208174322 Laporan Kuliah Kerja Lapangan Fakultas Hukum Universitas Palangka Raya
-
Upload
fhadillah-fazriani -
Category
Documents
-
view
167 -
download
2
Transcript of 208174322 Laporan Kuliah Kerja Lapangan Fakultas Hukum Universitas Palangka Raya
-
1
KEWENANGAN KEJAKSAAN DALAM PENYIDIKAN
TINDAK PIDANA KORUPSI
(Studi Penelitian di Kejaksaan Negeri Palangka Raya)
LAPORAN KKL
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat
Dalam Menempuh Mata Kuliah KKL
OLEH:
NAMA : ERIK SOSANTO
NIM : EAA 110 039
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS PALANGKA RAYA
FAKULTAS HUKUM
2014
-
2
HALAMAN PERSETUJUAN
KEWENANGAN KEJAKSAAN DALAM PENYIDIKAN
TINDAK PIDANA KORUPSI
(Studi Penelitian di Kejaksaan Negeri Palangka Raya)
OLEH:
NAMA : ERIK SOSANTO
NIM : EAA 110 039
Disetujui Pada Tanggal :
An. Kepala
Kejaksaan Negeri Palangka Raya Dosen Pembimbing KKL,
Kasi Pidsus,
HAIRUN AZHARI, S.H., M.H Hj. NOVEA ELYSA W, S.H., M.H
NIP. 19701230 199803 1 001 NIP. 19801113 200801 2 010
Laboratorium Ilmu Hukum
Ketua,
ARIS TOTELES,S.H,M.H.
NIP. 19790506 200312 1 002
Mengetahui
Dekan,
LODI H. INOH, S.H,M.H.
NIP. 19540517 198603 1 002
-
3
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur Penulis panjatkan atas kehadiran Tuhan Yang Maha Esa
karena berkat kemurahan dan karuniaaNya sehingga Penulis dapat menyelesaikan
Laporan Kuliah Kerja Lapangan (KKL) ini dengan Judul KEWENANGAN
KEJAKSAAN DALAM PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI (Studi
Penelitian di Kejaksaan Negeri Palangka Raya).
Selama penyelesaian Laporan Kuliah Kerja Lapangan (KKL) ini, Penulis
banyak memperoleh tantangan dan hambatan akan tetapi berkat bantuan dari
berbagai pihak tantangan itu bisa teratasi. Oleh karena itu, pada kesempatan ini
Penulis ingin menyampaikan rasa hormat dan terimakasih yang tulus kepada :
1. Bapak LODI H. INOH, S.H, M.H; selaku Dekan Fakultas Hukum
Universitas Palangka Raya;
2. Bapak JOHN TERSON, S.H, M.Hum; selaku Dosen Pembimbing
Akademik Penulis yang banyak memberi masukan-masukan dan nasehat
yang sangat berharga kepada Penulis selama menempuh pendidikan di
Fakultas Hukum Universitas Palangka Raya;
3. Bapak ARISTOTELES, S.H, M.H; selaku Ketua Laboratorium Fakultas
Hukum Universitas Palangka Raya;
4. Ibu Hj. NOVEA ELYSA WARDHANI, S.H, M.H; selaku Dosen
Pembimbing Kuliah Kerja Lapangan (KKL) yang telah membimbing
Penulis dalam penyusunan laporan ini;
5. Bapak SANDI, S.H, M.H; Selaku Kepala Kejaksaan Negeri Palangka
Raya;
-
4
6. Bapak HAIRUN AZHARI, S.H, M.H; Selaku Kepala Seksi Tindak
Pidana Khusus Kejaksaan Negeri Palagka Raya;
7. Ibu PANIEM, S.E, S.H ; Selaku Kepala Sub Bagian Pembinaan
Kejaksaan Negeri Palagka Raya;
8. Seluruh Bapak serta Ibu Jaksa yang telah banyak memberikan ilmu
pengetahuan kepada Penulis selama menempuh Kuliah Kerja Lapangan di
Kejaksaan Negeri Palagka Raya, beserta karyawan-karyawati Kejaksaan
Negeri Palagka Raya;
9. Orang tua Penulis yang tercinta beserta keluarga besar, yang selalu
memberikan dukungan moril maupun materiil sehingga Penulis dapat
menyelesaikan Kuliah Kerja Lapangan ini;
10. Rekan-rekan mahasiswa-mahasiswi Fakultas Hukum Universitas Palangka
Raya yang bersama-sama Penulis selama menempuh Kuliah Kerja
Lapangan di Kejaksaan Negeri Palagka Raya, yang tidak dapat disebutkan
satu persatu, yang telah memberikan dukungan serta masukan-masukan
yang berguna.
Atas segala bantuan dan dukungan dari semua pihak tersebut, Penulis
ucapkan terima kasih. Akhir kata, Penulis berharap Laporan Kuliah Kerja
Lapangan (KKL) ini dapat memberikan manfaat positif bagi kita semua.
Palangka Raya, 14 Februari 2014
Penulis,
ERIK SOSANTO
EAA 110 039
-
5
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ....................................................................................
HALAMAN PENGESAHAN ...................................................................... i
KATA PENGANTAR .................................................................................. ii
DAFTAR ISI ................................................................................................ iv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Kuliah Kerja Lapangan ................................. 1
B. Perumusan Masalah (Isu Hukum) .......................................... 1
C. Ruang Lingkup Kuliah Kerja Lapangan ................................. 2
D. Tujuan Kuliah Kerja Lapangan ............................................... 2
BAB II GAMBARAN UMUM
A. Gambaran Umum Kejaksaan Negeri Palangka Raya ............. 4
1. Gambaran Umum Kejaksaan ............................................. 4
2. Struktur Organisasi ............................................................ 11
3. Bidang-Bidang Kerja / Job Discription ............................. 14
B. Pelaksanaan Magang .............................................................. 17
1. Jenis dan Bentuk Kegiatan Kuliah Kerja Lapangan .......... 17
2. Prosedur Kerja ................................................................... 18
3. Kendala Yang Dihadapi Dan Upaya Untuk
Memecahkannya ................................................................ 18
BAB III PEMBAHASAN
A. Apakah dasar hukum tugas dan kewenangan Kejaksaan
dalam penyidikan tindak pidana korupsi ................................ 19
B. Bagaimanakah kewenangan Kejaksaan dalam penyidikan
Tindak pidana korupsi ............................................................ 26
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan ............................................................................. 28
B. Saran ....................................................................................... 29
-
6
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
Lampiran 1 Surat Keterangan Praktek Kerja Lapangan dari Kejaksaan
Negeri Palangka Raya.................................................................
Lampiran 2 Absensi Kehadiran Peserta Kuliah kerja lapangan .....................
Lampiran 3 Jadwal Kegitan Peserta Kuliah Kerja Lapangan ........................
Lampiran 4 Dokumentasi Kegitan Peserta Kuliah Kerja Lapangan ..............
-
7
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Kuliah Kerja Lapangan
Kuliah Kerja Lapangan (KKL) merupakan mata kuliah pembulat studi
yang sifatnya wajib yang harus ditempuh oleh setiap mahasiswa fakultas hukum
dengan memuat substansi kegiatan yang sifatnya praktik kerja di instansi/
lembaga, yang bertujuan untuk memberikan pengalaman kerja dalam bidang
tertentu berkaitan dengan rencana keahlian mahasiswa. Dengan memadukan
ketiga aspek pembelajaran, yakni : kognitif, afektif, dan psikomotorik, eksistensi
Kuliah Kerja Lapangan diharapkan dapat melengkapi pengetahuan teoritis yang
telah diperoleh mahasiswa dibangku perkuliahan. Sehingga, para mahasiswa tidak
hanya memahami hukum pada tataran teori belaka, melainkan juga memahami
hukum dari sudut pandang yang lebih luas, yakni dari implementasi hukum pada
tataran praktis1.
Oleh karena itu untuk memperoleh pengalaman dan perbandingan antara
teori dan praktiknya, maka mahasiswa diharuskan menjalani Kuliah Kerja
Lapangan di instansi / pemerintah maupun non pemerintahan sebagai salah satu
syarat yang harus dipenuhi sebelum menyelesaikan studi di Fakultas Hukum
Universitas Palangka Raya. Adapun Penulis dalam hal ini memilih tempat
pelaksanaan Kuliah Kerja Lapangan di Instansi Kejaksaan Negeri Palangka Raya
sebagai tempat untuk memperoleh pengalaman rencana keahlian Penulis.
B. Perumusan Masalah (Isu Hukum)
Eksistensi kejaksaan sebagai penyidik dalam perkara tindak pidana korupsi
tidak dapat sepenuhnya dapat dipahami dengan satu pendapat, sebab faktanya
dalam praktek peradilan ada pengadilan yang tidak dapat menerima alasan bahwa
jaksa berwenang melakukan penyelidikan tindak pidana korupsi.
Sampai saat ini pun mengenai kewenangan kejaksaan dalam penyidikan
tindak pidana korupsi tetap dipersoalkan. Dalam laporan Kuliah Kerja Lapangan
ini Penulis ingin mencoba merumuskan permasalahan hukum yang tentu ada
1 Pedoman Kuliah Kerja Lapangan (KKL), Hlm. 1
-
8
kaitannya dengan eksistensi Kedudukan kejaksaan dalam penyidikan tindak
pidana korupsi, sebagai berikut :
a. Apakah Dasar Hukum Tugas dan Kewenangan Kejaksaan dalam
Penyidikan Tindak Pidana Korupsi.
b. Bagaimanakah Kewenangan Kejaksaan dalam Penyidikan Tindak Pidana
Korupsi.
C. Ruang Lingkup Kuliah Kerja Lapangan
Program Kuliah Kerja Lapangan adalah kuliah wajib bagi mahasiswa-
mahasiswi strata satu (S1) Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas Hukum
Universitas Palangka Raya. Mata kuliah ini ditempuh pada semester akhir dengan
persyaratan telah lulus 110 SKS dan merupakan bagian intergral dari keseluruhan
kurikulum yang berlaku dan memiliki peranan penting dalam pembentukan sikap
mental lulusan dengan orientasi dibidang masing-masing.
Program Kuliah Kerja Lapangan ini juga membutuhkan atau melibatkan
pihak lain, dalam hal ini instansi atau lembaga-lembaga baik instansi/lembaga
pemerintahan maupun non pemerintahan. Mata kuliah ini dilaksanakan pada awal
semester genap, dengan peran dan fungsi mata kuliah ini sangat penting.
Oleh karena itu untuk mendukung hal tersebut diatas, Penulis mencoba
untuk aktif terlibat lansung dalam pelaksanaan Kuliah Kerja Lapangan di Instansi
Kejaksaan Negeri Palangka Raya sebagai salah satu syarat yang harus dipenuhi
sebelum menyelesaikan studi di Fakultas Hukum Universitas Palangka Raya.
D. Tujuan Kuliah Kerja Lapangan
1. Tujuan Yang Bersifat Umum
Program Kuliah Kerja Lapangan bertujuan untuk memberikan
seperangkat kemampuan pengalaman kerja kepada mahasiswa berkenan
dengan aktivitas nyata pada dunia kerja. Hal ini akan memberikan gambaran
sesungguhnya tentang dunia kerja yang di dalamnya terjadi akomodasi
berbagai konsep dan teori dengan persoalan-persoalan praktis yang dihadapi
serta upaya pemecahannya. Program Kuliah Kerja Lapangan ini akan
menjembatani dua aktivitas belajar yakni antara belajar teori dikelas dengan
kondisi nyata yang ada dilapangan sesungguhnya2.
2 Pedoman Kuliah Kerja Lapangan (KKL), Hlm. 1
-
9
2. Tujuan Yang Bersifat Khusus
a. Menunjang kemampuan kognitif dan afektif mahasiswa, sehingga
nantinya mampu menjadi competitive students, yang tidak hanya
memahami keilmuan dari sudut teoritis saja, namun juga dari sudut
praktik.
b. Meningkatkan pengetahuan, wawasan dan kemampuan psikomotorik
mahasiswa fakutas hukum dalam mengaplikasikan pengetahuan kognitif
yang telah diperoleh mereka dibangku perkulihan.
c. Memperkenalkan dan mempersiapkan sejak dini kemampuan mahasiswa
akan realitas dunia kerja khususnya di instansi hukum, sehingga nantinya
setelah lulus mampu bersaing dengan lulusan dari universitas lainnya3.
3 Ibid
-
10
BAB II
GAMBARAN UMUM
A. Gambaran Umum Kejaksaan Negeri Palangka Raya
1. Gambaran Umum Kejaksaan
1.1.Pengertian Kejaksaan
Kejaksaan R.I. adalah lembaga negara yang melaksanakan
kekuasaan negara, khususnya di bidang penuntutan. Sebagai badan yang
berwenang dalam penegakan hukum dan keadilan, Kejaksaan dipimpin
oleh Jaksa Agung yang dipilih oleh dan bertanggung jawab kepada
Presiden. Kejaksaan Agung, Kejaksaan Tinggi, dan Kejaksaan Negeri
merupakan kekuasaan negara khususnya dibidang penuntutan, dimana
semuanya merupakan satu kesatuan yang utuh yang tidak dapat
dipisahkan.
Mengacu pada Undang-Undang No. 16 Tahun 2004 yang
menggantikan UU No. 5 Tahun 1991 tentang Kejaksaan R.I. Kejaksaan
sebagai salah satu lembaga penegak hukum dituntut untuk lebih berperan
dalam menegakkan supremasi hukum, perlindungan kepentingan umum,
penegakan hak asasi manusia, serta pemberantasan Korupsi, Kolusi, dan
Nepotisme (KKN). Di dalam UU Kejaksaan yang baru ini, Kejaksaan RI
sebagai lembaga negara yang melaksanakan kekuasaan negara di bidang
penuntutan harus melaksanakan fungsi, tugas, dan wewenangnya secara
merdeka, terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah dan pengaruh
kekuasaan lainnya (Pasal 2 ayat 2 Undang-Undang Nomor 16 Tahun
2004)4.
Dalam menjalankan tugas dan wewenangnya, Kejaksaan dipimpin
oleh Jaksa Agung yang membawahi enam Jaksa Agung Muda serta 31
Kepala Kejaksaan Tinggi pada tiap provinsi. UU No. 16 Tahun 2004
tentang Kejaksaan Republik Indonesia juga mengisyaratkan bahwa
lembaga Kejaksaan berada pada posisi sentral dengan peran strategis
4 Pengertian Kejaksaan http://kejaksaan.go.id/tentang_kejaksaan.php?id=1 di akses tanggal 18
Januari 2014
-
11
dalam pemantapan ketahanan bangsa. Karena Kejaksaan berada di poros
dan menjadi filter antara proses penyidikan dan proses pemeriksaan di
persidangan serta juga sebagai pelaksana penetapan dan keputusan
pengadilan. Sehingga, Lembaga Kejaksaan sebagai pengendali proses
perkara (Dominus Litis), karena hanya institusi Kejaksaan yang dapat
menentukan apakah suatu kasus dapat diajukan ke Pengadilan atau tidak
berdasarkan alat bukti yang sah menurut Hukum Acara Pidana.
Perlu ditambahkan, Kejaksaan juga merupakan satu-satunya
instansi pelaksana putusan pidana (executive ambtenaar). Selain berperan
dalam perkara pidana, Kejaksaan juga memiliki peran lain dalam Hukum
Perdata dan Tata Usaha Negara, yaitu dapat mewakili Pemerintah dalam
Perkara Perdata dan Tata Usaha Negara sebagai Jaksa Pengacara Negara.
Jaksa sebagai pelaksana kewenangan tersebut diberi wewenang sebagai
Penuntut Umum serta melaksanakan putusan pengadilan, dan wewenang
lain berdasarkan Undang-Undang5.
1.2.Sebelum Reformasi
Istilah Kejaksaan sebenarnya sudah ada sejak lama di Indonesia.
Pada zaman kerajaan Hindu-Jawa di Jawa Timur, yaitu pada masa Kerajaan
Majapahit, istilah dhyaksa, adhyaksa, dan dharmadhyaksa sudah mengacu
pada posisi dan jabatan tertentu di kerajaan. Istilah-istilah ini berasal dari
bahasa kuno, yakni dari kata-kata yang sama dalam Bahasa Sansekerta.
Seorang peneliti Belanda, W.F. Stutterheim mengatakan bahwa
dhyaksa adalah pejabat negara di zaman Kerajaan Majapahit, tepatnya di
saat Prabu Hayam Wuruk tengah berkuasa (1350-1389 M). Dhyaksa adalah
hakim yang diberi tugas untuk menangani masalah peradilan dalam sidang
pengadilan. Para dhyaksa ini dipimpin oleh seorang adhyaksa, yakni hakim
tertinggi yang memimpin dan mengawasi para dhyaksa tadi.
Kesimpulan ini didukung peneliti lainnya yakni H.H. Juynboll,
yang mengatakan bahwa adhyaksa adalah pengawas (opzichter) atau hakim
tertinggi (oppenrrechter). Krom dan Van Vollenhoven, juga seorang
5 Ibid
-
12
peneliti Belanda, bahkan menyebut bahwa patih terkenal dari Majapahit
yakni Gajah Mada, juga adalah seorang adhyaksa6.
Pada masa pendudukan Belanda, badan yang ada relevansinya
dengan jaksa dan Kejaksaan antara lain adalah Openbaar Ministerie.
Lembaga ini yang menitahkan pegawai-pegawainya berperan sebagai
Magistraat dan Officier van Justitie di dalam sidang Landraad (Pengadilan
Negeri), Jurisdictie Geschillen (Pengadilan Justisi ) dan Hooggerechtshof
(Mahkamah Agung ) dibawah perintah langsung dari Residen / Asisten
Residen.
Hanya saja, pada prakteknya, fungsi tersebut lebih cenderung
sebagai perpanjangan tangan Belanda belaka. Dengan kata lain, jaksa dan
Kejaksaan pada masa penjajahan belanda mengemban misi terselubung
yakni antara lain:
a. Mempertahankan segala peraturan Negara.
b. Melakukan penuntutan segala tindak pidana.
c. Melaksanakan putusan pengadilan pidana yang berwenang7.
Fungsi sebagai alat penguasa itu akan sangat kentara, khususnya
dalam menerapkan delik-delik yang berkaitan dengan hatzaai artikelen
yang terdapat dalam Wetboek van Strafrecht (WvS).
Peranan Kejaksaan sebagai satu-satunya lembaga penuntut secara
resmi difungsikan pertama kali oleh Undang-Undang pemerintah zaman
pendudukan tentara Jepang No. 1/1942, yang kemudian diganti oleh
Osamu Seirei No.3/1942, No.2/1944 dan No.49/1944. Eksistensi kejaksaan
itu berada pada semua jenjang pengadilan, yakni sejak Saikoo Hoooin
(Pengadilan Agung), Koootooo Hooin (Pengadilan Tinggi) dan Tihooo
Hooin (Pengadilan Negeri). Pada masa itu, secara resmi digariskan bahwa
Kejaksaan memiliki kekuasaan untuk:
a. Mencari (menyidik) kejahatan dan pelanggaran.
b. Menuntut Perkara.
6 Sejarah Kejaksaan sebelum Reformasi http://kejaksaan.go.id/tentang_kejaksaan.php?id=3 di
akses tanggal 18 Januari 2014 7 Ibid
-
13
c. Menjalankan putusan pengadilan dalam perkara kriminal.
d. Mengurus pekerjaan lain yang wajib dilakukan menurut hukum.
Begitu Indonesia merdeka, fungsi seperti itu tetap dipertahankan
dalam Negara Republik Indonesia. Hal itu ditegaskan dalam Pasal II
Aturan Peralihan UUD 1945, yang diperjelas oleh Peraturan Pemerintah
(PP) Nomor 2 Tahun 1945. Isinya mengamanatkan bahwa sebelum Negara
R.I. membentuk badan-badan dan peraturan negaranya sendiri sesuai
dengan ketentuan Undang-Undang Dasar, maka segala badan dan
peraturan yang ada masih langsung berlaku.
Karena itulah, secara yuridis formal, Kejaksaan R.I. telah ada sejak
kemerdekaan Indonesia diproklamasikan, yakni tanggal 17 Agustus 1945.
Dua hari setelahnya, yakni tanggal 19 Agustus 1945, dalam rapat Panitia
Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) diputuskan kedudukan
Kejaksaan dalam struktur Negara Republik Indonesia, yakni dalam
lingkungan Departemen Kehakiman.
Kejaksaan RI terus mengalami berbagai perkembangan dan
dinamika secara terus menerus sesuai dengan kurun waktu dan perubahan
sistem pemerintahan. Sejak awal eksistensinya, hingga kini Kejaksaan
Republik Indonesia telah mengalami 22 periode kepemimpinan Jaksa
Agung. Seiring dengan perjalanan sejarah ketatanegaraan Indonesia,
kedudukan pimpinan, organisasi, serta tata cara kerja Kejaksaan RI, juga
juga mengalami berbagai perubahan yang disesuaikan dengan situasi dan
kondisi masyarakat, serta bentuk negara dan sistem pemerintahan.
Menyangkut Undang-Undang tentang Kejaksaan, perubahan
mendasar pertama berawal tanggal 30 Juni 1961, saat pemerintah
mengesahkan Undang-Undang Nomor 15 tahun 1961 tentang Ketentuan-
Ketentuan Pokok Kejaksaan RI. Undang-Undang ini menegaskan
Kejaksaan sebagai alat negara penegak hukum yang bertugas sebagai
penuntut umum (Pasal 1), penyelenggaraan tugas departemen Kejaksaan
dilakukan Menteri / Jaksa Agung (Pasal 5) dan susunan organisasi yang
diatur oleh Keputusan Presiden. Terkait kedudukan, tugas dan wewenang
Kejaksaan dalam rangka sebagai alat revolusi dan penempatan kejaksaan
-
14
dalam struktur organisasi departemen, disahkan Undang-Undang Nomor
16 tahun 1961 tentang Pembentukan Kejaksaan Tinggi.
Pada masa Orde Baru ada perkembangan baru yang menyangkut
Kejaksaan RI sesuai dengan perubahan dari Undang-Undang Nomor 15
Tahun 1961 kepada Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1991, tentang
Kejaksaan Republik Indonesia. Perkembangan itu juga mencakup
perubahan mendasar pada susunan organisasi serta tata cara institusi
Kejaksaan yang didasarkan pada adanya Keputusan Presiden No. 55 tahun
1991 tertanggal 20 November 19918.
1.3.Masa Reformasi
Masa Reformasi hadir ditengah gencarnya berbagai sorotan
terhadap pemerintah Indonesia serta lembaga penegak hukum yang ada,
khususnya dalam penanganan Tindak Pidana Korupsi. Karena itulah,
memasuki masa reformasi Undang-undang tentang Kejaksaan juga
mengalami perubahan, yakni dengan diundangkannya Undang-Undang
Nomor 16 Tahun 2004 untuk menggantikan Undang-Undang Nomor 5
Tahun 1991. Kehadiran undang-undang ini disambut gembira banyak pihak
lantaran dianggap sebagai peneguhan eksistensi Kejaksaan yang merdeka
dan bebas dari pengaruh kekuasaan pemerintah, maupun pihak lainnya.
Dalam Undang-Undang No.16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan RI,
Pasal 2 ayat (1) ditegaskan bahwa Kejaksaan R.I. adalah lembaga
pemerintah yang melaksanakan kekuasaan negara dalam bidang penuntutan
serta kewenangan lain berdasarkan undang-undang. Kejaksaan sebagai
pengendali proses perkara (Dominus Litis), mempunyai kedudukan sentral
dalam penegakan hukum, karena hanya institusi Kejaksaan yang dapat
menentukan apakah suatu kasus dapat diajukan ke Pengadilan atau tidak
berdasarkan alat bukti yang sah menurut Hukum Acara Pidana. Disamping
sebagai penyandang Dominus Litis, Kejaksaan juga merupakan satu-
satunya instansi pelaksana putusan pidana (executive ambtenaar). Karena
itulah, Undang-Undang Kejaksaan yang baru ini dipandang lebih kuat
8 Sejarah Kejaksaan Masa Reformasi http://kejaksaan.go.id/tentang_kejaksaan.php?id=3 di akses
tanggal 18 Januari 2014
-
15
dalam menetapkan kedudukan dan peran Kejaksaan RI sebagai lembaga
negara pemerintah yang melaksanakan kekuasaan negara di bidang
penuntutan.
Mengacu pada UU tersebut, maka pelaksanaan kekuasaan negara
yang diemban oleh Kejaksaan, harus dilaksanakan secara merdeka.
Penegasan ini tertuang dalam Pasal 2 ayat (2) Undang-Undang No. 16
Tahun 2004, bahwa Kejaksaan adalah lembaga pemerintah yang
melaksanakan kekuasaan negara di bidang penuntutan secara merdeka.
Artinya, bahwa dalam melaksanakan fungsi, tugas dan wewenangnya
terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah dan pengaruh kekuasaan
lainnya. Ketentuan ini bertujuan melindungi profesi jaksa dalam
melaksanakan tugas profesionalnya.
Pada masa reformasi pula Kejaksaan mendapat bantuan dengan
hadirnya berbagai lembaga baru untuk berbagi peran dan tanggungjawab.
Kehadiran lembaga-lembaga baru dengan tanggungjawab yang spesifik ini
mestinya dipandang positif sebagai mitra Kejaksaan dalam memerangi
korupsi. Sebelumnya, upaya penegakan hukum yang dilakukan terhadap
tindak pidana korupsi, sering mengalami kendala. Hal itu tidak saja dialami
oleh Kejaksaan, namun juga oleh Kepolisian RI serta badan-badan lainnya.
Kendala tersebut antara lain:
a. Modus operandi yang tergolong canggih.
b. Pelaku mendapat perlindungan dari korps, atasan, atau teman-
temannya.
c. Objeknya rumit (compilicated), misalnya karena berkaitan dengan
berbagai peraturan.
d. Sulitnya menghimpun berbagai bukti permulaan.
e. Manajemen sumber daya manusia.
f. Perbedaan persepsi dan interprestasi (di kalangan lembaga penegak
hukum yang ada).
g. Sarana dan prasarana yang belum memadai.
h. Teror psikis dan fisik, ancaman, pemberitaan negatif, bahkan
penculikan serta pembakaran rumah penegak hukum.
-
16
Upaya pemberantasan korupsi sudah dilakukan sejak dulu dengan
pembentukan berbagai lembaga. Kendati begitu, pemerintah tetap
mendapat sorotan dari waktu ke waktu sejak rezim Orde Lama. Undang-
Undang Tindak Pidana Korupsi yang lama yaitu Undang-Undang No. 31
Tahun 1971, dianggap kurang bergigi sehingga diganti dengan Undang-
Undang No. 31 Tahun 1999. Dalam Undang-Undang ini diatur
pembuktian terbalik bagi pelaku korupsi dan juga pemberlakuan sanksi
yang lebih berat, bahkan hukuman mati bagi koruptor. Belakangan
Undang-Undang ini juga dipandang lemah dan menyebabkan lolosnya
para koruptor karena tidak adanya Aturan Peralihan dalam Undang-
Undang tersebut. Polemik tentang kewenangan jaksa dan polisi dalam
melakukan penyidikan kasus korupsi juga tidak bisa diselesaikan oleh UU
ini.
Akhirnya, Undang-Undang No. 30 Tahun 2002 dalam
penjelasannya secara tegas menyatakan bahwa penegakan hukum dan
pemberantasan korupsi yang dilakukan secara konvensional selama ini
terbukti mengalami berbagai hambatan. Untuk itu, diperlukan metode
penegakan hukum luar biasa melalui pembentukan sebuah badan negara
yang mempunyai kewenangan luas, independen, serta bebas dari
kekuasaan manapun dalam melakukan pemberantasan korupsi, mengingat
korupsi sudah dikategorikan sebagai extraordinary crime9.
Karena itu, Undang-Undang No. 30 Tahun 2002 mengamanatkan
pembentukan pengadilan Tindak Pidana Korupsi yang bertugas dan
berwenang memeriksa dan memutus tindak pidana korupsi. Sementara
untuk penuntutannya, diajukan oleh Komisi Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi (KPK) yang terdiri dari Ketua dan 4 Wakil Ketua yang masing-
masing membawahi empat bidang, yakni Pencegahan, Penindakan,
Informasi dan Data, Pengawasan internal dan Pengaduan masyarakat.
9 Ibid
-
17
Dari ke empat bidang itu, bidang penindakan bertugas melakukan
penyidikan dan penuntutan. Tenaga penyidiknya diambil dari Kepolisian
dan Kejaksaan RI. Sementara khusus untuk penuntutan, tenaga yang
diambil adalah pejabat fungsional Kejaksaan. Hadirnya KPK menandai
perubahan fundamental dalam hukum acara pidana, antara lain di bidang
penyidikan10
.
1.4.Kejaksaan Negeri Palangka Raya
Kejaksaan Negeri Palangka Raya merupakan bagian dari
Kejaksaan Tinggi Kalimantan Tengah yang berkedudukan di ibu kota
palangka raya yakni mencakup wilayah hukum kota palangka raya yang
beralamat di Jalan Diponegoro No. 13 Kota Palangka Raya. Kejaksaan
Negeri Palangka Raya saat ini dipimpin oleh SANDI, S.H, M.H selaku
kepala, dan dalam melaksanakan tugas kedinasan sehari-harinya didukung
oleh para kepala seksi dan sub kepala bagian yang mempunyai tugas dan
fungsi masing-masing.
2. Struktur Organisasi dan Tata Kerja Kejaksaan Negeri Palangka Raya
(Terlampir Dalam Tabel)
10
Ibid
-
18
-
19
2.1 STRUKTUR ORGANISASI DAN TATA KERJA KEJAKSAAN NEGERI PALANGKA RAYA
Kepala
Kejaksaan Negeri Palangka Raya
SANDI, S.H, M.H
SUB BAGIAN
PEMBINAAN
PANIEM, S.E, S.H
SEKSI
INTELEJEN
ARMADHAT.T , S.H
SEKSI TINDAK
PIDANA UMUM
SRIYANTO, S.H
SEKSI TINDAK
PIDANA KHUSUS
HAIRUN AZHARI, S.H, M.H
SEKSI PERDATA dan
TUN
YUYUN WAHYUDI, S,H
URUSAN KEPEGAWAIAN
SITI AISYAH
URUSAN DASKRIMTI DAN PERPUSTAKAAN
TUA SIHOMBING, S.H
URUSAN TATA USAHA
AL GAZALI, S.H
URUSAN KEUANGAN
ARNITA DEWIYANA, S.H
URUSAN PERLENGKAPAN
SISWANTORO, S.H
-
20
2.2 STRUKTUR ORGANISASI DAN TATA KERJA BIDANG SEKSI TINDAK PIDANA KHUSUS
KEJAKSAAN NEGERI PALANGKA RAYA
SEKSI TINDAK
PIDANA KHUSUS
HAIRUN AZHARI, S.H, M.H
Jaksa Madya
STAF
KIKI INDRAWAN, S.H
Yuana Wira
JAKSA FUNSIONAL
LILIWATI, S.H
Jaksa Pratama
STAF
WIDYA P NUGRAHA, SH
Yuana Wira
JAKSA FUNSIONAL
AGUNG TRI
WAHYUDIANTO, SH
Ajun Jaksa
JAKSA FUNSIONAL
DODY HERYANTO, S.H
Ajun Jaksa
STAF
LISA
-
21
3. Bidang-Bidang Kerja / Job Discription
3.1 Tugas dan Wewenang Jaksa
Jaksa sebagai penutut umum dalam perkara pidana harus
mengetahui secara jelas semua pekerjaan yang harus dilakukan penyidik
dari permulaan hingga terakhir yang seluruhnya harus dilakukan
berdasarkan hukum. Jaksa mempertanggungjawabkan semua perlakuan
terhadap terdakwa itu mulai tersangka disidik, kemudian diperiksa
perkaranya, lalu ditahan, dan akhirnya apakah tuntutannya yang dilakukan
jaksa itu sah dan benar atau tidak menurut hukum, sehingga benar-benar
rasa keadilan masyarakat dipenuhi11
.
Dalam pasal 30 Undang-undang No. 16 Tahun 2004 tentang
Kejaksaan Republik Indonesia, dinyatakan bahwa tugas dan wewenang
jaksa adalah :
1. Di bidang Pidana, Kejaksaan mempunyai tugas dan wewenang;
(1) Melakukan penuntutan;
(2) Melaksanakan penetapan hakim dan putusan pengadilan yang
telah memperoleh kekuatan hukum tetap;
(3) Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan putusan pidana
bersyarat, putusan pidana pengawasan, dan keputusan lepas
bersyarat;
(4) Melakukan penyidikan terhadap tindak pidana tertentu
berdasarkan undang-undang;
(5) Melengkapi berkas perkara tertentu dan untuk itu dapat
melakukan pemeriksaan tambahan sebelum dilimpahkan ke
pengadilan yang dalam pelaksanaannya dikoordinasikan dengan
penyidik.
2. Di bidang Perdata dan Tata Usaha Negara, kejaksaan dengan kuasa
khusus dapat bertindak baik di dalam maupun di luar pengadilan
untuk dan atas nama Negara atau pemerintah.
3. Dalam bidang ketertiban dan ketentraman umum, kejaksaan turut
menyelenggarakan kegiatan :
11
Ibid
-
22
(1) Peningkatan kesadaran hukum masyarakat;
(2) Pengamanan kebijakan penegakan hukum;
(3) Pengawasan peredaran barang cetakan;
(4) Pengawasan aliran kepercayaan yang dapat membahayakan
masyarakat dan Negara;
(5) Pencegahan penyalahgunaan dan/atau penodaan agama;
(6) Penelitian dan pengembangan hukum serta statistik kriminal.
Sedangkan mengenai tugas dan wewenang Jaksa Agung diuraikan
dalam pasal 35 yaitu :
1. Menetapkan serta mengendalikan kebijakan penegakan hukum dan
Keadilan dalam ruang lingkup tugas dan wewenang kejaksaan;
2. Mengefektifkan proses penegakan hukum yang diberikan oleh
undang-undang;
3. Mengesampingkan perkara demi kepentingan umum;
4. Mengajukan kasasi demi kepentingan hukum kepada Mahkamah
Agung dalam perkara pidana, perdata, dan tata usaha negara.
5. Dapat mengajukan pertimbangan teknis hukum kepada Mahkamah
Agung dalam pemeriksaan kasasi perkara pidana;
6. Mencegah atau menangkal orang tertentu untuk masuk atau keluar
wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia karena keterlibatannya
dalam perkara pidana sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Dan Pasal 36 yaitu :
1. Jaksa Agung memberikan izin kepada tersangka atau terdakwa untuk
berobat atau menjalani perawatan di rumah sakit dalam negeri, kecuali
dalam keadaan tertentu dapat dilakukan perawatan di luar negeri;
2. Izin secara tertulis untuk berobat atau menjalani perawatan di dalam
negeri diberikan oleh kepala kejaksaan negeri setempat atas nama
Jaksa Agung, sedangkan untuk berobat atau menjalani perawatan di
rumah sakit di luar negeri hanya diberikan oleh Jaksa Agung;
3. Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), hanya
diberikan atas dasar rekomendasi dokter, dan dalam hal diperlukannya
perawatan di luar negeri rekomendasi tersebut dengan jelas
-
23
menyatakan kebutuhan untuk itu yang dikaitkan dengan belum
mencukupinya fasilitas perawatan tersebut di dalam negeri.
Dalam pasal 32 dinyatakan, di samping tugas dan wewenang
berdasarkan UU No. 16 Tahun 2004, kejaksaan dapat diserahi tugas dan
wewenang lain berdasarkan undang-undang, antara lain dapat dicatat tugas
dan wewenang kejaksaan pada Undang-undang No. 8 Tahun 1981 tentang
Hukum Acara Pidana, yang dalam pasal 14 menyatakan penuntut umum
mempunyai wewenang :
1. Menerima dan memeriksa berkas.
2. Mengadakan prapenuntutan apabila ada kekurangan pada penyidikan
segera mengembalikan berkas pada penyidik dengan memberikan
petunjuk-petunjuk untuk kesempurnaan;
3. Memberikan perpanjangan penahanan, melakukan penahanan, atau
penahanan lanjutan dan atau mengubah status tahanan setelah
perkaranya dilimpahkan oleh penyidik;
4. Membuat surat dakwaan;
5. Melimpahkan perkara ke pengadilan;
6. Menyampaikan pemberitahuan kepada terdakwa tentang ketentuan
persidangan dengan disertai panggilan, kepada terdakwa maupun
saksi-saksi ;
7. Melakukan penuntutan ;
8. Menutup perkara demi kepentingan hukum ;
9. Melakukan tindakan lain dalam ruang lingkup dan tanggung jawab
sebagai penuntut umum;
10. Melaksanakan penetapan hakim.
Dengan demikian dalam pelaksanaan tugas dan wewenang
dibidang penuntutan, kejaksaan berpegang pada asas Kejaksaan adalah
Satu dan Tidak Terpisah-Pisahkan bertujuan agar terpelihara kesatuan
kebijakan di bidang penuntutan, sehingga dapat ditampilkan ciri khas
dalam pola pikir, pola sikap, dan pola tindak aparatur kejaksaan dalam
penanganan perkara. Sehingga kemudian diharapkan Kejaksaan RI sebagai
lembaga negara pemerintahan yang melaksanakan kekuasaan negara di
-
24
bidang penututan harus dituntut berperan dalam menegakkan supremasi
hukum, perlindungan kepentingan umum dan bebas dari pengaruh
kekuasaan pihak manapun secara merdeka.12
3.2 Bidang-Bidang Kerja / Job Discription Kejaksaan Negeri Palangka
Raya.
Untuk melaksanakan tugas, fungsi, dan tata kerja Kejaksaan Negeri
Palangka Raya dapat dilihat dari struktur organisasi dan bidang-bidang
kerja yang mempunyai tugas dan kewenangan tersendiri yaitu :
1. Kepala Kejaksaan Negeri Palangka Raya
2. Sub Bagian Pembinaan, terdiri dari :
a. Urusan kepegawaian
b. Urusan Keuangan
c. Urusan Perlengkapan
d. Urusan Tata usaha
e. Urusan Daskrimti dan perpustakaan
3. Seksi Intelejen
4. Seksi Tindak Pidana Umum
5. Seksi Tindak Pidana Khusus
6. Seksi perdata dan Tata Usaha Negara
B. Pelaksanaan Magang
1. Jenis dan Bentuk Kegiatan Kuliah Kerja Lapangan
Mahasiswa Kuliah Kerja Lapangan diwajibkan untuk :
a. Mepelajari tata tertib yang berlaku di Kejaksaan Negeri Palangka Raya,
dan menerimanya sebagai bagian dari pola dan sikap kerjanya.
b. Melakukan observasi dan berupaya memahami deskripsi kerja dan iklim
kerja Kejaksaan Negeri Palangka Raya.
c. Melaksanakan tugas kegiatan praktek Kuliah Kerja Lapangan secara nyata
bagaimana layaknya pegawai sesungguhnya dengan tetap memperhatikan
prosedur, dan batasan-batasan yang telah ditetapkan.
d. Membuat laporan hasil praktek Kuliah Kerja Lapangan.
12
Evi Hartati, Tindak Piadana Korupsi, Sinar Grafika, jakarta, 2005, Hlm. 32
-
25
2. Prosedur Kerja
Selama menjalani kegiatan Kuliah Kerja Lapangan mahasiswa diwajibkan dan
tugaskan untuk :
a. Hadir tepat waktu selayaknya pegawai, dengan tetap memperhatikan
prosedur dan batasan-batasan yang telah di tetapkan.
b. Mengisi daftar hadir pada saat masuk kerja atau pada saat memulai
kegiatan praktek Kuliah Kerja Lapangan.
c. Berperan aktif dalam berbagai kegiatan di Kejaksaan Negeri Palangka
Raya dimana mahasiswa melaksanakan KKL.
d. Mengisi register berkas perkara P-8 dan Membuat LABUL (Laporan
Bulanan seksi Pidana Khusus).
e. Memasukan data regitrasi perkara SPDP, P-18, P-19, P-21 dan P-21 A ke
Sistem Informasi Online Pidsus di Situs Kejaksaan Republik Indonesia.
f. Membuat daftar nama-nama tersangka, saksi, saksi ahli, dalam perkara
tindak pidana khusus korupsi.
g. Mengantar/Menyerahkan Barang Bukti (BB) perkara tindak pidana
korupsi ke Bagian Panitera Muda tindak pidana korupsi (PANMUD
TIPIKOR).
h. Menyusun berita acara pemeriksaan saksi-saksi tindak pidana khusus
korupsi dan Membuat surat panggilan saksi (P-37 dan P-38) serta
mengantarkan surat-surat pemanggilan tersebut ke para saksi-saksi.
i. Mengikuti sidang dan membuat risalah sidang pemeriksaan saksi-saksi
oleh jaksa penuntut umum di Pengdilan Negeri Palangka Raya, terhadap
perkara tindak pidana korupsi.
3. Kendala Yang Dihadapi Dan Upaya Untuk Memecahkannya
Adapun kendala yang dihadapi selama Kuliah Kerja Lapangan sering
terjadi antara lain adanya jadwal konsultasi skripsi dengan dosen pembimbing
yang harus dipenuhi sehingga Penulis tidak dapat mengingkuti jam kerja di
Kejaksaan Negeri Palangka Raya pada waktu tertentu. Hal ini menyebabkan
terganggunya proses kegiatan Kuliah Kerja Lapangan yang menjadi tanggung
jawab Penulis di bagian Seksi Pidana Khusus Kejaksaan Negeri Palangka
Raya.
-
26
BAB III
PEMBAHASAN
A. Dasar Hukum Tugas dan Kewenangan Kejaksaan dalam Penyidikan Tindak
Pidana Korupsi.
Ketentuan dalam Pasal 30 ayat (1) huruf d Undang-undang No. 16 Tahun
2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia menyatakan bahwa Salah satu tugas
dan kewenangan Kejaksaan di bidang pidana adalah melakukan penyidikan
terhadap tindak pidana tertentu berdasarkan undang-undang.
Penjelasan Pasal ini menyatakan bahwa, kewenangan dalam ketentuan ini
adalah kewenangan sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 31 tahun
1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah
dengan Undang-undang Nomor 20 tahun 2001 jo. Undang-undang Nomor 30
Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi. Kewenangan Jaksa selaku
penyidik tindak pidana korupsi dimaksudkan untuk menampung beberapa
ketentuan Undang-undang tersebut. Rumusan mengenai kewenangan menyidik di
dalam Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan Undang-
undang Kejaksaan Republik Indonesia tersebut menyebutkan bahwa penyidik
untuk tindak pidana korupsi adalah Kejaksaan yang mempunyai hak privilege
yakni hak khusus untuk dapat melakukan tindakan penyidikan terhadap Tindak
Pidana Korupsi.
Istilah penyidikan merupakan padanan kata yang berasal dari bahasa
Belanda yakni opsporing, dari bahasa Inggris yakni investigation13
.Menurut Pasal
1 angka 2 KUHAP, yang dimaksud dengan
Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini untuk mencari serta
mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak
pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya.
Menurut Andi Hamzah, bagian-bagian hukum acara pidana yang berkaitan
dengan penyidikan adalah14
:
13
Yudi Kristiana, Independensi Kejaksaan dalam Penyidikan Korupsi, PT Citra Aditya Bakti,
Bandung, 2006, Hlm. 55 14
Andi Hamzah, Pengertian Hukum Acara Pidana, Penerbit Ghalia Indonesia, Jakarta,
1984, hal. 122
-
27
1. Ketentuan tentang alat-alat penyidik.
2. Ketentuan tentang diketahui terjadinya delik.
3. Pemeriksaan di tempat kejadian.
4. Pemanggilan tersangka atau terdakwa.
5. Penahanan semantara.
6. Penggeledahan.
7. Pemeriksaan atau Interogasi.
8. Berita acara (Penggeledahan, interogasi dan pemeriksaan di tempat).
9. Penyitaan.
10. Penyampingan perkara.
11. Pelimpahan perkara kepada penuntut umum dan pengembaliannya kepada
penyidik untuk disempurnakan.
Terhadap tindak pidana korupsi, sebelum lahirnya Undang-undang No. 31
Tahun 1999, penyidikan terhadap tindak pidana korupsi dilakukan oleh
Kejaksaan, tetapi setelah lahirnya Undang-undang No. 31 Tahun 1999, yaitu
Pasca Agustus 1999, penanganan terhadap tindak pidana korupsi memiliki
berbagai pemahaman. Ada pandangan yang mengatakan bahwa pihak kepolisian
yang berhak melakukan penyidikan terhadap tindak pidana korupsi, namun ada
pandangan lain yang mengatakan dengan bertitik tolak dari ide bahwa materi
tindak pidana korupsi sebagai bagian dari hukum pidana khusus (ius specia, ius
singular/ bijzonder strafrecht), sebenarnya Kejaksaan berhak melakukan
penyidikan terhadap tindak pidana korupsi15
.
Sehubungan dengan ketidakjelasan ini, muncullah argumen-argumen yang
mendasari bahwa Kejaksaan berwenang menangani penyidikan tindak pidana
korupsi yaitu :
a. Pasal 3 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1971 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi:
Penyidikan dan penuntutan tindak pidana korupsi dijalankan menurut
ketentuan-ketentuan yang berlaku, sekedar tidak ditentukan lain dalam
undang-undang ini.
15
Yudi Kristiana, Op. cit, Hlm. 80
-
28
b. Pasal 284 ayat (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum
Acara Pidana (KUHAP):
Dalam waktu dua tahun setelah undang-undang ini diundangkan maka terhadap semua perkara diberlakukan ketentuan undang-
undang dengan pengecualian untuk sementara mengenai ketentuan
khusus acara pidana sebagaimana tersebut pada undang-undang
tertentu, sampai ada perubahan dan/atau dinyatakan tidak berlaku
lagi.
Eksistensi Pasal 284 ayat (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun
1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) merupakan dasar lanjutan
untuk memperkokoh kewenangan penyidikan yang dilakukan oleh
kejaksaan sebagaimana secara tegas dinyatakan dalam Penjelasan Umum
butir 3 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004, yang menyebutkan
Kewenangan kejaksaan untuk melakukan penyidikan tindak pidana
tertentu dimaksudkan untuk menampung beberapa ketentuan undang-
undang yang memberikan kewenangan kepada kejaksaan untuk melakukan
penyidikan, misalnya Undang-Undang Nomor 26 tahun 2000 tentang
Pengadilan Hak Asasi Manusia, Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999
tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah
dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, dan Undang-Undang
Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi.
c. Pasal 17 Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan
KUHAP:
Penyidikan menurut ketentuan khusus acara pidana sebagaimana tersebut pada undang-undang tertentu sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 284 ayat (2) KUHAP dilaksanakan oleh Penyidik Jaksa dan
pejabat penyidik yang berwenang lainnya berdasarkan peraturan
perundang-undangan.
Dalam Penjelasan Pasal 17 Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun
1983 tentang Pelaksanaan KUHAP, dinyatakan bahwa:
Wewenang penyidikan dalam tindak pidana tertentu yang diatur secara khusus oleh undang-undang tertentu dilakukan oleh penyidik,
jaksa dan pejabat penyidik yang berwenang lainnya yang ditunjuk
berdasarkan peraturan perundangundangan. Bagi penyidik dalam
-
29
Perairan Indonesia, zona tambahan, Landas kontinen dan Zona
Ekonomi Eksklusif Indonesia, penyidikan dilakukan oleh perwira
Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut dan pejabat penyidik
lainnya yang ditentukan oleh undangundang yang mengaturnya.
d. Pasal 18 ayat (3) Undang-Undang Nomor 28 tahun 1999 tentang
Penyelenggaraan Negara Yang Bersih Dan Bebas Dari Korupsi, Kolusi
Dan Nepotisme:
Apabila dalam hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditemukan petunjuk adanya korupsi, kolusi atau nepotisme,
maka hasil pemeriksaan tersebut disampaikan kepada instansi yang
berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
yang berlaku, untuk ditindaklanjuti.
Dalam Penjelasan Pasal 18 ayat (3) Undang-Undang Nomor 28
tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih Dan Bebas Dari
Korupsi, Kolusi Dan Nepotisme, dinyatakan bahwa:
Ketentuan dalam ayat ini dimaksudkan untuk mempertegas atau menegaskan perbedaan yang mendasar antara tugas Komisi
Pemeriksa selaku pemeriksa harta kekayaan Penyelenggara Negara
dan fungsi Kepolisian dan Kejaksaan. Fungsi pemeriksaan yang
dilakukan oleh Komisi Pemeriksa sebelum seseorang diangkat
selaku pejabat negara adalah bersifat pendataan, sedangkan
pemeriksaan yang dilakukan sesudah pejabat negara selesai
menjalankan jabatannya bersifat evaluasi untuk menentukan ada atau
tidaknya petunjuk tentang korupsi, kolusi dan nepotisme. Yang
dimaksud dengan petunjuk dalam pasal ini adalah faktafakta atau
data yang menunjukkan adanya unsur-unsur korupsi, kolusi dan
nepotisme. Yang dimaksud instansi yang berwenang adalah Badan
Pengawas Keuangan dan Pembangunan, Kejaksaan Agung dan
Kepolisian.
e. Pasal 26 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi:
Penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap tindak pidana korupsi, dilakukan berdasarkan hukum acara
pidana yang berlaku, kecuali ditentukan lain dalam undang-undang
ini.
Pasal 27 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi:
-
30
Dalam hal ditemukan tindak pidana korupsi yang sulit pembuktiannya,
maka dapat dibentuk tim gabungan dibawah koordinasi Jaksa Agung.
f. Pasal 44 ayat (4) dan ayat (5) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002
tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi:
(4) Dalam hal Komisi Pemberantasan Korupsi berpendapat bahwa perkara tersebut diteruskan, Komisi Pemberantasan Korupsi
melaksanakan penyidikan sendiri atau dapat melimpahkan perkara
tersebut kepada penyidik kepolisian atau kejaksaan. (5) Dalam hal
penyidikan dilimpahkan kepada kepolisian atau kejaksaan
sebagaimana dimaksud pada ayat (4), kepolisian atau kejaksaan
wajib melaksanakan koordinasi dan melaporkan perkembangan
penyidikan kepada Komisi Pemberantasan korupsi.
Pasal 50 ayat (1), (2), (3), dan (4) Undang-Undang Nomor 30
Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi:
(1) Dalam hal suatu tindak pidana korupsi terjadi dan Komisi Pemberantasan Korupsi belum melakukan penyidikan, sedangkan
perkara tersebut telah dilakukan penyidikan oleh kepolisian atau
kejaksaan, instansi tersebut wajib memberitahukan kepada Komisi
Pemberantasan korupsi paling lambat 14 (empat belas) hari kerja
terhitung sejak tanggal dimulainya penyidikan.
(2) Penyidikan yang dilakukan oleh kepolisian atau kejaksaan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dilakukan koordinasi
secara terus menerus dengan Komisi Pemberantasan Korupsi.
(3) Dalam hal Komisi Pemberantasan Korupsi sudah mulai
melakukan penyidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
kepolisian atau kejaksaan tidak berwenang lagi melakukan
penyidikan.
(4) Dalam hal penyidikan dilakukan secara bersamaan oleh
kepolisan dan/atau kejaksaan dan Komisi Pemberantasan korupsi,
penyidikan yang dilakukan oleh kepolisian atau kejaksaan tersebut
segera dihentikan.
g. Pasal 11 ayat (1) Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang
Pengadilan Hak Asasi Manusia:
Jaksa Agung sebagai penyidik berwenang melakukan penangkapan untuk kepentingan penyidikan terhadap seseorang yang diduga keras
melakukan pelanggaran hak asasi manusia yang berdasarkan bukti
permulaan yang cukup.
-
31
Pasal 12 ayat (1) Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang
Pengadilan Hak Asasi Manusia:
Jaksa Agung sebagai penyidik dan penuntut umum berwenang melakukan
penahanan atau penahanan lanjutan untuk kepentingan penyidikan dan
penuntutan.
Pasal 21 ayat (1) Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang
Pengadilan Hak Asasi Manusia:
Penyidikan perkara pelanggaran hak asasi manusia yang berat dilakukan
oleh Jaksa Agung.
h. Pasal 30 ayat (1) huruf d Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang
Kejaksaan Republik Indonesia:
(1) Dibidang pidana, kejaksaan mempunyai tugas dan wewenang: d.
melakukan penyidikan terhadap tindak pidana tertentu berdasarkan
undang-undang.
Dalam Penjelasan Pasal 30 ayat (1) huruf d Undang-Undang Nomor
16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia, dinyatakan bahwa:
Kewenangan dalam ketentuan ini adalah kewenangan sebagaimana diatur misalnya dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000
tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia dan Undang-Undang Nomor
31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun
2001 jo. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
i. Pasal 74 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan
Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang:
Penyidikan tindak pidana pencucian uang dilakukan oleh penyidik tindak
pidana asal sesuai dengan ketentuan hukum acara dan ketentuan peraturan
perundang-undangan, kecuali ditentukan lain menurut undang-undang ini.
Dalam Penjelasan Pasal 74 Undang-Undang Nomor 8 Tahun
2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian
Uang, dinyatakan sebagai berikut:
-
32
Yang dimaksud dengan penyidik tindak pidana asal adalah pejabat dari instansi yang oleh undang-undang diberi kewenangan
untuk melakukan penyidikan, yaitu Kepolisan Negara Republik
Indonesia, Kejaksaan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Badan
Narkotika Nasional (BNN), serta Direktorat Jenderal Pajak dan
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Republik
Indonesia. Penyidik tindak pidana asal dapat melakukan penyidikan
tindak pidana pencucian uang apabila menemukan bukti permulaan
yang cukup terjadinya tindak pidana pencucian uang saat melakukan
penyidikan tindak pidana asal sesuai kewenangannya.
j. Kewenangan kejaksaan untuk melakukan penyidikan ditegaskan oleh
beberapa Yurisprudensi Mahkamah Agung, antara lain sebagai berikut:
- Putusan Mahkamah Agung Nomor 1148 K/Pid/2003 tanggal 10
Januari 2005, dalam perkara Tindak Pidana Korupsi atas nama
terdakwa Drs. Anisi SY Roni yang didakwa oleh Kejaksaan Negeri
Ciamis melanggar Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang
Nomor 31 Tahun 1999 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto
Pasal 64 ayat (1) KUHP. Putusan Mahkamah Agung pada pokoknya
menyatakan berdasarkan Penjelasan Pasal 27 huruf c Undang-Undang
Nomor 28 Tahun 1999 yang menunjuk Undang-Undang Nomor 31
Tahun 1999, adalah merupakan dasar hukum terhadap keberadaan
Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sehingga dengan demikian
Jaksa adalah Penyidik.
- Putusan Mahkamah Agung Nomor 1205 K/Pid/2003 tanggal 10
Oktober 2005, dalam perkara tindak pidana korupsi atas nama
terdakwa Ade Rachlan yang didakwa oleh Kejaksaan Negeri Ciamis
melangar Pasal 9 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun
1999 juncto Pasal 416 KUHP juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP
juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP. Putusan Mahkamah Agung pada
pokoknya menyatakan berdasarkan ketentuan yang diatur didalam
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999, Undang-Undang Nomor 28
Tahun 1999, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1991 dan Peraturan
Pemerintah Nomor 19 Tahun 2000 tentang Tim Gabungan
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi maka Jaksa mempunyai
-
33
kewenangan untuk melakukan penyelidikan, penyidikan dan
penuntutan tindak pidana korupsi.
- Putusan Mahkamah Agung Nomor 1050 K/Pid/2003 tanggal 7 Juni
2006, dalam perkara Tindak Pidana Korupsi atas nama Terdakwa Drs.
Muhammad Ramly Hamid yang didakwa oleh Kejaksaan Negeri
Mamuju melanggar Pasal 3 juncto Pasal 18 ayat (1) sub b Undang-
Undang Nomor 31 Tahun 1999 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Putusan Mahkamah Agung pada pokoknya menyatakan bahwa selain
KUHAP (Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981), Undang-undang
Nomor 28 Tahun 1999 mengatur tentang penyidikan tindak pidana
korupsi dimana Jaksa juga berwenang selaku Penyidik dan Penuntut
atas perkara tindak pidana korupsi.
k. Kewenangan kejaksaan untuk menyidik juga ditegaskan kembali melalui
Fatwa Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor
KMA1102/1/2005 yang pada pokoknya menyatakan bahwa :
Berdasarkan Pasal 30 ayat (1) huruf d Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia, kejaksaan
mempunyai tugas dan wewenang untuk melakukan penyidikan
terhadap tindak pidana tertentu berdasarkan undang-undang.
Berdasarkan hal-hal yang telah diuraikan diatas, pada pokoknya dapat
disimpulkan bahwa sampai dengan saat ini kejaksaan memiliki kewenangan
melakukan penyidikan tindak pidana tertentu, diantaranya adalah tindak pidana
korupsi.
B. Kewenangan Kejaksaan Dalam Penyidikan Tindak Pidana Korupsi
Ide dasar yang terkandung di dalam KUHAP adalah penyidik utama
adalah kepolisian. Tetapi dalam pasal 284 KUHAP secara khusus memberikan
kewenangan kepada Kejaksaan untuk menyidik perkara tindak pidana khusus
untuk sementara dimaksudkan untuk mempersiapkan sumber daya manusia serta
sarana prasarana di dalam Kepolisian agar pada waktunya dirinya sudah memadai
sebagai penyidik.
-
34
Ada dua macam perkara pidana umumnya yang harus mengikuti ketentuan
dalam KUHAP untuk sementara, pasal 284 ayat (2) menyebutkan bahwa :
"Dalam jangka waktu dua tahun setelah undang-undang ini diundangkan,
maka terdapat semua perkara diberlakukan ketentuan undang-undang ini,
dengan pengecualian untuk sementara mengenai ketentuan khusus acara
pidana sebagaimana tersebut pada undang-undang tertentu, sampai ada
perubahan dan atau dinyatakan tidak berlaku lagi.
Sementara dalam penjelasan pasal tersebut dinyatakan, yang dimaksud
dengan ketentuan khusus acara pidana sebagaimana tersebut pada undang-
undang tertentu ialah ketentuan khusus acara pidana sebagaimana tersebut pada,
antara lain :
1 Undang-undang tentang pengusutan, penuntutan dan peradilan tindak
pidana ekonomi (undang-undang nomor 7 Drt. Tahun 1995);
2 Undang-undang tentang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (undang-
undang Nomor 31 tahun 1999 jo UU Nomor 20 tahun 2001), dengan catatan
bahwa semua ketentuan khusus acara pidana sebagaimana tersebut pada
undang-undang tertentu akan ditinjau kembali, diubah atau dicabut dalam
waktu sesingkat-singkatnya.
Di satu sisi, KUHAP memisahkan fungsi penyidikan dan penuntutan,
kecuali terhadap tindak pidana tertentu (Tindak Pidana Ekonomi dan Tindak
Pidana Korupsi), namun di sisi lain, dengan berlakunya Undang-Undang Nomor
26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia, kejaksaan diberi lagi
kewenangan untuk menyidik pelanggaran HAM berat sebagaimana diatur dalam
Pasal 11 ayat (1), Pasal 12 ayat (1), dan Pasal 21 ayat (1)], bahkan dengan
berlakunya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan
Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, kejaksaan juga diberikan
kewenangan untuk menyidik tindak pidana pencucian uang (sebagaimana diatur
dalam Pasal 74), hal tersebut menunjukkan eksistensi kewenangan kejaksaan
dalam penyidikan tindak pidana tertentu yang ditentukan oleh undang-undang.
Selanjutnya mengenai kewenangan penyidikan oleh Kejaksaan dipertegas
dalam Undang-undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan dapat dijumpai
pada pasal 30 ayat (1) huruf d bahwa di Bidang Pidana, Kejaksaan mempunyai
tugas dan wewenang melakukan penyidikan terhadap tindak pidana tertentu
-
35
berdasarkan undang-undang. Beserta penjelasannya, dan Pasal 17 Peraturan
Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan KUHAP beserta
penjelasannya, kejaksaan berwenang untuk menyidik tindak pidana korupsi.
Dengan demikian nampak jelas bahwa dalam perkara tindak pidana khusus
Kejaksaan mempunyai wewenang untuk menyidik. Sementara itu, Undang-
undang Nomor 16 tahun 2004 tentang Kejaksaan dapat dijumpai pada pasal 30
ayat (1) huruf e yaitu memberi kewenangan pada Kejaksaan untuk melengkapi
berkas perkara tertentu dan untuk itu dapat melakukan pemeriksaan tambahan
sebelum dilimpahkan ke pengadilan yang dalam pelaksanaannya dikoordinasikan
dengan penyidik16
.
16
Loebby Loqman, Eksistensi Kejaksaan RI dalam Sistem Peradilan PidanaMakalah, Jakarta, 13
November 2001
-
36
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Untuk memahami secara nyata nyata ataupun real di instansi yang Penulis
pilih sebagai sarana pembelajaran tentang ilmu hukum, Penulis menentukan badan
hukum yang ada di Kejaksaan Negeri Palangka Raya sebagai motivasi atau juga
sebagai indikator memperoleh kompetisi ilmu yang dapat bermanfaat bagi
Penulis, sehingga saran ataupun kritik yang dapat membangun demi
menyempurnakan laporan ini, dapat mengembangkan minat Penulis dan lebih
bersemangat untuk belajar dan memperoleh lebih dalam ilmu pengetahuan
hukum.
Berdasarkan Uraian rumusan masalah yang telah dikemukan di atas,
Penulis berkesimpulan bahwa dalam penanganan tindak pidana korupsi,
kewenangan penyidikan khususnya kejaksaan didasarkan kepada peraturan
perundang-undangan yang ada sejak berdirinya Negara Kesatuan Republik
Indonesia maupun berdasarkan pelaksanaan kebijakan pemerintah dibidang
penegakan hukum. Oleh karena itu, kewenangan kejaksaan dalam melakukan
penyidikan terhadap tindak pidana tertentu (diantaranya tindak pidana korupsi)
harus dilihat berdasarkan aspek yuridis.
Setelah berlakunya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab
Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), secara tegas dalam Pasal 284
ayat (2) beserta Penjelasannya dinyatakan bahwa kejaksaan mempunyai
kewenangan dalam penanganan tindak pidana korupsi (vide: Undang-Undang
Nomor 3 Tahun 1971, Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999, dan Undang-
Undang Nomor 20 Tahun 2001). Dan Undang-undang Nomor 16 Tahun 2004
tentang Kejaksaan Republik Indonesia secara tegas diatur pada Pasal 30 ayat (1)
huruf d bahwa di Bidang Pidana, Kejaksaan mempunyai tugas dan wewenang
melakukan penyidikan terhadap tindak pidana tertentu berdasarkan undang-
undang. Berdasarkan hal tersebutdi atas, maka Kejaksaan dalam hal ini adalah
Kejaksaan Negeri Palangka Raya sebagai bagian dari penegakan hukum, dapat
-
37
Melaksanakan penyidikan terhadap perkara tindak pidana korupsi yang ada di
wilayah hukum Kejaksaan Negeri Palangka Raya.
B. Saran
Perbedaan wewenang kepolisian dengan wewenang penuntut
umum/kejaksaan dalam penyidikan, harus dilihat dalam pengertian division of
powers (pembagian kewenangan) dan bukan separation of powers (pemisahan
kewenangan). Tujuan pembagian kewenangan ini adalah untuk saling
mengawasi (check and balances). Saling mengawasi dalam kewenangan
berimbang, dengan tujuan sinergi.
-
38
DAFTAR PUSTAKA
A. DAFTAR BUKU
Andi Hamzah, Pengertian Hukum Acara Pidana, Penerbit Ghalia Indonesia,
Jakarta,1984.
Buku Pedoman Kuliah Kerja Lapangan (KKL),Laboratorium Fakultas Hukum
Universitas Palangka Raya, Tahun 2013.
Evi Hartati, Tindak Piadana Korupsi, Sinar Grafika, jakarta, 2005.
Loebby Loqman, Eksistensi Kejaksaan RI dalam Sistem Peradilan
PidanaMakalah, Jakarta, 13 November 2001.
Marwan Effendy, Kejaksaan RI ; Posisi dan Fungsinya dari Perspektif Hukum, PT
Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2005.
Yudi Kristiana, Independensi Kejaksaan dalam Penyidikan Korupsi, PT Citra
Aditya Bakti, Bandung, 2006.
B. DAFTAR PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang tentang Hukum Acara Pidana
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76. Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209)
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia
( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 67. Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4401)
Undang-Undang Nomor 26 tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 208. Tambahan
-
39
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4026)
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun
2001 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 134. Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4150)
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi
Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Kitab Undang-
Undang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1983 Nomor 36. Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
3258)
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan
Tindak Pidana Pencucian Uang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2010 Nomor 122. Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5164)
Putusan Mahkamah Agung Nomor 1148 K/Pid/2003 tanggal 10 Januari 2005
dalam perkara Tindak Pidana Korupsi atas nama terdakwa Drs. Anisi SY Roni.
Putusan Mahkamah Agung Nomor 1205 K/Pid/2003 tanggal 10 Oktober 2005,
dalam perkara tindak pidana korupsi atas nama terdakwa Ade Rachlan .
Putusan Mahkamah Agung Nomor 1050 K/Pid/2003 tanggal 7 Juni 2006, dalam
perkara Tindak Pidana Korupsi atas nama Terdakwa Drs. Muhammad Ramly
Hamid.
-
40
Fatwa Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor KMA1102/1/2005
C. DAFTAR SITUS INTERNET
Pengertian Kejaksaan http://kejaksaan.go.id/tentang_kejaksaan.php?id=1 di akses
tanggal 18 Januari 2014
Sejarah Kejaksaan sebelum Reformasi http://kejaksaan.go.id/tentangkejaksaan.php?id=3
di akses tanggal 18 Januari 2014
-
41
LAMPIRAN
-
42
-
43
SURAT
KETERANGAN PRAKTEK KERJA LAPANGAN
DARI KEJAKSAAN NEGERI PALANGKA RAYA
-
44
-
45
ABSENSI KEHADIRAN
PESERTA KULIAH KERJA LAPANGAN
-
46
NAMA : ERIK SOSANTO
NIM : EAA 110 039
TEMPAT KKL : KEJAKSAAN NEGERI PALANGKA RAYA
NO HARI/
TANGGAL
PAGI SIANG KET
Masuk Keluar Masuk Keluar
Jam Paraf Jam Paraf Jam Paraf Jam Paraf
1 Kamis, 16/01/14 08.00 12.10 13.00 16.00
2 Jumat,17/01/14 07.00 12.00 13.30 16.40
3 Senin, 20/01/14 07.00 11.30 13.30 16.00
4 Selasa, 21/01/14 07.00 12.00 13.30 16.00
5 Rabu, 22/01/14 07.00 12.00 13.30 16.00
6 Kamis, 23/01/14 07.00 12.00 13.30 16.00
7 Jumat,24/01/14 07.00 12.00 13.30 16.00
8 Senin, 27/01/14 07.00 12.00 13.30 16.00
9 Selasa, 28/01/14 07.00 12.00 13.30 16.00
10 Rabu, 29/01/14 07.00 12.00 13.30 16.00
11 Kamis, 30/01/14 07.00 12.00 13.30 16.00
12 Senin, 3/02/14 07.00 12.00 13.30 16.00
13 Selasa, 4/02/14 07.00 12.00 13.30 16.00
14 Rabu, 5/02/14 07.00 12.00 13.30 16.00
15 Kamis, 6/02/14 07.00 12.00 13.30 16.00
16 Jumat, 7/02/14 07.00 12.00 13.30 16.00
17 Senin, 10/02/14 07.00 12.00 13.30 16.00
18 Selasa, 11/02/14 07.00 12.00 13.30 16.00
19 Rabu, 12/02/14 07.00 12.00 13.30 16.00
20 Kamis, 13/02/14 07.00 12.00 13.30 16.00
21 Jumat,14/02/14 07.00 12.00 Penarikan Peserta KKL
Palangka Raya, 14 Februari 2014
An. Kepala
Kejaksaan Negeri Palangka Raya
Kasi Pidana Khusus,
HAIRUN AZHARI, S.H., M.H
NIP. 19701230 199803 1 001
-
47
-
48
JADWAL KEGIATAN
PESERTA KULIAH KERJA LAPANGAN
-
49
NAMA : ERIK SOSANTO
NIM : EAA 110 039
TEMPAT KKL : KEJAKSAAN NEGERI PALANGKA RAYA
NO HARI/
TANGGAL
KEGIATAN
1 Kamis, 16/01/14 Penempatan pada bidang kerja Pidana Khusus (pidsus). Memberikan cap stempel KEJARI pada register perkara. Mengetik berkas perkara Pidsus 8 (P-8) dan Memprintnya. Mengikuti Persidangan di Pengadilan Negeri dalam perkara tindak pidana
korupsi atas nama Prof. Dr. Sanggam Roy Inhard Manalu, M.pd dan Drs.
Aripin, M.si Bin Abdul Rafiu. Mengetik daftar nama saksi untuk panggilan mengikuti proses
persidangan sebagai saksi.
2 Jumat,17/01/14 Mengikuti kegiatan senam pagi. Memasukan data perkara pidsus ke website KEJAGUNG. Menganalilis surat dakwaan tindak pidana korupsi atas nama Prof. Dr.
Sanggam Roy Inhard Manalu, M.pd.
3 Senin, 20/01/14 Mengantar berkas perkara ke ruang arsip Pidana Khusus (pidsus). Menyusun berkas perkara atas nama IKING, ST. Mengcopy berkas perkara.
4 Selasa, 21/01/14 Menyusun berkas perkara atas nama SUDARMINI. Mengambil berkas dari ruang Kepala KEJARI. Menghitung uang denda Putusan MA atas nama Dra. ROSNANI.
5 Rabu, 22/01/14
Mempersiapkan Berkas persidangan dan membuat risalah dalam perkara tindak pidana korupsi atas nama Prof. Dr. Sanggam Roy Inhard Manalu,
M.pd dan Drs. Aripin, M.si Bin Abdul Rafiu di Pengadilan Negeri. Membuat surat panggilan saksi (P-37 dan P-38) dan mengantarnya
Kepada para saksi yang bersangkutan untuk diminta keterangannya di
persidangan.
6 Kamis, 23/01/14
7 Jumat,24/01/14 Mengikuti kegiatan senam pagi. Mengantar surat panggilan saksi (P-37 dan P-38) Kepada para saksi yang
bersangkutan untuk diminta keterangannya di persidangan.
8 Senin, 27/01/14 Mengantar berkas perkara ke ruang arsip Pidana Khusus (pidsus). Mengcopy berkas perkara.
9 Selasa, 28/01/14 Mengantar surat panggilan saksi (P-37 dan P-38) Kepada para saksi yang bersangkutan untuk diminta keterangannya di persidangan.
Membuat LABUL (Laporan Bulanan) seksi pidana khusus. 10 Rabu, 29/01/14
Mempersiapkan Berkas persidangan dan membuat risalah dalam perkara tindak pidana korupsi atas nama Prof. Dr. Sanggam Roy Inhard Manalu,
M.pd dan Drs. Aripin, M.si Bin Abdul Rafiu di Pengadilan Negeri. Membuat surat panggilan saksi (P-37 dan P-38) dan mengantarnya
Kepada para saksi yang bersangkutan untuk diminta keterangannya di
persidangan.
11 Kamis, 30/01/14 Mengantar surat panggilan saksi (P-37 dan P-38) ke Dinas Pendidikan dan kebudayaan Kabupaten Pulang Pisau dan Dinas Pendidikan dan
-
50
Palangka Raya, 14 Februari 2014
An. Kepala
Kejaksaan Negeri Palangka
Raya
Kasi Pidana Khusus,
HAIRUN AZHARI, S.H., M.H
NIP. 19701230 199803 1 001
kebudayaan Kabupaten Katingan (Perjalanan Dinas Luar Kota)
12 Senin, 3/02/14 Mengantar Barang Bukti (BB) dalam perkara Tindak Pidana Korupsi atas nama Farida sayang.
Mengikuti Eksekusi Putusan MARI atas nama Tekli Tinton Assau 13 Selasa, 4/02/14 Mengcopy berkas perkara berita acara Pemeriksaan (BAP) dan
Menjilidnya.
Membuat Daftar Barang Bukti dalam berita acara Pemeriksaan (BAP) 14 Rabu, 5/02/14
Mempersiapkan Berkas persidangan dan membuat risalah dalam perkara tindak pidana korupsi atas nama Prof. Dr. Sanggam Roy Inhard Manalu,
M.pd dan Drs. Aripin, M.si Bin Abdul Rafiu di Pengadilan Negeri. Membuat surat panggilan saksi (P-37 dan P-38) dan mengantarnya
Kepada para saksi yang bersangkutan untuk diminta keterangannya di
persidangan.
15 Kamis, 6/02/14
16 Jumat, 7/02/14 Mengikuti kegiatan senam pagi. Mengantar surat panggilan saksi (P-37 dan P-38) Kepada para saksi yang
bersangkutan untuk diminta keterangannya di persidangan.
17 Senin, 10/02/14 Menyusun berkas perkara atas nama ARI ERAINI. Mengcopy berkas perkara.
18 Selasa, 11/02/14 Mempersiapkan Berkas persidangan dan membuat risalah dalam perkara tindak pidana korupsi atas nama Manuel Notanubun, SH,MM dan Farida
sayang, SE.
19 Rabu, 12/02/14
Mempersiapkan Berkas persidangan dan membuat risalah dalam perkara tindak pidana korupsi atas nama Prof. Dr. Sanggam Roy Inhard Manalu,
M.pd dan Drs. Aripin, M.si Bin Abdul Rafiu di Pengadilan Negeri. Membuat surat panggilan saksi (P-37 dan P-38) dan mengantarnya
Kepada para saksi yang bersangkutan untuk diminta keterangannya di
persidangan.
20 Kamis, 13/02/14
22 Jumat,14/02/14 Mengikuti kegiatan senam pagi. surat panggilan saksi (P-37 dan P-38) Kepada para saksi yang
bersangkutan untuk diminta keterangannya di persidangan.
Penarikan Mahasiswa KKL
-
51
DOKUMENTASI KEGIATAN
PESERTA KULIAH KERJA LAPANGAN
-
52
1.1.(Kantor Kejaksaan Negeri Palangka Raya Beralamat di Jalan Diponegoro
No. 13 Kota Palangka Raya)
1.2.(Ruangan Seksi Tindak Pidana Khusus)
-
53
1.3. (Struktur Organisasi Seksi Tindak Pidana Khusus Kejari Palangka Raya)
1.4. (Suasana Kerja di Seksi Tindak Pidana Khusus)
-
54
1.5. (Arsip Berkas Seksi Tindak Pidana Khusus)
1.6. (Berkas-Berkas perkara Korupsi Seksi Tindak Pidana Khusus)
-
55
1.7. (Sidang Pemeriksaan Saksi-saksi dalam perkara tindak pidana korupsi atas
nama terdakwa Prof. Dr. Sanggam Roy Inhard Manalu, M.pd)
1.8. (Sidang Pembacaan Surat Dakwaan atas Nama Terdakwa Manuel dan
Farida Sayang dalam Perkara Tindak Pidana Korupsi )
-
56
1.9.(Suasana Kebersamaan Mahasiswa Kuliah Kerja Lapangan di Kejaksaan
Negeri Palangka Raya)
1.10.(Suasana Kebersamaan dengan Jaksa dari Kejati Kalteng, Kasi Pidsus, dan
Staf Seksi Pidsus Kejari Palangka Raya)