2018 Peran Komunikasi Internasional dalam …...Meningkatkan Hubungan Kerjasama Pendidikan Tinggi...

182
Universitas Sumatera Utara Repositori Institusi USU http://repositori.usu.ac.id Departemen Ilmu Komunikasi Skripsi Sarjana 2018 Peran Komunikasi Internasional dalam Meningkatkan Hubungan Kerjasama Pendidikan Tinggi Indonesia-Malaysia (Studi Deskriptif Peran Komunikasi Internasional Atase Pendidikan KBRI Kuala Lumpur dalam Meningkatkan Hubungan Kerjasama Indonesia-Malaysia) Amalia, Hilyah Univesitas Sumatera Utara http://repositori.usu.ac.id/handle/123456789/8224 Downloaded from Repositori Institusi USU, Univsersitas Sumatera Utara

Transcript of 2018 Peran Komunikasi Internasional dalam …...Meningkatkan Hubungan Kerjasama Pendidikan Tinggi...

Universitas Sumatera Utara

Repositori Institusi USU http://repositori.usu.ac.id

Departemen Ilmu Komunikasi Skripsi Sarjana

2018

Peran Komunikasi Internasional dalam

Meningkatkan Hubungan Kerjasama

Pendidikan Tinggi Indonesia-Malaysia

(Studi Deskriptif Peran Komunikasi

Internasional Atase Pendidikan KBRI

Kuala Lumpur dalam Meningkatkan

Hubungan Kerjasama Indonesia-Malaysia)

Amalia, Hilyah

Univesitas Sumatera Utara

http://repositori.usu.ac.id/handle/123456789/8224

Downloaded from Repositori Institusi USU, Univsersitas Sumatera Utara

PERAN KOMUNIKASI INTERNASIONAL DALAM MENINGKATKAN

HUBUNGAN KERJASAMA PENDIDIKAN TINGGI INDONESIA-

MALAYSIA

(Studi Deskriptif Peran Komunikasi Internasional Atase Pendidikan KBRI Kuala

Lumpur Dalam Meningkatkan Hubungan Kerjasama Indonesia-Malaysia)

SKRIPSI

HILYAH AMALIA

130904083

Public Relations

DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2018

Universitas Sumatera Utara

PERAN KOMUNIKASI INTERNASIONAL DALAM MENINGKATKAN

HUBUNGAN KERJASAMA PENDIDIKAN TINGGI INDONESIA-

MALAYSIA

(Studi Deskriptif Peran Komunikasi Internasional Atase Pendidikan KBRI Kuala

Lumpur Dalam Meningkatkan Hubungan Kerjasama Indonesia-Malaysia)

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana

Program Strata 1 (S1) pada Departemen Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu

Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara

HILYAH AMALIA

130904083

Public Relations

DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2018

Universitas Sumatera Utara

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI

LEMBAR PERSETUJUAN

Skripsi ini ditujukan untuk dipertahankan oleh:

Nama : Hilyah Amalia

NIM : 130904083

Program Studi : Ilmu Komunikasi (Public Relations)

Judul Skripsi : Peran Komunikasi Internasional dalam Meningkatkan Hubungan

Kerjasama Pendidikan Tinggi Indonesia-Malaysia

(Studi Deskriptif Peran Komunikasi Internasional Atase Pendidikan

KBRI Kuala Lumpur dalam Meningkatkan Hubungan Kerjasama

Indonesia-Malaysia)

Medan, September 2018

Dosen Pembimbing Ketua Program Studi

Emilia Ramadhani, S.Sos., M.A Dra. Dewi Kurniawati,M.Si.,Ph.D

NIP. 197310212006042001 NIP. 196505241989032001

Dekan FISIP USU

Dr. Muryanto Amin, M.Si.

NIP. 197409302005011002

Universitas Sumatera Utara

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI

LEMBAR PENGESAHAN

Skripsi ini diajukan oleh :

Nama : Hilyah Amalia

NIM : 130904083

Program Studi : Ilmu Komunikasi (Public Relations)

Judul Skripsi : Peran Komunikasi Internasional dalam Meningkatkan Hubungan

Kerjasama Pendidikan Tinggi Indonesia-Malaysia

(Studi Deskriptif Peran Komunikasi Internasional Atase

Pendidikan KBRI Kuala Lumpur dalam Meningkatkan Hubungan

Kerjasama Indonesia-Malaysia)

Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima

sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar

Sarjana Ilmu Komunikasi pada Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas

Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

Majelis Penguji

Ketua Penguji : _________________________ ( )

NIP.

Penguji : Emilia Ramadhani, S. Sos., M.A ( )

NIP. 197310212006042001

Penguji Utama : ( )

NIP.

Ditetapkan di : Medan

Tanggal : 2018

Universitas Sumatera Utara

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri, semua sumber baik yang dikutip

maupun yang dirujuk telah saya cantumkan dengan benar. Jika di kemudian hari

saya terbukti melakukan pelanggaran (plagiat) maka saya bersedia di proses

sesuai hukum yang berlaku.

Nama : Hilyah Amalia

NIM : 130904083

Departemen : Ilmu Komunikasi

Tanda Tangan :

Tanggal : 13 September 2018

Universitas Sumatera Utara

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil‟alamin, puji syukur peneliti panjatkan kepada Allah

SWT atas berkat yang telah diberikan-Nya sehingga peneliti dapat menyelesaikan

skripsi ini. Penulisan skripsi ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu

syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial

dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Sumatera Utara (USU).

Skripsi ini berjudul “Peran Komunikasi Internasional dalam Meningkatkan

Hubungan Kerjasama Pendidikan Tinggi Indonesia-Malaysia”. Adapun tujuan

dari penyusunan skripsi ini adalah sebagai salah satu syarat untuk memperoleh

gelar Sarjana (S1) di Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan

Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara. Secara pribadi, peneliti juga berharap

agar skripsi ini dapat memberikan sumbangsih ilmu pengetahuan untuk studi ilmu

komunikasi, khususnya lagi dalam cakupan komunikasi internasional.

Terima kasih yang pertama ditujukan kepada kedua orang tua peneliti, atas

segala kasih sayang, perhatian dan pengertian, serta dukungan yang tiada henti

diberikan kepada peneliti. Proses penyelesaian skripsi ini bukanlah proses yang

singkat, bahkan juga sangat bersejarah dalam catatan hidup pribadi peneliti. Tanpa

adanya dukungan dari kedua orang tua, peneliti tidak akan mungkin memiliki

tekad yang kuat sampai proses akhir penyelesaian skripsi. Terima kasih juga

untuk kakak pertama (Kak Rina) dan abang ipar (Bang Amrul) yang selalu

mendukung baik secara moril maupun materil, kakak kedua (Kak Cuna) yang

cukup perhatian dan pengertian selama proses penyelesaian skripsi ini, serta adik

Zahir Dhiya‟ Fathi dan istri yang turut mendoakan peneliti untuk tetap sehat dan

semangat dari Kairo dimana mereka juga sedang berjuang menimba ilmu disana.

Saya menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak

dari masa perkuliahan sampai penyelesaian skripsi, sangatlah sulit bagi peneliti

untuk menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, peneliti ucapkan terima kasih

banyak kepada:

1. Bapak Dr. Muryanto Amin, S.Sos, M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu

Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

Universitas Sumatera Utara

2. Ibu Dra. Dewi Kurniawati, M.Si, Ph.D selaku Ketua Program Studi Ilmu

Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera

Utara.

3. Ibu Emilia Ramadhani, S. Sos, M.A selaku Sekretaris Program Studi Ilmu

Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera

Utara dan sebagai dosen pembimbing yang selalu memberikan dukungan,

bimbingan, kemudahan yang diberikan kepada peneliti selama proses

penyelesaian skripsi.

4. Almarhumah Ibu Dra. Inon Beydha, Msi. Ph. D selaku dosen pembimbing

terdahulu yang juga telah membimbing peneliti dalam beberapa

kesempatan semasa hidupnya.

5. Seluruh dosen dan staf pengajar di Program Studi Ilmu Komunikasi

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara, atas

ilmu pengetahuan yang telah diberikan selama peneliti menjadi

mahasiswa.

6. Kak Maya dan Kak Yanti selaku bagian administrasi di Program Studi

Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas

Sumatera Utara, yang telah memudahkan urusan surat menyurat dan

membantu banyak hal bagi peneliti sepanjang menjadi mahasiswa.

7. Sahabat-sahabat peneliti, Yustia Ulfa, Awanis, dan Lesley yang selalu

memberikan dukungan dan mendoakan peneliti untuk tetap semangat

dalam menyelesaikan skripsi ini.

8. Hijja Mardhiya Nst, kakak sepupu yang selalu bersedia menjadi tempat

peneliti mencurahkan isi hati dan pikiran peneliti selama proses

pengerjaan skripsi hingga sekarang.

9. Ahsan Malik, atas dedikasi waktu dan dukungannya, terutama untuk setiap

kesempatan berdiskusi mengenai penelitian ini yang benar-benar

mencerminkan proses komunikasi internasional yang dinamis.

10. Thomas Simoes dan Farika Angela, selaku kolega kerja yang walaupun

sudah tidak ada hubungan pekerjaan lagi, namun turut mendoakan dan

mendukung peneliti dari proses awal hingga akhir penyelesaian skripsi.

11. Seluruh keluarga besar Alliance Francaise Medan, yang telah

memfasilitasi peneliti untuk belajar bahasa Prancis secara intensif. Terima

kasih banyak atas pengertiannya yang memahami keterbatasan waktu yang

kebetulan bersamaan dengan masa pengerjaan skripsi peneliti.

12. Siti Annisa Lubis dan Magdalena Kristina Hutabarat, selaku bagian dari

AF Medan dan kakak-kakak yang selalu mengayomi peneliti untuk tetap

semangat serta turut mendoakan peneliti dalam proses penyelesaian

skripsi.

13. Yunda Pratiwi, sebagai rekan seperjuangan yang sangat berdedikasi

selama proses penyelesaian skripsi bersama. Walaupun di awal kuliah

tidak dekat sama sekali, ternyata skripsi inilah yang menjadikan hubungan

Universitas Sumatera Utara

pertemanan ini menjadi salah satu warna pelangi di tengah mendungnya

proses penyelesain skripsi.

14. Prof. Dr. Ari Purbayanto, selaku Atase Pendidikan KBRI Kuala Lumpur

yang telah bersedia untuk menjadi informan utama dalam penelitian ini

dan segala bantuan dan fasilitas yang diberikan kepada peneliti selama

proses penelitian berlangsung.

15. Erwinsyah, SH. LLM, selaku staf Atdikbud KBRI Kuala Lumpur yang

juga turut membantu dari proses permohonan izin penelitian hingga

bersedia juga menjadi salah satu informan dalam penelitian ini.

16. Doni Ropawandi, selaku Ketua Umum Persatuan Pelajar Indonesia yang

bersedia menjadi informan tambahan secara mendadak dan turut

memberikan dukungan moril sebagai sesama mahasiswa yang sangat

memahami proses pengerjaan skripsi.

17. Seluruh pihak yang terkait dari setiap tahapan dalam proses pengerjaan

skripsi ini, terima kasih banyak atas dukungan dan bantuannya.

Peneliti menyadari bahwa masih banyaknya kekurangan dalam tulisan ini,

dengan segala kerendahan hati peneliti berharap pembaca dapat memberikan

kritik dan saran yang tentunya bersifat membangun untuk perkembangan

penelitian-penelitian selanjutnya, serta untuk memperdalam pengetahuan dan

pengalaman peneliti. Semoga skripsi ini membawa manfaat bagi banyak orang

baik sekarang maupun nantinya.

Medan, 2018

Hilyah Amalia

Universitas Sumatera Utara

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS

AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai civitas akademik Universitas Sumatera Utara, saya yang bertanda tangan

di bawah ini:

Nama : Hilyah Amalia

NIM : 130904083

Departemen : Ilmu Komunikasi

Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas : Universitas Sumatera Utara

Jenis Karya : Skripsi

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada

Universitas Sumatera Utara Hak Bebas Royalti Non Eksklusif (Non Exclusive

Royalty - Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul:

Peran Komunikasi Internasional dalam Meningkatkan Hubungan Kerjasama

Pendidikan Tinggi Indonesia-Malaysia

(Studi Deskriptif Peran Komunikasi Internasional Atase Pendidikan KBRI Kuala

Lumpur dalam Meningkatkan Hubungan Kerjasama Indonesia-Malaysia)

Dengan Hak Bebas Royalti Non-Eksklusif ini Universitas Sumatera Utara berhak

menyimpan, mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data

(database), merawat, dan mempublikasikan tugas akhir saya tanpa meminta izin

dari saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan

sebagai Hak Cipta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : Medan

Pada Tanggal :

Yang menyatakan

(Hilyah Amalia)

Universitas Sumatera Utara

ABSTRAK

Penelitian skripsi ini berjudul Peran Komunikasi Internasional dalam

Meningkatkan Hubungan Kerjasama Pendidikan Tinggi Indonesia-Malaysia

(Studi Deskriptif Peran Komunikasi Internasional Atase Pendidikan KBRI Kuala

Lumpur dalam Meningkatkan Hubungan Kerjasama Indonesia-Malaysia).

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran komunikasi internasional dalam

meningkatkan hubungan kerjasama pendidikan tinggi Indonesia-Malaysia.

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif

kualitatif. Teori yang digunakan sebagai landasan pemikiran dalam penelitian ini

adalah teori komunikasi internasional. Dalam penelitian ini, peneliti melibatkan

tiga orang informan dalam rangka memperoleh data yang relevan dan akurat

sesuai dengan tujuan dan kebutuhan penelitian yang menggunakan teknik

purposive sampling. Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada ketiga informan,

ditemukan bahwa komunikasi internasional memiliki peran yang signifikan dalam

meningkatkan hubungan kerjasama Indonesia dan Malaysia di sektor pendidikan

tinggi. Peran komunikasi internasional tersebut dilakukan oleh Atase Pendidikan

KBRI Kuala Lumpur dengan menggunakan strategi dan gaya komunikasi yang

sesuai dengan kondisi dan situasi. Hal ini dianggap lebih efektif dan efisien dalam

memperoleh kesepakatan dan realisasi kerjasama yang maksimal. Hasil ini

diperoleh dari pengolahan data yang menggunakan teknik analisis data kualitatif

yang dikembangkan oleh Miles & Huberman.

Kata Kunci: Komunikasi Internasional, Atase Pendidikan, Kerjasama Pendidikan

Tinggi, Indonesia-Malaysia.

Universitas Sumatera Utara

ABSTRACT

This research entitled the Role of International Communication of Education

Attache at the Embassy of the Republic of Indonesia – Kuala Lumpur in

enhancing the cooperation of higher education of Indonesia-Malaysia

(Descriptive Study of the Role of International Communication of Education

Attache at the Embassy of the Republic of Indonesia – Kuala Lumpur in

enhancing the cooperation of Indonesia – Malaysia). This research aims to

determine the role of international communication in enhancing the cooperation

of higher education of Indonesia-Malaysia. The method used in this research is a

qualitative descriptive method. The theory used as the framework of this research

is the theory of international communication. In this research, researcher

involved three informants in order to obtain relevant and accurate data according

to the objectives and needs of this research by using purposive sampling. Based

on the research conducted on the three informants, it was found that international

communication has a significant role in enhancing the cooperation of Indonesia

and Malaysia in the higher education sector. The role of international

communication was accomplished by the Education Attache of Indonesian

Embassy in Kuala Lumpur by using communication strategies and communication

styles that are appropriate to the condition and situation. It is considered more

effective and efficient in obtaining agreements and the maximum realization.

These results are obtained from data process using qualitative data analysis

technique developed by Miles & Huberman.

Keywords: International Communication, Education Attache, Higher Education

Cooperation, Indonesia-Malaysia.

Universitas Sumatera Utara

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i

LEMBAR PERSETUJUAN .......................................................................... ii

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS.......................................... iii

HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................ iv

KATA PENGANTAR .................................................................................... v

HALAMAN PERNYATAAN DAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ......... viii

ABSTRAK ...................................................................................................... ix

ABSTRACT .................................................................................................... x

DAFTAR ISI ................................................................................................... xi

DAFTAR TABEL........................................................................................... xii

DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xiii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Konteks Masalah ........................................................................................ 1

1.2 Fokus Masalah ........................................................................................... 8

1.3 Tujuan Penelitian ....................................................................................... 8

1.4 Manfaat Penelitian ..................................................................................... 8

BAB II KAJIAN PUSTAKA

2.1. Perspektif/Paradigma Kajian ..................................................................... 10

2.2. Kajian Pustaka ........................................................................................... 12

2.2.1. Hubungan Internasional .................................................................. 14

2.2.1.1. Teori-Teori Arus Utama ..................................................... 17

2.2.1.2. Teori-Teori Alternatif ......................................................... 19

2.2.2. Komunikasi Internasional ............................................................... 19

2.2.2.1. Komunikasi Interpersonal................................................... 21

2.2.2.2. Komunikasi Kelompok ....................................................... 22

2.2.2.3. Komunikasi Massa ............................................................. 23

2.2.2.4. Komunikasi Politik ............................................................. 23

2.2.2.5. Komunikasi Antar Budaya ................................................. 23

2.2.3. Strategi Komunikasi .............................................................. 24

2.2.4. Gaya Komunikasi ............................................................................ 30

Universitas Sumatera Utara

2.3 Kerangka Pemikiran ................................................................................... 39

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Metode Penelitian...................................................................................... 41

3.2. Objek Penelitian ........................................................................................ 42

3.3. Subjek Penelitian ....................................................................................... 42

3.4. Kerangka Analisis ..................................................................................... 42

3.5. Teknik Pengumpulan Data ........................................................................ 43

3.5.1. Penentuan Informan ........................................................................ 45

3.5.2. Keabsahan Data............................................................................... 46

3.6. Teknik Analisis Data ................................................................................. 46

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Penelitian ......................................................................................... 49

4.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian ............................................................ 49

4.1.1.1. Profil KBRI Kuala Lumpur ................................................ 49

4.1.1.2. Profil Atase Pendidikan ...................................................... 50

4.1.2. Proses Penelitian ............................................................................. 54

4.1.3. Deskripsi Penelitian dan Hasil Wawancara .................................... 61

4.2. Pembahasan ............................................................................................... 116

4.2.1. Strategi & Gaya Komunikasi Atase Pendidikan KBRI KL ............ 120

4.2.2. Faktor Pendorong & Kendala ......................................................... 125

4.2.3. Peran Komunikasi Internasional Atase Pendidikan KBRI KL ....... 129

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

5.1. Simpulan .................................................................................................. 131

5.2. Saran .......................................................................................................... 132

DAFTAR REFERENSI ................................................................................. 135

LAMPIRAN ...................................................................................................

Universitas Sumatera Utara

DAFTAR TABEL

2.1 Communication Styles ............................................................................... 32

4.1 Tabel Karakteristik Informan ..................................................................... 55

Universitas Sumatera Utara

DAFTAR GAMBAR

2.1 Kerangka Pemikiran ............................................................................. 40

Universitas Sumatera Utara

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Konteks Masalah

Indonesia adalah bangsa yang sangat kaya akan sumber daya alam dan

sumber daya manusianya dan diakui oleh dunia bahwa Indonesia berpotensi tinggi

untuk masuk ke jajaran negara maju di masa akan datang. Dengan jumlah

penduduk sebanyak 237.641.326 jiwa dan 1331 suku bangsa yang dirilis oleh

Badan Pusat Statistik Indonesia dan terdapat juga sebuah kutipan dari laman

overview, pada situs resmi The World Bank in Indonesia (2017) yang

menyebutkan bahwa:

“Today, Indonesia is the world‟s fourth most populous nation, the world‟s 10th

largest economy in terms of purchasing power parity, and a member of the G-

20. An emerging middle-income country, Indonesia has made enormous gains in

poverty reduction, cutting the poverty rate to more than half since 1999, to 10.9%

in 2016”.

Artinya bahwa saat ini, Indonesia adalah negara terpadat ke-4 di dunia, ekonomi

terbesar ke-10 dalam hal keseimbangan daya beli, dan anggota G-20. Sebuah

negara berpenghasilan menengah yang sedang berkembang, Indonesia telah

menghasilkan keuntungan yang sangat besar dalam mengurangi kemiskinan,

sehingga mengurangi tingkat kemiskinan menjadi lebih dari setengah dari tahun

1999, menjadi 10, 9% pada tahun 2016.

Indonesia dengan potensi yang dimiliki saat ini terbilang cukup besar, baik

itu sumber daya alam yang ada maupun sumber daya manusianya. Meskipun

begitu, Indonesia masih memerlukan bangsa lain dalam meningkatkan

kesejahteraan dan kemakmuran negeri ini. Hal ini dapat dicapai dengan adanya

komitmen-komitmen yang disepakati oleh Indonesia dengan negara lain untuk

mencapai kepentingan masing-masing yang saling menguntungkan. Sehubungan

dengan hal tersebut, maka peran perwakilan Indonesia di luar negeri berfungsi

sebagai jembatan pemerintahan pusat Indonesia dengan pemerintah negara lain

ataupun pihak-pihak asing yang ada di luar negeri. Tujuannya untuk melihat

Universitas Sumatera Utara

potensi apa saja yang sekiranya dapat dikolaborasikan bersama. Kerjasama inilah

yang diharapkan dapat mendongkrak laju percepatan pembangunan bangsa

Indonesia.

Membangun kerjasama antarnegara bukanlah hal yang mudah dikarenakan

banyaknya keterbatasan yang dapat menghambat dalam proses pembangunan

kerjasama. Setiap negara memiliki bahasa, budaya, dan perspektif yang berbeda-

beda dalam berusaha mewujudkan visi dan misi bangsa masing-masing.

Adakalanya beberapa negara tertentu yang sangat jelas ingin bersaing dan tidak

mau menjalin hubungan kerjasama dengan negara manapun. Contohnya dalam

konteks ini adalah Korea Utara, negara yang masih dalam status cold war dengan

Korea Selatan ini juga bahkan sering menyatakan perang kepada pihak Amerika

Serikat. Meskipun ancaman tersebut hanya dilontarkan melalui media sosial resmi

perdana menteri Korea Utara kepada presiden Amerika Serikat, Donald Trump.

Namun hal ini bisa saja terjadi, mengingat kesiapan senjata nuklir Korea Utara

untuk menyerang siapapun. Maka dari itu, sampai saat ini lebih dari 124 negara di

dunia tengah berupaya semaksimal mungkin untuk membuat resolusi-resolusi

bersama demi mencapai perdamaian dunia yang solid.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, definisi dari kerjasama adalah

suatu kegiatan atau usaha yang dilakukan oleh beberapa orang (lembaga,

pemerintah dan sebagainya) untuk mencapai tujuan bersama. Sedangkan

pengertian kerja sama antarbangsa adalah interaksi beberapa orang atau

kelompok-kelompok yang mewakili beragam bangsa dalam mencapai sebuah

tujuan atau kepentingan bersama. Dalam membangun kerja sama antarbangsa,

setiap negara memiliki perwakilan negara masing-masing yang tersebar di

berbagai negara. Pada dasarnya perwakilan-perwakilan tersebut yang menjadi

aktor penting dalam menghubungkan segala urusan negara-negara yang saling

berhubungan, baik itu dari aspek ekonomi, sosial, politik serta pendidikan. Selain

aspek ekonomi yang paling signifikan menjadi agenda utama dalam kerja sama

antarbangsa atau internasional, salah satu aspek penting yang sering juga dibawa

dalam ranah diplomatik adalah aspek pendidikan. Hal ini karena setiap bangsa

telah menyadari bahwa aspek pendidikan juga turut serta berkontribusi besar

terhadap pembangunan bangsa yang maju dan sejahtera.

Universitas Sumatera Utara

Pendidikan merupakan usaha yang dilakukan oleh keluarga, masyarakat,

dan pemerintah melalui kegiatan bimbingan, pengajaran dan pelatihan, yang

berlangsung di sekolah dan diluar sekolah sepanjang hayat untuk mempersiapkan

generasi bangsa, agar dapat berperan aktif, kreatif dan inovatif di masa akan

datang. Individu-individu di masa kompetitif ini harus memiliki kecerdasan dan

kemampuan untuk memenuhi kebutuhan hidup yang mau tidak mau harus

diupayakan oleh setiap insan manusia. Sejalan dengan hal tersebut, sebuah

kutipan dari sebuah situs di internet; Community Education Portal (2016):

“Education is a very vital tool that is used in the contemporary world to

succeed. It is important because it is used to mitigate most of the challenges faced

in life. The knowledge that is attained through education helps to open doors to a

lot of opportunities for better prospects in career growth”

Artinya, pendidikan adalah sebuat alat yang sangat vital yang digunakan di dunia

kontemporer untuk sukses. Hal ini penting karena digunakan untuk mengurangi

sebagian besar tantangan-tantangan yang dihadapi dalam kehidupan. Pengetahuan

yang dicapai melalui pendidikan dapat membantu membuka pintu ke banyak

peluang untuk prospek pertumbuhan karir yang lebih baik. Pendidikan tidak

hanya untuk kepentingan individual semata, tapi juga sangat penting bagi sebuah

negara. Menurut data dari United Nations Educational Scientific and Cultural

Organization pada tahun 2015, sekitar 59 juta anak-anak dan 65 juta remaja di

seluruh dunia putus sekolah dan lebih dari 120 juta anak tidak menyelesaikan

pendidikan dasar. Sangat jelas dampaknya bagi sebuah negara yang akses

pendidikannya masih sangat sulit dijangkau, baik dari segi kualitas pendidikan itu

sendiri maupun biaya-biaya pendidikan yang masih menjadi kendala bagi

masyarakatnya. Ketika akses pendidikan merupakan hal yang cukup sulit

dijangkau, dengan keadaan ekonomi yang masih belum stabil. Masyarakat akan

terus terbelenggu dalam masalah kemiskinan yang tak berujung.

Di era yang sangat kompetitif ini, dimana negara-negara lain telah

menyiapkan sumber daya manusia yang memiliki segudang skills dan siap untuk

terjun lapangan yang tersebar di seluruh mancanegara. Tidak dapat dipungkiri

bahwasannya SDM yang berkualitas akan lebih mudah memilih serta dipilih di

Universitas Sumatera Utara

dunia kerja. Dengan pesatnya perkembangan teknologi, manusia tidak hanya

bersaing dengan manusia melainkan juga bersaing dengan kecanggihan teknologi-

teknologi masa kini yang mungkin saja dapat menggeser peran manusia dalam

berbagai bidang pekerjaan. Negara-negara maju terus mengembangkan potensi-

potensi SDA dan SDM-nya agar dapat memiliki kehidupan yang sejahtera.

Contohnya, negara Jepang yang terkenal dengan inovasi teknologi mutakhirnya

yang juga merupakan manifestasi keberhasilan pendidikan disana yang

mendukung masyarakatnya untuk menciptakan beragam teknologi-teknologi

canggih. Teknologi-teknologi inovatif tersebut pada dasarnya ditujukan untuk

membantu manusia menjalani hidup lebih mudah dan efisien. Negara-negara di

Eropa juga sering dijadikan panutan dalam meningkatkan kualitas pendidikan

bagi negara-negara di Asia. Negara-negara di Asia kerap melakukan kerjasama -

kerjasama dengan berbagai negara karena telah menyadari bahwa pendidikan di

setiap negara memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Dengan adanya

kerjasama pendidikan, setiap negara dapat mencapai kepentingannya serta

berperan dalam membantu negara lain dalam mengakses pendidikan dan

mengurangi angka kemiskinan.

Secara sosiologis, Indonesia terdiri dari beragam suku, etnik, bahasa, agama,

budaya, dengan segala nilai-nilai dan falsafah pemikiran, kepercayaan, serta

sejarah yang berbeda-beda. Kebhinekaan yang ada pada Indonesia ini membawa

dampak terhadap berbagai hal, mulai dari penataan sistem politik, hukum, militer,

ekonomi perdagangan, sosial budaya, hingga memperkuat integrasi bangsa yang

kokoh dan kuat. Dengan penataan kehidupan bermasyarakat dan bernegara

sedemikian rupa Indonesia dipandang sebagai negara yang memiliki daya tarik

bagi pencapaian berbagai kepentingan dalam pergaulan antarbangsa. Dalam

konteks ini, selain letak geografis Indonesia-Malaysia sangat strategis, walaupun

kadang kala terjadi beberapa kali pasang-surut di antara kedua negara ini yang

pada akhirnya dapat terselesaikan dengan berlandaskan hubungan bilateral yang

telah disepakati bersama. Indonesia dan Malaysia dari aspek sosial-budaya juga

tidak dapat melepaskan diri masing-masing karena memang sudah ada ikatan satu

rumpun sosial budaya yang saling berkaitan di dalam masyarakat kedua negara.

Indonesia yang dikenal sebagai negara mutlikultural, begitu juga dengan Malaysia

Universitas Sumatera Utara

yang warga masyarakatnya sangat beragam dari segi etnis seperti Melayu,

Tionghoa, India, dan sebagainya. Keduanya, juga dikenal sebagai sesama negara

yang memiliki populasi penduduk Muslim terbanyak yang sangat dikagumi oleh

negara-negara lain yang mengakui hebatnya kedua negara dalam mempertahankan

kesatuan dalam keberagaman suku, agama, ras, dan etnik. Keberhasilan menjaga

keutuhan bangsa dalam masyarakat yang multikultural menjadikan sebuah negara

menjadi lebih terbuka terhadap negara-negara lain yang melihat perbedaan

bukanlah sebagai penghalang dalam berinteraksi sosial. Perbedaan bahasa,

budaya, maupun SARA menjadikan setiap individu lebih termotivasi untuk saling

menghormati.

Dalam ruang lingkup hubungan internasional, komunikasi yang terjadi antar

orang berbeda bangsa (international), antaretnik (interethnical), antar kelompok

ras (interracial), atau komunitas bahasa (intercommunal) biasa disebut juga

dengan komunikasi lintas budaya. Dengan memahami komunikasi lintas budaya,

tentunya para stakeholder yang memiliki kepentingan yang berhubungan dengan

urusan internasional akan lebih mudah melakukan proses pemahaman dan

pencapaian sesuatu melalui komunikasi internasional.

Shoelhi juga menjelaskan bahwa komunikasi internasional adalah kegiatan

komunikasi yang dilakukan oleh pemerintah atau negara dengan pemerintah atau

negara lain melalui saluran diplomatik. Jalur diplomatik ditempuh melalui

komunikasi langsung antara pejabat tinggi negara (menteri luar negeri, duta besar,

konsul jenderal, dan/atau staf diplomatik lainnya). Komunikasi internasional

lazimnya dilakukan secara interpersonal atau kelompok kecil Diplomasi juga

biasanya dilakukan secara eksklusif dalam komunikasi kelompok kecil

antarpejabat tinggi negara atau melalui perwakilan diplomatik dan konsuler

masing-masing negara atau melalui mekanisme komunikasi PBB serta oganisasi

internasional, seperti ASEAN, Uni Eropa, APEC, OIC, WTO, OECD dan

UNESCO. Komunikasi internasional dalam perspektif diplomatik lazim

digolongkan ke dalam first track diplomacy, second track diplomacy dan multi

track diplomacy. Bila komunikasi ditujukan kepada pemerintah negara biasanya

disebut dengan fisrt track diplomacy sedangkan bila komunikasi berhubungan

langsung dengan penduduk atau masyarakat setempat biasa disebut dengan

Universitas Sumatera Utara

second track diplomacy. Bila komunikasi dilakukan oleh dan ditujukan kepada

pemerintah negara dan juga masyarakat biasa disebut dengan multi track

diplomacy atau total track diplomacy.

Saat ini komunikasi berfungsi untuk menumbuhkan persamaan persepsi dan

kesatuan pandang melalui simbol-simbol komunikasi sebagai produk interpretasi

bersama. Hal ini yang dimaksud berwujud pada sifat integratif perilaku dan pola

pikir dalam sistem politik yang sedang berlangsung dan sekaligus terwujudnya

komitmen moral terhadap satu sistem nilai yang dijunjung tinggi bersama

(Sambas, 2015:16). Menurut Mohammad Shoelhi (2011:25) pada bukunya yang

berjudul Diplomasi; Praktik Komunikasi Internasional, banyak aspek dalam

pergaulan komunikasi internasional mengalami perubahan positif karena

komunikasi internasional yang dilakukan antarnegara ditujukan untuk mengubah

hubungan yang menyimpan berbagai ketegangan politik, ekonomi, militer, sosial

dan budaya menjadi kondisi yang nyaman. Ini semua bisa dicapai berkat

kesungguhan para diplomat dalam mewujudkan saling pengertian dan

kesepahaman tentang berbagai masalah internasional. Karena pada dasarnya

kesempatan selalu terbuka dan media komunikasi pun selalu tersedia untuk

digunakan dalam menyampaikan pesan, kehendak, harapan atau bahkan ancaman.

Oleh karena itulah, setiap negara menempatkan perwakilannya di luar negeri

untuk menjembatani kepentingan antar negara.

Dari aspek pendidikan, Indonesia dan Malaysia memiliki pamor yang sama-

sama baik di negara satu sama lain. Mobilitas pelajar Indonesia-Malaysia juga

sangat tinggi. Menurut data dari sebuah artikel di situs resmi online Kompas

(2011) yang menyatakan bahwa, Indonesia telah menarik sekitar 5.366 mahasiswa

internasional pada tahun 2007, angka ini menunjukkan peningkatan sebesar

13,4% pada tahun 2010. Mayoritas mahasiswa internasional yang melanjutkan

studi di Perguruan Tinggi di Indonesia mayoritas dari Malaysia (53%) dengan

jurusan Kedokteran sebagai bidang studi favorit, diikuti dengan ilmu-ilmu sosial

dan teknik, yang masing-masing berjumlah di atas 900 mahasiswa. Melihat

besarnya persentase mobilitas pelajar antara Indonesia dengan Malaysia

menunjukkan akses pendidikan diantara kedua negara cukup mudah dijangkau.

Lazimnya urusan antarnegara sangatlah rumit yang dapat menghambat proses

Universitas Sumatera Utara

mobilitas segala urusan kedua negara menjadi terhambat. Kemudahan pelajar

asing dalam mengakses pendidikan di luar negara domisilinya merupakan

perwujudan sebuah komitmen kerjasama yang baik antara negara domisili dengan

negara-negara akreditasi (Kompas, 2011).

Umumnya peran yang dilakukan Atase Pendidikan adalah sebagai jembatan

pihak-pihak yang terkait dengan pendidikan. Seperti yang kita ketahui

bahwasannya Malaysia memiliki pamor yang baik dalam aspek pendidikan

terutama Perguruan Tingginya. Di sisi Malaysia, Indonesia juga memiliki pamor

yang baik pula dalam aspek pendidikan dan kebudayaan. Terkenal akan ragam

pilihan Perguruan Tinggi di Indonesia dan biaya pendidikan maupun living cost

juga lebih murah dibandigkan di Malaysia. Inilah yang menjadi salah satu daya

tarik Indonesia di mata Malaysia. Selain itu, Indonesia yang terkenal dengan

keindahan wisata alam, banyak pelajar asing yang menjadikannya nilai plus jika

dapat berkunjung dan menimba ilmu di Indonesia karena bisa sekalian

menjelajahi tempat-tempat wisata yang ada di Indonesia. Serta masyarakat

Indonesia yang multikultural memberikan suasana yang berbeda dan memberikan

pelajaran hidup yang sangat bernilai bagi pelajar asing untuk hidup di tengah

banyaknya keberagaman di lingkungan masyarakat Indonesia.

Indonesia yang merupakan salah satu negara pendiri ASEAN Community

diharapkan mampu mewujudkan visi dan misi ASEAN Community. Maka dari

itu, mobilitas kerja sama antara negara Indonesia dengan negara-negara anggota

ASEAN juga harus lebih ditingkatkan. Khususnya, kerja sama dalam sektor

pendidikan seperti yang dijelaskan diatas. Sebagaimana yang telah diketahui

bahwa akses pendidikan di negara Indonesia yang berstandar internasional masih

rendah. Sedangkan ekspektasi laju percepatan pembangunan nasional terus

meningkat. Oleh karena itu, perlu penyeimbangan ekspektasi dan proses dimana

salah satu bentuk proses itu sendiri adalah perundingan atau negosiasi yang harus

dimenangkan oleh para diplomat untuk mencapai kepentingan nasional.

Berdasarkan latar belakang dan uraian di atas, penulis tertarik melakukan

penelitian dengan mengangkat judul “Peran Komunikasi Internasional dalam

Meningkatkan Hubungan Kerjasama Pendidikan Tinggi Indonesia-Malaysia

Universitas Sumatera Utara

(Studi Deskriptif Peran Komunikasi Atase Pendidikan KBRI Kuala Lumpur

dalam Meningkatkan Hubungan Kerjasama Indonesia-Malaysia)”.

1.2. Fokus Masalah

Untuk menghindari ruang lingkup yang terlalu luas, maka peneliti

memberikan batasan masalah yang akan diteliti. Adapun pembatasan masalahnya,

yaitu:

1. Bagaimana strategi dan gaya komunikasi Atase Pendidikan KBRI

Kuala Lumpur dalam menjalin hubungan kerjasama pendidikan tinggi

Indonesia-Malaysia?

2. Apa saja faktor pendorong dan kendala Atase Pendidikan KBRI Kuala

Lumpur dalam aspek hubungan kerjasama pendidikan tinggi

Indonesia-Malaysia?

3. Bagaimana peran komunikasi internasional dalam meningkatkan

hubungan kerjasama pendidikan tinggi Indonesia-Malaysia?

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui strategi dan gaya komunikasi Atase Pendidikan

KBRI Kuala Lumpur dalam menjalin hubungan kerjasama pendidikan

tinggi Indonesia-Malaysia.

2. Untuk mendeskripsikan faktor-faktor pendorong dan kendala Atase

Pendidikan KBRI Kuala Lumpur dalam aspek hubungan kerjasama

pendidikan tingi Indonesia?

3. Untuk mengetahui peran komunikasi internasional dalam

meningkatkan hubungan kerjasama pendidikan tinggi Indonesia-

Malaysia?

1.4 Manfaat Penelitian

Sesuai dengan tujuan penelitian yang penulis ajukan, maka penelitian ini

diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:

1. Secara Akademis

Universitas Sumatera Utara

Penelitian ini diharapkan mampu berkontribusi secara positif dalam

penelitian komunikasi dan secara khusus dapat menjadi referensi tambahan

bagi mahasiswa Departemen Ilmu Komunikasi FISIP USU.

2. Secara Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi dalam hal yang

berkaitan dengan hubungan kerjasama dan komunikasi internasional bagi

mahasiswa/i Departemen Ilmu Komunikasi FISIP USU.

3. Secara Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dan masukan yang

positif bagi pihak-pihak yang terkait dalam penelitian ini. Serta dapat

menambah wawasan dan ilmu pengetahuan khususnya peran komunikasi

internasional dalam sebuah instansi pemerintahan di skala internasional.

Universitas Sumatera Utara

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Perspektif/Paradigma Kajian

Menurut EM Griffin pada bukunya yang berjudul A First Look at

Communication Theory (2003, p.4), “theories are maps of reality. The truth they

descript, may be objective facts „out there‟ or subjective meanings inside our

heads. Either way, we need to have theory to guide us through unfamiliar

territory.” Artinya, teori-teori merupakan peta realitas. Kebenaran yang mereka

deskripsikan barangkali merupakan fakta-fakta objektif „diluar sana‟ atau

bermakna subjektif di dalam kepala kita. Bagaimanapun, kita harus memiliki teori

untuk membimbing kita melalui bidang yang tidak dikenal.

Definisi teori yang disebutkan oleh West & Turner dalam buku mereka

yang berjudul Introducing Communication Theory: Analysis and Application yang

diterjemahkan oleh Maria Natalia dalam buku Pengantar Teori Komunikasi:

Analisis dan Aplikasi (2011, p.49), secara umum teori adalah sebuah sistem

konsep abstrak yang mengindikasikan adanya hubungan di antara konsep-konsep

tersebut yang membantu kita memahami sebuah fenomena. Stephen Littlejohn

dan Karen Foss (West & Turner, 2007) menyatakan bahwa sistem yang abstrak

ini didapatkan dari pengamatan yang sistematis. Pada tahun 1986, Jonathan H.

Turner mendefinisikan teori sebagai sebuah proses untuk mengembangkan ide-ide

yang membantu kita menjelaskan bagaimana dan mengapa suatu peristiwa terjadi.

Sedangkan William Doherty dan koleganya (1993) mengelaborasi definisi yang

dikemukakan oleh Turner dengan menyatakan ide bahwa berteori merupakan

suatu proses mengorganisasi dan merumuskan ide secara sistematis untuk

memahami fenomena tertentu. Sebuah teori merupakan seperangkat ide yang

saling berhubungan yang mucul dari proses tersebut.

Pada dasarnya tujuan dari teori adalah menjelaskan, memahami,

melakukan prediksi, dan mendorong perubahan sosial; kita mampu menjelaskan

sesuatu karena adanya berbagai konsep dan hubungan konsep-konsep tersebut.

Universitas Sumatera Utara

Kita mampu memahami sesuatu karena berpikir secara teoretis. Kita mampu

melakukan prediksi berdasarkan pola yang dipaparkan dalam sebuah teori. Kita

juga mampu mendorong terjadinya perubahan sosial melalui pertanyaan teoretis.

Teori memiliki beberapa tingkatan dalam disiplin ilmu komunikasi yang

diantaranya adalah grand theory, mid-range theory, dan narrow theory. Teori

dalam arti luas atau disebut grand theory bertujuan untuk menjelaskan mengenai

semua perilaku komunikasi dengan cara yang benar secara universal. Menurut

Craig (1999), grand theory mampu menyatukan semua pengetahuan tentang

komunikasi yang kita miliki ke dalam sebuah kerangka teori yang terintegrasi.

Teori dalam arti menengah atau mid-range theory menjelaskan perilaku dari

sekelompok orang dan bukannya semua orang, sebagaimana yang berusaha

dilakukan oleh grand theory, dan tidak berusaha untuk menjelaskan perilaku dari

semua orang berdasarkan konteks dan waktu yang tertentu. Teori dalam konteks

menengah ini menjelaskan sebuah fokus pada aspek perilaku komunikasi, seperti

bagaimana orang berperilaku dalam sebuah pertemuan pertama dengan orang

asing dan sebagainya. Selanjutnya, teori sempit atau biasa dikenal dengan narrow

theory, yang lebih menekankan pada orang-orang tertentu pada situasi yang

tertentu pula, contohnya, aturan-aturan komunikasi yang relevan ketika kita ada di

dalam sebuah lift (West & Turner: 2011, 50-53).

Suatu penjelasan mengapa teori-teori mungkin berubah dan mengapa para

ilmuwan mempunyai perspektif yang berbeda mengenai definisi teori adalah

karena adanya fakta bahwa teori-teori individual didasarkan pada tradisi

intelektual yang melibatkan asumsi-asumsi yang berbeda. Tradisi intelektual

adalah cara melihat dunia atau cara berpikir secara umum yang dimiliki bersama

dalam komunitas ilmuwan. (Klein & White: 1996, p.10).Tradisi intelektual

memengaruhi nilai, tujuan, dan gaya penelitian ilmuwan, dan tradisi tersebut

memengaruhi kerja para peneliti. Oleh karena itu, sangat penting untuk

memahami tradisi intelektual atau paradigma yang mendasari teori-teori yang

digunakan. Paradigma menawarkan cara pandang umum mengenai komunikasi

antarmanusia, sementara teori merupakan penjelasan yang lebih spesifik terhadap

aspek tertentu dari perilaku manusia (dalam West & Turner: 2011, p.54).

Universitas Sumatera Utara

Sebagaimana yang disebutkan oleh EM Griffin (2003: 41), a good

objective theory is as simple as possible. A few decades ago a cartoonist named

Rube Goldberg made people laugh by sketching plans for complicated machines

that performed simple tasks. His “better mousetrap” went through a sequence of

fifteen mechanical steps that were triggered by turning a crank and ended with a

bird cage dropping over a cheese-eating mouse. Artinya, sebuah teori yang

objektif adalah yang sesederhana mungkin. Beberapa waktu yang silam, seorang

kartunis bernama Rube Goldberg membuat orang tertawa dengan menggambarkan

rencana untuk mesin rumit yang ditujukan untuk pekerjaan-pekerjaan yang

mudah. Perangkap tikus „yang lebih baik‟-nya melalui serangkaian lima belas

langkah mekanis yang dipicu dengan memutar engkol dan diakhiri dengan

sangkar burung yang menjatuhkan tikus pemakan keju. Maka dari itu, penulis

mencoba menggunakan teori-teori yang relatif simple sehingga isi dari penelitian

ini dapat dipahami sebaik mungkin. Karena pada dasarnya penelitian ini

dilakukan untuk dapat mendeskripsikan suatu konteks permasalahan yang

dijelaskan menggunakan analisis deskriptif fenomenologis.

2.2 Kajian Pustaka

Penelitian ini akan mengulas beberapa teori yang dianggap sesuai dengan

pembahasan seputar fokus masalah yang telah ditetapkan pada bab sebelumnya.

Hal ini agar memudahkan peneliti untuk mendapatkan hasil penelitian yang

cakupan pembahasannya tidak terlalu luas. Sehingga penelitian tersebut dapat

sesuai dengan apa yang ditujukan dari awal dan bermanfaat baik secara akademis,

secara teoritis maupun secara praktis. Peneliti juga mengambil beberapa kajian

terdahulu yang sehubungan dengan konteks masalah dalam penelitian ini.

Salah satu penelitian terdahulu yang mirip dengan penelitian ini adalah

sebuah penelitian yang dilakukan seorang mahasiswa jurusan Hubungan

Internasional di Universitas Pasundan. Penelitian yang berjudul, Hubungan

Kerjasama Bilateral Indonesia-Laos di Bidang Pendidikan Tahun 2010-2016,

oleh Irfan Hilmi, bertujuan untuk mengetahui lebih dalam mengenai diplomasi

KBRI Vientiane dalam bidang pendidikan pada tahun 2010-2016 serta

pengaruhnya terhadap meningkatnya dan semakin eratnya hubungan bilateral

Universitas Sumatera Utara

Indonesia-Laos. Penelitian tersebut menggunakan metode penelitian kualtitatif

deskriptif dan eksploratif. Ringkasan hasil penelitian tersebut adalah diplomasi

dalam bidang pendidikan memiliki peran strategis dalam diplomasi publik

Indonesia yang disebut multi track diplomacy. Hal ini mengacu kepada kondisi

sistem hubungan internasional dewasa ini yang meluangkan kemitraan antara

berbagai komponen kepublikan dalam interaksi hubungan internasional. Peran

serta pelaku diplomasi dalam bidang pendidikan dan kebudayaan dalam

implementasi diplomasi publik adalah kerjasama yang mengarah pada perolehan

saling menguntungkan, menghormati dan menghargai. Dalam ranah diplomatik

internasional, strategi komunikasi yang saat ini sering digunakan adalah bentuk

komunikasi persuasif. Bentuk komunikasi persuasif ini merupakan bagian dari

transformasi komunikasi politik internasional yang lebih luas.

Peneliti juga menemukan kajian terdahulu yang cukup menarik dan

berhubungan dengan penelitian ini. Menurut Theodora Magdalena Mircea dalam

jurnalnya yang berjudul, Diplomatic Communication in the Dynamics of the

International Relations (2014). Theodora menyatakan bahwa penelitian tersebut

untuk meningkatkan pesan-pesan yang datang dari politisi-politisi, dari

perwakilan-perwakilan publik, NGO, lingkungan akademik dan militer untuk

kembali ke dialog diplomatik sebagai alat yang memadai untuk mediasi sengketa

dan untuk menghindari terbukanya celah perang. Serta menjadikannya argumen

kuat untuk menghasilkan analisis tentang legitimasi dan tindakan yang diambil

untuk meningkatkan diplomatik komunikasi sebagai bentuk khusus dari proses

komunikasi, dimana komunikasi menjadi sebagai yang ditujukan dengan

justifikasi yang bermakna. Penelitian tersebut menggunakan pendekatan yang

mendefinisikan ruang lingkup dan konten komunikasi diplomatik serta

mengajukan sebuah jenis klasifikasi untuk tingkatan komunikasi internasional dan

tipologinya. Dalam publikasinya ini, kita bisa mengatakan bahwa memiliki

pandangan keterlibatan diplomasi Romania dalam sebuah rangkaian konstruktif

inisiatif politik yang bertujuan untuk mengkonfirmasi dan memperkuat identitas

Romania di Uni Eropa dan seluruh dunia sebaik mungkin, serta sebuah diskusi

terapan pada jalur yang spesifik dan optimisasi komunikasi diplomatik ini tidak

hanya diperlukan, tetapi juga sempurna.

Universitas Sumatera Utara

Selain kedua kajian terdahulu yang diatas, peneliti juga menemukan

penelitian yang juga membahas tentang tren dalam berdiplomasi yang berfokus

pada studi kasus di Uganda yang dilteliti oleh Caroline Nalwanga Magambo

(2011). Penelitian ini menguji peran informasi dan teknologi komunikasi dalam

diplomasi dan sejauh mana Negara mengadopsi penggunaannya. Dalam tesis

tersebut penerapan ICT (Information and Communication Technologies) dalam

diplomasi Uganda juga dibandingkan dengan praktik terbaik di negara lain.

Pemerintah Uganda telah menempatkan kebijakan ICT dan menciptakan institusi

untuk mendukung pembentukan E-Government, meskipun implementasi belum

terwujud sepenuhnya. Temuan ini juga menemukan bahwa diplomatik Uganda

menyadari pentingnya layanan ICT dalam melalukan diplomasi dan telah

memilikinya sejak tahun 2004. Studi ini menyimpulkan bahwa penggunaan ICT

sebagai saluran komunikasi dalam diplomasi hanya dapat berkembang

berdasarkan upaya yang lebih luas dari implementasi E-Governance di Uganda.

Beberapa rekomendasi juga dibuat berkaitan dengan peningkatan komunikasi

diplomatik.

Teori-teori bertujuan untuk dapat menjelaskan, memprediksi, dan

memahami fenomena tertentu, yang kebanyakannya untuk menantang dan

memperluas wawasan dalam keterbatasan asumsi kritis. Dengan adanya model

teoretik atau biasa dikenal dengan theoretical framework yang memperkenalkan

dan mendeskripsikan teori yang menjelaskan mengapa permasalahan penelitian

yang diteliti tersebut ada.

Dalam penelitian ini, terdapat beberapa model teoretik yang dapat

memberikan deskripsi atas permasalahan yang dikaji. Beberapa teori yang

digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

2.2.1 Hubungan Internasional

Sebagai bagian dari ilmu sosial, maka ilmu hubungan internasional

dapat dikatakan merupakan disiplin ilmu yang sangat dinamis. Karena

studi ini membahas tentang dinamika peristiwa internasional, maka

dengan sendirinya fokus kajian, metode, dan teorinya pun berubah-ubah

dengan cepat sesuai dengan perkembangan terbaru peristiwa internasional.

Universitas Sumatera Utara

Pada awal abad ke-20, disiplin ilmu hubungan internasional secara mandiri

muncul di Britania Raya (Great Britain), ketika para pakar filsafat dan

hukum internasional di negara tersebut memandang perlunya kajian

tersendiri yang mempelajari hubungan antar-bangsa yang dapat

memberikan eksplanasi logis mengapa terjadi peperangan dan juga

mengkaji berbagai upaya untuk menciptakan perdamaian dunia. Untuk

memenuhi tujuan tersebut, University College of Aberystwyth di Inggris

pada tahun 1919 memperkenalkan jabatan gurubesar yang diberi nama

Woodrow Wilson Professor in International Relations yang dijabat oleh

seorang pakar hubungan internasional Sir Alfred Zimmern, yang dianggap

berjasa dalam memberikan sumbangan pemikiran bagi terbentuknya Liga

Bangsa-Bangsa (Leaugue of Nations) sebagai sebuah entitas keamanan

kolektif (collective security) untuk menjaga perdamaian dunia (Sugeng,

2017).

Menurut Karen Mingst (2004), “Interactions among various actors

that participate in international politics which include states, international

organizations, non-governmental organizations, sub-national entities like

bureaucracy and local government, and individuals. International

Relations is the study of the behavior of these actors as they participate

individually and together in international political process”. Artinya,

interaksi antar berbagai aktor yang berpartisipasi dalam politik

internasional termasuk di dalamnya adalah negara, organisasi

internasional, organisasi non-pemerintah, entitas sub-nasional seperti

birokrasi dan pemerintahan lokal, serta individu. HI adalah studi tentang

perilaku aktor-aktor tersebut ketika mereka berpartisipasi baik secara

individual maupun bersama-sama dalam proses politik internasional)

(dalam Sugeng, 2017:13-14).

Edward H.Carr dalam salah satu karyanya memyebutkan, “a fact is

like a sac, it won‟t stand up till you‟ve put something in it”. Artinya, fakta

bagaikan sebuah karung, ia tidak akan berdiri tegak sebelum anda

meletakkan sesuatu di dalamnya. Perumpamaan ini menunjukkan betapa

pentingnya fungsi teori sebagai kerangka (framework) dalam memahami

Universitas Sumatera Utara

fakta-fakta internasional. Dalam konteks ini, kita dapat mengidentifikasi

kegunaan teori dalam studi HI sekurang-kurangnya menyangkut tiga hal

penting sebagai berikut: (1) to describe, mengkonstruksi realitas demi

memberi gambaran yang lebih jelas mengenai peristiwa internasional

tertentu untuk menciptakan pemahaman yang lebih komprehensif; (2) to

explain, memberikan eksplanasi atau penjelasan logis mengenai apa yang

menyebabkan sesuautu terjadi dan bagaimana hal itu terjadi dalam rangka

memberikan pemahaman mengenai fenonema internasional; (3) to predict,

melakukan postulasi dalam rangka memprediksi adalah cara mengevaluasi

segala potensi pertanyaan ilmiah untuk menentukan arah perkembangan

peristiwa-peristiwa internasional di masa mendatang.

Ilmu HI berkembang di seluruh dunia saat ini meliputi beberapa

perspektif krusial yang meliputi (Sugeng, 2017:3):

a) Perspektif Inggris (1919-sekarang): Metode

Historis/Tradisionalis; Liberalisme/Idealisme, English

School (Realisme/Hobbes, Rasionalisme/Grotious,

Idealisme/Kant), Critical Theory (Andrew Linklater).

b) Perspektif Amerika Serikat (1940-an-sekarang): Metode

Saintifik/Positivis; Realisme/Neorealisme, Neoliberal

Institusionalisme; Kajian Politik Ekonomi

Internasional.

c) Perspektif Skandinavia (1970-an-sekarang): Studi

Perdamaian dan Resolusi Konflik (Johan Galtung),

Teori Sekuritisasi dan Kajian Keamanan Non-

Tradisional/ Copenhagen School (OleWaever, dkk).

d) Perspektif Eropa Daratan/Perancis: 1990-an-sekarang:

Metode historis interpretif; Postmodernisme; Teori

Konstruktivisme dan Masuknya Identitas Budaya dan

Intensi Manusia dalam studi HI (Friedrich Kratochwil,

Nicolas Onuf dan Alexander Wendt).

2.2.1.1 Teori-Teori Arus Utama

Universitas Sumatera Utara

Thomas Hobbes dan Niccolo Machiaveli menyatakan bahwa

hakikat manusia pada dasarnya egoistik dan agresif. Realisme klasik ini

dipakai sebagai perspektif utama teori HI karena mengemukakan proposisi

penting, anatara lain: (1) negara merupakan aktor utama (jika bukan satu-

satunya aktor) dalam hubungan internasional; (2) dalam melakukan

hubungan internasional, negara menggunakan instrumen politik luar negeri

yang dituntun oleh kepentingan nasional; (3) politik luar negeri dapat

dibedakan dengan peringkat analisis yang berbeda; dan (4) hakikat

hubungan antarnegara adalah perjuangan untuk memperoleh kekuasaan.

Sedangkan dalam Mazhab Kopenhagen menginisiasi Teori Sekuritisasi

(Securitization Theory) yang pada dasarnya menyatakan bahwa isu yang

bukan merupakan isu keamanan dapat disekuritisasi (dibuat menjadi isu

keamanan) apabila aktor pembuat sekuritisasi (securitizing actors) melalui

seruannya (speech acts) dapat meyakinkan publik bahwa isu tersebut

sungguh-sungguh isu keamanan karena mengandung unsur ancaman bagi

keselamatan dunia. Sejumlah pakar dari Jerman seperti Nicolas Onuf dan

Friedrich Kratochwill memperkenalkan Teori Konstruktivis

(Constructivist Theory) yang menyatakan bahwa hubungan antar aktor

internasional tidak hanya dibentuk oleh „kepentingan/interest‟, tetapi juga

oleh unsur penting lain, yakni „maksud/intention‟, „identitas/identity‟ dan

„bahasa/language‟. Hubungan antar aktor A dan aktor B merupakan proses

sejarah panjang yang melibatkan empat faktor tersebut sekaligus. Semakin

intensif interaksi di antara keempat faktor tersebut, maka hubungan

tersebut akan mengarah pada pertemanan (friendship) (Sugeng, 2017: 2-3).

Teori liberalisme yang muncul pada tahun 1920-an, meletakkan

dasar filosofis dan bagaimana neoliberal institusionalisme yang

berkembang pada decade 1970-an meletakkan dasar sistemik atau saintifik

bagi teori HI. Keduanya memberikan dasar analisis bagi fenomena

hubungan internasional yang lebih menonjolkan pada sifat-sifat kooperatif

manusia yang berpotensi untuk menjalin kerja sama dalam situasi anarkis,

membentuk regionalisme, dan menjaga perdamaian dunia. Liberalisme

dan neoliberal institusionalisme berbeda dalam tiga hal penting,

Universitas Sumatera Utara

diantaranya: (1) level of analysis, liberalisme cenderung berada pada level

negara atau nasional, sementara neoliberal institusionalisme berada pada

peringkat global dengan melihat pada sistem global; (2) methodological

aspect, liberalisme bertumpu pada metode historis yang mengedepankan

sekuensi sejarah dan alur cerita; sedangkan neoliberal institutisionalisme

bertumpu pada metode saintifik yang mengutamakan presisi, validitas,

regularitas, dan penentuan parameter dalam penelitian HI; (3) IR actors,

liberalisme tampak sepaham dengan realisme klasik bahwa negara-bangsa

merupakan aktor utama hubungan internasional, sedangkan neoliberal

institutisionalisme meyakini adanya pluralism aktor HI mencakup negara,

birokrasi, organisasi pemerintah internasional, organisasi non-pemerintah

internasional, kelompok-kelompok anti-kemapanan, korporasi

transnasional, dan individu yang tindakannya berdampak transnasional

yang membawa berbagai isu yang saling tumpang tindih (overlapping

multiple issues) (Sugeng, 2017:100-101).

Lain halnya dengan teori realisme dan neorealisme yang

sebenarnya sama-sama berlandaskan filosofi yang sama, yakni hakikat

hubungan antar negara adalah „perjuangan demi kekuasaan‟ atau struggle

of power. Perbedaan yang paling mendasar diantara keduanya adalah

realisme lebih fokus pada „keamanan nasional‟ suatu negara, sedangkan

neoliberalisme lebih berkonsentrasi pada „keamanan regional dan/atau

internasional‟. Manakala realisme meyakini bahwa unit/negara lebih

menentukan sistem dan menawarkan analisis „dari dalam ke luar‟ atau

inside out, sedangkan neoliberalisme lebih meyakini sistem

internasional/regional menentukan perilaku unit/negara dan menawarkan

analisis „dari luar ke dalam‟ atau outside in. Serta dari aspek penggunaan

metode penelitian, realisme lebih memilih metode historis/tradisionalis

dengan menggunakan teknik penelusuran sejarah untuk menyusun

sekuensi cerita yang runut, sedangkan neoliberalisme lebih menekankan

pada metode saintifik dengan memfokuskan pada pengujian teori-teori

yang ada, pembuktian, pengukuran, dan posisi dalam rangka mencari

kebenaran obyektif. (Sugeng, 2017:119-120)

Universitas Sumatera Utara

2.2.1.2 Teori-Teori Alternatif

Barry Buzan mendefinisikan Mazhab Inggris atau biasa dikenal

dengan the English School sebagai, “A variety of theoretical inquiries which

conceive of international relations as a world not merely of power and

prudence or wealth or capability or domination but also one of recognition,

association, membership, equality, equity, legitimate interests, rights,

reciprocity, customs, and conventions, agreements and disagreements,

disputes, offenses, imjuries, damages, reparations, and the rest: the

normative vocabulary of human conduct”. Artinya, suatu bentuk investigasi

teoretis yang menelusuri hubungan internasional tidak semata-semata

sebagai kajian tentang kekuasaan dan kebajikan atau kesejahteraan atau

kapabilitas atau dominasi, tetapi berkaitan dengan pengakuan, perhimpunan,

keanggotaan, kesetaraan, kesamaan, kepentingan yang abash, hak, timbal-

balik, kebiasaan dan konvensi, kesepakatan dan ketidaksepakatan, pertikaian,

penyerangan, pencideraan, kerusakan, perbaikan, dan segala perbendaharaan

kata normatif mengenai perilaku manusia). Mazhab Inggris menawarkan

domain baru yang menggabungkan objektifitas dan keberpihakan moral

dalam menganalisis fenomena sosial-politik, khususnya isu-isu internasional.

Mazhab Inggris itu sendiri terdiri dari tigaversi, yakni: versi generasi klasik

yang direpresentasikan dengan tulisan Charles Manning; versi Hedley Bull

yang berbicara tentang tiga pilar masyarakat internasiomal; dan versi

kontemporer yang diwakili oleh Barry Buzan dan Andrew Linklater (Sugeng,

2017:125-153).

2.2.2 Komunikasi Internasional

Menurut Deddy Djamaluddin (1993:57, dalam Shoelhi, 2011),

komunikasi internasional adalah komunikasi yang dilakukan antara

komunikator yang mewakili suatu negara untuk menyampaikan pesan-

pesan yang berkaitan dengan berbagai kepentingan negaranya kepada

komunikan yang mewakili negara lain dengan tujuan untuk memperoleh

dukungan yang luas. Sedangkan menurut K.S. Sitaram (2000:17),

komunikasi internasional adalah komunikasi antara struktur-struktur

Universitas Sumatera Utara

politik alih-alih antara budaya-budaya individual, artinya komunikasi

dilakukan antara bangsa-bangsa sering lewat para pemimpin negara atau

wakil-wakil negara (menteri luar negeri, duta besar, konsul jenderal, dan

sebagainya). Shoelhi (2011:2) juga menambahkan bahwa pada hakikatnya

pengertian komunikasi sama, yaitu proses pengoperan simbol dari

komunikator kepada komunikan dengan tujuan mengubah sikap, pendapat,

atau tindakan. Yang membedakannya dengan komunikasi internasional

adalah karena pesan-pesannya terkait dengan kepentingan antarbangsa dan

disampaikan melalui konferensi tingkat tinggi atau sejenisnya dan media

massa yang melintasi negara.

Dalam perspektif diplomatik, komunikasi internasiona merupakan

kegiatan atau upaya untuk membina rasa saling percaya atau memperteguh

keyakinan terhadap suatu gagasan. Dengan menggunakan saluran-saluran

diplomatik, komunikasi internasional lebih banyak digunakan untuk

memperluas pengaruh, meningkatkan komitmen dan solidaritas,

menanggulangi perbedaan pendapat dan salah paham, sampai menghindari

pertentangan dalam masalah tujuan dan kepentingan yang dikehendaki

sebuah negara. Selain itu, komunikasi internasional juga digunakan untuk

mengembangkan kerja sama, baik dalam hubungan bilateral maupun

multilateral, memperkuat posisi tawar (bargaining position) serta

meningkatkan citra dan reputasi suatu negara. Dalam hal ini, terasa betapa

pentingnya teknik komunikasi diplomatik serta perlunya tradisi

komunikasi diplomatik di antara negara berdaulat dalam meletakkan jalur

utama komunikasi internasional untuk tujuan memelihara perdamaian

dunia dan mengembangkan pembangunan internasional. Dalam diplomatic

perspective, komunikasi internasional lazimnya digolongkan ke dalam first

track diplomacy, second track diplomacy, dan multi track diplomacy atau

total track diplomacy. Disebut first track diplomacy bila komunikasi

ditujukan kepada pemerintah negara, dan disebut second track diplomacy

bila komunikasi berhubungan langsung dengan penduduk atau masyarakat

setempat. Bila komunikasi dilakukan oleh dan ditujukan kepada

Universitas Sumatera Utara

pemerintah negara dan juga masyarakat, disebut multi track

diplomacy/total track diplomacy (Shoelhi, 2011:9).

Menurut Hamied Maulana (1997:6, dalam Djamaluddin, 2017),

terdapat empat pendekatan terhadap komunikasi internasional. Pertama,

pendekatan idealistic-humanistic yang menggambarkan komunikasi

internasional sebagai sebuah cara membawa bangsa dan negara berdaulat,

untuk membantu organisasi-organisasi internasional dalam melaksanakan

pelayanannya kepada komunitas dunia lainnya. Bagaiamana setiap negara-

bangsa mampu menjalin hubungan komunikasi yang harmonis demi

mencapai dunia yang damai (world peace). Kedua, pendekatan yang

memandang komunikasi internasional sebagai propaganda, konfrontasi,

periklanan, mitos dan klik. Ini disebut juga sebagai „political

proselytization‟. Komunikasi internasional jenis ini lebih bersifat satu arah

(one way) yang biasanya dilaksanakan antarinstitusi negara. Ketiga,

berkembangnya pendekatan komunikasi internasional sebagai kekuatan

ekonomi (economic power). Hubungan antarnegara ditengarai oleh

pertukaran barang dan jasa antarnegara. Mereka sanggup melakukan

transfer of technology adalah negara-negara yang akan berkembang ke

arah modernisasi atau kemajuan ekonomi „pasar bebas‟ model neo-liberal.

Keempat, pendekatan komunikasi internasional yang memandang

informasi sebagai „kekuasaan politik‟ (political power). Dominasi

informasi: ekonomi, politik, budaya, dan teknologi yang datang dari Barat,

negara-negara selatan „terpinggirkan‟ sehingga terjadi ketergantungan

„segala sektor terhadap Barat (Djamaluddin, 2017:113-114).

Shoelhi dalam bukunya Diplomasi: Praktik Komunikasi

Internasional (2011), menjabarkan bentuk-bentuk komunikasi

internasional yakni:

2.2.2.1 Komunikasi Interpersonal

Seorang diplomat atau perwakilan negara perlu mengetahui ciri-ciri

dan faktor-faktor penting komunikasi interpersonal dari sudut dimensi

komunikasi. Komunikasi interpersonal merupakan komunikasi yang paling

Universitas Sumatera Utara

ampuh dalam upaya mengubah sikap, opini, atau perilaku seseorang karena :

(1) komunikator dapat langsung mengetahui frame of reference komunikan

secara penuh dan utuh, seperti pendidikan, suku bangsa, hobi, aspirasi, dan

unsur lain yang penting artinya bagi upaya mengubah sikap, opini, dan

perilaku komunikan ; (2) komunikasi berlangsung dialogis berupa

percakapan tanya jawab, sehingga komunikator dapat mengetahui segala hal

mengenai diri komunikan. Dalam komunikasi dialogis, agar benar-benar

berhasil, komunikator bisa langsung memperbaiki gaya komunikasinya bila

reaksi komunikan negatif misalnya komunikan tidak mengerti, bimbang atau

bingung ; (3) komunikasi berlangsung secara tatap muka saling berhadapan,

sehingga komunikator dapat menyaksikan ekspresi wajah, sikap, gerak-gerik,

dan lain-lain yang merupakan umpan balik nonverbal dalam proses

komunikasi yang sedang berlangsung. Komunikasi interpersonal biasanya

dilakukan dengan teknik persuasif, hanya dipergunakan untuk memersuasi

orang-orang tertentu. Teori komunikasi interpersonal umumnya

memfokuskan pengamatan pada bentuk dan sifat hubungan (relationships)

yang pernah dijalin atau dikembangkan, percakapan atau wacana yang

diperbincangkan, pola dan intensitas interaksi, serta karakteristik

komunikator dan komunikan. Dalam komunikasi interpersonal terdapat

proses pengaruh-memengaruhi antara kedua pihak, dan lebih merupakan

proses yang dinamis (Shoelhi, 2011:26).

2.2.2.2 Komunikasi Kelompok

Komunikasi kelompok adalah komunikasi yang berlangsung antara

seseorang (komunikator) dengan lebih dari dua orang (komunikan) di suatu

tempat tertentu. Teori komunikasi kelompok menaruh perhatian pada

dinamika kelompok, budaya kelompok, hubungan antaranggota kelompok,

serta proses dan faktor-faktor lain yang terkait dengan pembuatan keputusan

kelompok. Untuk mencapai kepentingan bilateral antara negaranya dan

negara akreditasi, seorang perwakilan negara kerap mengadakan komunikasi

kelompok dengan lembaga negara atau warga masyarakat yang kompeten

dan kredibel dalam merepresentasikan kepentingan negara dan bangsa.

Hubungan bilateral ataupun multilateral antarnegara tidak terlepas dari

Universitas Sumatera Utara

program-program kerja sama. Oleh karena itu, seorang diplomat harus

menguasai teknik, gaya, dan strategi komunikasi kelompok sehingga pesan-

pesan diplomatiknya dapat diterima oleh masyarakat di negara akreditasi

(Shoelhi, 2011: 27-28).

2.2.2.3 Komunikasi Massa

Komunikasi massa adalah proses penyebaran beragam pesan oleh

komunikator melalui media massa yang diterima secara serempak oleh

khalayak sasaran dengan tujuan menimbulkan efek tertentu. Dalam

menjalankan tugas diplomatiknya, seorang diplomat tidak bisa melepaskan

diri dari kebutuhannya terhadap media massa dalam upaya menyebarkan

pesan-pesan dari negara yang diwakilinya (Shoelhi, 2011: 31-32).

2.2.2.4 Komunikasi Politik

Teori komunikasi politik menaruh fokus perhatian pada dinamika

kelompok kepentingan dan proses politik, proses negosiasi dan peran

komunikasi antarpersonal, pemanfaatan media massa termasuk media baru

dan fenomena opini publik. Dalam menjalankan tugas diplomatiknya,

seorang diplomat akan selalu memperhatikan perubahan-perubahan sosial

politik baik yang terjadi di negara akreditasi. Seorang diplomat dapat

menentukan strategi komunikasi, proses komunikasi, dan formulasi

informasi yang tepat saat ia mengadakan komunikasi dengan ragam kalangan

publik yang berbeda-beda di negara akreditasi (Shoelhi, 2011:33-34).

2.2.2.5 Komunikasi Antar Budaya

Dalam menjalankan tugas dan misi diplomatik, seorang diplomat

juga harus memahami komunikasi antarbudaya mengingat masyarakat di

negara akreditasi memiliki kebudayaan yang berbeda dari negara yang

diwakilinya. Komunikasi antarbudaya adalah komunikasi antarpribadi

yang dilakukan oleh mereka yang berbeda latar belakang kebudayaan.

Secara khusus, fungsi komunikasi antarbudaya adalah untuk mengurangi

ketidakpastian. Ketika seorang diplomat memasuki daerah lain, ia

dihadapkan dengan orang-orang yang berbeda latar kebudayaannya dalam

Universitas Sumatera Utara

berbagai aspek (sosial, ekonomi, status, dll). Menurut Gundykunst dan

Kim (dalam Liliweri, 2003:19), untuk mengurangi tingkat ketidakpastian

dapat dilakukan melalui tiga tahap interaksi, yaitu: (1) Pre-contact, tahap

pembentukan kesan melalui simbol verbal maupun nonverbal (apakah

komunikan suka berkomunikasi atau menghindari komunikasi?); (2)

Initial contact and impression, kesan tanggapan lanjutan atau kesan yang

muncul pada diri sendiri; apakah saya mengerti dia? Apakah dia mengerti

saya? Apakah dia merugi bila berkomunikasi dengan dia? ; (3) Disclosure,

mulai membuka diri melalui atribusi dan pengembangan implisit. Dengan

menggunakan pendekatan budaya, komunikasi yang dilakukan seorang

diplomat menjadi lebih bisa diterima oleh komunitas budaya tertentu di

negara akreditasi tempat ia bertugas. Dengan penerimaan sedemikian itu,

ia dapat menyampaikan pesan-pesan atau menggolkan misi diplomatiknya

(Shoelhi, 2011:34-36).

2.2.3 Strategi Komunikasi

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, arti dari kata strategi

adalah rencana yang cermat mengenai kegiatan untuk mencapai sasaran

khusus. Dalam artian tambahan dalam bidang komunikasi, KBBI

mendefinisikan strategi komunikasi sebagai sesuatu yang patut dikerjakan

demi kelancaran komunikasi. Untuk mencapai komunikasi yang efektif

diperlukan suatu strategi komunikasi yang baik. Strategi merujuk pada

pendekatan komunikasi menyeluruh yang akan diambil dalam rangka

menghadapi tantangan yang akan dihadapi selama berlangsungnya proses

komunikasi. Berbagai pendekatan dapat dilakukan tergantung pada situasi

dan kondisi, misalnya pendekatan sosio-budaya, pendekatan pendidikan,

dan lain-lain. Pendekatan-pendekatan tersebut berfungsi sebagai kerangka

kerja untuk perencanaan komunikasi selanjutnya.

Menurut Onong Uchjana Effendy, (1984 : 35), strategi adalah

perencanaan atau planning dan manajemen untuk mencapai suatu tujuan

yang hanya dapat dicapai melalui taktik operasional. Sebuah strategi

komunikasi hendaknya mencakup segala sesuatu yang dibutuhkan untuk

mengetahui bagaimana berkomunikasi dengan khalayak sasaran. Strategi

Universitas Sumatera Utara

komunikasi mendefinisikan khalayak sasasran, berbagai tindakan yang

akan dilakukan, mengatakan bagaimana khalayak sasaran akan

memperoleh manfaat berdasarkan sudut pandangnya, dan bagaimana

khalayak sasaran yang lebih besar dapat dijangkau secara lebih efektif.

Sedangkan menurut Middleton (dalam Cangara, 2013: 61), strategi

komunikasi adalah kombinasi yang terbaik dari semua elemen komunikasi

mulai dari komunikator, pesan, saluran, media, penerima sampai pada

pengaruh (efek) yang dirancang/direncanakan untuk mencapai tujuan

komunikasi yang optimal. Ditambah dengan pendapat Bungin (2015 : 62)

yang menyatakan bahwa strategi komunikasi memungkinkan suatu

tindakan komunikasi dilakukan untuk target-target komunikasi yang

dirancang sebagai target perubahan.

Dalam menjalankan strategi komunikasi, seluruh komunikasi harus

dipahami sebagai proses mentransformasikan pesan di antara kedua belah

pihak. Kedua pihak memiliki pengetahuan yang saling dipertukarkan satu

dengan yang lainnya, oleh karena itu strategi komunikasi harus

mempertimbangkan semua pihak yang terlibat di dalam proses

komunikasi. James P. Farewell, dalam bukunya yang berjudul Persuasion

and Power: The Art of Strategic Communication (2012 : 18 ),

mendefinisikan strategi komunikasi sebagai penggunaan kata-kata, aksi,

gambar maupun simbol-simbol untuk mempengaruhi sikap-sikap dan

opini-opini dari target khalayak untuk membentuk perilaku mereka untuk

mencapai tujuan.

Sedangkan menurut Anwar Arifin (1984 : 10) dalam buku Strategi

Komunikasi yang berpendapat bahwa suatu strategi adalah keseluruhan

keputusan kondisional tentang tindakan yang akan dijalankan, guna

mencapai tujuan. Maka, merumuskan strategi komunikasi berarti

memperhitungkan kondisi dan situasi (ruang dan waktu) yang dihadapi

dan yang akan mungkin dihadapi di masa depan, guna mencapai

efektivitas. Dengan strategi ini, berarti dapat ditempuh beberapa cara

memakai komunikasi secara sadar untuk menciptakan perubahan pada diri

khalayak dengan mudah dan cepat.

Universitas Sumatera Utara

Menurut Effendy (2005: 32-35), terdapat tiga tujuan strategi

komunikasi yang diantaranya adalah:

1. To secure understanding, yaitu memastikan bahwa

komunikan mengerti pesan yang diterimanya.

2. To establish acceptance, yaitu pembinaan atau pengelolaan

pesan yang diterima oleh komunikan.

3. To motivate action, yaitu mendorong komunikan untuk

melakukan tindakan sesuai dengan yang kita inginkan.

Peristiwa komunikatif ini melibatkan komunikator dengan segala

kemampuannya dan komunikan dengan segala ciri dan sifatnya. Hal ini

menjadi unsur yang harus paling banyak diperhitungkan dalam menyusun

strategi komunikasi.

Beberapa langkah penyusunan strategi komunikasi yang perlu

diperhatikan adalah sebagai berikut:

1. Mengenali Sasaran Komunikasi

Sebelum melancarkan komunikasi, perlu dipelajari siapa saja yang

akan menjadi sasaran komunikasi. Hal ini juga bergantung kepada

tujuan komunikasi terhadap komunikan, apakah menginginkan

agar komunikan melakukan tindakan tertentu. Dalam hal tersebut,

beberapa faktor yang perlu diperhatikan dari diri komunikan

adalah:

Faktor kerangka referensi

Pesan komunikasi yang akan disampaikan kepada

komunikan harus disesuaikan dengan kerangka

referensi. Kerangka referensi seseorang berbeda

dengan orang lain. Kerangka referensi seseorang

terbentuk dalam dirinya sebagai hasil dari paduan

pengalaman, pendidikan, gaya hidup, norma hidup,

status sosial, ideologi, cita-cita dan sebagainya.

Faktor situasi dan kondisi

Universitas Sumatera Utara

Situasi yang dimaksud disini adalah situasi

komunikasi pada saat komunikan akan menerima

pesan yang disampaikan. Situasi yang bisa

menghambat jalannya komunikasi dapat diduga

sebelumnya, dapat juga datang tiba-tiba pada saat

komunikasi dilancarkan. Sedangkan kondisi yang

dimaksud disini adalah state of personality

komunikasi, yaitu keadaan fisik dan psikis

komunikan pada saat ia menerima pesan

komunikasi. Komunikasi tidak akan efektif apanila

komunikan sedang marah, sedih, bingung, sakit atau

lapar.

2. Pemilihan Media Komunikasi

Media komunikasi banyak sekali jumlahnya. Namun pada

umumnya media komunikasi ini dapat diklasifikasikan sebagai

media tulisan atau cetakan, visual, aural dan audio-visual. Untuk

mencapai sasaran komunikasi, kita dapat memilih salah satu atau

gabungan dari beberapa media, bergantung pada tujuan yang akan

dicapai, dan teknik yang akan dipergunakan. Mana yang terbaik

dari sekian banyak media komunikasi itu tidak dapat ditegaskan

dengan pasti sebab masing-masing mempunyai kelebihan dan

kekurangan.

3. Pengkajian Tujuan Pesan Komunikasi

Pesan komunikasi (message) mempunyai tujuan tertentu. Ini

menentukan teknik yang harus diambil, apakah itu teknik

informasi, teknik persuasi atau teknik instruksi. Namun apapun

tekniknya, pertama-tama komunikan terdiri atas isi (the content of

the message) dan lambang (symbol). Isi pesan komunikasi bisa

satu, tetapi lambang yang dipergunakan untuk menyampaikan isi

komunikasi adalah bahasa, gambar, warna, gesture dan sebagainya.

4. Peranan Komunikator dalam Komunikasi

Universitas Sumatera Utara

Terdapat dua faktor penting pada diri komunikator bila ia

melancarkan komunikasi, yaitu:

Daya tarik sumber, seorang komunikator akan

berhasil dalam komunikasi, akan mampu mengubah

sikap, opini dan perilaku komunikan melalui

mekanisme daya tarik jika komunikan merasa ada

kesamaan antara komunikator dengannya sehingga

komunikan bersedia taat pada isi pesan yang

dilancarkan oleh komunikator.

Kredibilitas sumber, hal ini bisa menyebabkan

komunikasi berhasil berdasarkan kepercayaan

komunikan kepada komunikator. Kepercayaan ini

berkaitan dengan profesi atau keahlian yang dimiliki

seorang komunikator.

Berdasarkan kedua faktor di atas, seorang komunikator dalam menghadapi

komunikan harus bersikap empatik, yaitu kemampuan untuk memproyeksikan

dirinya kepada peranan orang lain. (Effendy, 2005: 35-39).

Strategi komunikasi dianggap berhasil apabila terlaksana sesuai dengan

perencanaan dan tujuan yang diinginkan oleh komunikator telah tercapai

(Liliweri, 2011:248). Sedangkan menurut Onong Uchjana Effendy (1981: 67),

bahwa strategi komunikasi terdiri dari dua aspek, yakni planned multi-media

strategy (makro) dan single communication medium strategy (mikro) yang

keduanya memiliki fungsi ganda, yaitu:

Menyebarluaskan pesan komunikasi yang bersifat

informatif, persuasif dan instruktif secara sistematis kepada

sasaran untuk memperoleh hasil yang optimal.

Menjembatani „cultural gap‟, misalnya suatu program yang

berasal dari suatu produk kebudayaan lain yang dianggap

baik untuk diterapkan dan dijadikan milik kebudayaan

sendiri sangat tergantung bagaimana strategi mengemas

informasi itu dalam mengkomunikasikannya.

Universitas Sumatera Utara

Komunikasi yang efektif terjadi bila pesan-pesan dapat terkirim dan

diterima dengan baik. Maka strategi untuk mencapai komunikasi yang

efektif adalah sebagai berikut (Liliweri, 2011: 256):

1. Adaptive Innovation

Inovasi adalah salah satu bentuk perubahan untuk meningkatkan

kualitas komunikasi.

2. Enterpreneurial

Dalam dunia bisnis, menggambarkan suatu bisnis yang

mengorientasikan para pekerjanya bekerja dengan kekuatan sendiri

untuk mencapai keuntungan.

3. One Voice

Strategi komunikasi mengandalkan seluruh kerabat kerja bekerja

dengan “satu suara”

4. Showtime

Istilah ini sering digunakan oleh pelaku bisnis untuk menggambarkan

semua komunikasi kita berada diatas on stage, dimana prinsip inilah

yang perlu disampaikan kepada pihak lain.

5. Strategic speed

Istilah ini berkaitan dengan cara bekerja yang cepat dan cerdas

(working fast and smart)

6. Disiplin berdialog

Hal ini berkaitan dengan pengawasan terhadap kata-kata yang

diucapkan maupun yang direpresentasikan dalam pertemuan.

Pada umumnya, para ahli komunikasi cenderung berpendapat sama

bahwa dalam berkomunikasi lebih baik menggunakan pendekatan yang disebut A-

A procedure atau from attention to action procedure yang berarti agar menjadi

„action‟ pada komunikan, terlebih dahulu harus dibangkitkan dari „attention‟

(Effendy, 2009: 52). A-A procedure itu sendiri merupakan penyederhanaan dari

suatu proses yang disingkat AIDDA yang merupakan singkatan ari tahap-tahap

komunikasi persuasive sebagai berikut:

Universitas Sumatera Utara

Attention = perhatian

Interest = minat

Desire = hasrat

Decision = keputusan

Action = aksi/kegiatan

Berdasarkan formulasi AIDDA, dimulai dari komunikasi untuk

membangkitkan perhatian (attention) komunikan. Apabila perhatian komunikan

telah bangkit, kemudian disusul dengan upaya menumbuhkan minat (interest)

yang memiliki derajat yang lebih tinggi dari perhatian. Minat adalah kelanjutan

dari perhatian yang merupakan titik tolak bagi timbulnya hasrat (desire) untuk

melakukan suatu kegiatan yang diharapkan komunikator. Jika hanya terdapat

hasrat dalam diri komunikan, hal tersebut belum berarti banyak karena harus

dilanjutkan dengan datangnya keputusan (decision), yakni keputusan untuk

melakukan kegiatan (action) sebagaimana diharapkan komunikator (Effendy,

2003: 304-305).

2.2.4 Gaya Komunikasi

Gaya komunikasi atau communication style didefinisikan sebagai

seperangkat perilaku antarpribadi yang terspesialisasi digunakan dalam suatu

situasi tertentu. Gaya komunikasi merupakan cara penyampaian dan gaya bahasa

yang baik. Gaya yang dimaksud sendiri dapat bertipe verbal yang berupa kata-

kata ataupun nonverbal berupa vokalik, bahasa badan, penggunaan waktu, dan

penggunaan ruang dan jarak. Pengalaman membuktikan bahwa gaya komunikasi

sangat penting dan bermanfaat karena akan memperlancar proses komunikasi dan

menciptakan hubungan yang harmonis. Masing-masing gaya komunikasi terdiri

dari sekumpulan perilaku komunikasi yang dipakai untuk mendapatkan respon

atau tanggapan tertentu dalam situasi yang tertentu pula. Kesesuaian dari satu

gaya komunikasi yang digunakan bergantung pada maksud dari pengirim (sender)

dan harapan dari penerima (receiver). Gaya komunikasi dipengaruhi situasi,

bukan kepada tipe seseorang, gaya komunikasi bukan tergantung pada tipe

seseorang melainkan kepada situasi yang dihadapinya. Setiap orang akan

menggunakan gaya komunikasi yang berbeda-beda ketika mereka sedang

Universitas Sumatera Utara

gembira, sedih, marah, tertarik, atau bosan. Begitu juga dengan seseorang yang

berbicara dengan sahabat baiknya, orang yang baru dikenal dan dengan

anak=anak akan berbicara dengan gaya yang berbeda. Selain itu gaya yang

digunakan dipengaruhi oleh banyak faktor, gaya komunikasi adalah sesuatu yang

dinamis dan sangat sulit untuk ditebak. Sebagaimana budaya, gaya komunikasi

adalah sesuatu yang relatif. (Widjaja. 2000: 57).

Pada tahun 1978, Norton (dalam Waldherr & Peter. 2011: 3-5)

mendefinisikan gaya komunikasi sebagai sebuah pola yang relatif stabil dalam

interaksi verbal dan nonverbal yang terkait dengan sebuah ekspektasi individual

maupun pengaruh peran kebudayaan. Norton juga membedakan 9 (sembilan) gaya

komunikasi yang sekaligus juga menjadi konsep ukuran gaya komunikasi (CSM/

Communication Style Measure) yang studi validasinya terdapat pada bukunya di

tahun 1983. Meskipun begitu, banyak ahli ilmu sosial yang mengkritik sebagian

pengukuran Norton yang dapat dibandingkan pada tabel 02. Sedangkan menurut

Widjaja (2000: 57), gaya komunikasi dipengaruhi oleh situasi, bukan kepada tipe

seseorang, gaya komunikasi tergantung pada tipe seseorang melainkan kepada

situasi yang dihadapi. Setiap orang akan menggunakan gaya komunikasi yang

berbeda-beda ketika mereka sedang gembira, sedih, marah, tertarik atau bosan.

Begitu juga dengan seseorang yang berbicara dengan sahabat baiknya, orang yang

baru dikenal dan dengan anak-anak akan berbicara dengan gaya yang berbeda.

Selain itu gaya yang digunakan dipengaruhi oleh banyak faktor, gaya komunikasi

adalah sesuatu yang dinamis dan sangat suliy untuk ditebak. Sebagaimana budaya,

gaya komunikasi adalah sesuatu yang relatif.

Universitas Sumatera Utara

Tabel 2.1

Communication Styles

Scale CSM

Comunic

ation

Style

Measure

(Norton,

1983)

RMS

Relatio

nal

Messag

e Scale

(Burgoo

n &

Hale,

1987)

SSM

Social

Styles

Model

(Bolton &

Bolton,

1984;

Lashbrook

&

Lashbrook,

1979);

Merril &

Reid, 1981)

CSC

Communic

ation Style

Scale

Gudykunst

et al, 1996)

SCS

Sociocomm

unicative

Style

Richmond

& Martin,

1998)

Styles

(first-

order

factor

s)

Dominant

,

Contentio

us,

Attentive,

Open,

Friendly,

Dramatic,

Animated

,

Impressio

n leaving,

Relaxed

Immedia

cy/Affec

tion,

Similarit

y/Depth,

Receptiv

ity/Trust

,

Compos

ure,

Formalit

y,

Domina

nce,

Equality

Expressive,

Driver,

Amiable,

Analytical

Infer

meaning,

Indirect/Am

biguous,

Interperson

al

sensitivity,

Dramatic,

Use of

feelings,

Openness,

Preciseness,

Silence

Competent,

Aggressive,

Submissive,

Incompeten

t

Universitas Sumatera Utara

Dime

nsions

(secon

d-

order

factor

s)

Attentive-

supportiv

e,

Animated

-

dominant

(Hansford

& Hattie,

1987)

Dominan

ce,

Supportiv

eness

(Sorenson

&

Savage,

1989)

Emotive,

Assertive,

Relaxed

(Snavely

&

McNeil,

2008)

Domina

nce,

Affiliati

on

(Dillard

et al,

1999)

Assertivene

ss,

Responsive

ness,

Versability

Verbal

engagement

,

Attentivene

ss,

Feelings

and silence

(Leunge &

Bond,

2001)

High-

Context

Communica

tion,

Low-

Context

Communica

tion (Park

& Kim,

2008)

Assertivene

s,

Responsive

ness,

Sumber: Anne Waldherr and Peter M. Muck (2011)

Hariyana (2009: 14-18) menggunakan beberapa gaya komunikasi sebagai

acuan penelitiannya yang dipaparkan pada makalah Komunikasi dalam Organisasi

FISIP-UI:

1. The Controlling Style

Gaya komunikasi yang bersifat mengendalikan ini, ditandai dengan

adanya satu kehendak atau maksud untuk membatasi, memaksa dan

mengatur perilaku, pikiran dan tanggapan orang lain. Orang-orang

yang menggunakan gaya komunikasi ini dikenal dengan nama

komunikasi satu arah atau one-way communications. Pihak-pihak yang

memakai controlling style of communication ini, lebih memusatkan

perhatian kepada pengiriman pesan dibanding upaya mereka untuk

Universitas Sumatera Utara

berharap pesan. Mereka tidak mempunyai rasa ketertarikan dan

perhatian untuk berbagi pesan. Mereka tidak mempunyai rasa

ketertarikan dan perhatian pada umpan balik, kecuali jika umpan balik

atau feedback tersebut digunakan untuk kepentingan pribadi mereka.

Para komunikator satu arah tersebut tidak khawatir dengan

pandangan negatif orang lain, tetapi justru berusaha menggunakan

kewenangan dan kekuasaan untuk memaksa orang lain mematuhi

pandangan-pandangannya. Pesan-pesan yang berasal dari komunikator

satu arah ini, tidak berusaha „menjual‟ gagasan agar dibicarakan

bersama namun lebih pada usaha menjelaskan kepada orang lain apa

yang dilakukannya. The controlling style of communication ini sering

dipakai untuk mempersuasi orang lain supaya bekerja dan bertindak

secara efektif, dan pada umumnya dalam bentuk kritik. Namun

demkian, gaya komunikasi yang bersifat mengendalikan ini, tidak

jarang bernada negatif sehingga menyebabkan orang lain memberi

respons atau tanggapan yang negatif pula.

2. The Equalitarian Style

Aspek penting gaya komunikasi ini ialah adanya landasan

kesamaan. The equalitarian style of communication ini ditandai

dengan berlakunya arus penyebaran pesan-pesan verbal secara lisan

maupun tertulis yang bersifat dua arah (two-way traffic of

communication). Dalam gaya komunikasi ini, tindak komunikasi

dilakukan secara terbuka. Artinya, setiap anggota organisasi dapat

mengungkapkan gagasan ataupun pendapat dalam suasana yang rileks,

santai dan informal. Dalam suasana yang demikian, memungkinkan

setiap anggota organisasi mencapai kesepakatan dan pengertian

bersama. Orang-orang yang menggunakan gaya komunikasi yang

bermakna kesamaan ini, adalah orang-orang yang memiliki sikap

kepedulian yang tinggi serta kemampuan membina hubungan yang

baik dengan orang lain baik dalam konteks pribadi maupun dalam

lingkup hubungan kerja. The equalitarian style ini akan memudahkan

tindak komunikasi dalam organisasi, sebab gaya ini efektif dalam

Universitas Sumatera Utara

memelihara empati dan kerja sama, khususnya dalam situasi untuk

mengambil keputusan terhadap suatu permasalahan yang kompleks.

Gaya komunikasi ini pula yang menjamin berlangsungnya tindakan

share/berbagi informasi di antara para anggota dalam suatu organisasi.

3. The Structuring Style

Gaya komunikasi yang berstruktur ini, memanfaatkan pesan-pesan

verbal secara tertulis maupun lisan guna memantapkan perintah yang

harus dilaksanakan, penjadwalan tugas dan pekerjaan serta struktur

organisasi. Pengirim pesan (sender) lebih memberi perhatian kepada

keinginan untuk mempengaruhi orang lain dengan jalan berbagi

informasi tentang tujuan organisasi, jadwal kerja, aturan dan prosedur

yang berlaku dalam organisasi tersebut. Stogdill dan Coons dari The

Bureau of Business Research of Ohio State University, menemukan

dimensi dari kepemimpinan yang efektif, yang mereka beri nama

Struktur Inisiasi atau Initiating Structure. Stogdill dan Coons

menjelaskan mereka bahwa pemrakarsa (initiator) struktur yang

efisien adalah orang-orang yang mampu merencanakan pesan-pesan

verbal guna lebih memantapkan tujuan organisasi, kerangka penugasan

dan memberikan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang muncul.

4. The Dynamic Style

Gaya komunikasi yang dinamis ini memiliki kecenderungan

agresif, karena pengirim pesan atau sender memahami bahwa

lingkungan pekerjaannya berorientasi pada tindakan (action-oriented).

The dynamic style of communication ini sering dipakai oleh para juru

kampanye ataupun supervisor yang membawa para wiraniaga

(salesmen atau saleswomen). Tujuan utama gaya komunikasi yang

agresif ini adalah menstimulasi atau merangsang pekerja/karyawan

untuk bekerja dengan lebih cepat dan lebih baik. Gaya komunikasi ini

cukup efektif digunakan dalam mengatasi persoalan-persoalan yang

bersifat kritis, namun dengan persyaratan bahwa karyawan atau

bawahan mempunyai kemampuan yang cukup untuk mengatasi

masalah yang kritis tersebut.

Universitas Sumatera Utara

5. The Relinguishing Style

Gaya komunikasi ini lebih mencerminkan kesediaan untuk

menerima saran, pendapat ataupun gagasan orang lain, daripada

keinginan untuk memberi perintah, meskipun pengirim pesan (sender)

mempunyai hak untuk memberi perintah dan mengontrol orang lain.

Pesan-pesan dalam gaya komunikasi ini akan efektif ketika pengirim

pesan atau sender sedang bekerja sama dengan orang-orang yang

berpengetahuan luas, berpengalaman, teliti serta bersedia untuk

bertanggung jawab atas semua tugas atau pekerjaan yang

dibebankannya.

6. The Withdrawal Style

Akibat yang muncul jika gaya ini digunakan adalah melemahnya

tindak komunikasi, artinya tidak ada keinginan dari orang-orang yang

memakai gaya ini untuk berkomunikasi dengan orang lain, karena ada

beberapa persoalan ataupun kesulitan antarpribadi yang dihadapi oleh

orang-orang tersebut. Dalam deskripsi yang konkret adalah ketika

seseorang mengatakan: “Saya tidak ingin dilibatkan dalam persoalan

ini”. Pernyataan ini bermakna bahwa ia mencoba melepaskan diri dari

tanggung jawab, tetapi juga mengindikasikan suatu keinginan untuk

menghindari berkomunikasi dengan orang lain. Oleh karena itu, gaya

ini tidak layak dipakai dalam konteks komunikasi organisasi.

Menurut Hofner (2005: 53), ada tujuh komponen yang di identifikasi

sebagai faktor pendorong yang memengaruhi gaya komunikasi, antara lain:

a) Kondisi Fisik

Kondisi fisik dimana kita melakukan komunikasi memberikan

pengaruh kepada gaya komunikasi kita. Seperti halnya ketika

kegiatan komunikasi dilakukakan dengan kapasitas minim dalam

bertatap muka, hal tersebut akan berakibat pada ketidaknyamanan

dan kurangnya kepastian antara si pengirim dan penerima pesan.

Selain itu dapat menimbulkan ketidaksesuaian atau kenyamanan

antara kedua belah pihak.

b) Peran

Universitas Sumatera Utara

Persepsi akan peran kita sendiri (sebagai pelanggan, teman, atasan)

dan peran komunikator lainnya memengaruhi bagaimana kita

berinteraksi. Setiap orang memiliki harapan yang berbeda dari

peran mereka sendiri dan orang lain, dan dengan demikian mereka

akan sering melakukan komunikasi antar satu dengan lainnya.

c) Konteks Historis

Sejarah memengaruhi setiap interaksi. Sejarah bangsa-bangsa,

tradisi spiritual, perusahaan, dan masyarakat dengan mudah dapat

memengaruhi bagaimana kita memandang satu sama lain, dengan

demikian dapat memengaruhi gaya komunikasi.

d) Kronologi

Bagaimana interaksi itu cocok menjadi serangkaian peristiwa yang

memengaruhi pilihan gaya komunikasi seseorang. Hal tersebut

akan membuat perbedaan, jika itu adalah pertama kalinya

seseorang berinteraksi tentang sesuatu atau kesepuluh kalinya, jika

interaksi masa lalu seseorang telah berhasil atau tidak

menyenangkan. Maka akan membuat suatu perbedaan terhadap

gaya komunikasi seseorang.

e) Bahasa

Bahasa yang kita gunakan, “versi” bahasa dari bahasa yang kita

ucapkan misalnya, Aussi, Inggris, atauversi bahasa Inggris

Amerika dan kelancaran kita dengan bahsa tersebut. Semuanya

memainkan peran dalam gaya berkomunikasi seseorang. Gaya

komunikasi seseorang dalam bahasa Inggris berarti bahwa orang

yang terbiasa berbahasa Jepang tidak sepenuhnya memahami dia,

dan kemampuan ini akan memberikan batasan pada seseoran untuk

sepenuhnya berpartisipasi dan memengaruhi arah pembicaraan.

f) Hubungan

Seberapa baik kita tahu orang lain dan seberapa banyak kita suka

dan percaya kepadanya dan sebaliknya. Hal ini akan memengaruhi

bagaimana kita berkomunikasi. Selain itu, pola kita

mengembangkan hubungan tertentu dari waktu ke waktu sering

Universitas Sumatera Utara

memberikan efek kumulatif pada interaksi selanjutnya antara mitra

relasional.

g) Kendala

Metode yang seseorang gunakan untuk berkomunikasi (misalnya,

beberapa orang membenci email atau panggilan telepon) dan waktu

yang kita miliki hanya tersedia untuk berinteraksi dengan metode

tersebut. Jenis kendala tersebut akan memengaruhi cara kita

berkomunikasi.

Menurut Eisenberg (2010) (dalam Fred C. Lunenburg. 2010: 3-6), terdapat

empat hambatan dalam gaya komunikasi yang diantaranya adalah sebagai berikut:

a. Process Barriers

Setiap langkah dalam proses komunikasi diperlukan untuk efektif dan

baik. Langkah-langkah yang terhalang menjadi hambatan-hambatan.

Pertimbangkan situasi berikut:

Sender barrier: Seorang administrator baru dengan ide inovatif

gagal untuk berbicara di sebuah pertemuan yang dipimpin oleh

seorang pengawas yang menyebabkannya takut untuk dikritik.

Encoding barrier: Seorang staf berbahasa Spanyol dan tidak bisa

meminta administrator yang berbahasa Inggris untuk memahami

keluhan tentang kondisi kerja.

Medium barrier: Seorang anggota staf yang sangat kecewa

mengirimkan surat yang penuh emosi kepada pimpinan bukannya

mentransmisikan perasaannya secara tatap muka.

Decoding barrier: Seorang kepala sekolah yang lebih tua tidak

yakin apa yang dimaksud kepala departemen yang mudah ketika

dia menunjuk kepada seorang guru yang sedang melamun.

Receiver barrier: Seorang administrator sekolah yang sibuk

dengan persiapan anggaran tahunan meminta seorang anggota

untuk mengulang pernyataan, karena dia tidak mendengarkan

dengan penuh pehatian pada percakapan sebelumnya.

Universitas Sumatera Utara

Feedback barrier: Dalam sebuah pertemuan, kegagalan seorang

administrator sekolah untuk bertanya setiap pertanyaan yang

menyebabkan pengawas bertanya-tanya apakah dia benar-benar

memahami yang sebenarnya.

b. Physical Barriers

Sejumlah gangguan fisik dapat mengganggu efektivitas komunikasi,

termasuk panggilan telepon, jarak antar orang, dinding, dan statis di radio.

Orang sering mengambil hambatan fisik begitu saja, namun terkadang

mereka bisa dihapus. Misalnya, dinding yang diposisikan tidak nyaman

bisa dihapus. Gangguan seperti panggilan telepon dapat dihapus dengan

mengeluarkan instruksi kepada sekretaris. Sebuah pilihan media yang

tepat dapat mengatasi jarak hambatan antar manusia.

c. Semantic Barriers

Kata-kata yang kita pilih, bagaimana kita menggunakannya, dan makna

yang kita lampirkan pada mereka menyebabkan banyak hambatan

komunikasi. Masalahnya adalah semantik, atau arti kata-kata yang kita

gunakan. Kata yang sama mungkin saja berarti hal yang berbeda bagi

orang yang berbeda. Kata-kata dan frasa seperti efisiensi, peningkatan

produktivitas, hak prerogatif manajemen, dan penyebab yang adil dapat

berarti satu hal bagi administrator sekolah dan sesuatu yang sangat

berbeda dengan anggota staf. Teknologi juga berperan dalam hambatan

semantik komunikasi. Sistem sekolah yang kompleks saat ini sangat

khusus. Sekolah memiliki staf dan ahli teknis yang mengembangkan dan

menggunakan terminology khusus yang hanya dapat dipahami oleh staf

dan ahli teknis serupa lainnya. Jika orang tidak mengerti kata-kata tersebut

maka mereka tidak dapat memahami pesannya.

d. Psychosocial Barriers

Tiga konsep penting dikaitkan dengan hambatan psikologis dan sosial:

fields of experience, filtering, dan psychological distance. Fields of

experience meliputi latar belakang, persepsi, nilai, bias, kebutuhan, dan

harapan. Pengirim dapat menyandikan dan menerima pesan hanya dalam

konteks bidang pengalaman mereka. Ketika bidang pengirim tumpang

Universitas Sumatera Utara

tindih sangat sedikit dengan penerima, komunikasi menjadi sulit. Filtering

berarti lebih sering daripada tidak apa yang kita lihat dan dengar apa yang

secara emosional kita tinjau untuk dilihat dan didengar. Penyaringan

disebabkan oleh kebutuhan dan minat kita sendiri yang memandu

pendengaran kita. Hambatan psikososial sering melibatkan jarak

psikologis antara orang yang mirip dengan jarak fisik sebenarnya. Sebagai

contoh, administrator sekolah berbicara seorang anggota staf, yang

membenci sikap ini, dan kebencian ini memisahkan mereka, sehingga

menghalangi kesempatan untuk komunikasi yang efektif.

2.3 Kerangka Pemikiran

Kerangka pemikiran adalah hasil pemikiran yang rasional merupakan

uraian yang bersifat kritis dan memperkirakan hasil penelitian yang dicapai

dan dapat mengantarkan penelitian pada rumusan hipotesa (Nawawi,

2001:40).

Dalam penelitian ini, peneliti akan menjelaskan kerangka

pemikirannya sebagai berikut:

Gambar 2.1

Kerangka Pemikiran

Sumber: Peneliti (2018)

Strategi & Gaya

Komunikasi Atase

Pendidikan KBRI - KL

Faktor Pendorong dan

Kendala dalam Hubungan

Kerjasama Pendidikan

Tinggi Indonesia-Malaysia

Peran Komunikasi Internasional Atase Pendidikan KBRI Kuala

Lumpur dalam Meningkatkan Hubungan Kerjasama Pendidikan Tinggi

Indonesia-Malaysia

Teori Hubungan

Internasional (Constructivist

Theory) & Teori Komunikasi

Internasional (Multi Track

Diplomacy)

Universitas Sumatera Utara

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian

Metode penelitian adalah cara atau strategi menyeluruh untuk menemukan

atau memperoleh data yang diperlukan. Metode penelitian perlu dibedakan dari

teknik pengumpulan data yang merupakan teknik yang lebih spesifik untuk

memperoleh data (Soehartono, 2004). Metode penelitian berbicara mengenai tata

cara pelaksanaan penelitian, sedangkan prosedur penelitian membicarakan urutan

kerja penelitian dan teknik penelitian membicarakan alat-alat yang digunakan

dalam mengukur atau mengumpulkan data penelitian. Dengan demikian, metode

penelitian melingkupi prosedur dan teknik penelitian (Hasan, 2002: 21).

Metode penelitian yang digunakan penulis dalam penelitian adalah

menggunakan metode penelitian deskriptif analisis kualitatif. Penelitian kualitatif

adalah penelitian yang bersifat deskriptif dan cenderung menggunakan analisis

dengan pendekatan induktif. Menurut Bogdan Taylor, metodologi kualitatif

merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-

kata tertulis maupun lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati.

Menurut Danim (2002), dalam metode penelitian kualitatif terdapat

beberapa karakteristik, yang diantaranya adalah:

a) Ilmu-ilmu lunak

b) Fokus penelitian: kompleks dan luas

c) Holistik dan menyeluruh

d) Basis pengetahuan: makna dan temuan

e) Mengembangkan/ membangun teori

f) Sumbangsih tafsiran

g) Komunikasi dan observasi

h) Elemen dasar analisis: kata-kata

i) Interpretasi individu

Universitas Sumatera Utara

j) Keunikan

Dalam penelitian kualitatif, peneliti ialah instrumen kunci. Oleh karena itu,

peneliti harus memiliki bekal teori dan wawasan yang luas agar dapat bertanya,

menganalisis dan mengkonstruksi objek yang diteliti menjadi lebih deskriptif serta

menggambarkan secara spesifik suatu situasi, social setting, ataupun suatu

hubungan.

3.2 Objek Penelitian

Objek penelitian adalah permasalahan yang diteliti. Dalam penelitian ini

yang menjadi objek penelitian adalah komunikasi internasional Atase Pendidikan

KBRI Kuala Lumpur dalam meningkatkan hubungan kerjasama pendidikan tinggi

Indonesia-Malaysia.

3.3 Subjek Penelitian

Subjek penelitian adalah orang yang telah memenuhi kriteria untuk

menjadi sumber informasi (informan) bagi peneliti dalam melakukan sebuah

penelitian. Dalam penelitian ini, yang menjadi subjek penelitian adalah Atase

Pendidikan KBRI Kuala Lumpur yang disini sebagai pelaku aktif dalam

melakukan peran komunikasi internasional dalam meningkatkan hubungan

kerjasama pendidikan tinggi Indonesia-Malaysia.

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan purposive sampling dalam

menentukan informan sesuai dengan kriteria yang sesuai dengan topik

permasalahan yang dikaji. Menurut Sugiyono (2016), purposive sampling adalah

teknik pengambilan sampel sumber data dengan pertimbangan tertentu, misalnya

orang tersebut dianggap paling tahu tentang apa yang kita harapkan atau dia

sebagai penguasa sehingga akan memudahkan peneliti untuk menjelajahi

objek/situasi sosial.

3.4 Kerangka Analisis

Menurut Ardianto (2014), kerangka analisis atau pemikiran adalah

dukungan dasar teoretis dalam rangka memberi jawaban terhadap pendekatan

pemecahan masalah. Dalam penelitian kualitatif, perspektif teoretis sebuah teori

Universitas Sumatera Utara

tidak menjadi landasan atau dasar pijak penelitian seperti halnya kerangka

pemikiran dalam penelitian kuantitatif. Perspektif teoretis hanya sebagai panduan

karena dalam penelitian kualitatif teori tidak diuji, tetapi hanya sebagai pedoman

penelitian.

Penelitian ini akan menganalisis sebagaimana komunikasi internasional

berperan dalam meningkatkan hubungan kerjasama pendidikan tinggi Indonesia-

Malaysia melalui peran Atase Pendidikan KBRI Kuala Lumpur. Peneliti akan

menelaah strategi komunikasi dan gaya komunikasi Atase Pendidikan KBRI

Kuala Lumpur, menguraikan unsur-unsur pendorong hubungan kerjasama

Indonesia-Malaysia dalam aspek pendidikan tinggi dan faktor kendala yang

dihadapi oleh Atase Pendidikan KBRI Kuala Lumpur, serta mengaitkannya

dengan teori-teori yang sesuai yakni, teori hubungan internasional (contructivist

theory) dan komunikasi internasional (multi track diplomacy).

Dalam penelitian ini, peneliti langsung ke lapangan untuk pengumpulan

data melalui wawancara dan review dokumen dan sampai mencapai data jenuh.

Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian adalah model Miles &

Huberman (1992), yang mengkategorikan tiga tahapan yakni, reduksi data,

penyajian data, dan penarikan kesimpulan/verifikasi.

3.5 Teknik Pengumpulan Data

Data adalah bagian terpenting dari suatu penelitian, karena dengan data

peneliti dapat mengetahui hasil dari penelitian tersebut. Pada penelitian ini, data

diperoleh dari berbagai sumber, dengan menggunakan teknik pengumpulan data

yang beragam dan dilakukan secara terus menerus sampai mencapai data jenuh.

Sesuai dengan karakteristik data yang diperlukan dalam penelitian ini, maka

teknik pengumpulan data yang dilakukan adalah:

Data Primer

Data Primer adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan

langsung di lapangan oleh peneliti dengan cara melakukan

wawancara dengan narasumber.

Wawancara adalah proses komunikasi atau interaksi untuk

Universitas Sumatera Utara

mengumpulkan informasi dengan cara tanya jawab antara peneliti

dengan informan penelitian (Emzir, 2010). Dalam penelitian ini,

peneliti menrekam dan mencatat semua jawaban dari narasumber

sebagaimana adanya. Peneliti sesekali menyelingi jawaban

narasumber, baik untuk, meminta penjelasan maupun untuk

meluruskan bilamana ada jawaban yang menyimpang dari

pertanyaan. Jenis wawancara yang digunakan dalam penelitianini

adalah wawanvcara terstruktur yang sebelumnya peneliti sudah

menyiapkan daftar pertanyaan. Menurut Miles & Huberman, ada

beberapa tahapan yang harus diperhatikan dalam melakukan

wawancara, yaitu:

1. The setting, peneliti perlu mengetahui kondisi

lapangan penelitian yang sebenarnya untuk

membantu dalam merencanakan pengambilan data.

Hal-hal yang perlu diketahui untuk menunjang

pelaksanaan pengambilan data meliputi, tempat

pengambilan data, waktu dan lamanya wawancara,

serta biaya yang diperlukan.

2. The actors, mendapatkan data tentang karakteristik

calon partisipan. Di dalamnya termasuk situasi yang

lebih disukai partisipan, kalimat pembuka,

pembicaraan pendahuluan dan sikap peneliti dalam

melakukan pendekatan.

3. The events, terdapat dua jenis wawancara yakni:

o In-depth interview, dimana peneliti

menggali informasi secara mendalam

dengan cara tanya jawab secara bebas tanpa

pedoman pertanyaan yang disiapkan

sebelumnya.

o Guided interview, dimana peneliti

menanyakan kepada informan hal-hal yang

telah disiapkan sebelumnya.

Universitas Sumatera Utara

Data Sekunder

Data sekunder merupakan data yang diperoleh peneliti dari sumber

yang sudah ada. Dalam penelitian ini data yang termasuk pada

kategori data sekunder adalah dokumen-dokumen tertulis yang

diperoleh dari KBRI Kuala Lumpur yang sifatnya sebagai data

pendukung kajian penelitian ini.

3.5.1 Penentuan Informan

Dalam melakukan penelitian ini, informan yang akan di wawancarai

oleh berjumlah 3 orang yang sesuai dengan beberapa kriteria yang telah

peneliti tentukan, yakni:

- Individu yang mengemban tugas dan fungsi terkait dengan bidang

pendidikan di KBRI Kuala Lumpur.

- Individu yang secara aktif melakukan negosiasi yang merupakan salah

satu bentuk komunikasi internasional dalam bidang hubungan

kerjasama pendidikan tinggi Indonesia-Malaysia di KBRI Kuala

Lumpur.

- Individu yang berpatisipasi langsung dalam program kerjasama yang

merupakan hasil kesepakatan Indonesia - Malaysia

- Tidak dibatasi oleh jenis kelamin dan usia

Berikut data informan-informan yang akan peneliti wawancarai:

Informan I

Nama : Prof. Dr. Ari Purbayanto

Posisi/Jabatan : Atase Pendidikan dan Kebudayaan

Kontak : [email protected] / +603-2116-4123

Informan II

Nama : Erwinsyah, SH. LLM

Universitas Sumatera Utara

Posisi/Jabatan : Staf Atase Pendidikan dan Kebudayaan

Kontak : [email protected] / +603-2116-4130

Informan III

Nama : Doni Ropawandi

Posisi/Jabatan : Mahasiswa (Ketua Umum PPI Malaysia)

Kontak : [email protected] / +628-522-235-3155

3.5.2 Keabsahan Data

Untuk menguji keabsahan data pada penelitian ini, peneliti menggunakan

teknik triangulasi data. Menurut Pujileksono (2016), triangulasi data merupakan

pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data

untuk keperluan pengecekan atau pembanding data tersebut. Triangulasi data

menggunakan pendekatan multi-metode yang dilakukan peneliti pada saat

mengumpulkan data sampai pada proses analisis data. Ide dasarnya adalah bahwa

fenomena yang diteliti dapat dipahami dengan baik sehingga diperoleh kebenaran

tingkat tingi jika dilihat dari berbagai sudut pandang.

Menurut Moleong (2005), dengan triangulasi data peneliti dapat

melakukan pengecekan data dengan cara membandingkan dengan berbagai

sumber, metode ataupun teori. Maka, peneliti dapat melakukannya dengan cara:

1. Mengajukan berbagai macam variasi pertanyaan.

2. Mengeceknya dengan berbagai sumber data

3. Memanfaatkan berbagai metode agar pengecekan kepercayaan dapat

dilakukan.

3.6 Teknik Analisis Data

Menurut Sugiyono (2009: 335-336), analisis data merupakan proses

mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari data primer,

data sekunder dan hasil wawancara, dengan mengorganisasikan data ke dalam

kategori, menjabarkan ke dalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam

Universitas Sumatera Utara

pola, memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari, dan membuat

kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh diri sendiri dan orang lain. Analisis

data dalam penelitian kualitatif dilakukan sejak sebelum memasuki lapangan,

selama di lapangan, dan setelah lapangan.

Menurut Miles dan Huberman (dalam Pujileksono, 2016:152), analisis

data dilakukan tiga tahap, yaitu:

1. Reduksi Data

Reduksi data berarti merangkum, memilih hal yang pokok, memfokuskan

pada hal yang penting, dicari pola dan temanya. Reduksi data merupakan

proses pemilihan, pemusatan perhatian melalui penyederhanaan,

pengabstrakan, dan transformasi data “kasar” yang muncul dari catatan-

catatan tertulis di lapangan. Tahapan-tahapan reduksi data yaitu : membuat

ringkasan, mengkode, menelusur tema, membuat gugus-gugus, membuat

partisi, dan menulis memo.

Pada tahapan reduksi data, peneliti akan mengumpulkan data dari

lapangan dengan melakukan wawancara secara mendalam kepada seluruh

informan. Seluruh data yang diperoleh peneliti akan dicatat dan

dikumpulkan, kemudian peneliti akan dengan objektif merangkum dan

mengambil hasil yang sesuai dengan pokok permasalahan yang diteliti.

2. Penyajian Data

Pada tahap ini, peneliti menyajikan data dalam bentuk uraian singkat,

bagan, hubungan antar kategori, dsb. Penyajian data yang sering

digunakan dalam penelitian kualitatif bersifat naratif. Hal ini dimaksudkan

untuk memahami apa yang terjadi, merencanakan kerja selanjutnya

berdasarkan apa yang dipahami.

3. Penarikan Kesimpulan dan Verifikasi

Kesimpulan dalam penelitian mungkin dapat menjawab rumusan masalah,

karena rumusan masalah dalam penelitian kualitatif masih bersifat

sementara dan berkembang setelah peneliti berada di lapangan.

Kesimpulan dalam penelitian kualitatif merupakan temuan baru yang

disajikan berupa deskripsi atau gambaran yang awalnya belum jelas

menjadi jelas dan dapat berupa hubungan kausal/interaktif dan

Universitas Sumatera Utara

hipotesis/teori. Penarikan kesimpulan dan verifikasi dilakukan setelah

penelitian yang dilakukan di lapangan.

Penelitian ini akan dimulai dengan mengumpulkan seluruh data terlebih

dahulu berdasarkan hasil temuan di lapangan melalui data primer dan sekunder.

Data yang diperoleh melalui wawancara, pengamatan, dan catatan di lapangan

akan disusun dalam bentuk laporan dan kemudian disajikan pada bab selanjutnya

pada bagian pembahasan. Teori yang telah ada sebelumnya akan digunakan untuk

mendukung pembahasan, dan kemudian akan dianalisis agar dapat mencapai hasil

dari penelitian ini yaitu mengetahui tentang peran komunikasi internasional dalam

meningkatkan hubungan kerjasama pendidikan tinggi Indonesia-Malaysia. Tahap

selanjutnya setelah semuanya telah dilakukan adalah, penarikan kesimpulan atas

penelitian yang telah dilaksanakan.

Universitas Sumatera Utara

BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1 Hasil Penelitian

Pada bab ini, peneliti akan menguraikan hasil penelitian yang telah

dilakukan. Penelitian ini dilakukan pada salah satu instansi pemerintah

Indonesia yang dikenal sebagai kantor perwakilan Republik Indonesia di

luar negeri yang paling aktif dan lengkap dengan bidang spesialisasinya,

yakni Kedutaan Besar Republik Indonesia di Kuala Lumpur, Malaysia.

Penelitian berlangsung mulai dari akhir bulan Oktober hingga awal

November 2017 dan dilanjutkan kembali pada bulan Juli 2018. Beberapa

informan dipilih berdasarkan kriteria yang telah ditentukan oleh peneliti

sendiri. Peneliti akan menjelaskan hasil dari penelitian yang diperoleh

disertai dengan pembahasan yang berdasarkan dari tujuan penelitian, yaitu

untuk mengetahui peran komunikasi internasional Atase Pendidikan KBRI

Kuala Lumpur dalam meningkatkan hubungan kerjasama pendidikan

tinggi Indonesia-Malaysia.

4.1.1 Deskripsi Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kedutaan Besar Republik Indonesia –

Kuala Lumpur di Jalan Tun Razak, Imbi, 50400 Kuala Lumpur, Malaysia.

4.1.1.1 Profil KBRI Kuala Lumpur

Hubungan diplomatik Indonesia-Malaysia telah terjalin sejak

Malaysia merdeka pada tahun 1957. Namun, pada tanggal 17 September

1963 hubungan diplomatik ini sempat terputus sebagai akibat terjadinya

konfrontasi Indonesia-Malaysia. Proses pemulihan hubungan diplomatik

antara Indonesia-Malaysia diawali dengan ditandatanganinya Bangkok

Accord di Bangkok pada tanggal 1 Juni 1966 oleh Menteri Luar Negeri

kedua negara mengenai penghentian konfrontasi. Sebagai tindak lanjut,

pada tanggal 11 Agustus 1966 telah diselenggarakan pertemuan di Jakarta

yang menghasilkan Perjanjian Pemulihan Hubungan Republik Indonesia-

Malaysia (Jakarta Accord). Sebagai tindak lanjut pemulihan hubungan

Universitas Sumatera Utara

diplomatik Indonesia-Malaysia, maka dilaksanakanlah penandatanganan

“Pengertian Bersama Tentang Persoalan-persoalan Non Militer” di Kuala

Lumpur pada tanggal 14 September 1966 antara Indonesia-Malaysia.

Akhirnya, pada bulan September 1967 dibuka Liaison Office (Kantor

Penghubung) sebagai Kantor Perwakilan RI di Kuala Lumpur. Gedung

KBRI sebelumnya terletak di Jalan U-Thant Kuala Lumpur, namun

semenjak tahun 1977 KBRI menempati gedung berlantai 8 yang berdiri di

Jalan Tun Razak no. 233. Pada saat itu gedung KBRI merupakan salah

satu gedung yang tertinggi di Jalan Tun Razak yang sebelumnya bernama

Jalan Pekeliling.

Saat ini Kedutaan Besar Republik Indonesia ini dipimpin oleh

seorang Duta Besar yang dibantu oleh Wakil Kepala Perwakilan dan

memiliki 32 home staff serta 169 local staff yang menangani berbagai

aspek hubungan bilateral seperti politik, ekonomi, pertahanan, penerangan,

sosial kebudayaan, pendidikan, perhubungan, imigrasi, tenaga kerja dan

kekonsuleran. Kedutaan Besar Republik Indonesia juga terus melakukan

upaya yang serius dalam menyediakan pelayanan publik yang optimal

termasuk melindungi Warga Negara Indonesia di Malaysia.

4.1.1.2 Profil Atase Pendidikan

Atase pada kedutaan adalah ahli-ahli dalam bidang tertentu yang

diperbantukan pada sebuah kedutaan untuk mewakili sebuah negara dalam

mengurus suatu bidang tertentu sesuai dengan keahliannya. Para ahli ini

menjadi utusan diplomatik yang membantu pekerjaan seorang duta atau

duta besar suatu negara sebagai penasihat atau pejabat khusus dalam

bidang-bidang tertentu. Jenis-jenis atase yang ada pada sebuah kedutaan

biasanya ditentukan sesuai dengan kebutuhan di dalam kedutaan tersebut.

Atase juga bertugas membantu pekerjaan seorang Menteri negara

yang diwakilinya untuk melakukan promosi, kerjasama, fasilitasi,

pengamatan dan diplomasi di bidang terkait dengan negara tempat para

atase ditempatkan. Oleh karena itu, Atase tidak hanya bertanggung jawab

Universitas Sumatera Utara

kepada Duta Besar tetapi juga bertanggung jawab kepada Menteri yang

terkait dengan bidangnya.

Penyelenggaraan pendidikan pada kenyataannya tidak cukup

dipenuhi di dalam negeri saja, kerja sama dengan penyelenggara

pendidikan di luar negeri mutlak diperlukan. Ada proses transfer ilmu

pengetahuan, sekaligus mencapai misi-misi diplomatik yang pada akhirnya

bisa meningkatkan kewibaan bangsa Indonesia di mata dunia.

Berdasarkan Surat Edaran Menteri Luar Negeri No.

SE.01/C/OT/VIII/2004 tentang Pelaksanaan Keputusan Menteri Luar

Negeri No. SK.06/A/0T/VI/2004 tentang Organisasi dan Tata Kerja

Perwakilan RI di Luar Negeri, tugas dan fungsi Atase Pendidikan dan

Kebudayaan adalah sebagai berikut:

a) Meningkatkan kerjasama bidang pendidikan, dengan indikator:

1) Meningkatnya jumlah mahasiswa asing di Perguruan Tinggi di

Indonesia

2) Meningkatnya jumlah penelitian kolaborasi

3) Meningkatnya jumlah peserta magang, beasiswa, dan pertukaran

pendidik dan tenaga kependidikan dalam rangka peningkatkan

kompetensi regional dan internasional

4) Meningkatnya jumlah sister-school, sebagai benchmarking bagi

sekolah SD, SMP, SMA dan SMK bertaraf internasional di setiap

kabupaten/kota

b) Menyelenggarakan pendidikan bahasa dan kebudayaan, dengan

indikator:

1) Terselenggaranya Program Pendidikan Bahasa Indonesia bagi

penutur asing

2) Terselenggaranya “Indonesian Studies” di Perguruan Tinggi luar

negeri

c) Menyampaikan saran dan rekomendasi kebijakan pendidikan nasional

berdasarkan hasil pengamatan atas perkembangan/kecenderungan

Universitas Sumatera Utara

bidang pendidikan, kebudayaan, ilmu pengetahuan dan teknologi di

negara akreditasi, dengan indikator:

1) Tersusunnya saran dan rekomendasi kebijakan pendidikan nasional

berdasarkan hasil pengamatan atas perkembangan/kecenderungan

bidang pendidikan dan kebudayaan di negara akreditasi

2) Tersusunnya saran dan rekomendasi kebijakan pendidikan nasional

berdasarkan hasil pengamatan atas perkembangan/kecenderungan

ilmu pengetahuan dan teknologi di negara akreditasi

d) Membina masyarakat Indonesia khususnya pada pelajar, mahasiswa,

dan karyasiswa dalam rangka meningkatkan rasa kebangsaan dan turut

serta memperkenalkan kebudayaan Indonesia kepada masyarakat di

luar negeri, dengan indikator:

1) Meningkatnya partisispasi masyarakat Indonesia khususnya para

pelajar, mahasiswa, dan karyasiswa, dalam rangka meningkatkan

rasa kebangsaan

2) Turut serta memperkenalkan pendidikan dan kebudayaan Indonesia

kepada masyarakat di luar negeri

Adanya Atase Pendidikan di setiap Kedutaan Besar Republik

Indonesia di luar negeri mutlak diperlukan. Atase Pendidikan memegang

peranan strategis sebagai perpanjangan tangan pemerintah Indonesia di

luar negeri dalam misi pendidikan dan kebudayaan. Secara teknis,

disamping tercapainya kerjasama bilateral di bidang pendidikan, Atase

Pendidikan juga mempunyai peranan besar dalam membantu pelajar

Indonesia yang sedang menempuh studi di negara yang bersangkutan, serta

berperan penting dalam layanan pendidikan yang umumnya bernaung di

bawah Sekolah Indonesia di Luar Negeri (SILN).

Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan

Nomor: 0466/MPK.A/RMS/KP/2014 tanggal 17 Juli 2014 yang

ditunjukkan kepada Duta Besar Republik Indonesia di Kuala Lumpur,

disampaikan tugas rutin Atase Pendidikan dan Kebudayaan sebagai

berikut:

Universitas Sumatera Utara

1. Meningkatkan kerjasama bidang pendidikan, kebudayaan,

penelitian, IPTEK antara kedua negara

2. Menyelenggarakan pendidikan bahasa dan kebudayaan Indonesia

di Malaysia

3. Menyampaikan saran dan rekomendasi kebijakan pendidikan dan

kebudayaan

4. Mengikuti pertemuan mengenai pendidikan, kebudayaan, IPTEK

dalam wilayah akreditasinya

5. Membina para pelajar, mahasiswa dan karyasiswa di Malaysia

dalam rangka meningkatkan rasa kebangsaan dan memperkenalkan

kebudayaan Indonesia kepada masyarakat Malaysia

6. Membina, memfasilitasi, berperan serta aktif dalam

penyelenggaraan Sekolah Indonesia di Malaysia

7. Membantu menyalurkan bantuan beasiswa Pendidikan dan

Kebudayaan kepada para pihak penerima

Dalam melaksanakan tugas rutin, Atase Pendidikan dan

Kebudayaan KBRI Kuala Lumpur dibantu oleh 5 (lima) orang staf lokal,

yaitu:

1) Staf Kesekretariatan, yang membantu tugas Atdikbud dalam

meningkatkan kerjasama pendidikan dan kebudayaan, pembinaan

pelajar, mahasiswa dan karyasiswa, serta pendidikan non-formal

2) Staf Keuangan dan Pencatatan/Pengadministrasian Barang Milik

Negara serta tugas administratif lainya

3) Staf Administrasi yang membantu tugas Atdikbud dalam menerima

kunjungan tamu, membina Sekolah Indonesia, penyelenggaraan

pendidikan bahasa dan kebudayaan, konter pendidikan, dll

4) Staf Administrasi yang membantu tugas Atdikbud dalam menerima

kunjungan tamu, membina Sekolah Indonesia, penyelenggaraan

praktek kerja industri SMK, konter pendidikan, dll

5) Pengemudi dan perawatan kendaraan operasional Atdikbud

Universitas Sumatera Utara

4.1.2 Proses Penelitian

Penelitian ini dimulai dari pengajuan judul yang diajukan oleh peneliti

kepada pihak departemen dengan memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan.

Dari lima judul yang diajukan oleh peneliti, judul inilah yang disetujui oleh

departemen. Alasan peneliti mengajukan judul tersebut diambil dari pertimbangan

pribadi yang ingin mengkaji peran komunikasi internasional dalam dunia

diplomasi pendidikan. Sebagaimana yang telah dipaparkan pada bab sebelumnya

bahwa atase pendidikan merupakan individu yang dianggap ahli dalam bidang

pendidikan dan dipercaya mampu menjadi utusan diplomatik dalam sektor

pendidikan. Untuk menjadi atase pendidikan harus mengikuti proses seleksi yang

cukup ketat dan pada umumnya merupakan orang-orang yang memang sudah

berkecimpung di dunia pendidikan cukup lama. Umumnya yang menjadi atase

pendidikan memiliki latarbelakang profesi dosen perguruan tinggi di Indonesia.

Mengingat profesi tersebut yang jelas-jelas tidak berkaitan secara langsung

dengan dunia diplomatik, namun terbukti bahwa orang-orang yang terpilih

mampu menjadi utusan diplomatik yang dapat dihandalkan dalam menjalankan

tugas dan peran atase pendidikan pada perwakilan-perwakilan Indonesia di luar

negeri. Hal tersebutlah yang mendorong peneliti untuk mengkaji peran atase

pendidikan yang ternyata tanpa ada latarbelakang studi hubungan internasional,

justru mampu berkontribusi besar dalam meningkatkan kerjasama pendidikan

antar negara.

Dalam menentukan informan, peneliti menggunakan teknik purposive

sampling, dimana informan-informan yang dipilih berdasarkan kriteria tertentu

yang telah peneliti tentukan. Awalnya, peneliti hanya ingin menggunakan 1

informan yakni Atase Pendidikan. Karena sebelumnya peneliti merasa satu

informan saja sudah cukup. Namun, ternyata yang juga berperan aktif dalam peran

Atase Pendidikan tidak hanya yang menduduki jabatan melainkan juga seorang

staf ahli yang di khususkan untuk bidang kerjasama pendidikan tinggi Indonesia-

Malaysia. Oleh karena itu, peneliti menambahkan staf ahli tersebut sebagai salah

satu informannya. Selanjutnya, terdapat masukan dari dosen pembimbing yang

menyarankan untuk menambahkan satu lagi infoman dari kalangan mahasiswa

yang dianggap dapat merepresentasikan pihak yang merasakan peranan Atase

Universitas Sumatera Utara

Pendidikan. Pada akhirnya, terdapat tiga orang informan yang terpilih dalam

penelitian ini.

Tabel 4.1

Tabel Karakteristik Informan

Nama Informan

Informan I Informan II Informan III

Prof. Dr. Ari

Purbayanto

Erwinsyah, SH.

LLM

Doni Ropawandi

Asal Lampung Medan Jambi

Posisi/Jabatan Atase Pendidikan

dan Kebudayaan

Staf Ahli Atase

Pendidikan

Ketua Umum

Persatuan Pelajar

Indonesia di

Malaysia

Latarbelakang

Pendidikan

Ilmu Perikanan,

University of

Fisheries, Japan

Ilmu Hukum,

Universiti

Kebangsaan

Malaysia

Ilmu Fisika,

Universiti

Kebangsaan

Malaysia

Sumber: Peneliti 2018

Pengumpulan data dilakukan dengan melakukan wawancara kepada para

informan dari akhir bulan Oktober 2017 sampai dengan bulan Juli 2018. Mulanya,

peneliti menghubungi pihak atase pendidikan KBRI Kuala Lumpur melalui email.

Alamat email tersebut peneliti dapatkan dari kartu nama pejabat Atase Pendidikan

KBRI Kuala Lumpur yakni, Prof. Ari Purbayanto, dimana peneliti memperoleh

kartu nama tersebut saat ikut berpartisipasi pada sebuah kegiatan Konvensyen

Kepemimpinan Mahasiswa Malaysia-Indonesia yang diadakan di Kuala Lumpur

pada tahun 2015 yang lalu. Dari awal pengajuan izin penelitian di KBRI Kuala

Lumpur yang disampaikan melalui email, tanggapan dari pihak KBRI Kuala

Lumpur cukup baik dan responsif. Dari email yang dibalas oleh staf fungsi

pendidikan dan kebudayaan, menunjukkan bahwa Atdikbud (Atase Pendidikan

dan Kebudayaan) tidak keberatan untuk memfasilitasi dan membantu penelitian

tersebut. Hal yang perlu peneliti penuhi adalah mengirimkan surat izin penelitian

Universitas Sumatera Utara

yang dikeluarkan dari kampus yang ditujukan kepada Atase Pendidikan KBRI

Kuala Lumpur. Surat resmi tersebut merupakan kelengkapan syarat dan

administrasi yang diminta dan dikirimkan dari Ketua Program Studi (Prodi) atau

Dekan Fakultas yang ditujukan kepada Atdikbud KBRI Kuala Lumpur. Untuk

memperoleh surat izin penelitian dari kampus, peneliti harus membuat surat

permohonan izin penelitian yang ditujukan kepada Kasubbag Pendidikan FISIP-

USU disertai dengan proposal penelitian yang telah disetujui oleh dosen

pembimbing. Surat resmi izin penelitian dari fakultas dikeluarkan sekitar satu

minggu setelah surat diajukan oleh peneliti dikarenakan Kasubbag yang pada

masa itu tidak berada di tempat (dinas keluar kota). Setelah menerima surat izin

penelitian dari fakultas, peneliti langsung mengirimkan scan copy dari surat

tersebut ke pihak Atdkbud KBRI Kuala Lumpur melalui email. Setelah 3 (tiga)

hari belum mendapatkan jawaban, peneliti menghubungi langsung Atdikbud

KBRI Kuala Lumpur melalui saluran telepon. Tidak lebih dari 5 menit, peneliti

mendapatkan konfirmasi kesediaan KBRI Kuala Lumpur untuk menerima peneliti

melaksanakan wawancara langsung dengan informan-informan yang ada di

Atdikbud KBRI Kuala Lumpur. Peneliti berangkat dari Medan ke Kuala Lumpur

pada tanggal 22 Oktober 2017 dan memulai pengumpulan data, baik itu data

primer maupun data sekunder dari tanggal 23 Oktober 2017 hingga 27 Oktober

2017. Walaupun sebelumnya sudah mendapatkan konfirmasi bahwa pejabat Atase

Pendidikan dan salah satu stafnya (yang memang sering dikirim mewakili Atase

dalam urusan kerjasama pendidikan tinggi), bersedia dan berada di tempat dalam

kurun waktu yang telah disepakati. Ternyata kedua informan mendapatkan tugas

dinas di luar yang mengakibatkan rencana wawancara diundur ke dua hari terakhir

masa penelitian. Meskipun begitu, peneliti tetap mencoba mencari data dengan

bertanya dengan staf-staf lainnya yang berada di tempat pada masa tersebut. Di

tengah kesibukan staf-staf tersebut yang tiada henti hilir-mudik dengan tumpukan

berkas-berkas dokumen serta dering telepon berulang kali yang mendukung

suasana hectic di ruang Atdikbud KBRI Kuala Lumpur. Beberapa di antaranya

masih ada yang menyempatkan diri untuk membantu peneliti mencari data-data

pendukung untuk topik penelitian ini seperti Contribution Report of Education

and Culture Attache tahun 2012-2016, jumlah kunjungan kerjasama pendidikan

Universitas Sumatera Utara

Indonesia-Malaysia 2014-2016, dan daftar tamu atase pendidikan dan kebudayaan

Januari-September 2017.

Pada tanggal 26 Oktober 2017, akhirnya peneliti dapat bertemu dan

mewawancarai salah staf Atdikbud KBRI yang bernama Erwinsyah, SH. LLM

yang peneliti kategorikan sebagai informan II. Sedangkan informan I, Prof. Dr.

Ari Purbayanto, dapat diwawanacarai pada hari berikutnya tanggal 27 Oktober

2017. Pelaksanaan wawancara dilaksanakan di ruang Atase Pendidikan KBRI

Kuala Lumpur bagi kedua informan tersebut. Wawancara berjalan dengan baik

dan tanpa ada suasana yang kaku atau tidak nyaman sehingga informan dapat

memberikan jawaban dengan santai dan elaboratif. Pertanyaan-pertanyaan yang

diberikan sesuai dengan pedoman wawancara yang telah peneliti siapkan

sebelumnya dan kadang kala ada pertanyaan tambahan atau diluar dari pedoman

wawancara yang muncul pada saat-saat tertentu yang memerlukan penjelasan

lebih rinci.

Saat wawancara dengan informan II, peneliti dapat melihat respon yang

positif dikarenakan profil informan II yang merupakan warga asli Medan dan

merupakan alumni S1 Ilmu Hukum Internasional di Universitas Muhammadiyah

Sumatera Utara. Beliau melanjutkan studi masternya di salah satu universitas

terbaik di Kuala Lumpur, Malaysia. Sebelum ditugaskan di Atdikbud, beliau

bertugas di beberapa fungsi/atase lainya yang sangat berkaitan dengan latar

belakang bidang hukum. Barangkali karena keahliannya yang cukup baik dalam

berkomunikasi dan khususnya bernegosiasi, beliau ditunjuk untuk membantu

Atase Pendidikan dalam mengurusi kerjasama pendidikan tinggi Indonesia-

Malaysia. Terlebih lagi untuk hal-hal yang menyangkut dengan asas hukum

seperti kontrak kerjasama (MoU/MoA), pertimbangan keabsahan hukum yang

berlaku bagi kedua negara (Indonesia-Malaysia), program-program kerjasama

lainnya yang menyangkut aspek hukum. Selain keterkaitan aspek hukum, beliau

yang dulunya mengambil S2 di Kuala Lumpur dan aktif sebagai Ketua Umum

Persatuan Pelajar Indonesia membuatnya lebih memahami situasi dan kondisi

serta budaya yang ada di Malaysia. Hal tersebut menjadi poin plus yang

membuatnya lebih memahami karakter negara Malaysia dan orang-orangnya,

yang menguatkannya dalam bargaining position (negosiasi). Selama wawancara,

Universitas Sumatera Utara

peneliti dapat melihat gaya berkomunikasi informan II yang cukup baik dalam

menjelaskan sesuatu dan body gesture yang lebih welcome. Dan hal ini tidak

hanya terjadi pada saat wawancara saja, melainkan di beberapa kesempatan

peneliti diperbolehkan melihat langsung bagaimana informan II berbicara di

depan banyak audiens seperti pada saat menerima kunjungan dari perguruan

tinggi dan sekolah dari Indonesia yang berkunjung ke KBRI Kuala Lumpur.

Selanjutnya, wawancara dengan informan I yang merupakan pejabat Atase

Pendidikan di KBRI Kuala Lumpur yang dapat dilaksanakan pada hari terakhir

yakni tanggal 27 Oktober 2017. Peneliti datang pada pukul 10.00 pagi waktu

setempat dan ternyata informan kedua terlihat sangat sibuk di ruangan dengan

sejumlah berkas dokumen yang harus ditandatanganinya di atas meja. Tumpukan

berkas-berkas tersebut harus cepat ditandatangani karena beberapa hari

sebelumnya beliau dinas ke Indonesia. Peneliti di dampingi oleh informan II

untuk menanyakan kesediaan waktu informan I. Awalnya, informan I terlihat

dingin dan sedikit membuat peneliti merasa ragu untuk melanjutkan wawancara

pada hari itu, juga karena melihat banyaknya pekerjaan yang harus beliau

selesaikan. Mulanya, dijadwalkan setelah ibadah salat Jumat, namun sampai pukul

16.00 sore waktu setempat, peneliti merasa cukup cemas bahwa wawancara akan

dibatalkan karena informan I belum juga kembali ke kantor. Setelah menanyakan

kembali kepada sekretarisnya, peneliti mendapat kabar bahwa informan I masih

harus singgah ke bank terlebih dahulu dan akan segera kembali ke kantor. Sampai

pukul 17.00 informan I juga belum datang, namun peneliti tetap menunggu

melihat masih ada beberapa orang staf Atdikbud yang masih menetap. Hingga

pada akhirnya, pukul 18.00 informan I tiba dan meminta waktu sejenak untuk

salat Ashar. Setelah itu, peneliti dipanggil ke ruangan Atase Pendidikan dan

dipersilahkan untuk melaksanakan wawancara dengan informan I.

Untuk melengkapi data yang telah di konsep dalam kerangka pemikiran,

peneliti menambahkan satu informan pelengkap yang disini disebut sebagai

informan III. Peneliti melakukan wawancara dengan informan III yang bernama

Doni Ropawandi yang juga menjabat sebagai Ketua Umum PPI Malaysia.

Wawancara dengan informan III dilakukan melalui layanan video call dari

aplikasi Skype. Peneliti melaksanakan wawancara dengan informan III pada

Universitas Sumatera Utara

tanggal 02 Juli 2018 yang berdurasi ±1 jam. Informan III ini merupakan seorang

mahasiswa Indonesia yang telah menyelesaikan pendidikan S2 nya di Universitas

Kebangsaan Malaysia hanya dalam 14 bulan dan tengah menyelesaikan studi S3

nya di universitas yang sama. Peneliti memilihnya sebagai informan III karena

dianggap dapat mewakili sudut pandang mahasiswa Indonesia lainnya yang ada di

Malaysia. Peneliti mulai menghubunginya melalui email resmi PPI Malaysia dan

kontak Whatsapp pribadi Doni (informan III) yang peneliti peroleh dari profil di

akun media sosialnya (instagram). Dapat dianggap proses yang cepat dan singkat

namun pasti. Informan III mengaku bahwa ia tidak bisa menolak permohonan

wawancara peneliti karena merasa sesama mahasiswa dan paham betul bagaimana

proses penyelesaian tugas akhir seperti ini, maka dari itu ia menyempatkan sedikit

waktunya di akhir pekan untuk di wawancarai oleh peneliti.

4.1.3 Deskripsi Informan dan Hasil Wawancara

Informan I

Nama : Prof. Dr. Ari Purbayanto

Jenis Kelamin : Laki-laki

Tempat/Tanggal Lahir : Palembang, 21 Januari 1966

Posisi/Jabatan : Education & Culture Attache

Kontak : [email protected]/+60321164123

Tanggal Wawancara : 27 Oktober 2017

Waktu Wawancara : Pukul 18.15

Lokasi Wawancara : Ruang Atase Pendidikan KBRI Kuala Lumpur

Prof. Dr. Ari Purbayanto menjabat posisi Atase Pendidikan dan

Kebudayaan pada Kedutaan Besar Republik Indonesia di Kuala Lumpur

sejak tahun 2014. Pada penelitian ini, beliau menjadi informan I yang

memang dari awal jabatannya di Atdikbud inilah yang hendak dikaji. Peneliti

sebenarnya sudah pernah berjumpa dengan informan I pada tahun 2014 di

sebuah kegiatan yang diadakan oleh Persatuan Pelajar Indonesia

berkolaborasi dengan Universitas Kebangsaan Malaysia. Kegiatan yang

dimaksud adalah Konvensyen Kepemimpinan Mahasiswa Malaysia-

Indonesia yang mempertemukan perwakilan-perwakilan mahasiswa dari

Universitas Sumatera Utara

Indonesia dan Malaysia di Kuala Lumpur. Acara tersebut diadakan juga demi

membantu dalam memberikan masukan bagi KBRI dan pemerintah Malaysia

dalam aspek pendidikan. Terdapat beberapa resolusi yang di rekomendasikan

kepada KBRI Kuala Lumpur dan Kementerian Pendidikan Malaysia. Salah

satu yang pada akhirnya berhasil disahkan yaitu mengenai VISA Pelajar

Indonesia yang dibantu dengan final lobbying oleh Bapak Presiden Jokowi

pada saat kunjungan negara beberapa bulan setelah kegiatan tersebut

dilaksanakan.

Informan I merupakan seorang alumni IPB yang telah melanjutkan

studinya di Jepang pada tahun 1994. Beliau mendapatkan gelar M.Sc dan

Ph.D dari University of Marine Science and Technology pada tahun 1997 dan

2000. Beliau juga aktif terlibat dalam pengelolaan pendidikan tinggi serta

kolaborasi nasional dan internasional di bidang pendidikan dan perikanan.

Informan I juga mendapatkan gelar Professor dari pemerintah Indonesia

melalui Kementerian Pendidikan Nasional pada tahun 2007. Informan I

terbilang sangat aktif, bahkan di sela-sela kesibukannya masih

menyempatkan diri untuk menulis buku. Beliau dapat menerbitkan karya

tulis ilmiahnya sebanyak 2-5 buku dalam satu bulan.

Sebagaimana yang peneliti sebutkan di awal bahwa untuk mengadakan

wawancara dengan informan I terbilang cukup sulit dalam hal waktu. Hal

tersebut sangatlah wajar mengingat jam terbang beliau cukup tinggi.

Akhirnya, pada tanggal 27 Oktober 2017 peneliti dapat mewawancarai

informan I secara langsung di Kantor KBRI Kuala Lumpur pada pukul 18.15

sore hari (waktu Malaysia). Setelah dipersilahkan oleh informan I untuk

memulai wawancara, peneliti memperkenalkan diri dan menjelaskan maksud

dan tujuan dari wawancara tersebut. Informan I menyetujui dan

mempersilahkan peneliti untuk menanyakan apa saja. Sebelumnya, peneliti

telah dipesankan oleh stafnya untuk memotong beberapa pertanyaan

mengingat waktu beliau yang sangat padat, terlebih lagi saat itu sudah

memasuki malam hari. Informan I dengan cepat, tepat dan jelas dalam

memaparkan jawaban-jawaban dari setiap pertanyaan yang peneliti ajukan.

Universitas Sumatera Utara

Di awal wawancara, informan I menjelaskan bahwa ia merupakan orang

yang suka tantangan dan memiliki prinsip hidup yang kuat. Informan I selalu

punya semangat dari dalam dirinya untuk terus menambah pengalaman

hidup. Terlebih lagi beliau memang sangat peduli dengan dunia pendidikan.

“Saya adalah orang yang suka tantangan dik Hilyah. Latar belakang saya

kan akademisi, dosen, dan saya sudah guru besar di IPB, di umur yang

tergolong masih cukup muda loh saya ini dibandingkan dengan guru besar

umumnya. Jadi, rasanya dari segi karir akademis sudah tidak ada lagi yang

mau dikejar. Jabatan juga sudah banyak yang dicicipi.Jadi, ketika ada

tawaran untuk posisi Atdikbud, ya saya coba saja. Karena saya selalu punya

spirit yang tinggi untuk menambah pengalaman terus sepanjang hidup saya.

Apalagi passion saya memang di dunia pendidikan. Saya punya tiga prinsip

hidup tersebut dik, Hilyah. Challenge, spirit, passion itu yang memotivasi

saya.”

Informan I tergolong sebagai orang pekerja keras dan kreatif. Beliau selalu

mencari ide-ide baru yang kreatif dan inovatif yang dapat menunjang

kemajuan dalam bidang pendidikan dan kebudayaan. Self confidence yang

selalu beliau tanamkan terutama dalam menghadapi lawan bicara, terutama

pada saat bernegosiasi. Pengalamannya menimba ilmu di Jepang selama 6

tahun membuatnya semakin percaya dimanapun ia berada, selama self

confidence ada semuanya akan baik-baik saja. Walaupun terkadang pada

situasi-situasi tertentu bisa saja terjadi hal-hal yang tidak terduga. Namun,

baginya itu hal yang lumrah dalam hidup dan justru menjadi motivasinya

untuk meningkatkan skills ke depannya.

Selama menjabat posisi Atase Pendidikan dan Kebudayaan di KBRI Kuala

Lumpur, informan I mengakui bahwa secara general memang sistem

pendidikan di Malaysia lebih baik dibandingkan di Indonesia. Keberadaan

Malaysia Education Blueprint yang menjadikan pendidikan di Malaysia

lebih stabil dan berkelanjutan (sustainable). Dibandingkan di Indonesia yang

sistem pendidikannya terus berganti-ganti seiring dengan pergantian

pemerintah yang menjabat. Baginya, hal tersebut tidak sesuai dengan

ekspektasi pendidikan Indonesia yang diharapkan mampu dikategorikan

Universitas Sumatera Utara

sebagai pendidikan kelas dunia. Sedangkan pendidikan itu memiliki proses

yang berkesinambungan dan tentunya memerlukan waktu yang tidak sedikit.

Hasil tidak akan mungkin sesuai dengan ekspektasi jika tidak dibarengi

dengan proses yang baik.

“Saya akui secara general memang sistem pendidikan di Malaysia lebih

baik dibandingkan di Indonesia. Malaysia punya Blueprint yang menjadikan

pendidikan disini lebih stabil dan sustainable. Di Indonesia, sistemnya terus

berganti-ganti seiring dengan pergantian pemerintah yang menjabat. Hal ini

tidak sesuai dengan ekspektasi pendidikan di Indonesia yang maunya setara

pendidikan kelas dunia. Padahal, pendidikan itu kan punya proses, dan

berkesinambungan, perlu waktu yang tidak sebentar.”

Letak wilayah Indonesia dan Malaysia yang berdekatan dan strategis

merupakan salah satu faktor pendorong hubungan kerjasama bagi Indonesia

dan Malaysia. Hal ini disebabkan oleh mobilitas masyarakat kedua negara

yang cukup tinggi. Kedua negara memang memiliki orientasi masing-masing

dalam menjalin hubungan kerjasama pendidikan tinggi. Indonesia sendiri

lebih berorientasi untuk hal-hal yang dapat menguntungkan perguruan

tingginya terlebih lagi untuk urusan BAN-PT. Sedangkan, Malaysia lebih

berorientasi pada sumber daya manusia yang kita miliki yang dianggap

ethos-nya lebih tinggi dalam belajar dan bekerja di tengah kesulitan

(finansial dan kesempatan).

“Letak wilayah kita yang berdekatan dan strategis bisa jadi salah satu

faktor pendorongnya. Ini disebabkan mobilitas masyarakat kedua negara

yang cukup tinggi juga dik. Kita lihat saja sudah berapa banyak WNI kita

hilir mudik kesini. Ada yang sebagai TKI, mahasiswa, wisatawan Indonesia

juga berlimpah disini. Unsur budaya juga mempengaruhi hubungan

kerjasama kita. Budaya Indonesia dan Malaysia kan sebenarnya satu

rumpun. Hanya yang membedakannya karena penjajah kita dulu berbeda.

Kita lama dijajah Belanda, Malaysia dijajah Inggris. Banyaknya kesamaan

budaya dan bahasa memudahkan warga Indonesia dan Malaysia untuk

saling exchange. Nah, untuk sektor pendidikan tinggi umumnya Indonesia

Universitas Sumatera Utara

lebih berorientasi untuk urusan BAN-PT dengan membuat MoU/MoA

sebanyak-banyaknya dengan perguruan tinggi di luar negeri. Sebenarnya ini

hal yang sangat baik, karena bisa mendorong kemajuan pendidikan tapi

secara praktiknya sering juga tidak sesuai. Sedangkan orientasi yang

dimiliki Malaysia terhadap negara kita lebih kepada sumber daya manusia.

SDM kita itu dianggap mereka lebih tinggi ethos- nya dalam belajar dan

bekerja di tengah kesulitan yang berbanding terbalik dengan Malaysia yang

benar-benar mengutamakan kesejahteraan rakyatnya, terkhusus lagi dalam

aspek pendidikan.”

Adapun strategic planning yang digunakan oleh informan I adalah Renstra

Kemendikbud 2015-2019. Jika dilihat dari Renstra Kemendikbud 2015-2019,

salah satu sasaran program dan Indikator Kinerja Program Dukungan

Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya adalah tingkat kepuasan

pemangku kepentingan Kemendikbud di luar negeri terhadap layanan

Atdikbud/DEWATAP UNESCO dan SLN dengan estimasi persentase secara

berurut, 89% (2014), 92% (2015), 94% (2016), 96% (2017), 98% (2018),

100% (2019). Renstra ini sebagai pedoman pelaksanaan tugas teknis Atase

Pendidikan dan barometer target yang harus dicapai olehnya. Sesuai dengan

Surat Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor:

0446/MPK.A/RMS/KP/2014 bahwasannya tugas Atdikbud adalah untuk

meningkatkan kerjasama bidang pendidikan, kebudayaan, penelitian, IPTEK

antara kedua negara, menyelenggarakan pendidikan bahasa dan kebudayaan

Indonesia di Malaysia, menyampaikan saran dan rekomendasi kebijakan

pendidikan dan kebudayaan, mengikuti pertemuan mengenai pendidikan,

kebudayaan, IPTEK dalam wilayah akreditasinya, membina para pelajar,

mahasiswa dan karyasiswa di Malaysia dalam rangka meningkatkan rasa

kebangsaan dan memperkenalkan kebudayaan Indonesia kepada masyarakat

Malaysia, membinan fasilitas, berperan serta aktif dalam penyelenggaraan

Sekolah Indonesia di Malaysia, serta membantu menyalurkan bantuan

beasiswa Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan kepada pihak penerima.

“Strategic planning yang saya jadikan pedoman adalah Renstra

Kemendikbud 2015-2019. Renstra ini sebagai pedoman pelaksanaan tugas

Universitas Sumatera Utara

teknis Atase Pendidikan dan barometer target yang harus dicapai. Kalau

dilihat dari Renstra tersebut, salah satu sasaran program dan indikator

kinerja program dukungan manajemen dan pelaksanaan tugas teknis adalah

tingkat kepuasan pemangku kepentingan Kemendikbud di luar negeri

terhadap layanan Atdikbud/DEWATAP UNESCO dan SLN dengan estimasi

persentase 89% di tahun 2014, 92% (2015), 94% (2016), 96% (2017), 98%

(2018), 100% (2019). Nah, Alhamdulillah Atdikbud KBRI Kuala Lumpur

sudah mencapai target sesuai barometer tersebut dan Insha Allah akan terus

ditingkatkan.”

Dalam memenuhi tugasnya sebagai Atase Pendidikan, beliau melakukan

banyak sekali bentuk-bentuk negosiasi yang terkadang harus disesuaikan.

Penyesuaian yang dimaksud yakni dengan mempelajari lebih banyak tentang

sistem atau peraturan-peraturan yang ada. Dalam hal inilah, informan I

meminta bantuan dari informan II. Selain dari itu juga informan I harus lebih

aktif dalam mengajak pihak-pihak Indonesia dan Malaysia dalam bidang

pendidikan untuk menjalin kerjasama yang sehat dan saling menguntungkan.

Namun, hal yang terpenting menurut informan I adalah trust atau

kepercayaan. Kepercayaan pada diri sendiri dan kepada orang lain. Beliau

menjelaskan bahwasannya jika seorang negotiator tidak percaya pada

kemampuan diri tentulah tidak akan bisa membuat orang lain percaya

terlebih lagi mendapatkan kepercayaan dari orang lain. Dalam memperoleh

kepercayaan dari orang lain tidak susah namun tidak gampang pula. Hal

tersebut harus dilakukan secara alamiah dimana orang-orang yang ingin

berkomunikasi ataupun bernegosiasi harus merasa nyaman. Kenyamanan

yang dimaksud adalah tidak merasa terintimidasi dengan penampilan atau

latarbelakang seseorang. Terkadang ada rasa tidak nyaman ketika

penampilan tidak meyakinkan ataupun kemampuan bahasa yang terbatas.

Bagi informan I, beliau masih merasa di Malaysia tergolong nyaman dan

aman. Hal ini dikarenakan Malaysia memang dikenal sebagai negara yang

multikultural yang terdiri dari tiga ras asli yang terbagi yakni Tamil, Cina

dan Melayu. Sehingga beliau tidak merasa dianggap terlalu asing di

Malaysia. Selain itu kemampuan bahasa yang menurutnya harus

Universitas Sumatera Utara

dikondisikan sesuai dengan situasi. Terkadang informan I harus

menggunakan bahasa Inggris untuk berkomunikasi dalam sebuah pertemuan

untuk memastikan seluruh informasi memiliki satu interpretasi. Karena

walaupun bahasa Indonesia sangatlah mirip dengan bahasa Melayu di

Malaysia tidak menjamin semuanya memiliki makna yang sama.

“Saya selalu mengupayakan jalur negosiasi untuk segala urusan Atdikbud

yang berkaitan dengan hubungan kerjasama. Menjadi seorang atase itu juga

harus bisa sebagai seorang negosiator. Negosiator harus mampu

menumbuhkan rasa trust pada orang lain maupun trust orang lain terhadap

kita. Untuk mendapatkan kepercayaan orang lain tidak susah dan tidak

gampang juga dik Hilyah. Ini harus secara alamiah supaya orang-orang

yang bernegosiasi bisa merasa nyaman. Nyaman dalam artian tidak merasa

terintimidasi dengan penampilan atau latarbelakang seseorang. Kadang-

kadang kita bisa merasa tidak nyaman ketika penampilan yang tidak

meyakinkan atau karena kemampuan bahasa yang terbatas. Saya pribadi

merasa nyaman dan aman di Malaysia ini, karena memang negaranya

multikultural. Indonesia- Malaysia itu kan ya mirip-mirip sih sebenarnya.

Jadi, Malaysia ini terdiri dari tiga ras asli, ada Tamil, Cina, dan pastinya

Melayu. Ya makanya saya tidak merasa seperti orang asing disini. Karena

kalau orang gatau saya ini siapa, banyak yang mikirnya saya orang asli sini,

dik."

Dalam menjalin hubungan kerjasama pendidikan tinggi antar negara

bukanlah hal yang mudah. Banyak pihak yang dilibatkan, karena pastinya

akan berkenaan dengan kebijakan negara masing-masing. Selain perguruan-

perguruan tinggi yang saling terlibat, pemerintah kedua negara bahkan

beberapa instansi lainnya juga berperan.

Pada hakikatnya peran informan I dalam sebuah pertemuan antara pihak

Indonesia dan pihak Malaysia adalah sebagai mediator untuk membangun

jaringan dan kerja sama kedua belah pihak negara yang bersangkutan.

Informan I biasanya cukup proaktif dalam memediasikan kedua belah pihak,

baik pertemuan yang diadakan di dalam maupun luar kantor KBRI Kuala

Lumpur. Hal ini untuk mempermudah kedua pihak dalam menyampaikan

Universitas Sumatera Utara

kepentingan masing-masing. Keputusan kerjasama pada dasarnya ditentukan

oleh pihak yang bekerja sama karena biasanya Atdikbud hanya dijadikan

witness dalam nota kesepahaman (MoU/MoA) bahkan tidak jarang juga tidak

ikut menandatanginya, hanya sebatas mediator untuk pertemuan. Meskipun

begitu, informan I merasa peranan yang dipegang oleh Atdikbud cukup

penting mengingat tidak semua pihak yang terkait memahami betul proses

administratif dan payung hukum yang berlaku di kedua negara, Indonesia-

Malaysia.

“Pada dasarnya ya sebagai fasilitator atau mediator dik Hilyah. Karena

fungsinya lebih sebagai perwakilan dan penengah pihak-pihak yang

berurusan. Kan banyak sekali perguruan tinggi Indonesia maupun Malaysia

yang datang kemari untuk kerjasama, atau kadang-kadang minta masukan

bagaimana untuk mempromosikan universitasnya di Indonesia ataupun

sebaliknya. Dan mengenai siapa yang lebih proaktif sebenarnya sama saja

ya. Indonesia dan Malaysia sama-sama aktif. Tapi kalau mau melihat dari

segi kontribusi ya barangkali lebih dominan Malaysia ya, karena mereka

kan punya dana pendidikan lebih besar. Dari segi komitmen juga lebih

konkret Malaysia dibandingkan Indonesia. Gimana ya dik, kita bicara

realitanya saja. Orientasi Indonesia itu ya rata-rata hanya untuk BAN-PT.

Hanya mau tanda tangan MoU tanpa mempertimbangkan matang-matang

programnya jalan atau tidak. Nah, peranan saya mendampingi mereka-

mereka ini yang mau menjalin kerjasama, kita fasilitasi saja. Kadang di

KBRI ini diadakan pertemuannya, kadang mereka adakan di kampus mereka

secara bergantian. Ya Atdikbud mendampingi dan memberikan masukan

saja sih, khususnya yang perlu diperhatikan atau dikoreksi pada MoU.

Biasanya saya juga dijadikan sebagai saksi dalam nota kesepahaman, hal ini

mencegah perselisihan yang mungkin bisa saja terjadi sewaktu-waktu.

Karena saya dan Pak Erwin akan membantu administrasinya, seperti

memeriksa draft MoU dan di-check apakah sudah sesuai dengan hukum

yang berlaku di kedua negara".

Dari aspek hubungan kerjasama, pihak Indonesia dan Malaysia dianggap

sama-sama aktif. Namun dari segi bentuk kontribusi tidak dapat dipungkiri

Universitas Sumatera Utara

bahwa Malaysia lebih dominan sedangkan Indonesia lebih kepada sumber

daya manusia. Tidak hanya itu, informan I mengakui bahwa dari segi

komitmen pihak Malaysia lebih konkret dibandingkan Indonesia. Orientasi

kerjasama dari pihak Malaysia lebih jelas, karena perguruan tinggi Indonesia

cenderung hanya ingin menandatangani MoU dan orientasinya hanya BAN-

PT. Selain dari itu, adapun unsur-unsur yang menjadi pendorong hubungan

kerja sama bagi Indonesia dan Malaysia adalah letak geografi yang strategis

yang memungkinkan mobilitas cukup tinggi bagi kedua negara, unsur budaya

yang merasa budaya kedua negara merupakan budaya yang satu rumpun

sehinga minim gegar budaya bagi pelajar asing antar kedua negara tersebut.

Meskipun demikian, informan I tidak merasa pihak Indonesia menjadi

inferior, justru beliau berusaha semaksimal mungkin untuk dapat

menawarkan ide-ide yang sifatnya juga memungkinkan bagi Indonesia serta

menguntungkan bagi kedua belah pihak. Contohnya, ketika ada masalah

cultural claim oleh Malaysia dan suasana masyarakat Indonesia dan

Malaysia memanas, hingga ada yang merendahkan bangsa Indonesia yang

pada akhirnya membuat informan I kesal dan mengancam akan

mengeluarkan surat peringatan dan membuat pernyataan di media. Ancaman

tersebut tentunya membuat takut pihak Malaysia mengingatkan jumlah

pelajar asing dari Indonesia yang menduduki peringkat ke-2 setelah pelajar

asing dari Cina. Hal ini bisa mengancam reputasi Malaysia dan bisa

menurunkan persentase mahasiswa asing terutama dari Indonesia. Menurut

informan I, ancaman terkadang perlu dilakukan ketika itu sudah berkenaan

dengan nilai-nilai kebangsaan. Meskipun begitu hubungan bilateral Indonesia

dan Malaysia masih baik dan memang akan selalu fluktuatif mengingat

kedua negara ini bertetanggaan secara geografis dan hubungannya seperti

adik-kakak jika dilihat dari aspek nilai-nilai budaya.

“Kalau gaya komunikasi pastinya saya sesuaikan dik Hilyah. Gaya

komunikasi itu harus disesuaikan dengan kepribadian individu masing-

masing yang punya objektif atau goal yang sama. Goal-nya kan yang utama

itu to convince people. Jadi nih saya boleh sedikit cerita ya. Kemarin itu kita

kan ada masalah cultural claim yang menyebabkan suasana masyarakat

Universitas Sumatera Utara

Indonesia dan Malaysia memanas. Jadi ada yang merendahkan bangsa kita

yang buat saya kesal. Ya langsung saya ancam saja. Saya bilang seperti ini

dik, “saya tidak terima atas sikap merendahkan bangsa apapun itu, apalagi

bangsa saya, bangsa Indonesia. Kalau tidak diusut oleh pihak Malaysia,

saya akan mengeluarkan surat peringatan dan pernyataan di media bahwa

studi di Malaysia tidak aman. WNI akan di rendahkan dan bisa saja di

intimidasi maka saya akan tidak merekemondasikan WNI untuk sekolah di

Malaysia”. Takut mereka dik Hilyah, ya karena Indonesia kan urutan ke-2

mahasiswa asing terbanyak di Malaysia, yang mendatangkan devisa buat

mereka. Nah, bentuk ancaman ini salah satu contoh gaya komunikasi saya

ketika situasinya memang memerlukan untuk bersikap tegas dan sedikit

agresif. Kadang-kadang kita harus dominan juga dik Hilyah. Tapi saya pada

dasarnya orang terbuka dan bahkan dalam urusan professional bisa juga

diajak berteman. Kalau kita terbuka dan bisa berteman, ya orang akan

nyaman berkomunikasi dengan kita. Kita pun juga lebih mudah untuk

menyampaikan sesuatu, apalagi bernegosiasi. Saya juga orangnya ga neko-

neko alias gaya komunikasinya tidak terlalu formal, ya kita santai tapi tetap

serius isinya. Ga mesti yang seperti diplomat pada umumnya, yang cara

berbicaranya sangat formal dan sangat politis, jadi ya kita susah juga

memaknainya karena jadi seperti ambigu. Dan kita harus flexible juga dik,

kita harus pandai-pandai melihat personality lawan bicara kita, orangnya

seperti apa, interest-nya kira-kira bagaimana, nah dari situ kita bisa

sesuaikan gaya komunikasi seperti apa yang tepat.”

Berdasarkan pernyataan diatas, dapat dilihat gaya komunikasi yang

digunakan oleh informan I juga tidak terpaku dengan gaya khas diplomatik

yang terkesan politis atau ambigu. Hal ini dikarenakan beliau yang memang

berlatarbelakang akademisi (dosen perguruan tinggi) yang diangkat menjadi

atase pendidikan di KBRI Kuala Lumpur. Bagi informan I, gaya komunikasi

harus disesuaikan dengan kepribadian individu masing-masing yang

memiliki objektif yang sama yakni, to convince people dengan

mengusahakan win-win solution. Informan I mengutamakan openness atau

keterbukaan dan supportive. Keterbukaan yang dimaksud disini adalah

Universitas Sumatera Utara

terbuka dengan mitra kerja agar lebih leluasa dalam menyampaikan

keinginan ataupun kepentingan yang ingin dicapai melalui kerja sama yang

disepakati. Sedangkan supportive yang dimaksud disini adalah menunjukkan

sikap dukungan secara adil kepada pihak manapun yang membawa arus

positif bagi stakeholders. Tidak semata-mata Atdikbud akan selalu

mengambil sisi Indonesia saja jika Malaysia juga pantas untuk di dukung jika

memang keadaannya seperti itu. Namun, kembali lagi seperti apa yang telah

diamanahkan dari awal kepada informan I sebagai atase pendidikan untuk

tetap memaksimalkan upaya untuk meningkatkan indeks pencapaian

Indonesia.

Selanjutnya, informan I mengatakan bahwa pendekatan yang selalu

digunakannya adalah cultural approach dan menempuh jalur negosiasi yang

integrative atau dikenal dengan win-win solution. Menurut informan I, kunci

agar bisa mencapai hasil yang bagus dalam bernegosiasi selain self

confidence dan trust adalah sharing. Sharing yang dimaksud adalah untuk

memahami sepenuhnya situasi satu sama lain, kedua belah pihak harus

secara realistis berbagi informasi sebanyak mungkin sehingga keduanya

dapat mengerti harapan ataupun ekspektasi yang diinginkan. Kerjasama tidak

akan terjalin jika tidak ada network yang luas dan hubungan yang baik, maka

negosiasi juga akan berjalan lancar jika network sudah ada. Maka pentinglah

bagi siapapun untuk membangun network dan menjaga hubungan tersebut

dalam kondisi yang baik.

“Pendekatan budaya salah satu yang saya gunakan. Sebenarnya ketika

kita tahu bagaimana budaya orang lain, memahami betul, ikut berpartisipati

langsung ke tradisinya. Pasti dari situ kita bisa melihat, apa yang biasa

mereka bicarakan. Apa-apa saja yang tidak boleh dibicarakan, istilah-istilah

apa yang mungkin lebih dipahami mereka. Dari situ kita bisa nyambung

nanti ngobrolnya. Karena ya ga mungkin kita mau kerjasama, langsung

negosiasi tanpa ada saling kenalan dulu. Kan kita juga perlu tahu minat dan

potensi mereka yang bisa dikolaborasikan bersama. Nah, contohnya saja ya

dik Hilyah. Kalau kita orang Indonesia masih bisa menemukan orang-orang

yang masa cuti atau libur yang mau dihubungi walaupun itu tentang kerjaan.

Universitas Sumatera Utara

Kalau disini, mereka tidak peduli mau itu yang menghubungi dari saya atau

kedutaan lainnya ya kalau lagi masa cuti ya cuti. Jadi kadang-kadang

pekerjaan terhambat juga. Dan kalau kita biasanya ya disambungkan ke

orang lain yang tidak cuti donk ya. Nah kalau disini, kalau sudah si A yang

ngurus. Si B dan C yang sebidang dan bisa memegang kerjaan itu pun tidak

dikasi. Tetap harus nungguin kesediaan si A. Tapi kalau memang saat

bekerja, tidak masa cuti pribadinya, orang-orangnya saya akui lumayan

profesional. Ya tapi saat jam operasional saja begitu.”

Informan I menyatakan bahwa Atdikbud berada dibawah naungan

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia dan

berkoordinasi dengan Kementerian Riset dan Teknologi Republik Indonesia.

Berfungsi sebagai penasehat ahli pendidikan bagi Duta Besar dalam

membuat keputusan yang berkaitan dengan sektor pendidikan. Bekerja sama

dengan intens dengan Fungsi Penerangan Sosial dan Budaya KBRI Kuala

Lumpur dalam pembinaan pelajar Indonesia di Malaysia dan segala urusan

yang berkaitan dengan Pensosbud. Bekerja sama dengan Kementerian

Pendidikan Malaysia, Jabatan Imigresen Malaysia dalam urusan VISA

pelajar, guru/dosen, researcher. Serta kerja sama dengan kebanyakan

perguruan tinggi di Malaysia baik itu negeri maupun swasta seperti

Universiti Malaya, Universiti Kebangsaan Malaysia, Universiti Putra

Malaysia, Universiti Sains Malaysia, dst. Bahkan tidak sedikit pula kerja

sama dengan lembaga, institusi maupun industri yang bergerak dengan

bidang yang berkaitan dengan pendidikan dan kebudayaan.

“Beragam dik. Banyak pihak yang terlibat tentunya. Baik itu dari

kalangan pemerintahan maupun non pemerintahan. Kita sudah pasti

berhubungan dengan Kementerian Pendidikan Malaysia, Jabatan Imigresen

Malaysia, ini untuk hal urusan VISA pelajar, guru-guru, dosen, researcher.

Kebanyakan kerjasama kita dengan perguruan tinggi Malaysia dik. Kita ada

kerjasama dengan Universiti Malaya, UKM, UPM, USM, dan masih banyak

lagi. Pokoknya selagi ada kaitannya, ya kita selalu siap untuk buat

kerjasama, asal ada hubungannya dengan pendidikan dan kebudayaan.”

Universitas Sumatera Utara

Intensitas komunikasi yang dijalin pihak Malaysia cukup tinggi, terlebih

lagi dalam hal nota kesepahaman yang disepakati, kunjungan-kunjungan

yang diadakan, dan implementasi program yang diadakan. Menurut informan

I, hal ini dapat dilihat dari jadwal kegiatan Atdikbud yang sangat padat dari

senin hingga tidak jarang juga pada akhir pekan. Biasanya komunikasi

dilakukan melalui email, telepon dan fax yang dalam hal ini dibantu oleh

Bapak Erwinsyah informan II dan para staff Atdikbud lainnya. Untuk

kegiatan yang sifatnya tatap muka selalu dihadiri oleh Atdikbud baik itu

kegiatan yang diadakan di Malaysia maupun di Indonesia. Pertemuan-

pertemuan ini dianggap sangat penting karena disinilah komunikasi

internasional lebih banyak terwujud. Komunikasi langsung (verbal) yang

menurut informan I lebih powerful dibandingkan dengan komunikasi tidak

langsung yang menggunakan media platforms ataupun alat komunikasi

lainnya. Untuk mempersuasi juga lebih memungkinkan karena informan I

yakin bahwa dari tone suara dan mimik wajah serta gesture tubuh ikut

berperan dalam meyakinkan orang.

“Kita berkomunikasi cukup tinggi intensitasnya, apalagi dalam hal nota

kesepahaman, tentang penjadwalan kunjungan-kunjungan yang diadakan.

Ya kamu lihat aja jadwal kegiatan Atdikbud, padat banget kan? Senin

sampai jumat, sabtu minggu juga sering ada acara yang tidak bisa

dilewatkan. Apalagi kalau sudah Duta Besar ngasi disposisi ke Atdikbud ya

harus dilaksanakan. Kita selalu maksimalkan pertemuan tatap muka. Itu

untuk meminimalisir kesalahpahaman, kadang-kadang kita bisa saja tidak

satu persepsi ya kan. Sebetulnya juga bernegosiasi sampai final lobbying

lebih bagus tatap muka daripada via email. Lebih efektif dan efisien juga

waktunya. Bagi saya, pertemuan-pertemuan ini sangat penting, karena

disinilah komunikasi internasional itu banyak terwujud dik. Berkomunikasi

langsung bisa lebih powerful dibandingkan dengan menggunakan media

platforms lainnya. Kalau kita mau negosiasi yang persuasif juga lebih efektif

dari komunikasi verbal. Suara kita, mimik wajah dan gesture tubuh ikut

berperan untuk meyakinkan orang. Beda budaya dan bahasa itu susah-susah

Universitas Sumatera Utara

gampang juga dik Hilyah. Secara psikologis pun kita bisa lakukan ya pada

komunikasi langsung ya kan.”

Tahapan-tahapan yang biasanya dilakukan dalam membangun kerja sama

yang melibatkan Atdikbud KBRI Kuala Lumpur biasanya diawali dengan

berkoordinasi dengan staff Atdikbud terlebih dahulu. Pengiriman surat resmi

ataupun email/fax yang menyertakan kepentingan yang dimaksud sehingga

melibatkan Atdikbud KBRI Kuala Lumpur. Setiap permohonan akan

disampaikan kepada informan I dan setelah itu informan I mendisposisikan

apakah dilanjutkan atau tidak, tapi umumnya dilanjutkan untuk diproses.

Biasanya setelah pihak Indonesia ataupun Malaysia berhubungan dengan

informan II sebagai ahli urusan kerja sama pendidikan tinggi, akan diadakan

pertemuan yang ikut dihadiri oleh informan I. Pertemuan sering diadakan di

kantor KBRI Kuala Lumpur, namun tidak mutlak harus selalu disitu. Semua

disesuaikan dengan permintaan kedua belah pihak yang bersangkutan. Tidak

jarang pula, informan I diminta sebagai pembicara di perguruan-perguruan

tinggi baik di Indonesia maupun Malaysia untuk memberikan kuliah umum

terkait dengan pendidikan.

“Biasanya tahapannya diawali dengan berkoordinasi sama staf Atdikbud.

Kirim surat resmi dulu atau kirim email/fax yang menyertakan kepentingan

untuk melibatkan Atdikbud KBRI Kuala Lumpur. Setiap permohonan

nantinya akan disampaikan staf ke saya. Nanti saya yang disposisikan

apakah dilanjutkan atau tidak. Tapi umumnya semua kita lanjutkan untuk

diproses. Kita kan sifatnya melayani apa yang bisa di fasilitasi dik. Biasanya

setelah pihak Indonesia atau Malaysia berhubungan dengan Pak Erwin,

karena saya sudah percayakan urusan-urusan kerjasama sama Pak Erwin.

Tapi ya tetap di update ke saya. Pokoknya semua di sesuaikan dengan

permintaan kedua belah pihak yang bersangkutan dik. Saya juga sering

diminta sebagai pembicara di universitas Malaysia dan Indonesia. Biasanya

saya menyanpaikan kuliah umum mengenai peran dan fungsi Atdikbud KBRI

Kuala Lumpur. Nah, untuk kegiatan yang sifatnya tatap muka selalu dihadiri

oleh Atdikbud, baik diadakan di Malaysia maupun Indonesia.”

Universitas Sumatera Utara

Media komunikasi yang digunakan untuk segala urusan yang menyangkut

kerjasama pendidikan Indonesia-Malaysia merupakan alat komunikasi yang

umum, yakni surat resmi, email, telepon/fax, dan media massa serta bentuk

publikasi lainnya.

“Media yang biasa aja dik. Surat resmi, email, telepon/fax, media

pertelevisian di Malaysia juga, ya saya lumayan sering juga di undang untuk

mewakili KBRI untuk mensosialisasikan tentang visi misi Atdikbud. Brosur

dan poster juga kita sering buat dan sebarkan ke mitra-mitra kita.”

Adapun strategi komunikasi yang digunakan oleh informan I dalam

bernegosiasi dengan pihak pemerintahan atau first track diplomacy biasanya

tetap formal, namun beliau lebih speak up dalam memberikan ide-ide

inovatif dibandingkan pejabat atase pendidikan lainnya (assertive). Tidak

jauh berbeda, informan I menggunakan strategi komunikasi yang tetap

terbuka dengan pihak non-pemerintahan (second track diplomacy). Informan

I menyatakan bahwa lebih mudah berinteraksi dan mengeksekusi program

kegiatan dengan menggunakan jalur second track diplomacy. Hal ini

dikarenakan informan merasa lebih konkret konteks yang dibahas dan

implementatif.

“Jadi gini dik Hilyah, kalau bernegosiasinya dengan pihak pemerintahan

atau biasa istilahnya first track diplomacy, biasanya tetap formal. Tapi kan

saya orangnya lebih speak up untuk memberikan ide-ide yang inovatif. Jadi

kalau dibandingkan dengan atase pendidikan lainnya, ya paling hanya saya

yang berani speak up seperti itu. Dan saya juga terbuka dengan pihak non-

pemerintahan. Barangkali dik Hilyah juga sudah tahu istilah untuk yang ini

adalah second track diplomacy. Jalur kedua ini kan interaksinya sama

orang-orang yang non-pemerintahan, jadi kita ga perlu formal-formal

sekali. Simple, santai tapi tetap berisi. Konkret kerjanya.”

Menurut informan I, sebenarnya lebih mudah melakukan negosiasi dengan

second track diplomacy. Hal ini berkenaan dengan alur komunikasi yang

lebih simple dan tidak serumit jika dibandingkan dengan first track

diplomacy. Biasanya alur komunikasi pada first track diplomacy lebih rumit

dengan bahasa nonverbal yang mengandung banyak arti (diplomatic style).

Universitas Sumatera Utara

Serta prosedur-prosedur yang harus dilalui yang dianggap terlalu banyak

memakan waktu oleh informan I.

“Kalau saya lebih senang dengan second track diplomacy ya, walaupun

dua-duanya dipakai. Ini mungkin karena latarbelakang saya orang bukan

dari politik atau diplomatik asli. Saya kan dosen di universitas, jadi rasanya

kalau mau gaya diplomat banget ya circle-nya nanti ya kalangan elite

semua, orang-orang pemerintahan semua. Padahal yang merasakan

dampaknya nanti masyrakat biasa juga. Jadi lebih puas rasanya saya

berinteraksi langsung dengan menggunakan second track diplomacy.

Masyarakat ini kan macam-macam profesinya, dan yang sebenarnya yang

mengeksekusi program kegiatan dari kerjasama itu paling ya praktisi juga,

orang lapangan juga, mahasiswa juga, jadi ya rasanya lebih membaur dan

konkret saja kerja kita.”

Selama menjabat posisi Atase, terkadang informan I cenderung lebih

agresif dan dominan ketika pihak Malaysia terlalu dominan dalam sebuah

kerja sama. Hal ini jika sudah mulai menyentuh nilai-nilai kebangsaan yang

kadang kala mempengaruhi hubungan bilateral Indonesia-Malaysia.

“Saya bisa dikatakan cenderung agresif dan dominan dalam urusan

kerjasama yang langsung melibatkan Atdikbud. Apalagi kalau sudah

kelihatan tuh Malaysia yang kadang-kadang geraknya mulai agresif dan

dominan. Wajar saja sih, namanya mereka punya kontribusi finansial yang

cukup besar. Tapi saya tetap gamau kalah donk. Martabat bangsa kita harus

di nomor satukan. Saya berani menentang segala hal jika itu sudah

menyangkut nilai-nilai kebangsaan negara kita. Biar saja hubungan

bilateral jadinya terpengaruh, kalau ga terpengaruh ga bakal ada

perubahan. Tanpa ada masalah yang sangat crucial juga hubungan

bilateralnya on-off juga ya kan.”

Adapun kendala lain yang dialami oleh informan I adalah mengenai

sumber daya manusia yang minim dengan segudang urusan yang harus

diselesaikan dengan cepat dan tepat. Walaupun sudah berkali-kali memohon

penambahan SDM ke pemerintah, namun belum juga mendapat tambahan

SDM. Mengenai biaya atau finansial tidak terlalu menjadi kendala bagi

Universitas Sumatera Utara

informan I karena sudah ada anggaran yang telah disiapkan dan tidak semua

program kerja sama harus mengeluarkan biaya, bahkan diusahakan zero cost

atau lebih cenderung kepada pertukaran ide dan gagasan dan sumber daya

yang memungkinkan bagi pihak-pihak yang terkait.

“Kendala kita di SDM dik Hilyah. Kita tuh ya sudah mengirimkan

permohonan ke Kemenlu untuk penambahan SDM, ga hanya di Atdikbud

tapi juga bidang-bidang lain KBRI Kuala Lumpur sudah pada kewalahan

juga dik. Tapi ya belum juga dipenuhi. Padahal banyak kerjaan yang

memerlukan tenaga SDM, kerjaan kita kan sifatnya pelayanan. Ya ini salah

kendala yang paling besar sih. Mudah-mudahan tahun ini dijawab Kemenlu

ya permohonan kami. Ini juga demi kepentinngan memaksimalkan kinerja

KBRI. Kalau mengenai dana / finansial itu tidak terlalu menjadi kendala

besar. Karena tiap tahunnya sudah ada disiapkan dan tidak semua program

kerjasama mengeluarkan biaya, bahkan kita selalu mengusahakan zero cost

dengan saling bertukar ide atau gagasan dan sumber daya yang

memungkinkan bagi pihak-pihak yang berhubungan.”

Informan I juga menambahkan pentingnya kemampuan bahasa asing, yang

dalam konteks ini minimal bahasa Inggris agar mempermudah

berkomunikasi terlebih lagi untuk bernegosiasi. Tidak masalah dengan

kemampuan bahasa asing yang barangkali belum sempurna, namun bagi

beliau selama lawan bicara mengerti apa yang dibicarakan itu menandakan

komunikasi yang dilakukan sudah berhasil. Serta pentingnya untuk mau

belajar tentang budaya orang lain yang dapat meningkatkan rasa toleransi.

Karena hal ini juga menentukan keberhasilan berkomunikasi saat

bernegosiasi.

“Bagi saya kemampuan bahasa asing itu penting, ya minimal bahasa

Inggris dikuasai, jika bisa lebih dari satu bahasa asing yang dikuasai, itu

akan jadi nilai plus kita. Terus terang bagi saya kemampuan bahasa Asing

yang mungkin belum sempurna ya gapapa, selama lawan bicara kita paham

ya berarti pesan dan informasinya sudah berhasil sampai. Jadi, kalau di

pertemuan-pertemuan saya lebih sering pakai bahasa Inggris tapi pastinya

Universitas Sumatera Utara

tetap campur dengan bahasa Melayu yang sebenarnya hampir-hampir sama

dengan bahasa Indonesia”

Menurut informan I, tidak ada gaya komunikasi yang diarahkan secara

khusus, hanya karena bidang atase pendidikan ini masuk dalam ranah dunia

diplomatik. Sebelumnya, ada pelatihan atau sekolah dinas luar negeri terlebih

dahulu sebelum bertugas ke luar negeri. Namun, tidak ada secara khusus

pengarahan gaya komunikasi yang harus diterapkan selama mengemban

tugas jabatan tersebut.

“Oh kalau itu sih tidak ada. Ya ini disebabkan kitanya juga bukan dari

latar belakang HI. Walaupun ada dulu pelatihan untuk dinas ke luar negeri

setelah lulus seleksi berkas, tapi sepengalaman saya kita para atase terpilih

tidak ada diarahkan secara khusus gitu gaya komunikasinya. Self-learning

aja sih dik, belajar yang paling efektif itu kan dengan belajar langsung di

lingkungannya/ bidangnya. Saya juga pelan-pelan menyesuaikan gaya

berkomunikasi dan cara bersikap setelah mulai menjadi Atase. Tapi ya itu

semua disesuaikan dengan kepribadian kita.”

Selanjutnya, informan I menambahkan bahwa sebenarnya komunikasi

internasional sangatlah berperan dalam segala aspek. Baginya, kemampuan

berkomunikasi yang efektif dan persuasif sangat menentukan capaian

kinerja. Komunikasi internasional tidak hanya semata-mata mengenai

penguasaan bahasa asing, melainkan kemampuan dalam menilai kepribadian,

membaca situasi dan kondisi, dan meyakinkan orang sampai mencapai win-

win solution. Sehubungan dengan itu, Atdikbud sendiri telah dan masih terus

memaksimalkan pelayanan dan upaya dalam meningkatkan kerja sama

Indonesia dan Malaysia, terkhusus lagi kerja sama pendidikan tinggi.

“Sebenarnya komunikasi internasional itu sangat berperan dalam segala

aspek, apalagi dalam hal hubungan kerjasama luar negeri. Kemampuan

berkomunikasi yang efektif dan persuasif itu turut mempengaruhi capaian

kinerja kita loh dik Hilyah. Dan komunikasi internasional itu bukan semata-

mata penguasaan bahasa asing, tapi juga kemampuan dalam menilai

Universitas Sumatera Utara

kepribadian, dapat membaca situasi dan kondisi, hingga mampu meyakinkan

orang lain sampai mencapai win-win solution.”

Di ujung wawancara peneliti dengan informan I, beliau menekankan

besarnya peranan Atdikbud dalam menentukan hubungan kerjasama

Indonesia-Malaysia. Karena Atdikbud berperan sebagai perantara (bridge)

dari segala macam pertukaran program kerja yang saling menguntungkan.

Beliau juga menambahkan pentingnya keaktifan dalam berperan dalam

memaksimalkan kinerja sebagai Atase Pendidikan.

“Pastinya berperan besar. Atdikbud ini semacam wadah pertukaran

program kerja, as a bridge bagi Indonesia dan Malaysia tentunya. Segala

urusan yang berkaitan dengan pendidikan jika tidak diserahkan kepada

orang yang memahami sistem serta kondisi pendidikan kedua negara bisa

bahaya. Visi dan misi Atdikbud untuk mewakili pemerintah Indonesia dalam

sektor pendidikan bisa-bisa tidak tercapai. Yang menduduki jabatan atase

pendidikan juga harus berperan aktif dalam memaksimalkan kerja. Seperti

ide membuka Community Learning Center di wilayah Malaysia bagi anak-

anak Indonesia yang tidak bisa mengakses pendidikan formal baik itu sekolah

milik Malaysia maupun Indonesia. CLC itu tidak ada di SK Menteri saat

awal saya menjabat. Ide itu pure dari pemikiran dan hati nurani saya yang

kasihan sama anak-anak Indonesia yang tinggal di perbatasan wilayah

Indonesia-Malaysia. Orang tuanya pekerja di perkebunan sawit Malaysia, ya

seberapalah perekonomian mereka. Untuk makan saja sudah sulit. Anak-

anak itu statusnya seperti stateless. Mau apapun yang terjadi, mereka tetap

punya hak dan memang harus sekolah. Mereka itu kan calon penerus bangsa

kita. Makanya disini atase dan seluruh jajarannya harus pandai-pandai

dalam memanfaatkan fungsi dari jabatan Atdikbud ini, karena memang

peranannya sangat besar.”

Dari yang dipaparkan diatas, terlihat bahwa posisi jabatan Atase

Pendidikan memang sangat berperan dalam menentukan hubungan kerjasama

Indonesia-Malaysia dalam sektor pendidikan. Seperti yang dikemukakan oleh

informan I, siapapun yang menduduki jabatan apapun harus pandai dalam

Universitas Sumatera Utara

memnfaatkan fungsi dari jabatan itu sendiri demi khalayak banyak, karena

peranannya sangatlah besar.

Informan II

Nama : Erwinsyah, SH. LLM

Jenis Kelamin : Laki-laki

Posisi/Jabatan : Education & Culture Division

Kontak : [email protected] / +603-2116-4130

Tanggal Wawancara : 26 Oktober 2017

Waktu Wawancara : Pukul 09.30

Lokasi Wawancara : Ruang Atase Pendidikan KBRI Kuala Lumpur

Bapak Erwinsyah adalah salah satu dari lima staf Atase Pendidikan dan

Kebudayaan di Kedutaan Besar Republik Indonesia untuk wilayah akreditasi

Malaysia. Sebelum bergabung ke dalam tim Atdikbud, informan II ini telah

bekerja di beberapa bidang lainnya seperti atase yang pada dasarnya

berhubungan dengan bidang keahliannya yakni ilmu hukum. Beliau baru

menjalankan tugas di bagian Atase Pendidikan sekitar ± 9bulan, yang

sebelunnya telah bertugas di beberapa divisi lainnya seperti Atase Kejaksaan,

Atase Hukum, Atase Imigrasi, dll.

Proses wawancara dengan informan II terbilang cukup santai melihat

pembawaan karakter informan yang diwawancarai. Meskipun begitu,

suasana tetap terasa sedikit kaku dipengaruhi oleh suasana ruangan yang

dipakai, yaitu ruang kerja Atase Pendidikan dan merupakan pertemuan

pertama peneliti dengan informan II. Sebelum mengadakan wawancara

langsung ke KBRI Kuala Lumpur, selama proses permohonan izin penelitian

dan pemerolehan data, peneliti sudah berinteraksi dari awal dengan informan

II melalui email resmi Atdikbud yang direspon langsung oleh Bapak

Erwinsyah. Ternyata Bapak Erwinsyah memang mendapatkan disposisi dari

Atase Pendidikan untuk memberikan jawaban atas email dan pertanyaan-

pertanyaan peneliti dari awal. Bahkan, di hari pertama peneliti datang ke

kantor Atdikbud, staf-staf lainnya juga menyatakan bahwa Bapak Erwinsyah

yang lebih tepat untuk dijadikan informan selain pejabat Atase Pendidikan

Universitas Sumatera Utara

(Prof. Ari Purbayanto), karena beliau biasa menangani bidang kerjasama

pendidikan tinggi atas nama Atdikbud KBRI Kuala Lumpur.

Wawancara dimulai dengan perkenalan antara peneliti dan informan II,

dimana informan II tampak lebih proaktif dalam mengenalkan profilnya

kepada peneliti. Hal ini tentunya memudahkan peneliti untuk menggali lebih

dalam karakter dan gaya berkomunikasi informan II. Ternyata informan II

merupakan seorang perantau yang berasal dari Medan. Hal ini sangat terlihat

dari aksen Medan yang khas (bukan logat Batak, melainkan logat/dialek

yang sangat familiar digunakan oleh orang-orang Medan). Ia sendiri

menyelesaikan strata satu (S1) ilmu hukum internasional di Universitas

Muhammadiyah Sumatera Utara. Dari yang dijelaskannya, bahwa ia sendiri

pada masa itu mempertimbangkan perbandingan pendidikan di Indonesia dan

Malaysia.

Di awal wawancara, informan II menjelaskan pandangannya mengenai

sistem pendidikan di Indonesia dan Malaysia. Fakta-fakta yang diperoleh

memang ia sendiri sangat mempertimbangkan mana yang lebih banyak

kelebihannya dam patut untuk diakui. Sehingga, ia sendiri pun juga

menyelesaikan S2 nya di Universiti Kebangsaan Malaysia.

“Sistem disini lebih bagus dibandingkan di Indonesia. Tapi ya ga perfect-

perfect kali lah. Kenapa abang bilang lebih bagus, karena mereka punya

blueprint. Perguruan tinggi di Malaysia itu udah masuk World University

Rankings. Supaya adek paham, world ranking ini ada indikatornya, ya salah

satunya publikasi jurnal internasional. Ya…kalau dibandingkan dengan di

Indonesia masih jauh-lah pencapaiannya. Karena yang namanya publikasi

internasional ya harus pakai bahasa Inggris. Di Malaysia kan memang

bahasa aslinya menadaptasi bahasa Inggris, jadi kalau soal kemampuan

bahasa Inggrinya udah gajadi masalah. Seperti yang saya katakan tadi,

karena adanya blueprint, sistem pendidikan di Malaysia jadi lebih simple

sehingga seluruh rakyatnya bisa akses pendidikan sampai jenjang

universitas. Jadi, blueprint ini merupakan rancangan pendidikan Malaysia

yang dikembangkan melalui proses kolaboratif dan konsultatif, di dorong

oleh pemikir-pemikir Malaysia hebat, lebih dari 100 kelompok yang terlibat

Universitas Sumatera Utara

kalau ga salah. Tugasnya ya memberi masukan dan ribuan dan ikut terlibat

langsung. Termasuk lah ini dek, ahli-ahli pendidikan Malaysia dan global,

administrator-administrator universitas, dewan universitas, komunitas

akademis, serikat pekerja dan asosiasinya, staf kementerian, ada juga

terlibat badan industri dan pengusaha, instansi-instansi yang terkait, orang

tua, peserta didik/pelajar, pokoknya seluruh anggota masyarakat dek. Nah,

barulah proses pengembangan dimulai dengan peninjauan Rencana

Strategis Pendidikan Tinggi Nasional atau bahasa kerennya MEB (Malaysia

Education Blueprint). Nah kita ? Ada ga seperti itu ? Jadi ya inilah

keunggulan Malaysia dalam mengelola pendidikan mereka. Terus, disini

enaknya pemerintahnya juga banyak menyediakan baeasiswa selain dari

subsidi pendidikan yang tersedia untuk semua jenjang pendidikan ya. Jadi,

pelajar Malaysia itu bisa melanjutkan pendidikannya mau di dalam negeri,

luar negeri, dimana saja bisa. Disini tersedia pinjaman dana pendidikan

langsung dari pemerintah Malaysia. Cara untuk menggantinya nanti ada

dua cara. Pertama, bisa dengan membayar pinjaman dengan uang langsung

senilai yang sama. Kedua, kalau tidak mampu menggantinya langsung bisa

mendedikasikan diri dulu, kerja dulu di Malaysia, nanti pendapatannya

dipotong langsung secara berangsur. Kalau di negara kita ada ga ya yang

seperti ini dek Hilyah ? Ga ada kan. Ya iya ga ada, sistemnya saja selalu

berganti. Ganti formasi pemerintahan, gantilah semua sistemnya. Tapi saya

ga ada maksud untuk menilai rendah sistem pendidikan kita di Indonesia ya.

Setiap sistem ada kelebihan dan kelemahannya. Kalau kita lihat di Malaysia

sudah sangat baik sistemnya, belum tentu output-nya sangat bagus. Justru ya

sekarang, semenjak kondisi ekonomi dunia sangat fluktuatif. Malaysia tidak

lagi mampu untuk menerapkan sistem pendidikan mereka yang serba

dipermudah terkhusus lagi dalam hal biaya. Akhirnya berdampak cukup

signifikan, yang dulunya jumlah pelajar Indonesia di Malaysia mencapai

12.000 mahasiswa, sekarang hanya sekitar 8000 mahasiswa. Biaya

pendidikan kan semakin meningkat, apalagi untuk pelajar internasional ya

lebih mahal lagi dari biaya pelajar Malaysia. Salah satu keunggulan sistem

di Malaysia ini, mereka benar-benar peduli pendidikan. Jadi, mahasiswa

Universitas Sumatera Utara

yang memiliki prestasi akademik yang ranking 1 sampai 3 atau cumlaude

diberikan beasiswa. Ini sebagai reward bagi pelajar Malaysia yang diyakini

dapat meningkatkan motivasi belajar rakyat Malaysia. Ya kalau pelajar

Malaysia berhasil ya tentunya jadi output yang sangat baik juga untuk masa

depan bangsa Malaysia.”

Informan II menjelaskan bahwa sistem pendidikan di Malaysia yang

memiliki blueprint sebagai pedoman menjalankan sistem pendidikan yang

baik dalam jangka waktu panjang. Hal ini yang menurutnya tidak ada di

Indonesia. Di Indonesia sendiri, sistem pendidikannya selalu berganti seiring

pergantian pemerintahan. Namun, diakuinya pula bahwa setiap sistem

memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Di saat kondisi

ekonomi dunia yang sangat fluktuatif ini, Malaysia tidak lagi mampu

menerapkan sistem pendidikan mereka yang sifatnya dukungan penuh bagi

rakyatnya yang ingin sekolah sampai ke jenjang paling tinggi. Hal ini juga

berpengaruh dengan persentase mahasiswa Indonesia yang studi di Malaysia,

dulunya bisa mencapai 12.000 mahasiswa namun sekarang hanya sekitar

8000 mahasiswa. Biaya pendidikan yang melonjak drastis, apalagi bagi

pelajar asing yang menimba ilmu disana.

Selanjutnya, informan II menjelaskan unsur-unsur yang menjadi

pendorong hubungan kerjasama pendidikan tinggi bagi Indonesia dan

Malaysia. Menurutnya, hal ini dikarenakan bahasa Indonesia dan Melayu

Malaysia tidak terlalu jauh berbeda. Sehingga wajar sekali tinggi mobilisasi

pelajar Indonesia-Malaysia. Terkhusus lagi untuk mahasiswa Indonesia yang

sekolah di Malaysia, tentunya lebih menguntungkan dibandingkan sekolah di

Indonesia.

“Jadi gini dek, rata-rata perguruan tingginya mewajibkan berbahasa

Melayu. Jadi ya ga usah heran kalau melihat jumlah pelajar Indonesia disini

cukup banyak. Karena bahasa tidak menjadi masalah bagi orang kita. Kan

mirip bahasa Melayu disini dengan bahasa Indonesia. Sama ada satu hal

yang menarik bagi pelajar Indonesia yang mau lanjut studi di Malaysia,

disini S1-nya 3 tahun dan tidak ada skripsi tapi project study/internship.

Jadi, hal-hal inilah dek saya rasa yang jadi pertimbangan plus bagi

Universitas Sumatera Utara

mahasiswa Indonesia untuk sekolah di Malaysia. Karena kalau dipikir-pikir

sebenarnya lebih banyak untungnya sekolah disini ketimbang di Indonesia.

Biaya kuliah mungkin lebih mahal disini, tapi ya tidak lagi itu namanya

kutipan-kutipan biaya selama kuliah. Fasilitas disini jelas lebih bagus kan ya

dek. Dosen-dosen disini juga gabisa main-main dek, kalau di Indonesia

dosen-dosennya mungkin sering memadatkan kuliah karena terlalu sering

mengikuti acara diluar. Apalagi yang profesornya, manabisa izin terlalu

sering. Karena tunjangannya dosen disini tinggi-tinggi dek, jadi ketat

peraturannya. Nah, kalau untuk pihak Malaysia ada juga faktor

pendorongnya. Orang Malaysia ini sekarang lagi gencar-gencarnya mau

berguru sama Indonesia. Kenapa saya bilang gitu ? Ya karena kita sudah

berapa kali menerima kunjungan dari perguruan-perguruan tinggi Malaysia

ke Atdikbud, ya kalau ga jumpa Prof. Ari ya sama saya sebagai perwakilan

Atase Pendidikan. Mereka mau tahu gimana sistem pendidikan di Indonesia

yang kabarnya lebih mandiri alias tidak bergantung pada subsidi

pemerintah. Terus tuh Malaysia mau meningkatkan mobilitas pelajar

Indonesia supaya banyak yang sekolah di Malaysia. Apalagi letak wilayah

kita strategis sekali ya kan. Indonesia – Malaysia, dekat. Nah itulah kira-

kira salah satu peran penting Atdikbud dek. Kita upayakan memberikan

pelayanan semaksimal mungkin baik WNI maupun pihak Malaysia, karena

ya masih saling berkaitan kan. Namanya juga kerjasama pendidikan.”

Selain itu, memang letak wilayah yang berdekatan juga salah satu unsur

pendorong tingginya hubungan kerjasama pendidikan tinggi antar kedua

negara, Indonesia-Malaysia. Malaysia sendiri pun juga secara tidak langsung

tergantung pada keberadaan pelajar Indonesia disana, karena faktanya adalah

pelajar Indonesia merupakan pelajar asing terbanyak ke-2 di Malaysia. Hal

ini tentunya sangat menguntungkan Malaysia karena berpengaruh terhadap

devisa negara juga.

Informan II juga menjelaskan bahwa adanya strategic planning untuk

mempermudah kerja dalam meningkatkan hubungan kerjasama PT

Indonesia-Malaysia. Ia menyatakan bahwa yang diterapkannya adalah yang

Universitas Sumatera Utara

sesuai dengan arahan dari Prof. Ari selaku Atdikbud dan arahan tersebut juga

berdasarkan Renstra Kemendikbud 2014-2018.

“Kalau strategic planning yang saya terapkan sesuai dengan arahan Prof.

Ari saja dek. Karena sebenarnya Atdikbud ini kan juga sudah ada pedoman

Renstra dari Kemendikbud tahun 2015-2019. Jadi supaya wawasan adek

bertambah, renstra ini disusun berdasarkan peraturan perundang-undangan

yang mengakomodasikan semua tugas dan fungsi yang menjadi tanggung

jawab Kementerian. Juga, memelihara kesinambungan dan keberlanjutan

program, memenuhi aspirasi pemangku kepentingan atau bahasa kerennya

stakeholder dan masyarakat, serta mengantisipasi masa depan. Ini semua

berkaitan dengan rencana sasaran nasional atau program kerja presiden. ”

Informan II mengatakan bahwa negosiasi adalah salah satu cara yang

paling sering dilakukan dalam menjalin kerjasama. Hal ini demi

mendapatkan hasil yang maksimal. Menurutnya, negosiasi ini sangat penting

karena menentukan isi konten perjanjian ataupun kesepakatan yang

disepakati nantinya. Negosiasi seharusnya bertujuan untuk mendapatkan win-

win solution.

“Saya ini kan bisa dikatakan yang paling aktif mewakili Atase Pendidikan,

apalagi untuk urusan nego-nego dan lobbying. Jadi ya pastilah saya sering

menggunakan negosiasi untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Ya capek

sih dek, karena negosiasi itu kan kita harus pinter-pinter milih kata dan

harus bisa meyakinkan pihak yang bersangkutan. Apalagi kalau sudah soal

isi kesepakatan. Nanti si A maunya ini, si B maunya itu. Ya kita dari

Atdikbud harus fair jadi mediatornya. Harus bisa memenangkan keduanya

secara adil, dan jangan sampai isi MoU dan MoA itu tidak sesuai dengan

hukum yang berlaku di kedua negara. Itu bisa susah nantinya. Dan yang

paling penting juga programnya jalan. Jangan cuma tanda tangan

MoU/MoA, foto-foto, setelah itu hilang dari peredaran saat mau eksekusi

program. Nanti Atdikbud juga yang dikejar-kejar. Jadi, negosiasi itu

menurut saya ya cara yang paling sering atau bisa dikatakan selalu

Universitas Sumatera Utara

digunakan. Kalau bahasa Medannya kan dek, cara „dame-dame‟ untuk dapat

win-win solution.”

Selanjutnya, informan II menjelaskan bagaiamanan peranannya dalam

sebuah pertemuan antara pihak Indonesia dan pihak Malaysia dalam

menjalin kerjasama. Tugasnya lebih sering dikirim sebagai perwakilan dari

Atdikbud disaat atase pendidikan berhalangan. Menurutnya, tidak semuanya

harus dilaporkan kepada atase pendidikan. Walaupun decision maker adalah

tetap atase pendidikan, maka dari itu ia tetap koordinasikan yang penting-

penting saja. Informan II juga menekankan bahwa beban kerja di KBRI

Kuala Lumpur sangat tinggi dengan realita keterbatasan waktu dan sumber

daya manusia.

“Peran saya ya pada prinsipnya dek sebagai perwakilan dan mediator

aja. Tidak bisa memutuskan sendiri. Karena yang decision maker ya Prof.

Ari sebagai Atase Pendidikan. Tapi ya kalau kira-kira hal yang kecil dan

tidak perlu dikonfirmasi ke Prof. Ari ya saya putuskan sendiri. Apalagi yang

memang menyangkut bidang saya dek, bidang hukum. Prof. Ari kan juga

sudah percayakan ke saya juga. Tapi yang pastinya dek, di setiap pertemuan

saya selalu mencatat informasi-informasi yang penting. Karena ya kita akui

aja dek, mana bisa kita handalkan kapasitas memori di kepala saja, ga

jaminan. Gitupun kadang-kadang masih ada juga yang terlupakan. Ini juga

ada kaitannya dengan faktor keterbatasan waktu dan SDM. Supaya adek

memahami gimana sebenarnya kerja di KBRI Kuala Lumpur ini,

mobilitasnya sangat tinggi dibandingkan perwakilan-perwakilan Indonesia

lainnya yang di negara lain. Apalagi kalau udah urusan pendidikan. Semua-

semuanya harus cepat selesai, tapi banyak sekali yang harus dilaksanakan.

Disini bukan sedikit pelajar Indonesia yang menempuh studinya di Malaysia,

begitu juga Malaysia yang banyak juga mahasiswanya kuliah di Indonesia.

Pokoknya banyak sekali kerjaan yang harus diselesaikan di tengah

keterbatasan waktu dan SDM, yang berhubungan dengan pendidikan dan

kebudayaan, semua melalui Atdikbud KBRI Kuala Lumpur.”

Universitas Sumatera Utara

Gaya komunikasi yang dipakai oleh informan II juga tergantung pada

situasi dan kondisi yang ada. Biasanya informan II melihat dari bahasa yang

digunakan dan isi pesan yang disampaikan terlebih dahulu. Lalu, ia akan

menentukan gaya komunikasi seperti apa yang sesuai dengan kondisi saat

itu.

“Nah, kalau itu tergantung sikon (situasi dan kondisi) dek. Biasanya ya

saya lihat dulu dari bahasa yang digunakan dan pesan yang disampaikan.

Kadang-kadang masih banyak orang yang berpikir bahwa orang yang kerja

di kedutaan harus lebih disegani, jadi ngomong pun harus hati-hati. Padahal

nanti pesan dan informasinya belum tentu bisa ditangkap kalau bicaranya

muter-muter atau terlalu formal. Nah, kata orang sih yang kerja di kedutaan

kan disegani jadi bisa lebih dominan dalam berinteraksi dan urusan kerja

lainnya. Ga juga ah, buktinya nih ya menurut pengalaman saya. Sering sekali

saya harus mendapatkan pengalaman yang kurang enak, jadi saya harus

menghubungi si A ke kantornya, ternyata si A sedang cuti atau libur. Nah,

padahal kan urusan itu yang megang bukan si A aja dan biasanya kerjaan itu

sifatnya mendesak semua dan harus cepat diselesaikan. Nah, sudah si A

gamau diganggu sama sekali, terus kita harus nunggu masa cutinya. Padahal

sama yang lain bisa juga, kan ada sih pekerjaan yang bisa digantikan. Tapi

kejadian-kejadian seperti itu hanya beberapa kali, ga jarang dan ga sering

juga. Nah, disinilah dek aspek sosiologisnya, dimana-mana yang namanya

pendatang ya harus mengalah dan lebih sabar dalam menyelesaikan

urusannya sama tuan rumah. Apalagi kita kan berinteraksi ga hanya sama

orang Indonesia ya, kadang sering terjadi tuh salah paham karena beda

makna dalam istilah-istilah yang sama. Kita boleh pake bahasa Melayu ya

tapi yakin dulu satu persepsi ga sama lawan bicara kita. Kelebihannya ya

kita jadi lebih besar kemungkinan untuk memenangkan negosiasi, kenapa

gitu? Ya logikanya aja dek, kita kan dua atau tiga kubu yang punya

kepentingan masing-masing. Ketika kita pakai bahasa yang sama dengan

kubu lain, otomatis ada rasa persaudaraan kan, paling tidak rasa nyaman

lah, tidak terlalu kaku suasananya. Diselipkan candaan juga ga masalah

jadinya, jadi ya lebih menyenangkan kan negosiasi kayak gitu. Kita pun jadi

Universitas Sumatera Utara

bisa lebih terbuka satu sama lain, kita bisa lebih mudah mengidentifikasi

mana-mana aja yang bisa dikolaborasikan bersama.”

Dalam membangun kerjasama, terdapat stakeholders yang terkait baik dari

pihak Malaysia dan Indonesia. Informan II menyebutkan beberapa contoh

dari stakeholders itu sendiri dan program kerjasama apa saja yang biasa

dikolaborasikan antara Indonesia dan Malaysia.

“Beragam lah dek, tapi yang pastinya guru/dosen, researcher, PTN/PTS,

instansi pemerintahan maupun non-pemerintahan, dan institusi-institusi

lainnya yang memiliki urusan dan hubungan dengan bidang pendidikan dan

budaya. Dan pastinya ya mahasiswa dek, pelajar Indonesia dan Malaysia.

Karena ya mereka-mereka ini sebenarnya yang menjalankan program

kerjasama pada umumnya. Jadi program-program kerjasama yang biasa

disepakati itu ada double degree, scholarship exchanges, publish journal

juga sih dek salah satu yang lagi gencar dijadikan salah satu poin kerjasama

universitas. Karena di Malaysia ini kan udah masuk ranking dunia beberapa

universitasnya, jadi disinilah Indonesia berkesempatan untuk berguru

bagaimana penulisan jurnal yang baik dan benar dan tembus Scopus. Tapi ya

itulah dek, orientasi orang kita masih formalitas untuk akreditasi BAN-PT

aja, kalau Malaysia cukup komitmen mereka dek. Mereka-mereka ini juga

sering kok nitip brosur di kantor kita. Prof. Ari selaku Atase Pendidikan juga

sering diundang sebagai pembicara dalam kegiatan-kegiatan semacam

education expo, bagi kita juga bagus sih sekalian promosi Indonesia dari

sektor pendidikan dan budaya.”

Selanjutnya, informan II menjelaskan bahwa biasanya pihak Indonesia

ataupun Malaysia yang menghubungi Atdikbud dengan mengirimkan surat

resmi ke kantor Kedutaan Besar Republik Indonesia, bahkan bisa juga

melalui email atau surat elektronik.

“Biasanya sih pihak Indonesia dulu atau Malaysia yang menghubungi

Atdikbud dengan mengirimkans surat resmi ke KBRI Kuala Lumpur atau bisa

juga dengan surat elektronik atau email. Tapi tidak jarang juga kita

menemukan pihak universitas-universitas ini pakai jalur direct way dengan

Universitas Sumatera Utara

menghubungi dan mengunjungi langsung pihak universitasnya tanpa

melibatkan Atdikbud KBRI Kuala Lumpur. Sebenarnya yang begini ya sah-

sah aja, tapi kan alangkah baiknya jika Atdikbud turut disertakan agar mudah

juga kita dek untuk database dan yang paling penting juga adalah disaat

sesuatu terjadi diantara kedua belah pihak, Atdikbud bisa berperan menengahi

dan membantu pihak yang kadangkala dirugikan. Kenyataannya banyak kok

dek program yang terselenggara dan tidak melibatkan Atdikbud sama sekali.

Tapi, pada suatu masa muncul masalah, barulah meminta Atdikbud untuk

membantu menyelesaikannya, tentunya jadi agak sulit ya kan dek kalau ga

dari awal. Tapi begitupun tetap harus kita layani semaksimal mungkin dek.”

Sesuai dengan yang disebutkan diatas, bahwa banyak juga pihak dari

Malaysia ataupun Indonesia yang mengadakan kerjasama tanpa melibatkan

Atdikbud KBRI Kuala Lumpur. Hal ini cukup disayangkan karena pada

dasarnya melibatkan Atdikbud adalah untuk mencegah timbulnya

permasalahan. Padahal tahapan-tahapan yang dilakukan demi membangun

kerjasama pendidikan tinggi tidaklah rumit. Asalkan memang mau saling

berkoordinasi, dipastikan akan dapat lebih maksimal jika melibatkan

Atdikbud KBRI Kuala Lumpur.

“Umumnya ya dek pihak perguruan tingi yang memiliki hajat untuk

penandatanganan nota kesepahaman atau biasa kita kenal dengan

MoU/MoA. Jika Atdikbud dilibatkan langsung ya biasanya dijadikan saksi

untuk MoU/MoA tersebut. Peranan Atdikbud tidak hanya untuk tandatangan

aja ya. Kita juga berfungsi untuk memberikan masukan dan saran terhadap

isi atau konten MoU nya. Dari segi legalitas hukumnya untuk kedua negara

yang bersangkutan, nah disinilah kerjaan saya dek kebanyakan. Lebih sering

saya menangani langsung yang beginian dibandingkan Prof.Ari, yang update

dan follow-up dari tahapan ke tahapan selama proses kerjasama. Pokoknya

ya saya lah yang menangani proses-proses administrasi ataupun yang

berkaitan dengan kelengkapan dokumen. Bahkan ya dek, saya gini-gini

sering mewakili Prof.Ari selaku Atase Pendidikan dalam menerima

kunjungan tamu baik dari Indonesia maupun Malaysia. Ya adek lihat ajalah

Universitas Sumatera Utara

nanti data kunjungan lengkapnya, biar adek paham betul seberapa banyak

manusia yang harus kami layani di KBRI ini, khusus Atdikbud aja ya dek.”

Selanjutnya, informan II menjelaskan bahwa media komunikasi yang

digunakan juga beragam. Sehingga setiap pihak pada dasarnya memiliki

pilihan untuk menggunakan media komunikasi mana demi memudahkan

pekerjaan. Tidak harus selalu face-to-face meeting, yang dulunya ini

merupakan salah satu kendala yang berpengaruh.

“Surat resmi ya bisa dianter langsung ke kantor KBRI atau via pos yang

kalau terlampau jauh. Tapi sekarang kan udah canggih, via email juga kita

proses langsung kok. Kalau face to face itu kan sifatnya dalam pertemuan, ya

pasti intens lah. Tapi ya mungkin lebih intens koordinasi dari email atau

telepon kalau sudah masuk ke tahap hampir final. Kayak misalnya untuk

koordinasi isi konten MoU, ya ga mesti orangnya datang kemari, kan lebih

efisien dikirim aja draft-nya melalui email. Ya sama juga kayak kamu ini,

untuk nulis skripsi kan ga mesti buat appointment nya jauh-jauh dari medan

datang langsung ke kesini, kan kita koordinasi dulu via email. Ya kira-kira

begitulah dek, pertemuan itu sifatnya kalau yang penting-penting banget.

Kalau memang harus berdialog langsung dengan Prof. Ari dan saya. Begitu

dek.”

Informan II mengaku bahwa tidak ada perbedaan strategi khusus dalam

bernegosiasi. Tidak selamanya strategi khusus bisa diterapkan. Ia merasa

dengan mengalir secara alami lebih mudah diterapkan daripada terpaku dengan

cara-cara khusus ala diplomat, baik dalam bernegosiasi dengan pihak

pemerintahan maupun non-pemerintahan.

“Oh kalau itu sih ga ada dek, semuanya mengalir secara alami aja. Karena

kan namanya juga instansi atau institusi punya struktur masing-masing juga

dek. Jadi ya ga jauh-jauh beda lah. Paling nanti kalaupun sama pihak

pemerintah mungkin lebih terkesan formal, kalau sama yang non-

pemerintahan mungkin kebanyakan orang lapangan jadi masih bisa kita

selipkan candaan atau gurauan dikit-dikit supaya ga tegang kali gitu loh dek.

Kan kita juga bisa lebih enak ngobrolnya pakai bahasa yang ga formal atau

Universitas Sumatera Utara

kaku-kaku amat. Yang penting sama-sama paham, dapat tujuan dan poin-

poinnya, udah bisalah itu. Negosiasi itu kuncinya di komunikasi. Prinsipnya

sama-sama paham dan memberi tanggapan dan mengambil tindakan akhirnya.

Tindakan ini lah wujud hasil dari kesepakatan. “

Dalam menentukan kerjasama, sangatlah normal jika ada yang bersikap

dominan maupun inferior. Namun, bagi informan II hal ini tidak terlalu

berpengaruh di bidang kerjasama pendidikan.

“So far, kalau dalam bidang kerjasama bidang pendidikan tidak ada yang

dominasi sih. Ya, namanya bidang akademis, apa coba yang mau di dominasi.

Paling ya segi kontribusi. Malaysia lebih dominan dalam finansial. Indonesia

yang kadang ga komitmen terhadap kesepakatan ya kadang-kadang marah

jugalah Malaysia. Tapi pinternya Malaysia ini selalu menghubungi kita dulu,

cerita ke Prof.Ari dulu baru nanti kita bersama-sama menentukan sikap dan

tindakan yang mau dilakukan.”

Adapun kendala yang terjadi dalam menjalankan tugasnya sebagai

bagian penting dari Atdikbud adalah beban kerja yang terlalu banyak di

tengah keterbatasan waktu dan sumber daya manusia. Hal ini diakui langsung

oleh informan II, karena menurutnya urusan kerjasama membutuhkan waktu

yang tidak sebentar.

“SDM sih dek, kerjaan banyak banget.Tapi kita terbatas sumber daya

manusia. Kayak saya ini ya sebenarnya staf Atdikbud, ya sama dengan staf

lainnya. Cuma ya saya tambah extra kerja fokus urusan pendidikan tinggi.

Itupun karena latarbelakang saya ilmu hukum. Kita juga udah berkali-kali

minta penambahan SDM, dengan harapan kinerja kita bisa lebih maksimal.

Urusan kerjasama ini kan ga sebentar, butuh waktu dan tetap harus di

follow-up. Kalau yang ngerjain semuanya saya sama Prof. Ari untuk semua

urusuan pendidikan tinggi ya ga sanggup juga dek lama-lama. Tapi ya itulah

mudah-mudahan tahun ini Kemenlu mengabulkan permintaan kami untuk

penambahan SDM.”

Universitas Sumatera Utara

Bahasa juga merupakan salah satu komponen penting dalam

berkomunikasi di ruang lingkup internasional. Di dalam pertemuan-

pertemuan perguruan tinggi Indonesia-Malaysia biasanya dua bahasa yang

digunakan, yakni Melayu dan Inggris. Namun, informan II menekankan

bahwa khusus MoU dan surat-surat resmi lainnya harus menggunakan bahasa

Inggris.

“Bahasa Melayu dan Inggris dek, kalau bahasa Melayu ya supaya lebih

akrab aja suasananya. Ada rasa persaudaraannya, persamaannya, jadi ya

kalau mau negosiasi atau bincang-bincang pun lebih enak aja gitu dek. Tapi

bahasa Inggris juga tetap dipakai, terkhusus lagi untuk sifatnya surat-surat

resmi seperti MoU.”

Selama bekerja di KBRI Kuala Lumpur, informan II mengaku tidak ada

gaya komunikasi khusus diplomatik yang sengaja diarahkan. Karena

menurutnya, ini bidang pendidikan yang seyogyanya orang yang terlibat

dalam bidang ini sudah pasti memiliki kemampuan berkomunikasi yang baik.

“Ohh, ga ada sih dek. Selama saya bekerja di KBRI sini tidak ada sih

gaya komunikasi khusus diplomatik yang sengaja diarahkan. Karena menurut

saya dek, ini kan bidangnya sektor pendidikan yang seyogyanya orang yang

terlibat dalam bidang ini udah pasti memiliki kemampuan berkomunikasi yang

baik, kan akademisi udah biasa itu gaya komunikasinya bersifat akademis dan

ilmiah.”

Selanjutnya, informan II menyatakan bahwa ia lebih memilih first track

diplomacy, karena adanya unsur kejelasan dalam mekanisme kerja dan tahapan

kerja yang harus dilakukan. Hal ini dikarenakan stakeholder di dalam multi

track diplomacy ialah orang pemerintahan pada umumnya. Dari konteks

pembahasan kerjasama juga lebih jelas, unsur hukum dan implementasi

kesepakatan lebih mudah untuk dilaksanakan.

“Kalau menurut saya sih first track diplomacy, bukan saya merasa

kalangan pejabat elite ya. Tapi lebih disebabkan unsur kejelasan dari

mekanisme kerja dan tahapan kerja yang harus dilakukan, ya stakeholder nya

Universitas Sumatera Utara

disini kan orang pemerintahan pastinya. Dari konteks pembahasan juga lebih

jelas, unsur hukumnya dan implementasi kegiatannya lebih mudah di eksekusi.

Kalau dibandingin sama second track diplomacy ya disini kan berarti

stakeholder nya orang-orang lapangan, masyarakat umum, peserta didik. Nah,

mereka-mereka ini terkadang kurang ngerti betul program kerjasama yang

dimaksud, mungkin ini bisa dikaitkan dengan faktor bahasa yang digunakan.

Mereka kan mungkin ga terbiasa dengan hal-hal birokrasi dan bidang

hukum.”

Selanjutnya, informan II menjelaskan bahwa peranan komunikasi

internasional sangatlah penting dalam menentukan hubungan kerjasama

pendidikan tinggi Indonesia-Malaysia. Hal ini juga ditambahkan dengan

pengetahuan yang luas tentang pendidikan, kemampuan berbahasa asing, serta

kemampuan melihat situasi dan kondisi baik secara psikologis maupun

sosiologis.

“Menurut saya pribadi ya sangat penting dek. Peranan komunikasi

internasional itu sangat penting dalam menentukan hubungan kerjasama

pendidikan tinggi Indonesia-Malaysia. Dan ada juga beberapa unsur lainnya

perlu dikuasai. Termasuklah itu dek pengetahuan yang luas tentang dunia

pendidikan apalagi tentang pendidikan tingi dan pastinya ya komunikasi yang

baik. Nah, masuklah itu tentang penguasaan bahasa asing serta kemampuan

melihat situasi dan kondisi baik secara psikologis dan sosiologis.”

Di akhir wawancara, informan II juga menambahkan mengenai peranan

Atdikbud yang cukup signifikan menentukan hubungan kerjasama Indonesia-

Malaysia. Ia setuju dalam menempatkan atase sesuai dengan bidang

keahliannya. Karena tidak semua diplomat yang berlatarbelakang hubungan

internasional dapat menguasai bidang-bidang tertentu yang sifatnya khusus.

“Ya sangat penting juga, karena Atdikbud ini kan berperan sebagai

penentu input dan output bagi kedua negara, Indonesia dan Malaysia.

Penempatan atase yang diambil dari bidang akademik memang ide yang

sangat tepat. Karena ya jujur-jujur aja belum tentu seorang diplomat yang

berlatarbelakang hubungan internasional mampu menjalankan posisi tersebut.

Universitas Sumatera Utara

HI itu kan masih sangat luas loh dek, sedangkan posisi atase pendidikan itu

sudah benar-benar harus menguasai bidang pendidikan.”

Berdasarkan data yang peneliti peroleh langsung dari salah satu staf di

Atdikbud KBRI Kuala Lumpur bahwa masih pada tahun 2017 saja Atdikbud

telah menerima tamu sekitar 3.776 peserta dari berbagai instansi yang masih

diakumulasi dari bulan Januari s/d September 2017. Terlihat ada peningkatan

dari tahun-tahun sebelumnya yang secara berurutan, 3.653 peserta (2016),

3.157 peserta (2015), dan 3.298 peserta (2014). Dari tahun ke tahun memang

Atdikbud tergolong sebagai salah satu divisi yang paling sibuk di KBRI Kuala

Lumpur.

Informan III

Nama : Doni Ropawandi

Jenis Kelamin : Laki-laki

Posisi/Jabatan : Mahasiswa/Ketua Umum PPI Malaysia

Kontak : [email protected] / +6285222353155

Tanggal Wawancara : 02 Juli 2018

Waktu Wawancara : Pukul 19.00 WIB

Lokasi Wawancara : Skype Video Call

Dalam memenuhi data yang diperlukan, peneliti mewawancarai Doni

Ropawandi sebagai informan III. Dalam hal ini, informan III selaku

mahasiswa yang studi di Malaysia dan juga sebagai Ketua Umum Persatuan

Pelajar Indonesia di Malaysia memberikan penjelasan peranan Atdikbud

dalam urusan kemahasiswaan yang merupakan bagian dari bidang pendidikan

tinggi, serta kegiatan Atdikbud yang sering melibatkan PPI Malaysia.

Informan III merupakan seorang mahasiswa S3 yang juga telah

menyelesaikan S2 nya di kampus yang sama yakni, Universiti Kebangsaan

Malaysia. Informan III mendapatkan gelar S1 nya dari Universitas Islam

Negeri Jambi dengan nilai yang sangat bagus sehingga ia dapat melanjutkan

studinya di luar negeri dengan beasiswa.

Universitas Sumatera Utara

Pada awalnya, peneliti menghubungi kontak resmi PPI Malaysia yang ada

di media sosial Instagram dan Website. Dari website PPI Malaysia, peneliti

akhirnya mengetahui siapa Ketua Umum (Presiden) dari organisasi itu

sendiri. Peneliti mengirimkan permohonan wawanacara dengan Ketua Umum

PPI Malaysia melalui surat elektronik/email. Tidak sabar untuk menunggu

lebih lama, peneliti pun langsung mengirimkan pesan singkat ke nomor

Whatsapp informan III yang tertera di akun pribadi Instagram-nya. Setelah

menunggu satu hari, akhirnya pesan permohonan wawancara peneliti diterima

dan dijawab oleh informan III langsung. Ia bersedia di wawancarai pada hari

Senin, 2 Juli 2018 pada pukul 19.00 WIB dengan menggunakan media Skype.

Di awal wawancara, informan III menjelaskan beberapa alasannya untuk

melanjutkan studinya di Malaysia. Ia merasa banyak hal yang lebih unggul di

Malaysia dibandingkan di Indonesia, apalagi dalam sektor pendidikan tinggi.

Informan III memaparkan kekagumannya dengan rinci mengenai kehebatan

Malaysia dalam mengelola sistem pendidikan disana. Jika dibandingkan di

Indonesia, tentu sudah pasti pelajar Indonesia akan lebih memilih

melanjutkan studinya di Malaysia. Keunggulan tersebut tidak hanya semata-

mata dalam hal fasilitas atau infrastruktur, melainkan juga biaya serta kualitas

yang sudah diakui dunia.

“Kalau itu ya berawal dari fakta ya. Fakta yang sekarang aja masih

banyak orang yang punya persepsi „ngapain kuliah di Malaysia? Di

Indonesia aja udah bagus‟. Tapi kita harus mengakui bahwa Malaysia kadar

pendidikannya lebih bagus mbak. Kita mulai dari fasilitas, fasilitas kampus

mereka ya sangat-sangat bagus ya. Mulai dari perpus, ruang belajar,

kemudian saran dan prasarana, kemudian administrasi yang ga berbelit-belit

birokrasinya kan ga kayak di Indonesia. Kalau kita mau ngajuin judul aja

berminggu-minggu, tau-taunya ditolak kan. Kalau disini ya proceed-nya ya

memang satu hari. Kita masukkan pagi ini, siangnya udah bisa terima hasil.

Selanjutnya ya kita berbicara tentang indeks ranking kampus Malaysia.

Sekarang itu kan mereka lagi gembor-gembornya. Di Indonesia sendiri itu

kalau ga salah ya, UI di sekitaran 392, ITB diatas 700-an, kemudian UGM

diatas 700-an juga. Sedangkan di Malaysia, 5 kampus besarnya itu udah

Universitas Sumatera Utara

masuk top 100, yaitu UM berada di peringkat 84, kemudian diikuti UKM

berada di peringkat 184, kemudian diikuti lagi USM, UPM, dan sebagainya.

Berarti jenjangnya atau gap antara kampus Indonesia dan kampus Malaysia

sangat jauh, itu dari segi indeks yang diakui dunia ya. Tapi akan salah jika

persepsi orang bilang Indonesia lebih bagus dibandingkan Malaysia dari

segi pendidikan, faktanya sudah jauh kan. Kemudian dari segi penulisan,

sebenarnya saya sangat tertarik dengan penulisan di Malaysia. Walaupun S1

disini tidak pakai skripsi, toh kok mereka bisa lebih hebat ketimbang SDM-

SDM kita yang sudah lulus, ternyata mereka lebih mengandalkan soft skills.

Jadi, di kampus Malaysia mereka lebih meminta mahasiswa-mahasiswa S1

untuk membangun fondasi lebih awal tentang keilmuannya, seperti internship

atau magang sebanyak-banyaknya, supaya mereka ga terlilit oleh skripsi.

Namun, kita di Indonesia ini terlalu terlilit dengan skripsi padahal ternyata

penulisannya masih belum bagus. Saya boleh-boleh jujur sebenarnya saya

mau narik tulisan skripsi saya. Karena ternyata masih banyak kesalahan-

kesalahan dalam penulisannya. Disini S1 benar-benar untuk membangun

fondasi kemampuan soft skills, S2 baru benar-benar akademis. Selain itu,

saya ya jujur aja kalau kita kuliah ke luar negeri ngejar prospek untuk

kerjaan. Tamatan-tamatan luar negeri biasanya punya tempat, Insha Allah

punya tempat. Selain itu, saya juga ingin membangun link atau jaringan tidak

hanya mahasiswa Indonesia saja, tetapi juga seluruh mahasiswa-mahasiswa

asing yang bisa saya ajak bergaul. Jadi, dari segi kualitas yang

pendidikannya juga bagus, kemudian sarana dan prasarana, dan yang tidak

kalah pentingnya mereka culture-nya lebih bagus ketimbang kita. Dan yang

satu lagi, hal terpenting itu adalah bahasa. Karena Malaysia kan accent-nya

British, mereka kan dulunya jajahan Inggris. Jadi secara harfiahnya, mereka

menggunakan, jarang mereka yang menggunakan full Malay. Jadi kita dari

sana juga bisa mengasah softskill bahasa Inggris. Kalau dari segi biaya juga

bisa kita kupas aja sih. Ada mahasiswa yang beasiswa dan non-beasiswa.

Biasanya yang non-beasiswa itu yang kalau orang tuanya benar-benar kaya.

Tapi ya kalau yang beasiswa ya memang orang pintar dan pilihan disini.

Dan saya kategori yang mendapatkan beasiswa disini gitu mbak. Kemudian

Universitas Sumatera Utara

untuk hidup di Malaysia saya rasa tidak jauh-jauh berbeda atau beda tipis

dengan di Medan. Di Medan ya mungkin sekitaran 2 jutaan lah per bulannya.

Nah, untuk kehidupan disini sekitaran 700 Ringgit Malaysia. Kalau kita yang

memang fully kuliah, fully kampus, ga ada hiburan kayak nonton dan

sebagainya, 700 ringgit itu udah cukup sekitaran 2 jutaan. Kemudian ya

kalau yang paling mentoknya, paling banyaklah saya rasa disini sekitar 1800

RM atau 5-6 jutaan lah. Apalagi kalau dibandingkan dengan di Jakarta, kita

masih mending hidup dan tinggal di Malaysia. Disamping kita dekat, apalagi

Medan sama Malaysia, ya cuma 45menit. Tapi kalau biaya semesternya atau

uang kuliah ya emang beda mbak. Ini yang unik sih kalau menurut saya.

Disaat kita di Indonesia biaya S2 lebih mahal ketimbang biaya S1, tetapi

disini biaya S1 nya lebih mahal ketimbang biaya S2. Saya gatau sih gimana

regulasinya, yang jelas itu yang dipasang dan dipasarkan ke mahasiswa

internasional.”

Informan III terlihat sangat antuasias dalam menjelaskan keunggulan yang

ia peroleh dari sekolah di Malaysia. Baginya, ini hanya tidak semata-mata

gengsi untuk sekolah di luar negeri saja, melainkan juga karena adanya

prospek yang lebih baik untuk meniti karir dibandingkan menjadi lulusan

dalam negeri. Informan III menyebutkan keinginan pribadinya sebagai pelajar

asing di luar neger tidak hanya sekedar menimba ilmu, tetapi juga ingin

membangun link atau jaringan dengan mahasiswa asing lainnya.

Selanjutnya, informan III menceritakan pengalamannya mula dari awal

bergabung di PPI Malaysia. Awalnya dikarenakan informan III benar-benar

zero knowledge untuk memulai hidup merantau di Malaysia. Kebetulan ia

mendapatkan kesempatan untuk bergabung di organisasi Persatuan Pelajar

Indonesia – Malaysia. Ia mendapatkan kesempatan untuk menjadi

Koordinator bidang pendidikan, pelatihan dan hukum, dan advokasi untuk

periode 2016-2017.

“Saya disini kurang dari 2 tahun ya. September ini baru genap 2 tahun.

Saya kan S2 nya cuma 14 bulan. Saya pertama kali kesini ya sendirian,

bener-bener gatau mau kemana-mana ya sendiri. Starting hidup disini

Universitas Sumatera Utara

gimana ya kemudian hidup disini seperti apa, ya kita gatau. Jadi kemudian

saya mulai masuk kalau ga salah November, ya masuk PPI cabang kampus

dulu. Saya memulai dari anggota biasa, nah kebetulan ada perekrutan

anggota PPI Malaysia. Nah saya terpilih jadi anggota biasa PPI Malaysia

dulu. Pas tahun 2016-2017, pas reshuffle pertama, saya langsung naik jadi

koordinator bidang pendidikan, pelatihan dan hukum, dan advokasi.

Alhamdulillah sekarang saya jadi Ketua Umum dalam jangka waktu 1 tahun

ke depan.”

Sebelum menjabat posisi Ketua Umum (Presiden) PPI Malaysia, informan

III menjelaskan bahwa adanya perbedaan yang dirasakannya saat menjadi

anggota biasa. Sebagai mahasiswa yang aktif berorganisasi, ia mengaku

adanya ketidaksesuaian dalam organisasi PPI Malaysia tersebut. Oleh karena

itulah, ia bertekad untuk mencalonkan diri dengan tujuan untuk membenahi

ketidaksesuaian organisasi yang telah lama terjadi di PPI Malaysia.

“Nah, ini ada sesuatu yang saya rubah ya. Kita jujur-jujuran aja ni ya.

Jadi, saya ini orang organisasi. Saya orang kader. Kemudian, saya melihat

bahwa ada yang tidak beres dari suatu organisasi tersebut. Saya ingat,

pertama kali itu saya melihat PPI Malaysia bukan sebagai milik semua

orang. Saya lihat jadi seperti milik elite-elite gitu kan, orang-orang yang

sudah lama di PPI Malaysia kemudian ya jadi elite. Jadi, ya mereka senang-

senang dan hura-hura disana. Kemudian, program-program yang disasar

oleh PPI Malaysia tidak mencerminkan kita sebagai akademisi, seperti ya

okelah kalau kita main-main, kayak main tenis meja malam-malam, ngumpul-

ngumpul, oke ga masalah. Tapi jangan terlalu sampai menyampingkan sisi

akademis kita jadi hilang. Makanya dari itu, saya melihat bahwa PPI

Malaysia ini udah ga beres. Jujurnya kita emang organisasi elite, Persatuan

Pelajar Indonesia se-Malaysia. Berarti kita adalah anak-anak bangsa yang

terpilih untuk melanjutkan studi di luar negeri. Kok kerjaan kita sampai

diluar negeri malah membingungkan ya, kayak ga ada kerjaan apa-apa.

Akhirnya saya sarankan untuk bikin AYC di tahun saya walaupun ambur-

radul. AYC itu adalah ASEAN Youth Conference, yang diselenggarakan oleh

PPI Malaysia mengundang seluruh delegasi-delegasi pemuda se-ASEAN

Universitas Sumatera Utara

untuk ambil bagian disana. Jadi, kita bikin semacam konferensi untuk bikin

panelis, bikin workshop, kemudian ada sisi bikin jurnal juga. Apalagi buat

orang-orang tua yang berprofesi dosen kan juga bisa ikut. Alhamdulillah itu

udah kita jalankan. Sebelum periode saya kegiatannya ya gitu-gitu aja, main

badminton, ngumpul-ngumpul, padahal kita ngabisin dana negara kan

akhirnya. Padahal dananya sangat banyak kan, alangkah berdosanya kita

kalau kita ga bikin program-program kerja yang besar untuk Indonesia.

Terlebih lagi kan, Indonesia lagi campaign „Indonesia Emas 2045‟.”

Visi dan misi informan III untuk masa depan PPI Malaysia selama periode

kepengurusannya juga dijelaskan cukup singkat dan jelas. Pada dasarnya, ia

hanya ingin memperbaiki kondisi internal PPI Malaysia terlebih dahulu dan

mengarahkan orientasi program kegiatan PPI Malaysia lebih kepada sektor

akademis sebagai perwujudan keilmiahan mahasiswa yang bergabung sebagai

anggota PPI Malaysia.

“Saya tawarkan yang pertama kali adalah memperbaiki internal

organisasi PPI Malaysia, itu memang langkah awal yang mau saya ambil.

Kemudian memyambung kembali tali yang putus antara PPI Cabang dan

Pusat. Karena kita pas di tahun 2016, jujur-jujur (PPI Cabang) UKM walk

out dari PPI Malaysia karena kita kalah di kongress. Jadi itulah tujuan-

tujuan saya yang ingin saya perbaiki. Btw, dua periode sebelum periode

saya, orang-orang yang menjabat itu bukan orang organisasi. Jadi, susah

untuk tahu siapa kawan dan siapa lawan. Jadi ya susah mbak. Jadi, saya

memang mau menghubungkan dulu jadi satu sinergitas. Kemudian kalau

untuk program kerja, saya ga menghapus ya yang namanya main-main

karena kita lebih dari 6000 mahasiswa Indonesia di Malaysia tuh adalah S1.

Sedangkan sisanya 3000-an adalah postdoctoral, doctoral ataupun S2. Jadi

saya rangkum menjadi 60:40. Tapi tetap kita fokuskan ke jalur akademik sih.

Kemudian saya bikin pidato bahasa Indonesia untuk penutur asing, itu yang

saya kerjasamakan dengan KBRI Kuala Lumpur. Mungkin Prof. Ari sudah

cerita juga. Kemudian ASEAN Youth Conference, sekarang kita sedang

calling paper untuk pemuda-pemuda yang berminat untuk ikut. Kemudian

yang sekarang lagi saya tawarkan adalah tulisan ya. Jadi, kita targetnya

Universitas Sumatera Utara

dalam satu tahun ke depan ini, di masa-masa demisioner nanti bakal ada

satu buku yang akan terbit di seluruh Gramedia di Indonesia. Setidaknya

mereka bisa mengenang kan, kalau tidak laku di orang, ya minimal bukunya

laku di mahasiswa-mahasiswa Indonesia yang telah menyumbang tulisan

disitu. Kemudian saya perhatikan di dm-dm IG (direct message Instagram),

facebook, email, banyak yang nanyain gimana sih cara dapat beasiswa,

gimana sih kuliah di Malaysia, apa sih yang menjadi kendala. Jadi ya target

saya tahun ini adalah Insha Allah Oktober tahun ini bakal launching

guidebook, jadi buku panduan PPI Malaysia. Mudah-mudahan bisa jadi

referensi gitu untuk calon mahasiswa-mahasiswa Indonesia yang mau kuliah

di Malaysia. Jadi, kalau mau panduan tentang kuliah disini udah ada.

Misalnya, mau kuliah bisnis baiknya di universitas apa, kalau mau kuliah

disini PPI mana yang bisa dihubungi, lalu agent apa yang terpercaya. Ya

mudah-mudahan aja ya mbak. Saya juga berkeinginan campaign „Indonesia

Emas 2045‟ tidak hanya berakibat pada kementerian-kementerian terkait.

Tapi kita juga akan ikut campaign dengan menyumbang tulisan-tulisan yang

berupa kritik ataupun artikel, ataupun juga saran. Kita sudah kerjasama kan

dengan pihak-pihak terkait. Kita juga menanggapi beberapa isu-isu yang

berkembang seperti, isu UU MD3, isu PKI, dan isu-isu lainnya yang menurut

kita bisa. Contoh lainnya, campaign KEMENPORA tentang Olimpiade 2032

dengan target Indonesia jadi tuan rumah. Itu juga akan saya bagikan melalui

program kerja silaturahmi olimpiade Indonesia seperti bulu tangkis, sepak

bola, jadi ga main-main aja, tapi kita seriusin juga. Kemudian yang terakhir

adalah Cultural Exhibition Indonesian Expo, itu adalah pameran seluruh

produk-produk Indonesia, baik itu Batik, makanan, dan lain sebagainya.

Kemudian ada performance juga, all about Indonesia lah pokoknya. Satu lagi

yang menjadi concern saya adalah karena keberhasilan PPI Malaysia setiap

tahunnya itu kita gatau ukurannya. Tolak ukurnya ga ada. Makanya dari situ

saya buat forum indeks, jadi kita tahu divisi ini berhasil apa tidak, sebesar

apa tingkat keberhasilannya. Makanya saya harus bangun fondasi dulu untuk

calon-calon ketua umum berikutnya untuk dapat melanjutkan fondasi yang

Universitas Sumatera Utara

telah saya bangun. Jangan sampai fondasi yang telah dibangun ini ditata

ulang jadi sampai hal yang salah lagi gitu mbak.”

Menurut informan III, intensitas komunikasinya sebagai Ketua Umum PPI

Malaysia dengan pihak Atdikbud KBRI Kuala Lumpur dalam rangka

membahas kegiatan PPI Malaysia cukup berbeda dengan tahun-tahun

kepengurusan sebelumnya. Ia menggambarkan bahwa sebelumnya intensitas

komunikasi hanya terjadi antara Badan Pengurus Harian PPI Malaysia dan

pihak Atase Pendidikan KBRI Kuala Lumpur, sedangkan sekarang tidak lagi

begitu. Baginya, semua orang memiliki kesempatan yang sama dalam

menjalin hubungan dan berkomunikasi dengan pihak Atase Pendidikan KBRI

Kuala Lumpur, dan ia meyakini hal ini akan lebih memudahkan dan

memaksimal kerja PPI Malaysia dan Atdikbud ke depannya.

“Dalam hal ini ada perbedaan sih mbak, PPI Malaysia dulu hanya

dimiliki orang-orang elite gitu. Jadi memang orang yang udah lama disitulah

yang bisa masuk ke Atase Pendidikan. Jadi memang saya dulu tidak tahu

menahu tentang Atase Pendidikan. Jadi tuh sempat waktu saya baru-baru

terpilih jadi ketua umum, saya ke kantor Atase Pendidikan orang Atdikbud

gatau siapa saya. Ya karena memang saya belum pernah ikut ke Atdikbud

sebelum jadi ketua umum. Memang sistem pengkaderan yang tidak terlalu

baik. Jadi dulunya ya tidak ada junior-junior atau anggota biasa yang

dibawa ke Atdikbud. Makanya sekarang saya buat suatu sistem yang mulai

kita terapkan di PPI Malaysia adalah PPI Malaysia tidak hanya milik ketua

umum dan badan pengurus lainnya, tapi milik semua orang. Beda sekali

dengan yang dulu, kalau ada buat kegiatan-kegiatan yang berurusan ke

Atdikbud ya orang-orang tertentu. Jadi ya kita sama-sama tahu lah kalau

selama ini tidak transparan, sampai selalu defisit. Makanya solusinya

sekarang saya buat adalah setiap devisi kita wajib bawa ke KBRI setiap

minggunya dan akhirnya mereka kenal juga. Ya saya juga gamau ambil

resiko ya bahwa kalau ada masalah ya kita selesaikan. Kalau memang

semuanya bisa ke Atase langsung, ya monggo silahkan nanti tinggal saya

koordinasikan. Jadi, tidak serta merta juga saya yang terlalu masuk ke Atase

Pendidikan. Kemudian saya juga punya banyak riset kan dan saya juga

Universitas Sumatera Utara

kuliah. Jadi saya gamau saya doank yang bangun link ke Prof. Ari, saya mau

semuanya juga. Semua orang berhak kok dan punya posisi yang sama jika

ketemu Atase Pendidikan jika memang ada yang mau di diskusikan.”

Selanjutnya, informan III menjelaskan peranan Atdikbud KBRI Kuala

Lumpur terhadap PPI Malaysia. Menurutnya, walaupun PPI Malaysia itu

merupakan organisasi non-profit yang bergerak independen tapi tetap

mengharuskan organisasi ini untuk satu koordinasi dengan Atase Pendidikan

KBRI Kuala Lumpur. Hal ini disebabkan keterkaitan bidang Atdikbud

dengan status mahasiswa Indonesia di Malaysia yang seyogyanya dalam

pengawasan bidang Atase Pendidikan KBRI Kuala Lumpur.

“Jadi gini mbak, sebenarnya kita organisasi non-profit yang bergerak

independen tapi memang karena ada suatu skema yang membuat kita harus

mau tidak mau harus ingat bahwa kita ini mahasiswa tidak bisa

menyelesaikan masalah dengan sendiri. Jadi prinsip saya adalah apapun

masalah dan apapun pekerjaannya, kita tetap koordinasi dengan Atase

Pendidikan. Walaupun kita tidak harus ke Atase Pendidikan tapi kita

memang tetap koordinasi satu sama lain. Kemudian kalau memang ada suatu

hal yang tidak bisa kita selesaikan maka pihak dari KBRI (baik Atase

pendidikan ataupun Pensosbud) itu akan mengirimkan surat untuk meminta

keringanan atau bantuan. Karena kita buat kegiatan kan di kampus-kampus

gede mbak, seperti UM, UKM, dll. Mereka juga kadang-kadang support

dana, bahkan bukan kadang-kadang lagi memang selalu support dana di

setiap apapun kegiatan yang kita lakukan. Jadi kita minta dananya per event,

tapi dari diskusi saya dengan Atase Pendidikan bahwa dananya memang

sudah ada dalam anggaran dari Kemendikbud dan Kemenristekdikti

sekitaran 200jutaan rupiah. Nah, itulah yang bakal kita kelola sampai di

akhir masa kepengurusan gitu mbak. Jadi, dana 200juta ini tidak hanya

digunakan untuk PPI Malaysia tapi juga akan kita bagikan ke PPI Cabang

yang benar-benar membutuhkan dana. Kita juga support kegiatan-kegiatan

yang mungkin kita bisa bantu.”

Universitas Sumatera Utara

Keterlibatan PPI Malaysia dalam program kegiatan yang diadakan Atase

Pendidikan KBRI Kuala Lumpur juga cukup banyak, bahkan hampir setiap

seluruh kegiatan yang dikelola oleh Atdikbud pasti melibatkan PPI Malaysia.

Keterlibatan ini tidak hanya demi kepentingan Atdikbud dan PPI Malaysia

saja, tapi juga memperluas jaringan yang barangkali dapat memudahkan suatu

hal di masa akan datang.

“Ada beberapa sih, seperti RBI (Rumah Budaya Indonesia), bukan

beberapa juga sih, hampir seluruhnya kalau acara-acara dibawah Atase

Pendidikan maupun Pensosbud, minimal kita ga diikutkan sebagai panitia,

tapi kita di undang sebagai undangan tapi ujung-ujungnya malah jadi panitia

juga. Namanya juga mahasiswa mbak, minimal ya bantu angkat barang-

barang, kesana kesini, ya biasalah. Kalau saya ya mau membangun semua

relasi tidak hanya di Atase Pendidikan tapi juga ke Fungsi Pensosbud,

kemudian ke Atase Politik, Atase Pertahanan, Atase Imigrasi, semuanya saya

bangun relasi. Akhirnya setelah punya link di Atase Imigrasi, jadi saya bikin

kerjasama untuk adanya kemudahan dalam pembuatan paspor mahasiswa-

mahasiswa Indonesia. Itu juga atas sumbangsihnya Atase Pendidikan ya,

karena ada dorongan yang meminta kita untuk tidak hanya ada relasi di

Atase Pendidikan doank. Tapi emang rata-rata program kerja di Atase

Pendidikan kita memang selalu dilibatkan.”

Selanjutnya, informan III juga menambahkan bahwa PPI Malaysia juga

tidak semuanya melibatkan pihak Atdikbud KBRI Kuala Lumpur. Jika

memang ada kerjasama yang dijalin oleh PPI Malaysia dengan suatu instansi,

biasanya hanya sekedar memberikan informasi ataupun laporan tentang hal

tersebut kepada Atdikbud.

“Ada, ada sih. Itu juga normal dilakukan. Itu yang saya bilang tadi mbak

bahwa kita sifatnya dengan KBRI Kuala Lumpur, dalam hal ini Atase

Pendidikan, memang tidak serta merta ada hubungan terikat gitu ya. Mereka

hanya sebatas koordinasi, sebagai penanggungjawab, maupun penasehat.

Jadi, kalau misalkan kerjasama-kerjasama yang menurut kita baik untuk kita

dan tidak memerlukan KBRI untuk turun tangan ya kita selesaikan sendiri.

Universitas Sumatera Utara

Seperti bikin seminar di kampus, misalkan kerjasama dengan UM, ya udah

kita langsung take over. Btw, kita juga udah kerjasama dengan Lion Group,

dapat potongan 20% untuk mahasiswa. Kemudian kita juga di Bumbu Desa

dan Jco sudah dapat potongan 30%. Kemudian Wardah juga, ternyata juga

tertarik sama kita juga. Kemudian, MAXIS untuk provider internet disini.

Jadi, kalau kerjasama-kerjasama yang memang fix tidak memerlukan KBRI

ya kita tidak libatkan Atase Pendidikan. Tapi kita ya tetap melaporkan ke

Atase Pendidikan mengenai hasil kerjasama atau hasil dari MoU ini, kita

kirim draft-nya ke KBRI Kuala Lumpur untuk dilihat. Dan kadang-kadang

kalau kerjasama yang agak rumit, yang bisa jadi fatal, ya kita minta saran

dan arahan dari Atdikbud maupun Pensosbud. Kita ada dua ya mbak yang

daerah hubungannya dengan mahasiswa adalah Atase Pendidikan dan

Fungsi Penerangan Sosial dan Budaya. Biasanya kita untuk minjam-minjam

alat-alat ya ke Fungsi Pensosbud.”

Selama menimba ilmu di Malaysia, informan III mengaku bahwa

kesannya terhadap kinerja Atdikbud terbilang cukup bagus dalam

memberikan pelayanan bagi pelajar-pelajar Indonesia dan dalam menjalankan

fungsi Atdikbud itu sendiri. Hal ini ia pertimbangkan dari aspek realitas yang

ada, dimana informan III memahami betul ketidakmaksimalan kinerja

Atdikbud disebabkan oleh sistem birokrasi yang kurang baik yang terbawa

dari pemerintah pusat di Indonesia.

“Kalau ada rate-nya 1 sampai 10, saya kasih 7, 5. Karena saya melihat

bukan salah mereka sih, tapi birokrasi yang kita bangun di Indonesia

memang sudah mendarah daging atau menjamur. Kita juga tidak bisa

mempercepat urusan karena memang ada regulasi yang harus kita lalui.

Kadang-kadang kita memang perlu urus surat cepat, ya kadang-kadang ada

sedikit masalah, bisa kesel ya. Tapi overall ya bagus sih. Apalagi Bang Erwin

ya, karena urusannya kan memang lebih ke mahasiswa ya, sama dengan Bu

Wiwid.”

Informan III juga menambahkan bahwa program kegiatan Atdikbud yang

menurutnya paling berkesan dan cukup membawa citra yang baik di ajang

Universitas Sumatera Utara

internasional adalah International Book Fair. Bahkan, ia juga bisa menilai

respon yang sangat positif dari warga masyarakat Malaysia terhadap

keikutsertaan Indonesia dalam ajang kegiatan bergengsi tersebut.

“Saya lihat kalau untuk program sekarang tuh Kuala Lumpur

International Book Fair ya. Karena ini baru tahun pertama kita ikut bagian

dari acara ini. Mereka mampu memberikan peluang sebesar-besarnya bagi

buku-buku Indonesia untuk ikut ajang internasional. Saya sangat

mengapresiasi kerja keras Atase Pendidikan untuk bisa ikut ajang ini. Saya

melihat novel-novel Indonesia sangat di terima di Malaysia, seperti novel

Dilan sampai sold out, novel negeri 5 menara, muara 1 rantau banyak yang

minat. Orang Malaysia lebih senang sastrawan-sastrawan Indonesia

kebanyakan. Ya mudah-mudahan Indonesia masih bisa ikut ajang seperti ini

di tahun-tahun berikutnya”

Sebagai seorang mahasiswa di negeri rantau, informan III juga

menceritakan mengenai kendala ataupun kesulitan yang ia hadapi disana.

Kendala/kesulitan tersebut juga dianggapnya ada yang tidak mengganggu

sama sekali, ada juga yang cukup signifikan mengganggu proses akademik

disana.

“Saya kira sih untuk diskriminasi atau penyebutan soal istilah „indon‟

sama warga Indonesia seperti saya ini di Malaysia itu ya maklumi aja sih.

Kita terangkan saja ke mereka bahwa istilah itu terkesan negatif. Saya mah

orangnya ga perlu dibahas-bahas, ya kalau bisa kita perbaiki ya perbaiki

sendiri aja. Karena kebanyakan dari mereka yang nyebut istilah itu justru

gatau maknanya apa. Kalau dalam aspek lain sih ya kita sama aja sama

pelajar Malaysia, seperti potongan harga untuk nonton atau naik MRT ya

sama-sama dapat disc 50%. Tapi kalau untuk biaya sekolah per semester yaw

ajar-wajar aja kita lebih mahal karena kita kan termasuk pelajar asing.

Salah satu devisa negara mereka ya dari kita-kita ini mbak, makanya

Malaysia itu lebih maju ya karena devisa mahasiswa asing yang ada disana.

Jadi sebenarnya ya mbak, 1 mahasiswa internasional studi disini bisa

menutupi biaya pendidikan 4 mahasiswa lokal Malaysia. Sama halnya

Universitas Sumatera Utara

dengan mahasiswa Malaysia yang kuliah di Indonesia, ya biaya kuliah

mereka lebih mahal ketimbang mahasiswa lokal Indonesia. Jadi ya wajar-

wajar aja mbak perbedaan-perbedaan yang terjadi selama disini. Tapi ada

sih yang kadang-kadang kita agak males ya. Ketemu polisi disini terus kita

diperiksa dokumen-dokumen izin kita. Itu sih yang saya paling males. Karena

ga dipungkiri juga ya, dari data WNI kita yang legal 478.000 TKI tapi

ternyata banyakan yang illegal. Tapi, jadinya kita yang pelajar Indonesia ini

yang kena imbasnya. Kadang-kadang gimana ya mbak, menurut saya tuh

udah tidak etis gitu mbak, kayak dari sikap dan nada suara polisi disana saat

memeriksa kita. Apalagi kalau ngurus VISA, kita harus benar-benar sabar

gitu mbak dalam prosesnya. VISA Malaysia untuk pelajar Indonesia adalah

salah satu VISA tersulit yang dikeluarkan oleh Malaysia untuk VISA Student.

Jadi, Malaysia menerapkan sistem single entry, kemudian multiple entry. Kita

harus bolak balik juga ya mbak. Untuk mengambil multiple maupun single

entry ini ga sebentar, ga sebulan atau dua bulan. Kadang-kadang sampai

udah mulai kuliah VISA kita belum juga keluar.”

Di akhir wawancara, informan III mengaku bahwa pentingnya peranan

Atdikbud KBRI Kuala Lumpur dalam segala urusan yang menyangkut

pendidikan tinggi Indonesia-Malaysia. Ia menjelaskan bahwa peran Atdikbud

tidak hanya signfikan tapi juga sangat beresiko. Salah satu kerja yang sangat

dikagumi informan III adalah keberhasilan Adtikbud dalam mengadakan 50

Community Learning Center di wilayah Sabah Sarawak demi menyelamatkan

anak-anak Indonesia yang tidak mendapatkan akses pendidikan dari

Malaysia.

“Peran Atdikbud sebenarnya sangat signifikan dan riskan menurut saya.

Karena mereka menyelesaikan permasalahan-permasalahan pendidikan WNI

di Malaysia. Kita lihat aja sudah ada 50 CLC (Community Learning Center)

di Sabah Sarawak. Itu memang perlu dijaga dari mulai kurikulumnya serta

pelaksanaannya, kalau tidak ada Atdikbud maka CLC ini tidak akan pernah

berjalan. Maka, angka buta huruf masyarakat Indonesia semakin bertambah

karena tidak ada sekolah. Karena rata-rata masyarakat yang sekolah di

Sabah Sarawak adalah anak dari tenaga kerja ilegal. Berarti mereka tidak

Universitas Sumatera Utara

akan bisa masuk sekolah di Malaysia, kalaupun bisa masuk itu mahal. Jadi,

peran Atase Pendidikan adalah membina CLC agar tetap berjalan untuk

mencerdaskan masyarakat-masyarakat Indonesia di Malaysia. Terlepas dari

itu juga, mahasiswa-mahasiswa juga dapat bagian seperti dalam hal

penyelesaian masalah-masalah kampus. Kemudian ada yang drop out,

nantinya mereka yang coba negosiasikan. Mungkin tidak jadi di drop out tapi

bisa di peninjauan kembali atau bisa juga dipindahkan ke kampus lain.

Karena disini kalau udah drop out ya gabisa kampus kan. Kemudian mereka

juga menyelesaikan masalah VISA, uang kuliah yang menunggak, mereka

juga turun tangan. Jadi, peran Atase Pendidikan ya sangat signifikan.

Karena mereka selalu memberikan solusi untuk setiap masalah-masalah

pendidikan mahasiswa Indonesia yang berada di Malaysia. Kalaupun ada

masalah yang mungkin lambat direspon ya kita kembali lagi ingat ke

masalah birokrasi sih mbak. Jadi bukan karena Atase Pendidikan yang tidak

berperan aktif, tapi di tengah keribetan sistem birokrasi kita peranan Atase

Pendidikan sangat besar.”

Beban kerja yang dijalankan oleh Atase Pendidikan tidak hanya dalam

satu level pendidikan, tapi juga setiap tingkatan pendidikan. Dalam konteks

ini, informan III menjelaskan bahwa Atdikbud juga sangat berperan dalam

keberlangsungan hidup para mahasiswa Indonesia di Malaysia. Banyak

mahasiswa Indonesia yang mengalami permasalahan yang mau tidak mau

tetap harus dibantu Atdikbud demi kebaikan mahasiswa itu sendiri dan nama

baik bangsa Indonesia sendiri.

4.2 Pembahasan

Adapun hasil dan pembahasan dari pengamatan peneliti disesuaikan

dengan tujuan penelitian yang telah diuraikan pada bab sebelumnya, yaitu

mengenai peran komunikasi internasional dalam meningkatkan hubungan

kerjasama pendidikan tinggi Indonesia-Malaysia. Dalam penelitian ini

peneliti memfokuskan tentang peran komunikasi Atase Pendidikan KBRI

Kuala Lumpur dalam meningkatkan hubungan kerjasama Indonesia dengan

Malaysia.

Universitas Sumatera Utara

Hasil penelitian ini diperoleh dari hasil wawancara mendalam dengan

informan-informan yang relevan, di mana proses wawancara dilakukan

secara langsung atau tatap muka dan tidak langsung melalui Skype.

Pemilihan informan dilakukan dengan menggunakan teknik purposive

sampling untuk mendapatkan dua orang informan utama dan satu orang

informan tambahan sebagai orang yang mengklarifikasi informasi yang

diperoleh dari dua informan utama sebelumnya. Data yang diperoleh dari

ketiga informan dianggap mewakili secara keseluruhan kondisi yang ada.

Berdasarkan data hasil penelitian kepada tiga orang informan yang telah

dipaparkan sebelumnya, peneliti akan menguraikan hal-hal penting yang

peneliti peroleh dengan menggunakan teknik analisis data oleh Miles dan

Huberman, yaitu mereduksi data dengan cara merangkum, memilih hal

yang pokok, memfokuskan hal yang penting untuk penelitian, serta

menyajikannya ke dalam bentuk narasi yag disesuaikan dengan

pembahasan awal penelitian. Setelah disajikan, peneliti akan menarik

kesimpulan berdasarkan data-data yang telah diperoleh untuk dapat

menjawab permasalahan yang sedang diteliti ini. Hasil penelitian ini

kemudian disajikan dalam pembahasan yang didukung dengan teori yang

relevan dan selanjutnya akan dianalisis untuk mengetahui bagaimana peran

komunikasi internasional Atase Pendidikan KBRI Kuala Lumpur dalam

meningkatkan hubungan kerjasama pendidikan tinggi Indonesia-Malaysia.

Dalam dunia hubungan internasional, terdapat beberapa teori HI yang

dapat digunakan dalam konteks penelitian ini. Teori yang relevan pada

penelitian ini adalah teori konstruktivis (Nicolas Onuf dan Friedrich

Kratochwill) yakni, hubungan antar aktor internasional tidak hanya

dibentuk oleh „kepentingan/interest‟, tetapi juga dipengaruhi oleh unsur

penting lain, yakni „maksud/intention‟, „identitas/identity‟ dan

„bahasa/language‟. Hubungan antar pelaku internasional tersebutt

merupakan proses yang panjang yang melibatkan empat faktor tersebut

sekaligus. Menurut Sugeng (2017, p.2-3), semakin intensif interaksi di

antara keempat faktor tersebut, maka hubungan tersebut akan mengarah

pada pertemanan (friendship).

Universitas Sumatera Utara

Komunikasi internasional pada hakikatnya merupakan kegiatan atau

upaya untuk membina rasa saling percaya atau memperteguh keyakinan

terhadap suatu gagasan. Dengan menggunakan saluran-saluran diplomatik,

komunikasi internasional lebih banyak digunakan untuk memperluas

pengaruh, meningkatkan komitmen dan solidaritas, menanggulangi

perbedaan pendapat dan salah paham, sampai menghindari pertentangan

dalam masalah tujuan dan kepentingan yang dikehendaki sebuah negara.

Hal ini juga ditujukan untuk mengembangkan kerjasama, baik dalam

hubungan bilateral maupun multilateral, memperkuat bargaining position,

serta meningkatkan citra dan reputasi suatu negara. Teori komunikasi

internasional yang relevan pada penelitian adalah multi track diplomacy,

yakni komunikasi yang dilakukan oleh dan ditujukan kepada pemerintah

negara dan juga masyarakat.

Adapun bentuk komunikasi internasional yang dilakukan oleh Atase

Pendidikan KBRI Kuala Lumpur adalah komunikasi interpersonal,

komunikasi kelompok, komunikasi politik, komunikasi massa dan

komunikasi antar budaya. Menurut Shoelhi, komunikasi interpersonal yang

dimaksud adalah komunikasi yang dilakukan dengan teknik persuasif dan

memfokuskan pengamatan pada bentuk dan sifat hubungan (relationships)

yang dijalin dan dikembangkan, percakapan atau wacana yang

perbincangkan, pola dan intensitas interaksi, serta karakteristik

komunikator dan komunikan dengan proses yang dinamis. Sedangkan

untuk komunikasi kelompok yang dimaksud adalah komunikasi yang

berlangsung antara seseorang (komunikator) dengan lebih dari dua orang

(komunikan) yang menaruh perhatian pada dinamika kelompok, budaya

kelompok, hubungan antar anggota kelompok, serta proses dan faktor-

faktor lain yang terkait dengan pembuatan keputusan kelompok. Hal ini

ditujukan untuk mencapai kepentingan bilateral antara Indonesia dan

Malaysia melalui pertemuan-pertemuan yang diadakan secara berkelompok

dengan lembaga negara atau warga masyarakat yang berkompeten dan

credible dalam merepresentasikan kepentingan negara dan bangsa.

Selanjutnya, komunikasi massa yang dimaksud adalah proses penyebaran

Universitas Sumatera Utara

beragam pesan dan informasi yang dilakukan oleh Atase Pendidikan KBRI

Kuala Lumpur melalui media massa (surat kabar dan televisi) yang diterima

secara serempak oleh khalayak sasaran dengan tujuan menimbulkan efek

tertentu. Kemudian, komunikasi politik yang lebih menaruh fokus perhatian

pada dinamika kelompok kepentingan dan proses politik, proses negosiasi

dan peran komunikasi antarpersonal, serta pemanfaatan media massa

termasuk media baru (internet) dan fenomena publik. Selanjutnya adalah

komunikasi antar budaya adalah komunikasi antarpribadi yang dilakukan

oleh mereka yang berbeda latar belakang kebudayaan dengan tujuan

mengurangi ketidakpastian. Untuk mengurangi ketidakpastian tersebut,

Atase Pendidikan melakukan tahapan-tahapan yang juga merupakan tiga

tahapan interaksi yang didefinisikan oleh Gundykunst dan Kim, yakni pre-

contact, initial contact and impression dan disclosure. Pre-contact adalah

tahap pembentukan kesan melalui simbol verbal maupun nonverbal (apakah

komunikan suka berkomunikasi atau menghindari komunikasi?), kemudian

initial contact and impression yang merupakan kesan tanggapan lanjutan

atau kesan yang muncul pada diri sendiri (apakah saya mengerti dia?

Apakah dia mengerti saya?), serta disclosure yang merupakan tahap

pembukaan diri melalui atribusi dan pengembangan implisit, dengan

menggunakan pendekatan budaya komunikasi yang dilakukan Atase

Pendidikan KBRI Kuala Lumpur menjadi lebih bisa diterima oleh khalayak

budaya tertentu di negara akreditasi tempat ia bekerja, Malaysia. Dengan

demikian, Atase Pendidikan KBRI Kuala Lumpur dapat menentukan

strategi komunikasi, proses komunikasi dan formulasi informasi yang tepat

saat mengadakan komunikasi dengan ragam kalangan publik yang berbeda-

beda di negara Malaysia.

4.2.1 Strategi & Gaya Komunikasi Atase Pendidikan KBRI Kuala

Lumpur

Untuk mencapai komunikasi yang efektif diperlukan suatu strategi

komunikasi yang baik. Strategi yang dimaksud merujuk pada pendekatan

komunikasi menyeluruh yang akan diambil dalam rangka menghadapi

tantangan yang akan dihadapi selama berlangsungnya proses komunikasi.

Universitas Sumatera Utara

Kombinasi yang terbaik dari semua elemen komunikasi mulai dari

komunikator, pesan, saluran, media, penerima sampai pada pengaruh

(efek) yang dirancang/direncanakan untuk mencapai tujuan komunikasi

yang optimal (Middleton, dalam Cangara, 2013:61).

Pada dasarnya Atase Pendidikan KBRI Kuala Lumpur

menggunakan strategi komunikasi yang sejalan dengan teori AIDDA.

Strategi komunikasi ini dimulai oleh Atase Pendidikan KBRI Kuala

Lumpur dengan membangkitkan perhatian (attention) para stakeholder

baik di Malaysia maupun Indonesia. Kemudian disusul dengan tumbuhnya

minat (interest) yang merupakan titik tolak bagi timbulnya hasrat (desire)

untuk melakukan suatu kerjasama yang di dukung dengan sebuah

keputusan (decision) yang direalisasikan dengan aksi/tindakan (action)

yang berupa perwujudan hasil konkret program kerjasama yang

dilaksanakan.

Beberapa langkah penyusunan strategi komunikasi yang sesuai

dengan apa yang dilakoni oleh Atase Pendidikan KBRI Kuala Lumpur

ialah:

1. Mengenali Sasaran Komunikasi

Terdapat dua faktor yang perlu diperhatikan oleh Atase Pendidikan

KBRI Kuala Lumpur dalam mengenali sasaran komunikasi. Pertama,

faktor kerangka referensi dimana pesan komunikasi yang

disampaikan kepada komunikan harus disesuaikan dengan kerangka

referensi. Kerangka referensi seseorang berbeda dengan orang lain

yang terbentuk dalam setiap diri individu sebagai hasil dari paduan

pengalaman, pendidikan, gaya hidup, norma hidup, status sosial,

ideologi, cita-cita dan sebagainya. Dalam hal ini, Atase Pendidikan

harus mampu memperhatikan kerangka referensi lawan bicaranya

yang tidak hanya berasal dari kalangan first track diplomacy,

melainkan seluruh kalangan khalayak. Kedua, faktor situasi dan

kondisi dimana situasi komunikasi terjadi saat komunikan akan

menerima pesan yang disampaikan. Situasi yang bisa menghambat

jalannya komunikasi dapat diduga sebelumnya, dapat juga datang

Universitas Sumatera Utara

tiba-tiba pada saat komunikasi dilancarkan. Kondisi yang dimaksud

adalah state of personality komunikasi, yaitu keadaan fisik dan psikis

komunikan pada saat menerima pesan komunikasi. Maka dari itu,

Atase Pendidikan perlu memperhatikan kondisi state of personality

lawan bicaranya, walaupun kembali lagi harus bersikap professional,

tapi tidak semua komunikan mampu mengendalikan kondisi yang

mempengaruhi state of personality diri sendiri.

2. Pemilihan Media Komunikasi

Pada umumnya, media komunikasi dapat diklasifikasikan sebagai

media tulisan atau cetakan, visual, dan audio-visual. Untuk mencapai

sasaran komunikasi, Atase Pendidikan KBRI Kuala Lumpur memilih

salah satu atau gabungan dari beberapa media, bergantung pada

tujuan yang akan dicapai, dan teknik yang dipergunakan. Dalam hal

ini, Atase Pendidikan menggunakan media komunikasi bersifat

teknologi yang memudahkan proses komunikasi menjadi lebih

efisien, diantaranya adalah pengiriman surat resmi dapat dilakukan

melalui fax ataupun email. Konfirmasi atau follow up pertemuan

tidak lagi mesti tatap muka, bisa dilakukan dengan menggunakan

saluran telepon dan email. Bahkan pertemuan tatap muka bisa

dilakukan dengan menggunakan teleconference atau menggunakan

media Skype.

3. Pengkajian Tujuan Pesan Komunikasi

Tujuan pesan komunikasi adalah untuk mempengaruhi komunikan

dalam membangkitkan perhatian dan minat. Maka dari itu, Atase

Pendidikan KBRI Kuala Lumpur perlu menentukan teknik yang tepat

dalam menyampaikan isi pesan. Dalam hal ini, Atase Pendidikan

KBRI Kuala Lumpur lebih menerapkan teknik persuasi berupa

pertemuan-pertemuan untuk negosiasi dan lobbying dengan

stakeholder di sektor pendidikan tinggi Indonesia-Malaysia.

4. Peranan Komunikator dalam Komunikasi

Dalam hal ini, yang lebih sesuai dengan peran komunikasi

internasional yang dilakukan oleh Atase Pendidikan KBRI Kuala

Universitas Sumatera Utara

Lumpur adalah poin ke-4 yakni peranan komunikator dalam

komunikasi. Terdapat dua faktor penting pada diri komunikator, yang

dalam hal ini dimaksudkan kepada Atase Pendidikan KBRI Kuala

Lumpur, yakni daya tarik dan kredibilitas. Atase Pendidikan KBRI

Kuala Lumpur merupakan sumber dari perwakilan negara Indonesia

yang dapat mengubah sikap, opini dan perilaku khalayak Indonesia

dan Malaysia melalui mekanisme daya tarik. Jika stakeholder

tersebut merasa ada kesamaan antara Atase Pendidikan KBRI Kuala

Lumpur dengan mereka, baik itu dari segi pendekatan sosiologis

maupun minat dan tujuan yang sama-sama ingin mengadakan

kerjasama, sehingga khalayak tersebut bersedia taat pada isi pesan

yang disampaikan oleh Atase Pendidikan KBRI Kuala Lumpur.

Selanjutnya adalah faktor kredibilitas yang menentukan keberhasilan

komunikasi berdasarkan kepercayaan khalayak kepada Atase

Pendidikan KBRI Kuala Lumpur yang dipengaruhi oleh profesi atau

keahlian yang dimilikinya.

Pada hakikatnya urusan diplomatik tidaklah mudah, hal ini karena

menyangkut banyak aspek yang harus dipertimbangkan antar negara yang

berurusan. Salah satu kemampuan yang harus dimiliki oleh pelaku/aktor

diplomatik adalah interpersonal skills. Kemampuan interpersonal yang

dimaksud yakni, interpersonal sensitivity, teamwork, dan building and

maintaining relationship. Kemampuan interpersonal sensitivity adalah

kemampuan menunjukkan kepedulian dan rasa menghargai terhadap

perasaan orang lain, mendemonstrasikan sebuah minat (kepentingan)

terhadap opini-opini orang lain, dan memiliki rasa toleransi terhadap

perbedaan kebutuhan dan sudut pandang. Teamwork, hal ini berkaitan

dengan kemampuan bekerja sama yang baik dengan orang lain dalam

mencapai tujuan bersama, berbagi informasi dan saling mendukung.

Building and maintaining relationship merupakan kemampuan dalam

membangun dan mempertahankan hubungan yang baik dengan orang

banyak di setiap kalangan, membuat orang lain merasa nyaman,

Universitas Sumatera Utara

mempromosikan keharmonisan dan permufakatan melalui diplomasi

dalam menangani perselisihan dan potensi konflik.

Dari hasil wawancara yang peneliti lakukan, terlihat bahwa setiap

pelaku diplomatik yang berlatarbelakang apapun selalu berupaya untuk

memenuhi ketiga kemampuan interpersonal sensitivity diatas dengan

menyesuaikan ke pembawaan kepribadian masing-masing. Selain itu,

terdapat tiga tujuan strategi komunikasi (Effendy, 2005) yakni, untuk

memastikan bahwa komunikan mengerti pesan yang diterimanya,

pembinaan dan pengelolaan pesan yang diterima oleh komunikan, serta

mendorong komunikan untuk melakukan tindakan sesuai dengan yang

diinginkan.

Dalam hal ini, tidak hanya strategi komunikasi yang perlu

dipersiapkan untuk menjalankan tugas dan mencapai tujuan dari peran

Atase Pendidikan KBRI Kuala Lumpur. Gaya komunikasi juga turut serta

berperan dalam menentukan proses komunikasi hingga hasil output dari

komunikasi tersebut. Terdapat enam gaya komunikasi yang dua di

antaranya cenderung digunakan oleh Atase Pendidikan KBRI Kuala

Lumpur, yaitu the dynamic style dan the relinguishing style. Pertama, the

dynamic style merupakan gaya komunikasi yang dinamis dan cenderung

agresif, karena pengirim pesan atau sender memahami bahwa lingkungan

pekerjaannya berorientasi pada tindakan (action-oriented). Tujuan dari

gaya komunikasi ini adalah untuk menstimulasi atau merangsang

stakeholder di Malaysia dan Indonesia untuk bekerja dengan lebih baik

dan lebih cepat. Gaya komunikasi ini cukup efektif dalam mengatasi

persoalan-persoalan yang berkaitan dengan kemahasiswaan di perguruan

tinggi Malaysia ataupun pihak-pihak yang bekerja sama atas keterlibatan

Atdikbud KBRI Kuala Lumpur. Kedua, the relinguishing style yang

mencerminkan kesediaan untuk menerima saran, pendapat ataupun

gagasan orang lain, daripada keinginan untuk memberi perintah, meskipun

komunikator mempunyai hak untuk memberi perintah dan mengontrol

orang lain. Pesan-pesan dalam komunikasi ini akan efektif ketika pengirim

pesan atau komunikator sedang bekerja sama dengan orang-orang yang

Universitas Sumatera Utara

bepengetahuan luas, berpengalaman, teliti serta bersedia untuk

bertanggung jawab atas semua tugas atau pekerjaan yang dibebankannya.

Hal ini tercermin dari sikap Atase Pendidikan yang sangat terbuka atas

saran, opini maupun gagasan yang disampaikan oleh staf ahlinya yang

dianggap memiliki keahlian di bidang hukum yang dianggap teliti dalam

mengurus urusan kerjasama perguruan tinggi Indonesia-Malaysia. Tidak

hanya dari kalangan KBRI, Atase Pendidikan juga terbuka dengan

mahasiswa Indonesia yang studi di Malaysia dalam menerima saran,

pendapat/opini, bahkan keluhan-keluhan mereka yang mau tidak mau

harus diselesaikan sebaik mungkin.

Dalam gaya komunikasi, terdapat tujuh komponen yang di

identifikasi sebagai faktor pendorong gaya komunikasi, yakni kondisi

fisik, peran, konteks historis, kronologi, bahasa, hubungan, kendala. Di

antara ke tujuh komponen tersebut, terdapat beberapa yang sesuai dengan

realita hubungan kerjasama Indonesia-Malaysia dalam sektor pendidikan.

Pertama, peran diri Atase Pendidikan KBRI Kuala Lumpur dan peran

komunikator lainnya yang fungsinya mendukung peranan Atase

Pendidikan KBRI Kuala Lumpur yang dapat mempengaruhi proses

interaksi yang terjadi. Dengan demikian, orang-orang tersebut sering

melakukan komunikasi antar satu dengan lainnya. Kedua, konteks historis

yang dimana sejarah bangsa-bangsa, tradisi spiritual, perusahaan dan

masyarakat dengan mudah dapat memengaruhi bagaimana masyarakat

Indonesia dan Malaysia memandang satu sama lain yang nantinya juga

mempengaruhi gaya komunikasi yang digunakan. Ketiga, bahasa yang

digunakan juga memainkan peran atas gaya komunikasi yang dilakukan.

Penggunaan bahasa Melayu dan Inggris ternyata dapat memberikan

pengaruh yang cukup signifikan dalam menentukan jalannya proses

interaksi. Keempat, hubungan dimana kedua negara yang sudah lama

menjalin hubungan kerjasama bilateral yang terus berkembang dari waktu

ke waktu. Selama proses ini berlangsung, tentunya akan memberikan efek

kumulatif pada interaksi selanjutnya antar relasi dari kedua negara

tersebut. Kelima, kendala yang dimaksud dengan pemilihan media apa

Universitas Sumatera Utara

saja yang digunakan dalam proses interaksi kerjasama yang dilakukan oleh

Indonesia-Malaysia. Dalam hal ini, Atase Pendidikan KBRI Kuala

Lumpur telah menggunakan beragam pilihan media komunikasi yang

mengurangi faktor hambatan dalam berinteraksi yang dulunya face-to-face

oriented, sekarang sudah dipermudah dengan memanfaatkan fitur-fitur

teknologi seperti email, fax, skype, dll.

4.2.2 Faktor Pendorong dan Kendala

Dalam membangun hubungan kerjasama, tentunya akan ada faktor

pendorong dan faktor kendala yang mempengaruhi proses kerjasama

tersebut. Terkhusus lagi dalam konteks kerjasama internasional, di mana

faktor-faktor inilah sebagai penentu arah bentuk kerjasama yang akan

disepakati. Faktor-faktor tersebut akan di uraikan dalam penbahasan ini

demi melihat blueprint dari hubungan kerjasama Indonesia-Malaysia

dalam aspek pendidikan tinggi.

Indonesia dan Malaysia memiliki banyak unsur yang dapat

dijadikan faktor terjalinnya kerjasama bilateral. Adapun faktor-faktor

pendorong dalam hubungan kerjasama pendidikan tinggi Indonesia-

Malaysia adalah sebagai berikut:

1. Letak Geografis

Letak wilayah Indonesia dan Malaysia yang berdekatan sangat

mempengaruhi tingginya mobilitas masyarakat Indonesia dan

Malaysia. Tidak hanya dalam bidang ketenagakerjaan, melainkan juga

bidang pendidikan. Jumlah mahasiswa Indonesia di Malaysia dan

mahasiswa Malaysia di Indonesia cukup tinggi. Hal ini menandakan

letak wilayah yang berdekatan mempengaruhi minat menimba ilmu di

luar negeri bagi masyarakat kedua negara. Durasi perjalanan yang

dibutuhkan untuk mendatangi wilayah masing-masing negara tidak

sampai memakan waktu berhari-hari. Biaya transportasi yang

diperlukan juga tidak terlalu besar untuk melakukan perjalanan

internasional dari dan untuk kedua negara Indonesia-Malaysia.

Akademisi dari kedua negara banyak melakukan studi banding atau

Universitas Sumatera Utara

penelitian skala internasional dengan melaksanakannya di Indonesia

maupun Malaysia. Dengan demikian, letak wilayah yang strategis ini

menjadikan Indonesia dan Malaysia memiliki mobilitas exchange yang

cukup tinggi terhadap satu sama lain. Hal ini juga turut mempengaruhi

frekuensi kerja di kantor-kantor perwakilan negara Indonesia terutama

KBRI Kuala Lumpur dalam memberikan pelayanan terlengkap

dibandingkan kantor perwakilan Indonesia lainnya.

2. Bahasa

Umumnya, bahasa menjadi salah satu faktor kendala yang

mempengaruhi minat orang dalam merencanakan studi, penelitian

ataupun program kerjasama lainnya di skala internasional. Namun,

bagi Indonesia-Malaysia tidak menjadi faktor kendala melainkan

faktor pendorong. Hal ini dikarenakan bahasa yang digunakan di

Malaysia juga mirip dengan bahasa Indonesia. Walaupun tidak semua

istilah dan maknanya sama, tapi masih dapat dikategorikan mudah

untuk dipelajari bagi kedua negara. Mahasiswa dan akademisi

Indonesia masih banyak yang belum mahir berbahasa Inggris

sedangkan kompetensi yang distandarisasi oleh pemerintah terus

meningkat. Bahasa Inggris masih tergolong sebagai kompetensi bahasa

asing yang belum sepenuhnya bisa dikuasai oleh masyarakat

Indonesia. Sedangkan, di Malaysia yang merupakan bekas negara

jajahan Inggris banyak mengadaptasi bahasa Melayu mereka dari

bahasa Inggris. Sehingga kompetensi bahasa Inggris masyarakat

Malaysia lebih baik dibandingkan dengan masyarakat Indonesia. Baik

dalam lingkungan akademik (kampus), maupun lingkungan

masyarakat sehari-hari, masyarakat kedua negara dapat berinteraksi

langsung tanpa ada hambatan yang signifikan. Bahasa kedua negara

sangat mirip, sehingga jika ada istilah yang berbeda makna tidak

terlalu rumit untuk di mengerti. Maka dari itu, banyaknya kunjungan

instansi ataupun lembaga pendidikan Indonesia yang berkunjung ke

Malaysia menjadi salah satu bukti besarnya peluang-peluang

kerjasama yang dapat dikembangkan antar kedua negara.

Universitas Sumatera Utara

3. Multikulturalisme

Negara yang memiliki banyak suku dan bangsa, budaya dan tradisi,

serta toleransi yang tinggi antar umat beragama merupakan indikator

penting dalam mencerminkan negara yang harmonis dan aman.

Indonesia dan Malaysia yang dikenal sebagai negara-negara

multikultural yang dapat membuktikan kehidupan bermasyarakat yang

aman dan harmonis ditengah banyaknya keberagaman ataupun

perbedaan. Hal ini dirasakan terutama bagi mahasiswa Indonesia yang

studi di Malaysia, mereka merasa aman dan nyaman selama tinggal

dan menimba ilmu di Malaysia. Tidak ada perbedaan yang signifkan

dari kehidupan sosial. Penampilan fisik dan gaya hidup yang tidak

membuat mereka seperti warga asing di Malaysia. Bahkan, hak-hak

pelajar Malaysia dapat dinikmati oleh mahasiswa Indonesia juga,

seperti potongan harga penggunaan trasnportasi umum, makanan dan

minuman, dan fasilitas umum lainnya yang tidak jarang memberikan

hak istimewa bagi status pelajar di Malaysia.

4. Mutual benefits

Dalam menjalin hubungan kerjasama, mutual benefits merupakan

hal yang sangat wajar di ekspektasi bagi kedua belah pihak. Dalam hal

ini, Indonesia dan Malaysia sama-sama memiliki orientasi yang

menjadikan kedua negara dapat saling bekerja sama. Orientasi

Indonesia terhadap Malaysia adalah MoU/MoA untuk kepentingan

BAN-PT dan keunggulan kualitas pendidikan di Malaysia. Sedangkan

orientasi Malaysia terhadap Indonesia adalah sumber daya manusia.

SDM Indonesia yang dapat meningkatkan devisa negara Malaysia

dengan persentase jumlah mahasiswa Indonesia yang cukup tinggi dan

pertukaran ide maupun gagasan yang diwujudkan melalui program-

program kerjasama yang biasanya Malaysia dapat berkontribusi lebih

dalam hal finansial dibandingkan Indonesia. Bahkan, kini di tengah

krisis moneter yang cukup berdampak bagi negara Malaysia, Indonesia

dijadikan panutan untuk belajar kemandirian perguruan tinggi di

Malaysia yang biasanya selalu di subsidi penuh oleh pemerintah

Universitas Sumatera Utara

Malaysia. Kenyataan ini sangat berbeda dengan kondisi di Indonesia

yang mengharuskan perguruan tinggi Indonesia untuk mandiri dalam

mengelola subsidi pemerintah yang tidak penuh dengan ekspektasi

kualitas pendidikan yang baik.

Hubungan kerjasama antar negara tentunya tidak ada yang sempurna

atau tanpa adanya faktor kendala yang turut berkontribusi untuk membuat

kerjasama tersebut tidak statis melainkan dinamis. Adapun kendala yang

mempengaruhi hubungan kerjasama pendidikan tinggi Indonesia-Malaysia

yang dirangkum dari hasil wawancara adalah SDM atau Sumber Daya

Manusia.

Atase Pendidikan KBRI Kuala Lumpur telah mengajukan

permohonan penambahan SDM kepada Kementerian Luar Negeri di

Jakarta untuk bidang Atdikbud KBRI Kuala Lumpur. Hal ini sejalan

dengan apa yang diutarakan oleh seluruh informan yang diwawancarai.

Beban kerja di Atdikbud yang cukup tinggi dengan mengharuskan

memberikan pelayanan sektor pendidikan dan kebudayaan, melaksanakan

fungsi dan tugas utama, dan mencapai target kerja yang maksimal tentu

terhambat dengan realita kekurangan SDM.

Seluruh urusan yang berkaitan dengan hubungan kerjasama

Indonesia-Malaysia ikut terhambat dalam hal proses yang memakan waktu

lebih lama di administrasi maupun birokrasi. Bahkan kendala finansial

tidak lagi menjadi masalah utama, karena adanya anggaran yang cukup

juga tidak menjamin berjalannya program kerja secara maksimal tanpa

adanya SDM yang cukup. Untuk bidang Atase Pendidikan dan

Kebudayaan di KBRI Kuala Lumpur, hanya ada 6 SDM secara

keseluruhan dalam melaksanakan tugas dan fungsi Atdikbud dalam

memberikan pelayanan yang berkaitan dengan sektor pendidikan. Ke

enam SDM tersebut sudah termasuk Atase Pendidikan yang menjabat

posisi tertinggi di bidang tersebut. Untuk bidang kerjasama perguruan

tinggi hanya ada 1 staf ahli yang menangani selain Atase Pendidikan

Universitas Sumatera Utara

langsung. Sedangkan staf lainnya juga harus menangani beragam tugas

pelayanan yang merupakan bagian dari bidang Atdikbud.

4.2.3 Peran Komunikasi Internasional Atase Pendidikan KBRI Kuala

Lumpur

Strategi komunikasi dan gaya komunikasi merupakan indikator

peranan komunikasi internasional yang dilakukan oleh Atase Pendidikan

KBRI Kuala Lumpur dalam meningkatkan hubungan kerjasama

pendidikan tinggi Indonesia-Malaysia. Hal ini menunjukkan besarnya

peranan komunikasi yang dilakoni oleh Atase Pendidikan di lingkungan

internasional yang dijalaninya selama bertugas di KBRI Kuala Lumpur.

Peranan ini tidak hanya sebatas sebagai jembatan bagi kedua negara

yang bekerja sama, yakni Indonesia dan Malaysia. Melainkan juga sebagai

fasilitator dan mediator bagi seluruh kalangan dari kedua negara yang

memiliki kepentingan di sekor pendidikan. Atase Pendidikan KBRI Kuala

Lumpur tidak hanya melancarkan komunikasi internasional pada first

track ataupun second track diplomacy saja. Tapi juga keduanya, yakni

multi track diplomacy yang artinya komunikasi dilakukan dan ditujukan

kepada pemerintah negara dan juga masyarakat.

Padahal lazimnya dunia diplomatik cenderung melancarkan

komunikasinya hanya pada first track diplomacy, yakni komunikasi yang

ditujukan kepada kalangan pemerintahan saja atau para pembuat kebijakan

dan pemegang keputusan. Hal ini tidak demikian terjadi bagi Atase

Pendidikan KBRI Kuala Lumpur. Ini disebabkan latarbelakang orang yang

menjalankan fungsi jabatan Atase Pendidikan yang bukan dari bidang

hubungan internasional saja dan sasaran utama dari bidang pendidikan

bukan hanya tertuju pada kalangan atas. Tapi juga harus mengikutsertakan

kalangan lainnya, seperti akademisi dan mahasiswa yang merupakan

orang-orang yang menjalankan dan merasakan dampak dari program

kerjasama yang disepakati.

Universitas Sumatera Utara

Pada hakikatnya, dunia mengetahui bahwa setiap insan manusia

memiliki hak atas pendidikan yang berkualitas yang akan membuka

gerbang kesempatan atas kualitas hidup yang lebih baik di masa akan

datang. Oleh karena itu, komunikasi internasional Atase Pendidikan KBRI

Kuala Lumpur dalam meningkatkan hubungan kerjasama pendidikan

tinggi Indonesia-Malaysia sangatlah berperan.

Universitas Sumatera Utara

BAB V

HASIL PENELITIAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan peneliti mengenai peran

komunikasi internasional Atase Pendidikan KBRI Kuala Lumpur dalam

meningkatkan hubungan kerjasama pendidikan tinggi Indonesia-Malaysia

adalah sebagai berikut:

1. Strategi dan gaya komunikasi yang dilakukan oleh Atase Pendidikan

KBRI Kuala Lumpur tidak terpaku dengan gaya formal diplomatik yang

cenderung indirect atau ambigu. Atase Pendidikan KBRI Kuala Lumpur

selalu bersikap terbuka untuk membangun relasi demi mencapai

komunikasi yang efektif dan efisien. Keterbukaan tersebut diyakini

dapat menentukan besarnya minat dan aksi komunikan, baik dari

Indonesia maupun Malaysia untuk sepakat dalam bekerja sama di sektor

pendidikan tinggi. Maka dari itu, strategi dan gaya komunikasi selalu

disesuaikan pada situasi dan kondisi secara alami. Hal ini bertujuan

untuk dapat mencapai hasil kerjasama yang maksimal antar kedua

negara.

2. Faktor pendorong yang mempengaruhi hubungan kerjasama pendidikan

tinggi Indonesia dan Malaysia adalah faktor letak geografis, bahasa,

multikulturalisme, dan mutual benefits.Faktor-faktor tersebutlah yang

paling besar menentukan tingginya mobilitas pelajar maupun akademisi

dari dan ke Indonesia-Malaysia. Sedangkan faktor kendala yang

signifikan memberi hambatan dalam proses kerjasama kedua negara

adalah faktor sumber daya manusia. Faktor SDM ini dianggap yang

paling urgent saat ini, bahkan finansial bukanlah lagi kendala yang

signifikan. Hal ini disebabkan oleh banyaknya beban kerja di Atdikbud

KBRI Kuala Lumpur yang tidak mungkin terselesaikan tepat waktu

secara maksimal.

3. Atase Pendidikan KBRI Kuala Lumpur tidak hanya melakukan

komunikasi internasional pada satu jalur saja. Komunikasi internasional

Universitas Sumatera Utara

tersebut dilancarkan oleh Atase Pendidikan dengan menggunakan

gabungan dari first track diplomacy dan second track diplomacy.

Gabungan tersebut dikenal dengan istilah multi track diplomacy, yang

artinya komunikasi dilakukan dan ditujukan kepada pemerintah negara

dan juga masyarakat. Hal ini disebabkan oleh latarbelakang Atase

Pendidikan yang merupakan akademisi (dosen di salah satu perguruan

tinggi di Indonesia) yang merasa pentingnya menjalin komunikasi

dengan semua kalangan. Karena pada dasarnya tujuan dan realisasi

program kerjasama yang disepakati akan melibatkan kedua jalur

komunikasi internasional tersebut.

5.2 Saran

Adapun saran yang dapat diberikan peneliti dari hasil penelitian yang

sekiranya dapat bermanfaat, antara lain:

1. Saran Akademis

Peneliti berharap bahwa setiap perguruan tinggi maupun pihak-pihak

yang berkaitan dengan sektor pendidikan tinggi yang ingin melakukan

kerjasama internasional antar Indonesia-Malaysia, agar melibatkan

Atase Pendidikan KBRI Kuala Lumpur demi memudahkan proses

pencarian mitra kerja yang dapat dipercaya dan berkualitas. Hal ini

dikarenakan peneliti sangat memahami bahwa hubungan kerjasama

antar bangsa tidaklah mudah dan memiliki resiko yang tinggi baik dari

segi hukum, budaya dan biaya.

2. Saran Praktis

Peneliti berharap agar sekiranya Atase Pendidikan beserta jajarannya

dapat lebih maksimal dalam memberikan pelayanan pendidikan baik

untuk pihak Indonesia maupun Malaysia. Kekurangan SDM dapat

diupayakan dengan memberikan kesempatan program magang/PKL

ataupun kerja paruh waktu bagi mahasiswa Indonesia yang menimba

ilmu di Malaysia dalam kondisi waktu yang fleksibel. Hal ini peneliti

yakini sebagai salah satu solusi alternatif yang bisa meningkatkan

kinerja di Atdikbud KBRI Kuala Lumpur. Peneliti juga yakin

mahasiswa Indonesia di Malaysia tentunya banyak yang memiliki

Universitas Sumatera Utara

kompetensi yang mendukung pekerjaan di Atdikbud KBRI Kuala

Lumpur. Mereka juga akan merasa tidak keberatan membantu karena

dianggap untuk menambah pengalaman, wawasan, dan softskill

sebagai modal ketika sudah selesai studi di Malaysia dan terjun

langsung di dunia pekerjaan sepenuhnya di masa akan datang.

3. Saran Penelitian

Peneliti berharap agar peneliti selanjutnya yang berkaitan dengan

penelitian ini menggunakan metode observasi partisipan demi

mendapatkan hasil penelitian yang lebih baik dan konkret. Hal ini

peneliti yakini akan sangat membantu proses pengolahan dan

penyajian data agar dapat mendeskripsikan proses dan wujud dari

komunikasi internasional itu sendiri.

Universitas Sumatera Utara

DAFTAR REFERENSI

Alo liliweri, 2011. Komunikasi Serba Ada Serba Makna. Jakarta. Prenada

Media Group.

A.W.Widjaya. 2000. Ilmu Komunikasi Pengantar Studi. Jakarta. Rineka

Cipta.

Ardianto, Elvinaro.2014. Metodologi Penelitian Untuk Public Relations.

Bandung. PT. Simbiosa Rekatama Media.

Arifin, Anwar. 1984. Strategi Komunikasi. Armico. Bandung.

Bajari, Atwar. 2015. Metode Penelitian Komunikasi. Bandung. PT.

Remaja Rosdakarya.

Bungin, Burhan. 2015. Metodologi Penelitian Kualitatif. Depok.

Rajagrafindo Pustaka.

Cangara, Hafied. 1998, Pengantar Ilmu Komunikasi. Bandung. PT Raja

Grafindo Persada.

Danim, Sudarwan. 2002. Menjadi Peneliti Kualitatif. Bandung. Pustaka

Setia.

Effendy, Onong Uchjana. 2003. Ilmu, Teori, dan Filsafat komunikasi.

Bandung: PT. Citra Aditya Bakti.

Farwell, James P. 2012. The Art of Strategic Communication. Washington,

DC. Georgetown University Press.

Geddes & Grosset. 2003. Webster‟s Compact English Dictionary,

Scotland, David Dale House.

Griffin, EM. 2003. A First Look at Communication Theory. New York,

Mc Graw Hill.

Gudykunst, William. 2005. Theorizing about Intercultural

Communication, India, Sage Publications, Inc.

Hasan, M. Iqbal. 2002. Pokok-pokok Materi Metodologi Penelitian dan

Aplikasinya. Ghalia Indonesia, Bogor.

Hadiwinata, Bob Sugeng. 2017. Studi dan Teori Hubungan Internasional.

Yayasan Pustaka Obor Indonesia. Jakarta.

Universitas Sumatera Utara

Hilmi, Irfan. 2017. Hubungan Kerjasama Bilateral Indonesia-Laos

melalui Diplomasi KBRI Vientiane di Bidang Pendidikan Tahun

2010-2016. (http://repository.unpas.ac.id/13006/).

Lunenburg, Fred C. 2010. Communication: The Process, Barriers, and

Improving Effectiveness. Scholing Volume 1, Number 1, 2010.

Magdalena Mircea, Theodora. 2014. Diplomatic Communication in the

Dynamic of the International Relations. Academica Brancusi

Publisher, ISSN 1844 – 6051.

Muhtadi, Asep Saeful. 2015. Perkembangan Politik dan Sistem Birokrasi.

Bandung. CV. Pustaka Setia.

Moleong, Lexy J. 2006. Metode. Penelitian Kualitatif. Bandung.

Rosdakarya.

Nalwanga Magambo, Caroline. 2011. Trends in Diplomatic

Communication: A Case Study of Uganda.

(https://www.diplomacy.edu/sites/default/files/02012012122033

%20Nalwanga%20%28Library%29.pdf ).

Namawi, Hadari. 2001. Metodologi Penelitian Sosial. Yogyakarta.

Gajahmada University Press.

Purbayanto, Ari. 2016. Dua Tahun Bersama Dubes Herman Prayitno.

Yogyakarta. Inspira Book.

Soehartono, Irawan. 2004. Metode Penelitian Sosial. Bandung: PT.

Remaja Rosdakarya

Rakhmat, Jalaluddin. 2007. Psikologi Komunikasi. Bandung. PT. Remaja

Rosdakarya.

Shoelhi, Mohammad. 2011. Diplomasi; Praktik Komunikasi Internasional.

Bandung. PT. Remaja Rosdakarya.

________________. 2015. Komunikasi Lintas Budaya. Bandung. PT.

Remaja Rosdakarya.

Syukriadi, Sambas. 2016, Antroplogi Komunikasi, Bandung, CV Pustaka

Setia.

Waldher & Peter. 2011. Towards an Integrative Approach to

Communications Styles: The Interpersonal Circumplex and the

Universitas Sumatera Utara

Five-Factor Theory of Personality as Frames of Reference.

(https://www.researchgate.net/publication/270569004 ).

West Richard dan Lynn H. Turner. 2008. Pengantar Teori Komunikasi:

Analisis Dan Aplikasi. Buku 1 edis ke-3 Terjemahan Maria

Natalia Damayanti Maer. Jakarta: Salemba Humanika.

Sumber Lainnya:

http://www.worldbank.org/en/country/indonesia/overview

https://kbbi.web.id/diplomasi

http://indonesia.go.id/?page_id=9119

http://kbrikualalumpur.org/w/2017/02/24/kedutaan-besar-ri-di-kuala-

lumpur/

https://id.wikipedia.org/wiki/Atase_kedutaan

http://atdikbudkl.org/tentang-kami/

http://www.socialresearchmethods.net/kb/unitanal.htm

https://qualitativeinquirydailylife.wordpress.com/chapter-8/chapter-8-

spradleys-approach-to-interpretation/

http://international.ristekdikti.go.id/2017/indonesia-and-malaysia-two-

brotherhoods-that-commit-to-collaborate-together-in-developing-human-

resources-science-technology-and-innovation-hesti

http://libguides.usc.edu/writingguide/theoreticalframework

https://www.beyondintractability.org/essay/interest-based_bargaining

https://www.negotiations.com/articles/negotiation-types

http://unesdoc.unesco.org/images/0023/002336/233610e.pdf

http://www.cybertesis.cl/importance-education-essay/

http://edukasi.kompas.com/read/2011/03/30/11062265/Menarik.Mahasisw

a.Internasional

http://setnas-asean.id/site/uploads/document/journals/file/59b0f6f35cbc3-

27-cluster-sosbud-sti-komunikasi-lspr.pdf

http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/pengabdian/satoto-endar-

nayono/strategi-internasionalisasi.pdf

Universitas Sumatera Utara

LAMPIRAN

PEDOMAN WAWANCARA

INFORMAN I

Nama : Prof. Dr. Ari Purbayanto

Jenis Kelamin : Laki-laki

Tempat/Tanggal Lahir : Palembang, 21 Januari 1966

Posisi/Jabatan : Atase Pendidikan & Kebudayaan

Kontak : [email protected] / +603-21164123

Tanggal Wawancara : 27 Oktober 2017

Waktu Wawancara : Pukul 18.15

Lokasi Wawancara : Ruang Atase Pendidikan KBRI Kuala Lumpur

Pertanyaan yang akan peneliti ajukan kepada Informan I adalah:

1. Apa yang mendorong atau memotivasi Bapak untuk menjadi Atase

Pendidikan dan Kebudayaan di Kedutaan Besar Republik Indonesia –

Kuala Lumpur, Malaysia?

2. Bagaimana pandangan Bapak terhadap sistem pendidikan di Malaysia dan

perbandingannya dengan sistem pendidikan di Indonesia?

3. Apa saja unsur-unsur yang menjadi pendorong hubungan kerja sama bagi

Indonesia dan Malaysia dalam aspek pendidikan tinggi?

4. Apa saja strategic planning Bapak dalam melaksanakan tugas sebagai

Atase Pensdidikan KBRI Kuala Lumpur dalam meningkatkan hubungan

kerja sama pendidikan tinggi Indonesia-Malaysia?

5. Apakah negosiasi menjadi salah satu cara yang paling sering dan Bapak

maksimalkan dalam menjalin kerja sama?

6. Bagaimanakah peranan Bapak dalam sebuah pertemuan antara pihak

Indonesia dan pihak Malaysia dalam menjalin kerja sama? Siapakah yang

lebih proaktif?

Universitas Sumatera Utara

7. Gaya komunikasi seperti apa yang Bapak biasa lakukan dalam

bernegosiasi dengan pihak Malaysia?

8. Apakah Bapak melakukan pendekatan-pendekatan tertentu dalam

menentukan gaya komunikasi yang akan Bapak terapkan?

9. Siapa saja stakeholders dari Malaysia maupun Indonesia yang terkait

dalam membangun kerja sama pendidikan tinggi?

10. Seberapa sering atau intens komunikasi dilakukan dengan kedua belah

pihak negara dalam membangun kerja sama?

11. Apa saja tahapan yang dilakukan dalam membangun kerja sama

pendidikan tinggi?

12. Melalui media apa sajakah komunikasi dilakukan? Face-to-face meeting,

e-mail, etc.

13. Apakah ada perbedaan strategi khusus/cara khusus yang Bapak lakukan

dalam bernegosiasi dengan pihak pemerintahan dan institusi non-

pemerintahan?

14. Bagaimanakah sikap Bapak jika pihak Malaysia lebih dominan dalam

menentukan kesepakatan kerja sama?

15. Apa saja kendala yang Bapak rasakan selama menjabat sebagai Atase

Pendidikan dalam aspek kerja sama perguruan tinggi Indonesia-Malaysia?

16. Bahasa apa yang lebih digunakan dalam pertemuan perguruan-perguruan

tinggi Indonesia-Malaysia?

17. Apakah ada gaya komunikasi yang telah diarahkan secara khusus,

mengingat jabatan ini masih dalam ruang lingkup dunia diplomatik?

18. Menurut Bapak, jalur manakah yang lebih mudah diterapkan dalam

mewujudkan komunikasi internasional? First track diplomacy, second

track diplomacy atau multi track diplomacy? Dan mengapa demikian?

19. Menurut Bapak, seberapa penting peranan komunikasi internasional dalam

menentukan hubungan kerja sama pendidikan tinggi Indonesia-Malaysia?

20. Dan seberapa besar peranan Atdikbud dalam menetukan hubungan kerja

sama Indonesia-Malaysia?

Universitas Sumatera Utara

INFORMAN II

Nama : Erwinsyah, SH. LLM

Jenis Kelamin : Laki-laki

Posisi/Jabatan : Staf Ahli Atase Pendidikan

Kontak : [email protected] / +603-2116-4130

Tanggal Wawancara : 26 Oktober 2017

Waktu Wawancara : Pukul 09.30

Lokasi Wawancara : Ruang Atase Pendidikan KBRI Kuala Lumpur

Pertanyaan yang akan peneliti ajukan kepada Informan II adalah:

1. Bagaimana pandangan Bapak terhadap sistem pendidikan di Malaysia dan

perbandingannya dengan sistem pendidikan di Indonesia?

2. Apa saja unsur-unsur yang menjadi pendorong hubungan kerja sama bagi

Indonesia dan Malaysia dalam aspek pendidikan tinggi?

3. Apa saja strategic planning Bapak dalam melaksanakan tugas sebagai staf

ahli kerja sama perguruan tinggi di Atase Pensdidikan KBRI Kuala

Lumpur?

4. Apakah negosiasi menjadi salah satu cara yang paling sering dan Bapak

maksimalkan dalam menjalin kerja sama?

5. Bagaimanakah peranan Bapak dalam sebuah pertemuan antara pihak

Indonesia dan pihak Malaysia dalam menjalin kerja sama? Siapakah yang

lebih proaktif?

6. Gaya komunikasi seperti apa yang Bapak biasa lakukan dalam

bernegosiasi dengan pihak Malaysia?

7. Apakah Bapak melakukan pendekatan-pendekatan tertentu dalam

menentukan gaya komunikasi yang akan Bapak terapkan?

8. Siapa saja stakeholders dari Malaysia maupun Indonesia yang terkait

dalam membangun kerja sama pendidikan tinggi?

9. Seberapa sering atau intens komunikasi dilakukan dengan kedua belah

pihak negara dalam membangun kerja sama?

Universitas Sumatera Utara

10. Apa saja tahapan yang dilakukan dalam membangun kerja sama

pendidikan tinggi?

11. Melalui media apa sajakah komunikasi dilakukan? Face-to-face meeting,

e-mail, etc.

12. Apakah ada perbedaan strategi khusus/cara khusus yang Bapak lakukan

dalam bernegosiasi dengan pihak pemerintahan dan institusi non-

pemerintahan?

13. Bahasa apa yang lebih digunakan dalam pertemuan perguruan-perguruan

tinggi Indonesia-Malaysia?

14. Apakah ada gaya komunikasi yang telah diarahkan secara khusus,

mengingat jabatan ini masih dalam ruang lingkup dunia diplomatik?

15. Apa saja kendala yang Bapak rasakan selama bekerja dan sering dikirim

sebagai perwakilan Atase Pendidikan dalam aspek kerja sama perguruan

tinggi Indonesia-Malaysia?

16. Menurut Bapak, jalur manakah yang lebih mudah diterapkan dalam

mewujudkan komunikasi internasional? First track diplomacy, second

track diplomacy atau multi track diplomacy? Dan mengapa demikian?

17. Menurut Bapak, seberapa penting peranan komunikasi internasional dalam

menentukan hubungan kerja sama pendidikan tinggi Indonesia-Malaysia?

18. Dan seberapa besar peranan Atdikbud dalam menetukan hubungan kerja

sama Indonesia-Malaysia?

Universitas Sumatera Utara

INFORMAN III

Nama : Doni Ropawandi

Jenis Kelamin : Laki-laki

Posisi/Jabatan : Mahasiswa/Ketua Umum PPI Malaysia

Kontak : [email protected] / +6285222353155

Tanggal Wawancara : 02 Juli 2018

Waktu Wawancara : Pukul 19.00 WIB

Lokasi Wawancara : Skype Video Call

Pertanyaan yang akan peneliti ajukan kepada Informan III adalah:

1. Apa yang membuat anda tertarik untuk studi di Malaysia?

2. Bagaimana pandangan anda terhadap sistem pendidikan di Malaysia dan

perbandingannya dengan sistem pendidikan di Indonesia?

3. Sudah berapa lama bergabung di PPI-Malaysia?

4. Sebelum menjabat posisi Ketua Umum PPI-Malaysia, apa pandangan anda

terhadap program dan kegiatan PPI-Malaysia?

5. Apa yang mendorong atau memotivasi Saudara untuk menjadi Ketua

Umum PPI-Malaysia?

6. Apa saja visi dan misi Saudara sebagai Ketua Umum untuk PPI-Malaysia

ke depannya ?

7. Seberapa sering atau intens komunikasi anda dengan Atdikbud KBRI

Kuala Lumpur dalam membahas program kegiatan PPI-Malaysia?

8. Seberapa besar peranan Atdikbud KBRI Kuala Lumpur terhadap PPI-

Malaysia?

9. Seberapa sering PPI-Malaysia dilibatkan dengan dan oleh Atdikbud KBRI

Kuala Lumpur?

10. Apakah ada perguruan tinggi ataupun institusi lainnya yang melibatkan

PPI-Malaysia dalam events yang mereka buat tanpa ada kerja sama

langsung dengan Atdikbud KBRI Kuala Lumpur?

11. Menurut anda, bagaimana kesan anda terhadap kinerja Atdikbud dalam

melayani pelajar-pelajar Indonesia disana dan sebagai bridge bagi

stakeholders perguruan tinggi Indonesia-Malaysia?

Universitas Sumatera Utara

12. Program kegiatan Atdikbud yang manakah yang paling berkesan sangat

baik bagi anda? (Misal: students exchange, education expo, kegiatan-

kegiatan yang langsung ke publik Malaysia)

13. Sebagai pelajar Indonesia, bagaimanakah respon/sikap masyarakat

Malaysia terhadap program dan kegiatan yang dilaksanakan oleh PPI-

Malaysia dan Atdikbud KBRI Kuala Lumpur?

14. Apakah ada kesulitan atau kendala yang dihadapi selama studi di

Malaysia? (bahasa, gegar budaya, lifestyle)

15. Menurut anda, seberapa pentingkah peranan Atdikbud KBRI KL dalam

urusan pendidikan tinggi Indonesia-Malaysia?

Universitas Sumatera Utara

TRANSKRIP WAWANCARA

Keterangan: P = Peneliti

R = Responden

INFORMAN I

Nama : Prof. Dr. Ari Purbayanto

Jenis Kelamin : Laki-laki

Tempat/Tanggal Lahir : Palembang, 21 Januari 1966

Posisi/Jabatan : Atase Pendidikan & Kebudayaan

Kontak : [email protected] / +603-21164123

Tanggal Wawancara : 27 Oktober 2017

Waktu Wawancara : Pukul 18.15

Lokasi Wawancara : Ruang Atase Pendidikan KBRI Kuala Lumpur

P: Apa yang mendorong atau memotivasi Bapak untuk menjadi Atase

Pendidikan dan Kebudayaan di Kedutaan Besar Republik Indonesia – Kuala

Lumpur, Malaysia?

R: Saya adalah orang yang suka tantangan dik Hilyah. Latar belakang saya kan

akademisi, dosen, dan saya sudah guru besar di IPB, di umur yang tergolong

masih cukup muda loh saya ini dibandingkan dengan guru besar umumnya. Jadi,

rasanya dari segi karir akademis sudah tidak ada lagi yang mau dikejar. Jabatan

juga sudah banyak yang dicicipi.Jadi, ketika ada tawaran untuk posisi Atdikbud,

ya saya coba saja. Karena saya selalu punya spirit yang tinggi untuk menambah

pengalaman terus sepanjang hidup saya. Apalagi passion saya memang di dunia

pendidikan. Saya punya tiga prinsip hidup tersebut dik, Hilyah. Challenge, spirit,

passion itu yang memotivasi saya.

Universitas Sumatera Utara

P: Bagaimana pandangan Bapak terhadap sistem pendidikan di Malaysia

dan perbandingannya dengan sistem pendidikan di Indonesia?

R: Saya akui secara general memang sistem pendidikan di Malaysia lebih baik

dibandingkan di Indonesia. Malaysia punya Blueprint yang menjadikan

pendidikan disini lebih stabil dan sustainable. Di Indonesia, sistemnya terus

berganti-ganti seiring dengan pergantian pemerintah yang menjabat. Hal ini tidak

sesuai dengan ekspektasi pendidikan di Indonesia yang maunya setara pendidikan

kelas dunia. Padahal, pendidikan itu kan punya proses, dan berkesinambungan,

perlu waktu yang tidak sebentar.

P: Apa saja unsur-unsur yang menjadi pendorong hubungan kerja sama

bagi Indonesia dan Malaysia dalam aspek pendidikan tinggi?

R: Letak wilayah kita yang berdekatan dan strategis bisa jadi salah satu faktor

pendorongnya. Ini disebabkan mobilitas masyarakat kedua negara yang cukup

tinggi juga dik. Kita lihat saja sudah berapa banyak WNI kita hilir mudik kesini.

Ada yang sebagai TKI, mahasiswa, wisatawan Indonesia juga berlimpah disini.

Unsur budaya juga mempengaruhi hubungan kerjasama kita. Budaya Indonesia

dan Malaysia kan sebenarnya satu rumpun. Hanya yang membedakannya karena

penjajah kita dulu berbeda. Kita lama dijajah Belanda, Malaysia dijajah Inggris.

Banyaknya kesamaan budaya dan bahasa memudahkan warga Indonesia dan

Malaysia untuk saling exchange. Nah, untuk sektor pendidikan tinggi umumnya

Indonesia lebih berorientasi untuk urusan BAN-PT dengan membuat MoU/MoA

sebanyak-banyaknya dengan perguruan tinggi di luar negeri. Sebenarnya ini hal

yang sangat baik, karena bisa mendorong kemajuan pendidikan tapi secara

praktiknya sering juga tidak sesuai. Sedangkan orientasi yang dimiliki Malaysia

terhadap negara kita lebih kepada sumber daya manusia. SDM kita itu dianggap

mereka lebih tinggi ethos- nya dalam belajar dan bekerja di tengah kesulitan yang

berbanding terbalik dengan Malaysia yang benar-benar mengutamakan

kesejahteraan rakyatnya, terkhusus lagi dalam aspek pendidikan.

Universitas Sumatera Utara

P: Apa saja strategic planning Bapak dalam melaksanakan tugas sebagai

Atase Pensdidikan KBRI Kuala Lumpur dalam meningkatkan hubungan

kerja sama pendidikan tinggi Indonesia-Malaysia?

R: Strategic planning yang saya jadikan pedoman adalah Renstra Kemendikbud

2015-2019. Renstra ini sebagai pedoman pelaksanaan tugas teknis Atase

Pendidikan dan barometer target yang harus dicapai. Kalau dilihat dari Renstra

tersebut, salah satu sasaran program dan indikator kinerja program dukungan

manajemen dan pelaksanaan tugas teknis adalah tingkat kepuasan pemangku

kepentingan Kemendikbud di luar negeri terhadap layanan Atdikbud/DEWATAP

UNESCO dan SLN dengan estimasi persentase 89% di tahun 2014, 92% (2015),

94% (2016), 96% (2017), 98% (2018), 100% (2019). Nah, Alhamdulillah

Atdikbud KBRI Kuala Lumpur sudah mencapai target sesuai barometer tersebut

dan Insha Allah akan terus ditingkatkan.

P: Apakah negosiasi menjadi salah satu cara yang paling sering dan Bapak

maksimalkan dalam menjalin kerja sama?

R: Oh tentu saja, Hilyah. Saya selalu mengupayakan jalur negosiasi untuk segala

urusan Atdikbud yang berkaitan dengan hubungan kerjasama. Menjadi seorang

atase itu juga harus bisa sebagai seorang negosiator. Negosiator harus mampu

menumbuhkan rasa trust pada orang lain maupun trust orang lain terhadap kita.

Untuk mendapatkan kepercayaan orang lain tidak susah dan tidak gampang juga

dik Hilyah. Ini harus secara alamiah supaya orang-orang yang bernegosiasi bisa

merasa nyaman. Nyaman dalam artian tidak merasa terintimidasi dengan

penampilan atau latarbelakang seseorang. Kadang-kadang kita bisa merasa tidak

nyaman ketika penampilan yang tidak meyakinkan atau karena kemampuan

bahasa yang terbatas. Saya pribadi merasa nyaman dan aman di Malaysia ini,

karena memang negaranya multikultural. Indonesia- Malaysia itu kan ya mirip-

mirip sih sebenarnya. Jadi, Malaysia ini terdiri dari tiga ras asli, ada Tamil, Cina,

dan pastinya Melayu. Ya makanya saya tidak merasa seperti orang asing disini.

Karena kalau orang gatau saya ini siapa, banyak yang mikirnya saya orang asli

sini dik.

Universitas Sumatera Utara

P: Bagaimanakah peranan Bapak dalam sebuah pertemuan antara pihak

Indonesia dan pihak Malaysia dalam menjalin kerjasama? Siapakah yang

lebih proaktif?

R: Pada dasarnya ya sebagai fasilitator atau mediator dik Hilyah. Karena

fungsinya lebih sebagai perwakilan dan penengah pihak-pihak yang berurusan.

Kan banyak sekali perguruan tinggi Indonesia maupun Malaysia yang datang

kemari untuk kerjasama, atau kadang-kadang minta masukan bagaimana untuk

mempromosikan universitasnya di Indonesia ataupun sebaliknya. Dan mengenai

siapa yang lebih proaktif sebenarnya sama saja ya. Indonesia dan Malaysia sama-

sama aktif. Tapi kalau mau melihat dari segi kontribusi ya barangkali lebih

dominan Malaysia ya, karena mereka kan punya dana pendidikan lebih besar. Dari

segi komitmen juga lebih konkret Malaysia dibandingkan Indonesia. Gimana ya

dik, kita bicara realitanya saja. Orientasi Indonesia itu ya rata-rata hanya untuk

BAN-PT. Hanya mau tanda tangan MoU tanpa mempertimbangkan matang-

matang programnya jalan atau Tilak. Nah, peranan saya mendampingi mereka-

mereka ini yang mau menjalin kerjasama, kita fasilitasi saja. Kadang di KBRI ini

diadakan pertemuannya, kadang mereka adakan di kampus mereka secara

bergantian. Ya Atdikbud mendampingi dan memberikan masukan saja sih,

khususnya yang perlu diperhatikan atau dikoreksi pada MoU. Biasanya saya juga

dijadikan sebagai saksi dalam nota kesepahaman, hal ini mencegah perselisihan

yang mungkin bisa saja terjadi sewaktu-waktu. Karena saya dan Pak Erwin akan

membantu administrasinya, seperti memeriksa draft MoU dan di-check apakah

sudah sesuai dengan hukum yang berlaku di kedua negara.

P: Gaya komunikasi seperti apa yang Bapak biasa lakukan dalam

bernegosiasi dengan pihak Malaysia?

R: Kalau gaya komunikasi pastinya saya sesuaikan dik Hilyah. Gaya komunikasi

itu jarus disesuaikan dengan kepribadian individu masing-masing yang punya

objektif atau goal yang sama. Goal-nya kan yang utama itu to convince people.

Jadi nih saya boleh sedikit cerita ya. Kemarin itu kita kan ada masalah cultural

claim yang menyebabkan suasana masyarakat Indonesia dan Malaysia memanas.

Jadi ada yang merendahkan bangsa kita yang buat saya kesal. Ya langsung saya

Universitas Sumatera Utara

ancam saja. Saya bilang seperti ini dik, “saya tidak terima atas sikap merendahkan

bangsa apapun itu, apalagi bangsa saya, bangsa Indonesia. Kalau tidak diusut oleh

pihak Malaysia, saya akan mengeluarkan surat peringatan dan pernyataan di

media bahwa studi di Malaysia tidak aman. WNI akan di rendahkan dan bisa saja

di intimidasi maka saya akan tidak merekemondasikan WNI untuk sekolah di

Malaysia”. Takut mereka dik Hilyah, ya karena Indonesia kan urutan ke-2

mahasiswa asing terbanyak di Malaysia, yang mendatangkan devisa buat mereka.

Nah, bentuk ancaman ini salah satu contoh gaya komunikasi saya ketika

situasinya memang memerlukan untuk bersikap tegas dan sedikit agresif. Kadang-

kadang kita harus dominan juga dik Hilyah. Tapi saya pada dasarnya orang

terbuka dan bahkan dalam urusan professional bisa juga diajak berteman. Kalau

kita terbuka dan bisa berteman, ya orang akan nyaman berkomunikasi dengan

kita. Kita pun juga lebih mudah untuk menyampaikan sesuatu, apalagi

bernegosiasi. Saya juga orangnya ga neko-neko alias gaya komunikasinya tidak

terlalu formal, ya kita santai tapi tetap serius isinya. Ga mesti yang seperti

diplomat pada umumnya, yang cara berbicaranya sangat formal dan sangat politis,

jadi ya kita susah juga memaknainya karena jadi seperti ambigu. Dan kita harus

flexible juga dik, kita harus pandai-pandai melihat personality lawan bicara kita,

orangnya seperti apa, interest-nya kira-kira bagaimana, nah dari situ kita bisa

sesuaikan gaya komunikasi seperti apa yang tepat.

P: Apakah Bapak melakukan pendekatan-pendekatan tertentu dalam

menentukan gaya komunikasi yang akan Bapak terapkan?

R: Ya jelas donk. Pendekatan budaya salah satu yang saya gunakan. Sebenarnya

ketika kita tahu bagaimana budaya orang lain, memahami betul, ikut berpartisipati

langsung ke tradisinya. Pasti dari situ kita bisa melihat, apa yang biasa mereka

bicarakan. Apa-apa saja yang tidak boleh dibicarakan, istilah-istilah apa yang

mungkin lebih dipahami mereka. Dari situ kita bisa nyambung nanti ngobrolnya.

Karena ya ga mungkin kita mau kerjasama, langsung negosiasi tanpa ada saling

kenalan dulu. Kan kita juga perlu tahu minat dan potensi mereka yang bisa

dikolaborasikan bersama. Nah, contohnya saja ya dik Hilyah. Kalau kita orang

Indonesia masih bisa menemukan orang-orang yang masa cuti atau libur yang

mau dihubungi walaupun itu tentang kerjaan. Kalau disini, mereka tidak peduli

Universitas Sumatera Utara

mau itu yang menghubungi dari saya atau kedutaan lainnya ya kalau lagi masa

cuti ya cuti. Jadi kadang-kadang pekerjaan terhambat juga. Dan kalau kita

biasanya ya disambungkan ke orang lain yang tidak cuti donk ya. Nah kalau

disini, kalau sudah si A yang ngurus. Si B dan C yang sebidang dan bisa

memegang kerjaan itu pun tidak dikasi. Tetap harus nungguin kesediaan si A.

Tapi kalau memang saat bekerja, tidak masa cuti pribadinya, orang-orangnya saya

akui lumayan profesional. Ya tapi saat jam operasional saja begitu dik Hilyah.

P: Siapa saja stakeholders dari Malaysia maupun Indonesia yang terkait

dalam membangun kerja sama pendidikan tinggi?

R: Beragam dik. Banyak pihak yang terlibat tentunya. Baik itu dari kalangan

pemerintahan maupun non pemerintahan. Kita sudah pasti berhubungan dengan

Kementerian Pendidikan Malaysia, Jabatan Imigresen Malaysia, ini untuk hal

urusan VISA pelajar, guru-guru, dosen, researcher. Kebanyakan kerjasama kita

dengan perguruan tinggi Malaysia dik. Kita ada kerjasama dengan Universiti

Malaya, UKM, UPM, USM, dan masih banyak lagi. Pokoknya selagi ada

kaitannya, ya kita selalu siap untuk buat kerjasama, asal ada hubungannya dengan

pendidikan dan kebudayaan.

P: Seberapa sering atau intens komunikasi dilakukan dengan kedua belah

pihak negara dalam membangun kerja sama?

R: Kita berkomunikasi cukup tinggi intensitasnya, apalagi dalam hal nota

kesepahaman, tentang penjadwalan kunjungan-kunjungan yang diadakan. Ya

kamu lihat aja jadwal kegiatan Atdikbud, padat banget kan? Senin sampai jumat,

sabtu minggu juga sering ada acara yang tidak bisa dilewatkan. Apalagi kalau

sudah Duta Besar ngasi disposisi ke Atdikbud ya harus dilaksanakan. Kita selalu

maksimalkan pertemuan tatap muka. Itu untuk meminimalisir kesalahpahaman,

kadang-kadang kita bisa saja tidak satu persepsi ya kan. Sebetulnya juga

bernegosiasi sampai final lobbying lebih bagus tatap muka daripada via email.

Lebih efektif dan efisien juga waktunya. Bagi saya, pertemuan-pertemuan ini

sangat penting, karena disinilah komunikasi internasional itu banyak terwujud dik.

Berkomunikasi langsung bisa lebih powerful dibandingkan dengan menggunakan

media platforms lainnya. Kalau kita mau negosiasi yang persuasif juga lebih

Universitas Sumatera Utara

efektif dari komunikasi verbal. Suara kita, mimik wajah dan gesture tubuh ikut

berperan untuk meyakinkan orang. Beda budaya dan bahasa itu susah-susah

gampang juga dik Hilyah. Secara psikologis pun kita bisa lakukan ya pada

komunikasi langsung ya kan.

P: Apa saja tahapan yang dilakukan dalam membangun kerja sama

pendidikan tinggi?

R: Biasanya tahapannya diawali dengan berkoordinasi sama staf Atdikbud. Kirim

surat resmi dulu atau kirim email/fax yang menyertakan kepentingan untuk

melibatkan Atdikbud KBRI Kuala Lumpur. Setiap permohonan nantinya akan

disampaikan staf ke saya. Nanti saya yang disposisikan apakah dilanjutkan atau

tidak. Tapi umumnya semua kita lanjutkan untuk diproses. Kita kan sifatnya

melayani apa yang bisa di fasilitasi dik. Biasanya setelah pihak Indonesia atau

Malaysia berhubungan dengan Pak Erwin, karena saya sudah percayakan urusan-

urusan kerjasama sama Pak Erwin. Tapi ya tetap di update ke saya. Pokoknya

semua di sesuaikan dengan permintaan kedua belah pihak yang bersangkutan dik.

Saya juga sering diminta sebagai pembicara di universitas Malaysia dan

Indonesia. Biasanya saya menyanpaikan kuliah umum mengenai peran dan fungsi

Atdikbud KBRI Kuala Lumpur. Nah, untuk kegiatan yang sifatnya tatap muka

selalu dihadiri oleh Atdikbud, baik diadakan di Malaysia maupun Indonesia.

P: Melalui media apa sajakah komunikasi dilakukan? Face-to-face meeting,

e-mail, etc.

R: Media yang biasa aja dik. Surat resmi, email, telepon/fax, media pertelevisian

di Malaysia juga, ya saya lumayan sering juga di undang untuk mewakili KBRI

untuk mensosialisasikan tentang visi misi Atdikbud. Brosur dan poster juga kita

sering buat dan sebarkan ke mitra-mitra kita.

P: Apakah ada perbedaan strategi khusus/cara khusus yang Bapak lakukan

dalam bernegosiasi dengan pihak pemerintahan dan institusi non-

pemerintahan?

R: Yes, tentunya ada. Jadi gini dik Hilyah, kalau bernegosiasinya dengan pihak

pemerintahan atau biasa istilahnya first track diplomacy, biasanya tetap formal.

Universitas Sumatera Utara

Tapi kan saya orangnya lebih speak up untuk memberikan ide-ide yang inovatif.

Jadi kalau dibandingkan dengan atase pendidikan lainnya, ya paling hanya saya

yang berani speak up seperti itu. Dan saya juga terbuka dengan pihak non-

pemerintahan. Barangkali dik Hilyah juga sudah tahu istilah untuk yang ini adalah

second track diplomacy. Jalur kedua ini kan interaksinya sama orang-orang yang

non-pemerintahan, jadi kita ga perlu formal-formal sekali. Simple, santai tapi tetap

berisi. Konkret kerjanya.

P: Menurut Bapak, jalur manakah yang lebih mudah diterapkan dalam

mewujudkan komunikasi internasional? First track diplomacy, second track

diplomacy atau multi track diplomacy? Dan mengapa demikian?

R: Kalau saya lebih senang dengan second track diplomacy ya, walaupun dua-

duanya dipakai. Ini mungkin karena latarbelakang saya orang bukan dari politik

atau diplomatik asli. Saya kan dosen di universitas, jadi rasanya kalau mau gaya

diplomat banget ya circle-nya nanti ya kalangan elite semua, orang-orang

pemerintahan semua. Padahal yang merasakan dampaknya nanti masyrakat biasa

juga. Jadi lebih puas rasanya saya berinteraksi langsung dengan menggunakan

second track diplomacy. Masyarakat ini kan macam-macam profesinya, dan yang

sebenarnya yang mengeksekusi program kegiatan dari kerjasama itu paling ya

praktisi juga, orang lapangan juga, mahasiswa juga, jadi ya rasanya lebih

membaur dan konkret saja kerja kita.

P: Bagaimanakah sikap Bapak jika pihak Malaysia lebih dominan dalam

menentukan kesepakatan kerja sama?

R: Saya bisa dikatakan cenderung agresif dan dominan dalam urusan kerjasama

yang langsung melibatkan Atdikbud. Apalagi kalau sudah kelihatan tuh Malaysia

yang kadang-kadang geraknya mulai agresif dan dominan. Wajar saja sih,

namanya mereka punya kontribusi finansial yang cukup besar. Tapi saya tetap

gamau kalah donk. Martabat bangsa kita harus di nomor satukan. Saya berani

menentang segala hal jika itu sudah menyangkut nilai-nilai kebangsaan negara

kita. Biar saja hubungan bilateral jadinya terpengaruh, kalau ga terpengaruh ga

bakal ada perubahan. Tanpa ada masalah yang sangat crucial juga hubungan

bilateralnya on-off juga ya kan.

Universitas Sumatera Utara

P: Apa saja kendala yang Bapak rasakan selama menjabat sebagai Atase

Pendidikan dalam aspek kerja sama perguruan tinggi Indonesia-Malaysia?

R: Kendala kita di SDM dik Hilyah. Kita tuh ya sudah mengirimkan permohonan

ke Kemenlu untuk penambahan SDM, ga hanya di Atdikbud tapi juga bidang-

bidang lain KBRI Kuala Lumpur sudah pada kewalahan juga dik. Tapi ya belum

juga dipenuhi. Padahal banyak kerjaan yang memerlukan tenaga SDM, kerjaan

kita kan sifatnya pelayanan. Ya ini salah kendala yang paling besar sih. Mudah-

mudahan tahun ini dijawab Kemenlu ya permohonan kami. Ini juga demi

kepentinngan memaksimalkan kinerja KBRI. Kalau mengenai dana / finansial itu

tidak terlalu menjadi kendala besar. Karena tiap tahunnya sudah ada disiapkan dan

tidak semua program kerjasama mengeluarkan biaya, bahkan kita selalu

mengusahakan zero cost dengan saling bertukar ide atau gagasan dan sumber daya

yang memungkinkan bagi pihak-pihak yang berhubungan.

P: Bahasa apa yang lebih digunakan dalam pertemuan perguruan-

perguruan tinggi Indonesia-Malaysia?

R: Jadi gini dik, bagi saya kemampuan bahasa asing itu penting, ya minimal

bahasa Inggris dikuasai, jika bisa lebih dari satu bahasa asing yang dikuasai, itu

akan jadi nilai plus kita. Terus terang bagi saya kemampuan bahasa Asing yang

mungkin belum sempurna ya gapapa, selama lawan bicara kita paham ya berarti

pesan dan informasinya sudah berhasil sampai. Jadi, kalau di pertemuan-

pertemuan saya lebih sering pakai bahasa Inggris tapi pastiny tetap campur

dengan bahasa Melayu yang sebenarnya hampir-hampir sama dengan bahasa

Indonesia.

P: Apakah ada gaya komunikasi yang telah diarahkan secara khusus,

mengingat jabatan ini masih dalam ruang lingkup dunia diplomatik?

R: Oh kalau itu sih tidak ada. Ya ini disebabkan kitanya juga bukan dari latar

belakang HI. Walaupun ada dulu pelatihan untuk dinas ke luar negeri setelah lulus

seleksi berkas, tapi sepengalaman saya kita para atase terpilih tidak ada diarahkan

Universitas Sumatera Utara

secara khusus gitu gaya komunikasinya. Self-learning aja sih dik, belajar yang

paling efektif itu kan dengan belajar langsung di lingkungannya/ bidangnya. Saya

juga pelan-pelan menyesuaikan gaya berkomunikasi dan cara bersikap setelah

mulai menjadi Atase. Tapi ya itu semua disesuaikan dengan kepribadian kita.

P: Menurut Bapak, seberapa penting peranan komunikasi internasional

dalam menentukan hubungan kerja sama pendidikan tinggi Indonesia-

Malaysia?

R: Sebenarnya komunikasi internasional itu sangat berperan dalam segala aspek,

apalagi dalam hal hubungan kerjasama luar negeri. Kemampuan berkomunikasi

yang efektif dan persuasif itu turut mempengaruhi capaian kinerja kita loh dik

Hilyah. Dan komunikasi internasional itu bukan semata-mata penguasaan bahasa

asing, tapi juga kemampuan dalam menilai kepribadian, dapat membaca situasi

dan kondisi, hingga mampu meyakinkan orang lain sampai mencapai win-win

solution.

P: Dan seberapa besar peranan Atdikbud dalam menetukan hubungan kerja

sama Indonesia-Malaysia?

R: Pastinya berperan besar. Atdikbud ini semacam wadah pertukaran program

kerja, as a bridge bagi Indonesia dan Malaysia tentunya. Segala urusan yang

berkaitan dengan pendidikan jika tidak diserahkan kepada orang yang memahami

sistem serta kondisi pendidikan kedua negara bisa bahaya. Visi dan misi Atdikbud

untuk mewakili pemerintah Indonesia dalam sektor pendidikan bisa-bisa tidak

tercapai. Yang menduduki jabatan atase pendidikan juga harus berperan aktif

dalam memaksimalkan kerja. Seperti ide membuka Community Learning Center

di wilayah Malaysia bagi anak-anak Indonesia yang tidak bisa mengakses

pendidikan formal baik itu sekolah milik Malaysia maupun Indonesia. CLC itu

tidak ada di SK Menteri saat awal saya menjabat. Ide itu pure dari pemikiran dan

hati nurani saya yang kasihan sama anak-anak Indonesia yang tinggal di

perbatasan wilayah Indonesia-Malaysia. Orang tuanya pekerja di perkebunan

sawit Malaysia, ya seberapalah perekonomian mereka. Untuk makan saja sudah

sulit. Anak-anak itu statusnya seperti stateless. Mau apapun yang terjadi, mereka

tetap punya hak dan memang harus sekolah. Mereka itu kan calon penerus bangsa

Universitas Sumatera Utara

kita. Makanya disini atase dan seluruh jajarannya harus pandai-pandai dalam

memanfaatkan fungsi dari jabatan Atdikbud ini, karena memang peranannya

sangat besar.

INFORMAN II

Nama : Erwinsyah, SH. LLM

Jenis Kelamin : Laki-laki

Posisi/Jabatan : Staf Ahli Atase Pendidikan

Kontak : [email protected] / +603-2116-4130

Tanggal Wawancara : 26 Oktober 2017

Waktu Wawancara : Pukul 09.30

Lokasi Wawancara : Ruang Atase Pendidikan KBRI Kuala Lumpur

P: Bagaimana pandangan Bapak terhadap sistem pendidikan di Malaysia

dan perbandingannya dengan sistem pendidikan di Indonesia?

R: Ya jelaslah dek, sistem disini lebih bagus dibandingkan di Indonesia. Tapi ya

ga perfect-perfect kali lah. Kenapa abang bilang lebih bagus, karena mereka

punya blueprint. Perguruan tinggi di Malaysia itu udah masuk World University

Rankings. Supaya adek paham, world ranking ini ada indikatornya, ya salah

satunya publikasi jurnal internasional. Ya…kalau dibandingkan dengan di

Indonesia masih jauh-lah pencapaiannya. Karena yang namanya publikasi

internasional ya harus pakai bahasa Inggris. Di Malaysia kan memang bahasa

aslinya menadaptasi bahasa Inggris, jadi kalau soal kemampuan bahasa Inggrinya

udah gajadi masalah. Seperti yang saya katakan tadi, karena adanya blueprint,

sistem pendidikan di Malaysia jadi lebih simple sehingga seluruh rakyatnya bisa

akses pendidikan sampai jenjang universitas. Jadi, blueprint ini merupakan

rancangan pendidikan Malaysia yang dikembangkan melalui proses kolaboratif

dan konsultatif, di dorong oleh pemikir-pemikir Malaysia hebat, lebih dari 100

kelompok yang terlibat kalau ga salah. Tugasnya ya memberi masukan dan ribuan

dan ikut terlibat langsung. Termasuk lah ini dek, ahli-ahli pendidikan Malaysia

dan global, administrator-administrator universitas, dewan universitas, komunitas

Universitas Sumatera Utara

akademis, serikat pekerja dan asosiasinya, staf kementerian, ada juga terlibat

badan industri dan pengusaha, instansi-instansi yang terkait, orang tua, peserta

didik/pelajar, pokoknya seluruh anggota masyarakat dek. Nah, barulah proses

pengembangan dimulai dengan peninjauan Rencana Strategis Pendidikan Tinggi

Nasional atau bahasa kerennya MEB (Malaysia Education Blueprint). Nah kita ?

Ada ga seperti itu ? Jadi ya inilah keunggulan Malaysia dalam mengelola

pendidikan mereka. Terus, disini enaknya pemerintahnya juga banyak

menyediakan baeasiswa selain dari subsidi pendidikan yang tersedia untuk semua

jenjang pendidikan ya. Jadi, pelajar Malaysia itu bisa melanjutkan pendidikannya

mau di dalam negeri, luar negeri, dimana saja bisa. Disini tersedia pinjaman dana

pendidikan langsung dari pemerintah Malaysia. Cara untuk menggantinya nanti

ada dua cara. Pertama, bisa dengan membayar pinjaman dengan uang langsung

senilai yang sama. Kedua, kalau tidak mampu menggantinya langsung bisa

mendedikasikan diri dulu, kerja dulu di Malaysia, nanti pendapatannya dipotong

langsung secara berangsur. Kalau di negara kita ada ga ya yang seperti ini dek

Hilyah ? Ga ada kan. Ya iya ga ada, sistemnya saja selalu berganti. Ganti formasi

pemerintahan, gantilah semua sistemnya. Tapi saya ga ada maksud untuk menilai

rendah sistem pendidikan kita di Indonesia ya. Setiap sistem ada kelebihan dan

kelemahannya. Kalau kita lihat di Malaysia sudah sangat baik sistemnya, belum

tentu output-nya sangat bagus. Justru ya sekarang, semenjak kondisi ekonomi

dunia sangat fluktuatif. Malaysia tidak lagi mampu untuk menerapkan sistem

pendidikan mereka yang serba dipermudah terkhusus lagi dalam hal biaya.

Akhirnya berdampak cukup signifikan, yang dulunya jumlah pelajar Indonesia di

Malaysia mencapai 12.000 mahasiswa, sekarang hanya sekitar 8000 mahasiswa.

Biaya pendidikan kan semakin meningkat, apalagi untuk pelajar internasional ya

lebih mahal lagi dari biaya pelajar Malaysia. Salah satu keunggulan sistem di

Malaysia ini, mereka benar-benar peduli pendidikan. Jadi, mahasiswa yang

memiliki prestasi akademik yang ranking 1 sampai 3 atau cumlaude diberikan

beasiswa. Ini sebagai reward bagi pelajar Malaysia yang diyakini dapat

meningkatkan motivasi belajar rakyat Malaysia. Ya kalau pelajar Malaysia

berhasil ya tentunya jadi output yang sangat baik juga untuk masa depan bangsa

Malaysia.

Universitas Sumatera Utara

P: Apa saja unsur-unsur yang menjadi pendoorong hubungan kerjasama

bagi Indonesia dan Malaysia dalam aspek pendidikan tinggi?

R: Jadi gini dek, rata-rata perguruan tingginya mewajibkan berbahasa Melayu.

Jadi ya ga usah heran kalau melihat jumlah pelajar Indonesia disini cukup banyak.

Karena bahasa tidak menjadi masalah bagi orang kita. Kan mirip bahasa Melayu

disini dengan bahasa Indonesia. Sama ada satu hal yang menarik bagi pelajar

Indonesia yang mau lanjut studi di Malaysia, disini S1-nya 3 tahun dan tidak ada

skripsi tapi project study/internship. Jadi, hal-hal inilah dek saya rasa yang jadi

pertimbangan plus bagi mahasiswa Indonesia untuk sekolah di Malaysia. Karena

kalau dipikir-pikir sebenarnya lebih banyak untungnya sekolah disini ketimbang

di Indonesia. Biaya kuliah mungkin lebih mahal disini, tapi ya tidak lagi itu

namanya kutipan-kutipan biaya selama kuliah. Fasilitas disini jelas lebih bagus

kan ya dek. Dosen-dosen disini juga gabisa main-main dek, kalau di Indonesia

dosen-dosennya mungkin sering memadatkan kuliah karena terlalu sering

mengikuti acara diluar. Apalagi yang profesornya, manabisa izin terlalu sering.

Karena tunjangannya dosen disini tinggi-tinggi dek, jadi ketat peraturannya. Nah,

kalau untuk pihak Malaysia ada juga faktor pendorongnya. Orang Malaysia ini

sekarang lagi gencar-gencarnya mau berguru sama Indonesia. Kenapa saya bilang

gitu ? Ya karena kita sudah berapa kali menerima kunjungan dari perguruan-

perguruan tinggi Malaysia ke Atdikbud, ya kalau ga jumpa Prof. Ari ya sama saya

sebagai perwakilan Atase Pendidikan. Mereka mau tahu gimana sistem

pendidikan di Indonesia yang kabarnya lebih mandiri alias tidak bergantung pada

subsidi pemerintah. Terus tuh Malaysia mau meningkatkan mobilitas pelajar

Indonesia supaya banyak yang sekolah di Malaysia. Apalagi letak wilayah kita

strategis sekali ya kan. Indonesia – Malaysia, dekat. Nah itulah kira-kira salah

satu peran penting Atdikbud dek. Kita upayakan memberikan pelayanan

semaksimal mungkin baik WNI maupun pihak Malaysia, karena ya masih saling

berkaitan kan. Namanya juga kerjasama pendidikan.

P: Apa saja strategic planning Bapak dalam melaksanakan tugas sebagai

Atase Pensdidikan KBRI Kuala Lumpur dalam meningkatkan hubungan

kerja sama pendidikan tinggi Indonesia-Malaysia?

Universitas Sumatera Utara

R: Kalau strategic planning yang saya terapkan sesuai dengan arahan Prof. Ari

saja dek. Karena sebenarnya Atdikbud ini kan juga sudah ada pedoman Renstra

dari Kemendikbud tahun 2015-2019. Jadi supaya wawasan adek bertambah,

renstra ini disusun berdasarkan peraturan perundang-undangan yang

mengakomodasikan semua tugas dan fungsi yang menjadi tanggung jawab

Kementerian. Juga, memelihara kesinambungan dan keberlanjutan program,

memenuhi aspirasi pemangku kepentingan atau bahasa kerennya stakeholder dan

masyarakat, serta mengantisipasi masa depan. Ini semua berkaitan dengan rencana

sasaran nasional atau program kerja presiden.

P: Apakah negosiasi menjadi salah satu cara yang paling sering dan Bapak

maksimalkan dalam menjalin kerja sama?

R: Saya ini kan bisa dikatakan yang paling aktif mewakili Atase Pendidikan,

apalagi untuk urusan nego-nego dan lobbying. Jadi ya pastilah saya sering

menggunakan negosiasi untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Ya capek sih

dek, karena negosiasi itu kan kita harus pinter-pinter milih kata dan harus bisa

meyakinkan pihak yang bersangkutan. Apalagi kalau sudah soal isi kesepakatan.

Nanti si A maunya ini, si B maunya itu. Ya kita dari Atdikbud harus fair jadi

mediatornya. Harus bisa memenangkan keduanya secara adil, dan jangan sampai

isi MoU dan MoA itu tidak sesuai dengan hukum yang berlaku di kedua negara.

Itu bisa susah nantinya. Dan yang paling penting juga programnya jalan. Jangan

Cuma tanda tangan MoU/MoA, foto-foto, setelah itu hilang dari peredaran saat

mau eksekusi program. Nanti Atdikbud juga yang dikejar-kejar. Jadi, negosiasi itu

menurut saya ya cara yang paling sering atau bisa dikatakan selalu digunakan.

Kalau bahasa Medannya kan dek, cara „dame-dame‟ untuk dapat win-win

solution.

P: Bagaimanakah peranan Bapak dalam sebuah pertemuan antara pihak

Indonesia dan pihak Malaysia dalam menjalin kerja sama? Siapakah yang

lebih proaktif?

R:Peran saya ya pada prinsipnya dek sebagai perwakilan dan mediator aja. Tidak

bisa memutuskan sendiri. Karena yang decision maker ya Prof. Ari sebagai Atase

Pendidikan. Tapi ya kalau kira-kira hal yang kecil dan tidak perlu dikonfirmasi ke

Universitas Sumatera Utara

Prof. Ari ya saya putuskan sendiri. Apalagi yang memang menyangkut bidang

saya dek, bidang hukum. Prof. Ari kan juga sudah percayakan ke saya juga. Tapi

yang pastinya dek, di setiap pertemuan saya selalu mencatat informasi-informasi

yang penting. Karena ya kita akui aja dek, mana bisa kita handalkan kapasitas

memori di kepala saja, ga jaminan. Gitupun kadang-kadang masih ada juga yang

terlupakan. Ini juga ada kaitannya dengan faktor keterbatasan waktu dan SDM.

Supaya adek memahami gimana sebenarnya kerja di KBRI Kuala Lumpur ini,

mobilitasnya sangat tinggi dibandingkan perwakilan-perwakilan Indonesia lainnya

yang di negara lain. Apalagi kalau udah urusan pendidikan. Semua-semuanya

harus cepat selesai, tapi banyak sekali yang harus dilaksanakan. Disini bukan

sedikit pelajar Indonesia yang menempuh studinya di Malaysia, begitu juga

Malaysia yang banyak juga mahasiswanya kuliah di Indonesia. Pokoknya banyak

sekali kerjaan yang harus diselesaikan di tengah keterbatasan waktu dan SDM,

yang berhubungan dengan pendidikan dan kebudayaan, semua melalui Atdikbud

KBRI Kuala Lumpur.

P: Gaya komunikasi seperti apa yang Bapak biasa lakukan dalam

bernegosiasi dengan pihak Malaysia?

R: Nah, kalau itu tergantung sikon (situasi dan kondisi) dek. Biasanya ya saya

lihat dulu dari bahasa yang digunakan dan pesan yang disampaikan. Kadang-

kadang masih banyak orang yang berpikir bahwa orang yang kerja di kedutaan

harus lebih disegani, jadi ngomong pun harus hati-hati. Padahal nanti pesan dan

informasinya belum tentu bisa ditangkap kalau bicaranya muter-muter atau terlalu

formal. Nah, kata orang sih yang kerja di kedutaan kan disegani jadi bisa lebih

dominan dalam berinteraksi dan urusan kerja lainnya. Ga juga ah, buktinya nih ya

menurut pengalaman saya. Sering sekali saya harus mendapatkan pengalaman

yang kurang enak, jadi saya harus menghubungi si A ke kantornya, ternyata si A

sedang cuti atau libur. Nah, padahal kan urusan itu yang megang bukan si A aja

dan biasanya kerjaan itu sifatnya mendesak semua dan harus cepat diselesaikan.

Nah, sudah si A gamau diganggu sama sekali, terus kita harus nunggu masa

cutinya. Padahal sama yang lain bisa juga, kan ada sih pekerjaan yang bisa

digantikan. Tapi kejadian-kejadian seperti itu hanya beberapa kali, ga jarang dan

ga sering juga. Nah, disinilah dek aspek sosiologisnya, dimana-mana yang

Universitas Sumatera Utara

namanya pendatang ya harus mengalah dan lebih sabar dalam menyelesaikan

urusannya sama tuan rumah. Apalagi kita kan berinteraksi ga hanya sama orang

Indonesia ya, kadang sering terjadi tuh salah paham karena beda makna dalam

istilah-istilah yang sama. Kita boleh pake bahasa Melayu ya tapi yakin dulu satu

persepsi ga sama lawan bicara kita. Kelebihannya ya kita jadi lebih besar

kemungkinan untuk memenangkan negosiasi, kenapa gitu? Ya logikanya aja dek,

kita kan dua atau tiga kubu yang punya kepentingan masing-masing. Ketika kita

pakai bahasa yang sama dengan kubu lain, otomatis ada rasa persaudaraan kan,

paling tidak rasa nyaman lah, tidak terlalu kaku suasananya. Diselipkan candaan

juga ga masalah jadinya, jadi ya lebih menyenangkan kan negosiasi kayak gitu.

Kita pun jadi bisa lebih terbuka satu sama lain, kita bisa lebih mudah

mengidentifikasi mana-mana aja yang bisa dikolaborasikan bersama.

P: Apakah Bapak melakukan pendekatan-pendekatan tertentu dalam

menentukan gaya komunikasi yang akan Bapak terapkan?

R: Pasti dek. Biasanya saya gunakan pendekatan budaya, saya kan dah lama di

Malaysia. Jadi, saya sudah fasih berbahasa Malaysia. Biasanya kalau lagi

berinteraksi sama orang yang mau menjalin kerjasama sama kita. Saya pakai

bahasa Melayu, supaya mereka lebih santai dan nyaman. Ga usah kaku-kaku

amatlah. Kalau kita ikutin amet gaya komunikasinya para diplomat, yang ada bisa

ga konkret kesepakatan yang akan dicapai. Komunikasi diplomat kan kaku,

formal, dan maknanya seringan ambigu ya. Yang paham bahasa mereka ya para

diplomat dan pejabat-pejabat tinggi. Kita kan bidang pendidikan bukan bidang

pertahanan atau politik yang sangat diplomatis gayanya. Menurut saya sih, sedikit

banyaknya pasti dari pendekatan budaya dan bahasa bisa mempengaruhi sikap dan

keputusan yang akan diambil oleh orang terkait. Saya prinsipnya ya asal orang

paham yang saya omongin, tapi ya tetap dalam koridor kesopanan dan berwibawa

ya, pokoknya ya saya gaya komunikasinya open dan cooperative.

P: Siapa saja stakeholders dari Malaysia maupun Indonesia yang terkait

dalam membangun kerja sama pendidikan tinggi?

R: Beragam lah dek, tapi yang pastinya guru/dosen, researcher, PTN/PTS,

instansi pemerintahan maupun non-pemerintahan, dan institusi-institusi lainnya

Universitas Sumatera Utara

yang memiliki urusan dan hubungan dengan bidang pendidikan dan budaya. Dan

pastinya ya mahasiswa dek, pelajar Indonesia dan Malaysia. Karena ya mereka-

mereka ini sebenarnya yang menjalankan program kerjasama pada umumnya. Jadi

program-program kerjasama yang biasa disepakati itu ada double degree,

scholarship exchanges, publish journal juga sih dek salah satu yang lagi gencar

dijadikan salah satu poin kerjasama universitas. Karena di Malaysia ini kan udah

masuk ranking dunia beberapa universitasnya, jadi disinilah Indonesia

berkesempatan untuk berguru bagaimana penulisan jurnal yang baik dan benar

dan tembus Scopus. Tapi ya itulah dek, orientasi orang kita masih formalitas

untuk akreditasi BAN-PT aja, kalau Malaysia cukup komitmen mereka dek.

Mereka-mereka ini juga sering kok nitip brosur di kantor kita. Prof. Ari selaku

Atase Pendidikan juga sering diundang sebagai pembicara dalam kegiatan-

kegiatan semacam education expo, bagi kita juga bagus sih sekalian promosi

Indonesia dari sektor pendidikan dan budaya.

P: Seberapa sering atau intens komunikasi dilakukan dengan kedua belah

pihak negara dalam membangun kerja sama?

R: Biasanya sih pihak Indonesia dulu atau Malaysia yang menghubungi Atdikbud

dengan mengirimkans surat resmi ke KBRI Kuala Lumpur atau bisa juga dengan

surat elektronik atau email. Tapi tidak jarang juga kita menemukan pihak

universitas-universitas ini pakai jalur direct way dengan menghubungi dan

mengunjungi langsung pihak universitasnya tanpa melibatkan Atdikbud KBRI

Kuala Lumpur. Sebenarnya yang begini ya sah-sah aja, tapi kan alangkah baiknya

jika Atdikbud turut disertakan agar mudah juga kita dek untuk database dan yang

paling penting juga adalah disaat sesuatu terjadi diantara kedua belah pihak,

Atdikbud bisa berperan menengahi dan membantu pihak yang kadangkala

dirugikan. Kenyataannya banyak kok dek program yang terselenggara dan tidak

melibatkan Atdikbud sama sekali. Tapi, pada suatu masa muncul masalah, barulah

meminta Atdikbud untuk membantu menyelesaikannya, tentunya jadi agak sulit

ya kan dek kalau ga dari awal. Tapi begitupun tetap harus kita layani semaksimal

mungkin dek.

Universitas Sumatera Utara

P: Apa saja tahapan yang dilakukan dalam membangun kerja sama

pendidikan tinggi?

R: Umumnya ya dek pihak perguruan tingi yang memiliki hajat untuk

penandatanganan nota kesepahaman atau biasa kita kenal dengan MoU/MoA. Jika

Atdikbud dilibatkan langsung ya biasanya dijadikan saksi untuk MoU/MoA

tersebut. Peranan Atdikbud tidak hanya untuk tandatangan aja ya. Kita juga

berfungsi untuk memberikan masukan dan saran terhadap isi atau konten MoU

nya. Dari segi legalitas hukumnya untuk kedua negara yang bersangkutan, nah

disinilah kerjaan saya dek kebanyakan. Lebih sering saya menangani langsung

yang beginian dibandingkan Prof.Ari, yang update dan follow-up dari tahapan ke

tahapan selama proses kerjasama. Pokoknya ya saya lah yang menangani proses-

proses administrasi ataupun yang berkaitan dengan kelengkapan dokumen.

Bahkan ya dek, saya gini-gini sering mewakili Prof.Ari selaku Atase Pendidikan

dalam menerima kunjungan tamu baik dari Indonesia maupun Malaysia. Ya adek

lihat ajalah nanti data kunjungan lengkapnya, biar adek paham betul seberapa

banyak manusia yang harus kami layani di KBRI ini, khusus Atdikbud aja ya dek.

P: Melalui media apa sajakah komunikasi dilakukan? Face-to-face meeting,

e-mail, etc.

R: Surat resmi ya bisa dianter langsung ke kantor KBRI atau via pos yang kalau

terlampau jauh. Tapi sekarang kan udah canggih, via email juga kita proses

langsung kok. Kalau face to face itu kan sifatnya dalam pertemuan, ya pasti intens

lah. Tapi ya mungkin lebih intens koordinasi dari email atau telepon kalau sudah

masuk ke tahap hampir final. Kayak misalnya untuk koordinasi isi konten MoU,

ya ga mesti orangnya datang kemari, kan lebih efisien dikirim aja draft-nya

melalui email. Ya sama juga kayak kamu ini, untuk nulis skripsi kan ga mesti buat

appointment nya jauh-jauh dari medan datang langsung ke kesini, kan kita

koordinasi dulu via email. Ya kira-kira begitulah dek, pertemuan itu sifatnya

kalau yang penting-penting banget. Kalau memang harus berdialog langsung

dengan Prof. Ari dan saya. Begitu dek.

Universitas Sumatera Utara

P: Apakah ada perbedaan strategi khusus/cara khusus yang Bapak lakukan

dalam bernegosiasi dengan pihak pemerintahan dan institusi non-

pemerintahan?

R: Oh kalau itu sih ga ada dek, semuanya mengalir secara alami aja. Karena kan

namanya juga instansi atau institusi punya struktur masing-masing juga dek. Jadi

ya ga jauh-jauh beda lah. Paling nanti kalaupun sama pihak pemerintah mungkin

lebih terkesan formal, kalau sama yang non-pemerintahan mungkin kebanyakan

orang lapangan jadi masih bisa kita selipkan candaan atau gurauan dikit-dikit

supaya ga tegang kali gitu loh dek. Kan kita juga bisa lebih enak ngobrolnya pakai

bahasa yang ga formal atau kaku-kaku amat. Yang penting sama-sama paham,

dapat tujuan dan poin-poinnya, udah bisalah itu. Negosiasi itu kuncinya di

komunikasi. Prinsipnya sama-sama paham dan memberi tanggapan dan

mengambil tindakan akhirnya. Tindakan ini lah wujud hasil dari kesepakatan.

P: Bagaimanakah sikap Bapak jika pihak Malaysia lebih dominan dalam

menentukan kesepakatan kerja sama?

R: So far, kalau dalam bidang kerjasama bidang pendidikan tidak ada yang

dominasi sih. Ya, namanya bidang akademis, apa coba yang mau didominasi.

Paling ya segi kontribusi. Malaysia lebih dominan dalam finansial. Indonesia yang

kadang ga komitmen terhadap kesepakatan ya kadang-kadang marah jugalah

Malaysia. Tapi pinternya Malaysia ini selalu menghubungi kita dulu, cerita ke

Prof.Ari dulu baru nanti kita bersama-sama menetukan sikap dan tindakan yang

mau dilakukan.

P: Apa saja kendala yang Bapak rasakan selama menjabat sebagai Atase

Pendidikan dalam aspek kerja sama perguruan tinggi Indonesia-Malaysia?

R: SDM sih dek, kerjaan banyak banget.Tapi kita terbatas sumber daya manusia.

Kayak saya ini ya sebenarnya staf Atdikbud, ya sama dengan staf lainnya. Cuma

ya saya tambah extra kerja fokus urusan pendidikan tinggi. Itupun karena

latarbelakang saya ilmu hukum. Kita juga udah berkali-kali minta penambahan

SDM, dengan harapan kinerja kita bisa lebih maksimal. Urusan kerjasama ini kan

ga sebentar, butuh waktu dan tetap harus di follow-up. Kalau yang ngerjain

Universitas Sumatera Utara

semuanya saya sama Prof. Ari untuk semua urusuan pendidikan tinggi ya ga

sanggup juga dek lama-lama. Tapi ya itulah mudah-mudahan tahun ini Kemenlu

mengabulkan permintaan kami untuk penambahan SDM.

P: Bahasa apa yang lebih digunakan dalam pertemuan perguruan-

perguruan tinggi Indonesia-Malaysia?

R: Bahasa Melayu dan Inggris dek, kalau bahasa Melayu ya supaya lebih akrab

aja suasananya. Ada rasa persaudaraannya, persamaannya, jadi ya kalau mau

negosiasi atau bincang-bincang pun lebih enak aja gitu dek. Tapi bahasa Inggris

juga tetap dipakai, terkhusus lagi untuk sifatnya surat-surat resmi seperti MoU.

P: Apakah ada gaya komunikasi yang telah diarahkan secara khusus,

mengingat jabatan ini masih dalam ruang lingkup dunia diplomatik?

R: Ohh, ga ada sih dek. Selama saya bekerja di KBRI sini tidak ada sih gaya

komunikasi khusus diplomatik yang sengaja diarahkan. Karena menurut saya dek,

ini kan bidangnya sektor pendidikan yang seyogyanya orang yang terlibat dalam

bidang ini udah pasti memiliki kemampuan berkomunikasi yang baik, kan

akademisi udah biasa itu gaya komunikasinya bersifat akademis dan ilmiah.

P: Menurut Bapak, jalur manakah yang lebih mudah diterapkan dalam

mewujudkan komunikasi internasional? First track diplomacy, second track

diplomacy atau multi track diplomacy? Dan mengapa demikian?

R: Kalau menurut saya sih first track diplomacy, bukan saya merasa kalangan

pejabat elite ya. Tapi lebih disebabkan unsur kejelasan dari mekanisme kerja dan

tahapan kerja yang harus dilakukan, ya stakeholder nya disini kan orang

pemerintahan pastinya. Dari konteks pembahasan juga lebih jelas, unsur

hukumnya dan implementasi kegiatannya lebih mudah di eksekusi. Kalau

dibandingin sama second track diplomacy ya disini kan berarti stakeholder nya

orang-orang lapangan, masyarakat umum, peserta didik. Nah, mereka-mereka ini

terkadang kurang ngerti betul program kerjasama yang dimaksud, mungkin ini

bisa dikaitkan dengan faktor bahasa yang digunakan. Mereka kan mungkin ga

terbiasa dengan hal-hal birokrasi dan bidang hukum.

Universitas Sumatera Utara

P: Menurut Bapak, seberapa penting peranan komunikasi internasional

dalam menentukan hubungan kerjasama pendidikan tinggi Indonesia-

Malaysia?

R: Menurut saya pribadi ya sangat penting dek. Peranan komunikasi internasional

itu sangat penting dalam menentukan hubungan kerjasama pendidikan tinggi

Indonesia-Malaysia. Dan ada juga beberapa unsur lainnya perlu dikuasai.

Termasuklah itu dek pengetahuan yang luas tentang dunia pendidikan apalagi

tentang pendidikan tingi dan pastinya ya komunikasi yang baik. Nah, masuklah

itu tentang penguasaan bahasa asing serta kemampuan melihat situasi dan kondisi

baik secara psikologis dan sosiologis.

P: Dan seberapa besar peranan Atdikbud dalam menetukan hubungan kerja

sama Indonesia-Malaysia?

R: Ya sangat penting juga, karena Atdikbud ini kan berperan sebagai penentu

input dan output bagi kedua negara, Indonesia dan Malaysia. Penempatan atase

yang diambil dari bidang akademik memang ide yang sangat tepat. Karena ya

jujur-jujur aja belum tentu seorang diplomat yang berlatarbelakang hubungan

internasional mampu menjalankan posisi tersebut. HI itu kan masih sangat luas

loh dek, sedangkan posisi atase pendidikan itu sudah benar-benar harus

menguasai bidang pendidikan.

INFORMAN III

Nama : Doni Ropawandi

Jenis Kelamin : Laki-laki

Posisi/Jabatan : Mahasiswa/Ketua Umum PPI Malaysia

Kontak : [email protected] / +6285222353155

Tanggal Wawancara : 02 Juli 2018

Waktu Wawancara : Pukul 19.00 WIB

Lokasi Wawancara : Skype Video Call

P: Apa yang membuat anda tertarik untuk studi di Malaysia?

Universitas Sumatera Utara

R: Kalau itu ya berawal dari fakta ya. Fakta yang sekarang aja masih banyak

orang yang punya persepsi „ngapain kuliah di Malaysia? Di Indonesia aja udah

bagus‟. Tapi kita harus mengakui bahwa Malaysia kadar pendidikannya lebih

bagus mbak. Kita mulai dari fasilitas, fasilitas kampus mereka ya sangat-sangat

bagus ya. Mulai dari perpus, ruang belajar, kemudian saran dan prasarana,

kemudian administrasi yang ga berbelit-belit birokrasinya kan ga kayak di

Indonesia. Kalau kita mau ngajuin judul aja berminggu-minggu, tau-taunya

ditolak kan. Kalau disini ya proceed-nya ya memang satu hari. Kita masukkan

pagi ini, siangnya udah bisa terima hasil. Selanjutnya ya kita berbicara tentang

indeks ranking kampus Malaysia. Sekarang itu kan mereka lagi gembor-

gembornya. Di Indonesia sendiri itu kalau ga salah ya, UI di sekitaran 392, ITB

diatas 700-an, kemudian UGM diatas 700-an juga. Sedangkan di Malaysia, 5

kampus besarnya itu udah masuk top 100, yaitu UM berada di peringkat 84,

kemudian diikuti UKM berada di peringkat 184, kemudian diikuti lagi USM,

UPM, dan sebagainya. Berarti jenjangnya atau gap antara kampus Indonesia dan

kampus Malaysia sangat jauh, itu dari segi indeks yang diakui dunia ya. Tapi akan

salah jika persepsi orang bilang Indonesia lebih bagus dibandingkan Malaysia dari

segi pendidikan, faktanya sudah jauh kan. Kemudian dari segi penulisan,

sebenarnya saya sangat tertarik dengan penulisan di Malaysia. Walaupun S1 disini

tidak pakai skripsi, toh kok mereka bisa lebih hebat ketimbang SDM-SDM kita

yang sudah lulus, ternyata mereka lebih mengandalkan soft skills. Jadi, di kampus

Malaysia mereka lebih meminta mahasiswa-mahasiswa S1 untuk membangun

fondasi lebih awal tentang keilmuannya, seperti internship atau magang sebanyak-

banyaknya, supaya mereka ga terlilit oleh skripsi. Namun, kita di Indonesia ini

terlalu terlilit dengan skripsi padahal ternyata penulisannya masih belum bagus.

Saya boleh-boleh jujur sebenarnya saya mau narik tulisan skripsi saya. Karena

ternyata masih banyak kesalahan-kesalahan dalam penulisannya. Disini S1 benar-

benar untuk membangun fondasi kemampuan soft skills, S2 baru benar-benar

akademis. Selain itu, saya ya jujur aja kalau kita kuliah ke luar negeri ngejar

prospek untuk kerjaan. Tamatan-tamatan luar negeri biasanya punya tempat, Insha

Allah punya tempat. Selain itu, saya juga ingin membangun link atau jaringan

tidak hanya mahasiswa Indonesia saja, tetapi juga seluruh mahasiswa-mahasiswa

Universitas Sumatera Utara

asing yang bisa saya ajak bergaul. Jadi, dari segi kualitas yang pendidikannya juga

bagus, kemudian sarana dan prasarana, dan yang tidak kalah pentingnya mereka

culture-nya lebih bagus ketimbang kita. Dan yang satu lagi, hal terpenting itu

adalah bahasa. Karena Malaysia kan accent-nya British, mereka kan dulunya

jajahan Inggris. Jadi secara harfiahnya, mereka menggunakan, jarang mereka yang

menggunakan full Malay. Jadi kita dari sana juga bisa mengasah softskill bahasa

Inggris. Kalau dari segi biaya juga bisa kita kupas aja sih. Ada mahasiswa yang

beasiswa dan non-beasiswa. Biasanya yang non-beasiswa itu yang kalau orang

tuanya benar-benar kaya. Tapi ya kalau yang beasiswa ya memang orang pintar

dan pilihan disini. Dan saya kategori yang mendapatkan beasiswa disini gitu

mbak. Kemudian untuk hidup di Malaysia saya rasa tidak jauh-jauh berbeda atau

beda tipis dengan di Medan. Di Medan ya mungkin sekitaran 2 jutaan lah per

bulannya. Nah, untuk kehidupan disini sekitaran 700 Ringgit Malaysia. Kalau kita

yang memang fully kuliah, fully kampus, ga ada hiburan kayak nonton dan

sebagainya, 700 ringgit itu udah cukup sekitaran 2 jutaan. Kemudian ya kalau

yang paling mentoknya, paling banyaklah saya rasa disini sekitar 1800 RM atau

5-6 jutaan lah. Apalagi kalau dibandingkan dengan di Jakarta, kita masih mending

hidup dan tinggal di Malaysia. Disamping kita dekat, apalagi Medan sama

Malaysia, ya cuma 45menit. Tapi kalau biaya semesternya atau uang kuliah ya

emang beda mbak. Ini yang unik sih kalau menurut saya. Disaat kita di Indonesia

biaya S2 lebih mahal ketimbang biaya S1, tetapi disini biaya S1 nya lebih mahal

ketimbang biaya S2. Saya gatau sih gimana regulasinya, yang jelas itu yang

dipasang dan dipasarkan ke mahasiswa internasional.

P: Bagaimana pandangan anda terhadap sistem pendidikan di Malaysia dan

perbandingannya dengan sistem pendidikan di Indonesia?

R: (Sudah terjawab di jawaban atas pertanyaan sebelumnya)

P: Sudah berapa lama bergabung di PPI-Malaysia?

R: Saya disini kurang dari 2 tahun ya. September ini baru genap 2 tahun. Saya kan

S2 nya cuma 14 bulan. Saya pertama kali kesini ya sendirian, bener-bener gatau

mau kemana-mana ya sendiri. Starting hidup disini gimana ya kemudian hidup

disini seperti apa, ya kita gatau. Jadi kemudian saya mulai masuk kalau ga salah

Universitas Sumatera Utara

November, ya masuk PPI cabang kampus dulu. Saya memulai dari anggota biasa,

nah kebetulan ada perekrutan anggota PPI Malaysia. Nah saya terpilih jadi

anggota biasa PPI Malaysia dulu. Pas tahun 2016-2017, pas reshuffle pertama,

saya langsung naik jadi koordinator bidang pendidikan, pelatihan dan hukum, dan

advokasi. Alhamdulillah sekarang saya jadi Ketua Umum dalam jangka waktu 1

tahun ke depan.

P: Sebelum menjabat posisi Ketua Umum PPI-Malaysia, apa pandangan

anda terhadap program dan kegiatan PPI-Malaysia?

R: Nah, ini ada sesuatu yang saya rubah ya. Kita jujur-jujuran aja nih ya. Jadi,

saya ini orang organisasi. Saya orang kader. Kemudian, saya melihat bahwa ada

yang tidak beres dari suatu organisasi tersebut. Saya ingat, pertama kali itu saya

melihat PPI Malaysia bukan sebagai milik semua orang. Saya lihat jadi seperti

milik elite-elite gitu kan, orang-orang yang sudah lama di PPI Malaysia kemudian

ya jadi elite. Jadi, ya mereka senang-senang dan hura-hura disana. Kemudian,

program-program yang disasar oleh PPI Malaysia tidak mencerminkan kita

sebagai akademisi, seperti ya okelah kalau kita main-main, kayak main tenis meja

malam-malam, ngumpul-ngumpul, oke ga masalah. Tapi jangan terlalu sampai

menyampingkan sisi akademis kita jadi hilang. Makanya dari itu, saya melihat

bahwa PPI Malaysia ini udah ga beres. Jujurnya kita emang organisasi elite,

Persatuan Pelajar Indonesia se-Malaysia. Berarti kita adalah anak-anak bangsa

yang terpilih untuk melanjutkan studi di luar negeri. Kok kerjaan kita sampai

diluar negeri malah membingungkan ya, kayak ga ada kerjaan apa-apa. Akhirnya

saya sarankan untuk bikin AYC di tahun saya walaupun ambur-radul. AYC itu

adalah ASEAN Youth Conference, yang diselenggarakan oleh PPI Malaysia

mengundang seluruh delegasi-delegasi pemuda se-ASEAN untuk ambil bagian

disana. Jadi, kita bikin semacam konferensi untuk bikin panelis, bikin workshop,

kemudian ada sisi bikin jurnal juga. Apalagi buat orang-orang tua yang berprofesi

dosen kan juga bisa ikut. Alhamdulillah itu udah kita jalankan. Sebelum periode

saya kegiatannya ya gitu-gitu aja, main badminton, ngumpul-ngumpul, padahal

kita ngabisin dana negara kan akhirnya. Padahal dananya sangat banyak kan,

alangkah berdosanya kita kalau kita ga bikin program-program kerja yang besar

Universitas Sumatera Utara

untuk Indonesia. Terlebih lagi kan, Indonesia lagi campaign „Indonesia Emas

2045‟.

P: Apa yang mendorong atau memotivasi Saudara untuk menjadi Ketua

Umum PPI-Malaysia?

R: (Sudah terjawab di jawaban atas pertanyaan pertama)

P: Apa saja visi dan misi Saudara sebagai Ketua Umum untuk PPI-Malaysia

ke depannya?

R: Saya tawarkan yang pertama kali adalah memperbaiki internal organisasi PPI

Malaysia, itu memang langkah awal yang mau saya ambil. Kemudian

memyambung kembali tali yang putus antara PPI Cabang dan Pusat. Karena kita

pas di tahun 2016, jujur-jujur (PPI Cabang) UKM walk out dari PPI Malaysia

karena kita kalah di kongress. Jadi itulah tujuan-tujuan saya yang ingin saya

perbaiki. Btw, dua periode sebelum periode saya, orang-orang yang menjabat itu

bukan orang organisasi. Jadi, susah untuk tahu siapa kawan dan siapa lawan. Jadi

ya susah mbak. Jadi, saya memang mau menghubungkan dulu jadi satu sinergitas.

Kemudian kalau untuk program kerja, saya ga menghapus ya yang namanya

main-main karena kita lebih dari 6000 mahasiswa Indonesia di Malaysia tuh

adalah S1. Sedangkan sisanya 3000-an adalah postdoctoral, doctoral ataupun S2.

Jadi saya rangkum menjadi 60:40. Tapi tetap kita fokuskan ke jalur akademik sih.

Kemudian saya bikin pidato bahasa Indonesia untuk penutur asing, itu yang saya

kerjasamakan dengan KBRI Kuala Lumpur. Mungkin Prof. Ari sudah cerita juga.

Kemudian ASEAN Youth Conference, sekarang kita sedang calling paper untuk

pemuda-pemuda yang berminat untuk ikut. Kemudian yang sekarang lagi saya

tawarkan adalah tulisan ya. Jadi, kita targetnya dalam satu tahun ke depan ini, di

masa-masa demisioner nanti bakal ada satu buku yang akan terbit di seluruh

Gramedia di Indonesia. Setidaknya mereka bisa mengenang kan, kalau tidak laku

di orang, ya minimal bukunya laku di mahasiswa-mahasiswa Indonesia yang telah

menyumbang tulisan disitu. Kemudian saya perhatikan di dm-dm IG (direct

message Instagram), facebook, email, banyak yang nanyain gimana sih cara dapat

beasiswa, gimana sih kuliah di Malaysia, apa sih yang menjadi kendala. Jadi ya

target saya tahun ini adalah Insha Allah Oktober tahun ini bakal launching

Universitas Sumatera Utara

guidebook, jadi buku panduan PPI Malaysia. Mudah-mudahan bisa jadi referensi

gitu untuk calon mahasiswa-mahasiswa Indonesia yang mau kuliah di Malaysia.

Jadi, kalau mau panduan tentang kuliah disini udah ada. Misalnya, mau kuliah

bisnis baiknya di universitas apa, kalau mau kuliah disini PPI mana yang bisa

dihubungi, lalu agent apa yang terpercaya. Ya mudah-mudahan aja ya mbak. Saya

juga berkeinginan campaign „Indonesia Emas 2045‟ tidak hanya berakibat pada

kementerian-kementerian terkait. Tapi kita juga akan ikut campaign dengan

menyumbang tulisan-tulisan yang berupa kritik ataupun artikel, ataupun juga

saran. Kita sudah kerjasama kan dengan pihak-pihak terkait. Kita juga

menanggapi beberapa isu-isu yang berkembang seperti, isu UU MD3, isu PKI,

dan isu-isu lainnya yang menurut kita bisa. Contoh lainnya, campaign

KEMENPORA tentang Olimpiade 2032 dengan target Indonesia jadi tuan rumah.

Itu juga akan saya bagikan melalui program kerja silaturahmi olimpiade Indonesia

seperti bulu tangkis, sepak bola, jadi ga main-main aja, tapi kita seriusin juga.

Kemudian yang terakhir adalah Cultural Exhibition Indonesian Expo, itu adalah

pameran seluruh produk-produk Indonesia, baik itu Batik, makanan, dan lain

sebagainya. Kemudian ada performance juga, all about Indonesia lah pokoknya.

Satu lagi yang menjadi concern saya adalah karena keberhasilan PPI Malaysia

setiap tahunnya itu kita gatau ukurannya. Tolak ukurnya ga ada. Makanya dari

situ saya buat forum indeks, jadi kita tahu divisi ini berhasil apa tidak, sebesar apa

tingkat keberhasilannya. Makanya saya harus bangun fondasi dulu untuk calon-

calon ketua umum berikutnya untuk dapat melanjutkan fondasi yang telah saya

bangun. Jangan sampai fondasi yang telah dibangun ini ditata ulang jadi sampai

hal yang salah lagi gitu mbak.

P: Seberapa sering atau intens komunikasi anda dengan Atdikbud KBRI

Kuala Lumpur dalam membahas program kegiatan PPI-Malaysia?

R: Dalam hal ini ada perbedaan sih mbak, PPI Malaysia dulu hanya dimiliki

orang-orang elite gitu. Jadi memang orang yang udah lama disitulah yang bisa

masuk ke Atase Pendidikan. Jadi memang saya dulu tidak tahu menahu tentang

Atase Pendidikan. Jadi tuh sempat waktu saya baru-baru terpilih jadi ketua umum,

saya ke kantor Atase Pendidikan orang Atdikbud gatau siapa saya. Ya karena

memang saya belum pernah ikut ke Atdikbud sebelum jadi ketua umum. Memang

Universitas Sumatera Utara

sistem pengkaderan yang tidak terlalu baik. Jadi dulunya ya tidak ada junior-

junior atau anggota biasa yang dibawa ke Atdikbud. Makanya sekarang saya buat

suatu sistem yang mulai kita terapkan di PPI Malaysia adalah PPI Malaysia tidak

hanya milik ketua umum dan badan pengurus lainnya, tapi milik semua orang.

Beda sekali dengan yang dulu, kalau ada buat kegiatan-kegiatan yang berurusan

ke Atdikbud ya orang-orang tertentu. Jadi ya kita sama-sama tahu lah kalau

selama ini tidak transparan, sampai selalu defisit. Makanya solusinya sekarang

saya buat adalah setiap devisi kita wajib bawa ke KBRI setiap minggunya dan

akhirnya mereka kenal juga. Ya saya juga gamau ambil resiko ya bahwa kalau ada

masalah ya kita selesaikan. Kalau memang semuanya bisa ke Atase langsung, ya

monggo silahkan nanti tinggal saya koordinasikan. Jadi, tidak serta merta juga

saya yang terlalu masuk ke Atase Pendidikan. Kemudian saya juga punya banyak

riset kan dan saya juga kuliah. Jadi saya gamau saya doank yang bangun link ke

Prof. Ari, saya mau semuanya juga. Semua orang berhak kok dan punya posisi

yang sama jika ketemu Atase Pendidikan jika memang ada yang mau di

diskusikan.

P: Seberapa besar peranan Atdikbud KBRI Kuala Lumpur terhadap PPI-

Malaysia?

R: Jadi gini mbak, sebenarnya kita organisasi non-profit yang bergerak

independen tapi memang karena ada suatu skema yang membuat kita harus mau

tidak mau harus ingat bahwa kita ini mahasiswa tidak bisa menyelesaikan masalah

dengan sendiri. Jadi prinsip saya adalah apapun masalah dan apapun

pekerjaannya, kita tetap koordinasi dengan Atase Pendidikan. Walaupun kita tidak

harus ke Atase Pendidikan tapi kita memang tetap koordinasi satu sama lain.

Kemudian kalau memang ada suatu hal yang tidak bisa kita selesaikan maka pihak

dari KBRI (baik Atase pendidikan ataupun Pensosbud) itu akan mengirimkan

surat untuk meminta keringanan atau bantuan. Karena kita buat kegiatan kan di

kampus-kampus gede mbak, seperti UM, UKM, dll. Mereka juga kadang-kadang

support dana, bahkan bukan kadang-kadang lagi memang selalu support dana di

setiap apapun kegiatan yang kita lakukan. Jadi kita minta dananya per event, tapi

dari diskusi saya dengan Atase Pendidikan bahwa dananya memang sudah ada

dalam anggaran dari Kemendikbud dan Kemenristekdikti sekitaran 200jutaan

Universitas Sumatera Utara

rupiah. Nah, itulah yang bakal kita kelola sampai di akhir masa kepengurusan gitu

mbak. Jadi, dana 200juta ini tidak hanya digunakan untuk PPI Malaysia tapi juga

akan kita bagikan ke PPI Cabang yang benar-benar membutuhkan dana. Kita juga

support kegiatan-kegiatan yang mungkin kita bisa bantu. Jujur aja mbak, Prof. Ari

juga senang dengan ide ini karena selama ini beliau hanya kenal dengan 5

mahasiswa yang merupakan pengurus organisasi PPI Malaysia saja. Kemudian

saya bilang aja mbak, ya orang tahunya Prof. Ari itu Atase Pendidikan tapi

orangnya seperti apa ya sama kayak saya dulu, ya gatau yang mana itu Atase

Pendidikan karena ga pernah lihat. Manatahu diluar sana kesenggol bahu di

tengah jalan, orang ya gatau sama sekali Prof. Ari itu yang mana dan seperti apa.

Ya memang Prof. Ari ga mungkin menghafal 9000 mahasiswa Indonesia ya, tapi

minimal mereka tahu bahwa Prof. Ari itu seperti ini orangnya. Dan Prof. Ari juga

setidaknya punya banyak kenalan. Nah, semenjak yang begini ternyata Prof. Ari

jadi kenal sama salah seorang anak mahasiswa Indonesia yang sejurusan bidang

ilmunya dengan beliau. Mereka jadi bisa sharing ilmu-ilmu dan pengalaman-

pengalaman satu sama lain ya. Jadi banyak hal yang tidak kita prediksi di awal, ya

awalnya cuma bisa untuk kenalan doank ya, justru banyak hal yang baik terjadi

setelahnya. Dan inisiatif ini terima baik oleh seluruh jajaran Atase Pendidikan dan

Kebudayaan KBRI mbak, seperti Mbak Wiwid, Mas Erwin, Mas Ridwan dan

sebagainya. Karena emang semakin banyak mereka kenal mahasiswa Indonesia,

semakin mudah untuk diurusnya kan. Misalkan ada kecelakaan, nah itu siapa,

orang mana, ya kita jadi gatau ka0n. Misalkan ya ini saya yang gatau yang

kecelakaan itu siapa, nah pengurus kita sekarang kan ada 120 ditambah 38 orang

ketua PPI Malaysia cabang kan. Jadi, minimal yang kita BPH tidak kenal, yang

120 dan 38 orang ini kenal, minimal mereka bisa ngasi tau Prof. Ari informasi-

informasi yang urgent itu kita bisa langsung komunikasi. Jadi saya juga bilang

sama Prof. Ari, kalau memang Prof. Ari berkenan kita akan sebarkan nomor

telepon Prof. Ari ke seluruh mahasiswa-mahasiswa Indonesia, dan beliau setuju-

setuju aja mbak.

Universitas Sumatera Utara

P: Seberapa sering PPI-Malaysia dilibatkan dengan dan oleh Atdikbud

KBRI Kuala Lumpur?

R: Ada beberapa sih, seperti RBI (Rumah Budaya Indonesia), bukan beberapa

juga sih, hampir seluruhnya kalau acara-acara dibawah Atase Pendidikan maupun

Pensosbud, minimal kita ga diikutkan sebagai panitia, tapi kita di undang sebagai

undangan tapi ujung-ujungnya malah jadi panitia juga. Namanya juga mahasiswa

mbak, minimal ya bantu angkat barang-barang, kesana kesini, ya biasalah. Kalau

saya ya mau membangun semua relasi tidak hanya di Atase Pendidikan tapi juga

ke Fungsi Pensosbud, kemudian ke Atase Politik, Atase Pertahanan, Atase

Imigrasi, semuanya saya bangun relasi. Akhirnya setelah punya link di Atase

Imigrasi, jadi saya bikin kerjasama untuk adanya kemudahan dalam pembuatan

paspor mahasiswa-mahasiswa Indonesia. Itu juga atas sumbangsihnya Atase

Pendidikan ya, karena ada dorongan yang meminta kita untuk tidak hanya ada

relasi di Atase Pendidikan doank. Tapi emang rata-rata program kerja di Atase

Pendidikan kita memang selalu dilibatkan.

P: Apakah ada perguruan tinggi ataupun institusi lainnya yang melibatkan

PPI-Malaysia dalam events yang mereka buat tanpa ada kerja sama

langsung dengan Atdikbud KBRI Kuala Lumpur?

R: Ada, ada sih. Itu juga normal dilakukan. Itu yang saya bilang tadi mbak bahwa

kita sifatnya dengan KBRI Kuala Lumpur, dalam hal ini Atase Pendidikan,

memang tidak serta merta ada hubungan terikat gitu ya. Mereka hanya sebatas

koordinasi, sebagai penanggungjawab, maupun penasehat. Jadi, kalau misalkan

kerjasama-kerjasama yang menurut kita baik untuk kita dan tidak memerlukan

KBRI untuk turun tangan ya kita selesaikan sendiri. Seperti bikin seminar di

kampus, misalkan kerjasama dengan UM, ya udah kita langsung take over. Btw,

kita juga udah kerjasama dengan Lion Group, dapat potongan 20% untuk

mahasiswa. Kemudian kita juga di Bumbu Desa dan Jco sudah dapat potongan

30%. Kemudian Wardah juga, ternyata juga tertarik sama kita juga. Kemudian,

MAXIS untuk provider internet disini. Jadi, kalau kerjasama-kerjasama yang

memang fix tidak memerlukan KBRI ya kita tidak libatkan Atase Pendidikan.

Tapi kita ya tetap melaporkan ke Atase Pendidikan mengenai hasil kerjasama atau

Universitas Sumatera Utara

hasil dari MoU ini, kita kirim draft-nya ke KBRI Kuala Lumpur untuk dilihat.

Dan kadang-kadang kalau kerjasama yang agak rumit, yang bisa jadi fatal, ya kita

minta saran dan arahan dari Atdikbud maupun Pensosbud. Kita ada dua ya mbak

yang daerah hubungannya dengan mahasiswa adalah Atase Pendidikan dan

Fungsi Penerangan Sosial dan Budaya. Biasanya kita untuk minjam-minjam alat-

alat ya ke Fungsi Pensosbud.

P: Menurut anda, bagaimana kesan anda terhadap kinerja Atdikbud dalam

melayani pelajar-pelajar Indonesia disana dan sebagai bridge bagi

stakeholder perguruan tinggi Indonesia-Malaysia?

R: Kalau ada rate-nya 1 sampai 10, saya kasih 7, 5. Karena saya melihat bukan

salah mereka sih, tapi birokrasi yang kita bangun di Indonesia memang sudah

mendarah daging atau menjamur. Kita juga tidak bisa mempercepat urusan karena

memang ada regulasi yang harus kita lalui. Kadang-kadang kita memang perlu

urus surat cepat, ya kadang-kadang ada sedikit masalah, bisa kesel ya. Tapi

overall ya bagus sih. Apalagi Bang Erwin ya, karena urusannya kan memang

lebih ke mahasiswa ya, sama dengan Bu Wiwid.

P: Program kegiatan Atdikbud yang manakah yang paling berkesan sangat

baik bagi anda? (Misal: students exchange, education expo, kegiatan-kegiatan

yang langsung ke publik Malaysia)

R: Saya lihat kalau untuk program sekarang tuh Kuala Lumpur International Book

Fair ya. Karena ini baru tahun pertama kita ikut bagian dari acara ini. Mereka

mampu memberikan peluang sebesar-besarnya bagi buku-buku Indonesia untuk

ikut ajang internasional. Saya sangat mengapresiasi kerja keras Atase Pendidikan

untuk bisa ikut ajang ini.

P: Sebagai pelajar Indonesia, bagaimanakah respon/sikap masyarakat

Malaysia terhadap program dan kegiatan yang dilaksanakan oleh PPI-

Malaysia dan Atdikbud KBRI Kuala Lumpur?

R: Saya melihat novel-novel Indonesia sangat di terima di Malaysia, seperti novel

Dilan sampai sold out, novel negeri 5 menara, muara 1 rantau banyak yang minat.

Orang Malaysia lebih senang sastrawan-sastrawan Indonesia kebanyakan. Ya

Universitas Sumatera Utara

mudah-mudahan Indonesia masih bisa ikut ajang seperti ini di tahun-tahun

berikutnya.

P: Apakah ada kesulitan atau kendala yang dihadapi selama studi di

Malaysia? (Bahasa, gegar budaya, lifestyle)

R: Saya kira sih untuk diskriminasi atau penyebutan soal istilah „indon‟ sama

warga Indonesia seperti saya ini di Malaysia itu ya maklumi aja sih. Kita

terangkan saja ke mereka bahwa istilah itu terkesan negatif. Saya mah orangnya

ga perlu dibahas-bahas, ya kalau bisa kita perbaiki ya perbaiki sendiri aja. Karena

kebanyakan dari mereka yang nyebut istilah itu justru gatau maknanya apa. Kalau

dalam aspek lain sih ya kita sama aja sama pelajar Malaysia, seperti potongan

harga untuk nonton atau naik MRT ya sama-sama dapat disc 50%. Tapi kalau

untuk biaya sekolah per semester yaw ajar-wajar aja kita lebih mahal karena kita

kan termasuk pelajar asing. Salah satu devisa negara mereka ya dari kita-kita ini

mbak, makanya Malaysia itu lebih maju ya karena devisa mahasiswa asing yang

ada disana. Jadi sebenarnya ya mbak, 1 mahasiswa internasional studi disini bisa

menutupi biaya pendidikan 4 mahasiswa lokal Malaysia. Sama halnya dengan

mahasiswa Malaysia yang kuliah di Indonesia, ya biaya kuliah mereka lebih

mahal ketimbang mahasiswa lokal Indonesia. Jadi ya wajar-wajar aja mbak

perbedaan-perbedaan yang terjadi selama disini. Tapi ada sih yang kadang-kadang

kita agak males ya. Ketemu polisi disini terus kita diperiksa dokumen-dokumen

izin kita. Itu sih yang saya paling males. Karena ga dipungkiri juga ya, dari data

WNI kita yang legal 478.000 TKI tapi ternyata banyakan yang illegal. Tapi,

jadinya kita yang pelajar Indonesia ini yang kena imbasnya. Kadang-kadang

gimana ya mbak, menurut saya tuh udah tidak etis gitu mbak, kayak dari sikap

dan nada suara polisi disana saat memeriksa kita. Apalagi kalau ngurus VISA, kita

harus benar-benar sabar gitu mbak dalam prosesnya. VISA Malaysia untuk pelajar

Indonesia adalah salah satu VISA tersulit yang dikeluarkan oleh Malaysia untuk

VISA Student. Jadi, Malaysia menerapkan sistem single entry, kemudian multiple

entry. Kita harus bolak balik juga ya mbak. Untuk mengambil multiple maupun

single entry ini ga sebentar, ga sebulan atau dua bulan. Kadang-kadang sampai

udah mulai kuliah VISA kita belum juga keluar.

Universitas Sumatera Utara

P: Menurut anda, seberapa pentingkah peranan Atdikbud KBRI KL dalam

urusan pendidikan tinggi Indonesia-Malaysia?

R: Peran Atdikbud sebenarnya sangat signifikan dan riskan menurut saya. Karena

mereka menyelesaikan permasalahan-permasalahan pendidikan WNI di Malaysia.

Kita lihat aja sudah ada 50 CLC (Community Learning Center) di Sabah Sarawak.

Itu memang perlu dijaga dari mulai kurikulumnya serta pelaksanaannya, kalau

tidak ada Atdikbud maka CLC ini tidak akan pernah berjalan. Maka, angka buta

huruf masyarakat Indonesia semakin bertambah karena tidak ada sekolah. Karena

rata-rata masyarakat yang sekolah di Sabah Sarawak adalah anak dari tenaga kerja

ilegal. Berarti mereka tidak akan bisa masuk sekolah di Malaysia, kalaupun bisa

masuk itu mahal. Jadi, peran Atase Pendidikan adalah membina CLC agar tetap

berjalan untuk mencerdaskan masyarakat-masyarakat Indonesia di Malaysia.

Terlepas dari itu juga, mahasiswa-mahasiswa juga dapat bagian seperti dalam hal

penyelesaian masalah-masalah kampus. Kemudian ada yang drop out, nantinya

mereka yang coba negosiasikan. Mungkin tidak jadi di drop out tapi bisa di

peninjauan kembali atau bisa juga dipindahkan ke kampus lain. Karena disini

kalau udah drop out ya gabisa kampus kan. Kemudian mereka juga

menyelesaikan masalah VISA, uang kuliah yang menunggak, mereka juga turun

tangan. Jadi, peran Atase Pendidikan ya sangat signifikan. Karena mereka selalu

memberikan solusi untuk setiap masalah-masalah pendidikan mahasiswa

Indonesia yang berada di Malaysia. Kalaupun ada masalah yang mungkin lambat

direspon ya kita kembali lagi ingat ke masalah birokrasi sih mbak. Jadi bukan

karena Atase Pendidikan yang tidak berperan aktif, tapi di tengah keribetan sistem

birokrasi kita peranan Atase Pendidikan sangat besar.

Universitas Sumatera Utara

DOKUMENTASI PENELITIAN

Dokumentasi setelah melakukan wawancara dengan Informan I dan penyerahan buku dari Atase Pendidikan kepada peneliti sebagai kenang-kenangan.

Dokumentasi Informan II saat mewakili Atase Pendidikan dalam menerima kunjungan dari salah satu perguruan tinggi Indonesia di KBRI Kuala Lumpur.

Universitas Sumatera Utara

Dokumentasi saat melakukan wawancara dengan Informan III melalui Video Call Skype.

Dokumentasi Atase Pendidikan pada pertemuan para dosen Indonesia yang mengikuti program studi S3 di salah satu Perguruan Tinggi Swasta Malaysia

Universitas Sumatera Utara

BIODATA PENELITI

Nama Lengkap : Hilyah Amalia

NIM : 130904083

Tempat, Tanggal Lahir : Jakarta, 09 April 1995

Jenis Kelamin : Perempuan

Alamat : Jl. Garu III No.29 C

No. Telepon / Email : +6281265776295 / [email protected]

Anak ke : 3 dari 4 bersaudara

Agama : Islam

Status : Lajang

Suku : Batak

Nama Orangtua :

Ayah : Prof. Dr. H. Ramli Abdul Wahid, MA

Ibu : Maymun Aswita Hutasoit

Alamat Orangtua : Jl. Garu III No. 29 C

Nama Saudara Kandung : Nada Safarina, A.Md.

Nila Husnayati, ST

Zahir Dhiya‟ Fathi

Pendidikan :

2001-2002 : TK Aisyiyah Bustanul Atfal Medan

2002-2007 : SD Negeri Center I 060870

2007-2010 : SMP Negeri 7 Medan

2010-2013 : SMA Negeri 3 Medan

2013-2018 : Departemen Ilmu Komunikasi FISIP USU Medan

Universitas Sumatera Utara