20ad6-Widyastika

9
PENGARUH RASIO PATI JAHE EMPRIT (Zingiber officinale var. Rubrum) SERTA PATI GARUT (Maranta arundinaceae L. var Creole ) DAN KONSENTRASI BAKING POWDER TERHADAP SIFAT FISIK KIMIA ORGANOLEPTIK COOKIES Widyastika Prayestha 1 , Sudarminto Setyo Yuwono 2 1) Alumni Jurusan Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya 2) Staf Pengajar Jurusan Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya ABSTRAK Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh rasio pati jahe : pati garut dan konsentrasi baking powder terhadap karakter fisik, kimia, dan organoleptik. Penelitian ini disusun secara faktorial yang dirancang dengan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 2 faktor. Faktor I terdiri dari 3 level yaitu Rasio Pati jahe : Pati Garut, faktor II terdiri dari 3 level meliputi konsentrasi baking powder 0%, 1%, 2% sehingga diperoleh 9 kombinasi perlakuan dengan 3 ulangan. Hasil Penelitian menunjukkan bahwa interaksi antara rasio pati jahe : pati garut dan konsentrasi baking powder berpengaruh nyata (α=0,05) terhadap rasa dan kerenyahan cookies. Perlakuan rasio pati jahe : pati garut dan konsentrasi baking powder berpengaruh nyata (α=0,05) pada kadar pati, kadar amilosa, kadar air, daya patah, daya kembang, dan warna. Kata Kunci: baking powder, cookies, pati jahe, pati garut ABSTRACT The purpose of this study was to determine the effect of ginger starch ratio: arrowroot starch and baking powder concentration on physical characteristics, chemical and organoleptic. This study was carried out using factorial-designed randomized block design (RBD) with 2 factors. The first factor consists of three levels namely ratio ginger starch: starch arrowroot, factor II consists of 3 levels include baking powder concentrations 0%, 1%, 2%, so that obtained nine combination treatments with 3 replications. The results this research indicate that the interaction between ginger starch ratio: arrowroot starch and baking powder concentration had significant effect (α = 0.05) on the taste and crispness of cookies. Treatment of ginger starch ratio: arrowroot starch and baking powder concentration had significant effect (α = 0.05) on the levels of starch, amylose content, water content, separate power, expansion power, and color. Key words: baking powder, cookies, ginger starch, arrowroot starch

description

ugagjh

Transcript of 20ad6-Widyastika

Page 1: 20ad6-Widyastika

PENGARUH RASIO PATI JAHE EMPRIT (Zingiber officinale var. Rubrum) SERTA PATI

GARUT (Maranta arundinaceae L. var Creole ) DAN KONSENTRASI BAKING POWDER

TERHADAP SIFAT FISIK KIMIA ORGANOLEPTIK COOKIES

Widyastika Prayestha1, Sudarminto Setyo Yuwono

2

1) Alumni Jurusan Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya

2) Staf Pengajar Jurusan Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh rasio pati jahe : pati garut dan

konsentrasi baking powder terhadap karakter fisik, kimia, dan organoleptik. Penelitian ini disusun

secara faktorial yang dirancang dengan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 2 faktor. Faktor

I terdiri dari 3 level yaitu Rasio Pati jahe : Pati Garut, faktor II terdiri dari 3 level meliputi

konsentrasi baking powder 0%, 1%, 2% sehingga diperoleh 9 kombinasi perlakuan dengan 3

ulangan. Hasil Penelitian menunjukkan bahwa interaksi antara rasio pati jahe : pati garut dan

konsentrasi baking powder berpengaruh nyata (α=0,05) terhadap rasa dan kerenyahan cookies.

Perlakuan rasio pati jahe : pati garut dan konsentrasi baking powder berpengaruh nyata (α=0,05)

pada kadar pati, kadar amilosa, kadar air, daya patah, daya kembang, dan warna.

Kata Kunci: baking powder, cookies, pati jahe, pati garut

ABSTRACT

The purpose of this study was to determine the effect of ginger starch ratio: arrowroot

starch and baking powder concentration on physical characteristics, chemical and organoleptic.

This study was carried out using factorial-designed randomized block design (RBD) with 2 factors.

The first factor consists of three levels namely ratio ginger starch: starch arrowroot, factor II

consists of 3 levels include baking powder concentrations 0%, 1%, 2%, so that obtained nine

combination treatments with 3 replications. The results this research indicate that the interaction

between ginger starch ratio: arrowroot starch and baking powder concentration had significant

effect (α = 0.05) on the taste and crispness of cookies. Treatment of ginger starch ratio: arrowroot

starch and baking powder concentration had significant effect (α = 0.05) on the levels of starch,

amylose content, water content, separate power, expansion power, and color.

Key words: baking powder, cookies, ginger starch, arrowroot starch

Page 2: 20ad6-Widyastika

PENDAHULUAN

Indonesia merupakan salah satu

negara pengekspor jahe yang cukup besar.

Pada tahun 2005 ekspor jahe segar mencapai

2.401.188 kg dengan nilai nominal US $

2.175.000 dengan negara tujuan Jepang,

Hongkong, China, Thailand, Singapura,

Philipina, Malaysia, Vietnam, India, Nigeria,

dan Australia (Anonymous, 2011).

Pemanfaatan jahe di Indonesia sendiri

cukup tinggi, salah satunya dimanfaatkan

sebagai produk jahe instan, akan tetapi pada

proses pengolahan jahe instan didapatkan

hasil samping berupa pati jahe yang cukup

tinggi namun memiliki nilai ekonomis yang

rendah dan belum termanfaatkan secara

maksimal. Setiap pengolahan 10 kg jahe

menjadi jahe instan menghasilkan kurang

lebih 1kg rendemen pati, oleh karena itu perlu

dilakukan pemanfaatan pati jahe dengan

mengaplikasikannya sebagai bahan baku

cookies yang diharapkan dapat meningkatkan

nilai ekonomis dan daya terima masyarakat.

Cookies merupakan salah satu makanan

ringan yang cukup digemari di Indonesia.

Terdapat banyak variasi rasa dari cookies

yang dipengaruhi oleh berbagai bahan baku

yang digunakan untuk memenuhi selera pasar

yang luas. Pada pembuatan cookies pati jahe

terdapat permasalahan yaitu after taste yang

kurang dapat diterima dan dihasilkan tekstur

yang remah atau mudah sekali pecah,

sehingga diperlukan penambahan tepung atau

pati dari bahan lain yang dapat mengurangi

atau bahkan menghilangkan after taste dan

membuat tekstur menjadi lebih kuat.

Garut mempunyai kandungan pati 10 -

20%, air 30 – 50%, protein 2 - 5%, lemak 0,1

- 0,3% dan mempunyai kandungan serat 1 -

3% (Pudjiono, 1998.). Kandungan karbohidrat

(85,2 g) dan zat besi (1,5 mg) pati garut lebih

tinggi, sedangkan kandungan lemaknya (0,20

g) lebih rendah dibandingkan tepung terigu

(1,3 g) dan tepung beras (0,5 g), namun

jumlah kalorinya hampir sama (Winarno,

2002). Oleh sebab itu dilakukan kombinasi

antara pati jahe dan pati garut dalam

pembuatan cookies.

Penelitian ini juga dilakukan

penambahan baking powder, karena baking

powder memiliki peranan penting dalam

pembuatan cookies, yaitu menghasilkan

tekstur cookies yang lebih baik dengan mutu

yang optimal, lebih mengembang, renyah, dan

tidak terlalu keras. Baking powder dengan

penggunaan yang tepat dapat

mengembangkan adonan sehingga produk

yang dihasilkan menjadi ringan dan lebih

renyah.

Dari uraian diatas maka diperlukan

penelitian tentang penghilangan after taste

dengan pengkombinasian rasio pati jahe

dengan pati garut dan perbaikan tekstur

cookies dengan cara penambahan konsentrasi

baking powder yang berbeda. Penelitian ini

juga dilakukan untuk mengoptimalkan proses

pembuatan cookies pati jahe – garut dengan

kajian rasio pati jahe : pati garut dan

konsentrasi baking powder, menguji karakter

fisik, kimia, dan organoleptik serta

mengetahui tingkat penerimaan konsumen.

METODE PENELITIAN

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan untuk pembuatan

biskuit yaitu mixer merk “National”,

timbangan merk “Fuji”, oven merk “Daichi”,

loyang, baskom plastik, sendok dan ayakan.

Sedangkan alat yang digunakan untuk analisa

yaitu timbangan analitik, penetrometer, color

reader, timbangan digital merk “Metler

2400”, desikator, labu kjedal, distilator,

soxlet, buret, kertas saring, petridish,

erlenmeyer, pendingin balik, penangas air,

pipet tetes, gelas ukur, beaker glass, spatula,

pipet ukur, corong, karet hisap, penjepit statif,

mortar dan kertas saring.

Bahan yang digunakan dalam

penelitian ini adalah pati jahe kotor yang

dibeli di UKM ”R.Rovit” Batu – Malang –

Jawa timur, pati garut yang dibeli pasar

Pahing Kediri, gula halus cap “Mawar”,

margarin merk “Blue Band”, baking powder,

dan telur. Semua bahan baku diperoleh dari

toko Avia Malang.

Rancangan Percobaan

Penelitian ini disusun secara faktorial

yang dirancang dengan Rancangan Acak

Kelompok (RAK) dengan 2 faktor. Faktor I

yaitu rasio pati jahe emprit : pati garut dan

faktor II yaitu konsentrasi baking powder

dengan 3 level perlakuan pada masing –

masing faktor sehingga didapatkan 9

Page 3: 20ad6-Widyastika

perlakuan yang diulang sebanyak tiga kali dan

didapatkan 27 unit percobaan.

Pencucian Pati Jahe Emprit

Untuk pencucian pati jahe emprit

dilakukan dengan memasukkan pati jahe

sebanyak 1 kilogram dimasukkan ke dalam

wadah. Kemudian ditambahkan aquades

sebanyak 3 liter kemudian diaduk hingga

homogen didiamkan selama 3 jam. Proses ini

diulang sebanyak sebanyak 5 kali sehingga

diperoleh pati yang bersih. Endapan pati yang

dihasilkan kemudian disaring menggunakan

kain saring dan dikeringkan. Pengeringan pati

menggunakan cabinet dryer pada suhu 50oC

selama 9 jam. Pati yang telah kering

dilakukan pengayakan 80 mesh dan siap

digunakan untuk membuat cookies.

Pembuatan Cookies

Persiapan bahan baku cookies sesuai

dengan kebutuhan untuk formula, kemudian

kocok gula halus dan margarin hingga

tercampur rata. Masukan telur satu per satu

sambil terus diaduk hingga rata dengan

menggunakan mixer kecepatan rendah. Jika

sudah tercampur merata marukan baking

powder ke dalam adonan. Ditempat lain

campur bahan kering (pati jahe, pati garut),

kemudian masukan ke adonan telur. Adonan

yang diperoleh kemudian dicetak dengan

berat 5 gram dan berbentuk bulat.

Analisa Data

Data yang dianalisa dengan ANOVA

dilanjutkan dengan perbandingan uji BNT,

dan jika terdapat interaksi dilanjutkan dengan

uji DMRT (Duncan Multiple Range Test)

dengan selang kepercayaan 5% dan 1%.

Untuk analisa uji organoleptik dianalisa

dengan uji kesukaan skala hedonik,

sedangkan untuk pemilihan perlakuan terbaik

dengan metode De Garmo. Dilanjutkan

dengan uji t untuk membandingkan antara

cookies perlakuan terbaik dengan cookies

kontrol (berbahan baku 100% tepung terigu).

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Karakteristik Bahan Baku

Analisis bahan baku yang dilakukan

untuk pati jahe emprit dan pati garut meliputi

kadar pati, kadar amilosa, kadar amilopektin,

kadar air, dan warna (kecerahan, kemerahan,

dan kekuningan). Hasil analisis beberapa

karakteristik dari pati jahe emprit dan pati

garut yang dapat dilihat pada Tabel 1 dan

Tabel 2:

Tabel 1. Perbandingan Karakteristik Pati

Jahe Emprit

Parameter Pati Jahe Emprit

Analisa Literatur

Kadar Air (%)

Kadar Pati (%)

Kadar

Amilosa (%)

Kadar

Amilopektin

(%)

Warna

10,50

80,23

30,16

69,84

L = 75,20

a* = 11,10

b* = 12,86

13a

79,84b

36,94b

63,06b

L = 71,73c

a* = 13,16c

b* = 11,83c

Sumber: a. Nirma (2004)

b. Hanum (2010)

c. Megan (2012)

Tabel 2. Perbandingan Karakteristik Pati

Garut

Parameter Pati Garut

Analisa Literatur

Kadar Air (%)

Kadar Pati (%)

Kadar

Amilosa

(%)

Kadar

Amilopektin

(%)

Warna

11,21

90,10

31,84

68,16

L = 68,35

a* = 13,34

b* = 21,70

10,41-13,09

92,24-98,78

29,67-31,94

55,81-69,16

L = -

a* = -

b* = -

Sumber: (Marianti, 2002)

Tabel 1 dan 2 Menunjukan bahwa

kadar air berdasarkan penelitian pada pati

jahe emprit 10,50%. Dari data terlihat adanya

perbedaan kadar air hasil analisa dengan

literatur. Hasil analisa kadar air ini lebih

rendah dari pernyataan Nirma (2004) bahwa

pati jahe memiliki kadar air sebesar 13%.

Hasil analisa kadar air pada pati garut

diperoleh kadar air sebesar 11,21%. Hasil

analisa kadar air pada penelitian ini sudah

sesuai dengan kisaran yang tecantum pada

literatur. Menurut Marianti (2002) kadar air

pati garut berkisar antara 10,41-13,09%.

Page 4: 20ad6-Widyastika

Adanya perbedaan kadar air dalam pati jahe

emprit dan pati garut ini kemungkinan

dipengaruhi oleh proses pengeringan yang

dilakukan. Proses pengeringan adalah cara

mengeluarkan atau menghilangkan sebagian

air dari suatu bahan pangan, dengan cara

menguapkan sebagian air yang terkandung

dalam bahan pangan dengan menggunakan

energi panas sehingga yang tertinggalnya

padatan dari bahan.

Pati jahe emprit yang digunakan

dalam penelitian ini memiliki kadar pati

sebesar 80,23%. Hasil analisa yang didapat

lebih rendah dari Hanum (2010) yang

menyatakan bahwa pati jahe emprit memiliki

kadar pati sebesar 79,84%. Sedangkan hasil

analisa pada pati garut diperoleh kadar pati

sebasar 90,10%, hasil ini lebih rendah di

banding dengan literatur 92,24 - 98,78%

(Marianti, 2002). Hal ini dimungkinkan

karena perbedaan umur panen, musim,

tekkstur tanah, serta iklim penanaman jahe

dan garut yang menyebabkan komposisi

kimia yang terkandung di dalam keduanya

pun berbeda. Selain itu, hal ini diduga karena

dilakukannya proses pemurnian pati melalui

proses pencucian hingga lima kali,

perendaman, dan pengeringan pada pati jahe

emprit kembali sehingga benar-benar

didapatkan pati jahe emprit murni.

Berdasarkan hasil analisa, didapatkan

kadar amilosa dan amilopektin dalam pati

jahe emprit masing-masing sebesar 30,16%

dan 69,84% sehingga pati jahe emprit ini

dapat digolongkan sebagai bahan yang

memiliki kadar amilosa tinggi. Kadar amilosa

dan amilopektin dalam pati garut ini sesuai

dengan kisaran literatur yaitu 29,67 - 31,34%

dan 55,81 - 69,16% (Marianti, 2002).

Sedangkan pada penelitian diperoleh hasil

masing-masing sebesar 31,4% dan 68,16%,

pati garut ini dapat digolongkan sebagai

bahan yang memiliki kadar amilosa tinggi.

Winarno (2002) menyatakan bahwa bahan

yang memiliki kadar amilosa 25 - 33% dapat

dikatakan sebagai bahan dengan kadar

amilosa tinggi.

Berdasarkan hasil analisa warna pada

pati jahe emprit diperoleh nilai kecerahan (L)

75,20, kemerahan (a*) 11,10, dan kekuningan

(b*) 12,86. Dari data tersebut terlihat bahwa

adanya perbedaan hasil pembacaan warna

dari hasil analisa dengan literature. Menurut

Megan (2012), pati jahe emprit memiliki nilai

kecerahan (L) 71,73, kemerahan (a*) 13,16,

dan kekuningan (b*)11,83. Adanya perbedaan

dari hasil analisa dengan literatur diduga

karena proses lama waktu pencucian,

perendaman, dan pengeringan pati jahe emprit

yang berbeda. Hasil analisa warna pada pati

garut diperoleh nilai kecerahan (L) 68,35,

kemerahan (a*) 13,34, dan kekuningan (b*)

21,70. Warna pati garut dapat mempengaruhi

warna cookies yang dihasilkan karena pati

garut memiliki warna yang terlihat lebih

kuning dan lebih gelap dibandingkan pati jahe

emprit.

2. Karakteristik Kimia Edible Film

Hasil analisa kadar pati, kadar

amilosa, dan kadar air cookies akibat berbagai

perlakuan rasio pati jahe emprit dan pati garut

serta konsentrasi baking powder disajikan

dalam Tabel 3.

Tabel 3. Pengaruh Perlakuan Rasio Pati

Jahe Emprit dan Pati Garut

Serta Konsentrasi Baking

Powder Kadar

Pati

(%)

Kadar

Amilosa

(%)

Kadar

Air

(%)

Rasio Pati

Jahe Emprit :

Pati Garut (%)

80:20 53,38 a 14,67 a 3,94 a

70:30 55,51 b 15,59 b 4,35 b

60:40 58,30 c 16,77 c 4,74 c

Konsentrasi

Baking

Powder (%)

0

1

2

55,34 a

55,91 a

55,94 a

15,87 a

15,69 a

15,48 a

4,23 a

4,28 a

4,52 a

BNT 0,221 0,583 0,677 Keterangan: Angka yang didampingi huruf yang sama

menunjukkan tidak berbeda nyata (p<0,05)

Berdasarkan Tabel 3 menunjukkan

bahwa ada kecenderungan semakin besar

rasio pati jahe emprit dan menurunnya rasio

pati garut maka kadar pati cookies yang

dihasilkan semakin rendah. Sedangkan untuk

perlakuan penambahan konsentrasi baking

powder, terjadi penurunan kadar pati akibat

penambahan konsentrasi baking powder. Hal

ini dikarenakan jumlah kadar pati awal bahan

yaitu pati jahe emprit relatif lebih rendah

dibandingkan dengan pati garut. Berdasarkan

hasil analisa kadar pati pati jahe emprit

diperoleh sebesar 80,23%, sedangkan hasil

analisa kadar pati pada pati garut diperoleh

Page 5: 20ad6-Widyastika

sebesar 90,10%. Semakin besar rasio pati jahe

emprit yang digunakan maka kadar pati yang

dihasilkan akan semakin rendah.

Tabel 3 menunjukan bahwa kadar

amilosa cookies yang cenderung meningkat

dengan adanya peningkatan rasio

penambahan pati garut, dan cenderung

menurun seiring dengan adanya penurunan

rasio pati jahe emprit. Hal ini terjadi karena

kadar amilosa dari pati garut lebih tinggi

dibandingkan dengan kadar amilosa dari pati

jahe emprit. Pati garut ini dapat digolongkan

sebagai bahan yang memiliki kadar amilosa

tinggi. Menurut Winarno, (2002) bahan yang

memiliki kadar amilosa 25 - 33% dapat

dikatakan sebagai bahan dengan kadar

amilosa tinggi. Kadar amilosa yang tinggi

tersebut dapat digunakan sebagai bahan

pembuatan cookies karena komponen amilosa

yang tinggi mampu membentuk adonan yang

lebih kuat.

Pada tabel 3 hasil analisa

menunjukkan rerata kadar air pada cookies

mengalami penurunan seiring semakin

meningkatnya rasio penambahan pati jahe

emprit dan menurunnya rasio pati garut.

Peningkatan kadar air seiring dengan

meningkatnya rasio pati garut dan

menurunnya rasio penambahan pati jahe

emprit disebabkan oleh tingginya kadar pati

dari pati garut. Menurut Marianti (2002)

kandungan kadar pati yang terkandung dalam

pati garut berkisar antara 92,24% - 98,78%,

sedangkan kadar pati pada pati jahe emprit

sebesar 79,84% (Hanum, 2010). Adanya

penurunan kadar air cookies apabila rasio

pati jahe emprit dinaikkan dan rasio pati garut

diturunkan. Selain itu, granula pati

mempunyai kemampuan menyerap air yang

sangat besar karena jumlah gugus hidroksil

pati sangat besar (Winarno, 2002).

Besarnya nilai kadar air pada cookies

juga dipengaruhi oleh kadar pati cookies.

Adapun korelasi antara kadar pati cookies dan

kadar air cookies yang dapat dilihat pada

Gambar 4.

Gambar 1 Grafik Regresi antara Kadar Pati dan Kadar Air

Cookies

Berdasarkan Gambar 1 diatas

menunjukkan bahwa kadar pati cookies

memberikan pengaruh terhadap kadar air

cookies yang dihasilkan dan memberikan

korelasi yang positif. Hal ini menunjukkan

bahwa semakin tinggi kadar pati yang

terkandung dalam cookies maka kadar air dari

cookies juga akan semakin tinggi. Yang

artinya cookies semakin tinggi rasio

penambahan pati garut dalam cookies maka

kadar patinya akan tinggi, dan begitu juga

dengan kadar air cookies. Menurut

Wirakartakusumah, et al (1986) apabila

kadar amilosa tinggi, maka pati juga akan

tnggi dan bersifat kering, kurang lekat dan

cenderung meresap air lebih banyak

(higroskopis).

Page 6: 20ad6-Widyastika

3. Karakteristik Fisik Cookies

Tabel 4. Pengaruh Perlakuan Rasio Pati Jahe Emprit dan Pati Garut Serta

Konsentrasi Baking Powder

Daya

Patah

(N)

Daya

Kembang

(%)

L a* b*

Rasio Pati Jahe

Emprit : Pati

Garut (%)

80:20 3,52 a 19,79 a 61,82 a 2,98 18,52 a

70:30 4,32 b 19,60 a 61,82 a 2,62 19,05ab

60:40 5,10 c 20,08 a 63,28 c 2,54 19,39 b

Konsentrasi

Baking Powder

(%)

0

1

2

4,65 a

4,34 b

3,95 c

9,00 a

20,52 b

29,95 c

61,90 a

62,56 a

2,83

2,56

19,07 a

18,86 a

62,84 a 2,74 19,03 a

BNT 0,33 2,90 1,04 - 0,37 Keterangan: Angka yang didampingi huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata (p<0,05)

Daya patah cookies cenderung

meningkat dengan bertambahnya rasio pati

garut dan menurunya penambahan rasio pati

jahe emprit. Sedangkan untuk perlakuan

konsentrasi baking powder, nilai tekstur

cookies semakin kecil dengan meningkatnya

konsentrasi baking powder (Tabel 4). Hal ini

disebabkan oleh lebih tingginya kadar pati

pada pati garut, sehingga perlakuan yang

memiliki penambahan rasio pati garut tinggi

maka kadar patinya juga akan tinggi. Menurut

pernyataan Guilbert and Biquet (1990) bahwa

polisakarida dapat berfungsi dalam menjaga

kekompakan dan kestabilan cookies. Semakin

banyak polisakarida penyusunnya akan

meningkatkan kekuatan peregangan sehingga

kemampuan untuk meregang semakin besar

dan tahan terhadap kepatahan.Menurut Hui

(1999) semakin tinggi nilai tekstur,

menunjukkan rendahnya nilai kerenyahan,

sebaliknya tekstur yang paling rendah justru

menunjukkan sifat kerenyahan yang paling

baik dari produk cookies. Penurunan nilai

daya patah dengan meningkatnya konsentrasi

baking powder. Penurunan ini disebabkan

oleh sifat dari baking powder yang mampu

menghasilkan CO2. Adanya CO2,

menyebabkan terbentuknya rongga-rongga

pada produk sehingga produk mudah patah

dan renyah (Ikrawan, 2006 dalam Nizar,

2010).

Tabel 4 menunjukan bahwa daya

kembang pada cookies cenderung meningkat

seiring dengan semakin meningkatnya

penambahan konsentrasi baking powder. Hal

ini disebabkan karena semakin tingginya

penambahan konsentrasi baking powder maka

pada saat pengovenan air yang terikat dalam

gel pati akan mudah menguap. Air mula –

mula akan menjadi uap akibat meningkatnya

suhu, kemudian uap akan mendesak jaringan

sel untuk keluar, sehingga terbentuklah

kantung – kantung udara, produk berongga,

mengalami pemekaran dan pengembangan.

Keadaan tersebut sesuai dengan sifat baking

powder yang disebutkan Sebti, et al (2002)

bahwa baking powder mampu memperbesar

pemekaran bahan karena dapat menghasilkan

gas karbondioksida pada saat bahan

mengembang terkena air dan panas.

Berdasarkan Tabel 4 penambahan pati

jahe emprit yang semakin tinggi akan

menyebabkan warna cookies semakin cerah

sehingga dapat menurunkan tingkat

kekeruhan. Hal ini dikarenakan semakin

banyaknya rasio pati jahe emprit yang di

tambahkan. Pati jahe emprit memiliki warna

yang lebih putih dibandingkan dengan warna

pati garut. Megan (2012) mengatakan bahwa

tinggkat kecerahan pada pati jahe emprit

sebesar 71,73. Menunut Marianti (2002) nilai

tingkat kecerahan pada pati garut sebesar

60,80. Lebih putihnya warna dari pati jahe

emprit ini dimungkinkan karana adanya

proses penjernihan atau pencucian dengan

menggunakan air sebanyak 5 kali. Proses

pencucian ini diduga dapat mengurangi

bahkan menghilangkan pengotor yang masih

terdapat pada pati jahe emprit. Oleh karena itu

semakin tingggi rasio pati jahe yang

ditambahkan pada cookies maka tingkat

kecerahan cookies akan semakin tinggi pula.

Page 7: 20ad6-Widyastika

Berdasarkan Tabel 4 menunjukan

bahwa dengan meningkatnya rasio

penambahan pati jahe emprit dan

menurunnyan rasio pati garut pada cookies

maka tingkat kekuningannya akan semakin

menurun. Hal ini disebabkan oleh warna awal

dari pati garut yang sedikit kusam atau keruh

dibandingkan dengan warna dari pati jahe

emprit yang sedikit lebih putih. Megan (2012)

menyatakan bahwa pati jahe emprit memiliki

tingkat kekuningan sebesar 11,83, sedangkan

menurut Pudjiono (1998) pada pati garut

memiliki tingkat kekuningan sebasar 18,76.

Dengan rasio penambahan pati garut yang

semakin tinggi maka akan menghasilkan

cookies dengan tingkat kekuningan yang juga

akan semakin tinggi.

4. Karakteristik Organoleptik Cookies

Tabel 5. Karakteristik Organoleptik Cookies

Rasio Pati Jahe

Emprit : Pati

Garut (%)

Konsentrasi

Baking Powder

(%)

Warna Rasa Aroma Kerenyahan

80:20

0

1

2

5,20

5,05

5,05

3,60 ab

3,40 ab

3,15 a

4,90

4,90

4,65

3,25 a

4,30 bc

4,80 bc

70:30

0

1

2

4,95

5,05

4,80

5,00 cd

4,50 bc

4,50 bc

4,85

4,90

4,95

3,95 ab

5,20 cd

5,25 cd

60:40

0

1

2

4,90

5,00

4,95

6,15 e

5,75 de

5,60 de

5,15

5,05

5,25

5,45 cd

5,90 de

6,30 e

Keterangan : Angka yang didampingi huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata (p<0,05)

Tingkat kesukaan panelis terhadap

warna cookies semakin naik seiring kenaikan

rasio pati jahe emprit dan turunya pati garut

80 : 20% sebesar 5,37 dan kesukaan panelis

menurun seiring dengan kenaikan pati garut

dan penurunan pati jahe emprit 60 : 40%

sebesar 5,07. Menurut panelis, warna cookies

yang dihasilkan yaitu putih kecoklatan dan

panelis lebih suka warna cookies yang lebih

cerah. Warna cookies yang lebih putih atau

lebih cerah ini diduga dikarenakan rasio

penambahan pati jahe emprit pada cookies

yang lebih tingi dibandingkan dengan rasio

penambahan pati garut. Menurut Marianti

(2002) tingkat kecerahan dari pati garut

adalah 68,35, sedangkan menurut Megan

(2012) nilai tingkat kecerahan pati jahe emprit

sebesar 71,73.

Diketahui bahwa rasa cookies

meningkat seiring dengan meningkatnya rasio

pati garut dan menurunnya pati jahe emprit

serta menurunnya konsentrasi baking powder.

Diduga hal ini dikarenakan semakin kecil

rasio penambahan pati jahe emprit, maka

tidak timbul after taste yang disebabkan oleh

oleoresin yang masih terkandung dalam pati

jahe emprit. Menurut Nirma (2004) senyawa

oleoresin jahe merupakan cairan kental

berwarna kuning, dan rasanya cendrung pedas

dan pahit. Masih terdapatnya oleoresin pada

pati jahe emprit dimungkinkan karena pada

saat proses penjernihan pati jahe oleoresin

belum bisa hilang sepenuhnya. Sedangkan

untuk perlakuan konsentrasi baking powder,

diketahui bahwa semakin besar konsentrasi

baking powder yang ditambahkan, maka

kesukaan panelis terhadap rasa cookies

menurun. Diduga semakin banyak konsentrasi

baking powder yang digunakan maka cookies

yang dihasilkan menjadi pahit dan getir.

Anonymous (2011) menjelaskan bahwa

baking powder sering ditambahkan dalam

pembuatan cookies agar cookies menjadi

renyah dan garing. Baking powder yang

digunakan dalam jumlah sedikit, karena jika

berlebihan akan meninggalkan rasa pahit dan

getir.

Tingkat kesukaan panelis terhadap

aroma cookies semakin menurun seiring

kenaikan rasio pati jahe emprit dan turunnya

pati garut (80 : 20%) sebesar 4,90 dan

kesukaan panelis naik seiring dengan

kenaikan pati garut (60 : 40%) sebesar 5,08.

Hal ini disebabkan karena pada perlakuan

Page 8: 20ad6-Widyastika

rasio pati jahe emprit dan pati garut (80 :

20%) memiliki aroma khas dari pati jahe yang

kurang disukai oleh para panelis. Aroma khas

tersebut disebabkan oleh adanya minyak atsiri

yang masih terkandung dalam pati jahe

emprit. Menurut Rukamana (2000) dalam

jahe emprit terkandung 1-3% minyak atsiri.

Diketahui bahwa semakin besar rasio

penambahan pati garut maka tingkat kesukaan

panelis terhadap kerenyahan cookies akan

semakin tinggi, sebaliknya semakin kecil

rasio penambahan pati jahe emprit maka

tingkat kesukaan kesukaan panelis terhadap

kerenyahan cookies semakin rendah. Hal ini

disebabkan kandungan pati yang terkandung

pada pati garut lebih tinggi dibandingkan

dengan kandungan pati yang terkandung pada

pati jahe emprit. Semakin tinggi kadar pati

yang terkandung pada cookies maka tekstuk

yang terbentuk akan lebih kompak.

Penambahan konsentrasi baking powder pada

pembuatan cookies juga dapat mempengaruhi

tingkat kerenyahan yang dihasilkan oleh

cookies. Baking powder akan membentuk

rongga-rongga pada adonan ketika adonan

tersebut dioven atau dipanaskan. Semakin

banyak rongga yang terbentuk, maka

kerenyahan cookies semakin tinggi, sehingga

lebih disukai oleh panelis.

5. Penentuan Perlakuan Terbaik

Dalam penentuan perlakuan terbaik

parameter fisik kimia dan organoleptik

didapatkan cookies dengan perlakuan rasio

pati jahe emprit 60% : pati garut 40% serta

konsentrasi baking powder 2% (Lampiran 16

dan 17) memiliki nilai produk tertinggi. Nilai

parameter fisik kimia dan organoleptik

cookies perlakuan terbaik yang dibandingkan

dengan kontrol yang merupakan produk dari

cookies yang mengunakan 100% pati jahe dan

0% baking powder, yaitu dengan cara

dilakukan uji t yang dapat dilihat pada Tabel

6.

Tabel 6. Perbandingan Nilai Perlakuan

Fisik Kimia dan Organoleptik Cookies

Perlakuan Terbaik dengan Kontrol

Parameter Perlakuan

Terbaik Kontrol

Kadar Air (%) 5,12* 2,62

Kadar Pati (%) 58,25* 57,94

Kadar Amilosa (%) 17,70* 15,24

Daya Kembang (%) 30,76* 10,69

Daya Patah (N) 4,61* 3,65

Kecerahaan (L) 61,33* 69,12

Kemerahan (a) 3,14 2,04

Kekuningan (b) 19,24 17,03

Warna 5,45 5,6

Aroma 5,3*

5,1

Rasa 6,1* 3,25

Kerenyahan 5,8 3,25

Kadar Lemak (%) 19,42

Kadar Protein (%) 1,24

Kadar Abu (%) 1,24

Keterangan *: berbeda nyata pada taraf 5%

KESIMPULAN

1. Interaksi dari rasio pati jahe emprit

dan pati garut serta konsentrasi baking

powder berpengaruh terhadap rasa dan

kerenyahan cookies.

2. Perlakuan terbaik cookies parameter

fisik kimia diperoleh dari kombinasi

rasio pati jahe emprit dan pati garut

(60%:40%) dengan konsentrasi baking

powder (2%), memiliki nilai kadar air

5,12%, kadar pati 58,25%, kadar

amilosa 32,04%, Daya Kembang

30,76, daya patah 4,61N, Kecerahan

(L) 61,33, Kemerahan (a) 3,14,

Kekuningan (b) 19,24.

3. Perlakuan terbaik parameter

organoleptik diperoleh cookies dari

kombinasi rasio pati jahe emprit dan

pati garut (60%:40%) dengan

konsentrasi baking powder (2%),

dengan penilaian warna 5,45 (agak

suka), rasa 6,1 (suka), aroma 5,3 (agak

suka), dan kerenyahan 5,8 (suka).

SARAN

1. Untuk meningkatkan tekstur cookies

yang memiliki nilai terkstur rendah

pada penggunaan rasio pati jahe

emprit yang tinggi maka perlu

dilakukan penelitian lanjutan

penggunaan tepung terigu sebagai

Page 9: 20ad6-Widyastika

pengganti pati garut atau penambahan

emulsifier.

2. Untuk menghilangkan after taste pada

cookies dengan penggunaan rasio pati

jahe emprit yang tinggi, maka perlu

dilakukan pemurnian pati jahe emprit

dengan menggunakan pelarut organik

untuk menghilangkan kadar oleoresin

yang masih terdapat pada pati jahe

emprit, sehingga didapatkan rasa dan

aroma cookies yang lebih disukai oleh

konsumen.

DAFTAR PUSTAKA Anonymous, 2011. Jahe Emprit Basah (fresh little

ginger).

http://www.jamujatim.com/2011/03/halo.html.

Diakses tanggal 22 Mei 2012.

Ghasemlou, M., F. Khodaiyan, A. Oromiehe, and M.S.

Yarmand. 2011. The role of ginger starch as a

binder in acetaminophen tablets. International

Journal of Biological Macromolecules. 49:378–

384.

Guilbert, S. and B. Biquet. 1990. Edible Film and

Costing in Food Packaging Technology Vol 1.

VCH Publisher Inc. New York.

Hanum, F. 2010. Pemanfaatan Pati Jahe

(Zingiberofficinale) Sebagai Bahan

Pembuatan Edible Film. Skripsi.THP-UB.

Malang.

Hui, Y.H. 2006, Handbook of Food Science,

Technology, and, Engineering Volume 3 .

134:1-123. CRC Press. USA. Ikrawan, Yusep. 2006. Biskuit, Makanan Pengganti

Saat Lapar.

http://www.pikiranrakyat.com/cetak/2006/12200

6/28/cakrawala/lain05.htm. Diakses Tanggal 11

Oktober 2012.

Marianti, 2002. Karakteristik Sifat Fisikokimia Pati

dan Tepung Garut (Maranta arundinaceae L.)

dari Beberapa Varietas Lokal. Skripsi Fakultas

Teknologi Pertanian. IPB.

Megan. 2012. Pemanfaatan Pati Jahe Emprit

(Zingiberofficinale) Sebagai Bahan

Pembuatan Edible Film. Skripsi. THP-UB.

Malang.

Nirma, K. 2004. Ginger The Genus Zingiber. PN

Ravindron, CRC Press. USA.

Peroval, C., F. Debeaufort, D. Despre, and A. Voilley.

2002. Food Science Fifth Edition. Journal of

Agricultural and Food Chemistry. 50:3977-3983

Pudjiono, E. 1998. Seminar dan Loka karya

pengembangan Tanaman Garut Sebagai

Sumber Bahan Baku Alternatif Industri

Pangan. Universitas Brawijaya. Malang

Rukmana, R. 2000. Usaha Tani Jahe. Kanisius.

Yogyakarta.

Sebti, I., F. Ham-Pichavant, and V. Coma. 2002.

Technology of Biscuits, Crackers and Cookies.

Journal Agric. Food Chem. 50:4290-4294.

Utami, I.S. 1992. Pengolahan Roti. PAU Pangan dan

Gizi UGM.Yogyakarta.

Winarno, F.G. 2002. Kimia Pangan dan Gizi. PT.

Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Wirakartakusumah, M.A., A. Apriantono, M.S.,

Ma’arif, Suliantari, D.Muchtadi dan K. Otaka,

1986. Isolation And Caracterization of Sago

Starch And Its Utilation For Production of

Liquid Sugar, dalam FAO (ed.), The

Development of The Sago Palm and its

Products. Report of the FAO/BPP Teknologi

Consultation, Jakarta, Januari 16 – 21, 1984.