21502998
Transcript of 21502998
1
BEBERAPA FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEPATUHAN MENJALANKAN TERAPI DIET RENDAH GARAM
PADA PASIEN YANG MENDAPATKAN KONSELING GIZI DI INSTALASI RAWAT INAP RSUD WATES
KABUPATEN KULON PROGO
KARYA TULIS ILMIAH
Disusun oleh : SRI HANDAYANI
04/174902/EKU/00082
PROGRAM STUDI S-1 GIZI KESEHATAN FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA TAHUN 2006
2
BEBERAPA FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEPATUHAN MENJALANKAN TERAPI DIET RENDAH GARAM
PADA PASIEN YANG MENDAPATKAN KONSELING GIZI DI INSTALASI RAWAT INAP RSUD WATES
KABUPATEN KULON PROGO
KARYA TULIS ILMIAH
Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Derajad Sarjana Gizi pada Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada
Disusun oleh : SRI HANDAYANI
04/174902/EKU/00082
PROGRAM STUDI S-1 GIZI KESEHATAN FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA TAHUN 2006
3
LEMBAR PENGESAHAN
KARYA TULIS ILMIAH
Beberapa Faktor Yang Berhubungan Dengan Kepatuhan Menjalankan Terapi Diet Rendah Garam
Pada Pasien Yang Mendapatkan Konseling Gizi di Instalasi Rawat Inap RSUD Wates Kabupaten Kulon Progo
Disusun oleh :
SRI HANDAYANI 04/174902/EKU/00082
Telah dipertahankan di depan Dewan Penguji pada tanggal 16 Januari 2006
SUSUNAN DEWAN PENGUJI
Ketua
Ir. I. Made Alit Gunawan, M.Si. NIP. 140 185 995
tanggal : Januari 2006
Anggota
Yeni Prawiningdyah, S.KM, M.Kes NIP. 140 215 282
tanggal : Januari 2006
Anggota
Setyowati, S.KM, M.Kes NIP. 140 219 144
tanggal : Januari 2006
Mengetahui a.n Dekan
Wakil Dekan Bidang Akademik dan Kemahasiswaan Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada Yogyakarta,
dr. Iwan Dwiprahasto, M.Med.Sc, Ph.DNIP. 131 860 994
4
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas limpahan
rakhmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah yang
berjudul : Beberapa Faktor Yang Berhubungan Dengan Kepatuhan Menjalankan
Terapi Diet Rendah Garam Pada Pasien Yang Mendapatkan Konseling Gizi di
Instalasi Rawat Inap RSUD Wates Kabupaten Kulon Progo
Karya Tulis Ilmiah ini telah dapat diselesaikan, atas bimbingan, arahan, dan
bantuan berbagai pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu, dan pada
kesempatan ini penulis dengan rendah hati mengucapkan terima kasih dengan
setulus-tulusnya kepada :
1. Bapak Prof. dr. Hamam Hadi, MS., Sc.D. selaku Ketua Program Studi
S1 Gizi Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada
Yogyakarta.
2. Bapak Ir. I. Made Alit Gunawan, M.Si., selaku Pembimbing Utama
3. Ibu Yeni Prawiningdyah, S.K.M., M.Kes., selaku Pembimbing
Pendamping.
4. Ibu Setyowati, S.KM, M.Kes, selaku penguji.
5. Direktur RSUD Wates yang telah memberikan dukungan dalam
pelaksanaan penelitian.
6. Rekan kerja dan para enumerator yang telah membantu dalam
pelaksanaan penelitian.
7. Rekan-rekan kuliah Program Studi S1 Gizi Kesehatan Fakultas
Kedokteran Universitas Gadjah Mada Angkatan 2004.
8. Suami, orang tua, anak-anak kami tercinta yang telah memberikan
bantuan dan dorongan serta menjadi penyemangat dalam penyusunan
karya tulis ilmiah ini.
Semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan kebaikan kepada semuanya,
sebagai imbalan atas segala amal kebaikan dan bantuannya. Akhirnya besar
harapan penulis semoga karya tulis ilmiah ini berguna bagi semua.
Penulis
5
INTISARI
Latar Belakang :.Pemberian makanan pada orang sakit pada prinsipnya harus memenuhi kebutuhan zat gizi yang disesuaikan dengan penyakit yang dideritanya. Tujuan utama terapi diet adalah mencegah malnutrisi, mengendalikan penyakit dengan manifestasi yang berhubungan dengan makanan serta pendukung pengobatan atau pembedahan. Pasien rawat inap yang harus menjalani terapi diet khusus akan diberikan konseling gizi oleh ahli gizi ruangan. Konseling gizi ini bertujuan untuk memberikan penjelasan mengenai diet yang harus diljalani selama dirawat serta memberikan motivasi agar pasien mematuhi anjuran diet yang sesuai dengan kondisi pasien dengan menghabiskan makanan yang disajikan serta tidak mengkonsumsi makanan luar rumah sakit dengan jumlah dan jenis yang tidak diperbolehkan. Proporsi terbesar diet khusus yang dilayani di RSUD wates adalah diet rendah garam, dan berdasarkan survey awal tingkat kepatuhannya masih rendah, dimana 87,5% pasien tidak menghabiskan makanan yang disajikan. Green (1980) perilaku/kepatuhan diantaranya dipengaruhi oleh faktor predisposisi yang meliputi tingkat pendidikan, pengetahuan, sikap serta faktor penguat yaitu dukungan keluarga.
Tujuan Penelitian : Untuk mengetahui beberapa faktor yang berhubungan dengan kepatuhan dalam menjalankan terapi diet rendah garam pada pasien yang mendapatkan konseling gizi di instalasi rawat inap RSUD Wates kabupaten Kulon Progo.
Metode penelitian : Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan rancangan studi cross-sectional. Subyek penelitian dipilih berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi sebanyak 30 pasien. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik wawancara menggunakan kuesioner, pengamatan taksiran visual (Comstock), dan metode food recal 24 jam selama 3 hari.
Hasil Penelitian : Hasil penelitian menunjukkan bahwa subyek penelitian sebagian besar memiliki tingkat pendidikan rendah (53,33%), pengetahuan baik (56,67%), sikap baik (53,33%), dukungan keluarga baik (56,67%), patuh terhadap diet (63,33%). Hasil analisis statistik dengan uji Chi-Square menunjukkan tidak ada hubungan yang bermakna antara tingkat pendidkan dengan kepatuhan, tidak ada hubungan yang bermakna antara pengetahuan dengan kepatuhan, tidak ada hubungan yang bermakna antara sikap dengan kepatuhan, dan tidak ada hubungan yang bermakna antara dukungan keluarga dengan kepatuhan menjalankan terapi diet rendah garam pada pasien yang mendapatkan konseling gizi.
Kesimpulan : Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa beberapa faktor (tingkat pendidikan, pengetahuan, sikap, dan dukungan keluarga) tidak berhubungan dengan kepatuhan dalam menjalankan terapi diet rendah garam pada pasien yang mendapatkan konseling gizi di instalasi rawat inap RSUD wates Kabupaten Kulon Progo.
Kata Kunci : Tingkat pendidikan, Pengetahuan, Sikap, Dukungan Keluarga, Kepatuhan Diet Rendah Garam, Konseling Gizi
Daftar Pustaka : 29 (1980 – 2005)
6
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL …………………………..…….……………………………. i
LEMBAR PENGESAHAN.. ...………………….….………………………………. ii
KATA PENGANTAR .………………………….. .. ….………………….…………. iii
INTISARI .......…................................................................................................ iv
DAFTAR ISI …………………………………….……………………….…………. . v
DAFTAR GAMBAR ……………….…………………………….……………...... vii
DAFTAR LAMPIRAN …………………………………………………….………… viii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang ...…………………………….………......................... 1
B. Rumusan Masalah ...………..……..………….……….……............. 4
C. Keaslian Penelitian …………………………………….…….............. 4
D. Tujuan Penelitian …………………………………………….............. 6
E. Manfaat Penelitian…………..………………………………............. 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kepatuhan…...………….………………........................................... 7
B. Pengetahuan …...………….…………..…….………………............. 10
C. Sikap…...………….………………..…….…………………………..... 11
D. Dukungan Keluarga …....………..…....………………………….. .... 12
E. Sisa Makanan...…….………………..….………............................... 13
F. Konseling Gizi ...….……………….…………………………….......... 16
G. Terapi Diit Rendah Garam……….……………......…..……….......... 20
H. Kerangka Teori …...………….………….………...……………......... 22
I. Kerangka Koseptual…………………..………...………………........ 23
J. Hipotesis …………………………………………………………........ 24
7
BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Rancangan Penelitian ................................................... 25B. Lokasi Penelitian ...………….………………..……....…............... 25C. Waktu Penelitian …...………….…………….………………...…...... 25D. Populasi Dan Subyek Penelitian …..…………..…….…………....... 25E. Perkiraan Besar Sampel …...………….……………………….….... 26F. Variabel Penelitian …...………………...………………..….……..... 26G. Definisi Operasional…...………….………….……….…………........ 27H. Jenis Data dan Cara Pengumpulan Data ………………………...... 29I. Prosedur Pelaksanaan ………………………………………… ..... 31J. Pengolahan Data ……………………………………………….... ..... 34K. Analisis Data ……………………………………………………… ..... 34L. Instrumen Penelitian ………………………………………………..... 35M. Etika Penelitian ……………………………………………………...... 36N. Keterbatasan Penelitian ................................................................. 36
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil............................................ ………………………………….... 37
1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian......................................... 372. Karakteristik Subyek Penelitian ............................................... 383. Gambaran Pengetahuan, Sikap, Dukungan Keluarga dan
Kepatuhan Diet ........................................................................ 414. Beberapa Faktor Yang Berhubungan Dengan Kepatuahan
Diet.. 43B. Pembahasan............................... …………………………...…….... 46
1. Karakteristik Subyek Penelitian ............................................... 462. Gambaran Pengetahuan, Sikap, Dukungan Keluarga dan
Kepatuhan Diet ........................................................................ 463. Beberapa Faktor Yang Berhubungan Dengan Kepatuahan
Diet…………………………………………………………………. 48
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ..........................…………………………….................. 55B. Saran..................……………………..........…...……........................ 55
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………......... 57LAMPIRAN
8
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1 Modifikasi Kerangka Teori Menurut Green, 2000……………….…. 22
Gambar 2 Kerangka Konseptual……………………………………………….…. 23
Gambar 3 Diagram Distribusi Subyek Peneltian Berdasarkan Kelompok Umur…………………………………………………………………….. 38
Gambar 4 Diagram Distribusi Subyek Peneltian Berdasarkan Jenis Kelamin.. 39
Gambar 5 Diagram Distribusi Subyek Peneltian Berdasarkan Kelas Perawatan………………………………………………………………. 40
Gambar 6 Diagram Distribusi Subyek Penelitian Berdasarkan Bentuk Makanan………………………………………………………………… 40
9
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 : Pernyataan Kesediaan Menjadi Subyek Penelitian
Lampiran 2 : Kuesioner Penelitian.
Lampiran 3 : Formulir Food Recall 24 jam
Lampiran 4 : Formulir Taksiran Visual (Comstock)
Lampiran 5 : Standard Diet Rendah Garam RSUD Wates
Lampiran 6 : Surat Ijin Penelitian
10
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Pelayanan gizi di rumah sakit adalah pelayanan gizi yang disesuaikan
dengan keadaan individu dan berdasarkan keadaan klinis, status gizi, dan status
metabolisme tubuhnya. Tujuan umum pelayanan gizi rumah sakit adalah terciptanya
sistem pelayanan gizi di rumah sakit dengan memperhatikan berbagai aspek gizi
dan penyakit, serta merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan secara
menyeluruh untuk meningkatkan dan mengembangkan mutu pelayanan gizi di
rumah sakit (Depkes RI, 2003).
Pemberian makanan pada orang sakit, pada prinsipnya harus memenuhi kebutuhan zat gizi yang disesuaikan dengan penyakit yang dideritanya. Hal ini berkaitan dengan perubahan fisiologis dan metabolisme dalam tubuh orang sakit. Dengan demikian pada kondisi khusus, pengaturan diet dan penyusunan menu dipersiapkan sesuai dengan jenis penyakit dan gejala untuk menunjang kesembuhan pasien (Depkes RI, 2003)
Pemberian makanan yang memenuhi kebutuhan gizi dan dapat diterima oleh pasien serta dapat dihabiskan akan mempercepat penyembuhan dan memperpendek hari rawatnya. Dengan biaya yang sama rumah sakit dapat memberikan pelayanan yang lebih banyak kepada masyarakat (Depkes RI, 1990).
Tujuan utama dari terapi diet adalah untuk mencegah atau mengobati melnutrisi, mengendalikan penyakit dengan manifestasi yang berhubungan dengan makanan dan sebagai pendukung pengobatan atau pembedahan lainnya. Nasihat tentang makanan sangat berguna untuk penyuluhan kesehatan, pencegahan penyakit, dukungan gizi, dan rehabilitasi (Harrison, 1995).
Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Wates adalah rumah sakit tipe C
dengan kapasitas tempat tidur sebanyak 153 TT (TempatTidur), dengan rata-rata
Bed Occupancy Rate (BOR) sebesar 77,78 %. dan Length Of Stay (LOS) selama 5
hari pada tahun 2004. Kegiatan pelayanan gizi yang yang dilaksanakan di RSUD
Wates meliputi kegiatan asuhan gizi bagi pasien rawat jalan dan rawat inap,
penyelenggaraan makanan, serta kegiatan penelitian dan pengembangan gizi..
11
Pasien dengan penyakit atau kondisi klinis tertentu yang dirawat di instalasi rawat
inap harus menjalani terapi diet khusus, seperti diet Rendah Garam (RG), diet
Diabetes Mellitus (DM), diet Rendah Lemak (RL), diet Jantung (DJ), diet Hati (DH),
diet Lambung (DL), dan lain-lain. Pasien dengan diet khusus tersebut, sebagian
besar diberikan konseling gizi oleh ahli gizi ruangan, dengan tujuan untuk
memberikan penjelasan tentang diet yang dijalani selama di rumah sakit, serta untuk
memberi motivasi agar pasien menghabiskan makanan yang disajikan.
Berdasarkan survei awal yang dilakukan pada bulan Juni tahun 2005
diperoleh data dari laporan tahunan Instalasi Gizi tahun 2004 bahwa rata-rata jumlah
diet yang dilayani sebanyak 35.548 perhari. Proporsi diet khusus selain diet Tinggi
Kalori Tinggi Protein (TKTP) yang diberikan sebesar 19,3 % dari total diet yang
diberikan. Dan proporsi diet khusus terbanyak yang diberikan adalah diet rendah
garam yaitu sebesar 7,6 % dari total diet yang diberikan.
Menurut Almatsier (2003), terapi diet Rendah Garam (Garam Rendah)
diberikan kepada pasien dengan edema atau ascites dan atau hipertensi seperti
yang terjadi pada penyakit decompensasio kordis, sirosis hati, penyakit ginjal
tertentu, toksemia kehamilan, dan hipertensi esensial. Macam diet Rendah Garam
adalah diet Rendah Garam I yaitu pada pengolahan makanan tidak ditambahkan
garam, diet Rendah Garam II yaitu boleh menggunakan ½ sdt garam dapur dalam
pangolahan makanan, serta diet Rendah Garam III yaitu boleh menggunakan 1 sdt
garam dapur dalam pengolahan makanan. Sebagian besar diet Rendah Garam
yang diberikan di RSUD Wates adalah diet Rendah Garam II dengan pembatasan
penggunaan garam dapur dalam makanan yang disajikan.
Saat ini masih banyak pasien yang mempunyai tingkat kepatuhan yang
kurang dalam menjalankan terapi diet. Hasil penelitian Anggraini, tahun 2000
mengenahi kepatuhan pasien dalam menjalankan terapi diet DM, dengan hasil
kepatuhan masih kurang. Penelitian Rahayu (2004) mengenai kepatuhan diet pada
Gagal Ginjal kronik dengan terapi Hemodialisa (HD), hasil terbanyak pada katagori
kurang patuh. Pasien yang menjalani diet Rendah Garam, harus mengkonsumsi
makanan dengan cita rasa yang berbeda (lebih hambar) dibandingkan dengan diet
khusus yang lain maupun diet biasa. Dari hasil survei awal yang dilaksanakan pada
pasien dengan diet rendah garam diperoleh hasil bahwa sebanyak 87,5 % tidak
12
menghabiskan makanan yang disajikan, dengan sisa makanan > 25 %. Kegiatan
konseling gizi sudah dilakukan pada sebagian besar pasien dengan diet rendah
garam, namun tingkat kepatuhan pasien untuk menjalankan diet masih rendah yang
dapat diketahui dari sisa makanan yang masih banyak.
Tujuan konseling gizi adalah membuat perubahan pengetahuan, sikap, dan perilaku makan, serta pola makan sesuai dengan kebutuhan klien/pasien (Depkes, 2003). Data sisa makanan umumnya digunakan untuk mengevaluasi efektifitas program penyuluhan gizi, penyelenggaraan makanan dan pelayanan makanan, serta kecukupan konsumsi makanan pada kelompok atau perorangan. Sisa makanan yang melebihi 25 % menunjukkan kegagalan suatu penyelenggaraan makanan (Thompson, 1987). Hasil penelitian dari Louhenapessy (2003), berdasarkan uji regresi linier bahwa ada pengaruh konseling gizi terhadap sisa makanan.
Perubahan sikap dan perilaku individu dimulai dengan tahap kepatuhan, identifikasi, dan kemudian baru menjadi internalisasi (Kelman, 1958 dalam Azwar, 2003). Kepatuhan adalah sejauh mana perilaku pasien sesuai dengan ketentuan yang diberikan oleh profesional kesehatan (Sacket, 1976, dalam Rahayu, 2004). Pasien mungkin tidak mematuhi tujuan atau mungkin melupakan begitu saja atau salah mengerti instruksi yang diberikan.(Niven, 2002, dalam Rahayu, 2004). Ketaatan terhadap anjuran diet untuk terapi dapat dipantau dengan mudah pada pasien rawat inap. Namun demikian pasien dapat menolak atau tidak dapat memakannya. Karena itu status gizi dan ketaatan pasien harus dipantau dengan cermat meskipun dirawat di rumah sakit (Harrison, 1995).
Green (1980) mengemukakan teori yang menggambarkan hubungan pendidikan kesehatan dengan faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku kesehatan dimana salah satu indikator dari perilaku kesehatan adalah kepatuhan, yaitu : 1. Faktor predisposisi (predisposing factor), seperti : tingkat pendidikan,
pengetahuan, sikap. 2. Faktor yang memudahkan (enabling factor), seperti : ketersediaan fasilitas dan
ketercapaian fasilitas. 3. Faktor yang memperkuat (reinforcing factor), seperti : sikap dan ketrampilan
petugas kesehatan (konselor), orang tua (dukungan keluarga), teman sebaya dan lain-lain.
13
Berdasarkan uraian permasalahan di atas dihubungkan dengan teori yang
dikemukakan oleh Green, penulis tertarik untuk meneliti hubungan antara beberapa
factor predisposisi yaitu tingkat pendidikan, pengetahuan dan sikap, serta faktor
penguat yaitu dukungan keluarga, dengan kepatuhan menjalankan terapi diet
rendah garam pada pasien yang mendapatkan konseling gizi di instalasi rawat inap
RSUD Wates Kabupaten Kulon Progo.
B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian dalam latar belakang di atas, maka perumusan masalah
dalam penelitian ini adalah : Apakah faktor tingkat pendidikan, pengetahuan, sikap, dan dukungan keluarga berhubungan dengan kepatuhan menjalankan terapi diet rendah garam pada pasien yang mendapatkan konseling gizi di instalasi rawat inap RSUD Wates Kabupaten Kulon Progo ?
C. Keaslian penelitian
1. Anggraini (2000), penelitian mengenai hubungan antara pengetahuan, sikap
dengan perilaku pasien diabetes mellitus dalam menjalankan terapi diet di
instalasi rawat inap, dengan hasil tidak ada hubungan yang signifikan antara
pengetahuan dengan perilaku dan tidak ada hubungan yang signifikan antara
sikap dengan perilaku. Tidak ada hubungan antara perilaku dengan umur,
tidak ada hubungan antara perilaku dengan jenis kelamin, dan terdapat
hubungan antara perilaku dengan tingkat pendidikan walaupun rendah.
Perbedaan dengan penelitian ini terletak pada subyek penelitian yaitu pada
pasien diabetes mellitus, meneliti variabel umur dan jenis kelamin, dan lokasi
penelitian dilaksanakan di RSUP dr Sardjito. Persamaan dengan penelitian
ini adalah pada variabel terikat, yaitu kepatuhan pasien dalam menjalankan
terapi diet.
2. Widiyanto (2002), penelitian mengenai hubungan antara pengetahuan dan
sikap dengan perilaku keluarga pada tingkat kepatuhan minum obat
penderita skizoprenia, dengan hasil tidak ada hubungan antara pengatahuan
dengan perilaku, tidak ada hubungan antara sikap dengan perilaku, dan tidak
ada hubungan antara pengetahuan dan sikap dengan perilaku keluarga pada
tingkat kepatuhan minum obat penderita skizoprenia.
14
Perbedaan dengan penelitian ini adalah subyek penelitian pada pasien
Skizoprenia, tidak meneliti tentang tingkat pendidikan, lokasi penelitian
dilaksanakan di Rumah Sakit Jiwa (RSJ) dr Amino Gondo Hutomo
Semarang. Persamaan dengan penelitian ini adalah pada variabel
pengetahuan dan sikap sebagai variabel bebas dan tingkat kepatuhan
sebagai variabel terikat.
3. Pontolumiju (2002), penelitian mengenai pendidikan kesehatan melalui
diskusi kelompok dan ceramah untuk peningkatan pengetahuan, sikap, dan
perilaku makan penderita hipertensi, dengan hasil pendidikan kesehatan
melalui diskusi kelompok lebih baik dalam meningkatkan pengetahuan, sikap
dan perilaku makan penderita hipertensi tentang hipertensi dan
penanggulangannya melalui konsumsi garam (natrium), lemak, dan kalium
daripada kelompok ceramah. Perbedaan dengan penelitian ini adalah pada
rancangan penelitian yaitu dengan quasy eksperiment non equivalent contro
group design with pre test and post test. Persamaan dengan penelitian ini
adalah meneliti mengenai pengetahuan, dan sikap dihubungkan dengan
pendidikan kesehatan.
4. Louhenapessy (2003), penelitian mengenai pengaruh konseling terhadap
sisa makanan dan status gizi pasien dengan makanan khusus , dengan hasil
ada perbedaan sisa makanan antara pre dan post serta ada pengaruh
konseling gizi terhadap sisa makanan. Tidak ada perbedaan antara status
gizi masuk dan keluar serta tidak ada pengaruh konseling gizi terhadap
status gizi
Perbedaan dengan penelitian ini adalah rancangan penelitian dengan quasy
eksperimen, subyek penelitian pada pasien dengan makanan khusus,
meneliti tentang status gizi pasien, dan lokasi penelitian dilaksanakan di
ruang penyakit dalam RSUD dr. M.Haulussy Ambon. Persamaan dengan
penelitian ini adalah menghubungkan konseling gizi dengan sisa makanan.
15
D. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Mengetahui beberapa faktor yang berhubungan dengan kepatuhan
menjalankan terapi diet rendah garam pada pasien yang mendapatkan
konseling gizi di instalasi rawat inap RSUD Wates Kabupaten Kulon Progo.
2. Tujuan Khusus a. Mengetahui hubungan tingkat pendidikan dengan kepatuhan
menjalankan terapi diet rendah garam pada pasien yang mendapatkan
konseling gizi.
b. Mengetahui hubungan pengetahuan dengan kepatuhan menjalankan
terapi diet rendah garam pada pasien yang mendapatkan konseling gizi.
c. Mengetahui hubungan sikap dengan kepatuhan menjalankan terapi diet
rendah garam pada pasien yang mendapatkan konseling gizi.
d. Mengetahui hubungan dukungan keluarga dengan kepatuhan
menjalankan terapi diet rendah garam pada pasien yang mendapatkan
konseling gizi.
E. Manfaat Penelitian 1. Bagi Rumah Sakit
Mendapatkan masukan mengenai beberapa faktor yang berhubungan
dengan kepatuhan menjalankan terapi diet rendah garam di instalasi rawat
inap, sehingga hal ini dapat digunakan sebagai bahan evaluasi bagi instalasi
gizi dalam melaksanakan kegiatan pelayanan gizi.
2. Bagi Pengembangan Penelitian
Sebagai dasar dan acuan bagi penelitian selanjutnya.
3. Bagi Peneliti
Meningkatkan pengetahuan dan wawasan dalam melakukan penelitian yang
berhubungan dengan kepatuhan menjalankan terapi diet rendah garam pada
pasein yang mendapatkan konseling gizi di instalasi rawat inap.
16
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Kepatuhan
1. Pengertian
Kata kepatuhan berasal dari kata dasar patuh yang berarti taat, suka
menurut dan berdisiplin terhadap perintah, aturan, dan sebagainya (Kamus
besar Bahasa Indonesia, 1995). Menurut Cacket (1976, dalam Rahayu, 2004)
kepatuhan adalah sejauh mana perilaku pasien sesuai dengan ketentuan yang
diberikan oleh profesional kesehatan.
Kepatuhan merupakan tahap pertama dalam proses perubahan sikap
dan perilaku. Hal ini dikemukakan oleh Kelman (1958, dalam Azwar, 2003))
bahwa perubahan sikap dan perilaku individu melalui tiga tahap, yaitu :
a. Tahap Kepatuhan
Biasanya perubahan pada tahap ini bersifat sementara, artinya tindakan
tersebut dilakukan bila masih ada pengawas/petugas kesehatan yang
mengawasinya. Pada tahap ini pengaruh kelompok sangat besar terhadap
individu untuk mengikuti perilaku mayoritas kelompok meskipun sebenarnya
dia tidak menyetujui, namun setelah individu tersebut keluar dari kelompok
mungkin perilakunya akan berubah sesuai keinginannya sendiri.
b. Tahap Identifikasi
Motivasi pada tahap ini lebih baik dibandingkan dengan tahap complience
(kepatuhan), namun motivasi ini belum menjamin kelestarian perilkau itu
karena individu belum dapat mengaitkan perilaku tersebut dengan nilai lain
dalam hidupnya.
c. Tahap Internalisasi
Pada tahap ini perilaku yang baru dianggap positif bagi individu itu sendiri
dan diintegrasikan dengan nilai-nilai dalam hidupnya. Internalisasi ini dapat
dicapai jika petugas kesehatan merupakan tokoh yang dapat dipercaya yang
dapat membuat individu atau masyarakat memahami makna penggunaan
dan arti pentingnya perilaku baru tersebut bagi kehidupan individu atau
17
masyarakat itu sendiri. Terwujudnya internalisasi diperlukan kesediaan
individu atau masyarakat sasaran untuk mengubah sistem nilai dan
kepercayaan induvidu atau masyarakat agar menyesuaikan diri dengan nilai
yang baru.
2. Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Kepatuhan
Menurut Green (1980), dalam teori The Precede-Proceed Model
salah satu indikator perilaku kesehatan adalah kepatuhan. Perilaku
kesehatan (kepatuhan) dihubungkan dengan pendidikan kesehatan
dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu :
a. Faktor predisposisi (Predisposing Factor)
Meliputi : pengetahuan, kepercayaan, nilai, sikap, atau variable
demografi yang dipilih seperti tingkat pendidikan, dan lain-lain.
b. Faktor yang memudahkan (Enabling Factor)
Meliputi : ketersediaan fasilitas, ketercapaian fasilitas, aturan, dan hukum,
dan lain-lain
c. Faktor yang memperkuat (Reinforcing Factor)
Meliputi : sikap dan ketrampilan petugas kesehatan, keluarga (pasangan,
orang tua), teman sebaya dan lain-lain.
Menurut Fuerstein (1986, dalam Rahayu, 2004), faktor-faktor yang
mendukung kepatuhan adalah :
a. Pendidikan
Pendidikan pasien dapat meningkatkan kepatuhan, sepanjang bahwa
pendidikan tersebut merupakan pendidikan yang aktif seperti
penggunaan buku-buku dan kaset-kaset oleh pasien secara mandiri.
b. Akomodasi
Suatu usaha harus dilakukan untuk memahami ciri kepribadian pasien
yang dapat mempengaruhi kepatuhan. Pasien yang cemas harus
diturunkan dulu tingkat kecemasannya dengan cara meyakinkan dia
sehingga termotivasi untuk mengikuti anjuran karena pasien yang mandiri
harus dapat merasakan bahwa ia dilibatkan.
18
c. Modifikasi faktor lingkungan dan sosial
Hal ini berarti membangun dukungan sosial dan keluarga dan teman-
teman. Kelompok pendukung dapat dibentuk untuk membentuk
kepatuhan terhadap program pengobatan.
d. Perubahan model terapi
Program pengobatan dapat dibuat sesederhana mungkin, dan pasien
terlibat aktif dalam pembuatan program pengobatan. Dengan ini
komponen-komponen sederhana dalam program pengobatan dapat
diperkuat untuk selanjutnya dapat mematuhi komponen yang lebih
kompleks.
e. Meningkatkan interaksi professional kesehatan dengan pasien
Penting untuk memberikan umpan balik pada pasien setelah memperoleh
informasi tentang diagnosis. Pasien membutuhkan penjelasan tentang
kondisinya saat ini, apa penyebabnya dan apa yang dapat mereka
lakukan dengan kondisi saat ini. Ini juga dapat meningkatkan
kepercayaan pasien (Niven 2002, dalam Rahayu, 2004).
Menurut Dundar dan Stunkard (1979, dalam Theresia 2004) ada
beberapa factor yang mempengaruhi ketidakpatuhan, yang dapat
digolongkan menjadi empat bagian yaitu pemahaman tentang instruksi,
kualitas interaksi, isolasi sosial dan keluarga, keyakinan, sikap, dan
kepribadian.
3. Pengukuran Kepatuhan
Menurut Mansur (1981, dalam Syamsiatun, 2001) kepatuhan diet dapat
diukur dengan :
a. Peramalan atau perkiraan petugas kesehatan.
Pengukuran dengan cara ini hasilnya kurang akurat
b. Catatan pribadi pasien
Data berupa data primer yang diperoleh dari wawancara, misalnya food
recall 3 hari atau data sekunder dengan menggunakan catatan atau
tulisan yang ada (food record). Untuk mengetahui kepatuhan terhadap
konsumsi makanan yang disajikan di rumah sakit dapat dilihat melalui
pengamatan visual (Comstock) terhadap sisa makanan pasien.
19
c. Pengukuran medis
d. Analisa kimia darah
Analisa dengan cara ini hasil yang diperoleh paling obyektif.
e. Hasil klinik
f. Monitor pengobatan
Cara ini telah mendapat pengakuan sebagai suatu metode
memperkirakan kepatuhan yang baik.
B. Pengetahuan
Menurut Notoatmojo (1997) pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan
ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu.
Pengetahuan dapat membentuk keyakinan tertentu sehingga seseorang
berperilaku sesuai dengan kenyataannya. Perilaku yang didasari oleh
pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh
pengetahuan. Apabila penerimaan perilaku baru didasari oleh pengetahuan,
kesadaran, sikap yang positif maka perilaku tersebut akan bersifat langgeng (lost
lasting). Sebaliknya bila tidak didasari oleh pengetahuan dan kesadaran akan
tidak berlangsung lama.
Pengetahuan kesehatan mungkin diperlukan sebelum suatu tindakan
kesehatan seseorang terjadi, tetapi tindakan kesehatan yang diinginkan mungkin
tidak terjadi kecuali seseorang menerima nasehat yang cukup kuat untuk
memotivasinya bertindak sesuai dengan pengetahuan yang dimilikinya (Green,
1980).
Pengetahuan yang termasuk di dalam domain kognitif mempunyai 6
tingkat (Notoatmodjo, 1997) yaitu :
1. Tahu (Know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya. Termasuk ke dalam tingkat ini adalah mengingat kembali
sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari. Oleh sebab itu tahu
merupakan tingkatan pengetahuan yang paling rendah.
20
2. Memahami (Comprehension)
Memahami diartikan sebgai suatu kemampuan menjelaskan secara benar
tentang obyek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut
secara benar.
3. Aplikasi (Aplication)
Diartikan sebagai kemampuan menggunakan materi yang telah dipelajari
pada situasi riil. Aplikasi di sini dapat diartikan aplikasi atau penggunaan
hukum-hukum, rumus metode, prinsip, dan sebagainya dalam konteks dan
situasi yang lain.
4. Analisis (Analysis)
Adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu obyek ke
dalam suatu komponen-komponen tetapi masih di dalam suatu struktur
organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain.Kemampuan
analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata-kata kerja : dapat
menggambarkan, membedakan, memisahkan dan sebagainya.
5. Sintesis (Syintesis)
Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau
menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang
baru. Dengan kata lain sintesis itu suatu kemampuan menyusun formulasi
baru dari formulasi-formulasi yang ada.
6. Evaluasi (Evaluation)
Evalausi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau
penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilainan itu berdasarkan suatu
kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah
ada.
C. Sikap
Menurut La Pierre (1934) dalam Alllen, Guy & Edgley (1980)
mendefinisikan sikap sebagai suatu pola perilaku, tendensi atau kesiapan
antisipasif, predisposisi untuk menyesuaikan diri dalam situasi sosial, atau
secara sederhana, sikap adalah respon terhadap stumuli sosial yang telah
21
terkondisikan. Mucchievelli menggambarkan sikap sebagai suatu kecenderungan
pikiran atau perasaan konstan relatif yang menuju pada suatu kategori obyek,
orang, atau situasi yang past (Green, 1980).
Notoatmojo (1997) menjelaskan sikap mempunyai 3 komponen pokok,
yaitu : kepercayaan (keyakinan), kehidupan emosional, dan kecenderungan
untuk bertindak. Dan dikemukakan juga bahwa sikap terdiri dari berbagai
tingkatan, yaitu :
1. Menerima (Receiving)
Menerima diartikan bahwa orang mau dan memperhatikan stimulus yang
diberikan.
2. Merespon (Responding)
Memberi jawaban bila ditanya, mengerjakan tugas yang diberikan adalah
indikasi dari sikap. Karena dengan suatu usaha untuk menjawab pertanyaan
atau mengerjakan tugas yang diberikan, lepas pekerjaan itu benar atau salah
adalah berarti orang menerima ide tersebut.
3. Menghargai (Valuing)
Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan dengan orang
lain terhadap suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga.
4. Bertanggung jawab (Responsible)
Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala
resiko adalah merupakan sikap yang paling tinggi.
D. Dukungan Keluarga
1. Definisi Dukungan Keluarga
Dukungan keluarga adalah sikap, tindakan, dan penerimaan keluarga
terhadap penderita yang sakit. Keluarga terdiri dari suami, istri, anak, dan
untuk Indonesia dapat meluas mencakup saudara dari kedua belah pihak
(Siswowijoto cit. Rachmayanti, 1992)
Friedman (1998), menyebutkan bahwa keluarga berfungsi sebagi
sistem pendukung bagi anggotanya. Anggota keluarga memandang bahwa
orang yang bersifat mendukung selalu siap memberikan pertolongan dan
bantuan jika diperlukan.
22
2. Fungsi Dukungan Keluarga
Kaplan dalam Friedman (1994), menerangkan bahwa keluarga memiliki
beberapa fungsi dukungan, yaitu :
a. Dukungan informasional
Keluarga sebagai kolektor dan diseminator informasi tentang :
pengetahuan keluarga mengenai penyakitnya, dan pengetahuan
keluarga mengenai terapi diet yang harus dijalankan, dan lain-lain.
b. Dukungan penilaian
Keluarga bertindak sebagai sebuah bimbingan umpan balik, membimbing
dan menengahi pemecahan masalah serta sebagai sumber dan validator
identitas anggota keluarga diantaranya memberikan support,
penghargaan, dan perhatian.
c. Dukungan instrumental
Keluarga merupakan sumber pertolongan praktis dan konkret
diantaranya keteraturan pengobatan, kesehatan penderita dalam hal
kebutuhan makan dan minum, istirahat dan tidur, terhindar dari kelelahan.
d. Dukungan emosional
Keluarga sebagai sebuah tempat yang aman dan damai untuk istirahat
dan pemulihan serta membantu penguasaan terhadap emosi diantaranya
menjaga hubungan emosional/perasaan aman, nyaman, dan merasa
terlindungi serta hubungan antar inerpersonal.
E. Sisa Makanan
1. Pengertian Sisa Makanan
Menurut Hirch (1979) sisa makanan adalah bahan makanan atau
makanan yang tidak dimakan. Ada dua jenis sisa makanan yaitu : 1)
kehilangan bahan makanan pada waktu proses persiapan dan pengolahan
bahan makanan (waste), 2) Makanan yang tidak habis dikonsumsi setelah
makanan disajikan (plate waste). Sisa makanan merupakan makanan yang
tidak habis dimakan dan dibuang sebagai sampah (Azwar, 1990).
Sisa makanan (waste) merupakan indikator penting dari pemanfaatan
sumber daya dan persepsi konsumen terhadap penyelenggaraan makanan
23
(Frakes et al, 1986). Data sisa makanan umumnya digunakan untuk
mengevaluasi efektifitas program penyuluhan gizi, penyelenggaraan dan
pelayanan makanan, serta kecukupan makanan kelompok atau perorangan.
Sisa makanan yang melebihi 25 % menunjukkan kegagalan suatu
penyelenggaraan makanan. (Thomson et al, 1987).
2. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Terjadinya Sisa makanan
a. Cita rasa makanan
Cita rasa makanan terdiri dari dua aspek utama yaitu penampilan
makanan dan rasa makanan. Penampilan makanan terdiri dari warna
makanan, konsistensi, bumbu yang digunakan, aroma masakan, dan
keempukan atau kerenyahan, serta tingkat kematangan. Dalam
penyajian makanan penampilan dan rasa makanan harus diperhatikan
sedemikian rupa, sehingga menimbulkan kesan yang menarik bagi
pasien dan dapat menimbulkan selera pasien untuk menghabiskan
makanan yang disajikan. (Moehyi, 1988).
b. Cara Penyajian Makanan
Cara penyajian makanan merupakan factor yang perlu mendapat
perhatian dalam mempertahankan penampilan dari makanan yang
disajikan. Dalam penyajian makanan selain factor cita rasa, juga
berkaitan dengan peralatan yang digunakan, serta sikap petugas penyaji
makanan termasuk kebersihan peralatan makanan maupun kebersihan
petugas yang menyajikan makanan (Akmal dkk.,1995).
c. Kebiasaan Makan
Kebiasaan makan pasien dapat mempengaruhi pasien dalam
menghabiskan makanan yang disajikan, bila kebiasaan makan pasien
sesuai dengan makanan yang disajikan baik dalam hal susunan menu
maupun besar porsi, pasien cenderung akan menghabiskan makanan
yang disajikan, sebaliknya bila tidak sesuai dengan kebiasaan makan
pasien, maka dibutuhkan waktu untuk penyesuaian. Waktu pembagian
makanan yang tepat dengan jam makan pasien serta jarak waktu makan
24
yang sesuai, turut berpengaruh terhadap timbulnya sisa makanan.
Makanan yang terlambat datang dapat menurunkan selera makan
konsumen, sehingga dapat menimbulkan sisa makanan yang banyak
(Mukrie, 1990).
d. Nafsu Makan
Nafsu makan biasanya sangat dipengaruhi oleh keadaan dan kondisi
pasien. Pada umumnya pasien yang berada dalam keadaan sedih,
merasa takut karena menderita suatu penyakit, tidak bebas bergerak
karena penyakit tertentu sering menimbulkan putus asa, sehingga pasien
kehilangan nafsu makan. Waktu perawatan yang cukup lama di rumah
sakit akan berpengaruh terhadap makanan yang dikonsumsi, karena
pasien sudah mengetahui jenis makanannya, rasa, dan bentuk makanan
yang disajikan. Hal ini akan menyebabkan pasien kehilangan selera
makan, sehingga makanan yang disajikan tidak dikonsumsi (Moehyi,
1988).
3. Cara Penentuan Sisa Makanan
Cara menentukan sisa makanan adalah dengan beberapa metode, yaitu :
a. Metode Penimbangan
Prinsip dari metode ini adalah mengukur secara langsung berat dari tiap
jenis makanan yang dikonsumsi, selanjutnya dapat dihitung prosentase
sisa makanan.
b. Metode Taksiran Visual (Comstock)
Prinsip dari metode ini ini adalah para penaksir (estimator) menaksir
secara visual banyaknya sisa makanan yang ada untuk setiap golongan
makanan atau jenis hidangan. Hasil estimasi tersebut bisa dalam bentuk
berat makanan yang dinyatakan dalam gram atau bentuk skor bila
menggunakan skala pengukuran.
25
c. Penilaian konsumen
Penilaian konsumen pada dasarnya sama dengan taksiran visual, hanya
saja konsumen ditanya mengenai penilaiannya terhadap makanan yang
disajikan dan dikonsumsi.
Hasil penelitian Murwani (2001) menunjukkan bahwa taksiran visual
mempunyai korelasi yang kuat dengan penimbangan, sehingga taksiran
visual dapat digunakan untuk menentukan sisa makanan menggantikan
metode penimbangan.
F. Konseling Gizi
1. Pengertian
Arti harafiah konseling adalah bimbingan atau pertolongan dengan
prosedur tertentu yaitu adanya proses belajar pada yang ditolong. Jadi
konseling lebih merupakan proses pendidikan dan tujuan utamanya adalah
belajar. Hasilnya adalah perubahan cara berpikir, bertingkah laku atau paling
tidak salah satunya (Perwitasari, 1995)
Konseling gizi didefinisikan sebagai cara untuk membantu seseorang
yang mempunyai masalah gizi dengan meningkatkan pengetahuan dan
motivasinya. Konsep konseling sebagai hubungan interpersonal antara
pasien dengan konselor menitikberatkan pada komunikasi dinamis dan
penting untuk membangun kepercayaan di antara konselor dengan pasien
(Curry dan Jaffe,1998). Konseling atau konsultasi gizi adalah proses dimana
seseorang dibantu memecahkan masalah gizi dan masalah dietnya (Depkes,
1990).
Dalam proses konseling gizi diperlukan adanya motivasi sebab
motivasi merupakan dorongan atau stimulus untuk bertindak. Motivasi juga
merupakan semua hal verbal, fisik atau psikologis yang membuat seseorang
melakukan sesuatu sebagai respon (Stevenson, 2001).
26
2. Tujuan Konseling Gizi
Tujuan dari konseling gizi adalah membuat perubahan perilaku
makanan pada pasien. Hal ini akan terwujud melalui penjelasan diet yang
perlu dijalankan oleh pasien, yang diperlukan untuk proses penyembuhan,
kepatuhan pasien untuk melaksanakan diet yang telah ditentukan, dan
pemecahan masalah yang timbul dalam melaksanakan diet tersebut
(Depkes, 2003). Tujuan konsultasi gizi (konseling gizi) adalah membuat
perubahan yang diinginkan pada food behavior. Dalam proses konsultasi
gizi, prinsip ilmu tentang makanan dan gizi diterjemahkan secara praktis,
sehingga cocok dan dapat diterima oleh klien (Depkes, 1990).
3. Konsultan atau konselor
Ahli gizi adalah seseorang yang profesional dimana dengan
pendidikan dan pengalamannya mempunyai kualifikasi terbaik untuk
memberikan konsultasi gizi. Konsultan atau konselor yang berhasil dan
dapat memuaskan adalah yang memiliki pengetahuan yang luas dalam ilmu
makanan dan gizi serta penerapannya. Seseorang tidak dapat menjelaskan
tentang diet yang murah bila tidak mengerti harga makanan. Seseorang tidak
akan dapat menjelaskan tentang substitusi makanan bila tidak tahu tentang
nilai gizi makanan.
Demikian juga untuk dapat memberikan konsultasi gizi, konsultan
perlu mengetahui prinsip dasar persiapan dan pengolahan makanan.
Diperlukan juga pengetahuan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi sikap
terhadap makanan dan teknik yang dapat digunakan untuk membantu pasien
mengambil keputusan untuk membuat perubahan sikap yang diperlukan
terhadap kebiasaan makan.
4. Langkah-langkah dalam proses konsultasi gizi (konseling gizi)
Proses konsultasi dapat dibagi dalam empat tahap, yaitu : pengkajian
data (assessment), perencanaan (planning), implementasi (implementation),
dan evaluasi (evaluation).
a. Pengkajian Data
Adalah proses pengumpulan data dan evaluasi data untuk meningkatkan
kebiasaan pasien. Hal ini menggambarkan status gizi, sikap terhadap
27
makanan dan lingkungan, termasuk riwayat sosial, medis, dan gizi.
Setiap pengkajian data harus dapat memberilkan kesimpulan sebagai
perencanaan.
b. Perencanaan
Atas dasar pengkajian data dapat ditentukan :
b.1. Tujuan yang dapat dicapai
b.2. Cara untuk mencapai tujuan
b.3. Rencana evaluasi
Perencanaan yang baik menggunakan prinsip ilmu tentang makanan dan
gizi, dalam hubungannya dengan keadaan sosial, ekonomi, psikologi,
dan lingkungan fisik.
c. Implementasi
Implementasi berarti bahwa pasien mampu mandiri untuk merencanakan
menu mereka sendiri, mengerti cara mempersiapkan makanan yang
sesuai dengan perubahan yang diperlukan dan untuk dapat
mengkonsumsi makanan sesuai dengan jumlah yang telah ditetapkan.
Termasuk pemilihan makanan pasar/toko sesuai dengan harga yang
terjangkau, label informasi, dan sebagainya.
d. Evaluasi
Perkembangan pasien dalam mencapai tujuan harus dievaluasi dari
waktu ke waktu oleh pasien sendiri dan konsultan. Evaluasi menunjukkan
sampai dimana pasien dapat mencapai tujuan. Apakah pasien cukup
mempunyai motivasi untuk melakukan perubahan, apakah teknik yang
digunakan konsultan cocok untuk pasien. Setiap evaluasi merupakan
reevaluasi atau suatu penambahan dari pengkajian data sebelumnya.
Dan merupakan revisi dari rencana sebelumnya bila perlu dan dapat
merubah implementasi. Kadang-kadang evaluasi menunjukkan bahwa
pasien tidak dapat dibantu atau tidak mau dibantu, inipun harus diketahui.
5. Tata Kerja Konsultasi Gizi Pasien Rawat Inap
a. Pasien baru segera dikunjungi oleh petugas gizi (Ahli Gizi) untuk
dilakukan anamnese diet, dengan :
28
a.1. Memperkenalkan diri dan berlaku ramah
a.2. Mengikutsertakan anggota keluarga bila mungkin
a.3. Menanyakan kepada pasien tentang apa yang didiskusikan dengan
dokter mengenai diet yang dianjurkan
a.4. Menjelaskan apa yang akan dilakukan dan mengapa dilakukan
konsultasi gizi.
a.4. Mendapat masukan makanan 24 jam yang khas untuk mengetahui
gambaran pola makan/kebiasaan makan dan jumlah yang dimakan
atau makanan asli.
a.5. Menanyakan frekuensi makan tiap-tiap bahan makanan (anamnese
kualitatif).
a.6. Cek kembali kebenaran hasil masukan makanan 24 jam dengan
analisis kualitatif.
b. Analisis hasil anamnese
b.1. Dilakukan analisis makanan 24 jam dengan menggunakan DKBM,
atau Bahan makanan penukar, atau software tertentu seperti Food
Pricessor 2 (FP2), Food Processor3 (FP3), atau Nutrisurvey.
b.2. Diskusi dengan pasien tentang hasil masukan makanan selama 24
jam sebagai awal dari proses konsultasi gizi.
b.3. Rencana pemberian diet, dengan mempelajari :
b.3.1. Permintaan diet dokter
b.3.2. Status gizi pasien
b.3.3. Mendiskusikan dengan pasien tentang kesimpulan yang
berhubungan dengan aktifitas pasien, waktu makan, pola
makan, masukan makanan, hasil laboratorium dan lain-lain.
b.4. Bersama-sama dengan pasien menentukan program diet, yaitu
apakah diit diberikan langsung atau bertahap, apakah pola makan
yang diusulkan ahli gizi sesuai dengan pasien, dan diet ditulis
dalam daftar diet.
29
d. Penjelasan Diit Setelah diet ditentukan, pasien segera diberikan penyuluhan gizi atau
penjelasan tentang diet yang akan dijalankan selama dirawat di ruang rawat inap, meliputi : d.1. Menjelaskan makanan yang diperbolehkan dan yang tidak
diperbolehkan. d.2. Menjelaskan pemberian makanan sehari d.3. Menjelaskan hal-hal khusus dari diet d.4. Digunakan alat peraga food model/makanan asli d.5. Pemberian motivasi
e. Evaluasi f. Pencatatan ke dalam Catatan Medik pasien g. Selama pasien dirawat, diberi penyuluhan gizi ulang apabila :
g.1. pasien tidak mengikutinya g.2. ada perubahan diet g.3. pasien ingin makan makanan dari luar
h. Penyuluhan gizi pasien untuk diet setelah pasien pulang ke rumah dilakukan kepada semua pasien yang akan pulang.
G. Terapi Diet Rendah Garam 1. Tujuan Diet
Tujuan Diet Rendah Garam adalah untuk menghilangkan retensi garam atau air dalam jaringan tubuh dan menurunkan tekanan darah pada pasien hipertensi.
2. Syarat Diet Syarat Diet Rendah Garam adalah : a. Bentuk makanan sesuai dengan keadaan penyakit b. Cukup energi, protein, mineral, dan vitamin. c. Natrium disesuaikan dengan berat tidaknya retensi garam atau air dan
atau hipertensi. 3. Macam Diet dan Indikasi Pemberian
Diet Garam Rendah diberikan kepada pasien dengan edema atau ascites dan atau hipertensi seperti yang terjadi pada penyakit dekompensasio kordis, sirosis hati, penyakit ginjal tertentu, toksemia pada kehamilan, dan hipertensi esensial. Diet ini mengandung cukup zat-zat gizi. Sesuai dengan kedaan penyakit dapat diberikan berbagai tingkat Diet Rendah Garam, yaitu :
30
a. Diet Rendah Garam I (200-400 mg Na) Diet Rendah Garam ini diberikan kepada pasien dengan edema, ascites dan atau hipertensi berat. Pada pengolahan makanannya tidak ditambahkan garam dapur. Dihindari makanan yang tinggi natriumnya.
b. Diet Rendah Garam II (600-800 mg Na) Diet Rendah Garam ini diberikan kepada pasien dengan edema, ascites, dan atau hipertensi tidak terlalu berat. Pemberian makanan sehari sama dengan Diet Rendah Garam I. Pada pengolahan makanannya boleh menggunakan ½ sdt garam dapur. Dihindari makanan yang tinggi kadar natriumnya.
c. Diet Rendah Garam III (1000-1200 mg Na) Diet Rendah Garam ini diberikan kepada pasien dengan edema dan atau hipertensi ringan. Pemberian makanan sehari sama dengan Diet Rendah Garam I. Pada pengolahan makanannya boleh menggunakan 1 sdt garam dapur.
4. Bahan Makanan Yang Tidak Dianjurkan Bahan makanan yang tidak dianjurkan adalah : a. Sumber karbohidrat
roti, biskuit dan kue yang dimasak dengan garam dapur. b. Sumber protein hewani dan nabati
otak, ginjal, ikan, telur, yang diawet dengan garam dapur, dan daging diasap, keju kacang tanah dan kacang yang dimasak dengan garam dapur.
c. Sayuran Sayuran yang dimasak dengan garam dapur, dan dikalengkan, asinan, acar.
d. Buah-buahan Buah-buahan yang diawet dengan garam dapur
e. Lemak Margarin dan mentega biasa.
f. Minuman Minuman ringan
g. Bumbu Garam dapur, baking powder, vetsin, kecap, terasi, maggi, tauco
31
H. Kerangka Teori
Gambar 1. Modif
Pendidikan Kesehatan
( Konseling Gizi)
Faktor-faktor predisposisi (predisposing factor ) • Tingkat Pendidikan • Pengetahuan • Sikap
ikasi Kerangka Teori Menurut Green, 2000
Faktor yang memudahkan (Enabling Factor ) : • Ketersediaan fasilitas • Ketercapaian fasilitas
Perilaku ( Kepatuhan )
Faktor yang memperkuat (reirforcing factor ) : • Sikap dan trampilan
petugas kesehatan (konselor)
• Dukungan keluarga (orang tua,pasangan)
• Teman sebaya
32
I. Kerangka Konseptual
= Variabel yang diteliti
= Variabel pengganggu
Tingkat
Peng
Dukunga
S
PasieMendKonse
Gambar 2.
Pendidikan
etahuan
p
Kepatuhan Menjalankan Terapi Diet Rendah Garam
n Keluarga
n Yang
apat kan ling Gizi
ika
• Nafsu makan • Cita rasa makanan • Peralatan penyajian • Sikap dan ketrampilan
konselor • Kepribadian pasien • Kebiasaan makan • Sikap petugas penyaji
makanan • Berat ringannya
penyakit • Kompleksitas diet
Kerangka Koseptual
33
J. Hipotesis Berdasarkan kerangka teori dan kerangka konseptual tersebut, maka
dirumuskan hipotesa sebagai berikut :
1. Ada hubungan tingkat pendidikan dengan kepatuhan menjalankan terapi diet
Rendah Garam pada pasien yang mendapatkan konseling gizi
2. Ada hubungan pengetahuan dengan kepatuhan menjalankan terapi diet
Rendah Garam pada pasien yang mendapatkan konseling gizi
3. Ada hubungan sikap dengan kepatuhan menjalankan terapi diet Rendah
garam pada pasien yang mendapatkan konseling gizi
4. Ada hubungan dukungan keluarga dengan kepatuhan menjalankan terapi
diet Rendah Garam pada pasien yang mendapatkan konseling gizi
34
BAB III METODE PENELITIAN
A. Jenis dan rancangan penelitian
Penelitian ini merupakan jenis penelitian observasional dengan rancangan
studi cross-sectional.
B. Lokasi penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di RSUD Wates Kabupaten Kulon Progo.
Alasan pemilihan lokasi di tempet ini karena :
1. Jumlah diet khusus terbanyak yang mendapatkan konseling gizi adalah diet
rendah garam.
2. Tingginya sisa makanan pada pasien dengan diet rendah garam
3. Belum pernah dilakukan penelitian serupa
C. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan selama tiga bulan yaitu mulai bulan Agustus
sampai dengan bulan Oktober tahun 2005.
D. Populasi dan Subyek penelitian
Populasi penelitian adalah semua pasien dengan diet rendah garam di
instalasi rawat inap RSUD Wates pada saat penelitian. Subyek penelitian dipilih
berdasarkan kriteria inklusi dan ekslusi sebagai berikut :
Kriteria inklusi :
1. bersedia menjadi subyek penelitian
2. mampu berkomunikasi
3. ada keluarga yang menunggui
4. telah mendapatkan konseling gizi tentang diet rendah garam oleh Ahli Gizi
Kriteria Eksklusi :
1. mengalami gangguan pencernaan, seperti anoreksia, mual, dan muntah
2. pasien menolak berpartisipasi
3. pasien yang telah pulang sebelum penelitian selesai
35
E. Besar Sampel
Perhitungan besar sampel minimal untuk satu populasi berdasarkan Lemeshow,
dengan rumus sebagai berikut :
Z1-α/2 2P(1-P)
n = d 2
n : besar sampel
Z1-α/2 2
: nilai z pada batas tasa untuk tingkat kepercayaan 95 %= 1,960
P : proporsi pasien dengan diet rendah garam (7,6 %)
d 2 : presisi (10%)
Hasil perhitungan besar sampel minimal berdasarkan rumus diatas adalah 27
pasien. Dalam penelitian ini diperoleh sampel sebanyak 30 pasien, sehingga
jumlah sampel yang digunakan adalah 30 pasien.
F. Variabel Penelitian
1. Variabel bebas
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah :
a. tingkat pendidikan
b. pengetahuan
c. sikap
d. dukungan keluarga.
2. Variabel terikat
Variabel terikat dalam penelitian ini adalah kepatuhan menjalankan terapi
diet rendah garam pada pasien yang mendapatkan konseling gizi.
3. Variabel Pengganggu
Adalah varaibel-variabel yang dapat ikut mempengaruhi kepatuhan diet atau
banyak sedikitnya asupan zat gizi sehingga dapat menimbulkan kerancuan
pada hasil penelitian, terdiri dari :
a. Nafsu makan
b. Cita rasa makanan
36
c. Peralatan penyajian makanan
d. Sikap dan ketrampilan konselor
e. Kepribadian pasien
f. Kebiasaan makan
g. Sikap petugas penyaji makanan
h. Berat ringannya penyakit
i. Kompleksitas diet
G. Definisi Operasional
1. Tingkat Pendidikan
Adalah jenjang pendidikan formal terakhir yang pernah diikuti oleh subyek
penelitian, yang dikelompokkan menjadi dua katagori sebagai berikut :
Tinggi : ≥ SMU
Rendah : < SMU
Skala pengukuran : Ordinal
(Louhenapessy, 2003)
2. Pengetahuan
Adalah pemahaman subyek penelitian tentang diet rendah garam, yang
dapat diketahui dari kemampuan menjawab pertanyaan melalui wawancara
menggunakan kuesioner. Pilihan jawaban benar-salah, dan setiap jawaban
responden diberi skor. Apabila jawaban benar diberi skor 1, dan jawaban
salah diberi skor 0. Hasil pengukuran pengetahuan yang akan dianalisis
adalah skor total masing-masing subyek penelitian yang dikelompokkan
menjadi dua katagori yaitu :.
Baik : skor total ≥ skor rata-rata
Kurang : skor total < skor rata-rata
Skala pengukuran : ordinal
(Pandiangan, 2005)
3. Sikap
Adalah kecenderungan atau pendapat subyek penelitian mengenai
pelaksanaan diet rendah garam yang dapat diketahui melalui wawancara
menggunakan kuesioner dengan 4 pilihan jawaban model skala Likert.
37
Pilihan jawaban terdiri dari sangat setuju (SS), setuju (S), tidak setuju (TS),
dan sangat tidak setuju (STS). Setiap jawaban diberi skor 1 sampai dengan
4. Hasil pengukuran sikap yang dianalisis adalah skor total masing-masing
subyek penelitian yang dikelompokkan menjadi dua katagori, yaitu :
Baik : skor total ≥ skor rata-rata
Kurang : skor total < skor rata-rata
Skala pengukuran : ordinal
(Pandiangan, 2005)
4. Dukungan keluarga
Adalah sikap dan tindakan keluarga dalam memberikan perhatian dan
motivasi kepada subyek penelitian untuk menjalankan terapi diet dan
penerimaan keluarga terhadap kondisi subyek penelitian yang sedang sakit,
diketahui melalui wawancara dengan metode triangulasi kepada keluarga,
dan subyek penelitian, menggunakan kuesioner dengan 4 pilihan jawaban
model skala Likert yaitu Selalu (Sl), Sering (Sr), Jarang (Jr), Tidak pernah
(TP) Setiap jawaban diberi skor 1 sampai dengan 4. Hasil pengukuran
dukungan keluarga yang dianalisis adalah skor total masing-masing subyek
penelitian yang dikelompokkan menjadi dua katagori, yaitu :
Baik : skor total ≥ skor rata-rata
Kurang : skor total < skor rata-rata
Skala pengukuran : ordinal
(Pandiangan, 2005)
5. Kepatuhan menjalankan terapi diet rendah garam Adalah jumlah asupan energi dan natrium dari makanan rumah sakit yang dikonsumsi subyek penelitian diketahui melalui pengamatan terhadap sisa makanan dengan metode taksiran visual (Comstoc) selama 3 hari ditambah dengan makanan dari luar rumah sakit yang diketahui melalui metode food recall 24 jam dibandingkan dengan standart diet rumah sakit. Untuk mengetahui berat (dalam gram) dari taksiran visual (Comstock) dihitung dengan mengalikan hasil konversi skala Comstock (dalam persen) dengan porsi awal makanan sesuai standart makanan rumah sakit pada masing-masing golongan makanan (makanan pokok, lauk hewani, lauk nabati, sayur,
38
buah, snack) yang disajikan di rumah sakit pada setiap waktu makan dalam sehari. Jumlah (dalam berat makanan) dari makanan rumah sakit ditambah konsumsi makanan dari luar rumah sakit dihitung kandungan energi dan natriumnya menggunakan program Nutrisurvey. Hasil perhitungan selama 3 hari dihitung rata-rata dalam sehari kemudian dikelompokkan menjadi dua katagori, yaitu : Patuh : asupan energi 80 - 110 % standart diet rumah sakit dan
asupan natrium ≤ 800 mg Tidak patuh : asupan energi < 80 % atau > 110 % standart diet rumah sakit
dan atau asupan natrium > 800 mg Skala pengukuran : ordinal (Riastuti, 2005)
6. Konseling Gizi Adalah suatu kegiatan pendidikan gizi kepada pasien dan keluarga yang diberikan pada kunjungan awal, melalui penjelasan tentang diet rendah garam, makanan yang diperbolehkan dan yang tidak dianjurkan, pentingnya diet untuk mendukung penyembuhan penyakit, memiliki sikap yang positif dalam mengkonsumsi makanan yang disajikan selama dirawat di rumah sakit, sehingga makanan yang disajikan tidak tersisa atau tidak banyak tersisa. (Louhenapessy, 2003)
H. Jenis Data dan Cara Pengumpulan Data 1. Data primer
a. Karakteristik Subyek Meliputi : nomor CM, nama, umur, jenis kelamin, alamat, agama, pekerjaan, tingkat pendidikan. Cara pengumpulan data melalui wawancara langsung dengan pasien yang dilakukan oleh peneliti dibantu enumerator.
b. Pengetahuan Cara pengumpulan data melaui wawancara langsung dengan pasien menggunakan kuesioner, yang dilakukan oleh peneliti dibantu enumerator.
39
c. Sikap
Cara pengumpulan data melaui wawancara langsung dengan pasien
menggunakan kuesioner model skala Likert, yang dilakukan oleh peneliti
dibantu enumerator.
d. Dukungan Keluarga
Cara pengumpulan data melalui wawancara langsung dengan metode
triangulasi, yaitu peneliti atau enumerator disamping melakukan
wawancara dengan keluarga, juga melakukan wawancara dengan
pasien. Pengumpulan data ini dilakukan oleh peneliti dibantu enumerator.
e. Sisa Makanan
Cara pengumpulan data menggunakan metode Taksiran Visual
(Comstock) untuk mengetahui prosentase jumlah makanan yang
dikonsumsi meliputi setiap golongan makanan yaitu :makanan pokok,
lauk hewani, lauk nabati, sayur, buah, dan snack, dibandingkan besar
porsi awal makanan sebelum dikonsumsi berdasarkan standart makanan
rumah sakit. Pengumpulan data ini dilakukan oleh peneliti dibantu
enumerator pada setiap waktu makan selama tiga hari.
f. Konsumsi makanan dari luar rumah sakit
Cara pengumpulan data menggunakan metode food recall 24 jam untuk
mengetahui jumlah dan jenis makanan serta minuman yang dikonsumsi
oleh pasien, dilakukan oleh peneliti dibantu enumerator.
2. Data sekunder
a. Gambaran umum lokasi penelitian
Meliputi data gamgaran umum rumah sakit, pelayanan rawat inap, dan
instalasi gizi. Data-data ini diperoleh dari laporan tahunan RSUD Wates,
laporan hasil penampilan kerja rawat inap dari bagian Rekam Medik dan
laporan tahunan instalasi gizi.
b. Data pendukung
Meliputi data-data yang dapat digunakan untuk mendukung penelitian
seperti data diagnosa medik, jenis diit, bentuk makanan, dan lain-lain.
Data-data ini diperoleh dari catatan medik pasien dan dari buku diet
pasien di ruang rawat inap.
40
I. Prosedur Pelaksanaan Sebagai pedoman dalam pelaksanaan kegiatan penelitian sehingga dapat memperlancar jalannya penelitian, maka disusun prosedur pelaksanaan kegiatan sebagai berikut : 1. Tahap Persiapan
a. Mengurus perijinan dan pemberitahuan kepada instansi terkait b. Mempersiapkan instrumen penelitian yang diperlukan meliputi formulir
informed consent, formulir taksiran visual (Comstock), dan formulir food recall 24 jam.
rxy =
ri =
c. Uji validitas dan reliabilitas instrumen Untuk mengetahui validitas dan reliabilitas instrumen yang akan
digunakan maka dilakukan uji coba kuesioner kepada responden yang mempunyai karakteristik yang sama dengan subyek penelitian. Validitas diuji dengan analisa butir menggunakan rumus korelasi Produck Moment dari Pearson (Azwar, 2002), dengan rumus :
n∑XiYi – (∑Xi)(∑Yi)
{n∑Xi2 –(∑Xi)2}{ n∑Xi
2 –(∑Xi)2}
Keterangan :
rxy : koefisien validitas X : scor pernyataan tiap nomor Y : skor total n : jumlah responden Untuk reliabilitas menggunakan teknik Alfa Cronbach ( Sugiyono, 2000),
yaitu :
k Σs
(k-1 s
Keterangan : ri = reliabilitas interk = mean kuadraΣsi
2 = mean kuadra
si2 = varians total
) {
inal selut antarat kesala
i2
2}
1ruh instrumen subyek han
41
Validitas dan reliabilitas kuesioner diujikan kepada 20 pasien dengan diet rendah garam di instalasi rawat inap RSUD Wates yang dilaksanakan pada tanggal 29 Juli s.d. 12 Agustus 2005. Dari hasil uji validitas ada 15 pertanyaan yang dinyatakan tidak valid sehingga pertanyaan-pertanyaan tersebut diperbaiki terlebih dahulu sebelum dipergunakan dalam penelitian. Sedangkan dari hasil uji reliabilitas diperoleh hasil nilai r = 0,891. Nilai reliabilitas ini menunjukkan bahwa instrumen tersebut reliabel dan dapat dipergunakan dalam penelitian (Sugiyono, 2000)
d. Pengumpulan data sekunder, seperti gambaran umum rumah sakit, pelayanan rawat inap, dan instalasi gizi
e. Menetapkan enumerator, dengan syarat : e.1. sebagai pewawancara minimal berpendidikan DIII Gizi dan bersedia
menjadi enumerator e.2. sebagai observer sisa makanan dengan metode Comstock minimal
berpendidikan DIII Gizi atau tenaga pramusaji RSUD Wates dan bersedia menjadi enumerator.
f. Memberikan pembekalan kepada enumerator mengenai tata cara penelitan dan etika wawancara serta untuk menyamakan persepsi mengenai isi kuesioner, sosialisasi standart makanan rumah sakit (standart porsi, standart diet, jam makan), dan cara menaksir sisa makanan menggunakan taksiran visual (comstock). Dari hasil uji coba kepada 9 tenaga pramusaji sebagai observer sisa makanan dengan metode taksiran visual (Comstock), diperoleh hasil bahwa antar observer dibandingkan dengan gold standart (peneliti) mempunyai kemampuan yang sama dalam menaksir sisa makanan pasien.
2. Tahap Pelaksanaan a. Mengumpulkan data awal, yaitu jumlah pasien dengan diet rendah garam
yang dirawat di RSUD Wates b. Pemilihan subyek penelitian sesuai dengan kriteria inklusi dan ekslusi,
dengan cara melakukan screening pasien yang mendapatkan diet rendah garam setiap hari selama penelitian sampai diperoleh jumlah sampel sebanyak 30 pasien.
42
c. Penjelasan kepada subyek penelitian mengenai tujuan penelitian, tata
cara, serta konsekuensinya apabila menjadi sampel penelitian.
d. Meminta informed consent dari subyek penelitian
e. Enumerator melakukan wawancara dengan pasien dan keluarga untuk
mengetahui identitas (karakteristik) pasien, pengetahuan, sikap, dan
dukungan keluarga.
f. Enumerator melakukan pengamatan konsumsi makanan dari luar rumah
sakit dengan metode food recall yang dilakukan selama 3 hari.
g. Enumerator mengamati besar porsi makanan awal pasien menurut
golongan makanan (makanan pokok, lauk hewani, lauk nabati, sayur,
buah, minuman, snack).
h. Setelah makanan disajikan dan telah dikonsumsi oleh pasien,
enumerator mengamati dan menaksir sisa makanan pasien pada alat
makan, menurut golongan makanan, yaitu nasi, lauk hewani, lauk nabati,
sayur, buah dan snack, kemudian mencatatnya dalam formulir Comstock
sesuai dengan petunjuk yang ada. Pengamatan terhadap sisa makanan
dilakukan selama tiga hari.
i. Enumerator mengkonversikan porsi sisa makanan pada formulir
Comstock ke dalam persen untuk masing-masing golongan makanan
dalam sehari selama tiga hari dan mengalikan dengan berat awal
makanan. Peneliti menghitung asupan energi dan natrium sehari dari
jumlah makanan rumah sakit yang dikonsumsi ditambah dengan
konsumsi makanan dari luar rumah sakit yang dapat diketahui dari hasil
pengamatan konsumsi makan dengan metode food recall 24 jam, dengan
menggunakan program Nutrisurvey. Hasil perhitungan asupan energi dan
natrium selama tiga hari dihitung rata-rata dalam sehari, kemudian
bandingkan dengan standart diet rumah sakit dikalikan 100 %. Hasil
perhitungan dikelompokkan berdasarkan katagori yang telah ditetapkan.
43
J. Pengolahan Data
Data yang telah terkumpul kemudian diolah dengan menggunakan komputer
dengan langkah-langkah sebagai berikut :
1. Editing
Meneliti kelengkapan, kejelasan, kesinambungan data dan keragaman data
dengan tujuan mengoreksi data sehingga jika ada kesalahan dapat segera
diklarifikasi.
2. Koding
Mengklasifikasikan jawaban, hasil pengamatan dan melakukan pengkodean
data untuk memudahkan dalam pengolahan data.
3. Entri data
Memasukkan data yang telah diperoleh dengan menggunakan fasilitas
komputer.
4. Tabulasi
Mengelompokkan data sesuai dengan tujuan penelitian kemudian
memasukkan ke dalam tabel-tabel guna mempermudah dalam analisa.
K. Analisis data
Data yang telah diolah kemudian dianalisis dengan menggunakan komputer. Analisis data yang dilakukan menggunakan dua pendekatan, yaitu : 1. Deskriptif
Analisis ini digunakan untuk menggambarkan distribusi frekuensi karakteristik subyek penelitian meliputi umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, klas perawatan, bentuk makanan, pengetahuan, sikap, dan dukungan keluarga. Analisis ini disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi, diagram atau gambar kemudian dinarasikan.
2. Analitik Analisis ini digunakan untuk mengetahui hubungan variabel tingkat pendidikan, pengetahuan, sikap, dan dukungan keluarga dengan kepatuhan menjalankan terapi diet rendah garam. Uji statistik yang digunakan adalah Chi Square dengan menggunakan program SPSS 11,0. Adapun rumus dari Uji Chi Square adalah sebagai berikut :
44
X2 =
( f0 – fh )2
fh
KeteranganKeterangan
χ2 = Cχ
fo = frfo = fr
fh = frfh = fr
χ2 =
2 = C
L. Instrumen PenL. Instrumen Pen
Instrumen yanInstrumen yan
1. Kuesioner 1. Kuesioner
Digunakan
dukungan k
Digunakan
dukungan k
2. Formulir ta2. Formulir ta
Digunakan
melalui pa
natrium da
Digunakan
melalui pa
natrium da
3. Formulir fo3. Formulir fo
Untuk men
dari luar ru
Untuk men
dari luar ru
M. Etika PenelitiaM. Etika Penelitia
Dalam peneliti
pasien yang s
dalam penelitia
Dalam peneliti
pasien yang s
dalam penelitia
a. Sebelum
mengenai
pelaksana
bersedia m
a. Sebelum
mengenai
pelaksana
bersedia m
b. Subyek pe
kesediaan
b. Subyek pe
kesediaan
Σ
: :
hi Square
ekuensi yang diobservasi ekuensi yang diobservasi
ekuensi yang diharapkan ekuensi yang diharapkan
hi Square
elitian elitian
g digunakan dalam penelitian ini adalah : g digunakan dalam penelitian ini adalah :
untuk mengumpulkan data identitas pasien, pengetahuan, sikap,
eluarga, dan data pendukung.
untuk mengumpulkan data identitas pasien, pengetahuan, sikap,
eluarga, dan data pendukung.
ksiran visual (Comstock) ksiran visual (Comstock)
untuk mengumpulkan data jumlah makanan yang dikonsumsi
ngamatan sisa makanan, kemudian dihitung asupan energi dan
ri makanan yang dikonsumsi.
untuk mengumpulkan data jumlah makanan yang dikonsumsi
ngamatan sisa makanan, kemudian dihitung asupan energi dan
ri makanan yang dikonsumsi.
od recall 24 jam od recall 24 jam
gumpulkan data jenis makanan dan minuman yang dikonsumsi
mah sakit.
gumpulkan data jenis makanan dan minuman yang dikonsumsi
mah sakit.
n n
an ini, yang menjadi subyek penelitian adalah pasien dan keluarga
edang dirawat di rumah sakit, sehingga perlu diperhatikan etika
n, yaitu dengan cara :
an ini, yang menjadi subyek penelitian adalah pasien dan keluarga
edang dirawat di rumah sakit, sehingga perlu diperhatikan etika
n, yaitu dengan cara :
penelitian dilaksanakan, subyek penelitian diberi penjelasan
tujuan penelitian, manfaat penelitian, tata cara dalam teknis
an penelitian, dan konsekuensi yang harus dijalani apabila
enjadi sampel dalam penelitian.
penelitian dilaksanakan, subyek penelitian diberi penjelasan
tujuan penelitian, manfaat penelitian, tata cara dalam teknis
an penelitian, dan konsekuensi yang harus dijalani apabila
enjadi sampel dalam penelitian.
nelitian diminta untuk mengisi informed consent atau pernyataan
menjadi subyek penelitian.
nelitian diminta untuk mengisi informed consent atau pernyataan
menjadi subyek penelitian.
45
c. Subyek penelitian dberikan penjelasan tentang jaminan kerahasiaan data
pribadi pasien dan keluarga.
d. Wawancara dilaksanakan pada saat yang tepat, dengan memperhatikan
kondisi pasien. Apabila subyek penelitian sudah gelisah atau merasa tidak
nyaman, wawancara dihentikan terlebih dahulu untuk dilanjutkan pada
kesempatan lain yang lebih tepat.
e. Ucapan terima kasih kepada subyek penelitian.
N. Keterbatasan Penelitian
1. Tidak ada pengukuran awal mengenai kepatuhan diet sebelum mendapatkan
konseling gizi, sehingga tidak dapat diketahui gambaran kepatuhan diet
pasien sebelum mendapatkan konseling gizi.
2. Terbatasnya waktu penelitian dan sedikitnya jumlah sample
46
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
1. Gambaran Umum Lokasi penelitian
Rumah Sakit Umum Daerah Wates merupakan rumah sakit kelas C
berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
491/Menkes/SK/SK/V/1994 tentang Peningkatan Kelas Rumah Sakit Umum
Daerah Milik Pemerintah Daerah Kabupaten Kulon Progo menjadi kelas C.
Sedangkan Organisasi dan Tata Kerja diatur dengan Peraturan Daerah
Kabupaten Kulon Progo Nomor 23 Tahun 1994 tentang SusunanOrganisasi
dan Tata Kerja Rumah Sakit Umum Daerah Wates.
Jenis pelayanan yang diberikan di RSUD Wates meliputi pelayanan
rawat jalan, pelayanan rawat inap, serta pelayanan penunjang. Kegiatan
pelayanan rawat inap yang dilaksanakan terdiri dari 8 pelayanan, yaitu :
pelayanan rawat inap spesialis penyakit dalam, spesialis obstetric
gynekologi dan keluarga berencana, spesialis syaraf dan fisioterapi, spesialis
bedah/THT, spesialis anak dan tumbuh kembang anak, rawat inap Melati,
ICU/ICCU, dan NICCU.
Gambaran 10 besar penyakit pasien di instalasi rawat inap pada
tahun 2005 yaitu : diare dan gastroenteritis, infark cerebral, gejala dan tanda
penemuan laboratorium tidak normal, gagal jantung, faringitis akut, diabetes
mellitus tidak tergantung insulin, demam thypoid dan parathyroid, asma,
hipertensi essensial, dan penyakit apendiks.
Instalasi gizi merupakan unit pelayanan penunjang yang mengelola
pelayanan gizi dalam bentuk asuhan gizi, penyelenggaraan makan dan
penelitian pengembangan gizi. Kegiatan asuhan gizi rawat inap meliputi
kegiatan pelayanan makan dan konseling gizi terutama kepada pasien
dengan diit khusus termasuk diit rendah garam. Kegiatan konseling ini
bertujuan untuk memberikan pengertian tentang pentingnya diit bagi
penyembuhan penyakit dan meningkatkan kepatuhan pasien dalam
47
mengkonsumsi makanan rumah sakit. Disamping itu diharapkan pasien
mengetahui dan mempraktekkan anjuran diit termasuk bahan makanan yang
diperbolehkan dan yang harus dibatasi, sehingga selama dirawat tidak
mengkonsumsi makanan dari luar dengan jumlah dan jenis yang tidak
diperbolehkan dalam diit tersebut.
2. Karakteristik Subyek Penelitian
Subyek penelitian dalam penelitian ini adalah pasien rawat inap
dengan diit Rendah Garam II yang telah mendapatkan konseling gizi oleh
ahli gizi ruangan, karena diet rendah garam yang diberikan di RSUD wates
sebagian besar adalah diit rendah garam II (RG II) dengan penambahan
garam dapur 1 gr per hari. Jumlah pasien yang menjadi subyek penelitian ini
sebanyak 30 pasien, dengan karakteristik sebagai berikut :
a. Umur
Umur subyek penelitian dikelompokkan menjadi dewasa dan lansia. Yang
termasuk dalam katagori dewasa adalah umur 18 s.d. 56 tahun dan umur
lebih dari 56 tahun termasuk katagori lansia. Dari 30 pasien yang menjadi
subyek penelitian, lebih banyak pasien dewasa (63,33%) dibanding
dengan pasien lansia, seperti terlihat pada Gambar 3 di bawah ini.
63,33
36,67
0
20
40
60
80
100
Dewasa Lansia
Gambar 3. Diagram Distribusi Subyek Penelitian Berdasarkan Kelompok Umur
48
Laki-Laki40% Perempuan
60%
b. Jenis Kelamin
Subyek Penelitian dengan jenis kelamin perempuan proporsinya lebih
banyak ( 60%) dibanding laki-laki atau dapat dilihat pada Gambar 4 berikut :
Gambar 4. Diagram Distribusi Subyek Penelitian Berdasarkan Jenis
Kelamin
c. Tingkat Pendidikan
Dalam penelitian ini subyek penelitian dengan tingkat pendidikan rendah
mempunyai proporsi yang lebih tinggi (53,33%) dibanding responden
dengan tingkat pendidikan tinggi, dimana lebih jelasnya dapat dilihat pada
Tabel 1.
Tabel 1. Distribusi Frekuensi Subyek Penelitian Berdasarkan Tingkat Pendidikan
Tingkat Pendidikan n %
Tinggi 14 46,67
Rendah 16 53,33
Jumlah 30 100
d. Kelas perawatan
Berdasarkan kelas perawatan, subyek penelitian paling banyak merupakan pasien yang dirawat di bangsal VIP, yaitu sebanyak 33,33%,
49
dan subyek penelitian lainnya tersebar pada kelas I, II, dan III, seperti terlihat pada Gambar 5 berikut :
33,3326,67
20 20
0
20
40
60
80
100
VIP I II III
Kelas Perawatan
%
Gambar 5 Diagram Distribusi Subyek Penelitian Berdasarkan Kelas Perawatan
e. Bentuk Makanan Subyek penelitian paling banyak mendapatkan diet rendah garam dengan bentuk bubur yaitu sebesar 47 %, sedangkan subyek penelitian yang lain mendapatkan dit rendah garam dengan bentuk nasi, dan tim. Proporsi selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 6 :
Gambar 6 Diagram Distribusi Subyek Penelitian Berdasarkan Bentuk
Makanan
Nasi 13%
Bubur 47%
Tim 40%
50
3. Gambaran Pengetahuan, Sikap, Dukungan Keluarga, Dan Kepatuhan Diit
a. Pengetahuan
Distribusi subyek penelitian lebih banyak dengan pengatahuan baik
(56,67%), dibanding subyek penelitian dengan pengetahuan kurang,
dimana proporsinya dapat dilihat Tabel 2. Tabel 2 Distribusi Frekuensi Subyek Penelitian Berdasarkan
Pengetahuan
Pengetahuan n %
Baik 17 56,67
Kurang 13 43,33
Jumlah 30 100
b. Sikap
Subyek penelitian dengan sikap baik, proporsinya lebih banyak (53,33%) dibanding subyek penelitian dengan sikap kurang, atau dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Distribusi Frekuensi Subyek Penelitian Berdasarkan Sikap
Sikap n %
Baik 16 53,33
Kurang 14 46,67
Jumlah 30 100
c. Dukungan Keluarga Subyek penelitian yang mendapatkan dukungan keluarga yang baik, lebih banyak (56,67%) dibanding subyek penelitian yang kurang mendapatkan dukungan keluarga. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 4.
51
Tabel 4. Distribusi Subyek Penelitian Berdasarkan Dukungan Keluarga
Dukungan Keluarga n %
Baik 17 56,67
Kurang 13 43,33
Jumlah 30 100
d. Kepatuhan Diit Kepatuhan diet dinilai berdasarkan asupan energi dan natrium, dimana dikatakan patuh apabila asupan energi 80 – 110% standart makanan
rumah sakit dan asupan natrium ≤ 800 mg, dan tidak patuh apabila asupan energi < 80% atau >110 dan atau asupan natrium > 800 mg. Adapun distribusi subyek penelitian berdasarkan asupan energi adalah sebagai berikut : Tabel 5. Distribusi Frekuensi Subyek Penelitian Berdasarkan Asupan
Energi
Asupan energi n %
80 – 110% standart diet RS 21 70
< 80% atau >110% standart diet RS 9 30
Jumlah 30 100
Sedangkan distribusi subyek penelitian berdasarkan asupan natrium
adalah :
Tabel 6. Distribusi Frekuensi Subyek Penelitian Berdasarkan Asupan Natrium
Asupan natrium n %
≤ 800 mg 28 93,33
> 800 mg 2 6,67
Jumlah 30 100
52
Berdasarkan asupan energi dan natrium tersebut, dapat diketahui jumlah subyek penelitian yang patuh dan tidak, dimana subyek penelitian yang tidak patuh menjalankan terapi diit di rumah sakit lebih sedikit (36,67%) dibanding yang patuh, seperti dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Distribusi Frekuensi Subyek Penelitian Berdasarkan Kepatuhan
Diit Kepatuhan Diit n %
Patuh 19 63,33
Tidak patuh 11 36,67
Jumlah 30 100
4. Beberapa Faktor Yang Berhubungan Dengan Kepatuhan Diit
a. Hubungan Tingkat Pendidikan Dengan Kepatuhan Diet
Subyek penelitian yang patuh lebih banyak berpendidikan rendah
(57,9%) daripada berpendidikan tinggi (42,1%). Dan subyek penelitian
yang tidak patuh lebih banyak berpendidikan tinggi (54,5%) daripada
berpendidikan rendah (45,5%). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada
Tabel 8 di bawah ini :
Tabel 8. Kepatuhan Diet Subyek Penelitian Berdasarkan Tingkat
Pendidikan
Kepatuhan Diet
Patuh Tidak Patuh Total Tingkat
Pendidikan n % n % n
χ2 p
Tinggi 8 42,1 6 54,5 14
Rendah 11 57,9 5 45,5 16
Total 19 100 11 100 30
0,433 0,510
53
Berdasarkan hasil uji Chi-Square diperoleh nilai χ2 = 0,433 dengan nilai p
= 0,510 (p>0,05), berarti secara statistik tidak ada hubungan yang
bermakna antara tingkat pendidikan dengan kepatuhan diet.
b. Hubungan Pengetahuan Dengan Kepatuhan Diet
Proporsi subyek penelitian yang patuh lebih tinggi pada subyek yang
memiliki pengatahuan baik (52,6%) dibanding subyek yang memiliki
pengetahuan rendah (47,4%). Dan subyek penelitian yang tidak patuh
proporsinya lebih tinggi pada subyek yang memiliki pengetahuan baik
(63,6%) dibanding subyek yang memiliki pengetahuan kurang (36,4%),
seperti dapat dilihat pada Tabel 9 di bawah ini :
Tabel 9. Kepatuhan Diet Subyek Penelitian Berdasarkan Pengetahuan
Kepatuhan Diet
Patuh Tidak Patuh Total
Pengetahuan
n % n % n
χ2 p
Baik 10 52,6 7 63,6 17
Kurang 9 47,4 4 36,4 13
Total 19 100 11 100 30
0,344 0,558
Berdasarkan hasil uji Chi-Square diperoleh nilai χ2 = 0,344 dengan nilai p = 0,558 (p>0,05), berarti secara statistik tidak ada hubungan yang bermakna antara pengetahuan dengan kepatuhan diit.
c. Hubungan Sikap Dengan Kepatuhan Diit
Subyek penelitian yang patuh lebih banyak mempunyai sikap baik
(57,9%) daripada sikap kurang (42,1%). Dan subyek penelitian yang tidak
patuh lebih banyak yang mempunyai sikap baik (54,5%) daripada sikap
kurang (45,5%). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 10 di
bawah ini.
54
Tabel 10. Kepatuhan Diet Subyek Penelitian Berdasarkan Sikap
Kepatuhan Diet
Patuh Tidak Patuh Total
Sikap
n % n % n
χ2 p
Baik 11 57,9 5 45,5 16
Kurang 8 42,1 6 54,5 14
Total 19 100 11 100 30
0,433 0,510
Berdasarkan hasil uji Chi-Square diperoleh nilai χ2= 0,433 dengan nilai p= 0,510 (p>0,05), berarti secara statistik tidak ada hubungan yang bermakna antara sikap dengan kepatuhan diit.
8. Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Kepatuhan Diit Rendah Garam Subyek penelitian yang patuh proporsinya lebih tinggi pada subyek yang mendapatkan dukungan keluarga yang baik (68,4%) dibanding subyek yang kurang mendapatkan dukungan keluarga (31,6%). Dan subyek penelitian yang tidak patuh proporsinya lebih tinggi pada subyek yang kurang mendapatkan dukungan keluarga (63,6%) dibanding subyek yang mendapatkan dukungan keluarga yang baik (36,4%) seperti dapat dilihat pada Tabel 11 di bawah ini :
Tabel 11. Kepatuhan Diet Subyek Penelitian Berdasarkan Dukungan Keluarga
Kepatuhan Diet
Patuh Tidak Patuh Total
Dukungan Keluarga
n % n % n
χ2 p
Baik 13 68,4 4 36,4 17
Kurang 6 31,6 7 63,6 13
Total 19 100 11 100 30
2,916 0,088
55
Berdasarkan hasil uji Chi-Square diperoleh nilai χ2 = 2,916 dengan nilai p = 0,088 (p>0,05), berarti secara statistik tidak ada hubungan yang bermakna antara dukungan keluarga dengan kepatuhan diit.
B. Pembahasan 1. Karakteristik Subyek Penelitian
Berdasarkan penelitian ini, diperoleh hasil bahwa distribusi subyek penelitian berdasarkan umur, lebih banyak pada kelompok umur 18 sampai dengan 56 tahun atau dewasa dibanding kelompok umur diatas 56 tahun atau lansia. Menurut Sidabutar (1995), Budhiyanto dan Wahyu (2000), Pontolumiju (2002), prevalensi hipertensi akan meningkat sesuai dengan bertambahnya umur (>45 tahun). Dalam penelitian ini sebagian besar responden berumur lebih dari 45 tahun, hanya ada tiga responden dengan umur di bawah 45 tahun. Hal ini bisa sebagai salah satu data pendukung, karena pasien yang menjalani diit rendah garam itu sebagian besar adalah pasien hipertensi, disamping pasien dengan kondisi edema atau ascites.
Berdasarkan jenis kelamin, subyek penelitian lebih banyak dengan jenis kelamin perempuan daripada laki-laki. Menurut Boedhi, Darmojo (2001) wanita cenderung lebih banyak (9,7%) daripada pria yang hipertensi. Menurut tingkat pendidikan, lebih banyak responden yang berpendidikan rendah dibanding dengan pendidikan tinggi.
Distribusi subyek penelitian berdasarkan kelas perawatan, paling banyak adalah pasien yang dirawat di bangsal VIP yaitu sebanyak 10 pasien (33,33%), ada 8 pasien (26,67%) di kelas I, sedangkan sisanya di kelas II dan III dengan prosentase yang sama yaitu masing-masing 6 pasien (20%).
Menurut bentuk makanan, paling banyak subyek penelitian yang mendapatkan diet berbentuk bubur (46,67%), kemudian bentuk nasi tim sebesar 40%, dan nasi sebanyak 13,33%.
2. Gambaran Pengetahuan, Sikap, Dukungan Keluarga, dan Kepatuhan Diet Pengetahuan ini dinilai berdasarkan kemampuan subyek penelitian
dalam menjawab pertanyaan seputar diit rendah garam yang meliputi peranan diit, pengertian diit rendah garam, tujuan diit rendah garam, pengaturan jumlah garam, bahan makanan sumber natrium, bahan makanan yang diperbolehkan dan yang dibatasi. Dari hasil scoring, dimana jawaban
56
benar diberi skor 1, apabila salah diberi skor 0, diketahui skor minimal yang diperoleh adalah 8, skor maksimal adalah 12 berarti jawaban benar semua, skor rata-rata sebesar 10,4 dan skor yang paling banyak ditemukan adalah 11. Berdasarkan hasil tersebut, subyek penelitian dengan pengetahuan yang baik lebih banyak yaitu sebesar 56.67% dibanding yang berpengetahuan kurang
Penilaian sikap diketahui dari kemampuan subyek penelitian dalam
menjawab pertanyaan tentang keyakinan pentingnya diit rendah garam,
pentingnya konseling gizi, sikapnya terhadap cita rasa diit rendah garam,
serta sikapnya terhadap bahan makanan yang diperbolehkan dan dibatasi
dalam diit rendah garam. Dari 10 pertanyaan tentang sikap menggunakan
model skala Likert, diperoleh skor minimal yang adalah 29, skor maksimal 40
berarti mendapatkan skor paling tinggi, skor rata-rata 36,13 dan skor paling
banyak muncul adalah 40. Sikap subyek penelitian yang baik terhadap diit
rendah garam proporsinya lebih banyak (53,33%) dibanding dengan yang
mempunyai sikap kurang.
Dukungan keluarga dinilai dari kemampuan subyek penelitian dalam
menjawab pertanyaan mengenai perhatian keluarga, keberadaan keluarga
pada saat jam makan, keluhan keluarga, motivasi dari keluarga, sikap dan
perilaku keluarga dalam mendukung responden dalam mematuhi diit, serta
perhatian dan ketertarikan keluarga terhadap konseling gizi tentang diit
rendah garam yang dijabarkan menjadi 14 pertanyaan. Skor minimal dari
jawaban subyek penelitian sebesar 35, skor maksimal 56 berarti memperoleh
skor paling tinggi, dan skor rata-rata adalah 49. Dalam penelitian ini subyek
penelitian yang mempunyai dukungan keluarga yang baik lebih banyak
(56,67%) dibanding yang kurang mendapatkan dukungan keluarga.
Kepatuhan dinilai dari jumlah asupan energi dan natrium dari
makanan yang disajikan. Alasan menggunakan asupan energi karena
asupan energi yang tidak adequat merupakan faktor resiko terjadinya
malnutrisi (Dwiyanti dkk, 2003). Hasil perhitungan asupan energi rata-rata
subyek penelitian sebesar 1501,19 kalori. Dalam penelitian ini sebanyak 30%
subyek penelitian mempunyai asupan energi yang tidak adequat yaitu < 80%
57
standart diet rumah sakit. Hal ini disebabkan subyek penelitian tidak
menghabiskan makanan yang disajikan dari rumah sakit dan tidak
mengkonsumsi makanan dari luar rumah sakit dengan jumlah yang tidak
dapat memberi kontribusi bagi terpenuhinya asupan energi sesuai dengan
standart diet rumah sakit.
Asupan natrium digunakan sebagai indikator kepatuhan karena yang
dimaksud garam dalam diet rendah garam adalah natrium atau sodium.
Natrium atau sodium banyak terdapat pada garam dapur (NaCl), soda kue
(NaHCO3), baking powder, natrium benzoat, dan vetsin atau monosodium
glutamat (Almatsier, 2003). Hal ini dikarenakan fungsi natrium untuk menjaga
keseimbangan cairan serta mekanisme natrium yang dapat sebagai salah
satu faktor penyebab tekanan darah tinggi. Hasil dari nilai rata-rata asupan
natrium sebesar 609,62 mg. Dari 30 subyek penelitian ditemukan sebanyak
6,67% dengan asupan natrium lebih dari 800 mg. Subyek penelitian yang
mempunyai asupan natrium melebihi standart, disebabkan mengkonsumsi
makanan dari luar rumah sakit yang mengandung tinggi natrium, seperti
kue-kue yang diolah dengan soda kue. Dalam penelitian ini tidak ada subyek
yang tidak patuh dalam asupan energi sekaligus tidak patuh dalam asupan
natrium. Berdasarkan asupan energi dan asupan natrium ada 36,67 %
subyek yang termasuk dalam katagori tidak patuh dalam menjalankan terapi
diet rendah garam, dimana asupan energinya < 80% atau > 110% standart
diet rumah sakit dan atau asupan natriumnya > 800 mg.
3. Beberapa Faktor yang Berhubungan dengan Kepatuhan Diet Rendah Garam
a. Hubungan Tingkat pendidikan Dengan Kepatuhan Diet Rendah Garam
Berdasarkan uji Chi-Square, diperoleh hasil bahwa tidak ada
hubungan yang bermakna antara tingkat pendidikan dengan kepatuhan
diit rendah garam. Hal ini tidak sesuai dengan penelitian Anggraini
(2000), bahwa terdapat hubungan antara perilaku dengan tingkat
pendidikan walaupun lemah. Berbeda dengan penelitian tersebut dapat
disebabkan karakteristik subyek penelitian yang tidak sama, dimana pada
penelitian tersebut subyek penelitiannya adalah pasien diabetes mellitus.
58
Namun demikian hasil penelitian ini sejalan dengan apa yang
dikatakan oleh Fuerstein (1986, dalam Rahayu, 2004) bahwa pendidikan
adalah salah satu faktor yang mempengaruhi kepatuhan sepanjang
pendidikan tersebut merupakan pendidikan yang aktif seperti
penggunaan buku-buku dan kaset-kaset oleh pasien secara mandiri. Jadi
tidak hanya sebatas pendidikan formal tetapi diperlukan pendidikan
secara mandiri terutama mengenai hal-hal yang berhubungan dengan
diet rendah garam.
b. Hubungan Pengetahuan Dengan Kepatuhan Diet Rendah Garam
Berdasarkan uji Chi-Square, diperoleh hasil bahwa tidak ada
hubungan yang bermakna antara pengetahuan dengan kepatuhan diet
rendah garam. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian sebelumnya, yaitu
Anggraini (2000) bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara
pengatahuan dengan perilaku dalam menjalankan terapi diit Diabetes
Mellitus. Penelitian ini juga sejalan dengan penelitian Widyanto (2002)
dihasilkan bahwa tidak ada hubungan antara pengetahuan dengan
perilaku keluarga pada tingkat kepatuhan minum obat penderita
skizofrenia. Menurut Harsono (1985, dalam Anggraini, 2000), tingkat
pengetahuan memang tidak selalu berkorelasi dengan tindakan. Orang
yang memiliki persepsi yang benar belum tentu akan berperilaku yang
benar. Hal ini terjadi pada fase kognitif. Pada fase afektif orang telah
memberikan respon berupa reaksi emosional dalam bentuk sedia atau
ingin melakukan tindakan, namun belum memberikan respon berupa
perilaku.
Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan Notoatmojo (1997), bahwa
pengetahuan dapat membentuk keyakinan tertentu sehingga seseorang
berperilaku sesuai dengan kenyataannya. Namun demikian, menurut
Green (1980), pengetahuan kesehatan mungkin diperlukan sebelum
suatu tindakan kesehatan seseorang terjadi, tetapi tindakan kesehatan
yang diinginkan mungkin tidak terjadi kecuali seseorang menerima
nasihat yang cukup kuat untuk memotivasinya bertindak sesuai dengan
pengetahuan yang dimilikinya.
59
Dalam penelitian ini tidak adanya hubungan antara pengetahuan
dengan kepatuhan dapat disebabkan adanya faktor-faktor lain yang dapat
mempengaruhi, seperti kurang kuatnya motivasi serta keyakinan pada
diri pasien, karena kurangnya frekuensi interaksi dengan ahli gizi dimana
selama dirawat biasanya ahli gizi hanya satu atau dua kali dalam
memberikan konseling gizi yaitu pada kunjungan awal setelah melakukan
anamnese gizi, dimana belum dilaksanakan evaluasi secara rutin kepada
pasien sehubungan dengan penerimaannya terhadap diet yang diberikan.
Menurut Stevenson (2001) bahwa motivasi merupakan semua hal verbal,
fisik atau psikologis yang membuat seseorang melakukan sesuatu
sebagai respon.
Di samping itu dapat juga disebabkan tidak kondusifnya tempat dan
suasana pada saat pelaksanaan konseling gizi karena dilaksanakan di
ruang rawat inap yang memungkinkan adanya hal-hal yang mengganggu
proses konseling seperti suasana ramai, dimana keluarga penunggu
pasien lain ikut serta dalam proses konseling. Sehingga kondisi tersebut
dapat mengurangi konsentrasi subyek penelitian dalam menyerap
pengetahuan mengenai diet rendah garam yang disampaikan oleh
konselor. Hal ini seperti dikemukakan oleh Holli & Calabrese (1991)
bahwa ketidakpatuhan diet juga dipengaruhi oleh penghalang lain seperti
sulitnya menjalankan diet dalam hal bahan makanan yang dianjurkan dan
dibatasi, serta karakteristik klinik atau tempat pelaksanaan konseling gizi.
c. Hubungan Sikap dengan Kepatuhan Diet Rendah Garam
Berdasarkan uji Chi-Square, diperoleh hasil bahwa tidak ada
hubungan yang bermakna antara sikap dengan kepatuhan diet rendah
garam. Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian sebelumnya,
yaitu penelitian Anggraeni ( 2000 ) dengan hasil tidak ada hubungan
antara sikap dengan perilaku pasien Diabetes Melitus dalam menjalan
terapi diit. Menurut Fishbein dan Ajjen ( 1975, dalam Azwar, 2003), sikap
seseorang sangat mempengaruhi tindakan yang akan dilakukan,
60
meskipun demikian sikap yang sudah positif terhadap tindakan tidak
selalu terwujud dalam suatu tindakan nyata. Azwar ( 2003 ) mengatakan
bahwa tidak ada alasan untuk menyimpulkan bahwa sikap dan perilaku
berhubungan secara konsisten. Sikap dan perilaku merupakan dua
dimensi dalam diri individu yang berdiri sendiri, terpisah dan berbeda.
Mengetahui sikap tidak berarti dapat memprediksi perilaku.
Hasil ini tidak sejalan dengan teori Green (1980) yang mengatakan
bahwa salah satu faktor penyebab tingkah laku kesehatan (kepatuhan)
adalah faktor predisposisi, diantaranya adalah sikap. Hal ini dapat
disebabkan kepatuhan (complience) itu adalah tahap pertama dalam
proses perubahan sikap. Kesediaan menerima pengaruh dari pihak lain
biasanya tidak berasal dari hati kecil seseorang tetapi lebih merupakan
cara untuk untuk sekedar memperoleh reaksi positif seperti pujian,
dukungan, dan semacamnya sambil menghindari hal-hal yng bersifat
negatif dimana dalam penelitian ini subyek penelitian dapat saja
menyatakan sikap positif dikarenakan selalu berusaha menghindari
pernyataan-pernyataan dalam kuesioner yang bersifat negatif, terlepas
apakah sikap tersebut dapat direalisasikan dalm bentuk tindakan atau
tidak.
Disamping itu sikap dapat berubah menjadi perilaku (kepatuhan)
ada beberapa tingkatan yaitu mulai dari menerima, merespon,
menghargai, kemudian bertanggung jawab. Sehingga dalam penelitian ini
subyek penelitian melakukan perubahan sikap baru dalam tingkatan
menerima saja belum sampai tingkatan merespon, menghargai, apalagi
bertanggung jawab.
d. Hubungan Dukungan Keluarga dengan Kepatuhan Diet Rendah garam
Hasil uji Chi-Square adalah tidak ada hubungan yang bermakna
antara dukungan keluarga dengan kepatuhan diit rendah garam.
Penelitian ini sejalan dengan penelitian sebelumnya yaitu Widianto
(2002 ) dengan hasil tidak ada hubungan antara perilku keluarg dengan
tingkat kepatuhan minum obat penderita Skizofrenia. Hasil penelitian
61
Setyowati (2002) diketahui bahwa tidak ada perbedaan bermakna antara
responden yang mendapat dukungan keluarga dengan yang tidak
terhadap asupan energi, proten, lemak, dan karbohidrat.
Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan teori Green (1980) bahwa
dukungan keluarga yang termasuk dalam reinforcing factor adalah salah
satu yang dapat menjadi penyebab tingkah laku seseorang. Menurut
Beaglehole dkk ( 1993 ) masalah kesehatan yang terjadi dalam keluarga
akan saling berkaitan dengan keadaan anggotanya. Peneltian juga tidak
sesuai dengan Friedman ( 1988 ) yang menyebutkan bahwa keluarga
berfungsi sebagai sistem pendukung bagi anggotanya.
Tidak adanya hubungan antara dukungan keluarga dengan
kepatuhan dapat disebabkan karena tidak semua keluarga penunggu ikut
mendengarkan konseling gizi. Hal ini berarti tidak ada upaya
pembentukan kelompok pendukung dari keluarga, misalnya dengan
diberikan pendidikan atau konseling khusus untuk keluarga sehingga
dapat membentuk kepatuhan anggota keluarganya. Hal ini sesuai
dengan apa yang disampaikan oleh Fuerstein (1986, dalam Rahayu,
2004) bahwa perlu modifikasi sosial dengan membangun kelompok
pendukung untuk membentuk dukungan keluarga. Hal ini disadari karena
dalam penelitian ini tidak ada kriteria inklusi dengan memilih pasien yang
keluarganya telah mendapatkan konseling gizi, melainkan hanya sebatas
memilih pasien yang ditunggui keluarga, terlepas apakah keluarganya
ikut serta dalam kegiatan konseling atau tidak.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara
tingkat pendidikan, pengetahuan, sikap, dan dukungan keluarga dengan kapatuhan
dalam menjalankan terapi diet rendah garam pada pasien yang mendapatkan
konseling gizi. Artinya faktor tingkat pendidikan, pengetahuan, sikap dan dukungan
keluarga itu tidak dapat mempengaruhi kepatuhan dalam menjalankan terapi diet.
Secara keseluruhan hal ini dapat disebabkan subyek penelitan adalah pasien yang
sedang sakit dan dirawat di rumah sakit. Ada beberapa hal yang dialami dan
62
dirasakan oleh pasien yang berada di rumah sakit. Dirawat di rumah sakit berarti
memisahkan orang sakit dari kebiasaan hidupnya sehari-hari, dan memasuki
lingkungan yang asing baginya, termasuk orang-orang yang mengelilinginya yaitu
dokter, perawat, dan orang-orang lain yang selalu berada di sekelilingnya.
Perubahan juga terjadi dalam hal makanan. Bukan saja macam makanan yang
disajikan berbeda dengan yang biasa dimakannya di rumah, akan tetapi cara
makanan itu dihidangkan, tempat makan, waktu makan, dan sebagainya. Semua
keadaan yang dikemukanan itu sering merupakan beban mental bagi orang sakit,
yang apabila tidak diperhatikan akan merupakan penghambat dalam proses
penyembuhan penyakitnya. Faktor psikologis, sosial budaya, keadaan jasmani, dan
keadaan gizi penderita adalah beberapa faktor yang perlu mendapatkan perhatian
dalam pengaturan mkanan bagi orang sakit di rumah sakit (Moehyi, 1988).
Faktor-faktor lain yang mempengaruhi kepatuhan diit menurut Masur (1981,
dalam Syamsiatun, 2001) adalah kompleksitas diet, efek samping diet, dan lamanya
menjalankan diet. Hasil penelitian Khoirunnas (2001) menyimpulkan bahwa faktor
dominan yang mempengaruhi terjadinya sisa makanan dimana merupakan salah
satu indikator untuk mengukur kepatuhan diet, adalah faktor jenis penyakit, rasa
makanan, dan bentuk makanan.
Dalam upaya mendapatkan informasi mengenai faktor-faktor lain yang dapat
mempengaruhi kepatuhan diet, dilakukan wawancara terhadap subyek penelitian
menganai riwayat diet yang dijalani di rumah, makanan pantangan, frekuensi makan,
penilaian terhadap sikap petugas penyaji makanan, penilaian terhadap variasi menu,
nafsu makan serta alasan subyek tidak menghabiskan makanan rumah sakit.
Berdasarkan hasil wawancara tersebut, diperoleh hasil bahwa sebanyak 40%
subyek belum pernah menjalani diet rendah garam di rumah, ada 16,67 % subyek
mempunyai makanan pantangan, sebanyak 16,67% frekuensi makan di rumah tidak
sama dengan di rumah sakit dimana kebiasaan di rumah hanya 2 kali makan utama
dalam sehari. Hampir seluruh subyek (90%) menilai ramah terhadap penyaji
makanan, semua subyek menilai menu telah bervariasi dalam hal jenis bahan
makanan yang digunakan, tetapi dalam hal rasa dinilai hambar. Dalam hal nafsu
makan, ada 13,33% subyek mengatakan nafsu makannya kurang. Berbagai alasan
63
subyek tidak menghabiskan makanan yang disajikan, diantaranya karena : sudah
kenyang, sudah terbiasa makan dengan porsi sedikit, frekuensi dan jam makan tidak
seperti kebiasaan makan di rumah, belum terbiasa makan dengan dikurangi
garamnya, makanan hambar dan sudah dingin, takut buang air besar, makanan
terlalu cepat diambil oleh petugas, ada makanan pantangan, kondisi badan yang
belum enak, serta ada yang disebabkan terganggu oleh batuk-batuk yang
dialaminya. Beberapa hal yang diperoleh dari hasil wawancara tersebut dapat
merupakan faktor-faktor lain yang bisa mempengaruhi kepatuhan pasien dalam
menjalankan terapi diet rendah garam.
Disamping itu tidak adanya hubungan antara tingkat pendidikan,
pengetahuan, sikap, dan dukungan keluarga dengan kepatuhan dalam menjalankan
terapi diet rendah garam pada pasien yang mendapatkan konseling gizi, juga dapat
disebabkan belum optimalnya kegiatan konseling gizi dimana prosedur konseling
gizi belum sesuai dengan tahapan-tahapannya dan kurangnya frekuensi kunjungan
kepada pasien untuk memberikan motivasi serta evaluasi terhadap kepatuhan diet
pasien, serta teknik pemberian anjuran yang belum sesuai dengan kebutuhan
pasien. Menurut Abraham (1997, dalam Widiyanto, 2002) bahwa konsultasi yang
didominasi oleh tenaga kesehatan atau tidak responsif terhadap kebutuhan klien dan
hanya menekankan pada informasi yang terbatas, maka dapat menyebabkan
kondisi ketidakpatuhan.
Faktor lain yang dapat mempengaruhi tidak adanya hubungan antara tingkat
pendidikan, pengetahuan, sikap, dan dukungan keluarga dengan kepatuhan adalah
adanya keterbatasan penelitian, dimana tidak ada pengukuran awal mengenai
kepatuhan diet sehingga tidak dapat diketahui gambaran mengenai kepatuhan diet
sebelum diberikan konseling gizi, terbatasnya waktu penelitian serta sedikitnya
jumlah sampel yang digunakan.
64
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan 1. Tidak ada hubungan yang bermakna antara tingkat pendidikan dengan
kepatuhan pasien dalam menjalankan terapi diet rendah garam. 2. Tidak ada hubungan yang bermakna antara pengetahuan dengan kepatuhan
pasien dalam menjalankan terapi diet rendah garam. 3. Tidak ada hubungan yang bermakna antara sikap dengan kepatuhan pasien
dalam menjalankan terapi diet rendah garam. 4. Tidak ada hubungan yang bermakna antara dukungan keluarga dengan
kepatuhan pasien dalam menjalankan terapi diet rendah garam.
B. Saran 1. Bagi rumah sakit
Untuk meningkatkan kepatuhan pasien dalam menjalankan terapi diet rendah garam, perlu dilakukan upaya-upaya : a. Perbaikan protap pelaksanaan konseling gizi dan pelayanan gizi bagi
pasien rawat inap yang mencakup tahapan-tahapan pelaksanaan konseling dan frekuensi kunjungan kepada pasien dalam rangka kegiatan konseling, motivasi, serta evaluasi terhadap kepatuhan diet pasien.
b. Pelaksanaan konseling gizi dan pelayanan gizi bagi pasien rawat inap dilaksanakan sesuai dengan protap yang telah ditetapkan.
c. Perbaikan serta modifikasi menu bagi pasien dengan diet rendah garam untuk meningkatkan cita rasa masakan baik dari segi rasa (bumbu) maupun penampilannya sehingga lebih menarik dan mengundang selera pasien untuk mengkonsumsinya.
2. Bagi penelitian selanjutnya a. Dapat dilaksanakan penelitian serupa dengan melakukan pengukuran
awal mengenai kepatuhan diet sebelum diberikan konseling gizi sehingga dapat diketahui gambaran kepatuhan diet sebelum diberikan konseling gizi
b. Dapat dilaksanakan penelitian serupa dengan waktu yang lebih lama serta jumlah sampel yang lebih banyak untuk mendapatkan hasil penelitian yang lebih baik.
65
DAFTAR PUSTAKA
Anggraini, Hubungan Antara Pengetahuan Sikap Dan Perilaku Pasien Diabetes Mellitus Dalam Menjalankan Terapi Diet Di Instalasi Rawat Jalan RSUP dr. Sardjito Yogyakarta, Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, 2000.
Almatsier, S., Penuntun Diet edisi baru, PT Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta., 2004. Azwar, A., Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya, Edisi ke 2 , Pustaka Pelajar,
Yogyakarta, 2003. Comstock, E.M., Pierre, R.G., Mackierman, Y.D., Measuring Individual Plate Waste
in School Lunches, J. Am. Assoc., 1994, 290 – 297. Departemen Kesehatan RI, Buku Pedoman Tehnis Pelayanan Gizi Rawat Nginap &
Rawat Jalan di Rumah Sakit, Dirjen Pelayanan Medik, Direktorat Rumah Sakit Khusus dan Swasta, Jakarta, 1990.
Departemen Kesehatan RI, Pedoman Pelayanan Gizi Rumah Sakit, Dirjen Pelayanan Medik, Direktorat Rumah Sakit Khusus dan Swasta, Jakarta, 2003..
Dwiyanti,D., Hadi,H.,Susetyowati, Pengaruh Asupan Makaann Terhadap Kejadian
Malnutrisi di Rumah sakit, IJCN, 2004, Volume 1, No.1 1-7. Green L.W., Kreuter M.W., Deeds, S.G., Partridge, K.B., Health Education Planning
A Diagnostic Approach, First Edition, Mayfield Publishing Company, 1980. Green L.W., Kreuter M.W., Health Education Planning An Educational and
Environmental Approach, Second Edition, Mayfield Publishing Company, 2000. Harrison, Prinsip - Prinsip Ilmu Penyakit Dalam, volume I, edisi 13, Buku
Kedokteran EGC, Jakarta, 1995. Imbar,H.S., Pengaruh Konseling Kepada Ibu Terhadap Pengetahuan Sikap Dan
Perilaku Menyusui Secara Eksklusif Dan Pertumbuhan Bayi Sampai Umur 4 Bulan Di Kabupaten Minahasa, Program Pasca Sarjana Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, 2002.
Lemeshow, S., David, Hosmer, Klar, J., Lwanga, S., Besar Sampel dalam Penelitian
Kesehatan, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta, 1997. Louhenapessy, L., Pengaruh Konseling Gizi Terhadap Sisa Makanan Dan Status
Gizi Pasien Dengan Makanan Khusus Di ruang Penyakit dalam RSUD dr. M. Haulussy Ambon, Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, 2002.
66
Moehyi, S., Pengaturan Makanan dan Diit Untuk Penyembuhan Penyakit, PT Gramedia, Jakarta. 1988.
Moleong, L., Metologi Penelitian Kualitatif, Remaja Rosdakarya, Bandung, 2000. Murwani, R. Penentuan Sisa Makanan Pasien Rawat Inap Dengan Metode
Takasiran Visual Comstock Di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta, Prgram Pasca sarjana Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, 2001.
Pandiangan, Pengaruh Pendidikan Kesehatan Reproduksi Melalui Metode Ceramah,
Median Audio Visual, Ceramah Plus Audio Visual Pada Pengetahuan Dan Sikap Remaja SLTP di Tapanuli Utara, Program Pasca sarjana Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, 2005
Pontolumiju, A., A, Pendidikan Kesehatan Melalui Diskusi Kelompok Dan Ceramah
Untuk Peningkatan Pengatahuan Sikap Dan Perilaku Makan Penderita Hipertensi, Program Pasca Sarjana Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, 2002.
Riduwan, 2002, Skala pengukuran Variabel - variabel Penelitian Rahayu, H., Kepatuhan Diit Pada Penderita Gagal Ginjal Kronis Dengan Terapi
Hemodialisa Dan Tanpa Terapi Hemodialisa Di Rumah Sakit Dr. Sardjito Yogyakarta, Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, 2004.
Riastuti, N., M., D., Pengaruh Kunjungan Rumah Terhadap Kepatuhan Diit Dan
Kadar Gula Darah Pasien Diabetis Melitus Tidak Tergantung Insulin Rawat Jalan Di RS Dr. Sardjito Yogyakarta, Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, 2005.
Sastroasmoro, S., Ismael, S., Dasar - Dasar Metodologi Penelitian Klinis, Edisi ke-2,
CV Sagung Seto, Jakarta, 2002. Setyowati, Kontribusi Makanan Luar Rumah Sakit Terhadap asupan Zat Gizi Pasien
Rawat Inap Serta Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya Di RS DR. Sardjito Yogyakarta, Program Pasca sarjana Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, 2002
Sugiyono, Statistik untuk Penelitian , CV Alfabeta Bandung, 2000. Supariasa, I., Bakri, B., Fajar, I., Penilaian Status Gizi, Buku Kedokteran EGC,
Jakarta, 2002. Syamsiatun, N. H., Pengaruh Media Postek Aksi Terhadap Kepatuhan Konsumsi
Makan Pada Lansia Diabetisi Di Paguyuban Adhiyuswa Ngesti Rahayu RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta, Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, 2001.
67
Theresia, S., I., M., Kepatuhan Diet Dan Kualitas Hidup Penderita Gagal Ginjal Terminal Yang Dilakukan Terapi Hemodialisa Di Unit Hemodialisa Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta, Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, 2004.
Widiyanto, R., Hubungan Antara Pengetahuan Dan Sikap Dengan Perilaku Keluarga
Pada Tingkat Kepatuhan Minum Obat Penderita Skizoprenia di RSJ Dr. Amino Gondo Hutomo Semarang, Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, 2002.
68
KUESIONER PENELITIAN
BEBERAPA FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEPATUHAN MENJALANKAN TERAPI DIET RENDAH GARAM PADA PASIEN
YANG MENDAPATKAN KONSELING GIZI DI INSTALASI RAWAT INAP RSUD WATES KABUPATEN KULON PROGO
Tanggal wawancara : ……………………….
Nama Pewawancara :………………………..
A. Data Identitas Responden 1. Nomor Responden : …………………………
2. No CM :…………………………
3. Nama pasien : …………………………………
4. Jenis kelamin : L/P
5. Umur : …………th
6. Alamat : ……………………………………………………………
…………………………………………….
7. Pendidikan yang pernah ditamatkan :
a. ( ) SD/sederajat c. ( ) SLTP/sederajat
b. ( ) SMP/sederajad d. ( ) PT/Akademi
8. Pekerjaan :
a. ( ) Ibu rumah tangga e. ( ) PNS
b. ( ) Petani f. ( ) Pedagang
c. ( ) Wiraswasta g. ( ) Pensiunan
d. ( ) Pegawai swasta
9. Kelas perawatan :……………………………
10. Diagnosa dokter :…………………………….
11. Diet :…………………………….
12. Bentuk makanan : ……………………………
69
B. Pengetahuan
Petunjuk :
Jawablah pernyataan-pernyataan di bawah ini dengan memberi tanda silang (X) pada pilihan B (benar) atau S (salah), yang sesuai dengan pendapat Bapak/Ibu/Saudara, dan perlu Bapak/Ibu/Saudara ketahui bahwa jawaban yang diberikan tidak perlu sama dengan jawaban orang lain, dan tidak perlu sesuai dengan harapan orang lain (keluarga) sebab jawaban yang diharapkan dalam penelitian ini adalah yang berasal dari pendapat Bapak/Ibu/Saudara sendiri.
No.
Pertanyaan B S
1. Makanan bisa sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi naik turunnya tekanan darah.
2. Diet (pengaturan makan) yang tepat untuk pasien dengan tekanan darah tinggi atau yang mengalami odema (bengkak karena penimbunan cairan) adalah rendah garam (mengurangi garam).
3. Tujuan mengurangi garam dalam makanan sehari-hari adalah untuk menurunkan tekanan darah atau mengurangi odema pada pasien yang mengalaminya.
4. Makanan yang mengandung garam (natrium) hanya garam dapur (garam yang digunakan untuk masak sehari-hari) saja.
5. Jumlah garam yang boleh dimakan oleh pasien yang menjalani diet rendah garam paling banyak 1 sendok makan sehari.
6. Pasien dengan diet rendah garam sebaiknya membatasi makanan seperti : kue-kue kering, biscuit, dan cake, karena dibuat menggunakan soda kue
7. Semua jenis lauk hewani (jenis daging, ikan, telur, dan hasil olahnya) boleh dimakan oleh pasien dengan diet rendah garam dalam jumlah yang tidak dibatasi.
8. Otak, udang kering, jeroan (ginjal, paru), abon, telur asin tidak dianjurkan untuk dimakan oleh pasien dengan diet rendah garam
9. Bahan pengawet makanan seperti yang digunakan dalam makanan kaleng (sarden, kornet, asinan, dll) tidak mengandung garam, sehingga boleh dikonsumsi oleh pasien dengan diet rendah garam.
10. Semua margarin dan mentega tidak mengandung garam sehingga diperbolehkan digunakan oleh pasien dengan diet rendah garam.
11. Minuman yang mengandung soda dan alkohol tidak boleh diminum oleh pasien dengan diet rendah garam
12. Vetsin, kecap, terasi, tidak mengandung garam (natrium), sehingga tidak perlu dibatasi oleh pasien dengan diet rendah garam.
70
C. Sikap Petunjuk :
Jawablah pernyataan-pernyataan di bawah ini dengan memberi tanda silang (X) pada pilihan SS (Sangat Setuju), S (Setuju), TS (Tidak Setuju) atau STS (Sangat Tidak Setuju), yang sesuai dengan pendapat Bapak/Ibu/Saudara, dan perlu Bapak/Ibu/Saudara ketahui bahwa jawaban yang diberikan tidak perlu sama dengan jawaban orang lain, dan tidak perlu sesuai dengan harapan orang lain (keluarga) sebab jawaban yang diharapkan dalam penelitian ini adalah yang berasal dari pendapat Bapak/Ibu/Saudara sendiri.
No.
Pertanyaan SS S TS STS
1. Saya yakin bahwa dengan mengatur makanan (melalui pembatasan garam), dapat membantu penyembuhan penyakit saya ( yaitu hipertensi atau odema)
2. Saya memerlukan penjelasan mengenai diet (rendah garam) yang harus dijalani selama dirawat di rumah sakit
3. Saya merasa berat untuk mematuhi diet rendah garam yang dianjurkan oleh Ahli gizi karena saya suka masakan yang asin, kue-kue kering, dan sudah terbiasa dengan makanan tersebut.
4. Saya akan makan makanan yang disajikan di RS, walaupun dibatasi garamnya, karena hal ini sesuai untuk penyakit saya.
5. Apabila saya tidak suka dan tidak selera dengan makanan yang disajikan di rumah sakit, saya tidak akan menghabiskannya
6. Saya bebas makan semua jenis makanan yang dibawakan dari luar rumah sakit.
7. Saya lebih suka dibawakan masakan dari rumah daripada makan makanan yang disajikan di rumah sakit karena lebih enak.
8. Apabila menginginkan makanan tertentu, saya akan bertanya terlebih dahulu kepada ahli gizi atau petugas kesehatan lain apakah makanan tersebut diperbolehkan atau tidak, atau membaca brosur diet yang telah diberikan.
9. Makanan yang tidak dianjurkan dalam diet rendah garam seperti kue- kue kering, biscuit, dll, sebaiknya saya batasi walaupun saya suka dengan makanan tersebut
10. Selama dirawat di rumah sakit, saya bosan dengan pengaturan makanan yang ada di rumah sakit, yaitu dengan pembatasan garam dan beberapa makanan lainnya
71
D. Dukungan Keluarga Petunjuk :
Jawablah pernyataan-pernyataan di bawah ini dengan memberi tanda silang (X) pada pilihan Sl (Selalu), Sr (Sering), Jr (Jarang) atau TP (Tidak Pernah), yang sesuai dengan pendapat Bapak/Ibu/Saudara, dan perlu Bapak/Ibu/Saudara ketahui bahwa pertanyaan ini ditujukan kepada keluarga penunggu pasien dan jawaban yang diberikan tidak perlu sama dengan jawaban orang lain, serta tidak perlu sesuai dengan harapan orang lain sebab jawaban yang diharapkan dalam penelitian ini adalah yang berasal dari pendapat Bapak/Ibu/Saudara sendiri.
No.
Pertanyaan Sl Sr Jr TP
1. Saya memperhatikan dan menanyakan apa yang dibutuhkan oleh pasien, seperti makan, minum, istirahat, atau keperluan yang lain.
2. Saya berada disamping pasien pada saat jam makan dan menyuapi atau membatunya.
3. Saya merasa enggan dan terbebani untuk menunggui pasien.
4. Saya dan anggota keluarga yang lain menunggui pasien secara bergantian.
5. Saya menanyakan mengenai perkembangan kondisi pasien kepada dokter, perawat, atau tenaga kesehatan yang lain..
6. Apabila pasien mengeluh tentang kondisinya, saya diam saja dan tidak menanggapinya
7. Saya membujuk dan memotivasi pasien untuk menghabiskan makanan yang disajikan di RS
8. Saya memberi semangat untuk sembuh kepada pasien
9. Saya membawakan masakan (lauk, sayur,dll) dari rumah atau membelikan dari warung untuk pasien.
10. Saya menyediakan makanan kue-kue kering, biscuit, cake untuk pasien.
11. Saya akan memenuhi apabila pasien menginginkan makanan tertentu, walaupun makanan tersebut tidak diperbolehkan dalam diet rendah garam.
12. Saya menyediakan minuman ringan yang mengandung soda untuk pasien
13. Saya menanyakan kepada Ahli Gizi atau petugas kesehatan lain mengenai makanan yang boleh dan tidak boleh dimakan oleh pasien.
14. Saya memberi pengertian kepada pasien untuk mematuhi diet rendah garam, dengan menghindari makanan-makanan yang tidak diperbolehkan
72
F. Data Pendukung
1. Apakah sebelum masuk rumah sakit, saudara telah menjalankan diet di rumah ? a. Ya b. Tidak
2. Bila Ya, diet apa? a. Rendah garam b. Diet lain :………….
3. Apakah ada makanan pantangan selama di rumah ? a. Ada b. Tidak
4. Bila ada, sebutkan ?……… Bagaimana kebiasaan makan di rumah ? a. Jam makan : b. Frekuensi makan utama dan selingan : c. Makanan utama terdiri dari : d. Snack yang sering dikonsumsi :
5. Apakah saudara mempunyai kebiasaan makan di luar rumah (jajan di warung/rumah makan) ?
6. Berapa kali dalam sehari atau seminggu saudara makan di luar rumah ? 7. Selama dirawat di rumah sakit bagaimana nafsu makan saudara ?
a. Baik b. Kurang c. Tidak ada nafsu makan
8. Menurut saudara, bagaimana sikap petugas penyaji makanan ? a. ramah b. kurang ramah c. tidak ramah
9. Menurut saudara, bagaimana menu yang disajikan di rumah sakit ? a. bervariasi b. kurang bervariasi c. membosankan
10. Apakah yang saudara rasakan apabila pada saat sakit ada orang yang menasehati atau memotivasi saudara? a. merasa senang b. kurang senang c. malas untuk mendengarkan d. merasa terganggu
73
Lampiran 1
PERNYATAAN KESEDIAAN MENJADI SUBYEK PENELITIAN
Penelitian tentang Beberapa Faktor Yang Berhubungan Dengan Kepatuhan Menjalankan Terapi Diet Rendah Garam Pada Pasien Yang Mendapatkan Konseling Gizi di Instalasi Rawat Inap RSUD Wates Kabupeten Kulon Progo
Yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama :
Umur :
Jenis Kelamin :
Pendidikan terakhir :
Alamat :
Pekerjaan :
Diagnosa Medis :
Ruang rawat inap :
Bersedia dan mau berpartisipasi menjadi subyek penelitian yang akan dilakukan oleh Sri Handayani dari Program S1 Gizi Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada Yogyakarta Atas kesediaan dan partisipasi Bapak/Ibu/Saudara kami mengucapkan terima kasih.
Wates, 2005
Mengetahui Peneliti Responden
Sri Handayani (………………………..)
74
Lampiran 2
KUESIONER PENELITIAN
BEBERAPA FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEPATUHAN MENJALANKAN TERAPI DIET RENDAH GARAM PADA PASIEN
YANG MENDAPATKAN KONSELING GIZI DI INSTALASI RAWAT INAP RSUD WATES KABUPATEN KULON PROGO
PENGANTAR
1. Kuesioner ini bertujuan untuk mengumpulkan data tentang identitas pasien
yang menjadi subyek penelitian, data pengetahuan, data sikap, data
dukungan keluarga pasien, dan data pendukung lain.
2. Penelitian ini dimaksudkan untuk penyusunan karya tulis ilmiah atas nama
Sri Handayani dari Program S1 Gizi Kesehatan Fakultas Kedokteran
Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, dan hasilnya akan menjadi masukan
bagi RSUD Wates untuk meningkatkan pelayanan gizi di instalasi rawat inap.
3. Kami mohon kesediaan Bapak/Ibu/Saudara untuk menjawab pertanyaan-
pertanyaan ini tanpa prasangka dan perasaan tertekan. Semua keterangan
dan jawaban yang kami peroleh semata-mata untuk kepentingan penelitian
dan dirahasiakan.
4. Keterangan dan jawaban Bapak/Ibu/Saudara sangat besar artinya untuk
kelancaran penelitian yang pada akhirnya akan bermanfaat bagi rumah sakit.
Atas bantuan dan kerja samanya kami mengucapkan terima kasih.
75
Lampiran 3
Formulir Food Recall 24 jam
No. Responden : ………………………..
Nama Responden : ………………………..
No. C M : ………………………..
Tanggal : ………………………..
Hari ke : I / II / III
Nama Observer : ………………………..
Jumlah Waktu Makanan Bahan Makanan
Berat ( g ) urt
76
FORMULIR ASUPAN MAKANAN RUMAH SAKIT ( METODE COMSTOCK )
No. Responden : ………………………… Kelas Perawatan : I / II / III
Nama Responden : ………………………… U m u r : …….Th Jenis Kelamin : L / P Bentuk Makanan : ……….. Hari ke : ………….. D i i t : ………..
% dikonsumsi habis
Zat gizi yang dikonsumsi Waktu Makan
Nama Masakan
0% 5 % 25 % 50 % 75% 100%
Berat ( Gr )
Energi Protein Natrium
Lampiran 4
Pagi
Snack
Siang
Snack
Sore
Snack
Total Asupan Zat Gizi Standar Rumah Sakit
% Asupan Gizi Nama enumerator/ pramusaji: Tanggal : / /2005 1. Pagi dan siang : ……………………………
2. S o r e : …………………………..
77Lampiran 5
STANDART DIET RENDAH GARAM RSUD WATES
Bahan makanan sehari
Nasi/Tim/Bubur : 750 gram
Daging : 50 gram
Ikan : 75 gram
Telur : 1 butir (60 gram)
Tahu : 50 gram
Tempe : 25 gram
Sayur : 200 gram
Minyak goring : 15 gram
Gula pasir : 30 gram
Kacang ijo : 15 gram
Gula kelapa : 15 gram
Jus buah : 100 gram
Buah : 2 buah (150 gram)
Garam : 1 gram
Nilai gizi sehari :
Bentuk Nasi Bentuk Tim Bentuk Bubur
Energi 1998,5 kkal Energi 1901,7 kkal Energi 1570,1 kkal
Protein 75,4 gram Protein 73,9 gram Protein 67,2 gram
Lemak 46,2 gram Lemak 46,2 gram Lemak 45,4 gram
Hidrat arang 320,7 gram Hidrat arang 299 gram Hidrat arang 226,2 gram
Natrium 583,7 mg Natrium 583,7 mg Natrium 583,7 mg