MOTTOrepository.ub.ac.id/4707/1/Theresia%20Intan%C2%A0... · 2020. 8. 18. · MOTTO “Janganlah...

115
MOTTO “Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu kepada Allah dalam doa dan permohonan dengan ucapan syukur” Filipi 4:6

Transcript of MOTTOrepository.ub.ac.id/4707/1/Theresia%20Intan%C2%A0... · 2020. 8. 18. · MOTTO “Janganlah...

Page 1: MOTTOrepository.ub.ac.id/4707/1/Theresia%20Intan%C2%A0... · 2020. 8. 18. · MOTTO “Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu

MOTTO

“Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah

dalam segala hal keinginanmu kepada Allah dalam doa dan permohonan

dengan ucapan syukur”

Filipi 4:6

Page 2: MOTTOrepository.ub.ac.id/4707/1/Theresia%20Intan%C2%A0... · 2020. 8. 18. · MOTTO “Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu

TANDA PERSETUJUAN SKRIPSI

Judul : INTEGRASI POLITIK IDENTITAS DI TENGAH

KENTALNYA BUDAYA MELAYU (Studi Kasus Kota

Tanjungpinang)

Disusun oleh : Theresia Intan Anggraeni

NIM : 135120500111043

Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Program Studi : Ilmu Politik

Konsentrasi : Metode

Malang, 26 Juli 2017

Ketua Majelis Penguji Sekertaris Majelis Penguji

H.B. Habibi Subandi, S.Sos., MA Faqih Alfian.,S.IP., M.IP

NIK. 201204 84905 1 001 NIK. 201405 861216 1 001

Page 3: MOTTOrepository.ub.ac.id/4707/1/Theresia%20Intan%C2%A0... · 2020. 8. 18. · MOTTO “Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu

TANDA PENGESAHAN SKRIPSI

INTEGRASI POLITIK IDENTITAS DI TENGAH KENTALNYA BUDAYA

MELAYU

( Studi Kasus Kota Tanjungpinang)

SKRIPSI

Disusun Oleh :

Theresia Intan Anggraeni

NIM. 135120500111043

Telah diuji dan dinyatakan lulus dalam ujian Sarjana Ilmu Politik

pada tanggal 26 Juli 2017

Tim Penguji :

Ketua Majelis Penguji Sekertaris Majelis Penguji

H.B. Habibi Subandi, S.Sos., MA Faqih Alfian.,S.IP., M.IP

NIK. 201204 84905 1 001 NIK. 201405 861216 1 001

Anggota Majelis Penguji I Anggota Majelis penguji II

Wawan Sobari, S.IP., MA., Ph.D Dr. Sholih Mu’adi, SH., M.Si

NIP. 19740801 200801 1 009 NIP. 19641230 199303 1 002

Malang, 26 Juli 2017

Mengetahui

Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Prof. Dr.Unti Ludigdo, S.E., M.Si., Ak

Page 4: MOTTOrepository.ub.ac.id/4707/1/Theresia%20Intan%C2%A0... · 2020. 8. 18. · MOTTO “Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu

NIP. 196908141994021001

PERNYATAAN ORISINALITAS SKRIPSI

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa sepanjang pengetahuan saya

di dalam naskah skripsi ini tidak terdapat karya ilmiah yang pernah diajukan oleh

pihak lain untuk mendapatkan karya atau pendapat yang pernah ditulis atau

diterbitkan oleh orang lain, kecuali secara tertulis dikutip dalam naskah ini dan

disebutkan dalam sumber kutipan dan daftar pustaka.

Apabila ternyata di dalam nashkah skripsi ini dapat dibuktikan terdapat unsur-

unsur jiplakan, saya bersedia skripsi ini digugurkan dan gelar akademik yang telah

saya peroleh (S-1) dibatalkan, serta diproses sesuai dengan peraturan perundang-

undangan yang berlaku (UU) No 20 Tahun 2003, Pasal 25 ayat 2 dan pasal 70.

Malang, 26 Juli 2017

Mahasiswa

Theresia Intan Anggraeni

NIM. 135120500111043

Page 5: MOTTOrepository.ub.ac.id/4707/1/Theresia%20Intan%C2%A0... · 2020. 8. 18. · MOTTO “Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu

ABSTRAK

Theresia Intan Anggraeni (2017), Integrasi Politik Identitas di Tengah Kentalnya

Budaya Melayu (Studi Kasus Kota Tanjungpinang). Dibawah Bimbingan dari H B

Habibi Subandi, S.Sos., MA dan Faqih Alfian S.IP.,M.IP.

Penelitian ini mendeskripsikan bagaimana pembentukan identitas bersama

Kota Tanjungpinang dan menjadikan Melayu sebagai identitas kedaerahan. Terdapat

fenomena isu pluralitas diusung oleh etnis Tionghoa yang merupakan penduduk asli

juga di Kota Tanjungpinang untuk menciptakan multikulturalisme di masyarakat.

Penelitian ini melihat bagaimana eksistensi Melayu era reformasi saat ini dan

munculnya isu pluralitas yang diusung oleh etnis Tionghoa. Jenis penelitian yang

dilakukan ini adalah kualitatif dengan pendekatan deskriptif bertujuan untuk lebih

mengetahui fenomena yang ada di Kota Tanjungpinang, dengan menggunakan teori

politik identitas David Brown dan Jonathan D. Hill & Thomas Wilson bahwa politik

identitas terbentuk secara internalisasi dan naturalisasi. Teknik pengumpulan data

menggunakan metode wawancara dengan informan kunci dan pendukung. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa identitas Melayu hanya diakui sebagai identitas

kedaerahan dalam bentuk seni dan budaya dan tidak adanya diskriminasi rasial

terhadap etnis Tionghoa Kota Tanjungpinang dikarenakan sejarah masa lalu di Kota

Tanjungpinang. Pengalaman sejarah dan pengalaman kultural di Kota tanjungpinang

inilah yang memberikan kekhasan sendiri dalam membentuk identitas.

Kata Kunci: Politik Identitas, Melayu, Multikulturalisme, Etnis, Tanjungpinang

Page 6: MOTTOrepository.ub.ac.id/4707/1/Theresia%20Intan%C2%A0... · 2020. 8. 18. · MOTTO “Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu

ABSTRACT

Theresia Intan Anggraeni (2017), Integration of Identity Politics in the Middle of

Malay Culture (Case Study of Tanjungpinang City). Thesis Supervisors: Hb Habibi

Subandi S.Sos., MA, Faqih Alfian S.IP., M.IP.

This research describes how to form a common identity in Tanjungpinang

City and making Malay as the regional identity. There is a pluralism issue which

carried by Ethnic Tionghoa (Chinese). They are also native inhabitants in

Tanjungpinang City who will creating multiculturalism in society. this research about

how the existence of Malay in this current reform era and the emergence of the

pluralism issue carried by Ethnic Tionghoa (Chinese). The type of this research is

qualitative by using descriptive approach with an aim to know more about the real

phenomena which exist in Tanjungpinang City. It was using politic theory of identity

according to David Brown and Jonathan D. Hill & Thomas Wilson’ theory. They

state that politic of identity formed internally and naturally. The researcher use

qualitative method as the data collection technique by asking the key informant and

its supporters. The result of this research showed that Melayu as an identity only

recognized as the regional identity in art and culture form and there is no racial

discrimination against Ethnic Tionghoa (Chinese) in Tanjungpinang City. It causes

by the past and cultural history of Tanjungpinang City which give the uniqueness in

forming the identity.

Keywords: Politic of Identity, Malay, Multiculturalism, Ethnic, Tionghoa (Chenese),

Tanjungpinang

Page 7: MOTTOrepository.ub.ac.id/4707/1/Theresia%20Intan%C2%A0... · 2020. 8. 18. · MOTTO “Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan YME karena dengan rahmat, karunia, serta

pertolongan-Nya lah penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Integrasi

Politik Identitas di Tengah Kentalnya Budaya Melayu (Studi Kasus Kota

Tanjungpinang). Proses penyusunan skripsi ini, tidak akan terwujud tanpa adanya

bantuan dari berbagai pihak yang telah mendorong terwujudnya laporan ini dari mulai

untuk penulisan, baik dari segi tenaga, pemikirin dan juga ide-ide. Oleh karen itu

dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada:

1. Bapak H B Habibi Subandi, S.Sos., MA dan Faqih Alfian S.IP.,M.IP.selaku

dosen pembimbing skripsi yang telah banyak memberikan

masukan,kritikan,serta dukungan untuk menyelesaikan skripsi ini dan banyak

memberikan cerita juga tentang kehidupan disela-sela bimbingan dan

merekomendasikan dua penguji bergelar Doktor yang memberikan sedikit

drama disaat waktu ujian.

2. Kedua orangtua saya,Ibu Wid dan Bapak Kendro yang selalu mendoakan

perjalanan kuliah saya dari awal hingga akhir, yang mengembleng saya untuk

selalu kuat dalam pengerjaan skripsi yang ternyata seperti drama telenovela

dan kedua saudari saya, kak Niken yang sudah memberikan nutrisi yang sehat

dalam pengerjaan skripsi dan Ayas yang mensupport kakaknya untuk cepat

menyelesaikan skripsi di semester 8 ini.

3. Deswita,Dayu dan Feby walaupim kalian tidak di Malang tapi hiburan

kalian,candaan kalian untuk mensupport saya menyelesaikan skripsi inii dan

menyuruh untuk cepat-cepat meninggalkan Malang.

4. Furqan, Maikaronika yang telah menjadi motivasi penulis untuk

menyelesaikan skripsi ini dan teman yang dibutuhkan yang selalu ada serta

memberikan support kepada adiknya, dan juga Hani yang ikut membantu

mensupport penulis.

5. Geng Indroisme terutama Ega yang sangat membantu saya dalam

mengerjakan skripsi penulis dan bantuan tebengan dari semester 2,

Page 8: MOTTOrepository.ub.ac.id/4707/1/Theresia%20Intan%C2%A0... · 2020. 8. 18. · MOTTO “Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu

Dina,Bayu,Agung,Tyo,Sarah,Hyram yang juga hadir menghibur dan

terkadang memberikan dukungan untuk menyelesaikan skripsi ini dan untuk

duo krucil Lili Dian yang sudah memberikan rumah singgah untuk

menyelesaikan skripsi.

6. Andhika Satryo,Irsan Malik,Wira,Pandu,Bebe,Lady,Audrey,Yayan Hidayat,

Ario,Razi,Acul,Pandu, Danu, Kaleg,Fahrianto,Nazula,Irene,Rino dan teman-

teman yang tidak disebutkan karena kemampuan mengingat penulis terbatas

terimakasih telah membantu,mendukung dan menemani penulis diperkuliahan

ini.

7. Teman-teman di Tanjungpinang yang telah membantu penulis dalam

penelitian ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu

kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak sangat di harapkan demi

terciptanya perbaikan-perbaikan kedepannya, Penulis juga berharap agar hasil dari

skripsi ini dapat bermanfaaat bagi seluruh pembaca khususnya mahasiswa/i Ilmu

Politik Universitas Brawijaya dan juga mahasiswa di seluruh Indonesia.

Malang, 26 Juli 2017

Theresia Intan Anggraeni

Page 9: MOTTOrepository.ub.ac.id/4707/1/Theresia%20Intan%C2%A0... · 2020. 8. 18. · MOTTO “Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu
Page 10: MOTTOrepository.ub.ac.id/4707/1/Theresia%20Intan%C2%A0... · 2020. 8. 18. · MOTTO “Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu

DAFTAR ISI

MOTTO

……………………………………………………………..………………………...…

..1

TANDA PERSETUJUAN

SKRIPSI……………………..…….……….………………….…...2

TANDA PENGESAHAN SKRIPSI

........................................... ……...………………….………………………………....3

PERNYATAAN ORISINALITAS

SKRIPSI………………………………………………….4

ABSTRAK

. ……………………………………………………...………………………………...5

KATA PENGANTAR

...................... ……………………………………………………………..…………...7

DAFTAR

ISI……………………………………………...………………………...….………10

DAFTAR TABEL

............. ………………………………………………………………………..……..13

DAFTAR ISTILAH

................ ……………………………………………………………………….……15

BAB I PENDAHULUAN

………………………………………………………………….……Error! Bookmark

not defined.

1.1.Latar

Belakang……………………………………………………………………...………

…………Error! Bookmark not defined.

1.2. Fokus Masalah .................................................................... Error! Bookmark not defined.

1.3. Tujuan Penelitian ................................................................ Error! Bookmark not defined.

1.4. Manfaat Penelitian .............................................................. Error! Bookmark not defined.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

...... …………………………………………………………...…..Error! Bookmark not

defined.

2.1. Politik Identitas ................................................................... Error! Bookmark not defined.

2.2 Landasan Konseptual .......................................................... Error! Bookmark not defined.

2.2.1 Etnis .............................................................................. Error! Bookmark not defined.

2.2.2. Etnisitas ........................................................................ Error! Bookmark not defined.

2.2.3 Multikulturalisme.......................................................... Error! Bookmark not defined.

2.3 Penelitian Terdahulu ............................................................ Error! Bookmark not defined.

Page 11: MOTTOrepository.ub.ac.id/4707/1/Theresia%20Intan%C2%A0... · 2020. 8. 18. · MOTTO “Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu

2.3.1. Integrasi Politik di Kalimantan Barat : Studi Kasus Kabupaten KetapangError! Bookmark not defined.

2.3.2 Bisnis, Kekuasaan, Dan Identitas (Studi terhadap Perilaku Politik Etnis

Tionghoa di Bangka Belitung Pasca Orde Baru) ................... Error! Bookmark not defined.

2.3.3. Menguat Politik Identitas di Ranah Lokal ................... Error! Bookmark not defined.

2.4 Kerangka Pemikiran ........................................................... Error! Bookmark not defined.

BAB III METODOLOGI

PENELITIAN……………………………………………………..Error! Bookmark

not defined.

3.1. Metode Penelitian ............................................................... Error! Bookmark not defined.

3.2. Lokasi Penelitian ................................................................ Error! Bookmark not defined.

3.3. Fokus Penelitian ................................................................. Error! Bookmark not defined.

3.4. Teknik Pengumpulan Data ................................................. Error! Bookmark not defined.

3.5. Pemilihan Informan ............................................................ Error! Bookmark not defined.

3.6. Instrumen Penelitian ........................................................... Error! Bookmark not defined.

3.7. Sumber Data ....................................................................... Error! Bookmark not defined.

3.8. Teknik Analisis Data .......................................................... Error! Bookmark not defined.

3.9. Keabsahan Data .................................................................. Error! Bookmark not defined.

BAB IV Identitas dan Karakteristik Kota

Tanjungpinang……….....………………………Error! Bookmark not defined.

4.1 Penyajian Data Umum ......................................................... Error! Bookmark not defined.

4.1.1 Kota Tanjungpinang Secara Geografis ......................... Error! Bookmark not defined.

4.1.2 Kota Tanjungpinang Secara Demografis ...................... Error! Bookmark not defined.

4.1.3 Suasana Kota Tanjungpinang ....................................... Error! Bookmark not defined.

4.1.4. Kota Tanjungpinang dalam Dimensi Sejarah .............. Error! Bookmark not defined.

4.2 Data Fokus Penelitian .......................................................... Error! Bookmark not defined.

4.2.1 Menggali Jejak Sejarah dan Identitas Etnis Tionghoa di TanjungpinangError! Bookmark not defined.

4.2.2 Sosial Budaya dan Aktivitas Politik Masyarakat Kota TanjungpinangError! Bookmark not defined.

4.2.3 Aktivitas Politik ............................................................ Error! Bookmark not defined.

4.2.4 Budaya Melayu dan Pendefinisian Ulang Identitas ..... Error! Bookmark not defined.

BAB V PEMBENTUKAN IDENTITAS DI KOTA TANJUNGPINANG

............................................................ ………………….Error! Bookmark not defined.

5.1 Politik identitas Etnis Tionghoa dalam Isu Pluralitas Sebagai Identitas di Kota

Tanjungpinang ........................................................................... Error! Bookmark not defined.

5.2 Pembentukan Identitas di Kota Tanjungpinang dalam Bingkai Kedai Kopi.Error! Bookmark not defined.

Page 12: MOTTOrepository.ub.ac.id/4707/1/Theresia%20Intan%C2%A0... · 2020. 8. 18. · MOTTO “Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu

5.3 Eksistensi Melayu di Kota Tanjungpinang di Era ReformasiError! Bookmark not defined.

5.3.1 Integrasi Budaya Kota Tanjungpinang yang Dibangun di Tengah Masyarakat

dengan Kentalnya Budaya Melayu ............................................ Error! Bookmark not defined.

BAB VI PENUTUP

......... ……………………………………………………………………………..Error!

Bookmark not defined.

6.1. Kesimpulan ......................................................................... Error! Bookmark not defined.

6.2 Saran .................................................................................... Error! Bookmark not defined.

DAFTAR PUSTAKA

............. …………………………………………………………………………..Error!

Bookmark not defined.

Page 13: MOTTOrepository.ub.ac.id/4707/1/Theresia%20Intan%C2%A0... · 2020. 8. 18. · MOTTO “Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu

DAFTAR TABEL

2.1. Tabel Pola Gerakan Identitas

………………………..…………………….……………..…12

2.3. Penelitian

Terdahulu…………………………………………………………..…………….23

3.1. Informan

Penelitian……………………………………………………………..…………..32

4.1. Pembagian Kecamatan dan Kecamatan di Kota

Tanjungpinang……………………..….....38

4.2. Jumlah Penduduk berdasarkan

Suku……………………………………………………..…40

Page 14: MOTTOrepository.ub.ac.id/4707/1/Theresia%20Intan%C2%A0... · 2020. 8. 18. · MOTTO “Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu

DAFTAR GAMBAR

4.1. Peta Kota

Tanjungpinang……………………………................................…………….…40

5.1 Taman Budaya

Senggarang……….…………………………………………………………72

5.2 Kedai Kopi di

Tanjungpinang..............................................................................................78

Page 15: MOTTOrepository.ub.ac.id/4707/1/Theresia%20Intan%C2%A0... · 2020. 8. 18. · MOTTO “Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu

DAFTAR ISTILAH

Akau : tempat makan terbuka

BPS : Badan Pusat Statistik

DPRD : Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

GANDI : Gerakan Perjuangan Anti Diskriminasi

Hokkien : Bahasa Ibu Tiongkok

Kapitan : Bupati

Kec : kecamatan

Kepri : Kepulauan Riau

Kesbangpol : Kesatuan Bangsa dan Politik

KomNas HAM : Komisi Nasional Hak Asasi Manusia

Pileg : Pemilihan Legislatif

Pilkada : Pemilihan Kepala Daerah

Residentie Riouw : Sebutan Riau sebelum menjadi provinsi

Page 16: MOTTOrepository.ub.ac.id/4707/1/Theresia%20Intan%C2%A0... · 2020. 8. 18. · MOTTO “Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Indonesia merupakan suatu negara yang memiliki wilayah yang sangat luas dari

Sabang hingga Merauke, didiami oleh masyarakat yang majemuk ditandai oleh

kekhasan kebudayaan yang sangat beragam dan masing-masing memiliki ciri yang

sangat beragam dan masing-masing memiliki ciri yang sangat banyak jumlahnya.

Kemajemukan itu menjadi simbol kebangsaan yang diikat oleh satu semboyan yaitu

Bhineka Tunggal Ika.

Ke-bhineka-an ini menjadi pengikat rasa persatuan dan kesatuan bangsa dalam

mengusir penjajahan pada masa lalu. Kemudian seiring berjalannya waktu berbagai

dinamika mewarnai kehidupan sosial politik negeri ini yang memberikan dampak

pada sendi-sendi kehidupan masyarakatnya. Nilai-nilai kultur yang selama ini

diagung-agungkan sebagai khasanah budaya nusantara mengalami pergeseran hingga

pada pola tingkah laku masyarakat pendukungnya sebagai dampak dari dinamika

perkembangan itu. Hal ini yang menyebabkan munculnya politik identitas.

Secara empiris, politik identitas merupakan aktualisasi partisipasi politik yang

terkontruksi dari akar budaya masyarakat setempat, dan mengalami proses

internalisasi secara terus menerus di dalam kebudayaan masyarakatnya dalam suatu

jalinan interaksi sosial (Buchari & Sri Astuti, 2014). Politik identitas mendapat

Page 17: MOTTOrepository.ub.ac.id/4707/1/Theresia%20Intan%C2%A0... · 2020. 8. 18. · MOTTO “Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu

tempat yang istimewa beberapa tahun terakhir. Ketika membahas suatu etnis atau

suatu kelompok maka teori politik ini muncul untuk membantu analisis sebuah

fenomena atau permasalahan. Dalam literatur politik, politik identitas dibedakan

antara identitas politik dengan politik identitas. Identitas politik menjelaskan

kontruksi yang menentukan posisi kepentingan subjek di dalam ikatan suatu

komunitas politik sedangkan politik identitas mengacu pada bagaimana mekanisme

politik pengorganisasian identitas baik identitas politik ataupun sosial sebagai sumber

dan sarana politik

Sebelum kita membahas bagaimana politik identitas dibentuk di Kota

Tanjungpinang, Secara geografis provinsi Kepulauan Riau berbatasan dengan negara

tetangga, yaitu Singapura, Malaysia dan Vietnam yang memiliki luas wilayah

251.810,71 km² dengan 96 persennya adalah perairan dengan 1.350 pulau besar dan

kecil telah menunjukkan kemajuan dalam penyelenggaraan kegiatan pemerintahan,

pembangunan, dan kemasyarakatan (BPS, 2015). Ibukota provinsi Kepulauan Riau

berkedudukan di Tanjung Pinang. Provinsi ini terletak pada jalur lalu lintas

transportasi laut dan udara yang strategis dan terpadat pada tingkat internasional serta

pada bibir pasar dunia yang memiliki peluang pasar.

Secara budaya dan sejarah, Kepulauan Riau selalu menjadi milik dari alam

melayu yang didasari pada silsilah keturunan kerajaan. Wilayah ini telah menjadi

daerah kekuasaan dari kesultanan melaka-johor yang dikuasai oleh dinasti melayu

yang bertempat tinggal di semenanjung melayu (1400-1699) yang kemudian menjadi

Page 18: MOTTOrepository.ub.ac.id/4707/1/Theresia%20Intan%C2%A0... · 2020. 8. 18. · MOTTO “Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu

pusat kekuasaan dari kesultanan Riau-Lingga yang diatur oleh koalisi dari dinasti

melayu dan bugis yang berkedudukan di Kepulauan Riau (1722-1911). Hal ini

menjelaskan asal mula kemelayuan, yaitu sebuah kategori afiliasi budaya yang pada

dasarnya diasosiasikan dengan ketaatan pada islam, bahasa melayu, dan adat-adat

kebiasaan melayu (Lenhart,1997).

Suku melayu merupakan penduduk asli dan kelompok suku bangsa yang

dominan di Tanjungpinang, selain itu terdapat juga suku Bugis dan Tionghoa yang

sudah ratusan tahun berbaur dengan suku Melayu dan menjadi penduduk tetap

semenjak zaman Kesultanan Johor Riau dan Residentie Riouw. Suku Bugis awalnya

menetap di Kampung Bugis dan suku Tionghoa banyak menempati Jalan Merdeka

dan Pagar Batu. Suku Jawa mulai ramai mendatangi Tanjung Pinang pada tahun

1960, pemukiman awal suku Jawa terletak di Kampung Jawa.

Kota Tanjungpinang merupakan kota yang majemuk. Berbagai etnis, suku dan

budaya bangsa, tumbuh dan berkembang di Tanjungpinang. Namun kemajemukan

tersebut terkadang memicu masalah. Hal ini patut dibahas karena menyangkut

identitas Bangsa Indonesia yang multikulturalisme. Meskipun ingin menciptakan

sebuah provinsi atas dasar etnis yang akan menguntungkan bagi orang-orang melayu,

dalam realita populasi di kota Tanjungpinang tidak hanya satu etnis saja. Dengan

demikian akan jauh lebih sulit untuk menekan kemelayuan lokal sebagai penanda

sebuah identitas provinsi ini, untuk mengatasi hal ini, elit melayu dan para akademisi

lokal di kepri berusaha menghidupkan kembali suatu solidaritas melayu „serumpun‟

Page 19: MOTTOrepository.ub.ac.id/4707/1/Theresia%20Intan%C2%A0... · 2020. 8. 18. · MOTTO “Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu

yang bersifat trans-nasional. Tetapi pada saat yang sama perkawinan campuran sangat

umum, khususnya di daerah perkotaan, yang membuat masalah-masalah identitas

etnis semakin kompleks serta bagaimana etnis yang menjadi memiliki jumlah yang

cukup banyak seperti Jawa dan Tionghoa mulai memainkan perannya dalam

partisipasi politik.

Mengambil contoh kecil bagaimana etnis Tionghoa mulai menjalankan prinsip

pluralisme, di Kepulauan Riau tepatnya Kota Tanjungpinang adanya agenda yang

dibuat oleh walikota Tanjungpinang yaitu “Revitalisasi Budaya Melayu” setiap

tahunnya akan tetapi ini menjadi perdebatan dan mulai ditentang oleh sebagian tokoh

etnis Tionghoa karena mereka juga menginginkan pemerintah sadar bahwa kota

Tanjungpinang adalah kota yang pluralis-multietnis bukan hanya milik satu etnis.

Sejarah silam tentang etnis Tionghoa di Kota Tanjungpinang memang sedikit

sekali atau hampir tidak tercatat dalam sejarah namun setelah reformasi peningkatan

partisipasi politik oleh etnis Tionghoa ini sangat tinggi. Hal ini tidak dapat dipungkiri

karena kaum Tionghoa yang berperan penting dalam ekonomi politik dan hubungan

antara investor dari Singapura yang masuk ke Kepri yang di pegang oleh sebagian

besar masyarakat etnis Tionghoa di Kepri. Dapat dilihat dalam lingkup Provinsi

Kepulauan Riau khususnya kota Tanjungpinang sudah banyak aktor-aktor politik

yang muncul dari kalangan etnis Tionghoa seperti Bobby Jayanto yang pada priode

2004-2009 menjabat sebagai Ketua DPRD Kota Tanjungpinang dan dia adalah etnis

Tionghoa pertama yang menjadi ketua DPRD di Indonesia, Hendry Frankim yang

Page 20: MOTTOrepository.ub.ac.id/4707/1/Theresia%20Intan%C2%A0... · 2020. 8. 18. · MOTTO “Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu

pernah menjabat sebagai anggota DPD dari daerah pemilihan Kepulauan Riau, , Rudy

Chua sebagai anggota DPRD Provinsi Kepulauan Riau periode 2009-2014 dan 2014-

2019 Dapil I (Tanjungpinang) serta Reni dan Beni yang pernah dan sedang menjabat

lagi sebgai anggota DPRD Kota Tanjungpinang 2009-2014 2014-2019. Kekuatan

yang mereka bangun tidak hanya dari sektor identitas politik etnis saja, dengan

sendirinya banyak kebijakan-kebijakan yang memihak terhadap etnis tionghoa karena

khususnya dalam sektor ekonomi

Berdasarkan fakta-fakta yang muncul, melihat kondisi diatas membuktikan

kontribusi dan partisipasi politik serta kepercayaan akan wakilnya etnis Tionghoa di

Kota Tanjungpinang cukup besar di era Reformasi ini. politik identitas yang dicoba

ditransformasi ke dalam entitas politik dengan harapan bisa menguasai pemerintahan

daerah sampai pergantian pimpinan puncak.

Hal inilah yang membuat penulis mencoba meneliti dan berusaha untuk

menggambarkan bagaimana politik identitas dibangun oleh etnis Tionghoa ditengah

kentalnya budaya Melayu dan etnis Melayu yang mentransformasikan diri dalam

identitas Melayu yang lebih terbuka serta tersirat masih adanya isu Putra Daerah

Melayu untuk menjadi pemimpin dan mengamati bagaimana wujud dan pola interaksi

antar etnis di Tanjungpinang guna mencapai pemahaman kehidupan di Kota

Tanjungpinang.

Page 21: MOTTOrepository.ub.ac.id/4707/1/Theresia%20Intan%C2%A0... · 2020. 8. 18. · MOTTO “Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu

1.2. Fokus Masalah

Peneliti ingin lebih dalam menelurusi

1. Bagaimana eksistensi etnis Melayu yang sekarang dalam pembentukan

identitas di Kota Tanjungpinang di era reformasi ?

2. Sejauh mana isu pluralitas diusung oleh etnis Tionghoa untuk dijadikan

identitas bersama di Kota Tanjungpinang?

1.3. Tujuan Penelitian

1. Mengetahui sejauh mana etnis Tionghoa mengedepankan pluralis sebagai

identitas bersama di kota Tanjungpinang

2. Peran warga etnis Tionghoa yang terjun ke aktivitas politik di Kota

Tanjungpinang.

3. Faktor yang mendorong pendefinisian identitas Melayu pada zaman reformasi

4. Sejauh mana eksistensi etnis Melayu dan budaya Melayu di era sekarang ini

1.4. Manfaat Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian yang telah diuraikan, maka hasil penelitian ini

diharapkan dapat memberikan kegunaan sebagai berikut:

1. Secara akademis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan

kepada ilmu politik

2. Memberi sumbangan informasi bagi peneliti berikutnya yang berminat

melakukan penelitian pada materi atau pembahasan yang sama

Page 22: MOTTOrepository.ub.ac.id/4707/1/Theresia%20Intan%C2%A0... · 2020. 8. 18. · MOTTO “Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu

3. Sebagai bekal wawasan dan pengetahuan bagi peneliti dalam

mengembangkan kemampuan berpikir dan belajar menganalisis pemasalahan

yang ada

4. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi

mengenai wilayah kepulauan riau khususnya Tanjungpinang dalam

pembangunan masyarakat

5. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pemikiran bagi

pemerintah maupun masyarakat kota Tanjungpinang tentang pluralisme.

6. Meminimalisasi kemungkinan terjadi kebangkitan etnis yang sering

dipergunakan oleh etnis tertentu untuk membuat tuntutan-tuntutan demi

kepentingan etnis tersebut

Page 23: MOTTOrepository.ub.ac.id/4707/1/Theresia%20Intan%C2%A0... · 2020. 8. 18. · MOTTO “Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Politik Identitas

Teori adalah seperangkat konstruk (variabel) yang saling berhubungan, definisi,

dan proporsi yang menyajikan suatu pandangan atau keterbukaan secara sistematis

tentang fenomena dengan merinci hubungan-hubungan variabel dengan tujuan

menjelaskan dan memprediksi gejala tersebut. (Kerlinger & Simatupang, 1994).

Selanjutnya dipembahasan akan diuraikan mengenai teori yang menjelaskan dan

mendukung secara akademik data penelitian, sebagai berikut: Secara teoritis

munculnya politik identitas merupakan fenomena yang disebabkan oleh banyaknya

faktor seperti : aspek struktural berupa disparitas ekonomi masa lalu dan juga masih

berlanjutnya kesulitan ekonomi saat ini yang telah memberikan alasan pembenaran

upaya pemisahan diri sebuah kelompok primordial yang bertautan dengan aspek

keterwakilan politik dan istitusional serta memang terbentuk karena adanya

masyarakat pluralistik. Dalam konteks keterwakilan politik belum meluas dan

melembaganya partisipasi dan keterwakilan politik masyarakat secara komprehensif

telah memicu munculnya kebijakan yang diskriminatif dan eksklusif yang pada

akhirnya memperkuat alasan kebangkitan politik identitas.

Politik identitas ini bersifat laten dan potensial yang dimana sewaktu-waktu

dapat muncul ke permukaan sebagai kekuatan politik yang dominan dan dapat

Page 24: MOTTOrepository.ub.ac.id/4707/1/Theresia%20Intan%C2%A0... · 2020. 8. 18. · MOTTO “Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu

dijelaskan secara empiris, politik identitas merupakan aktualisasi partisipasi politik

yang terkontruksi dari akar budaya masyarakat setempat dan mengalami proses

internalisasi secara berkala di dalam kebudayaan masyarakatnya dalam suatu jalinan

interaksi sosial (Buchari S. A., 2014).

Menurut Barker (2005), Karena terdorong perjuangan politik serta minat

terhadap filsafat dan bahasa, ’identitas’ berkembang menjadi tema utama kajian

budaya di era 1990-an. Politik feminisme, etnisitas, dan orientasi seks, juga tema-

tema lain, menjadi minat utama yang memiliki kaitan erat dengan politik identitas.

Agnes Heller mendefinisikan politik identitas sebagai gerakan polifik yang fokus

perhatiannya adalah perbedaan sebagai suatu kategori politik yang utama. sementara

Kemala Chandakirana (1989) clalam artikelnya Geertz dan Masalah Kesukuan,

menyebutkan bahwa:

“Politik identitas biasanya digunakan oleh para pemimpin

sebagai retorika politik dengan sebutan kami bagi "orang asli" yang

menghendaki kekuasaan dan mereka bagi "orang pendatang" yang

harus melepaskan kekuasaan. Jadi, singkatnya politik identitas

sekedar untuk dijadikan alat memanipulasi-alat untuk menggalang

politik--guna rnemenuhi kepentingan ekonomi dan politiknya".

Pemaknaan politik identitas Agnes Heller dan Kemala Chandrakirana memiliki

perbedaan fokus yang dimana Agnes menekankan pada perbedaan merupakan

kategori dalam gerakan politik sedangkan Kemala melihat politik identitas sebagai

alat. Namun pada bagian yang lain, argumen Kemala mengalami kemunduran

penafsiran dengan mengatakan bahwa di dalam politik identitas tentu saja ikatan

Page 25: MOTTOrepository.ub.ac.id/4707/1/Theresia%20Intan%C2%A0... · 2020. 8. 18. · MOTTO “Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu

kesukuan mendapat peranan penting, ia menjadi simbol-simbol budaya yang

potensial serta menjadi surnber kekuatan untuk aksi-aksi politik. Pemahaman ini

berimplikasi pada kecenderungan untuk:

1. Ingin mendapat pengakuan dan perlakuan orang setara atau dasat hak-hak

sebagai manusia baik politik, ekonomi maupun sosial-budaya.

2. Demi rnenjaga dan melestarikan nilai budaya yang menjadi ciri khas

kelompok yang bersangkutan.

3. Loyalitas terhadap etnisitas yang dimilikinya.

Dari tiga kriteria tersebut, selanjutnya Von Beyme membuat analisis lanjutan

dengan melihat politik identitas melalui pola gerakan, motivasi yang ingin dicapai.

Tabel 2.1. Tabel Pola Gerakan Politik Identitas

Model Pola keterangan Pola Aksi Tujuan

Gerakan

Pra modern Perpecahan objektif (dimana

ada perpecahan fundamental

pasti ada gerakan sosial yang

menyeluruh

Mobilisasi

secara ideologi

atau aspirasi

pemimpin

Perampasan

Kekuasaan

Modern Pendekatan kondisional

(keterpecahan membutuhkan

sumber-sumber dimobilisasi)

Keseimbangan

mobilisasi dari

atas dan partipasi

dari bawah

Pembegalan

kekuasaan

Post-modern Gerakan dari dinamika sendiri.

Protes muncul dari berbagai

macam kesempatan individual.

Kesadaran diri Otonomi

Page 26: MOTTOrepository.ub.ac.id/4707/1/Theresia%20Intan%C2%A0... · 2020. 8. 18. · MOTTO “Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu

Tidak terdapat suatu

pepercahan dominan

Sumber : (Abdillah, 2002)

Kebangkitan politik identitas di Indonesia tentunya tidak semata-mata

bertumpu pada perubahan politik nasional yang pada awalnya bersifat terpusat dan

terfokus dengan kendali rezim Orde Baru dan mendorong lahirnya otonomi daerah

serta berkembangnya politik identitas di seluruh Indonesia. Sri Astuti Buchari dalam

bukunya (2014) menggambarkan,otonomi dan demokrasi merupakan isu sentral yang

mewarnai dunia politik Indonesia. Dengan diterapkannya otonomi daerah, disini

terlihat awal lahirnya kebali sebuah masyarakat dengan segala bentuk dinamikanya

dalam konteks kebangkitan kembali masyarakat dalam sosok yang baru.

Sejalan dengan kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah yang kemudian

memberikan kekuasaan dan kewenangan yang begitu besar kepada masyarakat di

daerah untuk memilih kepala daerahnya atau perwakilannya dikursi legislatif secara

langsung melalui pemilihan, hal inilah yang memunculkan sebuah fenomena baru

yaitu fenomena politik identitas. Munculnya fenomena politik identitas diberbagai

daerah dipicu oleh adanya demokratisasi dan desentralisasi dalam implementasi

otonomi daerah yang nyata. Menurut Jumadi (Buchari S. A., 2014) Permasalahannya

adalah sekarang proses rekruitmen kepemimpinan di daerah memberi ruang kepada

primordialisme yang memfasilitasi semakin berkembangnya semangat kesukuan dan

kedaerahan.

Page 27: MOTTOrepository.ub.ac.id/4707/1/Theresia%20Intan%C2%A0... · 2020. 8. 18. · MOTTO “Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu

Teori yang akan digunakan sebagai alat analisa dalam skripsi ini, yakni teori

politik identitas yang disebutkan oleh David Brown bahwa identitas kelompok

menunjang kontruksi sosial untuk mempromosikan keterwakilan kelompoknya dan

untuk pada suatu momen tertentu dapat dibangkitkan demi kepentingan kelompoknya

(Subianto, 2009) dan dikuatkan dengan pendekatan politik identitas Jonathan D. Hill

dan Thomas M.Wilson bahwa politik identitas mengacu pada praktik dan nilai

politik yang berdasarkan berbagai identitas politik dan sosial yang berjalan secara

“naturalisasi” dari identitas individu menjadi identitas kolektif dan itu terjadi di setiap

aspek sosial maupun institusi.

Selain upaya politik identitas, identitas etnis juga digunakan sebagai instrumen

dalam politik. Etnisitas merupakan identitas yang berkaitan dengan kebudayaan,

identitas etnis juga dapat menjadi basis bagi suatu kelompok masyarakat ketika

menyuarakan tuntutannya. Di dalam teori David Brown, menjelaskan bahwa akan ada

kelompok identitas dominan dan kelompok identitas marginal di satu sisi dan terjadi

di negara multikultur dan identitas nasional dapat mengurangi permasalahan yang ada

pada politik identitas. (Hartriani & Wardani, 2014)

David Brown menyebutkan didalam masyarakat di Asia Tenggara setelah masa

kolonial menyebutkan terdapat dua pola pembentukan identitas nasional yaitu :

1. Ethnocultural Nasionalim mencerminkan bahwa keseluruhan status dan

keanggotaan dalam komunitas bangsa hanya diberikan pada mereka yang

Page 28: MOTTOrepository.ub.ac.id/4707/1/Theresia%20Intan%C2%A0... · 2020. 8. 18. · MOTTO “Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu

memiliki atribut etnik tertentu yang dianggap dominan. Dan mereka yang

dianggap mewarisi kelompok etnik yang dominan yang mendapat setatus

yang lebih tinggi.

2. Multicultural Nasionalism yaitu nasionalisme dibangun berdasarkan

perbedaan budaya masing-masing kelompok pembentuknya (Brown, 1989).

Pada dasarnya, politik identitas adalah aliran politik yang ingin melibatkan

seseorang atau kelompok masyarkat yang memiliki kesamaan karakteristik, seperti

suku,agama,etnis,jenis kelamin dan orientasinya. Hal ini menunjukkan bahwa

eksistensi dan dinamika politik identitas dalam suatu negara sebenarnya merupakan

normal terjadi, apalagi dalam tatanan atau kontruksi sosial masyarakat yang

pluralistik atau bersifat multikultur.

Dengan kata lain, bentuk demografi suatu negara-bangsa yang plural akan

memperlihatkan aneka ragam etnis sebagai suati variable yang nyata, dimana antara

etnis yang satu dengan lainnya memiliki variasi, baik dalam kuantitas (jumlah),

karakteristik, nilai-nilai hidup yang dianut, dan sistem nilai kehidupan lainnya yang

mereka miliki sebagai kebudayaannya. Dengan kata lain, kehadiran politik identitas

bersifat given dan dinamis dalam kemajemukan suatu negara agar tetap bergulir

dalam kerangka penciptaaan kesatuan dalam keragaman demi kuatnya suatu negara

kesatuan (Buchari S. A., 2014).

Membaca buku Sri Astuti Buchari yang dimana membahas satu kesimpulan

dari Seminar Internasional bertemakan “Politik Identitas” dikatakan bahwa politik

Page 29: MOTTOrepository.ub.ac.id/4707/1/Theresia%20Intan%C2%A0... · 2020. 8. 18. · MOTTO “Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu

identitas ini terkait dengan upaya upaya mulai sekedar penyaluran aspirasi untuk

mempengaruhi kebijakan penguasaan atas distribusi nilai-nilai yang dipandang

berharga hingga tuntutan yang paling fundamental, yakni penentuan nasib sendiri atas

keprimordialan. Dalam kasus ini, di Tanjungpinang, politik identitas tercermin secara

konkrit dalam dinamika politik lokal mulai dari upaya memasukkan nilai-nilai salah

satu budaya yaitu budaya Melayu dalam Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2012 yang

dimana diwajibkan memakai baju kebesaran Melayu yang disebut baju kurung dalam

instansi dan institusi pendidikan pada hari jadi atau hari yang sudah ditentukan dan

juga dengan adanya politik identitas proses rekruitmen kepemimpinan daerah yang

masih berdasarkan kesukuan dan didominasi Melayu. Terlihat masih ada semangat

kesukuan yang bersifat mempertahankan agar tidak hilang dan menjadi global tetapi

di lain pihak, muncul suatu gagasan bahwa sebuah kota harus memiliki rasa

pluralistik walaupun Melayu takkan hilang.

Page 30: MOTTOrepository.ub.ac.id/4707/1/Theresia%20Intan%C2%A0... · 2020. 8. 18. · MOTTO “Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu

2.2 Landasan Konseptual

2.2.1 Etnis

Kata etnis berasal dari kata Yunani ethos,yang merujuk pada pengertian bangsa

atau orang. Menurut Martin Bulmer, “etnis atau kelompok etnis adalah kolektivitas

dalam populasi yang besar, memiliki jalur keturunan yang secara umum sama,

terlepas dari apakah itu nyata atau sekedar kepercayaan, mempunyai memori terhadap

masa lalu yang sama, dan fokus kultural terhadap satu atau lebih elemen-elemen

simbolik yang menjelaskan identitas kelompoknya, misalnya agama, kekeluargaan

bahasa, teritori bersama, nasionalitas dan tampilan fisik yang relatif sama

(Sochmawardiah, 2013)

Menurut Ratcliffe (2006), kelompok etnis memiliki kesamaan asal usul dan

nenek moyang, memiliki pengalaman atau pengetahuan masa lalu yang sama,

mempunyai identitas kelompok yang sama, dan kesamaan tersebut tercermin dalam

lima factor yaitu, kekerabatan, agama, bahasa, lokasi pemukiman kelompok dan

tampilan fisik.

2.2.2. Etnisitas

Kata etnisitas berarti ciri-ciri yang dimiliki suatu kelompok masyarakat,

terutama ciri-cirinya yang terkait dengan ciri-ciri sosiologis atau antropologis,

misalnya ciri-ciri yang tercemin pada adat istiadat yang dilakoninya, agama yang

dianutnya, bahasa yang digunakan, dan asal usul nenek moyangnya. Kelompok etnik

Page 31: MOTTOrepository.ub.ac.id/4707/1/Theresia%20Intan%C2%A0... · 2020. 8. 18. · MOTTO “Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu

ini dapat diidentifikasi dalam lingkungan budaya yang lebih luas melalui berbagai

cara, seperti dari riwayat kehadirannya di tengah lingkungan budaya yang lebih luas,

dari praktek keagamaan yang dilakukannya, diskriminasi yang diperolehnya dan dari

kelompok masyarakat yang lebihbesar. Selain itu, anggota kelompok etnik memiliki

ciri fisik yang khas (Ramsey, G, Leslie, Vold, Edwina, & Battle, 2003)

Konsep etnisitas dapat dikaji dari dua sisi (Chriost, 2003). Pertama menurut

pandangan primordialis adalah identitas individu sebagai anggota kelompok etnis dan

identitas kelompoknya yang berakar dari budayanya dan diwariskan oleh nenek

moyangnya kepadanya. Identitas ini diperoleh sejak dia lahir dan dipegangnya hingga

dia meningggal. Pandangan ini mengklaim bahwa etnisitas adalah identitas intrinsik

etnis yang bersifat primordial dan statis. Kedua menurut pandangan instrumentalis

adalah identitas kelompok etnis yang lahir dari kepentingan untuk menciptakan

kaplingan pembatas antara kelompok etnisnya dengan kelompok etnis yang lain.

Artinya, identitas tersebut diciptakan untuk menunjukkan bahwa kelompok etnisnya.

Dalam konsep seperti ini, etnisitas dipahami sebagai sumberdaya atau alat yang

dimiliki suatu kelompok etnis untuk memobilisasi dalam rangka memenuhi barang

dan jasa ekonomis maupun sosial. Dalam pemahaman yang paling ekstrim dari

pandangan ini ialah bahwa seseorang dapat menglain identitas etnik tertentu dalam

rangka mencari keuntungan yang sebesar-besarnya dalam suatu lingkungan tertentu.

Dengan demikian menurut pandangan ini etnisitas ini tidak lah bersifat statis;

melainkan bersifat dinamis.

Page 32: MOTTOrepository.ub.ac.id/4707/1/Theresia%20Intan%C2%A0... · 2020. 8. 18. · MOTTO “Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu

2.2.3 Multikulturalisme

Setiap manusia mesti mempelajari kultur masyarakatnya. Di antara unsur

budaya yang paling signifikan yang harus dipelajari seseorang adalah nilai (values),

norma (norms) dan peranan (rules). Nilai-nilai sebuah kultur mengidentifikasi yang

diangap ideal – tujuan paling tinggi dan standar paling umum untuk memastikan baik

dan buruk atau yang disukai dan yang dibenci. Norma, sebaliknya, cukup spesifik. Ia

merupakan kaidah yang mengatur prilaku (rules governing behavior). Norma

menetapkan prilaku yang diperlukan, yang dapat diterima, atau yang dilarang dalam

keadaan tertentu.

Norma mengidentifikasikan bahwa seseorang seharusnya, seyogyanya, atau

semestinya bertindak atau tidak bertindak dengan cara tertentu. Nilai dan norma

saling terkait. Nilai membenarkan norma. Contohnya, nilai harga diri manusia dapat

dikemukakan untuk menjelaskan norma melarang mencemoohkan orang yang cacat

tubuh. Memanggil dengan julukan yang terkait dengan cacat fisiknya bukan saja

melanggar norma, tetapi juga secara moral salah. Sedangkan peranan (role) adalah

kumpulan norma yang terkait dengan kedudukan tertentu dalam suatu masyarakat. Ini

berarti norma-norma ini menjelaskan bagaimana kita mengharapkan seseorang dalam

kedudukan tertentu berbuat atau tidak berbuat. Struktur sosial ditata oleh peranan.

Dalam setiap situasi sosial, kita memiliki peranan yang relatif jelas untuk dijalankan:

mahasiswa, teman, perempuan, suami, pejalan kaki, polisi, perawat, isteri, dan lain-

Page 33: MOTTOrepository.ub.ac.id/4707/1/Theresia%20Intan%C2%A0... · 2020. 8. 18. · MOTTO “Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu

lain. Masing-masing peranan ini melibatkan adanya suatu “scenario” yang

diharapkan masing pemilik peran untuk mengikutinya.

Multikulturalisme merupakan pola pikir yang menuntut kesediaan untuk

menerima kehadiran kelompok dan sistem nilai lain dalam kehidupan bersama tanpa

memperdulikan perbedaan budaya, stratifikasi sosial, jender, dan agama. Konsep ini

sejalan dengan menyatakan multikulturalisme sebagai ideologi yang mengakui dan

mengagungkan perbedaan dan keserajatan manusia baik sebagai individu maupun

sebagai anggota masyarakat sekaligus dengan kebudayaannya (Suparlan, 2004)

Dapat dilihat juga bagaimana gagasan Kymlicka tentang multikulturalisme

berangkat dari pemikiran budaya adalah landasan dasar bagi masyarakat

multikultural. Oleh karena itu, sistem politik yang ideal adalah yang menyediakan

kesempatan yang sama bagi setiap kelompok budaya untuk mengekspresikan

identitas dan aspirasinya (Kymlicka, 2003) .

Pandangan konservatif memandang budaya sebagai sesuatu “ready-made” bagi

terciptanya masyarakat multikultur, sedangkan pandangan kritis melihat budaya

sebagai “proses” yang dinamis dalam menuju masyarakat multikultural. Peneliti

memandang multikulturalisme dalam penelitian ini melihat budaya bagian dari proses

menuju masyarakat multikultural yang awalnya memiliki rasa primordial terhadap

budayanya dan multikulturalisme hadir sebagai penengah untuk menghormati

kesetaraan dan memajukan pemikiran pengetahuan bahwa ketika seseorang itu belajar

Page 34: MOTTOrepository.ub.ac.id/4707/1/Theresia%20Intan%C2%A0... · 2020. 8. 18. · MOTTO “Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu

budaya lain diluar budayanya, maka dengan mengakui dan menghargai perbedaan di

antara budaya-budaya tersebut.

Page 35: MOTTOrepository.ub.ac.id/4707/1/Theresia%20Intan%C2%A0... · 2020. 8. 18. · MOTTO “Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu

2.3 Penelitian Terdahulu

2.3.1. Integrasi Politik di Kalimantan Barat : Studi Kasus Kabupaten Ketapang

Penelitian terdahulu ini dilakukan oleh Achyar Asmu’ie sebagai disertasi di

Universitas Indonesia,2006. Penelitian ini bertujuan menemukan faktor-faktor yang

berpengaruh terhadap integrasi politik di Kabupaten Ketapang sebagai satu-satunya

kabupaten yang belum pernah mengalami konflik etnis di tengah stigma buruk yang

disandang oleh Kalimantan Barat yang terkenal sebagai daerah rawan konflik etnis.

Masalah penelitian difokuskan kepada bagaimana faktor-faktor kondisi sosial dan

karakter budaya masyarakat, peran aktif para pemimpin informal, dan pembinan

integrasi politik oleh pemerintah sehingga berpengaruh terhadap integrasi politik di

kabupaten tersebut. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori sentimen

primordial dari Clifford Geerthz yang menyatakan bahwa perbedaan suku, budaya,

bahasa, dan agama merupakan sumber konflik. Kemudian teori kesetiaan fanatik

ikatan primordial dari Maswacli Rauf, peran negara dari Arif Budirnan, intervensi

birokrasi dari Burhan Magenda dan Howard Wriggin, serta peran informal leader dari

Wriggin. Metode penelitian yang digunaakan adalah kualitatif. Pengumpulan data

dilakukan rnelalui penelitian kepustakaan, wawancara. Perbedaan dari penelitian ini

adalah letak pada teorinya dan lokasi penelitian.

Page 36: MOTTOrepository.ub.ac.id/4707/1/Theresia%20Intan%C2%A0... · 2020. 8. 18. · MOTTO “Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu

2.3.2 Bisnis, Kekuasaan, Dan Identitas (Studi terhadap Perilaku Politik Etnis

Tionghoa di Bangka Belitung Pasca Orde Baru)

Penelitian terdahulu ini dilakukan oleh Ibrahim, S.fil., M.si Fakultas Ilmu

Sosial dan Ilmu Politik, Jurusan Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada,2013.

Penelitian ini mengenai perilaku politik Tionghoa di Provinsi Kepulauan Bangka

Belitung dan bagaimana identitas Tionghoa dipersepsikan dan diposisikan oleh

elemen-elemen eksternal. Studi penelitian ini telah menunjukkan bahwa bangkitnya

aktivitas politik Tionghoa dalam berbagai kandidasi masih ditandai oleh ikutan

identitas sebagai basis-basis pemenangan dan orientasi..

Teori yang dipakai adalah teori sentimen primordial Clifford Greetz. Perspektif

primordialis melihat identitas sebagai sesuatu yang sudah pasti dan given serta

menekankan faktor kekuatan emosi sebagai penguat dalam afiliasi dengan melihat

aspek agama, bahasa, adat-istiadat, dan sebagainya .Pengumpulan data dilakukan

dengan cara wawancara mendalam, observasi partisipatif, dan dokumentasi. Studi ini

pun menggunakan perspektif konstruktivisme yang melihat bahwa elit politik

Tionghoa mereproduksi, mereduksi, memilih, dan menegosiasikan identitasnya dalam

ruang-ruang politik yang fleksibel dan situasional.

Studi ini menghasilkan beberapa temuan penting. Pertama, ada dua jalur utama

yang dipilih oleh elit politik Tionghoa di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, yaitu

jalur formal dan jalur informal. Jalur formal ditempuh dengan cara berpolitik dalam

dunia elektoral dan kepartaian dengan orientasi utama pada kepentingan bisnis dan

Page 37: MOTTOrepository.ub.ac.id/4707/1/Theresia%20Intan%C2%A0... · 2020. 8. 18. · MOTTO “Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu

demokratisasi berbayang alih kelas-alih eksistensi. Sementara jalur informal

ditempuh dengan cara menanamkan pengaruh pada kekuasaan untuk kepentingan

perluasan agenda bisnis. Di atas dua jalur tersebut, identitas dan finansial adalah dua

instrumen penting yang bermain. Kedua, memahami perilaku politik Tionghoa berarti

memahami bagaimana tiga titik pembahasan saling bermain dan membentuk piramida

politik, yaitu bisnis, kekuasaan, dan identitas.

Rahoyo mengemukakan (Rahoyo, 2010) ,berdasarkan temuan penelitiannya

mengemukakan salah satu cara baru untuk mengidentifikasi mereka adalah dengan

klaim tipe ideal yang seharusnya melekat dalam diri orang Tionghoa, yaitu

seharusnya kaya. Jika tidak kaya, maka orang-orang Tionghoa itu sendiri akan

menanggalkan identitas ke-tionghoa-annya dan akan lebih memilih membangun

hubungan dengan penduduk pribumi.

Persamaan penelitian penulis dengan penelitian Ibrahim, S.fil., M.si adalah

sedangkan studi kasus yang melihat politik identitas etnis Tionghoa dan metode

penelitian yaitu sama-sama menggunakan metode penelitian deskriptif. Perbedaan

penelitian terletak pada pendekatan yang dipakai dan objek penelitian. Penulis

meggunakan pendekatan deskriptif sedangkan Ibrahim S.fil. M.si menggunakan

pendekatan pengalaman.

Page 38: MOTTOrepository.ub.ac.id/4707/1/Theresia%20Intan%C2%A0... · 2020. 8. 18. · MOTTO “Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu

2.3.3. Menguat Politik Identitas di Ranah Lokal

Penelitian terdahulu ini dilakukan oleh Muhtar Haboddin,Jurusan llmu

Pemerintahan Universitas Brawijaya, Malang.. Penelitian ini mencoba meneliti dan

memahami dimana proses desentralisasi potitik ternyata diiringi dengan isu putra

daerah. sebuah isu yang sarat makna dan sangat mengkhawatirkan bukan hanya

proses demokrasi lokal akan terancam, tetapi juga menjadi petunjuk mernudarnya

semangat nasionalisme. memaparkan bagaimana proses menguatnya politik identitas

di ranah lokal khususnya di Provinsi Riau-Kalimantan Tengah-Kalimantan Barat dan

Irian Jaya berlangsung. Pertama-tama, makalah ini akan memaparkan gagasan teoritik

mengenai politik identitas, dilanjutkan dengan pelacakan apa penyebabnya.

Pada bagian yang lain, dipaparkan pula praktek-praktek politik identias pada

masa Orde Baru yang tidak diberi ruang alias ditabukan oleh pemerintah tetapi pada

masa reformasi politik identitas malah menguat. Sebelum ditutup, tulisan ini

memberikan jalan tengah perihal penataan politik identitas sebagai jalan keluar yang

bisa dilakukan oleh para aktor politik ditingkat 1oka1.

Tabel 2.3 Penelitian Terdahulu

Nama Achar Asmu’ie Ibrahim S.fil., M.si Muhtar

Habbodin

Judul Penelitian Integrasi Politik di

Kalimantan Barat :

Studi Kasus

Kabupaten Ketapang

BISNIS,

KEKUASAAN,

DAN IDENTITAS

(Studi terhadap

Perilaku Politik

Etnis Tionghoa di

Bangka Belitung

Pasca Orde Baru)

Menguatnya

Politik Identitas

di Ranah Lokal

Page 39: MOTTOrepository.ub.ac.id/4707/1/Theresia%20Intan%C2%A0... · 2020. 8. 18. · MOTTO “Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu

Teori Teori sentimen

primordial Clifford

Greetz

Sentimen Primordial Politik Identitas

Von Beyme

Kajian Penelitian ini

membahas bahwa

masyarakat

kabupaten Ketapang

pada kenyataannya

tidak memiliki

konflik etnis

walaupun di

provinsinya sering

terjadi konflik.

Penelitian ini

membahas mengenai

perilaku politik

Tionghoa di Provinsi

Kepulauan Bangka

Belitung dan

bagaimana identitas

Tionghoa

dipersepsikan dan

diposisikan oleh

elemen-elemen

eksternal.

Penelitian ini

membahas

Politik identitas

yang terjadi di

Riau,

Kalimantan

Tengah,

Kalimantan

Barat dan lrian

Jaya, yang

menjadi fokus

kajian dalam

artikel ini,

menunjukkan

kuatnya isu ini.

lsu ini

digunakan oleh

aktor politik

ketika

melakukan

negosiasi

dengan entitas

politik

lainnya.

Sumber : diolah oleh penulis,2017

2.4 Kerangka Pemikiran

Kerangka pemikiran di sini adalah fokus alur dari penelitian yang akan diteliti.

Dalam pelaksanaan penelitian ini, penulis mencoba membuat sebuah kerangka

pemikiran yang digunakan sebagai sebuah acuan dalam pelaksanaan penelitian dan

juga dalam menyusun laporan hasil dari penelitian. Kerangka pemikiran ini

melibatkan teori politik identitas dan konsep etnis serta etnisitas. .

Page 40: MOTTOrepository.ub.ac.id/4707/1/Theresia%20Intan%C2%A0... · 2020. 8. 18. · MOTTO “Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu

Sumber : diolah oleh penulis,2017

Penyusunan kerangka pemikiran dalam penelitian ini juga bertujuan untuk

memfokuskan penelitian ke dalam objek kajian yang diteliti agar bahasanya tidak

terlalu luas, sehingga mengakibatkan hasil penelitian yang tidak sesuai dengan

konsep awal penelitian. Adapun konsep pemikiran yang dirancang dalam penelitian

yang berjudul Integrasi di Tengah Kentalnya Budaya Melayu (Studi Deskriptif Politik

Identitas di Kota Tanjungpinang)

Page 41: MOTTOrepository.ub.ac.id/4707/1/Theresia%20Intan%C2%A0... · 2020. 8. 18. · MOTTO “Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu
Page 42: MOTTOrepository.ub.ac.id/4707/1/Theresia%20Intan%C2%A0... · 2020. 8. 18. · MOTTO “Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Metode Penelitian

Metode adalah cara evaluasi, analisis, dan seleksi berbagai alternative cara atau

teknik, metode digunakan untuk melakukan penelitian ilmiah (Suharto, 2004).

Penelitian ini bertujuan untuk memahami lebih dalam dan rinci suatu fenomena yang

diambil dan yang terjadi secara sistematis sehingga mampu memberikan hasil

penelitian yang optimal sehingga dapat dijadikan sebuah karya tulisan yang

mempunyai nilai ilmiah. Untuk mendapatkan itu, suatu penelitian harus

menggunakan metode atau jenis penelitian yang disesuaikan dengan pokok

permasalahan yang akan di teliti untuk mendukung proses penelitian serta

mendapatkan data dan informasi yang benar.

Pada penelitian ini, penulis menggunakan metode penelitian kualitatif yang

dimana metode ini disebut penelitian naturalistik karena penelitiannya dilakukkan

pada kondisi alamiah (natural setting) (Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif,

Kualitatif, dan R&D, 2008) . Penelitian yang digunakan oleh peneliti merupakan

penelitian kualitatif ydengan pendekatan deskriptif kualitatif yang bertujuan untuk

membuat suatu gambaran atau menjelaskan suatu gambaran atau menjelaskan suatu

informasi secara sistematis, faktual dan akurat. Metodelogi kualitatif merupakan

Page 43: MOTTOrepository.ub.ac.id/4707/1/Theresia%20Intan%C2%A0... · 2020. 8. 18. · MOTTO “Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu

prosedur penelitian yang menghasilkan data deskripsi berupa kata-kata tertulis atau

lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati.

Pola deskriptif yang digunakan oleh penulis dalam metode kualitatif merupakan

cara pendeskripsian atau menggambarkan realitas sosial yang kompleks yang ada

dimasyarakat. Penelitian kualitatif dengan pendekatan deskriptif memiliki ciri–ciri

yaitu berhubungan dengan keadaan yang terjadi saat ini, menguraikan satu variabel

saja, apabila ada variabel lain maka akan diuraikan satu persatu dan variabel yang

diteliti tidak dimanipulasi atau tidak ada perlakuan terhadap variabel (Kountur, 2007).

Tujuan dari penelitian deskriptif sendiri untuk menggambarkan karakteristik

dari individu maupun situasi kelompok tertentu sehingga data yang didapatkan tidak

berupa angka-angka melainkan kata-kata, gambar, serta catatan lapangan. Jenis

penelitian deskriptif tidak menjelaskan suatu hubungan, tidak membuat prediksi

ataupun hipotesis (Moleong J. L., 2004)

3.2. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian merupakan tempat peneliti akan melakukan penelitian sesuai

dengan keadaan dan fakta di lapangan untuk mendapatkan informasi yang dapat

menunjang proses penelitian tersebut. Lokasi penelitian disesuaikan dengan

permasalahan yang akan diteliti sehingga hasil yang nantinya akan diperoleh dapat

tercapai secara optimal. Lokasi penelitian berada di Kota Tanjungpinang Provinsi

Page 44: MOTTOrepository.ub.ac.id/4707/1/Theresia%20Intan%C2%A0... · 2020. 8. 18. · MOTTO “Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu

Kepulauan Riau. Lokasi penelitian dipilih karena Tanjungpinang memiliki

kebudayaan Melayu yang sangat kental dan juga kedekatan dengan etnis Tionghoa

3.3. Fokus Penelitian

Fokus penelitian merupakan tahapan awal dalam perencanaan penelitian. Fokus

penelitian adalah bagian yang penting mengingat melalui penelitian harus dapat

membatasi ruang lingkup permasalahan yang akan diteliti. Fokus penelitian ditujukan

agar penelitian ini dapat lebih terarah dan lebih terperinci serta tidak menyimpang

dari rumusan masalah yang telah ditetapkan di awal. Fokus yang sebenarnya dalam

penelitian kualitatif diperoleh setelah dilakukannya penelitian umum. Dari penelitian

umum ini akan memperoleh gambaran umum menyeluruh yang masih pada tahap

permukaan tentang situasi sosial (Sugiyono, 2008, p. 209)

Fokus penelitian ini adalah :

1. Aktivitas politik etnis Tionghoa dalam mengusung sebuah kota yang pluralis

2. Peran pemerintah kota dalam membentuk politik identitas yang pluralis

3. Karakteristik budaya Melayu di masa sekarang ini dan simbol Melayu sebagai

identitas kedaerahan.

3.4. Teknik Pengumpulan Data

Adapun beberapa teknik pengumpulan data yang dipakai oleh peneliti. Antara

lain adalah:

Page 45: MOTTOrepository.ub.ac.id/4707/1/Theresia%20Intan%C2%A0... · 2020. 8. 18. · MOTTO “Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu

1. Teknik In depth interview atau wawancara

Wawancara merupakan data primer yang diperlukan peneliti sebagai

acuan dalam menjawab pertanyaan rumusan masalah. Data ini berupa,

percakapan antara peneliti dengan informan kunci, dengan cara anya jawab .

Pertanyaan langsung ini dilakukan dengan alat perekam dan di catat oleh

peneliti (Soehartono, 2008). Teknik seperti ini untuk mengurangi atau

mencegah terjadinya kesalahpahaman dalam penulisan ulang dalam transkrip

wawancara yang dibuat oleh peneliti.

Apa yang akan diwawancara dengan informan dapat bersifat informasi

masa lalu, masa sekarang dan masa depan yang dimana bisa menjadi sumber

data primer bagi peneliti. Informan yang ada di lapangan, dapat berasal

darimana saja, maka dari itu peneliti sudah mempersiapkan daftar informan

untuk mendapatkan informan yang jelas sesuai dengan kebutuhan dari data

peneliti. Daftar informan yang dibuat peneliti pun diatur menurut kapasitas

informan dalam menjawab pertanyaan rumusan masalah penelitian.

Mengadakan wawancara langsung dengan narasumber. Informan yang

didapatkan menggunakan purposive sampling maka dari itu peneliti sudah

menpersiapkan daftar informan yang dibutuhkan untuk menjawab rumusan

permasalahan pada penelitian ini.

Page 46: MOTTOrepository.ub.ac.id/4707/1/Theresia%20Intan%C2%A0... · 2020. 8. 18. · MOTTO “Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu

2. Observasi

Observasi merupakan teknik pengumpulan data, dengan cara pengamatan

secara langsung di lapangan terhadap apa yang ingin diteliti untuk menguatkan

data wawancara. Menurut Michael Quinn Patton (Patton, 2009),, observasi

memiliki banyak manfaat, antara lain:

1. Dengan berada di lapangan, peneliti lebih mampu memahami konteks data

dalam keseluruhan situasi, dan dapat memperoleh pandangan yang

menyeluruh

2. Pengalaman langsung memungkinkan peneliti menggunakan pendekatan

induktif, jadi tidak dipengaruhi oleh konsep-konsep atau pandangan

sebelumnya.Pandangan induktif membuka kemungkinan melakukan

penemuan.

3. Di lapangan peneliti tidak hanya dapat mengadakan pengamatan, akan tetapi

juga memperoleh kesan-kesan pribadi.

4. dapat menemukan hal-hal yang sedianya tidak akan terungkapkan oleh

informan dalam wawancara karena bersifat sensitive atau sengaja ingin

menutup-nutupi karena dapat merugikan sebelah pihak.

5. Dengan cara terjun langsung ke lapangan, peneliti dapat memperoleh

gambaran secara langsung mengenai kondisi umum objek yang ingin diteliti,

selain itu juga peneliti mempunyai banyak kesempatan atau mendapatkan data

yang lebih bnyak yang dapat dijadikan dasar untuk mendapatkan data yang

nyata dan akurat.

3. Teknik Dokumentasi

Page 47: MOTTOrepository.ub.ac.id/4707/1/Theresia%20Intan%C2%A0... · 2020. 8. 18. · MOTTO “Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu

Menurut Sugiyono (Sugiyono, 2001) dokumen merupakan catatan peristiwa

yang sudah berlalu. Dokumen bisa berbentuk karya-karya momental,, tulisan, gambar

dari seseorang atau sebelumnya. Dokumen yang berbentuk tulisan misalnya catatan

harian, biografi, peraturan, kebijakan dan life histories.Dokumen yang berbentuk

gambar misalnya foto, sketsa dan gambar hidup. Dokumen yang berbentuk karya

misalnya karya seni, yang dapat berupa gambar, patung, film dan lain-lain.

Studi dokumen merupakan pelengkap dari penggunaan metode observasi dan

wawancara dalam penelitian kualitatif dan akan diperoleh dokumentasi dipilih untuk

menunjang fakta-fakta lapangan yang ditemui dalam proses penelitian. Cara untuk

memperoleh data tentang suatu masalah dengan menelusuri dan mempelajari data

primer, baik dari dokumen, arsip, buku, jurnal, dan artikel baik cetak maupun online,

serta bahan lain yang terkait dengan penelitian.gambaran yang jelas mengenai isi dan

substansi kebijakan yang telah ada (Arikunto, 1998). Dokumentasi yang diambil bisa

bagian historis dari budaya Melayu dan Tionghoa yang ada di Tanjungpinang,

ataupun bukti pendukung untuk melengkapi penelitian ini.

3.5. Pemilihan Informan

Informan adalah orang yang berperan sebagai sumber informasi, secara harfiah

informan menjadi guru bagi peneliti (Spardley, 1977). Pada penelitian kualitatif,

penentuan informan dilakukan pada saat memasuki lapangan dan selama penelitian

berlangsung. Untuk menentukan informan yang akan dipilih dalam penelitian

terdapat berbagai teknik pengambilan informan yang akan digunakan, dimana salah

Page 48: MOTTOrepository.ub.ac.id/4707/1/Theresia%20Intan%C2%A0... · 2020. 8. 18. · MOTTO “Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu

satunya teknik pengambilan informan ini tidak memberi peluang atau kesempatan

sama bagi tiap unsur atau anggota populasi untuk dipilih menjadi informan (Suyanti,

2005).

Tabel 3.1

Informan Penelitian

No. Nama Informan Keterangan

1. Suparno Ketua DPRD, tokoh

Melayu

2. Bobby Jayanto Tokoh politik etnis

Tionghoa, Mantan Ketua

PSMTI

3. Yudhanto Satyagraha Dosen Politik Budaya

4. Wan Kamar Kepala Kesatuan Bangsa

dan Politik Kota

Tanjungpinang

5. Aseng Anggota PSMTI

Sumber : diolah oleh penulis,2017

3.6. Instrumen Penelitian

Secara definisi, instrumen penelitian merupakan alat yang digunakan untuk

mengumpulkan data yang dibutuhkan dalam penelitian. Adapaun instrumen yang

digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Interview Guide (Pedoman Wawancara)

Page 49: MOTTOrepository.ub.ac.id/4707/1/Theresia%20Intan%C2%A0... · 2020. 8. 18. · MOTTO “Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu

Materi atau poin yang digunakan sebagai dasar serta acuan dalam

menjalankan wawancara terhadap informan. Sebelum bertemu narasumber untuk

diwawancari, peneliti telah menyiapkan pedoman wawancara yang menjadi acuan

ketika proses wawancara. Namun, proses tanya jawab tidak hanya terpaku pada

pedoman wawancara, melainkan pertanyaan yang dilontarkan menyesuaikan

ketika proses wawancara berlangsung, selain informasi verbal dari narasumber,

informasi juga didapatkan melalui respon-respon non-verbal narasumber.

(Kriyantono, 2006)

2. Pedoman Dokumentasi

Merupakan garis besar data yang dibutuhkan dalam menunjang penelitian

seperti buku, majalah, dokumen, peraturan-peraturan, notulen rapat, dan

sebagainya.

3. Field Note (Buku Catatan)

Catatan lapangan yang digunakan oleh peneliti saat melakukan wawancara.

Hasil pengamatan atau temuan yang ditemukan pada proses pengumpulan data

saat studi lapangan.

3.7. Sumber Data

Dalam melakukan penelitian, penulis harus menghasilkan data-data yang sesuai

dengan fokus permasalahan yang sedang diteliti. Untuk pencarian data tersebut

dibagi dalam dua sumber data, yaitu sumber data primer dan sumber data sekunder.

Page 50: MOTTOrepository.ub.ac.id/4707/1/Theresia%20Intan%C2%A0... · 2020. 8. 18. · MOTTO “Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu

1. Sumber Data Primer

Sumber data primer adalah data yang diperoleh secara langsung oleh

peneliti atau orang yang mengumpulkan data dengan cara wawancara narasumber

yang sudah dipilih dan memiliki potensi untuk memberikan informasi yang

dibutuhkan oleh peneliti. Selain itu juga bisa didapatkan dengan cara melakukan

turun lapang dengan pengumpulan data dalam bentuk catatan atau rekaman baik

video, gambar, mapun suara tentang situasi yang sedang terjadi di lapangan.

2. Sumber Data Sekunder

Sumber data sekunder meliputi dokumen, arsip, catatan, dan laporan dari

berbagai pihak yang mendukung penelitian ini, seperti produk kebijakan dan

lainnya. Secara definisi data sekunder merupakan data yang tidak secara langsung

berhubungan dengan responden. Dalam pengumpulan data sekunder dapat

dilakukan dengan cara sebagai berikut :

1. Studi Literatur : pengumpulkan data yang diperoleh dari jurnal, buku-

buku, karya ilmiah, berbagai pendapat ahli yang sesuai dengan permasalahan

yang sedang di teliti.

2. Dokumentasi : pengumpulan data yang didapatkan dari intansi terkait

dan data yang sudah ada secara tertulis di lokasi penelitian tersebut.

Page 51: MOTTOrepository.ub.ac.id/4707/1/Theresia%20Intan%C2%A0... · 2020. 8. 18. · MOTTO “Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu

3.8. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data adalah salah satu bagian terpenting dari penyusunan

laporan penelitian. Pada penelitian kali ini valdiasi merupakan keseimbangan antara

data yang dilaporkan dengan data di lapangan. Pengujian validitas dapat dilakukan

dengan perpanjangan pengamatan di lapangan, melakukan pengamatan dengan lebih

cermat dengan model triangulasi data (bentuk waktu, teknik, ataupun sumber),

analisis kasus maupun mengadakan member check.

Penelitian ini penulis menetapkan bahwa metode penelitian yang digunakan

adalah kualitatif deskriptif. Analisa data kualitatif merupakan upaya yang dilakukan

dengan jalan kerja data, mengorganisasikan data, memilah-milah data menjadi satuan

data yang mampu dikelola, mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola

hubungan yang penting dan apa yang dipelajari, serta memutuskan apa yang dapat

disimpulkan dan dilaporkan, di lain pihak, proses analisa data kualitatif dapat berjalan

secara baik (Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D, 2008):

1. Mencatat seluruh hasil yang diperoleh di lapangan, kemudian memberikan

kode agar sumber data tetap ditelusuri.

2. Mengumpulkan, memilah- milah, menglarifikasikannya, dan me

3. Mengumpulkan,memilah-milah,mengklarifikasikannya,dan

mensintesiskannya, membuat ikhtisar dan membuat indeksnya.

4. Berpikir dengan jalan membuat kategori data mempunyai makna, mencari dan

menemukan pola dan hubungan serta temuan umum.

Page 52: MOTTOrepository.ub.ac.id/4707/1/Theresia%20Intan%C2%A0... · 2020. 8. 18. · MOTTO “Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu

3.9. Keabsahan Data

Untuk menghasilkan penelitian yang lebih akurat, dibutuhkan pengujian

keabsahan data. Dalam melakukan keabsahan data ini, penulis melakukan beberapa

cara, antara lain :

1. Memperpanjang masa observasi atau penambahan waktu penelitian,

Memperpanjang masa observasi juga berguna untuk menyempurnakan

data karena mungkin pada saat penelitian mengalami beberapa kendala

dan membutuhkan waktu yang lebih agar mendapatkan data penelitian

yang optimal.

2. Triangulasi sumber data, Triangulasi sumber data merupakan teknik

pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain diluar

data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap

data itu (Moleong L. J., 2006, p. 330) .Tujuan triangulasi data dilakukan

dalam penelitian ini adalah untuk mengecek kebenaran data dengan

membandingkan hasil wawancara dengan isi dokumen yang diperoleh dari

sumber lain yang berkaitan., pada berbagai fase penelitian di

lapangan.Tetapi lebih penting lagi adalah bisa mengetahui alasan-alasan

terjadinya perbedaan.

3. Membicarakan dan berdiskusi dengan orang lain yang mengerti.

Mendiskusikan hasil data dengan orang lain yang lebih paham tentang

tema penelitian yang sedang dilakukan.

Page 53: MOTTOrepository.ub.ac.id/4707/1/Theresia%20Intan%C2%A0... · 2020. 8. 18. · MOTTO “Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu

4. Menggunakan bahan referensi lainnya sebagai pembanding dan untuk

mempertajam analisa data yang sedang diolah.

Page 54: MOTTOrepository.ub.ac.id/4707/1/Theresia%20Intan%C2%A0... · 2020. 8. 18. · MOTTO “Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu

BAB IV

Identitas dan Karakteristik Kota Tanjungpinang

4.1 Penyajian Data Umum

4.1.1 Kota Tanjungpinang Secara Geografis

Dahulu Kota Tanjungpinang merupakan daerah penyangga Kerajaan Bentan

yang merupakan pusat perdagangan dan pelayaran, dan sebagai pusat perdagangan

oleh Belanda untuk menyaingi Singapura yang dikuasai Inggris. Letak geografis Kota

Tanjungpinang sangat strategis, yaitu pada posisi silang perdagangan dan pelayaran

dunia, antara timur dan barat Kota Tanjungpinang terdapat Samudra Hindia dan Laut

Cina Selatan merupakan aset berharga yang turut berperan terhadap pertumbuhan

perdagangan.

Kota Tanjungpinang merupakan kota otonom yang memiliki sejarah panjang.

Sebagai kota sejarah, kota gurindam, kota budaya, kota pantun ataupun kota syair.

Tanjungpinang memiliki kekhasannya sendiri. Oleh karena itu maka Tanjungpinang

dapat dikatakan sebuah kota yang kental akan budayanya. Sebagai negeri induk dan

pusat pembinaan serta pengembangan Bahasa Inondeia, Tanjungpinang telah

memberikan banyak inspirasi bagi kalangan budayawan, sastrawan, dan seniman

untuk menempatkan kota ini sebagai sebuah kota yang unik dan inspiratif untuk

dicontoh baik dalam berbudaya maupun dalam politiknya.

Page 55: MOTTOrepository.ub.ac.id/4707/1/Theresia%20Intan%C2%A0... · 2020. 8. 18. · MOTTO “Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu

Gambar 4. 1 Peta Kota Tanjungpinang menurut Kecamatan

Sumber : Google,2017

Secara geografis wilayah Kota Tanjungpinang terletak antara 0 51’30” – 0

59’8” Lintang Utara dan 104 24’ – 104 34’ Bujur Timur dengan luas wilayah 239,5

km2 dengan baas-batas sebagai berikut :

1. Batas Utara : Teluk Bintan Kecamatan Teluk Bintan Kabupaten Bintan

2. Batas Selatan : Selat karas, kelurahan Mantang Baru Kabupaten Bintan

3. Batas Timur : Kecamatan Bintan Timur Kabupaten Bintan

4. Batas Barat : Selat Karas, Kelurahan Pangkil Kecamatan Teluk Bintan

Kabupaten Bintan

Kota Tanjungpinang terdiri dari 4 kecamatan yaitu Kecamatan Bukit Bestari,

Kecamatan Tanjung Pinang Timur, Tanjungpinang Kota, Tanjungpinang Barat dan

18 kelurahan seluas 239,5km2 dengan jumlah penduduk keseluruhan ( jumlah

penduduk) dan dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

Page 56: MOTTOrepository.ub.ac.id/4707/1/Theresia%20Intan%C2%A0... · 2020. 8. 18. · MOTTO “Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu

Tabel 4.1

Pembagian Kecamatan dan Kelurahan di Kota Tanjungpinang

No. Kecamatan dan Kelurahan Luas Wilayah

(hektar/ha)

I Kecamatan Tanjungpinang Barat 460 ha

1 Kelurahan Tanjungpinang Barat 161 ha

2 Kelurahan Kamboja 90 ha

3 Kelurahan Kampong Baru 154 ha

4 Kelurahan Bukit Cermin 55 ha

II Kecamatan Tanjungpinang Kota 3.581 ha

1 Kelurahan Tanjungpinang Kota 64 ha

2 Kelurahan Penyengat 111 ha

3 Kelurahan Kampung Bugis 1.967 ha

4 Kelurahan Senggarang 1.439 ha

III Kecamatan Bukit Bestari 4.651 ha

1. Kelurahan Tanjungpinang Timur 183 ha

2 Kelurahan Tanjung Unggat 128 ha

3 Kelurahan Tanjung Ayun Sakti 161 ha

4 Kelurahan Dompak 3.747 ha

5 Kelurahan Sungai Jang 432 ha

IV Kecamatan Tanjungpinang Timur 6.004 ha

Kelurahan Kampung Bulang 212 ha

Kelurahan Melayu Kota piring 381 ha

Kelurahan Air Raja 1.933 ha

Kelurahan Pinang Kencana 1.574 ha

Kelurahan Batu Sembilan 1.904 ha

Total Luas Wilayah 14.696 ha

Page 57: MOTTOrepository.ub.ac.id/4707/1/Theresia%20Intan%C2%A0... · 2020. 8. 18. · MOTTO “Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu

Kota Tanjungpinang

Sumber: RDTR Kota Tanjungpinang 2016

4.1.2 Kota Tanjungpinang Secara Demografis

Penduduk Kota Tanjungpinang cenderung mengalami peningkatan yang cukup

signifikan setiap tahunnya. Salah satu penyebab terjadinya peningkatan penduduk

tersebut adalah adanya urbanisasi yaitu perpindahan penduduk yang datang ke Kota

Tanjungpinang. Ada beberapa hal yang menjadi penyebab utama arus urbanisasi

tersebut. Jika dilihat Tanjungpinang adalah sebuah kota yang sedang dan mulai

berkembang baik dalam bidang pembangunan fisik maupun pembangunan

ekonominya dan dengan ditetapkannya Menurut (BPS, 2015) Kota Tanjungpinang

sebagai ibukota Provinsi Kepulauan Riau. Dengan demikian banyak pendatang dari

berbagai daerah mencoba untuk mengadu nasib di Kota Tanjungpinang. Penduduk

pada tahun 2011 berjumlah 230.380 jiwa dengan tingkat kepadatan 962 jiwa/km2.

Jumlah Kepala Keluarga sebanyak 65.115 Kepala Keluarga.

Nama tempat dan kampung di Kota Tanjungpinang ;

1. Penyengat

2. Kampung Jambat

3. Kampung Bulang

4. Kampung Datok

5. Kampung Ladi

6. Kampung Tengah

7. Kampung Bugis

8. Batu Kucing

9. Kemboja

10. Gudang Minyak

11. Kampung Bukit Cermin

Page 58: MOTTOrepository.ub.ac.id/4707/1/Theresia%20Intan%C2%A0... · 2020. 8. 18. · MOTTO “Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu

12. Potong Lembu

13. Kampung Tambak

14. Bakar Batu

15. Teluk Keriting

16. Bukit Semprong

17. Kampung Jawa

18. Tanjung Unggat

19. Kampung Baru

20. Kampung Kolam

21. Pantai Impian

Sesuai data yang diperoleh penulis dari dinas kependudukan dan catatan sipil

Kota Tanjungpinang tahun 2012 menyatakan bahwa etnis tionghoa merupakan suku

terbanyak ke-3 dari keseluruhan suku yang ada di Kota Tanjungpinang yaitu sekitar

42.736 jiwa.

Tabel 4.2

Jumlah Penduduk berdasarkan Suku

No

.

Suku Jumlah No. Suku Jumlah

1. Melayu 64.111 13. Madura 821

2. Jawa 61.458 14. Aceh 693

3. Tionghoa 42.736 15. Lombok 498

4. Minang 22.313 16. Betawi 424

5. Batak 14.745 17. Ambon 411

6. Bugis 5.583 18. Nias 327

7. Sunda 5.169 19. Sumbawa 270

8. Bawean 2.942 20. Bali 115

9. Banjar 1.690 21. Tim-tim 114

10. Flores 1.141 22. Dayak 104

11. Manado 961 23. Sanger 92

12. Alemban 955 24. Banten 83

Sumber: Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Tanjungpinang 2012

Page 59: MOTTOrepository.ub.ac.id/4707/1/Theresia%20Intan%C2%A0... · 2020. 8. 18. · MOTTO “Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu

4.1.3 Suasana Kota Tanjungpinang

Kota Tanjungpinang dikenal juga dengan julukan kota Gurindam. Hal tersebut

dikarenakan Kota Tanjungpinang merupakan tempat kelahiran Raja Ali Haji yang

melahirkan sebuah karya sastra yaitu Gurindam 12 serta merupakan sosok pahlawan

nasional. Bagi orang Melayu dan masyarkat yang tinggal di Kota Tanjungpinang,

Gurindam merupakan bentuk puisi Melayu lama yang terdiri dari dua baris kalimat

dengan irama akhir yang sama dan merupakan satu kesatuan yang utuh. Gurindam 12

berisi tentang ibadah (agama), kewajiban raja (kepemimpinan), kewajiban anak dan

kewajiban orangtua (budi pekerti luhur), hidup dalam masyarakat (sosial dan

budaya). Hal ini yang membentuk suasana kota menjadi tenang dan aman karena

nilai-nilai luhur melayu tidak boleh hilang. Bagi orang Melayu, diluar orang Melayu

adalah tamu yang harus dihormati maka jika kita melihat bagaimana kota ini

memiliki toleransi yang cukup tinggi dalam kehidupan sosial baik ke orang Melayu

maupun diluar orang Melayu.

Kota Tanjungpinang memiliki karakteristik yang tidak dapat ditemukan pada

kota-kota lain di Indonesia, ketika berjalan ke daerah pasar ataupun kota maka bahasa

yang akan didengar adalah bahasa Hokkien dan rata-rata pedagang disana beretnis

Tionghoa dan ketika anda ke kedai kopi maka beda lagi bahasanya, bahasa Melayu

yang akan terdengar dan sudah menjadi kebiasaan bagi masyarakat Tanjungpinang itu

sendiri. Kadang, orang Melayu menawar dengan aksen cina ataupun bahasa Hokkien.

Page 60: MOTTOrepository.ub.ac.id/4707/1/Theresia%20Intan%C2%A0... · 2020. 8. 18. · MOTTO “Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu

Walaupun telah menjadi ibukota dari provinsi Kepulauan Riau, Tanjungpinang

tetap terasa seperti kota yang biasa saja tidak menjadi metropolitan seperti di Batam.

Tidak terlihat ada indomaret, seven eleven, alfamart tapi adanya swalayan-swalayan

kecil milik warga Tanjungpinang. Mal hanya satu, dan baru ada pada tahun 2016

sebelumnya masyarakat Tanjungpinang sudah nyaman berbelanja di toko-toko biasa

karena memiliki kualitas bagus dan diimpor dari negara tetangga (Singapura,

Malaysia) ataupun dari China. Bukan tanpa alasan, masyarakat Tanjungpinang telah

hidup lama dengan barang-barang dari luar karena dulu katanya tidak ada akses

barang-barang Indonesia dibawa ke Kepulauan Riau.

Kota Tanjungpinang dikenal juga sebagai kota AKAU atau kota kuliner, karena

kota Tanjungpinang menampilkan wajah kota yang berbeda antara siang dan malam.

Dari pagi hingga siang, kota Tanjungpinang akan terlihat sepi dijalan ramai dikedai

kopi, di malam hari kota Tanjungpinang terlihat riuh dengan pusat jajanan selera

rakyat atau dikenal dengan pujasera. Disamping menyajikan menu-menu nasional,

pujasera Tanjungpinang juga mempertahankan eksistensi makanan tradisional seperti

nasi dagang, nasi lemak, lakse, bubur pedas, roti canai, otak-otak, nasi ayam, soup

ikan, tumis ketam, bilis gulung dan lain-lain. Makanan yang disebutkan ini memang

khas dan menjadi daya tarik turis ataupun wisatawan yang datang ke kota

Tanjungpinang dan merupakan makanan khas Melayu juga etnis Tionghoa

(Setyadiharja & Nugraha, 2016).

Page 61: MOTTOrepository.ub.ac.id/4707/1/Theresia%20Intan%C2%A0... · 2020. 8. 18. · MOTTO “Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu

4.1.4. Kota Tanjungpinang dalam Dimensi Sejarah

Didalam jurnal penelitian (Faucher, Popular discourse on identity politics and

decentralisation in Tanjung Pinang public schools, 2006) Tanjungpinang sudah

sangat dikenal sejak berabad-abad yang lalu. Sebagai pusat kerajaan Melayu Riau-

Lingga-Johor, sebagai pusat kerisdenan pada zaman Belanda dan Jepang serta sebagai

ibukota Provinsi Riau, ibukota Kabupaten Kepulauan Riau, Ibukota Tanjungpinang

dan ibukota Provinsi Kepulauan Riau. Dari sudut sejarah, di Pulau Penyengat sendiri

banyak peninggalan sejarah yang sampai saat ini masih dapat dinikmati dan dilihat

oleh pengunjung. Peninggalan sejarah itu seperti Mesjid Sultan Penyengat, maka para

pembesar kerajaan Melayu, benteng Bukit Kursi dan sebagainya. Di kawasan

senggarang yang notabene beretnis Tionghoa terdapat peninggalan sejarah leluhur

berupa Kompleks Vihara Dharma Sanata dan Klenteng Tao Sa Kong. (Setyadiharja &

Nugraha, 2016)

Masyarakat lebih mengenal asal nama Tanjungpinang dari penggalan nama,

yaitu sebuah tanjung yang banyak ditumbuhi pohon pinang. Pohon pinang merupakan

petunjuk bagi pelayar yang akan masuk ke Bintan Tanjungpinangyang merupakan

pintu masukke sungai Bintan dimana terdapat kerajaan Bentan yang berpusat di bukit.

Namun yang jelas, merujuk pada buku ceritera yang ditulis Sulalatus Salatin,

kawasan kota ini merupakan bagian dari Kerajaan Melayu, setelah jatuhnya Malaka

ke tangan Portugis, Sultan Mahmud Syah menjadikan kawasan ini sebagai pusat

pemerintahan Kesultanan Johor, sebelum diambil alih oleh Belannda terutama

Page 62: MOTTOrepository.ub.ac.id/4707/1/Theresia%20Intan%C2%A0... · 2020. 8. 18. · MOTTO “Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu

setelah Belanda menundukkan perlawanan Raja Haji Fisabilillah tahun 1784.

(Setyadiharja & Nugraha, 2016)

Menurut catatan Tomi Oires, pada abad-abad ke 15 dan ke-16 sudah banyak

pedagang dating ke pelabuhan-pelabuhan di wilayah kekuasaan Kerajaan Malaka.

Salah satunya Bintan (pulau tempat kota Tanjungpinang). Namun tidak dijelaskan

secara pasti apakah pulau Bintan ini telah menjadi Bandar dagang atau tidak,

setidaknya catatan ini melaporkan ada 60 nama etnis pendatang di Malaka dan bahasa

Melayu menjadi “bahasa Islam”, bahasa komunikasi antar berbagai etnis Islam yang

berbeda (Lombard,2000).

Berdasarkan data sekunder yang didapat, pada masa kolonial Belanda,

Tanjungpinang ditingkatkan statusnya menjadi pusat pemerintahan dari Residentie

Riouw pemerintah Hindia Belanda. Kemudian di awal kemerdekaan Indonesia,

menjadi ibu kota Kabupaten Kepulauan Riau. Setelah menjadi Kota Administratif

Kabupaten Kepulauan Riau hingga tahun 2000, berdasarkan Undang-Undang Nomor

5 Tahun 2001, pada tanggal 21 Juni 2001, statusnya menjadi Kota Tanjungpinang.

Pusat pemerintahan yang semulanya berada di pusat Kota Tanjungpinang di

pemukiman padat penduduk kemudian dipindahkan ke Senggarang (bagian utara

kota) sebagai pusat pemerintahan. Hal ini ditujukan untuk mengimbangi kesenjangan

pembangunan dan kepadatan penduduk yang selama ini berpusat di Kota Lama

(bagian barat kota).

Page 63: MOTTOrepository.ub.ac.id/4707/1/Theresia%20Intan%C2%A0... · 2020. 8. 18. · MOTTO “Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu

Kota Tanjungpinang adalah salah satu peninggalan kerajaan Melayu yang

mempunyai peran penting dalam kebudayaan Melayu. Sebagai sebuah Kota Otonomi

Tanjungpinang terus berbenah diri untuk majudan brkembangyang dikenal sebagai

Kota Gurindam. Setelah diberlakukannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999

tentang Pemerintahan Daerah, yang telah dirubah dengan Undang-Undang Nomor 32

Tahun 2004, telah terjadi perubahanparadigma dalam Pemerintahan Daerah, yang

semula lebih berorientasi sentralistik menjadi desentralistik dan menjalankan otonomi

seluas-luasnya. Salah satu aspek penting kebijakan otonomi daerah dan desentralistik

adalah meningkatkan pelayanan umum dalam rangka mewujudkan kesejahteraan

masyarakat dan meningkatkan daya saing daerah.

Kota Tanjungpinang awalnya merupakan pusat pemerintahan Kabupaten

Bintan, yang dahulunya bernama Kabupaten Kepulauan Riau. Laju pertumbuhan

diberbagai sektor kehidupan masyarakat dan laju gerak pembangunan serta letaknya

yang berdekatan dengan negara Singapura dan Malaysia menjadikan Kota

Tanjungpinang sebagai sebuah kota administratif.

Pada tanggal 18 Oktober 1983, Kota administratif Tanjungpinang diresikan

dengan diterbitkannya peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 1983 tentang

Pembentukan Kota Administratif Tanjungpinang. Kemudian berdasarkan Undang-

Undang Nomor 5 Tahun 2001 Tanjungpinang dinaikkan statusnya menjadi daerah

Otonom Kota Tanjungpinang. Perubahan status pemerintahan diikuti dengan

Page 64: MOTTOrepository.ub.ac.id/4707/1/Theresia%20Intan%C2%A0... · 2020. 8. 18. · MOTTO “Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu

pemekaran kecamatan yang semula terdiri dari 2 kecamatan menjadi 4 kecamatan.

(BPS, 2015)

Peresmian Kota Administratif Tanjungpinang dilakukan oleh Menteri Dalam

Negeri Supardjo Rustam pada tanggal 26 Desember 1983. Sebagai walikota

Tanjungpinang berturut-turut adalah sebagai berikut: (Kesbangpol, 2015)

1. Asmuni Hasymi, S.H (1983 – 1985)

2. Drs. H. Muhammad Sani (1985 – 1993)

3. Drs. H Andi Rivai Siregar (1993 – 1996)

4. Dra. H. Suryatati A.Manan (1996 – 2012)

5. Lis Darmansyah (2012 - 2017)

Daerah provinsi Kepulauan riau khususnya kota tanjungpinangmeruapakn salah

satu yang sangat potensial. Sebagian besar suku bangsa yang mendiami daerah ini

adalah suku bangsa Melayu yang merupakan suku bangsa asli daerah ini, masyarakat

Melayu Riau sebagaimana juga masyarakat suku bangsa Melayu di daerah lainnya

memiliki sifat keterbukaan terhadap kaum pendatang sehingga tidak mengherankan

jika daerah ini dihuni juga oleh berbagai suku bangsa lainnya yang mendiami daerah

tersebut sejak lama.

Page 65: MOTTOrepository.ub.ac.id/4707/1/Theresia%20Intan%C2%A0... · 2020. 8. 18. · MOTTO “Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu

4.2 Data Fokus Penelitian

4.2.1 Menggali Jejak Sejarah dan Identitas Etnis Tionghoa di

Tanjungpinang

Kedatangan warga Tionghoa ke Pulau Bintan sendiri diperkirakan sudah terjadi

sejak sekitar 300 tahun yang lalu ini dibuktikannya ada batu nisan orang Cina lokal di

Senggarang yang usianya lebih dari 300 tahun. Batu nisan itu berada ditengah-tengah

perkebunan warga. Menurut Bobby, pada umumnya mereka yang dating di abad 17

merupakan petani yang didatangkan oleh Sultan dan membuka lahan perkebunan

Gambir. Tanjungpinang di abad 17 memang terkenal sebagai pengekspor gambir ke

berbagai penjuru dunia. Petani-petani generasi awal asal China yang merantau dating

tanpa alamat pasti. Sama sekali tidak memiliki kekerabatan di kawasan ini. Namun

karena kondisi politik di daratan China yang mengancam nyawa serta keselamatan

mereka, karena itulah keputusan pun harus diambil. Mereka nekat terus berlayar ke

selatan entah berapa lama waktu perjalanan hingga mereka sampai di bumi Melayu.

Asal-usul pendatang perdana warga China ke Bintan juga tertulis di batu nisan

mereka. Di batu nisan diketahui dari mana mereka berasal. Mulai dari tahun

kelahiran, meninggal, hingga kematian. Dialek yang dipakai juga bisa diketahui dari

sebuah nisan. Selain di Tanjungpinang, persebaran orang-orang etnis Tionghoa juga

banyak di Senggarang. Hal itu terlihat adanya kelenteng di Senggarang yang usianya

lebih dari 200 tahun. Pada masa itu di Senggarang memang banyak didiami kalangan

pengusaha besar, yang merupakan pemilik lahan atau juragan perkebunan karet dan

Page 66: MOTTOrepository.ub.ac.id/4707/1/Theresia%20Intan%C2%A0... · 2020. 8. 18. · MOTTO “Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu

gambir.Selain menguasai lahan di daerah Tanjungpinang dan Senggarang, mereka

juga membuka perkebunan gambir sampai ke pedalaman Bintan termasuk Lagoi dan

ditempuh dengn berjalan kaki hingga berhari-hari. Hal ini bukan yang baru bagi

warga Tionghoa karena sudah sering dilakukan ketika mereka masih berdiam di

daratan Tiongkok.

Menurut Bobby, dalam penelurusannya menemukan suatu kesimpulan bahwa

diperkirakan saat itu, satu di antara anggota keluarga besar mereka mengabdi di

kerajaan terlibat persoalan politik. Penguasa saat itu mungkin tidak senang.

“Ada hukum yang berlaku pada saat itu, kalau satu orang

dianggap sebagai pemberontak, maka tidak saja dia yang dibunuh, tapi

keluarganya juga akan ikut dibunuh. Tujuannya mungkin agar tidak

terjadi balas dendam.”

(Wawancara,12 April 2017)

Dilanjutkan lagi oleh Bobby Jayanto, sehingga untuk menyelamatkan diri dari

ancaman pembunuhan pihak yang berkuasa,tidak ada pilihan lain kecuali segera

angkat kaki dari daratan Tiongkok dan lari ke pulau bintan.

Masyarakat etnis Tionghoa yang berada menetap Kota Tanjungpinang memiliki

karakteristik tempat tinggal yang dimana memenuhi kawasan kota dan pelabuhan

atau dekat dengan laut mulai dari Kamboja, Potong Lembu, Bakar Batu, Jalan

Merdeka, Tambak, Pelantar I sampai III. Seperti yang diungkapkan oleh Wan Kamar

selaku ketua KESBANGPOL Kota Tanjungpinang yang mengatakan bahwa :

“Ditelisik dari sejarah, mereka etnis Tionghoa dulu tinggal

dipinggiran laut karena faktor geografis juga. Dulu kan tidak ada

Page 67: MOTTOrepository.ub.ac.id/4707/1/Theresia%20Intan%C2%A0... · 2020. 8. 18. · MOTTO “Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu

transportasi macam sekarang ini dulu itu kalau mau mengunjungi

saudara dari tepi laut ke tepi laut karena menggunakan pompong

(re:perahu kecil) jadi lebih mudah kalau mereka membangun tempat

tinggal diatas laut ataupun pinggir laut. Apalagi mereka etnis

Tionghoa ini berdagang yang dimana juga menjual dagangannya ke

Malaysia dan Singapura jadi menurut mereka tinggal dipinggir laut

lebih pas.”

(Wawancara,3 Mei 2017)

Pada saat memasuki kawasan Kota Tanjungpinang maka akan terlihat pada sisi

kanan ataupun sisi kiri dengan bentuk rumah atau ruko (rumah ruko) dengan ornamen

Tionghoa. Sejak dulu, masyarakat Tionghoa memang mempunyai simbol tertentu

yang akan dikenal oleh siapa saja yang melihatnya,salah satunya adanya tempat

sembahyang ataupun dupa diatas rumah serta kaca diatas pintu. Tanpa melihat

parasnya, setiap orang yang memandang rumah dengan ciri-ciri diatas sudah pasti

mengetahui bahwa tuan rumah tersebut berasal dari etnis Tionghoa.

Ketika berada dalam lingkungan yang heterogen, mereka masih bisa tetap

menonjolkan identitas kesukuan mereka. Masyarakat Tionghoa menetap di

Tanjungpinang tidak hanya semata-mata untuk berdomisili saja, namun mereka juga

datang dengan membawa sejumlah kebudayaan dan adat istiadat kesukuan mereka di

tempat mereka akan tinggal dan menetap untuk menjalani kehidupannya sehari-hari.

etnis Tionghoa memiliki kekuatan yang besar untuk mempertahankan kebudayaan

serta ciri khas mereka di tengah masyarakat yang beragam. Kebudayaan serta adat

istiadat Tionghoa tetap mereka jaga sejak zaman nenek moyang mereka dulu.

Meskipun saat ini, modernisasi dan globalisasi semakin berkembnag, namun

Page 68: MOTTOrepository.ub.ac.id/4707/1/Theresia%20Intan%C2%A0... · 2020. 8. 18. · MOTTO “Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu

masyarakat Tionghoa tetap memegang teguh adat budaya Tionghoa tanpa takut

terseret oleh budaya lainnya.

Perayaan Cap Go Meh di kota Tanjungpinang adalah perayaan wajib dan

diadakan secara besar oleh masyarakat etnis Tionghoa didaerah yang mana ditinggali

dan didominasi oleh etnis Tionghoa seperti merayakan di Jalan Merdeka sebelah

Vihara Bahtra Sasana yang sudah dibangun sejak tahun 1875.

4.2.2 Sosial Budaya dan Aktivitas Politik Masyarakat Kota Tanjungpinang

Kota Tanjungpinang adalah bagian yang tak terpisahkan dari kosmopolitanisme

dan dinamika pergulatan kepentingan global Selat Malaka, sejak terbilang abad yang

lalu hingga kini. Sejak kerajaan Malaka dilahkan portugis pada tahun 1511 hingga

kini, sejumlah titik yang kini berada di kota Tanjungpinang menjadi pusaran yang

memantik gagasan dan menggerakkan tindakan-tindakan kesejarahan yang lingkar

gelombangnya menjangkau spectrum luas kawasan alam Melayu. Sebagai kota kecil,

Tanjungpinang merupakan saksi mata sebuah kontras antara pola lama dan baru yang

muncul dalam ruang ekologis dan kultural sejak berabad lampau (Chou dan Derks,

1997)

Masyarakat Kota Tanjungpinang terdiri dari berbagai suku bangsa, namun tetap

hidup rukun berdampingan antara satu dan lainnya. Suku bangsa Melayu sebagai

masyarakat tempatan memiliki rasa solidaritas yang tiggi terhadap suku bangsa

pendatang ke daerah ini. Hal itu tidak terlepas dari ciri khas budaya Melayu yang

Page 69: MOTTOrepository.ub.ac.id/4707/1/Theresia%20Intan%C2%A0... · 2020. 8. 18. · MOTTO “Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu

selalu terbuka bagi siapa saja yang dating ke daerah mereka tanpa membeda-bedakan

asal-usul dan latar belakang sosial budaya. yang terpenting adalah mereka para

pendatang tidak melakukan hal-hal yang bertentangan dengan adat dan istiadat serta

adat sopan santun masyarakat melayu yang menjunjung tinggi rasa toleransi dan

saling menghargai antara satu dan lainnya.

Jatuhnya Orde Baru dan implementasi undang-undang otonomi daerah telah

memberikan kesempatan-kesempatan baru bagi elit lokal untuk memperkuat dan

mengkonsolidasikan jangkauan pengaruh mereka. Sebagaimana terjadi di sejumlah

provinsi dan kabupaten, contoh-contoh konflik telah menyebar luas, seringkali dalam

konteks perebutan kekuasaan dan restrukturisasi sosial dan politis yang sangat

kompleks. Dalam banyak kasus, konflik-konflik itu secara popular diartikulasikan

melalui bahasa politik identitas etnis dan keagamaan. Begitupula, kepekaan etnis dan

keagamaan yang dahulu ditekan di masa orde baru, sekarang terbuka lebar.

Kepulauan Riau khususnya Tanjungpinang, kota administratif sampai sejauh ini

terbebas dari ketegangan-ketegangan yang akut serta kekerasaan memuncak.

Meskipun begitu, di antara kelas menengah perkotaan dan antara generasi yang satu

dengan yang lain membentuk suatu polarisasi ideologis telah terjadi. Berbagai usaha

untuk mengkonseptualkan “masyarakat Kepri” oleh para politikus dan cendekiawan

menunjukkan bagaimana penekanan yang semakin besar terhadap identitas

kedaerahan sedikit demi sedikit sudah mengarah kepada identitas nasional.

Page 70: MOTTOrepository.ub.ac.id/4707/1/Theresia%20Intan%C2%A0... · 2020. 8. 18. · MOTTO “Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu

Dekatnya jarak dengan Malaysia dan singapura telah menciptakan sebuah

paradoks menarik. Di satu pihak, Malaysia dan Singapura telah menjadi salah satu

sumber dalam membentuk identitas bagi orang-orang Melayu di Kepulauan Riau

sebagai basis kekuatan ekonomi dan budaya yang penting. Di pihak lain, justru akibat

kedekatan geografis dengan Malaysia, dan khususnya Singapura menjadikan identitas

nasional terlihat samar. (Faucher, 2007) Seperti yang diungkapkan oleh Aseng, selaku

anggota PSMTI Tanjungpinang,

“Kami dulu ditengah-tengah ya dibilang nasionalis ya nasionalis

tapi kami juga punya keluarga di singapura,ya intinya dulu

Tanjungpinang ini tak diliat kali lah identitas nasionalnya, ya identitas

orang melayu aja tapi orang luar kan nilai kami melayunya sama kaya

Malaysia juga.”

(Wawancara pada tanggal 4 April 2017)

Seperti yang diungkapkan oleh Aseng selaku warga Cina lokal dan pernah

menjabat di organisasi PSMTI (Persatuan Sosial Marga Tionghoa Indonesia) yang

menetap di Kota Tanjungpinang yang mengatakan bahwa :

“Kami kan disini juga udah lama, jangan hanya itu itu saja yang

dikhususkan. Tanjungpinang punya semua lah, kami cina lokal juga orang

asli Tanjungpinang.”

(Wawancara pada 4 April 2017)

Pernyataan tersebut menjelaskan bahwa adanya semangat pluralis dalam

pembentukan sebuah identitas kota dari salah satu etnis lokal yang dimana memiliki

misi yang sama dengan pembentukan identitas kota Tanjungpinang yaitu,

Menumbuhkan rasa memiliki terhadap daerah terutama bagi pemukimnya dan

Page 71: MOTTOrepository.ub.ac.id/4707/1/Theresia%20Intan%C2%A0... · 2020. 8. 18. · MOTTO “Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu

menjadi promosi historis bagi pendatang dan pengunjung yang datang ke

Tanjungpinang sesuai dengan promosi kota “Tanjungpinang Kampong Kite”.

4.2.3 Aktivitas Politik

Berbicara mengenai politik, maka akan berbicara mengenai berbagai hal

kehidupan manusia yang sebanrnya lingkupnya tak terbatas. Politik menurut sebagian

orang adalah sesuatu yang dapat diputar-balikkan, fakta yang benar terkadang bisa

menjadisalah, demikian sebaliknya.

Di Kota Tanjungpinang, masyarakat awam tidak begitu memahami seperti apa

itu politik dan permasalahan politik yang dimana memiliki tingkat permasalahan yang

berbeda, misalnya di lingkungan pemerintahan atau kenegaraan dan lingkungan

daerah (Provinsi,Kabupaten dan kota). Masyarakat Tanjungpinang yang terdiri dari

berbagai suku banngsa yang hidup dalam suatu wilayah Kota Otonom memiliki

lembaga legislatif di tingkat kota dan memiliki satu pemerintahan kota. Dalam bidang

politik pada tingkat legislatif di wilayah Kota Tanjungpinang, menurut mereka

masing-masing orang atau anggota atau calon legislatif masing-masing memiliki

kepentingan baik kepentingan pribadi, kelompok, maupun kedaerahan. Berbagai

kepentingan itu tentu menjadi salah satu tujuan yang ingin mereka capai.

Latar belakang sosial budaya yang beraneka ragam seperti: ras, etnik, adat,

bahasa, agama dan lain sebagainya, akan memberikan nuansa tersendiri dalam

menjalankan aktivitas politik yang mereka lakukan. Tidak dapat dipungkiri baik

Page 72: MOTTOrepository.ub.ac.id/4707/1/Theresia%20Intan%C2%A0... · 2020. 8. 18. · MOTTO “Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu

secara langsung maupun tidak, keanekaragaman latar belakang sosial budaya pasti

akan mempengaruhi prilaku mereka dalam aktivitas politik.

4.2.4 Budaya Melayu dan Pendefinisian Ulang Identitas

Salah satu LSM yang paling vokal dalam meneggakan identitas kemelayuan di

Kepulauan Riau, KKBM (Kekerabatan Keluarga Besar Melayu), mempromosikan

suatu identitas Melayu yang mirip gagasan Malaysia tentang bumiputera bahwa

seseorang dianggap Melayu dalam konsep ideal masyarakat Kepri, orang itu harus

berbahasa Melayu, beragama Islam, dan mengikuti adat Melayu. Interpretasi ini

memberikan ruang bagi para politikus lokal yang menyuarakan revitalisasi terhadap

tradisi-tradisi Melayu, tetapi mereka sendiripun tidak mempunyai latar belakang

Melayu murni. (Faucher, 2007) Dengan demikian, Melayu menjadi sempit lokal,

homogen, dan stagnan.

Festival Revitalisasi Budaya Melayu yang diadakan di Senggarang,

Tanjungpinang, diduga hendak meruntuhkan anggapan atau mitos bahwa Melayu

tidak sesempit itu dan produksi seni yang diusung Husnizar Hood adalah wujud dari

pemberontakan itu. Kolaborasi seni dan budaya lokal dengan budaya global

sebenarnya bukan hanya dilakukan terhadap Melayu saja, tetapi juga terhadap tarian

Jawa, Dayak dan Bali.Dengan demikian, sesuatu kebudayaan materiil itu dapat

mengalami kolaborasi dan adaptasi bahkan terkooptasi oleh budaya lain diluar

lokalitas tadi. Sebagian mengatakan yang penting “ruhnya Melayu”.

Page 73: MOTTOrepository.ub.ac.id/4707/1/Theresia%20Intan%C2%A0... · 2020. 8. 18. · MOTTO “Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu

Identitas Melayu itu bersifat ekspansif, artinya berusaha me-Melayu-kan orang

yang kita anggap belum Melayu. Bukan malah sekarang dengan penegasan ke-

Melayu-an kita justru mempersempit konteks Melayu itu sendiri. Karena itu Melayu

selama ini yang terlihat kecil, rendah diri, dikucilkan dan tak berperanan dalam

pembangunan bangsa. Sejarah Melayu di kawasan kepulauan Riau ini dari dulu sekali

bersifat terbuka dan menerima asimilasi dari berbagai suku dan budaya baik yang

berasal dari nusantara ini maupun dari luar nusantara seperti Cina, Arab, India, dan

Eropa sekalipun. Jadi adalah kemunduran apabila identitas Melayu dipersempit,

sehingga sangat mudah diperalat untuk kepentingan dukungan politik atau

memobilisasi massa. Seperti yang diungkapkan Kemala Chandakirana (1989) dalam

artikelnya Geertz dan Masalah Kesukuan, menyebutkan bahwa:

“Politik identitas biasanya digunakan oleh para pemimpin

sebagai retorika politik dengan sebutan kami bagi "orang asli" yang

menghendaki kekuasaan dan mereka bagi "orang pendatang" yang

harus melepaskan kekuasaan. Jadi, singkatnya politik identitas sekedar

untuk dijadikan alat memanipulasi-alat untuk menggalang politik--

guna memenuhi kepentingan ekonomi dan politiknya".

Hal ini memberikan peluang bagi mereka yang menunjukkan diri sebagai orang

melayu atau “orang asli” untuk memimpin sebagai putra daerah yang bisa

menyebabkan pro kontra di masyarakat karena pembangunan yang ingin di

wujudkan terdistorsi oleh kepentingan-kepentingan golongan bahkan belum tentu

mewakili orang Melayu sendiri. Di pendefinisian ulang identitas Melayu, untuk

membongkar sekat-sekat pro kontra dalam masyarakat membangun kebersamaan

untuk mewujudkan impian Kepulauan Riau khususnya Tanjungpinang yang

Page 74: MOTTOrepository.ub.ac.id/4707/1/Theresia%20Intan%C2%A0... · 2020. 8. 18. · MOTTO “Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu

sebenarnya dan dengan tujuan agar identitas kemelayuan tidak menjadi sekat dengan

etnis-etnis yang lain dan mampu membentuk suatu masyarakat yang multikultural.

Page 75: MOTTOrepository.ub.ac.id/4707/1/Theresia%20Intan%C2%A0... · 2020. 8. 18. · MOTTO “Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu

BAB V

PEMBENTUKAN IDENTITAS DI KOTA TANJUNGPINANG

5.1 Politik identitas Etnis Tionghoa dalam Isu Pluralitas Sebagai Identitas di

Kota Tanjungpinang

Pembauran total masyarakat Tionghoa ke masyarakat pribumi tidak pernah

muncul sebagai bentuk kecenderungan utama dalam pemikiran politik masyarakat

Indonesia dikarenakannya kebijakan pemerintah Belanda yang membentuk

masyarakat plural, dimana setiap kelompk etnis memelihara identitasnya sendiri dan

kalangan nasionalis Indonesia memusatkan upaya-upaya mereka untuk mencapai

kemerdekaan bagi Indonesia dengan sasarab utama mereka adalah Belanda bukan

etnis Tionghoa (Suryadinata, 2015)

Kehidupan etnis Tionghoa mulai berubah ketika masuknya zaman Orde baru

yang dimana menggunakan hukum sebagai alat untuk mendiskriminasikan etnis

tionghoa di Indonesia. Secara sistematis dan kodffgnsisten. Rezim Orde Baru telah

membatasi, menekan dan menghancurkan hak-hak politik etnis tionghoa dengan

mengeluarkan kebijakan-kebijakan diskriminatif yang mengucilkan etnis tionghoa di

Indonesia menjadi apolitics dan tidak dapat terjun ke kontestasi politik yang ada

sehingga tidak ada representasi efektif etnis Tionghoa di pemerintahan maupun di

badan legislatif.

Page 76: MOTTOrepository.ub.ac.id/4707/1/Theresia%20Intan%C2%A0... · 2020. 8. 18. · MOTTO “Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu

Hal ini patut dibahas karena menyangkut identitas Bangsa Indonesia yang

multikulturalisme. Secara psikologis menimbulkan rasa takut dan enggan sebagian

besar etnis Tionghoa untuk berpolitik, akan tetapi Politik etnik mulai muncul untuk

mempertahankan etnisnya dalam mempertahankan identitas sosial di Indonesia.

Setelah etnis Tionghoa memasuki wilayah politik yang dulunya bentuk partisipasi

etnis Tionghoa pada saat itu hanya memiliki hak memilih dan tidak berhak untuk

dipilih, kemudian Pada tanggal 16 september 1998 presiden Bj Habibie

mengeluarkan Inpres No.26/1998 menghentikan penggunaan istilah pribumi dan non

pribumi dalam semua perumusan dan penyelenggaraan kebijakan, perencanaan

program, ataupun pelaksanaan kegiatan penyelenggaraan pemerintahan. Melalui

Keputusan Presiden Nomor 12 Tahun 2002, tentang Penetapan Tahun Baru Imlek,

tahun baru Imlek telah di akui sebagai salah satu hari besar nasional. (Suryadinata,

2015)

Bahkan sejak pemerintahan Presiden Abdurrachman Wahid atau disapa Gus

Dur, warga Tionghoa memperoleh hak-hak yang sama dengan warga negara

Indonesia lainnya, disamping itu semakin pudarnya tabu perbedaan suku, ras dan

agama. Di dalam ruang demokrasi yang ada sekarang ini masih ada persoalan yang

dirasakan masyarakat etnis Tionghoa, salah satunya yang penting adalah keterlibatan

mereka di kancah politik. Beredar berbagai hipotesis tentang bentuk partisipasi politik

kelompok masyarakat ini setelah selama zaman kepemimpinan Presiden Soeharto

Page 77: MOTTOrepository.ub.ac.id/4707/1/Theresia%20Intan%C2%A0... · 2020. 8. 18. · MOTTO “Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu

dipaksa agar selalu menjauhi politik dan berurusan dengan bentuk kegiatan ekonomi

dan perdagangan.

Era reformasi yang terjadi sekitar sebelas tahun lalu mengubah nasib etnis

Tionghoa di Indonesia, termasuk di Kepulauan Riau. Selama kurun waktu itu etnis

Tionghoa berupaya meruntuhkan "tembok imajinasi" yang mengekang kebebasan

mereka sebagai Warga Negara Indonesia yang sah. Meruntuhkan "tembok imajinasi"

yang menakutkan etnis Tionghoa itu tidak semudah membalikkan telapak tangan.

"Butuh waktu untuk menghilangkan luka lama," Interaksi sosial antaretnis dan

pembuktian adanya persamaan hak akan menghancurkan "tembok imajinasi" yang

telah berjaya menyengsarakan etnis Tionghoa selama sekitar 30 tahun. (Panama,

2009)

Kebrutalan-kebrutalan sosial dengan mengkambinghitamkan warga keturunan

banyak terjadi akhir-akhir ini. Mengapa orang-orang keturunan Tionghoa seringkali

dijadikan kambing hitam? Kalau dulu di Indonesia terkenal dengan konsep Ali-Baba,

yaitu golongan Ali yang merupakan warga Indonesia asli sengaja dikedepankan untuk

meng-cover bisnis para Baba yang merupakan warga keturunan Tionghoa sehingga

mempermudah segala pengurusannya. Akan tetapi yang terjadi sekarang adalah

konsep dari kebalikkannya Baba-Ali yaitu golongan Baba yang merupakan warga

keturunan Tionghoa sengaja dijadikan tameng untuk bisnis-bisnis besar padahal yang

berada di belakang itu semua adalah para Aliyang merupakan warga Indonesia asli

yang justru lebih banyak memegang kendali dan mengantongi keuntungan. Akibat

Page 78: MOTTOrepository.ub.ac.id/4707/1/Theresia%20Intan%C2%A0... · 2020. 8. 18. · MOTTO “Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu

dari konsep Baba-Ali ini, warga keturunan Tionghoa menjadi sorotan masyarakat

sebagai golongan berduit dan memicu kecemburuan sosial, meskipun sebenarnya

mereka hanya orang dibalik layar. Di samping itu, warga keturunan Tionghoa yang

dianggap sukses hanyalah segelintir saja dari keseluruhan warga keturunan Tionghoa

di Indonesia karena masih banyak mereka yang melarat atau hidup dibawah garis

berkecukupan. (Nafsiah , 2000)

Sama halnya, di Kepulauan Riau khususnya Tanjungpinang, yang dimana

daerah ini merupakan salah satu daerah yang memiliki jumlah masyarakat etnis

Tionghoa cukup banyak dibuktikan dengan jumlah penduduk kelompok etnis

Tionghoa sebanyak 42.739 berada di urutan ketiga dari 202.215 jiwa yang ada di

Kota Tanjungpinang setelah etnis Jawa dan etnis Melayu(BPS, 2015). Jumlah etnis

Tionghoa yang cukup banyak tak cukup untuk mereka mendapat perlakuan yang

sama dalam bidang politik ataupun pemerintahan walaupun tidak secara fisik adanya

bentuk diskriminasi rasial tapi mereka merasakan seperti untuk terjun ke dunia politik

mereka masih dilihat sebelah mata dan ketakutan-ketakutan bahwa ketika etnis

Tionghoa menguasai pemerintahan atau politik berarti mereka juga yang

mengendalikan perekonomian kota Tanjungpinang.

Walaupun begitu, ketika di kota-kota lain merasakan sebuah diskriminasi rasial

terhadap mereka etnis Tionghoa seperti, pembunuhan massal di Jawa 1946-1948,

peristiwa rasialis Mei 1963 di Bandung, kerusuhan Mei 1998 di beberapa kota besar

Page 79: MOTTOrepository.ub.ac.id/4707/1/Theresia%20Intan%C2%A0... · 2020. 8. 18. · MOTTO “Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu

seperti Jakarta, Medan, Solo, Bandung dan lain-lain, Tanjungpinang cukup berjaga-

jaga. Pada (Komnas HAM & GANDI, 2006) yang berisikan :

“Adalah benar bahwa ada kemajuan terhadap penghapusan

aturan hukum yang mengatur segregasi, namun penghapusan tersebut

tidak menjamin efektifitas pencegahan dan penyelesaian segregasi

yang ada. Contoh kasus tentang SBKRI dalam Para. 117, 118, 119,

walaupun sudah ada Kepres No. 56 tahun 1996 yang mencabut

tentang SKBRI, namun dalam prakteknya SKBRI masih berlaku

dibeberapa daerah. Riset yang dilakukan Komisi Nasional Hak Asasi

Manusia - Indonesia (Komnas HAM) dan GANDI (Gerakan

Perjuangan Anti Diskriminasi) di 4 (empat) kota yaitu Tanjung Pinang

dan Batam, Medan, Manado dan Pontianak menemukan bahwa

SBKRI masih berlaku. SBKRI untuk pengurusan akta kelahiran anak

dari perkawinan campuran. Dalam pengurusan Kartu Tanda Penduduk

(KTP), bagi anak warga keturunan diminta melampirkan SBKRI

bersama Kartu Keluarga (Kasus di Tanjung Pinang).”

Seperti yang diungkapkan oleh Wan Kamar selaku ketua Kesbangpol (Kesatuan

Bangsa dan Politik) Kota Tanjungpinang yang mengatakan bahwa

“itu semua atas perintah pusat, kita hanya mengikuti apalagi

waktu itu kita masih menjadi ibukota kabupaten didalam provinsi

Riau yang dimana masih diatur oleh pemerintah pusat”

(Wawancara pada 3 Mei 2017)

Etnis Tionghoa memiliki sejarah yang cukup panjang, karena mereka

didatangkan oleh Sultan Kerajaan Riau Lingga untuk menjadi petani gambir dan

akhirnya memiliki kedekatan dengan orang-orang Melayu Tanjungpinang dan

berasimilasi dengan budaya Melayu. Tak banyak juga mereka yang terusir dari

kotanya pindah ke Tanjungpinang.

Seperti yang diungkapkan oleh Bobby Jayanto selaku tokoh etnis Tionghoa

Kota Tanjungpinang yang mengatakan bahwa :

Page 80: MOTTOrepository.ub.ac.id/4707/1/Theresia%20Intan%C2%A0... · 2020. 8. 18. · MOTTO “Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu

“waktu itu memang ada yang untuk sementara waktu orang-

orang kami (etnis Tionghoa) menetap sementara waktu untuk

menghindari kerusuhan yang terjadi di kotanya. Mereka lari dulu

ke Singapura lalu ke daerah Kepulauan Riau salah satunya ke kota

Tanjungpinang”

(Wawancara,12 April 2017)

Sebenarnya Kota Tanjungpinang merupakan sebuah kota yang pada awalnya

ditempati oleh dua etnis: etnis Melayu dan etnis Tionghoa yang masih dipengaruhi

oleh kerajaan Malaka. Semenjak pemerintah pusat mencanangkan program

transmigrasi, kini pulau kecil ini ditempati oleh berbagai etnis dari seluruh Indonesia.

Asimilasi terjadi antara suku Melayu dengan suku Tionghoa. Seperti dari segi bahasa,

orang keturunan Tionghoa di Bangka pada umumnya menggunakan bahasa Cina

(Hakka) yang dipengaruhi bahasa Melayu atau sebaliknya, orang-orang Melayu yang

menggunakan beberapa kosakata yang berasal dari bahasa Cina (Idi, 2009).

Begitupun di Tanjungpinang, penggunaan bahasa masih sangat kental kedaerahannya,

ditunjang dekatnya ke Singapura dan Malaysia maka biasanya orang Tionghoa atau

disebut cina lokal menggunakan bahasa Hokkien ataupun orang Melayu

menggunakan bahasa melayu totok ataupun campuran bahkan etnis lain seperti

Batak,Bugis,Padang dan Flores yang telah tinggal lama di Tanjungpinang

menggunakan dialek Melayu karena kuatnya bahasa Melayu di kota Tanjungpinang.

Seperti yang dikatakan Faucher dalam konteks ini, adopsi Melayu sebagai

kerangka identitas utama, seperti pro- ditimbulkan oleh mayoritas elit politik dan

intelektual Tanjung Pinang, tidak masuk akal untuk responden muda saya. Sebagai

Page 81: MOTTOrepository.ub.ac.id/4707/1/Theresia%20Intan%C2%A0... · 2020. 8. 18. · MOTTO “Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu

salah satu mahasiswa Melayu bertanya, 'Mengapa seorang Minangkabau atau Jawa

bahkan etnis Tionghoa mau disebut Melayu?

Seperti yang diungkapkan oleh Bobby Jayanto selaku tokoh etnis Tionghoa

Kota Tanjungpinang yang mengatakan bahwa :

“dari penelurusan yang saya lakukan, keberadaan Tionghoa

dan Melayu memiliki hubungan yang erat. Hal ini bisa dilihat dari

istilah capitan. Mereka dipercaya menjalankan usaha untuk

menambah pendapatan kas daerah. Dari zaman Belanda, mereka

disebut Kapitan yang artinya mirip Bupati atau Wedana. Kapitan ini

dipercaya untuk mengatur pajak. Salah satu Kapitan dari etnis

Tionghoa Tanjungpinang”

(Wawancara pada 12 April 2017)

Hal ini menjadi menarik, melihat kondisi diatas yang membuktikan kontribusi

dan partisipasi politik etnis Tionghoa di Kota Tanjungpinang cukup besar, padahal

ditinjau dari sejarah pembentukan Provinsi Kepri adalah kekuatan kemelayuan dari

etnis melayu yang ingin adanya Provinsi Melayu yakni Kepulauan Riau itu sendiri.

Sejarah silam tentang etnis Tionghoa di Kota Tanjungpinang memang sedikit

sekali atau hampir tidak tercatat dalam sejarah namun setelah reformasi peningkatan

partisipasi politik oleh etnis Tionghoa ini sangat tinggi. Hal ini tidak dapat dipungkiri

karena kaum Tionghoa yang berperan penting dalam ekonomi politik dan hubungan

antara investor dari Singapura yang masuk ke Kepri yang di pegang oleh sebagian

besar masyarakat etnis Tionghoa di Kepri. Dapat dilihat dalam lingkup Provinsi

Kepulauan Riau khususnya kota Tanjungpinang sudah banyak aktor-aktor politik

yang muncul dari kalangan etnis Tionghoa seperti Bobby Jayanto yang pada priode

Page 82: MOTTOrepository.ub.ac.id/4707/1/Theresia%20Intan%C2%A0... · 2020. 8. 18. · MOTTO “Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu

2004-2009 menjabat sebagai Ketua DPRD Kota Tanjungpinang dan dia adalah etnis

Tionghoa pertama yang menjadi ketua DPRD di Indonesia, Hendry Frankim yang

pernah menjabat sebagai anggota DPD dari daerah pemilihan Kepulauan Riau, , Rudy

Chua sebagai anggota DPRD Provinsi Kepulauan Riau periode 2009-2014 serta Reni

dan Beni yang pernah sebgai anggota DPRD Kota Tanjungpinang 2009-2014.

Berdasarkan fakta-fakta yang muncul, melihat kondisi diatas membuktikan kontribusi

dan partisipasi politik etnis Tionghoa di Kota Tanjungpinang cukup besar di era

Reformasi ini.

Perubahan-perubahan politik yang terjadi pasca 1998 memang berlangsung

begitu cepat. Kesempatan-kesempatan terus terbuka untuk kalangan etnis Tionghoa

karena mereka tidak diposisikan lagi sebagai warga kelas dua dalam kehidupan

politik ini yang dimana mereka terbatas hanya untuk sektor perdagangan di negeri ini.

Hak-hak mereka dipulihkan serta kesempatan dibuka seluas-luasnya dan kondisi

politik ini yang kemudian juga memberikan warna jejak dalam perjalanan warga etnis

Tionghoa yang terjun ke dunia politik. Namun sejatinya masih ada persoalan

mengenai identitas dan dan pengakuan terhadap keberadaan mereka.

Di negara multi-etnis lainnya, seperti negara-negara tetangga Singapura atau

Malaysia, televisi sesekali menjadi jendela populer untuk menampilkan keharmonisan

etnis yang ada. Meskipun rezim Orde Baru menginvestasikan sejumlah besar sumber

daya dalam memproyeksikan gambar yang sama dari keragaman etnis dan harmoni,

hanya disebut kelompok etnis pribumi dalam catatan. Walaupun Konstitusi

Page 83: MOTTOrepository.ub.ac.id/4707/1/Theresia%20Intan%C2%A0... · 2020. 8. 18. · MOTTO “Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu

menetapkan prinsip persamaan di depan hukum, Indonesia Tionghoa dikategorikan

dalam administrasi negara resmi dan setengah resmi kurang, atau selain, "asli"

Indonesia. Lebih buruknya lagi. mereka kadang-kadang dianggap mencemari diri

otentik Indonesia itu sendiri. Tak jarang mereka yang beretnis Tionghoa

menggunakan nama Indonesia selain untuk mempermudah administrasi mereka juga

ingin diakui sebagai orang Indonesia dan cinta tanah air.

Warga keturunan Cina pada saat itu harus membawa kartu identifikasi dengan

nomor yang berbeda. Ekstra kertas kerja dan biaya yang diperlukan dari mereka di

setiap hubungan hukum dengan pelayanan publik. Semua sekolah dan perguruan

tinggi memberlakukan kuota maksimum tertentu untuk Indonesia Tionghoa mencari

masuk. Profesi selain perdagangan hanya minimal terbuka bagi mereka, jika sama

sekali. Pengunjung yang masuk Indonesia akan diinformasikan pada formulir bea

cukai bahwa setiap bahan cetak di karakter Cina jatuh dalam kategori yang sama item

ilegal sebagai pornografi, senjata dan narkotika.

Segregasi Etnis di Indonesia Orde Baru mengakibatkan "pengecualian untuk

warga Cina", di mana di seluruh enam hal berturut-turut presiden Soeharto (masing-

masing lima tahun), "tidak pernah ada seorang menteri kabinet 'Cina', meskipun

menteri seperti itu fitur biasa juga tidak akan satu menemukan jenderal atau pegawai

negeri senior keturunan Cina yang jelas. Ekonomi politik etnis Cina pada Orde Baru

sejauh mana didasarkan pada aktif dan sadar. Hal ini menunjukkan, bagaimana sangat

diperlukan lain etnis ini untuk reproduksi diri asli. Jika orang Cina tidak diinginkan,

Page 84: MOTTOrepository.ub.ac.id/4707/1/Theresia%20Intan%C2%A0... · 2020. 8. 18. · MOTTO “Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu

minoritas ini bisa saja terpinggirkan, hancur, atau hanya diabaikan. Kenyataan bahwa

"masalah Cina" tetap dalam jangka pertumbuhan ekonomi mengesankan

menunjukkan bahwa mungkin pada kenyataannya tidak menjadi masalah sama sekali.

(Heryanto, 2008)

Saat ini persamaan dan kesederajatan menjadi hal yang sangat penting bagi

setiap individu, kelompok budaya untuk mengekspresikan identitas dan aspirasinya

secara bebas dan terbuka. Hal ini yang melandasi dasar pemikiran politik identitas

dalam penelitian ini. Gelombang demokrasi yang menandai adanya reformasi total

dalam kehidupan bermasyarakat dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan

bernegara telah disikapi secara antusias oleh masyarakat di daerah untuk mengelola

dan menentukan nasibnya sendiri sesuai dengan budaya dan potensi atau nilai lokal

yang ada.

Dialog internal dan interaksi sosial membangun suatu ikatan antar individu di

dalam masyarakat berdasarkan budaya dan psikologis seseorang dalam suatu

komunitas sosial budayanya untuk berpartisipasi secara aktif menghasratkan tujuan

hidup yang akan dicapai atau sekiranya diperjuangkan. Jika proses pembentukannya

dalam kondisi tertekan (identitas resisten) dengan adanya dominasi pihak lain maka

akan muncul identitas atau disebut juga politik identitas . Menguatnya politik

identitas yang berbasis simbol kesukuan,adat, agama, dan nilai-nilai kultural yang

dianut merupakan hasil dari sebuah proses sosial yang secara melekat sebagai suatu

Page 85: MOTTOrepository.ub.ac.id/4707/1/Theresia%20Intan%C2%A0... · 2020. 8. 18. · MOTTO “Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu

gerakan sosial yang normal dalam dinamika dan gerak sosial suatu etnis (Buchari,

2014).

Identitas kelompok atau identitas etnis yang telah disusun dengan baik tersebut

merupakan dasar untuk mengangkat kepentingan kelompoknya dalam wujud

semangat dan perilaku sosial politik,sehingga dalam suatu kesempatan dan adanya

peluang atau ruang gerak untuk melakukan hal itu, maka identitas yang telah

terkontruksi tadi akan dibangkitkan untuk kepentingan kelompoknya. Pendekatan

politik berbasis identitas ini efektif untuk konteks etnis Tionghoa yang selama ini

menginginkan sebuah tatanan kehidupan masyarakat yang pluralis dan

mengonsolidasikan kelompok etnisnya .

Namun, dalam suatu bangunan dan tatanan kebudayaan yang memegang

prinsip multikultural, maka perjuangan politik identitas harus diletakkan dalam

kerangka kesatuan dalam keragaman, artinya bahwa semua manusia seharusnya dapat

menerima perbedaan dan kesetaraan. Prinsip harus menjadi pijakan dalam mengambil

setiap tindakan. Hal ini sejalan dengan prinsip dasar multikulturalisme yakni cultural

liberty, bahwa dalam kebebasan manusia merupakan kapabilitas sentral bagi

kehidupan manusia untuk hidup bedasarkan kesempatan utuk memiliki pilihan-

pilihan yang dimiliki. Perwujudnnya dalam suatu demokrasi sebagai bentuk suatu

demokrasi sebagai suatu bentuk pemerintahan, maka pendekatan prosedur untuk

membentuk pemerintahan melibatkan partisipasi secara demokratis bagi setiap unsur/

elemen di dalam masyarakat yang pluralistik.

Page 86: MOTTOrepository.ub.ac.id/4707/1/Theresia%20Intan%C2%A0... · 2020. 8. 18. · MOTTO “Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu

Seperti yang diungkapkan oleh Bobby Jayanto selaku tokoh etnis Tionghoa

Kota Tanjungpinang yang mengatakan bahwa :

“saya selalu sampaikan pada warga kita disini ,kita hidup di

alam yang mana mayoritas Melayu. Kita harus mempelajari sejarah ,

antara orang etnis Tionghoa dan etnis Melayu hubungannya dekat

sekali dan sudah terjalin lama sekali . Paling penting adalah menjaga

sikap toleransi kita sehingga kita bisa menjaga, merawat kehidupan

kita secara kondusif. Ini yang didambakan semua orang, ketika

waktu itu setelah kerusuhan Mei 1998 mereka (non etnis Tionghoa)

masih dalam tahap bersebrangan tidak bisa menerima etnis Tionghoa

tapi di Tanjungpinang kita masih bisa hidup nyaman, mengantar

anak sampai depan sekolah”

(Wawancara pada 12 April 2017)

Di dalam buku Tiger from Archipelago “Sebuah Biografi Bobby Jayanto”

(Putra, Patria, & Haris, 2011) :

“saya waktu itu sangat yakin dan memberikan pemahaman

kepada mereka bahwa tempat yang kita tinggal aman. Hal ini karena

hubungan emosional yang sudah terbentuk selama ini antara etnis

Tionghoa dan Melayu yang sudah berjalan bagus. Saya punya

keyakinan disini tidak akan berpengaruh, kita lalu beranikan diri

Saya telepon mereka ( pengusaha-pengusaha etnis Tionghoa) dan

beritahu bahwa kita tak perlu eksodus. Saat itu memang sejumlah

warga etnis Tionghoa sudah takut dan gelisah sehingga ada

keinginan untuk pindah ke Singapura. Kita bilang tak usah

terpancing dengan hal-hal yang terjadi di Jawa. Hasil pertemuan

dengan Kakansospol dan Musyawarah Pimpinan Daerah (Mupida)

menyatakan bahwa tak akan terjadi yang demikian disini. Akhirnya

banyak yang bertahan. Saya pantau di pelabuhan, suasana tetap

normal. Dan terbukti, disini tak ada kerusuhan apalagi penjarahan. “

Usaha-usaha pemerintah yang tidak memihak pedagang cina pada umumnya

tidak berhasil dikarenakan orang Cina mematuhi peraturan tersebut dengan

membayar pajak perorangan. Untuk kasus Cina di Tanjungpinang peraturan dan

kebijaksanaan yang dikeluarkan pemerintah tidaklah berdampak negated karena roda

Page 87: MOTTOrepository.ub.ac.id/4707/1/Theresia%20Intan%C2%A0... · 2020. 8. 18. · MOTTO “Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu

perekonoian tergantung pada Singapura dan Malaysia. Keadaan di Tanjungpinang

justru akan memburuk bukan ketika etnis Tionghoa membuat tindakan ataupun

gerakan tetapi ketika Tanjungpinang terjadi konfrotasi dengan Malaysia atau

Singapura.

Jika pada gambaran ini kita tambahkan arus migran terbaru, orang bisa

menyatakan bahwa setidak-tidaknya di Tanjungpinang sudah tercipta suatu jaringan

pluralistis multietnis setelah desentralisasi (Carole Faucher,2014:581). Didalam

pluralisme, terdapat juga proses adaptasi antara masyarakat didalamnya. Adaptasi

adalah merupakan suatu proses penyesuaian diri manusia terhadap suatu keadaan

tertentu. Didalam adaptasi itu sendiri terdapat beberapa point penting didalamnya,

yakni komunikasi dan toleransi.

Para pemimpin daerah di Kota Tanjungpinang mempromosikan bahwa pada

dasarnya Melayu merupakan identitas territorial yang ada dan hal inilah yang di

gugat oleh masyarakat cina lokal atau tionghoa yang sudah lama tinggal di Kota

Tanjungpinang dan etnis-etnis lain. Masyarakat Tanjungpinang seakan mengacu

kepada kemelayuan, tetapi dalam menjalankan praktik kemelayuan itu hanya diterima

dalam produk seni, yaitu kebudayaan sebagai seni pertunjukkan bukan politik.

Kelompok seni pertunjukkan Melayu terkemuka di Tanjungpinang ini memiliki

keanggotaan rata-rata bukan dari asli Melayu. Mengingat kembali, pada saat walikota

Tanjungpinang saat itu (re: Hj. Suryatati A Manan) mendukung acara tahunan

Revitalisasi Budaya Melayu pada bulan Juli 2014, ia dikritik oleh orang-orang cina

Page 88: MOTTOrepository.ub.ac.id/4707/1/Theresia%20Intan%C2%A0... · 2020. 8. 18. · MOTTO “Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu

lokal di Senggarang karena mengabaikan sebuah ciri yang telah diyakini meresap di

Kota Tanjungpinang yaitu pluralistik. Tidak lama kemudian, hasil berdialog dengan

para tokoh masyarakat dan budayawan maka diselengarakan Revitalisasi Budaya

Pluralistik, yang meliputi pertunjukkan-pertunjukkan oleh kelompok non Melayu.

Gambar 5.1 Taman Budaya Senggarang

Sumber : Dokumen Pribadi, 2017.

Dengan terbukanya pola kehidupan masyarakat Kota Tanjungpinang membuat

semakin mudahnya masyarakat Tionghoa di Tanjungpinang untuk mengeksplore dan

memperkenalkan budaya mereka apalagi sejarah mengatakan bahwa di salah satu

tempat yang ada di kota Tanjungpinang yakni senggarang adalah tempat awal mula

masuknya orang-orang tiongkok di Tanjungpinang.

Banyak sekali yang terpengaruh dan mempelajari budaya Tionghoa disana

sehingga budaya melayu mulai tergeser dan hanya menjadi pertunjukan seni saja.

Kebangkitan etnis Tionghoa dalam dunia politik mulai dibuktikan secara perlahan

mereka merasa harus masuk ke legislatif untuk dapat melaksanakan aspirasi-aspirasi

dari mereka yang kadang diabaikan. Mereka bersatu dan memikirkan bukan kepada

Page 89: MOTTOrepository.ub.ac.id/4707/1/Theresia%20Intan%C2%A0... · 2020. 8. 18. · MOTTO “Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu

satu etnis utama yang berasal dari kelompoknya tapi masalah-masalah yang ada di

Tanjungpinang. Mereka menganggap bahwa mereka harus turut andil dalam

membangun identitas keberagamaan. Seperti yang diungkapkan oleh Bobby Jayanto

selaku tokoh etnis Tionghoa Kota Tanjungpinang yang mengatakan bahwa :

“Apapun partainya, tapi dia dari etnis Tionghoa kita akan

dukung. Mereka ada;ah contoh keberanian bahwa etnis Tionghoa di

Indonesia itu punya hak yang sama. Saya dan Rudi berbeda partai,

tapi karena dia punya tekad yang tinggi untuk terjun ke dunia politik

maka saya dukung dia datang ke saya”

(wawancara, 12 April 2017)

Pemikiran ini juga dituangkan oleh Schumpeter dalam buku The Clash of

Civilization (Huntington, 1997) “demokrasi itu pada dasarnya membangun

pemerintahan atas kehendak rakyat dan kebaikan bersama. Yang pada tahap

pendekatannya diluar masalah persamaan etnis, para pemimpin pemerintahan dipilih

melalui pemilihan umum yang adil,jujur dan berkala. Hal tersebut yang diinginkan

oleh masyarakat etnis Tionghoa,agar mereka dapat bersaing dalam pilkada (pemilihan

kepala daerah) maupun pileg (pemilihan legislatif) dan memenangkannya dalam

persaingan yang sehat dan seadil-adilnya agar kehendak masyarakat etnis Tionghoa

yang terabaikan bisa terwujud dan demi kebaikan bersama agar baik etnis Tionghoa

maupun etnis Melayu bisa bersama-sama menjalin sebuah bentuk kesatuan dalam

mencapai identitas yang baik untuk kota Tanjungpinang.

Diakui bahwa proses penyelenggaraan pilkada ataupun pileg masih sarat akan

isu putra daerah yang dimana ditonjolkannya tokoh-tokoh Melayu sebagai orang

Page 90: MOTTOrepository.ub.ac.id/4707/1/Theresia%20Intan%C2%A0... · 2020. 8. 18. · MOTTO “Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu

“asli” yang mampu merangkul setiap elemen masyarakat dan lebih mengerti

permasalahan dan secara tersirat menyingkirkan etnis lawan yang berjuang.

5.2 Pembentukan Identitas di Kota Tanjungpinang dalam Bingkai Kedai Kopi.

Kedai kopi merupakan suatu ruang publik yang menyediakan makanan ringan

dan minuman baik panas maupun dingin yang bahan utamanya adalah kopi. Menurut

Habermas ruang publik merupakan arena dimana debat berlangsung, dimana

merupakan tempat pembentukan ide, pengetahuan, dan kontruksi opini yang bersifat

kolektif dipakai bersama, serta ruang opini publik yang dibentuk sebagai hasil

komunikasi. Ruang publik ditandai oleh tiga hal yaitu responsif, demokratis, dan

bermakna. Responsif dalam arti ruang publik adalah ruang yang dapat digunakan

untuk berbagai kegiatan dan kepentingan luas. Demokratis, artinya ruang public dapat

digunakan oleh masyarakat umum dari berbagai latar belakang sosial, ekonomi, dan

budaya serta aksesibel bagi berbagai kondisi fisik manusia.Bermakna memiliki arti

kalau ruang publik harus memiliki tautan antara manusia, ruang, dan dunia luas

dengan konteks sosial (Ritzer & Goodman, 2011)

Kedai kopi bisa dikatakan juga sebagai ruang publik karena kedai kopi

merupakan pusat interaksi sosial masyarakat karena memberikan kesempatan

masyarakat untuk bertemu, berkumpul dan membuang waktu bersama membicarakan

dari hal yang penting maupun tidak penting. Ngopi adalah ungkapan terhadap orang

yang ingin menikmati kopi atau minuman lainnya atau sekedar duduk-duduk

diwarung kopi dan mengobrol sesama pengunjung kedai kopi.

Page 91: MOTTOrepository.ub.ac.id/4707/1/Theresia%20Intan%C2%A0... · 2020. 8. 18. · MOTTO “Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu

Kedai kopi menjadi tanda yang mengukuhkan keberadaan baru bagi

masyarakat, melalui bertemunya beragam orang , suku , agama , lembaga, status

sosial dan bahkan identitas yang multikultur. Dalam pandangan yang lebih luas, kedai

kopi juga bagian dari subkultur yang mempertemukan berbagai budaya dan identitas

baru. Dalam forum yang terdapat pada kedai kopi bukan saja terdapat hanya sekadar

persoalan keakraban, didalamnya kerap terjadi pertukaran informasi, wacana, dan

pengembangan wawasan, bahkan hiburan sekalipun. Salah satu bentuk hiburan yang

terdapat pada forum kedai kopi tersebut dapat tergambarkan melalui tradisi berpuisi

yang sudah menjadi tradisi Melayu yang turun menurun di Kota Tanjungpinang dan

dilestarikan seperti berikut ini:

Kedai Kopi

Karya : Suryatati A.Manan

Dikotaku sejak dahulu kedai kopi sangat akrab

Di telinga masyarakat

Baik tua maupun yang muda terutama bagi kaum pria

Bagi kaum wanita sekali-kali jika jalan pagi

Bersama suami atau teman

Setelah berolahraga taichi, jala santai atau berlari-lari kecil

Disekitar pinggir laut

Sangat menyenanglan duduk di kedai kopi

Menghirup secangkir kopi panas atau segelas te obeng

Alias teh es manis

Nikmat sekali ditemani sepiring martabak India alias prata

Atau yang lainnya.

Kedai kopi di kotaku bukannya memang pagi-pagi

Sehingg masyarakat yang berolahraga pagi

Tak perlu membawa bekal sendiri

Singgah di kedai kopi lebih santai

Bisa ketemu teman, bisa bertambah kawan

Bisa medapat sekilas info

Bisa membahas berbgai isu mutakhir

Page 92: MOTTOrepository.ub.ac.id/4707/1/Theresia%20Intan%C2%A0... · 2020. 8. 18. · MOTTO “Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu

Dari isu lokal sampai isu global

Dikupas tuntas, tanpa batas

Semakin lama semakin asyik, semakin lama semakin menggelitik

Apalagi yang terkait dengan politik

Macam-macam politik beradu licik

Ada politik adu domba, ada politik menembak diatas kuda,

Ada politik bermuka dua

Tak terasa hari dah siang, kopipun dah habis

Assalamualaikum Wr.Wb

(A Manan, 2007)

Puisi ini cukup mewakili keberadaan dan keberagaman suku yang berbaur

dalam satu lingkungan sosial politik dan budaya di Kota Tanjungpinang. Sebuah

gambaran didalam puisi tentang keadaan atau suasana kedai kopi yang ada di Kota

Tanjungpinang karena merupakan salah satu tempat bagi sebagian warga masyarakat

Tanjungpinang saling berinteraksi antara satu dan lainnya yang tidak menutup

kemungkinan antar etnis juga. Keberadaan kedai kopi bukan sebatas singgah untuk

minum dan makan tetapi lebih dari itu. Terkadang kedai kopi dijadikan sebagai ajang

untuk berkumpul dan ngobrol bahkan saling bercengkrama serta saling bertukar

informasi, tak jarang membahas politik.

Seperti yang diungkapkan oleh Suparno selaku Ketua DPRD Kota

Tanjungpinang yang mengatakan bahwa :

“ Kebiasaan ngopi merupakan resapan budaya Melayu yang

dimana kebiasaan ngopi sebelum memulai dan mengakhiri aktifitas

dan dilakukan di kedai kopi. Tanjungpinang itu punya yang tak

dipunya daerah lainnya. Tanjungpinang ini trennya kedai kopi

banyak dan penuh. Silahturahmi kedai kopi itu luar biasa, dari bisnis

organisasi sama temen-temen di dunia politik berbaur disitu. Kita

perbandingkan dengan instansi-instansi seperti kepolisian, DPRD

Page 93: MOTTOrepository.ub.ac.id/4707/1/Theresia%20Intan%C2%A0... · 2020. 8. 18. · MOTTO “Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu

biasanya ada coffee morning. Artinya untuk silahturahminya untuk

menyatukan perbedaan-perbedaan kan menyampaikan harapan, ide-

ide nah di kedai kopi ini biasanya dianggap suasananya terjalin

dengan persaudaraan kalo resmi2 kan orang nak nak ngomong kan

segan, kikuk sikit tak nyaman tapi begitu suasananya ngopi biasa

berdialog dan sahut-sahutan. Nah, saya piker kebiasaan itu dalam

konteks positifnya sering membaur di kedai kopi dengan latar

belakang personal macam-macam ada wartawannya, ada buruhnya

ada pns ada orang-orang partai politik. Sehingga kebiasaan

perbedaan diluar itu diperdebatkan dikedai kopi tetapi karena

suasananya kita lagi ngopi jadi tidak berakhir konflik. Hebatnya di

Tanjungpinang ini, semangat kekeluargaan di dalam kedai kopi

sangat luar biasa”

(Wawancara, 3 April 2017)

Masyarakat penguna atau konsumen dari warung dan kedai kopi dapat

dikatakan berasal dari berbagai latar belakang sosial budaya. Namun mereka

berhubungan secara akrab dan saling menghargai antara satu dan lainnya. Canda dan

gurauan sesama masyarakat dalam lingkup pergaulan yang ada di warung kopi sering

memang terlihat kasar karena bahasa yang digunakan atau candaan orang Melayu.

Seperti baru-baru ini, saat peneliti mencoba suasana duduk di kedai kopi tidak jauh

dari meja peneliti ada bapak-bapak yang lagi berdiskusi tentang pilkada (pemilihan

kepala daerah) di DKI Jakarta ataupun membahas aksi-aksi dalam proses pilkada

kemarin. Meja yang tak jauh dari peneliti berbicara “untunglah aku tinggal kat

pinang, pening pala aku asek nak demo je cem tak punya kerje” (bersyukur saya

tinggal di Tanjungpinang,pusing kepala saya lihat orang berdemo seperti tidak punya

kerja) dan temannya menimpali “orang tu bela agama bang, tak apalah biar

bertambah pahale disurge daripada engkau asek nak ngopi je pagi siang malam tak de

bantu istri kat rumah hahahaha” ( mereka itu bela agama bang, tidak apa-apa biar

Page 94: MOTTOrepository.ub.ac.id/4707/1/Theresia%20Intan%C2%A0... · 2020. 8. 18. · MOTTO “Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu

bertambah pahala di surga daripada kamu tiap hari ngopi tidak membantu istri

dirumah) satu lagi temannya menimpali “yang penting takde yang berangkat kesane

je dahlah, jaoh. Bantu walikote je lah” (yang penting tidak ada yang berangkat kesana

aja sudahlah, jauh. Kita bantu walikota saja)

Seperti itulah kira-kira pembicaraan salah satu meja ataupun meja yang lain

mungkin membahas masalah pekerjaan ataupun basa-basi untuk saling mengenal satu

sama lain menambah relasi. Hal yang tidak perlu dianehkan ketika di kedai kopi

Tanjungpinang satu meja hanya satu orang hanya untuk menikmati kopi saja lalu

pulang dan bisa juga untuk mencari teman ngobrol.

Page 95: MOTTOrepository.ub.ac.id/4707/1/Theresia%20Intan%C2%A0... · 2020. 8. 18. · MOTTO “Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu

Gambar 5.2 Kedai Kopi yang biasanya di Tanjungpinang

Sumber: Dokumentasi oleh Penulis

Kedai kopi berbeda dengan rumah makan atau cafe-cafe semacam Starbuck

yang sering kita dapati di kota-kota besar atau bahkan di kota-kota lain. Orang-orang

yang datang ke kedai kopi tujuan utamanya bukanlah untuk minum kopi atau makan

siang, tapi biasanya hanya untuk mebuang-buang waktu. Memang kalau dilihat

sekilas kesannya negatif. Mereka hanya duduk-duduk mengobrol tanpa melakukan

hal yang produktif. Bagi orang luar yang berkunjung ke Tanjungpinang mungkin

akan berpikir bahwa masyarakat disini "pemalas dan tukang bual".

Seperti yang diungkapkan oleh Suparno selaku Ketua DPRD Kota

Tanjungpinang dan penggagas silahturahmi kedai kopi yang mengatakan bahwa :

Page 96: MOTTOrepository.ub.ac.id/4707/1/Theresia%20Intan%C2%A0... · 2020. 8. 18. · MOTTO “Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu

“memang sih orang kalo liat kita orang ni tak ada kerjaan, tapi

belum tentu ngopi hanya sekedar ngopi. Bahkan kami pun DPRD

kadang lebih sering ke kedai kopi untuk mendengarkan aspirasi

masyarakat. Di Kedai kopi nih hampir semua profesi ada duduk kat

situ bahkan wartawan ataupun jurnalis dan kedai kopi kan banyak

laki-laki yang sudah beristri ataupun belum tapi mereka punya andil

besar juga untuk menyampaikan aspirasi orang rumah dia”

(Wawancara,3 April 2017)

Tapi hal tersebut tidak sepenuhnya benar, kedai kopi sebagai ruang publik

ternyata juga memegang peranan sosial yang cukup penting di Tanjungpinang. Kedai

kopi bukan sekadar tempat untuk hangout tetapi juga merupakan sarana yang efektif

untuk bersosialisasi. Selain itu kedai kopi juga merupakan pusat informasi bermacam

aktivitas serta tempat berdiskusi, mulai dari soal agama, budaya, bisnis, dan bahkan

politik. Salah satu bentuk resapan budaya Melayu inilah yang digadang mampu

sebagai jembatan untuk menjaga keutuhan dan keberagaman masyarakat Kota

Tanjungpinang.

Masyarakat multikultur haruslah memiliki perangkat nilai semacam itu. Dengan

kata lain adalah suatu keharusan, bahwa perangkat nilai yang didasarkan pada

moralitas bersama dapat mengatur kehidupan masyarakat, baik di dalam ruang publik

maupun di dalam ruang privat. Tanpa perangkat nilai semacam itu, kehidupan

bermasyarakat di dalam masyarakat multikultur tidak akan mungkin dapat terjadi dan

kedai kopi bisa menjadi solusi untuk menciptakan keberagaman dari berbagai suku

yang ada di Tanjungpinang tidak hanya etnis Tionghoa dan Melayu saja.

Page 97: MOTTOrepository.ub.ac.id/4707/1/Theresia%20Intan%C2%A0... · 2020. 8. 18. · MOTTO “Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu

5.3 Eksistensi Melayu di Kota Tanjungpinang di Era Reformasi

Ada keraguan muncul dari beberapa „pendukung Melayu‟ seperti yang

tercermin dalam mengatakan bahwa Melayu sukar dipersatukan (Melayu sulit

untuk bersatu). Didalam jurnal (Al Azhar, 1997), studi kasus di Riau biasanya

fokus terhadap dua topik baik mencari kebesaran warisan Melayu atau pencarian

identitas Melayu yang dapat diterima oleh semua kelompok. Yang pertama dapat

memperkuat rasa percaya diri orang Melayu sebagai orang yang bermartabat,

sedangkan topik kedua upaya untuk merumuskan ciri-ciri dan karakteristik

kemelayuan yang tidak hanya mampu menahan budaya asing, tetapi juga

memberikan kesempatan untuk berpartisipasi dalam perubahan global serta

mengurangi rasa etnosentris bagi orang-orang Melayu.

Sejarah Melayu di kawasan Kepulauan Riau dari dulu seharusnya memiliki

sifat terbuka dan menerima asimilasi dari berbagai suku dan budaya baik yang

berasal dari nusantara maupun luar nusantara. Tren berpikir yang menganggap

budaya Melayu atau perkataan Melayu terkurung atau dipersempit dengan

dicirikan dengan beragama Islam dan menggunakan bahasa Melayu sebagai

bahasa ibu dalam berkomunikasi sebagaimana yang digunakan di Malaysia. Hal

ini yang coba dirubah oleh sebagian tokoh-tokoh Melayu salah satunya Huznisar

Hood. Didalam Revitalisasi Budaya Melayu dia mencoba memperlihatkan bahwa

budaya Melayu tidak bersifat stagnan, lokal, dan primordial.

Page 98: MOTTOrepository.ub.ac.id/4707/1/Theresia%20Intan%C2%A0... · 2020. 8. 18. · MOTTO “Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu

“produksi seni Melayu kontemporer yang saya usung sebenarnya

merupakan wujud dari pemberontakan itu bentuk yang saya tawarkan adalah

kolaborasi seni dan budaya lokal dengan budaya global. Ini sebenarnya sudah

dilakukan oleh Dayak, Jawa, dan Bali.” (Husnizar Hood, wawancara dalam

dokumentasi topomini Kota Tanjungpinang)

Tapi keraguan muncul juga di antara beberapa 'pendukung Melayu', seperti

yang tercermin dalam mengatakan Melayu sukar dipersatukan (Melayu sulit untuk

bersatu). Hari ini pandangan ini dipegang oleh banyak orang yang khawatir

tentang orang Melayu di Kepulauan Riau. Studi dan percakapan di Riau biasanya

fokus pada salah satu dari dua topik berikut: baik mencari kebesaran warisan

Melayu atau pencarian identitas Melayu yang dapat diterima oleh semua

kelompok. Melalui revitalisasi budaya Melayu ini, yang pertama dapat

memperkuat rasa percaya diri orang Melayu sebagai orang yang bermartabat,

sedangkan yang kedua upaya untuk merumuskan ciri-ciri dan karakteristik

kemelayuan yang tidak hanya mampu menahan ancaman budaya asing, tetapi juga

memberikan kesempatan untuk berpartisipasi dalam perubahan global.

Melayu di kawasan perbatasan kepulauan Riau khususnya Tanjungpinang

tidak saja merupakan etnis mayoritas, etnis yang datang misalnya Batak, Jawa,

Minang dan sebagainya menyesuaikan adat istiadat kebudayaan Melayu. Seperti

yang dikatakan oleh Wan Kamar selaku Kepala KesBangPol Kota Tanjungpinang

yang mengatakan bahwa :

Page 99: MOTTOrepository.ub.ac.id/4707/1/Theresia%20Intan%C2%A0... · 2020. 8. 18. · MOTTO “Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu

“Menelisik sejarah, Melayu itu sifatnya terbuka untuk

beradaptasi dengan etnis lain dengan kata lain orang melayu sebagai

tuan rumah, mereka (etnis diluar Melayu) tamu. Kita harus saling

menghargai. Apalagi orang Melayu sangat menjunjung tinggi budaya

Melayu.”

(Wawancara, 3 Mei,2017)

Sistem kekerabatan dan lokalitas cenderung diwarnai oleh tradisi-tradisi

etnis Melayu. Unsur-unsur budaya baru yang diserap dari kehidupan masyarakat

lokal segera menjadi bagian penting bagi masyarakat pendatang di pulau tersebut.

Dominan lama tidaknya unsur budaya lama yang masih mewarnai kehidupan para

pendatang etnis diluar kawasan perbatasan tentu sangat tergantung dari partisipasi

mereka dalam kehidupan masyarakat. Semakin tinggi tingkat partisipasi mereka

dalam kehidupan masyarakat setempat akan semakin mudah mereka

meninggalkan unsur-unsur budaya lama yang pernah menjadi bagian kehidupan

mereka. Semisal, orang-orang Bugis atau Jawa sejak tahun 1970-1980an dan tak

pernah kembali ke tanah mereka karena sudah menjadi seperti orang-orang

Melayu yang kehidupan sosial kulturalnya merupakan bagian dari etnis Melayu.

(Deedes, 2015)

Didalam media online (Pahlevi, 2016) juga dengan judul : Lis Darmansyah

Permudah Budak Melayu Bisa Jadi PNS di Pemko Tanjungpinang mengatakan

bahwa :

“Indentitas melayu harus terus dipertahankan dan diwariskan

kepada putra-putri melayu di Kota ini, generasi kita harus ada

eksistensinya, karena merekalah yang akan mengelola kearifan lokal

Page 100: MOTTOrepository.ub.ac.id/4707/1/Theresia%20Intan%C2%A0... · 2020. 8. 18. · MOTTO “Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu

dan menjaga budaya melayu yang ada di Provinsi Kepri, khususnya

Kota Tanjungpinang,”

Dikatakan Lis dalam berita, Pemerintah telah berupaya agar generasi melayu

dapat eksistensinya di daerah sendiri. Salah satunya pada saat penerimaan CPNS

beberapa waktu lalu, pemerintah lebih mengutamakan menerima anak-anak

tempatan, anak tempatan merupakan sebuah panggilan anak-anak yang sudah lahir

di kota Tanjungpinang dan juga bisa diluar suku melayu. Bisa dibilang persyaratan

bagi anak daerah tidak sulit, karena kita memberi ketentuan IPK yang lebih

standar dibandingkan orang-orang yang berasal dari luar Tanjungpinang. Oleh

karena itu, lanjut Lis, upaya untuk mempertahankan eksistensi generasi melayu,

bukan hanya tugas pemerintah semata, tetapi tugas bersama. Dikatakan lagi :

” Mari kita sama-sama berpikir untuk membangun generasi

melayu yang bisa menjadi tuan rumah di negeri sendiri,” ajak Lis

kepada seluruh tamu yang hadir. Sebagai budak Melayu, kata Lis,

dirinya memiliki kewajiban moral dan tanggungjawab terhadap

eksistensi generasi melayu, keberadaan anak tempatan harus kuat di

tanah sendiri.”

Di dalam berita online disebutkan bahwa pemuda daerah atau dalam bahasa

Melayu “Budak Melayu” sekarang bersifat luas tidak lagi ditujukan kepada orang

asli keturunan Melayu. Ini menunjukkan bahwa adanya pendefinisian ulang

identitas budaya melayu lebih terbuka. Walaupun memang masih mensiratkan

keputra daerahan tapi lebih dipahami semisal orangtuanya bersuku Bugis sudah

lama mendiami kota Tanjungpinang dan anaknya lahir di Tanjungpinang maka

anak itu bisa disebutkan anak Melayu karena tumbuh dan besar di tanah Melayu.

Page 101: MOTTOrepository.ub.ac.id/4707/1/Theresia%20Intan%C2%A0... · 2020. 8. 18. · MOTTO “Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu

Sebenarnya ini adalah menanamkan identitas dalam konteks ke lokalitas yang

dianggap pada nantinya menjaga budaya Melayu.

Eksistensi Melayu di Kota Tanjungpinang juga bisa dilihat bagaimana

pemerintah mendukung dan mendorong kegiatan budaya seperti Festival Tari

Zapin, Gawai Seni, Festival Sungai Carang dan juga Festival Pulau Penyengat.

Tradisi lisan juga selalu dipertahankan seperti pantun, gurindam, dan syair yang

diselipkan setiap acara atau kegiatan sebagai pembuka. Di kota Tanjungpinang,

pada setiap acara atau kegiatan bahkan didalam acara perkawinan jika kita tidak

berpantun maka acara tersebut dianggap sesuatu yang kurang afdol.

Demi melestarikan budaya Melayu di Kota Tanjungpinang, pemerintah juga

dari dulu telah memasukkan pengembangan kurikulum lokal di Sekolah Dasar dan

Sekolah Menengah Pertama yaitu bahasa Arab Melayu. Perkembangan zaman

telah membuat sejarah Melayu lokal tidak menjadi perhatian yang cukup besar di

generasi muda. Di zaman millennial ini yang seharusnya generasi muda melayu

mampu melestarikan kebudayaan Melayu begeser mengikuti tren ibukota dan

mulai asing dengan bahasa Melayu yang digunakan sebab Bahasa Melayu yang

digunakan oleh generasi tua lebih kepada bahasa Melayu “totok” dan generasi

muda berbahasa Melayu campuran. Salah satu faktor adalah masuknya budaya pop

Indonesia dan Media Indonesia dan banyak hal yang berubah secara cepat.

(Faucher, 2006)

Page 102: MOTTOrepository.ub.ac.id/4707/1/Theresia%20Intan%C2%A0... · 2020. 8. 18. · MOTTO “Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu

Kenapa eksistensi Melayu banyak digaungkan oleh tokoh-tokoh Melayu?

Budaya Melayu merupakan budaya yang memberikan kontribusi besar dalam

sejarah Indonesia dimana pahlawan nasional lokal Raja Haji Fisabililah (1727 –

1784) membuat gagasan-gagasan bahasa Indonesia yang diserap dari budaya

Melayu (Faucher, 2007). Mempertahankan eksistensi Melayu di Kota

Tanjungpinang untuk menghidupkan kembali kebanggaan etnis dalam konteks

identitas Melayu yang lebih luas dan terbuka.

5.3.1 Integrasi Budaya Kota Tanjungpinang yang Dibangun di Tengah

Masyarakat dengan Kentalnya Budaya Melayu

Didalam penelitian Carole Faucher menjelaskan pembentukan provinsi

Kepri (Kepulauan Riau) menjadi sangat penting untuk orang Melayu lokal ketika

sebagian besar ekonomi lokal berada di tangan etnis Tionghoa. Sebelum

pembentukan provinsi yang terpisah, Kepri adalah sebuah kabupaten yang terdiri

dari untaian pulau-pulau yang letaknya dekat dengan Singapura ataupun Malaysia.

Tanjungpinang sampai pada tahun 2001 merupakan ibukota kabupaten sebelum

akhirnya menjadi ibukota provinsi. Dimulai pada saat jatuhnya Suharto sebagai

presiden dan adanya awal proses desentralisasi, virua pemekaran juga merasuki

para pemimpin lokal di Tanjungpinang, ketika muncunya gagasan-gagasan

pertama tentang pemisahan Riau daratan, dengan ibukotanya Pekanbaru, dan

Kepulauan Riau disodorkan pada publik (Faucher, 2006).

Page 103: MOTTOrepository.ub.ac.id/4707/1/Theresia%20Intan%C2%A0... · 2020. 8. 18. · MOTTO “Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu

Hubungan antara kemelayuan dan mewarnai pembentukan provinsi baru

menegaskan dan dirumuskan pada sejumlah kesempatan semenjak Huzrin Hood

yang saat itu menjabat sebagai kepala distrik Kepulaua Riau yang pada saat itu

masih Provinsi Riau. Dalam desain yang diusulkan untuk Provinsi Kepri, Huzrin

Hood digambarkan dua aspek khusus untuk nusantara :

1. Kepulauan Riau adalah “real” pusat kebudayaan Melayu di Indonesia, ide

menantang pemimpin lahan Riau utama yang menemukan pusat

kemelayuan di Pekanbaru

2. Atribut maritim provinsi harus menjadi dasar ekonomi baru

Huzrin Hood menyatakan lebih lanjut bahwa harus memperkuat posisi

daerah jika ingin maju secara ekonomi dan menjadi benar-benar kompetitif. Inti

dari gagasannya adalah membentuk sebuah provinsi Melayu tersendiri ke

Kepulauan Riau. Meskipun Huzrin Hood dan mungkin orang-orang dibalik

gagasannya seakan ingin menciptakan sebuah provinsi atas dasar etnis yang akan

menguntungkan bagi orang-orang Melayu, dalam realita sebagian besar dari

populasi Batam,Karimun,Bintan dan Tanjungpinang adalah migran.

Dengan demikian akan lebih sulit menanamkan kemelayuan lokal sebagai

sebuah penanda identitas bagi provinsi baru ini khususnya Kota Tanjungpinang

sebagai ibukota provinsi. Wan Kamar menyebutkan bahwa :

Page 104: MOTTOrepository.ub.ac.id/4707/1/Theresia%20Intan%C2%A0... · 2020. 8. 18. · MOTTO “Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu

“Karena ketika ada upaya mendefinisikan masyarakat

Tanjungpinang berdasarkan kemelayuan maka diyakini dengan kata

lain, ketika kemelayuan kuat, disitu pembangunan ekonomi yang kuat

tapi mandeg karena akan ditentang oleh minoritas Tionghoa yang

memang menguasai sektor ekonomi.”

(Wawancara,3 Mei 2017)

Bukan hanya etnis Tionghoa saja, melainkan etnis lain yang sudah tinggal

lama di Kota Tanjungpinang yang merasa juga bagian dari Kota Tanjungpinang.

Dengan demikian, bangkitnya budaya dan komunitas lokal dalam bentuk politik

identitas hendaknya dalam koridor untuk tetap mendeklarasikan komitmen pada

demokrasi dan berpegang teguh pada Pancasila sebagai kritalisasi nilai-nilai

budaya bangsa, sehingga dalam aktualisasi dan penjabarannya dipahami sebagai

upaya mencari titik temu solidaritas kolektif bangsa yang majemuk dalam satu

hasrat memelihara dan melestarikan kehidupan bersama dalam satu tatanan hidup

harmoni penuh kemuliaan dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

(Buchari, 2014).

Multikulturalisme di Kota Tanjungpinang masuk dalam klasifikasi

Multikultural Otonomis yakni masyarakat plural dimana kelompok-kelompok

kultural utama berusaha mewujudkan kesetaraan (equality) dengan budaya

dominan dan menginginkan kehidupan otonom dalam kerangka politik yang

secara kolektif bisa diterima. Fokus pokok kelompok ini adalah untuk

mempertahankan cara hidup mereka, yang memiliki hak yang sama dengan

kelompok dominan yang artinya mereka menantang kelompok kultural dominan

Page 105: MOTTOrepository.ub.ac.id/4707/1/Theresia%20Intan%C2%A0... · 2020. 8. 18. · MOTTO “Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu

dan berusaha menciptakan suatu masyarakat dimana semua kelompok dapat eksis

sebagai mitra yang sejajar.

Perpat (Persatuan Pemuda Tempatan) Kota Tanjungpinang memberikan

ruang untuk menciptakan masyarakat multikultural. Organisasi ini merupakan

organisasi yang mewadahi pemuda-pemudi asli Tanjungpinang baik suku Melayu,

Tionghoa, dan lain-lain untuk berpartisipasi dan memberikan kontribusi untuk

kota Tanjungpinang dan menciptakan toleransi antar etnis.

Di dalam berita media online (HaluanKepri, 2015) Amat Tantoso

mengungkapkan bahwa :

“Saya dan sejumlah warga Tionghoa yang lahir dan mengabdi

di tanah Melayu, terpanggil untuk mengikuti serta berpartisipasi

dalam memberdayakan masyarakat tempatan untuk berperan aktif

dalam peran pembangunan di Provinsi Kepri”

Untuk itu, pihaknya juga melibatkan warga tempatan keturunan Tionghoa

masuk dalam kepengurusan Perpat Provinsi dan kabupaten/kota sehingga ikut

serta dalam membawa perubahan terhadap kondisi sosial masyarakat tempatan.

Tidak hanya Tionghoa, orang-orang Melayu, Bugis, Jawa dan Batak juga ikut

serta. Penuturan Oktavio Bintana dalam berita media online yang sama

(HaluanKepri, 2015) :

" Kita harus bahu-membahu tanpa mengeluh dan pantang

menyerah dalam usaha membawa perubahan pada kondisi sosial

masyarakat tempatan. Dengan demikian kita tidak menjadi penonton

di negeri sendiri."

Page 106: MOTTOrepository.ub.ac.id/4707/1/Theresia%20Intan%C2%A0... · 2020. 8. 18. · MOTTO “Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu

Antusiasme dalam menyambut perubahan sistem politik yang lebih

demokratis membentuk perilaku politik etnis bersama yang melahirkan

semangat kolektif, secara empiris telah semakin membuka peluang bagi

upaya demokratisasi dan partisipasi masyarakat sipil yang lebih luas dalam

perpolitikan dan kehidupan sosial di kota Tanjungpinang.

Dalam masyarakat multikultural, identitas bersama lebih ditekankan

pada pembentukan identitas nasional . Identitas nasional memungkinkan

individu –individu dan komunitas-komunitas yang berbeda, untuk menyatu

dalam suatu bingkai bernama komunitas politik dan menganggapnya

sebagai milik mereka, dan untuk kemudian membentuk rasa setia untuknya

(Buchari S. A., 2014).

Identitas nasional yang ada pada Kota Tanjungpinang memberikan

sebuah kekhasan bahwa secara geopolitik memang penduduk Indonesia tapi

adanya kedekatan dan budaya-budaya yang sama dengan negara tetangga

yaitu Malaysia. Hal ini lah yang memberi corak atau kekhasan sendiri

bagaimana integrasi politik dibentuk dengan menekankan identitas

kebersamaan yaitu identitas nasional tapi juga memiliki kedekatan

persaudaraan atau kekebaratan pada budaya yang sama dengan negara

tetangga yaitu Malaysia dan Singapura dan tidak pernah menjadi masalah

yang serius sampai pada saat ini karena karakteristik masyarakat Kota

Tanjungpinang yang memilikirasa kekerabatan.

Page 107: MOTTOrepository.ub.ac.id/4707/1/Theresia%20Intan%C2%A0... · 2020. 8. 18. · MOTTO “Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu

Karena alangkah baiknya ketika suatu kota mampu mengedepankan

kebersamaan dengan membongkar sekat-sekat perbedaan, agar menjadikan

Kota Tanjungpinang sebagai kota yang nyaman untuk dijadikan tempat

hidup tanpa harus takut konflik kesukuan yang mendominasi dan bisa

memberikan contoh.

Page 108: MOTTOrepository.ub.ac.id/4707/1/Theresia%20Intan%C2%A0... · 2020. 8. 18. · MOTTO “Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu

BAB VI

PENUTUP

6.1. Kesimpulan

Berdasarkan pengalaman sejarahnya, Kepulauan Riau memang merupakan

pusat berkumpulnya orang-orang dari berbagai penjuru daerah dengan beragam

adat dan suku yang kemudian menjadi entitas Melayu Kepulauan walaupun sulit

mendefinisikan identitas yang jelas di Kota Tanjungpinang. Gagasan-gagasan

tokoh Melayu yang didasarkan pada sejarah kesultanan dan bangsawan Melayu

dan disisi lain tidak didukung oleh orang Melayu kebanyakan yang bersifat tidak

melihat budaya Melayu golongan atas. Konsep identitas dalam penelitian ini lebih

kepada identitas kebudayaan yang tidak hanya dibentuk oleh suatu yang statis,

melainkan senantiasa berproses dan dinamis.

Berdasarkan pengalaman sejarahnya, Kepulauan Riau memang merupakan

pusat berkumpulnya orang-orang dari berbagai penjuru daerah dengan beragam adat

dan suku yang kemudian menjadi entitas Melayu Kepulauan walaupun sulit

mendefinisikan identitas yang jelas di Kota Tanjungpinang. Gagasan-gagasan tokoh

Melayu yang didasarkan pada sejarah kesultanan dan bangsawan Melayu dan disisi

lain tidak didukung oleh orang Melayu kebanyakan yang bersifat tidak melihat

budaya Melayu golongan atas. Konsep identitas dalam penelitian ini lebih kepada

identitas kebudayaan yang tidak hanya dibentuk oleh suatu yang statis, melainkan

senantiasa berproses dan dinamis.

Page 109: MOTTOrepository.ub.ac.id/4707/1/Theresia%20Intan%C2%A0... · 2020. 8. 18. · MOTTO “Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu

Kehidupan multietnis di kota Tanjungpinang tergolong cukup rukun, antara

satu dan lainnya saling menghargai dan menghormati. Namun tidak menutup

kemungkinan dapat terjadinya konflik yang disebabkan oleh beberapa hal. Ketika

etnis Tionghoa dikota-kota lain mengalami diskriminasi rasial maka berbeda di Kota

Tanjungpinang. Adanya hubungan sejarah dan keterikatan antara etnis Tionghoa dan

Melayu dalam sejarah di Kota Tanjungpinang sehingga tidak menyebabkan politik

identitas yang bersifat resisten. Usaha etnis Tionghoa dalam menunjukkan diri untuk

lebih diakui dalam dunia politikyang diprakarsai oleh Bobby Jayanto sebagai Ketua

DPRD kota Otonom yang beretnis Tionghoa pertama di Indonesia pada tahun 2002

sekarang dibuktikan dengan adanya wakil-wakil dari etnis Tionghoa seperti Reni,

Rudy Chua dan Hendry Frankim

Hal unik juga ditemui di Kota Tanjungpinang, bahwa kedai kopi yang tersebar

diseluruh sudut kota menjadi jembatan pembentukan identitas bersama dengan

menjadikan kedai kopi tempat bersilahturahmi antar kelompok ..

Banyaknya budaya etnis di kota Tanjungpinang yang sudah memiliki kemajuan

bahwa tidak ada watak ‘superioritas’ ataupun ‘etnosentrisme’ yang memandang

rendah etnis lainnya menunjukkan bahwa keterbukaan budaya Melayu terhadap

budaya-budaya etnis lainnya bahwa Melayu tidak bersifat tertutup lagi atau mutlak.

Budaya Melayu saat ini bersifat terbuka agar mampu berjalan di era global dan tidak

terkikis oleh kecenderungan generasi muda yang melupakan sejarah budaya Melayu

Page 110: MOTTOrepository.ub.ac.id/4707/1/Theresia%20Intan%C2%A0... · 2020. 8. 18. · MOTTO “Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu

Terakhir, masih adanya keterkaitan antara karakteristik etnis dan perilaku

politik suatu masyarakat di kota Tanjungpinang yang merujuk pada kebudayaan yang

dibawa ke panggung politik untuk menekankan suatu bentuk kepemilikan budaya dan

didominasi oleh Melayu. Budaya Melayu akan tetap menjadi identitas kedaerahan

tapi hanya sebagai bentuk identitas daerah dan bukan lagi sebagai alat politik untuk

memobilisasi yang digaungkan untuk isu Putra Daerah dalam kampanye-kampanye

pemilihan eksekutif ataupun legislatif di Kota Tanjungpinang

6.2 Saran

Penelitian tentang politik identitas dalam etnis dan budaya dapat

dikembangkan lagi oleh peneliti selanjuntya dengan teori yang luas dan berbeda

untuk memahami peristiwa sosial yang terjadi di Tanjungpinang ataupun daerah

lainnya.

Page 111: MOTTOrepository.ub.ac.id/4707/1/Theresia%20Intan%C2%A0... · 2020. 8. 18. · MOTTO “Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu

DAFTAR PUSTAKA

BUKU

Abdillah, U. (2002). Politik ldentitas Etnis. Magelang: Indonesia Tera.

Arikunto, S. (1998). Prosedur Penelitian Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta.

Buchari, & Sri Astuti. (2014). Kebangkitan Etnis Menuju Politik Identitas. Jakarta:

Yayasan Obor Indonesia.

Faucher, C. (2007). Menggugat Batas-batas di Kepulauan Riau. In H. S. Nordhlot, v.

G. Klinken, & I. Karang-Hoogenboom, Politik Lokal di Indonesia (p. 590). Jakarta:

Yayasan Pustaka Obor Indonesia.

Huntington, S. P. (1997). The Clash of Civilization. New York: Touchstone Book

BPS. (2015). Provinsi Kepulauan Riau dalam Angka 2015. Kepulauan Riau: Badan

Pusat Statistik.

Idi, A. (2009). Asimilasi Cina Melayu di Bangka. Yogyakarta: Tiara Wacana.

Nafsiah , S. (2000). PROF. HEMBING,Pemenang The Star of Asia Award. Pertama

di Asia Ketiga di Dunia. Jakarta: Prestasi Insan Indonesia.

Suryadinata, L. (2015). Pemikiran Politik Etnis Tionghoa Indonesia 1900-2002.

Jakarta: Pustaka LP3ES.

Putra, T. A., Patria, R., & Haris, A. (2011). The Tiger from Archipelago:Sebuah

Biografi Bobby Jayanto. Tanjungpinang: Katabaca.

Ritzer, G., & Goodman, D. J. (2011). Teori Sosiologi: Dari Teori Sosiologi Klasik

sampai dengan Perkembangan Teori Sosial Post-Modern. Bantul: Kreasi

Wacana.

Setyadiharja, R., & Nugraha, Y. S. (2016). Toponimi: Asal-usul Nama Daerah Kota

Tanjungpinang. Tanjungpinang: Badan Perpustakaan,Arsip dan Museum Kota

Tanjungpinang.

Page 112: MOTTOrepository.ub.ac.id/4707/1/Theresia%20Intan%C2%A0... · 2020. 8. 18. · MOTTO “Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu

Jemma, P. (2006:45). Kekerasan Anti Tionghoa di Indonesia 1996-1997. Denpasar:

Pustaka Larasan.

Kerlinger, F. N., & Simatupang, L. R. (1994). Asas-asas Penelitian Behavioral.

Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

Kountur, R. (2007). Metode Penelitian. Jakarta: Penerbit PPM

Kriyantono, R. (2006). Teknik Praktis Riset Komunikasi. Jakarta: Kencana.

Kymlicka, W. (2003). Kewargaan Multikultur (edisi terjemahan) . Jakarta: LP3ES.

Moleong, L. J. (2006). Moleong Metodelogi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT.

Remaja Rosdakarya Offset.

Patton, M. Q. (2009). Metode Evaluasi Kualitatif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Purdey , J. (2006). Kekerasan Anti Tionghoa di Indonesia 1996-1997. Denpasar:

Pustaka Larasan.

Rahoyo, S. (2010). Dilema Tionghoa Miskin. Yogyakarta: Tiara Wacana.

ochmawardiah, H. A. (2013). Diskriminasi rasial dalam hukum HAM : studi tentang

diskriminasi terhadap etnis Tionghoa. Bantul: Yogyakarta Genta Publishing.

Soehartono, I. (2008). Metode Penelitian Sosial. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Spardley, J. P. (1977). Metode Etnograf. Yogyakarta: Tiara Wacana.

Sugiyono. (2008). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung:

Alfabeta.

Suharto, I. (2004). Perekayasaan Metodologi Penelitian . Yogyakarta: ANDI.

Suparlan, P. (2004). Hubungan Antar Suku Bangsa. Jakarta: KIK Press.

Suryadinata, L. (2005). Pemikiran politik etnis Tionghoa Indonesia. Jakarta: Pustaka

LP3ES.

Suyanti, B. (2005). Metode Penelitian Sosial. Jakarta: Gramedia Widia Sarana

Indonesia.

Page 113: MOTTOrepository.ub.ac.id/4707/1/Theresia%20Intan%C2%A0... · 2020. 8. 18. · MOTTO “Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu

JURNAL

Lubis, N. A. (April 2006 ). MULTIKULTURALISME DALAM POLITIK: Sebuah

Pengantar Diskusi. Jurnal Antropologi Sosial Budaya ETNOVISI Vol. II No.

1, 3.

Al Azhar. (1997). Malayness in Riau. Brill, 765-773.

Deedes, A. R. (2015). Melayu di Atas Tiga Bendera: Konstruksi Identitas

Nasionalisme Masyarakat Perbatasan di Kepulauan Batam. Jurnal Ilmu Sosial

dan Ilmu Politik, 150.

Faucher, C. (2006). Popular discourse on identity politics and decentralisation in

Tanjung Pinang public schools. Asia Pacific Viewpoint, 273-285.

Heryanto, A. (2008). Southeast Asean Identities "Culture and Politic of

Representation in Malaysia, Singapore and Thailand. ISBN13: 978-0-415-

46112-2 (hbk), 8.

Komnas HAM, & GANDI. (2006). SBKRI : Analisis dan Hasil Pemantauan. Jakarta:

Kesbangpol. (2015). Data Walikota Tanjungpinang. Tanjungpinang: Kesbangpol.

Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Tanjungpinang. (2012).

Castells, M. (2010). The Power Identity . Oxford, UK: Blackwell Publishing Ltd.

Ramsey, G, P., Leslie, Vold, R. D., Edwina, & Battle. (2003). Multicultural education

: A Source Book. 2nd ed. London: Routledge Palmer.

Setiawan, R. (2012). SOLIDARITAS MEKANIK KE SOLIDARITAS ORGANIK

(Suatu Ulasan Singkat Pemikiran Emile Durkheim). Tanjungpinang: Pusat TIK

UMRAH & Tim Pengelola Web.

Subianto, B. (2009). "Ethnic Politics and The Rise of the Dayak Bureaucrats in Local

Election" dalam Deeping Democracy in Indonesia?Direct Elections for Local Leaders

(Pilkada). Pasir Panjang,Singapura: ISEAS.

Tanjungpinang, D. K. (2012).

Page 114: MOTTOrepository.ub.ac.id/4707/1/Theresia%20Intan%C2%A0... · 2020. 8. 18. · MOTTO “Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu

ARTIKEL

HaluanKepri. (2015, Maret 18). HaluanKepri.com. Retrieved June 8, 2017, from

Newa: http://www.haluankepri.com/batam/75350-perpat-lakukan-

pembenahan-organiasi-.html

Dedi. (2013, Januari 11). AntaraKepri.com. Retrieved Mei 26, 2017, from Politik:

http://kepri.antaranews.com/berita/23454/anggota-legislatif-ppib-dipilih-

bukan-karena-partainya

Pahlevi, F. (2016, Agustus 3). Lis Darmansyah Permudah Budak Melayu Bisa Jadi

PNS di Pemko Tanjungpinang. Tanjungpinang, Kepulauan Riau, -.

Panama, N. (2009, 9 5). Politik. Retrieved 5 25, 2017, from Kompas.com:

http://properti.kompas.com/read/2009/09/05/01381094/etnis.tionghoa.terus.be

rupaya.runtuhkan.tembok.imajinasi

Page 115: MOTTOrepository.ub.ac.id/4707/1/Theresia%20Intan%C2%A0... · 2020. 8. 18. · MOTTO “Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu