tidak mudah untuk mendapat sputum, terutama pasien yang tidak batuk atau batuk

yang non produktif. Dalam hal ini dianjurkan satu hari sebelum pemeriksaan sputum,

pasien dianjurkan minum air sebanyak + 2 liter dan diajarkan melakukan refleks batuk.

Dapat juga dengan mernberikan tambahan obat-obat mukolitik ekspektoran atau dengan

inhalasi larutan garam hipertonik selama 20-30 menit. Bila masih sulit, sputum dapat

diperoleh dengan cara bronkos-kopi diambil dengan brushing atau bronchial washing atau

BAL (broncho alveolar lavage). BTA dari sputum bisa juga didapat dengan cara bilasan

lambung. Hal ini sering dikerjakan pada anak-anak karena mereka sulit mengeluarkan

dahaknya. Sputum yang akan diperiksa hendaknya sesegar rnungkin. .

Bila sputum sudah didapat, kuman BTA pun kadang-kadang sulit ditemukan.

Kuman baru dapat ditemukan bila bronkus yang terlibat proses penyakit ini terbuka ke

luar, sehingga sputum yang mengandung kuman BTA mudah ke luar. Diperkirakan di

Indonesia terdapat 50% pasien BTA positif tetapi kurnan tersebut tidak ditemukan dalam

sputum mereka,

Kriteria sputum BTA positif adalah bila sekurang-kurangnya ditemukan 3 batang

kuman BTA pada satu sediaan. Dengan kata lain diperlukan 5.000 kuman dalam I mL

sputum.

Untuk pewarnaan sediaan dianjurkan memakai cara Tan Thiarn Hok yang

38

Page 39: 239274718 Preskas Efusi Pleura Ec Tb Paru

39

merupakan modifikasi gabungan cara pulasan Kinyoun dan Gabbet.

Cara perncriksaan sediaan sputum yang dilakukan adalah :

Pemeriksaan sediaan langsung dengan mikroskop biasa.

Pemeriksaan sediaan langsung dengan mikroskop fluoresens (pewarnaan khusus)

Pemeriksaan dengan biakan (kultur).

Pemeriksaan terhadap resistensi obat.

Pemeriksaan dengan mikroskop fluoresens dengan sinar ultra violet walaupun

sensitivitasnya tinggi sangat jarang dilakukan, karena pewarnaan yang dipakai (aurarnin-rho-

damin) dicurigai bersifat karsinogenik.

Pada pemeriksaan dengan biakan, setelah 4-6 mmggu penanaman sputum dalam medium

biakan, koloni kuman tuberkuiosis mulai tampak. Bila setelah 8 minggu penanaman koloni

tidak juga tampak, biakan dinyatakan negatif. Medium biakan yang sering dipakai yaitu

Lowenstein Jensen, Kudoh atau Ogawa.

Saat ini sudah dikembangkan pemeriksa-an biakan sputum BTAdengan cara Bactec

(Bactec 400 Radiometric System), di mana kurnan sudah dapat dideteksi dalam 7-10 hari. Di

samping itu dengan teknik Polymerase Chain Reaction (PCR) dapat dideteksi 0 A kuman TB

dalam waktu yang lebih cepat atau mendeteksi Mituberculosae yang tidak tumbuh pada

sediaan biakan. Dari hasil biakan biasanya dilaku kan juga pemeriksaan terhadap resistensi

obat dan idenrifikasi kuman.

Kadang-kadang dari hasil pemeriksaan mikroskopis biasa terdapat kuman BTA (positif),

tetapi pada biakan hasilnya negatif. lni terjadi pad a fenomen dead bacilli atau non

culturable bacilli yang disebabkan kcampuhan panduan obat antituberkulosis jangka pendek

yang cepat mcmatikan kuman BTA dalam waktu pendek.

Untuk pemeriksaan BTA sediaan mikroskopis biasa dan sediaan biakan, bahan-bahan

selain sputum dapatjuga diambil dari bilasan bronkus, jaringan paru, pleura, cairan pleura,

cairan lambung, jaringan kelenjar, eairan serebrospinal, urin, dan tinja.

3.2.8 Tatalaksana 6,14

Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif (2-3 bulan) dan fase

lanjutan 4 atau 7 bulan. Paduan obat yang digunakan terdiri dari paduan obat utama dan

tambahan.

A. OBAT ANTI TUBERKULOSIS (OAT)

39

Page 40: 239274718 Preskas Efusi Pleura Ec Tb Paru

40

Obat yang dipakai:

1. Jenis obat utama (lini 1) yang digunakan adalah:

· INH

-Rifampisin

· Pirazinamid

· Streptomisin

· Etambutol

2. Jenis obat tambahan lainnya (lini 2)

· Kanamisin

· Amikasin

· Kuinolon

· Obat lain masih dalam penelitian yaitu makrolid dan amoksilin + asam klavulanat

· Beberapa obat berikut ini belum tersedia di Indonesia antara lain :

o Kapreomisin

o Sikloserino

o PAS (dulu tersedia)

o Derivat rifampisin dan INH

o Thioamides (ethionamide dan prothionamide)

Kemasan :

- Obat tunggal,

Obat disajikan secara terpisah, masing-masing INH, rifampisin, pirazinamid dan etambutol.

- Obat kombinasi dosis tetap (Fixed Dose Combination – FDC)

Kombinasi dosis tetap ini terdiri dari 3 atau 4 obat dalam satu tablet.

40

Page 41: 239274718 Preskas Efusi Pleura Ec Tb Paru

41

Pengembangan pengobatan TB paru yang efektif merupakan hal yang penting untuk

menyembuhkan pasien dan menghindari MDR TB (multidrug resistant tuberculosis).

Pengembangan strategi DOTS untuk mengontrol epidemi TB merupakan prioriti utama WHO.

International Union Against Tuberculosis and Lung Disease (IUALTD) dan WHO menyarakan

untuk menggantikan paduan obat tunggal dengan kombinasi dosis tetap dalam pengobatan TB

primer pada tahun 1998. Dosis obat tuberkulosis kombinasi dosis tetap berdasarkan WHO

seperti terlihat pada tabel 3.

Keuntungan kombinasi dosis tetap antara lain:

1. Penatalaksanaan sederhana dengan kesalahan pembuatan resep minimal

2. Peningkatan kepatuhan dan penerimaan pasien dengan penurunan kesalahan pengobatan yang

tidak disengaja

3. Peningkatan kepatuhan tenaga kesehatan terhadap penatalaksanaan yang benar dan standar

4. Perbaikan manajemen obat karena jenis obat lebih sedikit

5. Menurunkan risiko penyalahgunaan obat tunggal dan MDR akibat penurunan penggunaan

monoterapi

41

Page 42: 239274718 Preskas Efusi Pleura Ec Tb Paru

42

Penentuan dosis terapi kombinasi dosis tetap 4 obat berdasarkan rentang dosis yang telah

ditentukan oleh WHO merupakan dosis yang efektif atau masih termasuk dalam batas dosis

terapi dan non toksik.

Pada kasus yang mendapat obat kombinasi dosis tetap tersebut, bila mengalami efek samping

serius harus dirujuk ke rumah sakit / dokter spesialis paru / fasiliti yang mampu menanganinya.

B. PADUAN OBAT ANTI TUBERKULOSIS

Pengobatan tuberkulosis dibagi menjadi:

a) TB paru (kasus baru), BTA positif atau pada foto toraks: lesi luas

Paduan obat yang dianjurkan : 2 RHZE / 4 RH atau 2 RHZE/ 6HE atau 2 RHZE / 4R3H3

Paduan ini dianjurkan untuk:

- TB paru BTA (+), kasus baru

- TB paru BTA (-), dengan gambaran radiologi lesi luas (termasuk luluh paru)

Bila ada fasiliti biakan dan uji resistensi, pengobatan disesuaikan dengan hasil uji

resistensi

b) TB Paru (kasus baru), BTA negatif, pada foto toraks: lesi minimal

Paduan obat yang dianjurkan : 2 RHZE / 4 RH atau : 6 RHE atau 2 RHZE/ 4R3H3

c) TB paru kasus kambuh

Sebelum ada hasil uji resistensi dapat diberikan 2 RHZES / 1 RHZE. Fase lanjutan sesuai

dengan hasil uji resistensi. Bila tidak terdapat hasil uji resistensi dapat diberikan obat

RHE selama 5 bulan.

d) TB Paru kasus gagal pengobatan

Sebelum ada hasil uji resistensi seharusnya diberikan obat lini 2 (contoh paduan: 3-6

bulan kanamisin, ofloksasin, etionamid, sikloserin dilanjutkan 15-18 bulan ofloksasin,

etionamid, sikloserin). Dalam keadaan tidak memungkinkan pada fase awal dapat

42

Page 43: 239274718 Preskas Efusi Pleura Ec Tb Paru

43

diberikan 2 RHZES / 1 RHZE. Fase lanjutan sesuai dengan hasil uji resistensi. Bila tidak

terdapat hasil uji resistensi dapat diberikan obat RHE selama 5 bulan. Dapat pula

dipertimbangkan tindakan bedah untuk mendapatkan hasil yang optimal. Sebaiknya

kasus gagal pengobatan dirujuk ke dokter spesialis paru.

e) TB Paru kasus putus berobat

Pasien TB paru kasus lalai berobat, akan dimulai pengobatan kembali sesuai dengan

kriteria sebagai berikut :

Berobat > 4 bulan

i. BTA saat ini negatif

Klinis dan radiologi tidak aktif atau ada perbaikan maka pengobatan OAT

dihentikan. Bila gambaran radiologi aktif, lakukan analisis lebih lanjut

untuk memastikan diagnosis TB dengan mempertimbangkan juga

kemungkinan penyakit paru lain. Bila terbukti TB maka pengobatan

dimulai dari awal dengan paduan obat yang lebih kuat dan jangka waktu

pengobatan yang lebih lama.

ii. BTA saat ini positif

Pengobatan dimulai dari awal dengan paduan obat yang lebih kuat dan

jangka waktu pengobatan yang lebih lama.

Berobat < 4 bulan

i. Bila BTA positif, pengobatan dimulai dari awal dengan paduan obat yang

lebih kuat dan jangka waktu pengobatan yang lebih lama.

ii. Bila BTA negatif, gambaran foto toraks positif TB aktif pengobatan

diteruskan. Jika memungkinkan seharusnya diperiksa uji resistensi

terhadap OAT.

f) TB Paru kasus kronik

Pengobatan TB paru kasus kronik, jika belum ada hasil uji resistensi, berikan RHZES.

Jika telah ada hasil uji resistensi, sesuaikan dengan hasil uji resistensi (minimal terdapat

4 macam OAT yang masih sensitif) ditambah dengan obat lini 2 seperti kuinolon,

betalaktam, makrolid dll. Pengobatan minimal 18 bulan. Jika tidak mampu dapat

diberikan INH seumur hidup. Pertimbangkan pembedahan untuk meningkatkan

kemungkinan penyembuhan. Kasus TB paru kronik perlu dirujuk ke dokter spesialis

paru.

43

Page 44: 239274718 Preskas Efusi Pleura Ec Tb Paru

44

C. EFEK SAMPING OAT

Sebagian besar pasien TB dapat menyelesaikan pengobatan tanpa efek samping. Namun

sebagian kecil dapat mengalami efek samping, oleh karena itu pemantauan kemungkinan

terjadinya efek samping sangat penting dilakukan selama pengobatan.

Efek samping yang terjadi dapat ringan atau berat (terlihat pada tabel 4), bila efek samping

ringan dan dapat diatasi dengan obat simptomatis maka

pemberian OAT dapat dilanjutkan.

1. Isoniazid (INH)

Sebagian besar pasien TB dapat menyelesaikan pengobatan tanpa efek samping. Namun

sebagian kecil dapat mengalami efek samping, oleh karena itu pemantauan kemungkinan

terjadinya efek samping sangat penting dilakukan selama pengobatan.

Efek samping yang terjadi dapat ringan atau berat (terlihat pada tabel 4), bila efek samping

ringan dan dapat diatasi dengan obat simptomatis maka pemberian OAT dapat dilanjutkan.

2. Rifampisin

Efek samping ringan yang dapat terjadi dan hanya memerlukan pengobatan simptomatis

ialah :

- Sindrom flu berupa demam, menggigil dan nyeri tulang

- Sindrom perut berupa sakit perut, mual, tidak nafsu makan, muntah kadang-kadang diare

- Sindrom kulit seperti gatal-gatal kemerahan.

Efek samping yang berat tetapi jarang terjadi ialah :

44

Page 45: 239274718 Preskas Efusi Pleura Ec Tb Paru

45

- Hepatitis imbas obat atau ikterik, bila terjadi hal tersebut OAT harus distop dulu dan

penatalaksanaan sesuai pedoman TB pada keadaan khusus.

- Purpura, anemia hemolitik yang akut, syok dan gagal ginjal. Bila salah satu dari gejala ini

terjadi, rifampisin harus segera dihentikan dan jangan diberikan lagi walaupun gejalanya telah

menghilang.

- Sindrom respirasi yang ditandai dengan sesak napas

Rifampisin dapat menyebabkan warna merah pada air seni, keringat, air mata dan air liur. Warna

merah tersebut terjadi karena proses metabolisme obat dan tidak berbahaya. Hal ini harus

diberitahukan kepada pasien agar mereka mengerti dan tidak perlu khawatir.

3. Pirazinamid

Efek samping utama ialah hepatitis imbas obat (penatalaksanaan sesuai pedoman TB

pada keadaan khusus). Nyeri sendi juga dapat terjadi (beri aspirin) dan kadang-kadang dapat

menyebabkan serangan arthritis Gout, hal ini kemungkinan disebabkan berkurangnya ekskresi

dan penimbunan asam urat. Kadang-kadang terjadi reaksi demam, mual, kemerahan dan reaksi

kulit yang lain.

4. Etambutol

Etambutol dapat menyebabkan gangguan penglihatan berupa berkurangnya ketajaman,

buta warna untuk warna merah dan hijau. Meskipun demikian keracunan okuler tersebut

tergantung pada dosis yang dipakai, jarang sekali terjadi bila dosisnya 15-25 mg/kg BB perhari

atau 30 mg/kgBB yang diberikan 3 kali seminggu. Gangguan penglihatan akan kembali normal

dalam beberapa minggu setelah obat dihentikan. Sebaiknya etambutol tidak diberikan pada anak

karena risiko kerusakan okuler sulit untuk dideteksi.

5. Streptomisin

Efek samping utama adalah kerusakan syaraf kedelapan yang berkaitan dengan

keseimbangan dan pendengaran. Risiko efek samping tersebut akan meningkat seiring dengan

peningkatan dosis yang digunakan dan umur pasien. Risiko tersebut akan meningkat pada pasien

dengan gangguan fungsi ekskresi ginjal. Gejala efek samping yang terlihat ialah telinga

mendenging (tinitus), pusing dan kehilangan keseimbangan. Keadaan ini dapat dipulihkan bila

obat segera dihentikan atau dosisnya dikurangi 0,25gr. Jika pengobatan diteruskan maka

kerusakan alat keseimbangan makin parah dan menetap (kehilangan keseimbangan dan tuli).

45

Page 46: 239274718 Preskas Efusi Pleura Ec Tb Paru

46

Reaksi hipersensitiviti kadang terjadi berupa demam yang timbul tiba-tiba disertai sakit

kepala, muntah dan eritema pada kulit. Efek samping sementara dan ringan (jarang terjadi)

seperti kesemutan sekitar mulut dan telinga yang mendenging dapat terjadi segera setelah

suntikan. Bila reaksi ini mengganggu maka dosis dapat dikurangi 0,25gr Streptomisin dapat

menembus sawar plasenta sehingga tidak boleh diberikan pada perempuan hamil sebab dapat

merusak syaraf pendengaran janin.

D. PENGOBATAN SUPORTIF / SIMPTOMATIK

Pada pengobatan pasien TB perlu diperhatikan keadaan klinisnya. Bila keadaan klinis

baik dan tidak ada indikasi rawat, pasien dapat dibeikan rawat jalan. Selain OAT kadang perlu

pengobatan tambahan atau suportif/simptomatis untuk meningkatkan daya tahan tubuh atau

mengatasi gejala/keluhan.

1. Pasien rawat jalan

a. Makan makanan yang bergizi, bila dianggap perlu dapat diberikan vitamin tambahan (pada

prinsipnya tidak ada larangan makanan untuk

pasien tuberkulosis, kecuali untuk penyakit komorbidnya)

b. Bila demam dapat diberikan obat penurun panas/demam

c. Bila perlu dapat diberikan obat untuk mengatasi gejala batuk, sesak napas atau keluhan lain.

46

Page 47: 239274718 Preskas Efusi Pleura Ec Tb Paru

47

2. Pasien rawat inap

Indikasi rawat inap :

TB paru disertai keadaan/komplikasi sbb :

- Batuk darah masif

- Keadaan umum buruk

- Pneumotoraks

- Empiema

- Efusi pleura masif / bilateral

- Sesak napas berat (bukan karena efusi pleura)

TB di luar paru yang mengancam jiwa :

- TB paru milier

- Meningitis TB

Pengobatan suportif / simptomatis yang diberikan sesuai dengan keadaan klinis dan indikasi

rawat.

E. TERAPI PEMBEDAHAN

lndikasi operasi :

1. Indikasi mutlak

a. Semua pasien yang telah mendapat OAT adekuat tetetapi dahak tetap positif

b. Pasien batuk darah yang masif tidak dapat diatasi dengan cara konservatif

c. Pasien dengan fistula bronkopleura dan empiema yang tidak dapat diatasi secara

konservatif

2. lndikasi relatif

a. Pasien dengan dahak negatif dengan batuk darah berulang

b. Kerusakan satu paru atau lobus dengan keluhan

c. Sisa kaviti yang menetap.

Tindakan Invasif (Selain Pembedahan)

· Bronkoskopi

· Punksi pleura

· Pemasangan WSD (Water Sealed Drainage)

47

Page 48: 239274718 Preskas Efusi Pleura Ec Tb Paru

48

F. EVALUASI PENGOBATAN

Evaluasi pasien meliputi evaluasi klinis, bakteriologi, radiologi, dan efek samping obat, serta

evaluasi keteraturan berobat.

a) Evaluasi klinik

Pasien dievaluasi setiap 2 minggu pada 1 bulan pertama pengobatan selanjutnya

setiap 1 bulan

Evaluasi : respons pengobatan dan ada tidaknya efek samping obat serta ada

tidaknya komplikasi penyakit

Evaluasi klinis meliputi keluhan , berat badan, pemeriksaan fisis.

b) Evaluasi bakteriologik (0 - 2 - 6 /9 bulan pengobatan)

Tujuan untuk mendeteksi ada tidaknya konversi dahak

Pemeriksaan & evaluasi pemeriksaan mikroskopik :

- Sebelum pengobatan dimulai

- Setelah 2 bulan pengobatan (setelah fase intensif)

- Pada akhir pengobatan

Bila ada fasiliti biakan : dilakukan pemeriksaan biakan dan uji resistensi

c) Evaluasi radiologik (0 - 2 – 6/9 bulan pengobatan

Pemeriksaan dan evaluasi foto toraks dilakukan pada:

- Sebelum pengobatan

- Setelah 2 bulan pengobatan (kecuali pada kasus yang juga dipikirkan

kemungkinan keganasan dapat dilakukan 1 bulan pengobatan)

- Pada akhir pengobatan

d) Evaluasi efek samping secara klinik

Bila mungkin sebaiknya dari awal diperiksa fungsi hati, fungsi ginjal dan darah lengkap.

Fungsi hati; SGOT,SGPT, bilirubin, fungsi ginjal : ureum, kreatinin, dan gula darah ,

serta asam urat untuk data dasar penyakit penyerta atau efek samping pengobatan. Asam

urat diperiksa bila menggunakan pirazinamid. Pemeriksaan visus dan uji buta warna bila

menggunakan etambutol (bila ada keluhan). Pasien yang mendapat streptomisin harus

diperiksa uji keseimbangan dan audiometri (bila ada keluhan). Pada anak dan dewasa

muda umumnya tidak diperlukan pemeriksaan awal tersebut. Yang paling penting adalah

evaluasi klinis kemungkinan terjadi efek samping obat. Bila pada evaluasi klinis

dicurigai terdapat efek samping, maka dilakukan pemeriksaan laboratorium untuk

memastikannya dan penanganan efek samping obat sesuai pedoman.

48

Page 49: 239274718 Preskas Efusi Pleura Ec Tb Paru

49

e) Evalusi keteraturan berobat

Yang tidak kalah pentingnya adalah evaluasi keteraturan berobat dan diminum / tidaknya

obat tersebut. Dalam hal ini maka sangat penting penyuluhan atau pendidikan mengenai

penyakit dan keteraturan berobat. Penyuluhan atau pendidikan dapat diberikan kepada

pasien, keluarga dan lingkungannya. Ketidakteraturan berobat akan menyebabkan

timbulnya masalah resistensi.

Kriteria Sembuh

- BTA mikroskopis negatif dua kali (pada akhir fase intensif dan akhir pengobatan) dan telah

mendapatkan pengobatan yang adekuat

- Pada foto toraks, gambaran radiologi serial tetap sama/ perbaikan

- Bila ada fasiliti biakan, maka kriteria ditambah biakan negatif

Evaluasi pasien yang telah sembuh

Pasien TB yang telah dinyatakan sembuh sebaiknya tetap dievaluasi minimal dalam 2 tahun

pertama setelah sembuh, hal ini dimaksudkan untuk mengetahui kekambuhan. Hal yang

dievaluasi adalah mikroskopis BTA dahak dan foto toraks. Mikroskopis BTA dahak 3,6,12 dan

24 bulan (sesuai indikasi/bila ada gejala) setelah dinyatakan sembuh. Evaluasi foto toraks 6, 12,

24 bulan setelah dinyatakan sembuh (bila ada kecurigaan TB kambuh).

Tujuan pengobatan

Pengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah kematian, mencegah

kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan mencegah terjadinya resistensi kuman terhadap

OAT.

49

Page 50: 239274718 Preskas Efusi Pleura Ec Tb Paru

50

Prinsip pengobatan

Pengobatan tuberkulosis dilakukan dengan prinsip-prinsip sebagai berikut:

OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat, dalam jumlah cukup

dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Jangan gunakan OAT tunggal

(monoterapi). Pemakaian OAT-Kombinasi Dosis Tetap (OAT-KDT) lebih

menguntungkan dan sangat dianjurkan.

Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan pengawasan langsung (DOT

= Directly Observed Treatment) oleh seorang Pengawas menelan Obat (PMO).

Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu fase intensif dan fase lanjutan.

Tahap Awal (Intensif)

- Pada tahap intensif pasien mendapat obat setiap hari dan perlu diawasi ecara

langsung untuk mencegah terjadinya resistensi obat.

- Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya pasien

menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu.

- Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi BTA negatif (konversi) dalam 2

bulan.

Tahap Lanjutan

- Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam jangka

waktu yang lebih lama.

- Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persisten sehingga mencegah

terjadinya kekambuhan.

50

Page 51: 239274718 Preskas Efusi Pleura Ec Tb Paru

51

Paduan OAT yang digunakan di Indonesia

Paduan OAT yang digunakan oleh Program Nasional Penanggulangan Tuberkulosis di

Indonesia:

o Kategori 1: 2 (HRZE) / 4(HR)3

o Kategori 2: 2 (HRZE)S/ (HRZE)/ 5(HR)3E3

Disamping kedua kategori ini, disediakan paduan obat sisipan (HRZE)

o Kategori Anak: 2HRZ/4HR

Paduan OAT kategori-1 dan kategori-2 disediakan dalam bentuk paket berupa obat

kombinasi dosis tetap (OAT KDT), sedangkan kategori anak sementara ini disediakan

dalam bentuk OAT kombipak.

Tablet OAT KDT ini terdiri dari kombinasi 2 atau 4 jenis obat dalam satu tablet.

Dosisnya disesuaikan dengan berat badan pasien. Paduan ini dikemas dalam satu paket

untuk satu pasien.

Paket kombipak.

Terdiri dari obat lepas yang dikemas dalam satu paket, yaitu Isoniazid, Rifampisin,

Pirazinamid dan Etambutol. Paduan OAT ini disediakan program untuk mengatasi

pasien yang mengalami efek samping OAT KDT.

Paduan OAT ini disediakan dalam bentuk paket, dengan tujuan untuk memudahkan

pemberian obat dan menjamin kelangsungan (kontinuitas) pengobatan sampai selesai.

Satu paket untuk satu pasien dalam satu masa pengobatan.

KDT mempunyai beberapa keuntuntungan dalam pengobatan TB:

1. Dosis obat dapat disesuaikan dengan berat badan sehingga menjamin efektifitas obat dan

mengurangi efek samping.

2. Mencegah penggunaan obat tunggal sehingga menurunkan resiko terjadinya resistensi

obat ganda dan mengurangi kesalahan penulisan resep

3. Jumlah tablet yang ditelan jauh lebih sedikit sehingga pemberian obat menjadi sederhana

dan meningkatkan kepatuhan pasien.

1. KATEGORI 1 (2HRZE/4H3R3)

Paduan OAT ini diberikan untuk pasien baru:

- Pasien baru TB paru BTA (+)

51

Page 52: 239274718 Preskas Efusi Pleura Ec Tb Paru

52

- Pasien TB paru BTA (-), foto toraks (+)

- Pasien TB ekstra paru

3 .OAT Sisipan (RHZE)

Paket sisipan KDT adalah sama seperti paduan paket untuk tahap intensif kategori 1 yang

diberikan selama sebulan (28 hari). 2

52

Page 53: 239274718 Preskas Efusi Pleura Ec Tb Paru

53

3.2.9 Komplikasi

Komplikasi dibagi atas kompilkasi dini dan lanjut:14

Komplikasi dini: pleuritis, efusi pleura, empiema, laringitis, usus, poncen’t atrhopathy

Komplikasi lanjut: SOPT, fibrosis paru, kor pulmonal, amiloidosis, Ca paru, ARDS.

3.2.10 Prognosis

Prognosis TB paru tergantung dari derajat berat, kepatuhan pasien, sensitivitas bakteri, gizi,

status imun, dan komorbiditas.14

53

Page 54: 239274718 Preskas Efusi Pleura Ec Tb Paru

54

BAB IV

ANALISIS KASUS

Kasus Pasien :

Pasien laki-laki (23 tahun) datang ke IGD RSPG Cisarua dengan keluhan sesak napas

sejak ± 2 minggu yang lalu yang dirasakan terus-menerus, semakin hari semakin memberat, dan

sedikit berkurang jika pasien miring ke kanan. Pasien juga mengeluh batuk-batuk sejak ± 1

bulan yang lalu tanpa dahak dan darah. Nyeri dada (+), mual (+), muntah (+). Demam (+) sejak

2 hari yang lalu. Pasien sudah mendapat terapi oksigen dan infus. Cairan di paru kanan pasien

sudah dikeluarkan, dan saat ini pasien merasa sesaknya sudah berkurang. Dari pemeriksaan fisik,

didapatkan pasien compos mentis, tampak sakit sedang, TD 130/80 mmHg, HR 102x/menit, RR

24x/menit, suhu afebris. Dari pemeriksaan fisik paru, didapatkan pergerakan dada kanan

tertinggal saat dinamis, vocal fremitus kanan melemah, redup pada paru kanan mulai ICS 4, dan

suara napas vesikuler melemah pada paru kanan. Status generalis lain dalam batas normal. Hasil

foto rontgen thorax menunjukkan kesan efusi pleura dextra dengan TB paru LLKB.

Pembahasan :

Efusi pleura tuberkulosis sering ditemukan di negara berkembang termasuk di

indonesia. Efusi pleura timbul sebagai akibat dari suatu penyakit, sebab itu hendaknya

dicari penyebabnya. Tuberkulosis paru dapat disertai efusi pleura yang bukan karena

tuberkulosis dan sebaliknya non tuberkulosis paru dapat disertai efusi pleura karena

tuberkulosis. Gambaran klinik dan radiologik antara transudat dan eksudat bahkan antara

efusi pleura tuberkulosis dan non tuberkulosis hampir tidak bisa dibedakan, sebab itu

pemeriksaan laboratorium menjadi sangat penting. Setelah adanya efusi pleura dapat

dibuktikan melalui pungsi percobaan, kemudian diteruskan dengan membedakan eksudat

dan transudat dan akhirnya dicari etiologinya. Apabila diagnosis efusi pleura tuberkulosis

sudah ditegakkan maka pengelolaannya menjadi tidak masalah, efusi ditangani seperti

efusi pada umumnya, sedangkan tuberkulosisnya diterapi seperti tuberkulosis pada

umumnya.

54

Page 55: 239274718 Preskas Efusi Pleura Ec Tb Paru

55

Efusi pleura terjadi karena tertimbunnya cairan pleura secara berlebihan sebagai

akibat transudasi (perubahan tekanan hidrostatik dan onkotik) dan eksudasi (perubahan

permeabilita membran) pada permukaan pleura seperti terjadi pada proses infeksi dan

neoplasma. Pada keadaan normal ruangan interpleura terisi sedikit cairan untuk sekedar

melicinkan permukaan kedua pleura yang saling bergerak karena pernapasan. Cairan

disaring keluar pleura parietalis yang bertekanan tinggi dan diserap oleh sirkulasi di

pleura viseralis yang bertekanan rendah. Disamping sirkulasi dalam pembuluh darah,

pembuluh limfe pada lapisn subepitelial pleura parietalis dan viseralis mempunyai

peranan dalam proses penyerapan cairan pleura tersebut. Jadi mekanisme yang

berhubungan dengan terjadinya efusi pleura pada umunya ialah kenaikan tekanan

hidrostatik dan penurunan tekanan osmotik pada sirkulasi kapiler, penurunan tekanan

kavum pleura, kenaikan permeabilitas kapiler dan penurunan aliran limfe dari rongga

pleura. Sedangkan pada efusi pleura tuberkulosis terjadinya disertai pecahnya granuloma

di subpleura yang diteruskan ke rongga pleura.

Pada kebanyakan penderita umumnya asimtomatis atau memberikan gejala

demam, berat badan yang menurun, nyeri dada terutama pada waktu bernapas dalam,

sehingga pernapasan penderita menjadi dangkal dan cepat dan pergerakan pernapasan

pada hemitoraks yang sakit menjadi tertinggal. Sesak napas terjadi pada waktu

permulaan pleuritis, disebabkan karena nyeri dadanya dan apabila jumlah cairan

meningkat, terutama kalau cairannya penuh. Batuk pada umumnya nonproduktif dan

ringan, terutama apabila disertai dengan proses tuberkulosis di parunya.

Pengobatan. Pada dasarnya pengobatan efusi pleura tuberkulosis sama dengan

efusi pleura pada umumnya, yaitu dengan melakukan torakosintesis agar keluhan sesak

penderita menjadi berkurang, terutama untuk efusi plaura yang berisi penuh. Sedangkan

tuberkulosisnya diterapi dengan OAT seperti tuberkulosis paru, dengan syarat terus

menerus, waktu lama dan kombinasi obat. Penderita TB paru atau dugaan TB dengan

efusi dapat diterapi dengan OAT.

55

Page 56: 239274718 Preskas Efusi Pleura Ec Tb Paru

56

Dosis OAT yang sering digunakan adalah :

Obat Dosis

(mg/kgBB

/hari)

Dosis yang dianjurkan

(mg/kgBB/hari )

Dosis

maks/hari

(mg)

Dosis (mg)/kgBB/hari

Harian Intermitten <40 40-60 >60

R 8 – 12 10 10 600 300 450 600

H 4-6 5 10 300 300 300 300

Z 20-30 25 35 750 1000 1500

E 15-20 15 30 750 1000 1500

S* 15-18 15 15 1000 Sesuai

BB

750 1000

* Pasien berusia >60 tahun tidak bisa mendapatkan dosis >500 mg/hari

BAB V

KESIMPULAN

Efusi pleura terjadi karena tertimbunnya cairan pleura secara berlebihan sebagai akibat

transudasi (perubahan tekanan hidrostatik dan onkotik) dan eksudasi (perubahan permeabilita

membran) pada permukaan pleura seperti terjadi pada proses infeksi dan neoplasma. Pada

keadaan normal ruangan interpleura terisi sedikit cairan untuk sekedar melicinkan permukaan

kedua pleura yang saling bergerak karena pernapasan. Sedangkan pada efusi pleura tuberkulosis

terjadinya disertai pecahnya granuloma di subpleura yang diteruskan ke rongga pleura.

Pada kebanyakan penderita umumnya asimtomatis atau memberikan gejala demam, berat

badan yang menurun, nyeri dada terutama pada waktu bernapas dalam, sehingga pernapasan

penderita menjadi dangkal dan cepat dan pergerakan pernapasan pada hemitoraks yang sakit

menjadi tertinggal. Sesak napas terjadi pada waktu permulaan pleuritis, disebabkan karena nyeri

dadanya dan apabila jumlah cairan meningkat, terutama kalau cairannya penuh. Batuk pada

56

Page 57: 239274718 Preskas Efusi Pleura Ec Tb Paru

57

umumnya nonproduktif dan ringan, terutama apabila disertai dengan proses tuberkulosis di

parunya.

Pada dasarnya pengobatan efusi pleura tuberkulosis sama dengan efusi pleura pada

umumnya, yaitu dengan melakukan torakosintesis agar keluhan sesak penderita menjadi

berkurang, terutama untuk efusi plaura yang berisi penuh. Sedangkan tuberkulosisnya diterapi

dengan OAT seperti tuberkulosis paru, dengan syarat terus menerus, waktu lama dan kombinasi

obat.

DAFTAR PUSTAKA

1. Price, SA. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi ke-6. Jakarta : EGC;2005.)

2. Ahmad, Zen. 2002. Tuberkulosis Paru. Dalam : Hadi H, Rasyid A, Ahmad Z, Anwar J.

Naskah Lengkap Workshop Pulmonology Pertemuan Ilmiah Tahunan IV Ilmu Penyakit

Dalam, Sumbagsel. Lembaga Penerbit Ilmu Penyakit Dalam FK UNSRI, hlm: 95-119.

3. Herryanto, dkk. 2004. Riwayat Pengobatan Penderita TB Paru Meninggal di Kabupaten

Bandung. Jurnal Ekologi Kesehatan Vol 3 No 1. hlm:1-6.

4. Light RW, et al. Pleural Disease, 5th Ed. Ch.1, Anatomy of the Pleura. Tennessee :

Lippincott Williams & Wilkins, 2007

5. Light RW, et al. Pleural Disease, 5th Ed. Ch.2, Physiology of the Pleural Space.

Tennessee : Lippincott Williams & Wilkins, 2007

6. Halim, Hadi. Penyakit-Penyakit Pleura. Dalam : Sudoyo, Aru W Dkk. Buku Ajar Ilmu

Penyakit Dalam. Jilid II. Edisi V. Hal 2329 - 2336. Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit

Dalam FKUI. 2009

57

Page 58: 239274718 Preskas Efusi Pleura Ec Tb Paru

58

7. Carolyn J. Hildreth,et.al. Pleural Effusion. The Journal of the American Medical

Association. JAMA, January 21, 2009—Vol 301, No. 3

8. Halim, Hadi. Penyakit-Penyakit Pleura. Dalam : Sudoyo, Aru W Dkk. Buku Ajar Ilmu

Penyakit Dalam. Jilid II. Edisi V. Hal 2329 - 2336. Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit

Dalam FKUI. 2009

9. Kasper, Braunwald, Et Al. Harrison’s Principles Of Internal Medicine Vol II. 16 th Ed.

2005. Mcgraw-Hill: New York

10. Steven A. Sahn. The Pathophysiology of Pleural Effusions. Department of

Medicine,Division of Pulmonary and Critical Care Medicine, Medical University of

South Carolina, Charleston, South Carolina 29425

11. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis, edisi 2. Jakarta : DepartemeN

Kesehatan RI, 2007

12. Konsensus Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan Tuberkulosis di Indonesia

13. PDPI. 2002. Tuberkulosis Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia,

Jakarta.

14. Depkes RI. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Jakarta. Departemen

Kesehatan RI. 2011.

58